ANALISIS KEUNTUNGAN USAHATANI TEMBAKAU RAKYAT DAN EFISIENSI EKONOMI RELATIF MENURUT SKALA LUAS LAHAN GARAPAN (Studi Kasus di Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal)
TESIS Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2 Program Studi Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
Oleh : Sigit Larsito NIM : C4B002332
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2005
ABSTRACT Kendal regency is the second centre of the traditional tobacco producer in Central Java and it’s been developing since the ancient time. Being the traditional plant, tobacco will dominate the farming productions when the dry season comes. Nevertheless, while the tobacco land was greatly extending, the productivity tended to decrease from 1999 to 2004. In the other side, the tobacco price is unpredictable while the price materials product factors always grow up. The aim of this research is to know the influence of the variable input toward profit level, production scale condition and the comparison of the relative economy efficiency level based on the land width scale in Gemuh district of Kendal regency. The data used in this research is the primarily getting from direct interviews. The research was done from March to June 2005. The analysis model used is the CobbDouglas profit function with the short term analysis based on the Zellner’s SUR simultaneous prediction method. The result shows that the traditional tobacco business in the studied regency hasn’t given the maximum profit for the producer. If partially analyzed, the use of each variable inputs of labour, seed and pesticide is not as optimal as the 10 % mistake degrees ( α = 0.10 ) although the fertilizer variable remain optimal. The variable inputs of labour wage, fertilizer and the fixed input of the land width have the real influence to the profit gain while the variable inputs of seed, pesticide and the fixed input of the tool have the unreal . Return to scale of the traditional tobacco agribusiness in the research area is increasing returns to scale. Therefore the efford of the increasing profit is by increasing the production technique, using the variabel inputs optimally and increasing business management improvement From the analysis of relative economic efficiency, apparentry there it is proved that there is the difference between the small and big farmers. The small who cultivates the land of ≤ 0.5 ha is more efficient than that with > 0.5 ha. From the estimation of the input demand function and the output supplied function it is known that the input demand of the labour and pesticide is inelastic to the profit, while the demand of seed and fertilizer is elastic to the profit. And the tobacco product supplied is elastic to the profit change. Key words : The Traditional Tobacco Agribusiness, Maximum Profit, Returns to Scale, The Efficiency of Relative Economy, Cobb-Douglas Profit Function
ABSTRAKSI Kabupaten Kendal merupakan daerah sentra kedua penghasil tembakau rakyat di Jawa Tengah, dan sudah berkembang sejak nenek moyang. Sebagai tanaman tradisional dapat dipastikan ketika musim kemarau tiba tanaman tembakau mendominasi tanaman pertanian lainnya. Dilihat dari tahun 1999-2004 produktivitas cenderung menurun sedang pengembangan areal tembakau rakyat menglami peningkatan yang besar. Disisi lain kondisi harga tembakau tidak menentu sedangkan harga-harga sarana produksi selalu naik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh input variabel terhadap tingkat keuntungan, kondisi skala usaha dan perbandingan tingkat efisiensi ekonomi relatif berdasarkan skala luas lahan garapan di Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal. Adapun data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dengan wawancara langsung. Penelitrian dilakukan pada bulan Maret – Juni 2005. Model analisis yang digunakan adalah fungsi keuntungan Cobb-Douglas dengan analisis jangka pendek berdasarkan metode pendugaan simultan Zellner ́s SUR . Hasil penelitian menunujukan bahwa usahatani tembakau rakyat didaerah penelitian belum memberikan tingkat keuntungan maksimum pada produsen. Apabila dianalisis secara parsial ternyata penggunaan masing-masing input variabel tenaga kerja ,bibit dan pestisida belum belum optimal pada derajat kesalahan 10% (α = 0,10) sedangkan variabel pupuk telah optimal. Input variabel upah tenagakerja, pupuk dan input tetap luas lahan mempunyai pengaruh nyata terhadap tingkat keuntungan , sedangkan input variabel bibit, pestisida dan input tetap peralatan mempunyai pengaruh tidak nyata terhadap tingkat keuntungan. Skala usaha pada usahatani tembakau rakyat didaerah penelitian secara ratarata berada pada keadaan increasing returns to scale. Oleh karena itu peningkatan keuntungan dilakukan dengan peningkatan secara optimal alokasi penggunaan inputinput variabel maupun peningkatan managemen usaha. Dari hasil analisis efisiensi ekonomi relatif ternyata terdapat perbedaan antara petani kecil dan petani besar. Petani kecil yang mengelola lahan ≤ 0,5 ha lebih efisien dibanding dengan petani besar yang mengelola > 0,5 ha . Dari hasil pendugaan fungsi permintaan input dan fungsi penawaran output diketahui bahwa permintaan input tenagakerja dan pestisida elastis terhadap keuntungan sedangkan permintaan bibit dan pupuk inelastis terhadap keuntungan. Sedangkan penawaran produk tembakau inelastic terhadap perubahan keuntungan. Kata kunci :
Usahatani Tembakau Rakyat, Keuntungan Maksimum, Skala Usaha, Efisiensi Ekonomi Relatif, Fungsi Keuntungan Cobb-Douglas.
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto : Keinginan kuat untuk mempelajari bagaimana membedakan yang benar dari yang salah, terlihat bagaimana seharusnya bertindak dengan keyakinan melalui hidup ini. (Descartes)
Persembahan: Untuk istriku tercinta dan anak-anaku.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, hanya dengan rahmat, taufiq dan hidayahnya akhirnya penyusunan tesis ini terselesaikan. Tesis yang berjudul Analisis Keuntungan Pada Usahatani Tembakau Rakyat Dan Efisiensi Ekonomi Relatif Menurut Skala Luas Lahan Garapan (Studi Kasus di Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal) ini , disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan tugas akhir pada program Studi Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Diponegoro Semarang. Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan tesis ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan berbagai pihak. Untuk itu ijinkan pada kesempatan ini penulis sampaikan rasa terimakasih dan penghargaan yang setulus-tulusnya kepada yang terhormat : 1. Dr. Dwisetia Poerwono, MSc
selaku pembimbing utama yang disela-sela
kesibukannya yang luar biasa masih dengan sabar dan telaten memberikan arahan, masukan dan joreksi hingga selesainya penulisan tesis ini. 2. Dr. Waridin, MS
selaku pembimbing pendamping yang disela-sela
kesibukannya dengan penuh keterbukaan dan rendah hati, banyak meberi koreksi dan masukan yang membangun. 3. Kepala Badan Kepegawaian Propinsi Jawa Tengah atas nama Gubernur Jawa Tengah telah memberi ijin tugas belajar . 4. Kepala Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Tengah yang telah memberi dukungan sepenuhnya kepada penulis untuk mengikuti program studi pasca sarjana ini.
5. Ketua Program, Pengelola dan para Dosen serta karyawan Program Studi MIESP niversitas Diponegoro Semarang yang telah membantu kelancaran dalam mengikuti program ini. 6. Kepala Badan Perencanaan Daerah, Badan Kesbanglinmas , Dinas Perkebunan Dan Kehutanan, dan BPS Kabupaten Kendal yang telah membantu penulis berupa pemberian data dan informasi serta membuatkan rekomendasi penelitian sehingga memungkinkan bagi penulis untuk menyusun tesis ini. 7. Teman-teman di MIESP Universitas Diponegoro Semarang, khususnya angkatan VII yang dengan semangat kebersamaan, toleransi dan setia kawan bias menjadikan lebih mudah dan terasa ringan atas beban dan tugas studi yang sebetulnya berat. 8. Keluarga tercinta, isteri Endang Poerwiningatmi, SH dan ketiga anak penulis : Tomi Rusdenawan, Dyan Kemalasari, Elegan Primadianto yang dengan sabar, pengertian dan pengorbanan baik moril dan materiil yang menjadi sumber kekuatan bagi penulis dalam menyelesaikan tugas belajar. 9. Pihak-phak lain yang penulis percaya masih banyak yang berperan dan andil dalam keberhasilan penulis kali ini, sekali lagi penulis sampaikan terimakasih. Akhirnya penulis menyadari bahwa karena keterbatasan kemampuan di pihak penulis, tesis ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh sebab itu segala kritik dan saran demi perbaikan tesis diterima dengan senang hati. Semarang , 14 Desember 2005 Penulis
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ iii ABSTRACT ................................................................................................... iv ABSTRAK ................................................................................................... v KATA PENGANTAR ...................................................................................... vi DAFTAR TABEL .......................................................................................... x-xi DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiii BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1.2. Rumusan Masalah ........................................................................... 1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................... 1.4. Manfaat Penelitian .......................................................................
1 1 9 11 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS ............................................................................................ 2.1. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 2.1.1 Teori Produksi ...................................................................... 2.1.2 Fungsi Produksi .................................................................. 2.1.3 Fungsi Keuntungan ............................................................ 2.1.3.1 Fungsi Keuntungan Cobb-Douglas Maksimum ……. 2.1.3.2 Fungsi Keuntungan Cobb-Douglas Aktual ………… 2.2.3.3 Efisiensi Ekonomi Relatif ………………………….. 2.1.4 Return To Scale (RTS) …...…...………………………..... 2.1.5 Teori Permintaan Input ...................................................... 2.1.6 Biaya Produksi Dan Penerimaan ...................................... 2.1.6.1 Biaya Produksi Jangka Panjang ……………………. 2.1.6.2 Penerimaan …………………………………………. 2.1.7 Konsep Efisiensi Usahatani ……………………………… 2.1.8 Penelitian Terdahulu ……………………………………..... 2.2 Kerangka Pemikiran Teoritis ……………………………………. 2.3 Hipotesis …………………………………………………………
13 13 13 20 22 27 28 29 31 33 34 36 37 38 43 51 51
BAB III METODE PENELITIAN …………………………………………… 3.1 Definisi Operasional Variabel ...………………………………….. 3.2 Jenis Dan Sumber Data …………………………………………… 3.3 Populasi Dan Sampel …………………………………………….. 3.4 Metode Pengumpulan Data ……………………………………… 3.5 Teknik Analisis ………………………………………………….. 3.5.1 Model Fungsi Keuntungan Cobb-Douglas ………………… 3.5.2 Pengujian Keuntungan Maksimum ………………………… 3.5.3 Pengujian Skala Usaha …………………………………….. … 3.5.4 Pengujian Efisiensi Ekonomi Relatif …………………….......
53 53 55 56 60 60 61 65 67 67
BAB IV KEADAAN UMUM OBYEK PENELITIAN ……………………….. 69 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Kendal ……………………………….. 67 4.2 Keadaan Umum Kecamatan Gemuh ………………………………. 71 4.3 Keadaan Sampel Penelitian ………………………………………… 73 4.3.1. Karakteristik Responden …………………………………….. 73 4.3.2. Penggunaan Faktor-Faktor Produksi ………………………… 75 4.3.2.1 Tenaga Kerja ……………………………………….. 75 4.3.2.2 Bibit, Pupuk dan Pestisida ………………………….. 77 4.3.2.3 Lahan dan Peralatan …………………………………. 78 4.3.2.4 Rata-Rata Produksi, Harga Produksi dan Nilai produksi per Hektar …………………………………. 80 4.3. Gambaran Umum Pertembakauan ………………………………… 81 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………… …. 5.1 Pendugaan Fungsi Keuntungan Usahatani Tembakau …………… 5.2 Fungsi Permintaan Input (Factor Share) Dan Fungsi Penawaran Output ………………………………………………. 5.3 Pengujian Keuntungan Maksimum Jangka Pendek ……………... 5.4 Pengujian Skala Usaha ………………………………………….. 5.5 Pengujian Efisiensi Ekonomi Relatif …………………………….
87 87 95 94 97 99
BAB VI PENUTUP ………………………………………………………… 6.1 Kesimpulan ……………………………………………………. 6.2 Implikasi Kebijakan …………………………………………….
103 103 105
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………
106
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.1 Produksi Rokok Kretek Dan Produksi Tembakau Rajangan Kering Indonesia.
2
Tabel 1.2 Perkembangan Luas Lahan, produksi, Produktivitas Dan Petani tembakau Rakyat Propinsi Jawa Tengah, Tahun 1999-2003
3
Tabel 1.3 Program Intensifikasi Tembakau Rakyat (ITR), Tahun 2003
4
Tabel 1.4 Paket Anjuran Intensifikasi Tembakau Rakyat Di Jawa Tengah
5
Tabel 1.5 Luas Perkebunan Di Kabupaten Kendal Tahun2003
6
Tabel 1.6 Perkembangan Penduduk, Luas Lahan, Produksi , Produktivitas Petani Tembakau Di Kabupaten Kendal, Tahun 1999 – 2003
7
Tabel 1.7 Perkembangan Harga Rata-Rata Tembakau Rajangan Kering Di Kabupatem Kendal
8
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
44
Tabel 3.1 Lokasi, Luas Lahan Tembakau Rakyat Di Kabupaten Kendal, Tahun 2004
56
Tabel 3.2 Lokasi, Luas Lahan dan Jumlah Petani Tembakau Rakyat Di Kecamatan Gemuh
57
Tabel 3.3 Desa Sampel dan Populasi (Jumlah Petani)
58
Tabel 3.4 Desa dan Jumlah Sampel
60
Tabel 4.1 Luas Wilayah Kecamatan Gemuh Dirinci Menurut Desa,2003
70
Tabel 4.2 Komposisi Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kecamatan Gemuh, 2003
71
Tabel 4.3 Penduduk Umur Diatas 5 Tahun di Kecamatan Gemuh Menurut Tingkat Pendidikan, 2003
72
Tabel 4.4 Tingkat Pendidikan Petani Sampel Usahatani Tembakau di Kecamatan Gemuh, 2004
73
Tabel 4.5 Pengalaman Petani Sampel Pada Usahatani Tembakau di Kecamatan Gemuh, 2004
74
Tabel 4.6 Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Tembakau di Kecamatan Gemuh, 2004
74
Tabel 4.7 Pekerjaan Sambilan Petani Sampel Usahatani Tembakau Di Kecamatan Gemuh, 2004
75
Tabel 4.8 Jumlah Penggunaan Tenaga Kerja Per Hektar di Kecamatan Gemuh, 2004
76
Tabel 4.9 Rata –Rata Penggunaan Sarana Produksi Per Hektar di Kecamatan Gemuh, 2004
77
Tabel 4.10 Rata-Rata Luas Lahan Usahatani Tembakau, Di Kecamatan Gemuh, 2004
79
Tabel 4.11 Rata-Rata Produksi, Harga Produksi Dan Nilai Produksi Per Hektar Di Kecamatan Gemuh, 2004
80
Tabel 4.12 Perkembangan Pendapatan Negara Dari Cukai Tembakau di Indonesia , 2000 – 2003.
81
Tabel 5.1 Pendugaan Fungsi Keuntungan UOP Usahatani Tembakau, Tahun 2004.
89
Tabel 5.2 Pendugaan Fungsi Factor Share input variabel Pada usahatani Tembakau Di Kecamatan Gemuh, Tahun 2004
92
Tabel 5.3 Rata-Rata Harga Input Variabel, Rata-Rata Output dan Perbandingan Harga Input dengan Harga Output
93
Tabel 5.4 Pengujian Keuntungan Maksimum Jangka Pendek Pada Usahatani Tembakau Di Kecamatan Gemuh, Tahun 2004
95
Tabel 5.5 Kondisi Pendugaan Parameter Pengujian Tingkat Skala Usaha Pada Usahatani Tembakau Di Kecamatan Gemuh, Tahun 2004
96
Tabel 5.6 Pendugaan Fungsi Keuntungan UOP Usahatani Tembakau Di Kecamatan Gemuh, Berdasarkan luas lahan Garapan
99
Tabel 5.7 Pendugaan Fungsi Factor Share Input Variabel BNerdasarkan Luas Lahan Garapan Usahatani Tembakau .
100
Tabel 5.16 Hasil Pengujian Efisiensi Ekonomi Relatif Berdasarkan Skala Luas Lahan Garapan Di Kecamatan Gemuh, 2004
101
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Fungsi Produksi
16
Gambar 2.2 Tahapan Dari Suatu Proses Produksi
18
Gambar 2.3 Konsep Efisiensi Teknis, Efisiensi Alokasi dan Efisiensi Ekonomi
41
Gambar 2.4 Bagan Kerangka Pemikiran Teoritis
52
Gambar 4.1 Budidaya Tanaman Tembakau
82
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Data Luas Lahan, Produksi, Produktivitas Tembakau Rakyat Di Kabupaten Kendal, Tahun 2004
Lampiran 2
Peta Lokasi Daerah Penelitian Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal.
Lampiran 3
Surat Pengantar Dan Rekomendasi Penelitian Dari : a. Program Studi Magister Ilmu Ekonomi Dan Studi Pembangunan UNDIP Semarang. b. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kendal.
Lampiran 4
Kuesioner Pedoman Wawancara Penelitian.
Lampiran 5
Data Base Usahatani Tembakau Rakyat Di Kabupaten Kendal. Tahun 2005.
Lampiran
a. Operating System – Shazam.
6
b. Prin Out Olahan Data Shazam.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program pembangunan Nasional sebagaimana dalam Undang Undang Nomor 25 Tahun 2000 diamanatkan bahwa upaya peningkatan kesejahteraan rakyat berlandaskan sistem ekonomi kerakyatan dilakukan dalam berbagai program pembangunan lintas bidang dan sektor. Pembangunan ekonomi rakyat antara lain usaha pertanian perkebunan peternakan perikanan/pertambakan pertambangan industri dan perdagangan bagian inti dari pembangunan sistem ekonomi kerakyatan. Pembangunan sektor pertanian khususnya sub sektor perkebunan yang merupakan bagian dari pembangunan nasional, selain bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani, sekaligus terkait dengan upaya untuk membuka kesempatan kerja peningkatan eksport pemenuhan kebutuhan bahan baku industri dalam negeri pemerataan pembangunan serta penciptaan pertumbuhan ekonomi regional suatu daerah. Johnson, Pakpahan dalam Soenardi, (1999) mengemukakan bahwa dalam pembangunan pertanian sumberdaya alam sumberdaya manusia teknologi dan kelembagaan merupakan empat faktor penggerak ( four prime movers) . Keempat faktor tersebut merupakan syarat kecukupan (sufficient condition) untuk mencapai performance pembangunan yang dikehendaki, artinya apabila satu atau lebih dari faktor tersebut tidak tersedia atau tidak sesuai dengan persyaratan yang diperlukan maka tujuan untuk mencapai performance tertentu yang dikehendaki seperti produksi tembakau dan kesejahteraan petani tidak akan dapat terwujud.
Menurut Sunardi (1999) bahwa tembakau merupakan komoditas tradisional yang menjadi bahan baku utama industri rokok memiliki peranan ekonomi sangat strategis sebagai menghasilkan devisa
mendatangkan cukai dan pajak serta menunjang
penghidupan bagi 16 juta jiwa dan menyerap tenaga kerja 4 juta orang. Mengingat sebagian lahan pertanian yang subur berubah fungsi menjadi non pertanian mengakibatkan produksi pertanian menurun dan upaya untuk meningkatkan produksi dan produktivitas serta nilai tambah perlu didorong melalui cara memacu agrobisnis
agroindustri atau agrowisata (Anonim, 1999) dan khusus pada sektor
agroidustri menunjukan bahwa produksi rokok kretek nasional yang berbahan baku tembakau rajangan kering pada tahun 2003 mengalami penurunan dibanding pada tahun 2002. Untuk mengetahui perkembangan dari produksi rokok kretek serta produksi tembakau rajangan dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut ini : Tabel 1.1 Produksi Rokok Kretek, Kebutuhan Tembakau dan Produksi Tembakau Rajangan No
Tahun
1 2 3 4 5 6 7 8
1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
Rokok Kretek (btg) Nasional
Rata- rata
Kebutuhan Tembakau Nasional
ProduksiTembakau Jawa Tengah
170.436.000.000. 180.429.000.000. 165.425.000.000. 169.764.000.000. 185.549.000.000. 187.333.000.000. 173.911.000.000. -
113.624,00 120.286,00 110.283,33 113.176,00 123.699,33 124.888,67 115.940,70 -
37.392,18 40.710,76 36.015,02 28.356,42 38.218,38 40.878,98 43.329,14 36.662,56
176.121.000.000.
117.414,00
37.695,43
Sumber : Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Tengah , Tahun 2003.
Data pada Tabel 1.1 tersebut diatas menunjukkan bahwa kebutuhan tembakau rajangan untuk industri rokok sangat besar, hal ini akan berdampak pada perkembangan perekonomian rakyat
khususnya bagi petani tembakau maupun masyarakat yang
bergerak di bidang perkebunan, perdagangan maupun industri rokok. Sesuai dengan proses pengolahannya, mayoritas tembakau rakyat merupakan tembakau rajangan yang diusahakan oleh petani sedangkan tembakau lainnya seperti voosterland dan Virginia umumnya dikelola oleh perusahaan Negara (PTPN X) serta perusahaan swasta asing seperti British American Tobacco (BAT) dan tembakau asepan diusahakan secara kerjasama antara petani dan perusahaan rokok tertentu dalam areal yang relatif terbatas. Sejauhmana data perkembangan luas lahan, produksi dan produktivitas tembakau rakyat sebagai tembakau rajangan di Jawa Tengah mulai tahun 1999 - 2003 dapat diketahui dari tabel 1.2 berikut ini . Tabel 1.2 Perkembangan Luas lahan, Produksi , Produktivitas dan Petani Tembakau Rakyat Propinsi Jawa Tengah Tahun 1999-2003 No 1. 2. 3. 4. 5.
Uraian Luas Lahan (ha) Produksi (ton) Produktivitas (ton/ha) Petani Tembakau (kk) Rata-Rata Luas lahan Garapan ( ha/kk )
1999
2000
35.802,40 28.356,42 0,792 114.791 0,310
55.629,81 38.218,38 0,687 168.718 0,330
2001 62.639,44 40.878,98 0,653 205.342 0,310
2002 64.299,15 43.329,14 0,674 215.254 0,300
2003 58.220,62 36.662,56 0,630 203.32 0,29
Sumber : Statistik Perkebunan Tahun 1999-2003 Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Tengah.
Secara umum realisasi luas lahan dan produksi tembakau rajangan di Jawa Tengah sampai dengan pada tahun 2003 (58.220 ha) menunjukkan angka peningkatan yang sangat besar dibanding tahun 1999. Sedangkan produktivitas tembakau rajangan pada tahun 2003 (0,630 ton/ha) menurun secara drastis pada angka terendah semenjak tahun 1999. Keadaan ini menunjukkan bahwa
produktivitas tembakau rakyat yang
dihasilkan cenderung menurun dari tahun ketahun dan apabila diukur dengan kebijakan pemerintah atas sasaran dari program intensifikasi tembakau rakyat maka produktivitas tembakau rakyat masih rendah. Untuk mengetahui perkembangan luas lahan produksi
dan produktivitas tembakau rajangan secara terperinci pada tingkat kabupaten se Propinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada lampiran 1. Program intensifikasi tembakau rakyat (ITR) merupakan kebijakan pemerintah Propinsi Jawa Tengah yang mengatur pengendalian luas lahan, maupun target produksi agar terjadi keseimbangan antara penawaran dan permintaan . Hal ini merupakan upaya pemerintah dalam mengantisipasi gejolak sosial khususnya persoalan daya serap produksi dan harga yang sering muncul antara produsen (petani) dengan konsumen (pabrik rokok), walaupun tidak disediakan dana kredit dari pemerintah . Adapun sasaran target areal, produksi dan produktivitas program intensifikasi tembakau rakyat (ITR) tahun 2003 pada sentral - sentral tembakau di Jawa Tengah dapat dilihat pada tabel 1.3 berikut ini . Tabel 1.3 Program Intensifikasi Tembakau Rakyat (ITR) Tahun 2003 No
I. 1.
Type Tembakau
RAJANGAN Temanggung
Luas (ha) 36.378 23.122
Program ITR Produks Produktivi i (ton) tas (ton/ha) 25.038 14.790
0,688 0,639
Lokasi
- Temanggung, Wonosobo, Magelang, Banjarnegara . - Magelang, Klaten, Purworejo,Kebumen - Boyolali, Semarang. - Demak, Grobogan. - Kendal - Klaten - Klaten, Sragen - Klaten, Boyolali, Sukoharjo, Blora
Muntilan 5.398 3.485 0,646 Boyolali 1.050 600 0,571 Mranggen 3.600 2.310 0,641 Weleri 3.208 3.850 1,200 VOOSTERLAND 810 1.035 1,281 VIRGINIA 1.130 1.448 1,281 ASEPAN 2.600 3.950 1,519 JUMLAH 40.918 31.471 Sunber : Surat Gubernur Jawa Tengah Nomor :525.23/993 tanggal 26 Pebruari 2003. 2. 3. 4. 5. II. III. IV
Dari data diatas menunjukan bahwa kebijakan pemerintah propinsi Jawa Tengah tentang program Intensifikasi Tembakau Rakyat (ITR) tahun 2003, realisasi produktivitas tembakau rajangan yang dihasilkan di tingkat Jawa Tengah belum dapat tercapai sesuai
dengan sasaran rata-rata produktivitas optimal sebesar
0,688 ton/ha yaitu hanya
mencapai 0,630 ton/ha. Sesuai dengan petunjuk teknis Intensifikasi Tembakau Rakyat (ITR) di Jawa Tengah , bahwa langkah yang ditempuh untuk meningkatkan produksi tembakau rajangan dengan penerapan paket teknologi anjuran yang mencakup standard teknis dalam penggunaan : bibit, tenaga kerja, pupuk, maupun pestisida dengan rincian sebagaimana pada tabel 1.4. berikut ini. Tabel 1.4 Paket Anjuran Intensifikasi Tembakau Rakyat Di Jawa Tengah. Standar Baku Teknis / Ha No 1. 2. 3.
