perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
i
STUDI KINERJA DAN STABILITAS SEL SURYA TERSENSITISASI DENGAN PEWARNA N719 DAN PEWARNA ALAMI
TESIS Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Teknik Mesin
Oleh Trisma Jaya Saputra S951108018
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET commit to user SURAKARTA 2014
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ii
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
iii
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
iv PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS
Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa: 1.
Tesis yang berjudul : “STUDI KINERJA DAN STABILITAS SEL SURYA TERSENSITISASI DENGAN PEWARNA N719 DAN PEWARNA ALAMI” ini adalah karya penelitian saya sendiri dan bebas plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan serta daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Permendiknas No 17, tahun 2010)
2.
Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan PPs UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu semester (enam bulan sejak pengesahan tesis) saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan tesis ini, maka Prodi Magister Teknik Mesin UNS berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Prodi Magister Teknik Mesin UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan sanksi akademik yang berlaku. Surakarta,
Oktober 2014 Mahasiswa,
Trisma Jaya Saputra
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
v Trisma Jaya Saputra, NIM: S951108018, 2014. STUDI KINERJA DAN STABILITAS SEL SURYA TERSENSITISASI DENGAN PEWARNA N719 DAN PEWARNA ALAMI. Komisi pembimbing I: Dr. techn. Suyitno, S.T., M.T. Pembimbing II: Dr. Agus Supriyanto, MSi. Tesis Program Studi Magister Teknik Mesin. Program Pasca Sarjana. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menguji unjuk kerja dan kestabilan sel surya dengan pewarna N719 dan pewarna alami. Pewarna alami diperoleh dari ekstrak daun pepaya dan kemudian diperlakukan dengan menambah asam bensoat sehingga diperoleh pH 5,5, 5,0, 4,5, 4,0, 3,5, dan 3,0. Uji kestabilan dilakukan dengan perlakuan panas 50°C selama 100 jam dan 200 jam. Pewarna alami dan pewarna N719 dilakukan pengujian absorbansi, FTIR, dan cyclic voltammetry. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa kinerja sel surya dengan pewarna N719 masih lebih tinggi dibandingkan dengan kinerja sel surya dengan pewarna alami.Voc, Jsc, dan efisiensi dari sel surya dengan pewarna N719 sebesar 475 mV, 3,40 mA/cm2, dan 0,87%. Sedangkan Voc, Jsc, dan efisiensi dari sel surya dengan pewarna alami daun pepaya sebesar 325 mV, 0,36 mA/cm2, dan 0,07%. Selanjutnya, penambahan asam bensoat dalam pewarna daun pepaya sampai pH 3,5 mampu meningkatkan kinerja sel surya sampai 4 kalinya. Sel surya dengan pewarna alami daun pepaya pH 3,5 mempunyai Voc, Jsc, dan efisiensi sebesar 460 mV, 1,19 mA/cm2, dan 0,28%. Penambahan tingkat keasaman dari bahan pewarna alami daun pepaya sampai pH 3,5-4 dapat meningkatkan kestabilan dari sel surya dengan pewarna alami daun pepaya.
Kata kunci: Kinerja, kestabilan, sel surya, pewarna alami, daun pepaya, cyclic voltammetry.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
vi Trisma Jaya Saputra, NIM: S951108018, 2014. STUDY THE PERFORMANCE AND THE STABILITY OF DYE SENSITIZED SOLAR CELL BASEDN ON N719 AND NATURAL DYE. Supervisor I: Dr. techn. Suyitno, S.T., M.T. Supervisor II: Dr. Agus Supriyanto, MSi. Thesis. Master on Mechanical Engineering. Graduate School. Sebelas Maret University, Surakarta.
Abstract The research aims to investigate the performance and the stability of dye sensitized solar cell based on N719 and natural dye. The natural dyes were extracted from Papaya leaves and then were added with benzoic acid until their pH 5.5, 5.0, 4.5, 4.0, 3.5, and 3.0. To test the stability, the solar cell and dye was subjected to heat at 50°C for 100 h and 200 h. The natural and N719 dye were examined their absorbance, FTIR, and cyclic voltammetry. The results show that the performance of solar cells based on N719 dye was higher than that of based on natural dye. Voc, Jsc, and efficiency of the solar cells based on N719 dye were 475 mV, 3.40 mA/cm2,and 0.87%, respectively. Meanwhile, The respective Voc, Jsc, and efficiency of the solar cells based on papaya dye were 325 mV, 0.36 mA/cm2, and 0.07%. Furthermore, the addition of benzoic acid in the papaya leaves dye until pH 3.5 increased the performance of solar cell up to 4 folds. The solar cell with papaya leaves dye at pH 3.5 has Voc, Jsc, and efficiency of 460 mV, 1.19 mA/cm2, dan 0.28%, respectively. The best stability of solar cell based on papaya leaves dye was achieved by adding benzoic acid until the pH of dyes was 3.5-4.0. Keywords: performance, stability, solar cell, natural dye, papaya leaves, cyclic voltammetry.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
vii KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah, segala puji hanya kepada Allah SWT, atas segala nikmat cahaya ilmu pengetahuan, kemudahan serta petunjuk yang telah diberikan sehingga dapat terselesaikan dengan baik penulisan tesis dengan judul “STUDI KINERJA DAN STABILITAS SEL SURYA TERSENSITISASI DENGAN PEWARNA N719 DAN PEWARNA ALAMI”. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Teknik di Program Studi Magister Teknik Mesin Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dengan terselesaikannya laporan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1.
Bapak Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S. selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2.
Bapak Dr. Techn. Suyitno, S.T., M.T. selaku Ketua Program Studi Magister Teknik Mesin Program Pascasarjana UNS
3.
Bapak Dr. Techn. Suyitno, S.T., M.T. selaku Pembimbing I yang telah memberikan inspirasi dan bimbingan dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.
4.
Bapak Dr. Agus Supriyanto, S.Si., M.Si. selaku Pembimbing II yang telah memberikan inspirasi dan bimbingan dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.
5.
Bapak D. Danardono, S.T., M.T., Ph.D dan Bapak Dr. Eng. Syamsul Hadi, S.T., M.T. selaku penguji Tesis.
6.
Seluruh Dosen Magister Teknik Mesin yang telah memberi ilmu, inspirasi dan motivasi selama menjalani proses perkuliahan.
7.
Keluarga besar istri tercinta Sri Handayani, S.Pd, M.Pd. dan anakku tersayang Ajeng Kartika Nugraheri Syafitri, serta Orang Tua dan adik-adik yang telah memberi kasih sayang, nasehat dan doa.
8.
Rekan-rekan seperjuangan Mas Dharmanto, Mas Mirza, Pak Lukman, Pak Agus, Pak Bayu, Mas Arga, Mas Tarmo dan Mas Yoga.
9.
Bu Ning, Bu Dr. Sayekti, Mas David lab MIPA Terpadu Universitas Sebelas Maret Surakarta.
10.
Pak Kent, Pak Basuki, Bu Retno sub Lab Kimia MIPA Universitas Sebelas Maret commit to user Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
viii 11.
Pak Cecep, Mbak Novita Lab Kimia Terpadu Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Harapan penulis mudah-mudahan tesis ini menjadi sumber inspirasi bagi pembaca
sebagai tambahan wacana ilmu pengetahuan dan teknologi. Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan untuk kesempurnaan penyusunan tesis ini. Semoga tesis ini dapat menjadi manfaat bagi kita semua. Surakarta,
Penulis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ix DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................................
ii
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS..............................
iv
ABSTRAK.....................................................................................................................
v
ABSTRACT...................................................................................................................
vi
KATA PENGANTAR...................................................................................................
vii
DAFTAR ISI..................................................................................................................
ix
DAFTAR TABEL..........................................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................................
xii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................
1
1.1. Latar Belakang Masalah...........................................................................
1
1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................
2
1.3. Tujuan Penelitian......................................................................................
2
1.4. Manfaat Penelitian....................................................................................
2
1.5. Batasan Masalah.......................................................................................
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................
4
2.1. Perkembangan Penelitian pada Bahan Pewarna.......................................
4
2.2. Perkembangan Penelitian Semikonduktor................................................
14
2.3. Sel Surya DSSC........................................................................................
15
2.4. Karakteristik Sel Surya.............................................................................
17
2.5. Uji Stabilitas.............................................................................................
18
BAB III METODE PENELITIAN................................................................................
20
3.1. Tempat Penelitian.....................................................................................
20
3.2. Alat dan Bahan.........................................................................................
20
3.3. Alur Penelitian..........................................................................................
21
3.4. Struktur Sel Surya dan Pengujian Sel Surya DSSC.................................
23
3.5. Uji Kestabilan Sel Surya...........................................................................
24
3.6. Variasi Pengujian......................................................................................
25
BAB IV HASIL DAN ANALISIS DATA....................................................................
26
4.1. Ujuk Kerja Sel Surya pada 0 jam............................................................. commit to user 4.2. Uji Kestabilan Sel Surya...........................................................................
26 30
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
x BAB V KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................
36
5.1. Kesimpulan...............................................................................................
36
5.2. Saran.........................................................................................................
36
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................
37
LAMPIRAN...................................................................................................................
39
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
xi DAFTAR TABEL Tabel 2.1. pH ekstrak (temperatur ekstrak 50oC) dan pengaruhnya pada efisiensi sel surya dengan pewarna daun bayam dan daun ipomoea (Chang, et al., 2010)............................................................................................................... 8 Tabel 2.2. Temperatur ekstraksi daun ipomoea dan pengaruhnya pada kinerja sel surya (Chang, et al., 2010).............................................................................
9
Tabel 2.3. Karakteristik DSSC ekstrak Nephelium lappaceum dengan penambahan HCL................................................................................................................ 11 Tabel 2.4. Review bahan pewarna pada sel surya DSSC................................................. 12 Tabel 3.1. Variasi pengujian............................................................................................ 25 Tabel 4.1. Kinerja sel surya dengan pewarna alami dan pewarna N719 setelah dirakit.............................................................................................................. 26 Tabel 4.2. Hasil uji cyclic voltammetry untuk berbagai pewarna ................................... 27 Tabel 4.3. Nilai Ipc dan Ipa dari berbagai pewarna yang diuji dengan cyclic voltammetry.................................................................................................... 28 Tabel 4.4. Kinerja sel surya dengan pewarna alami dan pewarna N719 setelah dikenai perlakuan 100 jam dan 200 jam..................................................................... 31 Tabel 4.5. Prosentase penurunan kinerja sel surya setelah diperlakukan 100 jam dan 200 jam........................................................................................................... 31 Tabel 4.6. Hasil uji cyclic voltammetry untuk berbagai pewarna setelah perlakuan 100 jam.................................................................................................................. 34 Tabel 4.7. Hasil uji cyclic voltammetry untuk berbagai pewarna setelah perlakuan 200 jam.................................................................................................................. 34 Tabel 4.8. Nilai Ipc dan Ipa dari berbagai pewarna yang mengalami perlakuan 100 jam setelah diuji dengan cyclic voltammetry.................................................. 35
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
xii DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Serapan cahaya: (a) antosianin, (b) klorofil dan (c) campuran antosianin-klorofil (Chang dan Lo, 2010)................................................
4
Gambar 2.2. Serapan cahaya: (a) bunga rosella, (a) bunga kacang biru dan (c) campuran bunga rosella-bunga kacang biru (Wongcharee, et al., 2007).. 5 Gambar 2.3. Serapan cahaya dari berbagai bahan pewarna: daun ipomoea, daun bayam dan campuran (Chang, et al., 2010)............................................... 6 Gambar 2.4. Kurva IPCE dengan ekstrak daun ipomoea dan daun bayam (Chang, et al., 2010).................................................................................................... 6 Gambar 2.5. Kurva Light Harvesting Efficiency: (a) Yemeni Henna dan (b) Bahraini Henna dengan berbagai konsentrasi (Jasim, et al., 2012).........................
7
Gambar 2.6. Struktur (a) xanthophyll dan (b) antosianin (Hemalatha, et al., 2012)......
8
Gambar 2.7. Uji FTIR pada ekstrak pewarna alami dari Kerria Japonica dan Rosa Chinensis (Hemalatha, et al., 2012)..........................................................
