4
TINJAUAN PUSTAKA
Buah Kelapa Kelapa adalah tanaman yang termasuk dalam famili palmae. Keluarga palmae umumnya tidak bercabang dan mempunyai berkas daun yang yang berbentuk cincin. Daunnya menyirip atau berbentuk kipas dengan pelepah daun yang melebar. Karangan bunga umumnya terletak di ketiak daun dan sering dikelilingi satu atau lebih seludang daun. Morfologi tanaman kelapa (Suhadirman, 1999) adalah sebagai berikut: Kerajaan
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Kelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Palmales
Familia
: Palmae
Genus
: Cocos
Spesies
: Cocos nucifera Dalam spesies kelapa (Cocos nucifera) dikenal dua varietas utama, yaitu
varietas dalam dan varietas genjah. Dengan adanya persilangan, terutama pada golongan varietas dalam, terjadilah variasi yang cukup luas dalam varietas yang sama. Variasi ini dapat terjadi pada tinggi batang, warna, bentuk, dan ukuran buah. Hal yang sama terjadi pula pada varietas genjah, terutama pada warna buahnya. Pada akhir-akhir ini dengan berkembangnya pemuliaan tanaman dikenal golongan ketiga yang disebut kelapa hibrida (Setyamidjaja, 1991).
4
5
Kelapa dalam mulai berproduksi pada umur 5-7 tahun dan mencapai puncak produksi pada umur 12-15 tahun, sementara kelapa hibrida mulai berproduksi umur 3-4 tahun dan mencapai puncak produksi pada 8-10 tahun. Produksi akan mulai menurun setelah berumur 40-50 tahun (Sukamto, 2001). Bagian yang dapat dimakan dari kelapa adalah endosperma putih, biasanya dimakan segar dan mentah, ditambah endosperma cairan. Jauh lebih penting adalah endosperma yang dikeringkan dikenal dalam perdagangan sebagai kopra. Hal ini terutama digunakan sebagai sumber minyak kelapa, minyak sayuran yang paling banyak digunakan setelah minyak kedelai (Hartmann, et al., 1981). Berdasarkan hasil analisis kimia daging buah kelapa muda, ternyata kadar air cukup tinggi di atas 80% dan kadar lemak di atas 5%. Jika dibandingkan dengan produk tanaman hortikultura, maka kadar air, lemak dan protein daging buah kelapa muda mendekati komposisi buah alpokat, yakni kadar air 84,3%, lemak 6,5%, dan protein 0,9%, selain itu daging buah kelapa muda mengandung karbohidrat, serat kasar, galaktomaman, fosfolipida serta sejumlah makro dan mikro mineral. Bila daging buah kelapa muda digunakan dalam pengolahan produk-produk pangan, maka sifat kimia ini ikut menentukan mutu produk (Barlina, 2004). Buah kelapa tua terdiri dari empat komponen utama, yaitu 35% sabut, 12% tempurung, 28% daging buah, dan 25% air kelapa. Daging buah tua merupakan bahan sumber minyak nabati (kandungan minyak 30 persen). Perbedaan mendasar antara daging buah kelapa muda dan tua adalah kandungan minyaknya. Kelapa muda memiliki rasio kadar air dan minyak yang besar. Kelapa disebut tua jika rasio kadar air dan minyaknya optimum untuk menghasilkan
6
santan dalam jumlah terbanyak. Sebaliknya, bila buah kelapa terlalu tua, kadar airnya akan semakin berkurang. Pada kondisi tersebut, hasil santan yang diperoleh menjadi sedikit (Astawan, 2009). Komposisi kimia buah kelapa disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi kimia daging buah kelapa muda per 100 g bahan Komposisi kimia Jumlah Kalori (kal) 68,0 Protein (g) 1,0 Lemak (g) 0,9 Karbohidrat (g) 14,0 Air (g) 83,3 Kalsium (mg) 17,0 Fosfor (mg) 30,0 Besi (mg) 1,0 Vitamin C (mg) 4,0 Sumber : Ketaren, (2005)
Salah satu bagian dari buah kelapa yang banyak dimanfaatkan adalah air buah kelapa, air buah kelapa memiliki banyak kandungan gizi dan khasiat yang luar biasa. Air kelapa memiliki unsur makro dan mikro yang meliputi nitrogen dan karbon yang sangat penting bagi tubuh manusia. Unsur mikro dalam air kelapa juga sangat dibutuhkan tubuh sebagai pengganti ion tubuh, untuk mengembalikan stamina dan energi baru bagi tubuh (Biojanna, 2011). Beberapa produk olahan kelapa diantaranya minyak kelapa, kelapa parut kering, arang tempurung kelapa, serat sabut kelapa, kopra, gula kelapa, santan kepala, nata de coco, dan biodiesel (coco diesel). Air kelapa selain diolah menjadi nata de coco, juga dapat diolah menjadi berbagai macam produk, antara lain kecap. Kecap dari air kelapa sebenarnya sudah lama dikenal di kalangan orang Cina. Selain itu, air kelapa juga dapat dimanfaatkan pada pembuatan sirup kelapa (Palungkun, 2006; Putra, 2008).