4.
Paket Teknologi Bibit Tenaga Kerja Pupuk - Urea - ZA -SP36 Pestisida
Volume 20.000 bt 450 HOK 100 - 150 kg 350 - 500 kg 150 - 200 kg 1 – 2 lt
Keterangan - Jumlah Tanaman. - Pengolahan Tanah, Pemeliharaan, panen. (HOK = Hari Orang Kerja)
- Menyesuaikan adanya hama penyakit
Sunber : Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Tengah , Tahun 2004
Rendahnya produktivitas tembakau rakyat secara teknis dipengaruhi oleh berbagai berbagai faktor produksi iklim cara budidaya serta keterbatasan modal / pendapatan petani . Menurut Prabowo (1993), untuk memperoleh pendapatan bersih suatu usahatani atau bisnis harus dapat menguasai modal dan pada umumnya usaha tani memerlukan investasi modal yang cukup besar dibandingkan bisnis lain (non pertanian) untuk mendapatkan tingkat pendapatan yang sama karena alasan ini proses memperoleh modal menjadi sangat penting dan pendapatan didasarkan atas produksi dan harga yang normal. Luas tanaman perkebunan di Kabupaten Kendal pada tahun 2003 mencapai 24.120,40 hektar yang terdiri atas ; (1) perkebunan rakyat ; (2) perkebunan besar negara / PTP dan swasta.
Adapun perincian luas tanaman perkebunan di Kabupaten Kendal sebagaimana tabel 1.5.berikut ini : Tabel 1.5 Luas Perkebunan Di Kabupaten Kendal Tahun 2003. No
Macam Perkebunan
Luas (ha)
Keterangan
1. 2.
Perkebunan Rakyat 17.260,82 20 komoditas Perkebunan Besar Negara/PTP dan Swasta. 6.859,58 9 komoditas Jumlah 24.120,40 Sumber : Statistik Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Kendal, Tahun 2003.
Luas perkebunan rakyat yang terdiri atas 20 komoditas tersebut diatas, mayoritas luas lahan terbesar adalah tembakau rakyat . Usahatani tembakau rakyat di Kabupaten Kendal telah ada secara turun temurun sehingga kegiatan ini didalam perekonomian daerah mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 17.676 kk pada musim tanam tahun 2003, disamping itu dapat memberikan nilai kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto Kabupaten Kendal pada tahun 2003 sebesar Rp 34.978.514.000 berdasarkan harga konstan pada tahun 1998 . Kabupaten Kendal adalah salah satu dari 21 kabupaten wilayah pengembangan tembakau rakyat di Jawa Tengah yang animo masyarakat untuk menanam tembakau sangat besar hal ini dapat diketahui dari data perkembangan areal pada musim tanam tahun terakhir 2003 meningkat sampai 111% (7.875 ha) dibandingkan lima tahun yang lalu yaitu tahun 1999 (3.733,14 ha) bahkan dalam keadaan normal pada tahun 2002 mampu mencapai lahan seluas 9.951,82 Ha atau naik 165%
sehingga luas lahan
tembakau di Kabupaten Kendal menduduki peringkat kedua setelah Kabupaten Temanggung namun disisi lain produktivitas dan harga pada tahun terakhir (2003) ini mengalami penurunan cukup tajam. Produktivitas tembakau rakyat pada tahun 2003 mencapai 0,850 ton per hektar yang merupakan produktivitas terendah selama lima kurun
waktu 5 tahun (1999 – 2003) sedangkan sasaran produktivitas pogram intensifikasi tembakau rakyat (ITR) sebesar 1,200 ton per hektar demikian pula harga tembakau di Kabupaten Kendal dari tahun ke tahun selalu tidak menentu dan yang spesifikasi lagi bahwa tembakau rakyat di Kabupaten Kendal sangat homogen dengan
mayoritas
merupakan “ tipe weleri “ yang tidak akan didapat pada daerah lain, oleh karena itu atas pertimbangan hal tersebut diatas maka lokasi dalam penelitian ini diambil kabupaten Kendal. Untuk mengetahui perkembangan luas lahan, produksi dan produktivitas mulai 1999-2003 seperti pada tabel 1.6. dibawah ini : Tabel 1.6 Perkembangan Penduduk,Luas lahan,Produksi , Produktivitas dan Jumlah PetaniTembakau Rakyat Di Kabupaten Kendal, Tahun 1999-2003 No
Uraian
1. 2. 3. 4. 5. 6
Jumlah Penduduk(jiwa) Luas Lahan (ha) Produksi (ton) Produktivitas (ton/ha) Petani Tembakau (kk) Luas Lahan per Petani (ha/kk)
1999 868.066 3.733,14 4.123,17 1,104 11.690 0,320
2000 870.818 7.371,86 7.151,67 0,970 23.107 0,320
Tahun Panen 2001
2002
878.751 9.062,69 8.709,40 0,961 27.049 0,340
882.929 9.951,82 10.492,00 1,054 16.236 0,610
2003 887.286 7.875,10 6.693,80 0,850 17.676 0,450
Sumber : Statistik Perkebunan, Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Tengah Tahun2004
Mencermati perkembangan produksi total tembakau mulai tahun 1999 – 2002 juga menunjukkan angka yang terus menurus naik dari 4.123,17 ton ditahun 1999, menjadi 10.492,00 ton pada tahun 2002 dan selanjutnya menurun lagi menjadi 6.693,80 ton di tahun 2003. Dalam konteks teori produksi kaitannya dengan pertanian faktor penting dalam pengelolaan sumber daya produksi adalah faktor alam, modal dan tenaga kerja selain itu juga faktor manajemen. Menurut Mubyarto (1989) bahwa modal yang dimaksud adalah termasuk biaya untuk pembelian pupuk pestisida dan bibit.
Dari data diatas juga menunjukkan bahwa rata – rata luas lahan tembakau per petani pada tahun 2003 sebesar 0,450 Ha atau mendekati 0,5 Ha / KK sehingga dapat kita kategorikan bahwa petani dengan lahan tembakau ≤ 0,5 Ha digolongkan petani kecil dan sebaliknya petani dengan tembakau > 0,5 Ha digolongkan petani besar. Jumlah penduduk yang semakin bertambah akan mengakibatkan lahan yang dikuasai petani menjadi semakin sempit. Petani dalam melakukan usahatani tembakau disamping dipengaruhi oleh harga faktor produksi juga harga produksi tembakau merupakan faktor utama dalam menentukan keuntungan. Untuk mengetahui perkembangan harga produksi tembakau pada tiga tahun terakhir seperti pada tabel 1.7 dibawah ini : Tabel 1.7 Perkembangan Harga Rata RataTembakau Rajangan Kering di Kabupaten Kendal No
Tipe Tembakau
Mutu
1.
Tipe Weleri (Crumpung)
A B C D
2000 3.500 9.500 14.000 18.250
Tahun , Harga (Rp/Kg) 2001 2002 4.500 4.100 11.750 11.000 16.000 15.250 22.000 18.500
2003 4.000 10.500 14.500 19.000
Sumber : Berbagai Informasi Kelompok Tani dan Dinas Perkebunan ,tahun 2004
Secara umum dapat kita ketahui ketika tahun 2001 harga tembakau meningkat cukup baik , perkembangan lahan tembakau cukup besar pada tahun 2002 , akan tetapi sejak tahun 2002 harga tembakau cenderung menurun sehingga berpengaruh terhadap areal serta keuntungan dari usahatani tembakau rakyat. Namun demikian hal ini merupakan sikap dari petani tembakau tradisional , bahwa ketika terjadi kenaikan harga tembakau maka dapat diprediksikan pada tahun berikutnya akan terjadi lonjakan pengembangan areal , akan tetapi bila terjadi penurunan harga maka umumnya pada tahun tanam berikut biasanya akan diikuti pengurangan areal tanaman tembakau. Salah satu sifat petani tembakau yang irasional adalah walaupun
petani dihadapkan pada usahatani yang kurang menguntungkan sebagai akibat turunnya harga tembakau , namun sebagian besar petani tetap menanam tembakau . Dihadapkan pada
kondisi produktivitas menurun , harga faktor produksi
cenderung naik serta harga tembakau yang tidak menentu serta tingkat luas lahan tembakau yang bervariasi , mendorong penelitian mengenai analisis keuntungan dan efsiensi usaha tani tembakau rakyat kami anggap sangat penting . Hal ini diharapkan dapat berguna bagi petani sebagai informasi dalam mengalokasikan faktor faktor input usahatani . Disamping itu bagi pemerintah daerah merupakan masukan dalam menentukan kebijakan program intensifikasi tembakau rakyat (ITR). Sedangkan untuk para konsumen tembakau rakyat yaitu (pabrik rokok) diharapkan dapat dipergunakan untuk pertimbangan dalam menentukan harga maupun omset kebutuhan bahan baku tembakau, mengingat hubungan petani tembakau sebagai produsen dan pabrik rokok sebagai konsumen merupakan kemitraan yang saling ketergantungan dengan prinsip saling menguntungkan. 1.2. Rumusan Masalah. Kabupaten Kendal adalah merupakan satu satunya wilayah di Jawa Tengah yang berpotensi berkembangnya tembakau rajangan tipe weleri atau yang lazim dalam bahasa daerah menyebutnya sebagai tembakau crumpung , yang secara umum diusahakan oleh petani secara turun temurun dengan budidaya yang konvensional serta hasilnya diolah menjadi tembakau rajangan . Ditinjau dari pengembangan areal serta total produksi tembakau di kabupaten Kendal pada tahun-tahun terakhir ini cenderung meningkat diatas sasaran dari program intensifikasi tembakau rakyat (ITR). Ini menunjukkan bahwa animo petani dalam usahatani tembakau masih cukup besar . Namun disisi lain dalam
pengembangan tembakau rakyat menghadapi permasalahan yaitu produktivitas menurun, harga faktor produksi (upah tenaga kerja , harga bibit, harga pupuk, harga pestisida) setiap tahun hampir dipastikan naik dan harga tembakau berfluktuasi tidak menentu, serta terbatasnya penguasaan lahan garapan usahatani yang tersedia. Oleh karena itu berdasarkan permasalahan tersebut diatas dapat disusun pertanyaan-pertanyaan penelitian (research question) sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh faktor-faktor produksi dalam usahatani tembakau rakyat terhadap keuntungan yang dicapai di kecamatan Gemuh kabupaten Kendal. 2. Bagaimana alokasi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani tembakau rakyat di kecamatan Gemuh kabupaten Kendal. 3. Bagaimana keadaan skala usaha pada usahatani tembakau rakyat di kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal . 4. Bagaimana efisiensi ekonomi relatif petani tembakau rakyat menurut skala luas lahan garapan yang berbeda. Keterbatasan faktor-faktor biaya
produksi sebagai alokasi input seperti upah
tenaga kerja, biaya bibit, biaya pupuk, biaya pestisida dan harga tembakau serta lahan maupun faktor lainnya seperti iklim, cara budidaya akan berpengaruh terhadap produksi dan pendapatan dalam usahatani tembakau secara optimal sehingga dari keadaan ini petani dihadapkan pada pilihan penggunaan sumberdaya usahatani
dan dituntut
menerapkan upaya-upaya efisiensi sumberdaya yang terbatas sehingga menguntungkan dalam usaha tani tembakau. Dari uraian tersebut, menunjukan pula bahwa komoditas tembakau di Kabupaten Kendal memiliki banyak aspek yang menarik untuk dikaji terutama yang berkaitan dengan pendapatan dan efisiensi usahatani. Oleh karena itu
penelitian ini difokuskan pada pengaruh harga-harga faktor produksi terhadap keuntungan usahatani tembakau rakyat dan efisiensi ekonomi relatif menurut skala luas lahan garapan . 1.3. Tujuan Penelitian Produktivitas dan harga tembakau rakyat yang tidak menentu serta keterbatasan lahan garapan usahatani tembakau,
petani dituntut untuk dapat memanfaatkan
sumberdaya yang terbatas secara efisien sehingga nilai produksi yang dihasilkan akan dapat meningkatkan pendapatan serta menguntungkan bagi petani tembakau. Oleh karena itu untuk menjawab pokok masalah dalam penelitian ini maka tujuan dari penelitian yang dilakukan antara lain : 1. Menganalisis pengaruh faktor-faktor produksi terhadap keuntungan usahatani tembakau rakyat di Kabupaten Kendal. 2. Menganalisis alokasi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani tembakau rakyat di Kabupaten Kendal . 3. Menganalisis skala usaha pada usahatani tembakau rakyat di kecamatan Gemuh kabupaten Kendal. 4. Menganalisis efisiensi relatif usahatani tembakau rakyat menurut skala luas lahan garapan di Kabupaten Kendal . 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna dan memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Bagi peneliti kegiatan penelitian ini merupakan langkah awal dari penerapan dan pengamalan ilmu pengetahuan serta sebagai pengalaman yang bisa dijadikan referensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut dimasa yang akan datang. 2. Sebagai informasi bagi para penentu kebijakan sektor pertanian dalam merumuskan kebijakan yang akan datang khususnya dalam program Intensifikasi Tembakau Rakyat . 3. Bagi petani tembakau di Kabupaten Kendal diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan dalam menyikapi usahatani yang lebih menguntungkan. 4. Bagi konsumen tembakau rakyat yaitu (pabrik rokok) diharapkan dapat dipergunakan untuk pertimbangan dalam menentukan kebutuhan bahan baku tembakau.
harga maupun jumlah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Teori Produksi. Nicholson (1995), kegiatan produksi ditinjau jangka panjang (long run), yaitu suatu produksi tidak hanya saja output dapat berubah, tetapi mungkin semua input dapat diubah dan hanya teknologi dasar produksi yang tidak mengalami perubahan. Secara umum fungsi produksi menunjukan bahwa jumlah barang produksi tergantung pada jumlah faktor produksi yang digunakan. Jadi hasil produksi merupakan variabel tidak bebas, sedangkan faktor produksi merupakan variabel bebas : Q = f ( K, L )
(2.1)
Dimana : Q = Output K = capital/modal L = Labour/tenagakerja Sugiarto .et al. (2002), produksi adalah suatu kegiatan yang mengubah input menjadi output. Kegiatan tersebut dalam ekonomi biasa dinyatakan dalam fungsi produksi. Analisis terhadap kegiatan produksi perusahaan dikatakan berada dalam jangka pendek apabila sebagian dari faktor produksi dianggap tetap jumlahnya (fixed input) sedangkan dalam jangka panjang semua faktor produksi dapat mengalami perubahan yang artinya bahwa setiap faktor produksi dapat ditambah jumlahnya kalau memang diperlukan. Sudarman dalam Sisno.(2001), teori produksi yaitu teori yang mempelajari bagaimana cara mengkombinasikan berbagai macam input pada tingkat teknologi tertentu untuk menghasilkan sejumlah output tertentu. Sasaran teori produksi adalah untuk
menentukan tingkat produksi yang efisien dengan sumber daya yang ada. Menurut Pindyck / Rubinfeld
(1999), produksi adalah perubahan dari dua atau lebih input
(sumberdaya) menjadi satu atau lebih output (produk). Untuk memproduksi diperlukan sejumlah input, dimana umumnya input yang diperlukan pada sektor pertanian adalah adanya kapital tenaga kerja dan teknologi . Dengan demikian terdapat hubungan antara produksi dengan input yaitu output maksimal yang dihasilkan dengan input tertentu atau disebut fungsi produksi. Samuelson dan Nordhaus (1999), menyatakan dalam teori produksi diasumsikan bahwa petani selalu berusaha untuk memproduksi tingkat output maksimum dengan menggunakan suatu dosis input tertentu serta biaya yang paling rendah selanjutnya petani dianggap berusaha memaksimumkan laba ekonomis. Aziz. N. (2003). Teori produksi dibedakan menjadi dua bagian yaitu pertama teori produksi jangka pendek yaitu jika seorang produsen menggunakan faktor produksi ada yang bersifat variabel dan ada faktor produksi yang bersifat tetap. Kedua , teori produksi jangka panjang yaitu bila semua input yang digunakan adalah input variabel, tidak terdapat input tetap sehingga kita asumsikan bahwa ada dua jenis faktor produksi yaitu tenaga kerja (TK) dan modal (M). Budiono (2002) . Setiap proses produksi mempunyai landasan teknis , yang dalam teori ekonomi disebut Fungsi produksi . Fungsi Produksi adalah suatu fungsi atau persamaan yang menunjukkan hubungan antara tingkat output dan
kombinasi
penggunaan input-input.. Hubungan antara masukan dan keluaran ini secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut : Q = f ( X1 , X2, X3 …..Xn)
(2.2)
Dimana : Q = Tingkat produksi (out put) dipengaruhi oleh faktor produksi X. X = berbagai input yang digunakan atau variable yang mempengaruhi Q.
Dalam teori ekonomi diambil pula satu asumsi dasar mengenai sifat dari fungsi produksi , yaitu fungsi produksi dari semua produksi dimana semua produsen dianggap tunduk pada suatu hukum yang disebut : The Law of Diminishing Return. Hukum ini mengatakan bahwa bila satu macam input ditambah penggunaannya sedang input-input lain tetap maka tambahan output yang dihasilkan dari setiap tambahan satu unit input yang ditambahkan tadi mula-mula menaik, tetapi kemudian seterusnya menurun bila input tersebut terus ditambah. Tambahan output yang dihasilkan dari penambahan 1 unit input variabel tersebut disebut Marginal Physical Product (MPP) dari input tersebut. Mubyarto. (1987), didalam ekonomi kita kenal apa yang disebut fungsi produksi yaitu suatu fungsi yang menunjukan hubungan antara hasil produksi fisik (output) dengan faktor-faktor (input) . Dalam bentuk matematik sederhana fungsi produksi dituliskan sebagai : Y = f (X1 , X2 ................. Xn)
(2.3)
Dimana Y = adalah hasil produksi fisik X1...Xn = faktor-faktor produksi. Dalam produksi pertanian maka produksi fisik dihasilkan oleh bekerjanya beberapa faktor produksi sekaligus yaitu tanah , modal dan tenaga kerja. Pertanyaan ekonomi yang kita hadapi kini adalah bagaimana petani dapat mengkombinasikan faktorfaktor produksi tersebut agar tercapai efisiensi yang setinggi-tinginya baik secara fisik maupun secara ekonomis. Namun kalau kita berbicara dengan petani maka kita akan segera dapat mengambil kesimpulan bahwa ia lebih biasa mengukur efisiensi usaha taninya dari sudut besarnya hasil produksi dan tidak pada rendahnya biaya untuk memproduksi hasil itu.
Menurut Adiningsih. S (2003), fungsi produksi menunjukkan berapa banyak jumlah maksimum output yang dapat diproduksi apabila sejumlah input tertentu digunakan dalam proses produksi. Jadi fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antara tingkat output dan tingkat penggunaan input dan karena fungsi ini hanya menunjukkan hubungan fisik antara input dan output maka dapat dituliskan sebagai berikut : Y max = f ( input )
(2.4)
Y max = f (X1, X2, X3 , ............Xn)
(2.5)
Dimana Xn adalah jumlah input yang digunakan oleh setiap jenis input. Penggunaan kata maksimum pada tingkat output yang dihasilkan disini hanya ingin menekankan bahwa produsen hanya akan berproduksi pada kombinasi input yang efisien. Hal ini dapat dijelaskan dengan menggunakan himpunan produksi (production set), sebagaimana gambar berikut ini : Gambar 2.1 Fungsi Produksi Y Y = f (X) Y2
Y1
0
A
X1
X
Sumber : Sri Adiningsih (2003) Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa dengan penggunaan input sebesar 0X1, output maksimum yang dapat dihasilkan adalah 0Y2 , yaitu tepat pada fungsi produksi Y
= f (X). Sedangkan produksi di titik A adalah layak dilaksanakan namun belum efisien. Oleh karena itu produsen yang rasional tidak akan memilih berproduksi di titik A. Sudarsono. (1995), Yang dimaksud dengan fungsi produksi adalah hubungan teknis yang menghubungkan antara faktor produksi atau yang disebut pula masukan atau inputs dan hasil produksinya atau produk (outputs). Fungsi produksi menggambarkan teknologi yang dipakai oleh suatu perusahaan , suatu industri atau suatu perekonomian secara keseluruhan. Apabila teknologi berubah, berubah pulalah fungsi produksi. Suatu fungsi produksi menggambarkan semua metode produksi yang efisien secara teknis dalam arti menggunakan kuantitas bahan mentah yang minimal, tenaga kerja minimal dan barang –barang modal lain yang minimal. Menurut Soekartawi (2003) hubungan fisik antara input dan output disebut dengan fungsi produksi . Misalnya, penggunaan input pupuk urea akan menambah output atau produksi
dalam batas-batas tertentu. Fungsi produksi dapat dijelaskan sebagai
berikut : Y = f (X1, X2, X3.....Xi , .....Xn)
(2.6)
Tambahan input selain pupuk ini juga akan mempengaruhi output. Sehingga dengan demikian, penambahan pupuk (X1), bibit (X2) , Obat-obatan (X3) dan sejumlah input yang lain (Xn) akan memperbesar jumlah produksi (Y). Sedangkan elastisitas produksi (Ep) adalah persentase perubahan dari output sebagai akibat dari persentase perubahan input, hal ini menunjukkan bahwa dalam tahapan usaha terjadi peristiwa tambahan input yang menyebabkan tambahan output yang semakin menaik (increasing rate) kemudian menurun (descreasing negative) sampai
pada produk marginal (PM) yang negatif. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut ini : Gambar 2.2 Tahapan Dari Suatu Proses Produksi C Y
Ep = 0
B Ep =1
TP
A
0
X
Y
Tahap I
Tahap II
Tahap III
Ep >1
1>Ep>0
Ep<0
0
PR
X PM
Sumber : Mubyarto (1991) Dalam teori ekonomi asumsi dasar sifat fungsi produksi adalah hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang ( The law of Diminishing Return ). Spesifikasi bentuk fungsi produksi tersebut dapat dijabarkan tiga tahap yang secara umum hubungan – hubungan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : Tahap 1 : nilai Ep >1 , produk total , produk rata-rata menaik dan produk marginal juga nilainya menaik kemudian menurun sampai nilainya sama dengan produk rata-rata, merupakan daerah irasional karena produsen masih dapat meningkatkan output melalui peningkatan input.
