TESIS
KOMPUTASI PARAMETER INTERNAL SEL SURYA ORGANIK DAN PENENTUAN POLA KETERKAITANNYA TERHADAP INTENSITAS MENGGUNAKAN METODE LANBV
COMPUTATION OF ORGANIC SOLAR CELL INTERNAL PARAMETER AND DETERMINATION OF THEIR RELATION TO INTENSITY USING LANBV METHOD
Sholihun 08/277174/PPA/02753
JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2009
TESIS
KOMPUTASI PARAMETER INTERNAL SEL SURYA ORGANIK DAN PENENTUAN POLA KETERKAITANNYA TERHADAP INTENSITAS MENGGUNAKAN METODE LANBV
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh derajat Master of Science pada Jurusan Fisika
Sholihun 08/277174/PPA/02753
JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2009
THESIS
COMPUTATION OF ORGANIC SOLAR CELL INTERNAL PARAMETER AND DETERMINATION OF THEIR RELATION TO INTENSITY USING LANBV METHOD
In partial fulfillment of the requirements for the degree of Master of Science at Physics Department
Sholihun 08/277174/PPA/02753
PHYSICS DEPARTMENT FACULTY OF MATHEMATICS AND NATURAL SCIENCE GADJAH MADA UNIVERSITY YOGYAKARTA 2009
KARYA SEDERHANA INI PENULIS PERSEMBAHKAN UNTUK BAPAK - IBU TERCINTA RASDI - PARINGSIH
SEKAPUR SIRIH اﻧﻲ ﻓﻲ ﺷﻚ ﺷﺪﻳﺪ (Sungguh diri ini dalam kebimbangan)
آﻨﺠﻢ ﻟﻴﺲ ﻗﺮﺑﻪ ﻓﻲ اﻟﻠﻴﻞ# ﻟﻢ أر ﻏﻴﺮ زهﺮة ﻓﻲ اﻟﺠﻤﻞ ﻃﻴﺮ وﻻ ﻓﻲ ﻗﻠﺒﻲ اﻻ ﺻﺎﺣﺒﻪ# ﻃﻮل زﻣﺎن اﻧﺘﻈﺮ ﻓﻲ اﻟﻤﺤﺒﻪ ﻳﺠﺮي ﻋﻠﻴﻪ ﻃﺎﻋﺔ ﻓﻲ اﻻﻣﺮ# ﻋﻠﻲ ﺣﺐ ﺷﺪﻳﺪ آﺎﻟﻘﻤﺮ آﺜﻴﺮا آﺎﻧﺖ و آﺒﻴﺮا آﺎﻟﺠﺒﻞ# اﺳﺘﻐﻔﺮ اﷲ ذﻧﻮﺑﻲ ﻓﻲ اﻟﻌﻤﻞ ( ) ﺻﺎﻟﺤﻮن
آﻞ ﺷﻲء ﻣﻌﻘﻮل ان ﻧﻈﺮت ﻏﻴﺮﻩ ﻓﻠﻚ ﺟﺎهﻞ ﻓﻴﻪ ( ) ﺻﺎﻟﺤﻮن Segala sesuatu yang ada di alam ini adalah logis. Jika kamu melihat selainnya (ketidaklogisan bahkan kemustahilan) maka bagimu tiada pengetahuan tentangnya (Sholihun)
وﻟﻜﻦ اﻟﺠﺎهﻞ ﻣﻦ ﻳﻘﻮل اﺧﺎﻩ ﺟﺎهﻼ...ﻟﻴﺲ اﻟﺠﺎهﻞ ﻣﻦ ﻻ ﻳﻌﺮف اﻟﻌﻠﻢ اﻟﻤﺨﺼﻮص ﺑﺴﺒﺐ ﻣﻌﺮﻓﺔ ﻣﺎ ﻟﻢ ﻳﻌﻠﻢ اﺧﻮﻩ ( ) ﺻﺎﻟﺤﻮن Orang yang bodoh bukanlah orang yang tidak tahu tentang ilmu tertentu… Akan tetapi orang yang bodoh adalah orang yang menganggap orang lain bodoh hanya karena melihat sesuatu yang tidak diketahuinya (orang lain). (Sholihun)
وﻓﻀﻞ وﻋﻨﻮان ﻟﻜﻞ ﻣﺤﺎﻣﺪ# ﺗﻌﻠﻢ ﻓﺎن اﻟﻌﻠﻢ زﻳﻦ ﻷهﻠﻪ ( ) اﻟﺸﻌﺮ Belajarlah, karena sesungguhnya ilmu adalah perhiasan bagi shahibnya (orang yang mempunyai ilmu tersebut)
# Dan ilmu tersebut sebagai fadlilah (keutamaan) dan
juga sebagai tanda-tanda bagi orang-orang yang terpuji (orang mulia). (Syair)
ان أﺣﺪا ﻟﻢ ﻳﻮﻟﺪ ﻋﺎﻟﻤﺎ وان اﻟﻌﻠﻢ ﺑﺎﻟﺘﻌﻠﻢ ()ﻋﺒﺪ اﷲ اﺑﻦ ﻣﺴﻌﻮد Tiada seorangpun di dunia ini dilahirkan dalam keadaan pandai…. Dan sesungguhnya ilmu hanya dapat diperoleh dengan belajar. (‘Abdullah bin Mas’ud)
وﻟﻜﻦ اﻟﻔﺘﻰ ﻣﻦ ﻳﻘﻮل هﺎ أﻧﺎ ذا# ﻟﻴﺲ اﻟﻔﺘﻰ ﻣﻦ ﻳﻘﻮل آﺎن أﺑﻲ ( ) ﻣﺤﻔﻮﺿﺎت Bukanlah seorang pemuda / pemudi adalah seseorang yang berkata ”inilah Bapak saya” (mengandalkan orang tua)
#
Akan tetapi seorang pemuda / pemudi adalah
seseorang yang berkata ”inilah saya” (optimis dan percaya bahwa dengan apa yang dimilikinya dia akan mampu untuk mewujudkan cita-citanya). (Mahfudhat)
اﻧﻈﺮ ﻣﺎ ﻗﺎل وﻻﺗﻨﻈﺮ ﻣﻦ ﻗﺎل Lihatlah apa yang dikatakan, janganlah melihat siapa yang mengatakan. (‘Ali bin Abi Tholib)
اﻟﻮﻗﺖ آﺎﻟﺴﻴﻒ اذا ﻟﻢ ﻳﻘﻄﻌﻪ ﻗﻄﻌﻚ ( ) ﻣﺤﻔﻮﺿﺎت Waktu bagaikan pedang, jika kamu tidak mempergunakan sebaik-baiknya, maka akan melukai diri kamu sendiri.
PRAKATA
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, Alladzi Laa Ilaaha Illaa Huwa. Huwal Awwalu wal Akhiru, Dialah Allah yang pertama dan yang terakhir, yang mengatur segala fenomena alam mulai dari awal terciptanya jagad raya sampai hari akhir kelak. Laisa Kamitslihi Syai-un, Dzat yang merajai seluruh alam yang tidak sesuatupun menyerupai-Nya. Khooliqu Kulli Syai-in, Dzat yang telah menciptakan segala sesuatu yang ada di alam semesta ini dengan suatu keteraturan dan Dialah Dzat yang telah menganugerahkan akal dan fikiran kepada manusia sebagai penimbang antara yang haq dan yang bathil dan sebagai bekal dalam mengarungi kehidupan di dunia ini. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Khotmil Anbiya’ wal Mursaliin, Habiibina wa Syafii’ina Rosulillah Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya. Tiada kemustahilan ketika Allah berkehendak akan wujudnya sesuatu. Keanehan, ketidak logisan bahkan kemustahilan muncul karena keterbatasan logika manusia dalam memahami rahasia Allah. Dengan keyakinan tersebut penulis bersyukur kepada Allah SWT, karena dengan idzin-Nya, tesis dengan judul “Komputasi
Parameter
Internal
Sel
Surya
Organik
dan
Penentuan
Pola
Keterkaitannya terhadap Intensitas Menggunakan Metode LANBV” ini dapat terselesaikan. Dalam pengerjaan tesis ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1. Ayah dan Ibu tercinta yang selalu memberikan kepercayaan penuh, dukungan dan doa restu kepada penulis 2. Kakak Riyanto yang telah memberi dukungan, baik material maupun spiritual selama kuliah. Kepada adik Sugiharti dan Sudiro yang menjadi bagian dari semangat penulis dalam berkarya. Tidak lupa kepada paman Supirso yang selalu mendoakan dan memberi dukungan spiritual kepada penulis
3. Bapak Dr. Pekik Nurwantoro dan Dr. Kuwat Triyana atas bimbingan, arahan dan motivasi yang diberikan selama ini 4. Bapak Dr. Jazi Eko Istiyanto selaku Ketua Pengelola S2 Ilmu Fisika 5. Seluruh dosen S2 Ilmu Fisika yang pernah mengajar penulis, atas ilmu yang telah diberikan 6. Timothy Siahaan atas diskusinya selama ini dan kepada Ahmad Kusumaatmaja atas motivasi yang telah diberikan 7. Teman-teman, Adhib Ulil Absor, Budi Soewondo, Isom Hilmi, Muhammad Arifin, Ummi Kaltsum, Agung Wibowo, Nur Yusuf Arif, Kunto Wijoyo, Waliyyudin Anwar dan yang lain yang tidak bisa penulis tulis satu-persatu, atas semangat dan dukungan yang diberikan selama ini. Tidak lupa juga kepada Ita Nurmala Sari atas semangat yang diberikan 8. Kepada teman-teman S2 Ilmu Fisika, Asih Melati, Irna Farikhah, Sri Wahyuni, Vianti, Ade Harnawan, Sri Maeyena, Febriaanita, Ibu Erni dan semuanya yang tidak bisa penulis tulis satu-persatu, khususnya angkatan 2008, terima kasih untuk semangat dan persahabatan selama ini dan semoga persahabatan ini selalu terjaga untuk selamanya.
Semoga dengan tersusunnya tesis ini dapat berguna bagi perkembangan pendidikan dan penelitian, khususnya dalam bidang fisika di Indonesia. Penulis menyadari sebagai suatu karya ilmiah, tesis ini masih kurang sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran dari berbagai pihak akan sangat berharga bagi penulis. Akhirnya, penulis mohon maaf atas kekurangan yang ada dalam tesis ini.
Yogyakarta, 17 Juni 2009
Penulis
DAFTAR ISI
PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL INTISARI ABSTRACT BAB I
BAB II
i ii iii iv vi vii
PENDAHULUAN
1
1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah 1.3 Batasan Masalah 1.4 Tujuan Penelitian 1.5 Manfaat Penelitian 1.7 Sistematika Penulisan
1 2 2 3 3 3
TINJAUAN PUSTAKA
4
BAB III DASAR TEORI 3.1 Semikonduktor 3.2 Struktur Elektronik Semikonduktor Organik 3.3 Prinsip Kerja Sel Surya 3.4 Karakteristik Sel Surya Organik 3.5 Model Rangkaian Setara Sel Surya 3.5a. Model sel surya ideal 3.5b. Model sel surya riil satu dioda 3.6 Mekanisme Konversi Energi Sel Surya Organik BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rangkaian Setara dan Persamaan Matematis yang Terkait 4.2 Pendekatan Profil Linier 4.3 Pencarian Parameter Internal Sel Surya 4.5 Metode Newton Raphson 4.6 Diagram Alir (Flowchart) BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Parameter internal dengan asumsi n konstan 5.2 Parameter internal dengan asumsi n bervariasi terhadap
5 5 6 9 12 16 16 17 21 24 26 27 30 31 33 35 35 37
intensitas 5.3 Pola keterkaitan antara parameter internal dan intensitas penyinaran BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 6.2 Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
41
52 52 52
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1
Material dilihat dari struktur pita energi. a) konduktor, b) Isolator dan d) semikonduktor
6
Gambar 3.2
Struktur elektronik berdasarkan model sumur potensial untuk a) atom hidrogen, b) Molekul poliatomik, c) Bahan organik, d) dan e) penyederhanaan skema struktur elektronik bahan organik (c).Dengan Ig adalah energi ionisasi pada fase gas, Ag : afinitas elektron pada fase gas, I : Energi ionisasi pada zat padat, A : afinitas elektron pada zat padat, Φ : fungsi kerja semikonduktor organik dan Eg : energi gap HOMO-LUMO (Ishii dkk, 1999)
7
Gambar 3.3 Struktur elektronik semikonduktor organik a) tipe-n dan b) tipe-p
9
Gambar3.4
Struktur lapisan tipis Phthalocyanine/Perylene
sel
surya
berbasis
Copper
10
Gambar 3.5
Medan listrik di daerah pengosongan berarah dari kanan ke kiri
11
Gambar 3.6
Arah gerak difusi elektron-hole : difusi dari pembawa muatan mayoritas dan drift dari pembawa muatan minoritas
11
Gambar 3.7
Kurva karakteristik J-V untuk keadaan gelap (G= 0) dan keadaan disinari (G > 0) . Daya maksimum terjadi pada daerah kuadran empat yaitu di sekitar (d) (Riede M. K., 2006).
