PRODUCTIVE PERFORMANCE OF HYBRID DUCK ON VARIOUS FEATHER COLOR Basthomi Izza Ashshofi1, Woro Busono2 and Sucik Maylinda2 1 2
)Student of Animal Husbandry Faculty,University of Brawijaya, Malang. )Lecturer of Animal Husbandry Faculty,University of Brawijaya, Malang
email:
[email protected] ABSTRACT The aim of research was to evaluate the production performance of hybrid duck in various feather color. The research materials were 54 male hybrid ducks which divided into 3 group based on feather color, that were white feather color (P1), combination feather color (P2), and brown feather color (P3) with traditional similar management. Research method was experiment with 3 treatments (P1, P2, and P3). Every treatment was replicated 6 times, with 3 ducks each. Variables measured were weight gain, feed consumption, and feed conversion. Data were analyzed with Completely Randomized Design (CRD). If there was a significant effect, then it will be analyzed by Duncan’s Multiple Range Test (DMRT). The result showed that production performance of hybrid duck on various feather color were not significant in weight gain, feed consumption and feed conversion. In conclusion, there is no relationship between meat production capacity with feather color.
Keywords: Hybrid duck, feather color, Performance production. PERFORMANS PRODUKSI ITIK HIBRIDA PADA BERBAGAI WARNA BULU Basthomi Izza Ashshofi1, Woro Busono2 dan Sucik Maylinda2 1
)Mahasiswa Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang. 2 )Dosen Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang.
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan berbagai warna bulu itik Hibrida terhadap performans produksi yang meliputi pertambahan bobot badan, konsumsi pakan, dan konversi pakan. Materi penelitian yang digunakan adalah itik Hibrida jantansebanyak 54 ekor. Perlakuan diberikan berdasarkan warna bulu itik yang terbagi menjadi tiga yaitu warna putih (P1), warna campur (P2), dan warna coklat (P3). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah percobaan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) menggunakan 3 perlakuan dan 6 ulangan masing-masing ulangan terdapat 3 ekor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan warna bulu pada itik Hibrida P1, P2, dan P3 memberikan pengaruh yang sama terhadap performans produksi. Kesimpulan dari hasil penelitian bahwa performans produksi yang meliputi pertambahan bobot badan, konsumsi pakan dan konversi pakan pada itik Hibrida jantan dengan warna bulu yang berbeda adalah sama, disarankan dalam pemeliharaan itik Hibrida jantan untuk keperluan produksi daging tidak perlu membedakan warna bulunya. Kata kunci: Itik Hibrida, Warna bulu, Performans produksi
1
PENDAHULUAN Budi daya itik pedaging dapat dikembangkan oleh masyarakat menjadi lebih baik dengan menyediakan bibit yang berkualitas, mudah diproduksi, dan jumlahnya tersedia secara kontinu. Beberapa jenis itik pedaging yang sudah dikenal di Indonesia seperti itik Peking, itik Manila. Pengoptimalan produktivitas itik pedaging dapat dilakukan menyilangkan kedua jenis bangsa itik yang berbeda sehingga dihasilkan final stock yang memiliki tingkat produksi daging tinggi dan cepat. Peternak itik di Indonesia telah mengembangkan itik pedaging yang memiliki tingkat pertumbuhan yang cepat, yaitu itik Hibrida (Mule duck) dengan masa pemeliharaan