Tahap II : nilai Ep adalah 1 >Ep > 0, produk total menaik tetapi produk rata-rata menurun dan produk marjinal nilainya juga menurun sampai 0 dan merupakan daerah rasional untuk membuat keputusan produksi dan daerah ini terjadi efisiensi. Tahap III : nilai Ep< 0 , produk total dan produk rata – rata menurun sedangkan nilai produk marjinal negative, juga merupakan daerah irrasional karena dengan penambahan input akan mengurangi output. Sadono Sukirno (2002), menyatakan bahwa fungsi produksi menunjukan sifat hubungan diantara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang dihasilkan. Faktorfaktor produksi dikenal pula dengan istilah input dan jumlah produksi selalu juga disebut sebagai output . Fungsi produksi selalu dinyatakan dalam bentuk rumus , yaitu seperti berikut : Q = f ( K, L, R, T )
(2.5)
Dimana K adalah jumlah stok modal, L adalah jumlah tenaga kerja , R adalah kekayaan alam , dan T adalah tingkat teknologi yang digunakan . Sedangkan Q adalah jumlah produksi yang dihasilkan oleh berbagai jenis faktor-faktor produksi tersebut yaitu secara bersama digunakan untuk memproduksi barang yang sedang dianalisis sifat produksinya. Dari persamaan tersebut diatas artinya bahwa tingkat produksi suatu barang tergantung kepada , jumlah modal, jumlah tenaga kerja , jumlah kekayaan alam , dan tingkat teknologi yang dipergunakan. Mubyarto (1987) selama elastisitas produksi (Ep) > 1 maka masih selalu ada kesempatan untuk mengatur kembali kombinasi dan penggunaan faktor-faktor produksi sedemikian rupa sehingga dengan jumlah faktor-faktor produksi yang sama dapat menghasilkan produksi total lebih besar. Dalam keadaan yang demikian jelaslah bahwa
produksi “tidak efisien”, sehingga disebut “tidak rasional” dan tahap ini juga terdapat ketika kurva produksi total (TP) sudah mulai menurun dan kurva produk marginal (PM) sudah negatif . Jadi tahap produksi yang termasuk “rasional” atau efisien adalah tahap II antara titik B dan C dimana 0 <Ep<1, peristiwa demikian baru menggambarkan efisiensi fisik saja dan belum adanya efisiensi ekonomi. Selanjutnya untuk mengetahui efisiensi ekonomi masih perlu diketahui harga –harga, baik harga hasil produksi maupun harga faktor produksi. 2.1.2. Fungsi Produksi Pendekatan dengan menggunakan fungsi produksi secara luas banyak dipergunakan dalam penelitian yang berkaitan dengan suatu pembahasan mengenai ekonomi produksi, khususnya dalam bidang pertanian . Beberapa bentuk fungsi produksi yang umum digunakan, misalnya adalah bentuk linier, kuadratik, Cobb-Douglas dan CES (Constan Elasticity of Substitution). Dua bentuk yang terakhir tersebut sering dipergunakan dalam analisis ekonomi produksi, sebelum mulai diperkenalkannya pendekatan yang lain yaitu dengan pendekatan fungsi keuntungan ( profit function approach) Pemilihan model fungsi produksi Cobb – Douglas misalnya mempunyai alasan karena fungsi produksi Cobb-Douglas bekerja pada tahap produksi yang rasional yang elastisitas produksinya antara nol sampai satu. Disamping itu dalam penggunaan fungsi Cobb-Douglas karena hasil pendugaannya akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus menunjukan besaran elastisitas dan besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukan tingkat besaran retuns to scale.
Soekartawi. 2003, Fungsi produksi Cobb-Douglas dikembangkan oleh para peneliti, sehingga namanya bukan saja fungsi produksi , tetapi juga fungsi biaya CobbDouglas dan fungsi keuntungan Cobb –Douglas. Hal ini menjadi indikasi bahwa fungsi Cobb-Douglas dianggap penting. Fungsi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel , yang secara matematik dapat dituliskan sebagai berikut : Y = a X1b1 X2b2 ........ Xnbn eu ........................................................
(2.7)
ln Y = ln a + b1ln X1+ b2ln X2+---- bnln Xn + e................................
(2.8)
Pada persamaan tersebut terl;ihat bahwa nilai
b1, b2 , bi ....bn adalah tetap
walaupun variabel yang terlibat telah dilogaritmakan. Hal ini karena b1 , b2 ....bn pada fungsi Cobb-Douglas adalah sekaligus menunjukan elastisitas X terhadap Y, dan jumlah dari elastisitas adalah merupakan ukuran returns to scale. Fungsi produksi Cobb-Douglas dalam penyelesaiannya selalu dilogaritmakan dan diubah bentuknya menjadi fungsi linear. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam menggunakan fungsi CobbDouglas : (1). Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol, sebab logaritma dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite).
(2). Dalam fungsi
produksi , perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan (non neutral difference in the respective technologies). Hal ini berarti , bila fungsi produksi yang dipakai sebagai model dalam suatu pengamatan dan bila diperlukan analisis yang memerlukan lebih dari satu model, maka perbedaan model tersebut terletak pada intersep dan bukan pada kemiringan garis (slope) model tersebut. (3). Tiap variabel
X adalah perfect competition. (4). Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim adalah sudah tercakup pada faktor kesalahan , u Namun demikian, bentuk fungsi produksi Cobb-Douglas mempunyai keterbatasan diantaranya (1) menganggap bahwa besarnya elastisitas substitusi antar input adalah uniter. (2) bahwa perusahaan atau pertanian menggunakan teknologi yang sama dan menghadapi harga input dan harga output yang sama. Dalam kenyataannya, asumsi tersebut tidaklah benar. Oleh Kuroda dan Yotopoulos (1978), dinyatakan bahwa model tradisional (misalnya fungsi produksi) mempunyai kelemahan yaitu munculnya “ simultaneous equation bias” . dan mengingat asumsi yang ada adalah fungsi maksimisasi keuntungan
sehingga hal tersebut menyebabkan hasil parameter dugaan yang tidak
konsisten (Zellner, Kmenta dan Drezer, 1966). Dengan demikian beberapa peneliti telah menggunakan suatu metode pendekatan yang lain , yang ternyata memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pendekatan dengan metode fungsi produksi. Pendekatan alternatif tersebut yakni dengan pendekatan menggunakan model pendekatan fungsi keuntungan . 2.1.3. Fungsi Keuntungan Pendekatan fungsi keuntungan memiliki beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan pendekatan fungsi produksi, antara lain : (1) fungsi penawaran output dan fungsi permintaan terhadap input dapat diduga bersama-sama tanpa harus membuat suatu fungsi produksi yang eksplisit. (2) dapat dipergunakan untuk menelaah masalah efisiensi ekonomis, teknis dan harga dan (3) dalam model fungsi keuntungan , variabel-variabel yang diamati adalah variabel harga input dan harga output. Penjabaran dari fungsi keuntungan dapat diuraikan sebagai berikut, misalkan sembarang fungsi produksi :
Y = f (x1, x2, ............. xm ; z1 , .......zn)
(2.9)
Keuntungan jangka pendek ( short – run profit ) dapat didefinisikan sebagai berikut :
π = p. f. (x1,....... xm ; z1 ......zn) -
m
∑
wi xi
(2.10)
i =1
Dimana : п = keuntungan jangka pendek P = harga output Xi = jumlah input variabel ke – i ( i = 1,2,............m) Zj = jumlah input tetap ke-j ( j = 1,2..........n) Wi = harga input variabel ke – i Asumsi perusahaan memaksimalkan keuntungan, maka kondisi nilai marjinal produk sama dengan harga input variabel yang bersangkutan, atau secara matematis: p.
δf ( Xi.Zj ) = Wi , δXi
i = 1, ......m .
(2.11)
Jika persamaan (2.11) dinormalkan dengan harga output, diperoleh persamaan sebagai berikut :
δf ( Xi.Zj ) δXi
= Wi *,
i = 1, ......m
(2.12)
dimana wi* = wi / p = harga input ke – i yang dinormalkan dengan harga output. Pada persamaan (2.13), π * didefinisikan sebagai Unit Output Price profit (UOPprofit). Cara ini dipakai untuk memaksimumkan keuntungan. Kondisi ini diperoleh dari persamaan (2.10) yang dinormalkan dengan harga output.
π * = π / p = f ( x1, ......xm ; z1, .......zn) -
m
∑
Wi* xi
(2.13)
i =1
dimana π * dikenal sebagai fungsi keuntungan UOP ( Unuit Out Price profit function) Jumlah optimal dari input variabel xi* yang memberikan keuntungan maksimum dalam jangka pendek, dapat diturunkan (2.12), yaitu : xi* = f (w1* , w2* , ........wm* ; z1, ........zn)
(2.14)
Substitusi persamaan (2.14) ke dalam (2.10) akan diperoleh :
π = p. f ( x1*, x2* ......xm* ; z1, ......zn) -
m
∑ i =1
wi* xi *
(2.15)
Selama xi* sebagai fungsi dari wi* , dan zj, maka persamaan (2.15) dapat dituliskan sebagai :
π = p.g* ( w1*, ......wm* ; z1,.....zn)
(2.16)
Fungsi keuntungan (2.16) dinormalkan menjadi UOP (Unit Output price) profit sebagai fungsi dari harga input yang dinormalkan dengan harga output dan jumlah input tetap, dapat ditulis :
π * = π * /p = g* ( w1*, .......wm* ; z1 ........, zn)
(2.17)
Lau dan Yotopoulos (1972) menyebutkan bahwa antara fungsi produksi dan fungsi keuntungan adalah satu set yang saling berhubungan. Berdasarkan kenyataan ini dari persamaan (2.17) dapat diturunkan fungsi permintaan input variabel xi* dan fungsi penawaran output V*. Fungsi permintaan input variabel ditulis sebagai berikut :
xi* =
δg * ( w δw
*, Z
i i
j
*
)
i = 1.......m
(2.18)
Fungsi penawaran output diturunkan dari persamaan (2.15) dan (2.18) sebagai berikut : m
V* = g* (wi *, Zj) -
∑
i=1
δ g * ( wi * . Zj ) δ wi *
(2.19)
Secara aktual kondisi keuntungan maksimum tidak dapat dipaksakan untuk dicapai, karena adanya perbedaan kemampuan perusahaan untuk menyamakan produk marjinal dengan harga inputnya. Jika untuk menggambarkan penyimpangan produk marjinalnya dengan harga input variabel menggunakan notasi ki, maka persamaan (2.12) mengalami modifikasi sebagai berikut :
δf ( Xi.Zj ) = ki.W* δXi
i= 1,2,......m
(2.20)
ki dikatakan sebagai indek penggunaan input variabel i pada saat keuntungan jangka pendek maksimum. Jika ki =1 untuk semua i, menunjukan efisiensi harga absolut sehingga kondisi persamaan (2.20) sama dengan kondisi persamaan (2.12). Jika ki ≠ 1 maka perusahaan gagal mencapai keuntungan maksimum. Hal yang sama berlaku pada
persamaan (2.17), (2.18) dan (2.19) sehingga menghasilkan fungsi keuntungan harga per Unit Output yang aktual, seperti berikut : m
πa = g*( ki. Wi*, Zi) -
∑
i =1
( 1 − k ). W * δ g *( k i .Wi * . Zj ) δ Wi * ki
(2.21)
Jika ki =1 maka perusahaan dalam kondisi perfect short-run profit maximization. Hal ini sebagai dasar tes hipotesis dari perfect short-run profit maximization. Penggunaan Fungsi keuntungan Cobb-Douglas (C-D) telah populer dikalangan para peneliti karena beberapa hal ,antara lain : a. Karena anggapan bahwa petani atau pengusaha adalah mempunyai sifat memaksimumkan keuntungan baik jangka pendek maupun jangka panjang. b. Cara pendugaannya juga relatif mudah c. Karena memanipulasi terhadap cara analisis mudah dilakukan, misalnya membuat besaran elastistisitas menjadi konstan atau tidak. d. Dengan cara ini, peneliti sekaligus dapat mengukur tingkatan efisiensi pada tingkatan atau pada ciri yang berbeda. Beberapa keuntungan pada penggunaan model fungsi keuntungan UOP, yaitu ; (1) deviasi dan tingkah laku maksimisasi keuntungan murni dapat dibentuk dalam kerangka teoritik; (2) dapat mengestimasi fungsi permintaan input dan fungsi penawaran output secara bersama-sama, tanpa harus membuat suatu fungsi produksi secara eksplisit; (3) dapat digunakan untuk menelaah masalah efisiensi teknik, harga dan ekonomi; (4) petani diasumsikan bereaksi sesuai dengan kenyataan empiris yang diestimasi;
(5)
variabel bebas dalam keuntungan terdiri harga input variabel dan jumlah input tetap, yang semuanya itu merupakan variabel eksogen terhadap produksi.
Dengan demikian cara UOP Cobb-Douglas Profit Function (UOP-CDPF), adalah cara yang dipakai untuk memaksimumkan keuntungan . UOP-CDPF ialah suatu fungsi (persamaan) yang melibatkan harga faktor produksi dan produksi yang telah dinormalkan dengan harga tertentu. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut : Y = A F(X,Z) dimana : Y = A= X= Z=
(2.22)
produksi ; besaran yang menunjukan tingkatan efisiensi teknik ; variabel faktor produksi ; variabel faktor produksi tetap (fixed variabel)
Persamaan keuntungan yang diturunkan dari persamaan fungsi produksi seperti pada persamaan diatas dapat dituliskan sebagai berikut : m
π = ApF (X1,....,Xm ; Z1,....,Zn) -
n
∑
ciXi - ∑ fjZj
i =1
dimana :
π A p Xi ci fj
= = = = = =
(2.23)
j =1
besarnya keuntungan besarnya efisiensi tehnik harga produksi persatuan faktor produksi tetap yang digunakan, dimana j = 1,.....n harga faktor produksi per satuan harga faktor produksi tetap
Penggunaan persamaan diatas berlaku anggapan bahwa dalam jangka pendek maka faktor produksi tetap seperti banyaknya cangkul atau alat pertanian yang lain , tidak mempengaruhi keinginan untuk meningkatkan keuntungan, sehingga persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut : m
π = ApF (X1,......,Xm ; Z1,.......,Zn) -
∑
ciXi
(2.24)
i =1
Bentuk logaritma dari persamaan diatas , seperti pada persamaan Cobb-Douglas, sehingga diperoleh : m
ln (π / p) =ln A+
∑
βi ln (Xi / p ) +
j =1
i =1
m
ln π* = ln A* +
∑ i =1
n
∑
n
βj ln Xi + ∑ αj lnZj j =1
αj lnZj
(2.25)
m
ln π* = ln A*+
∑
αi *ln wi*+
i =1
n
∑
βj lnZj
(2.26)
j =1
dimana : π* = keuntungan yang telah dinormalkan dengan harga produksi. βj = koefisien faktor produksi yang telah dinormalkan dengan harga produksi. αj = koefisien faktor tetap yang telah dinormalkan dengan harga produksi. Xi* = variabel faktor produksi yang telah dinormalkan dengan harga produksi Berdasarkan model tersebut maka apabila ada dua kelompok yang berbeda yaitu petani besar dan petani kecil dapat dijadikan satu persamaan dengan cara penggabungan dengan menggunakan variabel dummy . Sehingga persamaan fungsi keuntungan Cobb-Douglas usahatani tembakau rakyat dapat ditulis sebagai berikut : m
ln π* = ln A*+ δp*Dp + ∑ αi *ln wi*+ i =1
n
∑
βj lnZj
j =1
ln π* = ln A*+ δp*Dp + βi* ln Wi* +αj lnZj + u
(2.27)
dimana : π*
= keuntungan yang dinormalkan (penerimaan total dikurangi biaya input variabel, kemudian dibagi harga output. Dp = variabel dummy Wi* = harga input variabel yang dinormalkan Z2 = luas lahan usaha tani (ha) u = variabel pengganggu.
2.1.3.1. Fungsi Keuntungan Cobb-Douglas Maksimum.
Sebagian besar penelitian produksi menggunakan pendekatan fungsi produksi Cobb-Douglas, sehingga fungsi keuntungan yang telah diuraikan diatas dimodifikasi dengan fungsi Cobb-Douglas. Penurunan fungsi keuntungan Cobb-Douglas, sebagai berikut : m
V=A
n
∑ Xiα ∑ Zj β i
i =1
dengan µ =
j =1
m
∑ αi < 1 i =1
dimana :
j
(2.28)
V = produksi per musim. Xi = input variabel yang digunakan Zj = input tetap yang digunakan Yotopoulos dan Lau (1971) merumuskan fungsi keuntungan U O P (unit out
price) dari fungsi Cobb-Douglas sebagai berikut : π* = A1/(1-µ) (1-µ)[
m
n
i =1
j =1
∏ (wi * / αi)−αi /(1− µ ) ](∏ Zj βj /(1− µ ) )
(2.29)
Dalam bentuk logaritma natural menjadi : ln π* = ln A* +
m
n
i =1
j =1
∑ α i * ln wi * +∑ β j * ln Z j
(2.30)
Permintaan input yang optimal dapat diturunkan dari fungsi keuntungan maksimum (2.30) dengan cara yang sama seperti persamaan (2.18), maka dapat diperoleh permintaan input optimal sebagai berikut :
− wi * . xi * = α i *" π*
(2.31)
Fungsi penawaran output dalam kerangka fungsi keuntungan UOP Cobb-Douglas dapat diturunkan sebagai berikut : m
n
i =1
j =1
V* = A*.(1-µ) [ ∏ ( wi *) −α i /(1− µ ) ][∑ z j ] βj
(2.32)
2.1.3.2. Fungsi keuntungan Cobb-Douglas Aktual.
Fungsi keuntungan Cobb-Douglas UOP aktual dapat diturunkan dari persamaan (2.21) m
m
πa = ( Α)1 /(1− µ ) (1 − ∑ α i / k i )[∏ (k i ) −α /(1− µ ) ] i
i =1
m
[ ∏ (α i )
−α i /(1− µ )
i =1
m
i =1
]∏ ( wi *) i =1
−α i /(1− µ )
m
][∏ z j
β /(1− µ )
(2.33)
i =1
Dalam bentuk logaritma dapat dirumuskan sebagai berikut : ln πa = ln A* +
m
∑α i =1
m
i
* . ln wi * + ∑ β j * . ln Z j j =1
(2.34)
dimana : m
m
m
i =1
i =1
j =1
A* = Α1 /(1− µ ) [1 − ∑ (α i / k i ] [∏ (k i ) α i /(1− µ ) ][∏ (α i ) −α i (1− µ ) ] Α* = - αi /(1-µ) αi* = - αi /(1-µ) βj* = βj /(1-µ)
Jika ki = 1 maka A* pada persamaan (2.30) dan (2.34) adalah sama begitu juga untuk π* = πa. A* merupakan fungsi dari A dan ki . Parameter tersebut akan digunakan dalam menganalisis efisiensi ekonomi. Dengan cara yang sama persamaan fungsi permintaan input variabel (2.18) dan penawaran output (2.19) dapat ditulis dalam bentuk Cobb-Douglas. Permintaan input variabel : − W i *. X π*
-1
i
*
= (ki) αi = αi* (2.35) Jika perusahaan pada kondisi mencapai keuntungan maksimum jangka pendek dimana ki = 1 untuk semua i, maka αi *= αi*” untuk semua i. Oleh karena itu test hipotesis nol pada pencapaian keuntungan jangka pendek adalah test share input variabel ke-i dalam keadaan fungsi keuntungan mencapai maksimum αi*”.(2.31) sama dengan faktor share fungsi keuntungan aktual αi * (2.35). Fungsi penawaran Cobb-Douglas dapat diturunkan sebagai berikut : m
m
m
i =1
i =1
j =1
V* = A*[1- ∑ (α i / k i ) ]-1 [ ∏ (Wi *)αi* ][ ∏ Z j
βj
]
(2.36)
2.1.3.3. Efisiensi Ekonomi Relatif
Untuk membedakan efisiensi ekonomi relatif antara dua perusahaan, misalnya masing-masing mempunyai fungsi produksi : V1 = A1 f(Xi1,Zj1) V2 = A2 f(X12,Zj2) Kondisi marginalnya adalah :
δA1 f ( X i1 .Z j1 ) = ki1.Wi1* δX i1 δA2 f ( X i 2 .Z j1 ) = ki2.Wi2* δX i 2
(2.37) (2.38)
ki1≥ 0, ki2 ≥ 0, Dimana : ki = parameter efisiensi harga ( indeks penggunaan input variabel i pada saat keuntungan jangka pendek maksimum. Dalam keadaan perusahaan mencapai keuntungan maksimum maka ki =1. A = parameter efisiensi teknik. Pada model diatas, A adalah parameter efisiensi teknik, sedang ki adalah parameter efisiensi harga. Jika A1 = A2 dan ki1 = ki2 untuk semua i, maka kedua kelompok perusahaan tersebut mempunyai efisiensi teknik dan harga yang sama dan disebut persamaan efisiensi ekonomi. Mengikuti hal tersebut diatas, dalam membandingkan dua perusahaan jika A1* = A2* maka ln(A1*/ A2*) = 0, sehingga kedua fungsi identik. (A1*= A2*) merupakan dummy variabel yang menunjukan perbedaan dalam organisasi ekonomi kedua perusahaan yang memberikan nilai 1 untuk perusahaan dua dan nilai 0 untuk perusahaan satu. Jika D merupakan dummy variabel maka fungsi keuntungan UOP aktual gabungan dari dua perusahaan tersebut dalam bentuk logaritma natural dapat dirumuskan : ln πa = ln A* +
m
m
i =1
j =1
∑ α i * . ln wi * +∑ β j * . ln Z j + δD
(2.39)
Fungsi permintaan input variabel dapat dimodifikasi seperti persamaan berikut : − wi * .xi * = α i1 *".D1 + α i 2 *".D2 π*
(2.40)
Gujarati (1995) menyatakan bahwa aturan jumlah variabel dummy adalah sebanyak jumlah kategori dari variabel yan didummy dikurang satu. Dua macam variabel
dummy dimaksud adalah : DM = 1 petani besar dan DM = 0 petani lainnya yaitu petani kecil. 2.1.4. Return To Scale (RTS)
Return To Scale (RTS) perlu diketahui untuk mengetahui apakah kegiatan dari suatu usaha yang diteliti tersebut mengikuti kaidah increasing, constant atau decreasing
return to scale. Analisis skala usaha merupakan analisis produksi guna melihat kemungkinan perluasan usaha dalam suatu proses produksi. Dalam suatu proses produksi, perluasan skala usaha pada hakekatnya merupakan suatu upaya maksimisasi keuntungan dalam jangka panjang. Dengan perluasan skala usaha, rata-rata komponen biaya input tetap per unit output menurun sehingga keuntungan produsen meningkat. Dalam hal ini tidak selamanya perluasan skala usaha akan menurunkan biaya produksi, sampai suatu batas tertentu perluasan skala usaha justru dapat meningkatkan biaya produksi. Analisis skala usaha sangat penting untuk menetapkan skala usaha yang efisien . Dalam hubungan antara faktor produksi atau input dengan tingkat produksi atau output, skala usaha (returns to scale) menggambarkan respon dari output terhadap perrubahan proposional dari input. Dalam hal ini Teken (1977) menyebutkan ada tiga kemungkinan hubungan antara input dengan output, yaitu : 1. Skala usaha dengan kenaikan hasil bertambah (increasing returns to scale) yaitu kenaikan satu unit input menyebabkan kenaikan output yang semakin bertambah. Pada keadaan demikian alastisitas produksi lebih besar dari satu ( Ep>1), atau
marginal product (MP) lebih besar dari average product (AP). Disamping itu dalam skala usaha ini average variabel cost (AVG) lebih besar dari marginal cost (MC).
2. Skala usaha dengan kenaikan hasil tetap (constan return to scale). Yaitu penambahan satu unit input menyebabkan kenaikan output dengan proporsi yang sama. Pada keadaan ini elastisitas produksi sama dengan satu (Ep=1), atau marginal product
(MP) sama dengan average product (AP) dan average variable cost (AVC) sama dengan marginal cost (MC). 3. Skala usaha dengan kenaikan hasil yang berkurang (decreasing return to scale) yaitu bila pertambahan satu unit input menyebabkan kenaikan output yang semakin berkurang. Pada keadaan elastisitas produksi lebih kecil dari satu (Ep<1), atau
marginal product (MP) lebih kecil average product (AP) dan average variabel cost (AVC) lebih kecil marginal cost (MC). Pengetahuan mengenai keadaan skala usaha sangat penting sebagai salah satu pertimbangan mengenai pemilihan ukuran perusahaan. Kalau keadaan skala usaha dengan kenaikan hasil berkurang telah tercapai, hal ini berarti luas usaha sudah perlu dikurangi. Sebaliknya kalau keadaan skala usaha berada pada keadaan kenaikan hasil bertambah, maka luas usaha diperbesar untuk menurunkan biaya produksi rata-rata dan diharapkan dapat menaikan keuntungan. Kalau keadaan skala usaha dengan kenaikan hasil tetap, maka luas rata-rata unit perusahaan yang ada tidak perlu dirubah. Dalam hubungan antara faktor produksi atau input dengan tingkat produksi atau output, skala usaha (returns to scale) menggambarkan respon dari output terhadap perubahan proporsional dari input. Dalam kasus keuntungan Cobb Douglas, Lau dan Yotopoulus (1972) menyatakan terdapat kondisi sebagai berikut : ( k −1) k
m
∑ i =1
n
ai * +
1 k
∑
j =1
βj* = 1, atau
(2.41)
n
∑
βj*
= k – (k-1)
j =1
m
∑
ai *
(2.42)
i =1
m
Secara monotik telah diperlakukan bahwa
∑
ai * < 0 terhadap fungsi keuntungan.
i =1
Jika ki > 1 maka kondisi yang ada adalah “ increasing returns to scale” ; jika ki = 1 maka “ constant return to scale “ dan jika ki < 1 maka kondisi yang ada adalah kondisi “
decreasing returns to scale” 2.1.5. Teori Permintaan Input.
