KAJIAN STOK IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) BERBASIS PANJANG BERAT DI PERAIRAN KARAS YANG DI DARATKAN DI TEMPAT PENDARATAN IKAN PELANTAR KUD KOTA TANJUNGPINANG The study of Sardinella fimbriata stock based on weight length in Karas fishing ground landed at Pelantar KUD in Tanjungpinang Ramita Sari1, T. Efrizal and Andi Zulfikar2 Study Program of Management of Aquatic Resources Faculty of Marine Science and Fisheries University of Maritim Raja Ali Haji Email :
[email protected] Abstrak Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai bulan Mei 2013 di Tempat Pendaratan Ikan Pelantar KUD Kota Tanjungpinang. Prosedur pengambilan data Primer berupa pengukuran panjang total dan bobot basah ikan objek penelitian berlangsung mulai 13 Maret sampai 10 April 2013 dengan interval waktu pengambilan dua hari, juga melakukan wawancara dengan beberapa nelayan penangkap ikan tembang yang bermukim di sekitar perairan Karas.Ikan tembang yang diperoleh selama penelitian berjumlah 1500 ekor dengan kisaran panjang total 103 - 165 mm. Ikan tembang diperairan Karas terdiri dari 3 kelompok umur. Koefisien pertumbuhan (K) 2,659 per tahun dengan panjang asimtotik (L∞) sebesar 166 mm dan umur teoritis mula - mula (t0) sebesar -0,479 tahun. Berdasarkan hubungan panjang berat diduga pola pertumbuhan ikan tembang bersifat Allometrik Negatif. Nilai faktor kondisi ikan tembang rata-rata 0,959 – 1,019. Laju mortalitas total (Z) ikan tembang 11,01 per tahun. Mortalitas alami (M) 1,73 per tahun dan laju mortalitas penangkapan (F) 9,28 per tahun sehingga diperoleh laju eksploitasi 0,843. Nilai laju eksploitasi ini telah melebihi nilai eksploitasi optimum 0,5 ini menunjukkan ikan tembang di perairan Karas mengalami kondisi lebih tangkap. Kata kunci : Ikan Tembang, Pertumbuhan, Faktor Kondisi, Mortalitas, lebih tangkap Abstract
This study was conducted in March to May 2013 in the Fish Landing Sites mediator KUD Tanjungpinang. Primary data collection procedures such as measuring the total length and wet weight of the fish object of study lasted from 13 March to 10 April 2013 with a twoday interval retrieval time, also conducted interviews with some fishermen fishing the waters around the which dwelt Karas. The Sardinella fimbriata obtained during the research were 1500 individual fish with the range of total 103 – 165 mm. Sardinella fimbriata in the waters of Karas consists of three age groups. A coefficient of growth (K) 2.659/year with asymptotic length (L∞) of 166 mm and a initially theoretical age (t0) of -0.479/year. Based on the growth pattern allegorist weight length of Sardinella fimbriata is a Allometrik Negative. The value of factors the condition of Sardinella fimbriata an average 0.959 – 1.019. The total mortality (Z) Sardinella fimbriata is 11.01/year. The natural mortality (M) is 1.73/year and the rate of mortality by fishing (F) is 9.28/year thus obtained the rate of exploitation was 0.843. The value of this exploitation rate has exceeded the value of the optimum exploitation of 0.5 it shows the Sardinella fimbriata in Karas waters through overfishing condition. keyword : Sardinella fimbriata, Growth, Condition Factor, Mortality, Overfishing 1 2
Student of Aquatic Resource Management Study Programme Lecture of Aquatic Resource Management Study Programme
Kepulauan Riau. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1:
