1
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK AKAD BAWON (Studi Kasus Di Desa Gemulung Kelurahan Kwangen kec. Gemolong Kab. Sragen)
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelas Sarjana Strata 1 dalam Ilmu Syariah
Oleh : IKA NUR HANDAYANI NIM 082311052
JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARI'AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2012
2
3
4
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali
informasi
yang
terdapat
dalam
referensi yang dijadikan sebagi bahan rujukan.
Semarang, 10 Juni 2012 Deklarator,
(Ika Nur Handayani) Nim 082311052
5
ABSTRAK Praktek pengupahan buruh tani dengan akad Bawon di Desa Gemulung Kel. Kwangen Kec. Gemolong Kab. Sragen merupakan bentuk akad ijarah antara pemilik sawah dengan buruh tani. Ketika musim panen tiba pemilik sawah meminta buruh tani untuk memanenkan padi di sawah. Upah yang mereka peroleh bukanlah berupa uang melainkan berupa padi yang berbeda harganya, tergantung jenis dan musimnya. Keseluruhan hasil panen ditimbang, kemudian dibagi delapan, dan seperdelapannya itu upah diberikan untuk buruh tani. Jika sawah mendapatkan hasil padi yang banyak maka mereka mendapatkan upah yang banyak pula, tetapi jika hasil padinya sedikit, merekapun mendapatkan upah sedikit juga. Selain itu, Tergantung juga dengan jumlah buruh tani yang memanennya. Karena seperdelapan dari hasil panen tadi dibagi dengan jumlah buruh tani yang ada. Melihat fenomena ini, penulis tertarik untuk menelitinya dengan mengacu kepada pokok masalah sebagai berikut; Bagaimana praktek pengupahan buruh tani dengan akad Bawon di Desa Gemulung, Kel. Kwangen, Kec. Gemolong, Kab. Sragen? Dan Bagaimana pandangan Hukum Islam terhadap praktek pengupahan buruh tani dengan akad Bawon di Desa Gemulung, Kel. Kwangen, Kec. Gemolong, Kab. Sragen? Skripsi ini menggunakan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi dalam pengumpulan datanya. Sedangkan untuk menganalisis data yang telah terkumpul, penulis menggunakan metode deskriptif analisis yakni sebuah metode yang dipakai untuk menggambarkan secara obyektif pelaksanaan pengupahan buruh tani dengan akad Bawon di Desa Gemulung, Kel. Kwangen, Kec. Gemolong Kab. Sragen. Setelah memperoleh gambaran praktek pengupahan dengan akad Bawon kemudian dianalisis menurut pandangan hukum islam kaitannya dengan teori Ijarah. Dari hasil penelitian, penulis menemukan bahwa praktek pengupahan buruh tani dengan akad Bawon yang dilakukan di Desa Gemulung, Kel. Kwangen, Kec. Gemolong, Kab. Sragen ini sudah menjadi tradisi. Dari pembayaran upah, diawal akad tidak diketahui nominal upahnya berapa. Walaupun nampaknya pembayaran upahnya mengandung unsur ketidakjelasan karena belum diketahui berapa jumlah keseluruhan hasil panennya. Namun pemilik sawah sudah dapat memperkirakan hasil panen yang akan diperoleh dan berapa banyak upah yang harus diberikan dan buruhpun telah rela atas upah yang diberikan. Mereka tidak terpaksa dan bukan karena keterpaksaan. Maka upah buruh tani dengan hasil panen ini dibolehkan dalam hukum Islam.
6
MOTTO šχθä3s? βr& HωÎ) È≅ÏÜ≈t6ø9$$Î/ Μà6oΨ÷t/ Νä3s9≡uθøΒr& (#þθè=à2ù's? Ÿω (#θãΨtΒ#u šÏ%©!$# $y㕃r'¯≈tƒ ∩⊄∪ $VϑŠÏmu‘ öΝä3Î/ tβ%x. ©!$# ¨βÎ) 4 öΝä3|¡àΡr& (#þθè=çFø)s? Ÿωuρ 4 öΝä3ΖÏiΒ <Ú#t s? tã ¸οt ≈pgÏB Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. ( QS. An-Nisa’: 29 )1
1
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya Al-Jumanatul Ali, Bandung: CV. Penerbit J-ART, 2005, hal. 84
7
PERSEMBAHAN Kupersembahkan karya sederhana ini untuk orang-orang yang telah memberi arti dalam perjalanan hidupku: 1.
Untuk Bapak dan Ibu saya tercinta ( Darno dan Sulastri ), SERTA IBUNDAKU TERSAYANG, Yamtati (Alm.)… Inilah sebagian dari perjuanganku untuk meraih cita-cita.
2.
Untuk Adik-adikku tersayang ( Dwi Prasetyo, Nova dan Niken ) yang selalu membuatku tersenyum,
3.
Untuk Budhe Parwati, Pakde Sabar, Mas Agus, Mb Dian, Mb Desi, Mb Tari, Mb Evi. Semoga ini bisa menjadikan bukti kesungguhan ponakanmu untuk mencapai harapan yang lebih cerah.
4.
Untuk Sahabatku ( Fenty dan Kuroh ) yang selalu menjadi tempat curahan hati dikala penulis suka dan duka. Inilah wujud dari jerih payahku untukmu shobat.
5.
Untuk seseorang yang selalu dihatiku, yang selalu menyertai disetiap langkahku dan selalu memberiku dorongan untuk mewujudkan sebuah harapan dan cita-cita.
6.
Sahabat-sahabatku kelas MUB semuanya.
7.
Sahabat-sahabatku Posko Dara Manis.
8.
Pembaca yang budiman, semoga kita dapat mengambil hikmah dari apa yang telah Allah berikan kepada kita semua.
8
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga pada kesempatan ini penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam semoga tetap dilimpahkan kepada nabi Muhammad SAW, para keluarga, dan pengikutnya. Skripsi yang berjudul TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD BAWON (Studi Kasus di Desa Gemulung, Kel. Kwangen Kec. Gemolong Kab. Sragen). Ini telah disusun dengan sungguh-sungguh guna memperoleh gelar Sarjana I (satu) di IAIN Walisongo Semarang. Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan saran-saran dari berbagai pihak sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih sebanyakbanyaknya kepada yang terhormat : 1. Bapak Prof. Dr. H. Muhibbin, M. Ag, selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang. 2. Bapak Dr. H. Imam Yahya, M. Ag, selaku Dekan Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang. 3. Bapak Mohammad Arifin, S. Ag, M. Hum, selaku Katua Jurusan Muamalah. 4. Bapak Drs. H. Muhyiddin, M. Ag, selaku dosen pembimbing 1 serta Ibu Nur Hidayati Setyani, SH, MH, selaku pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyusun skripsi ini. 5. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang yang telah membekali berbagai ilmu pengetahuan, sehingga penulis mampu menyesaikan penulisan skripsi. 6. Seluruh Pegawai Perpustakaan Fakultas Syariah dan Institut yang senantiasa memberikan pelayanan yang baik kepada penulis selama menyusun skripsi.
9
7. Bapak Kepala Kelurahan Kwangen Bapak Supri Hariyanto, SE dan semua stafnya serta masyarakat yang telah membantu penulis untuk meneliti obyek pembahasan dalam skripsi ini. 8. Kedua orang tua saya tercinta atas segala kasih sayang, pengorbanan dan kesabarannya. 9. Adik-adikku tercinta; Dwi Prastyo, Nova, Niken, kalian adalah semangat hidupku. 10. Bude Parwati sekeluarga; Mb Dian, Mb Desi, Mb Tari, Mb Evi, Mz Agus, terimakasih atas segala nasehat dan pengorbangannya membantu penulis sampai detik ini. 11. Pakde Sabaryanto sekeluarga atas jerih payahnya membantu penulis dari awal kuliah sampai akhir. 12. Om Arif sekeluarga, terima kasih atas nasehatnya. 13. Sahabat karibku; Fenty dan Kuroh, terima kasih kalian selalu ada untukku, menjadikanku saudara sampai detik ini, aku berharap persahabatan kita tetap terjalin untuk selamanya. 14. Teman dan sahabat penulis kelas MUB angkatan 2008; Anis, Isti, Ana Maratun, Sofi, Yuli, Nurma, Jannah, Masulah, Purwanto, Endro, Heru, Ilyas dan seluruh mahasiswa IAIN Walisongo Semarang. 15. Bapak dan Ibu Kost Anggur Ijo, Irvan, Maulana, Huda, Om Tholib, Bule Ani, Sofi. 16. Kawan-kawan kost Anggur Ijo; Mb Dian, Mb Tin, Mb Hidayah, Mb Umi, Mb Uun, Mb Riska, Mila, Risty, Danty, Citra, Ningkis, Lina terima kasih buat semuanya. 17. Sahabat-sahabat HMI Komisariat Syariah, Mas Japrax, Haryanto, Rizal, Malikha, Datul, Romdhon, dan Senior HMI; Kanda Habibi, Kanda Saifuddin, Kanda Wahyu Nugroho, Kanda Munir, Yunda Novia dll. 18. Sahabat Orda IKHLAS; Mz Mannan, Mz Sugeng, Mz Himam, mz Kharis, Mz Nasron, Imut, Najib, Idhol, Dani, Fahmi, Ifa, Nadzir, Umi, Tri, Sri Wardani, dll,
10
19. Tim KKN POSKO 50; Pak Kordes (Afif), Pak Aji, Pak Opick, Bu Tri, Bu Tin, Nida, Ria, Pak Ridho, Ida, Fajri, Ricky, Pak Ahfas, kebersamaan dan canda tawa kalian akan selalu jadi kenangan sampai kapanpun. 20. Untuk pujaanku, terimakasih atas semua pengorbanannya selama ini, membantu dan membimbing penulis menyesaikan skripsi ini. 21. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu selama penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, namun penulis berharap semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi penulis sendiri dan para pembaca pada umumnya. Amin
Semarang, 19 Juni 2012 Penulis,
(Ika Nur Handayani) Nim 082311052
11
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .....................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .........................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................
iii
HALAMAN DEKLARASI ............................................................................
iv
HALAMAN ABSTRAK ...............................................................................
v
HALAMAN MOTTO ...................................................................................
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................
vii
HALAMAN KATA PENGANTAR .............................................................
viii
DAFTAR ISI ..................................................................................................
xi
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ........................................................
1
B. Perumusan Masalah ..............................................................
5
C. Tujuan Penelitian ..................................................................
5
D. Telaah Pustaka ......................................................................
6
E. Metode Penelitian .................................................................
10
F. Sistematika Penulisan Skripsi ...............................................
13
BAB II : KETENTUAN UMUM TENTANG UPAH A. Pengertian Upah ....................................................................
16
A.1. Pengertian upah secara umum .....................................
16
A.2. Upah menurut Hukum Islam .........................................
18
12
B. Dasar Hukum Upah ...............................................................
21
C. Syarat dan Rukun Upah ........................................................
25
D. Macam-macam Upah ............................................................
28
E. Hak Menerima Upah .............................................................
29
F. Pembatalan dan Berakhirnya Upah .......................................
31
G. Upah menurut Fatwa DSN-MUI ...........................................
34
BAB III : PELAKSANAAN
AKAD
BAWON
DI
DESA
GEMULUNG KEL. KWANGEN KEC. GEMOLONG, KAB. SRAGEN A. Monografi dan Demografi Kelurahan Kwangen, Kec. Gemolong, Kab. Sragen ........................................................
41
B. Pelaksanaan Sistem Bawon di Desa Gemulung, Kel. Kwangen, Kec. Gemolong, Kab. Sragen ..............................
48
BAB IV : TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD BAWON DI DESA GEMULUNG, KEL. KWANGEN KEC. GEMOLONG, KAB. SRAGEN 1.
Orang yang melakukan akad (Aqidain) ................................
60
2.
Penetapan upah/harga ...........................................................
65
3.
Sighat (ijab dan qabul ...........................................................
66
4.
Obyek ijarah .........................................................................
66
13
BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ...........................................................................
70
B. Saran.......................................................................................
71
C. Penutup ..................................................................................
71
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
14
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Banyak interaksi yang dilakukan agar kebutuhannya dapat terpenuhi. Disinilah hubungan timbal balik antara individu satu dengan yang lainnya dapat terjalin dengan baik. Hubungan ini dapat dilakukan dalam segala bentuk kegiatan usaha dalam bidang kehidupan; baik itu politik, keamanan, kesehatan, pendidikan, hukum, ekonomi, dan sebagainya. Di bidang ekonomi, banyak hubungan yang bisa dilakukan, diantaranya: jual-beli, pinjam-meminjam, hutangpiutang, gadai, sewa-menyewa, dan sebagainya. Kegiatan usaha yang dilakukan manusia diatas merupakan kumpulan dari transaksi-transaksi yang mengikuti suatu tatanan tertentu. Salah satu kegiatan usaha manusia adalah transaksi yang menyangkut suatu obyek tertentu, baik obyek berupa barang maupun jasa. Sewa menyewa adalah salah satu bentuk transaksi ekonomi. Dalam Islam sewa menyewa disebut dengan ijarah. Sewa menyewa atau ijarah disini bukan hanya pemanfaatan barang tetapi juga pemanfaatan tenaga atau jasa yang disebut upah mengupah. Ijarah berasal dari kata ajru yang berarti iwadhu (pengganti). Dan tsawab (pahala) disebut juga dengan ajru (upah). Dalam syara’, ijarah
15
adalah jenis akad untuk mengambil manfaat dengan kompensasi.2 Tidak semua harta boleh diakadkan ijarah atasnya. Obyek ijarah harus diketahui manfaatnya secara jelas, dapat diserahterimakan secara langsung, pemanfaatannya tidak bertentangan dengan hukum syara’, obyek yang disewakan adalah manfaat langsung dari sebuah benda dan harta benda yang menjadi obyek ijarah adalah harta yang bersifat isti’maly.3 Untuk terpenuhinya transaksi ijarah harus ada mu’jir dan musta’jir, yaitu orang yang memberikan upah dan yang menerima upah. Pada
prinsipnya
setiap
orang
yang
bekerja
pasti
akan
mendapatkan imbalan dari apa yang dikerjakannya dan masing-masing tidak akan dirugikan. Sehingga terciptalah suatu keadilan diantara mereka. Dalam QS. Al-Jaatsiyah: 22, Allah berfirman:
ôMt6|¡Ÿ2 $yϑÎ/ ¤§øtΡ ‘≅ä. 3“t“ôfçGÏ9uρ Èd,ptø:$$Î/ uÚö‘F{$#uρ ÏN≡uθ≈yϑ¡¡9$# ª!$# t,n=yzuρ ∩⊄⊄∪ tβθßϑn=ôàムŸω öΝèδuρ “Dan Allah menciptakan langit dan bumi dengan tujuan yang benar dan agar dibalasi tiap-tiap diri terhadap apa yang dikerjakannya, dan mereka tidak akan dirugikan.(Qs. Al-Jaatsiyah: 22)4 Ayat ini menjamin tentang upah yang layak kepada setiap pekerja sesuai dengan apa yang telah disumbangkan dalam proses produksi. Jika ada pengurangan dalam upah mereka tanpa diikuti oleh berkurangnya sumbangsih mereka hal itu dianggap ketidakadilan dan penganiayaan.
2
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jilid 4, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006, hal. 203. Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Mu’amalah Kontekstual, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, hal.184 4 Ibid. Hal. 501 3
16
Ayat ini memperjelas bahwa upah setiap orang harus ditentukan berdasarkan kerjanya dan sumbangsihnya dalam kerjasama produksi. Dan untuk itu harus dibayar tidak kurang, juga tidak lebih dari apa yang telah dikerjakannya.5 Desa Gemulung adalah desa petani yang sebagian besar penduduknya menggantungkan hidupnya dari hasil pertanian padi. Namun tidak semua penduduk memiliki lahan untuk bertani, melainkan mereka hanya bekerja jika dibutuhkan pemilik sawah untuk membantu menanam maupun di saat memanen saja. Pada saat padi mulai menguning maka padi di sawah siap untuk di panen. Untuk itu pemilik sawah membutuhkan jasa orang lain untuk membantu memanennya. Mulai dari ngerit6 sampai padi terpisah dari jerami dan bisa dimasukkan dalam karung. Selain ngerit, tenaganya buruh tani dibutuhkan untuk ngerek7. Upah yang mereka peroleh bukanlah berupa uang melainkan berupa padi yang berbeda harganya, tergantung jenis dan musimnya. Keseluruhan hasil panen ditimbang, kemudian dibagi delapan, dan seperdelapannya itu upah diberikan untuk buruh tani. Jika sawah mendapatkan hasil padi yang banyak maka mereka mendapatkan upah yang banyak pula, tetapi jika hasil padinya sedikit, merekapun
5
Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Jilid 2, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995, hal 361 6 Ngerit adalah istilah yang biasa disebut warga Gemulung Kel. Kwangen yaitu memotong padi dari akarnya dengan menggunakan alat sabit. 7 Ngerek adalah istilah yang biasa disebut oleh warga. Kwangen yaitu memisahkan padi dari batang dan daunnya dengan menggunakan alat bantu.
17
mendapatkan upah sedikit juga. Selain itu, Tergantung juga dengan jumlah buruh tani yang memanennya. Karena seperdelapan dari hasil panen tadi dibagi dengan jumlah buruh tani yang ada. Berbeda ketika menanam padi, pemilik sawah membayar buruh tani untuk menanam padi dengan uang berkisar antara Rp 35.000-Rp 40.000 per harinya. Meskipun kisaran bayaran upah saat menanam padi bisa jadi saja lebih kecil dibanding upah saat panen. Namun disini ada kepastian jumlah upah yang akan diterima oleh buruh tani tersebut. Dalam hadits riwayat Abu Daud dari Sa’ad Bin Abi Waqqash r.a melarang pemberian upah berupa hasil pertanian, ia berkata:
ع َو َ َِ َ َِْ ِء ِ ْ ا ر َ ِ ِْض َِ ََ اَا َ ْر َ ْ "ُ ْ ِ ي ا#ُآ ْ' وَأ َ َ"َ َأن َ ِْ*ِ َوَاِ*ِ َو َ َ) َْ َذ+ََ , ا-َ. ,ل ا ُ ُْ َ"َ َر0َ#َ1 ،َ0ْ#ِ .ٍ56ِ1ْ َأو7 ٍ َه9َ ِ َ0َ"ُ ْ ِی “Kami pernah menyewakan tanah dengan (bayaran) hasil pertanian; maka, Rosulullsh melarang kami melakukan hal tersebut dan memerintahkan agar kami menyewakannya dengan emas atau perak.”8 Berdasarkan gambaran diatas, karena cukup penting, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam pada sebuah penelitian yang berjudul “TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK AKAD BAWON (Studi Kasus di Desa Gemulung, Kel. Kwangen, Kec. Gemolong, Kab. Sragen).”
8
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, diterjemahkan oleh Nor Hasanuddin dkk dari “Fiqhus Sunnah”, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006, Cet. 1, hal. 204
18
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana Praktek pengupahan buruh tani dengan akad Bawon di Desa Gemulung, Kel. Kwangen, Kec. Gemolong, Kab. Sragen? 2. Bagaimana pandangan Hukum Islam terhadap praktek pengupahan buruh tani dengan akad Bawon di Desa Gemulung, Kel. Kwangen, Kec. Gemolong, Kab. Sragen?
C. Tujuan Penelitian 1.
Untuk mengetahui bagaimana praktek pengupahan buruh tani dengan akad Bawon di Desa Gemulung, Kel. Kwangen, Kec. Gemolong, Kab. Sragen.
2.
Untuk mengetahui bagaimana pandangan Hukum Islam terhadap pengupahan buruh tani dengan akad Bawon di Desa Gemulung, Kel. Kwangen, Kec. Gemolong, Kab. Sragen.
D. Telaah Pustaka Permasalahan dalam sistem pengupahan bukanlah hal yang baru untuk diangkat dalam sebuah penelitian skripsi maupun dam penulisan literatur lainnya. Sebelumnya telah banyak buku-buku atau karya ilmiah lainnya yang membahas tentang pengupahan, diantaranya yaitu:
19
Dalam bukunya “Doktrin Ekonomi Islam”, Afzalur Rahman membahas tentang upah. Dia membahas permasalahan sekitar upah diantaranya; pentingnya upah, penetapan upah, tingkat upah, kestabilan upah, dan upah menurut pandangan Islam secara umum. Bukunya Hendi Suhendi yang berjudul “Fiqh Muamalah” juga membahas tentang upah dalam pekerjaan, ketentuan bayar upah dan hak menerima upah bagi musta’jir serta pandangan para ulama mengenai upah. Dalam sebuah penelitian yang berbentuk Skripsi karya Thoriq Sholikhul Karim (2101306), yang berjudul “Analisis Hukum Islam Terhadap Sistem Upah Karyawan (Studi Kasus PT. Karya Toha Putra Semarang).” Dalam skripsinya, penulis membahas tantang Sistem upah karyawan PT. Karya Toha Putra Semarang yang diselenggarakan atas dasar golongan yang meliputi golongan I, II, III dan IV yang sistem penghitungannya memiliki kesamaan. Namun ada aspek yang tidak bisa dipublikasikan. Hal ini penulis mengindikasikan bahwa sistem upah di PT. Karya Toha Putra Semarang tidak seluruhnya sesuai dengan hukum Islam.9 Tulisan yang berbentuk skripsi juga yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Tentang Pelaksanaan Upah Karyawan di Masjid Agung Jawa Tengah” oleh Afifah Nurul Jannah (042311196). Membahas tentang bagaimana sistem pengupahan di Masjid Agung Jawa Tengah. 9
Thoriq Sholikhul Karim, Analisis Hukum Islam Terhadap Sistem Upah Karyawan (Studi Kasus PT. Karya Toha Putra Semarang), Skripsi Sarjana Fakultas Syari`ah Jurusan Mu`amalah, Semarang: Perpustakaan Fakultas Syari`ah IAIN Walisongo Semarang, 2006
20
Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa Masjid Agung Jawa Tengah dalam memberikan upah sudah sesuai dengan hukum Islam, yaitu memberikan gaji sesuai dengan pekerjaan masingmasing karyawan dengan tetap memperhatikan hak-hak yang lain seperti upah lembur, uang insentif, dana sosial, jaminan kesehatan, dsb.10 Penelitian Daimatus Sa’adah (052311195) dalam bentuk skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Upah Jasa Mapak Kapal Di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Desa Tasikagung Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang.” Dalam skripsi ini penulis memaparkan pelaksanaan upah jasa mapak kapal di TPI Tasikagung. Dalam pengupahan itu, rukun dan syarat ijarah telah dipenuhi, maka ijarah mapak kapal ini sah menurut hukum Islam. Adapun pembayarannya yang tidak jelas karena harus disesuaikan dengan perolehan kapal bukanlah hal yang menjadi masalah bagi kedua belah pihak. Walaupun nampaknya pembayaran upahnya mengandung unsur ketidakjelasan namun juragan sudah dapat mengukur berapa banyak upah yang harus diberikan dan buruhpun telah rela atas upah yang diberikan. Mereka tidak terpaksa dan bukan karena keterpaksaan. Dengan adanya prinsip kebersamaan inilah maka upah jasa mapak kapal ini telah sesuai dengan hukum Islam.11
10
Afifah Nurul Jannah, Tinjauan Hukum Islam Tentang Pelaksanaan Upah Karyawan di Masjid Agung Jawa Tengah, Skripsi Sarjana Fakultas Syari’ah Jurusan Mu’amalah, Semarang: Perpustakaan Fakultas Syari’ah IAINWalisongSemarang, 2009 11 Daimatus Sa’adah, “Pelaksanaan Upah Jasa Mapak Kapal Di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Desa Tasikagung Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang, Skripsi Sarjana Fakultas Syariah Jurusan Mu’amalah, Semarang: Perpustakaan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, 2009
21
Penelitian Vivin Asysyifa' (052311044), yang berjudul “Analisis Hukum Islam Terhadap Penundaan Pembayaran Upah Karyawan Harian (Studi Kasus Di Industri Pengecoran Logam “Prima Logam” Desa Ngawonggo, Kecamatan Ceper, Kabupaten Klaten).” Dalam penelitian ini memfokuskan terhadap pelaksanaan penundaan pembayaran upah dikarenakan terpaksa. Dalam islam tidak membenarkan jika majikan menunda pembayaran upah buruhnya, sedangkan majikan mampu melunasinya pada saat itu. Akan tetapi penundaan pembayaran upah yang terjadi di industri "Prima Logam" tidak ada unsur kesengajaan dilihat dari penyebab penundaan pembayaran upah, oleh karena itu penundaan pembayaran upah yang terjadi di industri "Prima Logam" dibolehkan karena dlorurot. Dalam perjanjian sewa menyewa tidak ada satu dalil pun yang mengharamkanya. Ketidakadaan dalil yang mengharamkanya sudah cukup dijadikan sebagai dasar bahwa sewa menyewa dengan uang kembali itu halal.12 Penelitian Rifatul Munawaroh (052311104) dalam bentuk skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Tentang Pelaksanaan Pengupahan Karyawan Di Perusahaan Umum Damri Semarang.” Penelitian ini bermaksud untuk mengkaji tentang bagaimana hukum Islam dan hukum positif menyoroti masalah pelaksanaan pengupahan karyawan di Perusahaan Umum Damri Semarang. Kesimpulan bahwa gaji yang 12
Vivin Asysyifa', “Analisis Hukum Islam Terhadap Penundaan Pembayaran Upah Karyawan Harian (Studi Kasus Di Industri Pengecoran Logam “Prima Logam”Desa Ngawonggo, Kecamatan Ceper, Kabupaten Klaten)”. Skripsi Sarjana Fakultas Syariah Jurusan Mu’amalah, Semarang: Perpustakaan Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang, 2009
22
diberikan oleh Perusahaan Umum DAMRI Semarang belum sesuai dengan hukum positif dan Islam yaitu dalam Islam ada dua konsep upah yaitu adil dan layak.13 Meskipun semua hasil penelitian skripsi diatas sudah banyak yang membahas masalah pengupahan, namun tidak menutup kemungkinan bagi penulis untuk melakukan penelitian masalah pengupahan dari sudut pandang yang berbeda. Karena disini penulis akan membahas ketidakjelasan upah dan bagaimana pembayaran upah buruh tani dengan akad Bawon di Desa Gemulung, Kel. Kwangen, Kec. Gemolong, Kab. Sragen. Dan skripsi-skripsi yang sudah ada nantinya bisa penulis jadikan khazanah dan acuan bagi penulis dalam penyelesaian skripsi. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK AKAD BAWON (Studi Kasus di Desa Gemulung, Kel. Kwangen, Kec. Gemolong, Sragen)”
E. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian hukum Doctrinal, suatu penelitian hukum yang dikerjakan dengan tujuan menemukan
13
Rifatul Munawaroh, “Tinjauan Hukum Islam Tentang Pelaksanaan Pengupahan Karyawan Di Perusahaan Umum Damri Semarang”. Skripsi Sarjana Fakultas Syariah Jurusan Mu’amalah, Semarang: Perpustakaan Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang, 2009
23
asas atau doktrin hukum positif yang berlaku.14 Dalam penelitian ini peneliti bekerja secara analitis induktif. Prosesnya bertolak dari premise berupa norma hukum positif yang diketahui dan berakhir (sementara) pada penemuan asas-asas hukum atau doktrin.15 Sebagai usaha untuk menemukan hukum in concreto. Norma-norma hukum in abstracto diperlukan mutlak sebagai premise mayor, sedangkan faktafakta yang relevan dalam perkara (legal facts) dipakai sebagai premise minor. Melalui proses silogisme akan diperoleh sebuah konklusi, yaitu hukum in concreto.16 Proses search and research dalam penemuan hukum in concreto melalui tahapan:17 1. Proses yang dikenal sebagai searching for the relevant facts, yang terkandung di dalam perkara hukum yang tengah dihadapi (sebagai bahan premise minor); dalam hal ini permasalahan yang penulis angkat adalah praktek pengupahan buruh tani dengan menggunakan akad Bawon, yang mana dalam pemberian upah bukan berupa uang melainkan hasil panen padi yang ditentukan porsinya diawal akad yaitu satu banding delapan. 2. Proses searching for the relevant abstract legal prescriptions, yang terdapat dan terkandung dalam gugus hukum positif yang berlaku (sebagai bahan premise mayor). Dalam hal ini penulis 14
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum: Suatu Pengantar, Ed. 1, Cet. 6, Jakarta: PT: Raja Grafindo Persada, 2003, hal. 86 15 Ibid. 16 Ibid, hal. 91-92 17 Ibid.
24
mengkaji menggunakan hukum islam yang berkaitan dengan pengupahan yaitu akad Ijarah. Dalam kerangka penelitian ini, seluruh teknik yang berkaitan dengan permasalahan yaitu: bagaimana cara menemukan fakta-fakta yang relevan serta bagaimanna cara menemukan hukum in concreto yang tepat.18 Adapun yang menjadi subyek penelitian di sini adalah Prektek pengupahan buruh tani dengan akad Bawon di Desa Gemulung, Kel. Kwangen, Kec. Gemolong, Kab. Sragen. 2. Sumber Data Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh.19 Secara umum dalam sebuah penelitian biasanya sumber data dibedakan antara data primer dan data sekunder. a. Sumber Data Primer Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subyek penelitian dengan mengenakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung pada subyek sebagai sumber informasi yang dicari.20 Data ini diperoleh langsung dari masyarakat Desa Gemulung, Kel. Kwangen, Kec. Gemolong, Kab. Sragen melalui wawancara dengan beberapa tokoh agama, pemilik sawah, buruh
18
Ibid. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik), Jakarta: PT Rineka Cipta, Cet. Ke-8, 1989, hal. 102 20 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998, hal. 91 19
25
tani serta perangkat desa setempat terkait dengan permasalahan yang penulis angkat. b. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subyek penelitiannya.21 Data sekunder itu merupakan sumber yang mampu memberikan informasi tambahan yang dapat memperkuat data pokok.22 Sumber sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber yang menjelaskan tentang pengupahan, baik berupa buku, majalah, koran, website dan lainnya yang berhubungan dengan pengupahan. 3. Teknik Pengumpulan Data Untuk menjawab masalah penelitian, diperlukan data yang akurat di lapangan. Metode yang digunakan harus sesuai dengan obyek yang akan diteliti. Dalam penelitian lapangan ini, penulis menggunakan beberapa metode: a. Observasi Yaitu metode penelitian dengan pengamatan yang dicatat secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki.23 Dalam hal ini penulis akan mengobservasi praktek akad Bawon serta pelaksanaan pada saat buruh tani memanen padi di Desa Gemulung, Kel. Kwangen, Kec. Gemolong, Kab. Sragen. Sehingga
21 22
Ibid. Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995,
hal. 8 23
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Yogyakarta: Penerbit Andi, 2004, hal. 151
26
diketahui apa saja tugas dari pada buruh tani ini untuk memanen padi dari pemilik sawah sampai penghitungan pembagian upah buruh tani. b. Wawancara Yaitu cara yang digunakan oleh seseorang untuk tujuan tertentu, mencoba untuk mendapatkan keterangan/pendapat secara lisan dengan seorang responden dengan bercakap-cakap langsung dengan seorang itu.24 Dalam hal ini penulis akan melakukan wawancara dengan beberapa tokoh agama di Desa Gemulung, pemilik sawah, buruh tani serta perangkat desa setempat terkait dengan permasalahan yang penulis angkat yaitu pengupahan buruh tani dengan akad Bawon. c. Dokumentasi Yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, notulen rapat, dan sebagainya.25 Dalam hal ini buku-buku yang penulis telusuri yaitu buku yang relevan dengan permasalahan terhadap pengupahan buruh tani dengan akad ijarah serta Fatwa DSN-MUI tentang ijarah. 4. Analisis Data Secara garis besar, analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode Diskriptif Analisis, yakni sebuah metode 24 25
Suharsimi Arikunto, op.cit., hal. 132-133 Ibid. hal. 206
27
analisis mendiskripkan suatu situasi atau area populasi tertentu bersifat factual secara sistematis dan akurat.26 Sebagian besar hasil analisis penelitian kualitatif berupa buku-buku, kertas kerja atau makalah, bahan presentasi atau rencana bertindak.27 Pada tahapan awal peneliti mencari fakta-fakta yang ada relevansinya dengan pengupahan buruh tani dengan menggunakan akad Bawon melalui observasi dan wawancara. Kemudian berlanjut pada tahapan berikutnya dimana peneliti mencari gagasan hukum yang sesuai ada kaitannya terhadap pengupahan. Setelah data terkumpul maka penulis akan melakukan analisis data dari hasil lapangan dan akan diketahui bagaimana kedudukan hukum Akad Bawon dalam khasanah Fiqh Muamalah.