yang singkat yaitu 45 hari. Itik Hibrida merupakan hasil persilangan antara itik Peking dan itik Khaki Campbell. Itik Khaki Campbell memiliki bobot badan tinggi dan jumlah produksi telur yang lebih banyak dibandingkan jenis itik petelur Lokal. Itik Khaki Campbell betina memiliki bobot badan 2,0 – 2,2 kg, jumlah telur 300 butir pertahun dengan berat setiap butir antara 60-75 g. Itik Lokal memiliki bobot badan rendah yaitu 1,4 – 1,6 kg, jumlah telur 253 butir pertahun dengan berat perbutir ratarata 65 g. Kekurangan itik Khaki Campbell memiliki pertambahan bobot badan lama sehingga tidak sesuai digunakan sebagai itik pedaging. Itik Peking merupakan itik pedaging yang memiliki pertambahan bobot badan cepat, namun produksi telur dan daya tetasnya rendah sehingga sulit dikembangkan. Bibit itik pedaging final stock berkualitas dapat dilakukan dengan menyilangkan itik Peking dengan itik Khaki Campbell. Day Old Duck (DOD) itik Hibrida menunjukkan karakteristik warna bulu yang bervariasi, mulai warna putih,
campur, dan coklat. Sebagian besar masyarakat meyakini bahwa itik Hibrida warna putih memiliki pertambahan bobot badan paling cepat dan tinggi karena memiliki warna yang sama dengan itik Peking, sedangkan itik Hibrida warna merah kecoklatan memiliki keunggulan produksi telur yang tinggi karena mewarisi sifat itik Khaki Campbell. Hasil penelitian yang menjelaskan tentang perbedaan warna bulu terhadap performans produksi itik Hibrida masih terbatas, sehingga peneliti tertarik untuk meneliti performans produksi itik Hibrida pada warna bulu yang berbeda. Karakter bulu itik Hibrida berbedabeda, DOD yang dihasilkan gen warna bulu ada yang berwarna putih, campur, dan coklat. Berdasarkan perbedaan karakter fisik yang diturunkan oleh tetua itik tersebut menandakan perbedaan gen yang diturunkan, permasalahan yang terjadi adalah bagaimana performans produksi itik Hibrida pada berbagai warna bulu yang berbeda dari sifat yang diturunkan oleh dua jenis individu yang berbeda karakter. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan performans produksi itik Hibrida pada warna bulu yang berbeda. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di peternakan itik milik bapak Sjahid yang berada di dusun Prayungan, desa Kuwik, kecamatan Kunjang, kabupaten Kediri, Jawa Timur. Mulai tanggal 28 April - 2 Juni 2014. Materi Penelitian Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah DOD itik Hibrida jantan dari persilangan itik Peking dengan itik Khaki Campbell sebanyak 54 ekor. Kandang yang digunakan menggunakan alas sekam padi yang dibagi menjadi 2
18 petak dengan ukuran setiap petak 70 X 70 X 70 cm. Bahan kandang yang digunakan adalah kayu dan papan, lantai kandang menggunakan sekam padi dengan ketebalan 5 cm. Setiap dua petak kandang dilengkapi dengan wadah pakan berbentuk silinder dari pabrik kemudian disekat menjadi dua bagian dengan plastik sebagai pembatas antara pakan yang diberikan pada petak pertama dengan petak kedua, wadah minum yang digunakan adalah wadah minum gantung volume 3 Liter. Setiap petak diisi 3 ekor itik. Pakan yang digunakan adalah pakan CP 511 B produksi PT Charoen Pokphand dengan kandungan protein kasar 21-23 %, lemak kasar 5 %, serat kasar 5 %, Calcium 0,9 %, Phosfor 0,6 %, dedak jagung dan bekatul. Pakan CP 511 B diberikan pada itik umur 0 – 14 hari. Pemberian pakan CP 511 B, dedak jagung dan bekatul dengan persentase masingmasing 34%: 33%: 33% diberikan pada itik setelah umur 14 hari sampai akhir penelitian. Pemberian pakan dilakukan 3 kali sehari. Pemberian minum dilakukan ad-libittum dan diganti setiap hari bersama pemberian pakan. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1). Timbangan kapasitas 3.000 gram dengan akurasi 5 gram(2). Kertas label dan isolasi perekat untuk menandai perlakuan dan pengulangan selama penelitian (3). Gayung untuk pengambilan pakan (4). Timba dan kardus penutup sebagai alat bantu selama proses penimbangan (5). Gunting, kamera, tali raffia, dan alat tulis yang digunakan dalam operasional dan pengumpulan data. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah percobaan. Penentuan sampel yang digunakan dilakukan secara purposive sampling dengan pengelompokan berdasarkan warna
bulu itik Hibrida dan jenis kelamin jantan dengan enam ulangan, setiap ulangan menggunakan tiga ekor itik. Warna bulu itik dibagi menjadi tiga yaitu: P1: Warna putih, itik memiliki warna putih pada keseluruhan tubuhnya P2: Warna campur, itik memiliki campuran warna coklat dan putih P3: Warna coklat, itik memiliki warna coklat pada keseluruhan tubuhnya Penentuan bobot badan awal itik dimulai sejak DOD, penghitungan pertambahan bobot badan, konsumsi pakan, dan konversi pakan dilakukan setiap minggu selama 35 hari. Itik fase starter umur 0 - 7 hari diletakkan pada kandang yang dilengkapi brooder sebagai penghangat. Pelabelan diberikan pada setiap petak kandang agar memudahkan pencatatan sesuai dengan perlakuan dan pengulangan. Pencampuran bahan pakan dilakukan di atas lantai. Caranya adalah dengan menimbang bahan pakan kemudian mencampurnya. Campuran tersebut diletakkan pada karung plastik. Pakan diberikan secara ad-libittum dengan frekuensi pemberian 3 kali sehari pada pagi, sore dan malam hari. Minum diberikan sehari sekali, sebelum dilakukan pengisian air minum, tempat air minum dibersihkan terlebih dahulu, sebelum pemberian pakan, pakan ditimbang, dan sebelum pemberian pakan selanjutnya pakan yang tersisa ditimbang. Pergantian sekam dilakukan setiap 2 - 4 hari. Penimbangan dilakukan pada jam 14.00 WIB sebelum itik diberi makan. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah performans produksi itik Hibrida meliputi: 1. Pertambahan bobot badan : Selisih antara bobot badan akhir dikurangi bobot badan awal selama penelitian dengan satuan g/ekor/hari.
3
2. Konsumsi pakan : Jumlah pakan yang diberikan dikurangi dengan pakan tersisa dalam satuan g/hari. 3. Konversi pakan : Perbandingan jumlah pakan yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan yang dicapai selama penelitian. Data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis dengan analisis ragam dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL).
digunakan selama penelitian adalah itik Hibrida jantan yang dipelihara dengan membedakan warna bulu.Bobot badan awal rata-rata itik warna putih, itik warna campur, dan itik warna coklat berturutturut adalah 46,67 ± 4,41; 46,11 ± 4,58; dan 46,39 ± 2,79 g. Hasil koefisien keragaman itik warna putih, itik warna campur, dan itik warna coklat berturut-turut adalah 9,45; 9,94; dan 6,025%, sampel yang digunakan dapat dikategorikan homogen. Nilai koefisien keragaman dapat dikategorikan homogen ketika berada di bawah 10% (Budiarto, 2002).
