6
TINJAUAN PUSTAKA
Sorgum Sorgum (Sorghum sp.) tergolong tanaman serealia yang berdasarkan taksonomi, sorgum termasuk sub famili panicoideae dan tanaman rumputrumputan (graminae) (Syarief dan Irawati, 1988) yang merupakan tanaman asli dari wilayah tropis dan subtropis di bagian Pasifik Tenggara dan Australia-Asia. Beberapa sumber menyebutkan tanaman sorgum berasal dari Afrika (Nedumaran, dkk., 2013). Di Jawa Tengah dan Jawa Timur, sorgum dikenal dengan sebutan nama cantel sedangkan di Jawa Barat dikenal sebagai jagung cantrik dan di Sulawesi Selatan dikenal sebagai batara tojeng. Perkembangan sorgum mulai tahun 1973, terutama di Demak, Kudus, Grobogan, Purwodadi, Lamongan dan Bojonegoro (Mudjisihono dan Suprapto, 1987). Sorgum dikenal sebagai tanaman serealia yang memiliki keunggulan karena sifatnya yang tahan terhadap kekeringan. Hal ini disebabkan sorgum mempunyai lapisan lilin baik pada batang dan daun sehingga mengurangi penguapan air dari dalam sorgum serta mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap burung dan hama karena kandungan taninnya (Nurmala, 1998). Keunggulan lain yang dimiliki sorgum adalah kandungan proteinnya yang lebih tinggi dibandingkan dengan beras. Di dunia, sorgum menduduki urutan kelima sebagai bahan baku pangan setelah beras, gandum, jagung, dan barley dan di Amerika, sorgum termasuk serealia ketiga terpenting setelah gandum dan barley. Sorgum sebetulnya termasuk komoditas penting untuk dikembangkan
6
7
sebagai pangan (Supriyanto, 2010). Kandungan nutrisi sorgum dalam 100 g bahan dan serealia lain disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan nutrisi sorgum dalam 100 g bahan dan serealia lain Komoditi Beras Jagung Sorgum
Kalori Karbohidrat Protein Lemak (kal) (g) (g) (g) 360 78,9 6,8 0,7 361 72,4 8,7 4,5 332 73,0 11,0 3,3
Serat (%) 10,34*
Ca (mg) 6 9,9 28
Vitamin B1 (mg) 0,12 0,27 0,38
Sumber: PUSTLITBANGTAN (2010) *Yanuar (2009)
Pemanfaatan sorgum sebetulnya tidak hanya terbatas sebagai bahan diversifikasi pangan, ransum pakan ternak, dan sebagai sumber karbohidrat (Suarni, 2004) namun sorgum juga memiliki kandungan serat pangan (dietary fiber) dengan jumlah yang cukup tinggi sehingga sangat dibutuhkan tubuh yang berfungsi mencegah penyakit jantung, obesitas, penurunan hipertensi, menjaga kadar gula darah, kanker usus, dan menurunkan kadar kolesterol darah karena dapat mengikat asam empedu pada penderita penyakit kardiovaskuler (penyakit jantung koroner) (Suarni dan Firmansyah, 2013). Disamping keunggulannya, sorgum sebagai tanaman serealia juga mempunyai beberapa kelemahan yaitu tingginya kandungan tanin dan asam fitat. Senyawa ini tergolong antinutrisi yang merugikan karena dapat mengganggu sistem pencernaan manusia (Towo, dkk., 2006). Tanin termasuk senyawa golongan polifenol yang dapat mengikat protein alkaloid dan gelatin. Ciri-ciri dari golongan fenol sendiri yaitu bercincin aromatik dengan satu atau dua gugus hidroksil dan tanin memiliki berat molekul yang cukup tinggi yaitu lebih dari 1.000 (Harbone, 1996). Pada biji sorgum kandungan tanin sebesar 2-4% sedangkan pada tepung sorgum sebesar 0,6-1,0% (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2010). Tanin pada biji sorgum banyak terkandung pada 7
8