F. Sistematika Penulisan Dalam
penulisan
hasil
penelitian
ini,
penulis
akan
menguraikannya dalam lima bab secara berurutan agar lebih mudah untuk dipahami sebagai berikut: Bab
I:
Pendahuluan. Dalam bab ini meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, telaah pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
26 27
Sudarwan Danim, op. cit, hal. 41 Ibid. Hal. 210
28
Bab II :
Sistem Upah Dalam Hukum Islam Bab
ini
memberikan
gambaran
umum
tentang
pengertian upah secara umum dan upah menurut pandangan hukum islam, dasar hukum Ijarah atas pekerjaan, syarat dan rukunnya ijarah atas pekerjaan, macam-macam upah, hak menerima upah serta pembatalan dan berakhirnya ijarah atas pekerjaan. Penulis juga akan memaparkan ketentuan Ijarah dari fatwa DSN-MUI.
Bab III :
Pelaksanaan Pengupahan Buruh Tani Dengan Akad Bawon di Desa Gemulung, Kel. Kwangen, Kec. Gemolong, Kab. Sragen Bab ini menggambarkan keadaan monografi dan demografi Desa Gemulung, Kel. Kwangen, serta data mata pencaharian masyarakat Desa Gemulung, Kel. Kwangen, Kec. Gemolong, Kab. Sragen. Penulis juga akan menggambarkan proses dari awal sampai akhir pelaksanaan
pengupahan
buruh
tani
dengan
menggunakan Akad Bawon di Desa Gemulung, Kel. Kwangen, Kec. Gemolong, Kab. Sragen.
29
Bab IV:
Tinjauan Hukum Islam Terhadap Akad Bawon di Desa Gemulung, Kel. Kwangen, Kec. Gemolong, Kab. Sragen Bab ini sebagai inti dari penulisan skripsi, penulis akan menganalisis praktek pengupahan buruh tani dengan akad Bawon di Desa Gemulung, Kel. Kwangen, Kec. Gemolong, Kab. Sragen menurut pandangan hukum islam.
Bab V:
Merupakan bab akhir dari penulisan skripsi ini, diantaranya: 1. Kesimpulan yang merupakan hasil pemahaman, penelitian, dan kajian terhadap pokok masalah, 2. Saran-saran, dan yang terakhir adalah penutup.
30
BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG UPAH A. Pengertian Upah 1. Pengertian Upah Secara Umum Pengertian upah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah uang dan sebagainya yang dibayarkan sebagai pembalas jasa atau sebagai
pembayaran
tenaga
yang
sudah
dikeluarkan
untuk
mengerjakan sesuatu seperti gaji.28 Sedangkan definisi upah menurut Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tercantum pada pasal 1 ayat 30 yang berbunyi : ”Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan”29 Upah adalah pembayaran yang diterima buruh selama ia melakukan pekerjaan atau dipandang melakukan sesuatu. Jika dipandang dari sudut nilainya upah dibedakan menjadi dua: upah nominal, yaitu jumlah yang berupa uang. Dan upah riil, yaitu banyaknya barang yang dapat dibeli dengan jumlah uang itu.30
28
W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Ed. III, Cet. Ke 3, Jakarta: Balai Pustaka, 2006, hal. 1345 29 Undang-Undang Ketenagakerjaan Lengkap, Cet. 2, Jakarta: Sinar Grafika, 2007, hal. 5 30 Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Jakarta: Djambatan, 2003, hal. 130
31
Sedangkan menurut PP No. 5 tahun 2003, upah memiliki arti hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha kepada pekerja atas suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundangundangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya.31 Dari beberapa devinisi diatas dapat penulis simpulkan bahwa upah adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha kepada pekerja atas suatu pekerjaan atau jasa yang telah ditetapkan menurut suatu persetujuan dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja. Sepertinya Undang-Undang hanya berlaku pada wilayah formal saja, dimana buruh mendapatkan upah secara rutin. UndangUndang mengatur perjanjian kerja antara buruh dan pengusaha yang sesuai dengan peraturan perundangan. Sedangkan pada wilayah non formal hanya menggunakan kebiasaan yang berlaku yang tidak mengacu pada Undang-Undang. Kesejahteraan buruh pada wilayah formal menjadi perhatian pemerintah sehingga ditetapkan kebijakankebijakan pengupahan. Pada wilayah ini buruh mendapatkan perlindungan dalam pekerjaannya. Sedangkan pada wilayah non formal seperti halnya buruh tani, buruh tidak mendapatkan
31
PP No. 5 Tahun 2003 tentang UMR pasal 1 point b.
32
perlindungan karena Undang-Undang atau peraturan pemerintah tidak memberikan regulasi.
2. Upah Menurut Hukum Islam Pembahasan upah dalam hukum islam terkategori dalam konsep ijarah. Sedangkan ijarah sendiri lebih cenderung membahas masalah sewa-menyewa. Oleh karena itu, untuk menemukan pembahasan terkait upah dalam islam relatif sedikit. Dalam istilah fiqh ijarah berarti upah, jasa atau imbalan.32 Secara terminologi, menurut hukum Islam ijarah itu diartikan sebagai suatu jenis akad33 untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.34 Menurut fuqoha Hanafiyah35, ijarah adalah transaksi terhadap suatu manfaat dengan imbalan. Menurut fuqoha Syafi'iyah36, ijarah
32
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007, hal. 228 Akad adalah perikatan, perjanjian dan pemufakatan yaitu pertalian ijab dan qobul yang sesuai dengan kehendak syari’at yang berpengaruh pada obyek perikatan. (lihat dalam bukunya: M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, Ed. 1,. Cet. 1, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003, hal. 101) Para ulama fiqh menetapkan bahwa akad yang telah memenuhi rukun dan syarat akan mempunyai kekuatan hokum yang mengikat terhadap pihak yang melakukan akad atau transaksi. Sebagaimana firman Allah : 33
……. ÏŠθà)ãèø9$$Î/ (#θèù÷ρr& (#þθãΨtΒ#u šÏ%©!$# $y㕃r'¯≈tƒ Artinya: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu…….(AlMaidah:1) 34 Chairuman Pasaribu S. K. Lubis, Hokum Perjanjian Dalam Islam, Cet. 1, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 1996, hal. 52 35 Imam Hanafi, beliau lahir di Kufah, 80 H/699 M dan meninggal di Baghdad, 150 H/767 M. Beliau adalah ulama mujtahid dalam bidang. Nama lengkapnya Abu Hanifah Nu’man Bin Sabit. Imam Abu Hanifah digelari Ahlur Ro’yi karena ia lebih banyak memakai argumen akal daripada ulama lainnya. Ia juga banyak memakai Qiyas dalam menetapkan suatu hokum. Beliau meninggalkan banyak karya seperti kitab Al-Fara’id, Asy-Syurut, dan Al-Fiqh Al Akbar (lihat: Ensiklopedia Islam, Jilid 2, hal.79 )
33
adalah transaksi terhadap manfaat yang dituju, tertentu, bersifat bisa dimanfaatkan dengan suatu imbalan tertentu. Menurut fuqaha Malikiyah37 dan Hanabilah38, Ijarah adalah pemilikan manfaat sesuatu yang dibolehkan dalam waktu tertentu dengan suatu imbalan.39 Sedang M. Hasbi Ash Shiddieqy40 mengartikan ijarah ialah penukaran manfaat untuk masa tertentu, yaitu pemilikan manfaat dengan imbalan, sama dengan menjual manfaat.41 Menurut Syafi’i Antonio ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.42
36
Imam Syafi’i, beliau lahir di Gaza, Palestina, 150 H/767 M dan meninggal di Fustat, Cairo, Mesir, 204 H/20 Januari 820). Nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad Bin Idris As-Syafi’i. Beliau adalah seorang ulama Mujtahid terkenal di bidang fiqh. Hasil karyanya antara lain: Ar-Risalah (kitab Ushul Fiqh), Al-Umm (kitab yang memuat masalahmasalah fiqh), Ikhtilaf Al-Hadis (kitab yang berkaitan dengan ilmu hadis) dan masih banyak kitab-kitab lainnya. ( lihat: Ensiklopedia Islam, Jilid 4, hal. 326) 37 Imam Maliki, nama lengkapnya adalah Malik Bin Anas Bin Malik Bin Abi Amir Al-Asbahi. Imam Malik adalah seorang ahli Hadis dan Fiqh. Ia dipandang sebagai Rawi Hadist Madinah yang paling terpercaya dan Sanad (sumbernya) paling terpercaya. Imam Malik menghasilkan sebuah karya monumental yang sampai sekarang dapat dibaca dan dipelajari, yaitu kitab Al-Muwatta’.(lihat: Ensiklopedia Islam, Jilid 3, hal.142). 38 Imam Hanbali, Beliau dilahirkan dikota Baghdad, kota yang terkenal sebagai gudang ilmu pengetahuan. Nama lengkapnya adalah Ahmad Bin Hanbal atau Imam Hanbali. Salah satu kitab yang beliau tulis adalah kitab Al-Musnad, kitab ini berisikan kumpulan hadis yang diriwayatkan ahmad dari para rawi atau periwayat Siqat (kuat dan terpercaya). (lihat: Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedia Islam, Jilid 2, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1993, hal. 85) 39 M. Ali, Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, Ed. 1,. Cet. 1, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003. hal. 227-228 40 Hasbi Ash-Shiddieqy (lahir di Lhokseumawe, 10 Maret 1904, wafat pada tanggal 9 Desember 1975). Beliau adalah Seorang ulama dan cendikiawan muslim, ahli ilmu Fiqh, Hadis, Tafsir, dan ilmu kalam, penulis yang produktif dan pembaharu (Mujaddid) yang terkemuka dalam menyeru kepada umat agar kembali ke Al-Quran dan Sunah Rosulullah SAW. Nama aslinya Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy. Kata Ash-Shiddieqy menistimbatkan namanya kepada nama Abu Bakar As-Siddiq. (lihat: Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedia Islam, Jilid 2, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1993, hal. 94). 41 M. Hasbi Ash Shiddieqy, Hukum-Hukum Fiqih Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra, Cet. 1, 1997, hal. 428. 42 Muhammad Syafi’i A., Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, Cet. 1, Jakarta: Gema Insani Pres, 2001, hal. 117
34
Ada perbedaan terjemahan kata ijarah dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia, antara sewa dan upah juga ada perbedaan makna operasional, sewa biasanya digunakan untuk benda, seperti “seorang Mahasiswa menyewa kamar untuk tempat tinggal selama kuliah, sedangkan upah digunakan untuk tenaga, seperti para karyawan bekerja di pabrik dibayar gajinya (upahnya) satu kali dalam dua minggu, atau satu kali dalam sebulan, dalam bahasa Arab upah dan sewa disebut ijarah.43 Dari pengertian diatas terlihat bahwa yang dimaksud dengan sewa-menyewa itu adalah pengambilan manfaat sesuatu benda, jadi dalam hal ini bendanya tidak berkurang sama sekali, dengan perkataan lain peristiwa sewa-menyewa ini yang berpindah hanyalah manfaat dari benda yang disewakan tersebut, manfaat itu dapat berupa manfaat barang seperti kendaraan, rumah dan manfaat karya pemusik, bahkan dapat juga berupa karya pribadi seperti pekerja. Dalam istilah hokum islam, pemilik yang menyewakan manfaat sesuatu disebut Mu’ajir, adapun pihak yang menyewa disebut Musta’jir, dan sesuatu yang diambil manfaatnya disebut Ma’jur. Sedangkan jasa yang diberikan sebagai imbalan atas manfaat tersebut disebut Ajarah atau Ujrah.44
43
H. Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, Cet. I, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, hal. 113. 44 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, diterjemahkan oleh Nor Hasanuddin dari “Fiqhus Sunnah”, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006, Cet. 1, hal. 203
35
Dapat disimpulkan bahwa ijarah atau sewa-menyewa adalah suatu akad/perjanjian untuk memiliki manfaat tertentu dari suatu barang atau jasa dengan pengganti upah/imbalan atas pemanfaatan barang/jasa tersebut.
B. Dasar Hukum Ijarah Atas Pekerjaan Dalam Al Qur’an, ketentuan tentang upah tidak tercantum secara terperinci. Namun pemahaman upah dicantumkan dalam bentuk pemaknaan tersirat, seperti firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah ayat 233 yang berbunyi,
4 sπtã$|ʧ 9$# ¨ΛÉムβr& yŠ#u‘r& ôyϑÏ9 ( È÷n=ÏΒ%x. È÷,s!öθym £èδy‰≈s9÷ρr& z÷èÅÊö ムßN≡t$Î!≡uθø9$#uρ * Ÿω 4 $yγyèó™ãρ ωÎ) ë§øtΡ ß#¯=s3è? Ÿω 4 Å∃ρã ÷èpRùQ$$Î/ £åκèEuθó¡Ï.uρ £ßγè%ø—Í‘ …ã&s! ÏŠθä9öθpRùQ$# ’n?tãuρ ÷βÎ*sù 3 y7Ï9≡sŒ ã≅÷VÏΒ Ï^Í‘#uθø9$# ’n?tãuρ 4 ÍνÏ$s!uθÎ/ …絩9 ׊θä9öθtΒ Ÿωuρ $yδÏ$s!uθÎ/ 8οt$Î!≡uρ §‘!$ŸÒè? βr& öΝ›?Šu‘r& ÷βÎ)uρ 3 $yϑÍκö
penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut
36
yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.”(QS. Al-Baqarah: 233)45 Ayat
tersebut
menerangkan
bahwa
setelah
seseorang
mempekerjakan orang lain hendaknya memberikan upahnya. Dalam hal ini menyusui adalah pengambilan manfaat dari orang yang dipekerjakan. Jadi yang dibayar bukan harga susunya melainkan orang yang dipekerjakannya.