9
Gambar 2.8. Diagram posisi level HOMO LUMO dari ekstrak Nephellum lappaceum (Kumara, et al., 2012)............................................................ 11 Gambar 2.9. Prinsip kerja sel surya DSSC (Grätzel, 2003)........................................... 13 Gambar 2.10. Kurva I-V pada sel surya (Usman, 2001).................................................. 18 Gambar 2.11. Skema pengukuran tegangan dan arus pada sel surya menurut ASTM E 9485-95...................................................................................................... 18 Gambar 3.1. Diagram alur penelitian............................................................................ 21 Gambar 3.2. Skema struktur sel surya DSSC................................................................. 24 Gambar 3.3. Siklus atau perlakuan untuk uji kestabilan DSSC dan bahan pewarna..... 24 Gambar 4.1. Skema injeksi elektron pada sel surya jenis DSSC: (a) Type-I DSSC dan (b) Type-II DSSC (Ooyama dan Harima, 2012)................................ 27 Gambar 4.2. LHE versus wavelength (nm) pewarna N719 dan daun pepaya pada tingkat keasaman yang berbeda-beda....................................................... 29 Gambar 4.3. Uji FTIR pada pewarna N719 dan daun pepaya pada tingkat keasaman yang berbeda-beda.................................................................................... 30 Gambar 4.4. LHE versus wavelength (nm) pewarna N719 dan daun pepaya pada commit to usersetelah mendapat perlakuan 50oC: tingkat keasaman yang berbeda-beda (a) 100 jam dan (b) 200 jam ..................................................................... 32
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
xiii Gambar 4.5. Uji FTIR pada pewarna N719 dan daun pepaya pada tingkat keasaman yang berbeda-beda setelah mendapat perlakuan 100 jam pada 50oC........ 33 Gambar 4.6. Uji FTIR dapa pewarna N719 dan daun pepaya pada tingkat keasaman yang berbeda-beda setelah mendapat perlakuan 200 jam pada 50oC........ 35
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah Sel surya dye-sensitized (DSSC) adalah perangkat untuk konversi cahaya menjadi
listrik yang didasarkan pada kepekaan semikonduktor. Semikonduktor TiO2 dan ZnO tidak dapat menyerap seluruh spektrum cahaya secara efektif, sehingga penyerapan cahaya perlu bantuan zat warna. Umumnya, pewarna yang digunakan sebagian besar sel surya DSSC adalah pewarna sintetis seperti: N719 dan pewarna N3. Kedua pewarna tersebut memiliki efisiensi konversi fotolistrik yang baik. Namun demikian pewarna tersebut mengandung logam berat yang tidak diinginkan dari sudut pandang aspek lingkungan. Selain itu bahan pewarna sintetis biayanya tinggi dan dalam jangka panjang tidak menguntungkan karena rumitnya proses pembuatan (Calogero dan Marco, 2008; Chang dan Lo, 2010; Chang, et al., 2010; Wongcharee, et al., 2007). Oleh karena itu, beberapa peneliti mengembangkan pewarna alami sebagai substitusi pewarna sintetis karena ketersediaannya melimpah. Pewarna alami adalah pewarna berupa molekul pigmen yang diperoleh dari sumber tumbuhan, hewan atau mineral dengan atau tanpa proses kimia. Sejauh ini, beberapa pewarna alami yang digunakan sebagai sensitizer dalam DSSC utamanya mengandung antosianin dan klorofil. Antosianin merupakan senyawa alami yang memberi warna pada buah-buahan dan tanaman terutama pada warna ungu dan merah, sedangkan klorofil kaya akan warna hijau (Chang dan Lo, 2010; Chang, et al., 2010). Pewarna alami yang dikehendaki harus mempunyai sifat: penyerapan sinar tampak dengan jangkauan yang luas, pencampuran pewarna dengan mempertimbangkan daerah serapan sinar tampak, memiliki gugus antosianin dan klorofil (Chang dan Lo, 2010), kesesuaian dengan semikonduktor (Chang, et al., 2010), memiliki stabilitas yang tinggi (Chang, et al., 2010; Wongcharee, et al., 2007), mempunyai kesesuaian dengan jenis pelarut (Wongcharee, et al., 2007), dan mempunyai panjang pendek gugus yang sesuai (Calogero dan Marco, 2008; Chang, et al., 2010). Dari semua persyaratan bahan pewarna sel surya, dua hal yang masih menjadi userkestabilan sel surya dengan pewarna perhatian para peneliti adalah kinerja commit sel suryatodan alami. Oleh karena itu, uji kinerja dan kestabilan dari sel surya berbasis semikonduktor 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2 TiO2 dengan menggunakan pewarna N719 dan pewarna alami yang diperlakukan tingkat keasamannya menarik untuk diteliti lebih mendalam. 1.2.
Rumusan Masalah Dalam penelitian ini dirumuskan beberapa masalah diantaranya:
1. Bagaimana perbandingan kinerja dan kestabilan sel surya dengan pewarna N719 dan pewarna alami. 2. Bagaimana pengaruh penambahan tingkat keasaman dari pewarna alami terhadap kinerja dan kestabilan dari sel surya dengan pewarna alami 1.3.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengukur kinerja dan kestabilan sel surya dengan pewarna N719 dan pewarna
alami. 2. Mengetahui pengaruh penambahan tingkat keasaman dari pewarna alami terhadap
kinerja dan kestabilan dari sel surya dengan pewarna alami 1.4.
Manfaat Penelitian Dari penelitian yang dilakukan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Memberi pengetahuan perbandingan kinerja dan kestabilan sel surya berpewarna alami dan N719 2. Mendapatkan informasi bagaimana meningkatkan kinerja dan kestabilan dari sel surya berpewarna alami. 1.5.
Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Material semikonduktor yang digunakan untuk pembuatan DSSC dalam penelitian ini adalah TiO2. 2. Zat pewarna (dye) alami yang digunakan dalam daun pepaya 3. FTO dibeli dari Pilkington dengan resistansi sekitar 30 Ω/cm 2 commit user(sodium iodine), I (iodine), HPA dan 4. Cairan elektrolit yang digunakan adalahtoNaI
acetonitrile (sebagai pelarut)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3 5. Lapisan tipis semikonduktor diendapkan pada substrat kaca fluorine-doped thin oxide (FTO) berukuran 1 cm x 3 cm 6. Temperatur sintering lapisan tipis TiO2 sebesar 450oC selama 120 menit. 7. Ketebalan substrat kaca fluorine-doped thin oxide (FTO) adalah 3 mm 8. Pembuatan FTO untuk counter electrode dibuat sendiri dengan metode spray pyrolysis dengan menggunakan larutan SnCl2, NH4F 9. Menggunakan larutan Pt (platinum untuk membuat counter electrode)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUANPUSTAKA
2.1.
Perkembangan Penelitian pada Bahan Pewarna Pewarna alami dalam sel surya DSSC berfungsi sebagai sensitizer. Syarat utama
pewarna alami untuk sel surya DSSC adalah harus memiliki jangkauan serapan cahaya yang luas terhadap sinar tampak. Terdapat beberapa zat warna alami yang telah diteliti dan utamanya adalah bahan-bahan yang mengandung senyawa antosianin dan klorofil sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 2.1.
(a) antosianin
(b) klorofil
(c) campuran antosianin-klorofil Gambar 2.1. Serapan cahaya: (a) antosianin, (b) klorofil dan (c) campuran antosianinklorofil (Chang dan Lo, 2010) Dari penelitian sebelumnya terungkap bahwa ekstrak buah murbei mampu commit user menyerap cahaya pada jangkauan 518-543 nm,tosedangkan daun delima mampu menyerap
cahaya pada jangkauan 400-500 dan 600-750 nm (Chang, dan Lo, 2010). Dikarenakan 4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5 kedua bahan pewarna tersebut memiliki daerah serapan cahaya yang berbeda, maka untuk memperluas jangkauan serapan cahaya, langkah yang dilakukan adalah dengan mencampur kedua bahan pewarna tersebut dengan perbandingan volume 1:1. Hasil campuran pewarna buah murbei dan daun delima mampu menyerap cahaya pada kisaran yang lebih luas yaitu 400-600 nm. Serapan cahaya yang lebih besar dapat menyebabkan peningkatan efisiensi sel surya dari 0,597% (pewarna dari daun delima) dan 0,548% (pewarna buah murbei) menjadi 0,722% (pewarna campuran) (Chang, dan Lo, 2010). Hasil campuran pewarna daun ipomoea dan daun bayam menghasilkan serapan cahaya yang lebih luas yaitu dari 400 nm sampai 500 nm sebagaimana terlihat pada Gambar 2.3. Jika dilihat fill factor dari bahan pewarna daun bayam dan ipomoea sebesar 51% dan 56,3%, fill factor yang tinggi menunjukkan bahwa donor elektron dari klorofil ke semikonduktor terjadi dengan baik. Jsc yang dibangkitkan dari sel surya berpewarna daun ipomoea lebih tinggi dibandingkan dengan Jsc dari sel surya berpewarna daun bayam karena ekstrak daun ipomoea terabsorpsi pada permukaan semikonduktor (TiO2) nanopartikel dengan baik, intensitas penyerapan lebih tinggi dan rentang panjang gelombang serapan yang lebih luas. Selain itu terdapat interaksi yang kuat antara TiO2 nanopartikel dan klorofil dalam cairan ekstrak daun ipomoea, sehingga IPCE yang dihasilkan daun ipomoea lebih tinggi dibandingkan dengan IPCE daun bayam sebagaimana terlihat pada Gambar 2.4, sehingga Jsc
yang dihasilkan dari sel surya
berpewarna daun ipomoea lebih tinggi dari pada Jsc yang dihasilkan daun bayam.
Gambar 2.2. Serapan cahaya: (a) bunga rosella, (b) bunga kacang biru dan (c) campuran bunga rosella-bunga kacang biru (Wongcharee, et al., 2007) commit to user Pada penelitian yang lain, pencampuran dua bahan pewarna justru dapat menyebabkan penurunaan efisiensi sel surya DSSC. Sel surya dengan pewarna dari
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6 ekstrak bunga rosella dan bunga kacang (blue pea) masing-masing mempunyai efisiensi 0,37% dan 0,05%. Pencampuran dua bahan pewarna dari ekstrak bunga rosella dan bunga kacang menghasilkan efisiensi yang rendah menjadi 0,15% (Wongcharee, et al., 2007). Dari Gambar 2.2 terlihat bahwa pencampuran dua bahan pewarna mampu memberikan jangkauan serapan yang lebih baik. Namun demikian turunnya efisiensi dari kedua campuran dipengaruhi oleh komponen dari masing-masing bahan pewarna. Pewarna dari kacang biru menghasilkan antosianin yang mengandung ternatin sedangkan dari pewarna dari bunga rosella diperoleh delphinidin dan cyanidin. Ternatin dapat menghambat donor elektron dari bahan pewarna ke semikonduktor yang terlihat dari rendahnya fill factor dan Isc yang dibangkitkan dari sel surya. Fill factor sel surya dengan pewarna kacang biru dan bunga rosella masing-masingnya adalah 33% dan 57% (Wongcharee, et al., 2007).
Gambar 2.3. Serapan cahaya dari berbagai bahan pewarna: daun ipomoea, daun bayam dan campuran (Chang, et al., 2010)
commit to user
Gambar 2.4. Kurva IPCE dengan ekstrak daun ipomoea dan daun bayam (Chang, et al., 2010)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7 Modifikasi lain dari bahan pewarna yang telah dilakukan adalah dengan menambahkan gula (sugar) ke dalam bahan pewarna. Penyerapan cahaya Kerria Japonica dan Rosa Chinensis dengan penambahan molekul gula menyebabkan intensitas pada puncak penyerapan cahaya meningkat. Peningkatan intensitas penyerapan cahaya dikarenakan ekstraksi pigmen karatonoid pada Kerria Japonica sedangkan pada pewarna Rosa Chinensis dikarenakan ekstraksi pigmen antosianin. Penambahan gula pada pewarna Kerria Japonica dapat meningkatkan Jsc, fill factor dan efisiensi. (Hemalatha, et al., 2012).
