Penampilan Bibit Kelapa F1 Hasil Silangan Genjah x Dalam Mapanget S4
Coconut Hybrid Performance of Dwarf x Mapanget Fourth Selfing Generation WEDA MAKARTI MAHAYU DAN HENGKY NOVARIANTO Balai Penelitian Tanaman Palma Jalan Raya Mapanget, Kotak Pos 1004 Manado 95001
E-mail:
[email protected]
Diterima 6 Juli 2015 / Direvisi 5 Oktober 2015 / Disetujui 9 Nopember 2015
ABSTRAK Tanaman kelapa yang ditanam petani umumnya tipe kelapa Dalam dengan pertambahan tinggi batang cepat. Ketersediaan tenaga pemanjat saat ini semakin sulit didapat, sehingga dibutuhkan varietas kelapa yang berbuah cepat, berbatang pendek dan pertambahan tinggi batang lambat. Varietas kelapa tersebut dapat dirakit dengan menyilangkan kelapa Genjah dengan kelapa Dalam yang pertambahan tinggi batangnya lambat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penampilan bibit dua genotipe kelapa hibrida hasil persilangan Genjah Kuning Bali (GKB), Genjah Raja (GRA) dengan Dalam Mapanget generasi selfing ke-4 (DMT-S4) serta Genjah Kuning Nias (GKN ) x Dalam Tenga (DTA) atau Khina-1 sebagai pembanding. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga perlakuan dan sembilan ulangan, masing-masing ulangan terdiri dari 12 tanaman. Perlakuan yang diuji adalah A = GKB x DMT-S4, B = GRA x DMT-S4 dan C = GKN x DTA. Hasil penelitian pertumbuhan dan perkembangan tingkat bibit dari ketiga genotipe kelapa hibrida tersebut memperlihatkan bahwa kecambah dari hibrida hasil persilangan GKB x DMT-S4 memiliki viabilitas tertinggi yang diikuti oleh hasil persilangan GKN x DTA dan GRA x DMT-S4. Kecepatan kecambah dan kecepatan pecah daun bibit ketiga hibrida tersebut tidak berbeda nyata. Jumlah daun bibit hasil persilangan GKN x DTA lebih banyak dari hasil persilangan GKB x DMT-S4 dan GRA x DMT-S4 (umur 2 hingga 5 bulan), namun pada umur 6 bulan jumlah daun bibit hasil persilangan GKB x DMT S4 (7,75 helai) tidak berbeda nyata dengan GKN x DTA (7,97 helai). Rata-rata pertambahan daun/bulan bibit dari setiap hibrida tersebut adalah: 1,28 helai (GKB x DMT S4), 1,13 helai (GRA x DMT S4) dan 1,21 helai (GKN x DTA). Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa bibit hasil persilangan GKB x DMT S4 dan GRA x DMT S4 lebih pendek dengan lingkar batang lebih kecil dibanding GKN x DTA. Bibit kelapa hibrida hasil persilangan GKB x DMT S4 dan GKN x DMT S4 memberikan harapan dapat diperoleh varietas kelapa yang cepat berbuah, berbatang pendek dan batang lambat menjadi tinggi. Kata kunci: Kelapa hibrida, bibit, pendek, cepat berbuah.