$yϑèδθàÍh‹ŸÒムβr& (#öθt/r'sù $yγn=÷δr& !$yϑyèôÜtGó™$# >πtƒö s% Ÿ≅÷δr& !$u‹s?r& !#sŒÎ) #¨Lym $s)n=sÜΡ$$sù ϵø‹n=tã |Nõ‹y‚−Gs9 |Mø⁄Ï© öθs9 tΑ$s% ( …çµtΒ$s%r'sù 0Ùs)Ζtƒ βr& ߉ƒÌ ム#Y‘#y‰É` $pκ<Ïù #y‰y`uθsù ∩∠∠∪ #\ ô_r& “Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, Maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: "Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu". (QS. Al-Kahf: 77)46 Dalam Qs. Az-Zukhruf: 32 juga menerangkan,
4 $u‹÷Ρ‘‰9$# Íο4θuŠysø9$# ’Îû öΝåκtJt±ŠÏè¨Β ΝæηuΖ÷t/ $oΨôϑ|¡s% ßøtwΥ 4 y7În/u‘ |MuΗ÷qu‘ tβθßϑÅ¡ø)tƒ óΟèδr& àMuΗ÷qu‘uρ 3 $wƒÌ ÷‚ß™ $VÒ÷èt/ ΝåκÝÕ÷èt/ x‹Ï‚−Gu‹Ïj9 ;M≈y_u‘yŠ <Ù÷èt/ s−öθsù öΝåκ|Õ÷èt/ $uΖ÷èsùu‘uρ ∩⊂⊄∪ tβθãèyϑøgs† $£ϑÏiΒ ×0ö?yz y7În/u‘ “Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian 45 46
Departemen Agama RI, op. cit. hal. 38 Ibid. hal. 303
37
yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.(Qs. Az-Zukhruf: 32)47 Lafadz “sukhriyyan” yang terdapat dalam ayat diatas bermakna “saling menggunakan”. Menurut Ibnu Katsir, lafadz ini diartikan dengan “supaya kalian bisa saling mempergunakan satu sama lain dalam hal pekerjaan atau yang lain, karena diantara kalian saling membutuhkan satu sama lain”. Terkadang manusia membutuhkan sesuatu yang berada dalam kepemilikan orang lain, dengan demikian, orang tersebut bisa mempergunakan sesuatu itu dengan cara melakukan transaksi, salah satunya dengan akad Ijarah atau sewa-menyewa.48 Dalam QS. Ath-Thalaq ayat 6 menerangkan,
4 £Íκö
47
Ibid. hal. 492 Dimyauddin Djuwaini, loc. cit 49 Departemen Agama RI, op. cit, hal. 560 48
38
‘“Èθs)ø9$# |Nö yfø↔tGó™$# ÇtΒ u0ö?yz 0χÎ) ( çνö Éfø↔tGó™$# ÏMt/r'¯≈tƒ $yϑßγ1y‰÷nÎ) ôMs9$s% ∩⊄∉∪ ßÏΒF{$# “Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya."(Qs. Al-Qashash: 26)50 Ayat ini berkisah tentang perjalanan Nabi Musa as bertemu dengan kedua putri Nabi Ishaq, salah seorang putrinya meminta Nabi Musa as untuk disewa tenaganya guna menggembala domba. Kemudian Nabi Ishaq as bertanya tentang alasan permintaan putrinya tersebut. Putri Nabi Ishaq mengatakan bahwa Nabi Musa as mampu mengangkat batu yang hanya bisa diangkat oleh sepuluh orang, dan mengatakan ‘karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya’. Cerita ini menggambarkan proses penyewaan jasa seseorang dan bagaimana pembayaran upah itu dilakukan.51 Landasan sunnahnya dapat dilihat pada sebuah hadits yang diriwayatkan Ibn Majah dari Ibnu Umar, bahwa Nabi bersabda:
.ُ*ُ َ َ ; ِ<َ= أنْ ی َ ْ>َ ?ُ َ ْ@ْ َ َأ+ِ@ َ ُْا اAَْأ “Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering,” (H.R. Ibnu Majah)52
50
Ibid. vol.10, cet. 4, 2006, hal. 333 Dimyauddin Djuwaini, op. cit. hal. 156 52 DSN MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional, Cet. 4, Ciputat: Gaung Persada, 2006, hal. 57 51
39
Landasan ijma’nya adalah semua umat bersepakat, tidak ada seorang ulama pun yang membantah kesepakatan ini, sekalipun ada beberapa orang diantara mereka yang berbeda pendapat, tetapi hal itu tidak dianggap.53
C. Rukun dan Syarat Ijarah Atas Pekerjaan a. Rukun Akad Ijarah Menurut Hanafiah, rukun Ijarah hanya satu, yaitu ijab54 dan qobul55, yaitu pernyataan dari orang yang menyewa dan yang menyewakan.56 Sedangkan menurut jumhur Ulama, rukun Ijarah itu ada empat, yaitu:57 1. ‘Aqid, yaitu mu’ajir (orang yang menyewakan) dan musta’jir (orang yang menyewa). 2. Shighat, yaitu ijab dan qabul, shigat akad harus menggunakan kalimat yang jelas. Dapat dilakukan dengan lisan, tulisan dan atau isyarat.58 Akad dapat diubah, diperpanjang dan atau dibatalkan berdasarkan kesepakatan.59
53
Hendi Suhendi, op. cit. hal. 117 Ijab adalah pernyataan melakukan ikatan (lihat dalam bukunya M. Ali, Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, Ed. 1,. Cet. 1, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003, Hal. 101) 55 Qobul adalah pernyataan menerima ikatan (ibid) 56 Ahmad Wardani M, Fiqh Muamalat, Ed. 1, Cet.1, Jakarta: Amzah, 2010. Hal. 320 57 Ibid, Hal. 321, dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Ed. Rev, pasal 295, Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum Islam Dan Masyarakat Madani (PPHIMM), 2009, hal. 8687 58 Kompilasi Hukum Ekonomi Islam, Pasal 296 Ayat 1 dan 2, hal. 87 59 Ibid. Pasal 297 54
40
3. Ujrah, pemberian upah yang dipaparkan dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Islam dapat berupa uang, surat berharga, dan atau benda lain berdasarkan kesepakatan.60 4. Ma’jur, baik manfaat dari suatu barang yang disewa atau jasa dan tenaga dari orang yang bekerja. Penggunaan ma’jur harus dicantumkan dalam akad Ijarah.61 Apabila penggunaan ma’jur tidak dinyatakan secara pasti dalam akad, maka ma’jur digunakan berdasarkan aturan umum dan kebiasaan.62
b. Syarat sahnya Ijarah atas pekerjaan Untuk sahnya Ijarah harus dipenuhi beberapa syarat yang berkaitan dengan ‘Aqid (pelaku), Ma’qud ‘Alaih (objek), Ujrah (upah) dan akadnya sendiri. Syarat-syarat tersebut sebagai berikut: 1. Persetujuan
kedua
belah
pihak,
mereka
menyatakan
kerelaannya untuk melakukan akad Ijarah. Apabila salah seorang diantaranya merasa terpaksa melakukan akad itu, maka akadnya tidak sah.63 Dasarnya adalah Firman Allah dalam QS. An-Nisa’: 29.
60
Ibid. Pasal 307 ayat 1, hal. 89 Ibid. Pasal 304 ayat 1, hal. 88 62 Ibid. Pasal 304 ayat 2 63 Nasrun Haroen, op. cit. Hal. 232 61
41
È≅ÏÜ≈t6ø9$$Î/ Μà6oΨ÷t/ Νä3s9≡uθøΒr& (#þθè=à2ù's? Ÿω (#θãΨtΒ#u šÏ%©!$# $y㕃r'¯≈tƒ 4 öΝä3|¡àΡr& (#þθè=çFø)s? Ÿωuρ 4 öΝä3ΖÏiΒ <Ú#t s? tã ¸οt ≈pgÏB šχθä3s? βr& HωÎ) ∩⊄∪ $VϑŠÏmu‘ öΝä3Î/ tβ%x. ©!$# ¨βÎ) “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka samasuka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (Qs. An-Nisa’:29)64 Untuk kedua pihak yang berakad, menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah, disyaratkan telah baligh dan berakal. Oleh sebab itu, apabila orang yang belum atau tidak berakal, seperti anak kecil dan orang gila, menyewakan harta mereka atau diri mereka sebagai buruh, maka akadnya tidak sah. Akan tetapi ulama Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat bahwa kedua orang yang berakad itu tidak harus mencapai usia baligh, tetapi anak yang telah mumayyiz pun boleh melakukan akad Ijarah. Namun, mereka mengatakan, apabila seorang anak yang mumayyiz melakukan akad Ijarah terhadap harta atau dirinya, maka akad itu baru sah apabila disetujui oleh walinya.65 2. Objek
akad
yaitu
manfaat
harus
jelas,
sehingga
tidak
menimbulkan perselisihan. Apabila objek akad (manfaat) tidak jelas, sehingga menimbulkan perselisihan, maka ijarah tidak sah.
64 65
Departemen Agama RI, op. cit. hal. 84 Nasrun Haroen. loc. cit.
42
Kejelasan tentang objek akad Ijarah bisa dilakukan dengan menjelaskan: a. Objek manfaat, penjelasan objek manfaat bisa dengan mengetahui benda yang disewakan. Apabila seseorang mengatakan: “saya sewakan kepadamu salah satu dari dua rumah ini”, maka akad Ijarah tidak sah, karena rumah mana yang disewakan belum jelas. b. Masa manfaat, penjelasan tentang masa manfaat diperlukan dalam kontrak rumah tinggal beberapa bulan atau tahun, kios atau kendaraan, misalnya beberapa hari disewa.66 c. Benda yang disewakan disyaratkan kekal (zat)-nya hingga waktu yang ditentukan menurut perjanjian dalam akad. d. Manfaat dari benda yang disewa adalah perkara yang mubah menurut syara’ bukan hal yang dilarang.67 3. Ujrah, disyaratkan diketahui jumlahnya oleh kedua belah pihak, baik dalam sewa-menyewa barang ataupun dalam upahmengupah.68.
D. Macam-macam Upah Dilihat dari segi obyeknya, akad ijarah dibagi oleh para ulama fiqh menjadi dua macam yaitu ijarah atas manfaat dan ijarah atas pekerjaan. 66
Ahmad Wardi M. op. cit, hal. 322-323 Hendi Suhendi, op. cit. hal. 118 68 Ibid. 67
43
1. Ijarah atas manfaat. Dalam ijarah ini, obyeknya adalah manfaat dari suatu benda.69 Seperti sewa-menyewa rumah, toko, kendaraan, pakaian dan perhiasan.70 Akad sewamenyewa dibolehkan atas manfaat yang mubah, seperti rumah untuk tempat tinggal, toko dan kios untuk tempat berdagang, mobil untuk kendaraan atau angkutan, pakaian dan perhiasan untuk dipakai. Adapun manfaat barang yang diharamkan maka tidak boleh disewakan karena barangnya diharamkan. Dengan demikian, tidak boleh mengambil imbalan untuk manfaat yang diharamkan seperti bangkai dan darah.71 2. Ijarah yang atas pekerjaan, disebut juga upah-mengupah. Obyek akadnya adalah amal atau pekerjaan seseorang.72 Yaitu dengan cara mempekerjakan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. ijarah semacam ini dibolehkan apabila jenis pekerjaanya itu jelas seperti karya pemusik, arsitek bangunan, desainer, dan lainnya. Ijarah seperti ini ada yang bersifat pribadi, seperti menggaji pembantu rumah tangga, dan yang bersifat serikat, seseorang atau sekelompok orang yang menjual jasnya untuk kepentingan orang banyak, seperti tukang jahit, tukang ojek dan buruh pabrik.73
69
Ahmad Wardi M, op. cit. hal. 329 M. Ali Hasan, op. cit. hal. 236 71 Ahmad Wardi M. hal. op. cit. hal. 330 72 Ibid. hal. 236 73 Nasrun Haroen, op. cit. hal. 236 70
44
E. Hak Menerima Upah Jika ijarah itu suatu pekerjaan, maka kewajiban pembayaran upahnya pada waktu berakhirnya pekerjaan. Bila tidak ada pekerjaan lain, jika akad sudah berlangsung dan tidak disyaratkan mengenai pembayaran dan tidak ada ketentuan penangguhannya. Secara umum dalam ketentuan Al-Quran yang ada keterkaitannya dengan penentuan upah dijumpai dalam firman allah:
Çtã 4‘sS÷Ζtƒuρ 4†n1ö à)ø9$# “ÏŒ Ç›!$tGƒÎ)uρ Ç≈|¡ômM}$#uρ ÉΑô‰yèø9$$Î/ ã ãΒù'tƒ ©!$# ¨βÎ) * ∩⊃∪ šχρã ©.x‹s? öΝà6¯=yès9 öΝä3ÝàÏètƒ 4 Äøöt7ø9$#uρ Ì x6Ψßϑø9$#uρ Ï!$t±ósxø9$# “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”(QS. An-Nahl: 90)74 Apabila ayat ini dikaitkan dengan perjanjian kerja, maka dapat dikemukakan bahwa Allah memerintahkan pemberi pekerjaan (majikan) untuk berlaku adil, bijksana dan dermawan kepada pekerjanya. Menurut Abu Hanifah, wajib diserahkan upahnya secara berangsur sesuai dengan manfaat yang diterimanya. Menurut Imam Syafi’i dan Ahmad, sesungguhnya ia berhak dengan akad itu sendiri.75 Upah berhak diterima dengan syarat-syarat berikut:76 1. Pekerjaan telah selesai.
74
Departemen Agama RI, op. cit. hal. 278
75
Hendi Suhendi, op. cit. Hal. 121 Sayyid Sabiq, op. cit. hal. 210
76
45
Jika akadnya atas jasa, maka wajib membayar upahnya pada saat jasa telah selesai dilakukan. 2. Mendapat manfaat, jika ijarah dalam bentuk barang. Apabila ada kerusakan pada barang sebelum dimanfaatkan dan masih belum ada selang waktu, akad tersebut menjadi batal. 3. Ada kemungkinan untuk mendapatkan manfaat. Jika masa sewa berlaku, ada kemungkinan untuk mendapatkan manfaat pada masa itu sekalipun tidak terpenuhi secara keseluruhan. 4. Mempercepat pembayaran sewa atau kompensasi atau sesuai kesepakatan kedua belah pihak sesuai dalam hal penangguhan pembayaran. Dari beberapa pengertian dan ketentuan diatas nampak bahwa pembahasan Ijarah lebih banyak bertumpu pada ketentuan yang mengarah
kepada
sewa-menyewa
manfaat
barang.
Sedangkan
pembahasan mengenai pemanfaatan jasa manusia hanya sedikit saja. Hal ini disebabkan ruang lingkup pembahasan fiqih Mu‘amalah hanya meliputi al-mal (harta), al-huquq (hak-hak) kebendaan, dan hukum perikatan (al-aqad). Namun tidak menutup kemungkinan sistem Ijarah ini juga digunakan pada sistem ujrah.
F. Pembatalan dan Berakhirnya Upah Jika salah satu pihak (pihak yang menyewakan atau penyewa) meninggal dunia, perjanjian sewa menyewa tidak akan menjadi batal, asal yang menjadi obyek perjanjian sewa menyewa masih ada. Sebab
46
dalam hal salah satu pihak meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan oleh ahli waris. Demikian juga halnya dengan penjualan obyek perjanjian sewa menyewa yang tidak menyebabkan putusnya perjanjian yang diadakan sebelumnya. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan pembatalan perjanjian (pasakh) oleh salah satu pihak jika ada alasan atau dasar yang kuat.77 Adapun hal-hal yang menyebabkan batalnya sewa menyewa adalah disebabkan hal-hal sebagai berikut: 1) Terjadinya aib pada barang sewaan 2) Rusaknya barang yang disewakan 3) Rusaknya barang yang diupahkan 4) Terpenuhinya manfaat yang di akadkan 5) Penganut Mazhab Hanafi menambahkannya dengan uzur.78 Pembatalan akad ijarah dapat dilakukan secara sepihak, karena ada alasan yang berhubungan dengan pihak yang berakad ataupun obyek sewa itu sendiri. Akad ini bisa berhenti, karena ada keinginan dari salah satu pihak untuk mengakhirinya. Atau juga karena obyek sewa yang rusak dan sudah tidak mampu mendatangkan manfaat bagi penyewa.79 Apabila akad ijarah telah berakhir, pihak penyewa wajib mengembalikan barang sewa. Jika berupa barang berbentuk harta bergerak, maka wajib menyerahkan kepada pemiliknya. Jika sewanya
77
Chairuman S K. Lubis, op. cit, hal.148. Ibid. hal. 149 79 Dimyauddin Djuwaini, op. cit. hal. 161 78
47
berupa barang dalam bentuk harta tidak bergerak wajib dikembalikan dalam keadaan kosong.80 Para ulama fiqh menyatakan bahwa akad sewa-menyewa atau Ijarah akan berakhir apabila: a. Obyek hilang atau musnah, seperti rumah terbakar atau baju yang hilang. b. Tenggang waktu yang disepakati dalam akad sewa telah berakhir. Apabila yang disewakan itu adalah rumah, maka rumah itu dikembalikan kepada pemiliknya, dan apabila yang disewakan itu adalah jasa seseorang, maka itu berhak menerima upahnya. Kedua hal ini disepakati oleh seluruh ulama fiqh.81
Menurut Mazhab Hanbali, manakala ijarah telah berakhir, penyewa harus mengangkat tangannya, dan tidak ada kemestian untuk mengembalikan atau menyerahterimakannya, seperti barang titipan, karena ijarah merupakan akad yang tidak menuntut jaminan, sehingga mesti mengembalikan dan menyerahterimakannya. Mazhab Hanbali ini dapat diterima, sebab dengan berakhirnya jangka waktu yang ditentukan dalam perjanjian sewa-menyewa, maka dengan sendirinya perjanjian sewa-menyewa yang telah diikat sebelumnya telah berakhir, dan tidak diperlukan lagi suatu perbuatan hokum untuk memutuskan hubungan sewa-menyewa,
dan
dengan
terlewatinya
jangka
waktu
yang
80
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, diterjemahkan oleh Nor Hasanuddin. op. cit. hal.
81
Ibid, hal. 237
215
48
diperjanjikan, otomatis hak untuk menikmati kemanfaatan atas benda itu kembali kepada pihak pemilik (yang menyewakan).82 Menurut Madzhab Hanafi, akad ijarah dapat berakhir apabila salah satu pihak meninggal dunia, karena manfaat tidak dapat diwariskan. Berbeda dengan jumhur ulama, akad tidak dapat berakhir (batal) karena manfaat dapat diwariskan.83 Akibat hukum dari sewa-menyewa adalah jika sebuah akad sewamenyewa sudah berlangsung, segala rukun dan syaratnya dipenuhi, maka konsekuensinya pihak yang menyewakan memindahkan barang kepada penyewa sesuai dengan harga yang disepakati. Setelah itu masing-masing mereka halal menggunakan barang yang pemiliknya dipindahkan tadi dijalan yang dibenarkan.84
G. Upah Menurut Fatwa DSN-MUI Sistem pengupahan dalam islam juga diatur di dalam fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 09/DSN-MUI/IV/2000 yang menjelaskan tentang
pembiayaan
ijarah,
Dewan
Syari’ah
Nasional
setelah
menimbang: 1.