(a) Yemeni Henna
(b) Bahraini Henna
Gambar 2.5 Kurva Light Harvesting Efficiency: (a) Yemeni Henna dan (b) Bahraini Henna dengan berbagai konsentrasi (Jasim, et al., 2012) Penelitian tentang konsentrasi pewarna alami dari Yemeni Henna dan
Bahraini
Henna. Variasi konsentrasi yang digunakan adalah 0,84 g, 8,4 g, 21 g dan 84 g untuk Yemeni Henna. Sedangkan untuk Bahraini Henna konsentrasi yang digunakan adalah 0,08 g, 0,8 g, 8 g, dan 80 g. Hasil pengujian absorbansi dapat dilihat pada gambar 2.5. Light Harvesting Efficiency yang paling bagus ditunjukkan pada pewarna dengan konsentrasi tinggi. Namun dari pengujian effisiensi menunjukkan bahwa effisiensi tertinggi diperoleh dari konsentrasi 8 g pada pewarna Bahraini Henna yang mencapai 0,45%. Pada Yemeni Henna arus yang tertinggi dihasilkan oleh pewarna dengan konsetrasi 21 g sebesar 0,43 mA. Konsentrasi yang tinggi menandakan banyaknya cahaya yang dapat diserap, tapi hal ini dapat membuat hambatan dalam sel surya naik dan commit to user mengakibatkan arus yang dihasilkan kecil. Hambatan yang naik disebabkan karena tekstur dari pewarna yang cenderung lengket dan berminyak. Sedangkan untuk pewarna
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8 yang terlalu encer menyebabkan terlalu sedikitnya pewarna yang dapat terserap dalam semikonduktor.
Gambar 2.6. Struktur: (a) xanthophyll dan (b) antosianin (Hemalatha, et al., 2012) Struktur senyawa dalam bahan pewarna juga dapat mempengaruhi kinerja sel surya. Jika struktur pewarna alami memiliki rantai yang panjang seperti xanthophyll (Gambar 2.6) maka dapat menghambat ikatan pigmen dengan permukaan oksida semikonduktor, sehingga mencegah tersusunnya molekul dye secara efektif pada permukaan semikonduktor. Hal ini mengakibatkan berkurangnya transfer elektron dari molekul pewarna ke pita konduksi semikonduktor (Hemalatha, et al., 2012). Derajat keasaman (pH) larutan pada ekstrak juga memiliki dampak yang signifikan terhadap kerja DSSC. Pada umumnya, efisiensi sel surya meningkat dengan menurunnya pH dari bahan pewarna sampai mendekati pH = 1,0. pH yang rendah mendekati 1,0 mengindikasikan bahwa bahan pewarna mempunyai stabilitas yang tinggi (Wongcharee, et al., 2007). pH yang rendah berperan pada peningkatan Isc, Voc dan fill factor sebagaimana terlihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. pH ekstrak (temperatur ekstrak 50oC) dan pengaruhnya pada efisiensi sel surya dengan pewarna daun bayam dan daun ipomoea (Chang, et al., 2010) pH 3 2 1
Voc (mV) 510 543 565
Isc (mA/cm2) 0,915 0,982 1,12
(%) 0,253 0,292 0,318
FF (%) 55,15 56,38 59,23
Temperatur ekstraksi juga berpengaruh pada kualitas dari bahan pewarna. Daun ipomoea yang digunakan sebagai ekstrak pewarna dilakukan ekstraksi pada 30, 50 dan commit to user 80oC dan diperoleh bahwa ketika temperatur ekstraksi 50oC menghasilkan efisiensi sel surya tertinggi 0.278% sebagaimana terlihat pada Tabel 2.2. Hal ini karena klorofil dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9 bahan pewarna memiliki stabilitas terbaik dan laju degradasi pigmen paling lambat. Oleh karena itu dalam rangka memperoleh efisiensi terbaik, suhu ekstraksi harus dikendalikan (Chang, et al., 2010) Tabel 2.2. Temperatur ekstraksi daun ipomoea dan pengaruhnya pada kinerja sel surya (Chang, et al., 2010) Temperatur ekstraksi (oC) 30 50 80
Voc (mV)
Isc (mA/cm2)
(%)
FF (%)
495 540 533
0,85 0,914 0,825
0,233 0,278 0,259
53,55 56,33 54,78
Dari beberapa penjelasan terdahulu dapat dilihat bahwa efisiensi sel surya berpewarna alami dipengaruhi oleh beberapa hal: serapan cahaya dari bahan pewarna, struktur pigmen (komponen penyusun bahan pewarna), interaksi pewarna dengan semikonduktor dan stabilitas dari bahan pewarna.
Gambar. 2.7. Uji FTIR pada ekstrak pewarna alami dari Kerria Japonica dan Rosa Chinensis (Hemalatha, et al., 2012) Pada pewarna sel surya DSSC dibutuhkan pewarna yang memiliki gugus –OH, C=O dan –COOH (Narayan, 2012). Pengujian kandungan gugus di uji dengan pengujian FTIR. Gambar 2.7. menunjukkan hasil pengujian commit to user FTIR dari ekstrak pewarna Kerria Japonica dan Rosa Chinensis. Pada puncak 1080 dan 1646 cm-1 merupakan gugus C-C
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10 dan C=C yang terdapat dari masing-masing pewarna, hal ini mencerminkan sifat dari struktur molekul carotenoid. Band yang intens pada 1066 cm-1 memiliki C-O-C. Band yang kuat dan luas pada 3000-3700 cm-1 memiliki gugus –OH, pada daerah 2923 dan 2850 cm-1 adalah –CH. Karakteristik penyerapan cahaya yang kuat Rosa Chinensis merupakan serapan dari dua pigmen utama atosianin. Kedua puncak pada 2922 dan 2850 cm-1 adalah –CH. Puncak pada panjang gelombang dari 3393 cm-1 adalah OH yang merupakan zat warna anthocyanin dari Rosa Chinnesis. Spektrum puncak 1726 cm-1 memiliki C=O, hal ini menunjukkan bahwa pewarna antosianin memiliki bentuk quinonoidal parsial (Hemalatha, et al., 2012). HOMO LUMO merupakan parameter yang penting dalam proses membuat sel surya DSSC. Pada sel surya tersensitisasi dye, cahaya foton diserap oleh dye yang melekat (attached) pada permukaan partikel TiO2 (lapisan TiO2 bertindak sebagai akseptor atau kolektor elektron yang ditransfer dari dye yang teroksidasi). Foton yang diserap mengakibatkan elektron tereksitasi dari level HOMO (Highest Occupied Molecular Orbital) ke LUMO (Lowest Unoccupied Molecular Orbital) pada molekul dye. Untuk mendapatkan tingkat energi HUMO LUMO dari pewarna dengan menggunakan pengujian cyclic voltammetry sedangkan elektroda yang digunakan: counter electrode (Pt wire), working electrode (solid Pt) dan reference electrode (Ag/AgCl). HOMO merupakan energi yang dibutuhkan untuk mengekstrak elektron dari molekul yang merupakan proses oksidasi, sedangkan LUMO adalah energi yang diperlukan untuk menambahkan elektron ke molekul yang merupakan reduksi. Proses dapat diukur dengan metode cyclic voltammetry yaitu dengan cara mengukur potensial redoks Ered dan Eox. Perhitungan dan experimen dari pengukuran electrochemical dapat diberikan pada persamaan: = −(
= −(
dan
=
+ 4.4) eV .................................................................................... (2.1)
+ 4.4) eV .....................................................................................(2.2)
−
............................................................................................... (2.3)
Dimana Eox dan Ered adalah potensial onset dari oksidasi dan reduksi sedangkan Eg adalah celah pita pada material (Misra,commit et al., 2005) to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11 Tabel 2.3. Karakteristik DSSC ekstrak Nephelium lappaceum dengan penambahan HCL Dye With HCL Without HCL
Isc (mA cm-2) 3.88 1.17
Voc (mV) 404 453
FF 0.35 0.48
η% 0.56 0.26
Gambar 2.8. merupakan diagram posisi level HOMO LUMO DSSC yang dibuat menggunakan pewarna alami ekstrak dari pericap of Nephelium lappaceum sebagai fotosensitizernya. Efifisiensi tertingggi sebesar 0,56% (tabel 2.3) diperoleh dari ekstrak pewarna yang memiliki pH rendah. Nilai HOMO dan LUMO dihitung dan dijelaskan menggunakan data dari UV-Vis dan CV. Dari data tersebut terlihat bahwa energi band gap dari pigmen Nephelium lappaceum turun 1 eV selama penurunan nilai pH. Hal ini dapat meningkatkan kemampuan penyerapan energi.
Gambar 2.8. Diagram posisi level HOMO LUMO dari ekstrak Nephellum lappaceum (Kumara, et al., 2013)
Tabel 2.4 menunjukkan review beberapa bahan pewarna untuk sel surya. Terlihat bahwa kebanyakan penelitian bahan pewarna digunakan bersama dengan semikonduktor TiO2. Efisiensi tertinggi dari sel surya terlihat sebesar 0,72% dengan fill factor tertinggi sebesar 70,5%.
commit to user
12
1
Buah murbei Antosianin
-
Daun delima
-
Klorofil
Buah murbei : Antosianin : Daun delima = Klorofil 1:1 Daun Bayam Klorofil-a Daun Ipomoea Klorofil-b 2 1.0 Daun Bayam : Klorofil-a : Daun Ipomoea Klorofil-b = 1:1 Cyanidin Bunga Rosella and delphinidin 1.0 3 Bunga kacang Tertanin biru Bunga Rosella : Bunga kacang biru = 1:1
C Pelarut/t ambahan
o
No Jenis Pewarna Komponen
pH
Tabel 2.4. Review bahan pewarna pada sel surya DSSC Serapan Cahaya Isc Serapan Cahaya Semikond Voc (Pewarna+Semi (mA/cm Pewarna uktor (mV) 2 konduktor) )
FF
η (%)
- Alkohol 518 dan 543 nm 400-500 dan - Alkohol 600-750 nm
TiO2
1,89
555
0,49
0,548
TiO2
2,05
560
0,52
0,597
- Alkohol
TiO2
2,8
530
0,49
0,722
50 50
Alkohol Alkohol Alkohol Alkohol
TiO2 TiO2 TiO2 TiO2
0,467 0,914 0,914 1,12
550 540 540 565
0,51 0,5633 0,5633 0,5923
-
-
TiO2
-
-
-
-
TiO2
1,63 2,06 2,06 2,51 2,72
404 433 433 488 408
0,57 0,59 0,59 0,59 0,63
0,37 0,52 0,52 0,71 0,70
50 50 air 50 ethanol 50 -
Ref
(Chang dan Lo, 2010)
0,131 0,278 0,278 (Chang, et al., 0,318 2010)
-
-
TiO2
0,37
372
0,33
(Wongcharee, 0,05 et al., 2007)
-
-
TiO2
0,82
382
0,47
0,15
4
5
6
7
8
9
Kulit buah terung Jus jeruk Bunga K. Japonoca Bunga R. Chinensis Buah labu Bunga kamboja merah Ixora coccinea Buah Mulberry Umbi Beet Umbi Black carrot Buah Black raspberry Bunga Rosella juice Daun Kubis merah Biji Kacang biru
Karotenoid Antosianin
C Pelarut/t ambahan
o
No Jenis Pewarna Komponen
pH
13 Serapan Cahaya Isc Serapan Cahaya Semikond Voc (Pewarna+Semi (mA/cm Pewarna uktor (mV) 2 konduktor) )
η (%)
Ref
0,40
-
(Calogero dan Marco, 2008)
-
-
-
TiO2
3,40
350
-
-
gula gula
TiO2 TiO2 TiO2 TiO2 TiO2 TiO2
400-550 nm
3,84 0,5597 0,7509 0,8017 0,7025 0,24
340 5839 5526 5433 5373 644
TiO2
450-600 nm
0,94
495
0,65
0,301
-
ZnO
-
2,65
210
0,29
0,33
-
ZnO
-
2,90
230
0,30
0,41
-
ZnO
-
2,90
230
0,30
0,28
-
-
1,302
400
0,47
0,25
-
-
0,672
400
0,59
0,16
-
-
0,79
428
0,47
0,16
-
-
4,38
470
0,36
0,73
-
-
4,16
450
0,35
0,67
Β-carotene
-
Antosianin
Cyanidin Tertanin
FF
<1
0,50 0,66 0,6775 0,22 0,7045 0,29 0,664 0,29 0,6938 0,27 0,49 0,076
(Hemalatha, et al., 2012)
(Shanmugam, et al., 2013)
(Thambidurai, et al., 2011)
(Tekerek, et al., 2011)
(Gokilamani, et al., 2013)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14 2.2.