ABSTRACT Coconut palm planted by farmers is generally Tall type coconut which grows fast. Availability of climbers is limited, therefore, coconut varieties that are early mature, short and slowly growing trunk are needed. The coconut varieties can be assembled by crossing Dwarf coconut palm with Tall coconut palm which slowly growing trunk. This research aims to know the appearance of hybrid coconut seedlings from crosses of two superior varieties Dwarf coconut Bali Yellow Dwarf (BYD), Raja Dwarf (RBD) with Mapanget Tall Fourth Selfing Generation (MTT S4) and Nias Yellow Dwarf (NYD) x Tenga Tall (TAT) or Khina-1 as a comparison. This experimental was arranged in Randomized Block Design (RBD) with three treatments and nine replications, each replication was consisted of 12 palms. The treatment is A = BYD x MTT-S4, B = RBD x MTT-S4 dan C = NYD x TAT. Results showed that hybrid from BYD x MTT S4 has the highest viability followed by NYD x TAT and RBD x MTT S4. Germination rate and leaf splitting time of three hybrid were not significantly different. More over leaves number of NYD x TAT is more than that of BYD x MTT S4 and RBD x MTT S4 (ages 2 to 5 months), but at the age of 6 months, leaves number of BYD x MTT S4 (7.75) was not significantly different from NYD x TAT (7.97). While the average leaves increase per month of each hybrid are: 1.28 (BYD x MTT S4), 1.13 (RBD x MTT S4) and 1.21 (NYD x TAT). The result of this study showed that coconut hybrid from BYD x MTT S4 and RBD x MTT S4 are shorter than NYD x TAT. Hybrid lines of BYD x MTT S4 and RBD x MTT S4 have a smaller girth of seedling than coconut hybrid of NYD x TAT. Coconut hybrid lines of BYD x MTT S4 and RBD x MTT S4 are promising in producing coconut varieties that early mature, short and slowly growing trunk. Keywords: Coconut hybrid, seedling, dwarf, early mature.
141
B. Palma Vol. 16 No. 2, Desember 2015: 141 - 146
PENDAHULUAN Kontribusi komoditas kelapa terhadap pemasukan devisa negara pada tahun 2010 mencapai sekitar $250 juta AS per tahun (Ayri dan Ramamurthy, 2012). Kelapa yang ditanam petani di Indonesia umumnya tipe Dalam yang berpenampilan tinggi dan sekitar 30% sudah tua sehingga produksinya rendah (Novarianto, 2011). Tenaga muda di pedesaan tidak berminat menjadi tenaga pemanjat pohon kelapa karena berbatang tinggi. Oleh karena itu, pemilik kelapa kesulitan mencari tenaga pemanjat baik untuk panen buah kelapa maupun menyadap nira. Nira kelapa disadap, selanjutnya diproses menjadi gula cetak atau gula semut. Sentra produsen gula kelapa di Indonesia antara lain Banyumas, Purbalingga, Banten, Banjarnegara, Banyuwangi dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Tanaman kelapa berperan penting dalam mendorong pertumbuhan sentra-sentra ekonomi baru di wilayah-wilayah pengembangan (Lumentut et al., 2013). Bibit unggul kelapa diperlukan untuk pengembangan tanaman kelapa, baik untuk peremajaan maupun perluasan lahan. Oleh karena itu, bahan tanaman untuk pengembangan tanaman kelapa dengan karakteristik pertumbuhan tinggi batang lambat atau pendek, cepat berbuah dan potensi produksi tinggi sangat diperlukan. Kelapa Genjah lebih pendek dari kelapa Dalam, namun kelapa Dalam mempunyai potensi produksi yang lebih tinggi dari kelapa Genjah (Mahayu dan Novarianto, 2014). Untuk mendapatkan tanaman kelapa dengan keunggulan pada karakter cepat berbuah, produksi buah tinggi dan pertambahan tinggi batang lambat dapat dilakukan melalui persilangan antara varietas kelapa Genjah unggul yang secara alami bersifat homozygot dengan kelapa Dalam Mapanget S4 (DMT S4) yang lebih homozigot dari tetuanya dengan pertumbuhan tinggi batang lambat. Pertambahan tinggi batang kelapa Dalam Mapanget S3 dan S4 khususnya nomor 32 telah mengalami inbreeding depression berturut-turut sebesar 11,8% dan 17,4% sehingga pertambahan tinggi batang kelapa tersebut lambat atau berbatang pendek (Pandin, 2010). Dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini pihak swasta mulai mencari kelapa hibrida karena cepat berbuah dengan potensi produksi tinggi, apabila dibudidayakan secara intensif. Persilangan antar dua tetua yang berbeda varietasnya secara genotipe akan menghasilkan turunan hibrida yang diharapkan memiliki tingkat heterositas tinggi pada sifat-sifat tertentu. Keturunan persilangan antara kelapa Genjah x DMT S4 diharapkan meng-