lapisan zat warna yang disebut testa yang terletak di bawah endokarp dan di sekeliling permukan endosperm (Hoseney, 1998). Asam fitat dianggap sebagai zat antinutrisi karena dapat mengikat mineral dalam bentuk ion akibatnya menurunnya ketersediaan mineral sehingga mengakibatkan defisiensi mineral, terutama zat besi. Asam fitat merupakan bentuk penyimpanan fosfor pada biji sorgum yang terdapat dalam sel aleuron yaitu berada antara kisaran 0,3- 1,0% (Hurrell dan Reddy, 2003). Menurut Hernaman, dkk., (2011), kandungan asam fitat pada biji-bijian bervariasi yaitu antara 1 - 6% karena tergantung oleh jenis, varietas, dan kadar fospor dalam tanah. Penurunan kadar tanin dan asam fitat dapat dilakukan dengan metode perendaman dan perkecambahan. Menurut Marthen, dkk., (2013) perkecambahan adalah muncul dan berkembangnya radikula dan plumula dari biji dan ini dapat terlihat secara visual. Perkecambahan dapat berlangsung bila biji telah menyerap air disebut imbibisi karena air sangat dibutuhkan untuk proses perekahan biji, pengembangan pada embrio, pembesaran sel-sel pada titik tumbuh, aktivitas enzim, mengatur keseimbangan zat pengatur tumbuh dan penggunaan cadangan makanan sehingga perlu dilakukan proses perendaman sebagai tahap awal proses perkecambahan. Tanin bersifat larut dalam air, saat proses perkecambahan berlangsung terjadi degradasi komponen bahan sehingga terjadi perubahan struktur molekul asam fitat, tanin, protein dan senyawa lain (Sukamto, 1992). Perkecambahan juga dapat meningkatkan aktivitas enzim fitase sehingga selama perkecambahan berlangsung terjadi perombakan terhadap asam fitat (Widowati, dkk., 2006).
8
9
Asam fitat ini dijadikan sebagai sumber energi pada proses perkecambahan selain itu garam fitat yaitu kalsium-magnesium ataupun natrium-kalsium-fitat berperan sebagai sumber kation selama kecambah (Manulang dan Suratno, 1996). Perkecambahan menyebabkan terjadinya pengurangan fenolik sebesar 40% (Marero, dkk., 1989). Perkecambahan yang melebihi 7 hari juga dapat menurunkan aktivitas enzim fitase. Perolehan dari data penelitian Azeke, dkk., (2011) perkecambahan sorgum selama 7 hari mampu meningkatkan aktivitas enzim fitase secara maksimal yaitu 0,59 µ/g dan perkecambahan 8 hari menghasilkan aktivitas enzim fitase yaitu 0,42 µ/g. Penurunan ini menurut Houde, dkk., (1990) karena enzim fitase didegradasi oleh enzim protease dan faktor lain menurut Sung, dkk., (2005) karena dihambat oleh pembentukan fosfat. Budidaya tanaman sorgum sebetulnya telah lama dilakukan di Indonesia namun dengan penanaman secara tumpang sari dengan tanaman pangan lainnya (dianggap kelas rendah) sehingga produksi sorgum rendah dan secara umum belum tersedia di pasar-pasar (Soeranto, 2012). Berdasarkan data Direktorat Jenderal Tanaman Pangan terjadi kecenderungan penurunan dari waktu ke waktu yang mana pada tahun 1990 menunjukkan luas tanam sorgum di Indonesia di atas 18.000 ha dan tahun 2011 luas tanam sorgum menurun menjadi 3.607 ha (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2012). Penurunan luas lahan ini berkaitan dengan tidak masuknya perluasan areal tanam sorgum ke dalam rencana strategis dan belum ada anggaran khusus (Direktorat Serealia, 2013) sehingga data perluasan areal tanam sorgum pada tahun 2014 belum diperoleh secara konkrit. Penyebaran sorgum di tahun 2013 meliputi Nusa Tenggara, Sulawesi, Jawa dan Sumatera. Dengan area luas panen di wilayah Nusa Tenggara mencapai
