TENAGA KERJA WANITA KABUPATEN CIREBON YANG BEKERJA DI ARAB SAUDI TAHUN 1983-1990
TESIS Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora Pada Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia
Oleh:
NUR’AENI MARTA NPM: 6705040067
PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2008 Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
i
LEMBAR PENGESAHAN Tesis ini telah diujikan pada hari Senin, tanggal 28 Juli 2008, pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul 11.00 WIB, dengan susunan penguji sebagai berikut:
1.
Dr. Priyanto Wibowo Ketua Penguji …………………………………….
2.
Dr. Djoko Marihandono Pembimbing I …………………………………….
3.
Dr. Nana Nurliana Pembimbing II …………………………………….
4.
Dr. Muhammad Luthfi Anggota …………………………………….
5.
Dr. Magdalia Alfian Pembaca …………………………………….
6.
Tri Wahyuning M. Irsyam, M.Si. Panitera …………………………………….
Disahkan oleh Ketua Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia
Dr. Priyanto Wibowo NIP. 131689560 Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
Dekan Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia
Dr. Bambang Wibawarta
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Seluruh isi tesis ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis
Depok,
Mei 2008
Penulis
Nur aeni Marta NPM. 6705040067
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
iii
LEMBAR PERSEMBAHAN
Tesis ini kupersembahkan untuk Suamiku, Dila dan Hanif yang tercinta dan tersayang serta untuk orang-orang yang peduli dengan nasib perempuan
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan perkenan-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulis menyadari, bahwa penelitian ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu patut kiranya penulis sampaikan terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang banyak membantu dalam penyelesaian tesis ini. Pertama-tama penulis ucapkan terima kasih kepada Dekan yang telah memberikan kesempatan belajar pada penulis di Fakultas Ilmu pengetahuan Budaya. Juga ucapan terima kasih penulis sampaikan pada BPPS-UI yang telah memberikan beasiswa kepada penulis. Selain itu, ucapan terima kasih ditujukan kepada staf Akademik terutama Mba Ari dan Mba Wiwi yang membantu dalam urusan akademik selama penulis belajar di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada Dr. Djoko Marihandono sebagai pembimbing yang telah membimbing dengan sabar dan penuh perhatian baik secara teknis maupun teoritis. Di tengah-tengah kesibukannya, Beliau masih tetap menyediakan waktu dan bimbingan untuk penulis demi terselesaikannya tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Dr. Nana Nurliana selaku pembaca, yang telah memberikan masukan dan kritikan yang sangat berguna bagi penulis. Ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Priyanto Wibowo, selaku Ketua Departemen Sejarah FIB Universitas Indonesia dan Ibu Tri Wahyuning M. Irsyam, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Sejarah serta Para Dosen yang terlibat dalam pemberian materi kuliah selama penulis menjadi mahasiswa di Universitas Indonesia. Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
vii Ucapan terima kasih setinggi-tingginya juga penulis sampaikan kepada Ketua Jurusan Sejarah – Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta, Ibu Umasih, Pak Djunaedi dan Pak Abrar serta Ibu Sri Sjamsiar Issom, yang telah memberi kesempatan dan dorongan kepada penulis untuk melanjutkan studi Ilmu Sejarah di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Selain itu kepada rekan-rekan sejawat, yakni Ibu Cory, Ibu Budi, Pak Budiaman, Pak Setiadi, Ibu Yasmis, Tini, Abdul Syukur, Adi Nusfraedi, Hasmi, Nia, Tami dan teman-teman lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu penulis ucapkan terima kasih atas segala dukungan dan perhatiannya. Tak lupa ucapan terima kasih penulis tujukan kepada Staf di Perpustakaan FIPB, Staf Perpustakaan Nasional RI, Staf Perpustakaan CSIS, dan Staf Perpustakaan Depnaker RI dan Staf Perpustakaan Deplu RI, Staf BPS Kabupaten Cirebon, Ibu Toeti Kailatu dan lain-lainnya yang mohon maaf tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Demikian pula ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Para Mantan TKW daerah Kabupaten Cirebon tahun 1980-an dan keluarganya yang telah memberikan informasi yang sangat berguna bagi penulisan tesis ini. Mereka menerima penulis dengan senang hati dan memberikan tempat selama penulis melakukan penelitian. Kepada Suami tercinta Budi Kurnia yang telah mengizinkan penulis untuk memperdalam ilmu di Universitas Indonesia, tidak ada kata-kata yang tepat untuk menyampaikan terima kasih atas dorongan dan perhatian serta menemani penulis baik dalam keadaan suka maupun duka. Juga untuk anak-anakku tercinta, Humairah Nur Ramadillah Kurnia dan Hanif Nuramannullah Kurnia, mama ucapkan terima kasih dan mohon maaf yang sedalam-dalamnya, karena selama kuliah maupun penyelesaian tesis ini, perhatian yang kalian terima sangat kurang. Selain itu ucapan terima kasih kepada ibuku, Syarifah Mudjenah yang selalu menyertai dengan doa, adikku Saniah, dan semua kakakkakakku, Ibu dan Bapak Mertua, Kakak dan Adik Ipar yang telah memberi dukungan pada Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
viii penulis untuk menyelesaikan kuliah ini. Akhirnya penulis tutup dengan doa agar segala kebaikan mereka mendapat balasan dari Allah Subhanahu Wata’ala, Amin.
Depok, Juni 2008 Nur’aeni Marta
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
ix DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan ……………………………………………………………………. i Lembar Pernyataan ……………………………………………………………………. ii Lembar Persembahan .................................................................................................... . iii Abstraction....................................................................................................................... iv Abstrak ............................................................................................................................ . v Ucapan Terima Kasih…………………………………………………………………. . vi Daftar Isi ………………………………………………………………………………. ..ix Daftar Ukuran ………………………………………………………………………….. .xi Daftar Singkatan dan Istilah ………………………………………………………….…xii Daftar Tabel …………………………………………………………………………... xiv Daftar Skema dan Grafik.…………………………………………………………….…xvi Daftar Lampiran …………………………………………………………………..…....xvii BAB I
PENDAHULUAN ………………………………………………………. 1 1.1. Latar Belakang Masalah…………………………………………… 1 1.2. Perumusan Masalah ………………………………………………. 11 1.3. Tujuan Penelitian …………………………………………………. 12 1.4. Ruang Lingkup Permasalahan ……………………………………. 12 1.5. Kajian Pustaka …….. …………………………………………….. 14 1.6. Kerangka Konseptual …………………………………………….. 15 1.6.1 Istilah Tenaga Kerja Wanita ………………………………………. 15 1.6.2. Konsep Migrasi ................................................................................ 20 1.7. Metode Penelitian ………………………………………………… 23 1.8. Sumber Data ……………………………………………………… 24 1.9. Sistematika Penulisan …………………………………………….. 25
BAB II
KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT KABUPATEN CIREBON. TAHUN 1980-1990 .................................................................................... 27 2.1. Geografi dan Demografi Wilayah Kabupaten Cirebon …………… . 27 2.2. Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Kabupaten Cirebon …….. . 31 2.3 Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Kabupaten Cirebon …………. . 46 2.3.1 Agama …………………………………………………………….... 47 2.3.2. Pendidikan …………………………………………………………. 49 2.3.3. Perilaku Sosial ……………………………………………………. ..50
BAB III
PENGIRIMAN TENAGA KERJA WANITA KE ARAB SAUDI TAHUN 1983-1990 ..............................................................................…... 56 3.1. Kebijakan Pemerintah ………………………………………….…... 56 3.1.1. Kondisi Perekonomian Indonesia Pada Tahun 19701980-an .........................................................................…………...... 57 3.1.2. Kondisi Ketenagakerjaan di Indonesia Pada Tahun 1980-an …….….62 3.2. Permintaan Negara Pengguna Jasa .……………………………….…66 3.3. Individu Calon Tenaga Kerja Wanita (Calon TKW) ………………..69 3.4. Peranan Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja (PPTKI) ….…………..77 3.5. Peranan Pemerintah ……………………..……………………….…..81 3.5.1 Peranan Pemerintah Pusat …..…………..………………………..….81
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
x 3.5.2 Peranan Pemerintah Daerah...…………..………………………….…83 3.6 Proses Pengiriman Tenaga Kerja ke Arab Saudi ……. …..……….…84
BAB IV
KEHIDUPAN TENAGA KERJA WANITA (TKW) DI ARAB SAUDI DAN MASALAH YANG DIHADAPI TAHUN 1983-1990………….…..92 4.1 Penempatan dan Jenis-jenis Pekerjaan …………………………..…... 93 4.2 Hubungan Kerja Majikan dan Buruh ……………………….…….…..99 4.3 Masalah Yang Dihadapi Tenaga Kerja Wanita Kabupaten Cirebon di Arab Saudi ..............................................................................……….101 4.3.1 Kekerasan Dalam Rumah Tangga ……….. …………………….…...105 4.3.2 Beban Kerja Yang Berat ………….. ……………………………......106 4.3.3 Masalah Pembayaran Gaji …………………………… …………….108 4.3.4 Pelecehan Seksual ………………... …………………………….…..110 4.3.5 Masalah Adaptasi Dengan Lingkungan Tempat TKW Bekerja …....112
BAB V
MASALAH YANG DIHADAPI MANTAN TKW DI KAMPUNG HALAMANNYA TAHUN 1983-1990........................................................117 5.1 Kepulangan TKW ke Tanah Air .... ……………......…117 5.2 Masalah Yang Dialami TKW Setelah Kembali dari Arab Saudi..….124 5.3 Masalah Yang Dialami Dalam Keluarga …………..…………….….127 5.3.1 Masalah Yang Berkaitan Dengan Suami Yang Ditinggalkan..............127 5.3.2 Kondisi Anak Yang Ditinggalkan Ibunya .............………………..…131 5.3.3 Hubungan Di Antara Anggota Keluarga .............................................133 5.4 Masalah Yang Muncul Dalam Masyarakat.............…………...…..…134
BAB VI
KESIMPULAN ……………………….………………………...……..….138
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………..…….....................142 LAMPIRAN …………………………………………………………………..…..…….153
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
xi DAFTAR UKURAN
Barrel
: Ukuran/takaran minyak (158,99 liter = 1/6,2898 m3)
Kuintal
: 100 kg
Ton
: 1.000 kg
1 Real (kurs tahun 1990)
: Rp.460,-
1 Dollar (kurs tahun 1986)
: Rp.1.134,-
1 Hektar
: 750 bata
1 Bata
: 14 meter persegi
1 Bau
: 0,75 hektar
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
xii
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH
AKAN
: Antar Kerja Antar Negara, suatu mekanisme Pengerahan Tenaga Kerja Indonesia keluar negeri untuk melakukan kegiatan ekonomi, sosial dan budaya dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja
BLK
: Balai Latihan Kerja
BPS
: Biro Pusat Statistik
Depnaker
: Departemen Tenaga Kerja
GDP
: Gross Domestic Product
OPEC
: Organisation of Petroleum Exporting Countries
SR
: Saudi Real/Saudi Riyal
TKI
: Tenaga Kerja Indonesia
TKW
: Tenaga Kerja Wanita
TKL
: Tenaga Kerja Laki-laki
Padat Karya
: Suatu kegiatan yang produktif yang mempekerjakan atau menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang cukup banyak. Sedangkan produktif itu sendiri adalah salah satu kegiatan ekonomi yang dapat memberikan nilai tambah bagi tenaga kerja dan masyarakat
TPAK
: Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja, adalah Perbandingan antara jumlah angkatan kerja dengan jumlah seluruh penduduk usia kerja
Angkatan Kerja
: Penduduk usia 15 tahun ke atas yang mempunyai pekerjaan, baik yang sedang bekerja dan sementara tidak bekerja, termasuk yang sedang mencari kerja/pekerjaan dan sebagainya.
Penganggur
: Penduduk usia kerja (angkatan kerja) yang tidak ada kegiatan (sekolah, mengurus rumah tangga, dsb) dan tidak sedang berupaya untuk mendapatkan pekerjaan
Migas
: Minyak dan Gas Bumi
Pelita
: Pembangunan Lima Tahun
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
xiii
PNB
: Produk Nasional Bruto, adalah PDB (Produk Domestik Bruto) ditambah dengan pendapatan penduduk Indonesia yang bekerja diluar negeri dikurangi dengan pajak tak langsung dan penyusutan
PDB
: Produk Domestik Bruto, merupakan nilai neto dari barang dan jasa (nilai produksi dikurang biaya antara) yang dihasilkan oleh seluruh sektor ekonomi yang melakukan kegiatan produksi dalam suatu Negara
PN
: Pendapatan Nasional adalah PNB dikurangi dengan pajak tak langsung dan penyusutan
Pendapatan Nasional Perkapita
: Pendapatan Nasional dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun
Repelita
: Rencana Pembangunan Lima Tahun
IMSA
: Indonesian Manpower Supplier Association (Asosiasi Perusahaan Pengerah TKI)
Astek
: Asuransi Sosial Tenaga Kerja.
PAD
: Pendapatan Asli Daerah
SUPAS
: Survai Penduduk Antar Sensus
Sektor Pekerjaan
: Lapangan usaha, bidang kegiatan dari pekerjaan /tempat bekerja /perusahaan /kantor dimana seseorang bekerja.
Sensus
: Kegiatan pendataan terhadap seluruh elemen tertentu sesuai dengan tema dari sensus tersebut
PPTKI
: Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia
PJTKI
: Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
xiv DAFTAR TABEL
Tabel 1
Jumlah Penduduk Kab. Cirebon Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 30 1986-1990
Tabel 2
Jumlah Penduduk Kabupaten Cirebon Berdasarkan Mata Pencaharian 31 Tahun 1980
Tabel 3
Rata-rata Produksi Padi/Beras Perkapita Tahun 1986-1990
36
Tabel 4
Pembagian Kerja di Bidang Pertanian Berdasarkan Jenis Kelamin
39
Tabel 5
Jumlah Transmigran Asal Kabupaten Cirebon Menurut Daerah Asal dan Lokasi Penempatan Tahun 1982/1983
54
Tabel 6
Pendapatan Indonesia dari Hasil Ekspor Minyak, Tahun 1970/71 – 57 1981/82 (dalam Juta US$)
Tabel 7
Populasi Pekerja Indonesia Berdasarkan Lapangan Pekerjaan tahun 58 1971-1980 (dalam ribuan dan Persentase)
Tabel 8
Volume dan Nilai Ekspor Minyak di Pelabuhan Cirebon Tahun 1979- 60 1983
Tabel 9
Angkatan Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 1985
Tabel 10
Jumlah Angkatan Kerja Indonesia PendidikanTahun 1985 dan Persentase
Tabel 11
Lapangan Pekerjaan yg Menyerap lulusanTenaga Kerja SD ke Bawah
Tabel 12
Jumlah Pencari Kerja Yang Terdaftar dan Yang Telah Ditempatkan 65 Pada Sektor Formal menurut Jenis Kelamin dan Pendidikan Tahun 1982 di Kabupaten Cirebon
Tabel 13
Upah Terendah untuk TKI di Arab Saudi
69
Tabel 14
Jumlah TKW dari Provinsi Jawa Barat 1988
86
Tabel 15
Jumlah Tenaga Kerja Yang Dikirim Dalam Rangka Antar Kerja Antar 92 Negara (AKAN) menurut Negara Tujuan. Tahun 1983/1984 s.d. tahun 1990/1991
Tabel 16
Jumlah Devisa Tenaga Kerja Indonesia dari Negara Saudi Arabia Antara tahun 1983 s.d. 1991 dalam (US$)
Tabel 17
Perbandingan Realisasi Pengiriman TKI ke Arab Saudi menurut 97 Bidang Usaha Tahun 1983/1984 dan 1984/1985
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
Berdasarkan
63 Tingkatan 64
65
93
xv
Tabel 18
Kasus yang Dialami TKW Asal Indonesia tahun 1988-1989
Tabel 19
Alasan Kepulangan TKW Asal Kabupaten Cirebon yang Bekerja di 120 Arab Saudi tahun 1983-1990
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
102
xvi DAFTAR SKEMA DAN GRAFIK
Skema 1
Proses Pengambilan Keputusan Menjadi TKW
21
Skema 2
Prosedur Pengiriman TKI ke Arab Saudi
91
Grafik 1
Produksi Padi dan Beras Antara Tahun 1986 S.D Tahun 1990
36
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
154
Lampiran 1
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.Kep-149/Men/83 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengerahan Tenaga Kerja Ke Arab Saudi
Lampiran 2
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi 155 No.01/Men/1983 Tentang Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri
Lampiran 3
Peta Daerah Kabupaten Cirebon Cirebon Tahun 1980-an
156
Lampiran 4
Peta Wilayah Negara Arab Saudi
157
Lampiran 5
Aktivitas Ibu Rumah Tangga di Pedesaan Kab.Cirebon
158
Lampiran 6
Aktivitas Menyiangi Sawah Yang Dilakukan Tenaga Kerja Wanita 158 di Pedesaan Kabupaten Cirebon
Lampiran 7
Aktivitas Wanita Pembuat Batu Bata di Pedesaan Kab.Cirebon
159
Lampiran 8
Calon TKI Yang Sedang Menunggu Proses Pengurusan Dokumen Tahun 1985
159
Lampiran 9
Perumahan di Jeddah Arab Saudi Yang Bergaya Apartemen dan Serba Tertutup
160
Lampiran 10
Salah Seorang TKW Yang Mendapat Majikan yang baik di Arab Saudi
160
Lampiran 11
Aktivitas TKW Yang Bekerja di Arab Saudi Sebagai Pengasuh Anak
161
Lampiran 12
Aktivitas TKW Yang Bekerja di Arab Saudi Sebagai Pengasuh Anak
161
Lampiran 13
TKW Marfuah Sewaktu Bekerja Sebagai Pengasuh Anak di Arab Saudi
162
Lampiran 14
Contoh Paspor TKW Asal Desa Junjang Kec. Arjawinangun Kabupaten Cirebon
163
Lampiran 15
Contoh Paspor TKW Asal Desa Junjang Kec. Arjawinangun Kabupaten Cirebon
164
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
xviii Lampiran 16
Contoh Paspor TKW Asal Desa Junjang Kec. Arjawinangun Kabupaten Cirebon
165
Lampiran 17
Contoh Paspor Sarah TKW Asal Desa Jungjang Kec Arjawinangun Cirebon Yang Menjadi TKW yang ketiga kali
166
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
v
ABSTRAKSI Penelitian ini berjudul Tenaga Kerja Wanita Kabupaten Cirebon Yang Bekerja di Arab Saudi Tahun 1983-1990. Tahun 1983 dijadikan batasan awal karena sejak saat itu pengiriman TKW ke Arab Saudi dilakukan secara resmi oleh pemerintah, yang berdampak pada peningkatan jumlah pengiriman TKW ke Arab Saudi, sedangkan tahun 1990 dijadikan batasan akhir penelitian ini karena pada tahun tersebut terjadi perang teluk yang kemudian berdampak pada TKW asal Indonesia, termasuk TKW asal Kabupaten Cirebon. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa tenaga kerja wanita Kabupaten Cirebon bekerja menjadi TKW di Arab Saudi pada tahun 1983-1990 dan memaparkan permasalahan-permasalahan yang muncul dan dialami oleh TKW asal Kabupaten Cirebon pada tahun tersebut, sehingga dapat dijadikan rujukan oleh pemerintah agar dapat lebih memperhatikan nasib TKW yang bekerja pada sektor Informal di luar negeri khususnya di Arab Saudi. Kabupaten Cirebon merupakan salah satu penghasil beras di kawasan Pantura. Ironisnya, mayoritas penduduknya adalah miskin, akibatnya daerah ini merupakan salah satu kantong pengirim tenaga kerja ke Arab Saudi terbanyak dari kawasan Jawa Barat. Mata pencaharian penduduk daerah ini mayoritas adalah buruh tani. Namun aktivitas mereka pada bidang pertanian semakin tergeser setelah diterapkannya program intensifikasi dan modernisasi pertanian, terutama tenaga kerja wanita. Program peningkatan jumlah produksi secara kuantitatif ini kurang memperhatikan dampak sosial ekonomi. Penanaman bibit baru yang merupakan hasil penelitian berteknologi tinggi, dan penggunaan mesin huller ternyata telah memarjinalkan tenaga kerja wanita dari sektor pertanian. Sebelum penerapan program tersebut, aktivitas tenaga kerja wanita lebih dominan dibandingkan tenaga kerja laki-laki, terutama pada waktu panen dan pengolahan padi pasca panen. Namun setelah penerapan program tersebut, terutama penggunaan mesin huller, tenaga kerja wanita tidak lagi digunakan, dan digantikan oleh tenaga kerja laki-laki dan mesin. Terbatasnya keterampilan yang dimiliki dan rendahnya tingkat pendidikan tenaga kerja wanita Kabupaten Cirebon, menyebabkan mereka sulit memasuki lembaga-lembaga formal pemerintah maupun swasta. Sementara kesempatan tenaga kerja wanita bekerja di bidang pertanian terbatas. Adanya Keputusan Menteri Tenaga Kerja No 149/Men/83 yang isinya mengatur tata cara pelaksanaan pengerahan tenaga kerja ke Arab Saudi, termasuk pembantu rumah tangga, dengan persyaratan yang mudah dan tanpa dipungut bayaran membuka kesempatan bagi wanita pedesaan Kabupaten Cirebon untuk dapat menyelamatkan dan memenuhi kebutuhan subsistensinya (push-factor). Selain itu pergi ke Arab Saudi merupakan dambaan masyarakat Kabupaten Cirebon yang mayoritas beragama Islam (pull-factor). Oleh karenanya motivasi wanita Kabupaten Cirebon menjadi TKW ke Arab Saudi tidak hanya dipengaruhi oleh faktor ekonomi, tetapi juga oleh faktor keyakinan agama yang bersifat eskatologis. Pengiriman tenaga kerja wanita ke Arab Saudi, kenyataannya jauh berbeda dengan apa yang diharapkan. Tenaga kerja wanita Kabupaten Cirebon yang bekerja di Arab Saudi, umumnya pada sektor informal. Pada sektor ini hak dan kewajiban TKW sepenuhnya tergantung majikan. Akibatnya posisi TKW lemah dalam hubungannya dengan majikan. Kondisi ini kemudian memunculkan berbagai masalah yang tidak hanya berdampak pada individu TKW, juga keluarga dan masyarakat sekitarnya. Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
iv ABSTRACTION
This research entitled Cirebon district’s Woman Workers worked in Saudi Arabia in 1983-1990. The beginning of 1983 is determined as the starting point of this researches. Since sending all Woman Workers officially to Saudi Arabia was coordinated by the government, it is effected the number of Woman Workers to Saudi Arabia, meanwhile in 1990 was become deadline of the research. When the Gulf War happened, it brought impact to the Indonesian’s Woman Workers included Cirebon district. The purpose of this research is to analyze the Cirebon’s Woman Workers have become workers in Saudi Arabia since 1983 – 1990 and explore the problems that emerged and faced by Cirebon’s. Therefore, which could be a useful input and information to the government for giving better attention to the fate of Woman Workers that working in informal sector overseas, in the Saudi Arabia in particular. The Cirebon district is known as one of producer of rice in northern shore of Java. Ironically, majority of its people are poor, it caused this district as one of the biggest source of Woman Workers is being sent to Saudi Arabia. Mostly, they are farmers. But, their activities in farming is less than before after implementation of intensification and modernization of farming sector. Especially, for the Woman Workers. The development program is purposed to increase the production quantity less attention to the social and economy impact. The plantation of International Rice (IR) and the use of huller machine have marginally the Woman Workers are dominant than men, particularly at the harvest time. But when the program implemented the Woman Workers were replaced by men. The limited skill and low education of the woman workers in Cirebon make them difficult to enroll the government and private institution, while the opportunity to work in the farming fields are also limited. The decision of Minister of Manpower No.149/Men/83 which make easier procedure of sending workers to Saudi Arabia without payment charges, is providing opportunities for their subsistence by going to Saudi Arabia particularly they are also Moslem in majority. So, the motive of Woman Workers from Cirebon to Saudi Arabia is not only for economic purpose but also for eschatological reasons. In fact, delivering Cirebon’s Woman Workers to work in Saudi Arabia is definitely different with hoped. According to them who work in Saudi Arabia, generally in informal sector. In this sector, their right and obligation is depended on the employer. Therefore, their position is vulnerable which at the end have created many problems in personally, family, and the neighborhood.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Sejak adanya Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.149 Tahun 1983 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia ke Arab Saudi, yang isinya antara lain mengatur upah tenaga kerja sebagai pembantu rumah tangga di Arab Saudi,1 tenaga kerja wanita (TKW) bekerja di Arab Saudi menjadi “trend” di kalangan wanita yang tinggal di Kabupaten Cirebon. Hal ini merupakan fenomena baru di daerah tersebut. Sebelumnya, tenaga kerja wanita dari Kabupaten Cirebon yang mayoritas berpendidikan rendah dan kurang memiliki keterampilan, bekerja sebagai buruh tani, pedagang kecil (pedagang bakul), pembantu rumah tangga, buruh pabrik makanan atau sebagai ibu rumah tangga. Keputusan pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Arab Saudi mempunyai tiga tujuan, yaitu pertama, meningkatkan penerimaan devisa negara, kedua, mengurangi pengangguran, dan ketiga, memperluas kesempatan kerja.2 Dikeluarkannya keputusan tersebut tidak lepas dari kondisi perekonomian Indonesia pada saat itu.
Pada tahun
1982/1983 harga minyak dan gas di pasaran internasional mengalami penurunan drastis sebagai akibat adanya resesi ekonomi yang terjadi pada tahun 1980.3 Harga minyak dunia pada tahun 1980/1981 sebesar US$ 34 per barrel,4 kemudian turun menjadi US$ 29 per
1
Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No.Kep-149/Men/1983, lihat di lampiran 1. Supardi R. Menteri Tenaga Kerja Sudomo Dalam Berita Pers, Jilid I, Maret 1983-Maret 1984. Jakarta: Departemen Tenaga Kerja RI, hal.46 3 Struktur ekonomi Indonesia bersifat struktur ekonomi ekspor, sehingga pendapatan dalam negeri sangat dipengaruhi oleh maju/mundurnya ekspor. Selain itu struktur ini sangat dipengaruhi oleh fluktuasi harga ekspor di pasaran dunia. Lihat, Zulkarnaen Djamin, Peranan Ekspor Non Migas Dalam PJP II Prospek dan Permasalahannya, Jakarta: FEUI, 1993, hal. 1-18 4 Statistik Indonesia 1983: Statistical Yearbook of Indonesia, ISSN 0126 2912 Statistik Tahunan, Jakarta: BPS, hal. XCIX , lihat juga, Tabel VII, Harga Ekspor Minyak Bumi Indonesia (dalam US$ per barrel) dalam Zulkarnaen Djamin, Ibid., hal. 21 2
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
2
barrel pada tahun 1982/1983, dan pada tahun 1983/1984 turun menjadi US$ 28 per barrel.5 Penurunan harga minyak dunia ini mempengaruhi penerimaan devisa negara, karena ekspor minyak dan gas bumi (migas) merupakan andalan keuangan negara.6 Berdasarkan APBN dan Neraca Perdagangan Indonesia tahun 1974-1983, menunjukkan bahwa sumber penerimaan negara sebagian besar berasal dari perdagangan luar negeri (ekspor migas dan nonmigas) ketika ekspor migas memegang peranan terbesar dari keseluruhan penerimaan dalam negeri. Penerimaan negara dari hasil ekspor migas tahun anggaran 1974-1984 sebesar Rp.28.095,7 milyar, dari perpajakan sebesar Rp.14.374,7 milyar dan pendapatan bukan pajak sebesar Rp.1.469,9 milyar.7 Dengan demikian turunnya harga minyak dunia mengakibatkan turunnya pendapatan dalam negeri, yang pada akhirnya mengganggu kegiatan ekonomi dalam negeri. Untuk itu, pemerintah mengambil keputusan untuk mengurangi ketergantungan akan minyak dan meningkatkan fungsi-fungsi sektor nonmigas. Pengiriman tenaga kerja ke luar negeri di antaranya ke Arab Saudi merupakan salah satu upaya meningkatkan ekspor komoditi nonmigas, sebagaimana dikatakan oleh Soedomo yang pada waktu itu menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja: “Salah satu komoditi nonmigas yang diharapkan menjadi sumber pemasukan devisa negara adalah pengiriman TKI (Tenaga kerja Indonesia) ke luar negeri melalui program AKAN (Antar kerja Antar Negara)”8 Jumlah tenaga kerja Indonesia yang dikirim ke Timur Tengah, Afrika, dan Asia Pasifik dalam rangka Antar Kerja Antar Negara (AKAN) selama periode tahun 1983 sampai dengan tahun 1990 adalah sebanyak 433.961 orang. Dari jumlah tersebut, yang 5
6
7
8
Ibid. Lihat juga, Petron Curie. “OPEC Setelah Yamani: Strategi Perang Harga Ditinggalkan ?” dalam Rekaman Peristiwa’86, Jakarta: Sinar Harapan, 1987, hal. 80 Sejak oil boom tahun 1970-an andalan utama penghasilan negara Indonesia adalah dari minyak dan gas, lihat Biro Pusat Statistik, Statistik Tahun 1983, hal. 484. Lihat juga Supardi R. Op.Cit., hal. 20, lihat juga. Kartini Sjahrir. Pasar Tenaga Kerja Indonesia: Kasus Sektor Konstruksi, Jakarta: Grafiti, 1990, hal. 23 Lihat tabel VIII Perkembangan Penerimaan Dalam Negeri, Pengeluaran Rutin, dan Tabungan Pemerintah dalam Zulkarnaen Djamin, Op.Cit. hal. 17 Supardi R. Op.Cit., hal. 99
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
3
paling banyak adalah TKI yang dikirim ke Arab Saudi, yaitu berjumlah 347.913 orang, selebihnya dikirim ke Malaysia sebanyak 44.507 orang, Singapura sebanyak 26.181 orang, Brunei Darussalam sebanyak 5.189 orang, Abu Dhabi sebanyak 2.059 orang, Kuwait sebanyak 1.772 orang.9 Dengan demikian, jumlah TKI yang bekerja di Arab Saudi, merupakan yang terbanyak bila dibandingkan dengan TKI yang bekerja di negara-negara lain di kawasan Timur Tengah dan Asia. Dari jumlah TKI yang bekerja di Arab Saudi tersebut, 80% adalah wanita yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga.10 Pada tahun 1980-an, Arab Saudi termasuk salah satu negara yang makmur di kawasan Timur Tengah.11 Jumlah GNP pemerintah Arab Saudi tahun 1985 sebesar US$ 102,12 juta, pendapatan perkapita penduduk sebesar US$ 8,850.12 Arab Saudi merupakan salah satu produsen minyak terbesar dunia. Pada tahun 1980-81, produksi minyak bumi Arab Saudi meningkat sebanyak 10 juta barrel (1,6 juta m3) per hari.13 Dengan demikian pemerintah Arab Saudi menerima uang dalam bentuk tunai sebesar US$ 340 juta per hari dari hasil penjualan minyak. Dana yang diperoleh dari hasil penjualan minyak tersebut digunakan untuk pembangunan di berbagai sektor. Untuk itu pemerintah Arab Saudi membutuhkan tenaga kerja, terutama dipekerjakan pada bidang konstruksi, bangunan, pertambangan, dan pembantu rumah tangga. Permintaan pengiriman tenaga kerja wanita yang dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga terus meningkat. Sebagai contoh pada tahun 1984, pemerintah Arab Saudi
9
Data Ketenagakerjaan Nomor III Tahun 1992. Proyek Pengembangan Statistik Ketenagakerjaan danPengendalian Proyek-proyek Departemen Tenaga Kerja Biro Perencanaan. hal. 20 10 Ibid. 11 Madya Fadhullah Jamil, Islam di Asia Barat Modern: Sejarah Penjajahan dan Pergolakan, Bandar Baru Bagi, Selangor: Putrajaya, 2000, hal.100, lihat juga Qystein Noreng. Minyak Dalam Politik Upaya Mencapai Konsensus Internasional, Jakarta: Rajawali, 1983, hal.9 12 Colbert Held, Middle East Patterns: Places, Peoples, and Politics, San Francisco & London: Westview Press, 1989, hal.274. 13 Qystein Noreng. Op. Cit., hal.10, lihat juga, Oil Industri in Economy of Saudi Arabia from Wikipedia, The Free Encyclopedia. Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
4
masih memesan 24.000 orang TKW Indonesia,14 sementara TKW yang sudah bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Arab Saudi tahun 1984 sebanyak 7.000 orang.15 Permintaan pengiriman TKW oleh pemerintah Arab Saudi, membuka peluang kesempatan kerja bagi wanita Indonesia, termasuk wanita asal Kabupaten Cirebon, yang mayoritas tergolong berpendidikan rendah.16 Berdasarkan data dari Balai Antar Kerja Antar Negara (AKAN) Provinsi Jawa Barat, jumlah wanita asal Kabupaten Cirebon yang bekerja menjadi TKW di Arab Saudi tahun 1984 sebanyak 466 orang,17 kemudian pada tahun 1988 jumlah TKW yang bekerja di Arab Saudi meningkat menjadi sebanyak 1.345 orang.18 Jumlah tersebut bila dibandingkan dengan jumlah TKW daerah lain dari daerah Jawa Barat, yang wilayahnya berbatasan dengan wilayah Kabupaten Cirebon, seperti dari Kabupaten Kuningan, pada tahun 1988 sebanyak 804 orang. Dari Kabupaten Indramayu sebanyak 229 orang. Dari Kabupaten Majalengka sebanyak 1.228 orang dan dari Subang sebanyak 68 orang19 jumlah TKW dari Kabupaten Cirebon menempati urutan tertinggi. Oleh karena itu, daerah Kabupaten Cirebon merupakan salah satu basis pengirim tenaga kerja wanita dari Provinsi Jawa Barat. Menurut agen tenaga kerja wanita PT Almas cabang Jakarta di Kabupaten Cirebon, dinyatakan agen itu berhasil merekrut tenaga kerja wanita antara tahun 1984 dan 1990 sebanyak 300 orang. Mereka berasal dari desa-desa di Kecamatan Arjawinangun, Kecamatan Panguragan, dan Kecamatan Gegesik. Kemudian dari desa-desa di Kecamatan Losari kurang lebih 200 orang, dari desa-desa di Kecamatan Ciwaringin lebih dari 100 14
Suara Merdeka, 14 Januari 1984 hal.1 kol 2-4 Kompas, 15 Januari 1984, hal.1 kol 5-6 16 Berdasarkan data BPS, Statistik Tahun 1983, 70% pendidikan wanita desa Kabupaten Cirebon adalah tingkat sekolah dasar. 17 Laporan Balai AKAN Provinsi Jawa Barat tahun 1984 yang dikutip oleh Yoyok Suwachono, “Pengiriman TKW Masih Lebih Menarik daripada Prianya” dalam Merdeka, 11 Mei 1985. 18 Laporan Balai AKAN Provinsi Jawa Barat Tahun 1988. 19 Ibid. 15
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
5
orang.20 Mayoritas dari mereka yang mendaftarkan diri adalah wanita. Jumlah tersebut belum termasuk tenaga kerja wanita yang secara langsung mendaftarkan diri ke PPTKI yang ada di Bandung dan Jakarta atau dibawa oleh saudaranya yang sudah bekerja di Arab Saudi. Pada masa itu, menjadi TKW di Arab Saudi merupakan pilihan pekerjaan yang dapat dilakukan oleh tenaga kerja Indonesia terutama yang berasal dari daerah pedesaan. Jumlah tenaga kerja wanita Indonesia pada tahun 1983 berjumlah 84 juta orang. Jumlah tersebut hampir setengah dari seluruh penduduk Indonesia pada tahun 1983 yang berjumlah 158 juta jiwa. Dari jumlah itu, 70% di antaranya tinggal di daerah pedesaan.21 Khusus untuk wanita yang tinggal di daerah pedesaan Kabupaten Cirebon, mayoritas tingkat pendidikannya rendah, dengan perincian sekitar 70% adalah lulusan sekolah dasar.22 Pendidikan yang rendah tersebut menyebabkan mereka sulit menjadi pekerja di lembaga pemerintahan maupun swasta. Bagi mereka, menjadi TKW di Arab Saudi merupakan alternatif pilihan pekerjaan. Menjadi TKW di Arab Saudi dengan profesi sebagai pembantu rumah tangga, tidak dituntut persyaratan ijazah formal yang tinggi. Mereka cukup memiliki ijazah sekolah dasar untuk bisa diterima menjadi TKW ke Arab Saudi.
