Tinjauan Pustaka
Gantung diri (Hanging) Abdul Karim Lubis, Guntur Bumi Nasution, Mistar Ritonga Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Abstrak Mati tergantung sangat akrab dalam kehidupan sehari-hari. Tindakan bunuh diri dengan cara ini sering dilakukan, karena dapat dilakukan dimana dan kapan saja dengan seutas tali, kain, dasi atau bahan apa saja yang dapat melilit leher. Kematiaan pada gantung diri umumnya disebabkan oleh asfiksia. Tanda- tanda asfiksia yang paling sering ditemukan pada kasus gantung diri adalah sianosis, kongesti, oedem, bintik bintik perdarahan. Kata kunci : gantung diri; asfiksia
Abstract Dead by hanging is very common in the community. This form of suicide is often encountered since it can be done anywhere or anytime and it requires only a piece of rope, a neck tie, or anything that can strangle the neck. Dead is hanging is often caused by asphyxia The most common by encountered sign of asphyxia in the victims are cyanosis, congestion, oedema, petechial haemoorrhage. Keywords: hanging; asphyxia PENDAHULUAN Mati tergantung sangat akrab dalam kehidupan seharihari. Tindakan bunuh diri dengan cara ini sering dilakukan, karena dapat dilakukan dimana dan kapan saja dengan seutas tali, kain, dasi atau bahan apa saja yang dapat melilit leher. Demikian pula pada pembunuhan atau hukuman mati dengan cara penggantungan yang sudah digunakan sejak zaman dahulu.1 Pada kasus hanging alat penjerat sifatnya pasif, sedangkan berat badan sifatnya aktif sehingga terjadi konstriksi pada leher. Keadaan tersebut berbeda dengan penjeratan, dimana yang aktif (kekuatan yang menyebabkan konstriksi leher), adalah terletak pada alat penjeratnya. Kematian karena penggantungan pada umumnya bunuh diri, pembunuhan dengan cara mengantung atau menggantung mayat untuk membuat keadaan seakan- akan korban gantung diri jarang dijumpai. Kematian dengan penggantungan dapat dijumpai pada kasus hukum gantung. 2 DEFINISI Hanging adalah suatu keadaan dimana terjadi konstriksi dari leher oleh alat penjerat yang ditimbulkan oleh berat badan seluruh atau sebagian oleh pengaruh gaya tarik berat badan sendiri.1-9 Gaya berat minimal alat yang dapat menyebabkan pembendungan leher a. Vena jugularis 2 kg. b. Arteri carotis 2.5-10 kg. c. Trakhea 15 kg. d. Arteri Vertebral 8.2-30 kg.3,5,6,9
Klasifikasi Berdasarkan kekuatan konstriksi, hanging dapat dibagi 2 yaitu: 1. Tergantung total (complete hanging), jika kedua kaki tidak menyentuh tanah dan sepenuhnya dipengaruhi oleh berat badan korban. 2. Setengah tergantung (partial), jika kedua kaki menyentuh tanah dan tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh berat badan korban, misalnya pada korban yang tergantung dengan posisi berlutut partial hanging hampir selamanya karena bunuh diri.1,3,4,6 Istilah ini digunakan jika berat badan tubuh tidak sepenuhnya menjadi kekuatan daya jerat tali, misalnya pada korban yang tergantung dengan posisi berlutut. Pada kasus tersebut berat badan tubuh tidak seluruhnya menjadi gaya berat sehingga disebut penggantungan parsial. Gejala : Pada kebanyakan kasus korban yang meninggal. Gejalanya yang penting sehubungan dengan penggantungan adalah: 1. Kehilangan tenaga dan perasaan subyektif. 