13
Gambar 3.8
Kurva karakteristik J-V untuk keadaan gelap (G= 0) dan keadaan
14
Gambar 3.9
Rangkaian setara sel surya ideal (Walker, 2002)
16
Gambar 3.10
Rangkaian setara sel surya riil satu dioda
17
Gambar 3.11 Arah arus dan loop Kirchoff
17
Gambar 3.12 Skema mekanisme konversi cahaya matahari (foton) menjadi energi listrik (Peumans dkk., 2003)
21
Gambar 4.1 Skema struktur peranti SSO yang diteliti : ITO ebagai elektroda
24
negatip (katoda) dan Ag senagai elektroda positip (anoda) Gambar 4.2
Model rangkaian setara satu dioda yang digunakan dalam penelitian
26
Gambar 4.3
Grafik karakteristik J –V (rapat arus - tegangan)
29
Gambar 4.4
Profil linier di dekat tegangan dadal dari kurva karakteristik JV
29
Gambar 5.1 Kurva J-V yang diperoleh dari eksperimen dan dari model untuk asumsi n konstan
37
Gambar 5.2
Kurva J-V yang diperoleh dari eksperimen dan dari model untuk asumsi n bervariasi terhadap intensitas
39
Gambar 5.3
Kurva J-V yang diperoleh dari eksperimen dan dari model untuk asumsi n konstan (garis hitam) dan n bervariasi terhadap intensitas (garis merah)
40
Gambar 5.4
Kurva hubungan antara rapat arus foto Jph dan intensitas
42
Gambar 5.5 Kurva hubungan antara rapat arus hubung singkat |Jsc| dan intensitas
43
Gambar 5.6
Kurva hubungan antara Jph dan |Jsc|
43
Gambar 5.7
Rapat arus foto Jph dan rapat arus hubung singkat Jsc dari kurva J-V (Mazhari, 2006)
44
Gambar 5.8 Kurva hubungan antara tegangan rangkaian terbuka Voc dan intensitas
45
Gambar 5.9
46
Kurva hubungan antara hambatan paralel Rp dan intensitas
Gambar 5.10 Kurva hubungan antara hambatan seri Rs dan intensitas
46
Gambar 5.11 Kurva hubungan antara Rp dan Rs terhadap intensitas
47
Gambar 5.12 Kurva hubungan antara arus saturasi Js dioda dan faktor ideal deoda n
48
Gambar 5.13 Kurva simulasi dan eksperimen untuk intensitas 1000 W/m2
50
Gambar 5.14 Kurva simulasi dan eksperimen untuk intensitas 600 W/m2
50
Gambar 5.15 Kurva simulasi dan eksperimen untuk intensitas 240 W/m2
51
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1
Nilai Voc, Jsc, gradien m dan titik potong C untuk n konstan
35
Tabel 5.2
Nilai-nilai parameter internal (n, Js, Jph, Rs dan Rp) unuk n konstan
36
Tabel 5.3
Nilai Voc, Jsc, gradien m dan titik potong C untuk n bervariasi terhadap intensitas
38
Tabel 5.4
Nilai-nilai parameter internal (n, Js, Jph, Rs dan Rp) untuk n bervariasi terhadap intensitas
38
Tabel 5.5
Nilai daya maksimum, Fill Factor (FF) dan efisiensi ( η ) dari sel surya organik yang ditinjau
41
KOMPUTASI PARAMETER INTERNAL SEL SURYA ORGANIK DAN PENENTUAN POLA KETERKAITANNYA TERHADAP INTENSITAS MENGGUNAKAN METODE LANBV
INTISARI
Telah dirancang metode dalam perhitungan parameter internal sel surya organik dengan nama LANBV (Linear Approximation Near Break-down Voltage) (pendekatan linier di dekat tegangan dadal). Parameter internal adalah parameter wakilan dalam pemodelan sel surya yang menampung informasi penting tentang karakteristik peranti yang ditinjau. Parameter yang dimaksud adalah faktor ideal dioda (n), rapat arus foto (Jph), rapat arus jenuh dioda (Js), hambatan paralel (Rp), hambatan seri (Rs), rapat arus hubung singkat (Jsc) dan tegangan rangkaian terbuka (Voc). Pencarian nilai parameter tersebut tidak mudah, karena persamaan rapat arustegangan (J-V) (persamaan karakteristik sel surya riil) berupa persamaan implisit yang didalamnya mengandung parameter internal, sehingga perlu dirancang metode komputasi sedemikian sehingga nilai-nilai parameter tersebut dapat dicari dengan teliti. Dalam penelitian ini, metode dirancang dengan pendekatan kurva linier di dekat tegangan dadal terhadap kurva karakteristik rapat arus-tegangan (J-V) sebagai langkah awal dalam proses komputasi. Metode yang dirancang berhasil mendapatkan nilai-nilai parameter internal sel surya dengan teliti, yang dapat dilihat dari kecocokan antara kurva model dengan kurva eksperimen. Hasil yang didapat digunakan untuk menganalisa keterkaitan parameter tersebut terhadap intensitas dan membentuk pola berupa fungsi yang mengkaitkan keduanya. Kata Kunci : sel surya organik, parameter internal, metode LANBV
COMPUTATION OF ORGANIC SOLAR CELL INTERNAL PARAMETER AND DETERMINATION OF THEIR RELATION TO INTENSITY USING LANBV METHOD
ABSTRACT
A method has been designed to calculate the organic solar cell internal parameter using the so-called LANBV (Linear Approximation Near Break-down Voltage). The internal parameters are representation parameters of solar cell modeling that contain important informations about the device being studied. These parameters are diode ideality factor (n), photocurrent density (Jph), diode saturation current (Js), shunt resistance (Rsc), serial resistance (Rs), short-circuit current density (Jsc), and open-circuit voltage (Voc). The search for internal parameter values is not an easy task because the parameters are implicitly contained in the current densityvoltage (J-V) curve, so that it is needed to design a computational method to obtain the value of these parameters. In this research, the method is designed to approximate the linear curve near the breakdown voltage in the J-V curve as the first step in computational process. Successfully give the values of the parameters with good accuracy, that can be seen from the good comparison between the resulting curve of the model with the one obtained from the experiment. The results can be used to analyse the relation of these parameters to intensity and pattern shape that connects them in a close form function. Keywords : organic solar cell, internal parameter, LANBV method
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Cadangan energi utama berupa minyak dan gas bumi di seluruh dunia termasuk di Indonesia saat ini semakin menipis dan sangat mencemaskan. Disamping itu, dalam aktivitas ekonomi global efek negatif emisi gas buangan dari energi utama tersebut juga cenderung menimbulkan masalah lingkungan, sehingga pengembangan energi masa depan haruslah memperhatikan persoalan trilema, yaitu energi, ekonomi dan lingkungan (Hamakawa, 1997). Sel surya sebagai suatu piranti untuk mengkonversi cahaya matahari yang sangat melimpah menjadi energi listrik merupakan salah satu jawaban dari masalah penyediaan energi yang baru dan terbarukan di masa depan. Sel surya berbasis bahan aktif semikonduktor anorganik, seperti silikon kristal tunggal mempunyai efiiensi konversi daya listrik yang secara teoritis cukup tinggi (Umeno dkk., 1997). Tetapi pengembangan sel surya jenis tersebut membutuhkan investasi yang besar dengan fabrikasi yang sangat sulit. Kesulitan pengembangan sel surya jenis ini juga menyangkut pengembangan bahan-bahan baru yang lebih efisien. Sehingga hanya beberapa negara maju saja yang mampu mengembangkan dan memproduksi sel surya berefisiensi tinggi. Beberapa tahun terakhir telah dikembangkan secara intensif sel surya dengan bahan semikonduktor organik atau yang dikenal dengan sel surya organik (yang selanjutnya disingkat menjadi SSO). Dalam hal ini SSO mempunyai potensi sebagai piranti pengkonversi energi yang lebih murah dan mudah dalam fabrikasinya jika dibandingkan dengan sel surya anorganik. Selain itu, rekayasan hingga level molekuler dan sintesis bahan semokonduktor organik juga tidak terbatas, bahkan dapat diekstraksi dari tumbuh-tumbuhan yang dapat dibudidayakan (Singh dkk.,
1
2
2006). Penelitian-penelitian tersebut dilakukan dalam upaya mencari performa sel surya sedemikian sehingga menghasilkan efisiensi tinggi atau setidaknya bisa mencapai ambang efisiensi komersil yaitu 5 %. Namun impian tersebut sampai sekarang belum terealisasi. Permasalahan muncul karena masih banyaknya mekanisme fisis SSO yang belum dapat difahami. Untuk memahami mekanisme fisis tersebut diperlukan data-data yang merepresentasikan karakteristik dari sel surya yang disebut dengan parameter internal. Parameter internal ini tidak bisa secara langsung diamati dalam eksperimen, sehingga membutuhkan peran komputasi untuk mengatasinya.
1.2 Perumusan Masalah Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah merancang metode untuk mencari parameter internal sel surya organik. Parameter internal yang dimaksud adalah faktor ideal dioda n, rapat arus foto Jph, rapat arus jenuh dioda Js, hambatan paralel Rp hambatan seri Rs, tegangan rangakai terbuka Voc dan rapat arus hubung pendek Jsc. Metode dirancang dengan melakukan pendekatan linier pada kurva karakteristik rapat arus-tegangan ketika dalam keadaan bias maju. Dengan proses komputasi tertentu yang dijelaskan pada bab IV, akan didapatkan parameter internal yang dicari. Pengujian metode dilakukan dengan membandingkan kurva rapat arustegangan (J-V) yang diperoleh dari model dengan kurva hasil eksperimen. Hasil yang didapat digunakan untuk mencari pola keterkaitan parameter internal terhadap intensitas.
1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada pencarian parameter internal sel surya organik yang diambil dari data penelitian Hibah Fundamental (2008).
3
1.4 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah 1. Merancang metode komputasi dalam pencarian parameter internal sel surya. 2. Mendapatkan nilai-nilai parameter internal sel surya organik untuk berbagai intensitas 3. Pengujian terhadap metode yang digunakan 4. Mencari pola keterkaitan parameter internal terhadap intensitas
1.5 Manfaat Penelitian Didapatkannya parameter-parameter internal serta keterkaitannya terhadap intensitas, akan memberikan informasi penting bagi peneliti dalam fabrikasi peranti sel surya di masa mendatang dalam upaya peningkatan efisiensi konversi daya sel surya organik.
1.6 Sistematika Penulisan Teknik penulisan sekripsi ini terdiri dari beberapa bab yang dapat dijelaskan sebagai berikut. Bab I berisi uraian tentang latar belakang masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, manfaat penelitian, keaslian penelitian dan sistematika penulisan. Bab II berisi tentang tinjauan pustaka yang didalamnya memaparkan tentang perkembangan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.
Bab III membahas
tentang dasar teori dari penelitian, meliputi pembahasan tentang semikonduktor, struktur elektronik semikonduktor organik, karakteristik sel surya organik, model rangkaian setara sel surya dan mekanisme konversi energi sel surya organik. Bab IV menjelaskan langkah-langkah bagaimana penelitian dilakukan. Bab V menyajikan hasil penelitian yang telah dilakukan kemudian membahasnya. Sedangkan Bab VI menyajikan kesimpulan yang telah diperoleh dan memaparkan saran untuk penelitian selanjutnya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Banyaknya permasalahan yang muncul dalam eksperimen sel surya organik menyebabkan penelitian ini masuk ke bidang komputasi. Pemodelan dan perhitungan numerik dilakukan untuk mencari informasi yang akan dibutuhkan dalam fabrikasi sel surya selanjutnya. Informasi tersebut berupa nilai parameter internal yang akan dicari dari model rangkaian setara sel surya, namun untuk mendapatkan nilai-nilai parameter tersebut tidak mudah karena kompleksnya persamaan karakteristik J-V . Berbagai model telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Mazhari (2006) membuat beberapa pemodelan rangkaian setara sel surya organik dan menyimpulkan bahwa sel surya organik sebaiknya dimodelkan dengan rangkaian setara dua dioda. Dari modelnya digunakan pendekatan dalam penentuan beberapa nilai parameter. Nilai faktor ideal dioda dianggap konstan, sedangkan arus foto dan hambatan paralel langsung diperkirakan dari kurva karakteristik (I-V). Kemudian nilai-nilai tersebut digunakan untuk mencari nilai hambatan seri dari persamaan Rs yang bergantung pada Rp (Rs - Rp) yang dia dapatkan dari ekstraksi modelnya. Cheknane (2008) melaporkan bahwa parameter internal sel surya organik telah berhasil didapatkan dengan model yang telah dirancangnya yaitu model rangkaian setara satu dioda dan dua dioda dengan pendekatan dalam penentuan nilai Rs dan Rp secara berturut-turut didekati nilai gradien kurva (J-V) di sekitar Voc dan Jsc. Dia juga melakukan perhitungan dari modelnya Mazhari untuk membandingkan dengan hasil yang diperoleh. Dari hasil penelitiannya disimpulkan bahwa model satu dioda kurang cocok untuk semua intensitas, model dua dioda hanya cocok untuk intensitas rendah (240 dan 600 W/m2) dan model dua dioda Mazhari hanya cocok untuk intensitas tinggi (1000 W/m2).