Perkembangan Penelitian Semikonduktor Laporan penelitian yang berhubungan dengan pemanfaatan semikonduktor untuk
pemanenan energi telah banyak diteliti. Terdapat dua material semikonduktor utama yang dikembangkan pada sel surya jenis DSSC yaitu ZnO dan TiO2. Fungsi semikonduktor dalam DSSC adalah mengonversi energi foton melalui mekanisme eksitasi elektron berdasarkan perbedaan celah energi. Celah pita energi yang dimiliki ZnO hampir sama dengan yang dimiliki TiO2. Namun
demikian,
telah
dilaporkan
bahwa
efisiensi
sel
surya
menggunakan
semikonduktor ZnO masih lebih rendah dibandingkan efisiensi sel surya dengan menggunakan semikonduktor TiO2. Beberapa faktor yang mungkin menjadi penyebab adalah karena pelarutan dari ZnO, pembentukan agregat pewarna-Zn2+, efisiensi injeksi elektron yang lebih rendah, efisiensi regenerasi pewarna yang rendah, dan meningkatnya kepadatan perangkap permukaan setelah penyerapan pewarna (Wong, et al., 2012). Di sisi lain ZnO mempunyai mobilitas elektron yang lebih tinggi sehingga rekayasa material ZnO untuk mengoptimalkan kemampuan mobilitas elektronnya terus dilakukan. Pada saat ini, rekayasa material ZnO untuk DSSC diarahkan untuk meningkatkan efisiensi DSSC melalui perubahan bentuk ZnO atau perubahan sifat dari ZnO. Bentuk ZnO yang telah dikaji antara lain bentuk susunan bertingkat dimana menghasilkan efisiensi DSSC sebesar 3,51%. Bentuk dan ukuran nanomaterial yang seragam sangat berpengaruh terhadap konektifitas antar semikonduktor sehingga mempengaruhi tinggi rendahnya nilai efisiensi DSSC (Chou, et al., 2007). Bentuk ZnO nanorod juga dilaporkan telah mampu meningkatkan efisiensi dari 1,8% menjadi 2,7% dengan kondisi penyinaran yang sama (Takanezawa, et al., 2007). Semikonduktor berbentuk nanoporous juga telah menunjukkan injeksi electron dari pewarna yang sangat cepat (Suresh, et al., 2011). Dari penelitian-penelitian tersebut terungkap bahwa bentuk ZnO memberi pengaruh terhadap efisiensi sel surya. Selain besar kecilnya celah pita energi dan bentuk dari material semikonduktor, pengembangan semikonduktor untuk DSSC juga harus memperhitungkan penyerapan spektrum cahaya, kemudahan perpindahan elektron, penyerapan bahan pewarna, umur aktif elektron, dan kecepatan elektron mengisi kembali. Secara umum dapat dimengerti commit to user bahwa untuk mendapatkan kinerja sel surya yang optimal diperlukan beberapa faktor seperti injeksi elektron yang cepat, penyerapan bahan pewarna yang tinggi, umur elektron
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15 yang panjang, dan waktu perpindahan elektron yang pendek (Wong, et al., 2012). Melihat semua faktor tersebut di atas telah mengarahkan sebagian besar peneliti untuk merekayasa material semikonduktor baik TiO2, ZnO, dan lainnya dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi dan mencari penjelasan tentang mekanisme peningkatan efisiensi tersebut. 2.3. Sel Surya DSSC Sel surya DSSC pada umumnya tersusun atas beberapa lapisan. Keberadaan lapisan oksida semikonduktor di dalam lapisan sandwich berperan sangat penting sebagai pembangkit energi dari sebuah sistem DSSC. Lapisan oksida semikonduktor tersebut berperan sebagai pengumpul elektron sehingga dapat disebut sebagai semikonduktor tipe-n. Untuk tujuan DSSC, kemampuan semikonduktur untuk memproduksi elektron sangat terbatas jika berdiri sendiri untuk mengkonversi energi foton menjadi elektron. Sehingga diperlukan dye untuk mendonor elektron yang menyebabkan timbulnya hole pada semikonduktor saat molekul dye terkena sinar matahari.
Gambar 2.9. Prinsip kerja Sel Surya DSSC (Grätzel, 2003) Proses terbentuknya hole pada semikonduktor dimulai pada saat cahaya foton diserap oleh dye yang menempel pada semikonduktor. Semikonduktor bertindak sebagai penerima dan pengumpul elektron yang dibawa oleh dye. Foton yang diserap mengakibatkan elektron tereksitasi dari level HOMO (Highest Occupied Molecular Orbital) ke LUMO (Lowest Unoccupied Molecular commit to userOrbital) pada molekul dye sehingga terjadi pengosongan elektron atau hole. Dye yang kelebihan elektron akan memindahkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16 elektron kedalam pita konduksi semikonduktor yang telah terjadi pengosongan elektron. Transfer elektron yang keluar tersebut melintas melewati partikel-partikel semikonduktor menuju lapisan elektroda konduktif transparan FTO (Fluorine doped Tin Oxide), selanjutnya ditransfer melewati rangkaian luar kemudian menuju elektroda lawan (counter electrode). Elektron masuk kembali ke dalam sel melalui counter electrode dan bereaksi dengan I3- menghasilkan 3I-. Karena terdapat elektrolit sehingga reaksi berikutnya adalah reaksi oksidasi dimana 3I- terurai menjadi I3- dan sejumlah elektron yang akan mengisi kekosongan elektron dalam dye. Elektrolit redoks, biasanya berupa pasangan iodida dan triodida (I-/I3-) yang bertindak sebagai mediator redoks, sehingga dapat menghasilkan proses siklus di dalam DSSC dan dapat ditunjukkan pada Gambar 2..9. Prinsip kerja masing-masing komponen sel surya DSSC adalah: 1. Substrate Substrate yang digunakan pada DSSC yaitu jenis TCO (Transparent Conductive Oxide) yang merupakan kaca transparan konduktif. TCO itu sendiri berfungsi sebagai badan dari sel surya dan sebagai tempat elektron mengalir. Material yang umumnya digunakan yaitu flourine-doped tin oxide (SnO2:F atau biasa disebut dengan FTO), atau indium tin oxide (In2O3:Sn atau ITO). Pemilihan kedua material tersebut merupakan pilihan yang cocok karena tidak mengalami kerusakan pada proses sintering, dimana temperatur sintering itu sendiri sebesar 100-500°C. 2. Pewarna Pewarna pada DSSC adalah pewarna yang dapat
terserap pada lapisan tipis
semikonduktor dan berfungsi sebagai sensitizer, sensitizer memiliki fungsi menyerap cahaya dan menginjeksikan elektron ke pita konduksi semikonduktor 3. Elektrolit Elektrolit merupakan pasangan iodide (I-) dan triodide (I3-) bertindak sebagai mediator elektron sehingga dapat menghasilkan proses siklus dalam sel. Elektrolit menyediakan elektron pengganti untuk molekul dye teroksidasi, sehingga dye kembali ke keadaan awal pada pita valensi dye. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17 4.
Counter electroda Lapisan konter biasa menggunakan platina yaitu untuk mempercepat kinetika
reaksi proses reduksi triodide (I3-) pada FTO. 2.4. Karakteristik Sel Surya Karakteristik sel surya saat disinari dinyatakan dalam karakteristik arus hubungsingkat (Isc) dan tegangan lingkar buka (Voc). Titik pada kurva I-V yang menghasilkan nilai maksimum dari perkalian arus dan tegangan disebut titik daya maksimum (Pmax). Arus short-circuit (Isc) adalah arus listrik maksimum pada nilai tegangan (volt) sama dengan nol, sedangkan tegangan open-circuit (Voc) adalah kondisi dimana tidak ada arus yang dapat mengalir sehingga tegangannya maksimum. Pengukuran Isc dilakukan dengan membuat resistor atau hambatan bernilai nol, sehingga nilai tegangannya menjadi nol. Pengukuran Voc dilakukan dengan membuat resistor atau hambatan bernilai sangat tinggi sehingga tidak ada arus yang mengalir dan arus bernilai nol. Karaktersitik penting lainnya dari sel surya yaitu fill factor (FF), dengan persamaan dibawah ini: ×
=
×
… ..…………………………............………………..(2.4)
Fill factor merupakan perbandingan antara daya maksimum dengan daya hasil kali Voc dan Isc. Nilai fill factor yang tinggi menunjukkan arus yang dihasilkan mudah mengalir dan tidak terbuang sebagai rugi-rugi dalam. Daya maksimum (Pmax) adalah energi listrik maksimum persatuan waktu yang dapat dihasilkan oleh sel surya. Pada kurva arus-tegangan, daya maksimum ditunjukkan oleh luas area (hasil kali arus dengan tegangan) yang maksimum. Persamaan yang digunakan:
=
................................................................................. (2.5)
Sedangkan efisiensi sel surya dapat ditentukan dari daya maksimum yang dihasilkan dari sel surya (Pmax) dibagi dengan luas penampang sel surya A (m2) dan intensitas penyinaran I (W/m2). =
×
commit to user
……………………………….……...........…………….… (2.6)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18 Nilai fill factor dan efisiensi ini yang menjadi referensi utama dalam menentukan kualitas performansi suatu sel surya.
Gambar. 2.10. Kurva I-V pada sel surya (Usman, 2001)
Gambar 2.11. Skema pengukuran tegangan dan arus pada sel surya menurut ASTM E 9485-95
2.5. Uji Stabilitas Pengujian stabilitas sel surya dengan menggunakan
pemanasan oven pada
temperatur 50oC ± 2oC selama 100 dan 200 jam, untuk pengujian stabilitas pewarna N917, ekstrak daun pepaya dan daun pepaya pada variasi pH, pewarna pada keadaan cair commit to user diuji pada kondisi 0 jam dan kondisi setelah mengalami pemanasan selama 100 dan 200 jam pada 50oC ± 2oC. Pengujian pewarna menggunakan pengujian UV-Vis (ultra violet-
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19 visible), FTIR (Spektrofotometer Fourier Transform Infra Red) dan CV (cyclic voltammetry). Pengujian UV-Vis menggunakan peralatan UV-Vis Spectrometer Lambda 25 PerkinElmer, pengujian FTIR menggunakan IRPrestige-21 SHIMADZU sedangkan untuk pengujian CV menggunakan µAUTOLAB II ΩMetrohm. Untuk pengujian stabilitas DSSC yaitu pada kondisi 0 jam dan DSSC di panaskan dalam oven selama 100 dan 200 jam pada 50oC ± 2oC
setelah itu
DSSC diuji dengan pengukuran kurva
karakteristik I-V dengan menggunakan digital multimeter merk Keithley 2602A, dibawah sinar lampu OSRAM 300 W/230V SK TI pada intensitas 1000 W/m2 di lab Fisika MIPA UNS. Dari hasil uji kurva karakteristik V-I kemudian dianalisis Voc, Isc, fill factor, dan efisiensi dari sel surya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
3.1.
Tempat Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang dilakukan di Lab. Energi
Surya Jurusan Teknik Mesin, Lab. Sub Kimia FMIPA, Lab MIPA Terpadu Universtias Sebelas Maret Surakarta dan Lab Kimia Terpadu UII Yogyakarta. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada gambar 3.1. 3.2. 1.
Alat dan Bahan Alat Alat yang digunakan pembuatan FTO terdiri dari pemanas, Nebulizer AMRON
COMP A.I.R. dan reaktor. Alat yang digunakan pembuatan counter elektroda adalah pemanas. Alat yang gunakan untuk pembuatan pewarna adalah sochklet PYREX 500 ml dan rotary evaporator BUCHI Waterbath B-480. Alat yang digunakan untuk pembuatan lapisan semikonduktor adalah furnace Brother XD-1700 M. Alat yang digunakan untuk pembuatan elektrolit adalah magnetic stirrer NESCO LAB. Untuk mengukur tingkat keasaman dari bahan pewarna adalah pH 700 UTECH INSTRUMENTS. Alat uji yang digunakan untuk mengetahui stabilitas pewarna dan stabilitas sel surya DSSC terdiri dari UV-Vis PerkinElmer Lambda 25, FTIR IRPrestige-21 SHIMADZU, Cyclic Voltammetry
µAUTOLAB TYPE II Ω Metrohm dan Oven
(pemanas). Alat uji yang digunakan untuk menguji kinerja sel surya DSSC adalah digital multimeter merk Keithley 2602A, dibawah sinar lampu OSRAM 300 W/230V SK TI, intensitas matahari menggunakan pirano meter LI-COR Model LI-250 Light Meter. 2.