PENDAHULUAN Produksi perikanan tangkap di Provinsi Kepuluan Riau pada tahun 2008 mengalami peningkatan sebesar 225.469 ton dari tahun 2007 yang hanya sebesar 193.556 ton (BPS-KEPRI, 2008). Salah satu potensi sumberdaya perikanan tangkap tersebut adalah ikan tembang. Volume produksi perikanan tangkap ikan tembang di Kepulauan Riau terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun pada tahun 2008 sebesar 3.816 ton (38,16%), tahun 2009 sebesar 3.825 ton (38,25%), tahun 2010 sebesar 4.587 ton (45,87 %) dan tahun 2011 sebesar 4.588 ton (45,88%) (BPS-KEPRI, 2012). Perairan Pulau Karas memiliki komoditi unggulan urutan teratas berupa ikan tembang (CRITC COREMAP LIPI, 2010). Harga ikan tembang yang bernilai jual rendah berkisar Rp. 5.000,- s.d Rp. 15.000,- /kg membuatnya banyak diminati masyarakat, permintaan yang terus meningkat menjadikannya salah satu target utama tangkapan nelayan. Tangkapan yang berlebihan dikhawatirkan akan mempengaruhi status stok sumberdaya ikan tembang. Hal inilah yang mendorong perlunya pengkajian stok sumberdaya ikan tembang berbasis panjang berat di perairan Karas yang didaratkan di Pelantar KUD Kota Tanjungpinang agar tetap berkelanjutan, untuk itu diperlukan informasi mengenai aspek biologi yang berbasis panjang berat ikan tembang yang meliputi distribusi frekuensi panjang, identifikasi kelompok umur, parameter pertumbuhan, hubungan panjang berat, faktor kondisi, mortalitas dan laju eksploitasi. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui stok ikan tembang berbasis panjang berat melalui hubungan panjang berat, faktor kondisi, tingkat mortalitas dan laju eksploitasi ikan tembang di perairan Karas yang didaratkan di tempat pendaratan ikan pelantar KUD Kota Tanjungpinang. Manfaat dari penelitian yang telah dilakukan ini adalah memberikan informasi tentang aspek biologi sumberdaya ikan tembang berbasis panjang berat di perairan Karas yang di daratkan di Tempat Pendaratan Ikan Pelantar KUD Kota Tanjungpinang dan menjadi bahan informasi untuk penelitian lebih lanjut.
Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan selama penelitian No. I. 1.
3.
Alat dan Bahan Alat Timbangan Digital ketelitian 1 gr Penggaris 30 cm ketelitian 1 cm Camera Digital
4.
Alat Tulis
II. 5. 6. 7. 8.
Bahan Ikan Tembang Data Sheet Formulir Kuisioner Literature-literatur yang mendukung penelitian
2.
Kegunaan Mengukur berat dari objek penelitian Mengukur panjang ikan
Mengambil dokumentasi dari objek penelitian Mencatat data penelitian Objek penelitian Data sekunder Data primer Data sekunder
Pengambilan sampel ikan objek penelitian dilakukan sebanyak 15 kali dengan interval waktu pengambilan data 2 hari sekali sebanyak 100 ekor /pengambilan sampel, total target ikan adalah 1.500 ekor. Kemudian ikan tersebut diukur panjang dan beratnya
Selanjutnya data di analisis secara manual dan menggunakan bantuan software FISAT II Ver 1.1.0 yang dikeluarkan oleh FAOICLARM. Hal pertama dalam tahap mengolah data adalah menganalisis data sebaran frekuensi panjang dengan menentukan selang kelas, nilai tengah kelas dan frekuensi setiap kelas. Selanjutnya distribusi frekuensi panjang yang telah ditentukan diplotkan dalam sebuah grafik. Dari grafik tersebut dapat terlihat pergeseran distribusi kelas panjang setiap bulannya. Kelompok ukuran ikan tembang dipisahkan dengan metode Bhattacharya menggunakan bantuan software FISAT II Metode Bhattacharya digunakan untuk memisahan kelompok umur ikan secara grafis. Pertama Tentukan suatu kemiringan yang bersih dari suatu distribusi normal pada sisi kiri dari distribusi total. Kemudian tentukan distribusi normal dari kohort yang pertama dengan menggunakan suatu transformasi ke dalam suatu garis lurus. Selanjutnya Ulangi proses ini untuk distribusi normal berikutnya
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret – Mei (2013) di Tempat Pendaratan Ikan Pelantar KUD Kota Tanjungpinang Provinsi 2
dari kiri, sampai tidak dapat lagi ditemukan distribusi normal yang bersih. Selanjutnya Pendugaan parameter pertumbuhan dilakukan dengan menggunakan rumus pertumbuhan Von Bertalanffy (Sparre dan Venema, 1999).