4
BAB III DASAR TEORI
Penelitian SSO menjadi sorotan para peneliti fsisika khususnya di bidang fisika material. Hal ini karena SSO merupakan cadangan energi alternatif yang sangat dibutuhkan masyarakat dunia. Selain fabrikasinya mudah, juga memerlukan biaya lebih rendah dari pada fabrikasi sel surya anorganik. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, efisiensi SSO masih rendah dibanding sel surya anorganik. Namun, akhir-akhir ini penelitian SSO memberikan harapan nyata dengan meningkatnya efisiensi SSO sampai 4,2 %. Informasi ini memberi motivasi bagi peneliti SSO bahwa tidak lama lagi SSO akan mempunyai efisiensi tinggi dengan menyempurnakan performa SSO. Fabrikasi SSO dengan performa sedemikian sehingga menghasilkan efisiensi tinggi memerlukan pemahaman mendalam tentang mekanisme fisis yang terjadi dalam peranti.
3.1 Semikonduktor Semikonduktor merupakan bahan yang mempunyai struktur dasar seperti isolator tetapi energi gap-nya lebih kecil yaitu kurang dari 1 elektron volt (eV). Oleh karena energi gap-nya tidak terlalu besar, maka eksitasi termal sangat memungkinkan bagi elektron untuk bergerak dari pita valensi ke pita konduksi melewati energi gap tersebut. Pada suhu 0 K pita valensi terisi hampir penuh dan pita konduksi hampir kosong sehingga pada keadaan ini bahan bersifat isolator. Akan tetapi apabila suhu
5
6
dinaikkan, sebagian elektron valensi memperoleh energi termal yang lebih besar dari energi gap. Oleh karena itu elektron-elektron dapat bergerak menuju pita konduksi sebagai elektron hampir bebas. Kekosongan elektron pada pita valensi disebut hole (lubang) yang mempunyai peran sama pentingnya seperti elektron yaitu sebagai penghantar listrik. Pada keadaan ini bahan bersifat konduktor dengan pembawa muatan berupa elektron dan hole.
Gambar 3.1 Material dilihat dari struktur pita energi. a) konduktor, b) Isolator dan d) semikonduktor
3.2 Struktur Elektronik Semikonduktor Organik Dimulai dari konsep dasar mengenai struktur elektronik sebuah atom hidrogen (Gambar 3.2) digambarkan sebagai sumur potensial efektif yang terbentuk antara elektron dengan inti berupa potensial Coulomb. Pada sumur potensial terbentuk orbital atom (Atomic Orbital) dan pada orbital 1s terisi oleh sebuah elektron. Bagian horizontal paling atas dikenal sebagai vacuum level (VL) merupakan aras energi
7
tertinggi suatu atom dimana elektron terisolasi dari atom. Apabila elektron memiliki energi di atas aras vakum maka elektron tersebut terlepas dari atom. Aras vakum digunakan sebagai aras energi referensi dalam mengukur energi ionisasi, afinitas elektron dan aras energi Fermi pada bahan. Namun, aras vakum yang terukur secara eksperimen adalah aras vakum pada permukaan atom (vacuum level at surface) dan bukan aras vakum pada elektron yang berjarak tak berhingga.
Gambar 3.2 Struktur elektronik berdasarkan model sumur potensial untuk a) atom hidrogen, b) Molekul poliatomik, c) Bahan organik, d) dan e) penyederhanaan skema struktur elektronik bahan organik (c). Dengan Ig adalah energi ionisasi pada fase gas, Ag : afinitas elektron pada fase gas, I : Energi ionisasi pada zat padat, A : afinitas elektron pada zat padat, Φ : fungsi kerja semikonduktor organik dan Eg : energi gap HOMO-LUMO (Ishii dkk, 1999)
8
Gambar 3.2b merupakan skema struktur elektronik dari molekul poliatomik atau sebuah polimer berantai tunggal. Sumur potensial efektif bagi struktur molekulmolekul poliatomik terbentuk oleh beberapa inti atom yang sama (atomic nuclei) dan elektron-elektron dari molekul poliatomik tersebut. Dari gambar 3.2b terlihat bagian terdalam dari orbital atomik masih tertempati elektron dan terlokalisasi pada sumur potensial atomik (pada core level), tetapi pada bagian terluar dari orbital atomik terjadi interaksi dari orbital-orbital atomik yang tidak terisi sehingga membentuk orbital molekul poliatomik (molecular orbital). Aras terluar dari orbital molekul merupakan aras vakum dan pada struktur elektroniknya terbentuk Highest Occupied Molecular Orbital (orbit molekul tertinggi yang terisi) dan Lowest Unoccupied Molecular Orbital (orbit molekul terendah yang tidak terisi), yang selanjutnya secara berturut-turut disingkat HOMO dan LUMO. Perbedaan energi antara aras vakum dengan HOMO adalah energi ionisasi (Ip) yang merupakan kerja yang dibutuhkan untuk membebaskan elektron (dari bahan semikonduktor organik) dari keadaan HOMO. Perbedaan energi antara aras vakum terhadap LUMO adalah afinitas elektron (EA) yang merupakan energi yang dilepaskan elektron dari luar menuju ke keadaan LUMO. Sedangkan fungsi kerja dari material organik ( Φ org ) didefinisikan sebagai perbedaan energi antara aras Fermi dengan aras vakum. Fungsi kerja adalah energi yang diperlukan untuk melepaskan elektron dari aras Fermi menuju aras vakum. Aras Fermi di dalam semikondukrtor mempunyai dua fungsi utama, yaitu menentukan sifat sambungan logam-
9
semikonduktor (bersifat kontak ohmik atau tidak kontak ohmik) dan menentukan tipe semikonduktor, yaitu sebagai donor (tipe-p) atau akseptor (tipe-n) (Triyana, 2004).
Gambar 3.3 Struktur elektronik semikonduktor organik a) tipe-n dan b) tipe-p
Struktur elektronik semikonduktor organik tipe-n dan tipe-p diperlihatkan oleh Gambar 3.3. Energi fermi pada semikonduktor tipe-n berada di dekat LUMO, sedangkan energi fermi tipe-p berada di dekat HOMO.
3.3 Prinsip Kerja Sel Surya Secara umum struktur sel surya organik (SSO) terdiri dari beberapa lapisan tipis yaitu lapisan elektroda belakang (back contact), lapisan absorber tipe-p, lapisan transparan tipe-n dan lapisan elektroda depan (front-contact), seperti ditunjukkan pada Gambar 3.4.
10
Gambar 3.4 struktur Phthalocyanine/Perylene
lapisan
tipis
sel
surya
berbasis
Copper
Dalam suatu sambungan p-n (p-n juction) terbentuk tiga daerah berbeda. Daerah pertama adalah tipe-p, yaitu daerah yang mayoritas pembawa muatannya adalah lubang (hole), daerah kedua adalah tipe-n dengan mayoritas pembawa muatannya adalah elektron dan daerah ketiga adalah daerah pengosongan (depletion region). Pada daerah ini terdapat medan listrik internal yang arahnya dari tipe-n ke tipe-p. Hole secara kontinu meninggalkan tipe-p dan menyebabkan beberapa ion negatip akseptor tertinggal di dekat sambungan. Begitupun dengan elektron yang meninggalkan tipe-n akan menyebabkan beberapa ion positip donor tertinggal di dekat sambungan Gambar 3.5. Sebagai konsekuensinya, ruang muatan negatip terbentuk di daerah tipe-p dan ruang muatan positip terbentuk di daerah tipe-n dekat sambungan, sampai tepat pada sambungan p-n terjadi daerah tanpa muatan bebas yang disebut daerah pengosongan (depletion region).
11
Gambar 3.5 Medan listrik di daerah pengosongan berarah dari kanan ke kiri
Gambar 3.6 Arah gerak difusi elektron-hole : difusi dari pembawa muatan mayoritas dan drift dari pembawa muatan minoritas
Medan listrik internal mempunyai arah yang berlawanan dengan arus difusi tiap pembawa muatan. Gambar 3.6 memperlihatkan bahwa difusi hole bergerak dari kiri ke kanan dan arus drift hole bergerak dari kanan ke kiri. Sebaliknya, arah difusi elektron dari kanan ke kiri dan arah drift hole bergerak dari kiri ke kanan. Ketika radiasi sinar matahari mengenai sel surya, maka akan terjadi serapan foton sehingga terjadi pasangan elektron-hole. Oleh karena pengaruh medan listrik internal di atas, maka hole akan bergerak menuju p dan elektron akan bergerak menuju n, sehingga keduanya menghasilkan arus foto. Pada depletion layer dapat pula terbentuk pasangan elektron-hole dan akan bergerak menuju ke arah mayoritasnya sehingga
12
menghasilkan arus generasi. Cahaya matahari terdiri dari foton-foton dengan panjang gelombang 100 – 1000 nm yang apabila mengenai permukaan bahan sel surya yaitu pada absorber (penyerap), maka cahaya tersebut akan disera, dipantulkan dan dilewatkan dengan persentase tergantung dari sifat bahan. Foton-foton dengan tingkat energi tertentu dapat menyebabkan terbentuknya elektron dan hole. Elektron dan hole yang terbentuk akan bergerak menuju ke arah mayoritas pembawa muatannya sehingga terjadi arus listrik. Agar elektron dan hole bisa mengalir, maka energi foton harus sedikit lebih besar dari energi gap. Apabila energi foton terlalu besar dibandingkan energi gap, maka kelebihan energi tersebut akan diubah dalam bentuk panas pada sel surya. Oleh karena itu penting sekali untuk mengatur bahan yang digunakan pada sel surya agar cahaya dapat diserap sebanyak mungkin sehingga efisiensi sel surya lebih tinggi.
3.4 Karakteristik Sel Surya Organik Kurva karakteristik arus-tegangan (J-V) sel surya secara detail ditunjukkan oleh Gambar 3.7. Label a) sampai f) digunakan untuk menggambarkan secara kualitatif yang dapat dijelaskan sebagai berikut
13
Gambar 3.7 Kurva karakteristik J-V untuk keadaan gelap (G= 0) dan keadaan disinari (G > 0) . Daya maksimum terjadi pada daerah kuadran empat yaitu di sekitar (d) (Riede M. K., 2006). a) Keadaan tanpa penyinaran (G= 0). Pada keadaan ini, difusi elektron dari kontak dengan fungsi kerja rendah (donor) dan difusi hole dari kontak dengan fungsi kerja tinggi (ekseptor) sampai beda potensial built-in (Vbi) yang muncul, menghambat difusi selanjutnya sehingga mencapai keadaan seimbang (tidak muncul arus). b) Keadaan pada saat panjar mundur ketika rapat arus foto mendominasi. c) Keadaan ketika rapat arus kontak (Jsc), terjadi ketika tegangan sama dengan nol.
14
d) Pada keadaan ini, rekombinasi meningkat sehingga arus yang terbentuk menurun. e) Tegangan rangkaian terbuka (Voc) terukur ketika arus dalam sel surya adalah nol, karena semua eksiton terekombinasi sehingga dalam sel surya tidak mengalir arus. Keadaan ini dapat terjadi tidak harus medan listrik sama dengan nol, tetapi bisa terjadi pada nilai-nilai tegangan panjar dibawah Vbi (beda potensial yang muncul akibat perbedaan fungsi kerja).
Daerah pada kuadran empat adalah daerah yang penting karena daerah tersebut, merupakan daerah penentuan efisiensi SSO. Daerah kuadran empat terdapat tiga titik penting yaitu, titik ketika terjadi ekstraksi total generasi pembawa muatan, rekombinasi total dan daya maksimum yang secara berturut-turut dapat dijelaskan sebagai berikut.
