TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Tanaman Jabon Putih (Anthocephalus cadamba) Jabon termasuk pohon berukuran besar dengan batang lurus dan silindris serta memiliki tajuk tinggi seperti paying dengan sistem percabangan yang khas mendatar. Tinggi pohon dapat mencapai 45 m dengan diameter batang 100-160 cm dan kadangkadang berbanir hingga ketinggian 2 m. Kulit pohon muda berwarna abu-abu dan mulus sedangkan kulit pohon tua kasar dan sedikit beralur. Daun menempel pada batang utama, berwarna hijau mengkilap, berpasangan dan berbentuk oval-lonjong (berukuran 15-50 cm x 8-25 cm). Daun pada pohon muda yang diberi pupuk umumnya lebih lebar, dengan posisi lebih rendah di bagian pangkal dan meruncing di bagian puncak. Jabon termasuk jenis kayu daun lebar yang lunak (ringan). Kayu teras berwarna putih kekuningan sampai kuning terang, tidak dapat dibedakan dengan jelas warnanya dari kayu gubal (Hartanto, 2011). Tekstur kayu agak halus sampai agak kasar, berserat lurus, kurang mengilat dan tidak berbau. Kerapatan kayunya berkisar 290-560 kg/m3 pada kadar air 15%. Kayu Jabon mudah dikerjakan baik dengan tangan maupun mesin, mudah dipotong dan diketam, serta menghasilkan permukaan kayu yang halus. Kayunya juga mudah dipaku, dibor dan dilem. Namun demikian, kayu Jabon dinilai tidak tahan lama. Hasil uji kayu di Indonesia menunjukkan bahwa rata-rata kayu Jabon dapat tahan kurang dari 1,5 tahun apabila dibiarkan di atas tanah. Kayu Jabon termasuk mudah dikeringkan dengan sedikit atau tanpa cacat. Untuk mencegah jamur (noda) biru pada permukaan kayu, kayu harus segera diolah setelah
Universitas Sumatera Utara
pemanenan, atau harus diberi perlakuan dalam waktu 48 jam atau direndam dalam air (Mulyana dkk., 2010) Taksonomi Jabon Putih (A.cadamba) sebagai berikut : Kindom
: Plantae
Super Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji) Divisi
: Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)
Kelas
: Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)
Sub Kelas
: Asterida
Ordo
: Rubiales
Famili
: Rubiaceae
Genus
: Anthocephalus
Spesies
: Anthocephalus cadamba Miq.
(Krisnawati dkk., 2011). Cahaya merupakan faktor yang sangat penting bagi pertumbuhan Jabon. Pada habitat alaminya, suhu maksimum untuk pertumbuhan Jabon berkisar32-42 oC dan suhu minimum berkisar 3-15,5 oC. Jabon tidak toleran terhadap cuaca dingin, ratarata curah hujan tahunan habitat alaminya berkisar 1500-5000 mm. jabon dapat pila tumbuh pada daerah kering dengan curah hujan tahunansedikitnya 200 mm (misalnya di bagian tengah Sulawesi Selatan). Jabon tumbuh baik pada ketinggian 300-800 mdpl. Di daerah khatulistiwa, Jabon tumbuh pada ketinggian 0-1000 mdpl (Mansur dan Tuheteru, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Syarat tumbuh Dalam hal untuk tempat tumbuh, jabon memiliki toleransi yang sangat luas yaitu pada ketinggian dengan kisaran 0-1.000 m dpl. Jenis ini kadang memerlukan iklim basah hingga kemarau kering didalam hutan gugur dengan tipe curah hujan AD. Akan tetapi pada ketinggian optimal yang menunjang produktivitasnya adalah kurang dari 500 m dpl. Kondisi lingkungan tumbuh yang dibutuhkan oleh jabon adalah tanah lempung, podsolik cokelat, dan alluvial lembab yang biasanya terpenuhi di daerah pinggir sungai, daerah peralihan antara tanah rawa dan tanah kering yang kadang-kadang tergenangi air. Umumnya, jabon ditemukan di hutan sekunder dataran rendah dan dijumpai di dasar lembah, sepanjang sungai dan punggung-punggung bukit. Di Kalimantan dan Sumatera, jabon ditemukan pada daeah-daerah yang baru dibuka. Tujuannya adalah untuk permudaan alam, khususnya pada areal bekas tebangan, bekas perladangan, dan di tempat-tempat lainnya (Krisnawati dkk., 2011). Media Tanam Pembibitan atau persemaian merupakan suatu tempat yang digunakan untuk menyemaikan benih suatu jenis tanaman dengan perlakuan tertentu dan sistem periode waktu yang ditetapkan. Tanah yang digunakan sebagai media pembibitan harus memiliki kesuburan yang baik, tidak berkerikil, memiliki aerasi yang baik, tidak terlalu mengandung liat, sumber air cukup tersedia dan berkualitas baik. Hal yang diperhatikan dalam memproduksi media bibit adalah sifat medianya. Media yang memiliki sifat fisik baik memiliki struktur remah, daya serap, dan daya simpan air baik (Khaeruddin, 1999).