20
Wawancara dengan Cecep (seorang pelantara/calo pengiriman TKI di Kabupaten Cirebon), tanggal 23 Maret 2007. Cecep adalah adik dari Qona’a mantan TKW pertama dari desa Arjawinangun yang berhasil merubah status ekonominya. Ia berangkat ke Arab bersama Suaminya pada tahun 1983 sampai dengan tahun 2001. Keberhasilan Qona’a menjadi TKW ini mempengaruhi masyarakat sekitar untuk mengikuti jejaknya. Masyarakat yang ingin menjadi TKW ke Arab, menanyakan bagaimana proses menjadi TKW ke Arab pada Cecep. Adanya minat masyarakat mendorong Cecep menjadi agen/calo rekrutmen tenaga kerja Kabupaten Cirebon yang di kirim ke Arab Saudi melalui PT Almas. Tenaga kerja yang ia rekrut tidak hanya berasal dari desa-desa di Kecamatan Arjawinangun, tetapi juga dari desa-desa di Kecamatan lain, seperti Gegesik, Ciwaringin, Palimanan, Susukan, Plumbon, Babakan bahkan sampai desa-desa di Kecamatan Losari. 21 Pudjiwati Sajogyo, “Organisasi Tingkat Lokal Dalam Pembangunan Terencana: Suatu Analisis Tentang Peran Serta Wanita di Pedesaan Jawa” dalam Arief Budiman, Krisis Tersembunyi Dalam Pembangunan: Birokrasi-Birokrasi Dalam Pembangunan, Jakarta: Gramedia, 1988, hal. 326 22 Statistik Indonesia Tahun 1983, Jakarta: Biro Pusat Statistik, hal.23 Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
6
Walaupun tenaga kerja wanita Kabupaten Cirebon mayoritas ditempatkan sebagai pembantu rumah tangga karena keterampilannya terbatas, tetapi penghasilan mereka lebih tinggi bila dibandingkan dengan menjadi pembantu rumah tangga atau sebagai buruh pabrik di daerahnya.
23
Gaji mereka bahkan lebih tinggi daripada penghasilan Pegawai
Negeri Golongan III/B yang masa kerjanya 15 tahun. Gaji TKW di Arab Saudi pada tahun 1983 – 1990 sebesar 600 real/bulan.24 Gaji tersebut bila dirupiahkan pada tahun 1983/1984 setara dengan Rp.240.000/bulan. Sementara gaji Pegawai Negeri Golongan III/B pada tahun 1983/1984 dengan masa kerja 15 tahun sebesar Rp.78.000,-.25 Gaji TKW yang besar tersebut menjadi salah satu daya tarik bagi wanita Kabupaten Cirebon untuk bekerja di Arab Saudi. Daerah Kabupaten Cirebon merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur dan merupakan perbatasan antara Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah. Luas wilayah Kabupaten Cirebon 986 km2. Jumlah penduduk Kabupaten Cirebon, berdasarkan data Biro Pusat Statistik tahun 1980 berjumlah 1.336.794 jiwa. Mata pencaharian penduduknya mayoritas adalah buruh tani, yaitu sebanyak 277.519 orang26. Para buruh tani ini adalah mereka yang tidak memiliki tanah atau hanya sebagai petani penggarap.27 Tanah pertanian hanya dimiliki oleh sebagian kecil penduduk Kabupaten
23
Upah minimum buruh pabrik di Indonesia pada tahun 1981/1985 Rp.600/hari jadi, sebulan menerima upah sebesar Rp.18.000. Lihat, Jochen Ropke. Kebebasan Yang Terhambat, Perkembangan Ekonomi dan Perilaku Kegiatan Usaha di Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1987, hal.14. Bahkan Buruh pabrik sering menerima upah dibawah UMR, yaitu hanya dibayar sebesar Rp.350/hari, lihat, Kompas 3 Januari 1981. 24 Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. 149/Men/83 dalam Himpunan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia di Bidang Ketenagakerjaan, Jilid III, Cet. Pertama, Jakarta: PT Twins, hal. 62 25 Kompas, 27 September 1983, lihat juga Maruli Tobing dkk. Perjalanan Nasib TKI-TKW: Antara Rantai Kemiskinan dan Nasib Perempuan. Jakarta: Gramedia, 1990.hal.8 26 Kabupaten Cirebon Dalam Angka,Tahun 1980 27 Buruh tani adalah orang yang bekerja pada pemilik sawah dengan mendapatkan upah, sedangkan petani penggarap adalah petani yang mengerjakan sawah milik orang lain dengan sistem bagi hasil. Pembahasan mengenai buruh tani dan petani penggarap, lihat kumpulan tulisan yang disunting oleh Sediono M.P. Tjondronegoro & Gunawan Wiradi, Dua Abad Penguasaan Tanah: Pola Penguasaan Tanah Pertanian di Jawa dari masa ke masa, Jakarta: Gramedia, 1984. Lihat juga Sartono Kartodirdjo, “Keresahan Agraria dan Mobilisasi Petani di Jawa Dalam Tahun 1960-an” dalam Ratu Adil, Jakarta: Sinar Harapan, 1984, hal. 134-155. Sejak tahun 1850-an, sebanyak 60% rumah tangga pedesaan di Karesidenan Cirebon tidak mempunyai tanah.Oleh karena itu mayoritas penduduk Kabupaten Cirebon bekerja sebagai buruh tani dan Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
7
Cirebon, yaitu sebanyak
81.654 orang28 atau sekitar 6,1% dari keseluruhan jumlah
penduduk. Pemilik tanah tersebut biasanya adalah para pejabat desa yang memiliki tanah bengkok.29 Sejak diterapkan program intensifikasi di bidang pertanian di daerah Kabupaten Cirebon sekitar tahun 1970-an30 aktivitas tenaga kerja penduduk mulai bergeser dari bidang pertanian ke bidang nonpertanian.31 Program intensifikasi lebih menekankan pada peningkatan produksi pangan (padi) yang bertujuan mencapai swasembada beras. Usaha ini tampak dalam pengembangan dan penyebaran teknik pengolahan pertanian, penggunaan bibit unggul, pemupukan, pemberantasan hama dan perluasan sistem irigasi yang dikenal dengan panca usaha tani.32 Penerapan sistem modernisasi dan intensifikasi pertanian di daerah Kabupaten Cirebon ditinjau dari segi peningkatan produksi pangan (padi) dapat dikatakan cukup berhasil. Pada tahun 1986, produksi padi sebanyak 436.741 ton, produksi beras sebanyak 296.984 ton, rata-rata beras perkapita 198,5 kg, pada tahun 1990 produksi padi meningkat menjadi 619.917 ton, produksi beras 349.931 ton,33 rata rata beras perkapita 227,5 kg.
petani penggarap. Lihat, Jan Breman.Penguasaan Tanah dan Tenaga Kerja Jawa di Masa Kolonial. Jakarta: LP3ES, 1983, hal.39-71, lihat juga, Soegijanto Padmo. “Perkembangan Kesempatan Kerja Nonpertanian di Karesidenan Cirebon 1830-1980” dalam J. Thomas Lindblad. Sejarah Ekonomi Modern Indonesia: Berbagai Tantangan Baru, Jakarta: LP3ES, 1998, hal.170 28 Kabupaten Cirebon Dalam Angka, 1980. 29 Tanah bengkok atau tanah lungguh (apanage) merupakan tanah gaji atau tanah jabatan yang diberikan oleh pemerintah pusat bagi para pejabat desa. Luas tanah bengkok berdasarkan jumlah penduduk desa. Kepemilikan tanah ini berlaku sampai masa jabatan berakhir atau pejabat tersebut meninggal dunia. Tanah bengkok kepala desa dan pejabat desa dapat dilihat hampir di semua desa Kabupaten Cirebon. Lihat, Hiroyoshi Kano, “Sistem Pemilikan Tanah dan Masyarakat Desa di Jawa Pada Abad XIX” dalam Sediono M.P. Tjondronegoro, Op.Cit., hal. 57-68 30 Dalam Repelita I, prioritas pembangunan antara lain peningkatan produksi di bidang pertanian dengan program intensifikasi untuk daerah Jawa dan ekstensifikasi untuk luar Jawa. Lihat, Repelita I 1968/19691973/1974). Pada tahun 1970, pemerintah menerapkan secara nasional program intensifikasi pertanian, dengan memberikan kredit pada petani melalui Bimas, termasuk di daerah Kabupaten Cirebon, Wawancara dengan Bapak Iyan (Sekretaris desa Prajawinangun tahun 1979 - 1986), 29 Februari 2007. 31 Soegijanto Padmo, Op.Cit., hal.172, lihat juga, Hananto Sigit, “Transformasi Tenaga Kerja di Indonesia Selama Pelita” dalam Prisma No. 5 tahun XVIII, Jakarta: LP3ES, 1989, hal. 3-14. 32 Rencana Pembangunan Lima Tahun Keempat 1984/85-1988/89, Departemen Penerangan RI, 1984, hal.35 33 Kabupaten Cirebon Dalam Angka, 1990, hal.xi. Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
8
Target produksi beras tahun 1990 sebesar 313.664 ton rata-rata beras perkapita 205,8 kg,34 sehingga daerah Kabupaten Cirebon dinyatakan sebagai daerah surplus pangan oleh pemerintah.35 Dengan demikian, Kabupaten Cirebon merupakan salah satu daerah produsen beras yang terletak di jalur pantura (pantai utara pulau Jawa).36 Di balik keberhasilan itu, sebenarnya petani-petani kayalah yang menikmati keuntungan, sementara petani kecil dan buruh tani terdesak keluar dari bidang pertanian dan terpaksa mencari nafkah atau pekerjaan di bidang lain. Bagi tenaga kerja wanita biasanya menjadi pembantu rumah tangga di kota-kota besar, terutama kota Jakarta dan Bandung atau menjadi buruh industri. Sementara tenaga kerja laki-laki biasanya menjadi buruh bangunan, tukang becak di kota Jakarta, atau bertransmigrasi ke Sumatra, Kalimantan dan Irian Jaya.37 Ada beberapa hal yang menyebabkan para buruh tani laki-laki dan perempuan tergeser dari mata pencaharian utamanya, antara lain penyebabnya adalah efisiensi penggunaan tenaga kerja oleh pemilik sawah dan penggunaan mesin-mesin pengganti tenaga manusia dan binatang. Efisiensi yang dilakukan oleh pemilik sawah antara lain berupa penggunaan mesin traktor untuk membajak sawah menggantikan tenaga kerbau. Pembajakan sawah dengan menggunakan mesin traktor dapat menghemat tenaga kerja, karena tanah pertanian seluas 1 hektar cukup dikerjakan oleh lima orang, yang biasanya bila menggunakan tenaga kerbau dan manusia dilakukan oleh sekitar 150 orang.
34
Ibid. hal.122. Produksi padi tahun 1990 sebanyak 619.917 ton per hektar dengan rata-rata produksi 74,35 kuintal merupakan produksi yang terbanyak dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, yaitu rata-rata produksi 58,84 kuintal dan produksinya 458.460 ton. Lihat, Kabupaten CirebonDalam Angka, 1990, Op.Cit. hal.xi. 36 Monografi Kabupaten Cirebon Tahun 1990. 37 Berdasarkan catatan P.Boomgaard, beberapa daerah di Jawa yang penduduknya potensial bermigrasi yakni: Cirebon, Madiun, Kediri, Pasuruan, Semarang, Kedu, Rembang, Batavia, Pemalang, Banyumas. Lihat P.Boomgaard & A.J. Gooszen, Changing Economy in Indonesia, Vol.11 Population Trends 17951942. (Amsterdam: Royal Tropical Institute, 1991) hal. 51 35
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
9
Stabilitas politik dan keamanan yang semakin baik pada tahun 1980-an dibandingkan dengan tahun 1960-an, mendorong meningkatnya laju pertumbuhan penduduk. Berdasarkan data statistik dari BPS pada tahun 1980 menunjukkan adanya peningkatan penduduk di daerah Kabupaten Cirebon.
Pada tahun 1979 wilayah ini
penduduknya berjumlah 556.447 jiwa,38 kemudian pada tahun 1980 meningkat menjadi 1.336.794 jiwa.39 Peningkatan jumlah penduduk ini mengakibatkan meningkatnya jumlah tenaga kerja. Namun, bertambahnya jumlah tenaga kerja ini tidak dibarengi dengan perluasan kesempatan kerja, terutama di bidang pertanian. Kesempatan mereka bekerja pada bidang pertanian semakin terbatas, sebab program intensifikasi pertanian dengan menerapkan panca usaha tani lebih bersifat padat teknologi dan bukan padat karya. Dengan demikian, penerapan sistem intensifikasi pada bidang pertanian di daerah Kabupaten Cirebon justru mengurangi penyerapan tenaga kerja dan penghasilan penduduk yang mayoritas adalah buruh tani. Berdasarkan data statistik dari BPS tahun 1980, jumlah tenaga kerja produktif di Kabupaten Cirebon pada tahun 1980 berjumlah 740.132 orang, terdiri dari 352.835 tenaga kerja laki-laki dan 387.297 tenaga kerja wanita.40 Berdasarkan data tersebut jumlah tenaga kerja wanita di Kabupaten Cirebon lebih banyak dibandingkan laki-laki.
Ironisnya,
penerapan sistem intensifikasi dan modernisasi pertanian pada pelaksanaannya tidak banyak memberi kesempatan pada tenaga kerja wanita dalam bidang pertanian, sehingga banyak tenaga kerja produktif wanita yang beralih profesi menjadi pembantu rumah tangga, buruh industri, pedagang kecil, menjadi ibu rumah tangga biasa yang hanya mengandalkan penghasilan suami atau bahkan menjadi penganggur.
38
Statistik Kabupaten Cirebon Tahun 1979, hal. 30 Statistik Kabupaten Cirebon Tahun 1980, hal. 17 40 Kabupaten Cirebon Dalam Angka Tahun 1980, hal. 5 39
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
10
Tergesernya tenaga kerja wanita dari sektor pertanian terutama disebabkan oleh adanya perubahan cara menuai padi bibit baru saat panen. Penuaian padi jenis bibit baru saat panen, lebih cocok menggunakan teknik sabit dibandingkan menggunakan ani-ani. Beberapa alasannya antara lain; pertama, padi bibit baru bertangkai pendek, yang membuat lebih sukar untuk dituai dengan pisau kecil (ani-ani); Kedua, padi bibit baru lebih mudah rontok, sehingga lebih baik bila dipanen dengan menggunakan sabit sebelum dirontokkan. Perubahan ini mengakibatkan terjadinya pengurangan tenaga kerja wanita, karena pekerjaan ini lebih banyak dilakukan oleh laki-laki.41 Sebelumnya menuai padi dengan menggunakan ani-ani dikerjakan oleh tenaga kerja wanita, tetapi setelah diterapkannya teknik sabit ini, pekerjaan menuai padi digantikan oleh tenaga kerja laki-laki. Kalaupun ada tenaga kerja wanita yang ikut menuai padi dengan menggunakan sabit, maka mereka akan kalah cepat mengumpulkan padi dibandingkan dengan buruh tani laki-laki. Tenaga kerja wanita akan memperoleh penghasilan lebih kecil daripada tenaga kerja laki-laki. Dengan demikian penanaman bibit baru tersebut telah mengubah jenis pekerjaan, dari pekerjaan yang khusus ditangani wanita, sebagian besar pekerjaan memanen telah beralih ke tangan kaum laki-laki. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 149 tahun 1983 yang isinya mengatur tentang tata cara pelaksanaan pengerahan tenaga kerja Indonesia ke Arab Saudi, termasuk tenaga kerja rumah tangga,42 membuka kesempatan bagi wanita asal Kabupaten Cirebon untuk bekerja sebagai TKI untuk mendapatkan penghasilan guna meningkatkan kesejahteraan keluarga. Tidak semua wanita berani mengambil kesempatan bekerja di luar rumah, pergi ke negeri yang relatif jauh, apabila tidak didorong oleh motivasi kuat dari dalam dirinya. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian secara mendalam mengapa 41
42
Yujiro Hayami & Masao Kikuchi, Dilema Ekonomi Desa: Suatu Pendekatan Ekonomi Terhadap Perubahan Kelembagaan di Asia, Jakarta: Yayasan Obor, 1987, hal. 158 Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No.Kep.149/Men/1983, pasal 1 dalam lampiran 1
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
11
tenaga kerja wanita Kabupaten Cirebon bekerja ke Arab Saudi, faktor-faktor apakah yang mendorong mereka menjadi TKW di Arab Saudi, dan bagaimana dampaknya terhadap tenaga kerja wanita itu sendiri, keluarganya dan masyarakat sekitarnya. Beberapa alasan pentingnya dilakukan penelitian tentang tenaga kerja wanita asal Kabupaten Cirebon ke Arab Saudi tahun 1983 sampai dengan tahun 1990, yaitu; pertama, belum adanya kajian tentang tenaga kerja wanita di Kabupaten Cirebon yang bekerja di Arab Saudi ditinjau dari segi historis; Kedua, belum adanya penelitian yang khusus mengungkapkan secara lengkap tentang motivasi dan masalah tenaga kerja wanita Kabupaten Cirebon yang bekerja sebagai TKW di Arab Saudi tahun 1983-1990. 1.2 Perumusan Masalah Setelah melihat latar belakang penelitian ini, permasalahan yang akan diteliti adalah tenaga kerja wanita di Kabupaten Cirebon yang bekerja sebagai TKW di Arab Saudi antara tahun 1983 dan 1990. Adapun permasalahan ini dapat dirumuskan dalam beberapa pertanyaan penelitian, antara lain: 1. Mengapa tenaga kerja wanita Kabupaten Cirebon bekerja sebagai TKW ke Arab Saudi, dan faktor-faktor apa yang mendorong mereka menjadi TKW di Arab Saudi ? 2. Bagaimana proses pengiriman tenaga kerja wanita asal Kabupaten Cirebon menjadi TKW ke Arab Saudi ? 3. Apa masalah yang dihadapi TKW asal Kabupaten Cirebon yang bekerja di Arab Saudi dan bagaimana dampaknya terhadap TKW, keluarga dan masyarakat sekitarnya?
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
12
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini dapat ditinjau dari segi akademis dan sosial. Ditinjau dari segi akademis, penelitian ini bertujuan untuk memberi sumbangan kajian tentang TKW yang bekerja di Arab Saudi periode tahun 1983-1990. Sedangkan dari segi sosial, penelitian ini bertujuan menganalisa tenaga kerja wanita Kabupaten Cirebon bekerja menjadi TKW di Arab Saudi dan memaparkan permasalahan-permasalahan yang muncul dan dialami oleh TKW asal Kabupaten Cirebon, sehingga dapat dijadikan rujukan oleh pemerintah agar dapat lebih memperhatikan nasib TKW yang bekerja pada sektor informal di luar negeri khususnya di Arab Saudi. 1.4 Ruang Lingkup Permasalahan Mengingat banyaknya permasalahan yang ada hubungannya dengan tenaga kerja wanita, maka penelitian ini akan dibatasi dari dimensi spasial, temporal dan tema. Dari dimensi spasial, penelitian ini dibatasi pada daerah Kabupaten Cirebon. Kabupaten Cirebon merupakan salah satu daerah penghasil beras di kawasan pantura. Ironisnya, mayoritas penduduknya adalah miskin. Akibatnya, daerah Kabupaten Cirebon merupakan salah satu kantong pengirim tenaga kerja ke luar negeri terbanyak dari kawasan Jawa Barat. Tingkat pendidikan yang rendah dan terbatasnya keterampilan yang dimiliki tenaga kerja wanita Kabupaten Cirebon, menyebabkan mereka sulit memasuki lembaga-lembaga formal pemerintah maupun swasta. Adanya program pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan ekspor nonmigas, salah satunya adalah pengiriman TKI-TKW yang dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga ke Arab Saudi tanpa dipungut biaya dan menerima lulusan sekolah dasar,43 merupakan kesempatan bagi tenaga kerja wanita
43
“Otak Penipu Pengiriman Tenaga Kerja Ditangkap Setelah Akad Nikah di Cirebon” dalam Suara Merdeka, Rabu, 1 Februari 1984. Dalam surat kabar tersebut dinyatakan bahwa calon TKI tidak dipungut
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
13
Kabupaten Cirebon
untuk bekerja ke Arab Saudi. Selain itu, pergi ke Arab Saudi
merupakan dambaan masyarakat Kabupaten Cirebon yang mayoritas beragama Islam. Mereka berharap, bekerja di Arab Saudi akan mendapatkan uang, sekaligus dapat menunaikan ibadah haji. Dari dimensi temporal, penelitian ini dibatasi antara tahun 1983 dan tahun 1990. Penentuan tahun 1983 sebagai titik awal berdasarkan pada saat dikeluarkannya Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 149 tahun 1983 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengerahan Tenaga Kerja ke Arab Saudi. Berdasarkan pasal 1 keputusan tersebut, bahwa setiap Perusahaan/Instansi/Perorangan di Arab Saudi yang memerlukan tenaga kerja Indonesia termasuk tenaga kerja rumah tangga, harus mengajukan permohonan ke Kedutaan Besar Indonesia di Arab Saudi.
Sejak adanya keputusan tersebut, pengiriman tenaga kerja
Indonesia ke Arab Saudi dilakukan secara resmi melalui program pemerintah, yang disebut program AKAN (Antar Kerja Antar Negara). Sejak program ini dilaksanakan, maka jumlah TKI/TKW yang dikirim ke luar negeri terus meningkat. Pada Pelita II jumlah TKI mencapai 19.332 orang, pada Pelita III meningkat menjadi 94.921 orang, Kemudian meningkat drastis pada Pelita IV yaitu mencapai 291.182 orang. Jumlah TKI yang dikirim pada Pelita IV tersebut, 95% ke Arab Saudi, dan sekitar 83% dari TKI yang dikirim ke Arab Saudi itu terdiri dari TKI wanita yang dipekerjakan pada sektor informal.44 Tahun 1990 dijadikan batasan akhir penelitian ini karena pada tahun itu terjadi Perang Teluk. Banyak tenaga kerja Indonesia yang dipulangkan dari Timur Tengah termasuk dari Arab Saudi. TKI/TKW Indonesia yang dipulangkan dari Arab Saudi terhitung dari tanggal 9 hingga 24 Agustus 1990 sebanyak 3.645 orang, terdiri dari 358
bayaran apapun. Ini sesuai dengan pernyataan Sudomo selaku Menteri tenaga Kerja waktu itu bahwa calon TKI ke Arab Saudi tidak dipungut biaya sepeserpun, kalau ada berarti itu calo. Lihat juga Supardi R. Op.Cit., hal. 47 44 Laporan Kantor AKAN dalam Ida Bagoes Mantra, Mobilitas Pekerja Perempuan ke Arab Saudi: Masalah Kekerasan dan Perlindungan Hukum. Laporan Penelitian. Yogyakarta: Lembaga Penelitian UGM, 2001 Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
14
orang tenaga kerja laki-laki dan 3.287 orang tenaga kerja wanita.45 Kemudian dengan alasan keamanan, pemerintah Indonesia untuk sementara menghentikan pengiriman tenaga kerja ke Arab Saudi. Sejumlah 200 orang TKI yang akan dikirim ke Arab Saudi pada bulan Agustus 1990, terpaksa ditunda keberangkatannya.46 Dari sudut tema, penelitian ini dibatasi pada masalah tenaga kerja wanita Kabupaten Cirebon yang bekerja di Arab Saudi tahun 1983–1990. Tenaga kerja wanita ke Arab Saudi merupakan fenomena baru yang terjadi di Kabupaten Cirebon sejak tahun 1983. Pada tahun trsebut telah terjadi perubahan pola tenaga kerja wanita di Kabupaten Cirebon yang semula bekerja di sawah, kemudian berubah bekerja menjadi TKW ke Arab Saudi. Adapun tenaga kerja wanita Kabupaten Cirebon yang dimaksud dalam penelitian ini adalah wanita pekerja kelas bawah, yaitu mereka yang tidak mempunyai tanah garapan dan berprofesi sebagai buruh pertanian ataupun nonpertanian.47 Mereka itu berpendidikan rendah, yaitu mayoritas lulusan sekolah dasar (SD), atau hanya sampai sekolah lanjutan pertama (SMP/Tsanawiyah). Oleh karena itu umumnya merekalah yang bekerja menjadi TKW ke Arab Saudi. “TKW” dalam penelitian ini adalah wanita yang bekerja ke Arab Saudi dalam sektor informal, yaitu sebagai pembantu rumah tangga. 1.5 Kajian Pustaka Penelitian yang sudah ada mengenai tenaga kerja wanita (TKW) antara lain; tesis Nurwahyuni tentang Pengiriman Tenaga Kerja Wanita Indonesia ke Saudi Arabia: Suatu Pendekatan Teori Koorporatisme Negara (dari tahun 1990-2001).48 Dalam penelitiannya ini, ia membuktikan bahwa dalam pengiriman tenaga kerja wanita ke Arab Saudi terdapat
45
Suara Karya, 27 Agustus 1990 Ibid 47 Menurut G.R. Knight, sampai menjelang tahun 1920, angkatan kerja pedesaan di Jawa adalah penduduk yang tidak memiliki tanah. Lihat G.R. Knight dan Snijvolk. “Kuli-kuli Parit, Wanita Penyiang Pekerjapekerja Industri Gula Jawa Utara Awal Abad 20” dalam J. Thomas Lindblad, Op.Cit., hal. 100. 48 Nur Wahyuni. Pengiriman Tenaga Kerja Wanita Indonesia ke Saudi Arabia: Suatu Pendekatan Teori Koorporatisme Negara (dari tahun 1990-2001). Tesis. FISIP Universitas Indonesia, 2002 46
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
15
korporatisme negara yang sangat jelas, terdapat hubungan kekuasaan (power relation) antara negara, pembuat kebijakan, kebutuhan pasar, permintaan negara (negara pensuplai atau penerima), pemilik modal, birokrasi, agen, dan tenaga kerja yang tidak seimbang. Kemudian penelitian Ida Bagoes Mantra,49 tentang Mobilitas Pekerja Perempuan Indonesia ke Arab Saudi, Masalah Kekerasan dan Perlindungan Hukum, Studi Kasus di Kabupaten Cilacap. Selanjutnya adalah penelitian Sanggar Kanto,50 tentang Migrasi Internasional Tenaga Kerja Wanita (TKW) dan Pengaruhnya Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Rumah Tangga dan Masyarakat di Pedesaan. Tulisan ini merupakan studi kasus di daerah Malang Jawa Timur. Selain itu, disertasi Ida Bagus Wirawan,51 tentang Migrasi Sirkuler Tenaga Kerja Wanita (TKW) ke Luar Negeri, studi tentang proses pengambilan keputusan bermigrasi oleh wanita pedesaan di Jawa Timur. Dengan demikian, penelitian tentang tenaga kerja wanita Kabupaten Cirebon yang bekerja di Arab Saudi tahun 19831990 dapat menambah wawasan dan khasanah kajian tentang TKW khususnya yang dikirim ke Arab Saudi tahun 1980-an. 1.6 Kerangka Konseptual 1.6.1 Istilah Tenaga Kerja Wanita Istilah ”tenaga kerja” baru diperkenalkan secara resmi di Indonesia pada tahun 1966. Waktu itu dibentuk Kabinet Ampera dan Departemen Perburuhan diganti namanya menjadi Departemen Tenaga Kerja. Menurut Undang-undang No. 14 tahun 1969 Bab 1 ayat 1 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja disebutkan bahwa:
49
Ida Bagoes Mantra, et.al. Mobilitas Pekerja Perempuan Indonesia ke Arab Saudi. Masalah Kekerasan dan Perlindungan Hukum; Kasus di Kabupaten Cilacap. Laporan Penelitian. Yogyakarta: Lemlit UGM. 2001 50 Sanggar Kanto. Migrasi Internasional Tenaga Kerja Wanita (TKW) dan Pengaruhnya Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Rumah Tangga dan Masyarakat di Pedesaan; Studi Kualitatif Migran TKW di Desa Pagak Kabupaten Malang Jawa Timur. Laporan Penelitian. Malang: Universitas Brawijaya, 1998. 51 Ida Bagus Wirawan. Migrasi Sirkuler Tenaga Kerja Wanita (TKW) ke Luar Negeri : Studi Tentang Proses Pengambilan Keputusan Bermigrasi oleh Wanita Pedesaan di Jawa Timur. Disertasi. Surabaya: Universitas Airlangga, 2006.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
16
”Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa terutama untuk memenuhi kebutuhannya sendiri atau masyarakat.” Sedangkan pekerja adalah ”setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan lain.” Tenaga kerja adalah ”golongan/bagian penduduk yang berumur antara 10 sampai 56 tahun.” Tegasnya adalah semua orang/penduduk yang telah mencapai usia kerja (people of working age).52 Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa tenaga kerja wanita adalah wanita yang berumur 10 sampai 56 tahun dan mampu melakukan pekerjaan guna mendapatkan penghasilan, termasuk tenaga kerja wanita yang bekerja di Arab Saudi yang sering disebut TKW. Dengan demikian TKW dalam penelitian ini adalah wanita yang bekerja di Arab Saudi di dalam sektor informal (pembantu rumah tangga). Berdasarkan kualifikasinya tenaga kerja dibagi menjadi: unskilled labour (tak terlatih), semi-skilled labour (setengah terlatih) dan skilled (terlatih).53 Umumnya tenaga kerja wanita asal Kabupaten Cirebon yang bekerja di Arab Saudi tergolong mempunyai kualifikasi unskilled, karena keterbatasan ketrampilan yang dimiliki tenaga kerja wanita asal Kabupaten Cirebon, sehingga umumnya mereka hanya mampu masuk ke sektor informal, yaitu sebagai pembantu rumah tangga. Pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga di Arab Saudi terdiri dari beberapa jenis pekerjaan yang terdiri dari; house keeper (pembersih rumah), waiters (pelayan), house kitchen (tukang masak), nurse (mengurus orang lanjut usia), house maid (mencuci dan menyetrika), baby sitter (mengurus bayi dan anak) jenis pekerjaan ini biasanya dilakukan oleh tenaga kerja wanita, sedangkan driver (supir pribadi) dan tukang kebun biasanya dilakukan oleh tenaga kerja laki-laki.54
52
Arrie Benggolo M.T. Tenaga Kerja dan Pembangunan: Pembahasan Mengenai Masalah Penyediaan dan Penggunaan Tenaga Kerja di Indonesia. Jakarta: Yayasan Jasa Karya, 1973, hal.11-12 53 Supardi R. Op.Cit. 54 “Fokus kita: Pengertian TKW di Arab Saudi”, dalam Berita Buana, 29 Januari 1985 Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
17
Adapun motif yang mendorong seorang wanita bekerja menurut Suwarni Saljo yang dikutip oleh Endang I. Sedijoprapto55 adalah: pertama, karena keharusan ekonomi. Seorang wanita diharuskan bekerja mencari nafkah disebabkan oleh situasi kondisional yang tidak menguntungkan seperti, janda, kemiskinan, suami menganggur atau penghasilan suami yang tidak mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Kedua, adalah karena didorong keinginan untuk mengejar atau meniti karir. Di Indonesia sejak anak laki-laki dan wanita mulai diberi kesempatan menempuh pendidikan dan pengajaran yang sama, maka semakin terbuka kesempatan bagi wanita untuk menuntut pendidikan setinggi-tingginya. Peningkatan pendidikan ini mengubah persepsi wanita terhadap dirinya sendiri. Mereka sadar akan martabat dirinya sebagai manusia yang mampu berprestasi sendiri dan tidak harus bergantung terhadap orang lain. Pendidikan yang tinggi ini, mendorong hasrat wanita untuk bekerja meniti karir.56 Ketiga, adalah karena pembangunan memerlukan tenaga kerja dan wanita merupakan sumber daya manusia. Salah satu modal dasar pembangunan adalah sumber daya manusia. Wanita sebagai sumber daya manusia mempunyai potensi yang sama pentingnya dengan laki-laki dalam tugas-tugas pembangunan. Dalam GBHN tahun 1984, dikemukakan bahwa wanita mempunyai hak, kewajiban, dan kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk ikut serta dalam semua kegiatan pembangunan.57 Dari ketiga motif di atas, motif pertama, yaitu karena keharusan ekonomi merupakan motif pendorong utama tenaga kerja wanita asal Kabupaten Cirebon bekerja ke Arab Saudi. Menurut James C. Scott, bagi masyarakat petani pemenuhan kebutuhan dasar atau kebutuhan subsistensi keluarga, merupakan prioritas utama. Jika kebutuhan subsistensinya terancam, maka seringkali memaksa petani melakukan pilihan-pilihan yang 55
Endang I. Sedijoprapto. Tenaga Kerja Wanita Indonesia Suatu Tinjauan Literatur, Jakarta: PDIN LIPI kerjasama dengan Kantor Muda Urusan Peranan Wanita, 1982, hal.11 56 Ibid., hal. 12 57 Lihat, GBHN tahun 1984 dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun Keempat 1984/85-1988/89, hal. 259 Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
18
tragis, seperti menjual sebagian dari tanah, ternak, dengan harga yang murah (harga di bawah harga pasar) atau pergi meninggalkan desa.58 Dengan demikian menurut James C. Scott, bahwa secara etika moral petani memilih ’dahulukan selamat’ (safety first) demi melanjutkan kehidupannya.59 Sedangkan menurut Jan Breman, dorongan utama masyarakat Cirebon untuk melakukan migrasi disebabkan karena terjadi peminggiran atau marjinalisasi tenaga kerja secara besar-besaran dan berkelanjutan dari sektor pertanian yang diakibatkan oleh kesenjangan yang sangat nyata dalam distribusi tanah. Sementara cabang-cabang lain kegiatan ekonomi pedesaan tidak mampu mengkompensasikan naiknya tekanan terhadap sarana hidup pertanian. Dengan demikian peminggiran tenaga kerja dari sektor pertanian juga berarti peminggiran dari ekonomi pedesaan.60 Daerah Kabupaten Cirebon merupakan daerah agraris, karena mayoritas penduduknya bergantung pada bidang pertanian. Oleh karena itu, penduduknya sangat bergantung pada tanah. Permasalahannya adalah pada tahun 1980-an tanah pertanian di Kabupaten Cirebon semakin menyempit, tidak seimbang dengan jumlah penduduk, sehingga kesempatan penduduk bekerja pada bidang pertanian sangat terbatas. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi sementara luas tanah cenderung tetap, menyebabkan harga tanah semakin mahal, dan upah buruh tani semakin murah. Kondisi ini tidak menguntungkan terutama bagi petani penyewa dan buruh tani.61 Mereka semakin terdesak dari bidang pertanian, dan terpaksa harus mencari alternatif pekerjaan lain. Namun karena terbatasnya lapangan pekerjaan di pedesaan Kabupaten Cirebon, sehingga mereka tetap bekerja sebagai buruh tani walaupun menerima upah yang sangat rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Chayanov yang dikutip oleh James C. Scott 58
James C. Scott. Moral Ekonomi Petani: Pergolakan dan Subsistensi di Asia Tenggara, Jakarta: LP3ES, 1981, hal. 21 59 Ibid. hal. 23 60 Jan Breman & Gunawan Wiradi, Masa Cerah dan Masa Suram di Pedesaan Jawa, Jakarta: LP3ES, 2004, hal.360-361 61 Ibid. 367 Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
19
tentang perilaku ekonomi petani, bahwa akibat dari opportunity cost (tingkat kesempatan tenaga kerja yang rendah) dan marginal utility (guna batas yang tinggi dari penghasilan bagi orang-orang yang hidup dekat tingkat batas subsistensi), maka orang tersebut akan terus menggunakan tenaga kerjanya sampai hasil marjinalnya rendah sekali bahkan mungkin sampai nol.62 Sulitnya buruh tani mencari pekerjaan di daerah pedesaan Kabupaten Cirebon, sementara kebutuhan dasar harus dipenuhi agar dapat bertahan hidup, maka mereka tetap menggunakan tenaganya pada bidang pertanian walaupun dibayar dengan murah. Pada tahun 1983, hampir 74% dari semua
rumah tangga pedesaan di Jawa
tergolong pada strata petani tanpa tanah dan petani miskin.63 Rumah tangga semacam ini benar-benar hanya bisa bertahan dengan cara migrasi dan melakukan pekerjaan nonpertanian. Oleh karenanya, bekerja menjadi TKI/TKW ke Arab Saudi merupakan solusi bagi petani miskin guna meningkatkan kesejahteraan keluarganya yang dapat memutus rantai kemiskinan. Namun karena tujuan utama wanita pedesaan Kabupaten Cirebon menjadi TKW ke Arab Saudi untuk memenuhi kebutuhan subsistensinya, maka penghasilan mereka sebagian besar digunakan untuk konsumsi, selebihnya digunakan untuk biaya sekolah anak atau keluarganya dan untuk membangun rumah. Sehingga setelah penghasilannya habis, kehidupan mereka kembali lagi seperti semula, yaitu miskin dan serba kekurangan. Kondisi seperti ini merupakan salah satu ciri kehidupan masyarakat petani sebagaimana diungkapkan oleh James C. Scott; ”...di kalangan petani Jawa, untuk menjamin bagi diri mereka satu subsistensi pokok, satu orientasi yang tidak bisa tidak harus memusatkan segenap perhatian kepada kebutuhan hari ini saja tanpa memikirkan hari 62 63
, James C. Scott , Op.Cit., hal. 22 Ratna Saptari dan Brigitte Holzner, Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial: Sebuah Pengantar Studi Perempuan, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1997, hal. 294
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
20
esok, maka petani kadang-kadang terpaksa harus menggadaikan masa depannya sendiri.”64
1.6.2 Konsep Migrasi Menurut Everett S. Lee, migrasi dapat dikelompokkan dalam migrasi permanen dan nonpermanen. Migrasi permanen adalah gerak penduduk yang melintasi batas wilayah asal menuju ke wilayah lain dengan adanya niat menetap di daerah tujuan. Sedangkan migrasi non-permanen adalah perpindahan penduduk dengan tidak adanya niat menetap. Migrasi tenaga kerja wanita ke Arab Saudi dapat digolongkan dalam migrasi nonpermanen.65 Migrasi tenaga kerja wanita ke Arab Saudi tidak mungkin terjadi jika tidak ada faktor pendorong. Menurut David Mc Cleland, faktor pendorong merupakan motivasi yang menggerakkan seseorang baik sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, biasanya dikarenakan ada need for achievement, yaitu suatu keinginan atau dorongan untuk maju, berkembang lebih baik dari kondisi semula.66 Faktor-faktor inilah yang memotivasi seseorang untuk memiliki tekad yang bulat untuk mengadu nasib di negeri orang serta harus meninggalkan sanak saudara mereka. Faktor–faktor pendorong tersebut bisa berasal dari luar diri seseorang, misalnya berasal dari pengaruh lingkungan yang disebut faktor ekstern, atau bisa berasal dari dalam diri seseorang yang disebut faktor intern, seperti tampak dalam skema berikut:
64
James C. Scott, Op. Cit., hal. 21 Everett S. Lee, Suatu Teori Migrasi. Terjemahan Hans Daeng. Yogjakarta: Lembaga Kependudukan Universitas Gadjah Mada, 1987, hal. 5a. 66 David Mc Cleland. The Achieving Society. The Free Press, 1961. 65
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
21
Skema 1. Proses Pengambilan Keputusan Menjadi TKW Faktor-faktor yang mendorong atau memotivasi a. Faktor dalam b. Faktor luar
Pengambilan Keputusan menjadi TKW di Arab Saudi
Pengaruh Sosial Ekonomi terhadap TKW, keluarga dan masyarakat
Sumber: Olahan berdasarkan konsep David Mc Cleland (1961).