2. Perasaan melihat kilatan cahaya. 3. Kehilangan kesadaran,bisa disertai dengan kejang- kejang. 4. Keadaan tersebut disertai dengan terhentinya fungsi jantung dan pernafasan. 4 , 7 Berdasarkan titik gantung, hanging dapat dibagi 2 yaitu : 1. Tipikal (typical hanging) titik gantung berada tepat di atas pertengahan tulang oksipital. Dalam hal ini terjadi pene-kanan arteri dan saluran nafas secara maksimum di daerah leher. 2. Atipikal, titik gantung berada di semua tempat selain dari pada pertengahan tulang oksipital. Contohnya saat peng-
The Journal of Medical School, University of Sumatera Utara |
104
Abdul Karim Lubis, dkk
comunis dileher dan ini akan menimbulkan anemia pada otak dan tekanan pada nervus laringeus hingga akan menimbulkan shock.1-7
gantungan korban terjatuh dari ana tangga yang sedang dinaikinya.1,3,4,6,11,12 Simpul. Ada 2 jenis simpul yaitu: 1. Simpul hidup (running noose). 2. Simpul mati (satu atau lebih). Pemeriksaan jenis dan panjang bahan yang dipakai, serta jenis simpul dapat membantu menentukan cara kematian. Pada waktu membebas lilitan dari leher korban, tidak boleh membuka simpul, tetapi lilitan dipotong diluar simpul, karena bentuk simpul bisa membantu penentuan kematian secara medikolegal.1,12 Alat yang biasa digunakan Banyak variasi dari jenis penjeratan tergantung pada jenis tali yang digunakan seperti: wayar, tali gitar, tali celana piyama, tali pinggang, kalung, selendang, dasi, stoking, dan sejumlah alat- alat lain bisa digunakan tergantung kemampuannya. Pada orang tahanan berbagai jenis alat- alat yang bisa digunakan untuk membunuh diri sendiri seperti: tali sepatu, sprai sering digunakan di sel tahanan.4,5,12 Penanganan korban yang digantung selagi hidup 1. Korban diturunkan. 2. Ikatan pada leher dipotong dan jeratan dilonggarkan 3. Berikan bantuan pernafasan untuk waktu yang cukup lama. 4. Lidah ditarik keluar, lubang hidung dibersihkan jika banyak mengandung sekresi cairan. 5. Berikan oksigen, lebih baik lagi kalau disertai CO2 5%. 6. Jika korban mengalami kegagalan jantung kongestif, pertolongan melalui vena seksi mungkin akan membantu untuk mengatasi kegagalanjantung tersebut 7. Berikan obat- obat yang perlu (misalnya coramine) Gejala sisa: Hemilplegia, amnesia, demensia,bronkitis.7 Mekanisme kematian Walaupun sebab kematian mati gantung adalah karena asfiksia, tetapi sering disertai sebab yang lain yaitu tekanan pada pembuluh darah (arteri carotis maupun vena dileher dan refleks inhibisi vagal. Yang paling sering adalah campuran asfiksia dengan sumbatan pada pembuluh darah. Dengan demikian sebab kematian bisa terjadi karena: 1. Asfiksia karena tersumbatnya saluran pernafasan. Mekanisme terjadinya asfiksia: a.