W = bobot ikan (gram) L = panjang total ikan (mm) a dan b = konstanta Laju mortalitas alami (M) diduga dengan menggunakan rumus empiris Pauly dalam Sparre dan Venema (1999) sebagai berikut :
Lt = L∞ ( 1 – e [– K ( t-t0)]) Keterangan: Lt = Panjang ikan pada saat umur t (satuan waktu) L∞ = Panjang maksimum secara teoritis (panjang asimtotik) K = Koefisien pertumbuhan (per satuan waktu) t0 = umur teoritis pada saat panjang sama dengan nol
Pauly dalam Sparre dan Venema (1999) menyarankan untuk memperhitungkan jenis ikan yang memiliki kebiasaan menggerombol dikalikan dengan nilai 0,8 sehingga untuk spesies yang menggerombol seperti ikan tembang nilai dugaan menjadi 20% lebih rendah.
Umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol dapat diduga secara terpisah menggunakan persamaan empiris Pauly (Pauly dalam Sparre dan Venema, 1999) :
M = 0,8 e (
) Keterangan: M = Mortalitas alami L∞ = Panjang asimtotik pada persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy K = Koefisien pertumbuhan pada persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy T = Rata-rata suhu permukaan air (0C)
Log (-t0) = 0,3922 – 0,2752 (Log L∞) – 1,038 (Log K)
Keterangan: L∞ = Panjang asimptot ikan (cm) K = Koefisien laju pertumbuhan (tahun) t0 = Umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol (tahun) Selanjutnya untuk menganalisis hubungan panjang-berat digunakan rumus yang umum sebagai berikut (Effendie, 1997):
Laju mortalitas ditentukan dengan :
penangkapan
(F)
F =Z-M
W=aLb
Laju eksploitasi ditentukan dengan membandingkan mortalitas penangkapan (F) terhadap mortalitas total (Z) (Pauly dalam Sparre dan Venema, 1999):
Keterangan: W = Berat L = Panjang a = Intersep (perpotongan kurva hubungan panjang-berat dengan sumbu y) b = Penduga pola pertumbuhan panjangberat
=
M
=
Laju mortalitas penangkapan (F) atau laju eksploitasi optimum menurut Gulland dalam Sparre dan Venema (1999) adalah:
Faktor kondisi dihitung berdasarkan panjang dan berat ikan. Jika nilai b ≠ 3 (tipe pertumbuhan bersifat allometrik), maka rumus yang digunakan adalah (Effendie, 1997):
Foptimum = M dan Eoptimum = 0,5 Ernawati dan Mohammad (2010) menyatakan nilai Eksploitasi > 0,5 merupakan indikasi dari kondisi lebih tangkap terutama akibat penangkapan.
Keterangan: K = faktor kondisi
3
Bila dibandingkan antara hasil Syakila (2009) dan Aswar (2011) dengan hasil yang didapat di sekitar perairan Karas, di peroleh hasil yang berbeda baik dari ukuran terkecil maupun ukuran terbesar. Perbedaan dalam penelitian ini kita dapat ukuran ikan tembang yang berukuran paling kecil yaitu 103 mm dan yang paling besar 165 mm. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya perbedaan lokasi pengambilan sampel dan perbedaan lingkungan perairan. Spesies ikan yang sama tapi hidup di lokasi perairan yang berbeda akan mengalami pertumbuhan yang berbeda pula (Effendie, 1997). Kelompok ukuran ikan tembang dipisahkan dengan menggunakan metode Bhattacharya. Hasil pemisahan kelompok ukuran dengan menggunakan metode Bhattacharya menunjukkan bahwa ikan objek penelitian terdiri atas tiga kelompok ukuran seperti ditampilkan pada Gambar 2.