Bahan Bahan yang digunakan untuk pembuatan FTO adalah tin (II) chloride (SnCl2),
ammonium fluoride (NH4F), dan ethanol. Bahan yang digunakan untuk pembuatan counter electrode adalah larutan platinum H2PtCl6. Bahan yang digunakan untuk pewarna sistetis menggunakan N719 sedangkan untuk pewarna alami menggunakan ekstrak daun Pepaya. Bahan yang digunakan commit untuk to membuat lapisan semikonduktor TiO2 user
20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21 (nanopowder, 21 nm Sigma-Aldrich). Bahan yang digunakan untuk pembuatan elektrolit adalah garam Sodium Iodide (NaI) 99,95% murni, Iodine I2 99,95% murni dan HPA. Untuk variasi pH dengan penambahan asam bensoat (Benzoic acid 100134 MERK). 3.3.
Alur Penelitian
Gambar. 3.1. Diagram alur penelitian commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22 Secara lengkap diagram alir penelitian pada gambar 3.1. dijelaskan sebagai berikut: 1.
Sintesis FTO FTO dalam penelitian ini digunakan sebagai (1) lapisan atas untuk penerus cahaya
dan elektroda dan (2) sebagai dasar untuk counter electrode. Sebagai lapisan penerus cahaya dan elektroda, FTO dipersyaratkan mempunyai hambatan < 30 Ω dan transmitansi > 75%. FTO untuk penerus cahaya dibeli dari Pilkington Japan. 2.
Sintesis Counter Electroda FTO yang digunakan sebagai dasar counter electrode dibuat dengan menggunakan
metode spray pyrolysis. Bahan yang digunakan untuk pembuatan FTO adalah tin (II) chloride (SnCl2), ammonium fluoride (NH4F), dan ethanol. Counter electrode dalam sel surya juga berfungsi sebagai katalis untuk redox elektrolit. Counter electrode dibuat di laboratorium dengan menggunakan metode coating. Bahan yang digunakan untuk pembuatan counter electrode adalah larutan platinum H2PtCl6 (Calandra, et al., 2010). Kaca FTO dipanaskan sampai suhu 200oC dan pada suhu ini 5 ml larutan pelatinum H2PtCl6 dilapiskan pada FTO sampai suhu kaca FTO naik sekitar 300oC. Setelah proses pelapisan selesai, counter didinginkan secara alami kemudian dilakukan pengukuran hambatan. Langkah selanjutnya adalah membuat lapisan semikonduktor. 3. Sintesis Pewarna Dalam penelitian ini menggunakan dua jenis bahan pewarna, yaitu pewarna sintetis N719 dan pewarna alami. Pewarna N719 diperoleh dari dyesol. Pewarna alami diperoleh dari ekstrak daun pepaya. Bahan pewarna alami seberat 35 g di masukkan kedalam 350 ml ethanol setelah itu diekstrak dengan sochlet untuk mengambil ekstrak dari pewarna. Proses ekstraksi dilakukan selama ± 2-3 jam dengan temperatur pemanasan sekitar 70oC. Setelah ekstrak diperoleh maka dilanjutkan pemisahan antara ekstrak bahan pewarna dengan ethanol menggunakan rotary evaporator. Untuk mendapatkan bahan pewarna sel surya, hasil ekstrak daun pepaya kemudian dicampur dengan ethanol kadar 96% dengan konsentrasi 8 g/100 ml Sedangkan pengasaman bahan pewarna alami dilakukan dengan menambahkan asam bensoat sehingga diperoleh pH = 5,5, 5,0, 4,5, 4,0, 3,5, dan 3,0. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23 4. Sintesis Lapisan Semikonduktor Lapisan semikonduktor dibuat dengan menggunakan bahan TiO2 (nanopowder, 21 nm Sigma-Aldrich). Proses pembuatan lapisan semikonduktor dengan menggunakan metode doctorblade. Sebanyak 0,5 g bahan semikonduktor dicampur 0,4 ml ethanol dan diaduk hingga tercampur (berbentuk pasta). Ketebalan lapisan semikonduktor pada kaca FTO sebesar 20 µm. Selanjutnya TiO2 yang telah menempel pada FTO disintering pada 450oC selama 2 jam (Chang, et al., 2010; Wongcharee, et al., 2007) dengan tujuan agar terjadi interlocking (ikatan) antara kaca dengan semikonduktor (Chang, dan Lo, 2010; Chang, et al., 2010). Semikonduktor yang telah menempel di FTO dengan luasan 3 cm2 (1 cm x 3 cm) dan selanjutnya semikonduktor direndam dengan pewarna N719 dan pewarna alami selama 24 jam pada suhu kamar (Chang dan Lo, 2010; Chang, et al., 2010; Hemalatha, et al., 2012; Shanmugam, et al., 2013; Wongcharee, et al., 2007). 5. Sistesis Elektrolit Elekrolit yang dipakai dalam penelitian ini adalah garam Sodium Iodide (NaI) 99,95% murni, Iodine I2 99,95% murni dan HPA. Komposisi bahan-bahan tersebut NaI = 3,3 g, I2 = 0,523875 g, HPA = 0,005481 g dan acetonitrile sebanyak 30 ml. NaI dilarutkan kedalam acetonitrile dan dilakukan pengadukan selama 15 menit. Setelah itu ke dalam larutan tersebut ditambahkan I2 dan diaduk selama 15 menit dan dilanjutkan penambahan HPA. Pengadukan dilanjutkan selama 24 jam. 3.4.
Struktur Sel Surya dan Pengujian Sel Surya DSSC Struktur DSSC dibuat seperti pada Gambar 3.2. yang terdiri dari FTO yang telah
dilapisi TiO2 sebagai semikonduktor dan telah direndam dengan pewarna kemudian disatukan dengan konter elektroda yang telah dilapisi platinum, antara FTO semikonduktor dan FTO konter diberi seal. Selanjutnya dilakukan pengisian elektolit. Unjuk kerja sel surya DSSC diuji dengan pengukuran kurva karakteristik I-V dengan menggunakan digital multimeter merk Keithley 2602A, dibawah sinar lampu OSRAM 300 W/230V SK TI pada intensitas 1000 W/m2 di lab Fisika MIPA UNS. Dari hasil uji kurva karakteristik V-I kemudian dianalisis Voc, Isc, fill factor, dan efisiensi dari sel surya. Variabel yang diamati selama pengujian dapat dilihat pada Tabel 3.1. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
Gambar. 3.2. Skema struktur sel surya DSSC
3.5.
Uji Kestabilan Sel Surya Selain diuji pada 0 jam, sel surya yang telah dirakit dan bahan pewarna yang telah
dibuat diuji ketahanannya dengan siklus sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 3.3. Panas yang diberikan adalah dari 30-50°C baik selama 100 jam maupun 200 jam. Setelah dilakukan perlakuan tersebut DSSC diuji kembali kinerjanya sedangkan bahan pewarna dilakukan uji serapan cahaya, FTIR, dan cyclic voltametry.
Temperature (oC)
100 jam
100 jam
jam
50
Pengujian
Pengujian
30 0 1 0
6010 60070 60190 60200
12200
nn 1226 0
Time (h) eemmp
(menit) Gambar 3.3. Siklus atau perlakuan untuk uji kestabilan DSSC dan bahan pewarna
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25 Variasi Pengujian
UV-Vis
FTIR
CV
Pewarna 200 jam
100 jam
Pewarna
0 jam
Elektrolit
Konter
Semikonduktor
DSSC
Voc, Isc, η
0, 100, 200 jam
0, 100, 200 jam
0, 100 , 200 jam
Sodium Iodide (Nai), Iodine (I2), HPA, Acetonitrile
N719
Platinum H2PtCl6
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
TiO2
No Variasi DSSC
FTO
Tabel 3.1. Variasi pengujian
Pilkington / Tin (II) Chloride (SnCl2), Ammonium Fluoride ((NH4F), Ethanol 96 %
3.6.
Daun Pepaya Daun Pepaya pH 5,5 Daun Pepaya pH 5 Daun Pepaya pH 4,5 Daun Pepaya pH 4 Daun Pepaya pH 3,5 Daun Pepaya pH 3
Voc, Isc, FF, η
commit to user
Voc, Isc,, η
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL DAN ANALISIS DATA
4.1.
Unjuk Kerja Sel Surya pada 0 Jam Analisis unjuk kerja dari sel surya dilakukan dengan mengukur arus (I) dan
tegangan (V) yang dihasilkan oleh sel surya dengan penyinaran 1000 W/m 2. Jsc merupakan nilai dari arus yang keluar (I) dibagi dengan luasan aktif dari sel surya. Hasil pengujian I-V sel surya sesaat setelah dirakit (0 jam) dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Kinerja sel surya dengan pewarna alami dan pewarna N719 setelah dirakit. Jenis Pewarna
Voc (mV)
Jsc (mA/cm2)
FF
η (%)
N719 Daun pepaya Daun pepaya pH 5,5 Daun pepaya pH 5 Daun pepaya pH 4,5 Daun pepaya pH 4 Daun pepaya pH 3,5 Daun pepaya pH 3
475 325 400 490 415 415 460 430
3,40 0,36 0,51 0,66 0,90 0,98 1,19 1,10
0,54 0,56 0,52 0,51 0,56 0,54 0,52 0,55
0,87 0,07 0,11 0,17 0,21 0,22 0,28 0,26
Jika dilihat dari Voc (open circuit voltage), tegangan yang dihasilkan dari sel surya dengan pewarna N719 secara rata-rata masih lebih tinggi dibandingkan dengan sel surya berpewarna daun pepaya. Selain itu, peningkatan tingkat keasaman dari pewarna, menghasilkan tegangan yang lebih tinggi. Pada pH = 5, tegangan yang dihasilkan adalah yang tertinggi, yaitu 490 mV. Hal ini disebabkan oleh tinggi rendahnya HOMO (highest occupied molecular orbital) dan LUMO (lowest unoccupied molecular orbital) yang diuji dengan menggunakan cyclic voltammetry (CV) dan hasilnya ditampilkan pada Tabel 4.2. HOMO adalah orbital yang dapat bertindak sebagai donor elektron, karena merupakan orbit terluar (energi tertinggi) yang mengandung setidaknya satu elektron. Sementara itu, LUMO adalah orbital yang dapat bertindak sebagai akseptor elektron, karena merupakan orbit terdalam (energi terendah) yang memiliki ruang untuk menerima elektron. Dibandingkan dengan pewarna daun pepaya, pewarna N719 mempunyai HOMO dan LUMO yang lebih tinggi. Akibatnya beda tegangan yang dihasilkan oleh sel surya commit to user dengan pewarna N719 lebih besar dibandingkan yang dihasilkan oleh sel surya dengan pewarna daun pepaya. Penambahan asam bensoat pada pewarna daun pepaya mengubah 26
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27 posisi HOMO dan LUMO secara signifikan. Penambahan tingkat keasaman dari pewarna (pH menurun) menyebabkan penurunan nilai LUMO dan HOMO. Perbedaan tingkat energi LUMO dengan tingkat energi elektrolit inilah yang menjadi penyebab utama dari tingginya Voc yang dihasilkan dari sel surya dengan pewarna daun pepaya pada pH 5. Tabel 4.2. Hasil uji cyclic voltammetry untuk berbagai pewarna Eoxonset vs.Ag/AgCl (V) N719 0,78 Daun Pepaya 0,68 Daun Pepaya pH 5.5 0,50 Daun Pepaya pH 5 0,53 Daun Pepaya pH 4.5 0,46 Daun Pepaya pH 4 0,49 Daun Pepaya pH 3.5 0,46 Daun Pepaya pH 3 0,52 Jenis Pewarna
(a) Type-I DSSC
HOMO -5,18 -5,08 -4,90 -4,93 -4,86 -4,89 -4,86 -4,92
Eredonset vs.Ag/AgCl (V) -1,33 -1,63 -1,70 -1,78 -1,80 -1,70 -1,70 -1,58
LUMO
Eg CV
-3,07 -2,77 -2,70 -2,62 -2,60 -2,70 -2,70 -2,82
2,11 2,31 2,20 2,31 2,26 2,19 2,16 2,10
(b) Type-II DSSC
Gambar 4.1 Skema injeksi elektron pada sel surya jenis DSSC: (a) Type-I DSSC dan (b) Type-II DSSC (Ooyama dan Harima, 2012) Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4.3, nilai n pada pewarna N719 dan daun pepaya hampir sama yaitu 0,62 dan 0,65. Hal ini mengindikasikan bahwa reaksi redoks pada kedua pewarna tidak reversibel. Adanya penambahan asam bensoat pada pewarna commit to user daun pepaya menyebabkan peningkatan Ipc secara signifikan seperti yang diharapkan. Oleh karena itu, pewarna dengan pH yang rendah mempunyai n yang tinggi. Pewarna
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28 daun pepaya yang semakin asam sampai pH 4 menyebabkan n meningkat dan kemudian menurun kembali seiring dengan pH yang semakin mengecil. Artinya peranan menurunkan pH dalam pewarna sampai 4 selain meningkatkan Ered juga meningkatkan reversibilitas dari pewarna. Ipc/Ipa > 2 menunjukkan bahwa elektron dalam pewarna (HOMO) lebih mudah diregenerasi oleh elektrolit. Tabel 4.3. Nilai Ipc dan Ipa dari berbagai pewarna yang diuji dengan cyclic voltammetry Jenis pewarna
Ipc (A)
Ipa (A)
n = |Ipc/Ipa|
N719 Daun pepaya Daun pepaya pH 5,5 Daun pepaya pH 5 Daun pepaya pH 4,5 Daun pepaya pH 4 Daun pepaya pH 3,5 Daun pepaya pH 3
1,89E-04 1,80E-03 4,44E-03 4,38E-03 4,65E-03 4,67E-03 4,41E-03 4,16E-03
-3,03E-04 -2,76E-03 -1,87E-03 -1,80E-03 -1,86E-03 -1,86E-03 -1,78E-03 -1,70E-03
0,62 0,65 2,37 2,44 2,51 2,52 2,48 2,44
Jika dilihat dari besarnya Jsc, sel surya dengan pewarna N719 mempunyai Jsc yang paling tinggi. Sementara itu, penambahan asam bensoat ke dalam pewarna daun pepaya juga menghasilkan peningkatan Jsc secara signifikan. Tingkat energi LUMO dapat mempengaruhi injeksi elektron ke conductive band (CB) pada TiO2 (Ooyama dan Harima, 2012). Semakin besar energi LUMO dari pewarna menyebabkan peningkatan beda potensial. Beda potensial yang besar memungkinkan elektron diinjeksikan dari pewarna ke TiO2 dengan lebih mudah. Penelitian ini memperlihatkan juga bahwa walaupun pewarna daun pepaya yang sudah ditambahi asam bensoat mempunyai LUMO yang lebih tinggi dibandingkan dengan LUMO pewarna N719, akan tetapi nilai Jsc dari sel surya dengan pewarna N719 masih tiga kali lebih tinggi dibandingkan nilai Jsc dari sel surya dengan pewarna daun pepaya yang sudah ditambahi asam bensoat. Hal ini menunjukkan bahwa selain tingkat energi HOMO-LUMO dan celah pita energi dari semikonduktor dan elektrolit, juga masih ada faktor lain yang mempengaruhi besar kecilnya Jsc yang dihasilkan dari sel surya. Faktor berikutnya yang memungkinkan berpengaruh terhadap besar kecilnya Jsc adalah kemampuan dari pewarna menyerap cahaya. Gambar 4.2 menunjukkan Light harversting efficiency (LHE) pewarna N719 dan daun pepaya pada tingkat keasaman commit to user yang berbeda-beda. Dapat dilihat bahwa kemampuan menyerap cahaya dari pewarna N719 masih lebih rendah dibandingkan dengan kemampuan menyerap cahaya dari
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29 pewarna daun pepaya.