Gambar 3.8 Kurva karakteristik J-V untuk keadaan gelap (G= 0) dan keadaan
15
Penjelasan dari Gambar 3.8 adalah sebagai berikut. Ekstraksi total generasi pembawa muatan terjadi pada titik (0, Jsc). Walaupun terjadi ekstraksi total, namun arus Jsc ini tidak merupakan arus maksimum yang mengalir pada SSO, karena tidak semua pembawa muatan yang terekstraksi akan menjadi arus (misalnya, akibat tidak terkoleksinya pembawa muatan ke elektroda). Rekombinasi total terjadi pada titik (V,0) sehingga tidak ada arus yang mengalir pada SSO. Nilai Jm dan Vm ditentukan dalam rangka memaksimalkan daya. Ini merupakan daya maksimum (Pmaks) yang dihasilkan oleh sel surya. Faktor isian (FF) adalah perbandingan daya maksimum terhadap arus kontak dan tegangan rangkaian terbuka, FF =
Pmaks I sc × Voc
(3.1) Efisiensi daya sel surya ( η ) digambarkan sebagai perbandingan daya listrik maksimum terhadap kekuatan daya yang diterima,
η=
Pmaks Pin
(3.2) Hasil konversi ini merupakan parameter kunci produktivitas sel surya dan ini harus dievaluasi secara hati-hati.
16
3.5 Model Rangkaian Setara Sel Surya Dalam upaya memahami karakteristik peranti sel surya, dilakukan dengan melakukan pemodelan komputasi dengan mencari rangkaian elektronik sederhana yang dapat mewakili peranti yang diamati. Berikut dipaparkan model rangkaian untuk sel surya ideal dan riil. 3.5a Model sel surya ideal Model sel surya ideal merupakan model rangkaian yang mengabaikan adanya hambatan dalam peranti, sehingga arus yang mengalir hanya melalui dioda ideal (Gambar 3.9)
Gambar 3.9 Rangkaian setara sel surya ideal (Walker, 2002)
Persamaan rapat arus-tegangan (J-V) yang mewakili rangkaian setara ditunjukkan oleh rangkaian di atas adalah
⎧ ⎛ V ⎞ ⎫ J = J s ⎨exp⎜ ⎟ − 1⎬ − J ph ⎩ ⎝ nkT / e ⎠ ⎭ (3.3) dengan Js dan Jph secara berturut-turut adalah rapat arus jenuh (saturasi) dioda dan rapat arus foto.
17
3.5b Model sel surya riil satu dioda Untuk model sel surya ideal satu dioda, ditambahkan adanya hambatan pada rangkaian. Hambatan yang diterapkan pada rangkaian dibagi menjadi dua hambatan yaitu hambatan seri dan hambatan paralel seperti ditunjukkan oleh Gambar 3.9
Gambar 3.10 Rangkaian setara sel surya riil satu dioda
Untuk menurunkan persamaan karakteristik rapat arus-tegangan (J-V) dari rangkaian pada Gambar 3.10 digunakan Hukum Kirchoff seperti pada Gambar 3.11.
Gambar 3.11 Arah arus dan loop Kirchoff
18
Dari rangkaian di atas didapat persamaan I = I1 − I 2
= I1 − I D + I ph I1 = I + I D − I ph (3.4a) dan dari loop, didapatkan persamaan
∑V = 0 − V + IRs + I1 R p = 0 V = IRs + I1 R p (3.4b) Dari persamaan (3.4a) dan (3.4b) didapat V = IR s + (I − I D + I ph )R p
V = I (R s + R p ) − I D R p + I ph R p
⎛ R ⎞ V = I ⎜1 + s ⎟ − I D + I ph ⎜ Rp R p ⎟⎠ ⎝ I=
1 R 1+ s Rp
⎧⎪ V ⎫⎪ ⎨ I D − I ph − ⎬ R p ⎪⎭ ⎪⎩
(3.5) Jika persamaan (3.5), kedua ruas dikalikan
J=
1 R 1+ s Rp
1 didapat persamaan (3.6) A
⎧⎪ V ⎫⎪ ⎨ J D − J ph − ⎬ R p A ⎪⎭ ⎪⎩
(3.6)
19
Kemudian dengan mensubstitusi rapat arus dioda JD (Sze, 2002)
⎧ ⎛ V − JRA ⎞ ⎫ J D = J s ⎨exp⎜ ⎟ − 1⎬ ⎩ ⎝ nkT / e ⎠ ⎭ (3.7) akan diperoleh persamaan rapat arus-tegangan (J-V) J=
1 R 1+ s Rp
⎧⎪ ⎡ ⎛ V − JR s A ⎞ ⎤ V ⎫⎪ ⎟ − 1⎥ − J ph − ⎨ J s ⎢exp⎜ ⎬ R p A ⎪⎭ ⎪⎩ ⎣ ⎝ nkT / e ⎠ ⎦
(3.8) dengan: n : faktor ideal dioda (untuk dioda ideal n = 1) Jph : rapat arus foto Js : rapat arus jenuh dioda (saturasi) Rs : hambatan seri Rp : hambatan paralel k
: tetapan Boltzmann, k = 1,380658 . 10-23 J/K
e
: muatan elektron (e = 1,60217733 . 10-19 Coulomb)
T : suhu mutlak (dalam Kelvin)
Parameter-parameter n, Jph, Js, Rs, Rp, selanjutnya disebut parameter internal sel surya. Adapun interpretasi fisis tentang parameter internal dapat dijelaskan sebagai berikut. a.
Rapat arus foto (Jph) dihasilkan dari disosiasi eksiton menjadi elektron dan hole
20
setelah SSO menyerap foton. b. Hambatan paralel (Rp) merepresentasikan hambatan kebocoran arus yang erat hubungannya dengan tingkat rekombinasi elektron dan hole pada daerah disosiasi eksiton. Semakin besar Rp maka arus yang bocor akan semakin kecil. c.
Hambatan seri (Rs) berkaitan dengan mobilitas pembawa muatan dalam peranti SSO. Mobilitas sangat dipengaruhi oleh adanya cacat (defects) dan potensial penghalang seperti halnya ruang muatan (space charge) dalam SSO. Rs juga bertambah dengan ketebalan lapisan organik karena jarak yang harus ditempuh pembawa muatan menuju elektroda juga semakin jauh.
d. Dioda menjelaskan ketidaksimetrisan konduktivitas dalam SSO. Dalam sel surya anorganik hal ini diakibatkan oleh sambungan p/n, namun dalam SSO hal ini adalah akibat kontak blok antara organik dan logam atau antara potensial dalam (built-in potential, Vbi) yang terjadi pada antar muka donor/akseptor.
Untuk SSO ideal, Rp haruslah sangat besar dan Rs harus nol (Xue et al, 2004). Sebagai gambaran, untuk sel surya anorganik nilai Rp lebih besar dari 1000 Ohm dan nilai Rs adalah beberapa Ohm. Nilai tersebut mungkin berbeda sekali untuk SSO, karena mobilitasnya relatif rendah (Rs bertambah) dan rekombinasi pembawa muatan cukup tinggi (Rsh berkurang).
21
3.6 Mekanisme Konversi Energi Sel Surya Organik
Sejauh ini, secara skematis mekanisme fisis konversi sinar surya (foton) menjadi daya listrik dari SSO heterojunction dilukiskan dalam Gambar 3.12.
Gambar 3.12 Skema mekanisme konversi cahaya matahari (foton) menjadi energi listrik (Peumans dkk., 2003)
Dari gambar tersebut maka proses konversi foton menjadi energi listrik melalui urutan (1) absorpsi foton dan pembentukan eksiton (pasangan elektron dan hole), (2) difusi eksiton menuju antar muka donor/akseptor, (3) disosiasi/pemisahan eksiton menjadi pembawa muatan (elektron dan hole), (4) transfer pembawa muatan ke masing-masing elektroda, dan (5) koleksi pembawa muatan pada masing-masing elektroda. Dari ke lima proses tersebut masing-masing berpotensi menyumbang kepada efisiensi SSO dapat diuraikan sebagai berikut (Peumans dkk., 2003): a.
Efisiensi absorpsi foton, ηA. Pada umumnya lapisan organik donor dan akseptor dibuat setipis mungkin untuk mengurangi efek filter (filter effect) pada SSO.
22
b. Efisiensi difusi eksiton, ηED. Idealnya seluruh eksiton yang terbentuk dapat terdifusi menuju daerah disosiasi (sambungan antara lapisan donor dan akseptor). Efisiensi ini berkaitan dengan parameter panjang difusi yang pada umumnya sangat pendek (~50Å). Sehingga untuk lapisan organik cukup tebal, maka hanya eksiton yang terbentuk pada daerah disosiasi saja yang memberikan kontribusi terhadap efisiensi difusi eksiton. Di luar daerah disosiasi, kebanyakan eksiton yang terbentuk berekombinasi sehingga sangat kecil kemungkinan untuk memberikam kontribusi pada efisiensi difusi eksiton tersebut. c.
Efisiensi pemisahan pembawa muatan, ηCS. Pemisahan/disosiasi eksiton menjadi pembawa muatan bebas sejauh ini untuk jenis SSO heterojunction diyakini terjadi pada antar muka sambungan donor dan akseptor. Masalah ini diatasi dengan mengkombinasikan bahan donor yang mempunyai potensial ionisasi rendah dengan bahan akseptor yang mempunyai afinitas elektron yang tinggi. Fenomena ini ditandai oleh besarnya nilai parameter internal faktor ideal dioda, arus foto (photocurrent) dan arus saturasi
d. Efisiensi transport pembawa muatan, ηCT. Transport pembawa muatan sangat dipengaruhi oleh proses rekombinasi selama dalam perjalanan menuju elektroda. Pembawa muatan yang mengalami rekombinasi selama dalam perjalanan tidak akan memberikan kontribusi kepada daya listrik keluaran. Masalah ini berkaitan erat antara lain dengan kemurnian bahan yang secara fisis ditandai oleh besarkecilnya parameter internal hambatan paralel.
23
e.
Efisiensi koleksi pembawa muatan, ηCC. Pembawa muatan yang berhasil mencapai elektroda idealnya harus seluruhnya dapat dikoleksi oleh elektroda tersebut. Tetapi karena adanya potensial penghalang, seperti pada antara muka antara organik/logam maka efisiensi koleksi pembawa muatan tidak dapat 100%. Masalah ini biasanya diatasi dengan memilih elektroda yang sesuai dengan level Fermi bahan semikonduktor organik. Secara fisis, masalah ini dapat difahami dengan mengetahui nilai parameter internal hambatan serial pada SSO
Kelima hal tersebut selain merupakan proses pembentukan arus listrik dalam peranti sel surya, juga merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya efisiensi sel surya organik.
BAB IV METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini tidak dilakukan eksperimen secara langsung untuk memperoleh data J-V. Data yang digunakan untuk mencari parameter internal dalam penelitian ini adalah data dari penelitian Hibah Fundamental (2008) seperti terlampir pada Lampiran. Dalam eksperimen tersebut ditinjau peranti sel surya berbahan organik heterojunction dengan lapisan aktif CuPC/PTCBI. Skema struktur peranti ditunjukkan pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Skema struktur peranti SSO yang diteliti : ITO ebagai elektroda negatip (katoda) dan Ag senagai elektroda positip (anoda) Lapisan ITO dan Ag berperan sebagai elektroda yang mengumpulkan muatanmuatan yang terbentuk dari penguraian eksiton yang lazim diasumsikan terjadi pada daerah sambungan lapisan bahan-bahan aktif (CuPC/PTCBI). Lapisan PEDOT:PSS digunakan sebagai penyangga yang menghindari adanya efek hubungan singkat yang mungkin terjadi akibat ketidakrataan pembuatan lapisan ITO. Lapisan aktif pada peranti, masing-masing (baik CuPC maupun PTCBI) memiliki ketebalan 50 nm. Sumber cahaya yang digunakan adalah Xenon dan
24
25
penyinaran dilakukan pada beberapa intensitas yaitu 100 W/m2, 200 W/m2, 400 W/m2, 600 W/m2, 800 W/m2 dan 1000 W/m2. Adapun area aktif peranti mempunyai luas 2 × 2 mm 2 . Data hasil eksperimen di atas berupa data J-V yang akan diolah secara komputasi untuk mencari parameter internal sel surya dan ketergantungannya terhadap intensitas dalam upaya mencari informasi yang diperlukan dalam perancangan performa solar sel yang mempunyai efisiensi tinggi. Pada bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa beberapa model telah dilakukan para peneliti, namun masih muncul masalah dalam metode yang digunakan, diantaranya, metode yang digunakan hanya cocok untuk intrnsitas tertentu (Cheknane dkk., 2008) dan hasil yang diperoleh masih memperlihatkan adanya simpangan yang berarti antara kurva J-V dari data eksperimen dengan kurva J-V model (Mazhari, 2006). Simpangan ini mengidentifikasikan adanya kekurangakuratan dalam perhitungan nilai-nilai parameter internal sel surya. Permasalahan ini muncul diantaranya, pendekatan yang digunakan mengabaikan nilai Rs relatif terhadap Rp, pendekatan nilai Jph = |Jsc| dan penentuan nilai n secara coba-coba. Dalam penelitian ini, dirancang metode baru sedemikian sehingga pendekatan tersebut tidak digunakan lagi. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengambilan profil linier pada kurva J-V di dekat tegangan dadal. Berikut dijelaskan tentang metode yang digunakan dalam penelitian ini.