Bahwa kebutuhan masyarakat untuk memperoleh manfaat sering memerlukan pihak lain melalui akad ijarah, yaitu pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan
82
Chairuman Pasuribu S. K. Lubis, op. cit. hal. 59-60 Muh. Ali Hasan. op. cit. hal. 237 84 Chairuman Pasaribu S. K. Lubis, op. cit, hal. 53-55 83
49
pembayaran sewa (ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. 2.
Bahwa masyarakat sering juga memerlukan jasa pihak lain guna melakukan pekerjaan tertentu dengan pembayaran upah (ujrah/fee) melalui akad ijarah.
3.
Bahwa kebutuhan akad ijarah kini dapat dilayani oleh lembaga keuangan syariah (LKS) melalui akad pembiayaan ijarah.
4.
Bahwa agar akad tersebut sesuai dengan ajaran islam, DSN memandang perlu menentukan fatwa tentang akad ijarah untuk dijadikan pedoman oleh LKS. Mengingat: 1. Firman Allah QS. Al-Zukhruf: 32
Íο4θuŠysø9$# ’Îû öΝåκtJt±ŠÏè¨Β ΝæηuΖ÷t/ $oΨôϑ|¡s% ßøtwΥ 4 y7În/u‘ |MuΗ÷qu‘ tβθßϑÅ¡ø)tƒ óΟèδr& $VÒ÷èt/ ΝåκÝÕ÷èt/ x‹Ï‚−Gu‹Ïj9 ;M≈y_u‘yŠ <Ù÷èt/ s−öθsù öΝåκ|Õ÷èt/ $uΖ÷èsùu‘uρ 4 $u‹÷Ρ‘‰9$# ∩⊂⊄∪ tβθãèyϑøgs† $£ϑÏiΒ ×0ö?yz y7În/u‘ àMuΗ÷qu‘uρ 3 $wƒÌ ÷‚ß™ “Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”
50
2. Firman Allah QS. Al-Baqarah: 233
ΝçFôϑ¯=y™ #sŒÎ) ö/ä3ø‹n=tæ yy$uΖã_ Ÿξsù ö/ä.y‰≈s9÷ρr& (#þθãèÅÊ÷0tIó¡n@ βr& öΝ›?Šu‘r& ÷βÎ)uρ…. ×0?ÅÁt/ tβθè=uΚ÷ès? $oÿÏ3 ©!$# ¨βr& (#þθßϑn=ôã$#uρ ©!$# (#θà)¨?$#uρ 3 Å∃ρá4÷èpRùQ$$Î/ Λäø‹s?#u !$¨Β “…Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.” 3. Firman Allah QS. Al-Qashash: 26
|Nö yfø↔tGó™$# ÇtΒ u0ö?yz 0χÎ) ( çνö Éfø↔tGó™$# ÏMt/r'¯≈tƒ $yϑßγ1y‰÷nÎ) ôMs9$s% ∩⊄∉∪ ßÏΒF{$# ‘“Èθs)ø9$# “Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.” 4. Hadis riwayat ‘Abd Ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id Al-Khudri, Nabi Saw bersabda:
.?ُ َ ْ@ُِْْ*ُ َأ+َْ1 ًْا+ِ@ْ @َ َ َأCَDْ ا ِ َ “Barang siapa upahnya.”
mempekerjakan
pekerja,
beritahukanlah
5. Hadis riwayat Abu Daud dari Sa’d Ibn Abi Waqqash, ia berkata:
ع َو َ َِ َ َِْ ِء ِ ْ ا ر َ ِ ِْرْضَ َِ ََ اَا َ ْ "ُ ْ ِ ي ا#ُآ َ"َ َ ' وَأ َ ِْ*ِ َوَاِ*ِ َو َ َ) َْ َذ+ََ , ا-َ. ,ل ا ُ ُْ َ"َ َر0َ#َ1 ،َ0ْ#ِ .ٍ56ِ1ْ َأو7 ٍ َه9َ ِ َ0ََأنْ "ُ ْ ِی
51
“Kami pernah menyewakan tanah dengan (bayaran) hasil pertanian; maka, Rosulullah melarang kami melakukan hal tersebut dan memerintahkan agar kami menyewakannya dengan emas atau perak.” 6. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari ‘Amr Bin ‘Auf:
ً ََاE = َEََ ً َأوْ َأE َ َمEًGُْ. H ِإ َ ْ+ُِِْْ ا َ ْ+َ ٌِK َ@ L ُ ْ-Mَا .ً ََاE = َE َأوْ َأH ً ََE َ َمEًNَْOH ِ)ْ ِإ0ِNُُوO ََ ن َ ُُِْْوَا “Perdamaian dapat dilakukan diantara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalallkan yang haram, dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat kereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau mengharamkan yang haram. 7. Ijma’ ulama tentang kebolehan melakukan akad sewa-menyewa. 8. Kaidah fiqh:
.َ0ِْْ ِیGَْ=ٌ ََ ﺕ+ِل َد ُ َ َأنْ یH ُ ِإ5َEَ R ِ ْت ا ِ ََ َُِْ ا1 = ُ ْ. َ َا “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
L ِ ِ َMَْ ا7 ِ َْ@ ََ ٌَ مTُ ِ ِ َUََْدرْءُ ا “Menghindarkan mafsadat (kerusakan, bahaya) didahulukan atas mendatangkan kemaslahatan.”
harus
Memperhatikan: Pendapat peserta rapat pleno Dewan Syari’ah Nasional pada hari kamis, tanggal 8 Muharram 1421/13 April 2000 menetapkan fatwa tentang pembiayaan ijarah. Rukun dan syarat ijarah:
52
1. Sighat Ijarah, yaitu ijab dan qobul berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak, baik secara verbal atau dalam bentuk lain. 2. Pihak-pihak yang berakad (berkontrak): terdiri atas pemberi sewa/pemberi jasa, dan peyewa/pengguna jasa. 3. Obyek akad ijarah, yaitu: a.
Manfaat barang dan sewa, atau
b.
Manfaat jasa dan upah
Selanjutnya dalam fatwa tersebut juga mengatur mengenai ketentuan obyek ijarah, diantaranya adalah: 1. Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan atau jasa. 2. Manfaat barang atau jasa harus yang bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak. 3. Manfaat barang atau jasa harus yang bersifat dibolehkan (tidak diharamkan). 4. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah. 5. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan
jahalah
mengakibatkan sengketa.
(ketidaktahuan)
yang
akan
53
6. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik. 7. Sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar au upah nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga (tsaman) dalam jual-beli dapat pula dijadikan sewa atau upah dalam ijarah. 8. Pembiayaan sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan obyek kontrak. 9. Kelenturan (fleksibility) dalam menentukan sewa atau upah dapat diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak. Ketentuan mengenai kewajiban LKS dan nasabah dalam pembiayaan ijarah: 1. Kewajiban LKS sebagai pemberi manfaat barang atau jasa: a. Menyediakan barang yan disewakan atau jasa yang diberikan. b. Menanggung biaya pemeliharaan barang. c. Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan. 2. Kewajiban nasabah sebagai penerima manfaat barang atau jasa:
54
a. Membayar sewa atau upah dan bertanggung jawab untuk
menjaga
keutuhan
barang
serta
menggunakannya sesuai akad (kontrak). b. Menanggung biaya pemeliharaan barang yang sifatnya ringan (tidak materiil). c. Jika barang yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang dibolehkan dalam menjaganya,
ia
tidak
bertanggung
jawab
atas
kerusakan tersebut. Adapun ketentuan lain mengenai pembiayaan ijarah adalah: Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara para pihak, maka penyelesaiannya dilaksanakan melalui badan arbitrasi syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.85
85
Fatwa DSN MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional, Cet. 4, Ciputat: Gaung Persada, 2006, hal. 55-61
55
BAB III PELAKSANAAN AKAD BAWON DI DESA GEMULUNG, KELURAHAN KWANGEN, KECAMATAN GEMOLONG, SRAGEN A. Monografi dan Demografi Kelurahan Kwangen, Kec. Gemolong, Kab. Sragen 1. Keadaan Monografi Kelurahan Kwangen Kelurahan Kwangen merupakan salah satu bagian dari wilayah Kecamatan Gemolong Kabupaten Sragen. Kelurahan Kwangen memiliki luas wilayah ± 276 Ha, dari luas wilayah tersebut Kelurahan Kwangen terdiri dari ±203 Ha tanah sawah, ±64,86 Ha tanah kering. Tanah untuk fasilitas umum ada ±8,14 Ha digunakan untuk lapangan olah raga ±1 Ha, pemakaman umum ±0,75 Ha serta sungai dan jalan ±6,39 Ha. Keadaan tanah berada pada ketinggian 130 m diatas permukaan air laut. Kelurahan Kwangen terdiri dari 3 Lingkungan, 7 Desa, 3 Rukun Warga (RW) dan 20 Rukun Tetangga (RT). Adapun batasbatas wilayahnya adalah sebagai berikut: a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Girimargo Kecamatan Miri. b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Ngembat Padas. c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Gemolong. d. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Jeruk Kecamatan Miri.
56
Letak wilayah Kelurahan Kwangen berada paling dekat dengan Ibukota Kecamatan. Jarak ke Ibukota Kecamatan terdekat adalah 2,5 km dengan lama tempuh 15 menit. Sedangkan jarak ke Ibukota Kabupaten terdekat adalah 32 km dengan lama tempuh 60 menit menggunakan kendaraan sepeda motor.86
2. Keadaan Demografi Kelurahan Kwangen Demografi Kelurahan Kwangen Kec. Gemolong Kab. Sragen pada bulan Januari 2010 adalah sebagai berikut: Jumlah penduduk
Kelurahan
Kwangen
berdasarkan
daftar
Mapping
Kelurahan Kwangen 2010 adalah sebanyak 3.853 orang. Terdiri dari 1.898 orang laki-laki dan 1.955 orang perempuan dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 1.071 KK. Jumlah keluarga miskin ada 294 KK, jumlah balita ada 263 anak serta 3 anak mengalami gisi buruk.87 Seluruh penduduk Kelurahan Kwangen beragama dan tidak seorangpun yang tidak menganut kepercayaan. Sebagian besar penduduknya itu beragama Islam. Adapun jumlah penganut agama Islam adalah 3.813 orang, penganut agama Kristen 37 orang, penganut agama Katholik 1 orang, penganut agama Hindu 4 orang.
86
Laporan Monografi Keadaan Tahun 2010, data dari Kantor Kelurahan Kwangen Kecamatan Gemolong Kabupaten Sragen 87 Mapping Kelurahan Kwangen Kecamatan Gemolong Kabupaten Sragen Tahun 2010
57
Selanjutnya berdasarkan data jumlah penduduk menurut kelompok usia, yaitu sebagai berikut: Usia 0 s/d 1 tahun
:
62
jiwa
Usia 1 s/d 5 tahun
:
201
jiwa
Usia 5 s/d 6 tahun
:
87
jiwa
Usia 7 s/d 15 tahun
:
731
jiwa
Usia 16 s/d 21 tahun :
391
jiwa
Usia 22 s/d 59 tahun :
1642
jiwa
Usia diatas 60 tahun :
452
Penduduk
di
Kelurahan
jiwa.88 Kwangen
mengutamakan
pendidikan. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya jumlah penduduk usia sekolah yang berhasil menamatkan pendidikannya setaraf dengan SMU dan kemudian melanjutkan ke Perguruan Tinggi (D3, S1). Berikut ini penulis paparkan klasifikasi
penduduk menurut
pendidikan mereka:89
88
Buta huruf
:
-
jiwa
Belum sekolah
:
437
jiwa
Tidak tamat SD
:
37
jiwa
Tamat SD
:
1053
jiwa
Tamat SLTP
:
966
jiwa
Tamat SLTA
:
950
jiwa
Ibid Laporan Demografi tahun 2010 di Kelurahan Kwangen Kecamatan Gemolong Kabupaten Sragen. 89
58
Tamat akademik/PT :
143
jiwa
Sarjana
169
jiwa
:
Mata pencaharian yang dimiliki masyarakat di Kelurahan Kwangen kebanyakan adalah karyawan swasta namun disisi lain ada yang bertani baik itu buruh tani maupun bertani milik sendiri. Sebagian besar sawah para petani di Kelurahan Kwangen merupakan sawah irigasi dengan tiga kali musim tanam yakni dua kali musim tanam padi dan sekali musim tanam palawija. Jenis sawah lain adalah sawah tadah hujan sehingga para petani hanya bisa bertanam dimusim hujan. Dalam satu tahun sawah tadah hujan ini hanya bisa ditanami sebanyak dua kali yaitu padi dimusim tanam pertama dan palawija dimusim tanam kedua. Untuk menggambarkan keadaan sosial ekonomi masyarakat Kelurahan Kwangen tersebut dengan lebih jelas, tabel berikut ini akan mendeskripsikan tentang mata pencaharian mereka sebagai berikut : Jenis mata pencaharian penduduk pada tahun 2010: No.
Mata Pencaharian
Jumlah
1
Buruh tani
592 jiwa
2
Petani
310 jiwa
3
Pedagang
60 jiwa
4
PNS
109 jiwa
5
TNI/POLRI
27 jiwa
59
6
Penjahit
8 jiwa
7
Montir
5 jiwa
8
Sopir
51 jiwa
9
Karyawan swasta
10
Tukang kayu
5 jiwa
11
Tukang batu
20 jiwa
12
Guru swasta
27 jiwa
13
Pemulung/rosok
41 jiwa
14
Belum kerja
391 jiwa
2207 jiwa
Jumlah
3853 jiwa
Sumber data: Laporan Demografi tahun 2010 di Kelurahan Kwangen Dalam bidang pertanian, penulis paparkan luas lahan para petani di Kelurahn Kwangen yaitu sebagai berikut: Tanaman yang ditanami mereka adalah: Tanaman padi
:
202 ha
Tanaman jagung
:
5 ha
Tanaman kacang tanah
:
10 ha
Kedelai
:
2 ha
Sarana dan prasarana pertanian yang dapat dimanfaatkan petani sebagai berikut: Sumur pantek
:
450 buah
Waduk/Bendungan
:
- buah
Embung/Dam
:
1 buah
60
Sungai
:
1 buah
Mesin bajak/Traktor
:
15 buah
Pompa air/Disel
:
357 buah
Kelembagaan petani yang ada di kelurahan Kwangen. No.
Kelompok tani
Jumlah anggota
lokasi
1
Tani mantep
31 orang
Nglangak
2
Makmur abadi
26 orang
Kwangen
3
Sumber tani
25 orang
Sampir
4
Ngundi rejeki
51 orang
Gemulung
5
Jasa tani
45 orang
Candirejo
Sumber data: Laporan Demografi tahun 2010 di Kelurahan Kwangen
Berikut penulis paparkan data produk hasil pertanian di Kelurahan Kwangen. Mayoritas hasil pertanian dari padi di Kabupaten Sragen memiliki kualitas baik karena struktur tanahnya rata dan pengairan lancar. Produk hasil pertanian Kelurahan Kwangen No.
Komoditas
Luas tanam (ha)
Produksi (ton/ha)
1
Padi
196
7,5
2
Jagung Hibrida
5
6,2
3
Kacang Tanah
5
5
4
Melon dan Cabai
3
5
Sumber data: Laporan Demografi tahun 2010 di Kelurahan Kwangen
61
Selain bertani, masyarakat di Kelurahan Kwangen juga memiliki Jenis usaha/home industri. Berikut penulis paparkan data jenis usaha dari Kelurahan Kwangen. Produk tempe/tahu
:
11
orang
Produk roti/kue
:
2
orang
Home industri penjahit :
6
orang
Home industri mebel
:
3
orang
Bakso/mie
:
4
orang
Warung/toko kelontong :
28
orang
Pemulung
:
48
orang
Pengusaha rosok
:
3
orang
Bengkel
:
3
orang
Berikut penulis tunjukkan struktur organisasi pemerintahan Kelurahan Kwangen Kecamatan Gemolong Kabupaten Sragen yang sampai sekarang masih memiliki kewajiban di Kantor Kelurahan. Dari Mapping Kelurahan yang diberikan kepada penulis merupakan data tahun 2010. Tidak mencantumkan data terbaru dan memang belum diganti sehingga penulis mencari data lansung dari Staf Kantor Kelurahan.