Universitas Sumatera Utara
Media tanam yang baik mengandung unsur hara yang cukup, bertekstur ringan dan dapat menahan air sehingga menciptakan kondisi yang dapat menunjang pertumbuhan tanaman. Media untuk pembibitan memiliki daya menahan air yang baik, cukup hara, bebas dari gulma dan patogen, serta kemasaman tanah optimal bagi pertumbuhan tanaman. Media tanam yang akan digunakan harus disesuaikan dengan jenis tanaman yang ingin ditanam. Untuk mendapatkan media tanam yang baikdan sesuai dengan jenis tanaman yang akan ditanam, maka harus memiliki pemahaman mengenai karakteristik media tanam yang mungkin berbeda-beda dari setiap jenisnya (Khaeruddin, 1999). Media tanam berfungsi sebagai tempat tumbuh akar tanaman yang ditanam dan untuk menyerap larutan nutrisi saat disiram atau diteteskan kemudian larutan nutrisi tersebut diserap oleh perakaran. Tanaman membutuhkan unsur hara yang tepat untuk mencukupi kebutuhan tanaman. Selain itu tanaman juga membutuhkan air dan sinar matahari untuk dapat melangsungkan daur hidupnya (Hartus, 2002). Media tanam yang termasuk dalam kategori bahan organik umumnya berasal dari komponen organisme hidup, misalnya bagian dari tanaman seperti daun, batang, bunga, buah, atau kulit kayu. Penggunaan bahan organik sebagai media tanam jauh lebih unggul dibandingkan dengan bahan anorganik, hal itu dikarenakan bahn organik sudah mampu menyediakan unsur-unsur hara bagi tanaman. Bahan organik akan mengalami proses pelapukan atau cekomposisi yang dilakukan oleh mikroorganisme. Melalui proses tersebut, akan dihasilkan karbondioksida (CO2), air (H2O), dan mineral (Bagus, 2007).