26
4.1 Rangkaian Setara dan Persamaan Matematis yang Terkait Model yang dipakai pada penelitian ini adalah suatu rangkaian yang terdiri dari sebuah dioda yang dipasang paralel dengan suatu hambatan Rp dan keduanya dipasang seri dengan suatu hambatan Rs. Pada dioda tersebut mengalir juga aruspenyinaran dengan rapat arus-penyinaran Jph yang idealnya akan bervariasi linear terhadap perubahan intensitas penyinaran yang diberikan kepada peranti yang ditinjau. Arus-penyinaran mengalir pada peranti searah dengan medan listrik yang ada di dalam dioda tersebut, yakni searah dengan arah aliran arus jenuh pada dioda yang diberikan panjar mundur. Model rangkaian ekuivalen satu dioda yang dimaksud dapat digambarkan secara skematik oleh Gambar 4.2.
Gambar 4.2 Model rangkaian setara satu dioda yang digunakan dalam penelitian
Pada Bab III telah dijabarkan bahwa persamaan karakteristik rapat arustegangan bagi rangkaian setara di atas adalah J=
1 R 1+ s Rp
⎡ ⎧ V ⎤ ⎛ V − JRs A ⎞ ⎫ − 1⎬ − J ph + ⎢ J s ⎨exp ⎜ e ⎥, ⎟ nkT ⎠ ⎭ ARp ⎦⎥ ⎝ ⎣⎢ ⎩
(4.1)
27
Dua titik penting pada kurva J-V yang memberi informasi penting tentang peranti yang ditinjau, yaitu short-circuit current (arus hubung singkat) Jsc dan opencircuit voltage (tegangan rangkaian terbuka) Voc. Dengan memasukkan titik (Voc,0) dan titik (0, Jsc) ke dalam persamaan (4.1) berturut-turut didapat persamaan
Voc =
nkT ⎧⎪ J ph ln ⎨1 + e Js ⎪⎩
⎛ ⎞⎫ ⎜1 − Voc ⎟⎪⎬, ⎜ J ph R p A ⎟⎠⎪⎭ ⎝ (4.2)
dan J sc =
⎧ ⎛ − J sc Rs A ⎞ ⎫⎤ −1 ⎡ J ph − J s ⎨exp⎜ e ⎟ − 1⎬⎥. ⎢ Rs ⎣ nkT ⎠ ⎭⎦ ⎝ ⎩ 1+ Rp
(4.3)
4.2 Pendekatan Profil Linier Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah asumsi adanya profil linier di dekat tegangan dadal. Pendekatan tersebut sesuai dengan karakteristik kurva J-V yang terlihat pada Gambar 4.3. Secara jelas diterangkan sebagai berikut, kurva pada Gambar (4.3) terdiri dari dua bagian, yaitu bagian forward bias (tegangan maju) dan reverse bias (tegangan mundur). Pada bagian forward bias, kurva J-V didominasi oleh kurva eksponensial karena nilai exp⎛⎜ e V − JRs A ⎞⎟ ⎝
nkT
⎠
meledak dengan membesarnya nilai V. Pada keadaan reverse bias sebelum terjadi tegangan dadal, nilai exp⎛⎜ e V − JRs A ⎞⎟ meluruh mendekati nilai nol. Hal ini terjadi ⎝
nkT
⎠
28
karena V bernilai negatip dan JRs A kecil (A = 4.10-6 m2) menyebabkan ⎛ V − JRs A ⎞ menjadi eksponensial negatif dan dengan mengecilnya nilai V exp⎜ e ⎟ nkT ⎠ ⎝
menyebabkan exp⎛⎜ e V − JRs A ⎞⎟ meluruh mendekati nilai nol. Akibatnya, pers. (4.1) ⎝
nkT
⎠
dapat didekati persamaan linier yang ditunjukkan oleh persamaan (4.4)
J reverse =
J s + J ph V − (Rs + R p )A Rs + R p R p (4.4)
Pers. (4.4) merupakan persamaan linier dengan gradien
m=
1 ( Rs + Rp ) A (4.5)
dan titik potong terhadap sumbu J c=−
J s + J ph Rs + R p
Rp (4.6)
Nilai m dan c diperoleh dari gradien kurva dari Gambar 4.4. Pengambilan profil linier berdasarkan beberapa data J-V yang mengindikasikan adanya kurva linier.
29
Gambar 4.3 Grafik karakteristik J –V (rapat arus - tegangan) Profil Linier -17 y = -17.356 + 9.5648x R= 0.99979 -18
-19
-20
-21
-22 -0.5
-0.4
-0.3 -0.2 -0.1 Tegangan Panjar - V (Volt)
0
0.1
Gambar 4.4 Profil linier di dekat tegangan dadal dari kurva karakteristik J-V
30
4.3 Pencarian Parameter Internal Sel Surya Parameter-parameter sel surya yang akan dicari adalah faktor ideal dioda n, rapat arus foto Jph, rapat arus jenuh dioda Js, hambatan paralel Rp dan hambatan seri Rs. Persamaan (4.1) dimanipulasi sedemikian sehingga Js, Rp dan Rs dapat disajikan sebagai fungsi Jph. Dengan mensubstitusi pers. (4.5) dan (4.6) ke dalam pers. (4.2) dan (4.3) didapat pers. (4.7), (4.8), (4.9) dan (4.10).
Js =
m 1 + Voc c m 1 − − c Voc
⎧ ⎛ eVoc ⎨1 − exp⎜ ⎝ nkT ⎩
⎞⎫ ⎟⎬ ⎠⎭
J ph ,
(4.7)
Rs A =
1 − R p A, m (4.8)
⎡ m 1 ⎧ ⎛ eVoc ⎞⎫ ⎤ ⎟⎬ ⎥ ⎨1 − exp⎜ ⎢− − c Voc ⎩ ⎝ nkT ⎠⎭ ⎥ Voc Rp A = ⎢ ⎥ J ph ⎢ 1 m + ⎥ ⎢ V c oc ⎥⎦ ⎢⎣
−1
⎡ m 1 ⎧ ⎛ eVoc ⎞⎫ ⎤ + ⎟⎬ ⎥ ⎨1 − exp⎜ ⎢ ⎝ nkT ⎠⎭ ⎥ ⎢1 − exp⎛⎜ eVoc ⎞⎟ − c Voc ⎩ . ⎥ ⎢ 1 m ⎝ nkT ⎠ + ⎥ ⎢ Voc c ⎥⎦ ⎢⎣
(4.9) dan ⎧ ⎧ ⎛ − J sc Rs A ⎞ ⎫⎤ 1 ⎡ ⎛ eV ⎞ J ph ⎫ J s 1 + Rs A⎨1 − exp⎜ oc ⎟ + + ⎟ − 1⎬⎥ = 0 ⎬ ⎢ J ph − J s ⎨exp⎜ ⎝ nkT ⎠ J s ⎭ Voc J sc ⎣ ⎩ ⎝ nkT ⎠ ⎭⎦ ⎩
(4.10) Dari kelima parameter tersebut, yang dipilih sebagai parameter bebas adalah n. Nilai Jph dicari dengan memecahkan persamaan (4.10) secara numerik menggunakan metode Newton Raphson dengan parameter masukan n yang
31
divariasi dengan range [1:0,01:10] (dari 1 sampai 10 dengan spasi 0,01). Jika nilai Jph didapat maka ketiga parameter lainya akan didapat. Untuk mencari nilai parameter-parameter
yang
diinginkan
(parameter
yang
dapat
mewakili
karakteristik dari peranti), dilakukan dengan mencari nilai minimum dari simpangan S menggunakan pers. (4.11). S = ∑ (K i − J i )
2
i
(4.11) dengan Ki =
V ⎤ 1 ⎡ ⎧ ⎛ Vi − J i Rs A ⎞ ⎫ ⎟ − 1⎬ − J ph + i ⎥ ⎢ J s ⎨exp⎜ e R nkT R p A ⎦⎥ ⎠ ⎭ 1 + s ⎣⎢ ⎩ ⎝ Rp (4.12)
4.4 Metode Newton Raphson Komputasi numerik digunakan ketika ditemui permasalahan yang sangat sulit bahkan tidak mungkin dilakukan secara analitik. Diantaranya permasalahan pencarian akar dari persamaan polinomial orde tinggi. Maka untuk memecahkan permasalahan tersebut diperlukan metode numerik yang teliti sehingga menghasilkan nilai akar yang sangat dekat dengan nilai aslinya (seandainya bisa dilakukan secara manual). Newton Raphson adalah metode yang sangat terkenal dan tingkat ketelitiannya cukup tinggi mampu menghasilkan akar yang sangat teliti dan hanya memerlukan iterasi yang singkat dalam proses komputasinya. Metode tersebut digunakan dalam penelitian ini untuk mencari nilai Jph. Di atas telah diterangkan bahwa nilai Jph dicari dengan memecahkan persamaan (4.10)
32
secara numerik dengan parameter masukan n yang divariasi dengan range [1:0,01:10] (dari 1 sampai 10 dengan spasi 0,01). Permasalahan ini seperti halnya mencari akar dari 901 persamaan secara serentak. Metode Newton Raphson diturunkan dari ekspansi deret Taylor di sekitar akar x. Ekspansi deret Taylor terhadap suatu titik x0 dituliskan: f ( x ) = f ( x0 ) + f '( x0 )( x − x0 ) + O (2) = 0
(4.13) dengan mengabaikan suku O(2), akar dari persamaan (4.13) dapat dihitung: 0 = ( x 0 ) + f ' ( x 0 )( x − x 0 )
(4.14) atau x = x0 −
f ( x0 ) f '( x0 )
(4.15) Secara umum persamaan (4.15) dapat ditulis: x n +1 = x n −
f ( xn ) f ' ( xn )
(4.16) Proses iterasi dihentikan ketika konvergensi tercapai, yaitu keadaan pada proses iterasi yang memenuhi xn +1 − xn < ε , dengan ε adalah toleransi atau ketelitian komputasi. Nilai akar yang dicari adalah nilai x pada iterasi terakhir yang memenuhi keadaan tersebut.
33
4.5 Diagram Alir (Flowchart) Baca m, Voc dan Jsc
A
Buat Persamaan Js(Jph,n), Rp(Jph,n)&Rs(Jph,n)
Baca n = [a : 0,01 : b] Baca F(Jph,n) & F’(Jph,n)
Buat Persamaan F(Jph,n) & F’(Jph,n) dari F(J,V)
For i = 1 : size(n)
A
Run NR
NR
end
Print n & Jph (dalam bentuk matriks dengan ordo [size(n) x 1])
For j = 1 : N
Baca d = F(Jph,n) / F’(Jph,n) (Jph )i+1 = (Jph )i - d
B No
if abs(d) < tol
Yes
Stop
Continue
34
B
Baca n & Jph
Ekstrak Js(Jph,n), Rp(Jph,n) & Rs(Jph,n)
Print kemungkinan nilai n, Jph, Js, Rp & Rs dalam matriks ordo [size(n) x 1]
Cari simpangan minimum
(
S = ∑ J i − J i'
if s(k+1) >= s(k)
)
2
No
Yes Stop
Print Parameter Internal n, Jph, Js, RpA, RsA, Rp & Rs
Continue
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil-hasil penelitian yang telah dicapai dari metode penelitian pada bab IV adalah Parameter internal dengan asumsi n konstan, Parameter internal dengan asumsi n bervariasi terhadap intensitas dan Pola keterkaitan antara parameter internal dan intensitas penyinaran yang secara mendetail disajikan sebagai berikut. 5.1 Parameter internal dengan asumsi n konstan Pada asumsi ini nilai n dicari dari data J-V gelap (tanpa penyinaran). Karena tidak ada penyinaran, maka tidak ada arus foto yang mengalir pada peranti sel surya, sehingga Jph = 0. Nilai parameter internal untuk berbagai intensitas disajikan oleh Tabel 5.1 dan 5.2. Nilai m pada Tabel 5.1 adalah gradien dari profil linier kurva J-V, sedangkan C adalah titik potong profil linier terhadap sumbu J. Tabel 5.1 Nilai Voc, Jsc, gradien m dan titik potong C untuk n konstan Intensitas
Voc
Jsc
m
C
(W/m2)
(Volt)
(A/m2)
(gradien)
(titik potong)
100
0.36
-3.23
2,65
- 3.23
200
0.40
-5.97
4,05
- 5.99
400
0.45
-12.46
7,1
- 12.57
600
0.47
-17.24
9,26
- 17.42
800
0.49
-23.81
12,29
- 24.07
1000
0.53
-26.92
13,39
- 27.70
35
36
Tabel 5.2 Nilai-nilai parameter internal (n, Js, Jph, Rs dan Rp) unuk n konstan Intensitas
n
(W/m2)
Jph
Js
Rp
Rs
(A/m2)
(A/m2)
( kΩ )
( kΩ )
100
1,98
3,44
2,0 10-3
90,37
5,52
200
1,98
6,52
1,8 10-3
56,71
4,98
400
1,98
14,14
1,5 10-3
30,19
3,92
600
1,98
20,12
1,6 10-3
23,38
3,63
800
1,98
28,06
1,4 10-3
17,45
2,89
1000
1,98
33,88
0,73 10-3
15,26
3,41
Untuk mengetahui keakuratan hasil perhitungan, dilakukan dengan membandingkan antara kurva J-V model dengan eksperimen. Gambar 5.1 adalah kurva perbandingan antara model dengan eksperimen. Untuk intensitas 100 dan 200 W/m2 terlihat cukup cocok, namun untuk intensitas 400 – 1000 W/m2 terlihat masih adanya simpangan antara model dengan eksperimen.