62
Struktur Organisasi Pemerintahan Kelurahan Kwangen90
Kepala Kelurahan Supri Haryanto, SE
Sekretaris kel. H. Suratno
Kasi Pem. Ismiyati
Kasi Trantib H. Sudarno
Kaling I Hasan Rifangi
Kasi Kesra H. Wakidi
Kaling II Sularto
Kasi Yanum Parmin, S.Sos,MM
Kaling III Suparno
B. Pelaksanaan Sistem Bawon di Desa Gemulung, Kel. Kwangen, Kec. Gemolong, Kab. Sragen Setiap perilaku manusia tidak pernah lepas dari bantuan orang lain, demikian juga praktek pengupahan buruh tani di desa Gemulung Kelurahan Kwangen Kec. Gemolong Kab. Sragen ini. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka bekerja membanting tulang dengan bekerja sebagai buruh tani meski mendapatkan upah berupa padi yang baru diketahui upahnya setelah pekerjaannya selesai untuk memanen. 90
Diambil dari papan Struktur Organisasi di Kantor Kelurahan Kwangen Kecamatan Gemolong Kab. Sragen
63
1.
Pihak yang bersangkutan Dalam pelaksanaan upah buruh tani ini ada dua pihak yang terlibat, yaitu: a. Pemilik sawah Pemilik sawah adalah orang yang memiliki hak penuh atas tanah sawahnya untuk ditanami padi, kacang, jagung ataupun tanaman palawija lainnya. Pada saat tanah sawah siap untuk ditanami ataupun siap untuk memanen itu pemilik sawah biasanya meminta
bantuan
kepada
buruh
tani
untuk
membantu
menyelesaikan pekerjaannya di sawah. Karena pemilik sawah tidak mungkin bisa menyelesaikan sendiri baik pada saat menanam ataupun memanen. b. Buruh tani Buruh tani adalah orang yang melakukan pekerjaan untuk menyesaikan pekerjaan pemilik sawah, dalam hal ini memanen padi. Pada saat padi siap untuk dipanen, pemilik sawah mulai mencari buruh tani untuk membantunya memanen. Biasanya untuk memanen padi itu membutuhkan waktu 3-4 hari tergantung luas lahan sawahnya dan jumlah buruh tani yang bekerja. Semakin banyak buruh tani yang bekerja semakin cepat pula memanen padinya.
64
2.
Mekanisme Menjadi buruh tani merupakan pilihan masyarakat desa Gemulung Kelurahan Kwangen setelah tidak terserap pada wilayah formal. Wilayah informal memang selalu menjadi pilihan kedua bagi orang yang tidak terserap dalam wilayah formal. Buruh tani dijadikan pilihan masyarakat desa Gemulung Kel. Kwangen setelah dirasa tidak ada pekerjaan lain. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Darno selaku buruh tani.91 Selain itu menjadi buruh tani juga merupakan pekerjaan yang dapat menghasilkan uang yang lumayan. Hal ini diungkapkan oleh Bapak Tukirin, Bapak Mandrim, Bapak Paino dan Mas Pingat.92 Bagi masyarakat Kwangen, akad Bawon sudah menjadi keharusan yang ada setiap kali masa panen padi. Menurut kepala lingkungan Bapak Sularto, “Dengan akad Bawon ini, pekerja dan pemilik sawah sama-sama mendapat kebaikan/keuntungan. Bagi pekerja, ia menikmati beras/padi meski tidak memiliki lahan sawah untuk menanam padi, sehingga dapat memenuhi sebagian kebutuhan keluarga. Sedangkan bagi pemilik sawah, ia merasa terbantu untuk merampungkan panen padi yang dimiliki. Sejauh ini tidak ada masyarakat yang mengadu ke perangkat desa terkait persoalan akad
91
Wawancara dengan Bapak Darno pada tanggal 10 April 2012 Wawancara dengan Bapak Tikirin pada tanggal 11 April 2012, Bapak Mandrim, Bapak Paino tanggal 10 April 2012 dan Mas Pingat tanggal 12 April 2012 92
65
Bawon. Itu artinya kedua belah pihak tidak ada yang merasa dirugikan.” 93 Perjanjian kerja dengan buruh tani ini dilakukan tidak secara tertulis. Karena memang dasarnya tidak ada perjanjian yang rumit, hanya sebuah kesepakatan untuk bekerja ketika waktu panen telah tiba. Dalam kesepakatan tersebut pun tidak dibahas secara mendetail tentang hak dan kewajiban kedua belah pihak. Menurut penuturan Bapak Gimin sebagai pemilik sawah, yang penting hak dan kewajiban masing-masing pihak bisa terpenuhi. Hak pemilik sawah adalah memperoleh pelayanan jasa dari buruh untuk memanen padi di sawahnya. Adapun kewajibannya adalah memberikan upah kepada para buruh dan memberi sarapan dan makan siang selama bekerja. Hak buruh tani tentu mendapatkan upah dari pemilik sawah dan kewajibannya yaitu bekerja untuk pemilik sawah memanenkan padi di sawah sampai selesai hingga bisa diketahui hasil keseluruhan panen dan selanjutnya dibagi seperdelapan. Seperdelapan dari keseluruhan hasil panen itulah upah untuk para buruh. Berikut akan penulis jabarkan proses memanen padi, yaitu sebagai berikut:
93
2012
Wawancara dengan Kepala Lingkungan II Bapak Sularto pada tanggal 28 Juni
66
1. Ngerit Ngerit adalah istilah orang jawa dalam proses memanen padi yang maksudnya adalah memotong tanaman padi mendekati akar. Yang nantinya tanaman padi menjadi mudah untuk diambil padinya. 2. Tanaman padi yang telah dipotong dikumpulkan Padi yang telah di rit, kemudian dikumpulkan menjadi dua tumpukan tanaman padi di kanan dan di kiri alat yang dipakai untuk ngerek padi. Tujuannya agar tanaman padi tadi bisa segera di-‘erek. 3. Ngerek Untuk merontokkan padi dari batang dan daunnya, maka dilakukan perontokkan dengan menggunakan alat perontok, nama alatnya itu adalah Dos. Tanaman padi yang telah terkumpul dibagian kanan dan kiri Dos kemudian salah satu buruh menjalankan dos, dari kanan dan kiri Dos ada buruh tani yang menyalurkan tumpukan kecil dari tanaman padi tadi untuk di’erek agar padi terpisah dari batang dan daunnya. 4. Pengayaan Padi yang telah di’erek akan rontok terpisah dari batang dan daunnya. Namun masih harus dilakukan tahap pengayaan. Karena padi tadi masih terdapat potongan daun-daun yang ikut
67
tercampur ditumpukan padi yang telah di’erek. Agar hasil padi lebih bersih maka dilakukan tahap pengayaaan. 5. Padi dimasukkan dalam karung Padi yang telah diayak, tahap selanjutnya adalah memasukkkan padi tersebut kedalam karung. 6. Pengangkutan Karung-karung yang telah berisi padi kemudian dibawa ke pinggir jalan raya. Buruh tani biasa membawa karung-karung padi dengan cara dipikul dan ada yang digendong. Setelah sampai di pinggiran jalan raya, karung-karung padi tadi diangkut menggunakan mobil bak untuk diantarkan ke rumah pemilik sawah. 7. Penimbangan Karung-karung padi yang sudah diangkut sampai di rumah pemilik sawah, tahap selanjutnya yaitu penimbangan. Agar bisa segera diketahui jumlah keseluruhan hasil panen padi tersebut. 8. Pembagian upah Pembagian
upah
buruh
tani
dilakukan
setelah
tahap
penimbangan selesai. Dari hasil penimbangan tadi mulai dihitung nominal upah buruh taninya berapa. Total hasil panen dibagi delapan, seperdelapan dari hasil panen kemudian dibagi lagi jumlah burunya ada berapa. Barulah diketahui berapa perolehan upah buruh tani.
68
Dalam perjanjian itu disepakati juga untuk pemberian upah berupa padi dengan pembagian seperdelapan yang biasanya di masyarakat desa menyebutnya dengan Bawonan. Menurut kepala Kelurahan Bapak Supri Hariyanto, SE, beliau mengatakan bahwa sistem Bawon ini sudah menjadi kebiasaan para petani desa sehingga masyarakat tinggal mengikuti saja kebiasaan pengupahan itu sampai sekarang. Asal tidak merugikan kedua belah pihak, sistem pengupahan seperti ini boleh-boleh saja menurut beliau.94 Jika dibandingkan dengan pengupahan berupa uang memang tidak terlalu jauh. Tetapi pemberian upah dengan menggunakan padi ini baru diketahui jumlahnya setelah selesai memanen. Jadi diawal akad hanya disepakati pembagiannya saja yaitu seperdelapannya adalah upahnya buruh tani. Menurut pendapat dari tokoh Agama setempat, Bapak Syarukan mengatakan bahwa akad bawon adalah akad yang sudah menjadi tradisi. Masyarakat sudah melaksanakan akad ini turuntemurun. Masyarakat awam hanya melihat adanya kemanfaatan bagi dirinya selaku pekerja dan bagi pemilik sawah. Bisa saya katakan, bahwa para pekerja tidak peduli akad ini sah atau tidak menurut hukum islam. Yang penting bagi mereka para pekerja ini sudah ada saling memahami dan rela (istilahnya ‘antaraadhin) diantara pekerja dan pemilik sawah. Pertimbangan yang lain yaitu tidak ada yang 94
Hasil wawancara dengan Bapak Supri Hariyanto selaku Kepala Kelurahan Kwangen pada Tanggal 15 Mei 2012
69
merasa dirugikan dalam pelaksanaan akad bawon ini. Jadi menurut saya, akad Bawon ini boleh-boleh saja dilakukan.95 Jenis padi yang diberikan sebagai upah tidak pasti, tergantung perolehan sawah. Terkadang memperoleh padi berkualitas dan bagus, terkadang memperoleh padi yang sebaliknya. Harga jual padipun berbeda pada setiap musim. Terkadang harga jual padi tinggi, terkadang harga jual padi rendah. Jenis dan harga tersebut mempengaruhi pendapatan upah buruh. Semakin mahal jenis padi yang dipanen, maka semakin banyak juga upah yang didapat. Dengan kata lain upah yang diterima oleh buruh tidak pasti atau tidak jelas besarannya. Menurut Bapak Trisno bahwa upah akan diberikan setelah selesai memanen semua hasil padinya. Jika tanaman padi yang di sawah sebelum dipanen itu dalam keadaan ambruk, buruh tani biasanya meminta upah berupa uang. Alasannya karena kerjanya lebih sulit dan membahayakan jika ada ular atau tikus sawah. Menurut beliau mendapatkan upah berupa padi dirasa ada enaknya dan ada tidak enaknya. Enaknya jika sawah mendapatkan hasil banyak maka upah yang diterima juga banyak. Tidak enaknya jika sawah tidak memperoleh hasil maka perolehnya upah sedikit padahal sudah bekerja dengan susah payah.96 Sedangkan menurut penuturan
95
Wawancara dengan tokoh Agama setempat, Bapak Syarukan pada tanggal 28
96
Wawancara dengan Bapak Trisno pada tanggal 11 April 2012
Juni 2012
70
Ibu Painem mendapatkan upah berupa padi dirasa sama saja, karena upahnya sama paling beda sedikit dengan upah berupa uang.97 Upah berupa padi sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan oleh para petani di Kelurahan Kwangen. Menurut Bapak Sagiman, sebenarnya lebih enak menggunakan uang karena dapat diberikan dengan pasti, tapi karena sudah menjadi kebiasaan di Kelurahan Kwangen maka kami harus mengikutinya.98 Menurut Mas Pingat, Bapak Paino, Ibu Painah, Mbah Mandrim, Mbah Tukirin sebagai para buruh lebih senang sistem upah dengan menggunakan padi. Hal ini dikarenakan upah akan semakin banyak jika padi yang dihasilkan juga banyak. Kalaupun sawah tidak mendapatkan hasil banyak dan mendapatkan upah yang sedikit itu sudah menjadi resiko pekerjaan dan harus diterima. Jadi pekerjaan sebagai buruh ini sistem kerjanya adalah pemilik sawah memberi perintah kepada buruh tani untuk membantunya memanen hasil pertaniannya kemudian diberikan upah dengan padi.99 Berikut ini adalah contoh pelaksanaaan pengupahan buruh tani dengan akad Bawon yang terjadi di Kelurahan Kwangen Kecamatan Gemolong Kab. Sragen.
97
Wawancara dengan Ibu Painem tanggal 11 April 2012 Wawancara dengan Bapak Sagiman tanggal 11 April 20012 99 Wawancara dengan Mas Pingat tanggal 12 April 2012, Bapak Paino, Mbah Mandrim tanggal 10 April 2012, Ibu Painah dan Mbah Tukirin tanggal 11 April 2012 98
71
1.
Bapak Slamet Pada saat padi Bapak Slamet siap untuk dipanen, jauh-jauh hari beliau telah mencari buruh tani di Kelurahan Kwangen untuk membantunya memanen hasil padinya. Beliau mendapat enam orang buruh tani yang menyanggupi untuk memanen padi di sawah beliau. Pada saat itu proses memanen padi memerlukan waktu sampai dua hari dengan hasil keseluruhan padinya adalah 15Kwintal atau 1500 Kg. Upah buruh tani diberikan dari hitungan seperdelapannya 1500 Kg adalah 187,5 Kg. Dari angka 187,5 Kg dihitung upah per-orangnya jadi dibagi banyaknya jumlah buruhnya ada berapa sehingga diperoleh upah satu orang buruhnya adalah 31,25 Kg.100
2.
Bapak Jamin Bapak Jamin memiliki buruh tani 4 orang, beliau menghendaki buruh tani memanenkan padinya sampai selesai dan disepakati oleh para buruh dengan pemberian upah seperdelapan dari hasil panen. Setelah selesai dipanen, keseluruhan hasil padi ditimbang dan diketahui jumlahnya ada tujuh Kwintal atau 700 Kg. Dari situ dihitung bagian untuk buruhnya yaitu 700 Kg dibagi delapan diperoleh 87,5 Kg. Upah per orangnya berarti 87,5 Kg dibagi empat diperoleh 21,9 Kg.101
100 101
Wawancara dengan Bapak Slamet pada tanggal 11 April 2012 Wawancara dengan Bapak Jamin pada tanggal 10 April 2012
72
3.
Bapak Jumadi Bapak Jumadi termasuk orang yang kaya di Kelurahan Kwangen beliau memiliki lahan sawah yang cukup luas, hasil padinya selalu banyak dan bagus. Saat musim panen tiba, beliau mempersiapkan segala keperluan untuk para buruh taninya. Buruh tani merasa senang bekerja dengan bapak Jumadi karena beliau yang dermawan. Jadi ketika hasil keseluruhan panen telah dibagi seperdelapan, kemudian ditambah dua karung padi. Kemaren waktu saya wawancara dengan beliau, waktu masa panen terakhir beliau memperoleh hasil 1,2 ton. Buruh taninya ada delapan orang. Dari hasil pembagian seperdelapannya diperoleh 150 Kg. Kemudian beliau menambahkan dua karung padi yang beratnya 60 Kg. Sehingga jumlah upah bertambah menjadi 210 Kg. Dari itu dibagi delapan orang buruh diketahui upah satu orang buruhnya yaitu 26,25 Kg.102
4.