HASIL DAN PEMBAHASAN Ukuran panjang ikan tembang yang diamati selama penelitian berjumlah 1500 ekor. Pada bulan Maret, ikan tembang yang diamati sebanyak 1000 ekor dan bulan April sebanyak 500 ekor.
Frekuensi
150 a
100
80
163-166
157-160
151-154
145-148
139-142
133-136
127-130
121-124
115-118
Frekuensi
100
109-112
0 120
103-106
50
b
60 40 20 163-166
157-160
151-154
145-148
139-142
133-136
127-130
121-124
115-118
109-112
103-106
0
Selang kelas panjang (mm) panjang ikan: Gambar 1. Sebaran ukuran Gambar 2. Kelompok Ukuran Panjang Ikan Tembang
a) Bulan Februari; b) Bulan Maret Panjang minimum ikan tembang yang tertangkap dan dijadikan sampel adalah 103 mm dan panjang maksimum adalah 165 mm. Sebaran ukuran panjang ikan tembang selama pengamatan pada tiap bulannya disajikan pada Gambar 1. Berdasarkan Gambar 1 terlihat adanya pergeseran sebaran ukuran panjang pada bulan Maret dan April. Pergeseran modus kelas panjang pada bulan Maret ke arah kanan menunjukkan adanya pertumbuhan. Sedangkan pada bulan April modus kelas panjang bergeser ke arah kiri. Hal ini dapat diduga karena adanya rekrutmen ikan tembang pada bulan Maret sehingga masuk individu baru dan membentuk kelas panjang yang baru. Hasil penelitian Syakila (2009) melaporkan bahwa panjang ikan tembang sebanyak 978 ekor dengan kisaran panjang 122 mm – 166 mm di perairan Teluk Pelabuhan Ratu Sukabumi Jawa Barat dan Aswar (2011) sebanyak 1.181 ekor dengan kisaran panjang 130 mm – 274 mm di perairan Laut Flores Kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan.
Gambar 2 memiliki panjang rata-rata, jumlah sampel dan indeks separasi masingmasing kelompok ukuran seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Sebaran kelompok ukuran ikan tembang di Pelantar KUD No. 1. 2. 3.
Panjang ratarata (mm) 127,00 141,00 150,00 Total
Jumlah Sampel 1269 127 104 1500
Indeks Separasi (I) 5,067 5,567
Menurut Sparre dan Venema (1999) menjelaskan bahwa indeks separasi merupakan kuantitas yang relevan terhadap studi bila dilakukan kemungkinan bagi suatu pemisahan yang berhasil dari dua komponen yang berdekatan, bila indeks separasi kurang dari dua (I < 2) maka tidak mungkin dilakukan pemisahan di antara dua kelompok ukuran karena terjadi tumpang tindih yang besar antar kelompok ukuran tersebut.
4
Dari Tabel 2 menunjukkan bahwa dalam pemisahan kelompok ukuran ikan dengan menggunakan metode Bhattacharya sangat penting untuk memperhatikan nilai indeks separasi yang diperoleh, nilai indeks separasi dari hasil analisis pemisahan kelompok ukuran ikan tembang sebesar 5,067 dan 5,567. Ini menunjukkan bahwa nilai indeks separari > 2 hasil pemisahan kelompok ukuran ikan tembang dapat diterima dan digunakan untuk analisis selanjutnya.