37
Grafik J - V Berbagai Intensitas 10
5
0
-5
-10
100 W/m2 200 W/m2 400 W/m2 600 W/m2 800 W/m2 1000 W/m2 Exp 100 W/m2 Exp 200 W/m2 Exp 400 W/m2 Exp 600 W/m2 Exp 800 W/m2 Exp 1000 W/m2
-15
-20
-25
-30 -0.2
-0.1
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
Tegangan Panjar - V (Volt)
Gambar 5.1 Kurva J-V yang diperoleh dari eksperimen dan dari model untuk asumsi n konstan
5.2 Parameter internal dengan asumsi n bervariasi terhadap intensitas Jika pada asumsi sebelumnya faktor ideal dioda (n) dianggap konstan, maka pada asumsi ini n bervariasi terhadap intensitas. Dengan kata lain, n dicari bersama-sama dengan enam parameter lain (Voc,Jsc, Js, Jph, Rs dan Rp) untuk setiap
38
intensitas (bukan dari data gelap). Adapun nilai parameter-parameter tersebut disajikan oleh Tabel 5.3 dan 5.4. Tabel 5.3 Nilai Voc, Jsc, gradien m dan titik potong C untuk n bervariasi terhadap intensitas pIntensitas
Voc
Jsc
m
C
(W/m2)
(Volt)
(A/m2)
(gradien)
(titik potong)
100
0.37
-3.23
2.61
- 3.24
200
0.40
-5.97
4.10
- 5.99
400
0.45
-12.46
7.37
- 12.52
600
0.47
-17.24
9.56
- 17.36
800
0.49
-23.81
12.59
- 24.00
1000
0.52
-26.92
14.62
- 27.35
Tabel 5.4 Nilai-nilai parameter internal (n, Js, Jph, Rs dan Rp) untuk n bervariasi terhadap intensitas Intensitas
Jph
Js
Rp
Rs
(A/m2)
(A/m2)
( kΩ )
( kΩ )
n (W/m2) 100
2,21
3,34
3,84 10-5
92,77
3,13
200
2,29
6,28
5,33 10-5
58,75
2,93
400
2,90
13,10
22,68 10-5
32,53
1,57
600
3,59
18,06
83,89 10-5
25,92
1,08
800
3,41
25,60
71,38 10-5
19,07
1,27
1000
2,39
32,30
5,33 10-5
14,48
2,62
39
10
Grafik J - V Berbagai Intensitas 0
-10
Model 100 W/m2 Exp 100 W/m2 Model 200 W/m2 Exp 200 W/m2 Model 400 W/m2 Exp 400 W/m2 Model 600 W/m2 Exp 600 W/m2 Model 800 W/m2 Exp 800 W/m2 Model 1000 W/m2 Exp 1000 W/m2
-20
-30
-40 -0.2
-0.1
0
0.1 0.2 0.3 Tegangan Panjar - V (Volt)
0.4
0.5
0.6
Gambar 5.2 Kurva J-V yang diperoleh dari eksperimen dan dari model untuk asumsi n bervariasi terhadap intensitas
Kesesuaian antara kurva J-V model dan eksperimen ditunjukkan oleh Gambar 5.2. Terlihat hampir tidak ada simpangan antara dua kurva tersebut. Kesesuaian ini menunjukkan validnya model dan asumsi yang digunakan serta akuratnya perhitungan parameter. Sedangkan Gambar 5.3 menunjukkan perbandingan keakuratan antara dua asumsi tersebut terhadap intensitas. Besar kecilnya simpangan antara kurva model dengan eksperimen menunjukkan tingkat keakuratan model. Kurva hasil model n bervariasi terhadap intensitas (garis merah) lebih akurat dibanding dengan kurva hasil model n konstan (garis hitam).
40
Grafik J - V Berbagai Intensitas 5
0
100 W/m2 200 W/m2 400 W/m2 600 W/m2 800 W/m2 1000 W/m2 Exp 100 W/m2 Exp 200 W/m2 Exp 400 W/m2 Exp 600 W/m2 Exp 800 W/m2 Exp 1000 W/m2 Model 100 W/m2 Model 200 W/m2 Model 400 W/m2 Model 600 W/m2 Model 1000 W/m2 Model 800 W/m2
-5
-10
-15
-20
-25
-30 -0.2
-0.1
0
0.1 0.2 0.3 0.4 Tegangan Panjar - V (Volt)
0.5
0.6
Gambar 5.3 Kurva J-V yang diperoleh dari eksperimen dan dari model untuk asumsi n konstan (garis hitam) dan n bervariasi terhadap intensitas (garis merah) Hasil perhitungan parameter internal pada Tabel 5.3 dan 5.4, digunakan untuk mencari efisiensi daya sel surya dari berbagai intensitas. Efisiensi tertinggi yaitu sebesar 0,60 % terjadi pada intensitas 400 W/m2 (ditunjukkan oleh Tabel 5.5).
41
Tabel 5.5 Nilai daya maksimum, Fill Factor (FF) dan efisiensi ( η ) dari sel surya organik yang ditinjau
η
Intensitas
Imaks=Pmaks/A
(W/m2)
(W/m2)
100
0,53
0,45
0,53
200
1,05
0,44
0,52
400
2,41
0,43
0,60
600
3,56
0,41
0,56
800
4,64
0,40
0,58
1000
4,60
0,33
0,46
FF (efisiensi %)
5.3 Pola keterkaitan antara parameter internal dan intensitas penyinaran Karena model dengan asumsi n bervariasi terhadap (gayut) intensitas lebih akurat dibandingkan asumsi n
konstan, maka yang dipakai untuk analisa
selanjutnya adalah model dengan asumsi n gayut intensitas. Berikut disajikan hubungan antara beberapa parameter internal terhadap intensitas penyinaran.
42
Hubungan Jph - Intensitas 35 y = -0.075307 + 0.031979x R= 0.99882 30
Jph (A/m2)
25
20
15
10
5
0 0
200
400
600 2 I (W/m )
800
1000
1200
Gambar 5.4 Kurva hubungan antara rapat arus foto Jph dan intensitas
Gambar 5.4 menunjukkan hubungan linier antara rapat arus foto (Jph) dengan intensitas. Semakin tinggi intensitas, semakin besar arus foto yang terbentuk. Karena Jph merupakan rapat arus foto yang dihasilkan dari disosiasi eksiton menjadi elektron dan hole, maka untuk peranti yang ditinjau, semakin intensitasnya diperbesar semakin banyak arus foto yang terbentuk. Adapun pola keterkaitan antara Jph dan intensitas disajikan oleh persamaan
J ph = −0,075307 + 0,031979 I (5.1)
43
Hubungan |Jsc| - Intensitas 30 y = 0.92348 + 0.027125x R= 0.99618 |Jsc| (A/m2)
25
20
15
10
5
0 0
200
400
600
800
1000
1200
2
I (W/m )
Gambar 5.5 Kurva hubungan antara rapat arus hubung singkat |Jsc| dan intensitas Hubungan |Jsc| - Jph 30 y = 1.0251 + 0.8459x R= 0.99465 |Jsc| (A/m2)
25
20
15
10
5
0 0
5
10
15 20 2 Jph (A/m )
25
Gambar 5.6 Kurva hubungan antara Jph dan |Jsc|
30
35
44
Ditinjau dari kurva karakteristik J-V, Jsc merupakan rapat arus yang mengalir ketika tegangan bias sama dengan nol dan Jph rapat arus ketika terjadi arus jenuh pada saat panjar mundur. Nilai Jph mendekati nilai Jsc, namun lebih besar dari Jsc (terlihat pada Gambar 5.7). Karena dengan membesarnya intensitas, nilai Jph semakin besar, maka Jsc juga semakin membesar seperti ditunjukkan Gambar 5.5. Hal ini berarti bahwa arus yang mengalir pada sel surya organik tanpa adanya beda tegangan, akan semakin membesar dengan diperbesarnya intensitas. Sedangkan hubungan antara Jsc dan intensitas serta hubungan antara Jph dan Jsc berturut-turut digambarkan oleh persamaan 5.2 dan 5.3. J sc = 0,92848 + 0,027125 I (5.2)
J sc = 1,0251 + 0,8459 J ph (5.3)
Gambar 5.7 Rapat arus foto Jph dan rapat arus hubung singkat Jsc dari kurva J-V (Mazhari, 2006)
45
Hubungan Voc - Intensitas 0.52 0.5 0.48 0.46 0.44 0.42 0.4 Voc (Volt) 0.38
y = 0.064093 + 0.14884log(x) R= 0.99486
0.36 0
200
400
600 2 I (W/m )
800
1000
1200
Gambar 5.8 Kurva hubungan antara tegangan rangkaian terbuka Voc dan intensitas
Tegangan rangkai terbuka (Voc) merupakan tegangan ketika tidak ada arus yang mengalir pada peranti yang disebabkan karena semua pasangan elektronhole berekombinasi pada daerah disosiasi. Gambar 5.8 memberikan gambaran keterkaitan antara Voc dan intensitas. Nilai
Voc membesar secara logaritmik
dengan membesarnya intensitas yang memenuhi persamaan Voc = 0,064093 + 0,14884 log( I ) (5.3)
46
Hubungan Rp - Intensitas 1 10
5
y = 3.6834e+06 * x^(-0.78886) R= 0.99747 8 10
6 10
4 10
2 10
4
Rp (Ohm)
4
4
4
0 0
200
400
600 2 I (W/m )
800
1000
1200
Gambar 5.9 Kurva hubungan antara hambatan paralel Rp dan intensitas
Hubungan Rs - Intensitas 3500 Rs (Ohm) 3000
2500
2000
1500
1000 0
200
400
600 2 I (W/m )
800
1000
1200
Gambar 5.10 Kurva hubungan antara hambatan seri Rs dan intensitas
47
Hubungan Rp dan Rs - Intensitas 1 10
5
3500 Rp (Ohm)
8 10
6 10
4 10
2 10
Rs (Ohm)
4
3000
4
2500
4
2000
4
1500
0
1000 0
200
400
600 800 2 Intensitas (W/m )
1000
1200
Gambar 5.11 Kurva hubungan antara Rp dan Rs terhadap intensitas
Penurunan nilai Rp pada Gambar 5.9 memperlihatkan tingginya tingkat rekombinasi elektron-hole pada intensitas yang lebih tinggi (dibandingkan intensitas yang lebih rendah). Dengan kata lain, kebocoran arus membesar pada intensitas yang lebih tinggi. Dari hasil fitting, ditunjukkan bahwa hambatan Rp berbanding terbalik dengan intensitas yang mengikuti pola persamaan
R p = 3,6834 × 10 6
1 I
0 , 78886
≈C
1 I (5.4)
Arus pada SSO tetap mengalir karena kebocoran arus tersebut diimbangi dengan menurunnya hambatan internal (bulk resistance) yang ditunjukkan dengan
48
menurunnya Rs (Gambar 5.10 dan 5.11). Menurunnya nilai Rs berarti kemungkinan elektron-hole (yang terdifusi menuju daerah disosiasi) membentuk arus semakin besar pada intensitas tinggi. Harapannya Rs menurun terus ketika intensitas diperbesar, namun pada intensitas 800-1000 W/m2 Rs naik, yang berarti pembentukan arus menurun. Kenaikan Rs cukup tinggi dan nilai Rp yang rendah pada intensitas 1000 W/m2 menyebabkan efisiensinya paling rendah dibanding pada intensitas lain (Tabel 5).