142
hasilkan keturunan dengan daya heterosis tinggi untuk produksi kopra dengan pertambahan tinggi batang lambat. Menurut Pandin (2010), populasi generasi ke empat hasil penyerbukan sendiri kelapa Dalam Mapanget (DMT S4) dapat digunakan sebagai tetua dalam merakit kelapa Dalam unggul berbatang lebih pendek. Pada umumnya penampilan morfologi dan produksi kelapa hibrida hasil persilangan kelapa Genjah x Dalam memiliki keragaman tinggi karena tetua jantan (kelapa Dalam) bersifat heterozigot (Mahayu dan Novarianto, 2014). Hibridisasi antara kelapa Genjah yang secara alami homozygot dengan kelapa Dalam Mapanget S4 diharapkan akan menghasilkan efek heterosis pada karakter produksi dengan penampilan yang lebih seragam. Hibridisasi tanaman yang memiliki sifat berbeda dan secara genotipe homozygot, akan memberikan efek heterosis yang besar terhadap keturunan F1-nya. Berdasarkan pertimbangan ini maka diharapkan perakitan kelapa hibrida antara dua varietas Genjah terpilih dengan kelapa Dalam DMT-S4 akan menghasilkan keturunan F1 yang cepat berbuah, produksi tinggi, pertambahan tinggi batang lambat dan lebih seragam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penampilan bibit dua genotipe kelapa hibrida hasil persilangan Genjah Kuning Bali (GKB) dan Genjah Raja (GRA) dengan kelapa Dalam Mapanget generasi selfing keempat (DMT S4) dan Khina-1 (GKN x DTA) sebagai pembanding. Hasil penelitian pada tingkat bibit ini dapat dimanfaatkan untuk menguraikan kemajuan hasil persilangan yang dapat menjadi salah satu bahan evaluasi pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa di lapangan. Karakter vegetatif dapat digunakan untuk mengetahui potensi produksi suatu aksesi. Jumlah daun tanaman kelapa berkorelasi positif dengan jumlah tandan buah, dan secara tidak langsung berpengaruh terhadap jumlah buah dan produksi (Novarianto, 2011).
BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Desember 2013 di KP. Mapanget, Balai Penelitian Tanaman Palma, Manado dari benih kelapa hasil persilangan yang telah dilakukan pada tahun 2012. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga perlakuan dan sembilan ulangan. Setiap perlakuan menggunakan 12 benih sehingga total benih yang digunakan sebanyak 3 x 9 x 12 = 324 benih. Perlakuan yang diuji adalah: a) Genjah Kuning Bali (GKB) x Dalam Mapanget generasi selfing keempat
Penampilan Bibit Kelapa F1 Hasil Silangan Genjah x Dalam Mapanget S4 (Weda Makarti Mahayu dan Hengky Novarianto)
(DMT S4), b) Genjah Raja (GRA) x Dalam Mapanget generasi selfing ke empat DMT S4 dan c) Genjah Kuning Nias (GKN) x Dalam Tenga (DTA) atau (Khina-1) sebagai pembanding. Parameter yang diamati, yaitu: 1) viabilitas benih (%), dihitung persentase benih yang berkecambah dari total benih yang dideder, 2) kecepatan kecambah (hari), dihitung waktu yang dibutuhkan benih untuk berkecambah dimulai dari saat pendederan sampai keluar kecambah setinggi ± 1 cm, 3) kecepatan pecah daun pertama (bulan), dihitung mulai waktu berkecambah hingga anak daun pertama terbuka penuh, 4) jumlah daun (helai), dihitung seluruh daun hijau, 5) tinggi bibit (cm), diukur dari permukaan sabut sampai bagian daun paling tinggi, dan 6) lingkar batang (cm), diukur pada bagian bawah pangkal batang ± 1 cm dari permukaan sabut. Lingkar batang, tinggi bibit, jumlah daun dan kecepatan pecah daun pertama diukur dan dihitung mulai dari tanggal perkecambahan masing-masing benih kelapa. Seluruh data kuantitatif dianalisis dengan menggunakan program statistik SPSS (Statistical Product and Service Solution) 20.0 for windows.