Universitas Sumatera Utara
A. Kompos Kompos merupakan hasil pelapukan bahan-bahan organik seperti daundaunan, jerami, alang-alang, sampah, rumput, dan bahan lain sejenisnya yang proses pelapukannya dipercepat oleh bantuan manusia. Kandungan utama dengan kadar tertinggi dari kompos adalah bahan organik yang mujarab dan terkenal untuk memperbaiki kondisi tanah. Unsur lain dalam kompos yang variasinya cukup banyak walaupun kadarnya rendah adalah nitrogen, fosfor, kalium, kalsium dan magnesium (Lingga dan Marsono, 2007). Pupuk organik seperti kompos dan humus adalah pupuk alami yang dapat menambah unsur hara di dalam tanah. Kompos mempunyai kandungan unsur-unsur mikro dan makro yang dibutuhkan oleh tanaman (Sastraatmadja dkk., 2001). Menurut penelitian Syakhrul (2007), bahwa pemberian bahan organik memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun pada tanaman jarak pagar. Hal ini disebabkan dengan pemberian bahan organik tersebut secara langsung, bahan organik tersebut akan menjadi sumber energi unsur hara yang dapat
diserap
oleh
tanaman
meskipun
dalam
jumlah
yang
sedikit
(Engelsrad 1997 dalam Syakhrul, 2007). Alasan utama pemberian pupuk organik atau kompos sebenarnya lebih bertujuan memperbaiki kondisi fisik tanah daripada menyediakan unsur hara. Meskipun kandungan unsur hara dalam kompos tergolong lengkap, tetapi jumlahnya sedikit. Berarti untuk memenuhi kebutuhan tanaman dibutuhkan kompos dalam jumlah yang banyak. Kompos lebih berperan untuk menjaga fungsi tanah agar unsur
Universitas Sumatera Utara
hara dalam tanah mudah dimanfaatkan atau diserap tanaman. Selain itu, kompos dapat menjaga sifat fisik tanah dan juga menjamin kehidupan mikroba tanah (Simamora dkk., 2006). B. Pupuk Kandang Pemanfaatan limbah peternakan (kotoran ternak) merupakan salah satu alternative yang sangat tepat untuk mengatasi kelangkaan dan naiknya harga pupuk. Pemanfaatan kotoran ternak sebagai pupuk sudah dilakukan petani secara optimal di daerah-daerah sentra produk sayuran. Pupuk organik yang berasal dari kotoran hewan disebut sebagai pupuk kandang. Kandungan unsur haranya yang lengkap seperti natrium (N), fosfor (P), dan kalium (K) membuat pupuk kandang cocok untuk dijadikan sebagai media tanam. Unsur-unsur tersebut penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Selain itu, pupuk kandang juga memiliki kandungan mikroorganisme yang diyakini mampu merombak bahan organik yang sulit dicerna oleh tanaman menjadi komponen yang lebih mudah untuk diserap oleh tanaman (Bawolye, 2006).
Pemberian pupuk kandang selain dapat menambah tersedianya unsur hara, juga dapat memperbaiki sifat fisik tanah. Beberapa sifat fisik tanah yang dapat dipengaruhi pupuk kandang antara lain kemantapan agregat, bobot volume total ruang pori, plastisitas dan daya pegang air. Pupuk kandang merupakan sumber unsur hara bagi tanaman yang murah dan mudah diperoleh. Macam-macam pupuk kandang yang sering digunakan adalah kotoran kuda, sapi, kerbau, kambing, ayam dan lain-lain. Selain mengandung unsur hara, pupuk kandang juga membantu dalam penyimpanan air, terutama pada saat
Universitas Sumatera Utara
musim kemarau. Kandungan unsur hara dalam pupuk kandang sangat bergantung pada jenis ternak, jenis pakan, sifat kotoran, cara penyimpanan, pengolahan dan pemakaiannya. C. Agar-agar Agar-agar, agar atau agarosa adalah zat yang biasanya berupa gel yang diolah dari rumput laut atau alga. Di Jepang dikenal dengan nama kanten dan oleh orang Sunda disebut lengkong. Jenis rumput laut yang biasa diolah untuk keperluan ini adalah Eucheuma spinosum (Rhodophycophyta). Beberapa jenis rumput laut dari golongan Phaeophycophyta (Gracilaria dan Gelidium) juga dapat dipakai sebagai sumber agar-agar. Agar-agar sebenarnya adalah karbohidrat dengan berat molekul tinggi yang mengisi dinding sel rumput laut. Ia tergolong kelompok pektin dan merupakan suatu polimer yang tersusun dari monomer galaktosa. Agar-agar dapat dibentuk sebagai bubuk dan diperjualbelikan (Wikipedia, 2008). Gel terbentuk karena pada saat dipanaskan di air, molekul agar-agar dan air bergerak bebas. Ketika didinginkan, molekul-molekul agar-agar mulai saling merapat, memadat dan membentuk kisi-kisi yang mengurung molekul-molekul air, sehingga terbentuk sistem koloid padat-cair. Kisi-kisi ini dimanfaatkan dalam elektroforesis gel agarosa untuk menghambat pergerakan molekul objek akibat perbedaan tegangan antara dua kutub. Kepadatan gel agar-agar juga cukup kuat untuk menyangga tumbuhan kecil sehingga sangat sering dipakai sebagai media dalam kultur jaringan. Agar-agar dapat juga digunakan secara luas di laboratorium sebagai pemadat kemikalia dalam percobaan, media tumbuh untuk kultur jaringan tumbuhan dan biakan mikroba, dan juga sebagai fase diam dalam elektroforesis gel. Di