Hubungan Js - n 0.1 y = 2.475e-05 * e^(2.3053x) R= 0.98622 Js (A/m2) 0.08
0.06
0.04
0.02
0 2.2
2.4
2.6
2.8
3
3.2
3.4
3.6
n
Gambar 5.12 Kurva hubungan antara arus saturasi Js dioda dan faktor ideal deoda n
49
Untuk dioda ideal, yaitu keadaan ideal sel surya ketika dalam keadaan gelap dengan n = 1, kurva karakteristik J-V menunjukkan bahwa tidak ada arus yang mengalir ketika tegangan bernilai negatip (ketika panjar mundur) sampai mencapai tegangan dadal. Pada keadaan ini Js bernilai nol. Untuk sel surya riil dengan n > 1, kurva karakteristik J-V berada dibawah sumbu-J pada nilai tertentu (nilai Jsc). Pada keadaan ini, nilai Js > 0. Semakin n membesar dari nilai 1, maka Js juga semakin membesar. Fenomena ini diterangkan dengan jelas oleh Gambar 5.12 yang menunjukkan pola keterkaitan antara rapat arus jenuh dioda Js dan faktor ideal dioda n. Rapat arus jenuh dioda membesar secara eksponensial seiring dengan membesarnya faktor ideal dioda. Keterkaitan keduanya, mengikuti pola eksponensial positif yang ditunjukkan oleh yang ditunjukkan oleh persamaan J s = 2,475 .10 −5 exp(2,3053 n) (5.5) Pada hasil penelitian di atas telah disajikan hasil-hasil perhitungan parameter internal sel surya dan pola keterkaiatan antara parameter internal dan intensitas yang merupakan informasi penting bagi peneliti sel surya dalam upaya meningkatkan efisiensi SSO. Untuk melihat keakuratan perhitungan, selain dapat dilihat dari kesesuaian antara kurva J-V model dengan eksperimen, juga dapat dilihat dari hasil penelitian lain. Sebagai pembanding dalam penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Cheknane dkk. (2008). Adapun hasil penelitiannya disajikan oleh Gambar 5.13, 5.14 dan 5.15.
50
Gambar 5.13 Kurva simulasi dan eksperimen untuk intensitas 1000 W/m2
Gambar 5.14 Kurva simulasi dan eksperimen untuk intensitas 600 W/m2
51
Gambar 5.15 Kurva simulasi dan eksperimen untuk intensitas 240 W/m2
Dari ketiga hasil simulasi di atas, Cheknane dkk. melaporkan bahwa untuk model satu dioda tidak cocok untuk semua intensitas (baik intensitas 240, 600 maupun 1000 W/m2). Untuk model Mazhari hanya cocok untuk intensitas
tinggi (1000
W/m2) dan model dua dioda dengan pendekatannya hanya cocok untuk intensitas rendah (240 dan 600 W/m2) (Cheknane dkk., 2008). Dari pernyataan Cheknane tersebut, dapat disimpulkan bahwa metode yang digunakan tidak bersifat umum untuk semua intensitas. Sedangkan penelitian dalam tesis ini, dengan metode yang dirancang, cocok digunakan untuk semua intensitas (100, 200, 400, 600, 800 dan 1000 W/m2) (ditunjukkan oleh Gambar 5.2).
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Dari seluruh rangkaian tesis yang telah dijelaskan dalam bab-bab sebelumnya, dapat disimpulkan : 1. Telah berhasil dirancang metode komputasi untuk mencari parameter internal sel surya organik. 2. Telah diperoleh nilai-nilai parameter internal secara lengkap yaitu n, Jph, Jsc, Rp, Rs, Jsc dan Voc. 3. Pendekatan linier yang digunakan memperoleh hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pendekatan yang dipakai sebelumnya 4. Telah didapatkan pola keterkaitan parameter internal terhadap intensitas berupa fungsi yang menghubungkan keduanya.
6.2 Saran Saran untuk penelitian selanjutnya adalah menerapkan metode yang telah dirancang untuk data sel surya inorganik.
52
DAFTAR PUSTAKA
Cheknane, A., Hilal, H. S., Djeffal, F., Benyoucef, Jean-Pierre Charles, 2008, An equivalent circuit approach to organic solar cell modelling, ELSIVIER, Microelectronics Journal 39 1173–1180 Hamakawa, Y, 1997, Photovoltaics Clean Energy Revolution, Proc. of Japan – Indonesia Joint Seminar on Photovoltaic, p. W-1. Ishii H., Sugiyama, K., Ito, E., dan Seki, K., 1999, Energy Level Alignment and Interfacial Electronic Structure at Organic/Metal and Organic Interfaces, Adv. Mater, 11 605 Mazhari B., 2006, An improved solar cell circuit model for organik solar cells, Solar Energy Materials & Solar Cells 90, 1021–1033. Riede, M. K., 2006, Identification and Analysis of Key Parameters in Organic Solar Cell, Dissertasion, Durchgeführt am Fraunhofer Institut für Solare Energiesysteme (ISE), Freiburg im Breisgau, und am Freiburger Materialforschungszentrum (FMF), Freiburg im Breisgau. Peumans, P., Yakimov, A. dan Forres, S.R., 2003, Small molecular weight organik thin-film photodetectors and solar cells, J. Appl. Phys. 93, 3693. Singh V.P., Parsarathy B., R.S. Singh, A. Aguilera, J. Anthony, M. Payne, 2006, Characterization of high-photovoltage CuPc-based solar cell structures, Solar Energy Materials & Solar Cells 90, 798–812 Supriyanto, A., Kusminarto, Triyana, K. dan Roto, 2007, Optikal and Electrical Characteristics of Chlorophil-Porphyrins Isolated from Spinach and Spirulina Microalgae for Possible Use as Dye Sensitizer of Optoelektronic Devices, Proceeding The 1st International conference on Chemical Sciences (ICCS2007). Yogyakarta, 24-26 Mei 2007.
Sze, S. M., 1981, Physics of Semiconductor Devices 2nd edition, Chapter 14, John Wiley and Sons. Triyana, K., 2004, Heterojunction Organic Devices Based on Phthalocyaninine and Peryline, Dissertation, Graduate School of Engineering Science Kyushu University
Umeno, M., 1997, Toward Efficiency of 40%, Proc. of Japan-Indonesia Joint Seminar on Photovolaics, Institute of Technology Bandung, pp. P8-1. Xue J., Uchida S. , Rand B. P., dan Forrest S. R., 2004, 4.2% efficient organik photovoltaic cells with low series resistances, Appl. Phys. Lett., 84, 3013.
LAMPIRAN
Data Eksperimen Rapat Arus-Tegangan (J-V) untuk Intensitas 100 – 1000 W/m2 (Hibah Fundamental 2008) Tegangan V (Volt) -1 -0.95 -0.9 -0.85 -0.8 -0.75 -0.7 -0.65 -0.6 -0.55 -0.5 -0.45 -0.4 -0.35 -0.3 -0.25 -0.2 -0.15 -0.1 -0.05 0 0.05 0.1
Rapat Arus (I=100 W/m2) -12.334 -11.146 -10.081 -91.574 -83.279 -75.911 -69.611 -64.057 -59.210 -54.932 -51.355 -48.324 -45.549 -43.232 -41.181 -39.368 -37.807 -36.323 -34.965 -33.716 -32.319 -30.913 -29.204
Rapat Arus (I=200 W/m2) -16.997 -15.565 -14.296 -13.235 -12.247 -11.433 -10.675 -10.013 -94.738 -89.618 -85.249 -81.424 -78.236 -75.232 -72.625 -70.157 -68.019 -66.010 -63.934 -61.957 -59.748 -57.267 -54.264
Rapat Arus (I=400 W/m2) -27.498 -25.673 -24.127 -22.697 -21.454 -20.345 -19.375 -18.525 -17.792 -17.118 -16.537 -16.017 -15.530 -15.107 -14.721 -14.350 -13.988 -13.638 -13.278 -12.867 -12.459 -12.003 -11.437
Rapat Arus (I=600 W/m2) -34.755 -32.778 -30.988 -29.410 -28.019 -26.798 -25.681 -24.734 -23.876 -23.089 -22.409 -21.781 -21.219 -20.694 -20.192 -19.729 -19.268 -18.803 -18.341 -17.822 -17.235 -16.597 -15.831
Rapat Arus (I=800 W/m2) -45.241 -42.840 -40.719 -38.955 -37.275 -35.861 -34.510 -33.369 -32.329 -31.397 -30.581 -29.789 -29.042 -28.398 -27.759 -27.136 -26.530 -25.919 -25.286 -24.588 -23.806 -22.866 -21.798
Rapat Arus (I=1000 W/m2) -48.240 -46.077 -44.181 -42.504 -41.009 -39.687 -38.507 -37.352 -36.295 -35.448 -34.608 -33.824 -33.092 -32.382 -31.714 -31.043 -30.346 -29.612 -28.825 -27.937 -26.921 -25.774 -24.350
0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 0.5 0.55 0.6 0.65 0.7 0.75 0.8 0.85 0.9 0.95 1 1.05 1.1 1.15 1.2 1.25 1.3 1.35 1.4 1.45 1.5 1.55 1.6 1.65 1.7
-26.969 -23.974 -19.558 -13.170 -0.38703 0.87146 24.718 43.764 65.982 92.250 12.272 15.679 19.582 23.916 28.789 34.158 39.834 46.067 52.948 60.361 68.509 77.189 86.719 97.170 108.48 120.62 133.85 147.97 163.31 179.57 197.00 216.11
-50.473 -45.693 -39.130 -30.322 -17.998 -0.13207 18.827 42.833 71.183 10.366 14.187 18.508 23.392 28.935 35.021 41.646 48.895 56.749 65.191 74.557 84.465 95.193 106.62 119.89 133.85 149.14 165.33 182.85 201.90 222.03 243.74 266.99
-10.730 -98.910 -87.811 -73.675 -55.048 -31.510 -0.25158 29.688 67.092 11.073 15.961 21.446 27.611 34.670 42.098 50.194 59.388 69.156 79.461 90.542 102.87 115.80 130.10 145.30 162.46 179.60 199.81 221.19 244.92 270.27 297.63 327.76
-14.883 -13.742 -12.325 -10.493 -81.336 -52.465 -17.898 22.144 67.697 11.985 17.739 24.172 31.305 39.158 47.537 56.585 66.241 76.678 88.102 100.27 113.86 128.59 144.68 163.87 183.53 204.86 227.79 252.47 279.88 310.88 344.05 385.95
-20.534 -18.958 -17.020 -14.595 -11.618 -80.384 -39.137 0.76524 58.905 11.517 17.613 24.108 30.906 38.203 45.875 53.949 62.657 72.425 83.181 95.284 108.23 124.69 140.65 159.43 179.91 202.35 227.48 254.99 284.60 317.40 361.30 402.78
-22.676 -20.643 -18.181 -15.269 -12.006 -85.134 -48.951 -13.557 20.794 53.214 84.192 11.618 14.877 18.460 22.460 26.914 31.928 38.679 45.381 53.081 61.705 71.813 83.433 96.964 112.55 132.23 152.92 176.87 203.89 234.66 267.10 306.86
1.75 1.8 1.85 1.9 1.95 2
235.92 257.12 279.87 304.62 330.24 360.01
291.83 318.70 346.96 379.47 410.48 445.17
362.67 396.90 433.33 472.36 513.48 558.95
424.27 467.57 512.12 560.10 611.59 666.75
446.43 492.73 543.69 599.93 658.31 719.11
370.13 420.73 475.23 536.52 597.91 668.08
ICSE 2008 Proc. 2008, Johor Bahru, Malaysia
On the Dependency of Equivalent Circuit Parameters of Heterojunction Bilayer Copper Phthalocyanine/Perylene Photovoltaic Device on Light Intensity based on Reverse Bias Characteristic Kuwat Triyana1, Timothy Siahaan1, Sholihun1 , Kamsul Abraha1, and Muhamad Mat Salleh2 1) Physics Department, Gadjah Mada University, BLS 21, Yogyakarta 55281, Indonesia 2) Institute of Microengineering and Nanoelectronics (IMEN), Universiti Kebangsaan Malaysia , 43600 UKM Bangi, Selangor, Malaysia Email:
[email protected]
Abstract. In order to study the dependency of organic photovoltaic device on light intensity, we investigate the current density-bias voltage characteristics of phthalocyanine/perylene thin film heterojunction photovoltaic device under illumination of various intensities. We use the standard one diode equivalent circuit to model the device and calculate the parameters included in the model. In calculating the parameters, we use the formula for short circuit current density and open circuit voltage and consider the reverse bias characteristics of the device, which provides two additional equations from only one additional fitting. Using this approach, we have four equations to determine five parameters. From our calculation, we find that the parameters depend on the intensity of light illumination that subsequently results on the decreasing of the performance of the device. The ideality factor and the photocurrent density is found to be linearly dependent on light intensity. The decreasing of shunt and series resistance when the light intensity increases is also found and, together with the linear-increasing of the value of ideality factor, are suspected to be the source of the decreasing of the device performance. I. INTRODUCTION In recent years, development of thin film organic photovoltaic devices has grown considerably due to their possibilities to be fabricated by using low-cost processing techniques. Enormous efforts have been made to improve device performance such as by employing additional active layer and employing higher carrier mobility materials [1], tandem structures [2,3] and interface improvement [4]. Despite growing these research efforts, the capabilities of organic photovoltaic device are still relatively lower compared to their counterparts of inorganic photovoltaic devices. Moreover, since the fundamental processes governing the operation of organic photovoltaic devices are still poorly understood, it is difficult to enhance efficiency. Therefore, a better understanding would guide improvements in device design and performance. For this purpose, many studies have been carried out including study on analytical model for the open-circuit voltage and its associated resistance in organic planar heterojunction photovoltaic devices [5],
and light intensity dependence of open-circuit voltage and short-circuit current density [6-8]. Recently, it has been demonstrated that double layers organic photovoltaic devices based on heterojunctions of copper-phthalocianine (CuPc) as donor and 3,4,9,10-perylenetetracarboxylic bis-benzimidazole (PTCBI) as acceptor can be a promising platform for efficient light harvesting. Organic photovoltaic devices consisting of such donor/acceptor bilayer based on these materials have been shown to cover broad range absorption of solar spectra [2]. In order to analyze the performance of such photovoltaic device, one usually uses an equivalent circuit. In this case, the equivalent circuit model is helpful in understanding physics mechanism and optimizing device by providing a quantitative estimation of losses in the device. Although the circuit model was originally developed for describing inorganic photovoltaic devices [9], it has been successful to interpret the characteristic of organic photovoltaic devices as well. On the other hand, it has been reported in other papers that there is evidence that the
ICSE 2008 Proc. 2008, Johor Bahru, Malaysia
parameters included in the one diode equivalent circuit model are affected by intensity of the light illuminating the device [8]. Such dependency may then cause dependency of power conversion efficiency on light intensity. Since the power conversion efficiency is an important thing, it is important for us to investigate the dependency of parameters in the one diode equivalent circuit model on light intensity for a device considered. In this article, we use another approximation where we consider the reverse bias part of the current density-voltage characteristic curve of the organic photovoltaic device based on CuPc and PTCBI. This approximation results in four equations relating the five parameters so we will only have to do one fitting and then obtain all parameters. The organization of this article is as follows: The next section talks about the experiment covering the fabrication and the characterization of the device. Section III talks about the model and the approximation we use. Section IV consists of the results and discussion on them, while Section V concludes our discussion in this article.
