TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTIK PETUGAS KARANTINA HEWAN DALAM PENGENDALIAN BRUSELOSIS DI SULAWESI SELATAN
SUMITRO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Praktik Petugas Karantina Hewan dalam Pengendalian Bruselosis di Sulawesi Selatan adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2015 Sumitro NIM B251130184
RINGKASAN SUMITRO. Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Petugas Karantina Hewan dalam Pengendalian Bruselosis di Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh HADRI LATIF dan ETIH SUDARNIKA. Bruselosis adalah salah satu penyakit hewan menular yang menjadi prioritas nasional dalam pengendaliannya.Penyakit ini dapat menimbulkan kerugian ekonomis dan bersifat zoonosis. Status bruselosis di wilayah Indonesia yang beragam menjadi titik kritis perhatian agar penyebaran bruselosis akibat lalulintas hewan dapat dihindari. Hal ini berkaitan erat dengan tugas pokok dan fungsi karantina hewan dalam mencegah masuk dan tersebarnya penyakit hewan dalam wilayah Republik Indonesia. Sumberdaya manusia yang berkualitas sangat penting dalam menunjang pelaksanaan tugas pokok dan fungsi suatu organisasi. Variabel yang menunjukkan kualitas individuantaralain pengetahuan, sikap, dan praktik. Pengetahuan menjadi dasar terbentuknya sikap seseorang terhadap sesuatu hal. Sikap belum tentu terwujudsecara otomatis dalam suatu praktik.Faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan diperlukan untuk mewujudkannya menjadi perbuatan nyata. Penelitian ini bertujuan (1) mengidentifikasi karakteristik petugas karantina hewan di Sulawesi Selatan; (2) mengukur tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik petugas karantina hewan dalam pengendalian bruselosis di Sulawesi Selatan; (3) menganalisis pola hubungan karakteristik, pengetahuan, dansikap terhadap praktik petugas karantina hewan dalam pengendalian bruselosis di Sulawesi Selatan. Penelitian ini dilakukan di dua Unit Pelaksana Teknis Badan Karantina Pertanian di Sulawesi Selatan mulai Juli sampai Oktober 2014 dengan 51 orang petugas karantina hewan sebagai responden. Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner terstruktur meliputi aspek karakteristik, pengetahuan, sikap, dan praktik terhadap pengendalian bruselosis.Penilaian tingkat pengetahuan,sikap, dan praktik dilakukandengan membagi tiga selisih antara skor maksimal dengan skor minimal.Hasil pembagian tersebut kemudian dijadikan selang untuk menentukan kategori tingkat pengetahuan, sikap dan praktik. Pola hubungan antar variabel penelitian dianalisis menggunakan analisis jalur (path analysis)berdasarkan nilai koefisien korelasi Pearson yang distandardisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik petugas karantina hewan sebagian besar berusia antara 30-45 tahun,lama bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS) maupun lama bekerja di tempat sekarang kurang dari lima tahun, dan pendidikannyasebagian besar SMA/sederajat. Tidak semua petugas karantina hewan adalah pejabat fungsional sertamayoritas belum pernah mengikuti pelatihan terkait bruselosis. Tingkat sikap dan praktik petugas karantina hewan dalam pengendalian bruselosis sebagian besar berkategori baik, sedangkan tingkat pengetahuannyasebagian besar berkategori cukup. Pola hubungan antar variabel penelitian menunjukkan bahwa praktik pengendalian bruselosis dipengaruhi secara nyata oleh lama bekerja sebagai PNS dan sikap.Sikap terkait pengendalian bruselosis secara nyata dipengaruhi oleh
tingkat fungsional dan pengetahuan.Pengetahuan terkait pengendalian bruselosis secara nyata dipengaruhi oleh pendidikan formal. Analisis jalur menunjukkan bahwa terdapat duavariabel yang berpengaruh langsung terhadap praktik pengendalian bruselosis yaitu: sikap dan lama sebagai PNS. Pendidikan formal memiliki pengaruh total terbesar ketiga setelah variabel lama PNS dan sikap walaupun tidak berpengaruh secara nyata terhadap praktik pengendalian bruselosis. Pengaruh total tersebut berasal dari pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung terhadap sikap maupun pengetahuan. Pendidikan formal berperan penting dalam terbentuknyapengetahuan, sikap, dan praktik petugas karantina hewan dalam pengendalian bruselosis.Semakin tinggi pendidikan formal yang dimiliki oleh petugas karantina hewan semakin baik pula pengetahuan, sikap dan praktik terkait pengendalian bruselosis. Sehingga upaya peningkatan pendidikan formalpada petugas karantina hewan perlu dilakukan. Kata kunci: bruselosis, analisis jalur, pengetahuan, praktik, sikap
SUMMARY SUMITRO. Knowledge,Attitude, and Practice Level of Animal Quarantine Officers in the Control of Brucellosis in South Sulawesi. Supervised by HADRI LATIF and ETIH SUDARNIKA. Brucellosisisacontagious animaldiseasethatbecomesa nationalpriorityincontrol. This diseasecouldcauseeconomiclossesand be transmited to humans (zoonotic). A different status of brucellosis in some parts in Indonesia should be taken into account as a critical point in order to prevent the spread of brucellosis through animal movements.It is related to the duty and function of animal quarantine to prevent the introduction and spread of animal diseases into the territory of the Republic ofIndonesia. The high quality of human resources plays an important role to support the duty and function of an organization.The variableswhichindicatethe quality ofperson are knowledge, attitudes,andpractices. Knowledgeis abasicto develop someone’s attitudes towardssomething.Attitudecould not be performedautomaticallyinapractice. Supporting factorsorconditionsare required to make attitude intorealaction.This studywas aimed to(1) identify the characteristics ofthe animalquarantineofficersinSouth Sulawesi; (2) measurethe level ofknowledge, attitudeandpractice ofanimalquarantineofficersin controlling ofbrucellosisinSouthSulawesi; (3) analyzethe relationship patterns ofcharacteristics, knowledge, and attitudes towards the practicesof animalquarantineofficersin the control ofbrucellosisinSouthSulawesi. This research was conductedintwoTechnical Implementation Unitof Agriculture Quarantine AgencyinSouthSulawesifrom July toOctober 2014involving51animalquarantineofficersasrespondents. Data collectionwas conducted usinga structured questionnairescoveringaspects ofcharacteristics, knowledge, attitudesandpracticestowardsbrucellosis control. Assessment of the levelof knowledge, attitudes, andpracticeswas carried outby dividing thedifferencebetween maximum score and minimum score with three. The result ofthe division wasthenused asthe intervaltodeterminethe categorylevel of knowledge, attitudeandpractice. The pattern ofrelationships amongvariables was analyzedusingpathanalysisbased on thePearsoncorrelationcoefficient valuesthat had beenstandardized. The study showed that the characteristics ofthe animalquarantineofficerswere mostly30-45yearsold,andthey worked as a government officerslessthanfiveyears. Most of them went tothehigh schoolor equivalent. Not allof animalquarantineofficers were as functionaland themajority of themhave not yet attended the trainingon brucellosis. The attitudeandpractice level ofanimalquarantineofficersinthe brucellosiscontrolwere mostly in thegoodcategory, while the level ofknowledgein a few more of respondensts was categorizedmoderate. The pattern ofrelationship amongvariables in the studyshowedthatthe practices of the brucellosiscontrol were influencedsignificantlybythe period of working timeasgovernment officersandthe attitude. Theattitudesrelated to the brucellosiscontrolwas significantly affectedbythe functional levelsandknowledge.
