TINJAUAN PUSTAKA
Sejarah dan Perkembangan Kolam Jaring Apung Budidaya karamba atau jaring apung dimulai di Asia Tenggara seperti di kemukakan oleh Pantalu, 1979, yaitu di Kamboja dimana para nelayan di sekitar Great Lake memelihara ikan lele (Clarias spp) dan ikan-ikan komersial lainnya dalam karamba bamboo atau rotan dan keranjang-keranjang. Dari sini kemudian menyebar ke Vietnam, Thailand dan negara-negara lndocina lainnya. Di Indonesia budidaya karamba dengan bambu terapung telah dijumpai sejak 1922 di Danau Mundung Jambi untuk memelihara ikan liar seperti Leptobarbus hoeveni (Reksalegora, 1979). Sejak itu meluas ke daeradaerah
lain. Di Pulau Jawa karamba dari bamboo yang direndam dalam air atau dijangkar ke dasar sungai, untuk memelihara ikan mas telah berkembang pada tahun 1940-an. Dalam 15 tahun terakhir budidaya karamba telah tersebar luas di lebih dari 35 negara, yaitu Eropa, Asia, Afrika dan Amerika, dan pada tahun 1978 lebih dari 70 spesies ikan air tawar telah dibudidayakan.
Pengettian, Keuntungan dan Syarat Budidaya lkan KJA Budidaya ikan di jaring apung adalah cara memelihara ikan yang dilakukan dalam wadah yang berupa kantongjaring yang letaknya terapung pada permukaan air, biasanya terdapat pada permukaan air waduk atau danau yang sifat aimya tidak tergenang atau tidak terlalu deras aliran aimya. Penyebab wadah tersebut menjadi terapung karena disangga oleh benda yang sifatnya terapung, seperti drum, dan dikaitkan pada sebuah rakit berbentuk bujursangkar atau persegi panjang.
Terdapat beberapa keuntungan teknis yang dapat diperoleh dari sistem budidaya ikan di jaring apung, diantaranya tidak perlu membuat kolam sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya produksi untuk pengadaan lahan; intensifikasi produksi ikan dan optimasi penggunaan pakan dapat diterapkan; pesaing dan pemangsa ikan mudah dikendalikan; serta pengelolaan dan pemanenan ikan tidak terlalu rumit. Dengan demikian, keuntungan secara ekonomis tidak perlu diragukan lagi. Sejalan dengan perkembangan pembangunan, waduk-waduk di Indonesia mulai terancam kelestariannya karena pengelolaan waduk sudah tidak optimal lagi. Hal ini ditunjukkan dengan semakin banyaknya waduk-waduk yang tercemar berat sehingga terganggu fungsi-fungsi ekosistem yang ada di dalamnya. Ada beberapa syarat yang haws diperhatikan dalam melakukan usaha budidaya ikan di jaring apung, diantaranya syarat sosial ekonomis dan ekologis. Syarat sosial ekonomis meliputi ketersediaan aksesibilitas yang memadai, terjaminnya keamanan usaha dari gangguan yang mungkin terjadi, kemudahan mendapatkan tenaga kerja, kemudahan memperoleh sarana produksi untuk usaha, serta sesuai dengan kebijakan pemerintah tentang tata wang dan pengembangan perikanan. Sedangkan syarat ekologis meliputi luas perairan yang memadai, volume air cukup besar dan memungkinkan untuk melakukan usaha budidaya, arus air tidak terlalu deras, kedalaman air minimal tersedia, tingkat kesuburan air tidak terlalu tinggi, dan bebas dari pencemaran.
Sarana Produksi Budidaya Kantong Jaring apung Ukuran kantong jaring yang dipergunakan sebagai wadah budidaya tidak ada batasannya. Namun ukuran kantong jaring yang biasa digunakan di lapangan bervariasi, mulai dari 2~2x2meter hingga 9~9x2meter. Di pasaran hingga saat ini, kurang tersedia wadah berupa kantong jaring yang siap pakai, sehingga untuk itu harus merancang sendiri sesuai dengan ukuran yang dikehendaki. Rakit Budidaya
Rakit budidaya berfungsi sebagai tempat untuk rnengaitkan wadah jaring budidaya. Rakii ini dapat terbuat dari bambu, kayu, dan besi. Penggunaannya di lapangan tergantung dari ketersediaan dana yang dimiliki. Namun, umumnya yang banyak digunakan oleh para petani ikan adalah rakit yang terbuat dari bambu. Rakii disusun dalam bentuk empat bujursangkar dan sudut pertemuan rakit diikat dengan tali ijuk atau kawat agar kedudukan masing-masing rakit rnenjadi kokoh dan tidak bergeser. Rakit tersebut agar dapat berfungsi masih memerlukan beberapa peralatan lain seperti pelampung rakit dan jangkar rakit. Pelampung rakit urnurnnya rnenggunakan drum bekas. Pelarnpung ini dipasang pada setiap sudut rakit dengan kokoh agar tidak bergeser dari posisinya. Jangkar berguna agar rakit tidak hanyut di perairan. Jangkar terbuat dari berrnacam-rnacarn bahan seperti dari besi, semen beton dan batu yang dibungkus dalarn kantong jaring.
