THE IMPROVEMENT OF GOAT MILK POWDER PHYSICAL QUALITY BY EMULSIFIER ADDITION Endang Sri Hartatie Universitas Muhammadiyah Malang, Malang Alamat Korespondensi : Jl. Raya Tlogomas No. 246 Malang Telp. 0341-463418 E-mail:
[email protected]
Abstract The aim of this study was to determine of goat milk powder physical quality by emulsifier addition. The result of this study are expected to provide information to farmers about the addition of emulsifier to the processing of goat milk powder to improve the product quality. The material used in this study is fresh milk from farmers as much as 30 liters of same relative quality taken by purposive sampling with regard to quality and lactation and milking time. The method used in this research is applied research is to create products goat milk powder by heating methode at atmospheric pressure with addition of sugar 10 percent and soy lecithin emulsifier addition. Production process repeated 15 times. The resulting product then analyzed the chemical quality ( water content, protein content, fat content, ash content ) and physical quality ( solubility ). The results showed that the goat milk powder produced 2,73 percent moisture content, 26,01 percent protein content, 21,35 percent fan content and 3,19 percent ash content. Solubility of goat milk powder on 10 percent sugar addition is 70.075 percent, while the solubility of goat milk powder on 10 percent sugar and emulsifier is 82.755 percent. Conclutions can be noted from this study is that the emulsifier addition can improve physical quality ( solubility ) of goat milk powder amounted to 12.68 percent. Key word : goat milk powder, emulsifier, physical quality 1. PENDAHULUAN Susu bubuk adalah susu segar yang diuapkan kandungan airnya sampai kurang dari 5 persen dengan metode pemanasan / pengeringan. Kualitas susu bubuk sangat dipengaruhi oleh kualitas bahan baku dan metode pengolahan. Metode pengeringan yang umum digunakan dalam industri skala besar adalah pengeringan dengan menggunakan alat pengering tipe drum dan alat pengering tipe semprot. Pengeringan susu kambing dalam skala industri rumah tangga dapat dilakukan secara sederhana dengan memanaskan susu tersebut dalam udara terbuka ( atmosfer ). Pembuatan susu bubuk asal susu kambing menggunakan metode pengeringan dengan pemanasan pada tekanan atmosfer selain membutuhkan suhu pemanasan yang tidak terlalu tinggi juga memerlukan bahan pengisi berupa gula untuk membantu terbentukkan kristal. Gula dipilih sebagai bahan pengisi dalam proses pembuatan susu kambing bubuk karena gula sekaligus berfungsi sebagai pemberi rasa dan pengawet. Penambahan gula diperlukan untuk mencegah terjadinya denaturasi protein dan terbentukanya gumpalan yang nantinya akan menurunkan daya larut. Denaturasi protein whey terjadi pada pemanasan diatas suhu 60⁰ C dan terjadinya interaksi sesama protein whey atau dengan K-kasein membentuk gumpalan ( Anema dan lie, 2003 ). Lebih lanjut dijelaskan dampak langsung proses pemanasan terhadap protein adalah denaturasi protein yang kemudian menyelimuti kasein dan membuat agregat dengan misel kasein. Kelarutan atau daya larut merupakan salah satu parameter untuk menentukan kualitas fisik susu bubuk . Semakin cepat kemampuan susu bubuk terdispersi dalam air semakin baik kualitas dari susu tersebut. Hal ini karena produk susu bubuk umumnya disuspensikan dalam air sebelum dikonsumsi. Kemampuan menyerap air dan membentuk suspense homogen secara cepat merupakan indikator kualitas fisiko-kimia susu bubuk yang baik. Hasil penelitian Hartatie ( 2015 ) menunjukkan bahwa semakin tinggi penambahan bahan pengisi gula maka kualitas kimia Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
319
cenderung semakin menurun tetapi daya larut semakin meningkat. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut peningkatan sifat fisik susu kambing bubuk dengan penambahan emulsifier pada proses pembuatan susu bubuk dengan metode pemanasan pada tekanan atmoster di tingkat rumah tangga peternak.
2. METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di laboratorium Peternakan universitas Muhammadiyah malang Desember 2015 sampai dengan Pebruarii 2016. Materi Penelitian Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah susu kambing segar segar yang diperoleh dari peternak sebanyak 30 liter dengan kualitas yang relatif sama yang diambil secara purposive sampling dengan mempertimbangkan kualitas dan masa laktasi serta waktu pemerahan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian terapan yaitu dengan cara membuatan produk susu kambing bubuk dengan metode pemanasan dalam tekanan admosfer dan dengan penambahan bahan pengisi gula sebanyak 10 persen serta penambahan bahan pengemulsi ( emulsifier ) lesitin asal kedelai. Proses produksi diulang sebanyak 15 kali. Produk yang dihasilkan selanjutnya dianalisis kualitas kimia dan kualitas fisiknya. Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah berat produk, kualitas kimia ( kadar air, protein, lemak dan kadar abu) dan kualitas fisik daya larut. Metode Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis secara statistik sederhana berupa rataan dan selanjutnya dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Pelaksanaan Penelitian 1. Persiapan bahan 2. Proses pengolahan susu bubuk. 3. Pengambilan sampel susu bubuk 4. Analisis laboratorium 5. Analisis data Prosedur pembuatan susu kambing bubuk sebagai berikut : 1. Susu dipanaskan dalam wajan anti lengket dengan api sedang ( suhu 60 – 80 ⁰ C ) 2. Selama pemanasan dilakukan pengadukan sampai sampai susu mengental 3. Suhu pemanasan diturunkan sampai 40- 50⁰ C ( pemanasan api kecil). 4. Gula ditambahkan sesuai dengan perlakuan dan penambahan emulsifier . 5. Pemanasan dilanjutkan dengan api kecil dan pengadukan dilakukan sampai susu kambing berbentuk butiran kristal dan kering. 6. Setelah susu kambing kering dan dingin dilakukan penggilingan dengan blender. 7. Susu kambing bubuk dikemas. Kadar air dianalisis dengan metode oven AOAC ( 1995 ) dan kadar abu dianalisis menggunakan mengabuan kering AOAC (1995). Kadar protein dianalisis menggunakan metode Kjeldaht ( AOAC, 1995 ) dan Lemak dianalisis dengan metode soxhlet ( AOAC, 1995 ). Pengujian daya larut Pengujian kelarutan ( daya larut ) didasarkan pada prinsip mengukur jumlah sampel yang tidak terlarut dalam waktu dan kondisi yang telah ditentukan ( Yuwono dan Susanto, 1998 ). Prosedur pengujian daya larut sebagai berikut: 1. Kertas saring dioven pada suhu 105⁰C selama 10 menit, didinginkan dalam eksikator dan setelah dingin ditimbang sampai konstan ( berat = a ) 2. Sampel susu bubuk ditimbang ( sebagai berat awal ) 3. Sampel susu bubuk dituangkan dalam 100 ml air bersuhu 60⁰C. 4. Susu yang telah dilarutkan, disaring dengan kertas saring yang telah diketahui beratnya. 5. Kertas saring tersebut dioven kembali pada suhu 105⁰C selama 3 jam. 6. Didinginkan di dalam eksikator dan ditimbang kembali. Proses diulang sampai 320
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
didapatkan berat konstan ( berat = b ). Berat akhir = ( b – a ) ( Berat Awal - Berat Akhir ) Daya larut = ------------------------------------------ X 100 % Berat Awal 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan secara sensoris terhadap susu kambing bubuk pada tingkat / persentase penambahan gula senyak 10 persen menunjukkan bahwa susu bubuk yang dihasilkan mempunyai warna putih kekuningan, bau normal khas susu bubuk dan rasa yang normal. Keadaan ini sudah memenuhi karakteristik yang disyaratkan oleh SNI ( 1999 ). Pembuatan susu bubuk asal susu kambing dalam penelitian ini menggunakan metode pengeringan dengan pemanasan pada tekanan atmosfer sehingga untuk membantu terbentukkan Kristal perlu ditambahkan bahan pengisi berupa gula. Gula dipilih sebagai bahan pengisi karena sekaligus berfungsi sebagai pemberi rasa dan pengawet. Penambahan gula diperlukan untuk mencegah terjadinya denaturasi protein dan terbentukanya gumpalan yang nantinya akan menurunkan daya larut. Denaturasi protein whey terjadi pada pemanasan diatas suhu 60⁰ C dan terjadinya interaksi sesama protein whey atau dengan