9
10
15.414 ha di tahun 2013. Sementara luas panen sorgum di Jawa hingga tahun 2012 mencapai 3.462 ha yang digunakan sebagai keperluan pakan, industri gula dan bahan baku industri (tepung) oleh PT Indofood Tbk (Subagio dan Aqil, 2013). Pengolahan sorgum menjadi tepung sorgum merupakan nilai tambah tersendiri karena dapat mensubstitusi penggunaan tepung terigu (Ahza, 1998). Kelebihan tepung sorgum tidak mengandung gluten sehingga orang yang mengonsumsi dapat terhindar dari alergi gluten (Schober, dkk., 2007). Varietas Varietas adalah sekumpulan individu tanaman yang dapat dibedakan berdasarkan sifatnya seperti morfologi, fisiologi, sitologi, dan kimia yang dibudidayakan untuk usaha pertanian dan bila ditanam kembali akan menghasilkan sifat yang dapat dibedakan dari yang lain (Mangoendidjojo, 2003). Beberapa varietas sorgum yang telah dilepas oleh Badan Litbang Pertanian dapat dilihat pada Tabel 2 dan deskripsi sorgum varietas Numbu dan Kawali dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 2. Varietas sorgum yang telah dilepas oleh Badan Litbang Pertanian Varietas No.6c (1970) UPCA-S2(1972) KD4 (1973) Keris (1983) UPCA-S1 (1985) Badik (1986) Mandau (1991) Sangkur (1991) Kawali (2001) Numbu (2001)
TT (cm) 65-238 180-210 40-180 80-125 140-160 145 153 150-180 +/- 135 +/-180
Umur (hari) 96-106 105-110 90-100 70-80 90-100 80-85 91 82-96 +/-100-110 +/-100-105
10
Hasil (Ton/ha) 4,6-6,0 4,0-4,9 +/-4,0 2,5 +/-4,0 3,0-3,5 4,5-5,0 3,6-4,0 2,96 3,11
Warna Biji Coklat Coklat Putih kapur Putih kotor Putih kapur Putih kapur Coklat muda Coklat muda Krem Krem
11
Tabel 3. Deskripsi sorgum varietas numbu dan kawali Numbu Asal Umur berbunga 50% Panen Tinggi tanaman Sifat tanaman Kedudukan tangkai Bentuk daun Jumlah daun Sifat malai Bentuk malai Panjang malai Sifat sekam Warna sekam Bentuk /sifat biji Ukuran biji Warna biji Bobot 1000 biji Rata-rata hasil Potensi hasil Kerebahan Ketahanan Kadar protein Kadar lemak Kadar karbohidrat Daerah sebaran Pemulia
Tanggal dilepas Nomor SK Mentan
Kawali
India ± 69 hari ± 100-105 hari ± 187 cm Tidak beranak Di pucuk Pita 14 helai Kompak Ellips 22-23 cm Menutup sepertiga bagian biji Coklat muda Bulat lonjong, mudah dirontok 4,2; 4,8; 4,4 mm Krem 36-37 g 3,11 t/ha 4,0-5,0 t/ha Tahan rebah Tahan hama aphis, tahan penyakit karat dan bercak daun 9,12% 3,94% 84,58% Dapat ditanam di lahan sawah dan tegalan Sumarny singgih, muslimah hamdani, marsum dahlan, roslina amir, syahrir mas'ud
India ± 70 hari ± 100-110 hari ± 135 cm Tidak beranak Di pucuk Pita 13 helai Kompak Ellips 28-29 cm Menutup sepertiga bagian biji Krem Bulat, mudah dirontok
22 oktober 2001 322/kptsftp.240/10/2001
22 oktober 2001 528/kpts/tp.240/1 0/2001
3,2; 3,0; 3,4 mm Krem 30 g 2,96 t/ha 4,0-5,0 t/ha Tahan rebah Agak tahan hama aphids, tahan penyakit karat dan bercak daun 8,81% 1,97% 87,87% Dapat ditanam di lahan sawah dan tegalan Sumarny singgih, muslimah hamdani, marsum dahlan, roslina amir, syahrir mas'ud
Sumber : Sukmadi (2010)
Mesh Mesh merupakan ukuran ayakan yaitu banyaknya lubang dalam ukuran 1 inch linier sehingga bila menggunakan 80 mesh maka dalam jarak 1 inch terdapat 80 lubang pada posisi vertikal dan 80 lubang pada posisi horizontal. Ayakan ini 11