Penambahan asam bensoat juga tidak mempengaruhi secara
signifikan pada kemampuan serapan cahaya pada pewarna daun pepaya. Dari pembahasan ini dapat dilihat bahwa serapan cahaya memang penting, namun masih ada faktor lain yang menyebabkan mudah tidaknya elektron mengalir supaya dihasilkan Jsc yang tinggi. Faktor lain yang mungkin berpengaruh pada besar kecilnya Jsc dari sel surya adalah kontak antar komponen dalam DSSC (Suyitno, et al., 2014).
Light harvesting efficiency (%)
100 90 80
N719_0 jam
70
Daun Pepaya_0 jam
60
Daun Pepaya pH 5.5_0 jam
50
Daun Pepaya pH 5_0 jam
40
Daun Pepaya pH 4.5_0 jam
30
Daun Pepaya pH 4_0 jam
20
Daun Pepaya pH 3.5_0 jam
10
D.Pepaya pH 3_0 jam
0 400
450
500
550
600
650
700
750
800
Wavelength (nm)
Gambar 4.2. LHE versus wavelength (nm) pewarna N719 dan daun pepaya pada tingkat keasaman yang berbeda-beda Pada sel surya, pewarna dan semikonduktor harus mempunyai kontak (anchor) yang baik. Anchor yang baik dapat memberikan injeksi elektron yang cepat dan efisien. Pewarna untuk sel surya seharusnya memiliki setidaknya satu gugus ikatan (misalnya – COOH, –SO3H, –PO3H2, –Si(OEt)3) supaya pewarna dapat diserap pada permukaan semikonduktor dan menghasilkan komunikasi elektron yang baik antara pewarna dengan permukaan semukonduktor (Ooyam dan Harima, 2012). Sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 4.3. bahwa pewarna N719 dan pewarna daun pepaya memiliki gugus C=O dan O-H. Namun demikian gugus C=O dan O-H dalam daun pepaya tanpa asam bensoat jumlahnya lebih rendah dibandingkan yang terdapat dalam pewarna N719. Gugus -COOH pada N719 mempunyai ikatan dengan hidroksil dari partikel TiO2 sehingga menghasilkan ester dan meningkatkan efek kopling elektron pada pita konduksi TiO2 untuk memperoleh transfer elektron yang cepat dan efisien (Chang, et al., 2010). Perbedaan mencolok dari commit to user pewarna N719 dengan pewarna daun pepaya yang belum ditambah asam bensoat adalah keberadaan gugus C-N yang besar. Gugus C-N pada pewarna daun pepaya dimungkinkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30 karena daun pepaya mengandung klorofil. Akibatnya Jsc dari sel surya dengan pewarna daun pepaya lebih rendah dibandingkan Jsc dari sel surya dengan pewarna N719. Gambar 4.3. juga menunjukkan bahwa penambahan asam bensoat pada pewarna daun pepaya menyebabkan penambahan O-H dan C=O dan mengurangi gugus C-N. Akibanya Jsc dari sel surya dengan pH yang kecil (semakin asam) meningkat tajam. Pada pewarna daun pepaya dengan pH = 3,0 jumlah gugus O-H dan C=O kembali menurun, yang mungkin disebabkan rusaknya gugus tersebut karena kondisi keasaman yang tinggi
D. Pepaya pH 5,0 D. Pepaya pH 3,0 D. Pepaya pH 4,5/4,0 D. Pepaya pH 3,5 N719
90 80
Aliphatic amines C-N
Carboxylic acids C-O
Aromatics C-C
Carbonyls C=O
70 60 50
Transmittance (%)
D. Pepaya
% T 100
Alkanes C-H
D. Pepaya pH 5,5
Phenols O-H
sehingga Jsc yang dihasilkan juga menurun.
40
30 4000 3750 3500 3250 3000 2750 2500 2250 2000 1750 1500 1250 1000 1/cm -1
Wavenumber (cm )
Gambar 4.3. Uji FTIR pada pewarna N719 dan daun pepaya pada tingkat keasaman yang berbeda-beda
4.2.
Uji Kestabilan Sel Surya Uji kestabilan sel surya dilakukan dengan memberi perlakuan temperatur 50°C
selama 100 jam dan 200 jam. Unjuk kerja sel surya setelah diperlakukan 100 jam dan 200 jam dapat dilihat pada Tabel 4.4. Terlihat jelas bahwa penurunan kinerja yang besar terjadi pada sisi turunnya arus. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31 Tabel 4.4. Kinerja sel surya dengan pewarna alami dan pewarna N719 setelah dikenai perlakuan 100 jam dan 200 jam Voc (mV) Jenis Pewarna N719 Daun pepaya Daun pepaya pH 5,5 Daun pepaya pH 5 Daun pepaya pH 4,5 Daun pepaya pH 4 Daun pepaya pH 3,5 Daun pepaya pH 3
100 jam 470 132 304 380 380 399 440 400
200 jam 423 82 176 305 300 300 311 300
Jsc (mA/cm2)
η (%)
100 Jam 1,58 0,14 0,24 0,36 0,45 0,47 0,55 0,43
100 jam 0,56 0,02 0,07 0,11 0,14 0,16 0,23 0,14
200 jam 1,23 0,04 0,10 0,18 0,24 0,29 0,30 0,22
200 jam 0,40 0,001 0,02 0,05 0,05 0,07 0,08 0,05
Tabel 4.5. Prosentase penurunan kinerja sel surya setelah diperlakukan 100 jam dan 200 jam
Jenis Pewarna N719 Daun pepaya Daun pepaya pH 5,5 Daun pepaya pH 5 Daun pepaya pH 4,5 Daun pepaya pH 4 Daun pepaya pH 3,5 Daun pepaya pH 3
Penurunan Voc 100 200 jam jam 1,1 10,9 59,4 74,8 24,0 56,0 22,4 37,8 8,4 27,7 3,9 27,7 4,3 32,4 7,0 30,2
Penurunan Jsc 100 200 jam jam 53,5 63,8 61,1 88,9 52,9 80,4 45,5 72,7 50,0 73,3 52,0 70,4 53,8 74,8 60,9 80,0
Penurunan η 100 200 jam jam 35,6 54,0 71,4 98,6 36,4 81,8 35,3 70,6 33,3 76,2 27,3 68,2 17,9 71,4 46,2 80,8
Dari Tabel 4.5 terlihat bahwa setelah perlakuan 100 jam, tegangan dan arus yang dihasilkan dari sel surya berpewarna daun pepaya mengalami penurunan lebih dari 71,4% yang disebabkan oleh penurunan tegangan dan arus. Pada sel surya dengan pewarna N719 mengalami penurunan efisiensi sampai 35,6% dan utamanya terjadi karena penurunan Jsc. Sementara itu setelah diperlakukan 200 jam, nilai kinerja dari sel surya dengan pewarna N719 turun sebesar 54% dan untuk sel surya dengan pewarna daun pepaya turun sangat drastis diatas 68%. Sel surya berpewarna alami yang mempunyai daya tahan terbaik adalah menggunakan daun pepaya dengan pH yang diatur sebesar 3,5 pada uji 100 jam commit to user dan pH 4 setelah perlakuan 200 jam.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
Light harvesting efficiency (%)
100 90 80
N719_100 jam
70
Daun Pepaya_100 jam
60
Daun Pepaya pH 5.5_100 jam
50
Daun Pepaya pH 5_100 jam
40
Daun Pepaya pH 4.5_100 jam
30
Daun Pepaya pH 4_100 jam
20
Daun Pepaya pH 3.5_100 jam
10
Daun Pepaya pH 3.0_100 jam
0 400
450
500
550
600
650
700
750
800
Wavelength (nm)
(a) 100 jam
Lihgt harvesting Efficiency (%)
100 90 80
N719_200 jam
70
Daun Pepaya_200 jam
60
Daun Pepaya pH 5.5_200 jam
50
Daun Pepaya pH 5_200 jam
40
Daun Pepaya pH 4.5_200 jam
30
Daun Pepaya pH 4_200 jam
20
Daun Pepaya pH 3.5_200 jam
10
Daun Pepaya pH 3_200 jam
0 400
450
500
550
600
650
700
750
800
Wavelength (nm)
(b) 200 jam Gambar 4.4. LHE versus wavelength (nm) pewarna N719 dan daun pepaya pada tingkat keasaman yang berbeda-beda setelah mendapat perlakuan 50oC: (a) 100 jam dan (b) 200 jam Jika dilihat dari kurva Light harversting efficiency (LHE) (Gambar 4.2 dan Gambar 4.4), bahan pewarna yang dikenai perlakuan 100 jam dan 200 jam hampir tidak mengalami perubahan Light harversting efficiency (LHE) yang signifikan kecuali pada commit to serapan user pewarna daun pepaya. Daun pepaya mempunyai cahaya meningkat karena setelah diperlakukan 100 jam mengalami perubahan warna yang awalnya hijau menjadi lebih
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33 gelap. Namun demikian, dari analisis FTIR terlihat bahwa gugus-gugus pada pewarna daun pepaya mengalami degradasi C-H, C-C, dan C-O yang tajam sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 4.5. pada proses pengasaman sampai pH 3,5 dan 4 diperoleh penurunan kinerja sel surya yang paling rendah. Pada pengasaman pH 3,0 penurunan kinerja sel surya meningkat tajam. Penurunan yang terjadi utamanya karena berubahnya gugus-gugus C=H dan C=O sehingga kontak antara pewarna dan semikonduktor tidak
90 80
Aliphatic amines C-N
Carboxylic acids C-O
Aromatics C-C
Carbonyls C=O
70 60 50
Transmittance (%)
N719 D. Pepaya pH 5,0 D. Pepaya pH 5,5/4,5 D. Pepaya pH 4,0
% T 100
Alkanes C-H
D. Pepaya
Phenols O-H
baik dan pada akhirnya transfer elektron juga terhambat.