Gudang, Rumah Jaga dan Perahu Sarana penunjang lainnya yang tidak kalah pentingnya bagi usaha budidaya ikan jaring apung adalah gudang dan rumah jaga. Bahan untuk gudang
dan rumah jaga ini dindingnya dapat terbuat dari kayu atau bilik bambu, atapnya dapat berupa rumbia, seng atau plastik bergelombang. Ukuran gudang dan rumah jaga dapat disesuaikan dengan ukuran rakit yang menopangnya. Oleh karena itu diupayakan agar bahan untuk gudang dan rumah jaga ini tidak terlalu berat sehingga tidak membebani rakii lebih berat lagi. Karena umumnya letak jaring budidaya terdapat di tengah perairan yang agak dalam, maka kehadiran sarana transportasi seperti perahu sangat penting untuk membawa orang, pakan, benih ikan, maupun ikan hasil panen dari darat ke lokasi budidaya dan sebaliknya. Ukuran perahu ini disesuaikan dengan daya angkut yang dikehendaki.
Alat-alat bantu Alat-alat bantu yang digunakan dalam usaha budidaya ikan jaring apung meliputi alat bantu pemeliharaan dan pemanenen; seperti serok untuk menangkap ikan, ember, anco, tempat pakan, blower, gas, karet, plastik atau fiberglass untuk mengangkut ikan dan timbangan. lkan Budidaya Jenis ikan yang akan dibudidayakan dalam jaring apung seyogyanya ikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi mengingat sistem budidaya ini merupakan usaha yang bersifat padat modal. Beberapa jenis ikan ekonomis yang dapat dibudidayakan di jaring apung diantaranya lkan Mas (Cypnnus capio), Nila Merah (Oreochromis sp), Nila GIFT (Oreochmmis niloticus), Lele Dumbo (Clarias gariepinus), Jambal (Pangasius pangasius), Gurame (Osphronemus gouramy), Tawes (Puntius gonionotus), dan beberapa jenis ikan hias seperti ikan Botia (Botia macracanta), Koki (Carasius auratus), Koi (Cypnnus sp) dan Oscar (Astronotus ocellatus).
Pakan Dalam budidaya ikan secara intensif pemberian pakan berupa pelet sangat penting untuk mempercepat pertumbuhan ikan budidaya karena dalam pelet biasanya terkandung komponen-komponen pakan yang mengandung nilai gizi yang tinggi. Bahan mentah pelet secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi bahan hewani, nabati dan tambahan. Bahan hewani dapat berasal dari tepung ikan, tepung tulang, tepung darah dan sebagainya. Bahan nabati dapat berasal dari tepung kedelei, tepung jagung, dedak halus dan sebagainya. Bahan-bahan tambahan pelet biasanya berupa vitamin, mineral, pelezat atau bahan perekat. Bahan tambahan ini biasanya digunakan dalam jumlah yang kecil, yaitu sekitar 1% dari total kebutuhan bahan untuk pelet. Kandungan gizi bahan hewani dan nabati dari pelet berbeda-beda sesuai dengan jenis bahan itu sendiri. Pada Tabel 1 disajikan bahan-bahan yang digunakan sebagai bahan pelet dan kandungan gizinya. Bahan tambahan, vitamin, mineral, pelezat dan perekai biasanya diberikan dalam juhlah yang relatif kecil sekiiar 1% saja. lkan yang dibudidayakan dalam jaring apung biasanya dipacu pertumbuhannya dengan menggunakan pelet dengan kandungan protein antara 20 - 40 %.
Tabel I.Kandungan Gizi Berbagai bahan Hewani dan Nabati Pelet (petsen) Bahan
Bahan Protein Kering Kasar
Karbohidrat
Lemak
Serat Kasar
Abu
A. Hewani 1. Tepung darah
51.81
71.45
13.12
7.95
0.42
7.04
2. Tepung ikan
83.80
48.23
3.81
1.71
4.01
25.98
2. Tepung teri
88,OO
53.3
4.3
1
8.4
20.9
3. Tepung kepala udang
88.68
32.38
6.3
21.43
0.8
39.13
5.43
23.38
0.062
11.82
25.33
31.41
1. Dedak kasar
87.69
8.54
35.09
21.93
6.98
15.15
2. Dedak halus
80.42
9.84
37.64
15.63
6.90
10.51
3. Tepung beras
88.57
12.66
54.80
5.34
9.45
6.30
4. Tepung jagung
87.78
9.54
2.35
6.97
3.51
5. Tepung kacang hijau
90.04
29.40
-
2.70
0.87
3.50
6. Onggok
84.55
2.07
93.49
2.61
0.85
0.98
7. Bungkil kelapa
86.25
18.46
34.8
11.09
15.73
6.17
8. Bungkil kacang tanah
86.19
10.35
71.87
10.50
2.64
4.66
9. Ampas kc. kedelai
86.10
18.40
44,.20
9.10
7.10
7.30
32.30
1.94
5.88
4. Tepung benawa
B. Nabati
10. Ampas k c hijau
95.55
15.77
-
11. Bungkil biji kapuk
83.90
27.40
18.60
25.30
5.60
7,OO
12. Bungkil wijen
93.50
39.60
23,.20
6.10
12.60
12,OO
13. Ampas tahu
12.53
21.23
19,OO
29.59
16.22
5.45
14. Ubi kayu
33.30
1,OO
30,OO
1.40
0.40
0.50
15. Tepung gaplek
87,OO
2.60
78.40
3.60
10
1.40
16. Ubi jalar
24.92
1.85
77.75
3.50
21.96
1.40
17. Jagung
84.62
10.40
85.89
1.61
0.53
1.93
18. Kacang kedelai
91.80
39.60
29.50
2.80
14.30
5.40
19. Kacang tanah
89.63
34.26
48.51
3.34
8.16
5.73
20. Daun ubi kayu
33.00
8.20
3.90
7.80
1.20
1.90
21. Daun ubi jalar
10,OO
3,OO
3.20
3.60
0.30
1-10
Sumber : Atmadja Hardjamulia, 1979
Teknik Budidaya
Penebaran lkan Di dalam budidaya ikan jaring apung, padat penebaran ikan perlu diperhatikan, karena jumlah ikan yang terlalu padat dalam jaring budidaya akan menyebabkan terjadinya persaingan dalam memanfaatkan pakan, ruang dan oksigen sehingga dalarn kondisiterlalu padat pertumbuhan ikan akan terganggu. Demikian pula jika kepadatan ikan terlalu rendah secara ekonornis akan menimbulkan kerugian karena tejadi pemborosan ruang, waktu, dan biaya. Forrnuia yang ditawarkan dalam menentukan kepadatan ikan adalah sebagai berikut : PPI = BRP Keterangan : PPI BTP BRP BRT
= Padat Penebaran lkan (kg/m3) = Berat Total Panen (kg/m3) = Berat Rata-rata Produksi Akhir (kglekor) = Berat Rata-rata Penebaran (kglekor)
Misalkan petani menginginkan ikan yang akan dipanen kelak memiliki berat rata-rata 0,5 kg/ekor, berat total saat panen 25 kg/m3,dan ikan yang akan ditebarkan rnemiliki berat rata-rata 0,l kglekor, maka padat penebarannya sesuai dengan rumus di atas adalah 5kg/m3. Jika wadah jaring apung yang digunakan berukuran 4x4x1,5 meter maka jumlah ikan yang hams ditebarkan pada wadah tersebut sebanyak 24 x 5 kg, yaitu 120 kg ikan. Di lapangan padat penebaran biasanya didasarkan pada pengalaman sehari-hari yang diperoleh petani dari beberapa kali periode usaha yang mereka
tekuni, akhimya diperoleh angka penebaran yang ideal sesuai dengan kondisi perairan setempat dan jenis ikan yang dibudidayakan. Agar ikan yang ditebarkan tidak 1010s dari wadah budidaya, perlu sekali diperhatikan ukuran mata jaringnya sebelumnya. Untuk penebaran ikan dengan ukuran 50-100 gramlekor, mata jaring ukuran 2 inchi dapat digunakan, sedangkan bila ukurannya lebih kecil lagi tentu harus menggunakan wadah dengan mata jaring yang lebih kecil lagi. Penebaran ikan sebaiknya dilakukan pada sore hari atau padi hari pasa saat kondisi perairan tidak terlalu panas agar ikan tidak stress; disamping itu juga perlu dilakukan aklimatisasi.
Pemberian Pakan Pada bulan pertama pemeliharaan, setiap hari pelet diberikan sebanyak 4% dari berat total ikan yang dipelihara dalam kantong jaring apung. Pada bulan
kedua, jumlah pelet dikurangi menjadi 3,5 %. Bila budidaya ini dilakukan lebih dari dua bulan, maka jumlah pelet yang diberikan setiap hari adalah 3% dari berat total ikan pada bulan ketiga dan keempat. Kemudian pada bulan kelima, pelet diberikan sebanyak 2,5%. Bulan berikutnya, pelet cukup diberikan sebanyak 2% agar kehilangan bobot ikan dapat dicegah. Setiap hari ikan yang dipelihara diberi pelet sebanyak tiga kali, pagi, siang dan sore. Bila jumlah pakan yang diberikan setiap hari sejumlah 3%, maka porsi pemberian itu dibagi tiga untuk pemberian pagi, siang dan sore, masing-masing porsinya 1%. Pemberian pakan ini hendaknya sediki demi sedikiti sesuai dengan nafsu makan ikan. Agar tidak hanyut terbuang, maka cara pemberian pakan sebaiknya disebar di bagian tengah kantong jaring.
Selain pakan berupa pelet, pakan tambahan lainnya dapat juga diberikan sesuai jenis ikan yang dibudidayakan. Pakan tambahan dapat berupa dedak, tanaman air, dedaunan, dsb. Agar jumlah pakan yang diberikan dapat ditentukan maka setiap 7-10 hari sekali dapat dilakukan sampling populasi. Misalnya, jumlah populasi setiap kantong jaring sekitar 1.200 ekor. Dalam pelaksanaan sampling, ikan yang diambil dari kantong tersebut cukup sekitar 120 ekor saja, atau sekitar 10% dari total populasi. Kemudian ditimbang satu per satu. Misalkan beratnya rata-rata 0,2 kglekor, berarti berat populasi ikan yang ada dalam kantong tersebut adalah 240 kg. Hasil ini diperoleh dengan cara mengalikan berat rata-rata sampling (0,2 kg) dikalikan total populasi (1.200 kg). Bila akan diberikan pelet setiap hari sebanyak 3% rnaka harus disediakan pelet sebanyak 3% x 240 kg, yaitu 7,2 kg/hari. Pengonfrolan Kegiatan lain yang tidak boleh diabaikan dalam melakukan usaha budidaya ikanjaring apung adalah melakukan pengontrolanterhadap kualitas air, kesehatan ikan, keadaan wadah budidaya dan keamanan lingkungan usaha. Pengontolan ini dimaksudkan agar usaha budidaya yang dilakukan dapat berjalan
dengan
lancar
dan
memberikan
keuntungan
bagi
yang
mengusahakannya. Pemanenan Pemanenan dilakukan tergantung pada situasi yang ada. Salah satu pertimbangan dilakukan pemanenan adalah bahwa ikan sudah mencapai ukuran yang dikehendaki dan menguntungkan bila di jual. Pada prinsipnya pemanenan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pemanenan selektif dan pernanenantotal. Pemanenanselektif dilakukan dengan
cam memilih ikan-ikan yang berukuran tertentu yang dikehendaki; sedangkan pemanenan total dilakukan terhadap seluruh ikan yang ada dalam wadah budidaya tanpa memperhatikan ukuran tiap-tiap ikan. lkan yang telah dipanen dapat disimpan pada jaring apung yang sudah disediakan dan ditempatkan pada lokasi yang mengalir. Dengan cara demikian diharapkan ikan tidak mengalami kepayahan meskipun kepadatannya tinggi.