The knowledgerelated to the brucellosiscontrolwas significantly affectedbythe formaleducation. Path analysisshowedthatthere were two variablesthatdirectly influenced thebrucellosiscontrol practices, i.e., attitudeandperiod of working time as government officers.Formal educationwas thethirdlargest oftotal effects aftervariables of period of working time as governement officer and attitude, although it did not significantly affectthe practice ofbrucellosiscontrol. The total effects were derivedfromthe directeffectandindirect effecttowards attitudesandknowledge. Formaleducationplayed an important roleinthe development ofknowledge, attitudes, andpracticesof animalquarantineofficersin controllingbrucellosis. Higher formal educationof animalquarantineofficers showed betterknowledge, attitudesandpracticesrelated tocontrolbrucellosis. So the improvement of formal educationinanimalquarantineofficers wasneeded. Keywords: attitude, brucellosis, knowledge, path analysis, practice
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTIK PETUGAS KARANTINA HEWAN DALAM PENGENDALIAN BRUSELOSIS DI SULAWESI SELATAN
SUMITRO
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Drh Trioso Purnawarman, MSi
Judul Tesis :Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Petugas Karantina Hewan dalam Pengendalian Bruselosis di Sulawesi Selatan Nama : Sumitro NIM : B251130184
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr med vet DrhHadri Latif, MSi Ketua
Dr Ir Etih Sudarnika, MSi Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr med vet Drh Denny Widaya Lukman, MSi
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian:13 Februari 2015
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul tesis ini adalah Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Petugas Karantina Hewan dalam Pengendalian Bruselosis di Sulawesi Selatan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr med vetDrh Hadri Latif, MSi dan Ibu Dr Ir Etih Sudarnika, MSi selaku pembimbing.Terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Dr med vet Drh Denny W Lukman, MSi selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner serta segenap staf pengajar Program Studi Kesmavet yang telah banyak memberi saran dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini. Penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Drh Muhlis Natsir, MSi beserta staf Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Parepare, serta Bapak Dr Hermansyah, MM beserta staf Balai Besar Karantina Pertanian Makassar, yang telah membantu selama pengumpulan data.Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, isteri dan anaku tercintaserta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.Penulis juga menyampaikan selamat kepada rekan-rekan kolega KMV 2013kelas khusus karantina. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2015 Sumitro
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR GAMBAR
xiv
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
1 1 2 2 3
2
TINJAUAN PUSTAKA Pengendalian Bruselosis Studi Terhadap Pengetahuan, Sikap,dan Praktik
3 3 4
Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap, dan Praktik 3
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Desain Penelitian Kerangka Konsep Penelitian Definisi Operasional Kriteria dan Penilaian Kuesioner Validitas Instrumen Analisis Data
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Wilayah Penelitian Karakteristik Petugas Karantina Hewan Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Hubungan Karakteristik, Pengetahuan, Sikap, dan Praktik 5
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
6 7 7 7 7 8 9 10 10 11 11 11 12 13 18 18 19
DAFTAR PUSTAKA
19
LAMPIRAN
22
RIWAYAT HIDUP
29
DAFTAR TABEL 1 Definisi operasional variabel penelitian
8
2 Penilaian tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik petugas karantina hewan dalam pengendalian bruselosis di Sulawesi Selatan
10
3 Karakteristik petugas karantina hewan di Sulawesi Selatan Tahun 2014
11
4 Frekuensi dan persentase pengetahuan, sikap, dan praktik petugas karantina hewan dalam pengendalian bruselosis di Sulawesi Selatan Tahun 2014
12
5 Persamaan regresi dalam analisis jalur penelitian
13
6 Pengaruh langsung, pengaruh total dan signifikansi uji variabel yang mempengaruhi pengetahuan petugas karantina hewan dalam pengendalian bruselosis di Sulawesi Selatan Tahun 2014
14
7 Pengaruh langsung dan tidak langsung serta signifikansi variabel yang mempengaruhi sikap petugas karantina hewan dalam pengendalian bruselosis di Sulawesi Selatan Tahun 2014
15
8 Pengaruh langsung dan tidak langsung serta signifikansi variabel yang mempengaruhi praktik petugas karantina hewan dalam pengendalian bruselosis di Sulawesi Selatan Tahun 2014
16
DAFTAR GAMBAR 1
Kerangka konsep penelitian
2
Nilai koefisien jalur variabel penelitian
7 13
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Provinsi Sulawesi Selatan dikenal sebagai sentra ternak sapibali. Data Badan Pusat Statistik pada Tahun 2012 menunjukkan bahwa lebih dari satu juta ekor sapi yang tersebar di 24 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan (BPS 2013). Sapibali merupakan salah satu plasma nutfah asli Indonesia dan memiliki potensi yang tinggi untuk dikembangkan. Keunggulan sifat yang dimiliki oleh sapi bali antara lain adalah sifat adaptasiyang tinggi pada lingkungan, tingginya angka kelahiran serta memiliki persentase karkas yang tinggi. Keunggulan sifat sapibali inilah yangpada akhirnya mendorong lalulintas ternak antar daerah guna memenuhi permintaan kebutuhan sapi, baik sebagai ternak bibit maupun sebagai ternak potong. Salah satu penyakit endemik pada sapi di Provinsi Sulawesi Selatan adalah bruselosis. Bruselosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri genus Brucella dan dikategorikan oleh Office International des Epizooties (OIE) sebagai penyakit zoonotik (Alton et al. 1988).Bruselosis dapat menimbulkan kerugian ekonomis akibat keguguran pada hewan bunting. Keguguran biasanya terjadi pada kebuntingan bulan ke-5 sampai ke-9 dan apabila tidak terjadi abortus, kuman Brucella dapat dieksresikan ke plasenta, cairan fetus, dan leleran vagina sehingga dapat mencemari lingkungan serta dapat menularkan ke hewan lain. Hal ini menyebabkan meningkatnya biaya yang dikeluarkan untuk pengendalian. Kelenjar susu dan kelenjar getah bening juga dapat terinfeksi yang pada akhirnya mikroorganisme ini diekskresikan ke susu (OIE 2012). Prosedur pengeluarandan pemasukan bibit ternak dan ternak potong dalam wilayah Republik Indonesia telah diatur oleh pemerintah. Perorangan, badan hukum atau instansi pemerintah yang mengeluarkan benih dan/atau bibit ternakwajib mencegah kemungkinan timbul dan menyebarnya hama penyakit hewan karantina/penyakit hewan menular utama dan bertanggung jawab terhadap perlindungan sumberdaya genetik ternak,serta menjaga kelangsungan pengembangan populasi ternak dalam negeri (Kementan 2008a). Salah satu instansi yang terlibat terlibat dalam pengeluaran dan pemasukan sapi adalah Badan Karantina Pertanian. Badan Karantina Pertanian melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) nya di seluruh Indonesia memiliki tugas pokok dan fungsi melaksanakan tindakan karantina untuk mencegah masuk dan tersebarnya Hama dan Penyakit Hewan Karantina (HPHK). Pelaksanaan tindakan karantina baik pemasukan maupun pengeluarandari dan ke luar wilayah negara Republik Indonesia dilakukan untuk menjamin bahwa hewan maupun produk hewan yang dilalulintaskan aman serta tidak berpotensi menularkan penyakitbaik pada hewan maupun manusia. Status bruselosis pada wilayah Republik Indonesia yang beragam berdampak pada meningkatnya risiko penyebaran penyakit bruselosis akibat lalulintas ternak. Provinsi Sulawesi Selatan endemis bruselosis dengan prevalensi diatas dua persen dan dikategorikan pada tahap satu dalam program pemberantasannya. Adanya lalulintas sapi bali dari Sulawesi Selatan yang endemis bruselosis berisiko terhadap penyebaran bruselosis ke daerah lain.Daerah
2 pemasukan sapibali yang berasal dari Provinsi Sulawesi Selatan adalah provinsi lain di Pulau Sulawesi, Pulau Kalimantan, Pulau Papua, Provinsi Maluku, dan Provinsi Maluku Utara (SKP Parepare 2013). Terdapat dua UPT lingkup Badan Karantina Pertanian di Provinsi Sulawesi Selatan yaitu Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Makassar dan Stasiun Karantina Pertanian (SKP) Kelas I Parepare (Kementan 2008b). Kedua UPT tersebut mengawasi 19 tempat pemasukan/pengeluaran yang tersebar di 24 kabupaten/kota di Sulawesi Selatan (Kementan 2011).Luasnya wilayah pengawasan serta banyaknya tempat pemasukan/pengeluaran belum sebanding dengan jumlah sumber daya manusia khususnya petugas karantina hewan. Sumberdaya manusia yang berkualitas sangat penting untuk mendukung pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi.Variabel yang menunjukkan kualitas individu antara lain pengetahuan dan sikap yang dimiliki serta praktik yang dilakukannya. Pengetahuan menjadi dasar terbentuknya sikap seseorang terhadap sesuatu hal. Sikap belum tentu terwujud secara otomatis dalam suatu praktik, untuk mewujudkannya menjadi perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan.Praktik atau perilaku dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal berupa karakteristik individu yang bersifat khas dan faktor eksternal adalah lingkungan, sosial ekonomi, dan budaya(Harihanto 2001).
Rumusan Masalah Bertolakdari latar belakang diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana gambaran karakteristik petugas karantina hewan di Sulawesi Selatan? 2. Bagaimana tingkat pengetahuan, sikap dan praktik petugas karantina hewan dalam pengendalian bruselosis di Sulawesi Selatan? 3. Bagaimana pola hubungan antara karakteristik, pengetahuan, dan sikap terhadap praktik petugas karantina hewan dalam pengendalian bruselosis di Sulawesi Selatan?
Tujuan Penelitian 1. Mengidentifikasi karakteristik petugas karantina hewan di Sulawesi Selatan. 2. Mengukur tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik petugas karantina hewan dalam pengendalian bruselosis di Sulawesi Selatan. 3. Menganalisis pola hubungan karakteristik, pengetahuan dan sikap terhadap praktik petugas karantina hewan dalam pengendalian bruselosis di Sulawesi Selatan.
3 Manfaat Penelitian Diharapkan hasil penelitian ini akan dapat memberikan informasi tentang pengetahuan, sikap, dan praktik petugas karantina hewan dalam pengendalian bruselosis di Sulawesi Selatan, sehingga dapat dijadikan bahan evaluasi pelaksanaan kegiatan maupun pembangunan sumberdaya manusia.
2 TINJAUAN PUSTAKA Pengendalian Bruselosis Pengendalian bruselosis pada ternak melibatkan kombinasi dari manajemenpeternakan, program vaksinasi, dantest and slaughter. Keputusan untuk memilih metode dalam pengendalian bruselosis harus berdasarkan atas studi epidemiologi dan ekonomi penyakit. Manajemen peternakan harus diterapkan pada daerah peternakan dengan sejarah bruselosis. Jika ada ternak yang didiagnosis bruselosis harus segera dipisahkan dan jika ada kejadian abortus, fetus dan membran fetus harus segera dikirim ke laboratorium untuk diuji. Tempat terjadinya abortus harus didesinfeksi dan semua material yang terkontaminasi dipendam dalam tanah.Vaksinasi merupakan metode yang efektif untuk mencegah bruselosis pada hewan. Anak sapi sampai umur delapan bulan dapat divaksinasi dengan vaksin hidupBrucella yang akan melindunginya dari bruselosis. Namun, metode yang paling efektif untuk kontrol bruselosis pada ternak adalah dengan test and slaughter terhadap ternak yang terinfeksi (Noor 2006). Masuk dan tersebarnya suatu penyakit ke dalam suatu wilayah berhubungan erat dengan tingkat biosekuriti yang dilakukan. Biosekuriti didefinisikan sebagai penerapan kontrol kesehatan dan usaha-usaha untuk mencegah masuk dan menyebarnya agen infeksius baru ke dalam suatu kelompok hewan (Pinto dan Urcelay 2003). Biosekuriti memiliki tiga komponen mayor yaitu : isolasi, kontrol lalu lintas, dan sanitasi. Isolasi merujuk kepada penempatan hewan di dalam lingkungan yang terkontrol. Kontrol lalu lintas mencakup lalu lintas masuk ke dalam peternakan, di dalam peternakan, dan keluar peternakan. Sanitasi merujuk kepada desinfeksi material, manusia, dan peralatan yang masuk ke lingkungan peternakan dan kebersihan personel peternakan (Yee et al. 2009). Pemeriksaan laboratorium terhadap bruselosis menjadi persyaratan yang wajib dipenuhi apabila hewan akan dilalulintaskan. Hal ini berkaitan dengan sifat penyakit yang intraseluler dan sulitnya mendiagnosa hewan terinfeksi hanya berdasar gejala klinik karena sebagian besar hewan yang terinfeksi nampak sehat. Pemeriksaan laboratorium yang umum digunakan adalah serologis dengan Rose Bengal Test (RBT) karena mudah diaplikasikan dan memiliki sensitivitas yang tinggi sedangkan Complement Fixation Test (CFT) dapat digunakan sebagai uji konfirmasi terhadap hasil RBT positif.