Tidak semua orang, khususnya wanita asal daerah Kabupaten Cirebon yang berani memutuskan pergi bekerja sebagai TKW di Arab Saudi meninggalkan sanak keluarganya untuk waktu yang cukup lama, yaitu minimal 2 tahun (sesuai dengan kontrak kerja), bila tidak ada motivasi yang kuat dari individu itu sendiri. Oleh karenanya, hanya orang-orang yang mempunyai karakteristik pribadi tertentu, misalnya mempunyai keterampilan mengurus rumah tangga dan dari wilayah yang tertentu, yang berani memutuskan menjadi tenaga kerja wanita ke luar negeri (Arab Saudi). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan seseorang untuk menjadi tenaga kerja wanita (TKW) ke luar negeri, seperti digambarkan dalam teori migrasi Everett S. Lee, terjadi pada orang-orang yang mengalami tekanan yang disebut push-pull factors, seperti kesempatan kerja yang terbatas, tingkat pendidikan yang rendah dan keterbatasan fisik daerah asal seperti tanah pertanian yang semakin berkurang. Di samping itu juga adanya daya tarik dari negeri tujuan,67 antara lain; upah yang tinggi, yaitu di atas Upah Minimum Regional (UMR) di Indonesia,68 Selain itu kesempatan menunaikan ibadah haji juga merupakan daya tarik bagi masyarakat Kabupaten Cirebon yang mayoritas beragama Islam.
67 68
Everett S. Lee, Op. Cit., hal. 6-7 Maruli Tobing dkk. Op.Cit., hal. 8
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
22
Negeri Arab Saudi mempunyai daya tarik tersendiri bagi masyarakat Kabupaten Cirebon, karena di negeri tersebut terdapat tempat-tempat suci, terutama Ka’bah dan makam Nabi Muhamad Sallallahu alaihi wassalam. Menurut keyakinan masyarakat Kabupaten Cirebon bahwa tempat tersebut merupakan tempat yang mustazab dikabulkannya doa oleh Allah Subhanahu wa ta’ala, dan juga tempat pembalasan amal perbuatan seseorang. Menurut Michael Adas,69 di kalangan orang Jawa, telah terbiasa melakukan kunjungan/berziarah ke tempat-tempat suci, makam-makam orang suci dan orang-orang terdahulu sebagai sumber kekuatan. Mereka percaya bahwa tempat-tempat tersebut adalah tempat keramat, sehingga tempat tersebut dijadikan tempat berdoa dan tempat upacara, sebagai contoh upacara Mauludan yang dilakukan tiap tahun di daerah Cirebon. Dengan demikian, wanita Kabupaten Cirebon menjadi TKW mempunyai dua harapan yaitu harapan ekonomi dan harapan eskatologis. Harapan Eskatologis adalah pandangan bahwa pengadilan akhirat menentukan yang beriman akan masuk ke surga dan yang berbuat jahat akan disiksa di neraka. Di akherat segala berbuatan manusia akan dibalas sesuai dengan amal perbuatannya.70 Salah satu ciri orang yang beriman pada Allah Subhanahu wa ta’ala, menurut ajaran Islam adalah melaksanakan kewajiban dan rukun Islam. Ibadah haji merupakan rukun Islam yang kelima. Dengan demikian, orang yang telah melaksanakan ibadah haji berharap menjadi haji yang mabrur, sehingga selamat di hari akhir zaman.
69
Michael Adas. Ratu Adil: Tokoh dan Gerakan Milenarian Menentang Kolonialisme Eropa, Jakarta: Rajawali Pers, 1988. hal. 213 70 Muhamad Iqbal dan Wilham Hunt, Ensiklopedia Ringkas Tentang Islam. Terj. Jakarta: PT Cipta Adi Pustaka, 1989, hal.190. Istilah eskhatologi dari kata Yunani “eskhaton” dan “logos”, pertama kali diperkenalkan dalam rangka dogmatik Kristen pada abad ke-19 yang mempunyai arti “ajaran tentang halhal terakhir” atau juga berarti akhir zaman atau masa depan yang pasti. Menurut pandangan Islam adalah kepercayaan tentang adanya akhir zaman, hari kiamat, dan alam akhirat. Pada hari akhir itu orang-orang yang beriman akan dimasukkan ke surga sedangkan orang yang jahat akan disiksa di neraka. dan pada hari akhir itulah pengadilan Allah akan dilaksanakan, segala berbuatan manusia akan dibalas sesuai dengan amal perbuatannya di dunia. Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
23
Menurut Ida Bagoes Mantra (2001: 17),71 faktor yang mempengaruhi seseorang pergi meninggalkan daerahnya, yaitu faktor lingkungan baik di daerah asal maupun daerah tujuan. Biasanya orang pergi meninggalkan daerahnya dikarenakan beberapa alasan, di antaranya pemenuhan kebutuhan hidup. Berdasarkan teori kebutuhan dan tekanan (need and stress) tiap individu pada dasarnya mempunyai kebutuhan (ekonomi, sosial, atau psikologi) yang harus dipenuhi. Apabila tidak terpenuhi maka terjadilah tekanan atau stress. Apabila stress yang dialami seseorang sudah di luar batas toleransinya maka orang tersebut akan berfikir untuk pindah atau mengadu nasib ke daerah dimana kebutuhannya dapat terpenuhi atau dengan kata lain ke daerah yang mempunyai nilai kefaedahan (place utility) yang lebih tinggi. 1.7 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah ilmiah dengan langkah-langkah heuristik, kritik, interpretasi dan penulisan. Heuristik adalah langkahlangkah untuk mencari dan menemukan sumber-sumber yang relevan dengan penelitian. Dalam langkah ini kegiatan yang dilakukan adalah mengumpulkan dokumen berupa Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja, paspor mantan TKW, surat-surat pribadi sewaktu bekerja di luar negeri dan foto-foto pribadi. Foto pribadi yang digunakan dalam penelitian ini adalah foto-foto mantan TKW sewaktu bekerja di Arab Saudi, sehingga dapat membuktikan kebenarannya menjadi TKW di Arab Saudi. Selain itu digunakan juga datadata kependudukan daerah Kabupaten Cirebon dan data Kabupaten Cirebon dalam angka dari tahun 1981 sampai dengan tahun 1990. Penelitian ini juga menggunakan sumber berupa tulisan/artikel sezaman dari majalah Prisma dan surat kabar seperti: Kompas, Suara Karya, Suara Pembaruan, Suara Merdeka dan lain-lain. Sedangkan kritik sumber adalah upaya untuk menguji keaslian dan 71
Ida Bagoes Mantra. Op.Cit., hal.18.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
24
kredibilitas sumber. Untuk itu dilakukan kritik ekstern yaitu menentukan keaslian sumber (otentisitas) Kumpulan Undang-undang yang diputuskan oleh instansi yang bersangkutan, seperti Undang-undang Ketenagakerjaan RI. Di samping itu juga dilakukan kritik intern, yaitu menentukan sifat dan substansi isi sumber (kredibilitas), seperti dokumen pribadi mantan TKW antara lain paspor dan foto-foto sewaktu bekerja di Arab. Cara yang lain adalah membandingkan antara sumber satu dengan sumber lain, misalnya sumber lisan dari mantan TKW tentang upah yang diterima sebagai pembantu rumah tangga di Arab Saudi, yaitu sebesar 600 real. Data tersebut selanjutnya dibandingkan dengan sumbersumber tertulis; seperti Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No.149 tahun 1983 yang isinya antara lain mengatur upah tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Arab Saudi pada sektor informal. Tahap selanjutnya adalah interpretasi data, yaitu melakukan analisis terhadap faktafakta yang telah diperoleh dengan menggunakan bantuan dari ilmu lainnya, baik berupa konsep maupun teori. Hal ini dilakukan untuk mengungkapkan dan memaparkan peristiwa-peristiwa yang ada dalam masyarakat agar diperoleh suatu tulisan sejarah yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan keilmiahannya. Tahap terakhir adalah mendeskripsikan dalam tulisan. Tahapan ini disebut tahapan historiografi. 1.8 Sumber Data Penelitian ini menggunakan sumber-sumber primer yang berupa arsip pribadi mantan TKW asal Kabupaten Cirebon, antara lain paspor dokumen kontrak, surat-surat pribadi TKW untuk keluarganya sewaktu bekerja di luar negeri, dan foto-foto mantan TKW sewaktu bekerja di luar negeri. Sumber primer lainnya berupa Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. 149/Men/1983 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengerahan Tenaga Kerja Indonesia ke Arab Saudi, Keputusan Menteri Tenaga Kerja No: Kep-28/Men/1985 tentang Penetapan Pola Perjanjian Kerja Antar Negara, Data Ketenagakerjaan Tahun 1980Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
25
1990 dari data ketenagakerjaan Depnaker No.III Tahun 1992, laporan pemerintah berupa penerimaan devisa dari tahun 1983 sampai tahun 1992, jumlah TKW yang bekerja di Arab Saudi. Untuk melengkapi sumber-sumber tertulis yang sudah didapat, maka digunakan sumber lisan. Sumber lisan ini didapat dari para mantan TKW, mantan calo/agen rekrutmen tenaga kerja asal Kabupaten Cirebon, keluarga mantan TKW (suami, anak, atau orang tuanya dll.), pejabat desa dan tokoh masyarakat. Sumber lisan ini digunakan sebagai upaya untuk melengkapi data-data yang belum terungkap dari sumber tertulis seperti data mengenai pengalaman sewaktu bekerja di Arab Saudi.72 Sumber-sumber lainnya berupa data statistik Kabupaten Cirebon dari tahun 1980 sampai dengan tahun 1990. Artikel-artikel sezaman banyak diambil dari majalah Prisma antara tahun 1979 sampai dengan tahun 1985, Rekaman Peristiwa (Tahun ‘84, ‘85, dan ’86) yang diterbitkan oleh Sinar Harapan. Surat kabar sezaman antara lain; dari Kantor Berita Antara, Kompas 4 Januari 1981, 27 September 1984, 6 Februari tahun 1990, 28 Februari 1990, 1 Maret 1990, dan 4 Maret 1990. Suara Merdeka 4 Februari 1984, Suara Karya, 5 Februari 1988, 16 Februari 1988, 27 Agustus 1990 dan surat kabar Jayakarta tanggal 9 Desember 1988. Untuk menambah wawasan dalam rangka menganalisa faktafakta yang akan dituangkan dalam narasi digunakan sumber berupa buku-buku yang berhubungan dengan tema penelitian ini. 1.9 Sistematika Penulisan Untuk menjawab permasalahan yang dikemukakan di atas, maka akan dibahas dalam bab-bab berikut ini: Bab I merupakan pendahuluan yang membahas latar belakang masalah, perumusan masalah, ruang lingkup permasalahan, tujuan penelitian, kajian pustaka, kerangka konseptual, metode penelitian ,sumber data, dan sistematika penulisan. 72
Kuntowijoyo. Metodologi Sejarah, edisi kedua. Yogya: Tiara Wacana, 2003.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
26
Bab II membahas kehidupan sosial masyarakat Kabupaten Cirebon tahun 19831990. Dalam pembahasan ini diuraikan tentang geografi dan demografi, kehidupan sosial ekonomi, kehidupan sosial budaya: agama, pendidikan dan perilaku sosial. Bab III membahas pengiriman tenaga kerja wanita ke Arab Saudi tahun 1983-1990. Uraiannya meliputi kebijakan pemerintah mengenai pengiriman tenaga kerja ke luar negeri, termasuk ke Arab Saudi, permintaan tenaga kerja dari Negara pengguna jasa, individu calon TKW, peranan PPTKI, peranan pemerintah daerah, dan proses pemberangkatan. Bab IV membahas kehidupan TKW di Arab Saudi dan masalah yang dihadapi tahun 1983-1990, meliputi uraian tentang penempatan dan jenis-jenis pekerjaan, hubungan kerja majikan dan buruh serta masalah yang dihadapi TKW di Arab Saudi. Bab V membahas masalah yang dihadapi mantan tenaga kerja wanita setibanya di kampung halaman. Dalam bab ini diuraikan masalah yang dihadapi TKW mulai dari proses kepulangannya sampai setibanya di kampung halaman, dan dampaknya terhadap individu TKW, keluarga, dan masyarakat. Bab VI merupakan kesimpulan yang menjadi bab terakhir dan inti dari penelitian ini. Pada bab ini juga dikemukakan hal-hal yang masih dapat dikembangkan dalam penelitian selanjutnya.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
27
BAB II KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT KABUPATEN CIREBON TAHUN 1980-1990
2.1 Geografi dan Demografi Wilayah Kabupaten Cirebon Tahun 1980-1990 Wilayah Kabupaten Cirebon merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur, dan merupakan perbatasan antara Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Kabupaten Cirebon pada tahun 1980-an sekitar 986 Km². Berdasarkan pasal 18 Undang-undang RI No.5 tahun 1974 tentang Pembagian Wilayah Administratif Pemerintahan Daerah, wilayah administratif Kabupaten Cirebon tahun 1980-1990 terbagi menjadi 21 Kecamatan; yaitu; Arjawinangun, Beber, Lemah Abang, Karang Sembung, Waled, Ciledug, Losari, Babakan, Astanajapura, Cirebon Selatan, Sumber, Palimanan, Plumbon, Weru, Cirebon Barat, Cirebon Utara, Klangenan, Ciwaringin, Susukan, Gegesik, dan Kapetakan. Batas-batas administratif Kabupaten Cirebon adalah sebagai berikut; sebelah utara, berbatasan dengan Kabupaten Indramayu, dan laut Jawa,
sebelah timur, berbatasan
dengan Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah, sebelah selatan, berbatasan dengan Kabupaten Kuningan, dan sebelah barat, berbatasan dengan Kabupaten Majalengka. Daerah Kabupaten Cirebon dilalui oleh 18 aliran sungai yang berhulu di pantai utara (pantura) Jawa. Sungai yang tergolong besar antara lain; sungai Cisanggarung, Ciwaringin, Cimanis, Cipager, Pekik dan Kalijaga. Pada umumnya sungai besar tersebut digunakan untuk pengairan persawahan, di samping untuk mandi, cuci, dan kakus umum (MCK). Secara geografis Kabupaten Cirebon terletak pada 108°40'-108°48' BT dan 6°30'7° LS. Iklim dan curah hujan di Kabupaten Cirebon dipengaruhi oleh alam pantai terutama Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
28
di bagian utara, timur dan barat sedangkan bagian selatan merupakan kawasan perbukitan di mana terdapat curah hujan paling tinggi, sekitar 1.000-3.000 mm, khususnya di kaki gunung Ciremai. Secara topografi ketinggian tanahnya berkisar antara 0-130 m di atas permukaan laut (dpl).
Wilayah kecamatan yang terletak di sepanjang jalur pantura
termasuk pada dataran rendah memiliki letak ketinggian antara 0 – 10 m dari permukaan air laut, sedangkan wilayah kecamatan yang terletak di bagian selatan memiliki letak ketinggian antara 11 – 130 m dari permukaan laut. Dengan demikian daerah Kabupaten Cirebon dapat dibedakan menjadi dua bagian, pertama daerah dataran rendah umumnya terletak di bagian utara, timur dan barat Kabupaten Cirebon yaitu Kecamatan Gegesik, Kapetakan, Susukan, Arjawinangun, Klangenan, Cirebon Utara, Cirebon Barat, Cirebon Selatan, Weru, Lemahabang, Karangsembung, Waled, Babakan, Ciledug dan Kecamatan Losari. Kedua, daerah perbukitan (dataran tinggi), yaitu, Palimanan, Astanajapura, Plumbon, Sumber, Beber dan Ciwaringin.73 Ketinggian tanah ini mempengaruhi bentuk dan sistem pengolahan tanah masyarakat setempat. Di dataran rendah terutama di bagian utara dan timur Kabupaten Cirebon, sangat cocok untuk sistem persawahan, sedangkan tanah di dataran tinggi, yaitu di daerah bagian selatan Kabupaten Cirebon, cocok untuk sistem ladang dan sawah tadah hujan. Sejak zaman VOC, di daerah dataran tinggi Kabupaten Cirebon sudah ditanam tanaman kopi, dan masih diberlakukan sampai masa pemerintah Hindia Belanda,74 oleh karenanya daerah ini merupakan daerah penghasil kopi, selain penghasil kapas, nila dan tembakau. Sedangkan daerah dataran rendah merupakan daerah penghasil beras, gula dan berbagai jenis palawija. Sejak abad ke 19 daerah dataran rendah ini sudah digarap secara
73 74
Lihat, Peta Wilayah Kabupaten Cirebon dalam Lampiran 1. Fernando dan William J.O’Malley, “Petani dan Pembudidayaan Kopi di Karesidenan Cirebon 18001900” dalam Anne Booth, Sejarah Ekonomi Indonesia, Jakarta: LP3ES, 1988, hal. 236-258.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
29
teratur oleh masyarakat setempat sebagai lahan pertanian dengan sistem sawah.75 Daerah ini sudah menghasilkan beras lebih dari cukup untuk penduduknya, bahkan pada tahun 1820-an produksi padi Kabupaten Cirebon dikirim ke daerah lain di Jawa dan juga ke pulau-pulau di luar Jawa.76 Kabupaten Cirebon adalah salah satu di antara Kabupaten-Kabupaten di Jawa Barat yang berpenduduk cukup besar. Penduduk Kabupaten Cirebon berdasarkan hasil registrasi penduduk tahun 1979 berjumlah 556.447 jiwa, pada tahun 1980 meningkat menjadi 1.336.794 jiwa. Pada tahun 1986 tercatat sebanyak 1.496.304 jiwa kemudian meningkat menjadi 1.607.702 jiwa pada tahun 1990.77
Dengan demikian laju pertumbuhan
penduduknya antara tahun 1985 dan 1990 mencapai 1,45% pertahun. Adapun komposisi penduduk Kabupaten Cirebon menurut jenis kelamin tahun 1980-an menunjukkan bahwa jumlah penduduk wanita lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk laki-laki. Pada tahun 1986 jumlah penduduk wanita mencapai 51,3% dari seluruh jumlah penduduk Kabupaten Cirebon. Persentase jumlah penduduk wanita menunjukkan angka yang stabil sampai dengan tahun 1988, pada tahun 1989 persentase jumlah penduduk wanita sedikit menurun menjadi 51,2%. Pada tahun 1990 jumlah penduduk wanita sebanyak 50,80% dari total jumlah penduduk Kabupaten Cirebon. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
75
76 77
R.E. Elson. “Kemiskinan dan Kemakmuran Kaum Petani Pada Masa Tanam Paksa di Pulau Jawa” dalam Anne Booth, Ibid., hal. 58. Pola pengembangan tanah basah (sawah) di Kabupaten Cirebon tidak hanya ditentukan perbedaan topografis, tetapi juga oleh perpindahan para pemukim dari Jawa Tengah. Lihat, Kosoh S., dkk. Sejarah Daerah Jawa Barat, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan, Proyek IDSN, 1994, hal.100-102 Soegijanto Padmo, Op.Cit., hal. 162 Kabupaten Cirebon Dalam Angka Tahun 1990 , hal. 16
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
30
Tabel 1. Jumlah Penduduk Kab. Cirebon Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 1986-1990 No.
Tahun
Laki-laki
wanita
Jumlah
Persentase
1
1986
728.026
768.278
1.496.304
51,3%
2
1987
735.195
775.272
1.510.467
51,3%
3
1988
742.615
781.652
1.524.267
51,3%
4
1989
752.461
788.597
1.541.058
51,2%
5
1990
791.028
816.674
1.607.702
51,80%
Sumber: Olahan Dari Data Registrasi Penduduk Kecamatan Kabupaten Cirebon78
Berdasarkan tabel di atas, jumlah penduduk wanita di Kabupaten Cirebon lebih dari setengah (50%) dari jumlah penduduk laki-laki. Angkatan kerja pada tahun 1986 berjumlah 789.546 orang, terdiri dari 552.719 wanita, dan 509.632 laki-laki,79 dengan demikian angkatan kerja wanita lebih banyak dibandingkan tenaga kerja laki-laki. Namun, pada tahun tersebut lapangan pekerjaan di bidang pertanian semakin terbatas. Selain itu, penyebaran penduduk Kabupaten Cirebon tidak merata. Jumlah penduduk terbesar pada tahun 1989 ada di Kecamatan Astanajapura yaitu sebanyak 131.315 jiwa dan terkecil di Kecamatan Cirebon Selatan, yaitu 39.274 jiwa.80 Kepadatan penduduk di masing-masing kecamatan menunjukkan kenyataan itu. Hal ini disebabkan oleh kondisi dan potensi masing-masing wilayah kecamatan yang berbeda. Makin padatnya penduduk cenderung bergerak ke pusat kota kecamatan dan daerah perkotaan. Di daerah perkotaan biasanya terdapat kegiatan ekonomi di berbagai bidang usaha, seperti perdagangan, industri, pengangkutan, pertambangan, pemerintahan, jasa-jasa dan lain-lain, yang bisa memberikan lapangan pekerjaan selain bidang pertanian. Berdasarkan data BPS,
78
Kabupaten Cirebon Dalam Angka Tahun 1990, hal.13 Kabupaten Cirebon Dalam Angka Tahun 1986. Angkatan kerja adalah penduduk usia 10 tahun sampai 65 tahun, lihat Neraca Kependudukan dan Lingkungan Hidup Daerah tahun 1990 Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon, hal.9 80 Kabupaten Cirebon dalam Angka tahun 1990, hal. 9 79
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
31
pada tahun 1980-an kota di Kabupaten Cirebon berjumlah 113 kota dan 424 desa. 81 Luas wilayah Kabupaten Cirebon sebagian besar merupakan daerah persawahan, yaitu sebanyak 64% dari seluruh luas wilayahnya, selebihnya 31% tanah kering yang biasanya dijadikan daerah pemukiman, 1% tanah hutan, dan 4 persen tanah negara.82 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa mayoritas penduduk Kabupaten Cirebon tinggal di pedesaan dan penghasilan utama berasal dari bidang pertanian. 2.2 Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Kabupaten Cirebon Masyarakat Kabupaten Cirebon yang mayoritas tinggal di pedesaan, memiliki mata pencaharian utama sebagai petani, baik sebagai petani pemilik tanah, atau petani yang tidak memiliki tanah, yaitu sebagai petani penggarap, petani penyewa dan buruh tani. Pada tahun 1980 jumlah petani pemilik tanah di Kabupaten Cirebon sebanyak 81.654 orang, petani penggarap berjumlah 74.741 orang, petani penyewa 29.519 orang, buruh tani sebanyak 277.519 orang, pengusaha 5.480 orang, nelayan sebanyak 13.432 orang, dan pedagang 54.901 orang. Dengan demikian mayoritas penduduk pedesaan Kabupaten Cirebon bekerja sebagai buruh tani, sebagaimana ditunjukkan pada tabel berikut ini: Tabel 2. Jumlah Penduduk Kabupaten Cirebon Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 1980.83 Petani Pemilik
Penggarap
Penyewa
81.654
74.741 29.519
Buruh Tani
Peng Petani Usah garam a
Pedagang
Nelaya PNS n
277.51 9
5.48 0
54.901
13.432
2.954
9.92 9
ABR Buruh I industr i 1.68 2
15.796
Sumber: Statistik Kabupaten Cirebon tahun 1980.
81
Kabupaten Cirebon Dalam Angka Tahun 1984, hal.6 Kabupaten Cirebon dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jilid 4. Jakarta: PT Cipta Adi Pustaka, 1989, hal. 150 83 Statistik Kabupaten Cirebon Tahun 1980. hal. 32 82
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
32
Berdasarkan tabel tersebut, dapat dikatakan bahwa penghasilan utama penduduk Kabupaten Cirebon berasal dari bidang pertanian. Oleh karena itu, masyarakat Kabupaten Cirebon dapat digolongkan sebagai masyarakat agraris. Ditinjau dari segi struktur masyarakat agraris,84 maka masyarakat di pedesaan Kabupaten Cirebon yang tergolong sebagai petani pemilik tanah hanya berjumlah 6,1% dari seluruh jumlah penduduk, jumlah petani pengarap sebanyak 5,6 %, petani penyewa berjumlah 2,2% dan
jumlah buruh tani 20%. Dengan demikian mayoritas penduduk
Kabupaten Cirebon adalah petani yang tergolong pada strata petani yang tidak memiliki tanah dan petani miskin.85 Program intensifikasi pertanian yang dilakukan pemerintah pada Pelita I,86 tidak memberikan dampak positif bagi petani yang tidak memiliki tanah. Buruh tani, baik lakilaki maupun perempuan semakin tergeser dari bidang pertanian, sebagai akibat dari lahan pertanian yang semakin sempit, dan penerapan teknologi di bidang pertanian. Salah satu sebab menyempitnya lahan pertanian adalah meningkatnya jumlah penduduk, yang mengakibatkan lahan pertanian digunakan untuk pemukiman. Juga budaya warisan yang mengakibatkan adanya pembagian lahan pertanian pada ahli waris pemilik tanah. Budaya warisan ini mengakibatkan munculnya petani gurem, yaitu petani yang memiliki lahan pertanian kurang dari 0,2 ha (hektar). Pada tahun 1983 jumlah petani yang memiliki tanah kurang dari 0,2 ha berjumlah 2.105.610 orang, pemilik tanah seluas 0,25 sampai 1,99 berjumlah 690.840 orang, petani pemilik tanah 2,00 sampai 2,99 berjumlah 96.378 orang, 84
85
86
Menurut Sartono Kartodirdjo, struktur masyarakat agraris terdiri dari petani pemilik tanah, petani penggarap, petani penyewa dan buruh tani. Lihat Sartono Kartodirdjo, Ratu Adil, Jakarta: Sinar Harapan, 1984, hal. 135-142 Hirarki status yang konvensional di kalangan orang miskin di pedesaan Jawa biasanya adalah petani pemilik tanah kecil, yaitu memiliki tanah kurang dari 0,2 ha, petani penggarap, petani penyewa dan buruh tani. Lapisan sosial di pedesaan Jawa yang paling besar adalah petani tak bertanah. Lihat, James C. Scott, Op.Cit., hal. 54 Dari Pelita I (tahun 1969/1970- 1973/1974), Pelita II (1974/1975- 1978/1979), Pelita III (1979/19801983/1984), Pelita IV (1984/1985-1988/1989), sasaran pembangunan pada bidang ekonomi dengan titik berat pada sektor pertanian, Lihat Rencana Pembangunan Lima Tahun, dari Repelita I s.d IV terbitan Departemen Penerangan RI.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
33
dan petani pemilik tanah yang luasnya lebih dari 3 ha berjumlah 58.786 orang. Jumlah lahan pertanian yang dimiliki petani mempengaruhi pendapatan mereka. Petani yang memiliki tanah seluas 1 ha menghasilkan produksi sebanyak 4–5 ton sekali tanam. Bagi petani yang memiliki tanah kurang dari 1 ha produksinya lebih rendah sehingga penghasilannya pun menjadi rendah. Sebagai contoh petani yang memiliki tanah seluas 0,02 ha hasilnya sekitar 3- 4 kuintal.87 Sementara penerapan program pemerintah yang berupa modernisasi dan intensifikasi pertanian membawa perubahan dalam berbagai segi kehidupan masyarakat di Kabupaten Cirebon. Perubahan yang mencolok adalah terjadinya polarisasi tenaga kerja di Kabupaten Cirebon terutama disebabkan oleh penanaman padi bibit baru, yaitu jenis IR.36, IR.38, Cisadane, dan Ciliwung.