Bila pengikatan tali di atas kartilago tiroid maka basis lidah akan ditolak ke atas dan ke belekang terhadap posterior faring, hingga saluran nafas tertutup dan akhirnya terjadi asfiksia. b. Bila pengikatan di bawah kartilago tiroid maka secara langsung akan menekan laring dan menimbulkan tanda- tanda asfiksia lebih jelas. c. Konstriksi umum dari jaringan akan menimbulkan penutupan complete atau partial dari arteri carotis
2. Kongesti vena (pembendungan vena) Akibat lilitan tali pengikat pada leher terjadi penekanan vena jugularis secara complete sehingga timbul pembendungan darah vena di otak sampai menimbulkan perdarahan di otak.1,7 3. Iskemik cerebral, karena sumbatan pada arteri carotis dan arteri vertebralis. Tertekannya arteri karotis di leher akan menyebabkan terhentinya aliran darah ke otak.1,3,4,6,7 4. Syok vagal, karena tekanan pada sinus carotis menyebabkan jantung berhenti berdenyut.Terjadi akibat penekanan pada nervus vagus dan sinus karotis yang menyebabkan vaso vagal inhibisi sehingga terjadi cardiac arrest.1-7 5. Fraktur atau dislokasi tulang vertebra servikalis II-III. Ini didapati pada hukuman gantung (judicial hanging), hentakan yang tiba-tiba pada ketinggian 1-2 meter oleh BB (berat badan) korban dapat menyebabkan fraktur dan dislokasi vertebra servikalis bagian atas yang menekan atau merobek spinal cord hingga menyebabkan kematian tiba- tiba.1,2 Periode fatal Pada judicial hanging kematian berlangsung sangat cepat karena fraktur di vertebra servikalis yang mengakibatkan perdarahan di medulla oblongata. Sering didapati jantung masih berdenyut untuk beberapa saat kemudian. Bila kematian karena penutupan arteri juga berlangsung cepat karena iskemik otak, sedangkan kematian berlangsung lebih lambat pada penyumbatan vena. Bila yang tersumbat adalah saluran pernafasan, maka kematian bnisa berlangsung di bawah 5 menit.1,6,7 Tanda post mortem Tanda post mortem sangat berhubungan dengan penyebab kematian atau tekanan di leher. Kalau kematian terutama akibat sumbatan pada saluran pernafasan maka dijumpai tanda- tanda asfiksia, respiratory distress,sianosis dan fase akhir konvulsi lebih menonjol. Bila kematian karena tekanan pembuluh darah vena, maka sering didapati tanda- tanda perbendungan dan perdarahan (petechie) di konjuntiva bulbi, okuli dan di otak bahkan sampai ke kulit muka. Bila tekanan lebih besar sehingga dapat menutup arteri, maka tanda- tanda kekurangan darah di otak lebih menonjol (iskemi otak), yang menyebabkan gangguan pada sentra respirasi, dan berakibat gagal nafas. Tekanan pada sinus karotis menyebabkan jantung tibatiba berhenti dengan tanda- tanda post mortem yang minimal. Tanda- tanda di atas jarang berdiri sendiri, tetapi umumnya akan didapati tanda-tanda gabungan.1-12 Pemeriksaan jenazah Pemeriksaan luar
105 | Majalah Kedokteran Nusantara • Volume 45 • No. 2 • Agustus 2012
Gantung diri (Hanging)
1. Tanda penjeratan pada leher. Hal ini sangat penting diperhatikan oleh dokter, dan keadaannya bergantung kepada beberapa kondisi: a. Tanda penjeratannya jelas dan dalam jika bahan penggantung yangdigunakan kecil dan keras dibandingkan jika menggunakan bahan yang lembut dan lebar seperti selendang, maka bekas jeratan tidak begitu jelas.1-7 Letak ikatan pada leher penting untuk membedakan hanging dan strangulasi. Pada hanging : i. 85% di atas cartilago thyroidea. ii. 15% setinggi cartilago thyroidea. iii. 5% di bawah cartilago thyroidea.3 b. Bekas jeratan (ligature mark) berparit, bentuk oblik (miring) seperti ”V” terbalik pada bagaian depan leher, dimulai pada leher bagian atas diantara kartilago tiroid dengan dagu, lalu berjalan miring sejajar dengan garis rahang bawah menuju belakang telinga. Tanda ini semakin tidak jelas pada bagian belakang. Kadangkadang disertai luka lecet dan vesikel kecil di pinggir jeratan.1,3,6,7 c. Tanda penjeratan tersebut berwarna coklat gelap dan kulit tampak kering, keras dan berkilat. Pada perabaan, kulit terasa seperti perabaan kertas perkamen, disebut tanda parchmentasi. Bila jeratan tali keras, mula- mula akan menimbulkan warna pucat kemudian berubah menjadi coklat seperti warna kertas perkamen. Pada pinggir ikatan dijumpai daerah hiperemis dan ekimosis. Ini menunjukkan bahwa pengikatan terjadi sewaktu korban masih hidup. Bila pengikatan degan bahan yang lembut seperti selendang maka terlihat bekasnya lebar dan tidak ada lekukan ikatan, biasanya miring dan kontinu. Bila lama tergantung, di bagian atas jeratan warna kulit lebih gelap karena adanya lebam mayat 1-7 d. Pada tempat dimana terdapat simpul tali yaitu pada kulit di bagian bawah telinga, tampak daerah segitiga pada kulit di bawah telinga, yaitu di bagian yang tidak ada bekas jeratan. Kadang- kadang didapati juga bekas tekanan simpul di kulit. 1- 12 e. Pinggirannya berbatas tegas dan tidak terdapat tandatanda abrasi di sekitarnya.9 f. Jumlah tanda penjeratan Pada keadaan lain bisa didapati leher dililiti beberapa kali secara horizontal baru kemudian digantung, dalam keadaan ini didapati beberapa bekas jeratan yang lengkap, tetapi pada satu bagian tetap ada bagian yang menunjukkan titik simpul.
3. Jika korban lama tergantung, ukuran leher menjadi semakin panjang. 4. Tanda- tanda asfiksia. Muka pucat atau bisa bengkak, mata menonjol keluar, perdarahan berupa ptekia tampak pada wajah dan subkonjuntiva (Tardeou's spot pada conjuntiva bulbi dan palpebra).1-12 5. Lidah. Jika posisi tali di bawah cartilago thyroidea maka lidah akan terlihat menjulur ke luar dan berwarna lebih gelap akibat proses pengeringan.9 6. Air liur mengalir dari sudut bibir di bagian yang berlawanan dengan tempat simpul tali. Keadaan ini merupakan tanda pasti penggantungan ante-mortem.1-3,6-12 7. Lebam mayat Bila korban lama diturunkan dari gantungan, lebam mayat didapati dikaki dan tangan bagian bawah terutama di ujungujung jari tangan dan kaki. Bila segera diturunkan lebam mayat bisa didapati di bagian depan atau belakang tubuh sesuai dengan letak tubuh sesudah diturunkan.1,2,9,12 8. Posisi tangan biasanya dalam keadaan tergenggam.7 9. Urin dan feses bisa keluar.1-3,6-12 10. Kadang penis tampak ereksi akibat terkumpulnya darah.1,2,6,7,9 Pemeriksaan dalam 1. Jaringan yang berada di bawah jeratan berwarna putih, berkilat dan perabaan seperti perkamen karena kekurangan darah, terutama jika mayat tergantung cukup lama. Pada jaringan di bawahnya mungkin tidak terdapat cedera lainnya. 2. Platisma atau otot lain di sekitarnya mungkin memar atau ruptur pada beberapa keadaan. Kerusakan otot ini lebh banyak tejadi pada kasus penggantungan yang disertai dengan tindak kekerasan.1,3,6,7 3. Lapisan dalam dan bagian tengah pembuluh darah mengalami laserasi ataupun ruptur. Resapan darah hanya terjadi di dalam dinding pembuluh darah. Pada arteri karotis komunis dijumpai garis berwarna merah (red line) pada tunica intima.1,6 4. Fraktur tulang hyoid sering terjadi. Fraktur ini biasanya terdapat pada penggantungan yang korbannya dijatuhkan dengan tali pengantung yang panjang dimana tulang hyoid mengalami benturan dengan tulang vertebra. Adanya efusi darah disekitar fraktur menunjukkan bahwa penggantungannya ante- mortem.1,9 5. Fraktur kartilago tiroid jarang terjadi.6,7 6. Fraktur 2 buah tulang vertebra servikalis bagian atas. Fraktur ini sering terjadi pada korban hukuman gantung.1-11 7. Paru- paru mengalami oedem dan kongesti dan dijumpai tanda Tardeou's spot dipermukaan paru, jantung dan otak. 8. Pada jantung bilik kanan penuh dengan darah dan bilik kiri kosong.1,3,4,6-12