Lt = 166(1-e
[-2,659(t+0,479]
)
Gambar 3. Kurva pertumbuhan ikan tembang Selanjutnya pada Gambar 3 ditampilkan kurva pertumbuhan ikan tembang dengan memasukkan umur (bulan) dan panjang teoritis (mm) ikan sampai berumur 60 bulan. Pada saat ikan berumur 60 bulan (5 tahun), secara teoritis panjang total ikan adalah 166 mm dan pertambahan laju pertumbuhan ikan tembang mulai berhenti pada saat ikan tembang berumur 19 bulan. Berdasarkan kurva di atas terlihat bahwa ikan yang berumur muda < 19 bulan memiliki laju pertumbuhan yang lebih cepat dari pada ikan yang berumur tua > 19 bulan. Aziz (1989) menyebutkan bahwa kurva pertumbuhan panjang ikan yang cepat terjadi pada umur muda dan semakin lambat seiring dengan bertambahnya umur sampai mencapai panjang asimptotnya dimana ikan bertambah panjang lagi. Ikan tembang yang hidup di sekitar Perairan Karas mempunyai laju pertumbuhan yang tinggi yaitu 2,659 per tahun dan nilai panjang maksimum (L∞) 166 mm sehingga memerlukan waktu yang tidak terlalu lama untuk mencapai maksimumnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sparre dan Venema (1999) bahwa ikan yang mempunyai nilai koefisien laju pertumbuhan yang tinggi memerlukan waktu yang singkat untuk mencapai panjang asimptot dan ikan yang mempunyai nilai koefisien laju pertumbuhan yang rendah memerlukan waktu yang lama untuk mencapai panjang asimptotnya.
Tabel 3. Parameter pertumbuhan berdasarkan model von Bertalanffy (K, L∞, t0) ikan tembang di Pelantar KUD (Maret-April 2013). No. Parameter Nilai 1. a 59,35 2. b 0,642 3. K (per tahun) 2,659 4. L∞ (mm) 166 5. t0 (tahun) -0,479 Berdasarkan Tabel 3 Persamaan pertumbuhan von Bertalanffy yang terbentuk untuk ikan tembang adalah Lt = 166 (1-e[2,659(t+0,479)] ). Panjang total maksimum ikan yang tertangkap di perairan Karas dan didaratkan di TPI Pelantar KUD Kota Tanjungpinang adalah 165 mm. Koefisien pertumbuhan (K) ikan tembang di perairan Karas adalah 2,659 per tahun. Beberapa hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Syakila (2009) di Teluk Pelabuhan Ratu ikan tembang tersebut memiliki nilai K sebesar 1,48 per tahun dan L∞ = 170 mm dan Penelitian Aswar (2011) terhadap ikan tembang di Laut Flores memiliki nilai K sebesar 0,29 dan L∞ = 380 mm. Bila dibandingkan dengan hasil yang diperoleh pada penelitian ini terlihat bahwa ikan tembang yang berasal dari perairan Karas memiliki nilai K lebih besar dan L∞ lebih kecil dari ikan tembang yang berasal dari Teluk Pelabuhan Ratu dan Laut Flores. Menurut Effendie (1997), ikan dengan nilai K besar memiliki umur yang relatif pendek, sebaliknya ikan dengan nilai K lebih kecil memiliki umur yang relatif panjang. Hal ini berarti ikan tembang diperairan Karas saat ini memiliki siklus hidup dan ukuran panjang infinitif yang lebih pendek. Selain itu, hasil ini menunjukkan adanya indikasi laju penangkapan yang tinggi terhadap ikan tembang di perairan Karas.