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian bertempat di Desa Kuwik, Kecamatan Kunjang Kabupaten Kediri pada geografis 111o 47' 05" - 112o 18'20" Bujur Timur dan 7o 36' 12" - 8o 0' 32 Lintang Selatan dengan tingkat curah hujan rata-rata sekitar 1652 mm per hari dan ketinggian rata-rata 67 m di atas permukaan laut (Data Komando Distrik Militer Rayon 23, 2014). Itik yang
Pertambahan Bobot Badan Itik Penghitungan pertambahan bobot badan dilakukan dengan mengurangi hasil pengamatan penimbangan bobot badan akhir dengan bobot badan awal. Rataan pertambahan bobot badan diperlihatkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Performans produksi itik Hibrida jantan umur 1 - 5 minggu Pertambahan Bobot Konsumsi Pakan Perlakuan Badan (g/ekor/4 minggu) (g/ekor/4 minggu) P1 900,00 ± 19,32 2838,61 ± 5,89 P2 904,17 ± 23,76 P3 913,33 ± 19,12 Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa itik Hibrida jantan yang berbeda warna bulu meliputi warna putih, warna campur, dan warna coklat memiliki pertambahan bobot badan yang sama. Hasil penelitian ini berbeda dengan tingkat pertambahan bobot badan tetua. Itik Hibrida warna putih, warna campur, dan warna cokelat pada minggu ke 1 – 5 memiliki pertambahan bobot badan masingmasing 900,00 ± 19,32, 904,17 ± 23,76, dan 913,33 ± 19,12 g/ekor relatif lebih besar dibandingkan itik Khaki Campbell dan lebih rendah dibandingkan pertambahan bobot badan itik Peking. Thongwittaya, Pleusarman, Choktaworn, dan Tasaki
Konversi Pakan 3,16 ± 0,07
2840,00 ± 8,16 3,14 ± 0,08 2843,33 ± 10,54 3,11 ± 0,05 (1992) memperoleh pertambahan bobot badan itik Khaki Campbell yang dipelihara secara intensif dengan umur yang sama sebesar 418 g/ekor. Itik Peking yang dipelihara intensif pada umur yang sama memiliki pertambahan bobot badan sebesar 1.556 g/ekor (Hessarghatta, 2014). Perbedaan tersebut disebabkan ekspresi potensi genetik itik Hibrida jantan, gen pada bulu itik Hibrida tidak berperan dalam mengatur pertambahan bobot badan karena genetik yang mengatur pola pewarnaan bulu berbeda dengan genetik yang mengatur pertambahan bobot badan begitu pula sebaliknya. Berbagai warna bulu pada itik disebabkan oleh gen melanin yang 4
mengandung pigmen, melanin berdasarkan kandungan warnanya terdiri dari dua tipe yaitu eumelanin dan pheomelanin (Li, Wang, Wenhua, Zhao, dan Gong, 2012), sedangkan pewarisan sifat kuantitatif merupakan interaksi gen yang bersifat kumulatif (saling menambah), semakin banyak gen dominan pada sifat tertentu maka pada fenotifnya akan semakin tampak tinggi, pewarisan sifat ini banyak terdapat pada sifat penting seperti pertambahan bobot badan, sifat keturunan tidak dapat dibedakan diantara kelas fenotif dengan mudah, karena variasi dalam sifat keturunan tertentu disebabkan oleh polygene (Maylinda, Ciptadi, dan Wahyuningsih, 1991). Warna bulu putih, campur, dan coklat pada itik Hibrida tidak dapat menjadi dasar keunggulan pertambahan bobot badan karena induk itik Hibrida berasal dari jenis tetua yang sama dengan warna yang berbeda. Itik Peking yang berasal dari Australia dan tersebar di dunia berasal dari persilangan itik Indian Runner dengan itik Khaki Campbell putih sedangkan itik Khaki Campbell berasal dari persilangan itik Rouen, White Indian Runner dan Mallard (Sexton, 2013). Bibit itik Peking di Indonesia didatangkan dari Australia (Sidharta, 2012). Sifat kualitatif pada itik Hibrida tidak mempengaruhi sifat kuantitatif. Pernyataan ini didukung oleh Anonimous (2013), Maylinda dkk (1991), dan Park (2004) bahwa sifat kualitatif memiliki ciri distribusi fenotif tersendiri, sifat tersebut diatur oleh gen tunggal atau beberapa pasangan gen, lingkungan tidak berpengaruh terhadap ekspresi gen tersebut, fenotif sifat kualitatif dapat dibagi menjadi kategori yang berbeda di mana setiap anggota terlihat sama. Sifat kuantitatif dikendalikan oleh ratusan sampai ribuan