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Parameter Kecambah Viabilitas benih, kecepatan berkecambah dan kecepatan pecah anak daun Benih dari hasil ketiga persilangan yang diuji memiliki viabilitas yang berbeda. Viabilitas tertinggi ditemukan pada benih hasil persilangan GKB x DMT-S4 (86,11%), diikuti oleh hasil persilangan GKN x DTA atau Khina-1 (82,40%) (Tabel 1). Viabilitas benih yang terendah terdapat pada hasil persilangan GRA x DMT S4 (64,81%). Perbedaan viabilitas benih dari ketiga persilangan tersebut diduga disebabkan oleh perbedaan genotipe tetua yang digunakan atau jenis silangan. Menurut Widiastuti dan Endah (2008), genotipe tanaman induk berpengaruh terhadap viabilitas benih yang dihasilkan. Selain itu, varietas atau genotipe tanaman induk dari kelapa hibrida juga mempengaruhi tingkat keberhasilan dari produksi benih hasil persilangan (Novarianto, 2010). Setiap varietas tanaman memiliki potensi dan daya dukung terhadap produksi benih yang berbeda. Perbedaan viabilitas tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan keterampilan polinator melakukan penyerbukan. Dalam penelitian ini, setiap jenis persilangan dilakukan oleh polinator yang berbeda. Tinggi rendahnya viabilitas benih
hasil persilangan diduga berkaitan dengan keberhasilan penyerbukan dan atau proses pembuahan (Rahmi et al., 2015). Penyerbukan yang tidak sempurna menghasilkan benih yang rendah viabilitasnya dan persentase kecambah abnormal yang tinggi (Sunarti, 2012). Faktor lingkungan yang mempengaruhi kualitas benih adalah umur panen, kondisi lingkungan selama panen, efektivitas penyerbukan, dan tingkat kematangan bunga jantan serta bunga betina (Rahmi et al., 2015). Viabilitas benih pada hasil persilangan GRA x DMT-S4 menunjukkan keragaman sedang (26,33%) antar ulangan. Keragaman tersebut diduga disebabkan oleh keragaman potensi pohon induk (GRA) dalam menghasilkan benih yang vigor sehingga menghasilkan benih dengan berbagai tingkat viabilitas. Produksi benih, morfologi dan viabilitas benih dari pohon induk satu dengan pohon induk yang lain beragam (Sudrajat et al., 2011). Kemampuan pohon induk kelapa sawit yang tidak sama dalam proses fisiologisnya (kemampuan tanaman dalam mengabsorbsi zat hara dan menggunakannya secara efektif) serta status kesehatan tanaman induk yang berbeda menyebabkan perbedaan daya dukung terhadap pertumbuhan dan perkembangan biji yang selanjutnya berpengaruh terhadap viabilitas (Widiastuti dan Endah, 2008). Pada tanaman kelapa sawit, semakin tinggi buah normal yang dihasilkan pada suatu tandan maka semakin tinggi pula viabilitas benih pada tandan tersebut (Buana et al., 1994). Viabilitas benih hasil persilangan GRA x DMT S4 termasuk rendah dan dibawah standar minimal viabilitas benih, yaitu ≥ 80%. Menurut Sutopo (2002), rendahnya vigor benih dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain faktor genetis, fisiologis, morfologis, sitologis, mekanis dan mikrobia. Viabilitas benih hibrida merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk menilai daya gabung dari kedua tetuanya. Viabilitas tinggi yang diikuti oleh vigoritas yang baik pada bibit hasil persilangan menunjukkan daya gabung yang baik dari dua tetua yang digunakan dalam persilangan tersebut. Pohon induk yang menghasilkan keturunan terbaik memiliki nilai pemuliaan tinggi (Miftahorrachman, 2011). Kecepatan kecambah benih dari ketiga hasil persilangan tersebut tidak berbeda nyata, dengan tingkat keragaman 20% (Tabel 1). Kecepatan kecambah berkorelasi positif dengan pembungaan. Kecepatan kecambah, kecepatan berbunga lebih awal, dan produktivitas awal yang tinggi berkorelasi positif dengan produksi tinggi (Miftahorrachman et al., 1996). Selain itu, benih yang cepat berkecambah lebih mampu melewati kondisi cekaman di lapang (Sutopo, 2002).