Bapak Trisno Bapak Trisno memiliki lahan sawah yang tidak terlalu luas, meskipun demikian beliau membutuhkan bantuan buruh tani untuk memanenkan padinya. Pada musim panen terakhir kemarin ternyata tanaman padi beliau itu banyak yang ambruk karena terkena angin dan terguyur hujan. Dari buruh tani menghendaki untuk diberi upah berupa uang saja karena hasil
102
Wawancara dengan Bapak Jumadi pada tanggal 10 April 2012
73
memanen padi yang ambruk itu lebih sulit dan melelahkan. Memotong tanaman padi yang ambruk harus ekstra hati-hati kalau ada ular atau hewan lainnya yang tiba-tiba keluar dari balik tanaman padi tersebut. Untuk pemberian upah berupa uang disepakati upah pada umunya berapa di Kelurahan Kwangen, Kisarannya mulai dari Rp 35.000 sampai Rp 40.000 perharinya.103
103
Wawancara dengan Bapak Trisno pada tanggal 11 April 2012
74
BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK AKAD BAWON DI DESA GEMULUNG KELURAHAN KWANGEN KEC. GEMOLONG KAB. SRAGEN Upah selalu menjadi masalah tersendiri bagi para buruh. Baik pada wilayah formal maupun informal. Buruh pada wilayah formal mungkin lebih beruntung daripada buruh pada informal. Mereka tidak mendapat perlindungan dari siapapun, karena tidak ada regulasi untuk buruh pada wilayah informal. Pekerjaan buruh tani adalah pekerjaan yang terdapat pada sektor informal dimana tidak ada Undang-Undang yang mengaturnya. Peraturan yang digunakan dalam pekerjaan ini adalah adat kebiasaan. Namun tidak semua adat kebiasaan membawa suatu kebaikan dalam masyarakat. Keadilan yang seharusnya menjadi dasar utama dalam hubungan timbal balik terkadang diabaikan. Dalam Hadis riwayat Abu Daud dari Sa’ad Ibn Abi Waqqash, ia berkata:
ع َو َ َِ َ َِْ ِء ِ ْ ا ر َ ِ ِْض َِ ََ اَا َ ْر َ ْ "ُ ْ ِ ي ا#ُآ َ0َ' وَأ َ َ"َ َأنْ "ُ ْ ِی َ ِْ*ِ َوَاِ*ِ َو َ َ) َْ َذ+ََ , ا-َ. ,ل ا ُ ُْ َ"َ َر0َ#َ1 ،َ0ْ#ِ .ٍ56ِ1ْ َأو7 ٍ َه9َ ِ “Kami pernah menyewakan tanah dengan (bayaran) hasil pertanian; maka, Rosulullsh melarang kami melakukan hal tersebut dan memerintahkan agar kami menyewakannya dengan emas atau perak.”104 104
Sayyid Sabiq. loc. cit.
75
Melihat hadits diatas kemudian Bagaimana hukum islam melihat pekerjaan buruh tani ini, sudah sesuaikah dengan hukum islam? maka penulis akan menganalisisnya dari segi syarat dan rukunnya agar diketahui kejelasan hukumnya. Sistem pengupahan yang dilakukan adalah hal yang sudah menjadi kebiasaan di beberapa daerah di Sragen. Ketika peneliti mewawancarai sebagian dari para buruh tani, mereka mengatakan lebih menyukai sistem pengupahan yang seperti ini walaupun harus menanggung resiko. Pengupahan yang seperti ini tidak tetap, terkadang memperoleh hasil yang banyak. Apalagi ketika musim panen tiba upah yang didapatkan pun banyak karena padi yang diperoleh pun banyak. Meskipun nampaknya pengupahan ini seperti pengupahan yang spekulatif karena upah didasarkan pada hal yang masih belum jelas perolehannya, Namun demikian yang terpenting adalah antara buruh tani dan pemilik sawah telah saling ikhlas dan ridlo dalam memberikan dan menerima upah. Menurut penulis sistem pengupahan ini bukanlah sistem ujrah murni. Tetapi pengupahan ini biasa disebut dengan sistem Bawon, yaitu pembagian upah menuai padi berdasarkan banyak sedikitnya padi yang dipotong. Yang berarti berpengaruh pada banyak dan sedikitnya tenaga yang dikeluarkan. Semakin banyak padi yang dipotong maka semakin banyak tenaga yang dikeluarkan dan semakin banyak pula upah yang didapat oleh buruh. Sistem bawon ini adalah sebagai bentuk kearifan lokal yang berlandaskan keadilan.
76
Sistem ini diterapkan oleh masyarakat jawa pedesaan yang masih memegang prinsip-prinsip kebersamaan. Bawon merupakan salah satu prinsip kebersamaan dalam menikmati rezeki, kendati seberapa kecil rezeki itu akan dibagi. Selain itu prinsip dasarnya menghendaki agar semua orang memiliki penghidupan yang sama. Sistem Bawon memberikan upah kepada buruh tani dengan perbandingan 1:8. satu bagian untuk buruh dan delapan bagian untuk petani pemilik. Upah ini didapatkan dari perhitungan seberapa besar padi yang dipotong. Dalam memanen, upah yang diberikan kepada buruh tani sesuai dengan berapa banyak hasil yang didapat dari sawah. Sebelum memanen padi, terjadi kesepakatan antara pemilik sawah dengan buruh tani dalam pemberian upah berupa padi. Karena kebanyakan upah diberikan dalam bentuk uang. Upah dengan menggunakan padi ini belum jelas. Artinya belum jelas karena disini berapa besar nominal yang didapat belum bisa diketahui. Secara umum dalam ketentuan Al-Qur’an ada kaitannya dalam penentuan upah yang dapat dijumpai dalam firman Allah:
Çtã 4‘sS÷Ζtƒuρ 4†n1ö à)ø9$# “ÏŒ Ç›!$tGƒÎ)uρ Ç≈|¡ômM}$#uρ ÉΑô‰yèø9$$Î/ ã ãΒù'tƒ ©!$# ¨βÎ) ∩⊃∪ šχρã ©.x‹s? öΝà6¯=yès9 öΝä3ÝàÏètƒ 4 Äøöt7ø9$#uρ Ì x6Ψßϑø9$#uρ Ï!$t±ósxø9$# “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”(QS. An-Nahl: 90)105
105
Departemen Agama RI, loc. Cit.
77
Harga setiap jenis padi berbeda, harga tiap musim berbeda, Tentu saja hal ini sangat berpengaruh pada hasil yang didapatkan buruh. Buruh tidak mengetahui berapa upah yang akan didapat. Jika harga jual beras tinggi maka upah yang diperoleh banyak, jika harga beras rendah maka upah yang diperoleh sedikit. Di dalam ajaran Islam, syarat sahnya suatu perjanjian harus dipenuhi oleh para pihak yang berakad yaitu pertama, tidak menyalahi hukum islam yang disepakat, maksudnya bahwa perjanjian yang diadakan oleh para pihak bukan perbuatan yang melawan hukum islam, sebab perjanjian yang bertentangan dengan ketentuan hukum syariah adalah tidak sah. Kedua, harus sama ridho dan ada pilihan, maksudnya perjanjian yang diadakan oleh para pihak haruslah didasarkan kepada kesepakatan kedua belah pihak, yaitu masing-masing pihak ridho atau rela akan isi perjanjian tersebut atau dengan perkataan lain harus merupakan kehendak bebas masing-masing pihak. Persetujuan kedua belah pihak, mereka menyatakan kerelaannya untuk melakukan akad. Apabila salah seorang diantaranya merasa terpaksa melakukan akad itu, maka akadnya tidak sah.106 Dasarnya adalah Firman Allah dalam QS. An-Nisa’: 29.
βr& HωÎ) È≅ÏÜ≈t6ø9$$Î/ Μà6oΨ÷t/ Νä3s9≡uθøΒr& (#þθè=à2ù's? Ÿω (#θãΨtΒ#u šÏ%©!$# $y㕃r'¯≈tƒ öΝä3Î/ tβ%x. ©!$# ¨βÎ) 4 öΝä3|¡àΡr& (#þθè=çFø)s? Ÿωuρ 4 öΝä3ΖÏiΒ <Ú#t s? tã ¸οt ≈pgÏB šχθä3s? ∩⊄∪ $VϑŠÏmu‘ 106
Nasrun Haroen, op. cit. Hal. 232
78
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”(Qs. An-Nisa’: 29)107 Ketiga, harus jelas dan gamblang, maksudnya apa yang diperjanjikan oleh para pihak harus terang atau jelas tentang apa yang menjadi isi perjanjian sehingga tidak mengakibatkan terjadinya kesalahpahaman diantara para pihak tentang apa yang telah mereka perjanjikan dikemudian hari.108 Dengan demikian maka perjanjian kerja yang dilakukan oleh pihak pemilik sawah dengan buruh tani sudah memenuhi syarat sahnya perjanjian menurut hukum Islam dan memenuhi pula syarat sahnya perjanjian menurut pasal 1320 KUH Perdata yaitu: 1. ”Sepakat mereka yang mengikatkan diri. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian. 3. Suatu hal tertentu. 4. Suatu sebab yang halal.”109 Dalam melakukan kegiatan mu’amalah, banyak hal yang harus diperhatikan berkaitan sah dan tidaknya akad mu’amalah yang dilakukan. Akad yang sah dapat dilihat dari terpenuhinya rukun dan syarat-syarat akad tersebut. Dalam tahapan transaksi ini dapat dilihat pemenuhan rukun dan syarat pengupahan sesuai hukum Islam, oleh karena itu melalui tahapan ini
107
Departemen Agama RI, op. cit. hal. 84 Chairudin Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, op. cit, hal. 3 109 Soebekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Ed. Revisi, Jakarta: Pradnya Paramita, 1995, hal. 339 108
79
penulis akan menganalisis beberapa hal termasuk dalam pemenuhan rukun dan syarat pengupahan. 1. Orang yang melakukan Akad (Aqidain) Adapun syarat dan rukun yang terdapat dalam pengupahan adalah adanya mu`ajir dan musta`jir. Mu`ajir yaitu orang yang memberikan upah dan musta’jir orang yang menerima upah. Dalam pekerjaan ini pemilik sawah adalah sebagai mu`ajir. Dimana dia menyewa atau menggunakan jasa buruh untuk melakukan pekerjaan memanen padi. Musta`jir adalah orang yang menerima upah untuk melakukan sesuatu. Dalam hal ini yang disebut musta`jir adalah para buruh tani. Dimana mereka mendapat upah atas pekerjaan yang telah dilakukannya, yakni memanen padi. Untuk mu`ajir dan musta`jir disyaratkan harus baligh, berakal, cakap melakukan tasharruf (mengendalikan harta) dan saling meridhoi.110 Orang yang melakukan akad ijarah disyaratkan telah baligh dan berakal sehat. Bagi anak yang telah mumayyiz diperbolehkan melakukan akad dengan izin dari walinya.111 Syarat lain bagi orang yang melakukan akad adalah adanya kerelaan dari masing-masing pihak, jika terdapat unsur paksaan maka akad sewa menyewa tersebut tidak sah.112 Dalam praktek pengupahan buruh tani di Desa Gemulung, Kel. Kwangen Kec. Gemolong Kab. Sragen, rukun dan 110
Hendi Suhendi, op. cit. 117
111
M. Ali Hasan, op. cit, hal. 231 Chairuman Pasaribu, Suhrawardi K. Lubis, op. cit, hal. 53
112
80
syarat di atas telah terpenuhi. Masing-masing pihak yang melakukan akad adalah orang-orang yang telah baligh dan berakal sehat. Mereka juga mengadakan akad berdasarkan inisiatif mereka sendiri dengan kerelaan dan tanpa paksaan dari pihak lain. 2. Penetapan upah/harga Upah ditetapkan sesuai kebiasaan yang berlaku di desa yaitu sistem Bawon. Upah/harga sewa dalam sewa menyewa disyaratkan harus jelas, tertentu dan bernilai harta. Jelas dan tertentu dalam hal ini adalah jelas nilai dari harga sewa tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari
perselisihan
dikemudian
hari.
Dalam
praktek
pengupahan buruh tani dengan hasil panen di Desa Gemulung, Kel. Kwangen Kec. Gemolong Kab. Sragen kelihatannya diawal akad seperti ada ketidakjelasan dalam pemberian upah. Karena diawal hanya menyebutkan pemberian upahnya dari seperdelapan hasil panen. Dari situ akan diketahui berapa nominal upahnya buruh setelah selesai memanen. Namun jika dilihat dan ditelusuri dari hasil wawancara penulis dengan buruh tani dan pemilik sawah, bahwa porsi pembagian upah satu banding delapan itu sudah dirasa adil, dari buruh tani menyadari bahwa pemilik sawah sudah mengeluarkan biaya yang cukup banyak untuk menanam hingga memanen. Sekiranya porsi satu banding delapan itu sudah adil menurut kedua belah pihak. 3. Sighat (ijab dan qabul)
81
Setiap transaksi yang dilakukan harus disertai ijab dan qobul karena keduanya merupakan unsur yang harus ada dalam sebuah akad. Pada prinsipnya makna akad adalah kesepakatan dua kehendak. Seperti halnya yang terjadi pada jasa memanen padi antara pemilik sawah dengan buruh tani. Ijab dan qabul dilaksanakan oleh kedua belah pihak dengan ucapan yang nama pihak pertama yaitu pemilik sawah meminta kepada pihak kedua untuk memanenkan padi di sawahnya sampai selesai dengan upah berupa padi. Dalam praktek pengupahan buruh tani dengan Akad Bawon di Desa Gemulung, Kel. Kwangen Kec. Gemolong Kab. Sragen, ijab dan qabul dinyatakan oleh kedua belah pihak dengan kata-kata yang jelas menunjukkan kesepakatan atau persetujuan diantara mereka. Dengan demikian hemat penulis dalam pemenuhan rukun dan syarat dari ijab dan qabul dalam pelaksanaan pengupahan buruh tani dengan Akad Bawon di Desa Gemulung, Kel. Kwangen Kec. Gemolong Kab. Sragen tidak bertentangan dengan hukum Islam. 4. Obyek ijarah Rukun ijarah yang berikutnya adalah adanya obyek ijarah. Adapun syarat obyek ijarah adalah pekerjaan tersebut harus jelas batas waktunya, pekerjaan tidak berupa kewajiban pihak musta’jir sebelum berlangsung akad ijarah, seperti membayar hutang, mengembalikan pinjaman, menyusui anak, dll, ataupun bukan
82
merupakan perbuatan ibadah. Adapun jasa buruh tani tidak termasuk pekerjaan yang telah disebutkan. Dalam transaksi ijarah tersebut ada yang harus menyebutkan pekerjaan
yang
dikontrakkan
saja,
semisal
menjahit,
atau
mengemudikan mobil sampai ke tempat ini, tanpa harus menyebutkan waktunya. Ada juga yang harus menyebutkan waktu yang dikontrak saja, tanpa harus menyebutkan takaran kerjanya, semisal: "Aku mengontrakkan kamu selama satu bulan, untuk menggali sumur atau pipa" tanpa harus mengetahui takaran kerjanya, maka, orang tersebut harus menggalinya selama satu bulan, baik galian tadi akhirnya dalam atau dangkal. Ada juga yang harus disebutkan waktu dan pekerjaannya, misalnya membangun rumah, membuat saringan atau mengebor minyak dan sebagainya. Oleh karena itu, tiap pekerjaan yang tidak bisa diketahui selain dengan menyebutkan waktunya, maka waktunya harus disebutkan. Karena transaksi ijarah itu harus berupa transaksi yang jelas, sebab tanpa menyebutkan waktu pada beberapa pekerjaan itu, bisa menyebabkan ketidakjelasan. Dan bila pekerjaan tersebut sudah tidak jelas, maka hukumnya tidak sah. Dilihat dari segi obyek ijarah, jasa buruh tani telah memenuhi syarat hukum Islam karena jenis pekerjaannya telah jelas meskipun waktu pekerjaan tidak dijelaskan secara detail namun dengan kebiasaan yang telah ada membuat mereka mengetahui detail pekerjaannya. Pekerjaan buruh tani ini pun bukan merupakan
83
pekerjaan ibadah dan bukan pekerjaan yang telah menjadi kewajiban pihak musta’jir. Pelaksanaan upah jasa buruh tani ini diperbolehkan menurut hukum Islam, meskipun nampaknya upah yang diterima mengandung unsur ketidakjelasan namun pemilik sawah sudah dapat mengukur berapa banyak upah yang harus diberikan kepada buruh. Buruh juga telah rela dengan upah yang didapatkannya. Prinsip kebersamaan dan keadilan serta saling membutuhkan ini telah dapat dirasakan oleh masing-masing
pihak.
Dimana
buruh
sebagai
orang
yang
dimanfaatkan jasanya mendapatkan upah sesuai dengan apa yang telah dikerjakannya. Sedangkan pemilik sawah tidak bisa memanen sendiri padinya. Dengan bantuan buruh tani, pemilik sawah tinggal menunggu hasil panennya tiba sampai rumah atas jasa buruh tani. Selain itu upah dengan sistem bawon ini juga sudah menjadi kebiasaan yang berlaku di masyarakat dan kebiasaan bisa menjadi hukum.