K-kasein membentuk gumpalan ( Anema dan lie, 2003 ). Lebih lanjut dijelaskan dampak langsung proses pemanasan terhadap protein adalah denaturasi protein yang kemudian menyelimuti kasein dan membuat agregat dengan misel kasein. Sifat fisik Susu bubuk yang dihasilkan dengan metode pemanasan ini belum bisa sebaik susu bubuk komersial karena selain karena factor pemanasan, tidak adanya bahan pengemulsi (emulsifier) menyebabkan kualitas fisik susu bubuk tidak selembut susu bubuk komersial. Kualitas fisik susu kambing bubuk diupayakan ditingkatkan dengan cara penambahan emulsifier pada saat pengolahan dilakukan dan emulsifier yang digunakan adalah lesitin kedelai. Komposisi kimia susu kambing bubuk dengan penambahan gula 10 persen tercatum pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Kimia Susu Kambing Bubuk ----------------------------------------------------------------------------Komponen Kadar ( persen ) ----------------------------------------------------------------------------Air 2,73 Protein 26,01 Lemak 21,35 kadar Abu 3,19 ----------------------------------------------------------------------------Komposisi kimia susu kambing bubuk yang dihasilkan dari penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Widodo dkk ( 2012 ) yang dilakukan dengan metode spray drying dan penambahan skim milk powder dimana komposisi kimia susu bubuk yang dihasilkan adalah kadar air 1,5 – 1,7 % , kadar protein 28,4%, laktosa 21,7 % dan kadar lemak 22,5 %. Kadar air susu kambing bubuk yang dihasilkan dari perlakuan penambahan gula 10 persen yaitu sebesar 2,73 persen. Kondisi ini sudah memenuhi standar mutu yang ditetapkan SNI ( 1999). Menurut SNI ( 1999 ) kadar air susu bubuk berlemak ( full cream milk powder ) maksimum 4 persen. kadar protein susu kambing bubuk dengan penambahan gula 10 persen adalah sebesar 26,01 persen. Kadar protein susu kambing bubuk pada penelitian relative lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Widodo dkk ( 2012 ) kadar protein susu bubuk asal susu kambing peranakan ettawa dengan metode spray drying suhu inlet 90⁰C dan suhu outlet 45⁰C adalah 28,4% dan kadar protein susu bubuk komersial asal susu sapi adalah 28,2%. Kadar protein susu kambing bubuk pada penelitian ini lebih rendah karena adanya bahan pengisi berupa gula yang kandungan utamanya karbohidrat, tetapi kadar protein ini sudah memenuhi standar SNI. Badan
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
321
Standarisasi Nasional ( 2006 ) kandungan proein (b/b) pada mutu susu bubuk berlemak adalah minimal 23 % dan susu bubuk tanpa lemak maksimal 30%. Kadar lemak susu kambing bubuk dengan penambahan gula 10 persen adalah sebesar 21,35 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kadar lemak susu kambing bubuk pada penelitian ini relative lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Widodo dkk ( 2012 ) kadar lemak susu bubuk asal susu kambing peranakan ettawa dengan metode spray drying suhu inlet 90⁰C dan suhu outlet 45⁰C adalah 22,5% dan kadar lemak susu bubuk komersial asal susu sapi adalah 28,5%. Kadar lemak susu kambing bubuk pada penelitian ini relative lebih rendah karena adanya bahan pengisi berupa gula yang kandungan utamanya karbohidrat dan kadar lemak ini masih belum memenuhi standar SNI. Badan Standarisasi Nasional ( 2006 ) kandungan lemak (b/b) pada mutu susu bubuk berlemak adalah minimal 26 % dan susu bubuk tanpa lemak maksimal 1,5%. Tingginya kadar lemak susu bubuk komersial asal sapi karena pada susu bubuk komersial biasanya ditambahkan butter oil yang 100% tersusun atas lemak. Penambahan bautter oil dilakukan dengan tujuan peningkatan kadar lemak produk susu bubuk. Rataan kadar abu susu kambing bubuk pada berbagai tingkat penambahan gula sudah sesuai dengan kriteria standar mutu susu bubuk. Menurut SNI ( 1999 ) kadar abu susu bubuk berlemak ( full cream milk powder ) maksimal 6 persen). Daya Larut Lemak Susu Kambing bubuk Rataan daya larut susu kambing bubuk dengan penambahan gula 10 persen dibanding dengan rataan daya larut susu kambing bubuk dengan penambahan gula 10 persen dan emulsifier ( lesitin ) tercantum pada