143
B. Palma Vol. 16 No. 2, Desember 2015: 141 - 146
Tabel 1. Viabilitas benih, kecepatan kecambah dan kecepatan pecah anak daun dua hibrida kelapa hasil persilangan Genjah x Dalam Mapanget S4 dan Khina-1. Table 1. Seeds viability, germination rate and leaf splitting time of two coconut hybrid lines of Dwarf x Mapanget Tall S4 and Khina-1. Viabilitas Benih Seeds Viability (%)
Kecepatan Berkecambah (hari) Germination Rate (day)
Kecepatan Pecah Anak Daun (bulan) Leaf Splitting Time (month)
GKB X DMT S4
86,11 b
44,87 a
8,37 a
GRA x DMT S4
64,81 a
43,59 a
7,97 a
GKN x DTA (KHINA-1)
82,40 b
45,71 a
7,73 a
Rata-rata / Average
77,77
44,72
8,02
BNT 5%
10,15
3,26
0,7
KK / CV
14,63
2,39
4,03
Hibrida Hybrid
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf uji BNT 5%, Note: Number followed by the different letters within each column are significantly different at 5% of LSD Test,
Kecepatan pecah anak daun atau kecepatan terbukanya anak daun pertama dari bibit kelapa berkorelasi positif dengan umur mulai produksi (kecepatan pembungaan) tanaman kelapa (Miftahorrachman, 2011). Makin cepat anak daun pecah, makin cepat tanaman tersebut berbuah. Kecepatan pecah daun dari bibit ketiga hasil persilangan tersebut tidak berbeda nyata, rata-rata kecepatan pecah daun antara 7,73 – 8,37 bulan dan tingkat keragaman rendah (<20%) (Tabel 1). Oleh karena itu, diperkirakan kecepatan berbunga atau berproduksi dari ketiga aksesi tersebut bersamaan. Hasil penelitian Miftahorrachman (2011) menunjukkan bahwa karakter tinggi bibit, diameter batang dan jumlah daun memiliki pengaruh langsung sangat nyata terhadap kecepatan pecah anak daun pertama pada kelapa Genjah Salak. Khina-1 sebagai pembanding memiliki umur mulai berbunga 48 bulan dengan potensi produksi kopra 3 - 4 ton/ha/tahun (Arisanti dan Fadlilah, 2014). B. Pertumbuhan Bibit Kelapa Jumlah daun, tinggi tanaman dan lingkar batang semu Rata-rata jumlah daun bibit hasil persilangan GKB x DMT S4 dan GRA x DMT S4 pada umur 2 hingga 5 bulan tidak berbeda nyata, namun keduanya berbeda nyata dengan rata-rata jumlah daun bibit hasil persilangan GKN x DTA (Khina-1) (Tabel 2). Pada bulan ke-6, rata-rata jumlah daun bibit hasil persilangan GRA x DMT S4 berbeda nyata dengan GKB x DMT S4 dan GKN x DTA. Rata-rata jumlah daun bibit hasil persilangan GKN x DTA lebih banyak dari hasil
144
persilangan GKB x DMT S4 dan GRA x DMT S4, namun pada umur 6 bulan rata-rata jumlah daun bibit hasil persilangan GKB x DMT-S4 (7,75) tidak berbeda nyata dengan bibit hasil persilangan GKN x DTA (7,97). Rata-rata pertambahan daun/ bulan dari setiap aksesi hasil persilangan tersebut berturut-turut, yaitu: 1,28 helai, 1,13 helai dan 1,21 helai. Jumlah daun mencerminkan vigoritas dari suatu tanaman. Daun merupakan organ tempat berlangsungnya fotosintesis, daun yang sehat dalam jumlah yang banyak akan mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman secara optimal. Pada setiap pelepah daun tanaman kelapa dewasa akan keluar tandan bunga yang selanjutnya berkembang menjadi tandan buah. Hasil penelitian Miftahorrachman (2011) pada tiga sistem persilangan full sib (saudara kandung), half sib (saudara tiri) dan random mating (persilangan acak) menyatakan bahwa karakter jumlah daun berkorelasi positif terhadap kecepatan pecah anak daun pertama, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria seleksi untuk mendapatkan tanaman kelapa yang cepat berbuah. Berdasarkan hasil penelitian selama enam bulan, diketahui bahwa bibit kelapa hasil persilangan GKN x DTA atau Khina-1 paling tinggi (Tabel 2). Rata-rata pertambahan tinggi bibit/ bulan dari ketiga aksesi tersebut adalah: 18,55 cm (GKB x DMT-S4), 17,48 cm (GRA x DMT-S4), dan 20,84 cm (GKN x DTA). Bibit kelapa hasil persilangan GKB x DMT S4 dan GRA x DMT-S4 sebagai silangan baru yang diuji lebih pendek dari bibit Khina-1. Tinggi bibit menggambarkan kecepatan pertumbuhan dan dipengaruhi faktor genetis (Novarianto, 2011).
Penampilan Bibit Kelapa F1 Hasil Silangan Genjah x Dalam Mapanget S4 (Weda Makarti Mahayu dan Hengky Novarianto)
Sumber polen (tetua jantan) dari persilangan GKB x DMT-S4 dan GRA x DMT-S4 adalah kelapa Dalam Mapanget generasi selfing ke-4 (DMT-S4) yang lebih homozigot dari tetuanya dan telah mengalami inbreeding depression yang mengakibatkan panjang 11 bekas daun menjadi lebih pendek atau pertambahan tinggi batang menjadi lambat (Pandin, 2010). Karakter batang yang telah mengalami tekanan tersebut diwariskan kepada turunannya sehingga bibit hasil persilangan GKB x DMT-S4 dan GRA x DMT-S4 lebih pendek dari pembandingnya (Khina-1). Diharapkan sifat ini akan terbawa hingga tanaman dewasa sehingga diperoleh tanaman kelapa hibrida berproduksi tinggi dengan pertambahan tinggi batang lambat (pendek). Pada fase awal pembibitan keragaman tinggi, tetapi cenderung menurun dengan pertambahan umur bibit, hal ini disebabkan pertumbuhan bibit yang semakin stabil.
Lingkar batang semu ketiga bibit hasil persilangan buatan tersebut tidak berbeda nyata pada umur 1, 2, dan 5 bulan. Bibit hasil persilangan GKN x DTA (Khina-1) sebagai pembanding memiliki lingkar batang semu terbesar pada umur 3, 4 dan 6 bulan, namun tidak berbeda dengan bibit hasil persilangan GRA x DMT-S4 umur 4 bulan dan bibit hasil persilangan GKB x DMT S4 umur 6 bulan (Tabel 3). Diduga hal ini disebabkan pengaruh tetua jantan (DMT-S4) yang telah mengalami inbreeding depression sehingga lingkar batangnya (lingkar batang 20 cm dan 150 cm di atas permukaan tanah) lebih kecil (Pandin, 2010). Rata-rata pertambahan lingkar batang bibit kelapa hasil persilangan GKB x DMT S4 = 2,47 cm/bulan, GRA x DMT S4 = 2,4 cm/ bulan dan GKN x DTA = 2,6 cm/bulan. Lingkar batang kelapa hibrida Genjah x Genjah dan ketiga tetua-nya umur 6 bulan beragam, yaitu antara 8,58 cm – 9,75 cm (Novarianto, 2011). Rata-rata lingkar
Tabel 2. Jumlah daun dan tinggi bibit dua hibrida kelapa hasil persilangan Genjah x DMT- S4 dan Khina-1. Table 2. Number of leaves and heigth of seedling of two coconut hybrids lines of Dwarf x MTT S4 and Khina-1. Jumlah Daun Number of Leaves (lembar/ leaf)
Hibrida Hybrid
GKB x DMT S4 GRA x DMT S4 GKN x DTA (KHINA-1) Rata-rata/ Average BNT 5% KK/CV