12
dibuat dari logam yang umumnya baja tahan karat atau mengunakan nilon (Sarifilindonesia, 2011). Ayakan yang dilengkapi mesh efektif memisahkan berbagai jenis ukuran partikel dari suatu campuran berdasarkan ukuran dari lubang kawat yang terdapat pada ayakan sehingga partikel yang ukurannya lebih kecil dari ukuran lubang mesh akan masuk sedangkan yang berukuran besar akan tertahan pada permukaan kawat ayakan. Hasil ukuran partikel tepung yang lolos menjadi lebih seragam dibandingkan dengan campuran awal (Fellows, 1990). Ukuran partikel tepung yang lolos pada ayakan 80 mesh yaitu <177 µm, ayakan 100 mesh yaitu <149 µm, dan ayakan 140 mesh yaitu <105 µm. Landasan ini berdasarkan konversi mesh ke mikron yang dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Konversi mesh ke mikron Mesh 80 100 140
Mikron 177 149 105
Inchi 0.0070 0.0059 0.0041
Millimeter 0.177 0.149 0.105
Sumber : Netafim (2010)
Sponge Cake Cake dibagi menjadi 3 jenis berdasarkan teknik pembuatannya yaitu chiffon cake, pound cake atau butter cake, dan sponge cake. Chiffon cake merupakan cake bertekstur sangat lembut dan ringan dengan teknik pembuatannya yaitu putih telur dan kuning telur dikocok terpisah, kemudian keduanya dicampurkan dan ditambahkan bahan lain. Pound cake atau butter cake dibuat dengan mengocok mentega dan gula hingga lembut, selanjutnya dilakukan penambahan bahan-bahan lain. Sponge cake dibuat dengan cara telur dan gula
12
13
dikocok hingga kental dan mengembang, selanjutnya dimasukkan bahan tambahan lainnya (Hoseney, 1998). Sponge cake merupakan kue yang bertekstur lembut dan ringan dengan bahan dasar yaitu tepung, gula, dan telur. Teknik pembuatan sponge cake yaitu dilakukan pengocokan telur dan gula terlebih dahulu dengan kecepatan tinggi hingga tampak warna pada telur pucat, ringan, kental dan apabila mixer diangkat akan terbentuk pita pada adonan (disebut juga ribbon stage peak). Kemudian dituangkan tepung dengan teknik folding yaitu penuangan secara perlahan-lahan sambil dilakukan pengadukan secara manual agar tercampur merata. Setelah adonan tercampur rata dimasukkan ke dalam oven yang telah dipanaskan pada suhu 180 oC lalu dipanggang selama kurang lebih 30 menit (Wibowo, 2012). Umumnya sponge cake yang disukai yaitu ringan, berongga kecil, lembut, dan mengembang (Ida, dkk., 2011). Faktor yang mempengaruhi mutu sponge cake yang dihasilkan yaitu kecocokan bahan yang digunakan, keseimbangan bahan dalam formula yang dipakai, dan tahapan proses pengolahan, baik dalam pengadukan maupun saat pemanggangan (Setiadi, 2013). Bahan yang Ditambahkan Telur Telur berperan sebagai kerangka dalam membentuk struktur cake, memberikan aroma, dan warna cake. Adanya kandungan lesitin pada kuning telur berperan sebagai daya pengemulsi dan lutein berperan untuk membangkitkan warna produk (Penfield dan Campbell, 1990). Selain itu, telur juga dimanfaatkan untuk meningkatkan nilai gizi dan flavor pada produk. Sifat fungsional yang ada pada telur dapat menentukan kualitas akhir produk pangan sehingga telur dapat
13
14