pasang gen pada beberapa pasang kromosom yang berbeda, beberapa pasangan gen ada yang berisi gen aditif dan gen non aditif. Fenotif sifat kuantitatif tidak dapat diklasifikasikan pada kategori yang berbeda karena mereka biasanya akan mengikuti distribusi kontinu, seperti pertambahan bobot badan rata-rata dan jumlah konsumsi pakan. Sifat kuantitatif tidak hanya dipengaruhi tingginya jumlah lokus tapi juga faktor lingkungan seperti iklim, gizi, peternakan, dan kesehatan (Anonimous, 2013; Maylinda, dkk., 1991; Park, 2004). Konsumsi Pakan Konsumsi pakan adalah jumlah pakan yang diberikan dikurangi pakan yang tersisa. Rataan konsumsi pakan diperlihatkan pada Tabel 1. Hasil analisis ragam menunjukkan perbedaan warna bulu itik Hibrida jantan tidak berpengaruh terhadap jumlah konsumsi pakan. Perbedaan Warna bulu dapat mempengaruhi tingkat penyerapan energi cahaya dalam menghasilkan hormon Follicle Stimulating Hormone (FSH) untuk meningkatkan sifat kuantitatif, namun hormon tersebut tidak berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan dan konsumsi pakan itik Hibrida karena FSH tidak berperan dalam pertumbuhan itik. Adomako,Olympo, Hamidu, Akortsu, Aboagye, dan Djang(2013) menyatakan bahwa perbedaan warna bulu pada ayam petelur coklat dengan ayam petelur putih memiliki pengaruh sangat nyata terhadap berat telur, ayam petelur bulu coklat memiliki rataan berat telur lebih besar dibandingkan ayam petelur bulu putih, hal itu disebabkan sinar yang diterima oleh hypotalamic photo-receptor pada ayam petelur bulu coklat memiliki korelasi positif dengan jumlah energi sinar yang 5
diterima untuk menstimulasi gonadotrophin dalam mengeluarkan FSH yang mempengaruhi produksi folikel-folikel telur lebih baik dibandingkan ayam petelur putih. Sedangkan hormon yang mengatur pertumbuhan dan konsumsi pakan adalah growth hormone (hormon pertumbuhan), triiodothyronine (T3), thyroxine (T4), dan Somatomedins namun produksi hormon tersebut tidak dipengaruhi warna bulu. Produksi Growth hormone, triiodothyronine (T3), thyroxine (T4), dan Somatomedins dipengaruhi oleh jumlah konsumsi asam amino dan sintesis protein oleh itik (El-Far, 2014; Scanes, Samuel, dan Bowe, 1984). Wahju (1997) menambahkan bahwa konsumsi pakan dipengaruhi oleh suhu lingkungan, bangsa, kesehatan, ukuran tubuh, fase kehidupan dan imbangan zatzat makanan yang ada didalamnya.
fenotif bulu warna putih, coklat dan abuabu, kemudian Itik Peking sebagai itik pedaging dari persilangan Indian Runner dan Khaki Campbell putih (Sexton, 2013). Munculnya berbagai warna bulu pada keturunan tersebut akibat dari heterogenetik antara berbagai gen yang mengontrol karakter fenotif salah satunya warna bulu (Cassady, Yung, dan Leymaster, 2002). Hasil penelitian ini sesuai dengan Sutiyono, Soedarsono, Seno dan Johari (2011) bahwa tiktok (mule duck) dari persilangan itik dengan entok menghasilkan keturunan dengan berbagai warna bulu namun memiliki sifat kuantitatif yang seragam pada jenis kelamin jantan dengan bobot badan maksimal dibawah entok dan bobot minimal di atas itik. Persamaan potensi genetik terjadi karena potensi genetik dari perkawinan dua jenis individu yang berbeda mewariskan 50% genetik induk dan 50% genetik pejantan (Bugiwati, 2012).