40
30 4000 3750 3500 3250 3000 2750 2500 2250 2000 1750 1500 1250 1000 -1 1/cm
Wavenumber (cm )
Gambar 4.5. Uji FTIR pada pewarna N719 dan daun pepaya pada tingkat keasaman yang berbeda-beda setelah mendapat perlakuan 100 jam pada 50 oC.
Proses perlakuan 100 jam dan 200 jam juga mengakibatkan perubahan tingkat energi LUMO dan HOMO dari pewarna baik N719 maupun daun pepaya sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4.6 dan Tabel 4.7. Tingkat energi LUMO dan HOMO semakin rendah sehingga beda potensial antara LUMO dengan elektrolit juga mengalami penurunan dan akibatnya Voc juga menurun.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34 Tabel 4.6. Hasil uji cyclic voltammetry untuk berbagai pewarna setelah perlakuan 100 jam Jenis Pewarna N719 Daun Pepaya Daun Pepaya Daun Pepaya Daun Pepaya Daun Pepaya Daun Pepaya Daun Pepaya
pH 5.5 pH 5 pH 4.5 pH 4 pH 3.5 pH 3
Eoxonset vs.Ag/AgCl (V) 0,91 1,04 0,94 0,95 0,98 1,02 1,02 0,96
Eredonset HOMO vs.Ag/AgCl (V) -5,31 -1,12 -5,44 -1,58 -5,34 -1,23 -5,35 -1,13 -5,38 -1,11 -5,42 -1,18 -5,42 -1,14 -5,36 -1,19
LUMO Eg CV -3,28 -2,82 -3,17 -3,27 -3,29 -3,22 -3,26 -3,21
2,03 2,62 2,17 2,08 2,09 2,2 2,16 2,15
Tabel 4.7. Hasil uji cyclic voltammetry untuk berbagai pewarna setelah perlakuan 200 jam Eoxonset vs. Jenis Pewarna Ag/AgCl (V) N719 0,86 Daun Pepaya 1,13 Daun Pepaya pH 5.5 0,95 Daun Pepaya pH 5 1,00 Daun Pepaya pH 4.5 1,13 Daun Pepaya pH 4 1,00 Daun Pepaya pH 3.5 1,01 Daun Pepaya pH 3 0,98
Eredonset vs. HOMO Ag/AgCl (V) -5,26 -1,18 -5,53 -1,62 -5,35 -1,22 -5,40 -1,18 -5,53 -1,11 -5,40 -1,18 -5,41 -1,13 -5,38 -1,15
LUMO
Eg CV
-3,22 -2,78 -3,18 -3,22 -3,29 -3,22 -3,27 -3,25
2,04 2,75 2,17 2,18 2,24 2,18 2,14 2,13
Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4.8, nilai n pada pewarna N719 setelah mengalami perlakuan 100 jam dan 200 jam tidak mengalami perubahan yaitu 0,62-0,65. Sebaliknya, nilai n pada pewarna baik pepaya maupun pepaya yang diperlakukan tingkat keasamannya mengalami penurunan yang drastis yaitu berkisar dari 0,39-0,55. Setelah perlakuan 100 jam dan 200 jam, pewarna daun pepaya mempunyai penurunan Ipc yang sangat besar sehingga jumlah elektron yang mengalir menjadi rendah dan pada akhirnya Jsc juga mengalami penurunan. Elektron dalam pewarna (HOMO) sudah mulai sulit untuk diregenerasi, sehingga kinerja dari sel surya mengalami penurunan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35 Tabel 4.8. Nilai Ipc dan Ipa dari berbagai pewarna yang mengalami perlakuan 100 jam setelah diuji dengan cyclic voltammetry Ipc (A) Jenis Pewarna N719 Daun pepaya Daun pepaya pH 5,5 Daun pepaya pH 5 Daun pepaya pH 4,5 Daun pepaya pH 4 Daun pepaya pH 3,5 Daun pepaya pH 3
100 jam 2,17E-04 2,62E-03 2,04E-03 2,06E-03 1,92E-03 1,92E-03 1,83E-03 1,79E-03
Ipa (A) 200 jam 2,20E-04 2,65E-03 2,03E-03 1,96E-03 1,89E-03 1,87E-03 1,78E-03 1,74E-03
100 Jam -3,50E-04 -4,80E-03 -5,04E-03 -5,26E-03 -4,80E-03 -4,80E-03 -4,51E-03 -4,40E-03
n = |Ipc/Ipa| 200 jam -3,40E-04 -4,99E-03 -5,01E-03 -4,97E-03 -4,74E-03 -4,64E-03 -4,42E-03 -4,29E-03
100 jam 0,62 0,55 0,41 0,40 0,40 0,40 0,41 0,41
200 jam 0,65 0,53 0,40 0,39 0,40 0,40 0,40 0,40
Gambar 4.6. menunjukkan bahwa pewarna N719 dan pewarna daun pepaya dengan variasi tingkat keasaman setelah mengalami pengujian selama 200 jam pada 50oC, terjadi kerusakan gugus, sehingga mempengaruhi kinerja sel surya yang mengakibatkan
120
Alkanes C-H
100
N719
Carbonyls C=O
D. Pepaya pH3.5,4. 5, 4, 5.5 D. Pepaya pH 3
Aromatics C-C
D. Pepaya pH 5
Carboxylic acids C-O Aliphatic amines C-N
D. Pepaya
80
60
40
20
Transmittance (%)
Phenols O-H
penurunana Jsc hingga 80%.
0
4000 3750 3500 3250 3000 2750 2500 2250 2000 1750 1500 1250 1000
Wavenumber1/cm (cm-1) Gambar 4.6. Uji FTIR pada pewarna N719 dan daun pepaya pada tingkat keasaman yang berbeda-beda setelah mendapat perlakuan 200 jam pada 50 oC. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah:
1. Unjuk kerja dan kestabilan dari sel surya dengan pewarna N719 masih jauh lebih besar dibandingkan dengan pewarna alami daun pepaya. Voc, Jsc, dan efisiensi dari sel surya dengan pewarna N719 sebesar 475 mV, 3,40 mA/cm2, dan 0,87%. Sedangkan Voc, Jsc, dan efisiensi dari sel surya dengan pewarna alami daun pepaya sebesar 325 mV, 0,36 mA/cm2, dan 0,07%. 2. Tanpa perlakuan pengasaman, sel surya dengan pewarna daun pepaya tidak mampu bertahan pada kondisi temperatur 50°C selama 100 jam dan 200 jam. 3. Penambahan asam bensoat dalam pewarna daun pepaya sampai pH 3,5 mampu meningkatkan kinerja sel surya sampai 4 kalinya. Sel surya dengan pewarna alami daun pepaya pH 3,5 mempunyai Voc, Jsc, dan efisiensi sebesar 460 mV, 1,19 mA/cm2, dan 0,28%. 4. Penambahan tingkat keasaman dari bahan pewarna alami daun pepaya sampai pH 3,5-4 dapat meningkatkan kestabilan dari sel surya dengan pewarna alami daun pepaya. 5.2.
Saran Berdasarkan dari penelitian ini, maka penulis menyarankan perlunya melakukan
penelitian lanjutan tentang: 1. Kestabilan dari bahan pewarna alami. Salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan merekayasa gugus dalam pewarna alami. 2. Penelitian lain juga diperlukan untuk menentukan jenis elektrolit yang sesuai dengan pewarna alami karena tingkat HOMO-LUMO dari pewarna alami juga perlu
disesuaikan
dengan
tingkat
commit to user
36
energi
dari
elektrolit.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Calandra, P., Calogero, G., Sinopoli, A., dan Gucciardi, P.G., 2010, Metal Nanoparticles and Carbon-Based Nanostructures as Advanced Materials for Cathode Application in Dye-Sensitized Solar Cells, International Journal of Photoenergy, Vol. 23 hlm. 1-15. Calogero, G., dan Marco, G.D., 2008, Red Sicilian Orange and Purple Eggplant Fruits as Natural Sensitizers for Dye-Sensitized Solar Cells, Solar Energy Materials and Solar Cells, Vol. 92 hlm. 1341– 1346. Chang, H., dan Lo, Y.J., 2010, Pomegranate Leaves and Mulberry Fruit as Natural Sensitizers for Dye-Sensitized Solar Cells, Solar Energy, Vol. 84 hlm. 1833– 1837. Chang, H., Wu, H.M., Chen, T.L., Huang, K.D., Jwo, C.S., dan Lo, Y.J., 2010, DyeSensitized Solar Cell Using Natural Dyes Extracted from Spinach and Ipomoea, Journal of Alloys and Compounds, Vol. 495 hlm. 606–610. Chou, T.P., Zhang, Q., Fryxell, G.E., dan Cao, G., 2007, Hierarchically-Structured ZnO Film for Dye-Sensitized Solar Cells with Enhanced Energy Conversion Efficiency, Advanced Materials, Vol. 19 hlm. 2588-2592. Gokilamani, N., Muthukumarasamy, N., Thambidurai, M., Ranjitha, A., dan Velauthapillai, D., 2013, Utilization of Natural Anthocyanin Pigments as Photosensitizers for Dye-Sensitized Solar Cells, J Sol-Gel Sci Technol, Vol. 66 hlm 212-219 Grätzel, M., 2003, Dye-Sensitized Solar Cells, Photochemistry and Photobiology C:, Vol. 4 hlm. 145–153. Hemalatha, K.V., Karthick, S.N., Raj, C.J., Hong, N.-Y., Kim, S.-K., dan Kim, H.-J., 2012, Performance of Kerria Japonica and Rosa Chinensis Flower Dyes as Sensitizers for Dye-Sensitized Solar Cells, Spectrochimica Acta Part A: Molecular and Biomolecular Spectroscopy, Vol. 96 hlm. 305–309. Jasim, K.E., Al-Dallal, S., dan Hassan, A.M., 2012, Henna (Lawsonia Inermis L.) DyeSensitized Nanocrystalline Titania Solar Cell, Journal of Nanotechnology Vol. 2012. Kumara, N.T.R.N., Ekanayake, P., Lim, A., Iskandar, M., dan Ming, L.C., 2013, Study of the Enhancement of Cell Performance of Dye Sensitized Solar Cells Sensitized with Nephelium Lappaceum (F: Sapindaceae), Journal of Solar Energy Engineering, Vol. 135. commit to user
37
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38 Misra, A., Kumar, P., Srivastava, R., Dhawan, S.K., Kamalasanan, M.N., dan Chandra, S., 2005, Electrochemical and Optical Studies of Conjugated Polymers for Three Primary Colours, Indian Journal of Pure & Applied Physics, Vol. 43 hlm. 921925. Ooyama, Y., dan Harima, Y., 2012, Photophysical and Electrochemical Properties, and Molecular Structures of Organic Dyes for Dye-Sensitized Solar Cells, ChemPhysChem, Vol. 13 hlm. 4032 – 4080. Shanmugam, V., Manoharan, S., Anandan, S., dan Murugan, R., 2013, Performance of Dye-Sensitized Solar Cells Fabricated with Extracts from Fruits of Ivy Gourd and Flowers of Red Frangipani as Sensitizers, Spectrochimica Acta Part A: Molecular and Biomolecular Spectroscopy, Vol. 104 hlm. 35-40. Suresh, S., Pandikumar, A., Murugesan, S., Ramaraj, R., dan Raj, S.P., 2011, Photovoltaic Performance of Solid-State Solar Cells Based on Zno Nanosheets Sensitized with Low-Cost Metal-Free Organic Dye, Solar Energy, Vol. 85 hlm. 1787–1793. Suyitno, Arifin, Z., Santoso, A.A., Setyaji, A.T., dan Ubaidillah, 2014, Optimization Parameters and Synthesis of Fluorine Doped Tin Oxide for Dye-Sensitized Solar Cells, Applied Mechanics and Materials, Vol. 575, hlm. 689-695. Takanezawa, K., Hirota, K., Wei, Q.-S., Tajima, K., dan Hashimoto, K., 2007, Efficient Charge Collection with Zno Nanorod Array in Hybrid Photovoltaic Devices, J. Phys. Chem. C, Vol. 111. Tekerek, S., Kudret, A., dan Alver, Ü., 2011, Dye-Sensitized Solar Cells Fabricated with Black Raspberry, Black Carrot and Rosella Juice, Indian J. Phys, Vol. 85 hlm. 1469-1476. Thambidurai, M., Muthukumarasamy, N., Velauthapillai, D., Arul, N.S., Agilan, S., dan Balasundaraprabhu, R., 2011, Dye-Sensitized Zno Nanorod Based Photoelectrochemical Solar Cells with Natural Dyes Extracted from Ixora Coccinea, Mulberry and Beetroot, Mater Electron, Vol. 22 hlm. 1662-1666. Usman, I., 2001, Fabrikasi Divais Sel Surya P-I-N Berbasis µ-Si:H Dengan Teknik VhfPecvd, Jurusan Fisika Institut Teknologi Bandung. Wong, K.K., Ng, A., Chen, X.Y., Ng, Y.H., Leung, Y.H., dan Ho, K.H., 2012, Effect of Zno Nanoparticle Properties on Dye-Sensitized Solar Cell Performance, Applied Material and Interfaces, Vol. 4 hlm. 1254−1261. Wongcharee, K., Meeyoo, V., dan Chavadej, S., 2007, Dye-Sensitized Solar Cell Using Natural Dyes Extracted from Rosella and Blue Pea Flowers, Solar Energy Materials and Solar Cells, Vol. 91 hlm. 566-571. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39 LAMPIRAN
1.