2. Kedalaman dari bekas penjeratan juga menunjukkan lamanya tubuh tergantung, berat badan korban (komplit atau inkomplit) dan ketatnya jeratan.17
The Journal of Medical School, University of Sumatera Utara
| 106
Abdul Karim Lubis, dkk
Perbedaan Tabel 1. Perbedaan mati gantung dan jeratan Observasi
Mati gantung
Penjeratan
Motif Tanda asfiksia
Bunuh diri Kurang jelas
Pembunuhan Jelas
Tanda jeratan dileher
Miring, tidak kontinu
Horizontal dan kontinu
Aspek medikolegal 1. Suicide 2. Homicide 3. Accidental
Suicide hanging Biasanya perbuatan bunuh diri dilakukan sama banyaknya oleh kedua jenis kelamin dan sepertinya tidak tergantung Letak jeratan Antara dagu dan laring Dibawah tiroid umur, artinya dilakukan dari remaja sampai orang tua. Bekas tali Pemeriksaan di TKP penting untuk menjelaskan bila ada luka Keras, kering, coklat tua Lunak dan seperti kulit disamak kemerahan di tubuh korban. Bila tergantung dekat dinding mungkin ada Umumnya ada Lecet setentang tali Jarang dijumpai tonjolan yang dapat melukai korban menjelang kematian. Keadaan di TKP (tempat kejadian perkara) dimana korban Tidak ada Sering ada Tanda perlawanan ditemukan biasanya tenang, dalam ruang atau tempat yang Jarang Sering Fraktur laring dan tersembunyi atau pada tempat yang sudah tidak dipergunakan. Trachea Posisi korban yang tergantung lebih mendekati lantai, Fraktur os hyoid Sering Jarang berbeda dengan pembunuhan dimana jarak antara kaki Jarang dengan lantai cukup lebar. Pakaian korban rapi, sering Dislokasi vertebra Ada pada judicial hanging didapatkan surat peninggalan pada saku, yang isinya adalah Perdarahan Sangat jarang Ada, bersama alasan mengapa ia melakukan tindakan nekat tersebut. Pada buih dari mulut pada saluran pernafasan dan hidung leher tidak jarang tidak jarang diberi alas sapu tangan atau kain Air ludah Mengalir dari sebelum alat penjerat dikalungkan ke lehernya. Jumlah lilitan Tidak ada salah satu sudut mulut dapat hanya satu kali, semakin banyak lilitan dugaan bunuh diri Jarang Sering semakin besar. Simpul alat penjerat biasanya simpul simpul Tardieu's spot Pucat Sianosis dan kongesti hidup, letak alat penjerat terhadap leher berjalan serong, ini Muka dapat diketahui dengan pengukuran letak alat penjerat terhadap dagu, telinga kanan dan kiri serta batas rambut Tabel 2. Perbedaan penggantungan bagian belakang. Letak simpul dapat di belakang atas kiri, ante mortem dengan penggantungan post mortem belakang atas kanan, depan atas kiri dan depan atas kanan atau tepat di garis pertengahan bagian depan.1,3,6 No. Penggantungan ante-mortem
Penggantungan post-mortem
1
Tanda-tanda penggantungan ante-mortem bervariasi, tergantung dari cara kematian korban.
Tanda-tanda post-mortem menunjukkan kematian yang bukan disebabkan penggantungan.
2
Tanda jejas jeratan: miring, berupa lingkaran terputus (non- continuous) dan letaknya pada leer bagian atas.
Tanda jejas jeratan: biasanya berbentuk lingkaran utuh (continuous), agak sirkuler dan letaknya pada bagian leher tidak begitu tinggi.