Suatu input diminta karena dibutuhkan dalam suatu proses produksi. Proses produksi tersebut dilakukan karena ada permintaan akan ouput yang dihasilkan. Jadi permintaan akan input karena ada permintaan akan output. Ini merupakan sebab permintaan akan input disebut oleh Alfred Marshall sebagai permintaan turunan (Boediono, 1992). Berapa banyak input yang diminta oleh produsen tergantung kepada berapa besar output yang direncanakan untuk produksi. Berapa besar output yang direncanakan tergantung kepada perhitungan mengenai tingkat output mana yang diharapkan akan menghasilkan keuntungan maksimum . Selanjutnya Boediono (1992) menerangkan bagaimana permintaan akan input diturunkan. Untuk mempermudah, ambil kasus sederhana dimana proses produksi hanya memerlukan proses produksi hanya memerlukan satu input variabel, katakan tenagakerja dari teori produsen diketahui bahwa posisi keuntungan maksimum (posisi keseimbangan) produsen tercapai apabila dipenuhi syarat bahwa : MR = MC Syarat keseimbangan ini bisa dijabarkan lebih lanjut
(2.43)
MC = δTC / δQ = (δTC/δX) (δX/δQ) MC = Px. 1 / MPPx MC = Px / MPPx
(2.44) (2.45) (2.46)
Dimana TC adalah biaya total, Q adalah output, X adalah input. Dalam hal ini produsen dianggap beroperasi di pasar persaingan sempurna dipasar input. Kemudian untuk
menjabarkan MR, apabila produsen dianggap beroperasi dipasar output yang terbentuk persaingan sempurna, maka MR = Pq, dimana Pq adalah harga output (produsen berhadapan dengan kurva permintaan output yang horizontal, yang berarti (Pq = MR = AR). Sehingga syarat keuntungan maksimum persamaan (1) dapat ditulis : Pq = Px / MPPx MPPx. Pq = Px
(2.47)
MPPx. Pq disebut value of marginal product dari X (=VMPx) yaitu MPPx yang dinilai dalam satuan uang, sehingga : VMPx = Px
(2.48)
Produsen akan menggunakan input X sampai jumlah tertentu sehingga VMPx sama dengan harga per unit input X. Ini adalah tingkat penggunaan input X yang optimal karena menghasilkan keuntungan maksimum. 2.1.6. Biaya Produksi Dan Penerimaan.
Biaya produksi dibedakan menjadi dua macam, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Jumlah biaya tetap seluruhnya dan biaya variabel seluruhnya merupakan biaya total produksi, dalam notasi matematika dituliskan : TC = TFC + TVC
(2.49)
dimana : TC = biaya total produksi TFC = biaya tetap total TVC = biaya variabel total Biaya tetap adalah biaya yang tetap harus dikeluarkan pada berbagai tingkat output yang dihasilkan. Pada penelitian ini yang termasuk biaya tetap dalam usahatani tembakau adalah nilai peralatan dan luas lahan yang digarap. Biaya variabel adalah biaya yang berubah-ubah menurut tinggi rendahnya tingkat output yang dihasilkan. Yang termasuk dalam penelitian ini adalah upah tenaga kerja, pembelian bibit, pembelian
pupuk, serta pembelian pestisida. Apabila biaya total (TC) untuk memproduksi sejumlah barang tertentu (Q) dibagi dengan jumlah produksi tersebut, nilai yang diperoleh adalah biaya total rata-rata. Nilainya dihitung menggunakan rumus dibawah ini AC =
TC Q
atau AC = AFC + AVC
(2.50)
Apabila biaya tetap total (TFC) untuk memproduksi sejumlah barang tertentu (Q) dibagi dengan jumlah produksi tersebut, nilai yang diperoleh adalah biaya tetap rata – rata. Dengan demikian rumus untuk menghitung biaya tetap rata rata atau AFC adalah :sebagai berikut :
TFC Q
AFC =
(2.51)
Apabila biaya berubah total (TVC) untuk memproduksi sejumlah barang (Q) dibagi dengan jumlah produksi tersebut, nilai yang diperoleh adalah biaya berubah rata – rata . Biaya berubah rata – rata dihitung dengan rumus : AVC =
TVC Q
(2.52)
Marginal Cost (MC) adalah kenaikan dari total cost yang diakibatkan oleh diproduksinya tambahan satu unit output, dengan demikian biaya marginal dapat dicari dengan menggunakan rumus : MC =
∆TC ∆TVC = ∆Q ∆Q
(2.53)
2.1.6.1. Biaya Produksi Jangka Panjang
Dalam jangka panjang , skala perusahaan dapat dirubah-rubah sehingga semua biaya juga dapat dirubah-rubah. Jadi biaya merupakan fungsi dari jumlah output yang dihasilkan atau C = f (Q), dimana C = biaya dan Q = output.
Setiap struktur biaya mencerminkan satu skala perusahaan/pabrik tertentu, sehingga dalam jangka panjang kurva biaya rata-rata perusahaan dapat digambarkan dalam amplop (envelope curve) seperti gambar SRAC ( Short Run Average Cost) berikut ini dimana biaya rata-rata jangka pendek mencerminkan kapasitas pabrik yang digunakan. Pemilihan Kapasitas nantinya akan tergantung dari jumlah output yang akan dihasilkan. Sedangkan LRAC (Long Run Average Cost) merupakan biaya rata-rata jangka panjang.
Gambar 2.3 Kurva Biaya Rata-rata Jangka Panjang
Biaya LRAC
SRAC1
A B
SRAC5 SRAC2
C
SRAC4
SRAC3 Skala Ekonomis 0 Q1
Q2
Skala Tidak Ekonomis Q3
Q4
Q
Gambar 2.3 adalah kurva biaya rata-rata jangka panjang. Kurva diatas disebut kurva amplop karena biaya rata-rata jangka panjang memang mengamplopi kurva biaya rata-rata jangka pendek yang terikat pada skala pabrik yang dipilihnya. Apabila perusahaan beroperasi pada skala pabrik dibawah SRAC3, maka produsen akan mendapatkan skala ekonomis karena ia beroperasi pada saat LRAC yang sedang menurun
. Sedangkan pada sebelah kanan SRAC3 produsen berada pada skala tidak ekonomis karena LRAC sedang naik. Suatu perusahaan dikatakan berada pada skala ekonomis jika bertambahnya output mengakibatkan menurunnya biaya rata-rata. 2.1.6.2. Penerimaan
Penerimaan pada dasarnya dibedakan menjadi dua jenis, yaitu penerimaan kotor dan penerimaan bersih. Penerimaan kotor yaitu penerimaan yang berasal dari penjualan hasil produksi usahatani. Penghitungan penerimaan kotor ini diperoleh dari perkalian hasil produksi dengan harga jualnya. Dalam notasi dapat ditulis sebagai berikut : TR = Q . P
(2.54)
dimana : TR = penerimaan kotor Q = hasil produksi P = harga hasil produksi Sedang penerimaan bersih adalah penerimaan yang berasal dari penjualan hasil produksi usahatani setelah dikurangi biaya total yang dikeluarkan. Dalam bentuk notasi dapat dituliskan sebagai berikut : π = TR – TC
(2.55)
dimana : π = penerimaan bersih TR = Penerimaan kotor ; TC = biaya total yang dikeluarkan. Boediono (2002), produsen dianggap akan memilih tingkat output (Q) dimana ia bisa memperoleh keuntungan total yang maksimum. Billa ia telah mencapai posisi ini dikatakan ia telah berada pada posisi equilibrium. Disebut posisi equilibrium karena pada posisi ini tidak ada kecendurungan baginya untuk mengubah output (dan harga output)nya. Sebab bila ia mengurangi (atau menambah) volume output (penjualan)-nya, maka keuntungan totalnya justru menurun. Dengan demikian keuntungan maksimum dicapai
ketika posisi Marginal Revenue (MR) sama dengan Marginal Cost (MC) atau dengan rumus : MR = MC
∆TR ∆TC = ∆Q ∆Q
(2.56)
2.1.7. Konsep Efisiensi Usahatani
Mubyarto (1987), Didalam pertanian rakyat sering disebut usahatani yaitu himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat ditempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian. Sehingga dikatakan usahatani yang bagus sebagai usahatani yang produktif atau efisien dan usahatani yang produktif berarti usahatani itu produktivitasnya tinggi. Efisiensi produksi yaitu banyaknya hasil produksi yang dapat diperoleh dari satu kesatuan faktor produksi (input). Petani akan berbuat rasional dan mencapai efisiensi tertinggi bila faktor-faktor produksi itu sudah dikombinasikan sedemikian rupa sehingga rasio dari tambahan hasil fisik (marginal physical product) dari faktor produksi dengan harga faktor produksi sama untuk setiap faktor produksi yang digunakan. Indah Susilowati, Budi Suprihono (2003) , usahatani adalah kegiatan untuk memproduksi dilingkungan pertanian yang pada akhirnya akan dinilai dari biaya yang dikeluarkan dari penerimaan yang diperoleh. Selisih keduanya merupakan pendapatan dari kegiatan usaha tani. Namun bagaimana petani dapat melakukan usahanya secara efisien merupakan upaya yang sangat penting . Efisiensi pada umumnya menunjukan perbandingan antara nilai-nilai output terhadap nilai input. Pendapatan yang besar tidak selalu menunjukan efisiensi yang tinggi. Pengertian efisiensi dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) macam ,yaitu efisiensi teknis, efisiensi alokatif / harga dan efisiensi Ekonomi (Soekartawi 2003, Indah Susantun
2000) . Suatu penggunaan faktor produksi dikatakan efisien secara teknis (efisiensi teknis) kalau faktor produksi yang dipakai menghasilkan produksi yang “maksimum”. Dikatakan efisiensi harga atau efisiensi alokatif kalau nilai dari produk marginal sama dengan harga faktor produksi yang bersangkutan dan dikatakan efisiensi ekonomi kalau usaha pertanian tersebut mencapai efisiensi teknis dan sekaligus juga mencapai efisiensi alokatif /harga. Bila model fungsi produksi yang dipakai, maka kondisi efisiensi harga yang sering dipakai sebagai patokan, yaitu bagaimana mengatur penggunaan faktor produksi sedemikian rupa, sehingga nilai produk marginal suatu input X , sama dengan harga faktor produksi (input) tersebut. Bila fungsi produksi tersebut digunakan model fungsi produksi Cobb – Douglas, maka : Y = AXb
(2.57)
Log Y = Log A + b Log X Y* = A* + b X* δY =b δX
(2.58) (2.59)
Dalam fungsi produksi Cobb-Douglas , maka b disebut dengan koefisien regresi yang sekaligus menggambarkan elastisitas produksi . Dengan demikian, maka nilai produk marginal (NPM) faktor produksi X, dapat dituliskan sebagai berikut : NPM = dimana : b Y Py X
b.Y .Py X
(2.60)
= elastisitas produksi = produksi = harga Produksi = Jumlah faktor Produksi
Kondisi efisien harga menghendaki NPMX sama dengan harga faktor produksi X, atau dapat dituliskan sebagai berikut :
b.Y .Py = Px X b.Y .Py =1 X .Px di mana : Px = harga faktor produksi X
(2.61) (2.62)
Dalam praktek nilai Y, Py, X dan Px adalah diambil nilai rata-ratanya . sehingga persamaan (2.42) dapat dituliskan sebagai berikut :
b.Y .Py X .Px b.Y .Py X .Px
= 1 artinya bahwa penggunaan faktor produksi X efisien. > 1 artinya bahwa penggunaan faktor produksi X tidak efisien, untuk
mencapai efisien maka penggunaan input X perlu dikurangi.
b.Y .Py X .Px
< 1 artinya bahwa penggunaan faktor produksi X tidak efisien, untuk
mencapai efisien maka penggunaan input X perlu ditambah. Indah Susantun (2000), efisiensi ekonomi akan tercapai jika terpernuhi dua kondisi berikut : Pertama ; proses produksi harus berada pada tahap kedua yaitu pada waktu 0 ≤ Ep ≤ 1 ( seperti gambar 2.2 ). Kedua ; kondisi keuntungan maksimum tercapai dimana value marginal product sama dengan marginal factor cost resource. Jadi efisiensi ekonomi tercapai jika tercapai keuntungan maksimum. Nirvikar Singh, at al (2002) Asumsi dasar untuk mengukur efisiensi teknis adalah penyimpangan (perbedaan) antara potensi dengan realisasi kinerja perusahaan secara teknis atau terdapat gap antara tingkat kinerja tehnis riil dengan potensial dalam sebuah kegiatan ekonomi. Menurut konsep Neoklasik , semua perusahaan yang beroperasi sepanjang kurva batas produksi (Production frontier) FF' dikatakan secara teknis efisien (memenuhi kriteria efisiensi secara teknis ). Apakah perusahaan secara ekonomis “efisien”, tergantung pada “harga input” yang dipergunakan . Untuk lebih jelasnya konsep efisiensi dapat diihat pada gambar 2.3 sebagai berikut :
Gambar 2.3 Konsep Efisiensi Teknis, Efisiensi Alokasi, Dan Efisiensi Ekonomi
P' Out Put Y1
Fُ Frontier Potensial
B π1
P Y2
A
A' Frontier Actual
π2 Y4
P'
D
Y3
π4
C F
π3
A X2
X3
X1
Input
Sumber : Nirvikar Singh (2002) Dengan informasi harga input seperti garis PP' , maka efisiensi ekonomis dicapai apabila perusahaan beroperasi di titik B. Misalnya titik B menunjukan penggunaan input X1 , output Y1 dan tingkat laba π 1 . Dengan beroperasi di titik B , perusahaan telah mengalokasikan inputnya secara efisien . Apabila perusahaan beroperasi disepanjang batas produksi , selain titik B, maka perusahaan tidak mengalokasikan inputnya secara efisien (allocative inefficient). Secara umum, istilah efisiensi ekonomis mencerminkan “alokasi input yang efisien” , karena perusahaan dianggap selalu beroperasi pada garis batas produksi ( efisien teknis). Apabila perusahaan beroperasi dititik A, dengan input X2, produksi Y2 dan laba π2, maka tingkat efisiensi perusahaan tersebut adalah (π2 / π1) , kurang dari 1. Misalnya perusahaan memiliki “teknologi” baru, namun belum bisa mengoperasikannya seratus
persen , maka perusahaan tidak bisa beroperasi pada daerah batas produksi ( didaerah frontier), sesuai dengan teknologi baru tersebut. Misalnya perusahaan beroperasi disepanjang AA' yang lebih rendah FF', dengan mempergunakan input sebanyak X2 , perusahaan beroperasi di titik C, memproduksi Y3 dan memperoleh laba π 3 . Menurut “fungsi produksi actual” yang dihadapi perusahaan , maka perusahaan ini sudah mengalokasikan inputnya secara efisien. Untuk memaksimumkan labanya
π4,
perusahaan harus beroperasi di titik D. Namun dititik D ini , perusahaan belum mencapai efisiensi potensial , karena masih beroperasi dibawah potensial teknologi yang ada . Konsistensi dengan teori neoklasik , efisiensi harus diukur berdasarkan batas kemampuan produksi FF' . Dengan demikian , bila perusahaan beroperasi di titik C, efiensi ekonomisnya sebesar π3/ π1 . Efisiensi teknis sebesar Y3/Y2. Dengan demikian perusahaan beroperasi secara tidak efisien yang bersumber dari tidak efisien secara teknis dan secara alokasi input . Dengan mempergunakan laba , perusahaan yang beroperasi di titik
C kehilangan efisiensi ekonomi sebesar π1- π3 . Kehilangan efisiensi ini
terkomposisi atas “kehilangan efisiensi teknis “ π2 - π3 dan “kehilangan efisiensi alokasi” π1 – π3. Mardiasmo (2004), Pengertian efisiensi berhubungan erat dengan konsep produktivitas. Pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara output yang dihasilkan terhadap input yang digunakan (cost of output). Proses kegiatan operasioanal dapat dikatakan efisien apabila suatu produk atau hasil kerja tertentu dapat dicapai dengan penggunaan sumberdaya dan dana yang serendah-rendahnya (spending
well). Efisiensi diukur dengan rasio antara output dengan input, sehingga semakin besar output dibanding input maka semakin tinggi tingkat efisiensi , namun efisiensi seringkali
juga dinyatakan dalam bentuk input / output , dengan interpretasi yang sama dengan bentuk out / input. Menurut Shone, Rinald (1981) ,Indah Susantun (2000) , pengertian efisiensi dalam produksi, bahwa efisiensi merupakan perbandingan output dan input berhubungan dengan tercapainya output maksimum dengan sejumlah input, artinya jika ratio output input besar, maka efisiensi dikatakan semakin tinggi. Dapat dikatakan bahwa efisiensi adalah penggunaan input yang terbaik dalam memproduksi barang. 2.1.8. Penelitian Terdahulu
Pada penelitian terdahulu , para peneliti telah melakukan berbagai penelitian tentang efisiensi produksi/ekonomi sehingga akan sangat membantu dalam mencermati masalah yang akan diteliti dengan berbagai pendekatan spesifik sebagai rujukan utama , khususnya penelitian yang menggunakan model fungsi produksi. Selain itu juga memberikan perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yang telah dilakukan. Berikut ini beberapa hasil penelitian yang relevan yang telah dilkukan oleh para peneliti seperti pada tabel 2.1 berikut ini. LANJUT MASUK FILE : TESIS BAB II TABEL 2.2. Kerangka Pemikiran Teoritis
Salah satu tujuan petani tembakau dalam mengelola usaha taninya adalah untuk memperoleh produksi tembakau yang tinggi (maximize output) dengan biaya yang minimum (minimize input) sehingga mencapai efisiensi ekonomi . Suatu proses produksi dari suatu sistem usahatani dapat dikatakan efisien secara ekonomi apabila memberikan keuntungan maximum . Dalam hal mencapai tujuan tersebut petani menghadapi beberapa kendala seperti keterbatasan tanah, modal sehingga produsen akan mengalokasikan
sumber daya yang dimilikinya sesuai tujuan yang akan dicapai. Penguasaan lahan yang semakin berkurang sebagai akibat pertambahan penduduk mendorong terjadinya pengalihan fungsi tanah dari lahan pertanian menjadi non pertanian, hal ini mengharuskan petani kecil maupun petani besar melakukan efisiensi teknik , harga maupun efisiensi ekonomi. Berdasarkan landasan teori yang telah dibahas dan hasil penelitian terdahulu ,maka dapat disusun kerangka pemikiran teoritis yang menunjukan rangkaian hubungan faktor input variabel , skala usaha , efisiensi dengan tingkat keuntungan pada usahatani tembakau rakyat. Tingkat keuntungan dipengaruhi oleh penerimaan total dan biaya total. Biaya total dalam penelitian ini hanya diperhitungkan biaya variabel, karena produsen berkeinginan memaksimumkan keuntungan jangka pendek. Biaya variabel pada usahatani tembakau adalah biaya untuk pembelian inputinput variabel yaitu upah tenaga kerja , bibit, pupuk , pestisida. Tercapai tidaknya keuntungan maksimum jangka pendek pada usahatani tembakau perlu dianalisis apakah alokasi penggunaan input-input variabel tersebut sudah optimum. Untuk mencapai keuntungan maksimum jangka panjang, apakah produsen perlu memperluas skala ekonomi usaha atau tidak, perlu diuji bagaimana kondisi skala usaha maupun efisiensi relatif pada usahatani tembakau didaerah penelitian. Hasil-hasil analissa yang dilakukan diharapkan akan dapat berguna untuk mengambil kebijakan-kebijakan pengembangan. Hubungan ini dapat dilihat pada gambar 2.4 berikut ini : Gambar 2.4 Bagan Kerangka Pemikiran Teoritis INPUT
1. TENAGA KERJA 2. BIBIT 3. PUPUK 4. PESTISIDA 5. PERALATAN 6. LAHAN
PRODUKSI
1. ESTIMASI FUNGSI KEUNTUNGAN 2. SKALA USAHA 3. EFISIENSI 1.
HARGA INPUT VARIABEL 2. INPUT TETAP
KEUNTUNGAN
Keterangan : Pengaruh : Pengukuran 2.3. Hipotesis
Untuk lebih mengarahkan tujuan penelitian, disusun beberapa hipotesis kerja yang nantinya akan dilakukan pengujian terhadap hipotesis. Adapun hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut : 1. Diduga input variabel seperti upah tenaga kerja, harga bibit, harga pupuk dan biaya pestisida berpengaruh secara negatif terhadap keuntungan , sedangkan input tetap seperti luas lahan dan peralatan berpengaruh secara positif terhadap keuntungan. 2. Alokasi penggunaan faktor-faktor produksi dalam usahatani tembakau rakyat belum optimal sehingga keuntungan maksimal belum tercapai. 3. Keadaan skala usaha ekonomi
pada usahatani tembakau rakyat didaerah
penelitian adalah kondisi skala usaha dengan kenaikan hasil meningkat (increasing returns to scale)
4. Terdapat perbedaan Tingkat efisiensi ekonomi relatif antara petani kecil dan petani besar .
BAB III METODE PENELITIAN
Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian , maka penelitian ini akan memfokuskan pada pendugaan fungsi keuntungan usahatani tembakau rakyat di Kabupaten Kendal. Penelitian ini
merupakan studi kasus, yaitu melakukan analisis
pengaruh faktor-faktor input terhadap keuntungan usahatani tembakau rakyat dan
efisiensi ekonomi relatif menurut skala luas lahan garapan di Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal. 3.1. Definisi Operasional Variabel
Dalam penggunaan model fungsi keuntungan UOP Cobb-Douglas, yang berlaku sebagai variabel tidak bebas (dependent variable) adalah keuntungan usahatani tembakau rakyat. Sedangkan variabel bebasnya (independent variables) terdiri dari harga-harga input variabel serta input tetap. Pengertian masing-masing variabel dan pengukurannyua adalah sebagai berikut : 1. Keuntungan usahatani tembakau (π*) adalah selisih antara penerimaan usahatani tembakau (jumlah produksi dikalikan harga produksi) dengan total biaya variabel (jumlah seluruh input faktor variabel dan faktor tetap dikalikan dengan harga input masing-masing). Karena penelitian ini menggunakan model fungsi keuntungan UOP, maka dalam perhitungannya nilai keuntungan dan harga-harga input variabel dibagi dengan harga output. 2. Produksi atau output (Y) adalah tingkat produksi tembakau rajangan kering yang diukur dalam kilogram (kg). 3. Harga output (Py) adalah harga tembakau rajangan kering pada saat panen dilakukan, dan diukur dalam satuan rupiah per kilogram. 4. Upah tenaga kerja (W1) adalah upah rata-rata per orang, yang dihitung dengan cara membagi jumlah total upah yang dibayarkan untuk seluruh kegiatan usahatani mulai pengolahan tanah sampai pasca panen dengan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan upah tenagakerja diukur dalam satuan rupiah per orang tenaga kerja.
5. Harga bibit (W2) adalah harga bibit tembakau ditingkat petani dan diukur dalam satuan rupiah per batang. 6. Harga pupuk (W3) adalah harga rata-rata pupuk per kilogram yang dihitung dengan cara membagi jumlah biaya pupuk (Urea, ZA, SP36) dengan total pupuk yang dipergunakan dalam usahatani. Harga pupuk diukur dalam satuan rupiah per kilogram. 7. Harga pestisida (W4) adalah total nilai pestisida yang merupakan total biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pengadaan pestisida dan diukur dalam satuan rupiah . 8. Biaya Peralatan (Z1)adalah perkiraan nilai peralatan yang digunakan dalam usahatani tembakau dalam 1 (satu) musim tanam dan diukur dalam satuan rupiah. Peralatan yang dimaksud adalah : cangkul , sprayer, keranjang ,dll. 9. Luas lahan (Z2) adalah luas lahan garapan tanaman tembakau sebagai input tetap dan diukur dalam satuan hektar. 10. Keuntungan aktual adalah keuntungan dari ushatani tembakau yang pada saat dilakukan penelitian, diestimasi dengan metode OLS dan Zellnerُ s SUR . 11. Keuntungan maksimum adalah keuntungan usahatani tembakau pada saat semua input telah digunakan secara optimal, diestimasi dengan metode Zellnerُ s SUR. 12. Efisiensi ekonomi relatif adalah kondisi dimana usahatani tembakau mencapai efisiensi teknik (necessary condition) dan efisiensi harga (sufficien condition), parameter efisiensi (teknik, harga dan ekonomi) diukur dengan menggunakan fungsi keuntungan Cobb Douglas.