84
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari penelitian tentang “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Akad Bawon” (Studi Kasus Di Desa Gemulung, Kel. Kwangen Kec. Gemolong Kab. Sragen), maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut: 1.
Dalam sistem Bawon, diawal telah terjadi kesepakatan antara pemilik sawah dengan buruh tani dalam pemberian upah berupa padi. Upah buruh tani ini berupa padi yang besarannya ditentukan oleh seberapa banyak padi yang telah dipanen. Meskipun demikian diawal telah terjadi kesepakatan pembagian upah dari hasil panen padi yaitu satu banding delapan dari seluruh hasil panen. Satu bagian untuk buruh tani dan delapan bagiannya pemilik sawah.
2.
Praktek pengupahan buruh tani berupa padi yang dilakukan di Desa Gemulung, Kel. Kwangen, Kec. Gemolong, Kab. Sragen. Dalam pelaksanaan pengupahan menggunakan sistem Bawon ini sudah menjadi tradisi di desa tersebut. Dari pembayaran upah, diawal akad tidak diketahui nominal upahnya berapa. Walaupun nampaknya pembayaran upahnya mengandung unsur ketidakjelasan karena belum diketahui berapa jumlah keseluruhan hasil panennya. Namun pemilik sawah sudah dapat memperkirakan hasil panen yang akan diperoleh dan berapa banyak upah yang harus diberikan dan
85
buruhpun telah rela atas upah yang diberikan. Mereka tidak terpaksa dan bukan karena keterpaksaan. Maka pengupahan buruh tani dengan akad Bawon ini dibolehkan dalam hukum Islam.
B. Saran-saran Sebaiknya ada sistem pengupahan yang lebih baik, dimana segala bentuk kerja dan upah ditentukan dengan baik agar lebih jelas. Alangkah baiknya jika upah yang diberikan berupa uang. Sehingga diketahui diawal akad berapa jumlah upah yang diperoleh buruh. Meskipun dari buruh sendiri sebenarnya tidak merasa keberatan dengan upah berupa hasil panen.
C. Penutup Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama mengerjakan skripsi sederhana ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan skripsi-skripsi berikutnya. Terima kasih. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semuanya.
86
DAFTAR PUSTAKA Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Jilid 2, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995 Ahmad, Wardani M, Fiqh Muamalat, Ed. 1, Cet.1, Jakarta: Amzah, 2010 Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, Cet. 1, Jakarta: Gema Insani Pres, 2001 Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik), Jakarta: PT Rineka Cipta, Cet. Ke-12, 1989 Ash Shiddieqy, M. Hasbi, Hukum-Hukum Fiqih Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra, Cet. 1, 1997 Asysyifa', Vivin, “Analisis Hukum Islam Terhadap Penundaan Pembayaran Upah Karyawan Harian (Studi Kasus Di Industri Pengecoran Logam “Prima Logam”Desa Ngawonggo, Kecamatan Ceper, Kabupaten Klaten)”. Skripsi Sarjana Fakultas Syariah Jurusan Mu’amalah, Semarang: Perpustakaan Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang, 2009 Azwar, Saifuddin, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997 Danim, Sudarwan, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung : CV. Pustaka Setia, 2002 Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya Al-Jumanatul Ali, Bandung: CV. Penerbit J-ART, 2005 Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedia Islam, Jilid 2, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1993 Djuwaini, Dimyauddin, Pengantar Fiqh Muamalah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008 Fatwa DSN-MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional, Cet. 4, Ciputat: Gaung Persada, 2006 Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Yogyakarta: Penerbit Andi, 2004
87
Hasan, M. Ali, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, Ed. 1. Cet. 1, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003 Haroen, Nasrun, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007 Jannah, Afifah Nurul, Tinjauan Hukum Islam Tentang Pelaksanaan Upah Karyawan di Masjid Agung Jawa Tengah, Skripsi Sarjana Fakultas Syari’ah Jurusan Mu’amalah, Semarang: Perpustakaan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, 2009 Karim, Thoriq Sholikhul, Analisis Hukum Islam Terhadap Sistem Upah Karyawan (Studi Kasus PT. Karya Toha Putra Semarang), Skripsi Sarjana Fakultas Syari`ah Jurusan Mu`amalah, Semarang: Perpustakaan Fakultas Syari`ah IAIN Walisongo Semarang, 2006 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum Islam Dan Masyarakat Madani ( PPHIMM ), Ed. Rev. 2009 Lubis, Chairuman Pasaribu S. K., Hokum Perjanjian Dalam Islam, Cet. 1, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 1996 Mas’adi, Ghufron A, Fiqh Mu’amalah Kontekstual, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002 Munawaroh, Rifatul, “Tinjauan Hukum Islam Tentang Pelaksanaan Pengupahan Karyawan Di Perusahaan Umum Damri Semarang”. Skripsi Sarjana Fakultas Syariah Jurusan Mu’amalah, Semarang: Perpustakaan Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang, 2009 Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2003 Tentang UMR Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah, diterjemahkan oleh Nor Hasanuddin dkk dari “Fiqhus Sunnah”, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006, Cet. 1 Sa’adah, Daimatus, “Pelaksanaan Upah Jasa Mapak Kapal Di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Desa Tasikagung Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang, Skripsi Sarjana Fakultas Syariah Jurusan Mu’amalah, Semarang: Perpustakaan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, 2009 Subekti, Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Ed. Revisi, Jakarta: Pradnya Paramita, 1995
88
Suhendi, H. Hendi, Fiqih Muamalah, Cet. I, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002 Supomo, Imam, Pengantar Hukum Perburuan, Jakarta: Djambatan, 2003 Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet. Ke-11, 1995 Undang-Undang Ketenagakerjaan Lengkap, Jakarta: Sinar Grafika, Cet. 2, 2007 W.J.S. Purwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1976 Wawancara dengan Kepala Kelurahan Kwangen Bapak Supri Hariyanto, SE pada tanggal 17 April 2012 Wawancara dengan Bapak Slamet, Pemilik sawah pada tanggal 11 April 2012 Wawancara dengan Bapak Jamin, Pemilik sawah pada tanggal 10 April 2012 Wawancara dengan Bapak Trisno, Pemilik sawah pada tanggal 11 April 2012 Wawancara dengan Bapak Gimin, Pemilik sawah pada tanggal 11 April 2012 Wawancara dengan Bapak Jumadi, Pemilik sawah pada tanggal 10 April 2012 Wawancara dengan Bapak Tukirin, Buruh tani pada tanggal 11 April 2012 Wawancara dengan Bapak Mandrim, Buruh tani pada tanggal 10 April 2012 Wawancara dengan Bapak Paino, Buruh tani pada tanggal 10 April 2012 Wawancara dengan Bapak Sagiman, Buruh tani pada tanggal 11 April 2012 Wawancara dengan Ibu Painem, Buruh tani pada tanggal 11 April 2012 Wawancara dengan Bapak Pingat, Buruh tani pada tanggal 12 April 2012 Wawancara dengan Bapak Darno, Buruh tani pada tanggal 10 April 2012 Wawancara dengan Ibu Painah, Buruh tani pada tanggal 11 April 2012
89
Wawancara dengan Tokoh Agama di Desa Gemulung Bapak Syarukan pada tanggal 28 Juni 2012 Wawancara dengan Kepala Lingkungan II Bapak Sularto pada tanggal 28 Juni 2012
90
Lampiran-Lampiran
Padi di sawah di daerah Desa Kwangen yang telah siap untuk di panen.
Padi siap panen
91
Para buruh tani “ngerit” padi di sawah milik Bapak Jamin
Buruh tani sedang mengumpulkan padi yang telah dipotong.
92
Padi telah terkumpul
Para buruh tani sedang “ngerek” padi dengan bantuan alat yang namanya Dos.
93
Padi yang sudah selesai dierek dimasukkan dalam karung.
Lahan sawah yang setelah selesai dipanen.
94
WAWANCARA DENGAN PEMILIK SAWAH 1.
Bagaimana sistem pengupahan bapak kepada para buruh tani? Semua hasil panen dibagi delapan, hasil dari pembagian itu tadi seperdelapannya untuk upah buruh. Jika hasil padinya jelek atau ambruk tu mbak, buruh tani minta upah dengan uang ± Rp 50.000/hari dan tenaga buruh laki-lakinya ± 60.000/hari.
2.
Bagaimana perjanjian yang dibuat dengan buruh tani? Perjanjian dibuat atas kesepakatan kedua belah pihak mbak.
3.
Siapa pencetus sistem pengupahan berupa hasil panen tersebut pak? Tidak tau saya mbak, yang jelas desa ini sudah lama mbak memakai sistem bawon ini.
4.
Mengapa bapak memakai sistem pengupahan berupa hasil panen? Ya cucuk kok mbak, sesuai dengan tenaga yang dikeluarkan oleh buruh.
5.
Apakah menurut bapak sistem pengupahan berupa hasil panen sudah sesuai? Sudah mbak.
6.
Apakah sistem pengupahan seperti itu menguntungkan bagi bapak atau justru merugikan? Menguntungkan keduanya mbak, karena kalau tidak ada buruh ya saya rugi kok mbak. Sragen, 11 April 2012 Pemilik sawah
(Bapak Trisno)
95
WAWANCARA DENGAN BURUH TANI 1.
Apa alasan saudara memilih pekerjaan sebagai buruh tani? Karena tidak ada kerjaan yang lain mbak, ya upahnya juga bisa disimpan buat makan besok mbak menunggu musim panen berikutnya.
2.
Bagaimana perjanjian yang disepakati dengan pemilik sawah? Semua hasil panen dibagi seperdelapan mbak. Hasil seperdelapan tadi untuk upah buruh. Gitu mbak.
3.
Apa keuntungan yang saudara peroleh dari pekerjaan ini? Mendapatkan upahnya itu tho mbak, kan bisa buat makan sekeluarga.
4.
Permasalahan apa yang timbul dari pekerjaan saudara sebagai buruh tani? Kendalanya kalau hujan mbak, kerjanya tidak maksimal. Kalau pana masih bisa kuat karena sudah biasa.
5.
Bagaimana cara mendapatkan upahnya? Berapa upah yang saudara peroleh? Semua hasil panen dibagi delapan mbak, hasil dari pembagian itu tadi seperdelapannya sebagai upah buruh. Ya kalau upah yang saya peroleh tidak mesti mbak, kadang dapat 20 kg padi, pernah dapat upah sampai 50 kg padi mb.
6.
Apakah upah yang saudara terima sudah sesuai dengan pekerjaan yang telah anda lakukan? Sudah mbak, kadang malah bisa dapat upah lebih banyak. Ya cucuk lah mbak kalau pakai hasil panen daripada upah pakai uang.
7.
Menurut anda sudah adilkan sistem pengupahan yang diterapkan?
96
Adil mbak. Karena pemilik sawah modalnya juga besar. Upah segitu menurut saya sudah adil. 8.
Apakah saudara menginginkan adanya sistem pengupahan yang lain? Kenapa? Tidaklah mbak, karena lebih enak kalau upah pakai hasil panen. Karena kalau hasil panen itu bisa disimpan untuk bahan makan mbak.
Sragen, 10 April 2012 Buruh tani
(Bapak Tukirin)
97
WAWANCARA DENGAN PEMILIK SAWAH 1.
Bagaimana sistem pengupahan Bapak kepada para buruh tani? Keseluruhan hasil panen dibagi delapan mbak, terus hasil dari pembagian itu tadi satu bagiannya untuk upah buruh. Misalnya hasil panen 800 kg. Kemudian dibagi seperdelapan jadi 100 kg, nah 100 kg ini upahnya buruh mbak. Seandainya buruhnya ada lima orang ya 100 kg tadi dibagi lima orang, jadinya upah yang diperoleh yaitu 20 kg per orangnya.
2.
Bagaimana perjanjian yang dibuat dengan buruh tani? Perjanjian dibuat atas kesepakatan kedua belah pihak mbak. Dan kedua belah pihak tidak ada yang merasa dirugikan mbak.
3.
Siapa pencetus sistem pengupahan berupa hasil panen tersebut pak? Saya kurang paham mbak, masyarakat sudah melaksanakan sistem bawon ini turun-temurun mbak.
4.
Mengapa bapak memakai sistem pengupahan berupa hasil panen? Ya karena sudah menjadi keharusan mbak, sudah umumnya seperti itu. Yang jelas saya dengan buruh sama-sama mendapatkan keuntungan.
5.
Apakah menurut bapak sistem pengupahan berupa hasil panen sudah sesuai? Sudah mbak.
6.
Apakah sistem pengupahan seperti itu menguntungkan bagi bapak atau justru merugikan?
98
Menguntungkan keduanya mbak, karena kalau tidak ada buruh ya saya rugi kok mbak.
Sragen, 10 April 2012 Pemilik sawah
(Bapak Jamin)
99
WAWANCARA DENGAN BURUH TANI 1.
Apa alasan saudara memilih pekerjaan sebagai buruh tani? Ya kalau waktu panen kayak gini mbak, saya kerja jadi buruh tani, tapi usai panen ya saya tidak kerja mbak. Makanya saya seneng waktu panen tiba.
2.
Perjanjian yang disepakati dengan pemilik sawah? Perjanjian bawonan itu mbak. Semua hasil panen dibagi seperdelapan. Hasil seperdelapan tadi untuk upah buruh. Gitu mbak.
3.
Apa keuntungan yang saudara peroleh dari pekerjaan ini? Mendapatkan upahnya mbak, kan bisa buat makan sekeluarga.
4.
Permasalahan apa yang timbul dari pekerjaan saudara sebagai buruh tani? Kendalanya kalau hujan mbak, kerjanya tidak maksimal. Kalau panas masih bisa kuat karena sudah biasa.
5.
Bagaimana cara mendapatkan upahnya? Berapa upah yang saudara peroleh? Sistem poro wolu mbak atau dikenale Bawonan. Ya kadang dapet banyak kadang ya sedikit mbak. Tergantung hasil panennya.
6.
Apakah upah yang saudara terima sudah sesuai dengan pekerjaan yang telah anda lakukan? Sudah mbak, kadang malah bisa dapat upah lebih banyak.
7.
Menurut anda sudah adilkan sistem pengupahan yang diterapkan? Adil mbak. Justru saya malah senang dapet upah padi dari pada uang.
100
8.
Apakah saudara menginginkan adanya sistem pengupahan yang lain? Kenapa? Tidaklah mbak. Sistem Bawon ini sudah bagus.
Sragen, 10 April 2012 Buruh tani
(Bapak Mandrim)
101
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Bahwa yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Ika Nur Handayani
Tempat / Tgl lahir
: Sragen, 12 Mei 1989
Alamat asal
: Ds. Gemulung RT: 10, RW: IV, Kelurahan Kwangen, Kec. Gemolong, Kab. Sragen
Alamat Sekarang
: Ringinsari, No. 8, Gang: II, RT/ RW: 01/ 09, Kel. Purwoyoso, Kec. Ngaliyan, Semarang
No. Telp
: 085 728 522 977
Kebangsaan
: Indonesia
Status
: Belum Menikah
Agama
: Islam
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pendidikan
: SI IAIN Walisongo Semarang
Judul Skripsi
: TINJAUAN
HUKUM
ISLAM
TERHADAP
PRAKTEK AKAD BAWON (Studi Kasus di Desa Gemulung, Kel. Kwangen, Kec. Gemolong, Kab. Sragen)
Jenjang Pendidikan
:
1. Tamatan SDN 1 Kragilan, Gemolong Lulus Tahun 2001 (Berijazah) 2. Tamatan SLTP Muhammadiyah 9 Gemolong, Lulus Tahun 2004 (Berijazah) 3. Tamatan SMA Muhammadiyah 2 Gemolong, Lulus Tahun 2007 (Berijazah) 4. Fakultas
Syari’ah
IAIN
Walisongo
Semarang
Jurusan
Muamalah/Hukum Ekonomi Islam, Lulus Tahun 2012 (Berijazah)
102
Pengalaman Organisasi : 1. Wasekum Kabid Gender HMI Komisariat Syariah IAIN Walisongo Semarang 2. Bendahara Umum HMI Komisariat Syarih IAIN Walisongo Semarang 3. Pengurus Organisasi Daerah Ikatan Mahasiswa Lintas Solo-Semarang (IKHLAS)
Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya untuk bisa digunakan sebagaimana mestinya.
Semarang, 10 Juni 2012 Saya yang bersangkutan,
( Ika Nur Handayani ) NIM. 082311052