Tabel 5. Tabel 2. Daya Larut Susu Kambing Bubuk --------------------------------------------------------------------------------------Daya larut susu kambing bubuk( persen ) Ulangan -----------------------------------------------------Gula 10 % gula 10 persen + lesitin ---------------------------------------------------------------------------------------1 68,05 83,74 2 71,92 79,92 3 70,35 82,85 4 69,98 82,77 5 84,02 6 82,33 7 80,79 8 84,46 9 82,55 10 84,12 -------------------------------------------------------------------------------------Rataan 70,075 82,755 --------------------------------------------------------------------------------------Rataan daya larut susu kambing bubuk dengan penambahan gula 10 persen adalah sebesar 70,075 persen, sedangkan rataan daya larut susu kambng bubuk dengan penambahan gula 10 persen dan penambahan emulsifier ( lesitin ) adalah sebesar 82,755 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa penambahan emulsifier dalam proses pengolahan susu kambing bubuk dengan metode pengeringan dengan pemanasan pada tekanan atmosfer dapat meningkatkan daya larut susu kambing bubuk sebesar 12,68 persen. Peningkatan daya larut sebesar 12,68 persen ini sudah sangat berarti untuk peningkatan kualitas susu kambing bubuk karena kelarutan ini merupakan salah satu parameter untuk menentukan kualitas fisik susu bubuk . Semakin cepat kemampuan susu bubuk terdispersi dalam air semakin baik kualitas dari susu tersebut. Hal ini karena produk susu bubuk umumnya disuspensikan dalam air sebelum dikonsumsi. Kemampuan menyerap air dan membentuk suspense homogen secara cepat merupakan indikator kualitas fisiko-kimia susu bubuk yang baik ( Widodo, 2003 ) Ketidakmampuan menyerap air dan larut biasanya disebabkan adanya 322
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
kandungan lemak susu yang sifatnya non polar. Menurut Widodo ( 2003 ) tinggi rendahnya kelarutan susu bubuk selain ditentukan oleh komposisi kimia bahan yang ditambahkan, juga dipengaruhi oleh proses pengolahan, kondisi pengeringan yang tidak sempurna dan tingginya suhu udara pengering akan berakibat pada tingginya insolubility ( bagian protein yang tidak larut ) dari produk yang dihasilkan. Daya larut susu yang dihasilkan dari pengeringan dengan metode pemanasan pada tekanan atmospher dalam penelitian ini relative belum optimal karena faktor pemanasan merupakan salah satu faktor yang menentukan daya larut. Erdam dan yuksel ( 2005 ) melaporkan bahwa protein whey khususnya B-lactoglobulin dan a- lactalbumin mempunyai gugus sulfhydril bebas dan ikatan disulfide yang memungkinkan terbentuknya polimer melalui ikatan dengan sesame Blactoglobulin atau antara B- lactoglobulin dengan protein lain ( Miyamoto et al, 2009 ). Denaturasi protein whey terjadi pada pemanasan diatas suhu 60⁰C dan terjadinya interaksi sesama protein whey atau dengan K-kasein membentuk gumpalan ( Anema dan lie, 2003 ). Penambahan bahan pengemulsi ( emulsifier yaitu lesitin kedelai ) meskipun dapat meningkatkan daya larut, tetapi kualitas susu kambing bubuk yang dihasilkan belum selembut susu bubuk komersial. Menurut Cahyadi ( 2006 ) suatu jenis pangan membutuhkan bahan pengemulsi, baik bahan pangan alami atau bahan pangan olahan yang mengandung tiga penyusun gizi utama yaitu protein, lemak dan karbohidrat. Emulsifier ( pengemulsi ) adalah suatu bahan yang dapat mengurangi kecepatan tegangan permukaan dan tegangan antara dua fase yang dalam keadaan normal tidak saling melarutkan, menjadi dapat bercampur dan selanjutnya membentuk emulsi ( system disperse ), Ciri-ciri pengemulsi berhubungan dengan sifat ampifilik yaitu berhubungan dengan struktur molekulnya, bentuk molekulnya harus mempunyai gugus yang mempunyai fungsi sebagai hidrofilik ( kemampuan untuk bergabung dengan air ) dan sebagai lipofilik ( kemampuan untuk bergabung dengan minyak ). Sifat lipofilik merupakan sifat yang sangat dominan pada pengemulsi pangan, tetapi keseimbangan antara hidrofilik dan lipofilik dapat bermacam-macam tergantung pada komposisi kimianya. Lesitin kedelai atau Soy lecithin digunakan sebagai emulsifier / pengemusi