2 2,63 a 2,80 a 3,13 b
Umur bibit (bulan) Age of seedling (month) 3 4 5 3,63 a 5,23 a 6,74 a 3,73 a 5,11 a 6,49 a 4,39 b 5,93 b 7,19 b
Tinggi Bibit Heigth of Seedling (cm)
6 7,75 b 7,30 a 7,97 b
2 40,50 a 47,97 b 50,10 b
Umur bibit (bulan) Age of seedling (month) 3 4 5 55,61 a 74,43 a 95,11 a 63,59 ab 83,33 ab 99,73 a 70,23 b 87,19 b 111,87 b
6 114,70 a 117,91 ab 133,48 b
2,85
3,92
5,42
6,81
7,67
46,19
63,14
81,65
102,24
122,03
0,3 8,91
0,32 10,54
0,36 8,17
0,33 5,21
0,30 4,45
6,75 10,92
10,26 11,59
9,63 8,01
10,14 8,47
12,81 8,23
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf uji BNT 5%. Note: Number followed by the different letters within each column are significantly different at 5% of LSD Test.
Tabel 3. Lingkar batang semu dua hibrida kelapa hasil persilangan kelapa Genjah x DMT-S4 dan Khina-1. Table 3. Girth of seedling of two coconut hybrid lines of Dwarf x MTT-S4 and Khina-1. Lingkar Batang Girth of seedling (cm)
Hibrida Hybrid
GKB x DMT S4 GRA x DMT S4 GKN x DTA (KHINA-1) Rata-rata/Average BNT 5% KK/CV
1 5,79 a 5,7 a 5,92 a 5,80 0,28 1,91
2 8,22 a 7,88 a 8,20 a 8,1 0,47 2,36
Umur bibit (bulan) Age of seedling (month) 3 4 5 9,33 a 11,48 a 13,09 a 9,27 a 11,59 ab 12,86 a 10,06 b 12,32 b 13,86 a 9,55 11,80 13,27 0,49 0,63 0,98 4,6 3,87 3,95
6 14,83 ab 14,43 a 15,60 b 14,95 0,89 3,98
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf uji BNT 5%. Note: Number followed by the different letters within each column are significantly different at 5% of LSD Test.
145
B. Palma Vol. 16 No. 2, Desember 2015: 141 - 146
batang bibit kelapa Dalam Mapanget umur 6 bulan adalah 11,03 cm (Maliangkay, 2008). Lingkar batang semu yang besar menggambarkan vigoritas pertumbuhan dari bibit kelapa. Bibit kelapa yang memiliki lingkar batang besar dan vigor umumnya akan menghasilkan daun lebih cepat dan banyak serta pertumbuhan akar yang baik (Novarianto, 2011).
KESIMPULAN Hasil penelitian memperlihatkan bahwa persilangan GKB x DMT-S4 memiliki viabilitas tertinggi (86,11%) diikuti oleh bibit hasil persilangan GKN x DTA (KHINA-1) (82,40%) dan GRA x DMT-S4 (64,81%). Kecepatan kecambah ketiga bibit kelapa hibrida tersebut tidak berbeda nyata. Jumlah daun bibit kelapa hibrida hasil persilangan GKN x DTA (Khina-1) sebagai pembanding lebih banyak (3,13 – 7,19 helai) dari bibit hasil persilangan GKB x DMT-S4 (2,63 – 6,74 helai) dan GRA x DMT-S4 (2,80 – 6,49 helai) pada umur 2 - 5 bulan, namun pada umur 6 bulan jumlah daun bibit hasil persilangan GKB x DMT-S4 (7,75 helai) tidak berbeda nyata dengan KHINA-1 (7,97 helai). Pertambahan daun/bulan dari setiap hibrida hasil persilangan kelapa Genjah x DMT-S4 tersebut adalah 1,28 helai (GKB x DMT-S4), 1,13 helai (GRA x DMT-S4) dan 1,21 helai (Khina-1). Hasil penelitian selama 6 bulan menunjukkan bahwa bibit hasil persilangan GKB x DMT-S4 dan GRA x DMT-S4 lebih pendek dari Khina-1 dengan lingkar batang lebih kecil dibanding Khina-1. Sedangkan kecepatan pecah anak daun ketiga genotipe kelapa hasil persilangan tersebut tidak berbeda nyata dengan nilai rata-rata 8,02 bulan.