4 Studi Terhadap Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Studi mengenai pengetahuan, sikap, dan praktik menunjukkan apa yang seseorang ketahui mengenai sesuatu hal, bagaimana perasaan mereka tentang hal itu dan bagaimana mereka bertindak. Kajian knowledge, attitude, practise (KAP) adalah suatu studi representatif dari suatu populasi spesifik untuk mengumpulkan informasi tentang apa yang diketahui, dipercayai, dan dilakukan terkait dengan topik tertentu (Kaliyaperumal 2004). Survei KAP menggunakan kuesioner untuk mengumpulkan data, kuesioner disusun secara terstruktur dan diisi sendiri oleh responden. Data yang terkumpul kemudian dianalisa secara kualitatif dan kuantitatif tergantung pada tujuan dan desain studi. Survei KAP didesain secara khusus untuk menjaring informasi tentang topik tertentu. Data hasil survei KAP bermanfaat untuk membantu merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi suatu kegiatan. Survei KAP dapat mengidentifikasi informasi yang umumnya menjadi suatu pengetahuan dan sikap.Lebih jauh, survei KAP dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku yang tidak diketahui pada kebanyakan orang, alasanalasan terhadap sikapnya, serta bagaimana dan mengapa orang-orang melakukan atau menerapkan perilaku tertentu (Wulandari 2012). Pengetahuan Pengetahuan adalah kesan yang didapatkan dari hasil pengolahan panca inderanya. Pengetahuan tersebut diperoleh melalui kenyataan (fakta), penglihatan, pendengaran, serta keterlibatan langsung dalam suatu aktivitas. Pengetahuan juga didapatkan dari hasil komunikasi dengan orang lain seperti teman dekat dan relasi kerja. Pengetahuan yang tersimpan dalam ingatan ini digali saat dibutuhkan melalui bentuk ingatan mengingat (recall) atau mengenal kembali (recognition)(Soekanto 2003). Pengetahuan merupakan sekumpulan informasi yang dipahami, yang diperoleh melalui proses belajar selama hidup dan dapat digunakan sewaktu-waktu sebagai alat penyesuaian diri sendiri maupun lingkungan (Supriyadi 1993). Faktor-faktor yang berpengaruh dalam tingkatan pengetahuan seseorang menurut Nasution (1999) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) antara lain: (1) Tingkat pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan, maka makin mudah menerima informasi; (2) Informasi, masyarakat yang mempunyai banyak sumber informasi dapat memberikan peningkatan terhadap tingkat pengetahuan tersebut. Informasi dapat diperoleh melalui media massa seperti majalah, koran, berita televisi, dan dapat juga diperoleh melalui penyuluhan; (3) Budaya, budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang, hal ini dikarenakan informasi yang baru akan disaring sesuai dengan budaya dan agama yang dianut; (4) Pengalaman,pengalaman merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan yang berkaitan dengan umur dan pendidikan individu. Hal ini berarti bahwa semakin bertambahnya umur dan pendidikan yang tinggi, maka pengalaman seseorang akan jauh lebih luas; (5) Sosial ekonomi, dalam mendapatkan informasi yang memerlukan biaya, tingkat sosial ekonomi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, maka orang tersebut akan lebih mudah untuk mendapatkan informasi.
5 Pengukuran tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara langsung atau dengan angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari responden atau subyek penelitian. Kedalaman pengetahuan responden yang ingin diukur atau diketahui dapat disesuaikan dengan tingkat pengetahuan responden. Sikap Pengertian sikap menurut Rakhmat (2001) adalah sebagai berikut: (1) Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasa dalammenghadapi obyek, ide, situasi atau nilai tertentu; (2) Sikap mempunyai daya dorong dan motivasi; (3) Sikap relatif lebih menetap; (4) Sikap mengandung aspek evaluatif; (5) Sikap dapat timbul dari pengalaman, tidak dibawa sejak lahir tapi merupakan hasil belajar, sehingga sikap dapat diperkuat atau diubah. Gerungan (1996) menyebutkan bahwa manusia tidak dilahirkan dengan pandangan ataupun perasaan tertentu, tapi sikap tersebut dibentuk sepanjang perkembangannya. Sikap tersebut menyebabkan manusia akan bertindak secara khas terhadap obyek tertentu, oleh karena itu: (1) Sikap tidak dibawa sejak manusia dilahirkan, melainkan dibentuk atau dipelajarinya sepanjang perkembangan manusia tersebut dalam hubungan dengan obyeknya; (2) Sikap dapat mengalami perubahan, oleh karena itu sikap dapat dipelajari; (3) Obyek sikap dapat merupakan satu hal tertentu, tapi juga dapat merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut; (4) Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan;(5) Sikap tidak berdiri sendiri tapi mengandung relasi tertentu terhadap suatu obyek. Azwar(2003) mengemukakan berbagai metode dan teknik yang dikembangkan untuk mengungkapkan sikap manusia dan memberikan interpretasi yang valid. Pengungkapan sikap manusia dilakukan dengan beberapa metode diantaranya dengan: (a) Observasi langsung, dilakukan dengan memperhatikan perilakunya karena perilaku merupakan salah satu indikator sikap individu, namun hal ini hanya bila sikap berada pada kondisi yang ekstrim. Perilaku hanya akan konsisten dengan sikap apabila kondisi dan situasi memungkinkan;(b) Penanyaan langsung, asumsi yang mendasari metode ini adalah bahwa individu merupakan orang yang paling tahu mengenai dirinya sendiri dan manusia mengungkapkan dirinya sendiri dan manusia akan mengungkapkan secara terbuka apa yang dirasakannya; (c) Pengungkapan langsung, metode ini digunakan karena metode penanyaan langsung memiliki beberapa kelemahan diantaranya orang akan mengemukakan pendapat dan jawaban yang sebenarnya secara terbuka hanya apabila situasi dan kondisi memungkinkan. Metode pengungkapan langsung secara tertulis dilakukan dengan meminta responden menjawab langsung suatu pertanyaan sikap tertulis dengan memberi tanda setuju atau tidak setuju. Praktik Praktik atau perilaku berarti aplikasi peraturan dan pengetahuan yang mengarah ke tindakan/perbuatan (Lakhan dan Sharma 2010). Menurut Harihanto (2001) perilaku individu secara umum dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam yang mempengaruhi perilaku adalah karakteristik internal (sesuatu yang dimiliki oleh seseorang secara unik) baik yang bersifat fisik atau kejiwaan (psikis). Faktor yang bersifat psikis adalah persepsi, kepribadian, mental,
6 intelektual, ego, moral, keyakinan, dan motivasi. Faktor luar yang dapat mempengaruhi perilaku adalah faktor sosial budaya, sosial ekonomi, dan lingkungan fisik seperti pendidikan, pengetahuan, penghargaan sosial, hukuman, kebudayaan, norma sosial, tekanan sosial, panutan, input informasi, kohesi kelompok, dukungan sosial, agama, ekonomi politik, pola perilaku kelompok, status, dan peranan individu dalam masyarakat. Azemi (2010) mengemukakan bahwa suatu sikap belum tentu terwujud secara otomatis dalam suatu praktik. Untuk mewujudkannya menjadi perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan.
Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap dan Praktik Seseorang yang mempunyai sikap positif terhadap suatu obyek, besar kemungkinan untuk bertindak positif juga terhadap obyek tersebut. Timbulnya sikap positif tersebut didasari oleh adanya pemikiran dan pengetahuan terhadap obyek tersebut (Sujarwo 2004). Tindakan individu sangat dipengaruhi oleh sikap maupun pengetahuannya. Seseorang bersikap suka atau tidak suka, baik atau tidak baik, senang atau tidak senang terhadap suatu obyek sangat dipengaruhi oleh pengalamannya atau pengetahuannya (Harihanto 2001). Sikap dan praktik terdapat hubungan, keberadaan hubungan ini ditentukan oleh kespesifikan sikap, kekuatan sikap, kesadaran pribadi dan norma-norma subyektif yang mendukung (Zahid 1997).Gerungan (1996) menyatakan bahwa pengetahuan mengenai suatu obyek akan menjadi attitude terhadap obyek tersebut apabila pengetahuan itu disertai dengan kesiapan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan terhadap obyek tersebut. Sikap mempunyai motivasi, yang berarti ada segi kedinamisan untuk mencapai suatu tujuan. Terbentuknya sikap karena adanya interaksi manusia dengan obyek tertentu (komunikasi), serta interaksi sosial di dalam kelompok maupun di luar kelompoknya.
7
3 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dua UPT lingkup Badan Karantina Pertanian di Sulawesi Selatan yaitu BBKP Makassar dan SKP Kelas I Parepare dari bulan Juli sampai Oktober 2014.
Desain Penelitian Penelitian ini merupakan kajian cross sectional menggunakan kuesioner terstruktur untuk mengukur tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik dari responden. Variabel yang digunakan di dalam penelitian ini yaitu karakteristik, pengetahuan, sikap, dan praktik dari petugas karantina hewan. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan observasi. Responden pada penelitian ini adalah seluruh petugas karantina hewan pada dua UPT Badan Karantina Pertanian di Sulawesi Selatan yang terdiri dari dokter hewan, paramedik veteriner maupun petugas non fungsional yang terlibat dalam pelaksanaan tindakan karantina hewan.
Kerangka Konsep Penelitian Variabel yang diamati di dalam penelitian ini yaitu karakteristik, pengetahuan, dan sikap petugas karantina hewan terkait pengendalian bruselosis. Selanjutnya seluruhvariabel tersebut dihubungkan dengan praktik petugas karantina hewan dalam pengendalian bruselosis di Sulawesi Selatan.Secara umum gambaran kerangka konsep penelitian yang dilakukan seperti pada Gambar 1. Karakteristik petugas Umur Tingkat pendidikan Tingkat jabatan fungsional Lama bekerja sebagai PNS Lama bekerja di tempat sekarang F. Banyaknya pelatihan A. B. C. D. E.