dalam penelitian ini dan diharapkan lesitin ini dapat menjaga gula yang ditambahkan dapat tetap menyatu dengan komponen susu yang lain terutama lemak dan protein susu. Lesitin ( bahasa yunani lekithos ) adalah sinonim untuk fosfatidil kolina yaitu suatu fosfolipid yang menjadi komponen utama fraksi fosfatida pada ekstrak kuning telur atau kacang kedelai yang diisolasi secara mekanik, maupun kimiawi dengan menggunakan heksana. Lesitin mempunyai kepala yang bersifat hidrofilik dan ekor yang bersifat hidrofabik. Pemilihan lesitin sebagai pengemulsi dalam proses pengolahan susu kambing bubuk untuk memperbaiki daya larut karena lesitin dianggap sebagai surfaktan yang sangat mudah ditolelir dan non-toksik. Lesitin merupakan bagian integral membrane sel dan bisa dicerna sehingga aman bagi manusia; 4. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat dikemukan dari penelitian ini adalah Penambahan bahan pengemulsi / emulsifier berupa lesitin kedelai dapat meningkatkan daya larut susu kambing bubuk yang diproses secara pemanasan pada tekanan atmosphere sebanyak 12,68 persen. . DAFTAR PUSTAKA [1]
[2] [3] [4] [5]
Anema SG and Y. li. 2003. Association of denaturated whey protein with caseins micellein heated reconstituted skim milk and its effect on casein micelle size. J DairyRes 70 : 73 -7 Anonymous, 2007. Karamel Susu. Tekno Pangan dan Agroindustri. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pangan IPB. Atmiyati, 2001. Potensi Susu Kambing sebagai obat dan Sumber Protein Hewaniuntuk Meningkatkan gizi Petani. Balai Penelitian Ternak. Bogor Badan Standarisasi Nasional. 2006. Standar Nasional Indonesia. Susu Bubuk, SNI-01Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
323
[6]
2970-2006. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta
[7] [8]
Erdam YKsci. 88 and Z. Yuksel. 2005. Sieving effect of heat-denaturated milk protein during ultrafiltration of skim milk. I. The premilinary approach. J. Dairy Sci 88 :19411946 Hartatie, E.S. 1999. Identifikasi Residu Antibiotika dalam Susu Pasteurisasi yang Beredar di Malang. Laporan Penelitian. Universitas Muhammadiyah Malang. Hartatie, E.S. 1999. Pengaruh Flavor Terhadap Hasil Uji Biologis Residu Antibiotika dalam Susu Pasteurisasi. Laporan Penelitian. Laboratorium Teknologi Industri Peternakan. Fakultas Peternakan.Universitas Muhammadiyah Malang. Hartatie, E.S. 2003. Penganekaan Produk Yoghurt dengan Penambahan Buah. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian. Universitas Muhammadiyah Malang. Hartatie, E.S. 2015. Produksi Susu Kambing Bubuk Skala Industri Rumah Tangga Peternak : Optimasi Penambahan Gula Pada Pembuatan Susu Kambing Bubuk. Laporan Penelitian. Universitas Muhammadiyah Malang. Mardalena, L. Warly, E. Nurdin, W.S.N. Rusmana dan Farizal. 2011. Milk Quality of Dairy Goat by giving Feed Suplement as Antioxidant Source. J. Indonesian Trop. Agric . 36 ( 3 ) : 205 – 212 Marwah, MP; YY Suranindyah dan TW Murti. 2010. Produksi dan Komposisi susu kambing peranakan Ettawa yang diberi suplemen daun katu ( Sauropus L. Merr ) pada awal masa laktasi. Buletin Peternakan 34 : 94 – 102. Miyamoto Y; K Matsumiya; H Kubouchi; M Noda; K Nishimura and Y. Matsumura. 2009. Effect of heating condition on physicochemical properties of skim milk powder during production process. Food Science Technol Res 15 : 631-638 Moelyanto RD dan BTW Wiryanto. 2002. Khasiat dan Mamfaat Susu kambing. Agromedia Pustaka, Jakarta. Setiawan, T. dan Arsa, T. 2005. Beternak Kambing Perah Peranakan Ettawa. Penebar Swadaya. Jakarta. Standar Nasional Indonesia. 1998. Susu Segar. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. Standar Nasional Indonesia,1999.Susu Bubuk. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. Sukarini IAM. 2006. Produksi dan Kualitas air susu kambing peranakan ettawa yang diberi tambahan molasses blok dan atau dedak padi pada awal laktasi. Anim Prod 8 ; 196 – 205 Wijaya, H. 2006. Pilih Flavor Alami atau Sintetis. Teknologi Flavor. Food Review
[9] [10] [11]
[12] [13]
[14]
[15]
[16]
[17] [18] [19] [20] [21]
[22]
324
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk