perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS WACANA DESKRIPSI BAHASA JAWA MELALUI METODE COOPERATIVE LEARNING TIPE STAD PADA SISWA KELAS X-1 SMA NEGERI 1 SALATIGA TAHUN PELAJARAN 2011/2012
TESIS
Diajukan oleh: ANIS TAFLIHIYAH S441008003
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA MINAT UTAMA PENDIDIDKAN BAHASA DAN SASTRA JAWA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012
commit to user i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
LEMBAR PERSETUJUAN
PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS WACANA DESKRIPSI BAHASA JAWA MELALUI METODE COOPERATIVE LEARNING TIPE STAD PADA SISWA KELAS X-1 SMA NEGERI 1 SALATIGA TAHUN PELAJARAN 2011/2012
Disusun oleh: ANIS TAFLIHIYAH S441008003
Telah disetujui dan disahkan oleh tim pembimbing: Pada tanggal:
2012
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. H. Sumarlam, M.S. NIP 19620309 198703 1 001
Prof. Dr. St. Y.Slamet, M.Pd. NIP 194612081982031001
Mengetahui, Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd. NIP. 19620407 198703 1 003
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
LEMBAR PENGESAHAN PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS WACANA DESKRIPSI BAHASA JAWA MELALUI METODE COOPERATIVE LEARNING TIPE STAD PADA SISWA KELAS X-1 SMA NEGERI 1 SALATIGA TAHUN PELAJARAN 2011/2012
Disusun oleh: Anis Taflihiyah S441008003 Telah disetujui dan disahkan oleh tim penguji: Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Ketua
Prof.Dr. H. Sarwiji Suwandi, M.Pd. NIP 196204071987031003
Sekretaris
Prof.Dr. Herman J Wayulo, M.Pd. NIP 194403151978041001
Tanggal
Anggota Penguji Anggota I
Prof. Dr. H. Sumarlam, M.S. NIP 196203151978041001
Anggota II
Prof. Dr. St. Y.Slamet, M.Pd. NIP 194612081982031001
Mengetahui, Direktur PPS UNS
Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S. NIP. 196107171986011001
Prof. Dr. HSarwiji Suwandi, M.Pd. NIP. 196204071987031003
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya: Nama
: Anis Taflihiyah
NIM
: S441008003
Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis yang berjudul Peningkatan Kemampuan
Menulis
Wacana Deskripsi
Bahasa Jawa melalui Metode
cooperative learning Tipe STAD pada siswa kelas X-1 SMAN 1 Salatiga Tahun Pelajaran 2011/2012 adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila d ikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut. Klaten, Agustus 2012 Yang membuat pernyataan,
Anis Taflihiyah
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
SARI PATHI
Anis Taflihiyah. S441008003 PANGINDHAKING KASAGEDAN NYERAT WACANA DHESKRIPSI BASA JAWI LUMANTAR METODHE COOPERATI VE LEARNING TI PE STAD TUMRAP SISWA KELAS X-1 SMA NEGERI 1 SALATIGA TAUN PIWULANGAN 2011/2012. Pembimbing I: Prof.Dr.H. Sumarlam, M.S., Pembimbing II: Prof.Dr. St. Y. Slamet, M.Pd. Tesis. Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia. Minat Utama Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa. Program Pascasarjana Universitas Sebeleas Maret Surakarta, 2012. Ancasing panaliten punika kangge mangretosi: (1) Lampahing pasinaon lumantar metodhe cooperative learning tipe STAD salebeting piwucalan nyerat dheskripsi tumrap X-1 SMA Negeri 1 Salatiga taun piwulangan 2011/2012; (2) Pangindhaking asil sinaunipun siswa kelas X-1 SMA Negeri 1 Salatiga taun piwulangan 2011/2012 salebeting nyerat dheskripsi lumantar metodhe cooperative learning tipe STA. Jinising panaliten punika panaliten tindakan kelas (PTK) kanthi rerangkening urutan ingkang anyakup, rancangan, panindak, pambijen, lan refleksi. Teknik ingkang dipun-ginakaken kangge ngempalaken dhata inggih punika wawancara, tes utawi panugasan, tuwin dhokumentasi. Validhasi dhata ngginakaken trianggulasi sumber lan metodhe. Teknik analisis dhata ngginakaken analisis modhel interaktif kangge dhata narasi lan statistik deskriptif kangge dhata angka. Asiling panaliten saged kadudut: Sepisan, panindaking Metodhe cooperative learning tipe STAD: (a) Metode cooperative learning saged ngindhakaken greget sinaunipun siswa wekdal lumampahing pasinaon, kalebet kangge mangretosi materi wucalan. Siswa rumaos remen, swasana klas dados kondusif salebeting nindakaken pasinanon. Sumber sinau boten namung kapunjeraken wonten ing guru kemawon, ananging ugi saking sesambetanipun ing antawisipun siswa ingkang wonten; (b) Metode cooperative learning tipe STAD njurung siswa sinau makarya sesarengan ingkang sipatipun tinata runtut, ajeningajenan, tuwin nebihaken sipat gumedhe ingkang leregipun ngunggulaken dhirinipun pyambak. Kaping kalih, perbawanipun Metodhe cooperative learning tipe STAD: (a) Metodhe cooperative learning tipe STAD salebeting pasinaon Basa Jawi bab nyerat wacana Dheskripsi kuwawi ngindhakaken pangertening siswa ing bab karangan dheskripsi; (b) Metodhe cooperative learning tipe STAD salebeting pasinaon Basa Jawi bab nyerat wacana Dheskripsi kuwawi ngindhakaken asil sinauipun siswa.
Tembung Wos : nulis wacana diskripsi, Basa Jawi, metode cooperative learning, STAD
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Anis Taflihiyah. S441008003 PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS WACANA DESKRIPSI BAHASA JAWA MELALUI METODE COOPERATI VE LEARNING TIPE STAD PADA SISWA KELAS X-1 SMA NEGERI 1 SALATIGA TAHUN PELAJARAN 2011/2012. Pembimbing I: Prof.Dr.H. Sumarlam, M.S., Pembimbing II: Prof.Dr. St. Y. Slamet, M.Pd. Tesis. Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia. Minat Utama Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa. Program Pascasarjana Universitas Sebeleas Maret Surakarta, 2012. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Pelaksanaan pembelajaran melalui metode cooperative learning tipe STAD dalam pelajaran menulis deskripsi pada siswa kelas X-1 SMA Negeri 1 Salatiga tahun pelajaran 2011/2012; (2) Peningkatan hasil belajar siswa kelas X-1 SMA Negeri 1 Salatiga tahun pelajaran 2011/2012 dalam menulis wacana deskripsi melalui metode cooperative learning tipe STAD. Jenis penelitian adalah penelitian tindakan kelas (PTK) dengan prosedur meliputi: perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan refleksi. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah: observasi, wawancara, tes atau penugasan, dan dokumentasi. Validasi data menggunakan trianggulasi sumber dan metode. Teknik analisis data menggunakan analisis model interaktif untuk data narasi dan statistik deskriptif untuk data angka. Hasil penelitian menyimpulkan: Pertama, pelaksanaan Metode cooperative learning tipe STAD: (a) Metode cooperative learning mampu meningkatkan antusias belajar siswa saat proses belajar mengajar berlangsung, termasuk untuk memahami materi pelajaran. Siswa merasa senang, suasana kelas menjadi kondusif untuk melakukan pembelajaran. Sumber belajar tidak terfokus pada guru semata, tetapi didapatkan dari interaksi antarsiswa yang ada; (b) Metode cooperative learning tipe STAD mendorong siswa untuk belajar bekerjasama yang bersifat konstruktif, saling menghargai, dan menghindari egoisme yang cenderung menonjolkan diri. Kedua, pengaruh Metode cooperative learning tipe STAD: (a) Metode cooperative learning tipe STAD dalam pembelajarn Bahasa Jawa tentang menulis wacana deskripsi mampu meningkatkan pemahaman siswa tentang karangan deskripsi; (b) Metode cooperative learning tipe STAD dalam pembelajaran Bahasa Jawa tentang menulis wacana deskripsi mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Kata kunci : menulis wacana deskripsi, wacana bahasa jawa, metode cooperative learning, STAD
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Anis Taflihiyah. S441008003 IMPROVING WRITING JAVANESE DESCRIPTIVE TEXT COMPETENCE THROUGH COOPERATI VE LEARNING METHODE OF STAD TYPE FOR GRADE X-1 SMA NEGERI 1 SALATIGA ACADEMIC YEAR 2011/2012. First Counselor Commission: Prof.Dr.H. Sumarlam, M.S., Second Counselor: Prof.Dr. St. Y. Slamet, M.Pd. Thesis. Bahasa Indonesia Language Department. Majoring Javanese Language and Literature. Master Degree of Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2012. The objective is to know: (1) The implementation of learning through cooperative learning method of STAD type in descriptive writing lesson for grade X-1 SMA Negeri 1 Salatiga academic year 2011/2012; (2) the improvement of learning outcomes of grade X-1 SMA Negeri 1 Salatiga academic year 2011/2012 in descriptive writing through cooperative learning method of STAD type. Type of research is Classroom Action Research (CAR) with the sequence of procedures including: planning, action, evaluation, and reflection. Techniques used to gather the data are: observation, interview, test or assignment, and documentation. Validating data uses a trianggulation of sources and methods. Data analysis technique uses interactive model analysis for narrative data and descriptive statistic for numeric data. The result of the research concludes that: First, the implementation of learning through cooperative learning method STADtype: (a) Cooperative learning method could increase the students enthusiastic in the teaching learning process, including in understanding the material. They felt happy, the classroom atmosphere became conducive as well. Learning resources was not focused on the teacher, but there was students’ interaction.; (b) Cooperative learning method STAD type encourages students to do constructive cooperative learning, mutual respect, and to avoid ego ism which tends to be self-effacing. Second, the impact of cooperative learning methode STAD type: (a) cooperative learning methode STAD type in learning Javanese descriptive writing could increase students’ understanding about descriptive text; (b) cooperative learning methode STAD type in learning Javanese descriptive writing could increase students’ learning outcomes.
Key word : writing javanese descriptive text, cooperative learning methode, STAD
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Doa syukur
dipanjatkan ke hadirat Allah Swt. Yang telah memberi
Rahmat dan jalan hidayah, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Kemampuan Menulis Wacana Deskripsi Bahasa Jawa melalui Metode cooperative learning tipe STAD pada Siswa kelas X-1 SMAN 1 Slatiga Tahun Pelajaran 2011/2012 ”. Penyusunan tesis ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajad Magister Pendidikan di Program Pascasarjana Pendidikan Bahasa Indonesia Minat Utama Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Universitas Sebelas Maret. Penyusunan tesis ini dapat terlaksana atas bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang tinggi kepada semua pihak yang telah turut membantu, terutama kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus. M.S., selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin untuk mengikuti program studi magister di program pascasarjana ini; 2. Prof. Dr. H. Sarwiji Suwandi, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendid ikan Bahasa Indonesia yang telah memberikan saran, arahan, persetujuan serta pengesahan penyusunan tesis ini, 3. Prof. Dr. H. Sumarlam, M.S., selaku Pembimbing I yang penuh kesabaran dan ketekunan telah memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan dengan lancar.
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Prof. Dr. St. Y. Slamet, M.Pd. selaku Pembimbing II yang penuh kesabaran dan kasih telah memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi demi kesempurnaan tesis in i. 5. Drs. Saptono Nugrohadi, M.Pd, M.Si. selaku Kepala Sekolah SMAN 1 Salatiga yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di sekolah yang menjadi tanggung jawab pengelolaan dan pengawasannya. 6. Gunadi, S.Pd. selaku guru kelas X-1 yang telah berkenan menjadi kolaborator. 7. Kakak saya yang tercinta dr. H.M.Saiful Bahri, S.Pog. yang telah turut membiayai kuliah S2 saya hingga selesai. Akhirnya, penulis
hanya bisa berdoa kepada Allah
SWT. Agar
melimpahkan Rahmat-Nya kepada semua pihak tersebut di atas dan semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dunia pendidikan.
Klaten, Agustus 2012 Penulis
Anis Taflihiyah
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Nyawa gadhuhan, bandha titipan, pangkat sampiran Kabeh iku kagungan-Ne Pangeran
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan kepada : 1. Bapak saya: H. Taslim Abdul Ghani dan almarhumah ibu saya.. 2. Mbak Kus, Mbak As, Mas Ipul, dan Yos.
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI Halaman JUDUL ..................................................................................................................
i
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................
iii
PERNYATAAN ...................................................................................................
iv
SARIPATHI..........................................................................................................
v
ABSTRAK ............................................................................................................
vi
ABSTRACT..........................................................................................................
vii
KATA PENGANTAR..........................................................................................
viii
MOTTO.................................................................................................................
x
PERSEMBAHAN ................................................................................................
xi
DAFTAR ISI.........................................................................................................
xii
DAFTAR TABEL ................................................................................................
xv
DAFTAR GAMBAR/BAGAN/GRAFIK ...........................................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xvii BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ...............................................................................
1
B. Rumusan Masalah .........................................................................................
7
C. Tujuan Penelitian...........................................................................................
7
D. Manfaat Penelitian ........................................................................................
7
BAB II LANDASAN TEORI, PENELITIAN RELEVAN, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN ............................
commit to user xii
9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
A. Pembelajaran Menulis Wacana ....................................................................
9
1. Jenis Wacana ...........................................................................................
12
2. Aspek Kemampuan Menulis ..................................................................
16
3. Kemampuan Menulis Wacana Deskripsi ..............................................
18
4. Aspek Penilaian Kemampuan Menulis Wacana Deskripsi ..................
21
5. Cooperative Learning.............................................................................
23
6. Unsur-Unsur Cooperative Learning ......................................................
26
7. Cooperative Learning Tipe STAD ........................................................
30
8. Pembelajaran Menulis Wacana Deskripsi dengan Cooperative Learning tipe STAD ................................................................................
33
B. Penelitian Relevan .........................................................................................
35
C. Kerangka Berpikir .........................................................................................
38
D. Hipotesis Tindakan........................................................................................
39
BAB III METODE PENELITIAN ......................................................................
41
A. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................................
41
B. Jenis Penelitian ..............................................................................................
41
C. Data dan Sumber Data ..................................................................................
43
D. Metode Pengumpulan Data ..........................................................................
44
E. Valid itas Data ................................................................................................
45
F. Teknik Analisis Data.....................................................................................
46
G. Prosedur Penelitian........................................................................................
49
H. Indikator Kinerja Tindakan ..........................................................................
52
commit to user xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................
53
A. Kondisi Awal (Prasiklus) ..............................................................................
53
B. Siklus I ...........................................................................................................
58
1. Perencanaan Tindakan ............................................................................
58
2. Pelaksanaan Tindakan ............................................................................
59
3. Observasi dan Evaluasi...........................................................................
61
4. Analisis dan Refleksi ..............................................................................
66
5. Pencapaian Kinerja Tindakan Siklus I...................................................
69
C. Siklus II ..........................................................................................................
71
1. Perencanaan Tindakan ............................................................................
71
2. Pelaksanaan Tindakan ............................................................................
71
3. Observasi dan Evaluasi...........................................................................
72
4. Analisis dan Refleksi ..............................................................................
77
5. Pencapaian Kinerja Tindakan Siklus II .................................................
80
D. Pembahasan ...................................................................................................
80
BAB V PENUTUP ...............................................................................................
85
A. Simpulan ........................................................................................................
85
B. Implikasi ........................................................................................................
86
C. Saran...............................................................................................................
86
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................
88
LAMPIRAN..........................................................................................................
92
commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Model Penilaian Karangan dengan Skala 1-10 ....................................
23
Tabel 2. Interpretasi Nilai Siswa .........................................................................
55
Tabel 3. Kategori Hasil Belajar Siswa pada Prasiklus .......................................
55
Tabel 4. Pencapaian KKM pada Prasiklus..........................................................
56
Tabel 5. Kategori Nilai Siswa pada Siklus I .......................................................
67
Tabel 6. Hasil Perbandingan Nilai Individu Siswa dengan Nilai Rata-rata Nilai Kelompok pada Siklus I ...............................................................
68
Tabel 7. Pencapaian Kinerja Tindakan Siklus I..................................................
70
Tabel 8. Kategori Nilai Siswa pada Siklus II......................................................
77
Tabel 9. Hasil Perbandingan Nilai Individu Siswa dengan Nilai Rata-rata Nilai Kelompok pada Siklus II .............................................................
79
Tabel 10. Pencapaian Kinerja Tindakan Siklus II ..............................................
80
Tabel 11. Respon Siswa terhadap Pelaksanaan Cooperative Learning Tipe STAD dalam Pembelajaran Menulis Wacana Deskripsi.....................
commit to user xv
81
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR/BAGAN/GRAFIK Halaman Bagan 1. Kerangka Berpikir ...............................................................................
39
Gambar 1.Tahap-tahap dalam Penelitian Tindakan Kelas .................................
43
Grafik 1. Kategori Nilai Siswa pada Prasiklus ..................................................
55
Grafik 2. Pencapaian KKM pada Prasiklus .......................................................
56
Grafik 3. Kategori Nilai Siswa pada Siklus I ....................................................
67
Grafik 4. Pencapaian Kinerja Tindakan Siklus I ...............................................
70
Grafik 5. Kategori Nilai Siswa pada Siklus II ...................................................
78
Grafik 6. Pencapaian Kinerja Tindakan Siklus II ..............................................
80
commit to user xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Dokumentasi Pembelajaran Menulis Wacana Deskripsi Melalui Metode Cooperative Learning Tipe STAD pada Siswa Kelas X-1 SMA Negeri 1 Salatiga Siklus I dan II ..........
92
Daftar Nilai Kemampuan Mengarang Deskripsi Siswa Kelas X-1 SMA Negeri 1 Salatiga pada Prasiklus, Siklus I dan II .....
99
Lampiran 3.