sikap
Praktik
Pengendalian bruselosis Pengetahuan
Gambar 1 Kerangka konsep penelitian
8 Definisi Operasional Definisi operasional memuat tentang batasan pengertian variabel penelitian berikut cara pengukuran, penyajian, serta jenis skala yang diharapkan. Definisi operasional dalam penelitian ini secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Definisi operasional variabel penelitian Variabel Umur
Tingkat pendidikan
Definisi Operasional Pengukuran Usia pada saat penelitian kuisioner dilakukan dengan cara mengurangkan tahun 2014 dengan tahun kelahiran Pendidikan formal sesuai dengan kuisioner ijazah terakhir yang dimiliki
Tingkat Jabatan fungsional
Jabatan fungsional petugas karantina hewan sesuai dengan SK terakhir yang dimiliki
kuisioner
Lama bekerja sebagai PNS
Lamanya waktu bekerja terhitung sejak diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil Lamanya bekerja petugas karantina hewan di unit kerja/bidang kerja pada UPT saat penelitian dilakukan Banyaknya pelatihan yang pernah diikuti selama menjadi PNS yang berhubungan dengan bruselosis berupa inhousetraining pengujian,seminar dll. Pengetahuan tentang pengendalian bruselosis Sikap terhadap usaha pencegahan penyebaran/ pengendalian bruselosis Tindakan yang dilakukan terkait pencegahan penyebaran bruselosis
kuisioner
1.SMA/sederajat 2.D3 3.S1 4.S2 1.tidak fungsional 2.PMV pelaksana 3.PMV pelaksana lanjutan 4.PMV penyelia 5.MV pertama 6.MV muda tahun
kuisioner
tahun
rasio
kuisioner
kali
rasio
kuisioner
skor
interval
kuisioner
skor
interval
kuisioner dan observasi
skor
interval
Lama bekerja di tempat bekerja sekarang Pelatihan
Pengetahuan Sikap
Praktik
Penyajian tahun
Skala rasio
ordinal
PMV: paramedik veteriner; MV: medik veteriner
Kriteria dan Penilaian Kuesioner
ordinal
rasio
9 Pengukuran pengetahuan menggunakan 20 pertanyaan. Masing-masing pertanyaan memilikitiga pilihan jawaban yaitu benar, salah dan tidak tahu (Hart et al. 2007). Jika jawaban benar diberi nilai 1, jika jawaban salah dan tidak tahu diberi nilai 0 (Palaian et al. 2006). Pertanyaan dibedakan menjadi pertanyaan positif dan negatif yang berfungsi untuk mengurangi bias dari jawaban responden. Pertanyaan positif jawaban benar apabila responden memilih pilihan jawaban “Benar”, sementara pertanyaan negatif benar apabila responden memilih pilihan jawaban “Salah”. Jumlah skor untuk setiap responden dihitung berdasarkan jawaban yang benar. Skor nilai dari pengetahuan ini mempunyai kisaran nilai 0-20. Penilaian tingkat pengetahuan dilakukandengan membagi tiga selisih antara skor maksimal dengan skor minimal.Hasil pembagian tersebut kemudian dijadikan selang untuk menentukan kategori tingkat pengetahuan. Tingkat pengetahuan “baik” bila skor jawaban responden mencapai lebihbesar dari 14, tingkat pengetahuan “cukup” bila skor jawaban responden antara 7-14 dan tingkat pengetahuan “kurang” bila skor jawaban responden lebih kecildari 7 (Siahaan 2007). Sikap terhadap pengendalian bruselosisdiukur menggunakan sejumlah 20 pernyataan (terdiri dari pernyataan positif dan pernyataan negatif). Masing-masing pernyataan memiliki tiga pilihan jawaban yaitu: setuju, ragu-ragu, dan tidak setuju (Bas et al. 2006). Penilaian skor sikap dilakukan dengan mengalikan jawaban pertanyaan dengan skor. Pernyataan positif berlaku cara pemberian skor jawaban sebagai berikut:responden yang menjawab “setuju” mendapat skor 3; responden yang menjawab “ragu-ragu/netral” mendapat skor 2; responden yang menjawab “tidak setuju” mendapat skor 1, sedangkan untuk pernyataan negatif berlaku skor sebaliknya, yaitu:responden yang menjawab “setuju” mendapat skor 1; responden yang menjawab “ragu-ragu/netral” mendapat skor 2; responden yang menjawab “tidak setuju” mendapat skor 3. Skor nilai dari sikap ini mempunyai kisaran nilai 20-60. Penilaian tingkat sikap dilakukan dengan membagi tiga selisih antara skormaksimal dengan skor minimal.Hasil pembagian tersebut kemudian dijadikan selang untuk menentukan kategori tingkat sikap. Tingkat sikap “baik” bila skor jawaban responden mencapai lebih besar dari 46, tingkat sikap “cukup” bila skor jawaban responden antara 33-46 dan tingkat sikap “kurang” bila skor jawaban lebih kecil dari 33. Praktik petugas karantina hewan terhadap pengendalian bruselosis diukur menggunakan checklist sejumlah 20 pernyataan yang menggambarkan kondisi praktik yang dilakukan.Checklistmenggunakan skala Likert dengan tiga pilihan jawaban yaitu selalu, kadang-kadang, dan tidak pernah. Penilaian skor praktik petugas karantina hewan mengenai pengendalian bruselosis dilakukan dengan mengalikan jawaban pertanyaan dengan skor. Adapun pemberian skor jawaban sebagai berikut: responden yang menjawab “selalu” mendapat skor 3; responden yang menjawab “kadang-kadang” mendapat skor 2; responden yang menjawab “tidak pernah” mendapat skor 1. Skor nilai dari praktik ini mempunyai kisaran nilai 20-60. Penilaian tingkat praktikdilakukan dengan membagi tiga selisih antara skor maksimal dengan skor minimal.Hasil pembagian tersebut kemudian dijadikan selang untuk menentukan kategori tingkat praktik.Tingkat praktik “baik” bila skor
10 jawaban responden mencapai lebih besar dari 46, tingkat praktik “cukup” bila skor jawaban responden antara 33-46 dan tingkat praktik “kurang” bila skor jawaban lebih kecil dari 33. Rangkuman penilaian tingkat/kategori pengetahuan, sikap, dan pratikpada kuisioner disajikan pada Tabel 2. Tabel 2
Penilaian tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik petugas karantina hewan dalam pengendalian bruselosis di Sulawesi Selatan
Skor
Jumlah Nilai Nilai pertanyaan maksimum minimum Kurang Pengetahuan 20 20 0 <7 Sikap 20 60 20 < 33 Praktik 20 60 20 < 33
Kategori Cukup 7-14 33-46 33-46
Baik > 14 > 46 > 46
Validitas Instrumen Sebelum kuisioner digunakan dalam penelitian, dilakukan pretestpada petugas karantina hewan di BBKP Tanjung Priok untuk mengetahui estimasi waktu dan tingkat kesulitan dari pertanyaan dalam kuisioner. Selanjutnyadilakukan pengujian terhadap validitas danreliabilitas kuisioner. Pengujian validitas kuisioner dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Spearman sedangkan pengujian reliabilitas menggunakan model single trial administration dengan metode konsistensi internal belah dua (split-half method) (Idrus 2009; Riduwan dan Sunarto 2009).
Analisis Data Data dianalisis menggunakan analisis jalur (path analysis)untuk mengetahui korelasi dan besarnya pengaruh langsung dan tidak langsung dari setiap variabel berdasarkan pada koefisien korelasi Pearson yang distandardisasi. Analisis data menggunakan SPSS Statistics Versi 16. Untuk data kualitatif, data terlebih dahulu dilakukan transformasi menggunakan method of successive interval (MSI) sebelum dianalisis (Riduwan dan Sunarto 2009).
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
11 Kondisi Umum Wilayah Penelitian BBKP Makassar memiliki 10tempat pemasukan/pengeluaran yang terdiri dari 1 bandar udara, 8 pelabuhan laut dan 1 kantor pos, sedangkan SKP Kelas I Parepare memiliki 9 tempat pemasukan dan pengeluaran yang tediri dari 7 pelabuhan laut dan 2 bandar udara (Kementan 2011). Wilayah pemantauan BBKP Makassar meliputi 11 dari 24 kab/kota di Provinsi Sulawesi Selatan yaitu : Pangkajene dan Kepulauan, Maros, Makassar, Gowa, Takalar, Janeponto, Bantaeng, Sinjai, Bone, Bulukumba, dan Kepulauan Selayar sedangkan selebihnya sebanyak 13 kab/kota masuk dalam wilayah pemantauan SKP Kelas I Parepare. Jumlah pegawai karantina hewan pada BBKP Makassar sebanyak 42 orang yang terdiri dari 11 medik veteriner dan 31 paramedik veteriner sedangkan jumlah pegawai karantina hewan pada SKP Kelas I Parepare sebanyak 15 orang yang terdiri dari 4 medik veteriner dan 11 paramedik veteriner.
Karakteristik Petugas Karantina Hewan Karakteristik petugas karantina dari BBKP Makassar dan SKP Kelas I Parepare, diuraikan pada Tabel 3. Tabel 3 Karakteristik petugas karantina hewan di Sulawesi Selatan Tahun 2014 No 1
2
3
4
5 6
Karakteristik Pendidikan
Kategori SMA/sederajat D3 S1 bukan dokter hewan S1 dokter hewan S2 Fungsional Belum fungsional Fungsional non aktif(struktural) PMV pelaksana PMV pelaksana lanjutan PMV penyelia Medik veteriner pertama Medik veteriner muda Umur < 30 tahun 30 – 45 tahun > 45 tahun Lama PNS < 5 tahun 5-10 tahun > 10 tahun Lama di tempat < 5 tahun sekarang > 5 tahun Pelatihan Tidak pernah pernah
Frekuensi 23 8 3 14 3 8 3 10 7 9 10 4 7 33 11 23 11 17 33 18 32 19
Persen 45.1 15.7 5.9 27.4 5.9 15.7 5.9 19.6 13.7 17.6 19.6 7.8 13.7 64.7 21.6 45.1 21.6 33.3 64.7 35.3 62.7 37.3
Sebagian besar petugas karantina hewan berusia antara 30-45 tahun dan termasuk dalam kategori usia produktif. Sebagian besar petugas karantina hewan
12 telah bekerja sebagai PNS maupun bekerja di tempat yang sekarang kurang dari lima tahun. Dari segi pendidikan, sebagian besar pendidikan petugas karantina hewan adalah SMA/sederajat. Ada sebagian petugas karantina hewan yang belum fungsional serta belum semua petugas karantina pernah mengikuti pelatihan terkait bruselosis (Tabel 3). Pengendalian bruselosis pada ternak melibatkan kombinasi dari manajemen peternakan, program vaksinasi dan test and slaughter. Adapun manajemen peternakan berkaitan erat dengan biosekuriti yang mencakup tiga aspek yaitu isolasi, pengawasan lalulintas, dan sanitasi. Pelatihan terhadap aspek-aspek tersebut perlu dilakukan mengingat belum semua petugas karantina mendapat pelatihan terkait pengendalian bruselosis.
Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Sebaran tingkat pengetahuan, sikap dan praktik petugas karantina hewan dalam pengendalian bruselosis selengkapnya disajikan pada Tabel 4. Sebagian besar sikap dan praktik petugas karantina hewan dalam pengendalian bruselosis menunjukkan kategori baik, sedangkan sebagian besar pengetahuan petugas karantina hewan terkait pengendalian bruselosis berkategori cukup. Tabel 4 Frekuensi dan persentase pengetahuan, sikap dan praktik petugas karantina hewan di Sulawesi Selatan Tahun 2014 No 1
Variabel Pengetahuan
2
Sikap
3
Praktik
Kategori Kurang Cukup Baik Kurang Cukup Baik Kurang Cukup Baik
Frekuensi 3 34 14 0 21 30 0 3 48
Persentase 5.9 66.7 27.5 0 41.2 58.8 0 5.9 94.1
Masih terdapatnya pengetahuan petugas karantina hewan terkait pengendalian bruselosis yang berkategori kurang dan sebagian besar berkategori cukup diperlukan usaha-usaha yang dapat meningkatkan pengetahuan. Usaha peningkatan pengetahuan dapat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan.
Hubungan Karakteristik, Pengetahuan, Sikap, dan Praktik
13 Hubungan antara variabel bebas dan tidak bebas yang berpengaruh terhadap pengetahuan, sikap, dan praktik dianalisis dengan analisis jalur. Di samping itu, analisis jalur dapat menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung seperangkat variabel bebas terhadap variabel tidak bebas. Model persamaan struktural berdasarkan kerangka konsep penelitian ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5 Persamaan regresi dalam analisis jalur penelitian Model
Variabel tidak bebas X1
Variabel Persamaan struktur bebas Model 1 A,B,C,D, X1= ρx1AA + ρx1BB + ρx1CC + ρx1DD + ρx1EE + E,F, ρx1FF + ρx1*ƐX1 Model 2 X2 A,B,C,D,E, X2= ρx2AA + ρx2BB + ρx2CC + ρx2DD + ρx2EE + F,X1 ρx2FF + ρx2X1X1 +ρx2*ƐX2 Model 3 Y A,B,C,D,E, Y= ρYAA + ρYBB + ρYCC + ρYDD + ρYEE + ρYFF F,X1,X2 + ρYX1X1 + ρYX2X2 + ρy*Ɛy 1). A: umur; B: pendidikan formal; C: tingkat fungsional; D: lama PNS; E: lama bekerja di tempat sekarang; F: pelatihan; X1: pengetahuan; X2: sikap; Y: praktik 2) ρij : koefisien jalur; Ɛi: galat sisa
Hubungan antar variabel berdasarkan kerangka konsep penelitian ditunjukkan dengan nilai koefisien jalur. Berdasarkan persamaan struktural pada Tabel 5, nilai koefisien jalur dari masing-masing variabel bebas dan tidak bebas selengkapnya disajikan pada Gambar 2. Karakteristik petugas A.Umur B.Tingkat pendidikan C.Tingkat fungsional D.Lama PNS E.Lama bekerja di tempat sekarang F.Pelatihan 0.421 0.603*
-0.150 0.079 0.173
-0.227 0.247 0.231* 0.231 -0.161 0.117
Sikap (X2)
0.184
Praktik (Y) 0.457*
-0.498 0.032
0.647* 0.105 0.174
Ɛ X2:0.565
0.459*
0.132
0.082 Pengetahuan (X1)
Ɛ X1:0.655
* : Menunjukkan adanya hubungan yang nyata pada α = 0.05 Gambar 2 Nilai koefisien jalur variabel penelitian Asosiasi Karakteristik Individu Terhadap Pengetahuan (Model 1)
ƐY: 0.602
14 Nilai koefisien jalur pengaruh langsung berbagai macam variabel karakteristik individu terhadap pengetahuan petugas karantina hewan dalam pengendalian bruselosis di Sulawesi Selatan disajikan pada Tabel 6. Tabel 6Pengaruh langsung, pengaruh total dan signifikansi uji variabel yang mempengaruhi pengetahuan petugas karantina hewan dalam pengendalian bruselosis di Sulawesi Selatan Tahun 2014 Pengaruh % Sig. Pengaruh total langsung A terhadap X1 0.421 0.421 29.17 0.113 * 41.79 B terhadap X1 0.603 0.603 0.000 C terhadap X1 0.184 0.184 12.75 0.101 D terhadap X1 -0.498 -0.498 -34.51 0.081 E terhadap X1 0.032 0.032 2.22 0.796 F terhadap X1 0.082 0.082 5.68 0.428 Jumlah 0.824 (57.1%) 57.1 1). A: umur; B: pendidikan formal; C: tingkat fungsional; D: lama PNS; E: lama bekerja di tempat sekarang; F: pelatihan; X1: pengetahuan; 2). * : menunjukkan adanya hubungan yang nyata pada α = 0.05 Pengaruh variabel
Total pengaruh variabel pendidikan formal terhadap pengetahuan petugas karantina hewan terkait pengendalian bruselosis memiliki persentase tertinggi jika dibandingkan dengan variabel karakteristik lainnya.Dari total pengaruh variabel karakteristik terhadap pengetahuan yang digambarkan oleh model sebesar 41.79% dari 57.1% atau kurang lebih 73% dipengaruhi oleh pendidikan formal. Disamping memiliki total pengaruh dengan persentase tertinggi, pendidikan formaljuga secara nyata berpengaruh terhadap pengetahuan petugas karantina hewan terkait pengendalian bruselosis di Sulawesi Selatan berdasarkan hasildari uji parsialvariabel karakteristik yang berpengaruh terhadap pengetahuan. Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh latar belakangnya seperti umur, status perkawinan, pendidikan, lingkungan sosial yang meliputi lingkungan tempat tinggal dan lingkungan pekerjaan. Pengetahuan seseorang dapat berubah dan berkembang sesuai kemampuan, kebutuhan, pengalaman dan tinggi rendahnya penerimaan informasi yang ada di lingkungan sekitarnya. Akses untuk mendapatkan informasi juga merupakan aspek penting untuk meningkatkan pengetahuan. Selain itu pengetahuan juga dapat diperoleh dari proses belajar yang dilakukan oleh seseorang selama hidupnya (Oktarinaet al. 2009). Adanya hubungan yang nyata antara pendidikan dengan pengetahuan senada dengan pendapat Kheiri et al. (2011) bahwa pendidikan meningkatkan pengetahuan. Pendidikan merupakan pembentukan perilaku yang menguntungkan bagi individu dan orang lain dalam beberapa waktu yang akan datang. Perilaku yang diatur melalui pendidikan bertujuan untuk pengkondisian seperti pendalaman, latihan, dan praktik (Skinner 2013). Menurut Mangkuprawira (2003) yang dikutip oleh Darmawan (2012) berpendapat bahwa pelatihan adalah sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar individu semakin terampil dan mampu dalam melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik sesuai standar. Semakin banyak pelatihan terkait bruselosis yang pernah diikuti oleh petugas karantina
15 hewan seharusnya berkorelasi positif dan berpengaruh secara nyata terhadap pengetahuan terkait bruselosisyang dimiliki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelatihan yang pernah diikuti oleh petugas karantina hewan terkait pengendalian bruselosis tidak bepengaruh nyata terhadap pengetahuan, sehingga perlu dilakukan evaluasi dan perbaikan terhadap pelaksanaan pelatihan yang telah dilakukan agar tujuan pelatihan yang sebenarnya dapat dicapai. Besarnya pengaruh total pada variabel lama PNS yang menunjukkan arah negatif terhadap pengetahuan dapat dijadikan bahan evaluasi dalam penguatan pembangunan sumberdaya manusia Badan Karantina Pertanian kedepannya melalui refresh maupun upgrade pengetahuan sehingga lama PNS berkorelasi positif terhadap pengetahuan. Asosiasi Karakteristik Individu dan Pengetahuan Terhadap Sikap (Model 2) Berdasarkan kerangka konsep penelitian, sikap dipengaruhi secara langsung dan tidak langsung oleh karakteristik individu dan pengetahuan, sehingga pengaruh totalnya terdiri atas pengaruh langsung dan tidak langsung. Nilai koefisien jalurpengaruh langsung dan tidak langsung berbagai macam variabel karakteristik dan pengetahuan terhadap sikap disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Pengaruh langsung dan tidak langsung serta signifikansi variabel yang mempengaruhi sikap petugas karantina hewan dalam pengendalian bruselosis di Sulawesi Selatan Tahun 2014 Pengaruh variabel
Pengaruh langsung
Pengaruh Pengaruh % Sig. tak langsung total melalui X1 A terhadap X2 -0.227 0.193 -0.034 -1.80 0.337 B terhadap X2 0.247 0.277 0.524 27.97 0.060 C terhadap X2 0.231 0.084 0.315 16.85 0.024* D terhadap X2 0.231 -0.229 0.002 0.13 0.365 E terhadap X2 -0.161 0.015 -0.146 -7.81 0.144 F terhadap X2 0.117 0.038 0.155 8.26 0.196 X1 terhadap X2 0.459 0.459 24.51 0.001* Jumlah 0.897 0.378 (47.9%) (20.2%) 68.1 1). A: umur; B: pendidikan formal; C: tingkat fungsional; D: lama PNS; E: lama bekerja di tempat sekarang; F: pelatihan; X1: pengetahuan; X2: sikap. 2). *: menunjukkan adanya hubungan yang nyata pada α = 0.05
Hasildari uji parsialberbagai variabel yang berpengaruh terhadap sikap, ditunjukkan bahwa tingkat fungsional dan pengetahuan berpengaruh secara nyata terhadap sikap petugas karantina hewan dalam pengendalian bruselosis di Sulawesi selatan. Pendidikan formal yang dimiliki oleh petugas karantina hewan memiliki total pengaruh yang paling besar dibandingkan dengan variabel lainnya yang berpengaruh terhadap sikap.Dari total pengaruh variabel yang berpengaruh terhadap sikapyang digambarkan oleh model sebesar27.97% dari 68.1%atau kurang lebih 41% dipengaruhi oleh pendidikan.Variabel pendidikan formal memiliki persentase pengaruh total terbesar walaupun tidak menunjukkan hubungan yang nyata terhadap sikap akibat besarnya pengaruh tidak langsung yang didapat dari pengetahuan.