Hasil Uji Karakteristik Sel Surya DSSC Tabel 1.1. Data tegangan dan arus sel surya DSSC pewarna N719 pada 0 jam V oc (V)
= =
I sc (A)
P max (W)
Nilai
0.0100 0.0251 0.0401 0.0551 0.0701 0.0851 0.1000 0.1151
0.0097 0.0097 0.0097 0.0097 0.0097 0.0096 0.0096 0.0096
0.0001 0.0002 0.0004 0.0005 0.0007 0.0008 0.0010 0.0011
Voc Isc Vmax Imax Pmax A FF Eff
0.1301
0.0095
0.0012
Jsc
0.1450 0.1601 0.1751 0.1901 0.2050 0.2201 0.2351 0.2501 0.2651 0.2801 0.2951 0.3101 0.3251 0.3401 0.3551 0.3701 0.3851 0.4001 0.4152 0.4301 0.4452 0.4602 0.4752
0.0095 0.0094 0.0093 0.0093 0.0092 0.0091 0.0089 0.0088 0.0086 0.0084 0.0082 0.0080 0.0077 0.0074 0.0070 0.0065 0.0060 0.0054 0.0047 0.0039 0.0029 0.0019 0.0006
0.0014 0.0015 0.0016 0.0018 0.0019 0.0020 0.0021 0.0022 0.0023 0.0024 0.0024 0.0025 0.0025 0.0025 0.0025 0.0024 0.0023 0.0022 0.0019 0.0017 0.0013 0.0009 0.0003
I
100 % =
Satuan
0.4752 0.0097 0.3401 0.0074 0.0025 0.0003 0.5410 0.8750
V A V A W m2 % % 2 3.4035 mA/cm 2 1000 W/m
0.0025 100 % = 0.5410 0.0003 1000
0.0025 to user 100 %commit = = 0.8750 % 0.0097 0.4752
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40 0.012
Isc = 0.0097
0.01
Pmax = 0.0025
Arus (A)
0.008
Imax = 0.0074
0.006 0.004 0.002
Vmax = 0.3401
0 0
0.1
0.2
0.3
Voc = 0.4752 0.4
0.5
Tegangan (V)
Gambar. 1.1. Kurva I-V N719 pada pengujian 0 jam
2.
Hasil Uji Cyclic Voltammetry
Gambar. 2.1. Ipa dan Ipc hasil uji cyclic voltammetry N719 pada 0 jam
= −(
= −(
dan 3.
=
+ 4.4)
+ 4.4)
−
= −(0.78 + 4.4) = −5.18 eV
= −(−1.33 + 4.4) = −3.08 eV
= (−5.18) − (−3.08) = 2.10 eV commit to user
Grafik LHE versus wavelength pada masing-masing pewarna
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Light harvesting efficiency (%)
41 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
N719_ 0 jam N719_100 jam N719_200 jam
400
450
500
550 600 650 Wavelength (nm)
700
750
800
Light Harvesting efficiency (%)
Grafik 3.1. LHE versus wavelength pada pewarna N719 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Daun pepaya_ 0 jam Daun Pepaya_100 jam Daun Pepaya_200 jam
400
450
500
550
600
650
Wavelength (nm)
700
750
800
Light harvesting efficiency (%)
Grafik 3.2. LHE versus wavelength pada pewarna daun pepaya 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Daun Pepaya pH 5.5_0 jam Daun Pepaya pH 5.5_100 jam Daun Pepaya pH 5.5_200 jam
400
450
500
550 600 650 Wavelength (nm)
700
750
800
Grafik 3.3. LHE versus wavelength pewarna daun pepaya pH 5.5 commitpada to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Light harvesting efficiency (%)
42 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Daun Pepaya pH 5_0 jam Daun Pepaya pH 5_100 jam Daun Pepaya pH 5_200 jam
400
450
500
550 600 650 Wavelength (nm)
700
750
800
Light harvesting efficiency (%)
Grafik 3.4. LHE versus wavelength pada pewarna daun pepaya pH 5 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Daun Pepaya pH 4.5_0 jam Daun Pepaya pH 4.5_100 jam Daun Pepaya pH 4.5_200 jam
400
450
500
550 600 650 Wavelength (nm)
700
750
800
Light harvesting efficiency (%)
Grafik 3.5. LHE versus wavelength pada pewarna daun pepaya pH 4.5 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Daun Pepaya pH 4_0 jam Daun Pepaya pH 4_100 jam Daun Pepaya pH 4_200 jam
400
450
500
550 600 650 Wavelength (nm)
700
750
800
Grafik 3.6. LHE versus wavelength pada pewarna daun pepaya pH 4 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Light harvesting efficiency (%)
43 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Daun Pepaya pH 3.5_0 jam Daun Pepaya pH 3.5_100 jam Daun Pepaya pH 3.5_200 jam
400
450
500
550 600 650 Wavelength (nm)
700
750
800
Light harvesting efficiency (%)
Grafik 3.7. LHE versus wavelength pada pewarna daun pepaya pH 3.5 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Daun Pepaya pH 3_0 jam Daun Pepaya pH 3.0_100 jam Daun Pepaya pH 3_200 jam
400
450
500
550 600 650 Wavelength (nm)
700
750
800
Grafik 3.8. LHE versus wavelength pada pewarna daun pepaya pH 3 4
Absorbance (a.u.)
3 Daun Pepaya 2
1
0 400
500
600
700
Wavelength (nm)
Gambar 3.1. UV-Vis padatopewarna commit user daun pepaya
800
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44 Grafik CV pada masing-masing pewarna
0.0003 N719_0 jam
0.0002
N719_100 jam N719_200 jam
0 -3
-2
-1
0
1
2
3 -0.0001
Current (A)
0.0001
-0.0002 -0.0003 -0.0004
Voltage (V)
Grafik 4.1. Cyclic voltammetry pada pewarna N719
0.003 Daun Pepaya_0 jam
0.002
Daun Pepaya_100 jam Daun Pepaya_200 jam
0.001 0
-3
-2
-1
0
1
2
3 -0.001 -0.002 -0.003 -0.004
Voltage (V)
commit to user
Grafik 4.2. Cyclic voltammetry pada pewarna daun pepaya
-0.005
Current (A)
4.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45 0.006 D.Pepaya pH 5.5_0 jam
0.004
D. Pepaya pH 5.5_100 jam D. Pepaya pH 5.5_200 jam
Current (A)
0.002
0 -3
-2
-1
0
1
2
3 -0.002
-0.004
-0.006
Voltage (V)
Grafik 4.3. Cyclyc voltammetry pada pewarna daun pepaya pH 5.5
0.006 D. Pepaya pH 5_0 jam D. Pepaya pH 5_100 jam
0.004
0.002
0 -3
-2
-1
0
1
2
3 -0.002
-0.004
Voltage (V)
Grafik 4.4. Cyclic voltammatry pada pewarna daun pepaya pH 5 commit to user
-0.006
Current (A)
D. Pepaya pH 5_200 jam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46 Grfik FTIR pada masing-masing pewarna 100
80 70 N719_0 jam N719_100 jam
60 50
Trransmitane (%)
90
N719_200 jam 40 30 4000 3750 3500 3250 3000 2750 2500 2250 2000 1750 1500 1250 1000
Wavenumber (cm-1 )
Grafik 5.1. FTIR pewarna N719 100 90 80 70 Daun Pepaya_0 jam
60
Daun Pepaya_100 jam Daun Pepaya_200 jam
50 40 30
4000 3750 3500 3250 3000 2750 2500 2250 2000 1750 1500 1250 1000
Wavenumber (cm-1 )
Grafik 5.2. FTIR pewarna daun pepaya
commit to user
Transmitance (%)
5.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
47 100
80 70 60 D. Pepaya pH 5.5_0 jam D. Pepaya pH 5.5_100 jam D. Pepaya pH 5.5_200 jam
50
Transmitance (%)
90
40 30
4000 3750 3500 3250 3000 2750 2500 2250 2000 1750 1500 1250 1000
Wavenumber (cm-1 )
Grafik 5.3. FTIR pewarna daun pepaya pH 5.5
100
80 70 60 D. Pepaya pH 5_0 jam
50
D. Pepaya pH 5_100 jam D. Pepaya pH 5_200 jam
40 30
4000 3750 3500 3250 3000 2750 2500 2250 2000 1750 1500 1250 1000
Wavenumber (cm-1 )
Grafik 5.4. FTIR pewarna daun pepaya pH 5
commit to user
Transmitance (%)
90
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
48 100
80 70 60 D. Pepaya pH 4.5_0 jam
50
Trsnamitance (%)
90
D. Pepaya pH 4.5_100 jam 40
D. Pepaya pH 4.5_200 jam
30 4000 3750 3500 3250 3000 2750 2500 2250 2000 1750 1500 1250 1000
Wavenumber (cm-1 )
Grafik 5.5. FTIR pewarna daun pepaya pH 4.5
100
80 70 60 D. Pepaya pH 4_0 jam D. Pepaya pH 4_100 jam D. Pepaya pH 4_200 jam
50 40 30
4000 3750 3500 3250 3000 2750 2500 2250 2000 1750 1500 1250 1000
Wavenumber (cm-1 )
Grafik 5.6. FTIR pewarna daun pepaya pH 4
commit to user
Transmitance (%)
90
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
49 100
D. Pepaya pH 3.5_0 jam D. Pepaya pH 3.5_100 jam D. Pepaya pH 3.5_200 jam
80 70 60 50
Transmitance (%)
90
40 30 4000 3750 3500 3250 3000 2750 2500 2250 2000 1750 1500 1250 1000
Wavenumber (cm-1 )
Grafik 5.7. FTIR pewarna daun pepaya pH 3.5
100
80 70 D. Pepaya pH 3_0 jam D. Pepaya pH 3_100 jam
60
D. Pepaya pH 3_200 jam
50 40 30
4000 3750 3500 3250 3000 2750 2500 2250 2000 1750 1500 1250 1000
Wavenumber (cm-1 )
Grafik 5.8. FTIR pewarna daun pepaya pH 3
commit to user
Trnsmitance (%)
90
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
50 Tabel 5.1. Daerah Gugus Fungsi pada IR
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
51
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
52
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
53
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
54
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
55
commit to user