Konversi Pakan Konversi pakan merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi dibagi pertambahan bobot badan.Rataan konversi pakan diperlihatkan pada Tabel 1.Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbedaan warna bulu itik Hibrida jantan memiliki konversi pakan yang sama. Menurut Ensminger (1992) faktor yang mempengaruhi konversi pakan adalah pakan yang digunakan, bangsa, dan manajemen penyakit. Itik Hibrida menunjukkan performans baru yang memiliki konversi pakan lebih baik dari itik Khaki Campbell dan masih kalah dengan itik Peking. Persilangan dari spesies itik yang berbeda akan menghasilkan keturunan dengan performans baru yang memiliki potensi genetik seragam namun berbeda dari potensi kedua induknya seperti itik petelur Khaki Campbell dari persilangan dari itik pedaging Rouen, itik petelur Indian Runner dan itik Mallard yang memiliki
Kesimpulan Performans produksi pertambahan bobot badan, konsumsi pakan dan konversi pakan pada itik Hibrida jantan dengan warna bulu yang berbeda adalah sama. Saran Berdasarkan hasil penelitian bahwa dalam pemeliharaan itik Hibrida jantan untuk keperluan produksi daging tidak perlu membedakan warna bulunya. DAFTAR PUSTAKA Adomako, K., O.S. Olympo., J.A. Hamidu., F.D. Akortsu., P.R. Aboagye., dan H. Djang. 2013. Effects Of Genotype And Feather Colour on Egg Quality Traits Of Local-Exotic Crossbreds. Proceedings GSAP 2013 Conference: 297-303. 6
Anonimous. 2013. Qualitative traits and Quantitaive traits in animals. http:// web2.mendelu.cz/af_291_projekty2/ vseo/stranka.php?kod=471. diakses 3 Desember 2014.
Park, H-B. 2004. Genetic Analysis of Quantitative Traits Using Domestic Animals. A Candidate Gene and Genome Scanning Approach. Acta Universitatis Upsaliensis. Comprehensive Summaries of Uppsala Dissertations From Faculty of Medicine: 51-60.
Budiarto, E. 2002. Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Scanes, C. G., J. Samuel., dan J. Bowe. 1984. The Role Of Growth Hormone In the Domestic Fowl. Departement Of Animal Sciences Rutger. New Brunswick: The State University.
Bugiwati, S.R.A. 2012. Genetika Ternak. Makasar: Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Cassady, P.J., L.D. Yung., dan K.A. Leymaster. 2002. Heterosis And Rekombinant Effects On Pig Reproductive Traits. J. Anim. Sci. 20(9): 2303-2315.
Sexton, M. 2013. Poultry Husbandry – Ducks: Breeds and Breeding. Australia: Biosecurity Pirsa Goverment of South Australia. Sidharta, A. 2012. Kementan: Masyarakat Jangan Panik Soal Flu Burung. www. Portalkbr.com diakses pada 1 Desember 2014.
El-Far, A.H. 2014. Effects of Quantitative Feed Restriction on Serum Triacylglycerol Cholesterol and Growth Related Hormones in White Pekin Ducks. Global Journal of Biotechnology & Biochemistry 9 (3):94-98.
Sutiyono, B., Soedarsono., S. Johari., dan Y.S. Ondho. 2011. Efek Heterosis Berbagai Penampilan Tiktok Jantan Dan Betina. Buletin Peternakan Vol. 35(3):153-160.
Ensminger, M. A. 1992. Poultry Science (Animal Agricultural Series). 3rd edition. Instate Publisher, Inc. Danville, Illiones.
Thongwittaya, N., P. Pleusarman., N. Choktaworn., dan I. Tasaki. 1992. Energy and Protein Requirements of Khaki Campbell Thai Native Duck. AJAS 1992 Vol. 5 No. 2: 357-363.
Hessarghatta. 2014. Duck Management Guide. Central Poultry Development Organisation. India.
Wahju, J. 1997. Ilmu Nutrisi Ternak Unggas. UGM. Press, Yogyakarta.
Li, S., W, Cui., Yu, W., Zhao, S., dan Y. Gong. 2012. Identification of Genes Related to White and Black Plumage Formation by RNA-Seq from White and Black Feather Bulbs in Ducks. Gene Expression in Duck Plumage Feather Bulbs. May 2012, Volume 7, Issue 5. www.plosone.org Maylinda, S., G. Ciptadi., dan S. Wahyuningsih. 1991. Pengantar Genetika. Malang: Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang. 7