3
Simpul tali biasanya tunggal, terdapat pada sisi leher
Simpul tali biasanya lebih dari satu, diikatkan dengan kuat dan diletakkan pada bagian depan leher.
4
Ekimosis, tampak jelas pada salah satu sisi dari jejas penjeratan. Lebam mayat tampak di atas jejas jerat dan pada tungkai bawah.
Ekimosis pada salah satu sisi jejas penjeratan tidak ada atau tidak jelas. Lebam mayat terdapat pada bagian tubuh yang menggantung sesuai dengan posisi mayat setelah meninggal.
5
Pada kulit ditempat jejas penjeratan teraba seperti perabaan kertas perkamen, yaitu tanda parchmentisasi.
Tanda parchmentisasi tidak ada atau tidak begitu jelas.
6
Sianosis pada wajah, bibir, telinga,dll sangat jelas terlihat terutama jika kematian karena asfiksia.
Sianosis pada bagian bawah wajah, bibir, telinga, dll tergantung dari penyebab kematian.
7
Wajah, membengkak dan mata mengalami kongesti dan agak menonjol, disertai dengan gambaran pembuluh darah vena yang jelas pada bagian kening dan dahi.
Tanda- tanda pada wajah dan mata tidak terdapat, kecuali jika penyebab kematian adalah pencekikan (strangulasi) atau sufokasi.
8
Lidah bisa terjulur atau tida sama sekali.
Lidah tidak terjulur kecuali pada kasus kematian akibat pencekikan.
9
Penis. Ereksi penis disertai dengan keluarnya cairan sperma sering terjadi pada korban pria. Demikian juga sering ditemukannya keluar faeses.
Penis. Ereksi penis dan cairan sperma tidak ada. Pengeluaran faeses juga tidak ada.
10
Air liur, ditemukan menetes dari sudut mulut, dengan arah yang vertikal menuju dada. Hal ini merupakan pertanda pasti penggantungan ante mortem
Air liur, tidak ditemukan yang menetes pada kasus selain kasus penggantungan.
107 | Majalah Kedokteran Nusantara • Volume 45 • No. 2 • Agustus 2012
Gantung diri (Hanging)
Homicidal hanging Pembunuhan dengan metode menggantung korbannya relatif jarang dijumpai, cara ini baru dapat dilakukan bila korbannya anak- anak atau orang dewasa yang kondisinya lemah, baik lemah atau menderita penyakit, di bawah pengaruh obat bius, alkohol atau korban sedang tidur. Pembunuhan dengan cara penggantungan sulit untuk dilakukan oleh seorang pelaku. Selain tanda-tanda asfiksia dapat ditemukan luka- luka pada tubuh korban, situasi TKP yang tidak beraturan dan adanya tanda- tanda perlawanan (kecuali korbannya anak kecil, kekerasan biasanya tidak ada). Agar pembunuhan dapat berlangsung, tubuh pelaku harus lebih kuat dari korban. Alat penjeratan yang dipergunakan biasanya sudah dipersiapkan oleh pelaku (dibawa dari rumah) atau dapat pula benda yang ada disekitar korban. Dalam melaksanakan niatnya sering kali leher korban mendapat trauma sehingga tampak luka- luka di daerah tersebut, dan tidak jarang tampak adanya luka lecet tekan berbentuk bulan sait yang berasal dari tangan pelaku; memar hebat dapat ditemukan pada jaringan otot dan alat-alat di dalam leher, tulang lidah dan rawan gondok dapat patah. Pembunuhan dengan mempergunakan lasso merupakan contoh yang baik untuk kasus ”homicidal hanging”, yaitu setelah lasso tadi menjerat leher, korban segera dikerek ke atas. Makin jauh jarak antara kaki korban dengan lantai makin kuat pembunuhan., makin dekat jarak antara simpul dengan tiang tumpuan untuk menggantung makin kuat dugaan bahwa kasus yang dihadapi adalah kasus pembunuhan.1-6 Accidental hanging Kecelakaan karena mati gantung sangat jarang, biasanya berhubungan dengan pekerjaan yang sering mempergunakan tali atau pada anak-anak. Penggantungan yang tidak sengaja ini dapat dalam dua kelompok: yang terjadi sesewaktu bermain atau bekerja dan sewaktu melampiaskan nafsu seksual yang menyimpang ”auto-erotic hanging”. Mati tergantung sewaktu bermain umumnya pada anakanak dan tidak membutuhkan penyidikan yang sulit oleh karena biasanya kasusnya sangat jelas: tersangkut pada batang pohon yang bercagak. Kematian yang terjadi sewaktu pelapiasan nafsu seksual yang menyimpang memerlukan pemeriksaan yang teliti dalam hal mempelajari dan menguraikan tali-tali yang dipakai, yang sering kali diikatkan pada banyak tempat, ikatan pada daerah genitalia, lengan, tungkai, leher dan mulut; kematian terjadi karena ikatannya terlalu keras, atau hentakkannya terlalu kuat sehingga leher terjerat.
