THE DIVERSITY OF LEGUME NODULATING BACTERIA ON VARIOUS AGROECOSYSTEMS ABSTRACT
Legume-Nodulating Bacteria (LNB) that commonly known as Rhizobia, are soil bacteria that establish a symbiosis with legumes and has an ability on N2 fixation. Factors affecting the existence and the diversity of rhizobia in the soil are: characteristic of soil, agroecosystem, and natural disasters. The objective of this study was to unravell the diversity of LNB on West Lampung agroecosystem, on rhizosfer of nonlegum plants, and the areas affected by volcanic material after Merapi’s eruption. Rhizobia were trapped using siratro (Macroptilium artropurpureum) in plastic pouchs. After Rhizobia was calculated, Rhizobia were isolated from root nodules using Yeast Extract Mannitol Agar and Congo Red medium. Then, the isolates were tested for the ability to form root nodules using siratro and nitrogenase activities on nodules were tested using Acetylene Reduction Assay (ARA) method. Isolate that could form root nodules was identified morphologically, fisiologically, and molecularly through 16S r RNA gene sequences, then analyzed by using Principle Coordinates Analysis (PCoA) method. There were found 13 isolates obtained from 7 West Lampung agroecosystem, 106 isolates from rhizosfer of nonlegum plants, and 21 isolates from Merapi’s agroecosystems after eruption. Root nodulating bacteria on perennial plants had higher diversity rather than annual plants. Root nodulating bacteria on perennial crop consisted of α-proteobacteria (Sinorhizobium, Agrobacterium, Bradyrhizobium, Rhodopseudomonas) and γ-proteobacteria (Pseudomonas), while on annual plants consisted of α-proteobacteria (Agrobacterium, Rhizobium, Sinorhizobium, Bradyrhizobium, Mesorhizobium). In the rhizosfer of nonlegum plants, Capsicum frutescens had the highest diversity of root nodulating bacteria, then followed by C. annum, Solanum melongena, Pogostemon cablin, Coffea robusta 10 months, S. lycopersicum, and Coffea robusta 14 months. The rhizosfer of perennial nonlegum plants consisted of fast and slow growing root nodulating bacteria, while the rhizosfer of Coffea robusta 10 months and Coffea robusta 14 months consisted of only slow growing root nodulating bacteria. In Merapi’s agroecosystem after eruption, root nodulating bacteria on intact backyard agroecosystem and intact grass agroecosystem had higher diversity rather than impacted backyard agroecosystem and impacted grass agroecosystem. The intact backyard agroecosystem consisted of root nodulating bacteria that had close relationship with Rhizobium, Agrobacterium, and Ochrobactrum, while impacted backyard agroecosystem consisted of Rhizobium. The intact grass agroecosystem consisted of root nodulating bacteria that had close relationship with Agrobacterium, Rhizobium, Ochrobactrum, and Bradyrhizobium, while the impacted grass agroecosystem consisted of Rhizobium and Agrobacterium. Root nodulating bacteria on impacted forest-agroecosystem
xix
had higher diversity rather than intact forest agroecosystem. The impacted forest agroecosystem consisted of root nodulating bacteria that had close relationship with Ochrobactrum, Agrobacterium, and Pseudomonas, while intact forest agroecosystem consisted of Rhizobium, Pseudomonas, and Pleomorphomonas. It could be inferred that the diversity of LNB was supported by annual plant agroecosystem than perennial plant agroecosystem in West Lampung. Annual plant agroecosystem had LNB from class α-proteobacteria and γ-proteobacteria, while perennial plant agroecosystem had LNB from class α-proteobacteria. The diversity of LNB was supported by 5 nonlegume plants, there were: Capsicum frutescens, C. annum, Solanum melongena, Pogostemon cablin, and 10 months Coffea robusta. Slow and fast growing LNB was found on perennial nonlegumes rhizosphere, whereas slow growing LNB was found on 10 and 14 months Coffea robusta rhizsosphere. Shannon Diversity Index (SDI) was shown that nonlegume’s LNB had higher diversity than Lampung and Merapi’s LNB. The diversity of LNB on grass and backyard agroecosystem was reduced by Merapi’s volcanic material, except LNB on forest agroecosystem. The diversity of LNB on intact grass and backyard agroecosystem were higher than impacted grass and backyard agroecosystem. The diversity of LNB on impacted forest agroecosystem was higher than intact forest agroecosystem. Key words: Diversity, Legume-Nodulating Bacteria, agroecosystem.