Respon Siswa Kelas X-1 SMA Negeri 1 Salatiga Terhadap Cooperative Learning Tipe STAD .............................................. 104
Lampiran 4
Contoh Hasil Belajar Siswa Prasiklus, Siklus I dan II .............. 105
Lampiran 5
Daftar Siswa Kelas XI-1.............................................................. 111
Lampiran 6
Hasil Observasi Aktivitas Guru dan Siswa Siklus I dan II ....... 112
Lampiran 7
Hasil Wawancara Guru dan Siswa Prasiklus, Silus I dan II...... 122
Lampiran 8
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I dan II .................. 128
Lampiran 9
Silabus .......................................................................................... 134
Lampiran 10 Jadwal Penelitian ......................................................................... 140
commit to user xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dalam proses belajar-mengajar, beberapa komponen yang terlibat antara lain peserta didik, guru/pendidik, sarana dan fasilitas belajar, isi pelajaran, metode, media, dan evaluasi. Dari beberapa komponen itu, hal yang paling berperan dalam meningkatkan efektivitas proses belajar mengajar adalah guru, karena guru merupakan aktor yang mengendalikan pelaksanaan kegiatan belajarmengajar. Tuntutan dalam dunia pendidikan sudah banyak berubah, guru tidak bisa lagi mempertahankan paradigma lama tersebut. Oleh karena itu, pendidik perlu menyusun dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar berdasarkan beberapa pokok pemikiran sebagai berikut. (1) Pengetahuan ditemukan, dibentuk, dan dikembangkan oleh siswa. Guru menciptakan kondisi dan situasi yang memungkinkan siswa membentuk makna dari bahan-bahan pelajaran melalui suatu proses belajar. (2) Siswa membangun pengetahuan secara aktif. Belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan siswa, bukan sesuatu yang dilakukan terhadap siswa. Siswa tidak menerima pengetahuan dari guru atau kurikulum secara pasif. (3) Pengajar perlu berusaha mengembangkan kompetensi dan kemampuan siswa. Kegiatan belajar mengajar harus lebih menekankan pada proses dari pada hasil. Setiap orang pasti mempunyai potensi. Usaha dan pendidikan bisa meningkatkan kemampuan siswa sampai setinggi yang dia bisa;
commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2
dan (4) pendidikan adalah interaksi pribadi di antara para siswa dan interaksi antara guru dan siswa. Kegiatan pendidikan adalah suatu proses sosial yang tidak dapat terjadi tanpa interaksi antar pribadi. Belajar adalah suatu proses pribadi, tetapi juga proses sosial yang terjadi ketika masing-masing orang berhubungan dengan yang lain dan membangun pengertian dan pengetahuan bersama (Lie, 2008: 5-6). Dalam pembelajaran atau proses belajar mengajar, guru memegang peran sebagai sutradara sekaligus aktor. Artinya, pada gurulah tugas dan tanggung jawab merencanakan dan melaksanakan pengajaran di sekolah. Guru sebagai tenaga profesional harus memiliki sejumlah kemampuan mengaplikasikan berbagai teori belajar dalam bidang pembelajaran, kemampuan memilih dan menerapkan metode pembelajaran yang efektif dan efisien, kemampuan melibatkan siswa berpartisipasi aktif, dan kemampuan membuat suasana belajar yang menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Untuk membuat suasana belajar yang menyenangkan yang menunjang tercapainya tujuan pendidikan, hal yang dapat dilakukan oleh guru adalah memilih dan menerapkan metode pembelajaran yang efektif dan efisien, untuk mendorong
partisipasi
aktif
siswa
dalam
proses
pembelajaran.
Untuk
meningkatkan metode pembelajaran yang efektif dan efisien, maka guru harus meninggalkan paradigma lama, yang menganggap pikiran seorang anak seperti kertas kosong yang putih bersih dan siap menunggu coretan-coretan gurunya. Dengan kata lain, otak seorang anak ibarat botol kosong yang siap diisi dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3
segala ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan sang guru (John Locke dalam Lie, 2008:2). Namun kenyataan di lapangan, guru masih banyak menggunakan metode konvensional/klasikal,
mendominasi
proses
pembelajaran,
dan
kurang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Lubis (2006:118) bahwa penyelenggaraan pembelajaran di sekolah pada umumnya dilakukan secara reguler, yang dilaksanakan selama ini lebih banyak bersifat klasikal, yaitu berorientasi secara kuantitas untuk dapat melayani sebanyak-banyaknya jumlah siswa. Kelemahan yang segera tampak adalah tidak terakomodasinya kebutuhan individual siswa. Siswa yang relatif lebih cepat daripada yang lain tidak terlayani secara baik, sehingga potensi yang dimilikinya tidak dapat tersalur atau berkembang secara optimal. Agar kemampuan siswa dapat berkembang secara optimal, dalam proses pembelajaran siswa harus didorong untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Sumarwati (2001: 475) yaitu keaktifan siswa memang sangat diperlukan, karena belajar menuntut aktivitas dari diri sendiri, baik mental maupun fisik. Pada batas tertentu, keaktifan perilaku belajar seseorang, akan menyebabkan makin besar hasil belajar yang diperolehnya. Ini berarti bahwa aktivitas atau partisipasi aktif seorang siswa sangat menetukan keefektifan belajarnya. Untuk mengoptimakan hasil belajar, terutama bidang keterampilan seperti menulis, harus dimulai sejak awal dan diperlukan metode pembelajaran yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4
lebih menekankan pada aktivitas belajar dan kreativitas para siswa. Adapun upaya untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar menulis seperti itu adalah dengan menggunakan metode yang menekankan pentingnya aktivitas berpikir kritis anak didik. Salah satu bentuk kemampuan menulis adalah membuat karangan. Mengarang adalah mengorganisasikan ide (buah pikiran) dan perasaan, kemudian melahirkannya ke dalam kalimat yang logis dalam bahasa tulis. Menurut Tarigan (1984:4) menulis adalah suatu kegiatan untuk memaparkan isi jiwa, pengalaman, dan
penghayatan
dengan
menggunakan
bahasa
tulis
sebagai
alatnya.
Keterampilan ini tidak datang secara otomatis melainkan harus dilatih secara bertahap, teratur dan sering dilakukan. Dalam belajar menulis kemungkinan siswa akan mengalami kesulitankesulitan yang berhubungan dengan kemampuan yang rendah, minimnya perbendaharaan bahasa, dan kurangnya wawasan atau kepekaan sosial. Dari sisi guru, kadang muncul kesulitan-kesulitan dalam memberikan bimbingan secara intensif, karena jumlah siswa sangat banyak dan waktu pemberian bimbingan sangat singkat. Dari data nilai ulangan harian menulis bahasa Jawa pada siswa kelas X-1, dari 31 siswa ada 2 siswa (6%) yang baru memperoleh nilai di atas KKM (75), sedangkan yang belum mencapai KKM sebanyak 29 (94%). Dengan demikian, masih banyak siswa yang perlu ditingkatkan kemampuannya dalam menulis. Berdasarkan pengamatan pada pembelajaran menulis bahasa Jawa di kelas Kelas X SMA Negeri 1 Salatiga, diketahui bahwa permasalahan dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5
pembelajaran menulis dapat diidentifikasi sebagai berikut; (1) Guru dalam mengajar cenderung monoton dan hanya melakukan kegiatan mengajar sebagai rutinitas; (2) Guru banyak mendominasi proses pembelajaran, menjadi pusat perhatian, sumber belajar bagi siswa, dan kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran; (3) Guru belum banyak yang mencoba mengembangkan metode atau model pembelajaran yang lebih inovatif; (4) Siswa kadang kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran menulis (mengarang); (5) Siswa merasa kesulitan dalam membuat atau menulis karangan. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, guru harus berusaha menumbuhkan keberanian siswa untuk mencoba menulis dan terus menulis dengan pantang menyerah menurut kemauannya atau sesuai dengan bidang yang diminatinya, sebanyak yang diinginkannya dan menurut kecepatannya sendiri. Untuk mengatasi minimnya perbendaharaan bahasa dan kurangnya wawasan, guru dapat menugasi siswa agar membaca buku-buku, koran, majalah, mendengarkan siaran radio, menyimak acara televisi, dan mendiskusikan apa yang diperolehnya itu dengan teman-temannya (Sukristanto, 2001: 557). Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka untuk meningkatkan pembelajaran bahasa Jawa, guru perlu menerapkan metode pembelajaran yang mampu menciptakan suasana kelas yang kondusif yang memberikan kesempatan siswa untuk saling berinteraksi satu sama lain. Dalam interaksi ini, siswa akan membentuk komunitas yang memungkinkan mereka untuk mencintai proses belajar dan mencintai satu sama lain. Hal ini berbeda dalam suasana belajar yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6
penuh dengan persaingan dan pengisolasian siswa, sikap dan hubungan yang negatif akan terbentuk dan mematikan semangat siswa, dan suasana ini akan menghambat pembentukan pengetahuan secara aktif. Untuk mendorong agar siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran menulis wacana, pengajar perlu menciptakan suasana belajar yang mampu mendorong siswa agar mau bekerja sama secara gotong royong melalui metode cooperative learning. Menurut Sugandi (dalam Karlina, internet, 2011) pembelajaran gotong royong atau cooperative learning merupakan sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok. Tetapi belajar kooperatif lebih dari sekadar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdepedensi efektif di antara anggota kelompok. Standar kompetensi
yang ingin diraih dalam pembelajaran menulis
wacana di kelas X SMA adalah siswa mampu menuliskan ungkapan gagasan dalam bentuk wacana narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi. Adapun untuk semester I materi pembelajaran meliputi menulis narasi, deskripsi dan eksposisi. Berkaitan dengan hal tersebut, maka penelitian ini akan mengkaji masalah pembelajaran
menulis
wacana
dengan
mengambil
judul
”Peningkatan
Kemampuan Menulis Wacana Deskripsi Bahasa Jawa Melalui Metode
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
Cooperative Learning Tipe STAD pada Siswa Kelas X-1 SMA Negeri 1 Salatiga Tahun Pelajaran 2011/2012”.
B. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. 1. Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran menulis wacana deskripsi Bahasa Jawa melalui metode cooperative learning tipe STAD pada siswa kelas X-1 SMA Negeri 1 Salatiga tahun pelajaran 2011/2012? 2. Apakah pembelajaran menulis wacana deskripsi Bahasa Jawa melalui metode cooperative learning tipe STAD dapat meningkatkan kemampuan menulis siswa kelas X-1 SMA Negeri 1 Salatiga tahun pelajaran 2011/2012?
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Pelaksanaan pembelajaran melalui metode cooperative learning tipe STAD dalam pelajaran menulis wacana deskripsi Bahasa Jawa pada siswa kelas X-1 SMA Negeri 1 Salatiga tahun pelajaran 2011/2012. 2. Peningkatan hasil belajar siswa kelas X-1 SMA Negeri 1 Salatiga tahun pelajaran 2011/2012 dalam menulis wacana deskripsi Bahasa Jawa melalui metode cooperative learning tipe STAD.
D. Manfaat Penelitian Melalui hasil penelitian ini, penulis mengharapkan dapat memberikan manfaat bagi tiga pihat berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
1. Bagi siswa, memberikan pengalaman belajar bagi siswa, mendorong keaktifan siswa dalam pembelajaran, dan meningkatkan hasil belajar siswa. 2. Bagi guru, memberi masukan kepada guru tentang pelaksanaan pembelajaran menulis wacana deskripsi melalui metode cooperative learning tipe STAD, dan mendorong guru untuk mengembangkan metode pembelajaran yang dapat meningkatkan keterlibatan siswa dan hasil belajar siswa. 3. Bagi sekolah, memberi masukan bagi sekolah untuk mengevaluasi pelaksanaan pembelajaraan dalam rangka meningkatkan kualitas lulusan atau peserta didik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
BAB II LANDASAN TEORI, PENELITIAN RELEVAN, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN
Pada dasarnya proses belajar mengajar (PBM) adalah interaksi antara manusia, sumber daya, dan lingkungannya. PBM merupakan proses yang tersusun secara teratur, yang dapat mengubah kemampuan peserta didik dari suatu tingkatan ke tingkatan lain yang lebih baik. Hasil PBM dapat dicapai secara maksimal apabila komponen-komponen yang berinteraksi dapat berfungsi secara optimal, sehingga perlu senantiasa diupayakan tercapainya situasi kelas yang memungkinkan berlakunya hal tersebut (Sumarwati, 2001: 475). Untuk meningkatkan partisipasi fisik dan mental pelajar, menurut Brown (Sumarwati, 2001: 475) pengajar hendaknya tidak mendominasi aktivitas PBM, tetapi memberikan kesempatan yang seluas-luasnya pada pelajar untuk berinteraksi, baik dengan pengajar, materi pelajaran, maupun dengan sesama pelajar. Dengan demikian, pelajar hendaknya diberi kesempatan berlatih pada saat pengajar menyampaikan pengajaran yang berupa suatu keterampilan.