Pada ”auto-erotic hanging”, tidak jarang dijumpai gambar dan benda- benda yang termasuk porno, kondom dan korban umumnya pria yang tidak jarang memakai pakaian wanita.1-6 KESIMPULAN 1. Gantung diri (hanging) adalah suatu keadaan dimana terjadi konstriksi dari leher oleh alat penjerat yang ditimbulkan oleh berat badan seluruh atau sebagian. 2. Pada kasus hanging alat penjerat sifatnya pasif, sedangkan berat badan sifatnya aktif sehingga terjadi konstriksi pada leher. 3. Jumlah lilitan dapat hanya satu kali, semakin banyak lilitan dugaan bunuh diri semakin besar. 4. Makin jauh jarak antara kaki korban dengan lantai makin kuat dugaan pembunuhan; makin dekat jarak antara simpul dengan tiang tumpuan untuk menggantung, makin kuat dugaan bahwa kasus yang dihadapi adalah kasus pembunuhan. DAFTAR PUSTAKA 1. Amir A. Rangkaian ilmu kedokteran forensik. 2nd ed. Medan: Percetakan Ramadhan; 2007. p. 129-33. 2. Idries MA. Pedoman ilmu kedokteran forensik. 1st ed. Binarupa Aksara; 1997. p. 202-7. 3. Shkrum JM, Ramsay AD. Forensic pathology of trauma. New Jersey: Humana Press Totowa; 2007. p. 70-3. 4. Knight B. Forensic pathology. 2nd ed. New York: Oxford University Press Inc.; 1996. p. 379-89. 5. DiMaio J, Vincent, DiMaio D. Forensic pathology. 2nd ed. CRC Press LLC; 2001. p. 247-56. 6. Franklin CA. Modi's textbook of medical jurisprudence and toxicology. 21th ed. Bombay: N.M. Tripathi Private Limited; 1988. p. 188- 95. 7. Chada PV. Catatan kuliah ilmu forensik dan toksikologi. 5th ed. Jakarta: Penerbit Widya Medika; 1995. p. 105-11. 8. Budiato A, Widiatmika W, Sudiono S, Winardi T. Ilmu kedokteran forensic. 1st ed. Jakarta; 1997. p. 61-4. 9. Dahlan S. Ilmu kedokteran forensik. 3rd ed. Semarang: Badan Penerbit Universitas Dipenogoro; 2002. p. 110-16. 10. Shahrom AW. Toksikologi forensik. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia; 1993. p. 239-48. 11. Gani MH. Ilmu kedokteran forensik. Padang: Fakultas kedokteran Universitas Andalas; 2002. p. 80-3. 12. Prakoso D, Murtika KI. Dasar-dasar ilmu kedokteran kehakiman. 2nd ed. Penerbit Rineka Cipta; 1992. p. 2069.
The Journal of Medical School, University of Sumatera Utara
| 108