16 Pengetahuan menjadi dasar terbentuknya sikap seseorang (Fabrigar et al. 2006).Hal yang sama juga dikemukakan oleh Ohlander et al. (2005) bahwa pengetahuan dapat merubah keyakinan dan nilai-nilai seseorang dan perubahan ini berlangsung selamanya. Pengetahuan seseorang yang akan mendorong seseorang untuk membentuk suatu kepercayaan yang kemudian akan mempengaruhi sikap. Adanya hubungan yang nyata antara pengetahuan dan sikap pada penelitian ini berarti semakin tinggi pengetahuan maka semakin baik sikap petugas karantina hewan terkait pengendalian bruselosis. Tingkatan fungsional menunjukkan keterampilan dan keahlian seseorang pada bidang pekerjaannya. Semakin tinggi tingkatan fungsional seseorang menunjukkan bahwa keterampilan dan keahlian seseorang pada bidang tersebut semakin tinggi. Keterampilan dan keahlian dapat diperoleh secara langsung melalui pendidikan/pengetahuan maupun secara tidak langsung melalui pengalaman. Pengetahuan dan pengalaman inilah yang akhirnya membentuk persepsi seseorang terhadap suatu hal sehingga berpengaruh nyata terhadap sikap. Hal ini senada dengan pendapat Sarwono (2002) yang menjelaskan bahwa sikap dapat terbentuk dari pengalaman melalui proses belajar ataupun pengalamannya. Asosiasi Karakteristik Individu, Pengetahuan, dan Sikap Terhadap Praktik (Model 3) Berdasarkan kerangka konsep penelitian, praktik dipengaruhi secara langsung dan tidak langsung oleh karakteristik individu, pengetahuan, dan sikap sehingga pengaruh totalnya terdiri atas pengaruh langsung dan tidak langsung. Nilai koefisien jalur pengaruh langsung dan tidak langsung berbagai macam variabel karakteristik, pengetahuan, dan sikap terhadap praktik disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Pengaruh langsung dan tidak langsung serta signifikansi variabel yang mempengaruhi praktik petugas karantina hewan dalam pengendalian bruselosis di Sulawesi Selatan Tahun 2014 Jml Pengaruh kausal Pengaruh tdk % Sig. tidak langsung total langsung lgs melalui X1 X2 X1,X2 A thd Y -0.150 0.056 -0.104 0.088 0.040 -0.110 -3.335 0.560 B thd Y 0.079 0.080 0.113 0.126 0.319 0.398 12.080 0.587 C thd Y 0.173 0.024 0.106 0.039 0.168 0.341 10.365 0.135 D thd Y 0.647 -0.066 0.106 -0.104 -0.065 0.582 17.677 0.023* E thd Y -0.105 0.004 -0.074 0.007 -0.063 -0.168 -5.089 0.385 F thd Y 0.174 0.011 0.053 0.017 0.081 0.255 7.755 0.085 X1 thd Y 0.132 0.210 0.210 0.342 10.374 0.415 X2 thd Y 0.457 0.457 13.872 0.008* Jumlah 1.407 0.109 0.410 0.173 0.692 (42.71 %) (3.30%) (12.44%) (5.25%) (20.99%) 63.7 1). A: umur; B: pendidikan formal; C: tingkat fungsional; D: lama PNS; E: lama bekerja di tempat sekarang;F: pelatihan; X1: pengetahuan; X2: sikap; Y: praktik. 2). *: menunjukkan adanya hubungan yang nyata pada α = 0.05 Pengaruh variabel
Berdasarkan hasildari uji parsial berbagai variabel yang berpengaruh terhadap praktik, dapat dilihat bahwa lama PNS dan sikap berpengaruh langsung
17 dan nyata terhadap praktik petugas karantina hewan dalam pengendalian bruselosis di Sulawesi Selatan. Pengaruh total berbagai variabel yang berpengaruh terhadap praktikyang digambarkan oleh model yaitu sebesar 63.7%. Lama PNS,sikap, dan pendidikan formalmerupakan tiga variabel yang memiliki pengaruh total terbesar terhadap praktik pengendalian bruselosis. Berdasarkan hasil analisis jalur variabel penelitian yang berpengaruh terhadap praktik secara garis besar terdapat dua jalur yang mempengaruhi praktik yaitu: pertama melalui sikap, jalur ini menggambarkan terbentuknya praktik karena dipelajari. Praktik terbentuk melalui jalur yang berawal dari sikap yang dipengaruhi oleh tingkat fungsional, dan pengetahuan sedangkan pengetahuan dipengaruhi oleh pendidikan. Kedua melalui lama sebagai PNS yang secara langsung mempengaruhi praktik, jalur kedua ini menggambarkan praktik yang dibentuk oleh pengaruh luar karena kebiasaan atau mencontoh praktik seseorang yang menjadi panutan. Hasil analisis jalur ini senada dengan pendapat Walgito (2003) yang menyatakan bahwaperilaku manusia sebagian besar berupa perilaku yang dibentuk dan perilaku yang dipelajari. Hubungan yang nyata antara sikap terhadap praktik pada penelitian ini sejalan dengan pendapat Azwar (2003) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara sikap dengan tindakannya. Demikian pula yang disimpulkan olehZahid (1997) bahwa terdapat hubungan antara sikap dengan praktik, namun keberadaan hubungan ini ditentukan oleh kespesifikan sikap, kekuatan sikap, kesadaran pribadi, dan norma-norma subyektif yang mendukung. Lama PNS menggambarkan pengalaman seseorang pada bidang pekerjaan juga pengaruh lingkungan terhadap sikap dan praktik yang dilakukan. Praktik yang dihasilkan merupakan gabungan dari pengaruh pengalaman dan pengaruh lingkungan. Semakin lama bekerja maka kecenderungan untuk berperilaku yang sama dengan orang yang dianggap penting semakin meningkat. Orang yang dianggap penting selalu berusaha untuk menciptakan kondisi praktik yang baik. Pendidikan formal yang dimiliki oleh petugas karantina hewan memiliki pengaruh total terbesar ketiga. Namun demikian tidak secara nyata berpengaruh terhadap praktik petugas karantina hewan dalam pengendalian bruselosis. Pengaruh total tersebut sebagian besar akibat pengaruh tidak langsung dari pengetahuan dan sikap. Hal ini menunjukkan kontribusi penting pendidikan formal yang dimiliki oleh petugas karantina hewan terhadap terbentuknya praktik pengendalian bruselosis. Kontribusi penting variabel pendidikan formal terhadap praktik pengendalian bruselosis dapat dijadikan bahan evaluasi dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia di organisasi. Pemenuhan standar kualifikasi pendidikan saat recruitment pegawai serta peningkatan jenjang pendidikan menjadi opsi yang berguna untuk terciptanya praktik yang lebih baik. Terdapat korelasi negatif antara umur dan praktik petugas karantina dalam pengendalian bruselosis. Hal ini terjadi karena mereka menganggap bahwa cara yang dilakukan selama ini sudah benar sehingga sulit untuk menerima perubahan. Hasil penelitian ini selaras dengan pendapat Tuokko et al. (2007)bahwa seseorang yang lebih muda cenderung lebih terbuka terhadap informasi dan ide-ide baru serta terhadap pengetahuan yang lebih luas. Hubungan antara pendidikan dan pengetahuan, pengetahuan dan sikap, serta sikap terhadap praktik menunjukkan adanya hubungan yang positif. Hubungan yang positif berarti semakin baik nilai pengetahuan dan sikap maka semakin baik
18 pula praktik yang dilakukan. Hasil penelitian ini senada dengan hasil penelitian Santoso (2012). Pengetahuan yang baik akan dapat meningkatkan profesionalisme petugas dalam melakukan tindakan pencegahan masuk dan tersebarnya penyakit hewan. Pelatihan dan seminar akan menambah informasi dan pengetahuan responden yang dapat meningkatkan praktik atau perilaku positif seseorang. Pengalaman yang didapat selama bekerja mungkin mempunyai pengaruh pada sikap dan praktik seseorang terhadap sesuatu, hal ini tergantung pada kemampuan orang tersebut dalam menguasai pengalaman yang didapat dan frekuensi pengalaman tersebut diimplementasikan dalam pekerjaanya. Praktik pengendalian bruselosis yang dilakukan oleh petugas karantina hewan di Sulawesi Selatan adalah pengawasan lalulintas hewan dengan penerapan test and slaughter. Pengawasan lalulintas dilakukan pada setiap kegiatan pemasukan/pengeluaran hewan.Pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan bebas bruselosis menjadi persyaratan wajib yang harus dipenuhi pada lalulintas hewan. Hanya hewan yang bebas bruselosis yang dapat dilalulintaskan. Terhadap hewan positif bruselosis dilakukan pemotongan bersyarat di instalasi karantina hewan. Praktik pengendalian bruselosis yang dilakukan oleh petugas karantina hewan yang dikategorikan baik menunjukkan bahwa sistem organisasi berjalan secara baik. Meskipun demikian tetap diperlukan kontrol dan monitoring terhadap hubungan-hubungan antara tujuan dengan tata cara dan hasil yang akan atau telah diperoleh. Tanpa adanya kontrol, monitoring dan koordinasi sumberdaya manusia dan material sulit melakukan perhitungan dan perencanaan dalam menghadapi perubahan kondisi eksternal organisasi (Agusyanto 2007).
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Petugas karantina hewan di Sulawesi Selatan sebagian besar memiliki sikap dan praktik pengendalian bruselosis dengan kategori baik, namun sebagian besar petugas memiliki pengetahuan dengan kategoricukup. Pola hubungan antar variabel penelitian menunjukkan bahwa praktik pengendalian bruselosis dipengaruhi langsung oleh variabel lama bekerja sebagai PNS dan sikap. Sikap terkait pengendalian bruselosis secara nyata dipengaruhi oleh tingkat fungsional dan pengetahuan.Pengetahuan terkait pengendalian bruselosis secara nyata dipengaruhi oleh pendidikan formal. Pendidikan formal memiliki pengaruh total terbesar ketiga setelah lama PNS dan sikap walaupun tidak berpengaruh secara nyata terhadap praktik pengendalian bruselosis. Pengaruh total tersebut akibat pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap sikap maupun pengetahuan. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan formal berperan penting dalam pembentukan pengetahuan, sikap, dan praktik petugas karantina hewan dalam pengendalian bruselosis.
Saran
19 1.
2.
Perlu dilakukan upaya yang dapat meningkatkan pengetahuan petugas karantina hewan di Sulawesi Selatan terkait pengendalian bruselosis yaitu melalui pendidikan formal dan pelatihan-pelatihan. Perlu adanya evaluasi terhadap pelatihan yang terkait bruselosis yang telah dilakukan sehingga benar-benar dapat meningkatkan pengetahuan petugas karantina hewan dalam pengendalian bruselosis di Sulawesi Selatan.