dimanfaatkan secara luas seperti pada pembuatan produk cake, puding, biskuit, es krim, dan lain-lain (Almunifah, 2013). Pemanasan pada cake membantu mengembangnya cake secara maksimal karena buih yang terbentuk saat pengocokan telur menyebabkan bersatunya udara dengan adonan sehingga saat pemanasan, udara yang berada dalam sel akan memuai dan putih telur yang menyelubungi akan meregang dengan begitu bertambah volume dan mengubah struktur cake. Cake dengan struktur dan tekstur yang bagus diperoleh jika volume dan kestabilan buih dapat dipertahankan (Campbell, dkk., 2005). Pembentukan buih yang kurang stabil menyebabkan cake tidak mengembang secara maksimal (Akesowan, 2007). Ovalbumin dan globulin merupakan protein yang berperan sebagai pembentuk buih. Kedua protein ini terdapat pada putih telur, sedangkan ovomucin berperan agar telur lebih stabil setelah terbentuknya buih. Pembentukan buih terjadi karena ikatan dalam molekul protein terbuka sehingga rantai protein menjadi lebih panjang. Udara yang masuk akan menempati di antara molekulmolekul protein yang terbuka dan bertahan menyebabkan volume menjadi membesar (Cherry dan McWatters, 1981). Adanya pemanasan pada kondisi volume mengembang akan menyebabkan terjadinya denaturasi protein pada buih yang terbentuk, sehingga buih tersebut menjadi lebih stabil dan selanjutnya adonan mengembang (Suhardi, 1988). Gula Jenis gula yang ditambahkan pada pembuatan sponge cake yaitu gula pasir dengan butiran halus karena gula mudah larut dalam adonan, sehingga susunan sponge cake menjadi rata dan empuk (Matz, 1992). Tujuan penambahan gula
14
15
dalam pembuatan sponge cake yaitu memberi rasa manis, mempengaruhi pembentukan struktur sponge cake, dapat memperbaiki tekstur dan keempukan, dapat mengikat kadar air sehingga memperpanjang kesegaran, merangsang pembentukan warna yang baik dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme (Astawan, 2009). Penggunaan jumlah gula turut mempengaruhi hasil akhir sponge cake. Penggunaan konsentrasi gula yang tinggi menyebabkan produk menjadi lebih remah sehingga cake akan jatuh karena terlalu empuk/struktur cake tidak kuat di bagian tengahnya (Faridah, dkk., 2008). Selain itu, menurut Subagjo (2007) bahwa produk akan menjadi semakin keras dan waktu pembakaran menjadi singkat karena gula yang konsentrasi tinggi dapat mempercepat
proses
pembentukan warna. Margarin Lemak dalam pembuatan sponge cake berfungsi meningkatkan citarasa dan nilai gizi, produk menjadi tidak cepat keras serta produk menjadi lebih empuk. Lemak yang umumnya digunakan dalam pembuatan cake yaitu mentega (butter) dan margarin. Mentega merupakan lemak hewani dari hasil separasi antara fraksi lemak dan non lemak dari susu. Sedangkan margarin merupakan lemak plastis dari hasil proses hidrogenasi parsial minyak nabati. Dalam pembuatan sponge cake, yang umum digunakan adalah margarin karena harganya yang lebih terjangkau dibanding mentega (Astawan, 2009). Penggunan margarin tidak mengubah terhadap hasil akhir sponge cake. Hal ini sesuai pernyataan Ketaren (2005) bahwa margarin merupakan pengganti mentega dengan rupa, bau konsistensi, rasa dan nilai gizi yang hampir sama dengan mentega.
15
16
Vanili Vanili diperoleh dari biji polong pada tanaman vanili (Vanilla planifolia)) yang digunakan sebagai pemberi aroma pada makanan (Sindo, 2011). Aroma vanili 98% berasal dari komponen senyawa fenolik vanillin dari total komponen aromatik
vanili.