Universitas Sumatera Utara
laboratorium, agar-agar (biasanya dikemas dalam bentuk bubuk) dikenal sebagai agar atau agarosa saja (Wikipedia, 2008). D. Nutrijell Rumput laut sebagai komposisi utama yang ada terkandung di dalam nutrijell mengandung klorofil yang berfungsi sebagai antioksidan. Zat tersebut bermanfaat sebagai zat yang dapat membersihkan tubuh dari radikal bebas, yang berbahaya bagi tubuh. Nutrijell memiliki kandungan serat/fiber yang tinggi, dan juga mengandung sam amino alami, yang merupakan zat yang baik untuk kulit. Sama halnya seperti agar-agar dapat merapat, memadat dan membentuk kisi-kisi yang mengurung molekul-molekul air, sehingga terbentuk sisten koloid padat-cair. Kisi-kisi ini dimanfaatkan dalam elektroforesis gel agarosa untuk menghambat pergerakan molekul objek akibat perbedaan tegangan antara dua kutub. Kepadatan gel agar-agar juga cukup kuat untuk menyangga tumbuhan kecil. E. Tepung Kanji Tepung yang diperoleh dari umbi akar ketela pohon ini biasanya identik digunakan sebagai bahan perekat. Karena sifatnya yang mudah melekat, sehingga diasumsikan tepung kanji mampu mengikat air dengan baik. Peranan mikroorganisme pada Kompos Kompos merupakan hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembap, dan aerobik atau anaerobik. Sedangkan pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan
Universitas Sumatera Utara
bahan organik sebagai sumber energi. Secara alami bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di alam dengan bantuan mikroba maupun biota tanah lainnya. Namun proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung lama dan lambat. Untuk mempercepat proses pengomposan ini telah banyak dikembangkan teknologiteknologi pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi sederhana, sedang, maupun teknologi tinggi. Pada prinsipnya pengembangan teknologi pengomposan didasarkan pada proses penguraian bahan organik yang terjadi secara alami. Proses penguraian dioptimalkan sedemikian rupa sehingga pengomposan dapat berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi pengomposan saat ini menjadi sangat penting artinya terutama untuk mengatasi permasalahan limbah organik, seperti untuk mengatasi masalah sampah di kota-kota besar, limbah organik industri, serta limbah pertanian dan perkebunan. Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah dan murah untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit. Dekomposisi bahan dilakukan oleh mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri dengan bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara anaerobik memanfaatkan mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara dalam mendegradasi bahan organik. Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang sangat dibutuhkan untuk kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai upaya untuk memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah, sehingga produksi tanaman menjadi lebih tinggi. Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah dapat digunakan untuk menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan kembali tanah pertanian, menggemburkan kembali tanah petamanan dan sebagai media tanaman, serta
Universitas Sumatera Utara
mengurangi penggunaan pupuk kimia. Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit. Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah di antaranya merangsang granulasi, memperbaiki aerasi tanah, dan meningkatkan kemampuan menahan air. Peran bahan organik terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu seperti N, P, dan S. Peran bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga memengaruhi serapan hara oleh tanaman. Mikrobamikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan.