Berat (gr)
60
y = 2,8747x - 10,926 R² = 0,9234
40 20 0 0
20 40 60 80 100 120 140 160 180
Panjang (mm) Gambar 4. Hubungan panjang berat ikan tembang 5
Hubungan panjang berat ikan tembang dapat dilihat pada Gambar 4. Dari hasil analisis hubungan panjang berat diketahui bahwa persamaan hubungan panjang berat ikan tembang adalah W = 1,7x105 L 2,8747 Dari nilai b yang diperoleh sebesar 2,8747 dan setelah dilakukan uji t (α = 0,05) terhadap nilai b tersebut diperoleh nilai t5,8574 > t2,2436 (b<3), ini menunjukkan bahwa ikan tembang memiliki pola pertumbuhan Allometrik Negatif, artinya pertambahan panjangnya lebih cepat dari pada pertambahan beratnya (Effendie, 1997). Pola pertumbuhan yang berbeda terdapat pada ikan tembang yang hidup di Teluk Pelabuhan Ratu, yang memiliki pola pertumbuhan Isometrik dengan nilai b 2,86 – 3,12 (Syakila, 2009) yang artinya pertambahan panjang dan berat seimbang (Effendie, 1997). Jenning et al. dalam Mulfizar et al. (2012) menyatakan secara umum, nilai b tergantung pada kondisi fisiologis dan lingkungan seperti suhu, pH, salinitas, letak geografis dan teknik sampling. Dan juga kondisi biologis seperti perkembangan gonad dan ketersediaan makanan (Froese dalam Mulfizar et al., 2012). Kharat et al. (2008) juga menyatakan bahwa perbedaan nilai b dapat disebabkan oleh perbedaan jumlah dan variasi ukuran ikan yang diamati. Pada analisis hubungan panjang berat ikan tembang di perairan Karas yang didaratkan di Pelantar KUD Kota Tanjungpinang memiliki pola pertumbuhan Allometrik Negatif, nilai K pada ikan yang badannya agak pipih berkisar antara 2 – 4, sedangkan pada ikan yang kurang pipih antara 1 – 3 (Effendie, 1997). Tidak terjadi variasi yang ekstrim bahkan relatif sama antara nilai faktor kondisi ikan pada setiap harinya. Nilai rata-rata faktor kondisi perhari dapat dilihat pada Gambar 5.
tanggal 15 Maret 2013 atau sampling ke-2 dan terendah 0,959 pada tanggal 23 maret 2013 atau sampling ke-6, ini menunjukkan contoh ikan pada pengamatan dalam kondisi baik (kurang pipih) (Effendie, 1997). Baltz dan Moyle dalam Mulfizar et al. (2012) menyatakan bahwa ikan dengan faktor kondisi yang lebih tinggi diharapkan akan memiliki fekunditas lebih tinggi daripada ikan dengan faktor kondisi lebih rendah. Faktor kondisi ini mencerminkan karakteristik morfologi tubuh, kandungan lipid dan tingkat pertumbuhan (Woods dalam Mulfizar et al., 2012) Pendugaan laju mortalitas total (Z) dianalisis dengan menggunakan metode Beverton dan Holt (Sparre dan Venema, 1999). Menurut King (1995) laju mortalitas total (Z) adalah penjumlahan laju mortalitas penangkapan (F) dan laju mortalitas alami (M) sehingga ketiga jenis mortalitas tersebut perlu dianalisis. Pendugaan konstanta laju mortalitas total (Z) ikan tembang dilakukan dengan kurva hasil tangkapan yang dilinierkan berbasis data panjang. Kurva hasil tangkapan yang dilinierkan berbasis data panjang yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 6.
Ln(fi/dt)
9,000 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 0,000 -0,200 0,000 0,200 0,400 0,600 0,800 1,000 (L1+L2/2)
Gambar 6. Kurva hasil tangkapan yang dilinierkan berbasis data panjang ( : titik yang digunakan dalam analisis regresi untuk menduga Z) Untuk pendugaan laju mortalitas alami ikan tembang digunakan rumus empiris Pauly (Sparre dan Venema 1999) dengan memasukkan suhu rata-rata permukaan perairan Karas 300C (DKP-KEPRI, 2011). Nontji (2007) menyatakan suhu erat kaitannya dengan kehidupan hewan laut, hewan laut hidup dalam batas-batas suhu yang tertentu. Ada yang mempunyai toleransi yang besar
Gambar 5. Nilai rata-rata faktor kondisi perhari Dari Gambar 5 dapat dilihat nilai rata-rata faktor kondisi perhari tertinggi 1,019 pada 6
terhadap perubahan suhu dan ada pula yang toleransinya kecil terhadap perubahan suhu. Ikan pelagis kecil cenderung memiliki kemampuan beradaptasi pada kisaran suhu 280C - 300C dan kecenderungan penangkapan optimal berada pada kisaran 290C - 300C (Rasyid, 2010). Hasil analisis dugaan laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan tembang dapat dilihat pada Tabel 4.