diode is parameterized by two parameters, namely: saturation current density ( J s ) and ideality factor (n) of the diode. The current source, J ph , describes the photogenerated current density in the device. Two resistances, the series resistance Rs and parallel resistance R p , describe the bulk resistivity and the leakage current due to impurities and pinholes that may be created during device fabrication, respectively. By analyzing the circuit in Fig.1, we have the current density-voltage relation
V JRs A J s exp e 1 nkT 1 (1) J Rs V 1 J R p ph R p A where, k is the Boltzmann constant, T is the absolute temperature, A is the active area of the device, and e is the fundamental charge.
II. EXPERIMENT First, to prevent short circuits of the devices, precleaned indium tin oxide (ITO) substrate was coated with polyethylene-dioxythiophene (PEDOT:PSS, Baytron 4083) layer by spin coating (at 6000 rpm for 60 s), followed by 5 min drying at 120oC. Second, the organic layers were deposited by thermal evaporation at about 2 x 10-7 Torr and at the deposition rate of about 2 Å/s. The deposition of active layers was started from deposition of CuPc layer followed by a PTCBI layer. The thickness of each active layer was estimated to be about 50 nm. Finally, the top metal electrode of Ag was deposited through a shadow mask resulted in size of the device to be 2x2 mm2. The current density-voltage characterization was carried out by using Keithley 238 source-measure unit in air ambient under various illumination intensities of Xenon lamp. Forward bias is defined as positive voltage applied to ITO electrode. III. MODEL The structure of device we are studying is depicted and modeled as a circuit shown in Figs.1 (a) and (b) consisting of a diode connected with a source of current and two resistances. The
(a)
(b) Fig. 1 (a) Structure of molecular and schematic of organic photovoltaic device in this study; (b) One diode equivalent circuit model [8].
Two important points in the J V characteristic curves of photovoltaic devices are the open circuit voltage, the root of (1), giving information about the highest voltage a photovoltaic device can give, and the short circuit current density, the current density measured when no applied bias is applied, describing the photogenerated current density. If
ICSE 2008 Proc. 2008, Johor Bahru, Malaysia
the open circuit voltage is written as Voc and the short circuit current density is written as J sc , we can write equations for them,
V eV 0 J s exp oc 1 J ph oc (2) Rp A nkT eJ sc Rs A 1 J s exp 1 J sc nkT (3) R 1 s J Rp ph Normally, J sc is close enough to J ph but it has absolute value lower than J ph because of the existence of the series resistance. The only assumption we use in computation is that in the reverse bias situation, the current resulted from the bias voltage comes from the saturation current and the photogenerated current. Both types of current suffer from leakage and the surviving current suffers from the resistance of the device. It means the following relation holds in the reverse bias situation (4),
J reverse
J s J ph V Rs Rp A 1 Rs R p
(4)
which can be easily found from Fig.1 This linear relation between current density and bias voltage can be seen from the reverse bias region in the current density-voltage characteristic curves in which the profile of the part of the curve shows the most linear profile with smallest gradient. From the consideration of this part of the curve, one obtains two equations
m
1 Rs R p A
(5)
and
c
J s J ph R 1 s Rp
(6)
Values of m and c are obtained from the consideration mentioned above. It means we have four equations (2), (3), (5), and (6) to calculate five parameters, leaving one parameter only to be the fitting parameter. In other publications, it is usual to approach m by
Rp A , while here we do not use such 1
approximation. In our calculation, we choose n to be the fitting parameter while the other
parameters come from equations (2), (3), (5), and (6). The value of n is found from minimizing (7) as follows. 2
e Vl Jl Rs A J s e nkT 1 1 J (7) S l Rs l 1 V J ph l R p Rp A where Vl , J l are pairs of data of l th bias
voltage and current density from the experimental data. It should be noted that this assumption works only in case that the device characteristic in reverse bias yield a quite long linear regime before the break down. Unless this condition is satisfied, one cannot use the assumption. IV. RESULTS AND DISCUSSION In determining the parameters, we fit the value of ideality factor n with the data in the range between -0.6 volt and 0.6 volt to find the value of it that minimizes S. The result of current density-voltage characteristic of the device is depicted in Fig. 2 in which it is shown that our approximation gives a good agreement with experimental result. Based on these, we can confide ourselves about the validity of the parameters obtained from the model using the approximation described in (4), (5) and 6). From Fig. 2 we see that the open circuit voltage of the device depends on the intensity of illumination, which can be understood from the explanation from [6]. However, one should be careful because the explanation is about photovoltaic device based on polymer/fullerene. Linear dependency of the short circuit current density is shown from the fitting of the relation J sc I , where I is the intensity of light, resulting 0.96 , which is close to unity. On the other hand, the value of J ph is seen to be greater than J sc as expected because of bulk resistance (series resistance) possessed by the device. From the fitting, it is found that J ph I 0.97 which is also close to linearity. The deviation of the dependency of J ph on the light density, which is seen from the deviation of power fitting parameter from unity, informs us
ICSE 2008 Proc. 2008, Johor Bahru, Malaysia
5.7305 108 W 1m 2 1 ;
the existency of difference between mobility of electrons and holes in the device [7].
1.0954 106 W 1m 2 1 ; 1
and
1
Rs 0
Rp 0
5.7662 106 1
1.5089 104 1 . It tells us that the
light exposure gives the effect to series and shunt resistance as additional resistors parallel to the ones appearing in dark condition where the additional resistances proportional to the inverse of the intensity of the light. For shunt resistance, similar relation has been proposed in [8] and [11]. Large values of the ratio between series and shunt resistances gives good reason about the small efficiency in power conversion exhibited by this device. Fig. 2 Current density-voltage characteristic curves of the device under various intensities (in mW/cm2) of (a) 5, (b) 10, (c) 20, (d) 40 and (e) 60. A good agreement between experimental data and model can bee seen.
The values of series and shunt resistance are found to decrease with increasing light intensity as shown in Fig.3. Such decreement does make sense since the intensity of illumination is proportional to the charge created and, subsequently, to the charge density. Since charge density proportional to the inverse of resistivity, the resistances should be proportional to the inverse of light intensity. The charges, assumed to be created at the interface of the active layers [10], can suffer from leakage, described by Rp , and the remaining may suffer the lost of energy due to the bulk resistance of the device. This explanation gives a good reasoning about the shape of the curve describing the relation between the resistances and light intensity. It is important to note that the series and shunt resistance can be approached by the parallel resistance law in their dependency on light intensity, that is
1 1 I, R p Rp 0
(8)
1 1 I. Rs Rs 0
where , are constants determining the linear relationship between R p 1 , Rs 1 to light intensity
I
while
R p 0 , Rs 0
are
shunt
and
resistances in the dark. From (8), we find
series
Fig. 3 Effect of light intensity on series and shunt resistances.
The values of ideality factor and saturation current density increase monotonically with increasing of light intensity. These patterns are presented in Fig. 4. From fitting of the data of the ideality factor to some simple functions, it is obtained that the dependency of ideality factor to light intensity follows linear dependency on light intensity (9) n n0 I where no is the ideality factor of the device in the dark and is a constant. In this case, we find
0.002 W 1m 2 and n0 1.65. This linear feature should be reconsidered carefully since Fig.4 shows that such dependency contains a quite large deviation from the ideal diode. Generally, for the ideal diode when n is exactly unity. It means that the current is completely dominated by diffusion mechanisms. Meanwhile, since the values of n for higher
ICSE 2008 Proc. 2008, Johor Bahru, Malaysia
intensities are more than 2, it may be interpreted that the current of the device is completely dominated by generation and/or recombination mechanism.
ACKNOWLEDGEMENT The authors would like to thank the Ministry of National Education of the Republic of Indonesia for sponsoring this work through Hibah Fundamental Grant, under Contract of LPPM-UGM /573/ 2007, M. A. K. 2560. 4256. 573119 REFERENCES
Fig. 4 Effect of light intensity on ideality factor (n) and saturation current density (Js).
Furthermore, relation between saturation current density and ideality factor is exponential as (10), (10) J s C exp n which, together with (9), gives relation between saturation current density with the light intensity. In this case, we find C 3.0 10 5 Am 2 and 2.2 . V. CONCLUSION We have studied the dependency of parameters included in one diode equivalent circuit model on intensity of illumination. The reverse bias current density-voltage characteristic of the device has been considered in determining the parameters leading us to a simple way in determining the parameters. The assumption gives good agreement with experimental data and all of the parameters are found to be dependent to the intensity of light. It is interesting that the dependency of the parameters on light intensity can be formulated in form of simple functions, while dependency of photogenerated current density was found to be linearly dependent with light intensity. It shows that such relations give different behavior for low and high intensity of illumination.
[1] W. B. Chen, H. F. Xiang, Z. X. Xu, B. P. Yan, V. A. L. Roy, C. M. Che, Improving efficiency of organic photovoltaic cells with pentacene-doped CuPc layer, Appl. Phys. Lett. 91, 191109-1 (2007). [2] K. Triyana, T. Yasuda, K. Fujita, T. Tsutsui, Tandem-type organic solar cells by stacking different heterojunction materials, Thin Solid Films, 477, 198 (2005). [3] G. Dennler, H. J. Prall, R. Koeppe, M. Egginger, R. Autengruber, N. S. Sariciftci, Enhanced spectral coverage in tandem organic solar cells, Appl. Phys Lett. 89, 073502-1 (2006). [4] M. Vogel, S. Doka, Ch. Breyer, M. Ch. LuxSteiner, K. Fostiropoulosa, On the function of a bathocuproine buffer layer in organic photovoltaic cells, Appl. Phys Lett. 89, 163501-1 (2006). [5] D. Cheyns, J. Poortmans, P. Heremans, C. Deibel, S. Verlaak, B. P. Rand, and J. Genoe, Analytical model for the open-circuit voltage and its associated resistance in organic planar heterojunction solar cells, Phys. Rev. B, 77, 165332-1 (2008). [6] L. J. A. Koster, V. D. Mihailetchi, R. Ramaker and P. W. M. Blom, Light intensity dependence of open-circuit voltage of polymer:fullerene solar cells, J. Appl. Phys. 86, 123509, 1-3 (2005). [7] L. J. A. Koster, V. D. Mihailetchi, H. Xie. and P. W. M. Blom, Origin of the light intensity dependence of the short-circuit current of polymer/fullerene solar cells, Appl. Phys. Lett. 87, 203502 (2005). [8] S. Yoo, B. Domercq and B. Kippelen, Intensitydependent equivalent circuit parameters of organic solar cells based on pentacene and C60, J. Appl. Phys. 97, 103706 (2005). [9] B. Mazhari, An improved solar cell circuit model for organic solar cells, Solar Energy Materials & Solar Cells, 90, 1021 (2006). [10] P. Peumans, A. Yakimov and S. R. Forrest, Small molecular weight organic thin-film photodetectors and solar cells, J. Appl. Phys. 93, 7, 3693723 (2003). [11] C. Waldauf, P. Schilinsky, J. Hauch and C. J Brabec, Material and device concepts for organic photovoltaics: towards competitive efficiencies, Thin Solid Films, 451-452, 503-507 (2004).