Universitas Sumatera Utara
Fungsi Air Bagi Tanaman Air merupakan faktor penting untuk pertumbuhan tanaman. Air berfungsi sebagai penyusun tubuh tanaman, pelarut dan medium reaksi biokimia, medium transport senyawa, memberikan turgor bagi sel, bahan baku fotosintesis dan menjaga suhu tanaman supaya konstan, evaporasi air untuk mendinginkan permukaan (Salisbury dan Ross, 1995). Air adalah komponen utama tanaman hijau. Kandungan air bervariasi antara 70-90%, tergantung pada umur, spesies jaringan tertentu dan lingkungan. Air dibutuhkan untuk bermacam-macam fungsi tanaman seperti: 1. Sebagai komponen sel terbesar 2. Pelarut unsur hara dan media transportasi 3. Media yang baik untuk reaksi biokimia 4. Rektan pada beberapa reaksi metabolisme, misalnya fotosintesis 5. Pembentuk struktur sel melalui pengaturan tekanan turgor, misalnya daun 6. Media pergerakan gamet dalam peristiwa pembuahan 7. Media pada penyebaran anakan atau propagul, misalnya kelapa (Salisbury dan Ross, 1995). Kebutuhan Air Tanaman
Universitas Sumatera Utara
Kebutuhan air tanaman dapat didefenisikan sebagai jumlah air yang diperlukan untuk memenuhi kehilangan air melalui evapotranspirasi tanaman yang sehat, tumbuh pada sebidang tanah yang luas dengan kondisi tanah yang tidak mempunyai kendala (kendala lengas tanah dan kesuburan tanah) dan mencapai potensi produksi penuh pada kondisi lingkungan tumbuh tertentu (Bawolye, 2006). Tumbuhan memerlukan sumber air yang tetap untuk tumbuh dan berkembang, karena adanya kebutuhan air yang tinggi dan pentingnya air. Setiap kali air menjadi terbatas, pertumbuhan berkurang dan biasanya berkurang pula hasil panen tanaman budidaya. Jumlah hasil panen ini dipengaruhi oleh genotif yang kekurangan air dan tingkat perkembangan (Hakim dkk., 1986). Kekurangan air tanaman terjadi karena ketersediaan air dalam media tidak cukup dan transpirasi yang berlebihan atau kombinasi kedua faktor tesebut. Di lapangan walaupun di dalam tanah air cukup tersedia, tanaman dapat mengalami cekaman (kekurangan air). Hal ini terjadi jika kecepatan absorpsi tidak dapat dihitung kehilangan air melalui proses transpirasi (Haryati, 2000). Respon tanaman terhadap kekeringan dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu tanaman yang menghindari kekeringan (drought avoiders) dan tanaman yang mentoleransi
kekeringan
(drought
tolerators).
Tanaman
yang
menghindari
kekeringan membatasi aktivitasnya pada periode air tersedia maksimum antara lain dengan meningkatkan jumlah akar dan modifikasi struktur dan posisi daun. Tanaman yang mentoleransi kekeringan mencakup penundaan dehidrasi atau mentoleransi dehidrasi. Penundaan dehidrasi mencakup peningkatan sensivitas stomata dan
Universitas Sumatera Utara
perbedaan jalur fotosintesis, sedangkan toleransi dehidrasi mencakup penyesuaian osmotik (Rauf, 2009).