A. Pembelajaran Menulis Wacana Kegiatan menulis merupakan suatu keterampilan yakni keterampilan berbahasa secara produktif. Dalam kegiatan menulis siswa haruslah terampil memanfaatkan unsur-unsur seperti kosakata, struktur bahasa dan lain sebagainya. Keterampilan ini memang tidak akan datang secara otomatis, melainkan harus
commit to user 9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
melalui latihan dan praktik secara teratur. Semakin sering siswa diberi kesempatan berlatih tentulah mereka akan makin terampil dalam menulis. Dengan demikian, dalam pengajaran menulis para siswa haruslah diberi kesempatan secara luas untuk mengembangkan keaktifan dan kreativitasnya agar tujuan pengajaran menulis dapat tercapai. Menulis merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam seluruh proses belajar yang dialami siswa selama menuntut ilmu di sekolah. Menulis memerlukan keterampilan karena diperlukan latihan-latihan yang berkelanjutan dan terus menerus (Dawson, dkk, dalam Nurchasanah, 1997: 68). Tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran menulis adalah agar siswa mampu mengungkapkan gagasan, pendapat, dan pengetahuan secara tertulis serta memiliki kegemaran menulis. Dengan keterampilan menulis yang dimiliki, siswa dapat mengembangkan kreativitas dan dapat mempergunakan bahasa sebagai sarana menyalurkan kreativitasnya dalam kehidupan sehari-hari. Dilihat dalam perspektif kata benda, wacana berarti komunikasi verbal atau juga bisa diartikan percakapan. Namun jika dilihat dalam perspektif linguistik, wacana memiliki tiga pengertian, yaitu: (1) Keseluruhan tutur yang merupakan suatu kesatuan; (2) Satuan bahasa terlengkap yang direalisasikan dalam bentuk karangan atau laporan utuh, seperti novel, buku, artikel, pidato, atau khotbah; (3) Kemampuan atau prosedur berpikir secara sistematis; kemampuan atau proses memberikan pertimbangan berdasarkan akal sehat. (Depdiknas, 2008:1552).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
Menurut Hawthorn (dalam Eriyanto, 2006:10) wacana ialah komunikasi kebahasaan yang terlihat sebagai sebuah pertukaran di antara pembicara dan pendengar, sebagai sebuah aktivitas personal dimana bentuknya ditentukan oleh tujuan sosialnya. Menurut Collins Concise English Dictionary (1984), wacana diartikan sebagai 1) komunikasi verbal, ucapan, percakapan, 2) sebuah perlakuan formal dari subjek dalam ucapan atau tulisan, 3) sebuah unit teks yang digunakan oleh linguis untuk menganalisis satuan lebih dari kalimat. Menurut Roger Fowler (dalam Eriyanto, 2006:2) wacana adalah komunikasi lisan atau tulisan yang dilihat dari titik pandang kepercayaan, nilai, dan ketegori yang masuk di dalamnya; kepercayaan di sini mewakili pandangan dunia, sebuah organisasi, atau representasi dari pengalaman. Menurut Kridalaksana (2009) wacana adalah satuan bahasa terlengkap; dalam hierarki tatabahasa merupakan satuan tatabahasa tertinggi atau terbesar. Wacana ini direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, ensiklopedia, dan sebagainya), paragraf, ayat atau kata yang membawa amanat yang lengkap. Tarigan (1999) menjelaskan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan yangg mempunyai awal dan akhir yang nyata disampaikan secara lisan atau tertulis. Menurut Sumarlan (2003) wacana adalah satuan terlengkap yang dinyatakan secara lisan seperti pidato, ceramah, khotbah, dan dialog atau secara tertulis seperti cerpen, novel, buku, surat, dan dokumen tertulis, yang dilihat dari struktur lahirnya (dari segi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
bentuk) bersifat kohesif, saling terkait dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat koheren, terpadu. Berdasarkan penjelasan di atas, maka salah satu bentuk wacana adalah karangan. Oleh karena itu, pembelajaran menulis atau mengarang dapat dianggap suatu kegiatan cakapan menulis dengan bahasa tulis. Hal-hal yang perlu diperhatikan di dalam pembelajaran mengarang antara lain: (1) mengarang merupakan suatu proses dari dua pihak, yaitu siswa sebagai penulis dan guru sebagai pembaca sekaligus sebagai pembimbing; (2) mengarang harus bertolak dari pengalaman siswa itu sendiri, sehingga dengan mudah gagasan itu dapat dikembangkan; (3) mengarang itu dapat meningkat apabila latihan-latihan itu berjalan secara terus-menerus dan kontinyu; dan (4) maksud atau ekspresi pikiran lebih diutamakan dulu daripada bentuk dan gaya karangan. 1. Jenis Wacana Menurut Keraf (2010:102), jenis karangan terdiri atas: narasi, deskripsi, argumentasi, eksposisi, dan persuasi. Masing-masing jenis karangan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut ini. a. Narasi Secara sederhana, narasi dikenal sebagai cerita. Pada narasi terdapat peristiwa atau kejadian dalam satu urutan waktu. Di dalam kejadian itu ada pula tokoh yang menghadapi suatu konflik. Ketiga unsur berupa kejadian, tokoh, dan konflik merupakan unsur pokok sebuah narasi. Jika ketiga unsur itu bersatu, ketiga unsur itu disebut plot atau alur. Jadi, narasi adalah cerita yang dipaparkan berdasarkan plot atau alur. Narasi dapat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
berisi fakta atau fiksi. Contoh narasi yang berisi fakta: biografi, autobiografi, atau kisah pengalaman. Contoh narasi yang berupa fiksi: novel, cerpen, cerbung, ataupun cergam. Pola narasi secara sederhana: awal – tengah – akhir. Awal narasi biasanya berisi pengantar yaitu memperkenalkan suasana dan tokoh. Bagian awal harus dibuat menarik agar dapat mengikat pembaca. Bagian tengah merupakan bagian yang memunculkan suatu konflik. Konflik lalu diarahkan menuju klimaks cerita. Setelah konfik timbul dan mencapai klimaks, secara berangsur-angsur cerita akan mereda. Akhir cerita yang mereda ini memiliki cara pengungkapan bermacam-macam. Ada yang menceritakannya dengan panjang, ada yang singkat, ada pula yang berusaha menggantungkan akhir cerita dengan mempersilakan pembaca untuk menebaknya sendiri. b. Deskripsi Karangan ini berisi gambaran mengenai suatu hal/ keadaan sehingga pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau merasakan hal tersebut. Topik yang tepat untuk deskripsi misalnya: 1) Keindahan Bukit Kintamani. 2) Suasana pelaksanaan Promosi Kompetensi Siswa Tingkat Nasional. 3) Keadaan ruang praktik. 4) Keadaan daerah yang dilanda bencana. Ciri-ciri deskripsi: a) menggambarkan atau melukiskan sesuatu; b) penggambaran tersebut dilakukan sejelas-jelasnya dengan melibatkan kesan indera; c) membuat pembaca merasakan atau mengalami sendiri
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
Langkah menyusun deskripsi: 1) Tentukan objek atau tema yang akan dideskripsikan. 2) Tentukan tujuan. 3) Mengumpulkan data dengan mengamati objek yang akan dideskripsikan. 4) Menyusun data tersebut ke dalam urutan yang baik (menyusun kerangka karangan). 5) Menguraikan kerangka karangan menjadi dekripsi yang sesuai dengan tema yang ditentukan. Pola pengembangan paragraf deskripsi: a) paragraf deskripsi spasial menggambarkan objek khusus ruangan, benda atau tempat; b) paragraf deskripsi subjektif menggambarkan objek seperti tafsiran atau kesan perasaan penulis; c) paragraf deskripsi objektif menggambarkan objek dengan apa adanya atau sebenarnya. c. Eksposisi Karangan ini berisi uraian atau penjelasan tentang suatu topik dengan tujuan memberi informasi atau pengetahuan tambahan bagi pembaca. Untuk memperjelas uraian, dapat dilengkapi dengan grafik, gambar atau statistik. Topik yang tepat untuk eksposisi, antara lain: a) Manfaat kegiatan ekstrakurikuler; b) Peranan majalah dinding di sekolah; c) Sekolah kejuruan sebagai penghasil tenaga terampil. Langkah menyusun eksposisi: 1) Menentukan topik/ tema; 2) Menetapkan tujuan; 3) Mengumpulkan data dari berbagai sumber; 4) Menyusun kerangka karangan sesuai dengan topik yang dipilih; 5) Mengembangkan kerangka menjadi karangan eksposisi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
Keraf (2010:108) menjelaskan bahwa dalam uraian mengenai eksposisi, dikemukakan pula sejumlah metode eksposisi antara lain: identifikasi, perbandingan, ilustrasi/eksemplifikasi, klasifikasi, definisi dan analisa. juga dalam argumentasi topik-topik yang ada dapat dikemukakan pula dalam bermacam-macam metode, seperti halnya dengan eksposisi. Pada umumnya metode-metode yang dipergunakan dalam sebuah eksposisi dipergunakan pula dalam argumentasi, namun karena tujuan kedua bentuk retorika ini berbeda, maka cara dan teknik penampilannya juga berbeda. Yang akan dicapai oleh seorang pengarang dalam sebuah eksposisi adalah perluasan pengetahuan para pembaca, dengan tidak mempersoalkan apakah para pembaca mengubah sikap mereka atau tidak. d. Argumentasi Karangan ini bertujuan membuktikan kebenaran suatu pendapat/ kesimpulan dengan data/ fakta sebagai alasan/ bukti. Dalam argumentasi pengarang mengharapkan pembenaran pendapatnya dari pembaca. Tema/ topik yang tepat untuk argumentasi, misalnya: a) Disiplin kunci sukses berwirausaha; b) Teknologi komunikasi harus segera dikuasai; c) Sekolah Menengah Kejuruan sebagai aset bangsa yang potensial. Langkah menyusun argumentasi: 1) Menentukan topik/ tema; 2) Menetapkan tujuan; 3) Mengumpulkan data dari berbagai sumber; 4)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
Menyusun kerangka karangan sesuai dengan topik yang dipilih; 5) Mengembangkan kerangka menjadi karangan argumentasi. e. Persuasi Karangan ini bertujuan mempengaruhi pembaca untuk berbuat sesuatu. Dalam persuasi pengarang mengharapkan adanya sikap motorik berupa motorik berupa perbuatan yang dilakukan oleh pembaca sesuai dengan yang dianjurkan penulis dalam karangannya. Topik/ tema yang tepat untuk persuasi, misalnya: a). Katakan tidak pada Narkoba; b). Hemat energi demi generasi mendatang; c). Hutan sahabat kita; d). Hidup sehat tanpa rokok; e). Membaca memperluas cakrawala. Langkah menyusun persuasi: 1) Menentukan topik/ tema; 2) Merumuskan tujuan; 3) Mengumpulkan data dari berbagai sumber; 4) Menyusun kerangka karangan; 5) Mengembangkan kerangka karangan menjadi karangan persuasi. 2. Aspek Kemampuan Menulis Menurut St. Y. Slamet (2007: 144) mengarang merupakan bahasa tulisan memiliki sifat yang tetap, artinya bahwa apa yang dinyatakan dengan lambang bahasa tulisan harus benar-benar mencerminkan maksud penulisnya. Mengarang analog dengan menulis, karenanya kedua istilah tersebut saling menggantikan. Ada tiga keterampilan yang perlu dimiliki siswa di dalam pembelajaran mengarang. Tiga keterampilan tersebut, yaitu: (1) keterampilan mencari tema;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
(2)
keterampilan
mengungkapkan
mengembangkan
tema
(St.
Y.
tema;
Slamet,
dan
(3)
2007:144).
keterampilan Masing-masing
keterampilan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Keterampilan menentukan tema Menurut Keraf (dalam St. Y. Slamet, 2007: 144) tema ialah gagasan pokok. Makna umum yang terkandung dalam tema adalah pokok pikiran, tau gagasan pokok yang menjadi pokok ”pembicaraan”. Selanjutnya Kridalaksana (dalam St. Y. Slamet, 2007: 145) menjelaskan bahwa tema digunakan di berbagai bidang. Dalam bidang linguistik, misalnya, istilah tema mengacu pada beberapa pengertian, antara lain (1) bagian terdepan dari kalimat; (2) pangkal tolak dari tuturan, dan (3) pokok pembicaraan yang dikembangkan dalam paragraf. Sebelum mengarang, tema harus ada lebih dahulu. Untuk itu, sebelum siswa diberikan tugas mengarang, mereka harus terlebih dahulu menggali
sumber
tema,
diantaranya
(1)
pengalaman;
(2)
pengamatan/penyelidikan; (3) imajinasi/khayal; (4) pendapat/sikap (St. Y. Slamet, 2007 : 145). b. Keterampilan mengembangkan tema Tema dimungkinkan memiliki anak tema atau subtema yang dalam percakapan umum sering disebut topik. Oleh karenanya, tema itu cakupannya luas dan bahkan abstrak, sedangkan anak tema lebih spesifik dan lebih konkrit. Anak tema itu selanjutnya dapat dikembangkan lagi menjadi ”pembicaraan”. Hasil ”pembicaraan” itu, bila berupa karangan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
biasanya diberi nama atau judul (St. Y. Slamet, 2007: 145). Sehubungan dengan hal ini, sebelum mengarang, maka siswa perlu mengembangkan tema/ide/topik/gagasan yang telah dipilihnya menjadi karangan. c. Keterampilan mengungkapkan tema Setelah judul karangan ditentukan, maka langkah selanjutnya adalah mengembangkan pokok-pokok tiap pikiran menjadi paragraf. Menurut St. Y. Slamet (2007: 145) paragraf itu sebuah karangan mini yng memiliki satu gagasan ide. Di samping itu, paragraf juga terdiri beberapa kalimat. Tiap-tiap kalimat berhubung-hubungan dan saling berkaitan, tetapi hanya mempunyai mempunyai satu pikiran utama dan beberapa pikiran penjelas yang menjiwai seluruh karangan. Pikiran utama itu pikiran yang menjiwai seluruh paragraf, sedangkan pikiran penjelas itu merupakan pikiran yang menjelaskan pikiran utama. Keterampilan mengungkapkan pikiran dalam
paragraf, harus
diwujudkan menjadi kalimat yang jelas, padat, singkat dan menarik. Keterampilan ini disebut keterampilan menggunakan kalimat yang efektif. Menurut St. Y. Slamet (2007: 149) kalimat efektif ialah kalimat yang sanggup
menyampaikan
pendengar/pembaca
sama
pesan benar
pembicara/penulis seperti
yang
dimaksud
kepada oleh
pembicara/penulis. Pendengar/pembaca dapat menangkap pesan dengan mudah, jelas, lengkap, dan tepat. 3. Kemampuan Menulis Wacana Deskripsi Kemampuan atau keterampilan menulis merupakan salah satu dari hasil keluaran belajar. Menurut Gagne dan Briggs dalam Winkel (1991:72)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
terdapat lima kategori keluaran belajar: (1) keterampilan intelektual (intellectual skill), (2) pengaturan kegiatan kognitif (cognitive strategy), (3) informasi verbal (verbal information), (4) keterampilan motorik (motor skill), dan (5) sikap (attitudes). Muhibbin Syah (2000: 119) menambahkan bahwa kemampuan atau keterampilan bukan hanya meliputi gerakan motorik melainkan juga pengejawantahan fungsi mental yang bersifat kognitif. Jadi, keterampilan intelektual di sini berkenaan dengan kecekatan orang dalam rnendayagunakan segala fungsi mental/kognitifnya untuk rnencapai hasil secara maksimal. Kemampuan atau keterampilan menulis merupakan kemampuan berbahasa yang bersifat produktif, artinya kemampuan menulis ini merupakan kemampuan yang menghasilkan, dalam hal ini menghasilkan tulisan. Menulis merupakan kegiatan yang memerlukan kemampuan yang bersifat kompleks. Kemampuan yang diperlukan antara lain kemampuan berpikir secara teratur dan logis, kemampuan mengungkapkan pikiran atau gagasan secara jelas, dengan menggunakan bahasa yang efektif. Menurut Indriyati (2002: 34) tulisan yang efektif harus mengandung unsur-unsur singkat, jelas, tepat, aliran logika lancar, serta koheren. Artinya, dalam tulisan itu tidak perlu menambahkan hal-hal di luar isi pokok tulisan, tidak mengulang-ulang yang sudah dijelaskan (redudant), tidak mempunyai arti ganda (ambiguous), dan paparan ide pokok didukung oleh penjelasan dan simpulan. Ide-ide pokok tersebut saling berkaitan, mendukung ide utama sehingga seluruh bagian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
tulisan merupakan kesatuan yang saling berhubungan atau bertautan (coherence). Pada hakikatnya, tulisan merupakan paduan antara isi dan bentuk. Bentuknya berupa simbol-simbol grafis atau pola-pola bahasa, sedangkan isinya dapat berupa gagasan, pikiran, atau pengalaman, dan argumentasi. Oleh karena itu, untuk menghasilkan tulisan yang baik, tulisan tersebut harus terwujud relevansi antara isi dan bentuk. Kedua unsur tersebut direalisasikan ke dalam aspek ketatabahasaan. Penguasaan tata bahasa yang baik merupakan syarat yang mutlak bagi komunikasi ilmiah yang benar. Terakhir, penulis harus menguasai aspek meknik penulisan, baik lambang-lambang tulis maupun format penulisan. Menulis analog dengan mengarang, karena kedua istilah ini saling menggantikan. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh St. Y. Slamet (2007: 144) yaitu: Mengarang merupakan bahasa tulisan memiliki sifat yang tetap, artinya bahwa apa yang dinyatakan dengan lambang bahasa tulisan harus benar-benar mencerminkan maksud penulisnya. Mengarang analog dengan menulis, karenanya kedua istilah tersebut saling menggantikan. Salah satu bentuk karangan adalah karangan deskripsi. Seperti yang telah dijelaskan di muka bahwa ciri-ciri karangan deskripsi adalah: a) menggambarkan atau melukiskan sesuatu; b) penggambaran tersebut dilakukan sejelas-jelasnya dengan melibatkan kesan indera; c) membuat pembaca merasakan atau mengalami sendiri.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
Langkah menyusun karangan deskripsi adalah: 1) menentukan objek atau tema yang akan dideskripsikan. 2) menentukan tujuan. 3) mengumpulkan data dengan mengamati objek yang akan dideskripsikan. 4) menyusun data tersebut ke dalam urutan yang baik (menyusun kerangka karangan). 5) menguraikan kerangka karangan menjadi dekripsi yang sesuai dengan tema yang ditentukan. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka kemampuan menulis deksripsi yang harus dimiliki oleh siswa meliputi: (1) kemampuan mengembangkan atau menentukan objek atau tema yang akan dideskripsikan. 2) kemampuan untuk menentukan tujuan. 3) kemampuan mengumpulkan data dengan mengamati objek yang akan dideskripsikan. 4) kemampuan menyusun data tersebut ke dalam urutan yang baik (menyusun kerangka karangan). 5) kemampuan menguraikan kerangka karangan menjadi dekripsi yang sesuai dengan tema yang ditentukan. 4. Aspek Penilaian Kemampuan Menulis Wacana Deskripsi Penilaian terhadap hasil karangan siswa tidak bisa lepas dari unsur subjektivitas guru. Oleh karena itu, untuk mengurangi kadar subjektivitas perlu dibuat teknik penilaian yang memungkinkan penilai untuk memperkecil kadar subjektivitas dirinya. Menurut Nurgiyantoro (2001: 205) penilaian yang dilakukan terhadap karangan siswa biasanya bersifat holistik, impresi, dan selintas. Zaini Machmoed (dalam Nurgiyantoro, 2001: 305) menjelaskan bahwa penilaian yang bersifat holistik memang diperlukan. Akan tetapi, agar guru dapat menilai secaracommit lebih objektif to userdan dapat memperoleh informasi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
yang lebih terrinci tentang kemampuan siswa untuk keperluan diagnostikedukatif, penilaian hendaknya sekaligus disertai dengan penilaian yang bersifat analitis. Penilaian dengan pendektan analitis merinci karangan ke dalam aspek-aspek atau kategori-kategori tertentu. Perincian satu dengan yang lain dapat berbeda tergantung jenis karangan. Kategori yang pokok hendaknya meliputi: (1) kualitas dan ruang lingkup isi, (2) organisasi dan penyajian isi, (3) gaya dan bentuk bahasa, (4) mekanik; tata bahasa, ejaan, tanda baca, kerapian tulisan, dan kebersihan, dan (5) respon afektif guru terhadap karya tulis. Untuk karangan yang ditulis berdasarkan rangsang buku, baik fiksi maupun nonfiksi, kategori pertama di atas dapat diganti, atau kriterianya berisi kesesuaiannya dengan isi buku. Respon afektif guru juga penting karena jenis karangan, misalnya yang bersifat argumentatif atau persuasif, dpat dinilai baik jika pembaca merasa tertarik. Dalam kaitan ini, guru adalah pembaca. Penerapan model penilaian analistis dengan kelima kategori di atas dapat dilakukan dengan mempergunakan skala, misalnya skala 1-10. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka untuk menilai karangan deskripsi akan digunakan model penilaian seperti yang telah dijelaskan di atas, dengan menggunakan skala seperti pada tabel di bawah ini. Keterangan dari tingkatan skala penilaian pada tabel tersebut yaitu, bilamana nilai yang diperoleh berkisar antara 9-10 dapat dikatakan sangat baik; jika mendapatkan nilai antara 7-8 dikatakan baik; jika mendapatkan nilai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
antara 5-6, dikatakan cukup; jika mendapatkan nilai antara 3-4, dikatakan kurang; dan jika mendapatkan nilai antara 0-2 dapat dikatakan sangat kurang. Tabel 1 Model Penilaian Karangan Deskripsi dengan Skala 1-10 No 1 2 3
Aspek yang dinilai Kualitas dan ruang lingkup isi Organisasi dan penyajian isi Gaya dan bentuk bahasa
Tingkatan skala 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
4
Mekanik: tata bahasa, 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 ejaan dan kerapian tulisan 5 Respon afektif guru 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 terhadap karangan Jumlah skor Sumber: Nurgiyantoro, Burhan, 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra, Edisi Ketiga. Yogyakarta: Fakultas Ekonomi UGM, hal. 306 5. Cooperative Learning Menurut Johnson &
Johnson dalam bukunya yang berjudul
Cooperative and Competition: Theory and Research, tahun 1989 seperti yang dikutip oleh Lie (2008: 18) mengatakan bahwa metode pembelajaran cooperative learning bukan sekadar kerja kelompoknya, melainkan pada penstrukturannya. Ada lima unsur menjadi struktur pembelajarannya, yaitu: saling ketergantungan positif, tanggung jawab individu, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok. Tsailing Liang (2002) dalam tulisannya berjudul “Implementing Cooperative Learning In EFL Teaching: Process And Effects” menjelaskan bahwa:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
Cooperative learning is defined as a system of concrete teaching and learning techniques, rather than an approach, in which students are active agents in the process of learning through small group structures so that students work together to maximize their own and each other’s learning. There are five characteristics that feature cooperative learning in this study: (1) positive interdependence, (2) face-to-face interaction, (3) individual accountability, (4) interpersonal and small group skills, and (5) group processing. Cooperative learning digambarkan sebagai suatu sistem pembelajaran konkret dan teknik pembelajaran, bukan suatu pendekatan, di mana para siswa aktif di dalam proses pembelajaran melalui struktur kelompok kecil, sehingga para siswa bekerja sama untuk memaksimalkan mereka sendiri dan masingmasing dalam belajar. Ada lima karakteristik yang menonjol dalam cooperative learning yaitu: (1) saling ketergantungan positif, ( 2) face-to-face interaksi, ( 3) tanggung-jawab individu, ( 4) keterampilan kelompok kecil dan hubungan antarpribadi, dan (5) proses kelompok. Falsafah yang mendasari cooperative learning (model pembelajaran gotong royong) dalam pendidikan adalah falsafah homo homoni socius. Falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah makluk sosial. Kerjasama merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup. Tanpa kerjasama, tidak akan ada individu, keluarga, organisasi atau sekolah. Pembelajaran gotong royong atau cooperative learning merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok. Tetapi belajar kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
kooperatif, sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdepedensi efektif diantara anggota kelompok (Sugandi dalam Karlina, internet, 2011). Hubungan
terbuka
dan
saling
ketergantungan
seperti
itu
memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang dapat dilakukan
siswa
untuk
mencapai
keberhasilan
belajar
berdasarkan
kemampuan dirinya secara individu dan andil dari anggota kelompok lain selama belajar bersama dalam kelompok. Menurut Slavin (2009:4) pembelajaran kooperatif merujuk pada kelompok-kelompok kecil siswa untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan beragumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing. Penggunaan pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan pencapaian prestasi para siswa, dan juga dapat mengembangkan hubungan antarkelompok, penerimaan terhadap teman sekelas yang lemah dalam bidang akademik, dan meningkatkan rasa harga diri. Dengan demikian, pembelajaran kooperatif secara berhati-hati menggabungkan kelompok-kelompok kecil, sehingga anggota-anggotanya dapat bekerja bersama-sama untuk memaksimalkan pembelajaran dirinya dan pembelajaran satu
sama
lainnya. Masing-masing anggota kelompok
bertanggungjawab untuk mempelajari materi pelajaran, dan membantu teman
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
anggotanya untuk belajar. Ketika kerjasama ini berlangsung, tim menciptakan atmosfir pencapaian, dan selanjutnya pembelajaran ditingkatkan. Falsafah yang mendasari cooperative learning (pembelajaran gotong royong) dalam pendidikan adalah falsafah homo homoni socius. Falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah makluk sosial. Kerjasama merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup. Tanpa kerjasama, tidak akan ada individu, keluarga, organisasi atau sekolah. Menurut Slavin (2009:34-35) pembelajaran kooperatif memiliki keunggulan bahwa siswa yang bekerja di dalam kelompok kooperatif bisa belajar lebih banyak daripada dalam pembelajaran konvensional. Keunggulan tersebut mengacu dua teori utama, yaitu motivasi dan kagnitif. Pertama, teori motivasi menekankan bahwa struktur tujuan kooperatif menciptakan sebuah situasi di mana satu-satunya cara anggota kelompok bisa meraih tujuan pribadi mereka, jika kelompok mereka bisa sukses. Oleh karena itu, untuk meraih tujuan personal mereka, anggota kelompok harus membantu teman satu timnya untuk melakukan usaha maksimal. Kedua, teori kognitif menekankan bahwa interaksi di antara siswa dalam tugas-tugas pembelajaran akan terjadi dengan sendirinya untuk mengembangkan pencapaian prestasi siswa. Para siswa akan saling belajar satu sama lain dalam diskusi yang mereka lakukan. Fatirul (internet, 2011) menjelaskan pembelajaran kooperatif dapat diterapkan untuk hampir semua tugas dalam berbagai kurikulum untuk segala usia siswa. Selanjutnya, untuk memberikan sebuah cara bagi para siswa dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
menguasai bahan pengajaran, pembelajaran kooperatif mencoba untuk membuat masing-masing anggota kelompok menjadi individu yang lebih kuat dengan mengajarkan mereka keterampilan-keterampilan dalam konteks sosial. Tsailing Liang (2002) dalam tulisannya berjudul “Implementing Cooperative Learning In EFL Teaching: Process And Effects” menjelaskan bahwa: a). Cooperative learning is a feasible and practical teaching method that puts communicative approach into action. b). The implementation of cooperative learning will not reduce the students’ academic achievements in the structure-based school examinations, as many teachers are concerned. c). Achievements and motivation are closely correlated. d). Cooperative learning is a possible teaching method that may address the various needs of the students with mixed levels of English ability in a heterogeneous class. a) Cooperative learning adalah sesuatu yang praktis yang memungkinkan metode mengajar yang menaruh pendekatan komunikatif ke dalam tindakan. b) Implementasi cooperative learning tidak akan mengurangi prestasi akademis para siswa di (dalam) pengujian sekolah yang berStruktur-Dasar, sebanyak para guru yang terkait. c) Prestasi dan motivasi lekat dihubungkan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
d) Cooperative Learning adalah kemungkinan metode mengajar yang boleh menunjuk pada berbagai kebutuhan para siswa dengan digabungkan tingkat kemampuan bahasa (contoh Inggris) di dalam suatu kelas heterogen. 6. Unsur-unsur Cooperative Learning Cooperative learning tidak hanya sama dengan belajar kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran cooperative learning yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model cooperative learning dengan benar akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif. Roger dan David (dalam Lie 2008:31-35) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, ada lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan: a. Saling ketergantungan positif Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka. Aronson (dalam Lie, 2008:32) menyarankan jumlah anggota kelompok dibatasi sampai dengan empat orang saja dan keempat anggota ini ditugaskan membaca bagian yang berlainan. Keempat anggota ini lalu berkumpul dan bertukar informasi. Selanjutnya, pengajar akan mengevaluasi mereka mengenai seluruh bagian. Dengan cara ini, mau tidak mau setiap
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
anggota merasa saling bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugasnya agar yang lain bisa berhasil. b. Tanggung jawab perseorangan Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama. Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran cooperative leraning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Kunci keberhasilan metode kerja kelompok adalah persiapan guru dalam menyusun tugasnya. c. Tatap muka Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya daripada hasil pemikiran dari satu kepala saja. Lebih jauh lagi, hasil kerjasama ini jauh lebih besar daripada jumlah hasil masing-masing anggota. Inti sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing. Setiap anggota kelompok mempunyai latar belakang pengalaman keluarga, dan sosialekonomi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedan ini akan menjadi modal utama dalam proses saling memperkaya antaranggota kelompok. Sinergi tidak bisa didapatkan begitu saja dalam sekejap, tetapi merupakan proses kelompok yang cukup panjang. Para anggota kelompok perlu diberi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
kesempatan untuk saling mengenal dan menerima satu sama lain dalam kegiatan tatap muka dan interaksi pribadi. d. Komunikasi antaranggota Unsur ini juga menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Tidak setiap
siswa
mempunyai
keahlian
mendengarkan
dan
berbicara.
Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. e. Evaluasi proses kelompok Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Waktu evaluasi ini tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, tetapi bisa diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa kali pembelajar terlibat dalam kegiatan pembelajaran cooperative learning. 7. Cooperative Learning Tipe STAD Salah satu tipe pembelajaran kooperatif (cooperative learning ) adalah tipe STAD (Student Achievement Division). Menurut Slavin (dalam Isjoni, 2009:74) pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Achievement Division) meliputi lima tahap, yaitu: (1) Tahap penyajian materi, (2) Tahap kegiatan kelompok,
(3)
Tahap
tes
individu,
commit to user
(4)
Tahap
penghitungan skor
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
perkembangan individu, (5) Tahap pemberian penghargaan kelompok. Secara rinci tahapan ini dapat dijelaskan sebagai berikut. a. Tahap penyajian materi Tahap penyajian materi, yaitu guru menyampaikan indicator yang harus dicapai hari itu dan memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang materi yang akan dipelajri. Dilanjutkan dengan memberikan apersepsi dengan tujuan mengingatkan siswa terhadap materi prasarat yang telah dipelajari, agar siswa dapat menghubungkan materi yang akan disajikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki. Dalam mengembangkan materi pembelajaran perlu ditekankan hal-hal sebagai berikut : 1) Mengembangkan materi pembelajaran sesuai apa yang akan dipelajari siswa dalam kelompok, 2) Menekankan bahwa belajar adalah memahami makna dan bukan hapalan, 3) Memberikan
umpan
balik
sesering
mungkin
untuk
mengontrol
pemahaman siswa, 4) Memberikan penjelasan mengapa jawaban pertanyaan itu benar atau salah. 5) Meralih kepada materi selanjutnya apabila siswa telah memahami permasalahan yang ada. b. Tahap kegiatan kelompok Pada tahap ini siswa diberi lembar tugas sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok siswa saling berbagi tugas, saling membantu memberikan penyelesaian agar semua anggota kelompok dapat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
memahami materi yang dibahas, dan satu lembar dikelompokan sehagai hasil kerja kelompok. Pada tahap ini guru berperan sebagai fasilitator dan motivator kegiatan tiap kelompok. c. Tahap tes individu Tahap tes individu, yaitu untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan belajar yang telah dicapai, diadakan tes secara individual, mengenai materi yang telah dibahas. Pada penelitian ini tes individual diadakan pada akhir pertemuan kedua dan ketig, masing-masing selama 10 menit agar siswa dapat menunjukkan apa yang telah dipelajari secara individu selama bekerja dalam kelompok. Skor perolehan individu ini didata dan diarsipkan, yang akan digunakan pada perhitungan perolehan skor kelompok. d. Tahap penghitungan skor perkembangan individu Tahap perhitungan skor perkembangan individu, pada tahap ini yaitu dihitung berdasarkan skor awal, dalam penelitian ini didasarkan pada nilai evaluasi hasil belajar semester 1. Berdasarkan skor awal setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan sumbangan skor maksimal bagi kelompoknya
berdasarkan
skor
tes
yang
dperolehnya.
Perhitungan
perkembangan skor individu dimaksudkan agar siswa berpacu untuk memperoleh
prestasi terbaik sesuai dengan kemampuanya.
Adapun
penghitungan skor perkembangan individu pada penelitian ini diambil dari penskoran perkembangan individu yang dikemukakan Slavin (1995) sepeti terlihat pada tabel berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
Perhitungan skor kelompok dilakukan dengan cara menjumlahkan masing-masing perkembangan skor individu dan hasilnya dibagi sesuai dengan jumlah anggota kelompok. e. Tahap pemberian penghargaan kelompok. Tahap penghargaan
pemberian diberikan
penghargaan berdasarkan
kelompok,
perolehan
skor
yaitu
pemberian
rata-rata
yang
dikategorikan menjadi kelompok baik, kelompok hebat dan kelompok super. Adapun criteria yang digunakan untuk menentukan pemberian pengahargaan terhadap kelompok adalah sebagai berikut: 1) Kelompok dengan skor rata-rata 15, sebagai kelompok baik, 2) Kelompok dengan skor rata-rata 20, sebagai kelompok hebat, 3) Kelompok dengan skor rata-rata 25 sebagai skor super. 8. Pembelajaran Menulis Wacana Deskripsi dengan Cooperative Learning Tipe STAD Berdasarkan penjelasan tentang wacana menulis deskripsi, cooperative learning dan STAD di atas, maka untuk menerapkan pembelajaran cooperative learning tipe STAD pada menulis wacana deskripsi dapat dilakukan sebagai berikut: a. Tahap penyajian materi 1) Guru menyampaikan indikator pembelajaran dan memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang kemampuan menulis deskripsi bahasa Jawa yang akan dipelajari
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34
2) Guru melakukan apersepsi dengan tujuan mengingatkan siswa terhadap materi prasarat yang telah dipelajari, agar siswa dapat menghubungkan materi yang akan disajikan b. Tahap kegiatan kelompok 1) Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok, dan setiap kelompok terdiri atas 4-5 siswa dengan mempertimbangkan kemampuan akademik dan karakteristik siswa. 2) Guru membagi lembar tugas kepada masing-masing kelompok untuk mendiskusikan dan
mengidentifikasi aspek-aspek
pada
menulis
deskripsi (setiap kelompok fokus pada tema yang telah diberikan guru). 3) Siswa dalam satu kelompok saling bertukar pikiran, saling membantu menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. c. Tahap tes individu 1) Untuk mengetahui tingkat keberhasilan belajar siswa, guru kemudian mengadakan tes (penugasan) secara individual dengan cara menyuruh siswa membuat karangan deskripsi bahasa Jawa sesuai tema yang ditentukan oleh guru. 2) Guru mengevalusi tes (hasil pekerjaan) siswa dan mendata serta mengarsipkan nilai siswa untuk digunakan pada perhitungan perolehan skor kelompok. d. Tahap penghitungan skor perkembangan individu 1) Guru
mengempokkan nilai
individu
perkembangan individu.
commit to user
berdasarkan kategori skor
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35
2) Guru menghitung rata-rata skor kelompok dengan cara menjumlahkan skor individu dalam satu kelompok dibagi jumlah kelompok. e. Tahap pemberian penghargaan kelompok 1) Guru membandingkan rata-rata skor kelompok dengan pedoman pengelompokan skor yang telah ditetapkan. 2) Guru memberikan penghargaan terhadap masing-masing kelompok berdasarkan kelompok baik, kelompok hebat dan kelompok super.
B. Penelitian Relevan 1. Brown dan Klein (2003) meneliti dengan judul “Are Cooperative Learning Techniques Fragile In Information Systems?: an Examination In The Context of A Database Management Course” menyimpulkan bahwa: Cooperative learning techniques can be applied to a wide variety of classroom activities. We offer the following suggestions for the application of the paired thinking and four-person cooperative learning group in the database class. In our. experience, paired thinking is an effective technique for developing comprehension and application skills in the database course through discussion questions and problem solving while the four-person cooperative learning group is an effective technique for synthesizing course concepts and skills. Teknik Cooperative Learning dapat diberlakukan bagi suatu aktivitas kelas yang luas. Kita menawarkan usul yang berikut untuk aplikasi pemikiran yang dipasangkan dan 4 orang kelompok Cooperative Learning di (dalam) kelas database. Di (dalam) pengalaman kami, pemikiran yang dipasangkan adalah suatu teknik efektif untuk mengembangkan pengertian dan ketrampilan aplikasi di (dalam) kursus database melalui diskusi pertanyaan dan pemecahan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36
masalah 4 orang kelompok Cooperative Learning merupakan suatu teknik efektif untuk manyatukan konsep kursus dan ketrampilan. 2. Trisno (2007) meneliti dengan judul “Penerapan pembelajaran Kooperatif Type Student Team Achievement Divisions (STAD) untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara dalam Memberikan Informasi Secara Lisan pada Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas VI SD” menyimpulkan bahwa: (1) pembelajaran kooperatif type STAD dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa dalam memberikan informasi secara lisan; (2) pembelajaran kooperatif type STAD dapat meningkatkan keterlibatan aktif siswa dalam proses pembelajaran keterampilan berbicara. 3. Sonia Lara (2007) meneliti dengan judul “Effectiveness of Cooperative Learning
Fostered
by Working
with
WebQuest”.
Hasil penelitian
menyimpulkan bahwa that WebQuest would prove to be an instructional strategy for improving self-regulated, cooperative work of students of Secondary Education (16 years old) in the production of scientific videos. WebQuest dapat dijadikan suatu strategi pembelajaran untuk meningkatkan perubahan diri siswa, belajar kelompok (gotong royong) pada pembelajaran di luar kelas (usia 16 tahun). 4. Sutarmin (2008) meneliti ”Peningkatan Kemampuan Menyimak Dongeng Cerita Rakyat Melalui Pendekatan Cooperative Learning Tindakan Kelas pada Siswa Kelas V SD Negeri 2
(Penelitian
Nogosari Boyolali
2008/2009)”. Hasil penelitian menyimpulkan: (1) pendekatan cooperative learning dalam pembelajaran mendengarkan atau menyimak dongeng cerita
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37
rakyat mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami sastra (cerita) khususnya, dan mata pelajaran Bahasa Indonesia umumnya; (2) pendekatan cooperative learning mampu meningkatkan antusias belajar siswa saat proses belajar mengajar berlangsung, termasuk untuk memahami materi pelajaran. Siswa merasa senang, suasana
kelas menjadi kondusif untuk
melakukan pembelajaran. Sumber belajar tidak terfokus pada guru semata, tetapi didapatkan dari interaksi antar siswa yang ada; (3) metode pembelajaran cooperative learning mendorong siswa untuk belajar bekerjasama yang bersifat konstruktif, saling menghargai, dan menghindari egoisme yang cenderung menonjolkan diri. 5. John G. Duxbury dan Ling-Ling Tsai (2010) meneliti dengan judul: “The Effects of Cooperative Learning on Foreign Language Anxiety: a Comparative Study of Taiwanese and American Universities” menyimpulkan bahwa: The results of this study revealed that there is some anxiety in foreign language classrooms. It enables students to use the target language more often, encourages communication with others in the language, creates an environment for stimulating classroom activities, and gives variety to language learning. Hasil dari pembelajaran Cooperative Learning ini mengungkapkan bahwa ada beberapa ketertarikan siswa di dalam kelas bahasa asing. Pembelajaran tersebut memungkinkan para siswa untuk menggunakan target bahasa lebih sering, mendorong komunikasi dengan orang lain di (dalam) bahasa, menciptakan suatu kondusif dalam aktivitas kelas, merangsang dan memberi variasi dalam belajar bahasa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38
C. Kerangka Berpikir Masalah peningkatan kualitas pendidikan, salah satunya erat kaitannya dengan masalah dalam proses pembelajaran. Pembelajaran yang masih mengandalkan cara-cara tradisional, menempatkan dominansi guru sebagai sumber belajar, dan komunikasi satu arah perlu diubah. Oleh karena itu, dengan metode
pembelajaran cooperative
learning
tipe
STAD
dalam proses
pembelajaran Bahasa Jawa diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk menulis wacana deskripsi. Proses belajar mengajar dikatakan berhasil apabila peserta didik mampu memahami dan mengaplikasikan materi yang dipelajari, hal ini dapat diwujudkan dengan menciptakan kondisi pembelajaran yang menyenangkan melalui cooperative learning tipe STAD. Melalui metode ini siswa dapat melakukan diskusi dengan teman atau kelompoknya. Melalui metode cooperative learning tipe STAD tersebut diharapkan peserta didik akan lebih mudah membuat karangan berbentuk deskripsi, khususnya siswa kelas X-1 SMA Negeri 1 Salatiga tahun pelajaran 2011/2012. Kerangka berpikir tersebut dapat digambarkan seperti bagan di bawah ini. Pada tahap kondisi awal, sebelum guru menggunakan metode cooperative learning tipe STAD dalam pembelajaran bahasa Jawa, kemampuan menulis wacara deskripsi masih rendah. Setelah guru menggunakan metode cooperative learning tipe STAD, kemampuan menulis wacara deskripsi meningkat dan pada akhir siklus (kondisi akhir) sebagian besar siswa telah mencapai ketuntasan belajar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39
Kondisi awal
Pelaksanaan perbaikan
Kondisi akhir
Guru dalam melaksanakan pembelajaran bahasa Jawa tanpa menggunakan metode cooperative learning tipe STAD
Kemampuan siswa dalam menulis wacana deskripsi masih rendah
Guru melaksanakan pembelajaran bahasa Jawa dengan menggunakan metode cooperative learning tipe STAD
Siklus I : Kemampuan siswa dalam menulis wacana deskripsi meningkat, tetapi belum maksimal
Diduga dengan menggunakan metode cooperative learning tipe STAD dapat meningkatkan kemampuan menulis wacana deskripsi
Siklus II : Kemampuan siswa dalam menulis wacana deskripsi meningkat, dan sebagian besar siswa memperoleh nilai di atas KKM
Bagan 1. Kerangka Berpikir
D. Hipotesis Tindakan Berdasarkan landasan teori tersebut di atas, maka dapat ditarik hipotesis dalam penelitian ini, yaitu: 1. Metode cooperative learning tipe STAD meningkatkan keaktifan siswa untuk mengikuti pembelajaran menulis wacana deskripsi bahasa Jawa pada siswa kelas X-1 SMA Negeri 1 Salatiga tahun pelajaran 2011/2012
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40
2. Metode cooperative learning tipe STAD meningkatkan kemampuan menulis wacana deskripsi bahasa Jawa pada siswa kelas X-1 SMA Negeri 1 Salatiga tahun pelajaran 2011/2012.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian adalah di SMA Negeri 1 Salatiga, siswa kelas X-1 semester I tahun pelajaran 2011/2012. Objek yang menjadi fokus penelitian adalah penerapan metode cooperative learning tipe STAD dalam pembelajaran menulis wacana deskripsi. Adapun alasan memilih lokasi penelitian adalah sebagai berikut: (1) Hasil pembelajaran Bahasa Jawa khususnya menulis wacana deskripsi di kelas X-1 SMA Negeri 1 Salatiga belum mendapatkan hasil yang baik (optimal); (2) Sebagai pengajar SMA Negeri 1 Salatiga, peneliti ingin meningkatkan menulis wacana deskripsi melalui metode Cooperative Learning tipe STAD bagi siswa kelas X-1 SMA Negeri 1 Salatiga; dan (3) Masalah menulis wacana deskripsi belum pernah diteliti di SMA Negeri 1 Salatiga. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2011, pada semester I tahun pelajaran 2011/2011, karena jadwal pembelajaran menulis wacana deskripsi di kelas X-1 SMA Negeri 1 Salatiga dilaksanakan pada semester I tahun pelajaran 2011/2012.
B. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK), yang bertujuan untuk mengembangkan pembelajaran Bahasa Jawa. Tindakan kelas yang
commit to user 41
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
42
dimaksud adalah penerapan metode cooperative learning pembelajaran menulis wacana deskripsi pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Salatiga tahun pelajaran 2011/2012. Menurut Wardani, Wihardit, dan Nasoetion (2006:1.4), penelitian tindakan kelas (PTK) adalah
penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam
kelasnya sendiri melalui refleksi, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat. Jadi, penelitian tindakan kelas ini bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan/atau meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas secara lebih profesional. Penelitian tindakan kelas dapat menjembatani kesenjangan antara teori dan praktik-praktik pendidikan. Hal ini dapat terjadi karena setelah meneliti kegiatan sendiri di kelas dengan melibatkan siswa, melalui sebuah tindakan yang direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi, guru akan memperoleh umpan balik yang sistematis mengenai apa yang selama ini dilaksanakan dalam pembelajaran. Dalam penelitian ini desain yang digunakan adalah model dari Kemmis dan Taggart (dalam Suharsimi Arikunto, 2006: 93) yaitu berupa tahap atau perangkat yang terdiri dari 4 komponen, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Keempat komponen tersebut digambarkan dalam suatu siklus seperti di bawah ini. Model yang dikemukakan oleh Kemmis dan Taggart pada dasarnya berupa untaian-untaian, satu untaian tersebut terdiri dari empat komponen, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43
Keterangan : 3
1 Siklus I 1. Perencanaan 2. Tindakan 3. Pengamatan 4. Refleksi
2 4
7
Siklus II 5. Perencanaan 6. Tindakan 7. Pengamatan 8. Refleksi
5
6 8 Gambar 1. Tahap-tahap dalam Penelitian Tindakan Kelas (Sumber: Suharsimi Arikunto, 2006: 93)
Keempat komponen yang berupa untaian tersebut dipandang sebagai satu siklus. Oleh karena itu, pengertian siklus dalam hal ini ialah suatu putaran kegiatan yang terdiri dari perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Dalam praktik jumlah siklus bisa terdiri dari 2 atau lebih, dan jumlah siklus yang digunakan sangat tergantung pada permasalahan yang dihadapi.
C. Data dan Sumber Data Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 239) macam data penilitian ada dua yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk kata-kata atau simbol, dan data kuantitatif adalah data
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44
yang berbentuk angka. Sehubungan dengan hal ini, maka data kualitatif dalam penelitian ini adalah hasil pengamatan (observasi) dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti. Data kuantitatif penelitian ini adalah nilai atau tes hasil belajar siswa dalam pembelajaran menulis wacana deskripsi.
D. Metode Pengumpulan Data Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 149) metode pengumpulan data ada beberapa cara yaitu dengan tes, kuesioner atau angket, menggunakan interview (wawancara), observasi, dan dokumentasi. Sehubungan dengan hal ini, maka teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini digunakan metode, yaitu: 1. Tes atau penugasan Metode tes atau penugasan ini digunakan untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan kemampuan siswa. Tes ini digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa dalam menulis wacana deskripsi. 2. Observasi Metode observasi ini digunakan untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan fakta di lapangan. Observasi yang dilakukan adalah observasi pertisipan, yaitu pengamatan dilakukan oleh peneliti yang secara aktif terlibat dalam proses pelaksanaan tindakan. Observasi ini dilakukan untuk mengumpulkan data-data tentang dampak atau hasil yang muncul dari pengaruh tindakan yang diperlakukan kepada peserta didik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45
3. Wawancara Metode wawancara ini digunakan untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan pendapat guru kolaborator kelas X-1 (Sapto Sunarso, S.Pd.), dan siswa yang dikenai oleh penelitian tindakan kelas ini. Pengumpulan data dilakukan dengan tanya jawab serta menggunakan pedoman wawancara (interview). Pedoman wawancara tersebut dimaksudkan sebagai acuan bagi peneliti untuk mendapatkan data yang diperlukan. 6. Dokumentasi Metode dokumentasi ini digunakan untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan profil sekolah tempat penelitian, gambar foto kegiatan, buku laporan, dan lain sebagainya yang digunakan untuk melengkapi analisis data.
E. Validitas Data Dalam penelitian ini cara yang digunakan untuk menjamin validitas data penelitian digunakan teknik trianggulasi. Pada dasarnya trianggulasi ini merupakan teknik yang didasari pola pikir fenomenologi yang bersifat multiperspektif. Artinya untuk menarik simpulan yang mantap, diperlukan tidak hanya satu cara pandang (Sutopo, 2006:92). Selanjutnya Patton (dalam Sutopo, 2006:92) menjelaskan bahwa ada empat macam teknik trianggulasi, yaitu: (1) trianggulasi data (data trianggulation), (2) trianggulsi peneliti (investigator trianggulation), (3) trianggulasi metodologis (methodological trianggulation), dan (4) trianggulasi teoritis (theoritical trianggulation). Berkaitan dengan hal ini, maka triangulasi yang digunakan dalam peneliti adalah:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46
1. Trianggulasi data atau sumber Teknik trianggulasi data atau sumber dapat ditempuh dengan menggunakan beragam sumber data yang berbeda-beda. Artinya data yang sama atau sejenis, akan lebih mantap kebenarannya bila digali dari beberapa sumber data yang berbeda. Dengan demikian, apa yang diperoleh dari sumber yang satu, bisa lebih teruji kebenarannya bilamana dibandingkan dengan data sejenis yang diperoleh dari sumber lain yang berbeda, baik kelompok sumber sejenis atau sumber yang berbeda jenisnya (Sutopo,2006:93). Dalam penelitian ini, untuk mengembangkan trianggulasi
data atau sumber
digunakan
narasumber yang berbeda yaitu guru dan beberapa siswa. 2. Trianggulasi metode Teknik trianggulasi metode bisa dilakukan oleh seorang peneliti dengan cara mengumpulkan data sejenis tetapi dengan menggunakan teknik atau metode pengumpulan data yang berbeda (Sutopo, 2006:95). Dalam penelitian ini, untuk mengembangkan trianggulasi metode, maka metode pengumpulan data yang digunakan cukup bervariasi, yaitu: wawancara, observasi, tes, dan dokumentasi.
F. Teknik Analisis Data Dalam penelitian kualitatif, analisis data adalah proses pelacakan dan pengaturan secara sistematis transkrip wawancara, catatan lapangan, dan bahanbahan lain yang dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman terhadap bahan-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
47
bahan tersebut agar dapat diinterpretasikan semuanya kepada orang lain Bondan & Biklen (dalam Syamsuddin dan Damaianti, 2007: 110). Sehubungan dengan hal tersebut, maka untuk menganalisis hasil wawancara dan observasi digunakan analisis kualitatif. Langkah yang dilakukan dalam metode analisis kualitatif adalah model mengalir (interaktif) yang meliputi (Miles dan Huberman, 1992: 16-17) : 1. Reduksi data Data
yang terkumpul dari hasil observasi,
wawancara dan
dokumentasi dicari tema dan pola, ditonjolkan pokok-pokok yang penting sesuai dengan tema penelitian, kemudian disusun secara sistematis. Data hasil observasi, wawancara dan dokumentasi kemudian dilakukan reduksi data yaitu dilakukan proses pemilihan dan penyederhanaan. Dalam tahap ini terdapat beberapa kegiatan seperti membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, membuat partisi dan menulis memo yang berkaitan dengan data hasil penelitian tersebut. 2. Display data atau penyajian data Setelah data hasil penelitian dilakukan reduksi data, selanjutnya membuat deskripsi tentang hasil penelitian, sehingga dapat dilihat gambaran secara keseluruhan untuk dapat menarik kesimpulan dengan tepat. Data penelitian
kemudian disajikan
yaitu
disusun
sehingga
memberikan
kemungkinan adannya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. 3. Mengambil kesimpulan dan verifikasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
48
Data penelitian yang telah disajikan kemudian diambil kesimpulan. Kesimpulan pada mulanya masih sementara, dan dengan bertambahnya data penelitian yang didapatkan, maka kesimpulan lebih punya dasar. Jadi kesimpulan senantiasa diverifikasi selama penelitian berlangsung. Untuk data yang berwujud angka (nilai tes), akan digunakan analisis statistik deskriptif. Menurut Suharsimi Arikunto (2008: 143) statistik deskriptif adalah suatu teknik pengolahan data yang tujuannya untuk melukiskan dan menganalisis kelompok data tanpa membuat atau menarik kesimpulan atas populasi yang diamati. Kegiatan menganalisis data merupakan kegiatan lanjutan setelah data terkumpul dan ditabulasi. Dari pengolahan data, bisa didapatkan keterangan/ informasi yang bermakna atas sekumpulan angka, simbol, atau tanda-tanda yang didapatkan dari lapangan. Informasi tersebut akan menggambarkan kondisi yang ingin diketahui tentang program pendidikan yang dievaluasi (Suharsimi Arikunto, 2008:143). Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah: (1) analisis kuantitatif dengan metode statistik untuk mengolah data-data yang berwujud angka, (2) analisis kualitatif untuk mengolah data-data yang berwujud kata atau simbol. Selanjutnya Walpole (dalam Suharsimi Arikunto, 2008:143) menjelaskan bahwa metode statistik dapat digolongkan menjadi 2 tipe yaitu: statistik deskriptif dan statistik inferensial. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka teknik analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik deskriptif. Statistik deskriptif
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
49
adalah suatu teknik pengolahan data yang tujuannya untuk melukiskan dan menganalisis kelompok data tanpa membuat atau menarik kesimpulan atas populasi yang diamati (Suharsimi Arikunto, 2008:143). Analisis ini dapat berupa: distribusi frekuensi, tampilan grafis data, modus, median, rata-rata.
G. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian tindakan kelas terdiri atas: planning (perencanaan), acting (tindakan), observing (pengamatan), dan reflecting (refleksi) (Sumarlan, 2001). Masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut. a. Perencanaan Pada tahap ini peneliti melakukan hal-hal sebagai berikut: 1) Menjelaskan maksud penelitian dan meminta izin kepada pihak sekolah untuk mengadakan penelitian. 2) Mengadakan tes awal untuk mengetahui kemampuan menulis deskripsi siswa kelas X-1 sebelum dikenai tindakan, yaitu pembelajaran menulis melalui pendekatan cooperative learning tipe STAD. 3) Menyiapkan berbagai bahan yang akan dijadikan sebagai materi pelajaran. b. Pelaksanaan Tindakan Tahap penyajian materi 1) Guru menyampaikan indikator pembelajaran dan memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang kemampuan menulis deskripsi bahasa Jawa yang akan dipelajari
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
50
2) Guru melakukan apersepsi dengan tujuan mengingatkan siswa terhadap materi prasarat yang telah dipelajari, agar siswa dapat menghubungkan materi yang akan disajikan 3) Guru menjelaskan jenis wacana, ciri wacana deskripsi non sastra. 4) Guru menjelaskan metode cooperative learnig tipe STAD. Tahap kegiatan kelompok 1) Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok, dan setiap kelompok terdiri atas 4-5 siswa dengan mempertimbangkan kemampuan akademik dan karakteristik siswa. 2) Guru membagi lembar tugas kepada masing-masing kelompok untuk mendiskusikan dan
mengidentifikasi aspek-aspek
pada
menulis
deskripsi (setiap kelompok fokus pada tema yang telah diberikan guru). 3) Siswa dalam satu kelompok saling bertukar pikiran, saling membantu menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Tahap tes (penugasan) individu 1) Untuk mengetahui tingkat keberhasilan belajar siswa, guru kemudian mengadakan tes (penugasan) secara individual dengan cara menyuruh siswa membuat karangan deskripsi bahasa Jawa sesuai dengan tema yang ditentukan oleh guru. 2) Guru mengevalusi tes (hasil pekerjaan) siswa dan mendata serta mengarsipkan nilai siswa untuk digunakan pada perhitungan perolehan skor kelompok. Tahap penghitungan skor perkembangan individu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
51
1) Guru mengelompokan nilai individu berdasarkan kategori skor perkembangan individu. 2) Guru menghitung rata-rata skor kelompok dengan cara menjumlahkan skor individu dalam satu kelompok dibagi jumlah kelompok. Tahap pemberian penghargaan kelompok 1) Guru membandingkan rata-rata skor kelompok dengan pedoman pengelompokan skor yang telah ditetapkan. 2) Guru memberikan penghargaan terhadap masing-masing kelompok berdasarkan kelompok baik, kelompok hebat, dan kelompok super. c. Observasi atau Pengamatan Pada tahap ini hal yang dilakukan oleh peneliti adalah : 1) Guru mengamati sikap dan perilaku siswa selama mengikuti proses pembelajaran menulis melalui pendekatan cooperative learning tipe STAD. 2) Guru melakukan wawancara dengan beberapa siswa yang mengikuti pembelajaran menulis melalui pendekatan cooperative learning tipe STAD. 3) Pada akhir siklus, guru melakukan tes atau penugasan secara individual untuk mengetahui kemampuan menulis deskripsi. 4) Guru membandingkan hasil tes kemampuan menulis, antara sebelum dan setelah mengikuti pembelajaran dengan pendekatan cooperative learning. d. Evaluasi dan Refleksi Dalam tahap ini hal yang dilakukan oleh peneliti adalah: 1) Guru menganalisis data observasi dan wawancara, serta hasil perbandingan skor antara sebelum dan setelah dilakukan tindakan untuk mengetahui
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
52
dampak dari pendekatan cooperative learning tipe STAD dalam pembelajaran menulis. 2) Guru mencari kekurangan dan membuat perencanaan perbaikan untuk menyempurnakan tindaknnya yang telah dijalankan pada siklus pertama. 3) Guru melakukan tindakan ulang sekaligus memperbaiki kekurangan yang terjadi pada siklus sebelumnya.
H. Indikator Kinerja Tindakan Indikator kinerja merupakan rumusan kinerja yang dijadikan acuan dalam menentukan keberhasilan atau keefektifan penelitian (Suwandi dan Ekosusilo, 2008: 71). Dalam penelitian ini indikator kinerja tindakan yang dijadikan ukuran peningkatan kemampuan menulis wacana deskripsi Bahasa Jawa melalui metode cooperative learning tipe STAD pada siswa kelas X-1 SMA Negeri 1 Salatiga tahun pelajaran 2011/2012 adalah siswa yang memperoleh nilai 75 (KKM) atau lebih sebanyak 80% dari jumlah siswa yang ada.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
53
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini diuraikan hasil penelitian dan pembahasan tentang kajian pembelajaran menulis wacana deskripsi melalui metode cooperative leraning tipe STAD dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa. Subjek penelitian ini adalah siswa Kelas X-1 SMA Negeri 1 Salatiga tahun pelajaran 2011/2012 semester I yang berjumlah 31 siswa, terdiri atas 16 laki-laki dan 15 perempuan. Secara berurutan, berikut akan dipaparkan: (1) kondisi awal sebelum diberikan tindakan pembelajaran dengan metode cooperative learning tipe STAD; (2) Siklus I yang berisi: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan evaluasi, análisis dan refleksi, serta pencapaian kinerja tindakan siklus I; (3) Siklus II yang berisi: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan evaluasi, análisis dan refleksi, serta pencapaian kinerja tindakan siklus II.
A. Kondisi Awal (Prasiklus) Sebelum diberikan pembelajaran dengan metode cooperative learning tipe STAD, berdasarkan wawancara dengan guru bahasa Jawa, Bapak Gunadi, S.Pd., didapatkan informasi yaitu umumnya metode pembelajaran yang digunakan pada mata pelajaran Bahasa Jawa adalah metode ceramah, tanya jawab dan penugasan. Guru bisanya hanya menjelaskan materi pelajaran, siswa mendengarkan dan disuruh memahami materi yang diberikan oleh guru, dan kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran seperti itu,toguru commit usercenderung mendominasi proses 53
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
54
pembelajaran, pembelajaran berpusat pada guru, dan peran guru sangat menonjol sebagai sumber belajar (teacher centered). Metode pembelajaran cooperative learning tipe STAD belum pernah diterapkan dalam pembelajaran Bahasa Jawa. Oleh karena itu, penerapan metode pembelajaran ini diharapkan membawa suasana baru dalam proses pembelajaran Bahasa Jawa, sekaligus meningkatkan hasil belajar siswa khususnya kemampuan menulis wacana deskripsi. Sebelum guru melaksanakan pembelajaran cooperative learning tipe STAD, guru menjelaskan secara singkat materi menulis wacana deskripsi, kemudian melakukan tes awal dengan cara menyuruh siswa untuk membuat tulisan atau karangan deskripsi. Tugas ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan siswa pada prasiklus sebelum dilakukan tindakan penerapan cooperative learning tipe STAD. Berdasarkan tugas yang diberikan pada prasiklus, diketahui bahwa hasil belajar siswa kelas X-1 SMA Negeri 1 Salatiga dalam membuat tulisan atau karangan wacana deskripsi Bahasa Jawa melalui metode cooperative learning tipe STAD secara rinci dapat dilihat pada lampiran 2 halaman 98. Aspek penilaian menulis wacana deskripsi meliputi: (1) kualitas dan ruang lingkup isi; (2) organisai dan penyajian isi; (3) gaya dan bentuk bahasa; (4) mekanik: tata bahasa, ejaan, dan kerapian tulisan; (5) respon afektif guru terhadap karangan. Pada prasiklus, nilai terendah siswa dalam menulis wacana deskripsi adalah 56 dengan kategori cukup, nilai tertinggi mencapai 76 dengan kategori baik, dan rata-rata n ilai kelas adalah 68 dengan kategori baik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
55
Menurut Arikunto (2008: 245) dijelaskan bahwa hasil belajar atau nilai siswa dapat dikelompokkan dalam beberapa kategori, seperti: baik sekali, baik, cukup, kurang, dan gagal. Pedoman tersebut dapat dilihat pada tabel d i bawah ini. Tabel 2 Interpretasi Nilai Siswa No Nilai Kategori 1 80 – 100 Baik sekali 2 66 – 79 Baik 3 56 – 65 Cukup 4 40 – 55 Kurang 5 0 - 39 Gagal Sumber : Suharsim i Arikunto, 2008: 245. Dari patokan tersebut, maka setiap nilai siswa dalam pembelajaran menulis wacana deskripsi dapat dikategorikan seperti pada tabel di bawah in i. Tabel 3 Kategori Hasil Belajar Siswa pada Prasiklus Nilai Kategori Jumlah Persentase 80 – 100 Baik sekali 0 0% 66 – 79 Baik 21 68% 56 – 65 Cukup 9 29% 40 – 55 Kurang 1 3% 0- 39 Gagal 0 0% Jumlah 31 100% Sumber : Data Penelitian Diolah Kategori atau frekuensi nilai siswa tersebut dapat digambarkan seperti pada grafik berikut ini.
commit to user Grafik 1. Kategori Nilai Siswa pada Prasiklus
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
56
Dari tabel dan grafik di atas diketahui bahwa dari 31 siswa terdapat 21 siswa (68%) menunjukkan kemampuan menulis wacana deskripsi dengan kategori baik, ada 9 siswa (29%) menunjukkan kemmpuan yang cukup, dan ada 1 siswa (3%) memiliki kemampuan yang kurang. Dari temuan ini diketahui bahwa sebagian besar siswa menunjukkan kemampuan menulis wacana deskripsi dengan kategori baik. Namun demikian, sebagai besar siswa belum mencapai kriteria ketuntasan minimum (KKM) yang ditetapkan pada mata pelajaran Bahasa Jawa yaitu 75. Pencapaian KKM atas kemampuan siswa dalam menulis wacana deskripsi pada prasiklus adalah sebagai berikut. Tabel 4 Pencapaian KKM pada Prasiklus Kategori Nilai Memenuhi KKM >=75 Di Bawah KKM <75 Jumlah Sumber : Data Penelitian Diolah
Jumlah 2 29 31
Persentase 6% 94% 100%
Pencapaian KKM tersebut dapat digambarkan seperti pada grafik berikut ini.
Grafik 2. Pencapaian pada Prasiklus commit KKM to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
57
Dari tabel dan grafik di atas diketahui bahwa pada parsiklus, dari 31 siswa ada 2 siswa (6%) yang mencapai nilai memenuhi KKM, sedangkan yang belum mencapai KKM sebanyak 29 (94%). Dengan demikian, masih banyak siswa yang perlu ditingkatkan kemampuannya dalam menulis wacana deskripsi. Berdasarkan wawancara dengan siswa Kelas X-1 didapatkan informasi sebagai berikut. Siswa pada umumnya suka dengan pelajaran Bahasa Jawa, hanya saja siswa kadang bosan dengan metode pembelajaran yang digunakan oleh guru selama ini. Siswa mengharapkan guru dalam mengajar tidak hanya monoton tetapi menggunakan metode pembelajaran yang lebih variatif. Sehubungan dengan hal tersebut, maka melalui penelitian ini dicoba diterapkan metode pembelajaran cooperative learning tipe STAD dalam pembelajaran menulis wacana deskripsi. Melalu i metode ini diharapkan siswa akan memiliki pengalaman baru dalam proses pembelajaran, mampu mendorong siswa untuk lebih bersemangat dan terlibat aktif dalam proses pembelajaran, yang selanjutnya dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis wacana deskripsi. Penerapan metode cooperative learning tipe STAD ini cenderung lebih mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif, yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling berinteraksi satu sama lain, bertukar pikiran, bekerjasama, dan aktif dalam proses pembelajaran. Dalam metode pembelajaran ini, guru hanya sebagai fasilitator dan motivator, dan transformasi ilmu akan terjadi dalam interaksi antarkelompok siswa. Dengan demikian, sumber belajar tidak terfokus pada guru, tetapi terfokus pada siswa atau interaksi antarsiswa (student centered).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
58
B. Siklus I 1. Perencanaan Tindakan Pada Rencana Pelakasanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I, kompetensi dasar yang akan dicapai dalam pembelajaran ini adalah siswa mampu menulis wacana deskripsi dengan baik dan benar. Langkah-langkah pembelajaran sesuai metode Cooperative Learning tipe STAD adalah sebagai berikut: Tahap penyajian materi 1) Guru menyampaikan indikator pembelajaran dan memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang kemampuan menulis deskripsi bahasa Jawa yang akan dipelajari 2) Guru melakukan apersepsi dengan tujuan mengingatkan siswa terhadap materi prasyarat yang telah dipelajari, agar siswa dapat menghubungkan materi yang akan disajikan Tahap kegiatan kelompok 1) Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok, dan setiap kelompok terdiri atas 4-5 siswa dengan mempertimbangkan kemampuan akademik dan karakteristik siswa. 2) Guru membagi lembar tugas kepada masing-masing kelompok untuk mendiskusikan dan mengidentifikasi aspek-aspek pada menulis deskripsi (setiap kelompok fokus pada tema yang telah diberikan guru). 3) Siswa dalam satu kelompok saling bertukar pikiran, saling membantu menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Tahap tes (penugasan) individu commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
59
1) Untuk mengetahui tingkat keberhasilan belajar siswa, guru kemudian mengadakan tes (penugasan) secara individual dengan cara menyuruh siswa membuat karangan deskripsi Bahasa Jawa sesuai dengan tema yang ditentukan oleh guru. 2) Guru mengevalusi tes (hasil pekerjaan) siswa dan mendata serta mengarsipkan nilai siswa untuk digunakan pada perhitungan perolehan skor kelompok. Tahap penghitungan skor perkembangan individu 1) Guru mengelompokan nilai individu berdasarkan kategori skor perkembangan individu. 2) Guru menghitung rata-rata skor kelompok dengan cara menjumlahkan skor individu dalam satu kelompok dibagi jumlah kelompok. Tahap pemberian penghargaan kelompok 1) Guru
membandingkan
rata-rata
skor
kelompok
dengan
pedoman
pengelompokan skor yang telah ditetapkan. 2) Guru memberikan penghargaan berupa pemberian pujian dan kategori nilai terhadap masing-masing kelompok berdasarkan kelompok baik, kelompok hebat, dan kelompok super.
2. Pelaksanaan Tindakan Pada tahap ini guru melakukan pembelajaran menulis wacana deskripsi dengan metode Cooperative Learning tipe STAD. Sebelumnya, guru menjelaskan tentang bentuk dan prosedur dalam kegiatan pembelajaran Cooperative Learning tipe STAD ini. Selain itu, guru juga melakukan brainstorming untuk mengaktifkan pemahaman awal siswa, agar lebih siap menghadapi materi
commit to user
pelajaran dan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
60
Dalam penelitian tindakan kelas ini, peneliti berkolaborasi dengan guru Bahasa Jawa lain untuk membantu dalam perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Dari 31 siswa yang ada, dibuat 6 kelompok dan masing-masing kelompok terdiri dari 5-6 siswa. Untuk memudahkan penentuan masing-masing anggota kelompok, guru menyebutkan nomor absen 1 sampai 5 untuk berkumpul menjadi satu kelompok, nomor absen 6 sampai 10
kelompok kedua, dan seterusnya
hingga kelompok enam. Khusus kelompok 6 terdiri dari 6 siswa. Setelah masing-masing siswa dikelompokkan, selanjutnya setiap anggota kelompok duduk berdekatan dan saling berhadapan. Guru memanggil setiap ketua kelompok untuk mengambil undian yang berkaitan dengan tema yang akan dibahas oleh kelompoknya. Siswa dalam satu kelompok berdiskusi berbagai hal yang berkaitan dengan karangan deskripsi sesuai tema yang didapatkan. Saat masing-masing kelompok berdiskusi, guru berkeliling kelas melihat hasil diskusi siswa. Setelah diskusi dianggap cukup, masing-masing siswa ditugaskan untuk membuat karangan deskripsi sesuai tema yang telah dibahas. Setelah waktu dirasa cukup, guru memerintahkan kepada ketua kelompok untuk mengumpulkan tugas yang dikerjakan oleh teman kelompoknya. Sebelum menutup pelajaran, guru bersama siswa membuat kesimpulan/ rangkuman tentang materi pelajaran. Guru mengingatkan kepada siswa tentang pentingya kerjasama tim, menghargai pendapat orang lain, dan mendorong setiap siswa untuk tidak malu mengemukakan pendapatnya. Guru kemudian menutup pelajaran.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
61
3. Observasi dan Evaluasi Selama proses pembelajaran berlangsung, siswa terlihat senang dan sangat antusias dalam mengikuti proses belajar mengajar. Siswa satu dengan yang lain saling berinteraksi dan saling bekerjasama untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Proses belajar mengajar cenderung terpusat pada siswa dan bukan pada guru, karena guru hanya menjadi fasilitator dan motivator. Proses pembelajaran memerlukan keterampilan guru dalam mengelola kelas, menyampaikan bahan pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran yang mampu melibatkan sebanyak mungkin kemampuan peserta didik selama berlangsungnya proses pembelajaran (student centered) dan pembelajaran tuntas (master learning). Dengan demikian, melalui metode cooperative learning tipe STAD ini diharapkan tercapainya hasil sesuai tujuan atau standar kompetensi. Dari hasil pengamatan, keterampilan guru kolaborator dalam mengajar pada siklus I adalah sebagai berikut. a. Keterampilan guru membuka pelajaran Saat membuka pelajaran, guru telah melakukan apersepsi dengan cara bertanya kepada siswa tentang hal-hal yang berhubungan dengan materi pelajaran. Guru telah menyampaikan tujuan pembelajaran sesuai yang tercantum dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). b. Keterampilan guru menjelaskan materi pelajaran Guru menjelaskan materi dengan baik dan dapat dipahami oleh siswa. Guru mengembangkan materi yang terdapat dalam buku-buku pelengkap, seperti buku paket dan LKS. Dalam buku-bukucommit pelengkap tersebut tercakup materi yang isinya to user sudah disesuaikan dengan kurikulum.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
62
Guru juga telah menjelaskan secara rinci proses pembelajaran dengan metode cooperative learning tipe STAD, sehingga siswa memahami apa yang harus dilakukan saat proses pembelajaran berlangsung. c. Keterampilan guru memberi penguatan dan mendorong motivasi belajar kepada siswa Untuk memotivasi dan memberi penguatan, guru berusaha mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat dan tidak perlu takut salah. Dalam proses pembelajaran, salah adalah sesuatu yang lumrah, yang penting siswa berusaha untuk tidak mengulangi kesalahan tersebut. Selain itu, guru dalam menanggapi jawaban-jawaban siswa selalu bersikap ramah, berusaha menghargai jawaban siswa, dan tidak mencela kesalahan jawaban siswa. d. Keterampilan guru mengajukan pertanyaan Guru berusaha melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran dengan cara mengajukan pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan yang diajukan guru seputar pokok bahasan, cara membuat karangan deskripsi yang baik, dan pelaksanaan pembelajaran metode cooperative learning tipe STAD. Selain itu, guru juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan. Beberapa siswa ada yang berani mengajukan pertanyaan, sehingga komunikasi pembelajaran berlangsung dua arah. e. Keterampilan guru menanggapi jawaban siswa Pada proses pembelajaran, guru berusaha menumbuhkan partisipasi aktif siswa. Guru mengajukan beberapa pertanyaan kepada siswa. Beberapa siswa berusaha menjawab pertanyaan guru. Guru sudah berusaha merespon positif partisipasi siswa. Guru menunjukkan sikap commit to terbuka user terhadap jawaban atau respon
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
63
siswa. Jawaban yang disampaikan ditanggapi dengan cara memberi pujian, dorongan ataupun memotivasi, walaupun jawaban siswa belum sepenuhnya benar. f. Keterampilan guru mengelola kelas Dalam pengelolaan kelas, guru sudah menunjukkan kemampuan yang cukup bagus. Perhatian guru sudah menyeluruh baik kepada siswa yang duduk di depan, tengah maupun belakang. Situasi kelas dapat dikuasai guru, sehingga perhatian siswa tertuju pada guru. Volume suara guru cukup jelas dan bisa didengar oleh siswa yang ada di ruangan kelas. g. Keterampilan guru memberi latihan dan umpan balik Keterampilan guru memberi latihan pengembangan paragraf cukup bagus. Guru berusaha melatih siswa untuk membuat karangka karangan sebelum karangan tersebut disusun. Saat diskusi akan berlangsung, guru juga telah memberikan pengarahan kepada masing-masing kelompok untuk dapat saling menghargai pendapat orang lain dan dapat bekerjasama dengan kelompoknya. Umpan balik diberikan guru pada saat siswa menyampaikan pendapat. Guru menunjukkan hubungan antar pribadi yang akrab, sehingga siswa tidak takut menyampaikan pendapatnya. h. Keterampilan guru mengadakan variasi (gaya) dalam mengajar Untuk mencapai tujuan pembelajaran, guru berusaha menggunakan variasi mengajar.
Guru
berusaha mengkombinasikan
metode
dan
gaya
dalam
menyampaikan materi pelajaran. Pada awal pembelajaran guru menggunakan metode ceramah, tanya jawab. Kemudian guru menggunakan penugasan untuk membuat karangan wacana deskripsi mellaui diskusi kelompok. Saat guru mengajar, berusaha berkeliling kelas untuk commit to dapat user melakukan pendekatan personal kepada siswa, guru kadang berada di depan, kadang berada di belakang kelas.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
64
i.
Keterampilan guru membimbing diskusi kelompok Dalam pelaksanaan diskusi kelompok, siswa dibagi menjadi 6 kelompok.
Sebelum diskusi dimulai guru memberikan dorongan kepada siswa untuk berani menyampaikan pendapat, dan memberikan pengarahan kepada siswa tentang pentingnya menghargai pendapat orang lain, kekompakan tim, dan pembagian tugas masing-masing anggota kelompok. Saat diskusi berlangsung, guru berkeliling dan membimbing siswa berdiskusi dari kelompok satu ke kelompok lainnya secara bergantian. j. Keterampilan guru menutup pelajaran Dalam kegiatan menutup pelajaran ada dua hal yang dilaksanakan oleh guru yaitu: (1) melakukan refleksi, yaitu guru bersama siswa melakukan refleksi terhadap apa yang sudah dilaksanakan siswa; (2) melaksanakan tindak lanjut, yaitu guru melaksanakan tindak lanjut dengan memberikan pengarahanpengarahan kepada siswa. Guru memberi penguatan dengan cara memberi penghargaan berupa sanjungan kepada kelompok yang kompak dan sudah bia mmebuat karangan wacana deskripsi. Menurut guru kolaborator dijelaskan bahwa metode cooperative learning tipe STAD ternyata cukup mengasyikkan. Siswa terlihat sangat antusias mengikuti proses belajar mengajar. Siswa terlihat senang, kompak dan menikmati kegiatan tersebut. Hanya saja, prosesnya kurang maksimal karena penataan meja dan kursi kurang mendukung pelaksanaan pembelajaran. Berdasarkan pengamatan, selama mengikuti proses belajar mengajar dengan model cooperative learning tipe STAD, siswa menunjukkan antusias belajar yang tinggi, suasana belajar mengajar commit to user menjadi menyenangkan, dan di
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
65
antara siswa terjalin kekompakan dan kerjasama yang cukup baik. Secara rinci, keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dapat digambarkan sebagai berikut. a. Keaktifan siswa mengikuti pelajaran Proses kegiatan belajar mengajar dari awal sampai akhir pembelajaran melibatkan keaktifan siswa. Guru berusaha menumbuhkan partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran. Siswa menunjukkan sikap aktif mengikuti pelajaran. Keaktifan siswa dapat dilihat pada sikap siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Sikap tersebut antara lain mendengarkan dengan baik ketika guru memberi pelajaran, berusaha menjawab pertanyaan ketika diberi pertanyaan oleh guru, aktif mengikuti diskusi kelompok dan membuat karangan deskripsi. b. Keaktifan siswa bertanya Beberapa siswa mengajukan pertanyaan ketika guru memberi kesempatan bertanya. Saat pelaksanaan diskusi kelompok, siswa yang mengalami kesulitan berusaha aktif bertanya kepada temannya. Namun, ada juga siswa yang terlihat pasif saat diskusi berlangung. c. Keaktifan siswa menanggapi stimuli (rangsangan) yang datang dari guru Pada waktu guru menjelaskan metode cooperative learning tipe STAD, siswa dengan antusias menanggapi apa yang disampaikan guru. Siswa merasa senang dengan model pembelajaran yang digunakan oleh guru, dan siswa berusaha membangun kekompakan dengan anggota kelompoknya masing-masing. Secara keseluruhan siswa positif menanggapi proses pembelajaran menulis wacana deskripsi dengan metode cooperative learning tipe STAD, walaupun masih ada beberapa siswa yang kurang konsentrasi. d. Keaktifan siswa menanggapi stimuli yang datang dari temannya commit(rangsangan) to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
66
Stimuli atau rangsangan yang datang dari teman sekelompoknya ditanggapi oleh siswa yang lain dengan antusias. Siswa dalam satu kelompok terlihat asyik berdiskusi
dengan
mengemukakan
pendapatnya
masing-masing
dalam
mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Diskusi berjalan cukup baik, karena masing-masing kelompok ingin segera dapat menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Namun demikian, masih ada siswa yang kadang ramai sendiri, dan menggoda atau mengejek teman yang berada di kelompok lain. e. Keaktifan siswa mengerjakan tugas Siswa tampak semangat mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Siswa juga terlihat kompak dengan teman kelompoknya untuk menyelesaikan pekerjaan dalam membuat karangan deskripsi. Namun demikian, masih ada siswa yang pasif atau hanya menyontek milik temannya saat membuat karangan deskripsi. f. Keaktifan siswa dalam diskusi kelompok Diskusi kelompok berjalan cukup baik. Siswa telah berani menyampaikan pendapatnya masing-masing. Namun ada juga siswa yang terlihat pasif dan menyerahkan pembahasan tugas yang diberikan oleh guru kepada temannya yang dianggap pandai. Secara umum diskusi berjalan lancar dan siswa cenderung aktif dalam proses pembelajaran, walaupun masih ada beberapa siswa yang kurang aktif saat diskusi berlangsung.
4. Analisis dan Refleksi Dari hasil pekerjaan siswa pada siklus I, nilai siswa dalam membuat karangan atau menulis wacana deskripsi dapat commit to userdilihat pada lampiran 2 halaman
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
67
99. Nilai terendah adalah 62 dengan kategori cukup, nilai tertinggi adalah 86 dengan kategori baik sekali, dan nilai rata-rata adalah 75,35 dengan kategori baik. Nilai kemampuan siswa dalam membuat karangan wacana deskripsi dapat dikelompokkan sebagai berikut ini. Tabel 5 Kategori Nilai Siswa pada Siklus I Nilai 80 – 100
Kategori Baik sekali
66 – 79 56 – 65 40 – 55 0 - 39
Baik Cukup Kurang Gagal
Jumlah
Persentase
12 18 1 0 0 31
39% 58% 3% 0% 0% 100%
Jumlah Sumber: Data Penelitian Diolah
Kategori atau frekuensi nilai siswa tersebut dapat digambarkan seperti pada grafik berikut ini.
Grafik 3. Kategori Nilai Siswa pada Siklus I Pada tabel dan grafik di atas, diketahui bahwa dari 31 siswa, terdapat 12 siswa (39%) mendapat nilai dengan katagori baik sekali, ada 18 siswa (58%) mendapat nilai dengan katagori baik, dan ada 1 siswa (3%) mendapat nilai dengan katagori cukup. Dengan demikian, sebagian besar siswa Kelas X-1 SMA Negeri 1
commit to user
Salatiga mendapatkan nilai dengan katagori baik pada siklus I.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
68
Proses belajar mengajar merupakan kegiatan utama sekolah. Sekolah dan guru diberi kebebasan memiliki strategi, metode, dan teknik-teknik pembelajaran yang paling efektif, sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, karakteristik siswa, karakteristik guru dan kondisi nyata sumberdaya yang tersedia di sekolah. Secara umum metode pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) seperti halnya metode cooperative learning tipe STAD lebih mampu mendorong keterlibatan aktif siswa. Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa didapatkan keterangan sebagai berikut. Siswa senang mengikuti pelajaran Bahasa Jawa dengan metode pembelajaran cooperative learning tipe STAD yang digunakan oleh guru, karena mereka bisa saling bertukar pikiran dengan temannya, dapat belajar menghargai pendapat orang lain, dan dapat saling membantu dalam memahami materi pelajaran. Untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa dalam setiap kelompoknya, maka dilakukan perbandingan antara nilai siswa secara individu dengan nilai kelompoknya. Berikut hasil perbandingan nilai individu dengan nilai kelompok siswa pada siklus I. Tabel 6 Hasil Perbandingan Nilai Individu Siswa dengan Nilai Kelompok pada Siklus I Kategori Lebih besar dari nilai rata-rata kelompok Kurang dari nilai rata-rata kelompok Jumlah Sumber: Data Penelitian Diolah
Jumlah 16 15 31
Persentase 51,6% 48,3% 100%
Pada tabel di atas diketahui bahwa dari 31 siswa, ada 16 siswa (51,6%) yang nilainya lebih besar dari rata-rata nilai kelompok, dan ada 15 siswa (48,3%) commit to user yang nilainya di bawah dari rata-rata nilai kelompoknya. Sehubungan dengan hal
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
69
tersebut, belajar kelompok dengan metode cooperative learning tipe STAD dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam membuat karangan wacana deskripsi. Dari hasil perbandingan antara hasil belajar prasiklus dan siklus I seperti terlihat pada lampiran 2 halaman 101, diketahui bahwa rata-rata peningkatan hasil belajar siswa pada siklus I (74,86) naik sebesar 8,64 atau naik sebesar 13,50% dari nilai prasiklus (66,21). Kenaikan terendah adalah 4 atau 5,26% dan kenaikan tertinggi mencapai 22 atau 42,31%. Berdasarkan diskusi dengan guru kolaborator, untuk meningkatkan proses pembelajaran pada siklus II perlu ditempuh: (1) pembentukan kelompok didasarkan atas heterogenitas siswa dengan mempertimbangkan kemampuan akademik siswa, agar masing-masing kelompok siswa lebih dinamis saat diskusi; (2) siswa yang ramai atau suka mengganggu teman perlu dilakukan pendekatan secara personal; (3) tema karangan yang dibahas pada siklus II untuk setiap siswa berbeda dengan siklus I. Pada siklus I dan II tema karangan adalah bebas seperti orang, komputer, masjid, binatang, dan lain-lain. Namun, setiap anak harus membuat karangan yang berbeda antara siklus I dan II.
5. Pencapaian Kinerja Tindakan Siklus I Indikator kinerja merupakan rumusan kinerja yang dijadikan acuan dalam menentukan keberhasilan atau keefektifan penelitian (Suwandi dan Ekosusilo, 2008:71). Dalam penelitian ini indikator kinerja yang dijadikan ukuran peningkatan hasil belajar Bahasa Jawa siswa pada materi menulis wacana deskripsi adalah anak yang memperoleh nilai 75 (KKM) lebih dari 80% dari jumlah siswa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
70
Seperti pada tabel 7 diketahui bahwa dari 31 siswa yang mendapat nilai memenuhi KKM sebanyak 12 siswa (39%), dan yang mendapat nilai di bawah KKM adalah 19 siswa (61%). Sehubungan dengan hal ini, maka siklus dilanjutkan untuk meningkatkan pencapaian kinerja tindakan seperti yang diharapkan. Tabel 7 Pencapaian Kinerja Tindakan Siklus I Kategori Nilai Jumlah Persentase Memenuhi KKM >=75 12 39% Di bawah KKM <75 19 61% Jumlah 31 100% Sumber: Data Penelitian Diolah Secara visual pencapaian kinerja siklus I tersebut dapat digambarkan seperti grafik berikut ini.
Grafik 4. Pencapaian Kinerja Tindakan pada Siklus I
Dengan demikian, kinerja tindakan pada siklus I belum efektif untuk peningkatan kemampuan siswa dalam membuat karangan atau menulis wacana deskripsi secara maksimal. Sehubungan dengan hal tersebut, maka akan dilakukan tindakan berikutnya yaitu siklus II untuk memaksimalkan penerapan metode cooperative learning tipe STAD.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
71
C. Siklus II 1. Perencanaan Tindakan Pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II, standar kompetensi, indikator, dan tujun pembelajarn yang akan dicapai dalam pembelajaran sama seperti yang ingin dicapai pada siklus I. Langkah-langkah pembelajaran pada siklus II sama seperti pada siklus I. Termasuk juga materi pelajaran yang diberikan pada siklus II juga sama seperti pada siklus I, hanya saja tema karangan yang dibuat berbeda antara siklus I dan siklus II. Di samping itu, kelompok yang dibentuk antara siklus I dan siklus II beranggotakan siswa juga berbeda, agar siswa tidak merasa bosan dengan kelompoknya.
2. Pelaksanaan Tindakan Pada siklus II, sebelumnya guru menjelaskan tentang pentingnya bekerjasama dengan temannya dalam kelompok, memperhatikan dengan seksama saat temannya mengemukakan pendapat, dan keberanian untuk mengemukakan pendapat. Guru juga menjelaskan aspek-aspek kelengkapan dalam membuat karangan deskripsi. Dari 31 siswa yang ada, dibuat 6 kelompok dan masing-masing kelompok terdiri dari 5-6 siswa. Penentuan masing-masing anggota kelompok dilakukan oleh guru dengan mempertimbangkan kemampuan akademik siswa. Kelompok belajar siswa siklus II berbeda seperti kelompok yang terbentuk pada siklus I. Secara umum, proses pembelajaran berjalan seperti yang dilakukan pada siklus I. Sebelum menutup pelajaran, guru mengajak siswa untuk mengevaluasi commit to user proses pembelajaran yang telah diikuti dengan cara membagikan kuesioner
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
72
kepada siswa, dan setiap siswa disuruh untuk memberikan respon terhadap proses pembelajaran yang telah berlangsung.
3. Observasi dan Monitoring Selama proses pembelajaran berlangsung pada siklus II, siswa tetap terlihat senang dan sangat antusias dalam mengikuti proses belajar mengajar. Siswa satu dengan yang lain saling berinteraksi dan saling bekerjasama untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Proses belajar mengajar terpusat pada siswa dan guru hanya menjadi fasilitator dan motivator. Dari hasil pengamatan, keterampilan guru kolaborator dalam mengajar pada siklus II adalah sebagai berikut. a. Keterampilan guru membuka pelajaran Seperti halnya pada siklus I, saat membuka pelajaran guru telah melakukan apersepsi dengan cara bertanya kepada siswa tentang hal-hal yang berhubungan dengan materi pelajaran dan menyampaikan tujuan pembelajaran sesuai yang tercantum dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). c. Keterampilan guru menjelaskan materi pelajaran Penjelasan guru tentang menulis wacana deskripsi cukup gamblang dan siswa dapat memahami materi pelajaran tersebut. Beberapa siswa mengajukan pertanyaan kepada guru yang berkaitan dengan materi pelajaran dan seputar teknis pelaksanaan pembelajaran metode cooperative learning tipe STAD. Secara keseluruhan guru cukup bagus dalam memberikan penjelasan kepada siswa. c. Keterampilan guru memberi penguatan dan mendorong motivasi belajar kepada siswa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
73
Guru berusaha terus memberikan dorongan kepada siswa untuk berani mengemukakan pendapat dan tidak perlu takut salah. Guru
memberikan
pengertian kepada siswa untuk selalu menghargai pendapat temannya. Guru juga memberikan pujian kepada siswa yang dapat menjawab pertanyaan guru, kompak dengan kelompoknya. d. Keterampilan guru mengajukan pertanyaan Untuk melibatkan siswa dalam proses pembelajaran, guru memancingnya dengan melontarkan pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan yang diajukan guru ditujukan baik kepada induvidual dengan menyebutkan nama siswa untuk menjawabnya, ataupun secara klasikal yang dijawab secara bersama-sama. Komunikasi yang dibangun oleh guru bersifat dua arah. Guru juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan. Beberapa siswa ada yang berani mengajukan pertanyaan. e. Keterampilan guru menanggapi jawaban siswa Pertanyaaan yang dilontarkan siswa ditanggapi oleh guru dengan ramah dan terbuka. Guru selalu berusaha merespon apapun pertanyaan siswa. Guru menunjukkan sikap terbuka terhadap jawaban atau respon siswa. Jawaban yang disampaikan ditanggapi dengan cara memberi pujian, dorongan ataupun memotivasi siswa. Dengan demikian siswa tidak merasa malu untuk bertanya. f. Keterampilan guru mengelola kelas Selama proses pembelajaran berlangsung, guru mampu menguasai suasana kelas. Guru berusaha meningkatkan perhatian dan motivasi belajar siswa dengan menerapkan kombinasi metode pembelajaran. Guru secara variatif menggunakan ceramah, tanya jawab, penugasan,commit dan diskusi dalam proses pembelajaran. Namun to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
74
demikian, porsi yang terbanyak adalah diskusi, karena pembelajaran tersebut adalah cooperative leraning tipe STAD. Perhatian guru menyeluruh baik kepada siswa yang duduk di depan, tengah maupun belakang. Volume suara guru cukup jelas dan bisa didengar oleh siswa yang ada di ruangan kelas. g. Keterampilan guru memberi latihan dan umpan balik Guru telah memberikan latihan yang cukup cara membuat karangan, yaitu dengan
cara
membuat
kerangka
karangan
terlebih
dahulu,
kemudian
mengembangkan kerangka karangan tersebut menjadi sebuah paragraf. Pengarahan juga diberikan saat siswa akan melakukan diskusi. Guru selalu mendorong siswa untuk dapat terlibat aktif dalam diskusi, berani mengemukakan pendapatnya, mengharagai pendapat orang lain, dan siswa dapat bekerjasama dengan kelompoknya. Guru berusaha menunjukkan sikap yang positif terhadap pertanyaan atau pendapat siswa. Guru berusaha mendekati siswa secara personal, sehingga hubungan guru dan siswa terlihat akrab. h. Keterampilan guru mengadakan variasi (gaya) dalam mengajar Dalam
proses
pembelajaran
berlangsung,
guru
tetap
berusaha
mengkombinasikan berbagai metode pembelajaran, walaupun porsi diskusi terlibat paling besar. Guru berusaha mengkombinasikan metode dan gaya dalam menyampaikan materi pelajaran. Guru menggunakan metode ceramah, tanya jawab, penugasan, dan diskusi kelompok. Posisi guru saat mengajar juga tidak hanya berada pada satu tempat, tetapi berpindah-pindah sesuai kebutuhan. Gurutoberusaha commit user berkeliling kelas untuk dapat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
75
melakukan pendekatan personal kepada siswa, guru kadang berada di depan, kadang berada di belakang. i.
Keterampilan guru membimbing diskusi kelompok Seperti pada siklus I, sebelum diskusi d imulai guru memberikan dorongan
kepada siswa untuk berani menyampaikan pendapat, dan memberikan pengarahan kepada siswa tentang pentingnya menghargai pendapat orang lain, kekompakan tim, dan pembagian tugas masing-masing anggota kelompok. Saat diskusi berlangsung, guru berkeliling dan membimbing siswa berdiskusi dari kelompok satu ke kelompok lainnya secara bergantian. j. Keterampilan guru menutup pelajaran Saat menutup pelajaran, yang dilaksanakan oleh guru
adalah (1)
melakukan refleksi, yaitu guru bersama siswa melakukan refleksi terhadap apa yang sudah dilaksanakan siswa; dan (2) melaksanakan tindak lanjut, yaitu guru melaksanakan tindak lanjut dengan memberikan pengarahan-pengarahan kepada siswa. Guru memberi penguatan dengan cara memberi penghargaan berupa sanjungan kepada kelompok yang kompak dengan kelompoknya dan mampu membuat karangan deskripsi dengan benar. Berdasarkan
pengamatan,
selama
mengikuti
proses
pembelajaran
cooperative learning tipe STAD, siswa menunjukkan antusias belajar yang tinggi, suasana pembelajaran menjadi menyenangkan, dan di antara siswa terjalin kekompakan dan kerjasama yang cukup baik. Secara rinci, keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dapat digambarkan sebagai berikut ini. a. Keaktifan siswa mengikuti pelajaran Dalam proses pembelajaran, siswa menunjukkan sikap aktif mengikuti commit to user pelajaran. Keaktifan siswa dapat dilihat pada sikap siswa dalam kegiatan belajar
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
76
mengajar. Sikap tersebut antara lain mendengarkan dengan baik ketika guru menjelaskan materi pelajaran, berusaha menjawab pertanyaan ketika diberi pertanyaan oleh guru, bersedia melakukan diskusi, dan berusaha memebuat karangan deskripsi dengan baik dan benar. Keaktifan siswa ini terlihat lebih baik dibandingkan pada siklus I. b. Keaktifan siswa bertanya Pada siklus II, banyak siswa mengajukan pertanyaan ketika guru memberi kesempatan bertanya. Saat pelaksanaan diskusi kelompok, siswa yang mengalami kesulitan berusaha aktif bertanya kepada temannya. Dengan demikian, telah terjadi komunikasi dan interaksi dua arah, baik antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa. c. Keaktifan siswa menanggapi stimuli (rangsangan) yang datang dari guru Pada siklus II, stimulus yang diberikan kepada siswa direspon positif oleh banyak siswa. Pada waktu guru menjelaskan metode cooperative learning tipe STAD, siswa dengan antusias menanggapi apa yang disampaikan guru. Secara keseluruhan siswa positif menanggapi proses pembelajaran menulis wacana deskripsi dengan metode cooperative learning tipe STAD. d. Keaktifan siswa menanggapi stimuli (rangsangan) yang datang dari temannya Saat diskusi kelompok berlangsung, stimuli atau rangsangan yang datang dari teman sekelompoknya ditanggapi oleh siswa yang lain dengan antusias. Siswa saling bertukar pendapat dan beradu argumentasi saat membahas tugas yang diberikan oleh guru. Diskusi berjalan cukup baik, karena masing-masing siswa ingin segera dapat menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. e. Keaktifan siswa mengerjakan tugas
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
77
Setiap kelompok dan siswa terlihat berusaha dengan secepat-cepatnya dapat menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Siswa tampak semangat mengerjakan tugas. Siswa terlihat kompak dengan teman kelompoknya untuk menyelesaikan tugas tersebut. f. Keaktifan siswa dalam diskusi kelompok Pada siklus II, diskusi kelompok berjalan cukup baik. Siswa semakin berani menyampaikan
pendapatnya masing-masing, dan berusaha untuk
mempertahankan pendapatnya dengan beragumentasi. Secara keseluruhan siswa aktif dalam proses pembelajaran, khususnya saat diskusi berlangsung.
4. Analisis dan Refleksi Dari hasil pekerjaan siswa pada siklus II, nilai kemampuan siswa dalam membuat karangan atau menulis wacana deskripsi dapat dilihat pada lampiran 2 halaman 100. Nilai terendah adalah 82 dengan kategori baik sekali, nilai tertinggi adalah 86 dengan kategori baik sekali, dan rata-rata nilai adalah 85,16 dengan kategori baik (lihat tabel 8). Dari hasil ini, maka kemampuan siswa dalam membuat karangan atau menulis wacana deskripsi semakin meningkat dibanding dengan siklus I. Dari daftar nilai siswa pada siklus II tersebut, maka dapat dikatagorikan sebagai berikut ini. Tabel 8 Kategori Nilai Siswa pada Siklus II Nilai Kategori Jumlah Persentase 80 – 100 Baik sekali 31 100% 66 – 79 Baik 0 0% 56 – 65 Cukup 0 0% 40 – 55 Kurang 0 0% 0 - 39 Gagalcommit to user 0 0% Jumlah 31 100% Sumber: Data Penelitian Diolah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
78
Secara visual kategori hasil belajar siswa pada siklus II tersebut dapat digambarkan dalam grafik sebagai berikut ini.
Grafik 5. Kategori Nilai Siswa pada Siklus II
Pada tabel dan grafik di atas, diketahui bahwa pada siklus II semua siswa yang berjumlah 31 siswa (100%) mendapat nilai dengan katagori baik sekali. Dengan demikian, seluruh siswa Kelas X-1 SMA Negeri 1 Salatiga hingga siklus II mampu membuat karangan atau m enulis wacana deskripsi dengan baik sekali. Dari hasil perbandingan antara hasil belajar siklus I dan siklus II seperti terlihat pada tabel lampiran 2 halaman 102, diketahui bahwa rata-rata peningkatan hasil belajar siswa siklus II naik sebesar 10,29 atau naik sebesar 14,34% dari nilai siklus I. Kenaikan terendah adalah 0 atau 0% dan kenaikan tertinggi mencapai 20 atau 32,26%. Dengan demikian, hasil belajar siklus II lebih baik dibandingkan dengan siklus I. Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa dijelaskan bahwa mereka senang belajar dengan cara berkelompok dan siskusi, karena dengan diskusi mereka lebih mudah untuk memahami materi yang dibahas sehingga mereka lebih
commit to user
mudah mencerna materi yang diberikan. Kalau ada kesulitan, mereka dapat minta
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
79
bantuan kepada temannya, suasana kelas lebih mengasyikkan dan tidak membosankan. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru dijelaskan bahwa siklus II telah dapat berjalan lebih baik dibandingkan dengan siklus I. Pada siklus I, siswa masih banyak yang merasa malu-malu untuk mengemukakan pendapatnya dan kesulitan membuat karangan deskripsi. Pada siklus II siswa semakin berani mengemukakan pendapatnya dan mendapatkan kemudahan untuk memmbuat karangan deskripsi. Untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa secara individu dalam belajar berkelompok, maka dilakukan perbandingan antara nilai masing-masing siswa dengan rata-rata nilai kelompoknya. Berikut hasil perbandingan nilai individu dengan nilai kelompok siswa pada siklus II. Tabel 9 Hasil Perbandingan Nilai Individu dengan Rata-rata Nilai Kelompok pada Siklus II Kategori Nilai lebih besar dari rata-rata kelompok Nilai kurang dari rata-rata kelompok Jumlah Sumber: Data Penelitian Diolah
Jumlah 22 9 31
Persentase 68,2% 29,03% 100%
Pada tabel di atas diketahui bahwa dari 31 siswa, ada 22 siswa (68,2%) yang nilainya lebih besar dari rata-rata nilai kelompok, dan ada 9 siswa (29,03%) yang nilainya kurang dari rata-rata nilai kelompok. Dengan demikian, proses belajar kelompok cukup efektif meningkatkan hasil belajar siswa, karena antarsiswa dapat saling bertukar ikiran dan bekerjasama untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Hasil belajar siklus II ini juga lebih baik dibanding siklus I.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
80
5. Pencapaian Kinerja Tindakan II Pada tabel di bawah diketahui bahwa seluruh siswa yang berjumlah 31 (100%) telah mendapatkan nilai memenuhi KKM. Pencapaian ini lebih baik dibandingkan dengan siklus I. Tabel 10 Pencapaian Kinerja Tindakan pada Siklus II Kategori Nilai Memenuhi KKM >=75 Di Bawah KKM <75 Jumlah Sumber: Data Penelitian Diolah
Jumlah 31 0 31
Persentase 100% 0% 100%
Secara visual hasil pencapaian tindakan siklus II dapat digambarkan seperti pada grafik d i bawah ini.
Grafik 6. Pencapaian Kinerja Tindakan pada Siklus II Dengan demikian, kinerja tindakan pada siklus II cukup efektif untuk mencapai indikator kinerja. Mengingat kinerja tindakan hingga siklus II sudah optimal mencapai indikator kinerja, maka siklus dihentikan.
D. Pembahasan Dari hasil kuesioner (angket) yang dibagikan kepada 31 siswa, didapatkan
commit to user
hasil seperti terlihat pada lampiran 9 halaman 100. Jumlah aspek yang digunakan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
81
untuk mengevaluasi proses pembelajaran sebanyak 6 butir. Dengan jumlah siswa sebanyak 31 orang, maka apabila masing-masing siswa memberikan respon dengan menjawab ”sangat setuju ” (skor 5), maka skor maksimum setiap aspek adalah 31 x 5 = 155. Dari hasil angket, pencapaian skor untuk masing-masing aspek dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 11 Respon Siswa terhadap Pelaksanaan Cooperative Learning tipe STAD dalam Pembelajaran Menulis Wacana Deskripsi No
Aspek yang Dinilai
1
Pemilihan materi atau pokok bahasan menulis wacana deskripsi untuk diskusi kelompok (cooperative learning tipe STAD) adalah sangat tepat 2 Metode cooperative learning tipe STAD memudahkan siswa dalam memahami materi pelajaran dan membuat karangan atau menulis wacana deskripsi 3 Metode cooperative learning tipe STAD sangat menyenangkan siswa untuk mengikuti pembelajaran menulis wacana deskripsi 4 Metode cooperative learning tipe STAD dapat mendorong keterlibatan aktif siswa dalam proses pembelajaran 5 Metode cooperative learning tipe STAD dapat diterapkan pada pokok bahasan yang lain pada mata pelajaran Bahasa Jawa 6 Metode cooperative learning tipe STAD sangat efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam membuat karangan atau menulis wacana deskripsi pada Bahasa Jawa Sumber: Data Penelitian Diolah
Skor Skor Capaian Maksimal Siswa (%) 155 117 75,48
155
127
81,94
155
129
83,23
155
132
85,16
155
100
64,52
155
119
76,77
Aspek yang mendapat skor tertinggi adalah metode cooperative learning tipe STAD dapat mendorong keterlibatan aktif siswa dalam proses pembelajaran (85,16%). Dengan demikian, metode cooperative learning tipe STAD
commit to user
dapat
mendorong keterlibatan aktif siswa dalam proses pembelajaran, siswa aktif
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
82
mengikuti diskusi kelompok dan melakukan interaksi dengan temannya. Hal tersebut
berbeda
dengan
metode
pembelajaran
ceramah,
yang
hanya
menempatkan siswa sebagai pendengar dan guru banyak mendominasi proses pembelajaran. Skor tertinggi kedua adalah metode cooperative learning tipe STAD sangat menyenangkan siswa untuk mengikuti pembelajaran menulis wacana deskripsi
(83,23%).
berkomunikasi,
Jadi,
siswa
berinteraksi dan
menyukai belajar bertukar
pikiran
berkelompok, dengan
teman
dapat untuk
mendisukusikan penyelesaian suatu tugas. Skor tertinggi ketiga adalah metode cooperative learning tipe STAD memudahkan siswa dalam memahami materi pelajaran menulis wacana deskripsi (81,94%). Dengan demikian, metode cooperative learning tipe STAD
dapat
memudahkan siswa untuk memahami materi pelajaran. Hal ini dikarenakan, umumnya siswa malu untuk bertanya kepada guru. Mereka memilih diam apabila masih kurang paham. Namun dengan diskusi kelompok, siswa umumnya tidak merasa malu apabila harus bertanya kepada temannya sendiri tentang hal-hal yang kurang dipahami. Berdasarkan hasil penelitian seperti yang telah dipaparkan di muka, maka metode Cooperative Learning tipe STAD dapat meningkatkan keterlibatan aktif siswa dapat proses pembelajaran, meningkatkan semangat belajar siswa, dan meningkatkan hasil belajar siswa Kelas X-1 SMA Negeri 1 Salatiga dalam membuat karangan atau menulis wacana deskripsi. Walaupun demikian, sebagai sebuah metode pembelajaran, tidak ada satupun metode yang berlaku pada seluruh situasi dan kondisi. Sehingga, setiap commit to user metode pembelajaran akan memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
83
Sehubungan dengan hal ini, berikut akan disampaikan kelebihan dan kelemahan dari metode cooperative learning tipe STAD pada pembelajaran menulis wacana deskripsi sebagai berkut. 1. Kelebihan Penerapan Metode Cooperative Learning Tipe STAD pada Menulis Wacana Deskripsi a. Metode cooperative learning tipe STAD mampu meningkatkan antusias belajar siswa, selama kegiatan belajar mengajar tersebut berlangsung. Hal ini mengingat, metode pembelajaran yang diberikan umumnya banyak menggunakan metode ceramah. b. Metode cooperative learning tipe STAD membuat siswa merasa senang, suasana kelas menjadi kondusif untuk melakukan transfer ilmu. Sumber belajar tidak terfokus pada guru semata, tetapi didapatkan dari interaksi antarsiswa yang ada. c. Metode cooperative learning tipe STAD mendorong siswa untuk belajar bekerjasama
yang
bersifat
konstruktif,
saling
menghargai,
dan
menghindari egoisme yang cenderung menonjolkan diri. d. Metode cooperative learning tipe STAD cukup sesuai untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada pelajaran Bahasa Jawa, khususnya materi menulis wacana deskripsi. 2. Kelemahan Penerapan Metode Cooperative Learning Tipe STAD pada Menulis Wacana Deskripsi. a. Metode cooperative learning tipe STAD akan terlaksana dengan baik, bilamana sarana belajar (kursi dan meja) dengan lay out melingkar atau saling berhadapan. Tidak tersedianya ruangan khusus dengan lay out kelas commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
84
yang lebih kondusif, membuat siswa terkadang menjadi gaduh dan dapat mengurangi konsentrasi dan ketenangan proses belajar mengajar. b. Mengingat lay out kelas pada umumnya kursi menghadap ke arah guru, maka sebelum memulai kelas harus diubah terlebih dahulu, dan sesudahnya juga harus dikembalikan, seh ingga dibutuhkan waktu untuk mengatur meja dan kursi tersebut. Hal ini kadang membuat mata pelajaran sesudahnya (sesudah Bahasa Jawa) akan terganggu. c. Metode cooperative learning tipe STAD dalam pembelajaran Menulis Wacana Deskripsi pada Bahasa Jawa membutuhkan persiapan yang cukup rumit, karena guru harus membagi siswa berdasarkan heterogen dilihat dari berbagai pertimbangan. 3. Solusi untuk mengurangi kelemahan penerapan Metode Cooperative Learning Tipe STAD pada Menulis Wacana Deskripsi. a. Pihak sekolah memiliki ruangan khusus dengan lay out kelas yang lebih fleksibel untuk diubah posisi meja dan kursinya sesuai keinginan atau kebutuhan. b. Guru harus mengakhiri waktu pelajaran kurang lebih 5 menit lebih awal, sehingga ada waktu untuk mengembalikan posisi meja dan kursi seperti sediakala, sehingga tidak mengganggu pelajaran sesudahnya (sesudah Bahasa Jawa). c. Guru sebelumnya telah memiliki data yang berkaitan dengan karakteristik siswa, sehingga memudahkan untuk membagi siswa berdasarkan heterogen dilihat dari berbagai pertimbangan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
85
BAB V PENUTUP
A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut. 1. Pelaksanaan pembelajaran bahasa Jawa dengan cooperative learning tipe STAD terlaksana dengan baik, karena: a. Pembelajaran dilaksanakan sesuai alokasi waktu dan prosedur yang ditetapkan, dan guru memiliki keterampilan yang cukup baik untuk melaksanakan prosedur pembelajaran. b. Dalam pembelajaran guru telah melibat keaktifan siswa untuk mengikuti pembelajaran, sehingga sumber belajar tidak terfokus pada guru semata, tetapi didapatkan dari interaksi antarsiswa. c. Selama pembelajaran berlangsung,
siswa terlibat
aktif mengikuti
pembelajaran seperti saling bertukar pikiran dan bekerjasama untuk mengerjakan tugas yang diberikan. 2. Pembelajaran bahasa Jawa dengan cooperative learning tipe STAD meningkatkan kemampuan menulis wacara deskripsi siswa, karena: a. Siswa mendapatkan kemudahan untuk memahami wacana deskripsi setelah berdiskusi dengan temannya. b. Pencapaian ketuntasan belajar siswa meningkatkan. Pada prasiklus hanya ada siswa 2 (6%) yang mendapatkan nilai memenuhi KKM, kemudian pada siklus I meningkat commit menjadito12user siswa (39%) yang mendapat nilai
85
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
86
memenuhi KKM, dan pada siklus II meningkat lagi menjadi 31 siswa (100%) yang mendapat nilai memenuhi KKM.
B. Implikasi 1. Metode cooperative learning tipe STAD dapat juga diterapkan pada mata pelajaran lain, selain Bahasa Jawa (Menulis Wacana Deskripsi), karena metode pembelajaran in i mengedepankan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Metode pembelajaran ini mendorong siswa untuk saling berinteraksi dan bekerjasama dengan teman sekelasnya. 2. Metode cooperative learning tipe STAD sangat efektif untuk diterapkan pada pokok bahasan atau materi pelajaran yang membutuhkan kerjasama dan bertukar pikiran untuk memecahkan soal atau masalah.
C. Saran 1. Kepada Guru a. Pokok bahasan yang diberikan disesuaikan dengan alokasi yang tersedia, sehingga pelaksanaannya tidak mengganggu mata pelajaran yang lain. b. Layout meja dan kursi dalam kelas dibuat saling berhadapan, sehingga setiap anggota kelompok dan antar kelompok dapat melakukan diskusi dan interaksi secara maksimal. c. Pembentukan
kelompok
ditentukan
berdasarkan
pertimbangan
kemampuan akademik, jenis kelamin dan faktor lain yang dianggap penting, sehingga masing-masing kelompok memiliki kemampuan yang seimbang dan antar siswa commit dapat saling berinteraksi. to user 2.
Kepada sekolah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
87
a. Sekolah memiliki satu ruangan kelas dengan layout meja dan kursi saling berhadapan
yang
dapat
digunakan
untuk
pembelajaran
secara
berkelompok, sehingga bagi guru yang akan menggunakan metode pembelajaran yang menekankan pada belajar kelompok dapat terlaksana dengan baik. b. Sekolah perlu memberikan porsi atau jatah jam belajar yang cukup terhadap mata pelajaran bahasa Jawa, agar anak didik dapat menguasai sekaligus melestarikan bahasa Jawa sebagai identitas komunitas suatu daerah. 3.
Kepada pemerintah/dinas pendidikan setempat a. Mengingat bahasa Jawa merupakan mata pelajaran muatan lokal, pemerintah daerah tetap harus memberikan perhatian yang besar terhadap mata pelajaran bahasa Jawa, karena bahasa Jawa dapat membentuk karakter anak didik dan ciri khas daerah. b. Pemerintah daerah perlu mendorong dan memberikan fasilitasi terhadap upaya pelestarian bahasa Jawa di kalangan generasi muda dan masyarakat luas, agar keberadaan bahasa Jawa dapat berkembang dan mendapat tempat yang layak di tengah masyarakat.
commit to user