xx
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Bakteri pembintil akar legum atau Legume-Nodulating Bacteria (LNB) atau yang dikenal dengan Rhizobia merupakan bakteri tanah yang dapat menambat nitrogen dengan membentuk bintil akar pada tanaman legum (Weir, 2013). Tanaman legum menyediakan sumber karbon untuk Rhizobia sehingga dapat mengubah nitrogen menjadi ammonium (NH4) serta melindungi enzim nitrogenase dari oksigen yang dapat mengganggu kinerja enzim (Stougaard, 2000). Rhizobia termasuk bakteri Gram negatif, aerob, menggunakan oksigen sebagai aseptor elektron terminal, berbentuk batang pendek (rods), tidak membentuk spora, bersifat motil, dan mampu tumbuh pada medium yang mengandung karbohidrat (Holt et al., 1994). Keragaman Rhizobia cukup luas, yaitu terdiri dari 98 spesies dalam 13 genera, termasuk golongan α-proteobacteria dan β-proteobacteria (Weir, 2012), yang kemudian diperbaharui oleh Berrada dan Fikri-Benbrahim (2014) bahwa rhizobia dikelompokkan dalam 14 genera dan 115 spesies Kelompok α-proteobacteria terdiri dari 11 genera yaitu Rhizobium, Mezorhizobium,
Sinorhizobium/Ensifer,
Bradyrhizobium,
Phyllobacterium,
Microvirga, Ochrobactrum, Azorhizobium, Methylobacterium, Devosia, dan Shinella, sedangkan yang termasuk β-proteobacteria terdiri dari 2 genera, yaitu Burkholderia dan Cupriavidus (Berrada and Fikri-Benbrahim, 2014).
2
Selain α-proteobacteria dan β-proteobacteria terdapat bakteri pembintil akar legum yang termasuk kelompok γ-proteobacteria (Benhizia et al., 2005; Shiraishi et al., 2010). Pada tahun 2014, kelompok terakhir ini sudah dimasukkan dalam sistem klasifikasi bakteri pembintil akar (Berrada and Fikri-Benbrahim, 2014). Keragaman Rhizobia di dalam tanah ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik adalah sifat-sifat genetik yang diperoleh dari induknya atau melalui transfer genetik dari bakteri lain yang terutama mempengaruhi asosiasi dengan tanaman inang. Sifat genetik yang diperoleh dari induk akan menentukan inangnya, hal ini tercermin pada cross inoculation group (kelompok inokulasi silang), yaitu kemampuan satu spesies Rhizobia untuk bersimbiosis dengan beberapa spesies legum yang sesuai (Madigan et al., 2014; Martinez-Romero, 2003). Contoh cross inoculation group antara lain kemampuan Rhizobium leguminosarum bersimbiosis dengan tanaman Pisum, Vicia, Trifolium spp., dan Phaseolus vulgaris, juga kemampuan Rhizobium tropicii yang dapat bersimbiosis dengan P. vulgaris dan Leucaena spp. (Madigan et al., 2014). Selain cross inoculation group, faktor genetik yang dimungkinkan dapat mempengaruhi keragaman adalah adanya transfer genetik. Terjadinya transfer genetik antar kelompok bakteri akan menghasilkan bakteri dengan sifat genetik baru yang mempunyai kemampuan adaptasi yang baik terhadap lingkungan dan dapat membentuk bintil akar dengan tanaman legum (Brewin, 2002). Adanya transfer genetik mengakibatkan meluasnya kelompok bakteri pembintil akar legum, yaitu kelompok β dan γ-proteobacteria,
3
yang dapat membentuk bintil akar dan menambat nitrogen, sebagai contoh Burkholderia sp. mampu membentuk bintil akar dengan tanaman Aspalatus carnosa (Moulin et al., 2001) serta Burkholderia sp. dan Pseudomonas sp. yang mampu membentuk bintil akar dengan tanaman Robinia pseudoacacia (Shiraishi et al., 2010). Selain kelompok γ-proteobacteria, terdapat kelompok bakteri lain (non-proteobacteria) yang mampu membentuk bintil akar dan menambat nitrogen, sebagai contoh Bacillus alcalidiazotropicus (Sorokin et al., 2008), Paenibacillus borealis (Elo et al., 2001), P. brasilensis (Weir et al., 2002). Pertumbuhan bakteri pembintil akar di dalam tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat mendukung atau menekan ketahanan hidup bakteri. Faktor tersebut dapat berupa faktor biotik maupun abiotik. Faktor biotik meliputi tanaman yang berada di atas tanah serta mikro dan makrofauna tanah. Agroekosistem sebagai suatu ekosistem juga berpengaruh terhadap keragaman bakteri pembintil akar di tanah karena adanya keterbatasan jenis tanaman dan juga pupuk dan pestisida yang digunakan pada proses budidaya. Jenis tanaman yang terbatas akan menyebabkan penurunan peluang untuk mendapatkan inang yang sesuai bagi bakteri pembintil akar dan juga dapat menekan populasi bakteri pembintil akar jika sistem perakaran tanaman tersebut tidak mendukung ketahanan hidupnya. Selain keterbatasan jenis tanaman, Venkateswarlu et al. (1997) menyatakan bahwa banyaknya populasi Rhizobia indigenous sangat dipengaruhi oleh faktor yang berhubungan dengan tanaman, sebagai contoh: produksi eksudat akar tanaman. Selain itu, organisme kompetitor juga merupakan faktor yang dapat menekan keragaman bakteri pembintil akar. Faktor abiotik yang