7
Selai Selai didefinisikan sebagai suatu bahan pangan semi padat yang dapat dioleskan dan dibuat dari sedikitnya 45 bagian berat zat penyusun sari buah dengan 55 bagian berat gula. Campuran ini dikentalkan sampai mencapai kadar zat padat terlarut minimal 65 persen. Bahan-bahan yang dapat ditambahkan adalah zat warna, cita rasa, pektin, dan asam untuk melengkapi kekurangan yang ada di dalam buah itu sendiri (Desrosier, 1988). Pemanfaatan karagenan sebagai bahan tambahan selai diharapkan mampu mengubah tekstur selai menjadi lembaran yang disukai. Selain itu diharapkan produk ini mampu menjadi salah satu alternatif diversifikasi pengolahan pangan semi basah yang telah ada. Buah-buahan yang dijadikan selai biasanya buah yang sudah masak, tapi tidak terlalu matang dan mempunyai rasa sedikit masam misalnya: stroberi, blueberi, apel, anggur dan pir. Selai juga bisa dibuat dari sayur-sayuran seperti wortel dan seledri. Di Indonesia sebagian besar selai dibuat dari buah-buahan tropis seperti: nanas, srikaya, jambu biji, pala dan ceremai, sedangkan jenis selai yang lain adalah selai kacang (peanut butter) yang dibuat dari kacang tanah yang sudah dihaluskan dicampur mentega atau margarin (Wikipedia1, 2011). Bahan-bahan yang akan digunakan dalam pembuatan selai harus memenuhi persyaratan diantaranya, komposisi bahan berada dalam kondisi ideal yaitu, kandungan gula 65-75%, nilai pH antara 3,3-3,4, dan kandungan pektin 0,75-1,5%. Selai yang baik harus memiliki aroma dan rasa buah asli, serta punya daya oles yang baik artinya tidak terlalu encer (Abidanbita, 2010). Syarat mutu selai disajikan pada Tabel 2.
8
Tabel 2. Syarat mutu selai SNI 3746-2008 No. Kriteria Uji Satuan 1 Keadaan 1. 1 Aroma 1. 2 Warna 1. 3 Rasa 2 Serat Buah 3 Padatan terlarut % Fraksi Massa 4 Cemaran Logam mg/kg 4. 1 Timah (Sn) 5 Cemaran Arsen (As) mg/kg 6 Cemaran Mikroba 6. 1 Angka Lempeng Total Koloni/g 6. 2 Bakteri Coliform APM/g Staphylococcus 6. 3 aureus Koloni/g 6. 4 Clostridium sp. Koloni/g 6. 5 Kapang/Khamir Koloni/g
Persyaratan Normal Normal Normal Positif Minimal 65 Maksimal 250,0 Maksimal 1,0 Maksimal 1 x 10 <3 Maksimal 2 x 10 <10 Maksimal 5 x 10
Sumber : SNI3746, 2008.
Bahan-bahan Tambahan dalam Pembuatan Selai Kelapa Lembaran Gula Selain sebagai bahan pemanis, gula juga merupakan pengawet. Kandungan air pada bahan yang diawetkan ditarik dari sel buah sehingga mikroba menjadi tidak cocok lagi tumbuh di sana. Gula banyak digunakan untuk mengawetkan bahan makanan yang berasal dari buah-buahan. Bentuk produk olahan yang menggunakan gula sebagai pengawet antara lain sari buah, jam, jelly, marmalade, sirup, manisan basah, manisan kering dan sebagainya (Satuhu, 1994). Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang dapat menjadi sumber energi dan merupakan komoditi perdagangan utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis dan juga mengubah keadaan makanan atau minuman. Gula sederhana, seperti glukosa (yang diproduksi dari sukrosa dengan
9
enzim atau hidrolisis asam), menyimpan energi yang akan digunakan oleh sel (Wikipedia2, 2012). Penambahan gula dengan konsentrasi tinggi dapat menyerap dan mengikat air sehingga mikroba tidak bebas menggunakan air untuk tumbuh dan berkembang pada produk. Mikroba yang paling mengkontaminasi selai adalah kapang dan khamir. Larutan gula yang pekat dapat menyebabkan tekanan osmotik pada sel jasad renik. Air dari dalam sel terserap keluar sehingga kekurangan air dan mengakibatkan jasad renik mati (Astawan, et al., 2004). Gula sebagai sukrosa diperoleh dari nira tebu, bit gula, atau aren. Meskipun demikian, terdapat sumber-sumber gula lainnya, seperti kelapa. Tanaman manis lain, seperti umbi dahlia, anggur, atau jagung, juga menghasilkan semacam gula/pemanis namun bukan tersusun dari sukrosa (Wikipedia2, 2012). Komposisi kimia gula putih disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi kimia gula putih dalam 100 g bahan Komponen Kalori Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Posfor (mg) Besi (mg)
Jumlah 364 94 5 1 0,1
Sumber : Gayo, (1987).
Karagenan Karagenan merupakan bahan pengenyal yang terbuat dari rumput laut. Bahan ini dapat digunakan untuk mengenyalkan bakso, ikan asin, maupun mie sehingga dapat dijadikan alternatif pengganti boraks. Harga karagenan relatif murah, hanya sekitar 750-900 rupiah untuk 0,5-1,5 gramnya (Yuliarti, 2007).
10
Karagenan diperoleh dari ekstrak rumput laut merah Chondrus sp., Gigartina sp., dan Eucheuma sp., hingga 86 spesies telah dimanfaatkan. Setiap spesies memiliki polimer karagenan yang beragam, dan hal itu juga tergantung umur rumput laut, musim, dan lain sebagainya. Karagenan larut dalam air, tetapi sedikit larut dalam pelarut-pelarut lainnya, umumnya perlu pemanasan agar karagenan larut semuanya. Kemampuan karagenan membentuk gel dengan ionion merupakan dasar dalam penggunaannya di bidang pangan. Sifat-sifat karagenan yang unik sebagai hidrokoloid adalah reaktivitasnya dengan beberapa jenis protein, khususnya dengan protein susu yang menyebabkan timbulnya sifatsifat yang menjadi alasan banyak penggunaannya dalam pangan (Cahyadi, 2006). Karagenan merupakan polisakarida berantai linear dengan berat molekul yang tinggi. Rantai polisakarida tersebut terdiri dari ikatan berulang antara gugus galaktosa dengan 3,6-anhidrogalaktosa (3,6 AG), keduanya baik yang berikatan dengan sulfat maupun tidak, dihubungkan dengan ikatan glikosidik α-(1,3) dan 1,4). Kappa karagenan tersusun atas α-(1,3) D-galaktosa-4-sulfat dan β-(1,4) 3,6hidrogalaktosa. Kappa karagenan mengandung 25% ester sulfat dan 34% 3,6anhidrogalaktosa. Jumlah 3,6-anhidrogalaktosa yang terkandung dalam kappa karagenan adalah yang terbesar diantara dua jenis karagenan lainnya. Iotakaragenan tersusun atas α-(1,3) D-galaktosa-4-sulfat dan β-(1,4) 3,6anhidrogalaktosa-2-sulfat. Iota karagenan mengandung 32% ester sulfat dan 30% 3,6-anhidrogalaktosa. Lambda karagenan tersusun atas α-(1,3) D-galaktosa-2sulfat dan β-(1,4) D-galaktosa-2,6-disulfat. Lambda karagenan mengandung 35% ester sulfat dan hanya mengandung sedikit atau tidak mengandung 3,6 anhidrogalaktosa. Semua jenis karagenan dapat larut pada air panas tetapi hanya
11
lambda serta bentuk garam sodium dari kappa dan iota karagenan yang dapat larut dalam air dingin. Kappa karagenan dalam bentuk garam potasium lebih sulit larut dalam air dingin sehingga dibutuhkan panas untuk dapat melarutkannya. Lambda karagenan larut dalam air dan tidak tergantung jenis garamnya (Glicksman, 1969). Karagenan dengan jenis kappa dan iota saja yang mampu membentuk gel. Lambda karagenan tidak mampu membentuk gel karena tidak mengandung 3,6 anhidrogalaktosa. Proses pembentukan gel karagenan terjadi ketika larutan panas karagenan
dibiarkan
menjadi
dingin.
Gel
yang
dihasilkan
bersifat
thermoreversible yaitu gel akan mencair jika dipanaskan dan akan membentuk gel kembali bila didinginkan (Glicksman, 1983). Kemampuan membentuk gel dari kappa karagenan dipengaruhi oleh beberapa jenis kation seperti K+, Rb+, dan Cs+. Diantara jenis kation tersebut hanya ion K+ yang memberikan efek terbaik dalam pembentukan gel kappa karagenan. Gel yang dihasilkan kappa karagenan memiliki tekstur yang solid. Iota karagenan dapat membentuk gel jika direaksikan dengan ion Ca2+ dan menghasilkan gel dengan tekstur yang lembut (BeMiller dan Whistler, 1996).