13. Efisiensi teknik adalah kondisi dimana usahatani telah berada pada tahap decreasing rate yaitu pada saat elastisitas produksi 0 < Ep < 1 14. Efisiensi harga adalah kondisi dimana usaha telah mampu menyamakan nilai produk marginal (VMP) dengan harga faktor input. 15. Petani kecil adalah yang menguasai lahan garapan < 0,5 hektar dan petani besar adalah yang menguasai lahan garapan > 0,5 hektar , diukur dalam satuan dummy untuk Petani kecil = 0 dan petani besar = 1 3.2. Jenis Dan Sumber Data
Jenis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah merupakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dari petani tembakau yang telah ditetapkan sebagai responden atau sampel dengan dibantu alat daftar pertanyaan . Adapun jenis data yang dibutuhkan meliputi nilai keuntungan sebagai output serta data input yang merupakan pengeluaran petani meliputi : upah tenaga kerja, harga bibit, harga pupuk, harga pestisida, harga peralatan, besarnya sewa lahan dan data umum lainnya . Data sekunder meliputi data-data penunjang dari data primer, yang diambil secara runtun waktu (time series), yang didapatkan melalui studi kepustakaan dari berbagai sumber, jurnal-jurnal, buku-buku, hasil penelitian maupun publikasi terbatas arsip-arsip data dari lembaga/ Instansi antara BPS Propinsi Jawa Tengah, BPS Kabupaten Kendal, Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Tengah, Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Kendal maupun Kecamatan dan desa didaerah penelitian. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi data jumlah penduduk, luas wilayah, data penggunaan lahan , dan data penunjang lainnya. 3.3. Populasi Dan Sampel.
Kabupaten Kendal merupakan wilayah pengembangan tembakau rakyat yang mempunyai kharakteristik tembakau spesifik yaitu tipe weleri yang tidak dapat diperoleh dari daerah lain di Jawa Tengah sehingga hampir seluruh pabrik rokok yang ada membutuhkan tembakau weleri yang berasal dari kendal. Dari
19 kecamatan di
Kabupaten Kendal , 13 kecamatan merupakan wilayah pertanaman tembakau rakyat yang luasnya mencapai 6.917,208 hektar . Untuk mengetahui secara rinci luas areal tembakau rakyat dikabupaten kendal sebagaimana pada tabel berikut ini. Tabel 3.1 Lokasi, Luas Lahan Tembakau Rakyat Di Kabupaten Kendal, Tahun 2004 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.
Kecamatan
Luas Lahan ( ha) 73,00 Kendal 285,00 Patebon 578,00 Pegandon 372,68 Weleri 340,17 Rowosari 175,00 Cepiring 697,00 Kangkung Gemuh 1.585,98 Kaliwungu 75,00 Brangsong Boja Singorojo Limbangan 426.00 Sukorejo Patean Pageruyung 95,00 Plantungan 1.244,38 Ringinarum 970,00 Ngampel Jumlah 6.917,21 Sumber : Dinas Perkebunan Dan Kehutanan Kabupaten Kendal , 2004.
Adapaun daerah penelitian mengambil kecamatan Gemuh karena daerah ini mempunyai areal tembakau rakyat terbesar di Kabupaten Kendal yaitu sebesar 1.585,98 ha (22,92%) pada musim tanam 2004.
Penentuan sampling di daerah penelitian
dilakukan secara bertahap atau multistages Area Sampling .
Tahap pertama , Penetapan desa sampel secara Systematic Sampling yaitu dari
16 desa wilayah tembakau rakyat dikecamatan Gemuh dipilih sampel sebesar 30 % atau 5 desa sampel. Adapun perincian desa dan areal tembakau dapat dilihat pada tabel berikut ini Tabel 3.2 Lokasi, Luas Lahan Dan Jumlah Petani Tembakau Rakyat di Kecamatan Gemuh, Tahun 2004 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Lokasi/ Desa Ngerjo Kedungsari Sojomerto Triharjo Cempokomulyo Kedunggading Ringinarum Tejorejo Ngawensari Wungurejo Rowobranten Galih Gemuhblanten Gebang Pamriyan Mojo Purworejo Pagerdawung Caruban Jenarsari Sedayu Poncorejo Krompaan Tamangede Lumansari Johorejo Tlahap Pucangrejo Jumlah
Luas (ha) 128,62 136,68 107,32 56,50 39,53 102,10 48,50 156,54 37,00 158,00 48,57 51,50 112,00 81,43 97,70 224,00 1.585,98
Jumlah Petani 332 354 298 191 144 284 169 410 137 415 169 176 311 226 271 519 4.406
Sumber : Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Kendal 2004
Sampel pertama ditentukan desa yang mempunyai luas lahan tembakau dan jumlah petaninya terbesar di Kecamatan Gemuh ; kemudian sampel berikutnya berturutturut diambil desa sampel yang luasan dibawahnya .
Tahap Kedua , dengan terpilihnya 5 desa sampel tersebut maka ditetapkan
jumlah petani desa sampel menjadi sub populasi sebesar 2.030 orang . Langkah selanjutnya , digolongkan berdasarkan stratum luas lahan ≤ 0,5 Ha dan luas lahan > 0,5 Ha yang mengacu pada data penetapan pajak bumi dan bangunan yang ada di masingmasing desa yang sering disebut dengan buku C desa . Adapun perincian desa sampel dan sub populasi dapat dilihat pada tabel berikut ini Tabel 3.3 Desa Sampel Dan Populasi (Jumlah Petani) No 1 2 3 4 5
Desa Sampel Pucangrejo Poncorejo Jenarsari Triharjo Sojomerto Jumlah
Sub Populasi 519 415 410 354 332 2.030
Luas Lahan (Ha) ≤ 0,5 > 0, 5 181 338 133 282 156 254 108 246 130 202 1.322 708
Sumber : Buku C Desa , Penyuluh Pertanian Lapangan. Tahap ke Tiga , hasil sub populasi dari masing-masing desa sampel ditentukan
jumlah sampel responden, dengan mengacu rumus dari Consuelo G. Sevila .et. al (1993) dan Uma Sekaran (2000) sebagai berikut : N n = ---------------------2 1+ N.e Dimana : n = Jumlah sampel. N = Populasi e = Nilai kritis (batas ketelitian)
( 3.1)
Apabila menggunakan nilai kritis 10 % maka hasil perhitungan dari rumus diatas diperoleh n ( jumlah sampel/responden ) sebagai berikut : 2.030 n = -------------------------- = 1 + 2.030 (0,1)2 2.030
2.030
n = -------------------------- = --------------------- = 1 + 2.030 . 0,01
1 + 20,30
2.030 n = ----------------------- = 95,31 = 95 petani 21,30
(3.2)
Menurut Suparmoko (1984), Masri Singarimbun (1985) dan Sutrisno Hadi (1995) bahwa besarnya sampel dalam penelitian tidak ada ketentuan yang baku, tetapi harus tetap memperhatikan presisi data yang tinggi. Oleh karena itu dengan pertimbangan keterbatasan kemampuan, waktu dan dana serta mengingat bahwa semakin banyak sampel akan diperoleh data yang semakin baik maka jumlah sampel ditetapkan sebesar 100 petani. Tahap Keempat , Untuk menentukan jumlah sampel sebagai responden pada
setiap stratum dilakukan dengan metoda proportional stratified random sampling, yaitu sampel petani kecil dengan kriteria luas lahan tembakau ≤ 0,5 Ha dan sampel petani besar dengan kriteria luas lahan tembakau > 0,5 Ha. Formula alokasi penentuan anggota sampel secara proposional sebagai berikut : Ni ni =
x n
(3.3)
N dimana : ni Ni N n
= ukuran sampel dari stratum ke i = populasi pada stratum ke i = populasi pada desa sampel = jumlah sampel yang ditetapkan.
Hasil penetapan jumlah sampel berdasarkan golongan petani dapat diketahui pada tabel 3.4 berikut ini . Tabel 3.4 Desa Dan Jumlah Sampel (Responden)
No
Desa Sampel
Jumlah
Golongan Petani
Sampel 1 2 3 4 5
Pucangrejo Poncorejo Jenarsari Triharjo Sojomerto
Jumlah
Kecil (<0,5)
Besar (>0,5Ha)
26 21 20 17 16
16 14 12 9 10
10 7 8 8 6
100
61
39
Pengambilan sampel setiap golongan petani ( kecil dan besar ) pada masingmasing desa dilakukan secara systimatic random sampling. 3.3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini dengan wawancara dan dokumentasi . Metode wawancara dilakukan dengan cara mewancarai langsung petani sampel sebagai responden dengan menggunakan alat bantu daftar pertanyaan yang telah disusun sebelumnya serta mengadakan pengamatan (observasi) lapangan. Wawancara (interview) juga dilakukan kepada petugas penyyuluh lapangan (PPL) , pamong desa dan pihak lain yang terkait. Dokumentasi dilakukan dengan mengadakan survai terhadap data yang telah ada di kelurahan maupun pada instansi lain yang terkait dalam penelitian ini dan menggali teori-teori yang telah berkembang, menganalisa data yang telah pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu. 3.4. Teknik Analisis.
Model analisis yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat keuntungan , alokasi penggunaan faktor produksi, skala usaha serta tingkat efisiensi ekonmi relatif adalah model fungsi keuntungan Cobb-Douglas yang diturunkan dari model fungsi produksi Cobb-Douglas. Penggunaan jenis data primer (cross section) berarti model jangka panjang yang artinya bahwa proses produksi dapat
diasumsikan konteks jangka panjang. Selanjutnya untuk mengestimasi fungsi keuntungan, skala usaha dan tingkat efisiensi dilakukan dengan bantuan program Shazam 8 3.4.1. Model Fungsi Keuntungan Cobb-Douglas
Fungsi keuntungan Cobb-Douglas dipergunakan untuk mengetahui hubungan antara input dan output serta mengukur pengaruh dari berbagai perubahan harga dari input terhadap produksi. Cara fungsi keuntungan Cobb-Douglas ini menjadi terkenal setelah diperkenalkan oleh Lau dan Yotopoulus pada tahun (1971) menjadi sustu konsep yang dapat dioperasionalkan untuk menguji efisiensi relatif dibidang pertanian. Perkembangan terakhir adalah menurunkan fungsi keuntungan Cobb-Douglas dengan teknik “Unit Output Price” atau UOP of Cobb-Douglas Profit Function, yaitu suatu fungsi yang melibatkan harga produksi dan produksi yang telah dinormalkan dengan harga tertentu yang disebut “Normalized Profit Function” . Salah satu manfaat dari penggunaan fungsi ini adalah peneliti dapat sekalighus mengukur tingkatan efisiensi pada tingkatan atau ciri yang berbeda. Dalam menggunakan fungsi keuntungan CobbDouglas ini dengan memasukan 4 input variabel dan 2 input tetap. Adapun bentuk fungsi produksi Cobb-Douglas adalah sebagai berikut: Y = A X1α1 X2α2 X3α3 X4α4 Z1β1 Z2β2 4
Y = A ( ∑ Xi αi i =1
1
∑ Zj βj ) j =1
Dimana : Y = produksi tembakau kering X1 = tenaga kerja X2 = bibit
(3.4) (3.5)
X3 X4 Z1 Z2 αi βj
= pupuk = Pestisida = peralatan = luas lahan = koefisien input variabel i = koefisien input tetap j
Menurut Yotopoulos dan Lau (1971) dari persamaan (3.5) dapat diturunkan fungsi keuntungan UOP (unit output price) sebagai berikut: п* = A* Σ wi αi * Σzj βj*
(3.6)
Dalam bentuk logaritma natural, persamaan (3.6) dapat ditulis sebagai berikut : lnπ* = lnA* + Σαi* lnwi* + Σβj*lnZj
(3.7)
lnπ* = lnA* +α1*lnw1 + α2*lnw2+ α3*lnw3+ α4*lnw4 + β1*lnz1 + β1*lnz1+e0
(3.8)
dimana : π* A* W1* W2* W3* W4* Z1 Z2 αi* βj* e0
= keuntungan yang telah dinormalkan dengan harga tembakau kering . = intersep = harga upah tenagakerja yang dinormalkan dengan harga tembakau kering. = harga bibit yang telah dinormalkan dengan harga temabaku kering = harga pupuk yang telah dinormalkan dengan harga tembakau kering. = harga pestisida yang telah dinormalkan dengan hrga tembakau kering. = nilai peralatan saat ini. = luas lahan. = parameter input variabel yang diduga, i = 1, ...........5 = parameter input tetap yang diduga, j = 1,2 = faktor kesalahan (standar eror).
Fungsi permintaan input variabel (factor share) sebagai kontribusi suatu input variabel terhadap keuntungan dapat diturunkan dari fungsi keuntungan Cobb-Douglas (Yotopoulos dan Nugent, 1976 dan Sukartawi 1990) yang secara matematis dapat diformulasikan menjadi :
- wi Xi / πa = αi*” + ei Xi = - αi*” πa / wi*
; i = 1,2,3,4
(3.9) (3.10)
Dimana : wi* = harga input variabel yang dinormalkan dengan harga tembakau kering. πa = keuntungan UOP jangka pendek αi*” = parameter permintaan input variabel / factor share X1 = jumlah nilai input upah tenagakerja dalam rupiah. X2 = jumlah nilai input bibit dalam rupiah. X3 = jumlah nilai input pupuk dalam rupiah. X4 = jumlah nilai input pestisida dalam rupiah ei = faktor kesalahan Persamaan (3.10) ditransformasikan dalam bentuk log natural menjadi : lnXi = ln(-αi*”) + lnπa – lnwi *
(3.11)
lnXi = ln(-αi*”) + lnA* + Σαi* lnwi* + Σβj*lnZj - ln lnwi *
(3.12)
lnXi = ln(-αi*”) + lnA* + Σαi* + Σβj*lnZj
(3.13)
Dari persamaan (3.13 tersebut dapat diturunkan fungsi penawaran output sebagai berikut : Ys* = ( 1- Σαi*” ) πa
(3.14)
Persamaan (3.14) dalam logaritma natural, formulasinya menjadi : ln Ys* = ln(1- Σαi*”) + ln πa
(3.15)
ln Ys* = ln(1- Σαi*”) + lnA* + Σαi* lnwi* + Σβj*lnZj
(3.16)
Sebagai pertimbangan dalam menyelesaikan fungsi keuntungan UOP (unit output
price) memakai cara simultan adalah untuk mencapai spesifikasi stokastik, dimana pada model analisis mempunyai αi* yang muncul disemua persamaan. Apabila kasus tersebut dengan menggunakan OLS maka akan terjadi ketidakefisienan dan dikhawatirkan munculnya korelasi antar error dari masing-masing persamaan. Untuk itu pendugaan fungsi keuntungan UOP akan diselesaikan dengan menggunakan tiga model. Model I : Model OLS sebagai suatu pembanding
Persamaan fungsi keuntungan dan fungsi factor share pada usahatani didaerah penelitian terdiri dari satu fungsi keuntungan dan empat fungsi faktor share, yaitu : ln π* = lnA*+α1*lnw1*+ α2*lnw2*+ α3*lnw3*+ α4*lnw4*+ β1*lnz1+ β1*lnz1+ e0
(3.17)
ln X1 = ln(-α1*”)+ α2*lnw2*+ α3*lnw3*+ α4*lnw4*+ β1*lnz1+ β1*lnz1+ e0
(3.18)
ln X2 = ln(-α2*”)+ α1*lnw1*+ α3*lnw3*+ α4*lnw4*+ β1*lnz1+ β1*lnz1+ e0
(3.19)
ln X3 = ln(-α3*”)+ α1*lnw1*+ α2*lnw2*+ α4*lnw4*+ β1*lnz1+ β1*lnz1+ e0
(3.20)
ln X4 = ln(-α4*”)+ α1*lnw1*+ α2*lnw2*+ α3*lnw3*+ β1*lnz1+ β1*lnz1+ e0
(3.21)
Lima persamaan tersebut diatas merupakan single equition yang diolah secara parsial atau (6 kali run). Model II : Model Zellnerُ s Method of Seemingly Unrelated Regression tanpa restriksi
kesamaan αi* = αi*”, yang merupakan persamaan simultan dengan menggunakan 5 persamaan pada model I yang diolah serentak dengan 1 kali run. Model III : Model Zellnerُ s Method of Seemingly Unrelated Regression dengan restriksi
kesamaan αi* = αi*” , yang merupakan persamaan simultan dan diolah secara serentak dengan 1 kali run . Lima persamaan sebagaimana Model I direstriksi αi* = αi*”, sehingga menjadi sebagai berikut : ln π* = lnA*+α1*lnw1*+ α2*lnw2*+ α3*lnw3*+ α4*lnw4*+ β1*lnz1+ β1*lnz1+ e0
(3.22)
ln X1 = ln(-α1*”)+ α2*lnw2*+ α3*lnw3*+ α4*lnw4*+ β1*lnz1+ β1*lnz1+ e0
(3.23)
ln X2 = ln(-α2*”)+ α1*lnw1*+ α3*lnw3*+ α4*lnw4*+ β1*lnz1+ β1*lnz1+ e0
(3.24)
ln X3 = ln(-α3*”)+ α1*lnw1*+ α2*lnw2*+ α4*lnw4*+ β1*lnz1+ β1*lnz1+ e0
(3.25)
ln X4 = ln(-α4*”)+ α1*lnw1*+ α2*lnw2*+ α3*lnw3*+ β1*lnz1+ β1*lnz1+ e0
(3.26)
Restrict lnw1* = ln(-α1*”) Restrict lnw2* = ln(-α1*”) Restrict lnw3* = ln(-α1*”)
Restrict lnw4* = ln(-α1*”) Pada dua kelompok menurut skala luas lahan garapan yang berbeda yaitu petani kecil dan petani besar maka model yang dipergunakan dengan cara penggabungan variabel dummy pada fungsi keuntungan model I, II, III tersebut diatas. Variabel dummy untuk petani kecil (≤0,5ha) = 0 dan petani besar (>0,5) = 1 , sehingga persamaan fungsi keuntungan Cobb-Douglas usahatani tembakau rakyat dapat ditulis sebagai berikut : ln π* = lnA*+DM +α1*lnw1*+ α2*lnw2*+ α3*lnw3*+ α4*lnw4*+ β1*lnz1+ β1*lnz1+ e0 (3.27) ln X1 = DM+ α2*lnw2*+ α3*lnw3*+ α4*lnw4*+ β1*lnz1+ β1*lnz1+ e0
(3.28)
ln X2 = DM+ α1*lnw1*+ α3*lnw3*+ α4*lnw4*+ β1*lnz1+ β1*lnz1+ e0
(3.29)
ln X3 = DM+ α1*lnw1*+ α2*lnw2*+ α4*lnw4*+ β1*lnz1+ β1*lnz1+ e0
(3.30)
ln X4 = DM+ α1*lnw1*+ α2*lnw2*+ α3*lnw3*+ β1*lnz1+ β1*lnz1+ e0
(3.21)
Model I dan Model II merupakan fungsi keuntungan aktual sedang Model III merupakan fungsi keuntungan dengan kondisi tercapainya keuntungan maksimum jangka pendek. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Operating System Shazam pada lampiran 6. 3.4.2. Pengujian Keuntungan Maksimum
Untuk menguji keuntungan maksimum digunakan model II (Model Simultan dari persamaan 3.17 s/d 3.21 tanpa restriksi) yaitu dengan membandingkan perameter masingmasing input variabel dari fungsi keuntungan αi* dengan parameter masing-masing fungsi permintaan input variabel αi*” . Keuntungan jangka pendek akan tercapai jika αi* = αi*” untuk semua i. Bentuk pengujiannya adalah : Test hipotesis nol pada pencapaian keuntungan maksimum jangka pendek adalah test share input variabel ke i dalam keadaan fungsi keuntungan mencapai maksimum αi*” (2.31) sama dengan faktor share dalam keadaan fungsi keuntungan aktual αi* (2.35) Ho : αi* = αi*”
( i = 1, 2, ....4)
Ha : αi* ≠ αi*” Walaupun keuntungan maksimum jangka pendek belum tercapai, dapat terjadi penggunaan input variabel tertentu telah mencapai efisiensi harga atau efisiensi lokasi. Untuk keseluruhan input variabel dapat ditulis sebagai berikut : Ho : α1* = α1*”
Ha
: α1*≠ α1*”
Ho : α2* = α2*”
Ha
: α2*≠ α2*”
Ho : α3* = α3*”
Ha
: α3*≠ α3*”
Ho : α4* = α4*”
Ha
: α4*≠ α4*”
Test hipotetis nol secara parsial alokasi penggunaan faktor-faktor produksi dalam keadaan fungsi keuntungan maksimal αi*” sama dengan alokasi faktor share fungsi keuntungan aktual αi* Adapun kriteria pengujiannya memakai F – Test atau p-value yaitu F hitung < F tabel , maka Ho diterima atau p-value < αi (o,1) F hitung > F tabel , maka Ho ditolak atau p-value > αi*” Jika ada salah satu saja Ho yang ditolak maka usahatani tembakau tidak dapat mencapai keuntungan maksimum jangka pendek.
3.4.3. Pengujian Skala Usaha
Pengujian terhadap keadaan skala usaha dilakukan dengan menggunakan koefisien input tetap ( Σβj* ) pada model II. Apabila Σβj* = 1 maka terjadi kasus usaha dengan hasil tetap (CRS), apabila Σβj* > 1 maka terjadi kasus skala usaha dengan hasil bertambah (IRS) dan apabila Σβj* < 1 skala usaha dengan hasil menurun (DRS). Jadi pengujian skala usaha dapat dirumuskan sebagai berikut : Ho : Σβj* = 1
(CRS)
Ho : Σβj* > 1
(IRS)
Ho : Σβj* < 1
(DRS)
Adapun kriteria pengujiannya memakai F-Test yaitu : F hitung < F tabel , maka Ho diterima F hitung > F tabel , maka Ho ditolak. 3.4.4. Pengujian Efisiensi Ekonomi Relatif
Pengujian perbandingan tingkat efisiensi ekonomi relatif yang didasarkan besar kecilnya usahatani pada petani kecil dan petani besar, model fungsi keuntungan pada model I , II dan III serta fungsi permintaan input variabel dimodifikasi sebagai berikut : Lnπa = lnA* + δMDM + Σαi* lnwi* + Σβj*lnZj
(3.27)
Model fungsi permintaan input variabel menjadi : -Wi * Xi / πa = αi*” + αi*” M DM
(3.28)
Dimana : πa = keuntungan UOP aktual DM = Variabel Dummy : -Usahatani Petani Besar = 1 -Usahatani Petani Kecil = 0
Uji hipotesis kesamaan tingkat efisiensi ekonomi relatif adalah : Ho :
δM = 0
Ha : δM ≠ 0 Test hipotesis nol pada kesamaan efisiensi ekonomi relatif adalah test terhadap nilai parameter variabel dummy petani besar pada fungsi keuntungan aktual . Adapun kriteria pengujiannya memakai F-test yaitu : F-hitung < F tabel, maka Ho diterima F-hitung > Ftabel, maka Ho ditolak
BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum Kabupaten Kendal
Posisi Kabupaten Kendal yang berada dalam wilayah Propinsi Jawa Tengah, dengan geografis berkisar antara 1090 40’ - 1100 18’ bujur timur dan 60 32’ - 70 24’ lintang selatan. Wilayah Kabupaten Kendal berbatasan dengan laut Jawa disebelah utara. Sebelah timur berbatasan dengan kota Semarang, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Temanggung dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Batang. Secara
administrasi kabupaten Kendal dibagi menjadi 19 Kecamatan, 265 Desa dan 20 Kelurahan yang terdiri dari 1.176 dusun, 1.425 RW dan 5.848 RT. Luas wilayah Kabupaten Kendal 1.002,23 km2 dengan 76,12 persen merupakan lahan pertanian dengan topografi Kabupaten Kendal mempunyai ketinggian 0 – 2.579 m diatas permukaan laut dan suhu berkisar 270 C . Musim kemarau di Kendal terjadi pada sekitar bulan juni s/d oktober sedangkan mulai bulan Nopember hingga Mei terjadi musim penghujan. Rata-rata curah hujan selama tahun 2003 sekitar 2.485 mm dengan rata-rata hari hujan selama satu tahun adalah 117 hari dan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan pebruari 630 mm. Mayoritas penduduk di Kabupaten Kendal merupakan usia produktif
(15-64
tahun) yaitu 64,,85 % dari total penduduk dan banyaknya usia produktif merupakan asset yang berharga bagi pembangunan di Kabupaten Kendal. Sehingga dilihat dari umur maka kelompok umur usia produktif lebih besar jika dibandingkan dengan penduduk usia tidak produktif. Dari sebanyak 772.997 penduduk berusia lima tahun ke atas, Tingkat pendidikan di Kabupaten Kendal menunjukan jumlah penduduk yang tamat SD sebesar 297.770 jiwa (38,52%) lulus SMP sebanyak 104.416 jiwa(13,50%), lulus SLTA sebanyak 62.920 jiwa (8,13%), lulus sarjana muda/sarjana sebanyak 12.409 jiwa (1,60%) dan tidak tamat SD sebesar 295.462 jiwa (3,82%). Karakteristik tingkat pendidikan di Kabupaten Kendal sangat heterogen , penduduk tamat SD dan tidak tamat SD merupakan prosentase yang besar. Disampin itu Kabupaten Kendal sebagian besar penduduknya bekerja pada sektor pertanian yaitu sekitar 53,62 persen, kemudian industri pengolahan 12,93 persen dan sektor perdagangan, hotel dan restoran 10,62 persen
4.2. Keadaan Umum Kecamatan Gemuh.
Luas kecamatan Gemuh adalah 38,17 km2 atau 3.817 ha dan dari luas tersebut 41,7 persen atau seluas 1.585,98 ha merupakan lahan tembakau . Adapun perincian banyaknya desa dan luas wilayah di Kecamatan Gemuh sebagaimana pada tabel 4.1 berikut ini: Tabel 4.1 Luas Wilayah Kecamatan Gemuh Dirinci Menurut Desa, 2003
Desa 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Sojomerto Triharjo Cempokomulyo Galih Pamriyan Jenarsari Poncorejo Gebang Krempaan Sedayu Gemuh Blanten Tamangede Lumansari Johorejo Tlahap Pucangrejo Jumlah
Luas (ha) 999 783 166 95 87 220 220 144 73 94 94 118 151 115 143 315 3.817
Prosentase (%) 26,18 20,52 4,34 2,49 2,27 5,77 5,77 3,78 1,90 2,47 2,46 3,10 3,95 3,00 3,76 8,26 100,00
Sumber : Kecamatan Gemuh Dalam Angka, Tahun 2003 Kecamatan Gemuh merupakan salah satu dari 19 kecamatan di Kabupaten Kendal dengan ketinggian 14 m diatas permukaan laut , yang terbagi dalam 16 desa, memiliki curah hujan 1.651 mm s/d 2.111per tahun dan dalam satu tahun rata-rata memiliki delapan .bulan basah dan empat bulan kering, sehingga menurut Schmidt Ferguson termasuk iklim basah. Penduduk Kecamatan Gemuh pada tahun 2003 berjumlah 47.848 jiwa yang terdiri dari 23.513 Laki-laki dan 24.335 perempuan yang terbentuk menjadi 12.600 kepala keluatga. Sehingga Sex Ratio penduduk laki-laki terhadap perempuan di Kecamatan
Gemuh sebesar 0,966 . Banyaknya penduduk diatas 10 tahun yang bekerja pada sektor pertanian mencapai 17.113 jiwa atau mencapai 70 persen sedang lainnya bekerja pada sektor bangunan, pengangkutan dan sektor lainnya. Untuk mengetahui deberapa besar komposisi penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin dapat diketahui pada tabel 4.2. berikut ini: Tabel 4.2 Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur Dan Jenis Kelamin di Kecamatan Gemuh, 2003
Umur
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
0–4 5–9 10 – 14 15 – 19 20 – 24 25 – 29 30 – 39 40 – 49 50 – 59 60 keatas Jumlah 2003 2002
2.072 2.325 2.718 2.559 2.201 1.791 3.560 2.931 1.649 1.707 23.513 23.399
165 2.459 2.912 2.445 1.952 1.715 3.596 2.863 1.879 2.349 24.335 24.323
4.237 4.784 5.630 5.004 4.153 3.506 7.156 5.794 3.528 4.056 47.848 47.722
Sumber : Kecamatan Gemuh Dalam Angka Tahun 2003. Komposisi penduduk menurut umur berkaitan dengan jumlah penduduk yang belum produktif, umur produktif dan sudah tidak produktif. Penduduk yang belum produktif adalah golongan penduduk yang berumur antara 0 – 14 tahun. Sedangkan penduduk dengan usia produktif adalah penduduk yang berumur antara 15 – 64 tahun . Penduduk yang sudah tidak produktif adalah penduduk yang berumur diatas 64 tahun (Sisno 2001). Komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan merupakan salah satu indikator tingkat kemajuan suatu daerah. Semakin besar prosentase penduduk yang berpendidikan dan semakin kecil jumlah penduduk yang buta huruf menunjukan kemajuan suatu daerah secara kualitatif. Ditinjau dari tingkat pendidikan menunjukan
bahwa penduduk Kecamatan Gemuh tingkat pendidikannya rata-rata rendah. Sampai dengan tahun 2003 di Kecamatan Gemuh masih terdapat buta aksara dan angka yaitu sebesar 5,99% tidak tamat SD sebesar 26,86% dan jumlah terbesar adalah penduduk yang hanya tamat SD yaitu sebesar 42,97%. Untuk mengetahui komposisi penduduk kecamatan Gemuh menurut pendidikan dapat dilihat pada tabel 4.3. berikut ini. Tabel 4.3 Penduduk umur diatas 5 tahun di Kecamatan Gemuh Menurut Tingkat Pendidikan, 2003
Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) 2.610 1. Buta Aksara dan angka 11.702 2. Tidak Tamat SD 18.722 3. Tamat SD 6.374 4. Tamat SLTP 3.725 5. Tamat SLTA 428 6. Tamat Akademi /PT Jumlah 43.561 Sumber : Kecamatan Gemuh Dalam Angka Tahun 2003.
% 5,99 26,86 42,97 14,63 8,55 1,00 100
Dari tabel 4.3 keadaan diatas menunjukan bahwa kualitas penduduk di Kecamatan Gemuh sebagian besar tergolong masih rendah, sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat kemajuan kecamatan juga masih rendah bila dilihat dari sumber daya manusiannya. 4.3. Keadaan Sampel Penelitian 4.3.1 Karakteristik Responden
Berdasarkan observasi dilapangan bahwa sumber daya manusia yang diukur dari tingkat pendidikan merupakan faktor penting dalam mengakomodasi teknologi maupun ketrampilan dalam usaha tani tembakau . Dari petani sampel dapat diketahui sebaran pendidikan petani di Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal seperti pada tabel 4.4 berikut ini : Tabel 4.4 Tingkat Pendidikan Petani Sampel Usahatani Tembakau
di Kecamatan Gemuh, 2004 No 1 2 3 4 5
Pendidikan Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Tamat PT Jumlah
Jumlah 3 56 19 17 5 100
Sumber : Data primer diolah, juli 2005 Tabel 4.4 menggambarkan bahwa tingkat pendidikan petani di Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal beragam mulai tidak tamat SD, tamat SD, tamat SLTP, tamat SLTA dan tamat perguruan tinggi. Mengingat pendidikan terbesar hanya tamat sampai dengan SD yaitu sebanyak 56% maka pengelolaan usaha tembakau lebih banyak hanya menitik beratkan pada kemampuan teknis yang diperoleh secara turun temurun . Petani tembakau umumnya tidak mendapatkan pendidikan khusus dalam usahatani tembakau, namun pengetahuan petani hanya diperoleh dari pengalaman yang turun temurun sehingga dengan berbekal pengalaman tersebut dapat melakukan usahatani temabakau dengan baik . Dari hasil pedataan petani sampel maka dapat diketahui gambaran pengalaman petani dalam usahatani tembakau seperti pada tabel 4.5 berikut ini. Tabel 4.5 Pengalaman Petani Sampel Pada Usahatani Tembakau di Kecamatan Gemuh, 2004 No 1 2 3 4
Pengalaman (tahun) < 15 th >15 – 25 th >25– 40 th Diatas 40 th
Jumlah petani 0 8 80 12
Sumber : Data primer diolah, juli 2005 Tabel 4.5 menunjukkan petani tembakau mempunyai pengalaman yang bervariasi dalam usahatani tembakau, sebagian besar petani mempunyai pengalaman dalam
usahatani tembakau diatas dua puluh tahun hal ini merupakan petani tradisional yang secara naluri petani mampu mengelola faktor-faktor produksi . Profil keluarga petani sampel merupakan penduduk asli yang telah lama berdomisili di Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal yang pada umumnya seorang petani sudah mempunyai tanggungan keluarga yang telah menikah dan tercatat sebagai pemilik lahan tembakau, sedangkan petani pendatang dari daerah lain tidak ada. Jumlah tanggungan keluarga petani dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut ini. Tabel 4.6 Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Tembakau di Kecamatan Gemuh, 2004
Tanggungan keluarga (org) 1 2 3 4 5 >5 Jumlah Sumber : Data primer diolah, juli 2005
Jumlah petani 0 9 25 46 14 6 100
Selain bekerja sebagai petani dalam mengelola tembakau, banyak yang melakukan pekerjaan lain seperti pedagang , buruh bangunan, lain-lain namun demikian banyak pula yang tidak mempunyai sambilan. Data pekerjaan sambilan petani sampel usaha tani tembakau dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut ini . Tabel 4.7 Pekerjaan Sambilan Petani Sampel Usahatani Tembakau di Kecamatan Gemuh, 2004 Jenis Pekerjaan Sambilan 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pedagang Buruh pabrik Buruh bangunan Buruh tani lain-lain Tidak punya sambilan
Jumlah Petani 18 7 6 35 34 0
Jumlah
100
Sumber : Data primer diolah, juli 2005 Dari tabel 4.7 menunjukkan bahwa petani tembakau umumnya mempunyai sambilan sebagai buruh tani yang artinya walaupun petani mempunyai lahan garapan sendir setelah selesai tanam umumnya masih bekerja pada lahan orang lain . 4.3.2 Penggunaan Faktor-Faktor Produksi 4.3.2.1 Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi baik dari segi jumlahnya, kualitas dan juga macam tenaga kerja. Setiap prosses produksi diperlukan tenaga kerja yang cukup memadai. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan disesuaikan dengan kebutuhan sampai tingkat tertentu sehingga jumlahnya optimal. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan dikaitkan dengan kualitas tenaga kerja, jenis kelamin, musim dan upah tenagakerja. Upah tenaga kerja wanita umumnya 50 % upah tenagakerja pria hal ini karena produktivitas tengakerja pria lebih besar serta tenagakerja wanita hanya pada kegiatan tertentu yang sesuai dengan kodrat wanita yang bersifat membantu tenagakerja pria antaralain pasda kegiatan penanaman pemetikan dan perajangan. Namun demikian pekerjaan berat lainnya seperti pengolahan tanah, transpotasi, pengepakan yang merupakan pekerjaan tenagakerja pria kenyataan juga masih dibantu wanita hanya jam kerjanya lebih pendek. Untuk mengetahui sejauhmana penggunaan tenaga kerja wanita dan tenaga kerja pria pada petani kecil maupun petani besar dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut ini. Tabel 4.8 Jumlah Penggunaan Tenaga Kerja Per Hektar di Kecamatan Gemuh, 2004
Status Petani dan Jenis TK a. Tenaga Kerja Wanita 1. Petani Kecil b. Tenaga Kerja Pria
2. Petani Besar
a. Tenaga Kerja Wanita b. Tenaga Kerja Pria
Rata-Rata Jumlah Tenaga Kerja /ha
Jml TK (hok) 65,12 184,62 249,74 60,27 186,04 245,31 246,31
Upah (Rp) 976.800 2.769.300 3,746,100 904.050 2.790.600 3.679.650 3,694.650
Sumber : Data primer diolah, Juli 2005 Pada tabel 4.8 menggambarkan bahwa dalam proses usahatani tembakau penggunaan tenagakerja pria lebih dominan dibanding tenaga kerja wanita, hal ini mungkin disebabkan selain sifat dari pekerjaan dari usahatani tembakau juga masih ada pengaruh kultur pedesaan yang masih menempatkan tenagakerja wanita sebagai ibu rumahtangga. Dengan demikian dalam menghitung jumlah penggunaan tenaga kerja digunakan standard satuan hari orang kerja (hok) dengan ketentuan 1 hok senilai Rp 15.000,- dan bekerja selama 8 jam dalam satu hari atau upah per orang/hari. Proporsi penggunaan tenaga kerja antara petani kecil dan petani besar tidak jauh berbeda. Ratarata penggunaan tenaga kerja petani besar per hektar sebanyak 245.31 hok. Sedangkan pada petani kecil rata-rata penggunaan tenaga kerja per hektar sebesar 249,74 hok. Pada petani kecil penggunaan tenagakerja mengutamakan dalam keluarga sedangkan tenagakerja dari petani besar diambil dari luar keluarga yang umumnya berasal daerah lain yang mungkin belum banyak pengetahuan tentang budidaya tembakau. 4.3.2.2 Bibit, Pupuk dan Pestisida
Sarana produksi yang diperlukan dalam proses produksi tembakau terdiri atas bibit, pupuk dan pestisida. Untuk penggunaan bibit ummnya menggunakan jenis lokal tipe weleri atau di masyarakat pedesaan dikenal dengan tembakau crumpung . Pupuk yang dipergunakan adalah pupuk urea, SP36 dan ZA, sedangkan pestisida atau obat
pembrantas hama mereka menggunakan dursban, tamaron maupun asodrin. Untuk mengetahui penggunaan sarana produksi dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut ini : Tabel 4.9 Rata-Rata Penggunaan Sarana Produksi Per Ha di Kecamatan Gemuh, 2004
Input 1. Bibit (batang) 2. Pupuk Urea (kg) 3. Pupuk ZA (kg) 4. Pupuk SP36(kg) 5. Pestisida (Liter)
Jumlah Sampel Volume Rp
Petani Kecil volume Rp
21,887.00 99.40 446.89 192.40 1.51
21.838,00 99,02 444,19 188,01 1,53
222,697.43 109,812.59 536,454.65 273,070.42 137,758.10
217.642,48 108.123,26 533.587,55 269.075,29 137,626.25
Petani Besar volume Rp 21,923.00 99,67 448,83 195,55 1,47
226.331,97 111,027.23 538,516.12 275,942.94 137,852.91
Sumber : Data primer diolah, juli 2005 Tabel 4.9 terlihat bahwa penggunaan input rata-rata per hektar dalam usaha tani tembakau terbesar pada biaya pupuk za dan terendah pada biaya pestisida, sedangkan perbedaan penggunaan input per hektar antara petani kecil dan petani besar tidak jauh berbeda. Rata – rata keperluan bibit per hektar oleh petani kecil sebanyak 21.838 batang , sedang petani besar rata-rata penggunaan bibit sebanyak 21.923 batang per hektar. Untuk petani kecil rata-rata penggunaan pupuk urea 99,02 kg per ha, za 444,19 kg per hektar dan sp 188,01 kg per ha dan untuk petani besar rata-rata penggunaan pupuk urea 99,67 kg per ha, pupuk za 448,83 per ha, pupuk sp 195,55 kg per ha. Sedangkan untuk penggunaan pestisida, petani kecil menggunakan rata-rata 1,53 liter per hektar dan petani besar justru lebih kecil yaitu sebesar 1,47 liter per hektar. Berdasarkan observasi dari petani tembakau bahwa penggunaan bibit tembakau petani cenderung masih menggunakan bibit bersifat asalan yang harganya umumnya murah, dan belum mengacu pada bibit yang baik terseleksi yang tentunya harganyapun akan lebih tinggi. Penggunaan bibit anjuran bersertifikat belum membudaya pada petani mungkin selain harganya mahal juga jumlah terbatas ditingkat penangkar. Penggunaan
pestisida oleh petani dilakukan secara rutin artinya tanpa mempertimbangkan ada tidaknya hama penyakit yang menyerang tanaman tembakau petani tetap menyemprotkan pestisida. 4.3.2.3 Lahan dan Peralatan
Lahan pertanian berbeda dengan tanah pertanian untuk lahan pertanian diartikan sebagai tanah pertanian yang disiapkan untuk diusahakan usahatani, sedangkan tanah pertanian adalah tanah yang belum tentu diusahakan dengan usaha pertanian, dalam hal ini ukuran luas lahan pertanian dinyatakan dalam hektar. Pada usahatani tembakau luas lahan tembakau akan berpengaruh pada produksi hal ini dapat dipahami bahwa luas lahan yang semakin besar produksi tembakau juga bertambah besar pula. Data selengkapnya rata-rata luas lahan yang dipergunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.10 berikut ini . Tabel 4.10 Rata-rata Luas Lahan Usahatani Tembakau di Kecamatan Gemuh, 2004 Status Petani Petani Kecil (≤ 0,5 ha) Petani Besar (> 0,5 ha) Jumlah Petani Sampel
n 60 40 100
Luas (ha) 19,406 26,990 46,396
Rata-Rata Luas Lahan (ha) 0,323 0,675 0,464
Sumber : Data primer diolah, juli 2005 Tabel 4.10 menunjukkan bahwa petani kecil rata-rata menguasai lahan seluas 0.323 ha dan petani besar rata-rata lahan yang diusahakan luasnya 0.675 ha, sedangkan rata-rata luas lahan dari keseluruhan responden adalah 0.464 ha. Luas lahan yang diusahakan oleh 100 petani adalah 46,396 ha yang terdiri atas petani besar dengan jumlah responden 40 petani mengolah lahan 26,990 ha sedangkan petani kecil jumlah responden 60 orang mengolah 19,406 ha.
Dalam penelitian ini baik petani yang mengolah tanah miliknya maupun petani yang menyewa dianggap membayar biaya sewa atas tanah. Bagi petani pemilik besarnya sewa tanah disesuaikan dengan apabila tanah miliknya disewakan kepada orang lain. Besarnya sewa lahan per hektar pertahun pada saat penelitian Rp
3,5 juta hingga
mencapai Rp 5 juta dan pada waktu tidak musim tembakau lahan juga ditanami tanaman lain seperti jagung, bawang merah maupun sayuran lainnya. Tanaman tembakau tipe weleri membutuhkan waktu dari pengolahan tanah sampai dengan panen selama enam bulan yaitu mulai bulan april hingga selesai panen sekitar oktober, sehingga besarnya beban sewa tembakau adalah (6/12) x besarnya sewa per tahun. Peralatan yang dipergunakan dalam usahatani tembakau tidak selalu diadakan setiap musim tanam tembakau akan tetapi penggunaan alat-alat pertanian mempunyai umur pakai antara 5 – 10 tahun yang dipergunakan secara komplek atas kebutuhan petani. Adapun jenis peralatan mulai tanam sampai dengan panen meliputi cangkul, sabit, sprayer, pisau perajang, keranjang dll. Dari uraian tersebut dapat dikategorikan bahwa faktor luas lahan dan peralatan sebagai input tetap dalam suatu proses produksi. 4.3.2.4 Rata-Rata Produksi, Harga Produksi Dan Nilai Produksi Per Hektar.
Produksi tembakau merupakan hasil akhir dari proses usahatani tembakau yang diujudkan sebagai tembakau kering yang siap untuk dijual ke pasaran bebas . Untuk mengetahui rata-rata produksi, harga produksi dan nilai produksi per hektar dapat dilihat pada tabel 4.11 dibawah ini . Tabel 4.11 Rata-Rata Produksi, Harga Produksi Dan Nilai Produksi Per Hektar Di Kecamatan Gemuh, 2004 Jenis
Petani Sampel
Petani Kecil
Petani Besar
Produksi (kg/Ha) Harga Produksi (Rp/kg) Nilai Produksi (Rp/Ha)
1,195.41 14,081.78 16,833,459.24
1,192.47 14,099.22 16,812,918.68
1,195.16 14,062.89 16,807,472.21
Sumber : Data primer diolah, juli 2005 Tabel 4.11 menunjukkan produksi petani kecil lebih kecil disbanding petani besar, dimana petani kecil rata-rata menghasilkan tembakau kering sebanyak 1.183,81 kg per ha, sedangkan pada petani besar menghasilkan tembakau kering sebanyak 1.195,35 kg per ha. Harga produksi petani kecil rata-rata mencapai Rp 14.077,18 sedangkan petani besar harga produksinya sedikit lebih kecil dari petani kecil yaitu Rp 14.064,97 , namun demikian nilai produksi petani kecil masih lebih besar dibandingkan petani besar. 4.4. Gambaran Umum Pertembakauan
Tembakau merupakan salah satu komoditas unggulan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi serta sudah lama diusahakan oleh petani tembakau di Jawa Tengah . Kondisi yang hampir setiap tahun muncul adalah pemasaran tembakau yang dipicu oleh jumlah tembakau yang ditawarkan cenderung lebih banyak dari permintaan oleh pabrik rokok yang mengakibatkan ketika panen yang secara bersama sama maka harga yang terjadi umumnya rendah dibanding dengan tahun sebelumnya, Ditinjau dari pendapatan negara peranan tembakau sangat strategis mengingat andalan cukai rokok yang ditargetkan oleh pemerintah dari tahun ke tahun cukup besar. Untuk mengetahui sejauh mana perkembangan cukai tembakau dapat dilihat pada tabel 4.12 berikut ini : Tabel 4.12 Perkembangan Pendapatan Negara Dari Cukai Tembakau di Indonesia, 2000 - 2003
No
Tahun
Cukai Tembakau (x Rp 1.000 )
1 2 3 4
2000 2001 2002 2003
11.000.000 17.600.000 22.300.000 26.700.000
Sumber : Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Tengah 2003. Dari tabel 4.12 menunjukkan bahwa rata-rata besarnya cukai rokok setiap tahun naik rata-rata hampir 30% , hal ini jelas akan berpengaruh pada naiknya harga rokok yang akhirnya berakibat pada kemampuan daya beli masyarakat menurun sehingga omset penjualan rokok mulai tahun 2002 sampai dengan sekarang ini juga mengalami penurunan dengan demikian permintaan akan bahan baku tembakau rakyat menurun. Tembakau merupakan tanaman yang sangat peka terhadap lingkungan fisik, penanganan pada saat penanaman maupun pemeliharaan, kondisi cuaca dan pengolahan hasil hingga menjadi tembakau rajangan kering yang siap dipasarkan. Keberhasilan pemasaran tembakau, selain dipengaruhi factor-faktor diatas juga tergantung kondisi pasar yang dihadapi. Adapun tahap-tahap budidaya tanaman tembakau seperti pada gambar 4.1 berikut ini : Gambar 4.1 Budidaya Tanaman Tembakau
PEMBIBITAN PEMUPUKAN
PENGOLAHAN TANAH PEMELIHARAAN
PENANAMAN PANEN DAN PASCAPANEN
1). Pembibitan Tahap awal menentukan lokasi pesemaian dengan memilih lokasi tanah yang subur, gembur dan dekat sumber air. Kemudian pencangkulan lahan dengan jarak bedengan 1m – 1,5 m, yang kemudian dibiarkan 1 -2 minggu. Membuat atap
pesemaian yang digunakan untuk melindungi bibit dari hujan dan panas yang terbuat jerami atau welit. Pada saat pemupukan persemaian menggunakan SP36 dan ZA dan penaburan benih, tiap 5 m2 membutuhkan benih 0,5 gr dicampur 1 gelas pasir halus dan diaduk, selanjutnya ditaburkan dan disiram dengan air bersih menggunakan gembor sampai basah. Pada wktu tertentu, atap pesemaian dibuka secara berangsur-angsurb kecuali bila hujan. Tahap terakhir pembibitan adal;ah pencabutan bibit pada saat berumur 4555 hari, yang dilaksankan pada pagi hari dan segera ditanam sore hari. Mengingat proses pembibitan ini cukup rumit, maka kebanyakan petani tembakau di Kabupaten Kendal membeli bibit yang sesuai dengan kondisi tanahnya. 2). Pengolahan Tanah Pengolahan tanah diawali dengan pencangkulan tanah untuk membersihkan sisa-sisa tanaman serta diolah ssampai gembur dan kemudian dilakukan pembuatan guludan. Setelah itu tanah tersebut dibiarkan 2-3 minggu, kemudian dilakukan pembuatan kowakan (pelobangan), untuk kemudian diberikan pupuk SP 36 dan lahan siap ditanami tanaman tembakau . 3). Penanaman Penanaman tembakau ditanam dengan jarak tanam 90 x 60 cm atau 80 x 75 cm. Bibit yang ditanam harus sehat, kuat, ukuran sama besar dan penanamannya menggunakan jarak yang sama atau lurus teratur. Penanaman dilakukan pagi hari sebelumn terbit matahari atau sore hari menjelang sore hari menjelang terbenamnya matahari. 4). Pemupukan
Pemupukan tanaman tembakau di Kabupaten Kendal menggunakan buatan yaitu pupuk Urea 100-150, ZA 400-500 kg dan SP36 150-250 kg. pemupukan dengan cara ditugal/ diponjo berjarak 5 cm dari pangkal batang kemudian pupuk dimasukan dan ditutup dengan tanah. 5). Penyiangan Penyiangan dilakukan untuk membersihkan lahan dari tanman- tanaman pengganggu . Penyiangan dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada saat tanaman berumur kurang lebih 30 hari yang disebut dengan dangir pertama (matun pisan) dan danger kedua dilakukan pada saat tanaman kira-kira berumur 50-60 hari yang disebut dengan nguruk (matun pindho). Setelah selesai penyiangan kedua, maka tanaman sudah tumbuh besar sehingga tanaman pengganggu berupa rumput atau lainnya yang ada pada areal terhambat pertumbuhannya. 6). Pengendalian Hama Penyakit Hama dan Penyakit tanaman tembakau dapat dikendaluikan dengan cara penyemprotan obat pemberantas Hama. Dari seluruh responden mereka memberantas hama dengan menggunakan Dursban, lanet atau dengan cara menghilangkan hama tersebut secara mekanik. Hama seperti kutu dihilangkan dengan penyemprotan pestisida atau insektisida, sedang hama ulat daun dilakukan dengan cara mekanik yaitu mengambil ulat tersebut satu per satu setiap 2 - 4 hari sekali selama masih dijumpai pada pohon, karena hama ini sulit diberantas dengan menggunakan obat. Pengambilan hama ulat ini juga dilakukan pada saat melakukan pemangkasan dan rempel (pritil) bilamana pada saat dilakukan pekerjaan tersebut ditemukan hama ulat. 7). Pangkas Dan Rempel
Pemangkasan tembakau dilakukan pada saat kuncup bunga mulai tampak yaitu kurang lebih tanaman berumur 60 – 70 hari, kecuali tembakau yang akan dijadikan bibit. Kegiatan ini dimaksudkaqn supaya daun tembakau menjadi tebal dan besar, sehingga produksinyatinggi. Caranya adalah dengan memotong pada batas 2 – 3 daun dibawah pucuk yaitu daun yang tumbuh pada tangkai kuncup bunga. Setelah tembakau maka akan tumbuh tunas pada pangkal daun yang disebut pritilan . Tunas atau pritilan ini harus dihilangkan supaya sari-sari makanan dapat diserap sepenuhnya oleh daun sehingga daun menjadi lebih tebal dan berisi. Pembuangan tunas dilakukan setiap 5 – 7 hari sekali, yaitu bila panjang tunas atau printilan mencapai 4 – 7 cm. Pembuangan ini dilakukan hingga empat kali sampai tembakau siap dipetik, hingga tunas ini tidak tumbuh lagi. 8). Panen Tanaman tembakau siap panen setelah tanaman berumur 100 – 150 hari hal ini tergantung pada proses pengelolaanya maupun juga lokasi lahan. Panen dilakukan secara bertahap yaitu panen pertama diambil daun yang paling bawah yang telah berwarna kekuning kunigan yang biasanya disebut tahap rowos.