Karas sudah melebihi nilai optimum tersebut. Nilai ini juga menguatkan indikasi adanya tekanan penangkapan yang tinggi terhadap stok ikan tembang di perairan Karas. Nilai mortalitas penangkapan dipengaruhi oleh tingkat eksploitasi. Semakin tinggi tingkat eksploitasi di suatu daerah maka mortalitas penangkapannya semakin besar (Ernawati dan Mohammad, 2010).
Tabel 4. Laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan tembang di perairan karas Nilai No. Laju (per tahun) 1. Mortalitas total (Z) 11,01 2. Mortalitas alami (M) 1,69 3. Mortalitas penangkapan 9,32 (F) 4. Eksplotasi (E) 0,846
KESIMPULAN Pada saat penelitian Sampel ikan tembang di sekitar perairan Karas terdiri dari tiga kelompok umur dan memiliki panjang infinitif 166 mm pada saat umur 60 bulan (5 tahun). Pola pertumbuhannya bersifat Allometrik Negatif yang berarti pertambahan panjang lebih cepat dari pada pertambahan berat. Nilai rata-rata faktor kondisi berkisar 0.959 – 1,019 ini berarti tidak terjadi variasi yang ekstrim bahkan relatif sama antara nilai faktor kondisi ikan pada setiap harinya.Nilai tersebut juga menunjukkan pada saat pengamatan ikan dalam kondisi baik. Laju mortalitas penangkapan sebesar 9,28 lebih tinggi dari laju mortalitas alami 1,73 dan ini menunjukkan bahwa kematian ikan tembang di perairan Karas sebagian besar diakibatkan oleh aktivitas penangkapan dengan laju eksploitasi sebesar 0,843 (84,3 %) dan sudah melebihi nilai optimum 0,5. Hal ini menunjukkan ikan tembang di perairan Karas mengalami kondisi lebih tangkap
Berdasarkan Tabel 4 Laju mortalitas total (Z) ikan tembang adalah 11,01 per tahun dengan laju mortalitas penangkapan (F) ikan tembang adalah 9,28 per tahun. Laju mortalitas penangkapan ini jauh lebih besar dibandingkan laju mortalitas alami yaitu 1,73. Hasil penelitian Syakila (2009) di Teluk Jakarta juga menunjukkan nilai (F) 7,38 per tahun lebih besar dari nilai (M) 1,15 per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa faktor kematian ikan tembang lebih besar disebabkan oleh kegiatan penangkapan. Tingginya laju mortalitas penangkapan dan menurunnya laju mortalitas alami juga dapat menunjukkan dugaan terjadinya kondisi growth overfishing yaitu sedikitnya jumlah ikan tua karena ikan muda tidak sempat tumbuh akibat tertangkap sehingga tekanan penangkapan terhadap stok tersebut seharusnya dikurangi hingga mencapai kondisi optimum yaitu laju mortalitas penangkapan sama dengan laju mortalitas alami (Sparre dan Venema, 1999). Berdasarkan hasil analisis juga diketahui laju eksploitasi ikan tembang di perairan karas yang didaratkan di Pelantar KUD Kota Tanjungpinang sebesar 0,846 yang berarti 84,6% kematian ikan tembang di perairan tersebut disebabkan oleh aktifitas penangkapan. Laju eksploitasi ikan tembang yang besar disebabkan oleh penangkapan ikan tembang yang berlangsung setiap harinya oleh nelayan di perairan Karas. Bila dibandingkan dengan laju eksploitasi optimum yang dikemukakan oleh Sparre dan Venema (1999) yaitu sebesar 0,5 maka laju eksploitasi ikan tembang di perairan