Penanaman padi bibit baru tersebut telah
menggeser tenaga kerja wanita dari bidang pertanian, dan digantikan oleh tenaga kerja laki-laki. Tergesernya tenaga kerja wanita tersebut terutama disebabkan oleh adanya perubahan cara menuai padi bibit baru saat panen. Bagi mereka, memanen padi bibit baru lebih cocok menggunakan teknis sabit dibandingkan dengan menggunakan ani-ani (pisau kecil). Beberapa alasan penggunaan sabit antara lain; pertama, padi bibit baru bertangkai pendek, yang membuatnya lebih sukar untuk dituai dengan ani-ani. Kedua, padi bibit baru lebih mudah rontok, sehingga lebih baik kalau dipanen dengan menggunakan sabit sebelum dirontokan. Perubahan ini mengakibatkan terjadinya pengurangan tenaga kerja wanita, karena pekerjaan ini lebih banyak dilakukan oleh laki-laki.88 Sebagai contoh di desa Binangun Kabupaten Cirebon, pada waktu musim panen, jenis padi lokal di sawah seluas satu hektar bisa menyerap tenaga kerja lebih dari 500 orang. Mereka sebagian besar adalah wanita. Alat pemanen yang digunakan berupa ani-ani. Namun, setelah penanaman 87 88
Wawancara dengan Yati (petani penyewa desa Karanganyar) Yujiro Hayami & Masao Kikuchi. Dilema Ekonomi Desa: Suatu Pendekatan Ekonomi Terhadap Perubahan Kelembagaan di Asia, Jakarta: Yayasan Obor, 1987, hal. 158
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
34
padi bibit baru, untuk memanen sawah seluas satu hektar hanya dikerjakan oleh 5 orang tenaga kerja laki-laki dan satu orang tenaga kerja wanita.89 Program modernisasi dan intensifikasi pertanian bertujuan untuk meningkatkan produktivitas tanah dengan cara pengembangan dan penggunaan teknologi, peyebaran bibit padi unggul, penggunaan pupuk, perluasan sistem irigasi dan pemberantasan hama atau yang dikenal dengan istilah panca usaha tani. Untuk menunjang program tersebut pemerintah memberikan kredit Bimas bagi para petani yang mau menanam bibit padi yang baru, yaitu tipe padi IR 64, jenis Cisadane dan Ciliwung.90 Tujuan pemberian kredit Bimas adalah menyediakan uang tunai bagi petani kecil agar bisa membeli pupuk untuk pemeliharaan padi jenis baru tersebut. Pemberian kredit Bimas, ternyata pada pelaksanaannya hanya bisa dimanfaatkan oleh petani kaya, sedangkan petani miskin tidak mendapat kesempatan untuk bisa memanfaatkan kredit Bimas tersebut. Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh Mubyarto sebagai berikut: ”Pemerintah Orde Baru pada waktu itu yang mewarisi perekonomian dengan inflasi tinggi dan sangat sedikit cadangan devisanya, merasa tidak mampu menyediakan seluruh kredit yang diperlukannya. Itulah sebabnya dari 1.000.000 ha areal yang harus dan dapat diintensifikasikan, hanya 500.000 ha yang dapat di-Bimas-kan. Selebihnya dimasukan dalam Inmas (Intensifikasi Massal) artinya intensifikasi padi dengan fasilitas penyuluhan yang sama tetapi tanpa kredit. Daerah Inmas sejak semula dimaksudkan mencakup daerah persawahan yang memenuhi semua persyaratanpersyaratan teknis Bimas (antara lain sawah beririgasi teknis atau setengah teknis), tetapi petaninya dianggap sudah cukup maju, sehingga walaupun tanpa kredit pemerintah pun, mereka diharapkan melaksanakan penerapan Panca Usaha lengkap. Di sinilah untuk pertama kalinya salah satu sumber perbedaan pendapat dalam penilaian program-program Bimas. (...) Pemisahan antara pengertian Bimas dan Inmas sejak semula terasa agak kurang kuat dasar-dasarnya. Bagaimana pemerintah dapat menolak memberikan kredit kepada petani kaya yang berdasarkan penilaian objektif dari segi perbankan, justru menunjukkan resiko kredit yang paling kecil. 89
90
William L. Collier dkk., Pendekatan Baru Dalam Pembangunan Pedesaan di Jawa: Kajian Pedesaan Selama Dua Puluh Lima Tahun, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1996, hal.60 Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon, Buku Ringkasan Neraca Kependudukan dan Lingkungan Hidup Daerah, Tahun 1990, hal. 14
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
35
(...) Dalam kenyataannya, tidak dapat tidak yang berlaku dan dilaksanakan adalah justru sebaliknya. Petani-petani Inmas itulah yang terdaftar sebagai peminjam-peminjam pertama kredit Bimas.” 91 Persyaratan pemberian kredit Bimas antara lain bahwa kredit Bimas diberikan pada petani yang menanam bibit baru minimal seluas 2 hektar, sehingga hanya petani kayalah yang dapat memanfaatkan fasilitas kredit Bimas tersebut. Sementara petani miskin yang memiliki tanah kurang dari 2 hektar, atau petani penyewa, penggarap bahkan buruh tani yang tidak memiliki tanah, sangat sulit untuk bisa memperoleh kredit, karena mereka tidak dapat memenuhi persyaratan tersebut dan dianggap petani yang mempunyai risiko tinggi menurut perbankan. Petani yang memiliki tanah lebih dari 2 hektar dapat memanfaatkan fasilitas kredit ini
untuk dapat
mengembangkan usaha pertaniannya dengan cara modernisasi dan
intensifikasi pertanian. Modernisasi pertanian yang dilakukan petani pemilik tanah antara lain dengan cara menggunakan teknologi pertanian yang berupa penggunaan mesin traktor, mesin perontok padi dan huller (mesin penggiling padi). Penerapan modernisasi dan intensifikasi pertanian di Kabupaten Cirebon, ditinjau dari segi peningkatan produktivitas dapat dikatakan berhasil. Produksi padi terus meningkat dan mencapai puncaknya pada tahun 1990, yaitu mencapai 538.356 ton padi, melebihi yang ditargetkan yaitu sebanyak 430.451 ton padi.92 Jumlah produksi padi hasil intensifikasi dari tahun 1986 sampai dengan tahun 1990 tampak adanya kecenderungan 91
92
Bimas (Bimbingan Massal), pengertian resminya adalah suatu sistem penyuluhan yaitu pembimbingan petani ke arah usaha tani yang lebih baik dan maju, sehingga ia mampu meningkatkan usaha taninya. Istilah ini dipakai secara resmi pada tahun 1967/1968, yaitu pada saat pemerintah ingin melaksanakan intensifikasi padi pada sawah seluas 1.000.000 ha dengan menerapkan sistem panca usaha tani. Salah satu dari lima usaha meningkatkan produksi padi adalah dengan penggunaan bibit unggul. Sehingga bibit unggul menjadi simbol pengenalan sistem Bimas. Sebenarnya kredit bimas ini diberikan pada petani kecil, bertujuan membantu menyediakan uang tunai bagi petani kecil agar bisa membeli pupuk buatan untuk mengefektifkan penggunaan bibit unggul, tetapi dalam pelaksanaannya justru petani kayalah yang memanfaatkannya. Lihat Mubyarto. Politik Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Jakarta: Sinar Harapan, 1994, hal.132-135. Lihat juga, Pudjiwati Sajogyo. Teknologi Pertanian dan Peluang Kerja Wanita di Pedesaan (Suatu Kasus Padi Sawah) dalam Mubyarto ed. Peluang Kerja dan Berusaha di Pedesaan, Yogyakarta: UGM, 1985, Hal.84-85. Kabupaten Cirebon Dalam Angka Tahun 1990, BPS Kabupaten Cirebon, hal. 91
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
36
meningkat. Jumlah produksi hasil modernisasi dan intensifikasi tersebut, lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 3. Rata-rata Produksi Padi/Beras Perkapita Tahun 1986-1990 RATA-RATA PRODUKSI Produksi Padi (dalam ton) Produksi Beras (dalam ton) Rata-rata Gabah Perkapita (dalam kg) Rata-rata Beras Perkapita (dalam kg)
1986
1987
TAHUN 1988
430.451
436.741
461.270
528.670
538.356
285.907
296.984
313.664
343.830
349.931
278,3
291,9
302,6
340
334,9
189,3
198,5
205,8
224,3
227,5
1989
1990
Sumber: Data Statistik Kabupaten Cirebon Dalam Angka 1990
Untuk memperjelas terjadinya peningkatan produksi beras antara tahun 1986 sampai dengan tahun 1990 dapat ditunjukkan pada grafik berikut ini:
Grafik 1. Produksi Padi dan Beras Antara tahun 1986 s.d tahun 1990 (dalam ton) 600000 500000 400000 300000 200000 100000 0 Produksi Padi
1
2
3
4
5
430451 436741 461270 528670 538356
Produksi Beras 285907 296984 313664 343830 349931
Sumber: Olahan dari Tabel. 3 diatas
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
37
Dengan demikian, jumlah produksi beras dari tahun 1986 menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Oleh karenanya adalah wajar pemerintah memberikan penghargaan pada desa di Kabupaten Cirebon, khususnya desa Prajawinangun Kecamatan Gegesik dan desa Gegesik Kulon Kecamatan Gegesik. Kedua desa tersebut dianggap sukses menerapkan program Inmas dan Bimas, sehingga kedua desa tersebut diberi hadiah berupa traktor pembajak sawah dan mobil bak terbuka (pick up).93 Keberhasilan itu tidak serta merta meningkatkan pendapatan bagi petani-petani kecil bahkan para buruh tani, karena keberhasilan itu hanya dinikmati oleh para petani kaya. Sementara petani kecil dan buruh tani justru semakin terdesak karena penggunaan teknologi di bidang pertanian. Pada tahun 1970 di daerah Kabupaten Cirebon mulai diperkenalkan mesin pembajak sawah yang menggunakan tenaga traktor. Sejak saat itu pembajakan sawah dilakukan dengan mengunakan mesin traktor menggantikan tenaga kerbau dan tenaga manusia. Pembajakan sawah tradisional dengan menggunakan kerbau, tanah sawah seluas 1 bau dilakukan dengan tiga orang, tetapi setelah diterapkannya mesin traktor, maka dapat dilakukan oleh satu orang saja. Bagi petani pemilik sawah hal ini dapat menghemat biaya pengolahan sawah. Akan tetapi bagi buruh tani yang biasa menggunakan tenaganya untuk membajak sawah mulai tergeser dan kehilangan mata pencahariannya.94 Selain itu, penerapan sistem intensifikasi pertanian pada pelaksanaannya tidak banyak memberi kesempatan pada tenaga kerja pedesaan, terutama tenaga kerja wanita untuk bekerja di bidang pertanian. Hal ini disebabkan karena sifat sistem intensifikasi pertanian yang lebih mengutamakan teknologi tinggi dibandingkan sistem padat karya yang banyak menggunakan tenaga manusia. Jumlah tenaga kerja pada sektor pertanian sebelum diterapkannya program modernisasi dan intensifikasi pertanian, intensitas 93
94
Wawancara dengan H.S. Marta (Kepala Desa Prajawinangun Kec. Gegesik periode 1967-1989), tanggal 12 Februari 1996 1 bau setara dengan 500 bata atau sekitar 0,75 hektar. Lihat Joan Hardjono, Tanah, Pekerjaan dan Nafkah di Pedesaan Jawa Barat. Yogyakarta: UGM Press, 1990, hal.13-14
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
38
penggunaaan tenaga kerja wanita justru lebih banyak dibanding tenaga kerja laki-laki dalam proses pengolahan dari mulai menanam padi sampai panen dan pengolahan pasca panen.95 Di bidang pertanian, pembagian tenaga kerja berdasarkan gender sangat ketat satu sama lain. Beberapa gambaran umum pembagian tugas dalam mengelola sawah di Kabupaten Cirebon dapat diuraikan sebagai berikut; pekerjaan membajak dan mencangkul sawah menjadi tugas tenaga kerja laki-laki, sedangkan pemilihan benih biasanya dilakukan oleh tenaga kerja wanita. Penaburan benih, penanaman dan pemindahan bibit tanaman dikerjakan baik oleh tenaga kerja wanita maupun bersama-sama dengan tenaga kerja lakilaki. Wanita sebagian besar mengerjakan penyiangan dengan tangan atau alat sederhana. Pengendalian hama dengan cara penyemprotan lebih merupakan tugas tenaga kerja lakilaki daripada wanita. Tugas menjaga saluran air irigasi yang mengaliri ke sawahnya agar tidak dibelokkan pada tingkat yang lebih tinggi oleh petani lain, biasanya dikerjakan oleh kaum wanita. Panen dikerjakan oleh tenaga kerja wanita dengan menggunakan alat sederhana yang disebut ani-ani, kemudian merontokkan padi dari tangkainya dikerjakan oleh perempuan dengan menggunakan alat sederhana berupa papan/kayu. Padi yang telah dipanen, kemudian ditumbuk dengan menggunakan alat sejenis ’alu’. Pekerjaan menumbuk padi ini seluruhnya dikerjakan oleh tenaga kerja wanita.96 Untuk memperjelas pembagian tenaga kerja di bidang pertanian dapat dilihat pada tabel berikut ini:
95 96
Pudjiwati Sajogyo (1985), Op.Cit., hal.119-121 William L. Collier, Op.Cit., hal. 62 , Lihat juga Joan Hardjono, Op.Cit., hal. 161-163
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
39
Tabel 4. Pembagian Kerja di Bidang Pertanian Berdasarkan Jenis Kelamin Tenaga kerja laki-laki Jenis Pekerjaan Membajak dan mencangkul sawah V Pemilihan benih Penaburan benih, penanaman, dan V pemindahan bibit tanaman penyiangan Menjaga saluran air irigasi Pengendalian hama V Memotong padi Merontokkan padi dari tangkainya V Menumbuk padi -
Tenaga kerja wanita V V V V V V V
Sumber: Olahan dari uraian di atas
Dengan demikian tugas yang dibebankan pada tenaga kerja wanita sesuai dengan pembagian kerja secara seksual ialah: memindahkan benih, menyiangi, memanen dan mengolah hasil panen. Mekanisasi pengolahan tanah yang diterapkan dalam program modernisasi dan intensifikasi pertanian menyebabkan terjadinya marjinalisasi peran tenaga kerja wanita dalam bidang pertanian. Tenaga kerja wanita mulai tergeser dari sektor pertanian. Hal ini terutama disebabkan oleh adanya penggunaan padi bibit baru, penggunaan mesin perontok, dan penggunaan mesin huller. Pengolahan tanah dengan menggunakan mesin ini membutuhkan tenaga kerja yang terlatih, permasalahannya adalah tenaga kerja wanita tidak pernah dilatih menggunakan dan bagaimana cara memperbaiki alat-alat tersebut. Hal inilah yang mengakibatkan pekerjaan perempuan digantikan oleh mesin-mesin yang dioperasikan oleh tenaga kerja laki-laki. Sebelumnya, padi dipanen/dituai dengan menggunakan ani-ani yang dikerjakan oleh tenaga kerja wanita, tetapi setelah diterapkannya teknis sabit ini, pekerjaan menuai padi digantikan oleh tenaga kerja laki-laki. Kalaupun ada tenaga kerja wanita yang ikut
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
40
menuai padi dengan menggunakan sabit, maka mereka akan kalah cepat mengumpulkan padi dibanding dengan buruh tani laki-laki. Tenaga kerja wanita akan memperoleh penghasilan lebih kecil dibandingkan tenaga kerja laki-laki. Dengan demikian, penanaman padi bibit baru tidak lagi dikerjakan oleh kaum wanita. Sebagian besar pekerjaan memanen telah beralih ke tangan kaum laki-laki. Dalam bidang pertanian, tenaga kerja wanita semakin terdesak setelah diterapkan penggunaan mesin perontok padi. Sebelumnya, padi setelah dipanen kemudian dirontokkan dari tangkainya dengan menggunakan alat sederhana berupa kayu/papan. Penggunaan alat ini membutuhkan banyak tenaga kerja, termasuk tenaga kerja wanita. Namun, setelah penggunaan mesin, perontokkan padi dapat dilakukan dengan cepat sehingga teknik ini mengakibatkan adanya pembatasan tenaga kerja, terutama adalah tenaga kerja wanita. Alasan pengurangan tenaga kerja wanita antara lain, wanita dianggap sebagai pencari nafkah tambahan, sedangkan laki-laki merupakan pencari nafkah utama dalam keluarga. Selain itu, ditinjau dari segi fisik, laki-laki dipandang lebih kuat dibandingkan wanita. Oleh karenanya, pemilik sawah lebih memilih mempekerjakan tenaga kerja laki-laki dibandingkan tenaga kerja wanita. Sebagaimana ungkapan berikut ini: ”Wanita biarlah di rumah mengurus rumah dan anak-anak, pengelolaan sawah lebih baik dilakukan oleh tenaga kerja laki-laki, karena ia merupakan pencari nafkah utama keluarga” 97
Pendapat tersebut, menunjukkan bahwa selain karena penggunaan teknologi dalam bidang pertanian, juga karena sistem sosial masyarakat yang bersifat patriarki.98
97 98
Wawancara dengan Maryudi, pemilik tanah sawah di desa Kaliwedi kec. Gegesik, tgl 21 Maret 2008 Konsep patriarki pada awalnya digunakan oleh Max Weber untuk mengacu pada bentuk sistem sosial politik yang mengagungkan peran dominan ayah dalam lingkup keluarga inti, keluarga luas, dan lingkup publik, seperti ekonomi dan lain-lain. Lihat, Luh Ayu Saraswati A. “Kekerasan Negara, Perempuan dan Refleksi Negara Patriarki” dalam Nur Iman Subono (ed.). Negara dan Kekerasan Terhadap Perempuan. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2000, hal.40.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
41
Perubahan lainnya adalah penerapan teknologi mesin penggilingan padi. Sebelum diperkenalkannya mesin penggiling padi, padi hasil panen ditumbuk oleh tenaga kerja wanita. Setelah diperkenalkannya mesin tersebut praktis mereka kehilangan pekerjaannya. Para petani pemilik sawah lebih memilih menggunakan mesin huller dibanding tenaga kerja wanita penumbuk padi, karena hasilnya lebih bagus. Penggunaan mesin ini menyebabkan beras tidak hancur, menghemat waktu karena dapat dilakukan dengan cepat, dan menghemat biaya.99 Padi bibit baru dapat ditanam dan dipanen lebih dari dua kali dalam setahun, sehingga memungkinkan dapat menyerap banyak tenaga kerja. Namun karena pengelolaan bibit baru ini menggunakan mekanisasi, sehingga pada kenyataannya justru mengurangi penyerapan tenaga kerja, terutama tenaga kerja wanita. Masalah lain yang timbul akibat penggunakan teknologi maju adalah terdesaknya tenaga kerja dan produksi penduduk desa dari bidang nonpertanian. Berdasarkan hasil penelitian Boomgaard (1990) yang dikutip oleh Ratna Saptari, menunjukkan bahwa ekonomi pedesaan Jawa sudah sejak lama terdiri dari produksi pertanian dan nonpertanian.100 Di wilayah Kabupaten Cirebon terdapat pabrik semen PT Tridaya Manunggal Perkasa yang terletak di daerah Palimanan, merupakan pabrik yang mengelola sumber alam bahan galian yang terkandung dalam bukit-bukit gunung Kromong. Pabrik semen ini dibangun di atas tanah seluas 1.620 hektar, areal penambangannya sekitar 2.500 hektar, biaya pembangunannya 205 miliar rupiah, produksinya 1,2 juta ton pertahun.101 Dampak positif adanya pabrik semen ini antara lain pengembangan berbagai industri hilir seperti industri ubin, asbes semen, pipa beton, tiang listrik beton dan bantalan rel kereta api. Karena sistem perekrutan perusahaan-perusahaan tersebut lebih mementingkan tenaga kerja yang terdidik dan terlatih (semi skills dan high skills) sementara mayoritas penduduk 99 100 101
Wawancara dengan Saudah (lahir tahun 1938), seorang buruh tani di Kecamatan Gegesik, 22 Maret 2007 Ratna Saptari & Brigitte Holzner. Op.Cit., hal.316 Lihat, Kabupaten Cirebon dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jilid 4, hal.150
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
42
Kabupaten Cirebon pada tahun 1980-an mayoritas tergolong pendidikan rendah (unskills) sehingga kesempatan mereka bekerja pada perusahaan-perusahaan tersebut sangat rendah. Industri lainnya yang menonjol di Kabupaten Cirebon adalah pabrik gula, pabrik rokok, pabrik kecap, pabrik spiritus, industri-industri yang mengelola rotan, industri yang mengelala makanan kering, seperti dodol, aneka emping yang terbuat dari buah melinjo, gepit, aneka kerupuk, termasuk kerajinan tangan dari tanah liat (pembuatan batu bata atau gerabah)102 Beberapa industri di Kabupaten Cirebon pada tahun 1990 mengalami penurunan, akibat terdesak dan tidak mampu bersaing dengan hasil-hasil industri besar yang dikelola dengan teknologi canggih. Industri tersebut antara lain industri yang memproduksi barang-barang hasil kerajinan tangan dari tanah (gerabah),103 seperti; celengan, tungku atau alat-alat rumah tangga dari tanah liat, kalah bersaing dengan produksi celengan dari plastik, dan tungku dengan kompor. Jenis industri dari tanah ini mengalami penurunan. Pada tahun 1986 jumlah industri dari tanah sebanyak 316 perusahaan, menurun di tahun 1990 menjadi 59 perusahaan.104
Jadi sebanyak 257
perusahaan industri dari tanah yang bangkrut (gulung tikar). Pengurangan jumlah perusahaan industri tanah yang mencapai 81,33% ini mengakibatkan bertambahnya jumlah pengangguran di Kabupaten Cirebon. Mata pencaharian lain dari sektor nonpertanian yang mengalami penurunan di Kabupaten Cirebon adalah industri makanan ringan, seperti industri emping, berbagai macam kerupuk dan gepit (makanan khas Cirebon). Pada tahun 1989 jumlah industri makanan sebanyak 766 perusahaan, menurun menjadi 386 perusahaan di tahun 1990.105
102 103
104 105
Kabupaten Cirebon Dalam Angka Tahun 1990, hal.XIV. Kerajinan mengolah tanah menjadi alat-alat rumah tangga dan celengan disebut ngleler atau buruh ngeler Kabupaten Cirebon Dalam Angka Tahun 1990, hal.XV. Ibid.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
43
Dengan demikian sebanyak 380 perusahaan industri makanan di Kabupaten Cirebon mengalami kebangkrutan. Mata pencaharian dari kerajinan batik yang berkembang di desa Trusmi juga mengalami penurunan. Masyarakat desa Trusmi lebih dari 70% menggantungkan hidupnya pada industri batik.106 Oleh karenanya penurunan industri batik mengakibatkan menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat Trusmi. Tergesernya industri batik Trusmi sebagai akibat dari perkembangan teknik membantik yang mempengaruhi perkembangan batik tulis. Pembuatan batik tulis ini masih menggunakan cara tradisional dan memakan waktu yang cukup lama. Pada tahun 1980-an berkembang batik cap di desa Trusmi. Batik cap ini berhasil mengalahkan produksi batik tulis, karena batik cap dapat diproduksi dengan cepat dan efisien dari segi waktu, sehingga dapat menghemat biaya. Kemudian pada tahun 1986 berkembang industri batik printing yang mengalahkan produksi batik cap dan batik tulis.107 Sejak tahun 1990 bahkan sampai sekarang hanya tinggal tiga perusahaan yang masih bertahan, yaitu perusahaan batik Masina, batik Madmil dan batik Katura.108 Industri yang mengalami kenaikan di Kabupaten Cirebon pada tahun 1990 adalah industri rotan, yang ditandai dengan meningkatnya jumlah perusahaan yang bergerak pada industri ini. Pada tahun 1990 jumlah perusahaan rotan mengalami penambahan sebanyak 20 perusahaan atau sebanyak 5,67%. Pada tahun 1989, jumlah perusahaan rotan sebanyak 353 meningkat menjadi 373 perusahaan di tahun 1990. Pertumbuhan industri rotan mulai
106 107
108
Ibid. Batik printing adalah batik yang dibuat menggunakan mesin cetak modern, yang hasilnya mirip dengan batik tulis dan cap. Perbedaannya pada bagian dalam kain berwarna putih, tidak seperti batik tulis dan cap. Wawancara dengan Aulia (Uli), pengrajin batik tulis Trusmi, tanggal 22 Maret 2008. Lihat juga Archangela Yudi Aprianingrum, “Batik Trusmi: Studi Alih Pengetahuan”, dalam Dewaki Kramadibrata, dkk.(ed.). Multikulturalisme di Cirebon. Depok: FIPB UI, 2007, hal.8.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
44
berkembang di desa Tegalwangi dan Tegalsari sejak tahun 1960-an. Industri ini mengalami kejayaan di tahun 1960-1970-an.109 Pada tahun 1980-an perusahaan ini mendapat dukungan dari pemerintah pusat, berupa kebijakan yang melarang mengekspor rotan mentah (berbentuk glondongan). Ini menjadikan harga rotan menjadi murah, sehingga kebutuhan bahan dasar industri dapat dipenuhi. Kemudahan-kemudahan yang diberikan pemerintah itu bertujuan untuk menggalakkan ekspor nonmigas dan produksi rotan merupakan andalan utama ekspor dan penghasil devisa negara.110 Peningkatan produksi industri rotan ini sebenarnya dapat menyerap tenaga kerja di Kabupaten Cirebon, tetapi karena system pola perekrutan tenaga kerja yang tertutup, yaitu pemenuhan kebutuhan kerja lebih diutamakan dari lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar, sehingga informasi ketenagakerjaan kurang tersebarluas, akibatnya tingkat distribusi tenaga kerja antar desa di Kabupaten Cirebon tidak berjalan. Industri rotan yang berkembang di desa Tegalwangi, Tegalsari, Kecamatan Weru, dan desa Bode Lor dan Bode Kidul Kecamatan Plumbon tidak mampu menyerap tenaga kerja dari desa-desa di wilayah Kabupaten Cirebon. Malahan pemenuhan kebutuhan tenaga kerja berasal dari daerah Jawa Tengah.111 Sementara lowongan pekerjaan pada bidang formal tidak sebanding dengan jumlah angkatan kerja. Selain itu lowongan pekerjaan lebih banyak untuk tenaga kerja laki-laki dibanding wanita. Sebagai contoh pada tahun 1982, tenaga kerja laki-laki yang melamar pekerjaan pada sektor formal sebanyak 379 orang,
109
110 111
Frass Minggi Kasama, Perspektif tentang Kebijakan Pemerintah Kaitannya dengan Strategi Bertahan Hidup Masyarakat Kawasan Industri Rotan Tegalwangi, dalam Dewaki Kramadibrata, dkk.(ed.), Ibid. hal.91 Ibid. Perekrutan tenaga kerja dari Jawa Tengah dikarenakan adanya ikatan kekeluargaan. Adanya perekrutan tenaga kerja dari Jawa Tengah Ini terbukti adanya pemukim yang berasal dari daerah Jawa Tengah di desa Tegalwangi dan Tegalsari. Industri ini pun berkembang pesat tidak terlalu lama, pada tahun 1990 produksi industri rotan mengalami kelesuan dikarenakan kalah saing dengan produksi mebel impor, kurangnya inovasi dan kreativitas pengrajin rotan. Bahkan pada waktu terjadi krisis, industri ini mengalami penurunan produksi yang drastis akibat lesunya pemasaran produksi.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
45
terserap hanya sebanyak 263 orang, sementara tenaga kerja wanita yang melamar pekerjaan sebanyak 59 orang, terserap sebanyak 42 orang.112 Pertambahan angkatan kerja sementara kesempatan kerja menurun mengakibatkan terbatasnya peluang kerja dan berusaha di pedesaan Kabupaten Cirebon. Hal ini disebabkan oleh semakin sempitnya kerja di bidang pertanian, sementara pengembangan usaha-usaha nonpertanian di desa seperti kerajinan tangan membuat tungku, celengan, alat rumah tangga dari tanah berkembang di desa Posong Kecamatan Arjawinangun, kerajinan membuat batu bata di desa Galagamba, desa Kebon Gedang Kecamatan Ciwaringin, desa Karanganyar, desa Kebon Pring Kecamatan Arjawinangun, industri rotan berkembang di desa Tegalwangi, Tegalsari, Kecamatan Weru, desa Bode Lor dan Bode Kidul Kecamatan Plumbon, dan kerajinan membatik yang berkembang di desa Trusmi Kecamatan Weru, home industri yang memproduksi makanan ringan berkembang di desa Plered Kecamatan Weru mengalami kelesuan. Padahal pendapatan dari aktivitas nonpertanian sangat penting bagi keluarga tanpa tanah atau petani yang mempunyai lahan sempit. Permasalahannya adalah kegiatan-kegiatan tersebut justru semakin terdesak oleh perusahaan-perusahaan besar yang menggunakan teknologi maju. Selain itu tidak adanya sistem jaringan informasi di desa. Seperti di desa Tegalwangi sebagai sentra industri rotan yang berorientasi ekspor, sehingga industri rotan menjadi tumpuan belasan pengusaha, tetapi juga menyerap ratusan ribu tenaga kerja dan mendatangkan devisa negara. Kebutuhan tenaga kerja hanya direkrut dari penduduk sekitarnya, kurangnya informasi menyebabkan tenaga kerja dari desa-desa lain di Kabupaten Cirebon tidak memanfaatkan peluang kerja. Perekrutan tenaga kerja lebih bersifat kekerabatan dan keluarga dekat.
112
Kantor direktorat Jenderal Pembinaan dan Penggunaan Tenaga Kerja Cirebon dalam Kabupaten Cirebon Dalam Angka 1982, hal.54
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
46
Dengan demikian, industri rotan tidak mampu menyerap tenaga kerja dari desa-desa lain di Kabupaten Cirebon, karena hanya menyerap tenaga kerja di lingkungan sekitarnya saja. 2.3 Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Kabupaten Cirebon Kondisi sosial budaya masyarakat Kabupaten Cirebon dapat ditinjau dari budaya yang berkembang di daerah tersebut. Di daerah Kabupaten Cirebon sedikitnya ada dua budaya yang berbeda, pertama adalah budaya Jawa dan yang kedua adalah budaya Sunda. Budaya Jawa umumnya terdapat di daerah-daerah dataran rendah, yaitu daerah di bagian utara dan timur wilayah Kabupaten Cirebon. Sedangkan di daerah bagian selatan Kabupaten Cirebon adalah daerah perbukitan yang berbatasan dengan daerah Kabupaten Kuningan dan sebagian daerah di sebelah barat yang berbatasan dengan daerah Kabupaten Majalengka adalah budaya Sunda.113 Salah satu indikator yang menjadi ciri budaya Jawa atau budaya Sunda adalah bahasa yang digunakan. Masyarakat Kabupaten Cirebon yang berbudaya Sunda biasanya dalam kehidupan sehari-hari menggunakan bahasa Sunda sebagai alat talimarga dan lebih menyukai bentukbentuk budaya Sunda, seperti lebih suka pada kesenian wayang golek daripada wayang kulit. Dari jumlah penduduk Kabupaten Cirebon, hanya sepertiganya penduduk yang berbudaya Sunda.114 Sedangkan masyarakat Kabupaten Cirebon yang berbudaya Jawa lebih menyukai bentuk-bentuk budaya Jawa dan dalam kehidupan sehari-hari menggunakan bahasa Jawa Cirebon sebagai alat talimarga. Daerah Kabupaten Cirebon dua pertiga dari seluruh penduduk adalah etnik Jawa. Pada umumnya mereka mendiami dataran rendah di sebelah utara dan timur. Sejak abad ke 16 wilayah dataran rendah ini sudah didiami oleh mayoritas masyarakat etnik Jawa, yaitu 113
114
Kedua budaya yang berbeda tersebut sampai sekarang dapat dilihat jelas dalam kenyataan kehidupan sehari-hari. Masyarakat yang tergolong budaya Jawa menggunakan bahasa Jawa Cirebon, sedangkan budaya Sunda menggunakan bahasa Sunda. Pembahasan mengenai bahasa daerah Cirebon dapat dilihat dalam Ayatrohaedi, Bahasa Sunda Daerah Cirebon: Sebuah Kajian Lokabahasa. Disertasi, Universitas Indonesia, tahun 1979. Kosoh S. dkk, Sejarah Daerah Jawa Barat, Jakarta: Depdikbud, 1994, hal. 97
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
47
sebanyak 60% adalah etnik Jawa.115 Oleh karenanya, orang Sunda sering menyebut mereka
sebagai
orang
Jawa
yang
menempati
dataran
Sunda.
Namun
pada
perkembangannya masyarakat ini membentuk jati dirinya sendiri, bahasa Jawa yang dijadikan talimarga adalah khas, sehingga sering disebut bahasa Jawa Cirebon. Oleh karenanya agak sukar bila menganggap mereka sebagai bagian dari kelompok etnik Jawa di daerah lain. Pada umumnya, mereka menganggap diri sebagai orang Cirebon, dan selalu menunjuk penduduk di luar daerahnya sebelah timur sebagai orang Jawa, sedangkan penduduk di daerah pegunungan sebagai orang Sunda. Menurut anggapan mereka, orang Sunda ialah ‘orang gunung’, orang yang berdiam di daerah pegunungan. 2.3.1 Agama Sejak awal abad 16, Cirebon sudah berperan sebagai pusat penyebaran Islam di daerah Jawa Barat. Adalah wajar penduduk daerah Kabupaten Cirebon mayoritas beragama Islam, yaitu pada tahun 1990 jumlah pemeluk agama Islam sebanyak 99,01%. Menurut Sugiyanto Padmo,116 masyarakat pedesaan Kabupaten Cirebon merupakan masyarakat religius. Mereka umumnya patuh menjalankan ajaran agama.
Penduduk
Kabupaten Cirebon yang tidak beragama Islam umumnya adalah orang keturunan Cina yang tinggal di kota-kota dekat dengan pasar. Mayoritas mereka bekerja sebagai pedagang. Mereka umumnya memeluk agama Kristen Protestan 0,16%, pemeluk agama Khatolik 0,12%, dan pemeluk agama Budha 0,01% serta pemeluk agama Hindu 0,01%. Penduduk Kabupaten Cirebon mayoritas beragama Islam, sehingga tempat peribatan yang paling banyak adalah tempat peribatan Islam. Pada tahun 1990 tempat peribadatan Islam yang berupa masjid sebanyak 851 buah dan langgar/musholla sebanyak
115 116
Ibid., hal. 95-98 Soegijanto Padmo, Op.Cit., hal. 170.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
48
6.190 buah. Sementara gereja Protestan 5 buah, gereja Katolik 3 buah, dan 3 lainnya (pura, klenteng dan vihara).117 Daerah Kabupaten Cirebon juga mempunyai 91 pondok pesantren. Jumlah pesantren yang ada di Kabupaten Cirebon tersebut adalah jumlah yang terbanyak bila dibandingkan dengan jumlah pesantren di Kabupaten Indramayu, yaitu sebanyak 39 buah, Kabupaten Majalengka 65 buah, Kabupaten Kuningan 72 buah, dan kotamadya Cirebon berjumlah 7 buah.118 Pondok pesantren merupakan lembaga penting dalam penyebaran ajaran Islam. Proses islamisasi dilakukan melalui pendidikan di pesantren yang dilaksanakan oleh guru-guru agama yang disebut kiai atau ulama, sedangkan muridnya disebut santri. Para santri yang telah menyelesaikan studinya di pesantren kembali ke kampungnya masing-masing, dan biasanya di tempat asalnya mereka menjadi tokoh keagamaan. Adapun aliran yang berkembang di daerah Kabupaten Cirebon adalah mazhab Syafi’i. Aliran ini lebih menitikberatkan kepada kelima dasar pokok ajaran Islam, yaitu syahadat, salat, zakat, puasa, dan haji. Mengenai haji (rukun Islam ke-5), orang-orang muslim di Kabupaten Cirebon yang sudah melakukannya, terutama para petani kaya. Orang-orang yang sudah menunaikan ibadah haji biasanya mendapat kedudukan yang terhormat di kalangan masyarakat. Sehingga keinginan menunaikan ibadah haji secara umum sangat didambakan oleh mayoritas penduduk muslim Kabupaten Cirebon. Sebagai contoh, pada tahun 1990 jamaah haji yang berasal dari Kabupaten Cirebon berjumlah 683 orang, yang terdiri dari 370 orang wanita dan 313 orang laki-laki.119 Agama Islam juga membawa beberapa perubahan sosial budaya masyarakat Kabupaten Cirebon. Perubahan sosial budaya dapat dilihat dari perkembangan kesenian di 117
Kabupaten Cirebon Dalam Angka Tahun 1990, hal. XVII Statistik Departemen Agama Kabupaten Cirebon Tahun 1985. 119 Kabupaten Cirebon Dalam Angka 1990, hal. ix 118
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
49
Kabupaten Cirebon. Kesenian seperti seni tari, seni suara, dan drama mengandung unsurunsur Islam. Misalnya, kesenian Wayang Parwa, meskipun ceritanya diambil dari Mahabrata atau hasil kesusastraan masa sebelum Islam kemudian dibubuhi unsur-unsur Islam, antara lain mengganti dengan nama-nama pahlawan Islam, seperti Amir Hamza, Baginda Ali.120 Ditinjau dari segi kekerabatan, sikap toleransi masyarakat Kabupaten Cirebon dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat lebih terbuka.
Gamelan/sekaten yang
terdapat di kraton Cirebon yang dilakukan pada upacara Mauludan juga dalam acara mengarak benda-benda keramat sebagai jimat (di kalangan masyarakat Kabupaten Cirebon dikenal panjang jimat), upacara ini yang paling sering dikunjungi oleh masyarakat Kabupaten Cirebon. Dengan demikian, ajaran Islam telah mempengaruhi kehidupan sosial budaya masyarakat Kabupaten Cirebon. 2.3.2 Pendidikan Tingkat pendidikan berpengaruh pada tingkat kesejahteraan penduduk. Tingkat pendidikan penduduk Kabupaten Cirebon pada tahun 1980-an tergolong masih rendah. Sehingga tenaga kerja yang tersedia adalah tenaga kerja yang rendah. Mereka umumnya adalah tamatan sekolah dasar (SD), bahkan ada yang belum selesai sampai tingkat sekolah dasar. Kondisi ini menyebabkan mereka sulit dapat ditampung di lembaga formal yang membutuhkan keahlian dan keterampilan. Sebagai contoh, pada tahun 1989 pencari kerja yang tidak tamat SD berjumlah 116 orang, tamat SD berjumlah 682 orang, SLTP 1021 orang, SLTA 7336 orang, sarjana muda 231 orang, dan sarjana 171 orang.
120
Kosoh S. Op.Cit., hal.122, Lihat juga Adeng, Drs. dkk. Kota Dagang Cirebon Sebagai Bandar Jalur Sutera, Jakarta: Depdikbud, 1998, hal.171-172.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
50
2.3.3 Perilaku Sosial Perilaku sosial masyarakat Kabupaten Cirebon ini dipengaruhi oleh struktur masyarakat dan sosial budaya. Penduduk Cirebon mayoritas tinggal di pedesaan, sehingga struktur masyarakat yang dominan adalah masyarakat agraris. Mata pencaharian utama masyarakat adalah petani. Mata pencaharian ini mempengaruhi gaya hidup petani pedesaan. Petani di pedesaan Kabupaten Cirebon cenderung tidak terampil menabung dan menyimpan uang. Kebiasaan kehidupan masyarakat Kabupaten Cirebon masih kurang dalam mengatur keuangan rumah tangga sehingga walaupun pendapatan yang mereka peroleh kadangkala berlebihan, namun jarang yang menabung untuk masa yang akan datang.121 Orientasi masyarakat masih bersifat pemenuhan kebutuhan dasar (subsistensi), sehingga pendapatan yang diperoleh cenderung digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar yang sifatnya konsumtif. Perilaku yang demikian itu, dipengaruhi oleh pandangan masyarakat yang berupa konsepsi “apa jare pager doyong” sehingga pendapatan yang diperoleh hari ini adalah untuk pemenuhan kebutuhan hari ini, hari esok tergantung pada penghasilan besok.
Pandangan masyarakat seperti ini melahirkan budaya masyarakat
konsumerisme. Sebagai contoh, setelah panen sering diadakan upacara dengan mengadakan pesta panen. Perkawinan atau hajatan biasanya dilakukan setelah panen padi. Pesta-pesta yang sering dilakukan oleh masyarakat Kabupaten Cirebon yang lain adalah pesta Nadran. Pesta ini merupakan acara syukuran dan hiburan yang biasa dilakukan sebagian masyarakat Cirebon yang bekerja sebagai nelayan.
Pesta Nadran
merupakan acara tahunan yang besar, bertujuan untuk memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar diberi rezeki yang melimpah sekaligus sebagai tanda syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rezeki yang telah diberikan kepada para nelayan. Nadran dilakukan 121
Berdasarkan hasil pengalaman dan pengamatan peneliti.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
51
dalam bentuk pemberian sesaji ke laut. Para pemilik perahu merias perahunya dengan berbagai macam barang dan makanan. Adapun Adat istiadat yang sering dilakukan tiap tahun oleh masyarakat Kabupaten Cirebon pada umumnya adalah: "Ngunjung Leluhur" Pangeran Suryanegara dengan doa di keraton Cirebon, "Ngunjung" Ki Bonang acara syukuran dan hiburan tiap bulan Oktober, upacara kelahiran, dan perkawinan dengan tradisi pesta ada juga upacara kematian, sedekah bumi pada bulan November acara syukuran dan hiburan, Pesta Nadran, memperingati hari-hari besar keagamaan antara lain yang terkenal adalah Mauludan. Acara Mauludan seringkali diikuti upacara mengarak benda-benda yang dianggap keramat sebagai jimat, seperti upacara sekaten di keraton Cirebon, panjang jimat di Gegesik, dan di desa Trusmi (makam Ki Gede Trusmi). Budaya
pesta
di
kalangan
berkembangnya seni tari dan suara.
masyarakat
Cirebon
ini
memberi
peluang
Pada awal tahun 1960-an tari topeng Cirebon
dijadikan media untuk ngamen pada musim paceklik. Tari topeng merupakan tari tradisional rakyat Cirebon dan biasa dipentaskan dalam berbagai acara, termasuk pesta perkawinan, sunatan, pesta nelayan. Biasanya tari topeng ini dimainkan oleh 3 orang penari dengan iringan seorang sinden dan sepuluh penabuh alat musik. Tari Topeng ini berkembang di daerah Palimanan, Losari, Gegesik dan Selangit.122 Seni tari lain yang berkembang di Kabupaten Cirebon adalah tari Lais atau Sintren. Tarian ini merupakan kesenian rakyat Cirebon yang mengandung mistik. Tarian ini tumbuh dan berkembang di daerah Kabupaten Cirebon bagian utara dan timur.123 Selain itu berkembang seni Tarling. Pada tahun 1970-an, hiburan tarling merupakan hiburan yang sangat bergengsi. Sehingga kesenian tarling sering dipanggil untuk menghibur acara hajatan. Bagi orang yang 122
123
Tari Topeng Cirebon merupakan perpaduan tari Jawa dan Sunda. Gamelan pengiringnya tanpa rebab dan gendang menampilkan kekhasan kesenian ini. Lihat, Drs.Adeng dkk. Op. Cit., hal.165. Ibid., hal. 172
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
52
mementaskan hiburan ini dianggap sebagai orang yang terhormat, karena biasanya memerlukan biaya yang cukup tinggi. Kondisi sosial budaya di Kabupaten Cirebon dapat dilihat dari keadaan perumahan yang tidak teratur dan kurang memperhatikan sirkulasi udara. pemukiman penduduk di Kabupaten Cirebon merupakan pemukiman yang padat, sebagian besar masyarakat pada tahun 1980-an mayoritas tidak memiliki WC, hal ini disebabkan kebiasaan membuang hajat di sungai atau di kebun. Selain itu karena komposisi jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibanding laki-laki, maka budaya poligami di kalangan masyarakat Kabupaten Cirebon menjadi hal yang diterima secara umum oleh masyarakat. Kondisi ini memperkuat struktur masyarakatnya yang patriarkis, dimana kaum laki-laki mendominasi struktur masyarakat, sedangkan kedudukan wanita dalam keluarga maupun masyarakat berada dibawah subordinasi laki-laki, baik dalam hubungan sosial, politik, maupun ekonomi. Walaupun suaminya menganggur, istri yang bekerja, tetap ia (istri) dianggap sebagai pencari nafkah tambahan.124 Posisi wanita yang lemah tersebut, mengakibatkan seorang laki-laki bisa dengan mudah menceraikan istrinya atau kawin lagi tanpa persetujuan istrinya. Dari data Departemen Agama Kabupaten Cirebon, nampak bahwa tingkat perkawinan dan perceraian yang terjadi di Kabupaten Cirebon cukup tinggi. Sebagai contoh pada tahun 1982 jumlah yang nikah sebanyak 16.292 orang, talak sebanyak 4.079 orang, cerai sebanyak 407 orang dan rujuk sebanyak 201 orang.125 Perubahan sosial budaya di Kabupaten Cirebon dimulai sejak diberlakukannya Sistem Tanam Paksa pada tahun 1830, dan masuknya sistem uang ke pedesaan. Sisi terpenting dari perubahan tersebut adalah makin melemahnya ciri subsistem kehidupan 124
125
Sebagai contoh dari data kartu keluarga diketahui bahwa kepala keluarga dan pencari nafkah adalah suami, dan istri tercantum sebagai ibu rumah tangga, kenyataannya yang mempunyai akses ekonomi adalah istrinya, istrinya bekerja menjadi TKW di Arab Saudi dan menjadi tulang punggung keluarga. Kantor Departemen Agama Kabupaten Cirebon tahun 1982 , hal.74
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
53
perekonomian pribumi. Gaya hidup lama rumah tangga petani pencari nafkah yang memproduksi sebagian besar kebutuhan materinya sendiri secara berlahan berpindah ke kehidupan materi yang lebih komersial. Penduduk desa semakin terbiasa membeli berbagai jenis kebutuhan rumah tangga dengan menggunakan uang. Pada tahun 1920-an, pengaruh moneterisasi sudah sampai ke pedesaan-pedesaan di Kabupaten Cirebon.126 Sejak saat itu perilaku masyarakat mulai berubah dari rumah tangga barang ke rumah tangga uang. Lantaran didorong kebutuhan akan uang, terutama untuk memenuhi kebutuhan hidup keseharian, dan biaya sekolah anak atau keluarganya, maka menjadi tenaga kerja ke luar wilayah Cirebon merupakan alternatif untuk mengatasi kebutuhan hidup yang semakin meningkat. Berdasarkan data migrasi penduduk Jawa yang dikutip oleh Hugo, sejak tahun 1930 penduduk Kabupaten Cirebon sudah melakukan migrasi ke kota-kota besar untuk mencari pekerjaan.127 Tenaga kerja pedesaan yang bekerja di kota-kota besar tersebut, umumnya adalah laki-laki. Mereka bekerja sebagai kuli bangunan, tukang becak, atau pedagang. Selain itu ada juga yang melakukan transmigrasi ke daerah-daerah seperti; Sumatra Selatan, Aceh, Kalimantan Barat, dan Irian Jaya. Sebagaimana ditunjukkan pada tabel berikut ini:
126
127
Memori Residen Cirebon (J.van der Marel), 22 April 1922 dalam Memori Serah Terima Jabatan 19201930 (Jawa Barat), Jakarta: ANRI, 1976, hal. 116. Hugo, Graeme J. Population Mobility in West Java. Yogjakarta: Gadjah Mada University Press,1981, hal.13
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
54
Tabel 5. Jumlah Transmigran Asal Kabupaten Cirebon Menurut Daerah Asal dan Lokasi Penempatan Tahun 1982/1983
DAERAH ASAL
Beber Lemahabang Karangsembung Waled Ciledug Losari Babakan Astanajapura Cirebon Selatan Sumber Palimanan Plumbon Weru Cirebon Barat Cirebon Utara Klangenan Arjawinangun Ciwaringin Susukan Gegesik Kapetakan Jumlah
DAERAH/LOKASI PENEMPATAN Sumatra Aceh Kalimantan Irian jaya Jumlah Selatan Barat K.K. Jiwa K.K Jiwa K.K Jiwa K.K Jiwa K.K Jiwa 1 8 1 8 2 2 2 2 4 16 1 1 5 17 2 11 1 5 3 16 2 7 4 17 1 1 7 25 68 309 3 19 71 328 9 43 7 29 16 72 3 14 1 6 2 8 6 28 44 194 3 11 47 205 68 316 1 4 69 320 27 95 2 11 1 2 1 1 31 109 8 45 1 1 9 46 12 42 12 42 1 2 2 10 3 12 3 16 1 1 4 17 1 5 1 5 70 329 10 26 80 355 3 14 15 80 1 7 19 101 1 4 1 4 1 1 1 1 327 1470 38 183 17 46 6 14 388 1713
Sumber: Direktorat Jenderal Transmigrasi Kabupaten Cirebon dan Kotamadya dalam Kabupaten Cirebon Dalam Angka 1982, hal.55.
Walaupun ada beberapa keluarga yang menjadi transmigran ke luar pulau Jawa, tapi secara umum dapat dikatakan Program Transmigrasi ini kurang mendapat respon dari masyarakat Cirebon Dari jumlah transmigran tersebut, ternyata ada beberapa keluarga yang pulang kembali ke daerah asal. Seperti keluarga Bi Denggo yang pergi transmigrasi ke Sumatra Selatan pada tahun 1982. Alasannya adalah keluarganya ditempatkan di tengah hutan dan di daerah terpencil, sehingga kehidupannya justru lebih susah dibandingkan di daerah asal, bahkan anaknya yang masih bayi meninggal dunia akibat dipatuk ular. Oleh
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
55
karenanya ia kembali lagi ke daerah asalnya pada tahun 1983.128 Kejadian ini menjadi salah satu contoh preseden buruk bagi pelaksanaan program transmigrasi di kalangan masyarakat Kabupaten Cirebon. Menurutnya, “mangan ora mangan mendingan ning desa dewek kumpul karo keluarga” (makan atau tidak makan lebih baik berada di desa sendiri kumpul bersama keluarga). Pandangan ini secara umum dianut di kalangan masyarakat Cirebon pada waktu itu. Namun, sejak tahun 1984/85, terjadi pergeseran norma, atau nilai-nilai dalam masyarakat Cirebon. Wanita Cirebon yang sebelumnya berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam rumah tangga, karena kondisi ekonomi dan lingkungan mengambil kesempatan untuk pergi bekerja ke luar daerah, seperti menjadi pembantu rumah tangga di kota-kota, bahkan menjadi TKW ke Arab Saudi. Ungkapan “mangan ora mangan asal kumpul karo keluarga” sudah bergeser dan tidak berlaku lagi di kalangan masyarakat pedesaan Kabupaten Cirebon.
128
Bi Denggo adalah transmigran dari desa Jungjang kec. Arjawinangun, Ia bersama keluarganya pergi ke Sumatra dengan harapan mendapatkan kehidupan yang lebh baik.Wawancara dengan Bi Denggo, tanggal 22 Maret 2008. Menurut Bi Denggo ia pulang dari Sumatra bersama keluarga transmigran dari desa Palimanan, Ciwaringin, Susukan, Babakan dan Losari.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
56
BAB III PENGIRIMAN TENAGA KERJA WANITA KE ARAB SAUDI TAHUN 1983-1990
Pengiriman tenaga kerja wanita ke Arab Saudi tidak akan terjadi tanpa adanya peranan instansi/lembaga atau individu. Merekalah yang membantu proses keberangkatan tenaga kerja wanita ke Arab Saudi. Proses pengiriman tenaga kerja wanita ini minimal terkait pada 6 hal, yaitu: kebijakan pemerintah, permintaan dari negara pengguna jasa, individu calon tenaga kerja wanita, Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia (PPTKI), peranan pemerintah dan proses pengiriman. Oleh karena itu, dalam bab ini akan diuraikan apa kebijakan pemerintah mengenai pengiriman tenaga kerja ke luar negeri, khususnya ke Arab Saudi, permintaan tenaga kerja dari negara pengguna, individu calon TKW, peranan PPTKI, peranan pemerintah daerah dan bagaimana proses keberangkatan tenaga kerja wanita ke Arab Saudi. 3.1 Kebijakan Pemerintah Kebijakan pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Arab Saudi, menurut Sudomo selaku Menteri Tenaga Kerja Indonesia pada waktu,129 mempunyai tiga tujuan, yaitu pertama meningkatkan penerimaan devisa negara, kedua mengurangi pengangguran, dan ketiga memperluas kesempatan kerja. Dari ketiga tujuan tersebut, terlihat bahwa dikeluarkannya kebijakan pemerintah yang berupa Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No.149/Men/1983 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengerahan Tenaga Kerja Indonesia ke Arab Saudi, dipengaruhi oleh kondisi perekonomian dan ketenagakerjaan di Indonesia pada waktu itu.
129
Sudomo dilantik sebagai Menteri Tenaga Kerja RI pada Kabinet Pembangunan IV pada tanggal 18 Maret 1983. Ia menjabat Menaker selama satu periode ( 1983-1988), kemudian digantikan oleh Cosmas Batubara dari tahun 1988-1993. Lihat, Susunan Kabinet Pembangunan IV dan VI.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
57
3.1.1 Kondisi Perekonomian Indonesia Pada Tahun 1970-1980-an Kondisi perekonomian Indonesia sejak tahun 1970-an sangat dipengaruhi oleh ekspor minyak dan gas bumi (migas). Pada bulan April 1974 sampai akhir tahun 1982 pendapatan pemerintah dari sektor migas meningkat akibat kenaikan harga minyak bumi di pasaran internasional, yaitu dari harga US$ 5 per barrel pada tahun 1970, meningkat menjadi US$ 19 per barrel pada tahun 1973.130 Bahkan, pada tahun 1978 sampai dengan tahun 1982 harga minyak mencapai 35 per barrel.131 Masa ini disebut masa oil boom. Pendapatan negara dari hasil ekspor migas selama periode tahun 1970/71 sampai dengan 1981/82 dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 6. Pendapatan Indonesia dari Hasil Ekspor Minyak, Tahun 1970/71 – 1981/82 (dalam Juta US$) Tahun Nilai Ekspor Gas Alam Jumlah Persentase Minyak Bumi Perubahan 1970/71 443 443 1971/72 590 590 +15,4 1972/73 965 965 +33,2 1973/74 1.708 1.708 +63,6 1974/75 5.153 5.153 +77,0 1975/76 5.273 5.273 +201,7 1976/77 6.350 6.350 +2,3 1977/78 7.191 162 7.353 +20,4 1978/79 6.858 516 7.374 +15,8 1979/80 10.995 1.345 12.340 +0,3 1980/81 15.187 2.111 17.298 +67,3 1981/82 16.482 2.342 18.824 +40,2 Sumber: Nota Keuangan dan RAPBN dalam Zulkarnaen Djamin (1993: 20)132
130
131
132
Anne Booth (ed.), Ledakan Harga Minyak dan Dampaknya: Kebijakan dan Kinerja Ekonomi Indonesia Dalam Era Orde Baru, Jakarta: UI Press, 1994, hal. 7-10, lihat juga Zulkarnaen Djamin, Peranan Ekspor Non Migas Dalam PJP II Prospek Dan Permasalahan, Jakarta: FEUI, 1993, hal. 18 Anne Booth, Ibid. Lihat juga, Tabel VII. Harga Ekspor Minyak Bumi Indonesia dalam Zulkarnaen Djamin, Ibid., hal 21 Zulkarnaen Djamin, Ibid., hal. 20
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
58
Kenaikan harga minyak ini merupakan pemasukan besar bagi pemerintah Indonesia, karena ekspor utama Indonesia pada waktu itu adalah migas yaitu sebanyak 65% selebihnya yaitu sebesar 35% berasal dari ekspor nonmigas.133 Pendapatan Indonesia yang meningkat tersebut digunakan untuk membiayai program-program pembangunan, sehingga terbuka peluang kesempatan kerja, seperti terlihat dalam tabel berikut ini: Tabel 7. Populasi Pekerja Indonesia Berdasarkan Lapangan Pekerjaan tahun 1971-1980 (dalam ribuan dan Persentase) LAPANGAN PEKERJAAN Pertanian Pertambangan dan pengalian Pengolahan Utilitas Konstruksi Angkutan dan Komunikasi Perdagangan Bank dan Keuangan Pelayanan Umum Lain-lain
JUMLAH TAHUN 1971 26.47 (64,2%) 0.09 (0,2%) 2.68 (6.5%) 0.04 (0.1%) 0.68 (1.6%) 0.95 (2.3%) 4.26 (10.3%) 0.09 (0.2%) 4.12 (10.0%) 1.88 (4.6%)
JUMLAH TAHUN 1980 28.83 (55,9%) 0.39 (0,8%) 4.68 (9.1%) 0.07 (0.1%) 1.66 (3.2%) 1.47 (2.9%) 6.68 (13.0%) 0.30 (0.6%) 7.15 (13.9%) 0.34 (0.7%)
PERTUMBUHAN TAHUN 1971-1980 2.36 (22.9%) 0.30 (2.9%) 2.00 (19.4%) 0.03 (0.3%) 0.98 (9.5%) 0.52 (5.0%) 2.42 (23.5%) 0.21(2.0%) 3.03 (29.4%) 1.54 (14.9%)
Sumber: Olahan dari data Kartini Sjahrir (1995, hal. 64)
Berdasarkan tabel di atas, dapat dikatakan bahwa bidang-bidang nonpertanian mengalami perkembangan. Hal ini terlihat dari adanya peningkatan penyerapan tenaga kerja pada bidang nonpertanian. Sehingga pada tahun tersebut nampak terjadi proses perubahan penyerapan tenaga kerja dari bidang pertanian ke bidang nonpertanian. Perubahan ini dibuktikan dengan turunnya jumlah penyerapan tenaga kerja di bidang pertanian. Pada tahun 1971 jumlah angkatan kerja yang terserap di bidang pertanian sebesar 64,2%, kemudian pada tahun 1980 menurun menjadi sebesar 55,9% . Sebaliknya, pada bidang nonpertanian menunjukkan telah terjadi peningkatan penyerapan tenga kerja, sebagai contoh bidang konstruksi dan perdagangan. Pada bidang konstruksi telah terjadi 133
Zulkarnaen Djamin, Ibid., hal 23. Sebelum terjadi penurunan harga minyak dunia, ekspor utama Indonesia berasal dari minyak dan gas (migas), tetapi setelah terjadi lonjakan penurunan harga minyak dunia pada tahun 1982/1983 terjadi perubahan orientasi ekspor dari migas ke nonmigas
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
59
peningkatan penyerapan tenaga kerja, pada tahun 1971 sebanyak 1,6 % pada tahun 1980 meningkat menjadi 3,2%. Pada bidang perdagangan juga telah terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja. Pada tahun 1971 tenaga kerja yang terserap di bidang perdagangan sebesar 10,3%, meningkat menjadi 13% di tahun 1980. Dengan demikian peningkatan jumlah penerimaan negara dari hasil ekspor migas, telah mendorong perkembangan di bidang nonpertanian. Namun, setelah tahun 1982/83, ketika penghasilan dari minyak mulai menurun, pertumbuhan perekonomian Indonesia pun menurun. Antara tahun 1982/83 dan 1988/99, laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)134 pun menurun dan menjadi lebih tidak menentu, akibat dari penurunan harga minyak di pasaran internasional yang tidak stabil. Pada tahun 1983, harga minyak dunia turun menjadi US$ 29,53 per barrel dari harga US$ 35 per barrel di tahun 1982,135 pada tahun 1984 turun menjadi US$ 28 per barrel, kemudian pada tahun 1986 harga minyak turun sampai pada harga US$ 9,83 per barrel.136 Penurunan harga minyak ini mengakibatkan terjadinya penundaan beberapa proyek, antara lain proyek konstruksi, proyek pertanian termasuk program Bimas,137 dan empat proyek untuk sektor publik yang bernilai lebih dari US$ 5 miliar.138 Penurunan harga minyak tersebut mengakibatkan laju pertumbuhan tahunan ratarata PDB antara tahun 1982 sampai dengan tahun 1988 menurun hingga 4,3% setiap
134
Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan nilai neto dari barang dan jasa (nilai produksi dikurang biaya antara) yang dihasilkan oleh seluruh sektor ekonomi yang melakukan kegiatan produksi dalam suatu negara. 135 Kartini Sjahrir, Pasar Tenaga Kerja Indonesia: Kasus Sektor Konstruksi, Jakarta:Grafiti, 1995, hal.115116. 136 . Zulkarnaen Djamin, Op. Cit., hal. 21 137 Karena keterbatasan dana pemerintah, maka proyek Bimas dikurangi dari target seluas 1000 ha menjadi 500 ha, 500 ha lagi diganti dengan proyek Inmas, targetnya adalah petani-petani kaya yang sudah menerapkan program panca usaha tani, sehingga mereka hanya diberikan pelayanan pnyuluhan, berbeda dengan program Bimas, lihat Mubyarto, Politik Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Jakarta: Sinar Harapan, 1994, hal. 119 138 Kartini Sjahrir, Op.Cit., hal.114 Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
60
tahunnya139. Pada tahun 1988, pendapatan perkapita Indonesia dalam dolar turun sampai US$ 480. Nilai tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan pendapatan perkapita tahun 1980 berjumlah US$ 530. Kondisi ini mengakibatkan Indonesia digolongkan sebagai sebuah negara ‘berpendapatan rendah’ oleh Bank Dunia140 Turunnya laju pertumbuhan perekonomian tersebut disebabkan oleh: pertama, turunnya harga minyak dunia yang berdampak pada penerimaan devisa negara. Kedua, adanya penerapan kuota OPEC, Indonesia harus menaati keputusan OPEC. Kuota ini menyebabkan terjadinya pengurangan jumlah ekspor minyak. Hal ini terlihat pada data volume ekspor minyak tahun 1983 sebanyak 77.007.100 ton berkurang sebanyak 21.349.300 ton dari tahun 1982, yaitu sebanyak 98.456.400 ton. Pengurangan volume ekspor minyak ini pun terjadi pada pelabuhan Cirebon, yang merupakan salah satu pelabuhan pengekspor minyak, seperti terlihat pada tabel berikut ini: Tabel 8. Volume dan Nilai Ekspor Minyak di Pelabuhan Cirebon Tahun 1979-1983 NO
TAHUN
1. 2. 3. 4. 5.
1979 1980 1981 1982 1983
JUMLAH VOLUME EKSPOR MINYAK 2.605.100/ton 1.578.300/ton 1.435.300/ton 1 .491.100/ton 140.100/ton
JUMLAH NILAI EKSPOR MINYAK US$ 288.600.000 US$ 326.300.000 US$ 340.900.000 US$ 353.700.000 US$ 25.200.000
Sumber : Data Statistik Indonesia,1983141
Pengurangan jumlah ekspor minyak di pelabuhan Cirebon, mengakibatkan terjadinya penurunan pendapatan ekspor minyak di pelabuhan Cirebon. Pada tahun 1983 nilai ekspor minyak di pelabuhan Cirebon sebesar US$ 25.200.000,- turun sebanyak US$ 328.500.000,- dari nilai ekspor tahun 1982 sebesar US$ 353.700.000.- Faktor ketiga, yang 139 140 141
Ibid. Anne Booth (ed.), Op.Cit., hal. 3 Statistik Indonesia1983: Statistical Year Book of Indonesia, Jakarta: Biro Pusat Statistik Indonesia, hal.357 dan 379.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
61
mempengaruhi turunnya harga minyak di pasar Internasional adalah akibat adanya depresi ekonomi dunia pada 1980-an, sebagai dampak perang Irak-Iran. Penurunan harga minyak dunia tersebut, mempengaruhi kondisi perekonomian Indonesia.142 Kondisi ini berlangsung pada pertengahan Pelita III. Dalam Repelita III dikenal program delapan jalur pemerataan, termasuk di antaranya perluasan lapangan kerja, pendidikan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.143 Target pertumbuhan ekonomi yang ingin dicapai pada pelita ini adalah sebesar 6,5% pertahun. Ternyata proyeksi ini tidak tercapai, karena tingkat pertumbuhan pertahun dalam Repelita III ini hanya sekitar 4,2%, bahkan jumlah tersebut lebih rendah bila dibandingkan Repelita II, yaitu pertumbuhan ekonomi sebesar 7,5% pertahun.144 Kondisi ekonomi yang sama terjadi pada masa Repelita IV, tidak memperlihatkan perbaikan dibandingkan dengan situasi pada Repelita III. Berdasarkan Laporan Tahunan Presiden, ternyata target pertumbuhan tahunan pada Repelita IV tidak melampaui 5%. Realisasi pertumbuhan hanya mencapai 4% per tahun.145 Pertumbuhan ekonomi yang rendah tersebut telah menganggu perluasan lapangan kerja. Penurunan dana-dana pembangunan mengakibatkan pengurangan jumlah proyek. Pengurangan jumlah proyek tersebut mengakibatkan penurunan daya serap tenaga kerja sebesar 28% dari tahun fiskal 1985.146 Dalam rangka menanggulangi masalah penurunan devisa negara akibat turunnya harga minyak pada tahun 1982/1983, maka pemerintah mendorong dan meningkatkan
142
143
144 145 146
Sebagaimana telah diterangkan pada Bab I, bahwa struktur ekonomi Indonesia adalah struktur ekonomi ekspor, sehingga pendapatan dalam negari sangat dipengaruhi oleh maju/mundurnya ekspor. Pendapatan Negara sebagian besar berasal dari hasil ekspor migas. Rencana Pembangunan Lima Tahun Keempat 1984/85-1988/89, Departemen Penerangan RI, 1984, hal. 91, Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia di Depan Sidang MPR, 16 Agustus 1988, Pelaksanaan Tahun Keempat Repelita IV 1 April 1987 s/d 31 Maret 1988, Republik Indonesia. Hal. XII/5 Kartini Sjahrir, Op.Cit., hal.116-118 Lampiran Pidato Presiden, Loc.Cit. Ibid.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
62
ekspor nonmigas. Kondisi inilah yang melatarbelakangi pemerintah mengeluarkan keputusan pengerahan tenaga kerja Indonesia, termasuk tenaga kerja wanita ke Arab Saudi. Keputusan tersebut merupakan salah satu upaya pemerintah meningkatkan penerimaan devisa negara melalui ekspor nonmigas, sebagaimana diungkapkan oleh Menteri Tenaga Kerja RI pada waktu itu Sudomo, bahwa salah satu komoditi nonmigas yang diharapkan menjadi sumber pemasukan devisa negara adalah pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri melalui program AKAN (Antar Kerja Antar Negara).147 Untuk itu Presiden RI saat itu Soeharto, menganjurkan agar para TKI di luar negeri menyisihkan separuh gaji setiap bulan untuk dikirimkan ke tanah air. Pengiriman gaji TKI ini merupakan pemasukan devisa bagi negara.148 3.1.2 Kondisi Ketenagakerjaan di Indonesia Pada Tahun 1980-an Masalah ketenagakerjaan dipengaruhi oleh laju pertumbuhan penduduk. Penduduk Indonesia pada tahun 1980 berjumlah 148,03 juta jiwa.149
Pada tahun 1985 jumlah
penduduk Indonesia meningkat menjadi 164 juta jiwa.150 Dengan demikian selama kurun waktu lima tahun, jumlah penduduk Indonesia telah bertambah 15,97 juta jiwa. Pada tahun 1986 jumlah penduduk meningkat menjadi 168 juta jiwa. Jumlah penduduk yang meningkat mengakibatkan jumlah angkatan kerja meningkat. Pada tahun 1986 jumlah angkatan kerja tercatat 878.146 orang, sedangkan permintaan akan tenaga kerja hanya 151.674 orang, angkatan kerja yang memenuhi persyaratan hanya 120.877 orang.151 Jadi, jumlah angkatan kerja yang tidak terserap sebanyak 757.259 orang. Dengan demikian, penduduk yang besar tersebut, di satu sisi merupakan sumber daya manusia yang potensial 147
Supardi R. Op.Cit., hal. 99 Ibid., hal. 127 149 Statistik Indonesia 1983: Statistical Year Book of Indonesia, Jakarta: BPS,1984, hal.701 150 Statistik Indonesia 1987: Statistical Year Book of Indonesia, Jakarta: BPS, 1987, hal. 27 151 Ibid., hal 28-29 148
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
63
sebagai modal dasar pembangunan, sisi lain pemerintah harus menyediakan lapangan pekerjaan yang dapat menyerap mereka. Selama periode 1980-1985 kemampuan sektor formal dalam menciptakan kesempatan kerja baru, hanya mencapai 39% dari tambahan kesempatan kerja seluruhnya, selebihnya sebanyak 61% diserap dalam sektor informal, terutama sektor pertanian, dan perdagangan.152 Walaupun kemampuan sektor informal menyerap tenaga kerja cukup tinggi, tidak berarti bahwa sektor ini masih memerlukan tambahan tenaga kerja baru, bahkan sebaliknya sektor informal ini sebenarnya telah mengalami kelebihan tenaga kerja, seperti di bidang pertanian. Untuk membajak sawah seluas 1 bau dapat dilakukan oleh satu orang dengan menggunakan traktor, tapi karena penawaran jumlah tenaga kerja yang melimpah, pemilik sawah menambah dua orang pembajak dengan menggunakan kerbau di samping satu orang menggunakan traktor. Mereka mendapat upah sebesar Rp.600 perhari.153 Situasi ketenagakerjaan dalam kurun waktu 1984/85-1988/89, dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 9. Angkatan Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 1985 NO. LAPANGAN PEKERJAAN JUMLAH PERSENTASE 1 Pertanian 34.141.809 orang 54,7% 2 Pertambangan dan Pengalian 415.512 orang 0,7% 3 Perdagangan 9.345.210 orang 15,0% 4 Jasa kemasyarakatan 8.317.285 orang 13,3% 5 Industri pengolahan, 5.795.919 orang 9,3% 6 Bangunan, 2.095.577 orang 3,3% 7 Angkutan dan komunikasi, 1.958.333 orang 3,1% 8 Lembaga keuangan dan asuransi 250.481 orang 0,4% 9 Listrik, gas dan air, dan 69.715 orang 0,1% 10 Lapangan kerja lainnya 67.297 orang 0,1% Jumlah 62.457.138 orang 100% Sumber: Lampiran Pidato Tahunan Presiden tanggal 16 Agustus tahun 1988. 154
152
153
154
Data Supas (Survai Penduduk Antar Sensus) 1985, dikutif dari tulisan Hendra Esmara, “Kesempatan Kerja dan Pembangunan” dalam Kompas, 3 Maret 1988 Wawancara dengan Hj.Ramlah salah satu pemilik sawah terluas di desa Prajawinangun, tanggal 10 April 2007. Laporan Pidato Tahunan Presiden tanggal 16 Agustus 1988, hal.XII/7
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
64
Berdasarkan tabel di atas, pada tahun 1985 bidang pertanian merupakan lapangan pekerjaan yang paling banyak menyerap tenaga kerja, yaitu sebanyak 34.141.809 orang atau 54,7% dari seluruh jumlah angkatan kerja, yaitu 62.457.138 orang. Hal ini dikarenakan jumlah penduduk Indonesia mayoritas berada di pedesaan. Menurut Sumitro Djojohadikusumo, seorang pakar ekonomi Indonesia, dikatakan bahwa pada tahun 1980an, sekitar 85% angkatan kerja Indonesia bermukim di daerah pedesaan dan 65% bekerja di sektor pertanian, sehingga Indonesia termasuk negara agraris.155 Sementara jumlah angkatan kerja yang bekerja berdasarkan tingkat pendidikan pada tahun 1985 tercatat seperti tabel berikut:
Tabel 10. Jumlah Angkatan Kerja Indonesia Berdasarkan Tingkatan Pendidikan Tahun 1985 dan Persentase156 Lulusan SD ke bawah SMTP SMTA Perguruan Tinggi 52.283.293 orang (83,7%)
4.401.470 orang (7,0 %)
4.975.731 orang (8,0%)
796.644 orang (1,3 %)
Sumber: Olahan dari data SUPAS 1985.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa angkatan kerja Indonesia pada tahun 1985 mayoritas adalah pendidikan rendah. Dari sejumlah 52.283.293 orang yang berpendidikan SD ke bawah dapat dirinci lebih lanjut berdasarkan lapangan kerja seperti tertera pada tabel berikut:
155
156
Sumitro Djojohadikusumo, “Pendidikan dan Kesempatan Kerja” dalam Hubungan Industrial Pancasila dan Ketenagakerjaan di Indonesia, Jakarta: Yayasan Kesejahteraan Keluarga Pemuda “66” hal.837 Laporan Pidato Tahunan Presiden, Loc.Cit.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
65
Tabel 11. Lapangan Pekerjaan Yang Menyerap Tenaga Kerja Lulusan SD ke Bawah157 NO. 1. 2. 3. 4.
LAPANGAN KERJA
JUMLAH
PERSENTASE
Pertanian Perdagangan Industri Pengolahan Jasa Kemasyarakatan (antara lain, buruh bangunan, tukang jahit, pembantu rumah tangga, supir, tukang becak) Jumlah
32.460.042 orang 7.768.584 orang 4.725.866 orang
64% 16% 11%
3.738.603 orang
9%
52.283.293 orang
100%
Sumber: Diolah dari Lampiran Pidato Tahunan Presiden tahun 1988, hal. XII/7
Keadaan ini menunjukkan bahwa rendahnya tingkat pendidikan angkatan kerja yang bekerja tersebut merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja dan tingkat pendapatan. Kondisi seperti ini terjadi di daerah Kabupaten Cirebon, yang angkatan kerjanya mayoritas berpendidikan rendah, sehingga produktivitas dan pendapatannya rendah. Di daerah Kabupaten Cirebon, jumlah pencari kerja yang terdaftar dan yang telah ditempatkan menurut jenis kelamin dan tingkat pendidikan pada tahun 1982 dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 12. Jumlah Pencari Kerja Yang Terdaftar dan Yang Telah Ditempatkan Pada Sektor Formal Menurut Jenis Kelamin dan Pendidikan Tahun 1982 di Kabupaten Cirebon TINGKAT PENDIDIKAN JENIS KELAMIN Laki-laki
terdaf tar
SD ditemp atkan
terdaf tar
SMTP ditem patkan
terdaf tar
SMTA ditem patkan
SARMUD terdaf ditem tar patkan
SARJANA terdaf ditem tar patkan
1386
83
387
37
1572
129
58
11
14
3
Wanita
5
2
30
6
315
31
15
3
6
-
Jumlah
1391
85
417
43
1887
160
73
14
20
3
Sumber: Kantor Direktorat Jenderal Pembinaan & Penggunaan Tenaga Kerja Cirebon158
157 158
Ibid. Kabupaten Cirebon Dalam Angka 1982, hal. 55.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
66
Berdasarkan tabel di atas, terlihat adanya ketidakseimbangan antara jumlah tenaga kerja dengan lapangan pekerjaan. Kondisi ini menyebabkan munculnya pengangguran. Jumlah tenaga kerja lulusan SD yang tidak terserap di sektor formal sebanyak 1.306 orang, lulusan SMTP sebanyak 374 orang, Lulusan SMTA sebanyak 1.727 orang, Sarjana muda sebanyak 56 orang, dan sarjana sebanyak 17 orang. Dengan demikian, jumlah seluruhnya tenaga kerja yang terdaftar sebagai pencari kerja dan belum ditempatkan pada tahun 1982 di Kabupaten Cirebon sebanyak 3.480 orang. Pada tahun 1983/1984 jumlah remaja putus sekolah secara nasional sebanyak 1,3 juta jiwa. Jumlah tersebut meliputi lulusan SMTA sebanyak 272.000 orang, lulusan SLTP sebanyak 244.000 orang, dan lulusan Sekolah Dasar sebanyak 785.000 orang. Mereka ini membutuhkan lapangan pekerjaan yang dapat menampung mereka bekerja, Sementara lapangan pekerjaan yang tersedia terbatas. Hal ini menyebabkan tingginya angka pengangguran di Indonesia. Dengan demikian, pengangguran telah menjadi masalah nasional. Untuk itu, dalam rangka mengurangi jumlah pengangguran, pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri, sebagai salah satu alternatif penyediaan lapangan pekerjaan bagi mereka yang membutuhkannya.159 3.2 Permintaan Negara Pengguna Jasa Pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke Arab Saudi dipengaruhi oleh permintaan pengiriman tenaga kerja dari Arab Saudi sebagai negara pengguna jasa. Pengiriman TKI ke Arab Saudi merupakan dampak dari adanya lonjakan kenaikan harga minyak dunia pada tahun 1973, yang disebut oil boom. Kenaikan harga minyak bumi di pasaran internasional mempengaruhi hubungan antara Indonesia dan Arab Saudi, sebagai negara penghasil minyak bumi. Sejak saat itu, antara Indonesia dan Arab Saudi terjalin 159
Sebagaimana dikatakan oleh Sudomo dalam Supardi R, Op.Cit., hal. 98
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
67
hubungan, terutama dalam hal tata niaga energi maupun pemenuhan kebutuhan akan sumber daya manusia. TKI yang dibutuhkan oleh Arab Saudi, mulai dari tenaga kerja yang berketerampilan tinggi (highly skilled workers), keterampilan sedang (semi skilled workers), sampai tenaga kerja yang tidak memiliki keterampilan (unskilled workers). Tenaga kerja yang tergolong unskilled biasanya dipekerjakan di sektor informal, yaitu sebagai pembantu rumah tangga. Permintaan pengiriman TKI oleh pemerintah Arab Saudi sudah dimulai sejak tahun 1970-an. Pengirimannya diatur berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.4 tahun 1970 tentang Pengerahan Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri. Menurut penjelasan peraturan tersebut, bahwa yang dimaksud pengerahan tenaga kerja ialah upaya untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja dari suatu daerah, ataupun dari luar negeri dengan memindahkannya dari daerah yang kelebihan tenaga kerja.160 Dengan demikian, pengiriman TKI ke luar negeri didasarkan atas adanya permintaan dari negara pengguna jasa. Sebagai contoh, pada tahun 1975/1976, Indonesia mengirim tenaga ahli di bidang konstruksi sebanyak 3.500 orang atas permintaan pemerintah Arab Saudi.161
Mereka
adalah para ahli konstruksi yang sebelumnya telah menyelesaikan proyek kilang minyak Cilacap. Mereka dikirim ke Arab Saudi untuk menangani proyek pengumpulan gas (gas gathering project) pada perusahaan Fluor Eastern Inc. Pada tahun 1983, perusahaan ini kembali meminta dikirim tenaga kerja Indonesia sebanyak 591 orang.162 Pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Arab Saudi terus meningkat, dikarenakan adanya permintaan dari Arab Saudi sebagai pengguna jasa terus bertambah. Pada periode tahun 1969/1970 sampai dengan 1974, Indonesia mengirim TKI ke Arab Saudi sebanyak 5.624 orang, kemudian pada tahun 1974/1975 sampai dengan 1979/1980 pengiriman TKI 160
161 162
Biro Tata Hukum, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Dalam Bidang Tenaga Kerja, Jakarta: Depnaker, 1973, Cet. keempat, hal.209. Supardi R. Op.Cit., hal 93 Ibid.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
68
ke Arab Saudi berjumlah 17.042 orang, atau meningkat sebanyak 11.418 orang. Jumlah TKI yang dikirim ke Arab Saudi mayoritas adalah tenaga kerja laki-laki (TKL). Mereka dipekerjakan antara lain sebagai tenaga kerja bangunan pada proyek pembangunan kilang minyak, atau pada proyek pembangunan kota-kota di Arab Saudi, seperti pembangunan enam industri di kota Yanbu dan kota Jubail.163 Sejak tahun 1980-an terjadi pergeseran permintaan pengiriman tenaga kerja Indonesia oleh Arab Saudi. Pada tahun tersebut, terjadi peningkatan permintaan pengiriman TKW yang dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga. Pada tahun 1984/1985 dari 28.360 orang TKI yang dikirim, 19.302 orang adalah wanita. Jadi sekitar 68% dari jumlah TKI tersebut adalah wanita. Mereka sebagian besar dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga. Arab Saudi lebih menyukai tenaga kerja wanita dari Indonesia karena persamaan agama (Islam), bersih, jujur, sopan, bekerja tekun dan penurut, selain itu TKW asal Indonesia penerima upah yang paling rendah,164
bila dibandingkan dengan TKI dari
negara-negara pengirim, seperti Philipina, Thailand, dan Malaysia.165. Itulah sebabnya para calon majikan bersedia menanggung
biaya transportasi dan membayar biaya ongkos
perekrutan (recruiting fee) untuk mendatangkan tenaga kerja wanita dalam jumlah besar. Sebaliknya, permintaan akan tenaga kerja laki-laki dari Indonesia tidak begitu besar. Arab Saudi lebih memilih dari negara-negara sesama Arab, seperti Mesir, Palestina, Turki, alasanya adalah di negara-negara tersebut bahasa yang digunakan adalah bahasa Arab, sehingga tidak perlu lagi dilakukan pelatihan bahasa Arab, ditambah dari segi fisik, postur
163
164
165
Syarif Hidayat, “Prospek Pasaran Tenaga Kerja Indonesia di Arab Saudi” dalam Antara, 30 September 1983 I.G.N. Santawirya. “Ekspor Tenaga Kerja ke Luar Negeri Khususnya ke Timur Tengah dan Malaysia”, Makalah Ceramah pada Sekolah Staf Dinas Luar Negeri Angk.VIII, Direktorat Jenderal KST dan JASEKON, Direktorat Jenderal HELN, Jakarta, 18 Oktober 1985, hal.12. Upah TKW asal Philipina, Malaysia dan Thailan masing-masing sebesar 700 real. “Arab Saudi Penampung Terbesar Tenaga Kerja Asal Indonesia” dalam Suara Karya, 25 April 1989.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
69
tubuh mereka dianggap lebih kuat. Sebaliknya TKL Indonesia dianggap kurang memadai dari segi fisik, karena secara umum fisiknya lebih kecil, bila dibandingkan TKL dari negara-negara tersebut di atas, selain itu kemampuan berbahasa sangat kurang, keterampilan sangat terbatas dan produktivitas rendah.166 Hal ini terungkap dari keluhan seorang majikan dari Arab Saudi, bahwa supir pribadinya yang berasal dari Indonesia ternyata mempunyai keterampilan yang rendah, menurut surat perjanjian ia memiliki keterampilan pada bidang tersebut, tetapi kenyataannya tidak terampil mengendarai mobil dan sering menabrak-nambrak.167 Mengenai besarnya upah terendah untuk tenaga kerja Indonesia yang dipekerjakan di Arab Saudi dapat dilihat dalam tabel berikut : Tabel 13. Upah Terendah untuk TKI di Arab Saudi SEKTOR LAPANGAN USAHA Tenaga konstruksi/industri/ tranportasi/pertanian Perhotelan Pembantu rumah tangga(supir pribadi, domestic servant)
IN DOOR
OUT DOOR
Unskilled 600
Skilled 800
Unskilled 750
Skilled 1.000
700 600
900 800
850 750
1.250 1.000
Sumber: Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.149/tahun 1983168
3.3 Individu Calon Tenaga Kerja Wanita (Calon TKW) Proses pengiriman TKW asal Kabupaten Cirebon ke Arab Saudi tidak akan terjadi kalau tidak ada individu yang mau atau bersedia menjadi TKW. Mereka umumnya berasal dari kalangan masyarakat ekonomi lemah. Menurut Jan Breman, mereka itu adalah orangorang yang terpinggirkan dari perekonomian pedesaan. Mereka umumnya adalah petani
166
167 168
I.G.N. Santawirya, Op.Cit., hal. 14. tinggi badan TKL Indonesia rata-rata 165 Cm, sementara TKL dari Negara Mesir, Pakistan, dan Turki rata-rata tinggi badan mereka 170 Cm, sehingga dianggap mempunyai fisik yang lebih kuat. “Pengiriman TKW masih lebih menarik daripada prianya”, dalam Suara Merdeka, 11 Mei 1985 Lihat Lampiran Pasal 9 dari Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.149/1983
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
70
yang tidak memiliki tanah dan petani miskin. Salah satu jalan untuk bisa bertahan hidup dan menyelamatkan ekonomi keluarga adalah dengan bermigrasi.169 Oleh karenanya, Individu yang menjadi TKW ke Arab Saudi asal Kabupaten Cirebon secara umum karena tekanan ekonomi. Sebagaimana terungkap berikut ini: “kita nekad ning Arab kena keadaan kang serba kekurangan, laki kita kerja dadi tukang beca, pira sih penghasilanne, kan ora tentu, sedangkan kebutuhan gal dina kudu dipenuhi, termasuk biaya anak-anak sekolah. Kita pengen bantu dagang ora duwe modal, pengen kerja, keder ora duwe ijazah sekolah tinggi, ana geh ijazah SD angel nganggo nglamar kerjae.” 170 “Saya nekad ke Arab karena keadaan ekonomi yang serba kekurangan, suami saya bekerja sebagai tukang becak, penghasilannya tidak seberapa dan tidak menentu, sedangkan kebutuhan hidup setiap hari harus dipenuhi, termasuk biaya anak-anak sekolah. Saya berkeinginan berdagang, tapi tidak punya modal, mau kerja, tidak punya ijazah sekolah tinggi, hanya punya ijazah SD sulit untuk melamar kerja”
Selain itu, tingkat pendidikan penduduk Kabupaten Cirebon pada tahun 1980-an mayoritas belum tamat dan tamatan sekolah dasar,171 menyebabkan kualitas dan keterampilan mereka rendah, sehingga penghasilannya pun rendah. Ini berdampak pada kondisi ekonomi keluarga yang serba kekurangan. Satu-satunya kesempatan mengubah nasib adalah dengan melakukan migrasi ke daerah yang mempunyai harapan kehidupan yang lebih baik. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh James C. Scott, bahwa jalan yang terakhir untuk dapat menyelamatkan kehidupan petani, sehingga ia dapat memenuhi kebutuhan subsistensinya adalah dengan cara melakukan migrasi.172
169 170
171 172
Jan Breman & Gunawan Wiradi, Op.Cit., hal. 360 Wawancara dengan Sariah binti Saidi bin Hatta (Mantan TKW tahun 1987-1989 asal desa Jungjang kec. Arjawinangun, tanggal 20 Maret 2008. Hampir dari semua hasil wawancara dari desa-desa di kec. Losari, Arjawinangun, Plumbon, Klangenan, Ciwaringin, Palimanan, Astanajapura, Beber, dan Gegesik, tekanan ekonomi dan sulit mencari pekerjaan merupakan faktor pendorong mereka menjadi TKW ke Arab Saudi. Kabupaten Cirebon Dalam Angka 1982, hal 56 James C. Scott, Op.Cit., hal. 25
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
71
Masyarakat Kabupaten Cirebon secara umum lebih memilih menjadi TKI ke Arab Saudi, dibanding menjadi transmigran ke daerah-daerah Indonesia lainnya.173 Namun kesempatan menjadi TKI ke Arab Saudi sangat terbatas bagi tenaga kerja laki-laki asal Kabupaten Cirebon. Bagi tenaga kerja laki-laki diharuskan mempunyai keterampilan dan keahlian khusus untuk bisa menjadi TKI di Arab Saudi, antara lain memiliki keterampilan dan keahlian mengendarai mobil. Persyaratan ini praktis tidak terpenuhi oleh sebagian besar tenaga kerja laki-laki asal Kabupaten Cirebon, yang memiliki keterampilan terbatas. Sementara kesempatan wanita menjadi TKI ke Arab Saudi lebih terbuka, karena persyaratannya hanya kesehatan fisik dan mempunyai keterampilan mengurus rumah, mereka dapat diterima menjadi TKW ke Arab Saudi. Oleh karenanya mayoritas masyarakat Kabupaten Cirebon yang menjadi TKI ke Arab Saudi adalah wanita. “Sebeneresih mbaka bisa laki isun bae kang nguleti duit, kerja ning Arab Saudi. Tapi angel. Dadi TKI ning Arab Saudi kudu bisa nyetir mobil, kien mustahil bisa dilakoni laki isun, pendidikanne bae cuma SD, ora duwe keterampilan sejene, kecuali macul. Dadi cuma isun kang duwe kesempatan kerja ning Arab Saudi kanggo ngubah nasib keluarga, krena bagi wong wadon, cukup bisa ngurus umah bisa dadi TKW ning Arab.”174 “Sebenarnya kalau bisa suami saya saja yang mencari uang, termasuk yang pergi ke Arab Saudi. Tapi, hal itu sangat mustahil. Pendidikan suami saya cuma lulusan SD, dan tidak memiliki keterampilan khusus selain mencangkul. Jadi hanya sayalah yang mempunyai kesempatan bekerja di Arab Saudi untuk bisa mengubah nasib keluarga, karena bagi wanita, cukup bisa mengurus rumah dapat bekerja menjadi TKW di Arab Saudi.” Ungkapan senada juga dikatakan oleh Aminah, seorang mantan TKW asal desa Kali Mati Kecamatan Gegesik. Ia terpaksa menjadi TKW ke Arab Saudi karena suaminya menganggur. Pada tahun 1970-an suaminya bekerja sebagai kuli bangunan di kota Jakarta, 173
174
Program transmigrasi yang dilakukan pemerintah kurang mendapat respon dari masyarakat di daerah Kabupaten Cirebon, dibandingkan dengan program pengerahan tenaga kerja ke Arab Saudi. Ini terbukti dari jumlah penduduk yang bertransmigrasi lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah penduduk yang menjadi TKI ke Arab Saudi. Sebagai contoh Kecamatan Arjawinangun yang terdiri dari 13 desa, pada tahu 1982/1983 hanya satu keluarga yang menjadi transmigran, lihat tabel 4 Wawancara dengan Lina, TKW asal desa Galabamba Kec. Ciwaringin tahun 1986-1988, Tanggal, 23 Maret 2008, wawancara dengan Sarah TKW asal desa Jungjang Kec. Arjawinangun, Sariah TKW asal desa Jungjang Kec. Arjawinangun, dan Ropiah TKW asal desa Tegal Gubuk Kec. Arjawinangun.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
72
tetapi sejak tahun 1982 tidak lagi bekerja, sehingga kebutuhan hidup sehari-hari keluarganya bergantung hasil kerja istrinya sebagai tukang jahit. Sementara ongkos jahit satu baju sebesar Rp.1.500, untuk menyelesaikannya membutuhkan waktu selama tiga hari, selain itu pengguna jasanya pun sangat sedikit, yaitu dalam waktu sebulan menerima jahitan sekitar 2 sampai tiga baju, kecuali pada bulan puasa menjelang lebaran ‘Idul Fitri, menerima lebih dari 15 baju. Sehingga ia kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari lima anak ditambah ibu dan dua orang adiknya. Suaminya yang menganggur tidak bisa bekerja menjadi TKI ke Arab Saudi, karena tidak mempunyai keahlian mengendarai mobil, sebab pada waktu itu yang dibutuhkan adalah tenaga kerja laki-laki yang dipekerjakan sebagai supir. Kondisi inilah yang mendorong Aminah menjadi TKW ke Arab Saudi.
175
Berdasarkan keterangan tersebut, dapat dikatakan bahwa menjadi TKW
ke Arab Saudi merupakan kesempatan yang dapat dilakukan oleh wanita pedesaan Kabupaten Cirebon, sebagai solusi untuk dapat meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Selain itu, sulitnya mencari pekerjaan di dalam negeri yang sesuai dengan tingkat pengetahuan yang dimiliki maupun tingkat penghasilan yang diharapkan, memperkuat motivasi wanita pedesaan Kabupaten Cirebon menjadi TKW. “ning kene kerja apa, isun cuma lulusan SD, paling-paling kerja dadi pembantu ning Jakarta gajiye cilik, padabaye pegele mendingan sekalian mangkat ning Arab Saudi, oli gajiye lebih gede”176 Disini kerja apa, saya cuma lulusan SD, paling-paling kerja jadi pembantu di Jakarta gajinya kecil, sama saja capenya lebih baik sekalian kerja di Arab, dapat gajinya besar.
Faktor lain yang ikut mendorong wanita pedesaan Kabupaten Cirebon menjadi TKW ke Arab Saudi, adalah adanya orang-orang yang sukses dari bekerja sebagai TKW di Arab Saudi. Faktor ini mulai berpengaruh di kalangan masyarakat Kabupaten Cirebon 175 176
Wawancara dengan Aminah mantan TKW asal desa Jungjang tanggal 26 Maret 2008 Wawancara Sariah binti Saidi (TKW tahun 1987-1989), Wawancara dengan Fatimah, Aminah, Qona’a, dan Rokani
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
73
setelah kedatangan TKW-TKW generasi awal, seperti Qona’a (pergi menjadi TKW tahun 1982),177, Aminah (menjadi TKW tahun 1984) dan Fatimah (menjadi TKW tahun 1983). Mereka tanpa pendidikan dan keterampilan yang memadai dapat bekerja menjadi TKW di Arab Saudi, dan berhasil pulang dengan membawa uang gajinya ke kampung halaman. Hasil jerih payahnya tersebut digunakan untuk merenovasi rumah dan menyekolahkan anak-anaknya seperti yang dilakukan oleh Aminah dan Fatimah, bahkan Qona’a telah berhasil membangun rumah seluas 300 m2, dan membeli sebuah sepeda motor. Keberhasilan mereka mendorong wanita-wanita lain untuk mengikuti jejak Qona’a dan Fatimah, seperti Sarah, Marfuah, Badriah, Sutati, Rokani, dan Sariah memutuskan untuk menjadi
TKW di Arab Saudi karena tekanan ekonomi keluarga, juga melihat dari
keberhasilan tetangga rumahnya (Qona’a). Sehingga dapat dikatakan bahwa TKW generasi pertama, yaitu Qona’a, Fatimah, dan Aminah motivasi utamanya adalah karena tekanan ekonomi, generasi berikutnya diantaranya Rokani, Sarah, Sariah, Marfuah, dll, disamping karena tekanan ekonomi juga dipengaruhi oleh keberhasilan tetangganya yang sudah menjadi TKW terlebih dahulu. Dengan demikian, sejak tahun 1985/1986 motivasi TKW telah berkembang, yaitu tidak hanya karena tekanan ekonomi dan keterbatasan lapangan pekerjaan, tetapi juga pengaruh dari adanya orang-orang yang telah berhasil. Sementara faktor penarik (pull factor), berasal dari negara tujuan TKW. TKW dari daerah Kabupaten Cirebon seluruhnya bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Arab Saudi. Alasannya adalah bekerja di Arab Saudi mendapat gaji yang besar. Dorongan
177
Hj.Qona’a merupakan TKW pertama asal desa Jungjang kec. Arjawinangun, Ia pergi ke Arab Saudi pada tahun 1982 bersama Suaminya, H.Akib dengan paspor Umroh, Setelah selesai Umroh tidak pulang ke Indonesia, tetapi mereka bekerja sebagai pembantu rumah tangga pada keluarga Zam-zami (salah satu keluarga bangsawan yang ada di kota Mekkah). Qona’a bertugas mengurus orang tua usia lanjut, sedangkan suaminya bekerja sebagai tukang kebun. Kebetulan mereka mendapat majikan yang baik hati, ia bekerja pada keluarga ini dari selama 20 tahun (1982 s.d 2002), selama itu, ia tidak pernah mendapat perlakuan yang buruk. Selain menjadi pembantu rumah tangga, Qona’a menjadi penyalur tenaga kerja Indonesia, khususnya berasal dari Kabupaten Cirebon untuk dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga di lingkungan perumahan majikannya atau keluarga majikannya. Menurutnya, ia telah menyalurkan TKW sebanyak 50 orang. Wawancara dengan Qona’a, tanggal 22 Maret 2008
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
74
memperoleh upah yang jauh lebih besar dari upah kerja di dalam negeri, merupakan salah satu daya tarik TKW asal Kabupaten Cirebon bekerja di Arab Saudi. Perbandingan upah antara Indonesia dan negara tujuan TKI seperti Arab Saudi relatif besar, yaitu gaji sebagai pembantu rumah tangga di Arab Saudi tahun 1984/1985 sebesar 600 real (sekitar Rp.240.000)/bulan. Gaji yang besar inilah yang memotivasi masyarakat khususnya tenaga kerja wanita asal Kabupaten Cirebon untuk mengais uang di negeri orang. Selain itu bagi masyarakat Kabupten Cirebon, Arab Saudi merupakan tempat suci. Di Arab Saudi terdapat simbol-simbol kepercayaan umat Islam, khususnya tempat kelahiran Nabi Muhamad. Selain itu juga terdapat tempat ibadah seluruh umat Islam di dunia, yaitu masjid Baitulrahman yang didalamnya terdapat simbol Ka’bah sebagai rumah Allah dan tempat ditaruhnya batu hitam yang disebut hajar aswad. Di sana juga terdapat makam Nabi Muhamad Sallallahu alaihi wasalam. Bagi ummat Islam tempat-tempat tersebut diyakini sebagai tempat mustajab dikabulkannya Doa oleh Allah Subhanahu wata’ala, dan juga tempat pembalasan amal perbuatan seseorang. Masyarakat Kabupaten Cirebon yang mayoritas pemeluk agama Islam yang kuat,178 mendambakan dapat mengunjungi tempat-tempat suci yang ada di Arab Saudi tersebut. Sebagaimana keterangan berikut ini: “Kulo kerja dadi TKW ning Arab Saudi, krana melu karo kaji Na’a. Kulo pengen munggah kaji kanggo ngelaksananang rukun Islam, sekalian pengen weru makamme nabi Muhammad karo pengen berdoa ning pareke Ka’bah. kapan maning bisa mangkat kaji, biaya dewek ora bisa”179 Saya kerja jadi TKW di Arab Saudi karena diajak oleh Haji Na’a. Saya berkeinginan naik haji untuk menjalankan ibadah rukub Islam, sekaligus ingin melihat makam nabi Muhamad, dan berkeinginan berdoa di dekat Ka’bah. Kapan lagi bisa naik haji, berangkat dengan biaya sendiri tidak bisa.
178 179
Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, Jakarta: Balai Pustaka, 1994, hal. 26 Wawancara dengan Biyum (TKW asal desa Jungjang Kec. Arjawinangun tahun 1985-1987), 22 Maret 2008
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
75
Dengan demikian, motivasi wanita asal pedesaan Kabupaten Cirebon menjadi TKW adalah selain karena faktor ekonomi, juga dilandasi oleh pandangan dan keyakinan agama yang bersifat eskatologis.180 Kondisi ini sering kali dimanfaatkan oleh calo-calo TKI untuk bisa merekrut tenaga kerja dari kalangan masyarakat Cirebon sebanyak mungkin. Menurut Alwiyah, ia tertarik menjadi TKW ke Arab Saudi, disamping karena tekanan ekonomi keluarga, juga oleh perkataan orang yang mengajaknya (calo), bahwa bekerja di Arab itu enak, mendapat gaji yang besar dan bisa naik haji.181 “kerja ning Arab Saudi enak sedepat cuma 2 tahun, tapi bisa menghasilkan duit sebesar kurang lebih 6 juta, belum tentu kerja ning kene. Kerja ning Arab gen kita bisa munggah haji” Kerja di Arab Saudi enak, sebentar cuma 2 tahun, dapat menghasilkan uang sebesar 6 juta, belum tentu kerja di sini. Kerja di Arab juga bsa naik Haji. Padahal setelah ia menjadi TKW di Arab Saudi, majikannya tidak mau membiayai ongkos naik haji. Hal seperti ini dialami antara lain oleh; Marfuah, Mimin, dan Suhani, mereka naik haji dengan biaya sendiri. Dengan demikian, proses perekrutan tenaga kerja wanita asal Kabupaten Cirebon tidak lepas dari peranan calo/sponsor TKI. Calo/sponsor mempunyai peran penting dalam proses rekrutmen calon TKW. Calo/sponsor TKI ini merupakan kepanjangan tangan dari PPTKI yang beroperasi di daerah atau di desa-desa untuk memperoleh calon TKW. Merekalah yang memberikan informasi tentang kondisi bekerja di luar negeri. Tentunya informasi yang diberikan cenderung bersifat positif, mengenai segala kemudahan dan keuntungan-keuntungan yang
180
181
Pandangan Islam atau kepercayaan tentang adanya akhir zaman, hari kiamat, dan alam akhirat bervariasi ada pandangan bahwa pengadilan akhirat menentukan yang beriman akan masuk ke surga dan yang berbuat jahat akan disiksa di neraka. Lihat, Muhamad Iqbal dan Wilham Hunt. Ensiklopedia Ringkas Tentang Islam. terj. Jakarta: MM Corp, 2005, hal.102, lihat juga Ensiklopedia Nasional Indonesia Jilid 5. Jakarta: PT Cipta Adi Pustaka, 1989, hal. 190. Ibadah Haji merupakan rukun Islam ke lima. Tujuan melaksanakan ibadah haji adalah menjadi haji yang Mabrur, sehingga balasannya adalah masuk surga. Wawancara dengan Alwiyah (TKW asal desa Panguragan tahun 1986-1988), 12 Februari 2007
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
76
akan diperoleh jika menjadi TKW yang berhasil. Bahkan calo/sponsor sering menggunakan simbol-simbol agama untuk dapat merekrut sebagaimana diungkapkan oleh mantan TKW; “Calo kang gawa kita ngomong jaree’mendingan kerja ning Arab Saudi, gajiye gede bisa oli gawe umah karo nyekolahin anak, sekalian bisa munggah kaji”182 Calo yang bawa saya berkata, bahwa lebih baik bekerja di Arab Saudi, mendapat gaji yang besar, sehingga bisa digunakan untuk membangun rumah dan menyekolahkan anak, dan sekaligus bisa naik haji Janji-janji para calo tersebut bertujuan dapat menarik dan memperoleh sebanyak mungkin calon TKW. Karena bagi calo yang berhasil merekrut tenaga kerja yang banyak, maka ia akan mendapat imbalan banyak pula. Setiap satu orang calon TKW, calo memperoleh imbalan atas jasanya dari PPTKI sebesar Rp.50.000,-183 Selain itu juga calo ini mendapat imbalan jasa dari calon TKW, yang besarnya relatif berdasarkan kebijakan dari calo. Menurut informasi mantan TKW tahun 1980-an, bahwa mereka diminta harus membayar uang untuk mengurus administrasi sebesar antara Rp.100.000,- sampai Rp.500.000,- per calon TKW. Jasa calo yang cukup besar tersebut, memungkinkan munculnya calo-calo illegal atau calo penipu. yang beroperasi di pedesaan, termasuk di pedesaaan Kabupaten Cirebon, sebagaimana yang telah berhasil diungkap oleh kepolisian Cirebon pada tahun 1984. Bahkan yang terkena tipu bukan hanya wanita dari desa Kabupaten Cirebon, tapi juga wanita dari desa-desa di Jawa Barat, seperti Cianjur dan Sukabumi. Calo illegal tersebut melakukan penyimpangan antara lain memalsukan identitas calon TKW atau bahkan melarikan biaya rekrutmen yang diterima dari calon TKW.184
182 183 184
Wawancara dengan Marfu’ah, TKW asal desa Depok Kecamatan Arjawinangun, tanggal 27 Maret 2007 Wawancara dengan Muliyati, sponsor TKI desa Jungjang Arjawinangun, 16 September 2007 “Otak Penipu Pengiriman Tenaga Kerja Ditangkap Setelah Akad Nikah di Cirebon, dalam Suara Merdeka, tanggal 27 Februari 1984. Lihat juga “Polisi Cirebon: Bongkar Pengiriman Tenaga Kerja Liar ke Saudi” dalam Pelita, 5 Oktober 1985.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
77
Kondisi ini jelas yang menjadi korban adalah calon TKW selain dirugikan juga gagal menjadi TKW di luar negeri. Calon TKW asal Kabupaten Cirebon yang tertipu sebanyak 50 orang. Mereka dijanjikan akan berangkat ke Arab Saudi dengan membayar biaya administrasi sebesar Rp.150.000 per orang sampai Rp.200.000 per orang.185 Padahal seharusnya calon TKW ke Arab Saudi tidak dipungut biaya, karena sudah dibiayai oleh agen/individu
pengguna
jasa
di
Arab
Saudi,
mulai
dari
rekrutmen
sampai
pemberangkatan.186 Dengan demikian peranan calo/sponsor dalam membangun motivasi wanita pedesaan Kabupaten Cirebon untuk menjadi TKW ke Arab Saudi dapat dikatakan cukup berpengaruh. 3.4 Peranan Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja (PPTKI) Adanya peningkatan jumlah pengiriman TKI ke Arab Saudi, maka pemerintah perlu mengatur pelaksanaan teknis oleh instansi-instansi yang terkait. Untuk itu, pada tahun 1983 pemerintah mengeluarkan kebijakan yang berupa Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No:Per-01/Men/83,187 yang isinya mengatur pembentukan Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia (PPTKI) ke Luar Negeri, hak dan kewajiban perusahaan, dan pencabutan izin usaha. Menurut peraturan ini, yang dimaksud perusahaan pengerah tenaga kerja Indonesia ke luar negeri adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang mengadakan kegiatan seleksi, penandatanganan perjanjian kerja, pemberian penjelasan kepada tenaga kerja Indonesia dan pengirimannya ke luar negeri. Dengan demikian pengiriman TKI ke luar negeri dilakukan sepenuhnya oleh PPTKI. Menurut pasal 8 Bab IV No:Per-01/Men/83, PPTKI mempunyai tugas dan berkewajiban mempromosikan tenaga kerja Indonesia di luar negeri agar lebih dikenal dan
185 186
187
Ibid. Lihat lampiran 12 pasal 1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.149/Men/83 tentang ongkos recruiting fee yang dibebankan pada agen/perusahaan yang memesan yang ada di Arab Saudi. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi periode tahun 1978-1983 adalah Harun Zain.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
78
merangsang pihak pencari tenaga kerja untuk mempergunakan tenaga kerja Indonesia sebanyak mungkin.188 Termasuk PPTKI ke Arab Saudi, mereka harus mencari peluang pasar kerja sendiri melalui perwakilannya di Arab Saudi.189 Oleh karenanya, mayoritas pemilik PPTKI ke Arab Saudi adalah warga negara Indonesia keturunan Arab. Pada tahun 1983 jumlah perusahaan PPTKI sebanyak 74 buah,190 kemudian pada tahun 1985 jumlahnya meningkat menjadi 160 buah. Perusahaan-perusahaan tersebut tergabung dalam organisasi yang disebut IMSA (Indonesian Manpower Supplier Association). Dari jumlah 160 PPTKI tersebut, hanya 53 perusahaan yang memiliki perwakilan di Arab Saudi, antara lain; PT.Tesco Ltd, PT. John Larsen & Co, PT Almas Corp, PT.Marcu Binawan, PT. Prima Advera, PT. Kosindo Yayatama, PT. El Asrin Kurnia, PT. Lagura, PT Dwi Putra Metropolitan, PT. Kafila el Safir, PT. Barfo Mahdi dan PT. Lunajaya.191 PPTKI selain bertugas mempromosikan TKI ke luar negeri, juga melakukan kegiatan rekrutmen calon tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja negara penerima.192 Dalam melakukan kegiatan rekruitmen tersebut, PPTKI sering kali melakukan pemalsuan identitas calon TKW, sebagaimana pemberitaan berikut ini: “Kenyataan memang sudah membuktikan bahwa hampir seluruh PPTKI sudah telanjur memandang TKW sebagai komoditi. Dan untuk itu pulalah mereka tidak segan-segan memalsu identitas diri para calon TKW. Bukan hanya usia yang dipalsu, melainkan juga alamat. Sehingga kalau terjadi sesuatu terhadap diri mereka, sulit menghubungi keluarganya. Diah (bukan nama sebenarnya), misalnya, di paspor disebut alamatnya di Purwakarta. Ternyata ia tinggal di daerah Cirebon. Di paspor tertulis lahir tahun 1959, tapi ternyata baru berusia 17 tahun. Padahal menurut aturan pemerintah hanya mereka berusia 27 tahun ke ataslah yang boleh menjadi TKW” 193
188
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.1/Men/1983, Bab IV pasal 8 Supardi R. Op.Cit., hal 67 190 Ibid. hal.104 191 Merdeka, 17 Mei 1983 192 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 01/Men/83, Bab IV pasal 8 butir b 193 Laporan Masalah TKI-TKW (4), Loc.Cit. Masalah pemalsuan identitas ini dialami juga oleh Unira, Suhani, Sutati, dan Sarah. 189
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
79
Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.149/Men/83, pasal 1 lampiran 9 bahwa tarif pengiriman yang harus dibayar oleh negara pengguna jasa kepada PPTKI adalah untuk wanita sebesar US$ 1.350 per orang. sementara biaya proses rekrutmen calon TKW sebesar US$ 950 per orang, maka perusahaan mempunyai keuntungan bersih sampai US$ 400 per orang. Untuk TKI pria, tarifnya US$ 870 per orang. Sementara ongkos rekrutmen TKL sebesar US$ 670 per orang, maka perusahaan mendapatkan keuntungan bersih sampai US$ 200 per orang.194 Keuntungan semacam inilah yang menggiurkan banyak orang untuk mendirikan perusahaan pengerah TKI ke Arab Saudi. Sehingga pada tahun 1988, jumlah PPTKI yang terdaftar di Depnaker meningkat menjadi 205 perusahaan.195 Dengan demikian bisnis pengiriman TKI ke Arab Saudi ketika itu dianggap cukup menguntungkan bagi perusahaan-perusahan pengerah tenaga kerja ke Arab Saudi, yang menyebabkan munculnya PPTKI baru. Banyaknya jumlah PPTKI mengakibatkan terjadi persaingan di antara perusahaan tersebut.
Beberapa
PPTKI
menerima
pembayaran
ongkos
recruiting
fee
dari
perusahaan/individu Arab Saudi lebih rendah dari ongkos yang dipatok oleh pemerintah, yaitu minimal pemesan TKW membayar recruiting fee sebesar US$ 1.350. Pada tahun 1984/85 PPTKI menerapkan tarif rekrutmen sebesar US$ 1.500. Namun, setelah tahun 1988 ongkos recruiting fee turun menjadi US$ 1.100, bahkan ada PPTKI yang mau menerima ongkos recruiting fee sebesar US$ 750. Sedangkan biaya proses rekrutmen untuk seorang TKW sekitar US$ 900. Untuk menutupi kekurangan biaya tersebut, PPTKI membebankan biaya pada calon TKW. Mereka dipungut biaya antara Rp.1.500.000
194
195
Roso Styono, “Masalah Ketenagakerjaan di Indonesia” dalam Rekaman Peristiwa’85, Jakarta: Sinar Harapan, 1986, hal.51. Tenaga kerja laki-laki (TKL) yang akan dikirim ke luar negeri lebih murah dibanding tenaga kerja wanita (TKW), karena TKL tidak melalui penampungan, mereka bisa langsung diberangkatkan. “Laporan Masalah TKI-TKW (4): ‘Fee’ Anjlok, Pemalsuan Tetap jalan” dalan Kompas, 3 Maret 1990
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
80
sampai Rp.2.000.000,-196 Pemungutan biaya proses rekrutmen dialami juga oleh Wati, TKW asal Kabupaten Cirebon, sebagaimana diungkapkan berikut ini: “Saya membayar uang pada sponsor sebesar Rp.400.000, seharusnya membayar Rp.1500.000. Uang yang saya bayar hanya untuk biaya tes medical (tes kesehatan), untuk biaya lain ditanggung oleh PPTKI terlebih dahulu. Pembayarannya dengan cara memotong gaji saya “197
Dengan demikian telah terjadi proses pergeseran penerimaan keuntungan PPTKI. Pada tahun 1983 sampai 1987, PPTKI meraup keuntungan dari calon majikan di Arab Saudi, tetapi setelah tahun 1988 PPTKI meraup keuntungan dari TKW. Untuk itu, Pemerintah melalui Menteri Tenaga Kerja, memperketat pengiriman tenaga kerja ke Arab Saudi dengan memberlakukan enam syarat yang harus dipenuhi oleh PPTKI. Enam syarat yang harus dipenuhi oleh perusahaan penyalur tenaga kerja yang akan mengirim tenaga kerja ke luar negeri, menurut Sudomo selaku Menteri Tenaga Kerja waktu itu adalah:198 pertama, adanya kontrak antara perusahaan penyalur di Indonesia dengan pengguna tenaga kerja tersebut di luar negeri, surat-surat kontrak harus diketahui oleh Duta Besar RI di negara tempat akan dikirimkan atau digunakan; Kedua, si tenaga kerja yang akan ke luar negeri juga harus menandatangani kontrak dengan perusahaan penyalurnya. Isi kontrak tersebut antara lain menyangkut syarat-syarat kerja, lamanya bekerja, jaminan sosial, gaji, lembur, pemondokan, dan lain-lain;
Ketiga, perusahaan
yang akan menerima atau menggunakan tenaga kerja Indonesia tersebut harus memiliki ijin menggunakan tenaga kerja asing, dari pemerintahnya; Keempat, untuk keperluan apapun dan dengan alasan apapun tidak diperbolehkan memungut apapun dari calon tenaga kerja Indonesia ke luar negeri itu. Semua biaya pengurusan dokumen perjalanan, tiket pesawat pulang pergi dan biaya lain-lainnya ditanggung oleh perusahaan penyalur 196 197
198
Ibid. Wawancara dengan Wati (mantan TKW tahun 1988 asal desa Posong Kec. Arjawinangun), tanggal 21 Maret 2008 Suara Karya, 29 Agustus 1983
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
81
atau pengguna tenaga kerja Indonesia tersebut; Kelima, perusahaan penyalur TKI tersebut harus terdaftar di Departemen Tenaga Kerja. Artinya perusahaan tersebut mempunyai izin untuk mengirim tenaga kerja ke luar negeri dari Departemen Tenaga Kerja; Keenam, khusus untuk pengiriman tenaga kerja ke Arab Saudi diperlukan izin tertulis atau persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh Menteri Tenaga Kerja sendiri. Sedangkan untuk pengiriman tenaga kerja ke negara lain diperlukan izin tertulis dari Dirjen Binapenta Depnaker atau Kepala Biro yang ditunjuk dan bertindak atas nama Menteri Tenaga Kerja. 3.5 Peranan Pemerintah Sejak tahun 1983 pengiriman TKI ke Arab Saudi dilaksanakan secara resmi oleh pemerintah, maka peranan pemerintah dalam proses rekrutmen sangat besar. Ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, yaitu dilakukan sepenuhnya oleh PPTKI. Pada tahun 1983, Sudomo selaku Menteri Tenaga Kerja membubarkan badan-badan supplier yang mengirim TKI ke Arab Saudi, dan meningkatkan peran pemerintah dalam proses pengiriman TKI khususnya ke Arab Saudi. Dalam rangka meningkatkan peranan pemerintah dalam proses pengiriman TKI ke Arab Saudi, maka diperlukan koordinasi mulai dari pemerintah pusat sampai pemerintah daerah. 3.5.1 Peranan Pemerintah Pusat Pengiriman TKI ke luar negeri baru dilakukan secara resmi oleh pemerintah pada tahun 1983 melalui program Antar Kerja Antar Negara (program AKAN). Bagi pemerintah Indonesia, pengiriman TKI ke Arab Saudi merupakan salah satu sumber devisa negara, karena TKI merupakan salah satu komoditi jasa, sebagaimana dikatakan oleh Sudomo:
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
82
“…komoditi jasa adalah salah satu jenis komoditi ekspor non minyak yang perlu digalakkan melalui pengiriman sumber daya manusia dalam rangka AKAN (Antar Kerja Antar Negara), untuk mengisi kebutuhan tenaga kerja di luar negeri, khususnya Timur Tengah”199
Pemerintah melalui Menteri Tenaga Kerja merupakan pelaksana operasional pengiriman TKI ke Arab Saudi. Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.149/Men/1983 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengerahan Tenaga Kerja Indonesia ke Arab Saudi, terlihat peranan pemerintah dalam pengiriman TKI ke Arab Saudi, mulai dari proses pemberangkatan, penempatan sampai pada pemulangan TKI. Keputusan tersebut dikeluarkan dalam rangka meningkatkan dan menertibkan pengerahan tenaga kerja dan kerja sama dengan Arab Saudi. Berdasarkan pasal 8 Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.149/Men/1983, menyatakan bahwa pemberangkatan dan pemulangan tenaga kerja harus menggunakan pengangkutan nasional Indonesia. Selain itu, berdasarkan pasal 7, pemerintah juga mewajibkan bagi setiap tenaga kerja menyisihkan paling sedikit 50% dari upahnya dan dikirimkan kepada keluarganya melalui bank pemerintah. Dari pasal-pasal yang ada dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja tersebut, nampak bahwa pemerintah memperlakukan TKI ‘seolah-olah’ sebagai komoditi ekspor yang dapat menghasilkan devisa bagi negara. TKI yang dikirim ke luar negeri secara resmi dari tahun 1983 sampai dengan tahun 1989 telah berhasil menjaring devisa US$ 551.523.406. Dari jumlah itu, US$ 535.616.207 berasal dari Arab Saudi.200 Dengan demikian devisa negara Indonesia yang terbanyak berasal dari TKI yang bekerja di Arab Saudi (97% dari keseluruhan jumlah devisa). Pemerintah pusat melalui Menteri Tenaga Kerja membentuk sebuah gugus tugas (task force) yang menangani masalah pengiriman tenaga kerja ke Timur Tengah, yang
199 200
Supardi R. Op.Cit., hal 119 “Laporan Masalah TKI-TKW (1)” dalam Kompas, 28 Februari 1990
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
83
beranggotakan unsur-unsur yang ada hubungannya dengan masalah tersebut. Unsur-unsur tersebut antara lain Departemen Tenaga Kerja, Departemen Kehakiman/Imigrasi, Kopkamtib/Bakin,
Departemen
Luar
Negeri,
Departemen
Keuangan/Pajak,
dan
Departemen Perhubungan/Ditjen Perhubungan Udara. Gugus tugas ini bekerja dalam satu atap sehingga memudahkan koordinasi dan memperlancar proses pengurusan dokumen dan izin-izin yang diperlukan, seperti pembuatan paspor, atau fiskal. 3.5.2 Peranan Pemerintah Daerah Tugas pokok Gubernur menurut Undang-undang No.5/1974 adalah sebagai penguasa tunggal, administrator pembangunan dan pembina masyarakat.201 Menurut Sudomo, membina masyarakat mencakup pembinaan mental/ideologis Pancasila, dan kesejahteraan masyarakat. Dalam kesejahteraan masyarakat itulah masalah lapangan kerja terkait.202 Dengan demikian, masalah ketenagakerjaan bukan hanya tanggung jawab Menaker, tapi juga tanggung jawab Gubernur. Pada tahun 1985, Depnaker mengintegrasikan kantor-kantor wilayah (Kanwil) di tiap Provinsi ke dalam struktur organisasi pemerintah daerah setempat. Kanwil tersebut mempunyai tiga unsur kegiatan, yaitu pertama, unsur penempatan tenaga kerja, kedua, unsur hubungan perburuhan Pancasila, dan ketiga, unsur keselamatan tenaga kerja. Mereka diperbantukan sebagai penasehat Gubernur yang mewakili Menteri Tenaga Kerja dalam masalah ketenagakerjaan yang menyangkut peraturan nasional.203 Adapun peranan pemerintah daerah dalam membantu proses pengiriman tenaga kerja ke luar negeri adalah sebagai pemberi izin dan pembuat keterangan yang menyangkut perlengkapan administrasi calon TKI. Dalam rangka memperlancar dan mempermudah
201
202 203
Anonim, Undang-undang No.5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1989, hal. 151 Supardi R. Op.Cit. hal. 52 Ibid.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
84
proses pemberangkatan TKW/TKL Indonesia, Menteri Dalam Negeri, pada waktu itu Soepardjo Rustam menginstruksikan jajarannya untuk mengkoordinasikan masalah pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri. Para ketua RT/RW, Lurah, Camat, Bupati dan Gubernur mempunyai kewajiban untuk membantu warganya yang ingin bekerja di luar negeri.204 Instruksi Menteri Dalam Negeri tersebut, tidak sepenuhnya dilaksanakan oleh aparat pemerintah. Bahkan ada calon TKW yang berasal dari desa Jungjang Kecamatan Arjawinangun yang dipersulit dalam mengurus surat keterangan dari pemerintah desa Jungjang Kecamatan Arjawinangun, sebagaimana yang diungkapkan berikut ini: “Saya harus fotokopi formulir surat keterangan sebanyak 10 lembar, padahal yang saya gunakan cuma satu lembar, dan saya juga membayar sebesar Rp.10.000, untuk juru tulis (sekretaris desa)” 205 Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa tenaga kerja yang masih calon TKI, ia belum tentu berhasil memperoleh uang, tetapi ia sudah dimanfaatkan oleh oknum aparat pemerintahan. Kasus ini membuktikan bahwa ada oknum aparat pemerintah yang mempersulit proses pengiriman TKI, yang berarti berlawanan dengan instruksi Menteri Dalam Negeri tersebut. 3.6 Proses Pengiriman Tenaga Kerja ke Arab Saudi Proses pengiriman tenaga kerja wanita ke Arab Saudi berjalan karena adanya orang-orang yang membantu mengurus proses administrasi, mulai dari pra keberangkatan sampai penempatan kerja di negara tujuan. Instansi yang bertugas merekrut calon tenaga kerja dan membantu proses administrasi adalah Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia (PPTKI). 204 205
Ibid. hal. 78 Wawancara dengan Sarah, Mantan TKW Saudi Arabia tahun 1985-1989 dan 1996-1998. Perlakuan seperti ini tidak hanya dialami oleh Sarah, tapi dialami juga oleh Suhani, Sutati, Bariah, Marfuah, Aminah dan wati. Peneliti juga telah menyaksikan perlakuan seperti ini, sewaktu mengantar Yati mengurus administrasi ke rumah Djaelani selaku Sekretaris Desa Jungjang Kec. Arjawinangun.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
85
Tenaga kerja asal Kabupaten Cirebon yang dikirim ke Arab Saudi, mayoritas adalah wanita karena bekerja sebagai pembantu rumah tangga tidak diperlakukan persyaratan-persyaratan yang rumit sebagaimana persyaratan tenaga kerja laki-laki. Tenaga kerja wanita yang mempunyai keterampilan mengurus rumah dapat bekerja menjadi TKW di Arab Saudi. Sementara bagi tenaga kerja laki-laki harus mempunyai keterampilan tertentu untuk bisa bekerja di Arab Saudi, karena yang dibutuhkan adalah tenaga kerja yang akan dipekerjakan menjadi supir, bekerja di bagian konstruksi dan pembangunan, sebagaimana dikatakan oleh salah satu calo TKI asal Kabupaten Cirebon206: “mendaftarkan tenaga kerja wanita lebih mudah dibandingkan dengan tenaga kerja laki-laki. Tenaga kerja wanita yang hanya mempunyai pengetahuan dan keterampilan pas-pasan bisa diterima, tapi bagi tenaga kerja laki-laki, perusahaan meminta yang mempunyai keterampilan, terutama keterampilan mengendarai mobil. Tenaga kerja laki-laki yang dibutuhkan di Arab Saudi adalah supir mobil.”
Bagi tenaga kerja laki-laki yang akan dipekerjakan sebagai supir, harus memiliki keterampilan mengendarai mobil. Persyaratan ini mempersulit tenaga kerja laki-laki asal Kabupaten Cirebon untuk menjadi TKI di Arab Saudi, karena mayoritas mereka tidak memiliki keterampilan pada bidang itu.207 Sehingga kesempatan tenaga kerja laki-laki asal Kabupaten Cirebon menjadi TKI di Arab Saudi terbatas. Sebagai contoh dari Kecamatan Ciwaringin pada tahun 1980-an, yang mendaftar menjadi TKI semuanya adalah wanita, berasal dari desa Pabedilan Kecamatan Losari semuanya adalah wanita. Dari desa Kalibuntu Kecamatan Ciledug semuanya adalah wanita. Dari desa Jungjang Kecamatan Arjawinangun hanya terdapat tiga orang TKL,
206 207
Wawancara dengan Mulyati (calo TKI ke Arab Saudi di daerah Kabupaten Cirebon) Tenaga kerja laki-laki asal Kabupaten Cirebon yang mayoritas bekerja sebagai buruh tani, tidak memiliki keterampilan mengendarai mobil. Pada tahun 1980-an, di pedesaan Kabupaten Cirebon, mobil merupakan termasuk barang mewah, tidak semua orang memilikinya. Sebagai contoh di desa Prajawinangun hanya 2 orang yang memiliki mobil .
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
86
yaitu; Otong, Junaedi dan Amsor.208 Junaedi dan Amsor sebelum menjadi TKI, mereka sudah bekerja sebagai supir angkot dengan trayek Gegesik–Arjawinangun, sedangkan Otong berlatih terlebih dahulu mengendarai mobil sebelum berangkat menjadi TKI di Arab Saudi.209 TKW Kabupaten Cirebon yang dikirim pada tahun 1984 berjumlah 466 orang,210 kemudian meningkat menjadi sebanyak 1.345 orang pada tahun 1988.211 Jumlah TKW tersebut cukup banyak bila dibandingkan dengan daerah lain di Jawa Barat, terutama dengan wilayah berbatasan daerah Cirebon, seperti daerah Kuningan sebanyak 804 orang, dari Indramayu sebanyak 229 orang, dari Majalengka sebanyak 1.228 orang dan dari daerah Subang sebanyak 68 orang.212 Adapun jumlah TKW Jawa Barat ini dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 14. Jumlah TKW dari Provinsi Jawa Barat 1988 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9 10. 11. 12 13 14. 15. 208 209
210
211 212
Daerah Asal Cianjur Sukabumi Purwakarta Bogor Cirebon Majalengka Kuningan Bandung Kerawang Garut Serang Tanggerang Bekasi Tasikmalaya Indramayu
Jumlah 5.951 orang 3.093 orang 2.287 orang 1.447 orang 1.345 orang 1.228 orang 804 orang 743 orang 705 orang 557 orang 430 orang 305 orang 290 orang 243 orang 229 orang
Wawancara dengan Mulyati Calo TKI Kabupaten Cirebon, tanggal 20 Maret 2008 Hasil wawancara dengan Junaedi, Amsor, dan Otong (mantan TKL asal Kabupaten Cirebon tahun 1980an), tanggal 12 Februari 2007 dan wawancara dengan Mulyati, calo TKI di Kabupaten Cirebon. Laporan Balai AKAN Provinsi Jawa Barat Tahun 1984 yang dikutip dari Yoyok Suwachono, lihat, “Pengiriman TKW Masih Lebih Menarik Daripada Prianya” dalam Merdeka, 11 Mei 1985. Laporan Balai AKAN Provinsi Jawa Barat Tahun 1988. Ibid.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
87
16. 17. 18 19. 20.
Ciamis Subang Lebak Sumedang Pandeglang Jumlah
106 orang 68 orang 62 orang 56 orang 40 orang 19.989 orang
Sumber: Laporan Balai AKAN Provinsi Jawa Barat tahun 1988
Dalam pengurusan administrasi calon TKI terutama yang sifatnya illegal, sering kali persyaratan administrasi tidak dipenuhi bahkan dimanipulasi, sehingga menimbulkan berbagai hambatan bagi calon TKW setelah berada di luar negeri. Hal ini muncul dari praktek-praktek para calo dan pihak penyalur illegal, yang hanya bertujuan untuk mencari keuntungan diri sendiri, tanpa memperhatikan nasib calon TKW. Manipulasi yang umum dilakukan oleh PPTKI dalam proses pemberangkatan tenaga kerja wanita asal Kabupaten Cirebon adalah masalah administrasi, seperti pemalsuan umur, pemalsuan nama, dan alamat TKW. Contoh pemalsuan umur antara lain dialami oleh mantan TKW Sutati binti Supiah bin Imbang adalah ibu kandung dari mantan TKW bernama Suhani Binti Abubakar bin Kopar. Mereka berdua bekerja ke Arab Saudi sebagai house keeper (pembantu rumah tangga). Dalam paspor tanggal lahir mereka tercatat, Sutati lahir di Cirebon, 23 Maret 1956, sementara Suhani anaknya tertulis lahir di Cirebon, 14 Oktober 1957.213
Menurut keterangan mereka bahwa umur mereka
direkayasa, yang tua dimudakan, dan yang muda dituakan, seperti Sutati seharusnya lahir tahun 1954, sedangkan Suhani lahir tahun 1969 (sekitar umur 20 tahun sewaktu ia menjadi TKW di Arab Saudi pada tahun 1989).214 Pemalsuan nama dan alamat dialami oleh Unirah, Sarah dan Silawati. Unirah berangkat ke Arab Saudi dengan paspor atas nama
213
214
Dari hasil penelitian menunjukkan hampir semua mantan TKW memalsukan identitas umur. Ini dikarenakan peraturan Negara Arab Saudi yang sangat ketat, yaitu menetapkan batas umur minimal 25 tahun dan maksimal berumur 40 tahun. Lihat I.G.N. Santawirya, Op.Cit., hal.15. dan wawancara dengan Mantan pemilik PPTKI Jln. Asem Baris – Tebet Jaksel. tanggal 22 April 2008. Paspor Sutati Binti Supiah Bin Imbang PP.No. A 790140, dan Suhani binti Abubakar PP. No. C 07711.Lihat lampiran 14 dan 15
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
88
Juminten dengan alamat Majalengka, dan Sarah dengan alamat Sukabumi (lihat lampiran 17), padahal mereka berasal dari desa Jungjang Kecamatan Arjawinangun. Sementara Silawati asal Astanajapura, dalam paspor alamatnya tercatat Kebon Baru, Jakarta Selatan. Dengan demikian paspor mereka dapat dikatakan ‘asli tapi palsu’. Adapun hambatan-hambatan yang dialami TKW dalam proses keberangkatan antara lain; masalah biaya, ulah calo dan PPTKI Ilegal, dan kondisi tempat penampungan. Biaya untuk menjadi TKW di Arab Saudi sebesar Rp.1.000.000,- sampai Rp.2.000.000,(tahun 1989),215 digunakan untuk biaya administrasi, jasa calo tenaga kerja, jasa PPTKI, biaya pelatihan dan transportasi ke negara tujuan. Besarnya biaya yang harus ditanggung calon TKW tersebut merupakan beban yang sangat berat, mengingat lemahnya kondisi ekonomi keluarga calon TKW. Mereka terpaksa ada yang harus menjual harta miliknya, misalnya perhiasan, ternak atau lahan. Sebagian lainnya berhutang kepada pihak lain atau ditanggung dahulu oleh PPTKI yang nantinya dibayar dengan memotong gaji yang diterima. Tidak jarang ditemui calon TKW yang berhutang uang pada rentenir, dengan jumlah pengembalian dua kali lipat selama setahun. Ini menunjukkan besarnya tekad calon TKW untuk bekerja di Arab Saudi. TKW asal Kabupaten Cirebon yang mayoritas berpendidikan rendah, sehingga mereka tidak begitu memahami isi perjanjian kontrak kerja, mereka juga tidak tahu siapa calon majikannya, bagaimana syarat-syarat kerja dan berapa besar seharusnya upah yang akan mereka terima. Sebagai contoh, adalah pasangan suami istri asal Kabupaten Cirebon yang diberitakan dalam surat kabar Kompas tanggal 18 Maret 1989. TKI asal Kabupaten Cirebon ini tidak diberi tahu siapa majikannya, sehingga setelah dikirim dan tiba di Arab Saudi, mereka kebingungan mencari calon majikannya.216
215 216
Wawancara dengan Suhani Binti Abu Bakar, Mantan TKW tahun 1989 “Nasib kami suami Istri TKI” dalam Kompas, 18 Maret 1989
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
89
Pada tanggal 19 Mei 1983, Menteri Sudomo mengatakan bahwa masalah pengiriman TKI ke luar negeri, khususnya ke Arab Saudi akan dilakukan dalam satu atap dan melalui empat persyaratan, yaitu TKI mempunyai ideologi Pancasila, memiliki keterampilan, mengikuti asuransi dan gajinya harus dikirim ke Indonesia.217 Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja disebutkan bahwa TKI yang dikirim ke luar negeri minimal berumur 22 tahun dan sehat fisik dan mental.218 Di samping itu memiliki paspor dan sanggup membiayai dirinya sendiri dan menjadi anggota asuransi sosial tenaga kerja (Astek).219 Proses pengiriman tenaga kerja ke Arab Saudi mulai dari mencari tenaga, melatih, penyelesaian dokumen, hingga pemberangkatan dilakukan dalam empat tahap, yaitu tahap pertama adalah proses permintaan mencari tenaga kerja tersebut harus dapat menunjukkan kontrak antara perusahaan (penyalur tenaga kerja) di Indonesia dengan perusahaan pengguna tenaga kerja tersebut di Arab Saudi. Kontrak ini harus disetujui oleh Duta Besar RI di Arab Saudi. Hal ini berarti semua permintaan dari perusahaan/pribadi di Arab Saudi harus disetujui oleh Kedutaan RI di Arab Saudi.220 Tahap kedua, para calon tenaga kerja tersebut akan dilakukan seleksi, meliputi sumber tenaga kerja, mental ideologis, disiplin, keterampilan atau pengalaman dan kesehatannya. Proses seleksi dilakukan oleh Satgas yang berkedudukan di bawah Departemen Tenaga Kerja. Menurut pasal 4 Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.149/Men/83, bahwa salah satu tugas Balai Antar Kerja Antar Negara (AKAN) adalah mengadakan seleksi terakhir terhadap calon tenaga kerja Indonesia yang diterima dari daerah dan memberikan pengarahan atau orientasi mental/ideologi Pancasila, disiplin 217 218
219
220
Supardi R. Op. Cit, hal 35 Perbedaan peraturan batas minimal umur TKW antara pemerintah Indonesia (22 tahun) dan Arab Saudi (27 tahun), merupakan salah satu alasan PPTKI memalsukan umur TKW. Ibid., hal .45 Lihat juga “Pengiriman TKW Dibatasi dan Diperketat Persyaratannya”, dalam Berita Buana, 17 Januari 1986 Ibid., hal. 44
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
90
kerja, menyaksikan dan ikut menandatangani perjanjian kerja.221
Penyeleksian calon
tenaga kerja dilakukan oleh Satgas yang kedudukannya berada di bawah Menteri Tenaga Kerja, dengan anggotanya dari pegawai Depnaker,
Bea Cukai, Imigrasi, Kopkamtib,
Bakin, Deplu, Pajak dan Perhubungan Udara.222 Tahap ketiga, adalah penentuan apakah calon itu sudah dapat langsung diberangkatkan atau harus dipersiapkan terlebih duhulu di dalam negeri. Pada tahap ini para calon juga harus diasuransikan pada Perum Astek, di samping harus menandatangani perjanjian untuk mengirim 70% upahnya ke Indonesia dalam bentuk real/dollar melalui bank pemerintah. Kemudian disiapkan paspor, fiskal dan keterangan-keterangan lainnya. Setelah semuanya lengkap maka calon tenaga kerja ini dapat diberangkatkan ke tempat mereka akan bekerja. Sistem pemberangkatannya sama dengan sistem pemberangkatan jemaah haji, yaitu melalui pelabuhan khusus di Bandara Halim Perdana Kusumah yang sudah ditentukan harinya.223 Adapun prosedur pengiriman TKI ke Arab Saudi dapat diskemakan sebagai berikut :
221 222 223
Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No.149/Men/1983 pasal 4 Supardi R. Op.Cit., hal 46 “Satu Atap Proses Penyaluran Tenaga Kerja ke Timur Tengah/Arab Saudi” dalam Antara, 19 Mei 1983, lihat juga, Supardi R. Op. Cit, hal.44. Sejak tahun 1985, proses pengiriman dan pemulangan TKI dilakukan di pintu tiga Bandara Soekarno Hatta.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
91
Skema 2 Prosedur Pengiriman TKI ke Arab Saudi Permintaan pengiriman perusahaan/individu di Arab Saudi
Rekomendasi Kedutaan RI di Arab Saudi
Penyediaan tenaga kerja oleh PPTKI
Proses seleksi calon TKI oleh Satgas, yang meliputi; 1. Sumber tenaga kerja 2. Keterampilan dan pengalaman kerja 3. kesehatan 4. mental Ideologis 5. Disiplin
Bagi yang tidak lulus, dilatih kembali di penampungan PPTKI
Bagi yang lulus menunggu proses keberangkatan. Calon TKI melengkapi prosedur administrasi; Asuransi tenaga kerja melalui ASTEK,perjanjian pengiriman sebesar 70% dari upah dalam bentuk real/dolar ke Indonesia melalui Bank Pemerintah, kemudian perlengkapan paspor dan fiskal
Pemberangkatan Calon TKI
Sumber : Olahan Berdasarkan Keterangan Menaker Sudomo dalam Supardi R, Op.Cit., hal.44
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
92
BAB IV KEHIDUPAN TENAGA KERJA WANITA DI ARAB SAUDI DAN MASALAH YANG DIHADAPI TAHUN 1983-1990
Kehidupan tenaga kerja wanita di Arab Saudi, pada kenyataannya bukan hanya menyangkut masalah tenaga kerja, tetapi juga terkait dengan banyak hal, seperti masalah penempatan dan jenis-jenis pekerjaan, hubungan majikan dan TKW yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga, sumber daya manusia dan perbedaan budaya. Berdasarkan data dari Depnaker RI antara tahun 1983 dan 1990 menunjukkan, bahwa Arab Saudi merupakan negara tujuan utama pengiriman TKI untuk kawasan Asia Pasifik, Timur Tengah, dan Afrika. Hal ini dapat diuraikan pada tabel berikut ini: Tabel 15. Jumlah Tenaga Kerja yang Dikirim Dalam Rangka Antar Kerja Antar Negara (AKAN) Menurut Negara Tujuan. Tahun 1983/1984 s.d. tahun 1990/1991224 NO. NEGARA TUJUAN JUMLAH A. Asia Pasifik 44.507 Malaysia 26.181 Singapura 5.189 Brunei Darussalam 3.556 Hongkong 363 Taiwan 1.755 Jepang B. Timur Tengah dan Afrika 347.913 Saudi Arabia 2.059 Abu Dhabi 1.772 Kuwait 421 Iraq 23 Qatar 55 Cyprus 96 Mesir 9 Maroko 4 Yordania 58 Oman Jumlah 433.961 Sumber: Data Ketenagakerjaan Depnaker 224
Data Ketenagakerjaan Nomor III Tahun 1992. Proyek Pengembangan Statistik Ketenagakerjaan dan Pengendalian Proyek-proyek Departemen Tenaga Kerja Biro Perencanaan. hal. 20
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
93
Berdasarkan tabel di atas, dari semua jumlah TKI yang dikirim ke luar negeri, yaitu sebanyak 433.961 orang, sebanyak 347.913 orang atau 80% dikirim ke Arab Saudi. Adapun jumlah devisa yang diterima pemerintah Indonesia dari TKI yang bekerja di Arab Saudi selama periode tahun 1983 sampai dengan tahun 1990 lebih lanjut dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 16. Jumlah Devisa Tenaga Kerja Indonesia dari Negara Saudi Arabia Antara tahun 1983 s.d. 1990 dalam (US$) No. Tahun Jumlah 1 1983 41.594.675 2. 1984 49.828.196 3 1985 53.458.222 4 1986 37.332.821 5 1987 72.923.154 6. 1988 39.416.880 7. 1989 168.622.993 8. 1990 198.729.151 Sumber : Data olahan dari Data Ketenagakerjaan Depnaker RI225 Berdasarkan tabel di atas dapat dikatakan bahwa antara tahun 1983-1990 Arab Saudi merupakan negara tujuan utama pengiriman tenaga kerja Indonesia, sehingga TKI yang bekerja di Arab Saudi merupakan menyumbang devisa terbesar bagi negara Indonesia. 4.1 Penempatan dan Jenis-jenis Pekerjaan Penempatan tenaga kerja wanita ke Arab Saudi terkait dengan hubungan kedua negara, adanya permintaan dan tersedianya tenaga yang dibutuhkan (supply and demand). Gerakan nasionalisasi perusahaan-perusahaan minyak di Arab Saudi yang terjadi pada tahun 1970-an, mengakibatkan Arab Saudi membutuhkan tenaga kerja yang cukup banyak untuk membangun dan merekonstruksi proyek minyak. Pada tahun 1970, Arab Saudi
225
Ibid., hal.32
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
94
memerlukan tenaga kerja sebanyak 1.091.000 orang,226 sementara penduduk Arab Saudi pada tahun tersebut hanya berjumlah 7 juta jiwa,227 dan mereka umumnya kurang menyukai pekerjaan kasar.228 Hal ini merupakan kesempatan bagi tenaga kerja yang potensial bagi Indonesia untuk mengisinya. Hubungan antara negara Arab Saudi dan Indonesia yang sudah terjalin sejak kemerdekaan Indonesia tahun 1945. Bahkan, Arab Saudi merupakan salah satu negara di Timur Tengah yang mendukung dan mengakui kemerdekaan Indonesia sejak berdirinya Republik ini. Selain itu adanya persamaan agama (Islam) merupakan suatu keuntungan bagi Indonesia untuk dapat memasuki ‘pasar kerja’ di Arab Saudi. Pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Arab Saudi terus meningkat terutama sejak tahun 1985, terkait dengan adanya kebijakan pemerintah Arab Saudi untuk melakukan pembatasan masuknya tenaga kerja nonmuslim.229 Ini terbukti dari persentase jumlah TKW asal Indonesia yang mayoritas beragama Islam dengan TKW asal Philipina yang mayoritas beragama Katolik. Pada tahun 1987 TKW asal Indonesia yang bekerja di Arab Saudi berjumlah 67% dari seluruh TKW asal Indonesia yang bekerja di luar negeri, sementara TKW asal Philipina berjumlah 47% dari seluruh TKW asal Philipina yang bekerja di luar negeri.230 Kebijakan tersebut merupakan kesempatan tenaga kerja Indonesia untuk memasuki lowongan pekerjaan di Arab Saudi akibat adanya pembatasan dan penggantian tenaga kerja nonmuslim. Jumlah tenaga kerja nonmuslim yang bekerja di Arab Saudi pada tahun 1983 tercatat tenaga kerja dari Philipina sekitar 200.000 orang, Thailand sekitar 70.000 226 227 228 229
230
I.G.N Santarwirya, Op.Cit.,, hal.27, Philip K.Hitti. History of The Arabs. (terj.), Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2006, hal. 26 I.G.N Santarwirya, Op. Cit., hal.30, lihat juga Philip K.Hitti. Ibid., hal. 31 Syarif Hidayat, “Prospek Pasaran Tenaga Kerja Indonesia di Arab Saudi” dalam Antara, 30 September 1983 Ditjen PPTKLN, Depnakertrans RI, 2001 dalam Wahyu Susilo. “Membandingkan Indonesia dan Philipina Kajian Perbandingan Politik Kebijakan Buruh Migran”, Makalah Seminar MSI dan Depbudpar tanggal 2 September 2003 di LIPI Jakarta.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
95
orang, Sri Langka sekitar 30.000 orang, India sekitar 100.000 orang dan negara-negara lain sekitar 100.000 orang. Tenaga-tenaga kerja yang dibutuhkan Arab Saudi untuk mengisi lowongan akibat pembatasan masuknya tenaga kerja nonmuslim tersebut adalah tenagatenaga kerja yang berkualifikasi semi terampil dan tidak terampil.231 Selain itu peningkatan pengiriman TKI ke Arab Saudi pada tahun 1980-an, dikarenakan adanya pembukaan lapangan kerja baru oleh Kementerian Perburuhan Arab Saudi yang meliputi bidang-bidang industri, perhotelan, pertanian, konstruksi, dan pembantu rumah tangga, antara lain; pelayan, tukang masak, pengasuh dan supir. Selain itu dalam rangka pengembangan kota industri di Jubail dan Yanbu, Arab Saudi membutuhkan tenaga kerja di bidang operasi dan pemeliharaan serta pelayanan jasa memerlukan sekitar 204.000 orang tenaga kerja. Untuk mengisi tenaga kerja pada enam “industrial estate” kota Jubail dan Yanbu tersebut memerlukan sebanyak 150.000 orang tenaga kerja. Bidang perhotelan membutuhkan tenaga kerja sebanyak 5.000 orang, bidang pelayanan umum dan jasa-jasa lainnya membutuhkan tenaga kerja sebanyak 100.000 orang, bidang konstruksi dan engineering sebanyak 100.000 orang, pertanian sebanyak 96.000 orang dan pembantu rumah tangga sebanyak 198.000 orang.232 Jadi tenaga kerja yang dibutuhkan pemerintah Arab Saudi pada tahun 1980-an membutuhkan tenaga kerja sebanyak 853.000 orang. Ini merupakan peluang kerja TKI untuk mengisi pekerjaan tersebut. Pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Arab Saudi, pada dekade tahun 1970-an didominasi oleh tenaga kerja laki-laki (TKL). Pada tahun tersebut, orientasi pembangunan
231
232
Pokok-pokok kebijakan tenaga kerja asing Arab Saudi antara lain:1). Pembatasan masuknya tenaga kerja nonmuslim, kecuali tenaga kerja yang masih diperlukan 2). Pemerintah Arab Saudi secara bertahap mengendalikan pemasukan tenaga kerja asing secara ketat untuk dapat diterapkan Saudisasi tenaga kerja dibeberapa jabatan tertentu, 3). Keseimbangan konsentrasi Tenaga Kerja Asing yang terdiri dari berbagai kebangsaan pada berbagai daerah. Dan 4). Memenuhi persyaratan Kementerian Perburuan Arab Saudi Lihat Syarif Hidayat, Loc. Cit. Ibid.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
96
di Arab Saudi pada bidang konstruksi, pertambangan dan bangunan,233 sehingga Arab Saudi lebih banyak membutuhkan TKL. Di Arab Saudi, pekerjaan sektor konstruksi, pertambangan dan bangunan merupakan pekerjaan untuk tenaga kerja laki-laki. Oleh karena itu, TKI yang dikirim pada waktu itu, mayoritas TKL. Sebagai contoh pada tahun 1976, Arab Saudi membutuhkan TKL asal Indonesia sebanyak 3.500 orang, untuk dipekerjakan pada proyek pengumpulan gas (gas gathering project). Pada tahun 1983 permintaan pengiriman tenaga kerja Indonesia oleh perusahaan ini menurun menjadi sebanyak 591 orang.234 Hal ini dikarenakan orientasi pembangunan di Arab Saudi pada tahun 1980-an, yaitu pada bidang pemeliharaan gedung, cleaning service, dan pembantu rumah tangga.235 Oleh karenanya, pada tahun 1980-an terjadi peningkatan yang cukup besar jumlah tenaga kerja wanita yang dikirim ke Arab Saudi yang dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga. Pada tahun 1983 Arab Saudi meminta pengiriman tenaga kerja Indonesia sebanyak 18.552 orang. Dari jumlah tersebut ditempatkan pada pekerjaan bidang pertambangan dan penggalian sebanyak 1.169 orang, bidang listrik, gas dan air sebanyak 358 orang, bidang bangunan sebanyak 1.089 orang, perdagangan dan hotel sebanyak 1.294 orang, angkutan, penggudangan dan komunikasi sebanyak 1.596 orang dan pembantu rumah tangga (supir pribadi, domestic servant)236 sebanyak 13.046 orang. Pada tahun 1984 terjadi peningkatan pengiriman tenaga kerja pada bidang jasa kemasyarakatan (pembantu rumah tangga), yaitu menjadi sebanyak 18.357 orang atau sebanyak 141% dari jumlah TKI yang dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga pada tahun 1983. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut: 233 234 235 236
I.G.N Santarwirya, Op.Cit., 7 Ibid., hal 10. Ibid., hal. 9 Pembantu rumah tangga di Arab Saudi terdiri dari pelayan, pembersih rumah, pencuci, pemasak, pengurus bayi dan anak, perawat orang sakit atau orang lansia, tukang kebun dan supir. Jenis-jenis pekerjaan pembantu rumah tangga secara umum dilakukan oleh tenaga kerja wanita, kecuali tukang kebun dan supir dilakukan oleh tenaga kerja laki-laki. Dalam penelitian ini jenis pekerjaan pembantu rumah tangga yang dilakukan oleh wanita disebut domestic servant lihat uraian pada halaman 16
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
97
Tabel 17. Perbandingan Realisasi Pengiriman TKI ke Arab Saudi Menurut Bidang Usaha Tahun 1983/1984 dan 1984/1985 No. Lapangan Usaha Tahun Tahun 1983/1984 1984/1985 1 Pertambangan & penggalian 1.169 2 Listrik gas, & air 358 359 3 Bangunan 1.089 1.944 4 Perdagangan & hotel 1.294 6 5 Industri pengolahan 1 6 Angkutan 1.596 354 7 Keuangan, & asuransi 4.475 8 Pembantu Rumah Tangga (supir 13.046 18.357 pribadi, dan domestic servant) Jumlah 18.552 25.506 Sumber: Olahan Dari Daftar Realisasi Pengiriman TKI Menurut Bidang Usaha 237 Tahun 1983/1984 dan tahun 1984/1985 dalam I.G.N. Santawirya (1985).