Tahap ini
merupakan produksi dengan mutu yang paling rendah bias duilakukan sebanyak dua kali.. Tahap kedua yaitu tahap panen yang disebut tenggok yaitu panen tembakau mutu sedang. Pada tahap ini dilakukan dengan mengambil daun yang masak yaitu daun yang berwarna kekuning-kuningan. Tahap tenggok juga biasa dilakukan selama dua kali. Tahap panen selanjutnya adalah tahap jeblosi yaitu hargasudah tinggi maka tembakau yang tua dan sudah masak dipetik terlebih dulu dan yang dianggap belum matang maka untuk sementara ditinggal sampai semua daun masak. Setelah selang
beberapa hari maka daun lainnya juga siap petik. Pemetikan pada tahap ini disebut protol yaitu seluruh daun dipetik semua. Kedua tahap terakhir akan dihasilkan mutu tembakau masak secara keseluruhan. Kemasakan daun ditandai dengan perubahan warna dari hijau menjadi hijau kekuning-kuningan, bulu daun hilang sehingga daun menjadi halus , tapi daun melipat kedalam agak mengering. Daun yang telah tua atau masak akan menghsilkan karakteristik yang spesifik baik warna, aroma dan pengeringan. Pemetikan daun harus dilakukan secara berurutan mulai dari bawah ke atas dan dipetik sebanyak 1 – 3 lembar setiap pohon. Waktu petik pada pagi hari, setelah daun tembakau dipetik dihilangkan tulang daunnya, selanjutnya setiap 15 – 20 lembar daun digulung dan diikat. 9) Pemeraman Pemeraman dilakukan di rak, diatas lantai yang diberi tikar atau daun pisang kering. Lama pemerama tergantung jenis daun dan warna tembakau rajangan yang dikehehendaki. Tahap ini terjadi perubahan warna dari hijau daun berangsur-angsur berubah menjadi warna kuning kecoklatan yang semuanya itu akan menentukan mutu tembakau. 10). Merajang Tembakau yang ada di daerah Kabupaten Kendal merupakan tembakau rajangan yaitu tembakau yang dipergunakan untuk bahan rokok kretek. Merajang daun tembakau dengan irisan bervariasi sesuai dengan permintaan pasar. Perajangan dilakukan pada malam hari dan diharapkan selesai keesokan paqginya agar segera dapat dijemur. 11). Pengeringan
Daun tembakau rajangan membutuhkan sinar mathari yang intensitasnya meningkat secara berangsur-angsur di sepanjang hari. Proses penjemuran harus bisa menurunkan kadar air daun sampai dibawah 50%, dengan cara membolak balik rajangan tembakau yang ada di rigen. Setelah daun tembakau kering kemudian diangin-anginkan sampai tembakau rajangan menjadi elastic. Selanjutnya rajangan tembakau digulung kecil-kecil dan dimasukan dalam keranjang, siap untuk dipasarkan. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
Sesuai dengan tujuan penelitian sebagaimana diuraikan pada sub bab 1.3 yaitu menganalisis pengaruh faktor-faktor produksi terhadap keuntungan , alokasi penggunaan faktor-faktor produksi, keadaan skala usaha dan efisiensi relatif usahatani tembakau rakyat menurut skala luas lahan garapan , maka dalam bab ini akan diuraikan hasil dan pembahasan mengenai analisis hal-hal tersebut diatas. Dari hasil analisis ini akan dapat terjawab permasalahan penelitian dan sekaligus dapat diketahui terbukti tidaknya hipotesis sebagaimana dirumuskan pada sub bab 2.3 yaitu faktor-faktor produksi berpengaruh nyata terhadap keuntungan, alokasi penggunaan faktor-faktor produksi belum seluruhnya optimal, skala usaha berada dalam keadaan kenaikan hasil meningkat (increasing returns to scale) dan terdapat perbedaan tingkat efisiensi ekonomi relatif antara petani kecil dan petani besar dalam usahatani tembakau . 5.1. Pendugaan Fungsi Keuntungan Usahatani Tembakau.
Sebagaimana telah diuraikan pada Bab III, bahwa pendugaan parameter digunakan persamaan fungsi keuntungan UOP(Unit Output Price) dan persamaan fungsi factor
share. Pendugaan tersebut dilakukan berdasarkan metode SUR (Seemingly Unrelated Regression) yang ditemukan oleh Zellner (1962). Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan alat bantu komputer dengan program Shazam. Dalam hal ini terdapat satu fungsi keuntungan dan 4 (empat) persamaan fungsi factor share diduga secara simultan. Variabel tidak bebas dalam fungsi keuntungan adalah keuntungan usahatani yang dinormalkan(π*), sedang variabel bebas meliputi harga input variabel dan input tetap. Input variabel yang digunakan sebagai variabel bebas meliputi rata-rata upah per tenaga kerja yang dinormalkan(W1*), harga bibit yang dinormalkan(W2*), harga pupuk yang dinormalkan(W3*), biaya pestisida yang dinormalkan(W4*). Sedangkan input tetap yang berlaku sebagai variabel bebas meliputi nilai peralatan(Z1) dan luas lahan(Z2) dalam satu musim tanam. Adapun 4 (empat) persamaan factor share yang dimaksud diatas adalah nilai tenaga kerja (X1), nilai bibit (X2), nilai pupuk (X3), dan nilai pestisida (X4). Pendugaan parameter fungsi keuntungan UOP dan fungsi factor share dalam penelitian ini disajikan dalam 3 model, yaitu Model 1 menggunakan persamaan tunggal metode OLS (Ordinary Least Square), Model II menggunakan persamaan simultan SUR (Seemingly Unrelated Regresion) Zellner tanpa restriksi kesamaan α* = α*” (berarti terjadinya keuntungan actual jangka pendek) dan Model III menggunakan persamaan simultan metoda Zelner dengan retriksi α* = α*” (berarti terjadi keuntungan maksimal jangka pendek). Dari persamaan fungsi keuntungan dapat diturunkan fungsi permintaan input dan sekaligus fungsi penawaran output. Selain itu keadaan tingkat skala ekonomi usaha
(economic of scale) juga dapat diturunkan dari persamaan keuntungan tersebut. Analisis pendugaan fungsi keuntungan ini menggunakan Unit Output Price Cobb
Douglas Profit Function, merupakan suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan harga faktor produksi dan nilai produksi yang telah dinormalkan dengan harga tembakau. Cara ini juga mendasarkan diri pada asumsi bahwa petani atau pengusaha adalah memaksimumkan keuntungan. Hasil pendugaan fungsi keuntungan UOP dan fungsi factor share dapat dil;ihat pada tabel
5.1 berikut ini. Tabel
5.1
Pendugaan Fungsi Keuntungan UOP Usahatani Tembakau, Tahun 2004 Variabel
Parameter
Konstanta
A*
lnW1*
α 1*
lnW2*
α 2*
lnW3*
α 3*
lnW4*
α 4*
lnZ1
β 1*
lnZ2
β 2*
Koefisien Regresi Model I
II
III
4,9958 a)
5,2955 a)
5,5357 a)
(0,000)
(0,000)
(0,001)
- 0,4020 b)
- 0,3786 b)
- 0,3278 a)
(0,046)
(0,015)
(0,000)
- 0,0547 c)
- 0,0031
- 0,4489 a)
(0,077)
(0,914)
(0,000)
- 0,4476 a)
- 0,3146 a)
- 0,4655 a)
(0,004)
(0,009)
(0,000)
- 0,0261
- 0,0135
- 0,4240 a)
(0,121)
(0,420)
(0,000)
0,0074
0,0351
- 0,1957
0,0456
(0,442)
(0,123)
1,0218 a)
0,9946 a)
1,2152 a)
0,0404
(0,000)
(0,000)
1,0292
1,0297
1,4116
2
∑ j =1
βj*
R2
0,9952
0,9948
0,9572
Keterangan : 1. Model I
: Pendugaan dengan metode OLS
Model II
: Pendugaan dengan metode Zellner tanpa restriksi α i* = α i*”
Model III
: Pendugaan dengan metode Zellner dengan restriksi α i* = α i*”
2. Angka dalam ( ) adalah probability value 3. a)
: Nyata pada derajat kepercayaan 99% ( α =0,01)
b)
: Nyata pada derajat kepercayaan 95% ( α =0,05)
c)
: Nyata pada derajat kepercayaan 90% ( α =0,10)
4. Angka dalam tabel 5.1 dirangkum dari lampiran 6 halaman 167 , 173 , 178 Melalui uji F yaitu uji keberartian hubungan secara serentak dapat diketahui bahwa hubungan antara keuntungan usahtani tembakau sebagai variabel tidak bebas dengan 6 (enam) variabel bebas yang terdiri harga upah tenaga kerja, harga bibit, harga pupuk, harga pestisida, nilai peralatan dan luas lahan menunjukkan hubungan sangat nyata dengan p-value=0,000. Disamping itu dari Tabel 5.9 pada model II dapat diketahui bahwa pendugaan fungsi keuntungan mempunyai nilai R2 (R square) sebesar 0,9948, hal ini berarti bahwa variabel bebas dapat menerangkan variasi dalam variabel tidak bebas (variabel keuntungan) dengan baik. Apabila ditelaah lebih lanjut model III ( model pendugaan keuntungan metode Zellner dengan retriksi) tampak lebih efisien jika dibandingkan dengan model I (Model Ordinary Least Square/OLS) serta model II ( Metode Zellner tanpa restriksi) hal ini dapat diketahui dari lebih kecilnya angka standard eror dari masing-masing variabel fungsi keuntungan UOP pada model III dibanding model I dan II, hal ini dapat dicermati pada lampiran 6 halaman 167-179
Selanjutnya apabila dilihat dari pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap keuntungan usaha, pada Tabel 5.9 Model II tampak bahwa 2 (dua) input tetap yang terdiri luas tanah dan peralatan mempunyai hubungan positif terhadap keuntungan usaha hal ini sesuai dengan yang diharapkan pada teori. Demikian pula 4 (empat) input variabel yang terdiri upah tenaga kerja, harga bibit, harga pupuk dan harga pestisida mempunyai hubungan negatif terhadap keuntungan usahatani hal ini sesuai dengan harapan. Penelitian ini terdapat kesesuaian dengan hasil penelitian Dewi Kusuma Wardani (2004), Waridin (1992) bahwa input tidak tetap mempunyai hubungan negatif terhadap keuntungan, sedangkan input tetap pada kondisi keuntungan jangka pendek mempunyai hubungan positif dengan keuntungan Dari 4 (empat) input tidak tetap tersebut yang nyata mempengaruhi keuntungan usahatani adalah upah tenaga kerja pada derajat kepercayaan 99% (p-value 0,005) dan harga pupuk pada dserajat kepercayaan 95% dengan p-value 0,019 , sedangkan harga bibit dengan p-value 0,914 dan harga pestisida dengan p-value 0,420 kedua input variabel tersebut pada derajat kepercayaan 90% tidak nyata mempengaruhi keuntungan usahatani namun mempunyai hubungan negatif. Hal ini mungkin dikarenakan bibit tembakau merupakan input variabel yang paling murah juga penggunaan bibit yang tidak selektif sehingga mutu bibit kurang baik sedangkan penggunaan pestisida tidak efektif artinya ada atau tidak ada hama penyakit petani tetap menggunakan pestisida sehingga hal ini merupakan pemborosan yang akan meningkatkan biaya produksi Pada biaya peralatan dengan p-value 0,442 pada derajat kepercayaan 90% tidak berpengaruh nyata terhadap keuntungan karena kontribusi biaya peralatan usahatan umumnya rendah sedangkan luas lahan garapan berpengaruh nyata pada derajat kepercayaan 99% (p-value = 0,000) hal ini
dikarenakan dengan luas lahan yang semakin besar produksi tembakau akan meningkat pula sehingga total penerimaan petani akan lebih besar. Hal yang demikian menunjukkan makna bahwa pada kondisi aktual (Model II) adalah sebagai berikut : (1) kenaikan tingkat upah tenaga kerja sebesar 10% akan mengakibatkan penurunan keuntungan sebesar 3,78% ; (2) kenaikan harga bibit sebesar 10% akan mengakibatkan penurunan keuntungan sebesar 0,03 % ; (3) kenaikan harga pupuk sebesar 10% akan mengakibatkan penurunan keuntungan sebesar 3,14% ; (4) kenaikan harga pestisida sebesar 10% akan mengakibatkan penurunan keuntungan sebesar 0,35%. Parameter input tetap nilai peralatan dan luas lahan tembakau bertanda positif artinya semakin besar input tetap semakin besar pula keuntungan. Nilai parameter peralatan tidak signifikan hal ini dikarenakan jumlah peralatan yang dipergunakan tidak menjamin keuntungan yang diperoleh, sedangkan nilai parameter luas lahan signifikan pada derajad kepercayaan 99%. Pada kondisi optimal ( Model III) dimana keuntungan maksimum tercapai, pengaruh harga-harga input variabel dan jumlah input tetap signifikan kecuali nilai peralatan yang dipergunakan karena perbedaan nilai peralatan sangat kecil untuk berbagai skala produksi dan kontribusi nilai peralatan tersebut terhadap seluruh biaya yang diperlukan hanya kecil sebesar 8,3%. 5.2. Fungsi Permintaan Input ( Factor Share ) dan Fungsi Penawaran Output.
Fungsi permintaan input atau disebut juga factor share didefinisikan sebagai sumbangan (kontribusi) suatu input variabel terhadap keuntungan. Secara matematis fungsi permintaan input tersebut dapat ditulis sebagai berikut :
- Wi* . Xi / πa
=
α1*” +ei
I = 1,2 ….4
α i*”
Xi = ------------ . π a Wi* Dimana : Wi* = harga input variabel ke – i Xi = jumlah input variabel ke – i yang digunakan π a = keuntungan UOP actual jangka pendek α1*” = parameter permintaan input variabel ei = faktor kesalahan Hasil pendugaan fungsi permintaan input variabel pada usahatani tembakau dapat dilihat pada Tabel 5.2. dibawah ini . Tabel 5.2 Pendugaan Fungsi Factor Share Input Variabel Pada Usahatani Tembakau Di Kecamatan Gemuh, Tahun 2004 Variabel
Parameter
Upah
α1*”
Bibit
α2*”
Pupuk
α3*”
Pestisida
α4*” 5
∑α
i
*”
I - 0,2998 a) (0,000) - 0,4810 a) (0,000) - 0,4474 a) (0,000) - 0,5034 a) (0,000) -1,7316
Koefisien Regresi II - 0,3877 a) (0,000) - 0,5063 a) (0,000) - 0,5122 a) (0,000) - 0,5100 a) (0,000) -1,9162
III - 0,3278 a) (0,000) - 0,4489 a) (0,000) - 0,4655 a) (0,000) - 0,4240 a) (0,000) -1,6662
i=1
Keterangan : Angka dalam Tabel 5.10 dirangkum dari lampiran 6 halaman 168 , 173 , 178 Dari tabel 5.10 dapat diketahui bahwa pada kondisi aktual (Model II) factor share seluruh input variabel terhadap keuntungan sebesar 191,62%. Hubungan antara tingkat keuntungan usahatani tembakau ( π a ) dan permintaan masing-masing input variabel (Xi)
dapat diduga apabila nilai α1*” (parameter permintaan input variabel) dan W* (harga masing-masing input variabel yang dinormalkan dengan harga output) diketahui. Parameter permintaan input variabel telah diketahui (lihat tabel 5.10) dan untuk nilai Wi* dicari dengan menggunakan pendekatan nilai rata-ratanya. Pendekatan nilai Wi* sebagaimana disajikan pada tabel 5.3 berikut ini.
Tabel 5.3 Rata-Rata HargaInput Variabel, Rata-Rata Harga Output dan Perbandingan Harga Input dengan Harga Output (Wi*)
No 1 2 3 4
Input Variabel
Harga Input
Tenaga Kerja Bibit Pupuk Pestisida
16.057,48 10,17 1.244,56 90.988,10
Harga Output
Wi*
14.078,07 14.078,07 14.078,07 14.078,07
1,1406 0,0007 0,0884 6,4631
Sumber : Data primer diolah, juli 2005 Selanjutnya persamaan fungsi permintaan input variabel pada model II menjadi sebagai berikut : Permintaan tenaga kerja
(X1)
= 0,3399 πa
Permintaan Bibit
(X2)
= 72,328 πa
Permintaan Pupuk
(X3)
= 5,7941 πa
Permintaan Pestisida
(X4)
= 0,0789 πa
Berdasarkan pada empat persamaan input variabel tersebut, maka dapat diketahui bahwa kenaikan keuntungan usahatani tembakau 10% akan menyebabkan kenaikan terhadap permintaan input variabel tenaga kerja sebesar 3,39%, kenaikan permintaan bibit sebesar 723,2% , kenaikan permintaan pupuk sebesar 57,94% dan kenaikan permintaan pestisida sebesar 0,78%. Keadaan tersebut dapat diartikan bahwa permintaan
input tenagakerja dan pestisida inelastis terhadap keuntungan, sedangkan permintaan input bibit dan pupuk elastis terhadap keuntungan. Sebagai pembanding dari penelitian Nurhayati (2003) menyatakan bahwa pada usaha gula kelapa permintaan tenagakerja inelastis terhadap keuntungan dan kemungkinan disebabkan tenagakerja yang digunakan pada umumnya tenagakerja keluarga sehingga kurang tanggap terhadap perubahan keuntungan. Selanjutnya fungsi penawaran output seperti halnya fungsi permintaan input, dapat diperoleh dari penurunan fungsi keuntungan. Adapun rumus matematis fungsi penawaran output adalah : 4
Ys* = ( 1 -
∑ αi*" ) π a i =1
4
Besarnya
∑ αi*" sudah diketahui sebagaimana tercantum dalam tabel 5.10 yaitu i =1
sebesar – 1,9162, dengan menstubtitusikan nilai tersebut kedalam rumus matematis diatas maka fungsi penawaran output menjadi sebagai berikut : Ys* = 2,9162 π a Berdasarkan fungsi penawaran output diatas dapat disimpulkan bahwa apabila terjadi kenaikan keuntungan usahatani tembakau serbesar 10% maka jumlah tembakau yang ditawarkan akan mengalami kenaikan sebesar 29,16%. Hasil ini didukung oleh data empiris yang menunjukan bahwa besarnya keuntungan terutama ditentukan oleh harga tembakau yang diterima oleh produsen. Dengan meningkatnya harga tembakau juga meningkatkan keuntungan maka hal ini akan meningkatkan motivasi produsen untuk memaksimalkan jumlah produksi tembakau. .5.3. Pengujian Keuntungan Maksimum Jangka Pendek. Sebagaimana telah dketengahkan dalam Bab II, bahwa banyaknya input yang diminta produsen tergantung besarnya output yang direncanakan untuk diproduksi.
Besarnya output yang diproduksi tergantung perhitungan mengenai tingkat output mana yang menghasilkan keuntungan maksimum. Berdasarkan teori tersebut, maka tidak mengherankan jika keuntungan maksimum menjadi tujuan utama bagi setiap pengusaha atau produsen, termasuk petani tembakau sebagai produsen didaerah penelitian. Sesuai dengan tujuan penelitian yang pertama sekaligus menguji hipotesis pertama yang menyatakan alokasi penggunaan faktor-faktor produksi belum optimal seluruhnya dan keuntungan maksimum belum tercapai. Maka pengujian keuntungan maksimum jangka pendek ini bertujuan untuk mengetahui apakah usahatani tembakau yang ada didaerah penelitian telah mencapai keuntungan maksimum atau belum. Pengujian dilakukan dua cara yaitu pengujian serentak terhadap semua input variabel dan pengujian parsial terhadap masing-masing input variabel. Hasil pengujian disajikan pada tabel .5.4 berikut ini : Tabel 5.4 Pengujian Keuntungan Maksimum Jangka Pendek Pada Usahatani Tembakau di Kecamatan Gemuh, 2004 Hipotesis nol
Hipotesis alternatif
α i*= α i*”
α i*≠ α i*”
Pengujian
F. Hitung
F-Tabel 0,01 0,05
171,91
3,48
2,45
0,003
6,85
3,92
α 1*= α 2*” α 1*≠ α 2*”
Keuntungan Maksimum Serentak Alokasi optimum tenaga kerja
α 2*= α 2*” α 2*≠ α 2*”
Alokasi optimum bibit
170,16
6,85
3,92
α 3*= α 3*” α 3*≠ α 3*”
Alokasi optimum pupuk
2,288
6,85
3,92
α 4*= α 4*” α 4*≠ α 4*”
Alokasi optimum pestisida
509,28
6,85
3,92
Keputusan Tolak Ho (P: 0,0000) Terima Ho (P: 0,9557) Tolak Ho (P: 0,0000) Terima Ho (P: 0,1310) Tolak Ho (P: 0,0000)
Keterangan : Angka dalam ( ) adalah P.Value Angka-angka dalam tabel 5.4 dirangkum dari lampiran 6, halaman 174 – 175. Tabel 5.4 dapat diketahui bahwa pengujian serentak keuntungan maksimum menunjukan hipotesis nol menyatakan α i* = α i*” ( i= 1.2…4 ) ditolak pada derajat kesalahan α = 0,01 (P.Value 0,0000) yang artinya bahwa usahatani tembakau rakyat
didaerah penelitian tidak dapat mencapai keuntungan maksimum. Dengan kata lain secara keseluruhan alokasi input-input varabel belum dapat mencapai optimal. Dari hasil pengujian parsial tampak bahwa dari masing-masing input variabel bibit dan pestisida , hipotesis nol ditolak pada derajat kesalahan α = 0,01, yang artinya alokasi penggunaan bibit dan pestisida tidak ada yang optimal. Sesuai dengan yang diuraikan pada BAB III pada pengujian keuntungan maksimum dinyatakan jika ada salah satu Ho yang ditolak maka usahatani tembakau tidak dapat mencapai keuntungan maksimum jangka pendek. Hal demikian dihadapkan fenomena penggunaan bibit pada daerah penelitian cenderung bibit asalan kurang bermutu sedangkan penggunaaan pestisida kurang efektif mengingat
perilaku
petani
tembakau
dalam
penggunaan
pestisida
tidak
mempertimbangkan ada atau tidak adanya hama penyakit. Olehkarena itu dengan pembinaan teknis penggunaan mutu dan jumlah bibit yang sesuai dengan standard teknis serta penggunaan pestisida yang efektif maka proses produksi yang diharapkan akan bekerja pada kondisi rasional ( decreasing return to scale). Hal demikian menunjukkan bahwa biaya marginal (Marginal Cost/MC) dari masing-masing input variabel tersebut belum sama dengan penerimaan marginalnya (Marginal Revenue/MR) sehingga keuntungan maksimal tidak dapat tercapai. Sedangkan pengujian alokasi input variabel tenaga kerja dan pupuk, hipotesis diterima pada derajat kesalahan α = 0,01 yang artinya alokasi penggunaan input variabel tenagakerja dan pupuk telah mencapai optimum. Keadaan tidak tercapainya keuntungan maksimum jangka pendek pada usahatani tembakau, terjadi pula pada hasil-hasil penelitian terdahulu yaitu Sisno (2001) pada usahatani tembakau di Temanggung, Dewi Kusuma Wardani (2003) uasahtani tembakau
lahan sawah di Kabupaten Temanggung, Waridin (1992) pada usahatani padi di Kabupaten Pemalang, Endang Sudaryati (2004) pada usahatani Kopi di Kabupaten Temanggung. Namun demikian pada uji parsial (optimalisasi penggunaan input ) pada penelitian-penelitian terdahulu tersebut diatas terdapat satu atau beberapa input yang penggunaanya sudah optimal. Ketidakmampuan petani tembakau menyamakan MC dengan MR disebabkan oleh : (1) Usahtani tembakau membutuhkan input tenaga kerja yang banyak dalam hari kerja yang panjang. (2) petani tembakau menerima harga input pupuk dan pestisida dengan harga yang cukup tinggi dari produsen input. (3) Harga tembakau rajangan yang diterima petani dari pedagang perantara lebih rendah dari harga yang ditetapkan oleh pabrik. 5.4. Pengujian Kondisi Skala Usaha.