DAFTAR PUSTAKA Arisantidan Fadlillah. 2014. Kumpulan deskripsi varietas benih bina tanaman tahunan. Jakarta. Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian. Ayri, S. and V.V. Ramamurthy. 2012. Diagnostics of coconut leaf beetle Brontispa longissima Gestro and its importance as an invasive species. Munis Entomology and Zoology. 7 (2): 787 - 791. Buana, L., T. Hutomo, dan M. Chairani. 1994. Faktor penentu viabilitas benih kelapa sawit. Buletin PPKS 2 (2): 71-76. Lumentut, N., S. Karindah, L. Sulistyowati amd D.P. Puspitarini. 2013. The Demographic of
146
Brontispa longissima variety of celebensis Gestro (Coleoptera: Chrysomelideae) on Mapanget Tall coconut and Brown Dwarf coconut). IOSR Journal of Agriculture and Veterinary Science (IOSR-JAVS) Volume 6 issue 2, PP: 33-37. Mahayu, W.M, dan H. Novarianto. 2014. Karakteristik generasi selfing kelapa Dalam Mapanget untuk seleksi pohon induk sumber polen. Buletin Palma 15 (1): 24-32. Miftahorrachman. 2011. Koefisien lintas dan heritabilitas karakter pertumbuhan bibit terhadap kecepatan pembukaan daun kelapa genjah Salak dari tiga sistem penyerbukan buatan. Buletin Palma 12 (1): 27-36. Miftahorrachman, H. Mangindaan, dan H. Novarianto. 1996. Diversitas genetik komponen buah kultivar kelapa Dalam Sulawesi Utara. Zuriat, Jurnal Pemuliaan Tanaman 7 (1): 7-15. Novarianto, H. 2010. Karakteristik bunga dan buah hasil persilangan kelapa hibrida genjah x genjah. Buletin Palma No.39: 100-110. Novarianto, H. 2011. Penampilan bibit kelapa hibrida genjah x genjah. Buletin Palma 12 (1): 18-26. Pandin, D.S. 2010. Observasi karakter morfologi batang kelapa Dalam Mapanget akibat penyerbukan sendiri. Buletin Palma No.38: 67-72. Rahmi, Y.M., L.P. Sri, dan A. Sumeru. 2015. Tingkat viabilitas benih mentimun (Cucumis sativus L.) hasil persilangan. Jurnal Produksi Tanaman 3(1): 50-55. Sudrajat, D.J., Megawati dan S. Joni. 2011. Karakteristik dan perkecambahan benih panggal buaya (Zanthoxyllum rhetsa) dari beberapa pohon induk di Bali. Jurnal Tekno Hutan Tanaman 4 (2): 69-78. Sunarti, S., M. Na’iem, E.H. Bhakti dan S. Indrioko. 2012. Karakter hibrid Acacia (Acacia mangium x A. auriculiformis) berdasarkan viabilitas benih, kemampuan bertunas dan berakar stek. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan dan Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada.Daerah Istimewa Yogyakarta. P: 86. Sutopo. 2002. Teknologi benih (Edisi Revisi). Jakarta. Raja Grafindo Persada. Widiastuti, A. dan R.P. Endah. 2008. Viabilitas serbuk sari dan pengaruhnya terhadap keberhasilan pembentukan buah kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Biodiversitas 9 (1): 35-38.