Hubungan Tanaman dan Air Tanah Air merupakan komponen utama dalam tumbuhan, dimana air menyusun 6090% dari berat daun. Air yang tersedia dalam tanah adalah selisih antara air yang terdapat pada kapasitas lapang dan titik layu permanen. Cekaman kekeringan pada tanaman disebabkan oleh kekurangan suplai air di daerah perakaran dan permintaan air yang berlebihan oleh daun dalam kondisi laju evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air oleh akar tanaman. Serapan air oleh akar tanaman dipengaruhi oleh laju transpirasi, sistem perakaran dan ketersediaan air tanah (Lakitan, 1996). Jika kadar air tanah di daerah perakaran rendah, akar tumbuhan akan mengabsorbsi air secepatnya pada tanah lapisan atas. Begitu tanah mulai mengering dan tegangan air di permukaan meningkat, pengambilan air bergeser ke lapisan bawah. Dengan cara yang demikian secara progresif akar menyerap air tersedia (Hakim dkk., 1986). Pada dasarnya, semua tanaman, pada tingkatan tertentu mempunyai resistensi terhadap cekaman air. Yang dimaksud dengan resistensi terhadap cekaman air adalah berbagai cara yang dilakukan oleh tanaman agar tetap dapat tumbuh dengan baik pada kondisi kekurangan air. Tanaman resisten terhadap cekaman air karena protoplasmanya mempunyai toleransi dehidrasi sehingga terjadinya dehidrasi tidak menyebabkan kerusakan yang tetap (permanent) dan dapat juga disebabkan oleh protoplasmanya mempunyai struktur atau ciri fisiologis yang dapat menghindari atau
Universitas Sumatera Utara
menunda tingkatan pengeringan (desication) yang mengakibatkan kematian tanaman (Islami dan Utomo, 1995). Pengaruh Stres Air Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Organ Tanaman Menurut Haryati (2000) stres air dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan organ tanaman antara lain: a. Pembelahan dan pembesaran sel Pengaruh yang paling penting dari kekeringan yaitu pengurangan luas daun permukaan fotosintesis (source) karena 2 faktor, yaitu adanya penurunan proses perluasan daun dan karena terlalu awalnya terjadi proses penuaan (senence) pada daun. Stres air yang sedikit saja, menyebabkan lambat atau berhentinya pembelahan dan pembesaran sel (contohnya seperti perluasan daun). b. Perangkat fotosintesis Pengaruh stres air terhadap proses fotosintesis bisa juga melalui pengaruh pada kandungan dan organisasi klorofil dalam kloroplas di dalam jaringan atau sel yang aktif berfotosintesis. Stres air dapat menurunkan kandungan klorofil daun. c. Sistem reproduksi Sistem reproduksi tanaman menentukan kapasitas sink tanaman tersebut. Pengaruh lingkungan terhadap sistem reproduksi (pembungaan, pembuahan, pengisian biji atau buah) juga memiliki pengaruh terhadap sink. Stres air (tanpa irigasi) memperlambat munculnya bunga yang akibatnya memperpendek periode pengisian biji sehingga meningkatkan kandungan air dalam biji.
Universitas Sumatera Utara
d. Layu dan menggulungnya daun Respon terhadap adanya stres air ini dapat diamati secara visual. Adanya respon layu dan menggulungnya daun berarti terhambatnya fotosintesis baik karena menutupnya stomata dan karena berkurangnya luas permukaan fotosintetis. Stres air (kekeringan) pada tanaman dapat disebabkan oleh dua hal yaitu kekurangan suplai air di daerah perakaran dan permintaan air yang berlebihan oleh daun, dimana laju evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air oleh akar tanaman, walaupun keadaan air tanah cukup (jenuh). Stres air pada tanaman dapat terjadi pada keadaan air tanah tidak kekurangan (Haryati, 2000). Rendahnya ketersediaan hara pada keadaan kekeringan menunjukkan bahwa kekeringan mengurangi ketersediaan hara bagi tanaman. Hal ini ditunjukkan oleh menurunnya total serapan hara tanaman. Jika konsentrasi hara dalam tanaman yang sedang tumbuh dengan berbagai suplai air adalah konstan, padahal kekeringan menghambat pertumbuhan, berarti total serapan hara menjadi berkurang. Jika konsentrasi menurun, maka ketersediaan hara tanah lebih dihambat daripada pertumbuhan. Hal ini dapat terjadi bila sebagian besar hara berada pada permukaan tanah (lapisan tanah) yang menjadi kering, sedangkan akar tanaman memperoleh air (untuk pertumbuhan) dari lapisan yang lebih dalam (Haryati, 2000). Pengaruh Pemberian Bahan Organik terhadap Evapotranspirasi dan Pertumbuhan Tanaman