DAFTAR PUSTAKA Agusyanto R. 2007. Jaringan Sosial dalam Organisasi. Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada. Alton GG, Jones LM, Angus RD, Verger JM. 1988. Techniques for The Brucellosis Laboratory.Paris (FR). Institute National de la Recherche Agronomique (INRA). Azemi NAR.2010.Gambaran perilaku mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara terhadap demam chikungunya Tahun 2010 [skripsi].Medan (ID): Universitas Sumatera Utara. Azwar S. 2003. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta (ID): Pustaka Pelajar. Bas M,Ersun AS, Kivanc G. 2006. The evaluation of food hygiene knowledge, attitude and practices of food handlers in food bussiness in Turkey. Food Contr. 17:317-322. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013.Statistik Indonesia: Statistical Yearbook of Indonesia 2013.Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik. Darmawan R. 2012. Pelatihan: Definisi, manfaat, tujuan,dan metode pelatihan. [Internet]. [diunduh 2015 Januari 21].Tersedia pada:http://nursecaremine.blogspot.com/2012/11/pelatihan-definisi-tujuanmanfaat-dan.html. Fabrigar LR, Smith SM, Petty RE,Crites SL. 2006. Understanding knowledge effects on attitude-behaviour consistency: The role of relevance, complexity, and amount of knowledge. J Pers Soc Psychol. 90(4):556-577. Gerungan WA. 1996. Psikologi Sosial, Suatu Ringkasan. Bandung (ID): PT Eresco. Harihanto. 2001. Persepsi, sikap, dan perilaku masyarakat terhadap air sungai: Kasus program kali bersih di Kaligarang, Jawa Tengah. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hart MB, Cathy MS, Neumann M, Veltri AT. 2007. Hand injury prevention training: Assesing knowledge, attitude, and behavior. J S H E Res. 3:1-23. Idrus M. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif. Ed ke-2. Hayati, editor. Jakarta (ID): Erlangga. Kaliyaperumal K. 2004. Guideline for conducting a knowledge, attitude and practice (KAP) study. J AECS Illum. 1:7-9. [Kementan] Kementerian Pertanian. 2008a. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 7 Tahun 2008 tentang Syarat dan Tata Cara Pemasukan dan Pengeluaran Benih, Bibit Ternak dan Ternak Potong. Jakarta (ID): Kementan.
20 [Kementan] Kementerian Pertanian. 2008b. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 22 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Karantina Pertanian. Jakarta (ID): Kementan. [Kementan] Kementerian Pertanian. 2011. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 94 Tahun 2011 tentang Tempat Pemasukan dan Pengeluaran Media Pembawa Penyakit Hewan Karantina dan Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina. Jakarta (ID): Kementan. Kheiri M, Sahebalzamani M, Jahantigh M. 2011. The study of education effect on knowledge and attitudes toward electroconvulsive therapy among Iranian nurses and patient’s relatives in a psychiatric hospital 2009-2010.Soc Behav Sci. 30:256-260. Lakhan R, Sharma M. 2010. A study of knowledge, attitude and practices (KAP) survei of families toward their children with intellectual disability in Barwani, India. Asia Pasific Dis Rehab J.21:101-117. Noor SM. 2006.Bruselosis : Penyakit zoonosis yang belum banyak dikenal di Indonesia. Wartazoa.16(1):31-39. Notoatmodjo S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta (ID):Rineka Cipta. Ohlander J, Batalova B, Treas J. 2005. Explaining educational infuences on attitudes toward homosexual relations. Soc Sci Res.34:781–799. [OIE] Office Internationale des Epizooties.2012. Manual Standards for Diagnostic Test and Vaccines for Terrestrial Animals: Bovine Brucellosis. [Internet].[diunduh 2015 Januari 11]. Tersedia pada:http://www.oie.int:80/eng/normes/manual/a summry.htm. Oktarina O, Hanafi F,Budisuari MA. 2009. Hubungan antara karakteristik responden, keadaan wilayah, dengan pengetahuan, sikap terhadap HIV/AIDS pada masyarakat Indonesia. Bul Pen Sis Kes. 12:362-369. Palaian S, Acharya LD, Rao PGM, Shankar PR, Nair NM, Nair NP. 2006 Knowledge, attitude and practice outcomes: Evaluating the impact of conseling in hospitalized diabetic patients in India. Pharm Therap J.31(7): 383-396. Pinto CJ, Urcelay VS. 2003. Biosecurity practice on intensive pig production systems in Chile. Prev Vet Med. 59:139-145. Rakhmat J. 2001. Psikologi Komunikasi. Bandung (ID): Remaja Rosdakarya. Riduwan, Sunarto. 2009. Pengantar Statistika Untuk Penelitian Pendidikan, Sosial, Ekonomi, Komunikasi dan Bisnis. Bandung (ID): Alfabeta. Santoso G. 2012. Kajian biosekuriti instalasi karantina hewan sapi impor di Pulau Jawa. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sarwono S. 2002. Psikologi Sosial Individu dan Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta (ID): Balai Pustaka. Siahaan SJ.2007. Pengaruh tingkat biosekuriti terhadap pemaparan Avian Influenza pada unggas air (studi kasus kontrol di Kabupaten Bogor dan Sukabumi). [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Skinner BF. 2013. Ilmu Pengetahuan dan Perilaku Manusia. Yogyakarta (ID): Pustaka Pelajar. [SKP Kelas I Parepare] Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Parepare. 2013. Laporan Pelaksanaan Kegiatan Tahun Anggaran 2013. Parepare (ID). Soekanto S. 2003. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta (ID): UI Press.
21 Sujarwo. 2004. Pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat sekitar hutan dalam pelestarian hutan (kasus di Hutan Diklat Tabo-Tabo, Kabupaten Pangkep, Provinsi Sulawesi Selatan). [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Supriyadi. 1993. Pendekatan sosiologi dalam pengukuran KAP di bidang kesehatan. Sosiomedika.1(03):1–4. Tuokko HA, McGee P, Gabriel G, Rhodes RE. 2007. Perception,attitude and beliefs, and opennes to change: Implication for older driver education. Accid Anal Prev. 39:812-817. Walgito B. 2003. Psikologi Sosial: Suatu Pengantar. Yogyakarta (ID): Andi Offset. Wulandari. 2012. Pengetahuan, sikap, dan praktik personel instalasi karantina hewan day old chick (IKH DOC) BBKP Soekarno Hatta mengenai biosekuriti.[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Yee KS, Carpenter TE, Cardona CJ. 2009. Epidemiology of H5N1 Avian Influenza. Com Immunol Microb Infect Dis.32(4):325-340. Zahid A. 1997. Hubungan karakteristik peternak sapi perah dengan sikap dan perilaku aktual dalam pengelolaan limbah peternakan. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Lampiran 1 Kuisioner terstruktur untuk petugas karantina hewan
22
TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN PRAKTIK PETUGAS KARANTINA HEWAN DALAM PENGENDALIAN BRUSELOSIS DI SULAWESI SELATAN PERNYATAAN PERSETUJUAN Nama Saya SUMITRO dari SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Jurusan KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER. Selamat pagi/siang. Kami hendak melakukan survei tentang tingkat pengetahuan, sikap dan praktik petugas karantina hewan dalam pengendalian bruselosis di Sulawesi Selatan. Informasi ini sangat membantu kami dalam menyelesakan tugas akhir perkuliahan agar dapat memberikan masukan dalam pengendalian bruselosis di Sulawesi Selatan. Pengisian kuisioner ini membutuhkan waktu sekitar 30 - 35 menit. Informasi yang Bapak / Ibu berikan dalam kuisioner ini akan kami jaga kerahasiaannya dan tidak akan di tunjukkan pada orang lain. Nama dan Nomor telepon Bapak/Ibu yang di catat pada kuisioner ini hanya jika kami butuh untuk menghubungi Bapak/Ibu di kemudian hari dan tidak akan disertakan dalam laporan atau diserahkan kepada pihak lain. Partisipasi dalam survei ini bersifat sukarela dan kami sangat berharap Bapak/Ibu dapat berpartisipasi karena informasi yang di berikan akan sangat berharga bagi survei ini. Apakah Bapak / Ibu bersedia berpartisipasi? □ Ya □ Tidak Jika Tidak, mohon berikan alasannya mengapa Bapak/Ibu tidak bersedia berpartisipasi……………………………………………………………..
Tanggal survei No Kuisioner
: ....................... : .......................
23 Tempat Enumerator
: ...................... : ......................
A. KARAKTERISTIK PETUGAS KARANTINA HEWAN Nama : ........................ Umur : ........................ Jenis Kelamin : ......................... Alamat / No HP : ......................... Asal UPT : ......................... Wilker : ......................... 1.
Apa pendidikan terakhir saudara? (SMA/SNAKMA/D1/D2/D3/S1/S2) □ pilih salah satu...................... 2. Apakah anda sebagai pejabat fungsional? □ Ya □ Tidak 2a. Jika ya apa jenjang /tingkatan fungsional anda? □ sebutkan..................... 2b. Jika tidak apa jabatan anda? (Struktural/CPNS-calon fung KH/adm) □ pilih salah satu/sebutkan.................... 3. Berapa lama anda bekerja sebagai PNS/petugas karantina hewan? (tahun) □ sebutkan..................... 4. Berapa lama anda bekerja di tempat bekerja sekarang ? (tahun) □ sebutkan........................ 5 . Apakah dalam 2 (dua) tahun terakhir anda pernah melakukan tindakan karantina sapi? □ Ya □ Tidak 6 . Apakah di wilker/tempat anda bekerja sekarang ada lalulintas sapi? □ Ya □ Tidak 6a. Jika ya berapa kali rata-rata dalam 1 bulan? (kali) □ sebutkan..................... 7 Apakah di wilker/tempat anda bekerja sekarang memiliki IKH sapi? □ Ya □ Tidak 8 Dimana tempat dilakukan tindakan karantina terhadap sapi yang dilalulintaskan di wilker saudara? □ IKH □ IKHS □ Tempat lain sebutkan................................... 9 Apakah anda mempunyai kegiatan lain diluar pekerjaan PNS yang berhubungan dengan budidaya,jual beli,konsultan,pelayanan kesehatan pada sapi? □ Ya □ Tidak 10 Berapa kali anda mendapatkan pelatihan yang berkaitan tentang bruselosis? □ tidak pernah □ ............ kali (sebutkan) (selain tdk pernah lanjut ke 11,12)
11
Jenis dan waktu pelatihan yang berkaitan dengan bruselosis? □ pengujian laboratorium □ Pada tahun …………
24 □ pengambilan sampel □ Pada tahun ………… □ pencegahan dan pengendalian □ Pada tahun ………… □ manajemen pemeliharaan □ Pada tahun ………… □ lainnya sebutkan.................... □ Pada tahun ………… 12 Siapa yang menyelenggarakan pelatihan? □ Unit Pelaksana Teknis Badan Karantina Pertanian □ Pusat Karantina Hewan Badan Karantina Pertanian □ Dinas Peternakan/kesehatan hewan Kabupaten/provinsi □ Direktorat jenderal peternakan dan kesehatan hewan □ lainnya sebutkan....................