4
dapat mempengaruhi keragaman bakteri pembintil akar legum adalah kandungan hara, pH, salinitas, kelembaban, dan temperatur tanah. Penambahan pupuk kandang, kapur, dan pupuk kimia berpengaruh terhadap pH dan kandungan N dalam tanah. Kandungan N yang tinggi akan menurunkan keragaman bakteri pembintil akar legum dalam tanah (Hirsch, 1996; Palmer and Young, 2000). Kondisi pH yang meningkat, akan meningkatkan populasi bakteri pembintil akar legum, dan pH yang menurun akan menurunkan populasi bakteri pembintil akar legum (Harrison et al., 1989). Adanya kandungan garam dan tekanan osmosa yang tinggi juga dapat menyebabkan berkurangnya ketahanan dan efektivitas bakteri pembintil akar legum. Bushby dan Marshall (1976) serta Antheunissen dan Arkestein-Dijksman (1979) melaporkan bahwa keragaman bakteri pembintil akar legum berkurang dengan cepat ketika terjadi penurunan kadar lengas secara cepat karena adanya peningkatan temperatur yang cukup signifikan. Temperatur dan kadar lengas tanah merupakan faktor abiotik yang sangat berpengaruh terhadap keragaman bakteri pembintil akar legum di dalam tanah (Boonkerd and Weaver, 1981). Peningkatan temperatur dan penurunan kadar lengas tanah secara cepat dapat terjadi pada lingkungan tanah terdampak material hasil letusan gunung berapi yang berupa abu vulkanik, batuan dan lava dengan temperatur yang sangat tinggi, serta memiliki kandungan senyawa yang bersifat toksik. Hal tersebut mengakibatkan penurunan keragaman bakteri pembintil akar legum di dalam tanah yang terdampak. Pada penelitian ini akan dikaji keragaman LNB pada tujuh agroekosistem dan beberapa rhizosfer tanaman nonlegum di Lampung, serta pada beberapa
5
agroekosistem terdampak material vulkanik. Agroekosistem yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan suatu ekosistem yang muncul sebagai akibat dari adanya aktivitas manusia secara arif dan dikelola dalam cakupan untuk pemenuhan kebutuhan pangan, pakan atau barang-barang lain yang ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan diri sendiri maupun pasar (Moonen and Barberim, 2008).
1.2 Perumusan Masalah 1.
Apakah keragaman bakteri pembintil akar Legum (LNB) dipengaruhi oleh agroekosistem?
2.
Apakah keragaman LNB dipengaruhi oleh rhizosfer tanaman nonlegum?
3.
Apakah keragaman LNB dipengaruhi oleh material vulkanik?
1.3 Keaslian Penelitian Penelitian tentang keragaman Legume-Nodulating Bacteria (LNB) yang diisolasi dari bintil akar tanaman legum sudah pernah dilaporkan dan penelitian tentang keragaman LNB yang diisolasi dari beberapa agroekosistem belum banyak dilaporkan, sedangkan penelitian tentang keragaman LNB dari rhizosfer tanaman nonlegum, dan tanah terdampak material vulkanik sejauh ini belum pernah dilaporkan.
6
1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini yaitu: 1. Mengetahui keragaman LNB pada 7 agroekosistem di Lampung Barat. 2. Mengetahui keragaman LNB pada beberapa rhizosfer tanaman nonlegum. 3. Mengetahui keragaman LNB pada agroekosistem terdampak dan tidak terdampak abu vulkanik Merapi.
1.5 Manfaat Penelitian Dengan memahami faktor yang berpengaruh terhadap keragaman bakteri pembintil akar, maka dapat memberikan pemahaman tentang : 1. Bagaimana cara untuk mendesain agroekosistem dengan tingkat pengusikan sekecil mungkin yang dapat mempertahankan keragaman LNB. Sebagai contoh: pada tanaman legum saat panen, tanaman tidak dicabut, tetapi dipotong, sehingga bintil akar masih tertinggal di dalam tanah. 2. Bagaimana cara untuk memulihkan keragaman LNB dengan memodifikasi agroekosistem. Sebagai contoh: menanam tanaman legum yang besifat wide spectrum untuk trapping LNB di daerah terdampak abu vulkanik Merapi.