Sifat
Fisik
Tanah,
Universitas Sumatera Utara
Bahan organik adalah bagian dari tubuh tanah yang merupakan suatu sistem yang kompleks dan dinamis, berasal dari sisa tanaman dan hewan yang mengalami perubahan bentuk secara terus menerus. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor fisik, kimia serta biologi. Pengaruh pemberian bahan organik terhadap sifat fisik tanah mencakup : (1) memperbaiki dan membantu pembentukan struktur tanah yang baik, (2) meningkatkan porositas tanah, (3) memperbaiki drainase tanah, (4) meningkatkan kapasitas menahan air, (5) menjaga kelembaban tanah, (6) meningkatkan kemampuan infiltrasi tanah, dan (7) menurunkan erobilitas tanah (Hartanto, 2011). Peristiwa berubahnya air menjadi uap dan bergerak dari permukaan tanah dan permukaan air ke udara disebut evaporasi. Peristiwa penguapan air dari tanaman disebut transpirasi, dan jika keduanya terjadi bersama sama disebut evapotranspirasi. Kehilangan air pada tanah dapat dikurangi dengan menambahkan bahan organik. Bahan organik mampu meningkatkan kemampuan meretensi air tanah sehingga air dapat tinggal lebih lama di dalam tanah. Pertumbuhan tanaman saat dimulai dari kecambah hingga dewasa dipengaruhi oleh bahan organik. Sisa tanaman yang dikembalikan ke dalam tanah mampu merangsang pertumbuhan kecambah tanaman. Bahan organik yang terdekomposisi mampu melepas unsur hara dan asam-asam yang membantu pertumbuhan. Asamasam tersebut mampu menstimulasi pertumbuhan tanaman. Humus yang bersal dari bahan organik terdekomposisi sempurna bila terlarut dalam air akan mengeluarkan enzim yang mampu merangsang pertumbuhan tanaman (Bagus, 2007). Deskripsi Lahan Kritis
Universitas Sumatera Utara
Pengertian lahan kritis menurut Dephut (2009) yaitu suatu lahan baik yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan yang telah mengalami kerusakan, sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya sampai pada batas yang ditentukan. Menurunnya fungsi tersebut akibat dari penggunaan lahan yang kurang atau tidak memperhatikan teknik konservasi tanah sehingga menimbulkan erosi, tanah longsor dan berpengaruh terhadap kesuburan tanah, tata air dan lingkungan. Karakteristik Lahan Kritis Salah satu karakteristik lahan kritis ialah lahan yang kondisinya mengalami cengkraman kekeringan akibat laju erosi yang tinggi maupun intensitas curah hujan tahunan yang sangat rendah. Hal ini menyebabkan tanah yang berfungsi sebagai media penyimpan air yang terkandung di dalamnya tidak dapat berfungsi maksimal sehingga berimplikasi terhadap pertumbuhan tanaman yang juga menjadi tidak maksimal. Kondisi Umum Wilayah Pengambilan Sampel Padang Lawas Utara adalah salah satu kabupaten di provinsi Sumatera utara yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Selatan. Ibukota kabupaten ini adalah Gunung Tua yang luasnya 3.918,05 km2 dan memiliki 9 kecamatan dimana salah satu kecamatannya adalah kecamatan Sihapas Julu tepatnya desa Pamuntaran yang merupakan lokasi penelitian dilaksanakan. Padang Lawas Utara yang sebagian besar masih berupa lahan kritis yang tersebar pada berbagai kecamatan, sehingga perlu dilakuan suatu tindakan yang dapat menjadikan lahan tersebut dapat berfungsi dengan baik (Pramono, 2002). Secara astronomis lokasi penelitian berada pada 010 38’ 28,5’’ LU dan 0990 53’ 28,6’’BT. Daerah ini memiliki topografi dataran sampai
Universitas Sumatera Utara
bergelombang dan berbahan induk batuan sedimen halus hingga kasar dan jenis tanahnya sebagian besar adalah ultisol (Pramono, 2002).
Universitas Sumatera Utara