B. PENGETAHUAN Mohon untuk tidak menebak jawaban,isilah dengan tanda ( √ ) B: Benar, S: Salah, TT: Tidak Tahu No Pertanyaan B S 1 Bruselosis adalah suatu penyakit hewan menular yang menyebabkan keguguran pada trimester awal ....... ....... kebuntingan 2 Penyakit bruselosis pada sapi tidak bersifat zoonosis (penyakit yang dapat ditularkan dari ...... ....... hewan ke manusia) 3 Bruselosis hanya menyerang hewan betina ....... ....... 4 Kasus bruselosis kronis pada hewan betina menimbulkan higroma (radang pada sendi lutut) ....... ....... dan orchitis pada hewan jantan 5 Gejala klinis infeksi bruselosis pada sapi betina ....... ....... dewasa bersifat akut 6 Susu dari induk sapi yang terinfeksi bruselosis setelah dilakukan pasteurisasi aman untuk ....... ....... dikonsumsi manusia 7 Feses dan urine adalah sumber penularan utama ....... ....... bruselosis 8 Penularan bruselosis dapat disebabkan oleh ....... ....... inseminasi buatan 9 Sapi dengan tanda klinis keguguran pada bulan 3-5 ....... ....... patut dicurigai terinfeksi bruselosis 10 Perlu dilakukan pengujian bruselosis terhadap ternak yang dipelihara dengan tujuan ....... ....... penggemukan/ slaughter. 11 Dimungkinkan hasil positif palsu pada pengujian ....... ....... RBT 12 Vaksinasi brusela pada sapi dapat menyebabkan ....... ....... reaksi positif pada pengujian RBT
lanjutan No Pertanyaan
B
S
TT ........
....... ....... ....... ....... ....... ....... ....... ....... ....... ....... .......
TT
25 13 14
15
16
17
18 19
20
Agen penyebab bruselosis adalah kuman yang bersifat ekstraseluler Tindakan desinfeksi kandang serta material lain yang terkontaminasi cairan/leleran hewan terinfeksi bruselosis dapat mencegah penyebaran penyakit ke hewan lain dan lingkungan. Dalam manajemen pemeliharaan,dapat disatukan pemeliharaan antara hewan dengan gejala klinis bruselosis dan hewan yang sehat Dengan melakukan isolasi terhadap hewan yang sakit/terinfeksi bruselosis sesegera mungkin dapat mencegah penyebaran penyakit Melakukan pemotongan bersyarat terhadap hewan terinfeksi bruselosis adalah salah satu cara untuk mencegah penyebaran bruselosis Bagian yang diafkir dari sapi yang terinfeksi bruselosis hanya organ reproduksi saja Perlu pengujian RBT sebanyak 2 kali dengan interval minimal 1 bulan untuk memastikan sapi bebas bruselosis Sapi jantan yang telah dikastrasi dapat menularkan penyakit bruselosis
.......
.......
.......
.......
.......
.......
.......
.......
.......
.......
.......
.......
.......
.......
.......
.......
.......
.......
.......
.......
.......
C.
SIKAP Mohon untuk dijawab dengan sejujurnya dengan memberi tanda (√) S: Setuju, RR: Ragu ragu, TS: Tidak Setuju No Pernyataan S RR 1 Menurut saudara, dengan melakukan pemeriksaan fisik pada sapi yang dilalulintaskan dapat ........ ........ mendiagnosa sapi terinfeksi bruselosis 2 Menurut saudara, keguguran pada semua umur ........ ........ kebuntingan adalah tanda patognomonis bruselosis 3 Menurut saudara, hewan yang berasal dari daerah yang tidak bebas bruselosis memiliki risiko yang ........ ........ lebih rendah untuk tertular bruselosis 4 Menurut saudara, dalam mencegah penyebaran bruselosis pada sapi maka daerah asal ternak ........ ........ harus diperhatikan 5 Menurut saudara, terhadap sapi yang tidak mempunyai surat hasil pengujian bebasbruselosis ........ ........ dilarang pelalulintasannya 6 Menurut saudara,infeksi bruselosis pada sapi dara bersifat laten dan berubah menjadi akut apabila ........ ........ sapi mengalami kebuntingan
TS ........ ........ ........
........
........
........
26 Lanjutan No Pernyataan 7 Menurut saudara,kandang isolasi hanya fasilitas penunjang dan keberadaanya tidak diperlukan di kandang instalasi 8 Menurut saudara, dalam lalulintas sapi bibit, hanya perlu diambil sebagian/sampling dari populasi untuk pengujian bruselosis 9 Menurut saudara, recording/pencatatan yang tidak baik dalam pengambilan sampel dapat menghindari kesalahan penafsiran hasil pengujian 10 Menurut saudara, sampel yang lisis (tidak dapat dipisahkan antara serum dan sel darah merah) memenuhi syarat pengujian bruselosis 11 Menurut saudara bruselosis adalah penyakit yang persisten dan sulit disembuhkan 12 Menurut saudara, pengobatan dengan antibiotik yang tepat dapat menyembuhkan hewan terinfeksi bruselosis 13 Menurut saudara, kandang isolasi yang terpisah di kandang instalasi tidak berperan dalam pencegahan penularan bruselosis 14 Saya yakin bahwa sapi jantan juga dapat menularkan bruselosis sehingga perlu dilakukan pengujian bruselosis ketika dilalulintaskan 15 Saya menganggap air minum, pakan dan peralatan yang terkontaminasi feses dan urine dalam kandang dapat menularkan bruselosis 16 Saya menganggap dengan melakukan desinfeksi kandang dan peralatan yang terkontaminasi dapat mencegah penularan bruselosis pada ternak 17 Saya yakin tidak perlu dilakukan pemotongan terhadap hewan yang terinfeksi bruselosis 18 Menurut saya penyakit bruselosis dapat dicegah dengan vaksinasi 19 Menurut saudara, terhadap sapi dengan hasil pengujian RBT positif langsung dilarang pelalulintasannya tanpa dilakukan uji konfirmasi lagi . 20 Menurut saudara, daging dari sapi yang terinfeksi bruselosis tidak layak untuk dikonsumsi
S
RR
TS
........
........
........
........
........
........
........
........
........
........
........
........
........
........
........
........
........
........
........
........
........
........
........
........
........
........
........
........
........
........
........
........
........
........
........
........
........
.......
........
........
........
........
27 D. PRAKTIK checklist praktik pengendalian bruselosis SL : Selalu, KD : Kadang-kadang, T : Tidak pernah No 1
KONDISI Juklak/juknis tindakan karantina terkait bruselosis dijadikan pedoman dalam pelaksanaan kegiatan lalulintas sapi 2 Kegiatan lalulintas sapi mengikuti SOP (urutan pekerjaan dan petugas yang bertanggungjawab) 3 Ada hasil laboratorium terhadap bruselosis yang menyertai setiap kegiatan lalulintas sapi 4 Dilakukan verifikasi SKKH dan hasil laboratorium pengujian bruselosis pada lalulintas sapi 5 Dilakukan pemeriksaan ulang apabila terdapat ketidaksesuaian antara fisik dan dokumen 6 Dilakukan pemberian tanda identitas berupa eartag/cap bakar/angka/nomor terhadap sapi yang tidak memiliki tanda identitas 7 Dilakukan pengasingan dan pengamatan terhadap bruselosispada kandang instalasi setiap ada lalulintas sapi 8 Penanggung jawab kandang instalasi adalah dokter hewan 9 Sapi yang menunjukan gejala klinis bruselosis di kandang instalasi dilaporkan kepada penanggungjawab kandang instalasi 10 Dilakukan pengambilan darah terhadap sapi yang tidak disertai pengujian bruselosis jika dilalulintaskan 11 Dilakukan pengambilan darah ulang terhadap sapi yang serum darahnya tidak memenuhi syarat pengujian bruselosis 12 Alat dan bahan dalam pengambilan sampel pengujian bruselosis disposibel dan aseptis lanjutan No KONDISI
SL
KD
T
.......
.......
.......
......................
.......
.......
.......
.......................
.......
.......
.......
.......................
.......
.......
.......
.......................
.......
.......
.......
.......................
.......
.......
.......
.......................
.......
.......
.......
.......................
.......
.......
.......
.......................
.......
.......
.......
.......
.......
.......................
.......
.......
.......
.......................
.......
.......
.......
.......................
SL
KD
.......
T
KOMENTAR
.......................
KOMENTAR
28 13
14 15
16
17
18 19
20
Dilakukan pengujian ulang terhadap bruselosis terhadap sapi yang tanda identitasnya tidak jelas Dilakukan uji lanjut dengan CFT apabila hasil pengujian RBT positif Dilakukan isolasi terhadap sapi yang menunjukan gejala klinis dan hasil pengujian (RBT dan CFT ) positif Dilakukan penahanan,penolakan terhadap sapi yang hasil pengujian RBT positif Dilakukan pemotongan bersyarat terhadap sapi yang hasil uji CFT positif Organreproduksi sapi yang terinfeksi bruselosis di afkir Dilakukan prosedur sanitasi dan desinfeksi pada kandang instalasi apabila ada sapi yang menunjukan gejala klinis dan hasil laboratorium (RBT/CFT) positif Dilakukan pembebasan pada sapi yang tidak terinfeksi bruselosis
.......
.......
.......
.......................
.......
.......
.......
.......................
.......
.......
.......
.......................
.......
.......
.......
.......................
.......
.......
.......
.......................
.......
.......................
.......
.......
.......
.......
.......
.......................
.......
.......
.......
.......................
RIWAYAT HIDUP
29 Penulis dilahirkan di Lamongan, Jawa Timur pada tanggal 17 Juni 1977 sebagai anak ke tiga dari pasangan Akup dan Sumiah. Pendidikan sarjana kedokteran hewan ditempuh penulis di Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan profesi Dokter Hewan di perguruan tinggi yang sama dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2013, penulis melanjutkan studi pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor atas beasiswa Badan Karantina Pertanian. Sejak Juni 2009 hingga saat ini, penulis bekerja sebagai Medik Veteriner di Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Parepare, Sulawesi Selatan.