Limbah Perikanan Limbah perikanan adalah buangan yang dihasilkan dari proses produksi usaha budidaya ikan. Buangan ini dapat berupa feses hasil metabolisme ikan, dan pakan sisa yang terbuang karena tidak dikonsumsi oleh ikan. Di dalam sistem produksi perikanan budidaya jaring apung, disamping dihasilkan barang konsumsi berupa ikan segar, juga menghasilkan limbah baik yang berasal dari sisa metabolisme berupa peces, maupun sisa pakan yang tidak dikonsumsi ikan budidaya. Limbah tersebut ada yang masih dapat di-reuse dan ada pula yang tidak dapat dimanfaatkan ulang serta dibuang ke lingkungan perairan. Yang dimaksud dengan reuse dalam kaitannya dengan kegiatan perikanan budidaya ikan dalam jaring apung adalah pemanfaatan kembali pakan yang terbuang oleh ikan pada layer bawah maupun oleh ikan yang berada di perairan bebas di luar jaring apung yang tidak dibudidayakan. Proses menghasilkan limbah tersebut dapat dilihat pada Gambar I. Protein yang terkandung dalam pakan merupakan komponen dasar jaringan hewan dan zat gizi yang penting untuk memelihara hidup dan pertumbuhan (Herper, 1989). Kebutuhan protein bagi ikan berubah-ubah sesuai dengan perubahan siklus hidup atau tahapan hidup ikan. Ikan-ikan kecil yang pertumbuhannya cepat membutuhkan protein lebih banyak dibanding ikan-ikan
besar yang pertumbuhannya relatif lambat (Philips, 1969 dalam Hoar, 1969). Secara umum peningkatan kebutuhan protein ikan lebih dari 40% akan mendorong ekskresi amonia (Tyler dan Calow, 1985). Arnonia dalam air ada dalam dua bentuk, yaitu un-ionized (NH,) dan
ionized (NH4) (Colt, 1974). Menurut Spote (1979) amonia adalah bentuk utama ekskresi nitrogen oleh hewan-hewan akuatik. Colt (1974) menyebutkan bahwa amoniak merupakan komponen utama yang diekskresikan ikan-ikan air tawar terdiri dari 6080% dari total N yang dikeluarkan. Menurut Rottman dan Shirernan (1985) amonia diekskresikan ke dalam air oleh ikan sebagai hasil metabolisrne protein. Selanjutnya Ming (1985) menyatakan bahwa laju ekskresi amonia meningkat dengan cepat sebagai respon terhadap penambahan protein. Sampath (1985) menyatakan bahwa produksi amonia berkorelasi secara linier dengan tingkat protein dalam makanan. Kadar produksi amoniak suatu bahan adalah sekiiar 16% dari kadar proteinnya (Herper, 1988). Abel(1989) menyatakan bahwa amonia merupakan racun bagi kehidupan akuatik. Toksisitas amonia nitrogen dilambangkan secara utama dalam bentuk
un-ionized amonia; sedangkan tingkat toksisitasnya, menurut Colt (1974), bervariasi dan dipengaruhi oleh pH dan temperatur lingkungannya. Ketika pH dan ternperatusr meningkat, konsentrasi NH3-Njuga meningkat. Pada pH tinggi, jumlah dan tingkat ketoksikan amonia semakin meningkat, begitu pula bila kelarutan oksigen menurun (Spote, 1979). Abel(1989) rnenyebutkan kadar NH3pada pH 8,5 dan temperatur 2 0 ' ~ sekitar 0,22 mgll. Ketika konsentrasi amonia di lingkungan air tinggi, ekskresi arnonia oleh tubuh ikan akan berkurang sehingga terjadi peningkatan konsentrasi amonia dalam darah dan jaringan tubuh ikan. Hal tersebut menyebabkan pH
darah meningkat dan berpengaruh buruk terhadap reaksi enzim dalam tubuh. Keberadaan amonia yang tinggi dalam darah dan jaringan karena tidak diekskresikan, akan meningkatkan konsumsi oksigen oleh jaringan dan mengurangi kemampuan darah untuk mentranspor oksigen. Tingkat toksisitas biasanya terlihat dari pertumbuhan yang rendan dan tingginya tingkat mortalitas ikan (Spote, 1979). Menurut Dulmiad, I, dkk. (1994), senyawa-senyawa pengkayaan
-
pencemaran yang diakibatkan oleh budidaya ikan dalam jaring apung terutama adalah Nitrogen yang terkandung dalam pakan. Kuantitas senyawa tersebut dalam pakan ikan bervariasi tergantung kepada jenis dan kualitas pakan. Namun demikian pada pakan yang banyak digunakan dewasa ini biasanya terdiri dari sekiar 12 kg Fosfor dan 55 kg Nitrogen untuk tiap ton pakan benrpa pelet. lkan akan mengasimilasi sebagian dari ham-ham tersebut, yaitu sekitar 5 kg Fosfor dan 14 kg Nitrogen pada rasio konversi pakan 2,O dan akan membiarkan sisanya memasuki lingkungan sebagai limbah metabolik. Menurut Ming (1985) tingkat toleransi hewan akuatik terhadap amonia beragam, bergantung pada spesies, kondisi fisiologis dan kondisi lingkungannya. Secara umum konsentrasi amonia dalam air tidak lebih dari 0,l
mgll.
Konsentrasi amonia antara 0,4 - 2,O mgll dalam jangka waktu yang pendek bisa menyebabkan kematian.
Gambar 1. Hubungan Antaa Ekosistem dan Sistem Produksi Perikanan
Kualitas Air Kualitas air secara umum diartikan sebagai peubah yang mempengaruhi pengelolaan,kelangsungan hidup dan produktivitas ikan yang dibudidayakan. Kualitas air meliputi sifat fisika, kimia dan biologi yang dinyatakan dalam kisaran angka. Untuk mengetahui kualitas air tidak cukup dengan hanya mengamati kondisi fisik air di lapangan saja, melainkan haws diuji secara laboratoris dari
parameter-parameter tertentu. Parameter kualitas air penting bagi perikanan disajikan pada Lampiran 9. Menurut Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. OUMENKLHIlI1988, yang dimaksud dengan polusi atau pencemaran air adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air dan atau berubahnya tatanan air oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga kuatiias air turun sampai ke tingkat tertentu yang rnenyebabkan air menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Perairan dikatakan terpolusi atau tidak layak digunakan jika parameterparameter yang ada dalam perairan tersebut sudah melebihi nilai ambang batas yang telah ditentukan. Berkaitan dengan limbah perikanan, yaitu parameter Amoniak, jika kandungan amoniak yang dihasilkan dari usaha budidaya ikan jaring apung dalam perairan rnelebihi nilai ambang batas sebesar maksimal 0,016 mgA maka dikatakan bahwa kegiatan usaha budidaya ikan tersebut telah mencemari dan mengganggu lingkungan perairan. Air sebagai media hidup organisme perairan hams mempunyaid aya dukung kehidupan dan pertumbuhan bagi organisme yang hidup di dalamnya. Beberapa faktor lingkungan air yang berpengaruh terhadap kehidupan ikan adalah suhu, oksigen terlarut, karbondioksida, Nitrit, BOD dan COD. a)
Suhu Suhu air berperan dalam kecepatan laju metabolisme dan respirasi biota
air, serta mempengaruhi kehidupan organisme air secara tidak langsung, yaitu melalui pengaruhnya terhadap kelarutan oksigen dalam air. Peningkatan suhu akan menyebabkan aktivitas rnetabolisrne meningkat, dan suhu tinggi akan
meningkatkan konsumsi oksigen dan teQadipenguraian set. Menurut Imawan, 1987, suhu air media hidup ikan juga dapat mempengaruhi aktivitas organisme dalam mencari makan. Selain itu, suhu air dapat mempengaruhi sekresi dan aktivitas tubuh ikan dan toleransi suhu setiap kan berbeda-beda. Pada umumnya, suhu yang optimal untuk kelangsungan hidup ikan adalah antara 2 7 ' ~
- 30'~. b)
Oksigen Terlarut
Pada budidaya ikan kadar oksigen terlarut dalam air merupakan parameter pentbahan kualitas air yang paling kritis karena oksigen terlarut ini sangat penting bagi kelangsungan hidup organisme , yaitu untuk pemafasan, pertumbuhan dan metabolisme. Kebutuhan organisme terhadap oksigen tergantung dari jenis, stadia dan aktivitasnya. Agar ikan dapat hidup layak dan kegiatan budidaya ikan berhasil, maka kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 4 mgn. Menurut Susanto, 1992, kadar oksigen terlarut dalam air yang ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan ikan dalam kolam sebanyak 5
- 6 mgA, dan kandungan oksigen
terlarut kurang dari 0,3mgn akan menyebabkan kematian ikan, batas terendah kandungan oksigen yang dibutuhkan untuk menunjang kehidupan ikan adalah 1,O mgll.
c)
Karbondioksida
Karbondioksida dalam air berasal dari dekomposisi bahan organic, difusi dari udara dan pemafasan (Boyd dan Lichkoppler, 1979). Kandungan karbondioksida yang baik agar tidak mengganggu kehidupan ikan adalah tidak lebih-dari 5 mgll dan ikan dapat mentolerir kandungan karbondioksida lebih dari 10 mgll apabila kandungan oksigen terlarut cukup tinggi.
d)
Nitrit
Nitrogen merupakan salah satu unsure penting bagi pertumbuhan organisme dan unsure utama pembentuk protein. Nitrogen dalam air berbentuk N2 yang segera berubah menjadi senyawa lain seperti Nitrit, Nitrat, ammonium dan Arnonia. Secara umurn, dalarn perairan beroksigen tinggi Nitrit ada dalarn jumlah sedikit, karena dengan tingginya oksigen nitrit akan berubah menjadi nitrat, sedangkan nitrit akan menjadi ammonia pada perairan tanpa oksigen. Peranan utama nitrit adalah dalam perubahan transfer oksigen, oksidasi persenyawaan penting dan rusaknya jaringan organ respirasi. Nitrit merupakan senyawa oksidan yang kuat. Nitrit mengoksidasi ion ferro dalam haemoglobin sehingga
menghalangi
pembentukan
sel
darah
merah.
Menurut
Tiensongrusmee, et all, 1988, kandungan nitrit dalam air tidak boleh lebih dari 6 rngn. e)
BOD (Biological Oxygen Demand) BOD atau kebutuhan oksigen biologis adalah jumlah oksigen yang
dibutuhkan mikro organisme atau bakteri aerobik di dalam air untuk memecahkan (mendegradasi) dan menstabilkan bahan buangan organic yang ada di dalam lingkungan air tersebut. Sebenamya peristiwa penguraian bahan buangan erganik melalui proses oksidasi oleh mikro organisme di dalam lingkungan air adalah proses alamiah yang mudah terjadi apabila mengandung oksigen yang cukup. Jumlah mikro organisme di dalam lingkungan perairan etrgantung pada tingkat kebersihan air. Air yang jernih bisanya mengandung mikro organisme yang relatif sedikit dibandingkan dengan air yang tercemar oleh bahan bahan buangan. Mikro organisrne yang mernerlukan oksigen untuk mernecah bahan
buangan organik disebut bakteri aerobik, sedangkan mikro organisme yang tidak memerlukan oksigen disebut bakteri anaerobik. Proses penguraian bahan buangan organic melalui proses oksidasi oleh mikro organisme atau oleh bakteri aerobik adalah sebagai berikut :
CnH,ObN, + (n + a14 Bahan organic
- W2 - 3c/4)02
-
nC02 + (a12 3cM) H20 + cNH3
oksigen Bakteri aerobik Karbondioksida Air
Amonia
Dari reaksi di atas, bahan buangan organic dipecah dan diuraikan menjadi gas COz, air dan gas NH3. Timbulnya ammonia inilah yang menyebabkan bau busuk pada perairan yang tercernar oleh bahan buangan organik. Reaksi tersebut memerlukan waktu yang cukup lama, kira-kira 10 hari. Dalam waktu 2 hari reaksi diperkirakan mencapai 50%, dalam waktu 5 hari sekitar 75%. Makin besar BOD dalam perairan maka persediaan oksigen terlarut yang berada di dalamnya makin berkurang. Oksigen terlarut dalam air apabila kandungannya menurun maka kemampuan bakteri aerobik untuk memecah bahan buangan organik akan menurun pula. Bahkan mungkin pula apabila oksigen terlarut sudah habis maka bakteri aerobik akan mati semua. Dalam keadaan seperti ini bakteri anaerobik akan rnengambil alih tugas untuk memecah bahan buangan yang ada di dalarn air. Hasil pemecahan bahan buangan oleh mikro organisme aerobik dan anaerobik hasilnya akan berbeda sebagai berikut :
Kondisi Aerobik
-
Kondisi Anaerobik
S ---+
H2S04
S
P
&PO4
P
-
.-+
H2S PH3+ komponen P
Hasil percobaan pada kondisi anaerobic pada umumnya berbau tidak enak sebagai contoh amin berbau amis dan anyir, dan H2S serta komponen posfor berbau busuk. f)
COD (Chemical Oxygen Demand)
COD atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buamngan yang ada di dalam air dapat teroksidasi melalui rekasi kimia. Dalam ha1 ini bahan buangan organic akan dioksidasi oleh Kalium bichromat menjadi gas COz dan H20 serta sejumlah ion Chrom. K2Cr2Q digunakan sebagai sumber oksigen. Oksidasi terhdap bahan buangan organik akan mengikuti reaksi sebagai berikut :
Kat
Reaksi tersebut pedu pemanasan dan penambahan katalisator Perak sulfat (Ag2S04)untuk mempercepat reaksi. Apabila dalam buangan organic ada unsur Chlorida yang dapat mengganggu reaksi maka perlu ditambahkan merkuri sulfat untuk menghilangkan gangguan tersebut. Chlorida dapat mengganggu karena akan ikut teroksidasi oleh Kalium bichromat sesuai dengan reaksi berikut
Apabila dalam larutan air terdapat Chlorida, maka oksigen yang diperlukan pada reaksi tersebut tidak menggambarkan keadaan sebenamya. Seberapa jauh tingkat pencemaran oleh bahan buangan organic tidak dapat diketahui secara benar. Penambahan merkuri sulfat adalah untuk mengikat ion Chlor menjadi merkuri chlorida mengikuti reaksi berikut :
Wama larutan air yang mengandung bahan buangan organic sebelum reaksi oksidasi adalah kuning. Setelah reaksi oksidasi selesai maka akan berubah menjadi hijau. Jumlah oksigen yang diperlukan untuk reaksi oksidasi terhadap bahan buangan organik sama dengan jumlah Kalium bichromat yang dipakai pada reaksi tersebut. Makin banyak Kalium bichromat yang dipakai pada reaksi oksidasi makin banyak oksigen yang dipedukan. Ini berarti air makin banyak tercemar oleh bahan buangan ~rganik. Teori Kelayakan Usaha Rasio Manfaat Biaya Secara rasional, setiap kegiatan yang dilakukan pada suatu lingkungan tertentu akan menimbulkan dampak berupa manfaat (advantages) dan kerugian (disadvantages) terhadap lingkungan. Secara ekonomis, manfaat dapat dapat
disebut juga sebagai benefit sedangkan kerugian dapat disebut sebagai cost. Selisih antara benefit dan biaya lingkungan adalah keuntungan lingkungan (gain environmental). lmbangan benefit dan biaya yang positif (> 0)mengindikasikan
bahwa kegiatan yang dilakukan secara totalitas memberikan manfaat yang menguntungkan bagi lingkungan (Tumer, Pearce dan Bateman, (1994)). Analisis imbangan manfaat-biaya merupakan salah satu kriteria dalam menilai kelayakan investasi pada suatu usaha yang dilakukan. lmbangan
manfaat-biaya merupakan perbandingan antara benefit kotor atau total pendapatan dengan variable cost atau biaya produksi secara keseluruhan, atau jika dirumuskan adalah sebagai berikut : Total penerimaan Rasio Manfaat Biaya (BIC rasio) = Total biaya Jika nilai BIC rasio lebih besar dari satu berarti usaha tersebut layak untuk dilakukan dan jika lebih kecil dari satu berarti tidak layak untuk dikerjakan. Untuk BIC rasio sama dengan satu berarti aliran kas masuk (cash inflow)sama dengan aliran kas keluar (cash ouMow). Adalah suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan eksploitasi sumberdaya lingkungan selama ini cenderung hanya berorientasi ekonomis yakni mengejar keuntungan yang sebesar-besamya tanpa atau kurang memperhatikan pertimbangan dampak terhadap lingkungan. Apabila ha1ini terus dibiarkan maka tidak menutup kemungkinan kehancuran lingkungan akan semakin dipercepat yang pada akhimya kembali akan merugikan manusia itu sendiri.
1)
Benefit (Manfaat)
Secara ekonomis, benefit diartikan sebagai hasil kali total kuantitas output (Q) dari suatu proses produksi dengan harga yang terbentuk di pasar (P) yang dinyatakan dalam satuan mata uang tertentu (Sukimo, 1985). Besamya benefit dapat dihitung dengan menggunakan formula berikut
Bt =QtxPt Keterangan : Bt = benefit pada waktu produksi ke-t Qt = kuantitas produksi pada waktu ke-t Pt = harga produksi pada waktu ke-t
Dalam usaha budidaya ikan dalam kolam jaring apung, benefit usaha diperoleh dari penjualan ikan hasil budidaya pada tingkat produksi dan harga tertentu. Menurut Yung (1981), besamya produksi dari usaha budidaya ikan dipengaruhi oleh stocking rate, survival rate dan growth rate. Peningkatan stocking rate dalam kolam jaring apung dapat dilakukan melalui pemberian pemupukan dan pemberian pakan secara intensif, polikultur, manipulasi stock dan peningkatan aerasi. Survivalrate dari kolam jaring apung dapat ditingkatkan melalui manajemen kolam yang baik seperti stocking rate yang benar, tepat jenis dan jumlah pakan atau pupuk, kualitas air yang baik serta pencegahan hama penyakit ikan. Peningkatan survival dan growth rate sangat tergantung dari perbaikan genetik ikan yang dibudidayakan seperti selective breeding dan hibridisasi serta manajemen kolam. Disamping dengan peningkatan produksi budidaya, peningkatan income bagi petani kolam jaring apung juga dapat ditingkatkan melalui upaya peningkatan harga jual ikan dan penurunan biaya produksi dan biaya ekstemalitas.
2)
Cost (Biaya) Secara ekonomis, cost diartikan sebagai sejumlah biaya yang dikeluarkan
untuk pembelian input yang akan digunakan dalam suatu proses produksi barang atau jasa yang dinyatakan dalam satuan mata uang tertentu. Analisa biaya dalam suatu proses produksi dapat dibedakan menurut jangka waMu kegiatan usaha, yaitu jangka pendek (shorttern), dimana sebagian input produksi tidak dapat ditambah jumlahnya; dan jangka panjang (longtern) dimana semua faktor produksi dapat mengalami perubahan (Sukimo, 1985).
Biaya produksi dalam jangka waktu pendek
1
Analisa biaya produksi dalam jangka waktu pendek dapat dibedakan menurut berubah atau tidaknya jumlah faktor produksi yang digunakan. Apabila jumlah suatu faktor produksi yang dikeluarkan jumlahnya selalu berubah-ubah, maka biaya produksi yang dikeluarkan juga berubah-ubah nilainya. Biaya produksi demikian disebut sebagai biaya variabel (variable cost). Dan apabila jumlah suatu faktor produksi yang digunakan adalah tetap maka biaya produksi yang dikeluarkan juga tetap. Biaya produksi demikian disebut sebagai biaya tetap (Fixed cost). Analisis biaya produksi juga menganalisis mengenai biaya produksi total (total cost), biaya produksi rata-rata (average cost) dan biaya produksi marginal (marginal cost). a)
Total Cost -
Biaya Total (Total Cost) Biaya total adalah keseluruhan jumlah biaya produksi yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi. Biaya total (TC) diperoleh dari menjumlahkan biaya tetap total (TFC) dan biaya berubah total ( T K ) . Dengan demikian, biaya total dapat dihitung dengan menggunakan formula berikut : TC = TFC + TVC
-
Biaya Tetap Total (Total Fixed Cost) Biaya tetap total adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi yang tidak dapat diubah jumlahnya.
-
Biaya Berubah Total (Total Variable Cost)
Biaya berubah total adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya.
b)
Average Cost -
Biaya Total Rata-rata (TotalAverage Cost) Biaya total rata-rata adalah keseluruhan biaya rata-rata yang digunakan untuk memperoleh faktor produksi. Biaya total rata-rata (AC) diperoleh dari penjumlahan biaya tetap rata-rata (AFC) dan biaya berubah rata-rata
(AVC) atau hasil pembagian antara biaya total (TC) dan kuantitas produksi (Q). Biaya total rata-rata dapat dihitung dengan menggunakan formulas berikut :
AC = TCIQ atau AC = AFC + AVC
- Biaya Tetap Rata-rata (Average Fixed Cost) Biaya tetap rata-rata adalah biaya rata-rata untuk memperoleh faktor produksi yang tetap jumlahnya. Biaya tetap rata-rata diperoleh dengan cara membagi biaya tetap total (TFC) dengan kuantitas produksi (Q), yang diformulasikan sbb :
AFC = TFCIQ - Biaya Berubah Rata-rata (Average Variable Cost) Biaya berubah rata-rata adalah biaya rata-rata untuk memperoleh faktor produksi yang berubah-ubah sifatnya. Biaya berubah rata-rata (AVC) diperoleh dengan cara membagi biaya berubah total (WC) dengan kuantitas produksi (Q), yang di formulasikan sbb :
AVC = TVClQ
c)
Biaya marginal (Marginal Cost)
Biaya marginal adalah perubahan (kenaikanlpenurunan) baya produksi yang dikeluarkan untuk menambah atau mengurangi produksi sebanyak satu unit. Biaya marginal dapat dihitung dengan formula berikut :
-
MCn = TCn TCn., Keterangan : MC, TCn
= biaya marginal produksi ke-n = biaya total pada waktu jumlah produksi adalah n
TCn-l = biaya total pada waktu jumlah produksi adalah n-I Besamya biaya marginal juga dapat dihitung dengan menggunakan formula berikut :
Keterangan : MC, = biaya marginal produksi ke-n A TC = perubahan jumlah biaya total AQ
2)
= perubahan kuantitas produksi
Biaya produksi dalam jangka panjang
Dalam jangka panjang setiap kegiatan usaha dapat menambah semua faktor produksi yang digunakannya. Dengan demikian ongkos produksi tidak perlu lagi dibedakan antara biaya tetap dan biaya berubah. Dalam jangka panjang tidak ada biaya tetap, semua pengeluaran merupakan biaya berubah. Biaya produksi budidaya ikan dalam kolam jaring apung dari satu spesien yang sama adalah berbeda dari satu lokasi ke lokasi lainnya karena adanya perbedaan dalam kondisi iklim dan topografi, dalam teknologi yang digunakan, dalam jarak dari lokasi budidaya dengan lokasi benih dan pemasaran, dalam harga input dsb. Hal yang sama juga tejadi dari satu unit usaha ke unit usaha
lainnya karena adanya perbedaan dalam skill manajemen, skala usaha dan teknologi. Biaya produksi utama dalam usaha budidaya ikan dalam kolam jaring apung meliputi biaya konstruksi, pakan, stocking material, tenaga kerja dan pemasaran. Dalam banyak kasus, interest rate dan sumberdaya keluarga jarang dipehitungkan dalam proses produksi (Yung, 1981).
Pay Back Periods (PBP) Pay back periods adalah jangka waktu tertentu yang
menunjukkan
terjadinya arus penerimaan secara akumulatif sama dengan jumlah investasi. Analisis PBP dalam studi kelayakan perlu juga ditampilkan untuk mengetahui berapa lama usaha yang dikerjakan baru dapat rnengernbalikan investasi. Semakin cepat dalam pengembalian biaya investasi sebuah usaha, sernakin baik usaha tersebut karena sernakin lancar perputaran modalnya. Pehitungan PBP dapat menggunakan rumus sebagai berikut :
= Tahunsebelum terdapat PBP
Keterangan : T,,
= lnvestasi
I
B
,
BP
= Benefit sebelurn PBP = Benefit pada PBP Break Event Point (BEP)
Break event point adalah tiiik plang pokok, dimana total revenue sama dengan total cost. Dilihat dari jangka waktu pelaksanaan sebuah usaha, terjadinya titik pulang pokok tergantung pada lama arus ebuah penerimaan dapat
menutupi segala biaya operasi dan pemeliharaan beserta biaya modal lainnya. Semakin lama sebuah perusahaan mencapai titik pulang pokok, sernakin besar saldo rugi karena keuntungan yang diterirna masih menutupi segala biaya yang telah dikeluarkan. Rumus yang digunakan untuk menghitung BEP adalah sebagai berikut : FC
BEP = P-VC Keterangan : FC
= Fixed Cost, biaya tetap, biaya investasi awal
P
= Price, harga produk
VC
= Variable Cost atau biaya
berubah, biaya produksi
keseluruhan dibagi jumlah produksi keseluruhan
Profitability Index (PI) Profitability index rnerupakan suatu rasio antara selisih benefit dengan biaya operasi dan pemeliharaan, dan jumlah investasi. Ukuran yang digunakan untuk menilai kelayakan sadalah sama dengan BlC rasio, yaitu apabila PI lebih besar dari satu maka usaha tersebut layak dilakukan, jika PI lebih kecil dari satu maka tidak layak, dan jika PI sama dengan satu berada dalarn keadaan BEP. Rurnus PI adalah sebagai berikut :
Total profit
PI = Total lnvestasi
Eksternalitas Ekstemalitas biasanya didefinisikan sebagai efek samping yang timbul atau teqadi dari kegiatan produksi dan konsumsi yang berpengaruh positif maupun negatif. Ekstemalitas positif merupakan dampak yang timbul dari suatu aktivitas yang menyebabkan meningkatnya kesejahteraan atau manfaat bagi lingkungan, sedangkan ekstemalitas negatif merupakan cost lingkungan yang menyebabkan menurunnya atau menghilangnya kesejahteraan lingkungan (Tumer, Pearce dan Bateman, 1994). Di dalam sistem produksi perikanan budidaya jaring apung, disamping dihasilkan barang konsumsi berupa ikan segar, juga menghasilkan limbah baik yang berasal dari sisa metabolisme berupa peces, maupun sisa pakan yang tidak dikonsumsi ikan budidaya atau yang disebut dengan limbah organik. Limbah tersebut ada yang masih dapat di-reuse dan ada pula yang tidak dapat dimanfaatkan ulang serta dibuang ke lingkungan perairan. Yang dimaksud dengan reuse dalam kaitannya dengan kegiatan perikanan budidaya ikan dalam jaring apung adalah pemanfaatan kembali pakan yang terbuang oleh ikan pada layer bawah maupun oleh ikan yang berada di perairan bebas di luar jaring apung yang tidak dibudidayakan.