SARAN Rekomendasi yang tepat agar sumberdaya ikan tembang tetap terjaga dan berkelanjutan adalah upaya pengaturan mata jaring, membatasi kapal dari daerah lain untuk menangkap ikan di perairan Karas, melakukan pemantauan dan pendataan yang lebih baik. Tetap menjaga keberlanjutan sumberdaya perikanan agar tetap memberikan dampak ekonomi bagi kesejahteraan masyarakat. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis menyampaikan terimakasih yang setinggi-tingginya kepada Bapak Dr. Ir. T. Efrizal, M.Si dan Andi Zulfikar S.Pi, MP atas segala waktu dan pemikirannya dalam membimbing penulis mengolah data hasil penelitian. Keluarga tercinta, Teman seperjuangan, tauke pengumpul ikan, Nelayan dan masyarakat pulau Karas. 7
King
M. (1995). Fisheries biology, assessment, and management. Fishing News Books. London, USA. 341 p. Mulfizar, A.M., Zainal, dan D. Irma. (2012). Hubungan panjang berat dan faktor kondisi tiga jenis ikan yang tertangkap di perairan kuala gigieng, aceh besar, provinsi aceh. Jurnal Depik. Volume 1: Nomor 1, April, 2012: 1-9. ISSN 20897790. Nontji. (2007). Laut Nusantara. Jakarta. Djambatan. 356 hal. Rasyid, A. (2010). Distribusi suhu permukaan pada musim peralihan barat-timur terkait dengan fishing ground ikan pelagis kecil di perairan spermonde. Jurnal Ilmu kelautan dan perikanan (torani). Volume 20: Nomor 1, April, 2010: 1-7. ISSN 08534489. Sparre P dan SC Venema. (1999). Introduksi pengkajian stok ikan tropis buku‐i manual (Edisi Terjemahan). Kerjasama Organisasi Pangan, Perserikatan Bangsa‐Bangsa dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. 438 hal. Syakila, S. (2009). Studi Dinamika Stok Ikan Tembang (S. fimbriata) Di Perairan Teluk Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 88 hal.
DAFTAR PUSTAKA Aswar. (2011). Struktur Populasi dan Tekanan Eksploitasi Ikan Tembang (S. fimbriata) di Perairan Laut Flores Kab. Bulukumba [skripsi]. Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Jurusan Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan Universitas Hasanuddin Makassar. Makassar. 57 hal. Aziz, K.A. (1989). Dinamika Populasi Ikan. Departemen Kebudayaan dan Pendidikan. Institut Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau. (2008). Data Base Produksi perikanan tangkap di Kepulauan Riau. Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau. (2012). Volume produksi perikanan tangkap ikan tembang di Kepulauan Riau. CRITC COREMAP LIPI. (2010). Penyusunan Panduan Evaluasi Efektivitas Pengelolaan untuk Kawasan Konservasi Laut di Indonesia. Jakarta. Vii+92 hal.
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepri. (2011). Studi identifikasi sumberdaya kelautan dan perikanan provinsi kepulauan riau. Effendie, MI. (1997). Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. Ernawati, Y., dan M.K. Mohammad. (2010). Pengaruh laju eksploitasi terhadap keragaan reproduktif ikan tembang (Sardinella gibossa) di perairan pesisir jawa barat. Juranl biologi indonesia. Volume 6: Nomor 3: 393-403. Kharat, SS., Y.K. Khillare, and N. Dahanukar. (2008). Allometric scalling in growth and reproduction of a freshwater loach Nemacheilus mooreh. Journal of Ichthyology. Volume 1: April, 2008:8-17.
8