Vanilin
memiliki
nama
IUPAC
yaitu
4-hidroksi-3-
metoksibenzaldehid dengan rumus molekul C8H8O3. Penggunaan vanili dalam industri makanan dan minuman saat ini yaitu sebesar 60%, untuk industri parfum dan kosmetik yaitu sebesar 20-25%, dan industri obat-obatan dan farmasi yaitu 5-10% (Towaha dan Heryana, 2012). Di industri makanan vanili umumnya digunakan untuk menambah aroma pada produk es krim, gula-gula, cokelat, kue, dan lain-lain (Yuliani, 2008). Menurut Aini (2013) vanili yang beredar di pasaran saat ini ada 4 jenis yaitu vanili batang, diperoleh dari biji vanili asli utuh yang dikeringkan dengan cara penggunaannya yaitu isi dari biji diambil dan dicampur ke dalam makanan. Vanili ekstrak, paling banyak digunakan untuk meningkatkan rasa dan aroma kue dan di buat dengan cara vanili kering direndam dalam alkohol. Vanili esens (artifical vanili extract) dibuat dari senyawa kimia dan penggunaan vanili esens yang terlalu banyak akan menimbulkan rasa pahit pada makanan. Vanili bubuk, dibuat dengan cara sintetis dengan karakteristik yang hampir sama dengan vanili esens. Perubahan Selama Pemanggangan Cake Pada proses pemanggangan terjadi reaksi Maillard yang disebabkan oleh gugus karbonil dari gula reduksi bereaksi dengan gugus amino dari asam amino atau protein sehingga membentuk pigmen coklat. Gula reduksi meliputi
16
17
monosakarida yaitu glukosa atau fruktosa dan disakarida yaitu maltosa atau laktosa (Kusuma, dkk., 2007). Mekanisme reaksi Maillard dapat dilihat pada Gambar 1. Selain itu, selama pemanggangan terjadi penguraian pada senyawa kompleks menjadi senyawa yang sederhana. Protein akan terdegradasi membentuk asam-asam amino, lemak terdegradasi membentuk asam-asam lemak dan gliserol, dan karbohidrat terdegradasi membentuk gula-gula sederhana. Hasil uraian tersebut akan saling berinteraksi satu sama lainnya sehingga membentuk senyawa-senyawa yang memberikan aroma (Haryadi, 2006).
Gambar 1. Mekanisme reaksi Maillard (Tranggono dan Sutardi, 1990) Penelitian Sebelumnya Hasil penelitian menunjukkan bahwa sponge cake yang dibuat dari tepung komposit dengan terdiri dari tepung beras ketan, ubi kayu, pati kentang, dan kedelai dengan perbandingan 30%:40%:15%:15% dan penambahan xanthan gum sebanyak 1,5% menghasilkan sponge cake dengan mutu yang baik ditinjau dari volume, tekstur, kadar protein, dan nilai organoleptik rasa sponge cake (Simatupang, 2015).
17
18
Pembuatan sponge cake yang ditambah tepung bekatul rendah lemak dengan perbandingan 0%; 10%; 20%; 30%; dan 40% (b/b) dari tepung terigu menunjukkan bahwa penambahan tepung bekatul rendah lemak pada taraf 30% disukai sebagian besar oleh panelis baik dari segi warna, aroma, rasa, dan tekstur sponge cake (Aftasari, 2003). Dari hasil penelitian Choi dan Byung-Kee (2013) menunjukkan bahwa penggunaan tepung terigu dengan ukuran partikel kecil (<55 µp) dapat meningkatkan pengembangan volume sponge cake sebesar 1,353-1,450 ml dan pembentukan struktur crumb yang kompak. Hal ini berbeda dengan tepung terigu yang ukuran partikel intermediate (55-88 µp), dan ukuran besar (>88 µp) yaitu 1,040-1,195 ml dan 955-1,130 ml. Meningkatnya volume berhubungan dengan partikel tepung yang berukuran kecil ini lebih banyak menjerap gelembung udara di permukaan selama proses pencampuran.
18