Telah dikemukakan dalam Bab II bahwa skala usaha (returns to scale) menggambarkan respons dari suatu output terhadap perubahan proporsional dari input. Dalam kasus fungsi keuntungan Cobb-Douglas, Lau (1972) menyatakan bahwa kondisi skala ekonomi usaha dapat diketahui dengan menguji berapa nilai
4
∑ β j. Jika nilainya j =1
=1 maka usaha pada kondisi constant returns to scale. Jika nilainya < 1 decreasing
returns to scale dan jika nilainya > 1 increasing return to scale .Pengujian terhadap skala ekonomi usaha produksi tembakau dilakukan dengan menguji apakah
4
∑β
j = 1 (CRTS)
j =1
atau
4
∑ β j ≠ 1 (bukan CRTS). Jika j =1
4
∑ β j≠ 1 apakah nilainya < 1 (DRTS) atau > 1 j =1
(IRTS). Hasil pengujian kondisi skala usaha dapat dilihat pada tabel 5.5 berikut ini.
Tabel 5.5 Kondisi Pendugaan Parameter Pengujian Tingkat Skala Usaha Pada Usahatani Tembakau di Kecamatan Gemuh, 2004 Nilai dugaan
Hipotesis
1,0297
Ho: β 1* + β 2*=1 Ha: β 1* + β 2*≠1
F. Tabel
F-Hitung
9,8241
Keputusan
0,01
0,05
6,85
3,92
Tolak Ho (0,0018)
Hasil pengujian skala usaha sebagaimana tampak pada tabel 5.13 menunjukan bahwa nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel
pada derajat kepercayaan 99% (α =
0,01) dengan p-value 0,0018 sehingga hipotesis nol ditolak, berarti skala usaha pada usahatani tembakau di Kecamatan Gemuh tidak berada pada kondisi constant returns to
scale. Dilihat dari nilai dugaan
4
∑
β j* =1,0297 menunjukan bahwa kondisi skala
j=1
usaha produksi pada usahatani tembakau rakyat rata-rata berada keadaan increasing
return to scale (IRTS). Keadaan ini dapat terjadi mengingat kualitas tenagakerja maupun mutu dari sarana produksi seperti penggunaan bibit tembakau asalan , pestisida yang tidak efektif cara pemupukan yang kurang tepat. Hal ini menunjukkan bahwa apabila seluruh input diubah satu unit , menyebabkan perubahan tingkat keuntungan lebih dari 1 unit. Dalam hal ini misalnya input variabel dinaikan kualitasnya sebesar 10%, maka keuntungan usaha akan meningkat 10,29%. Sebagai pembanding hasil penelitian Waridin (1992) usahatani padi sawah pada kelompok penyewa di Kabupaten Pemalang diperoleh
kesimpulan kondisi skala usahatani dengan kenaikan hasil bertambah ( increasing return
to scale). Perhitungan tabel 5.5 dapat dilihat lampiran 6 halaman 175.
5.5. Pengujian Efisiensi Ekonomi Relatif
Teori ekonomi sebagaimana telah diuraikan dalam Bab II menyebutkan bahwa efisiensi ekonomi relative ditentukan oleh efisiensi teknis dan efisiensi harga. Pengujian dalam penelitian ini untuk mengetahui bagaimana perbandingan tingkat efisiensi antara petani kecil ( luas lahan ≥ 5,0 ha) dan petani besar (luaslahan > 5,0 ha). Untuk keperluan tersebut fungsi UOP dan fungsi permintaan input variabel perlu dimodifikasi dengan jalan memasukan variabel dummy ke dalam fungsi tersebut. Modifikasi fungsi keuntungan UOP fungsi permintaan input variabel dapat dilihat masing-masing pada tabel 5.6 berikut ini : Tabel 5.6 Pendugaan Fungsi Keuntungan UOP Usahatani Tembakau di Kecamatan Gemuh Berdasarkan Skala luas lahan, 2004 Variabel
Parameter
Konstanta
A*
DM
δ
LNW1*
α 1*
LNW2*
α 2*
LNW3*
α 3*
LNW4*
α 4*
LNZ1
β1
LNZ2
β2 4
∑
j =1
M
β j*
I 4,3567 a) (0,000) - 0,0365 b) (0,004) - 0,3837 b) (0,047) - 0,0412 (0,170) bb - 0,4751 a) (0,002) - 0,0270 c) (0,096) 0,0608 (0,202) 1,0039 a) (0,000)
Koefisien Regresi II 4,4521 a) (0,000) - 0,3507 a) (0,005) - 0,4831 a) (0,008) - 0,0655 b) (0,029) - 0,4410 a) (0,002) - 0,0289 c) (0,074) 0,4782 (0,313) 1,0155 a) (0,000)
1,0647
1,4937
III 4,9239 a) (0,000) - 0,0337 c) (0,075) - 0,1507 (0,887) 0,0234 (0,452) - 0,0033 (0,827) 0,0070 (0,766) 0,1301 c) (0,074) 0,9307 a) (0,000) 1,0608
R2
0,9956
0,9955
0,9896
Keterangan : Angka dalam tabel 5.6 dirangkum dari lampiran 6 halaman 180, 186 , 190
Tabel 5.7 Pendugaan Fungsi Factor Share Input Variabel Berdasarkan Skala Luas lahanUasahatani Tembakau Di Kecamatan Gemuh,2004 Variabel
Parameter K
Tenaga kerja
Bibit
Pupuk
Pestisida
α 1*”
α 1*”B α 2*”K α 2*”B α 3*”K α 3*”B α 4*”K α 4*”B 4
∑
α 1*”K
∑
α 1*”B
i =1 4 i =1
I 15,034 a) (0,000) 0,0083 (0,437) 16,250 a) (0,000) 0,0718 c) (0,099) 13,518 a) (0,000) 0,0155 (0,356) 10,996 b) (0,028) 0,0339 (0,686)
Koefisien Regresi II 14,912 a) (0,000) 0,0097 (0,365) 15,922 a) (0,000) 0,0705 (0,105) 13,520 a) (0,000) 0,0183 (0,246) 11,208 b) (0,025) 0,0338 (0,686)
III 14,858 a) (0,000) -0,0015 (0,887) 15,073 a) (0,000) 0,0234 (0,452) 13,195 a) (0,000) -0,0033 (0,827) 10,783 b) (0,023) 0,0070 (0,766)
55,798
55,292
53,909
0,1295
0,1323
0,0256
Keterangan 1. Model 1 : Pendugaan dengan metode OLS Model II : Pendugaan dengan metode Zellner tanpa restriksi α i*= α i*” Model III : Pendugaan dengan metode Zellner dengan restriksi α i*= α i*” 2. Angka dalam ( ) adalah probability value 3. a) : Nyata pada derajat kepercayaan 99% (α = 0,01) b) : Nyata pada derajat kepercayaan 95% (α = 0,05) c) : Nyata pada derajat kepercayaan 90% (α = 0,10) 4. Angka dalam tabel 5.7 dirangkum dari lampiran 6 halaman 181, 186, 191
Pengujian efisiensi ekonomi relatif antara kedua kelompok skala luas lahan usahatani yang ada di daerah penelitian, dilakukan dengan pengujian kesamaan efisiensi ekonomi antar dua kelompok secara serentak. Kemudian sebagai pendukung dirasa perlu untuk menguji efisiensi alokatif (harga) dan efisiensi teknik. Hasil dari pengujian dimaksud dapat dilihat pada tabel 5.8 berikut ini . Tabel 5.8 Hasil Pengujian Efisiensi Ekonomi Relatif Berdasarkan Skala Lahan Usahatani Di Kecamatan Gemuh, 2004 No
Hipotesis
1
Ho : δ B = 0 Ha : δ B ≠ 0
2
Ho : δ*” B = 0 Ha : δ*” B ≠ 0
3
Ho : δ B = 0 Ha : δ B ≠ 0
Uji Untuk Kesamaan efisiensi ekonomi antara petani kecil dan petani besar Kesamaan efisiensi harga antara petani kecil dan petani besar Kesamaan efisiensi teknik antara petani kecil dan petani besar
F.Hit
0,01
F.Tabel 0,05 0,10
Keputusan
8,178
6,85
3,92
2,75
Tolak Ho (P-Value = 0,004)
0,937
3,48
2,45
1,99
Terima Ho (P-Value = 0,441)
3,241
6,85
3,92
2,75
Terima Ho(α=0,05) Tolak Ho (α=0,10) (P-Value= 0,072)
Keterangan : 1. Uji kesamaan Efisiensi teknik (no.3) berdasarkan model III, lainnya ( no.1dan 2 ) berdasarkan model II 2. Angka-angka dalam tabel 5.8, dirangkum dari lampiran 6 halaman 187,192 Berdasarkan hasil uji kesamaan efisiensi ekonomi antara petani kecil dan petani besar ditolak pada derajat kepercayaan 99% dengan p-value 0,004, akan tetapi uji tersebut tersebut tidak didukung oleh hasil uji kesamaan efisiensi harga yang menerima Ho pada derajat kepercayaan 90% dengan p-value 0,441 artinya alokasi penggunaan faktor-faktor produksi antara petani kecil dan petani besar tidak berbeda hal ini karena harga faktor –faktor produksi di daerah penelitian dimungkinkan homogen. Dan pada uji kesamaan teknik, uji – uji tersebut diterima pada derajat kepercayaan 99%, hasil uji ini menunjukkan bahwa penggunaan kualitas/mutu dari pemakaian input seperti, pupuk, pestisida maupun penerapan teknologi dalam usahatani tembakau antara petani kecil dan
petani besar cenderung sama. Tidak adanya perbedaan nyata dalam penerapan teknologi hal ini dapat diketahui dari teknis budidaya tembakau antara petani kecil dan petani besar. Perbandingan tingkat efisiensi ekonomi antara petani kecil dan petani besar dapat diketahui dengan melihat besarnya koefisien atau parameter dari variabel dummy. Dimana kalau koefisien dari variabel dummy tersebut nyata , berarti ada perbedaan efisiensi antara petani kecil dan petani besar . Dari pendugaan fungsi keuntungan UOP yang dimodifikasi dengan variabel dummy (Tabel 5.14) dapat diketahui efisiensi ekonomi relatif atau petani mana yang mempunyai efisiensi ekonomi paling tinggi. Dalam model II Tabel 5.6 diketahui besarnya parameter variabel dummy untuk petani besar ( δ M) yaitu – 0,3507 sehingga dummy untuk petani besar bertanda negatif dan nyata terhadap keuntungan usahatani, yang mempunyai makna bahwa efisiensi petani besar berbeda lebih kecil dibandingkan petani kecil atau dengan kata lain usahatani tembakau rakyat pada petani kecil lebih efisien dibanding dengan petani besar. Hal ini dapat dimengerti karena penggunaan sarana produksi per hektar (tabel 4.9) sebagai input variabel pada “petani kecil” lebih sedikit dibanding petani besar, sedangkan nilai produksi per hektar (tabel 4.11) pada “petani kecil” lebih besar dibanding dengan “petani besar” karena harga per kg tembakau lebih baik yang menggambarkan mutu produksi petani kecil juga lebih baik dari pada petani besar. Penelitian ini ada kesuaian dengan yang dilakukan Sisno (2001) bahwa usahatani tembakau di Kabupaten Temanggung menunjukan pada petani kecil dengan luas garapan ≤ 1 hektar mencapai efisiensi ekonomi yang lebih baik dibanding dengan petani besar dengan luas lahan garapan > 1 herktar. Hal ini ditunjukan oleh koefisien variabel dummy
yang bertanda negatif serta rate of return masing-masung input pada petani kecil yang lebih tinggi dibanding petani besar.
BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan
1. Hasil pendugaan fungsi keuntungan UOP usahatani tembakau menunjukan bahwa dari ketiga model koefisien semua input variabel (upah tenaga kerja , harga bibit, harga pupuk dan harga pestisida) mempunyai hubungan negatif terhadap keuntungan sehungga kenaikan harga input variabel akan menurunkan keuntungan sedangkan input tetap (luas lahan dan peralatan) mempunyai hubungan positif terhadap keuntungan yang berarti kenaikan input tetap akan menaikan keuntungan . 2. Hasil penelitian empiris ini menunjukan bahwa usahatani tembakau di kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal belum memberikan tingkat keuntungan yang maksimum kepada produsen. Namun jika dilihat dari penggunaan input variabel menunjukan bahwa bibit dan pestisida yang belum optimal sedangkan pengalokasian input variabel tenagakerja dan pupuk telah mencapai optimal. 3. Hasil analisa menunujukan bahwa input variabel berupa upah tenaga kerja, dan pupuk mempunyai pengaruh negatif yang nyata terhadap keuntungan aktual usahatani tembakau (model II). Sedangkan harga bibit dan harga pestisida mempunyai pengaruh negatif yang tidak nyata tehadap keuntungan usahatani
tembakau. Dari semua harga input variabel yang digunakan dalam usahatani tembakau, upah tenaga kerja mempunyai pengaruh yang paling besar, berikutnya secara berurutan adalah pupuk, pestisida dan bibit. 4. Hasil pendugaan skala usaha menunjukan bahwa kondisi skala usaha dalam usahatani tembakau rakyat didaerah penelitian secara rata – rata berada dalam keadaan increasing returns to scale (kenaikan hasil semakin bertambah). Apabila input dinaikan satu unit, menyebabkan kenaikan keuntungan lebih dari satu unit. Hal ini masih memungkinkan adanya peningkatan produksi tembakau didaerah penelitian melalui perluasan usaha serta perbaikan teknik produksi usahatani yang dilakukan tanpa perubahan teknologi dan manajemen usaha. 5. Dari hasil analisis efisiensi ekonomi relatif antara kedua kelompok berdasarkan skala luas lahan garapan yaitu skala luas lahan dibawah 0,5 ha (petani kecil) dan skala usaha luas lahan lebih dari diatas 0,5 ha dapat dibuktikan terdapat perbedaan tingkat efisiensi dimana petani kecil lebih efisien dibandingkan petani besar . 6.
Dari hasil penurunan fungsi permintaan input dan fungsi penawaran output, dapat diketahui bahwa permintaan input –input variabel yang digunakan dalam usahatani tembakau menunjukan permintaan bibit dan pupuk elastis terhadap perubahan keuntungan sedangkan permintaan tenaga kerja dan pestisida inelastis terhadap perubahan keuntungan. Adapun penawaran produksi tembakau elastis terhadap perubahan keuntungan usaha, dimana kenaikan keuntungan 10 persen akan mengakibatkan peningkatan penawaran produksi tembakau 29,16 persen.
6.2. Implikasi Kebijakan
1. Mengingat tingkat keuntungan yang tercapai produsen tidak saja ditentukan oleh besar kecilnya produksi melainkan juga oleh harga – harga input dan output maka ketika musim tanam tembakau telah tiba maka pemerintah mengambil peran dalam pengendalian kelancaran distribusi sarana produksi khususnya ketersediaan pupuk dan kestabilan harga input lainnya. 2. Dikaitkan dengan kondisi return to scale, hasil studi ini menunjukan bahwa usahatani tembakau rakyat didaerah penelitian berada pada kondisi increasing
return to scale (kenaikan hasil yang meningkat). Oleh karena itu pemerintah melalui institusi dinas-dinas terkait lebih intensif melakukan pembinaan tehnis terhadap petani tembakau khususnya penyuluhan pertanian mengenai anjuran penggunaan faktor produksi yang lebih optimal, sehingga mencapai kondisi “ decreasing returns to scale” ( kenaikan hasil yang berkurang).
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1996. Pupuk Superphosphate – 36 (SP-36) PT. Petrokimia Gresik , Prosiding Pertemuan Nasional Tembakau Voor Oogst , Surabaya Oktober 1995 , hal 115118. Adiningsih. S .1999. Ekonomi Mikro , Edisi Pertama , BPFE , Yogyakarta Anonim. 1999. Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Tengah , Nomor 16 Tahun 1999 tentang Pokok – Pokok Reformasi Pembangunan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah. Anonim .2002. Undang Undang No. 25 Tahun. 2000 . Program Pembangunan Nasional , Tahun 2000-2004. Sinar Grafika. Jakarta Aziz, N. 2003 . Pengantar Mikro Ekonomi, Aplikasi dan manajemen, Bayumedia Publishing, Malang Boediono.1992. Ekonomi Mikro : Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No.1. Yogyakarta , BPFE. Djajadi .1999. Prospek Pupuk organik dan Hayati (Biofertilizer) Dalam Budidaya Tembakau , Prosiding Semiloka Teknologi Tembakau, Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat, Malang. Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Tengah. 2002. Statistik Perkebunan Jawa Tengah. Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Tengah. 2002. Perencanaan Kebutuhan Tembakau di Jawa Tengah , Ungaran. Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Kendal. 2002. Staitistik Perkebunan dan Kehutanan. Gujarati, D. 2003. Basic Econometrics, Fourth Edition , International Edition Singapore, Mc Graw-Hill Han.G, Kalirajan.K, Singh.N. 2002 . Productivity and economic growth in East Asia : innovation, efficiency and accumulation, Japan and the WORLD ECONOMY, elsevier , 14(2002) 401-424. Isdijoso.S, at all 1992. Pengaruh Sumber Pupuk N Terhadap Produksi dan Mutu Tembakau Temanggung di Pujon, Malang, Penelitian tanaman Tembakau Dan Serat , Balai Penelitian Tembakau Dan Tanaman Serat, Malang. Kuncoro . M . 2003. Metoda Riset untuk Bisnis & Ekonomi , Bagaimana Meneliti & Menulis Tesis, Peneribit Erlangga, Jakarta.
Lipsey. R.G. dkk, 1995, Pengantar Mikro Ekonomi Jilid I , Edisi 10, alih bahasa Wasana, A.J, Binarupa Aksara, Jakarta. Murdiyati dan Djajadi .2000. Hara dan Pemupukan Tembakau Temanggung, , Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat , Malang Nicholson. W , 1995, Teori Mikro Ekonomi, Prinsip Dasar dan Perluasan, Alih Bahasa : Daniel Wirajaya, Edisi ke 5, Binarupa Aksara, Jakarta. Nazir.M .1999, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia Nurhayati, 2003. Analisis Skala Usaha Dan Efisiensi Ekonomi Relatip Pada Industri Gula Kelapa di Kabupaten Purbalingga, Tesis , MIESP UNDIP. Nasution, S. 2004. Metode Research ( Penelitian Ilmiah ) , Cetakan ketujuh , PT.Bumi Aksara , Jakarta . hal 101-102. Prabowo.D. 1993, Memilih Usaha dan Tehnik Analisis Investasi Untuk Usaha Pertanian/Agribisnis, Seri Manajemen Usaha Tani, ISBN 979-539-022-8, Aditya Media, Yogyakarta. Rahman.A dan Purlani.E .2000. Budidaya Tembakau Temanggung , Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat , Malang Suryantoro.A. 1991 Efisiensi Penggunaan Lahan Tebu di Ngawi Jawa Timur, Tesis S2, Program Pasca Sarjana UGM, Agro Ekonomika, No .2. Oktober 1992, ISSN 0126-1525 Sudarsono .1995. Pengantar Ekonomi Mikro, LP3ES, Jakarta Salim.A . at.al 1999. Resistensi Spodoptera Litura F Dan Myzus persicae (Sulz) Terhadap Insektisida Kimia Pada Tembakau Besuki Na Oogst. Prosiding Semiloka Teknologi Tembakau, Balai Penelitian Tembakau Dan Tanaman Serat, Malang. Soenardi .1999 . Perlu , Koperasi dalam Usaha Tani Tembakau, Prosiding Semiloka Teknologi Tembakau, Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat , Malang. Supranto. J. 2000, Teknik Sampling , untuk survai & eksperimen, Edisi Baru, Cetakan ke Tiga , Rineka Cipta , Jakarta. Susantun .I . 2000, Fungsi Keuntungan Cobb-Douglas Dalam Pendugaan Efisiensi Ekonomi Relatif, Jurnal Ekonomi Pembangunan , Vol 5, No. 2. Sisno . (2001). Efisiensi Relatif Usaha Tani Tembakau Berdasarkan perbedaan luas lahan Garapan, Tesis , Program Pasca Sarjana UGM Yogyakarta.
Soekartawi .2002. Teori Ekonomi Produksi , Dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Cobb-Douglas, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta . Suprihono.B (2003), Analisis Efisiensi Usahatani Padi Pada Lahan Sawah Di Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Demak, Tesis , MIESP UNDIP. Sekaran .U. (2000), Research Methode for Business ; Skill Wilding Aproach, Edition III, John Willy and Sun, New York. Sudaryati .E. 2004. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Kopi Rakyat di Kabupaten Temanggung . . Tesis , MIESP UNDIP. Suryawati, Teori Ekonomi Mikro , Edisi Pertama, ISBN : 979-8170-72-X, UPP AMP YKPN Yogyakarta. Susilowati.I, Suprihono.B. 2004. Analisis Efisiensi Usaha Tani Padi Pada Lahan Sempit (<0,5 Ha) Dengan Irigasi Tadah Hujan (Studi Kasus di Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Demak). Jurnal Ekonomi dan Bisnis EKOBIS , Vol . 5, No. 1a, April 2004, ISSN : 1411-2280, Akreditasi No.34/DIKTI/Kep/2003. Taufik.B. 2002. Mikroekonomi Untuk Kebijakan Publik , Pustaka Petronomika , Jakarta. Tzouvelekas,V, Pantzios, C.J dan Fotopoulus, C (2001), Technical Efficiency of alternative farming system the case of Greek Organic and conventional alivegrowing farms, Food Police p. 549-569. Waridin, 1992, Analisis Keuntungan dan Efisiensi Ekonomi Relatif Usaha Tani Padi menurut Status Penguasaan Lahan sawah, Studi di daerah Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, Tesis Universitas Pejajaran, Bandung. Wardani. D.K. 2003. Efisiensi Ekonomi Relatif dan Analisis Pendapatan Usaha Tani Tembakau Berdasarkan Sistem Penguasaan Lahan Sawah di Kabupaten Temanggung, Tesis , MIESP UNDIP. Yotopoulus, Pan A dan Jeffrey B. Nugent, 1976, Economic of development, Empirical Investigations, Harper dan Row Publisher Zen, L.W, NMR Abdullah dan TS Yew, 2002, Technical Efficiency of The Driftnet and Payang Scine (Lampara) Fisheries in West Sumatra, Indonesia, Asian Fisheries Scienes, Asian Fisheries Society, 15 , Manila , Philippines. hlm 97 - 106