Permintaan tenaga kerja di bidang domestik servant (pembantu rumah tangga), antara lain dipekerjakan sebagai pelayan, tukang masak, pengasuh bayi, merawat orang tua usia lanjut, tukang cuci dan bersih-bersih rumah, meningkat pesat dari tahun 1983 sampai tahun 1984. Pada tahun 1983, permintaan tenaga kerja di bidang domestik servant sebanyak 6.673 orang meningkat menjadi 12.570 orang di tahun 1984. Tenaga kerja yang dipekerjakan di bidang domestik servant adalah tenaga kerja wanita.238 Pembagian jenis pekerjaan tersebut sesuai dengan budaya Arab yang patriarki. Jenis-jenis pekerjaan ditentukan berdasarkan jenis kelamin. Tenaga kerja wanita Indonesia umumnya dipekerjakan di ranah domestik, seperti bagian pembersih rumah (house keeper), bagian mencuci dan menyetrika baju (house maid), bagian masak (house kitchen), bagian pengasuh bayi (baby sitter) dan bagian merawat orang tua/lansia (nurse). Sementara tenaga kerja laki-laki umumnya dipekerjakan di ranah publik, seperti sebagai supir, tenaga konstruksi, dan bangunan. Dengan demikian, pengiriman TKW ke Arab Saudi telah memperkuat dan memperluas sistem pembagian kerja berbasis gender. 237 238
I.G.N, Santarwirya. Op.Cit,, hal. 35-36 . Ibid., hal. 37.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
98
Berkaitan dengan meningkatnya kebutuhan tenaga kerja yang dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga (domestik servant), adalah wajar pada tahun 1980-an terjadi pergeseran pengiriman TKL ke TKW. Pada tahun 1980-an, terjadi peningkatan permintaan TKW dari Indonesia khususnya sebagai pembantu rumah tangga, karena pada tahun 1980an Arab Saudi sudah menjadi negara yang makmur, pendapatan perkapitanya pada tahun 1985 mencapai US$ 8,850, dan GNP sebesar US$ 102,12 juta. Sehingga penduduknya mayoritas membutuhkan pembantu rumah tangga. Bahkan, banyaknya jumlah pembantu rumah tangga dari Indonesia menjadi ukuran standar sosial dalam masyarakat Arab Saudi, sebagaimana kutipan berikut ini: “…Indi khadimah min Jawi (= saya punya babu dari Jawa) kini sudah menjadi barometer standar sosial dalam masyarakat Saudi. Mempunyai beberapa orang pelayan dan supir dari Indonesia mencerminkan, bahwa keluarga orang Saudi itu adalah dari kalangan masyarakat mampu atau high society.” 239
Pada tahun 1984 pemerintah Arab Saudi meminta pengiriman tenaga kerja wanita sebanyak 24.000 orang,240 padahal pada tahun tersebut sudah dikirim tenaga kerja wanita ke Arab Saudi sebanyak 7.000 orang yang dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga.241 Selanjutnya, perkembangan pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Arab Saudi dari tahun 1983 sampai dengan tahun 1990, komposisi tenaga kerja lebih didominasi oleh TKW dibanding TKL. Sebagai contoh pada tahun 1985 jumlah TKI yang dikirim ke Arab Saudi sebanyak 28.360 orang, terdiri dari: 9.058 orang TKL dan 19.302 orang TKW. Kemudian pada tahun 1986/88 jumlah TKI yang dikirim ke Arab Saudi sebanyak 223.573 orang, yang terdiri dari 37.539 orang TKL dan 186.034 orang TKW.242 Dengan demikian, sejak tahun 1983/1984 pengiriman TKI lebih didominasi tenaga kerja wanita yang bekerja 239
Amin Sadik, “TKW Terlalu banyak Terselubung”, dalam Kompas, 18 Januari 1986. Suara Merdeka, 14 Januari 1984, hal.1 kol 2-4 241 Kompas, 15 Januari 1984, hal 1 kol 5-6 242 Roso Setyono. “Para TKW di Arab Saudi Menerima Gaji Lebih Rendah Dari Perjanjian Kerja” dalam Suara Pembaruan 16 Maret 1992 240
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
99
pada sektor informal. Hal ini merupakan fenomena baru yang terjadi pada tahun 1980-an, yaitu jumlah TKI yang bekerja pada sektor informal lebih banyak dibanding sektor formal.243 Khusus untuk daerah Kabupaten Cirebon, tenaga kerja wanita yang dikirim ke Arab Saudi pada tahun 1984 berjumlah 466 orang,244 kemudian pada tahun 1988 meningkat menjadi
sebanyak 1.345 orang.245 Jumlah tersebut cukup signifikan, bila
dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja wanita Kabupaten Cirebon yang terdaftar di Departemen Tenaga Kerja Kabupaten Cirebon pada tahun 1988 yaitu sebanyak 5.327 orang.246 Dengan demikian, tenaga kerja wanita yang menjadi TKW sebanyak 25% dari jumlah
tenaga kerja wanita yang terdaftar di Departemen Tenaga Kerja Kabupaten
Cirebon. 4.2 Hubungan Kerja Majikan dan Buruh Dalam kehidupan ekonomi dikenal pekerjaan publik dan pekerjaan domestik. Pekerjaan publik adalah pekerjaan di luar rumah dan mempunyai nilai ekonomi, sedangkan pekerjaan domestik adalah pekerjaan di dalam rumah atau keluarga dan tidak diberi nilai ekonomi.247
Di Arab Saudi, pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga
termasuk dalam katagori pekerjaan domestik. Hak dan kewajibannya tidak tercantum dalam Labour Law tetapi diatur dalam Foreigner Resident Law. Menurut UU Perburuhan Arab Saudi No.745 tanggal 3 November 1969 yang disahkan dengan Dekrit Raja No. M/21 tanggal 15 November 1969 pasal 3 ayat c menyatakan bahwa, ”by way of exception,
243
“Informal” menurut pandangan Sosiologi, yaitu suatu sistem hubungan pribadi yang berkembang secara spontan ketika individu-individu saling berinteraksi. Kata formal menunjuk situasi yang mengandung aturan, wewenang, dan tugas yang ditentukan secara resmi dan terorganisasi. Sebaliknya informal menunjuk situasi yang kepercayaan dan aturan-aturan perilakunya tidak ditentukan secara wajib. Lihat Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jakarta: PT. Delta Pamungkas, 1997, hal. 152. 244 Laporan Balai AKAN Provinsi Jawa Barat tahun 1984 yang dikutip oleh Yoyok Suwachono, lihat, “Pengiriman TKW Masih Lebih Menarik Daripada Prianya” dalam Merdeka, 11 Mei 1985 245 Laporan Balai AKAN Provinsi Jawa Barat Tahun 1988. 246 Kabupaten Cirebon Dalam Angka, 1990, hal.vi 247 “Kemiskinan, Perempuan dan Agama” dalam www.icrp-online.org/wmprint.php Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
100
the provision of this law shall not apply to domestic servants and persons regarded as such.”248 Sehingga untuk sektor domestik, hak dan kewajiban TKW ditentukan sepenuhnya oleh majikannya. Oleh karena itu bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Arab Saudi termasuk dalam jenis pekerjaan informal. Jenis pekerjaan ini bersifat pribadi, sehingga tidak ada perlindungan hukum ketenagakerjaan, semuanya tergantung dari hubungan pribadi untuk menentukan perlakuan manusiawi atau tidak manusiawi. Hubungan kerja seperti ini mengakibatkan posisi kedudukan TKW sangat lemah, sehingga rawan tindakan kekerasan dari majikannya. Kenyataan menunjukkan bahwa resiko kekerasan dan pelanggaran hukum terhadap TKW Indonesia, terutama tenaga kerja informal yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga jauh lebih besar dibandingkan pekerjaan pada sektor formal. Kondisi seperti ini diakui oleh Cosmas Batubara selaku Menteri Tenaga Kerja periode 1988-1993, sebagaimana diungkapkan berikut ini: “Ketidakmampuan Pemerintah dalam melindungi tenaga kerjanya di Arab Saudi antara lain disebabkan adanya kesulitan-kesulitan ekonomi di dalam negeri terutama berkaitan dengan berkembangnya ketimpangan supplydemand di pasar kerja nasional. Dan juga karena pemerintah secara hukum dan politis belum memiliki perangkat memadai yang mampu melindungi kepentingan tenaga kerja, khususnya tenaga kerja wanita yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Arab Saudi.”249
Oleh karena itu, wajar sering terjadi masalah yang menyangkut hubungan antara majikan dan TKW. Majikan merasa mempunyai hak penuh terhadap TKW, karena sudah membayar biaya recruiting fee. Hal ini mengakibatkan hubungan antara majikan dan TKW tidak seimbang. TKW lebih dituntut kewajibannya dibandingkan hak-haknya, akibatnya menimbulkan berbagai masalah yang menyangkut hubungan antara majikan dan TKW antara lain; masalah yang termasuk dalam KDRT, pelecehan seksual, gaji yang tidak
248
249
“Merajut Ukhuwah Menjerat TKI” oleh Anddhika Bambang Supeno dalam Aksesdeplu.com kolom Hukum No.5 Tahun 2007. “Pengiriman TKW Ke Arab Saudi untuk Sementara atau Selamanya?” dalam Suara Pembaharuan Kliping Pusat Informasi Wanita Dalam Pembangunan PDII-LIPI, 1990
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
101
dibayar. Masalah lainnya yang dihadapi TKW asal Kabupaten Cirebon adalah masalah adaptasi dengan lingkungan tempat mereka bekerja. 4.3 Masalah Yang Dihadapi Tenaga Kerja Wanita Kabupaten Cirebon di Arab Saudi Pengiriman tenaga kerja wanita ke Arab Saudi yang dilakukan secara resmi oleh Pemerintah Indonesia yang dilandasi oleh persamaan agama (baca Islam), ternyata tidak ada jaminan kepastian akan perlindungan hukum terhadap TKW. Ini dikarenakan menyangkut peraturan ke dua negara mengenai status pekerja domestik.250 Berdasarkan fakta yang ditemukan, realitas kekerasan yang dialami pekerja Indonesia di Arab Saudi sebagian besar terjadi di sektor informal. TKI yang bekerja di sektor informal umumnya adalah wanita. Berdasarkan data Depnaker, pada tahun 1988 terjadi 278 kasus yang menyangkut TKW yang bekerja di Arab Saudi. Kasus tersebut dapat dirinci sebagai berikut: karena tak dibayar upahnya 75 orang, pulang karena kesalahan TKW sendiri 32 orang, karena merasa istirahat yang diberikan majikan tak cukup 19 orang, karena sakit atau tak cocok dengan cuaca setempat 66 orang, karena dicemburui majikan wanitanya 49 orang, karena dianiaya atau salah paham 24 orang, karena mencuri 4 orang, dan karena dihina majikannya 9 orang.251
Pada tahun 1989, kasus yang menyangkut TKI di Arab Saudi meningkat
menjadi sebanyak 1052 kasus, terdiri dari 42% kasus menyangkut gaji TKI yang tidak dibayar, 20% penganiayaan, 9% menyangkut pemerkosaan, 1% menyangkut kesehatan, dan 28% menyangkut beban kerja TKI.252
250
251 252
Sejak pengiriman TKI dilakukan secara resmi oleh pemerintah Indonesia tahun 1983, pemerintah Indonesia tidak mempunyai undang-undang perlindungan terhadap TKI yang bekerja di sektor informal. Lihat, Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.149/Men/83 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengerahan Tenaga Kerja ke Arab Saudi tidak ada butir-butir yang mengatur tentang jam kerja, atau perlindungan hukum bagi pekerja informal. Lihat lampiran No. 1. “Menaker Akui, Tak Mudah Awasi TKI di Luar Negeri” dalam Kompas 6 Februari 1990. “Sebanyak 1052 Kasus TKI Terjadi di Arab Saudi” dalam Pelita, 10 Juli 1990
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
102
Tabel 18 Kasus Yang Dialami TKW Asal Indonesia Tahun 1988 dan 1989 NO.
1. 2. 3 4.
TAHUN 1988 KASUS JUMLAH
Gaji yang tidak dibayar
Kesalahan TKW Kurang istirahat Sakit dan tidak cocok dengan cuaca 5. Dicemburui majikan wanita 6. Penganiayaan 7. Mencuri 8. Dihina majikan Jumlah
75 org (27%) 32 org (16%) 19 org (7%) 66 org (23%) 49 org (17%) 24 org (8%) 4 org (1%) 9 org (2%) 278 orang
TAHUN 1989 KASUS JUMLAH
gaji yang dibayar penganiayaan pemerkosaan kesehatan
tidak 442 org (42%)
beban berat
yang 295 org (28%)
kerja
Jumlah
210 org (20%) 95 org (9%) 10 org (1%)
1052 orang
Sumber: data diolah dari Kompas, 6 Februari 1990 dan Pelita, 10 Juli 1990
Negara Arab Saudi merupakan negara tujuan utama tenaga kerja wanita asal Kabupaten Cirebon. Mereka menganggap bahwa negara Arab Saudi merupakan tumpuan harapan baik, karena mereka mempunyai keyakinan yang sama, yaitu menganut agama Islam. “kita nekad jadi TKW ning Arab Saudi, krena wong Arab Saudi iku agamae Islam padabae karo kita masasih majikan tega nglakoni kejahatan”. Pengetahuan penduduk Kabupaten Cirebon, termasuk TKW tentang hal ikhwal Arab Saudi sangat minim. Mereka beranggapan bahwa semua orang Arab Saudi itu beragama Islam dan muslim, karena Arab Saudi merupakan kota tempat awal mula perkembangan agama Islam, dan dianggap kota suci.253 Padahal, orang Arab Saudi itu ada yang muslim dan ada juga yang nonmuslim. Berdasarkan data tahun 1985, penduduk Arab Saudi yang memeluk agama Islam sebanyak
253
Masyarakat Cirebon secara umum menganggap bahwa semua orang Arab beragama Islam dan bertingkah laku sebagaimana ajaran Islam. Orang keturunan Arab di Kabupaten Cirebon diperlakukan “istimewa”, karena mereka dianggap masih keturunan nabi. Ini terbukti beberapa wanita pedesaan yang mau dinikahi dan dijadikan istri ketiga atau keempat oleh orang keturunan Arab. Dari pengamatan peneliti, semua orang keturunan Arab, terutama para Habib yang ada di desa; Panguragan, Arjawinangun, Gegesik, Astanajapura, Ciwaringin, Cikampek, Losari dan Babakan semuanya mempunyai istri lebih dari satu orang. Buktinya bisa ditelusuri dengan adanya anak keturunan Arab dari istri-istrinya tersebut.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
103
98,8%, Kristen sebanyak 0,8%, dan agama lainnya sebanyak 0,4%.254 Orang Arab Saudi juga, ada yang baik, ada pula yang tidak baik, ada yang kejam dan bengis, ada pula yang dermawan berbudi luhur. Orang Arab Saudi merupakan manusia yang mempunyai hawa nafsu seperti halnya fitrah manusia biasa. Adat istiadat orang Arab Saudi berbeda dengan adat istiadat orang Arab Mesir, Irak, Aljazair, Tunis, Libya, Libanon dan negara bangsa Arab lainnya.255 Sudah tentu juga berbeda dengan budaya Indonesia. Sebagaimana diterangkan oleh Cosmas Batubara sewaktu menjadi Menaker RI: “…bekerja di Arab Saudi berarti TKI menghadapi tata cara kehidupan serta budaya berbeda dengan Indonesia, jangan terlalu mengharapkan yang mulukmuluk. Oleh karena itu, TKI perlu melatih diri, terutama sekali penguasaan bahasa dan mempelajari budaya yang berlaku di negeri tersebut”.256 Perbedaan budaya tersebut disebabkan oleh latar belakang sejarah, sosial, ekonomi, politik, budaya, dan pengaruh lingkungan yang berbeda-beda.257
Perkembangan
kehidupan masyarakat Arab Saudi setelah adanya kemakmuran dari hasil minyak, dapat dilihat pada uraian berikut ini:. “Dalam aspek ekonomi, meskipun perkembangannya membanggakan, yaitu Arab Saudi telah maju ke hadapan dengan pendapatannya yang begitu tinggi melalui hasil pengeksporan minyak, namun tidak dapat dinafikan bahwa Arab Saudi turut terjebak dengan sistem riba pada peringkat antarbangsa. (…) Kemewahan yang melimpahruah telah merubah citra rasa rakyat Saudi, terutama yang berketurunan bangsawan dan golongan kaya (...) mereka menghabiskan waktu untuk bersiar-siar di Eropah atau Bairut yang terkenal dengan seks dan corak berpeleseran. Selain itu, mereka juga membazirkan wang dengan membeli barang-barang mewah maupun berjudi. Sungguh 254
Colbert C.Held. Middle East Pattern: Places, Peoples, and Politics, San Francisco & London: Westview Press,1989, hal.274 255 “Fokus Kita: Pengertian TKW di Arab Saudi” dalam Berita Buana, 29 Januari 1985 256 Merdeka, 24 Januari 1990 257 Catatan sejarah tentang posisi wanita dalam struktur sosial, khususnya pada masyarakat Arab pra-Islam, sangat memprihatinkan. Wanita dipandang tidak lebih dari objek perlakuan seks kaum laki-laki dan sebagai beban dalam strata sosial. Bukan hanya mereka dipandang tidak mampu mengangkat kesejahteraan keluarga, bahkan sebaliknya menjadi beban ekonomi, tetapi juga karena budaya kabilah yang begitu kental dalam masyarakat Arab yang sering memicu timbulnya perang di antara mereka. Kondisi ini kemudian menempatkan daya tawar kaum laki-laki lebih terhormat daripada kaum perempuan karena dianggap mampu mengangkat kehormatan kabilah dalam peperangan. Lihat Philip K. Hitti, History of Arabs, (terj.), Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2006, hal. 31 Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
104
malang budaya hidup yang demikian, bukan sahaja menjatuhkan imej Arab Saudi sebagai sebuah negara Islam yang diharapkan dapat mewakili ummat Islam sejagat tentang kebersihan akhlaknya, namun tidak juga membawa negara itu ke arah kemajuan yang hakiki seperti yang dituntut oleh Islam.258
Dalam budaya Arab Saudi, peri kehidupan rumah tangga sifatnya tertutup. Sama seperti kaum wanitanya menggunakan hijab. Bukan hanya hijab badan, melainkan juga hijab yang memisahkan wanita dengan yang bukan muhrim nya. Dengan demikian, tenaga kerja wanita yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga sulit dipantau dan dimonitor oleh pihak KBRI yang ada di Jeddah. 259 Tenaga kerja wanita yang bekerja di ranah domestik dan tertutup sehingga untuk komunikasi dengan dunia luar dibatasi. TKW tidak bisa pergi seenaknya, mereka harus didampingi oleh muhrim (dalam hal ini adalah majikannya). Sebagaimana kutipan berikut ini: “Di sana gerak mereka juga tak leluasa karena dibatasi oleh sifat pekerjaannya itu sendiri, yakni pembantu rumah tangga. Luas jelajah mereka paling-paling pekarangan sang majikan dan pasar. Kalau ada persoalan atau perlakuan tak manusiawi dari majikannya, sulit minta pertolongan dari dunia luar pagar.”260
Kondisi seperti ini dialami oleh Suhani sewaktu menjadi TKW di Arab Saudi sebagaimana diungkapkan berikut ini: “pagar rumah orang Arab Saudi itu tinggi-tinggi dan tertutup rapat, sehingga sulit untuk bisa kenal dengan sesama tenaga kerja asal Indonesia, termasuk dengan tempat ibu saya bekerja dan kalau keluar rumah harus bersama majikan perempuan”261
258
259
260 261
Prof.Madya Fadhullah Jamil. Islam di Asia Barat Modern: Sejarah Penjajahan dan Pergolakan, Selangor: Thinker Library, 2000, hal.99-100 Kepala Penerangan Konjen RI di Jeddah mengakui sedikitnya ada 75 kasus TKW/TKI yang meminta perlindungan ke Konjen setiap harinya. Lihat “Laporan Masalah TKI-TKW (5) dalam Kompas, 4 Maret 1990 Laporan Masalah TKI-TKW : ‘Doku’, atau ‘Burung Hantu’ ? dalam Kompas 5 Maret 1990 Wawancara dengan Suhani binti Abu Bakar, 22 Maret 2008, Mantan TKW asal desa Jungjang kec Arjawinangun.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
105
Tanggung jawab TKW sepenuhnya ada di tangan majikannya. Oleh karenanya keberhasilan TKW membawa pulang uang sangat bergantung pada majikannya. Berdasarkan fakta yang ditemukan, realitas kekerasan yang dialami pekerja Indonesia di Arab Saudi sebagian besar terjadi di sektor informal. TKI yang bekerja di sektor informal umumnya adalah wanita. Kekerasan di sektor informal merupakan persoalan yang paling menonjol dan banyak dialami oleh tenaga kerja wanita Indonesia, termasuk TKW asal Kabupaten Cirebon. Berdasarkan data yang diperoleh, masalah-masalah yang dialami oleh TKW asal Kabupaten Cirebon perode tahun 1983-1990, dapat diklasifikasikan dalam bentuk kekerasan rumah tangga, beban kerja yang berat, pemberian upah yang tidak sesuai dengan kontrak kerja, bahkan tidak digaji, dan pelecehan seksual. 4.3.1 Kekerasan Dalam Rumah Tangga Penganiayaan terhadap TKW merupakan tindakan kekerasan, tidak hanya terhadap fisik TKW juga terhadap psikis. Tindakan psikis berwujud caci maki penganiyaan atau tindakan kekerasan dari majikan. Penganiayaan terhadap pembantu rumah tangga oleh majikan termasuk dalam tindakan kekerasan dalam rumah tangga. Kasus kekerasan dalam rumah tangga, dialami antara lain oleh Rokani, Alwiayah, Sarah, dan Sri Hastuti yang diberitakan harian Kompas pada tanggal 1 Maret 1990 sebagai berikut: “Sri Hastuti adalah TKW asal Kabupaten Cirebon yang masih gadis dan baru lulus SMP. Ia berangkat ke Arab Saudi pada tahun 1989, dengan tujuan untuk memperbaiki nasib keluarganya. Ia bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Riyadh. Majikan perempuannya punya kebiasaan yang mengerikan dalam hal menyiksa pembantu. Selain suka menempeleng, kadang-kadang menyayat tubuh Sri Hastuti dengan pisau dapur. Dan kalau lambat dalam memasak di dapur, panci yang panas disentuhkan ke tangan Sri Hastuti.”262
262
“Laporan Masalah TKI-TKW (2): Martil, Gagang Sapu, dan Seks” dalam Kompas, 1 Maret 1990
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
106
Kekerasan secara fisik dialami juga oleh Sarah sewaktu bekerja pada tahun 1986 di Arab Saudi.263 “Saya tertarik menjadi TKW di Arab Saudi, karena saya mempunyai agama yang sama, sehingga diharapkan dapat mempermudah hubungan majikan dengan saya, tapi apa kenyataannya, saya sering diperlakukan tidak baik, saya sering disiksa setelah melaksanakan sholat, saya dimarah-marahin, bahkan sampai rambut saya dijambak, dan badan saya dipukul. Saya dituduh bahwa sholat merupakan alasan untuk menghindar dari pekerjaan-pekerjaan rumah.”
Kekerasan secara fisik dialami juga oleh Alwiyah. Ia mengalami perlakuan tindak kekerasan oleh majikannya karena kesalahan dalam menyetrika baju majikannya, sebagaimana diungkapkan berikut ini: “Saya bekerja di Arab Saudi sebagai house maid yang bertugas mencuci dan menyerika baju. Majikan laki-laki saya adalah seorang polisi, istrinya tidak bekerja. Mereka mempunyai 8 orang anak. Setiap hari saya mencuci dan menggosok pakaian setumpukan, harus rapih dan licin. Pernah saya melakukan kesalahan menyetrika baju majikan perempuan, Saya dicaci maki bahkan mendapat siksaan secara fisik, seperti dijambak, dipukul, bahkan majikan perempuan saya tidak segan-segan menempelkan seterikaan yang panas ke tangan saya.”264
4.3.2 Beban Kerja Yang Berat Beberapa TKW asal Kabupaten Cirebon mengakui bahwa mereka bekerja menjadi TKW di Arab Saudi hampir tidak ada waktu untuk istirahat. Menurut keterangan dari Silawati, bekerja menjadi TKW di Arab Saudi harus mempunyai fisik yang kuat, karena beban kerjanya berat, dan hampir tidak ada waktu untuk istirahat, sebagaimana ia ungkapkan berikut ini:265 “Orang-orang Arab Saudi biasanya bertamu pada malam hari, yaitu jam satu malam, Saya harus bangun dan melayani tamu-tamu tersebut, 263
264 265
Sarah menjadi TKW di Arab Saudi sebanyak 4 kali, pertama, gagal dan dipulangkan melalui kedutaan tahun 1986), kedua, sesuai kontrak 2 tahun (tahun 1987-1989), (1989-1990). Paspor disimpan oleh majikan, kalau pulang tidak sesuai kontrak, maka paspornya ditahan oleh majikan dan pulang tidak membawa paspor. Menjadi TKW yang keempat pada tahun 1998, lihat lampiran 17. Wawancara dengan Alwiyah (mantan TKW asal desa Panguragan, tahun 1987-1989), 23 Maret 2008 Wawancara dengan Silawati mantan TKW di Arab Saudi
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
107
terutama yang sering adalah tamu anak-anak majikan saya. Majikan saya seorang Amir, mempunyai anak sebelas. Saya sangat capek melayani mereka, masak kambing sehari bisa sampe tiga ekor, pernah kaki saya kejatuhan tabung gas, dan tidak bisa bekerja selama sebulan, sehingga saya tidak bisa mengirim uang ke kampung, saya tidak berani menceritakan hal ini takut orang tua saya dan anak-anak saya jadi sedih.266
Beban kerja yang berat tersebut disebabkan tidak adanya batas waktu kerja. Mereka bekerja bisa sampai 18-20 jam.267 Mereka belum boleh tidur, kalau majikannya belum masuk ke pelaminan. Sementara begadang “Ya-Lail” merupakan ciri khas orang Arab, dan punya seni hiburannya sendiri. Hal ini dapat dilihat sebagaimana kutipan berikut: “Begadang “ya-Lail” merupakan ciri khas orang Arab, dan punya hiburan sendiri di jazirah Arab itu. Pria biasa pergi ke “Mag-ha” atau kedai kopi memuaskan selera “tasliah” dengan rekan-rekan seperti stag party ala Barat. Kaum wanita yang ditinggal di rumah, jelas punya cara melipur lara dengan sesamanya. Entah di rumah itu atau di klab-klab khusus untuk mereka. Sementara sang pramuwisma sibuklah memenuhi tugas-tugas-nya268
Kasus yang hampir sama dialami oleh mantan TKW Rokani. Rokani bertekad menjadi TKW ke Arab dengan bayangan dan harapannya akan mampu membangun rumah baru, dan mampu membiayai sekolah anak-anaknya. Suaminya yang tidak mempunyai pekerjaan tetap, sehingga kehidupan keluarganya serba kekurangan. Kondisi ini yang akhirnya memantapkan hati Rokani untuk berangkat menjadi TKW ke Arab Saudi. Namun 266
Wawancara dengan Silawati mantan TKW asal desa Munjul Kec. Astanajapura. Ia bekerja ke Arab atas masi dari calo yang berasal dari Tebet-Jakarta Selatan. Berangkat pada tahun 1983 kemudian pulang cuti tahun 1985, kemudian berangkat lagi tahun 1986-1991. Akibat adanya perang Irak, majikannya mengungsi dan ia dipulangkan ke Indonesia. Selama bekerja di Arab dari tahun 1983 sampai tahun 1990, dua kali majikan beda. Pemberangkatan pertama tahun 1983-1985, ia ditempatkan di Riyadh mendapat majikan yang baik. Majikannya seorang dokter dari Amerika, dan istrinya seorang Arab Libanon. Tugas sehari-harinya mempersiapkan pakaian dan keperluan majikan, sehingga ia sering diajak kemana-mana sesuai dengan tugas majikannya. Menurutnya ia pernah diajak di Perancis, Amerika Serikat, dan Irak. Pada waktu tugas di Irak, ia minta berhenti karena sakit fisiknya tidak kuat dengan cuaca dingin. Kemudian bekerja lagi dan ditempatkan di Jeddah di rumah seorang Amir, rumahnya luas sekali, untuk membersihkan pekarangannya saja dua hari tidak selesai. Ia ditempatkan di dapur sebagai tukang masak, kebetulan majikan perempuan senang dengan pekerjaannya. Sedangkan temannya TKW asal Cilacap ditugaskan mencuci dan menyetrika pakaian dan TKW asal Indramayu ditugaskan bagian bersih-bersih. Baju orang Arab terbuat dari sutra, sehingga mencucinyapun harus dengan cara khusus dan sabunnya pun khusus. Jika bajunya terkena strika, maka resikonya TKW tersebut akan terkena tindakan kasar dari majikan perempuannya. 267 Wawancara dengan Sutati, Suhani, Alwiyah, Fatimah, Wati, Sarah. 268 “Fokus Kita: Pengertian TKW di Arab Saudi” dalam Berita Buana, 29 Januari 1985 Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
108
nasibnya tidak seperti yang dialami Qona’a tetangga rumahnya. Ia mendapat majikan yang kasar dan “kejam.” Ia bekerja hampir tidak ada istirahat. Tugas utamanya adalah membersihkan rumah, menyapu, mengepel lantai dan tembok. Karena rumahnya besar dan luas, tugas tersebut tidak selesai sehari, bisa sampai dua hari.269
Selain itu, terdapat juga
TKW asal Kabupaten Cirebon yang diperlakukan seperti budak oleh majikannya, seperti yang dialami Saminah. Berdasarkan paspor ia bekerja sebagai house maid, tetapi pada kenyataannya, majikan menyuruhnya mengerjakan hampir semua pekerjaan rumah, termasuk mengasuh anak dan membersihkan rumah. Majikannya adalah seorang guru, mempunyai anak 8 orang, rumahnya terdiri dari dua lantai dengan luas kurang lebih 600 meter persegi.
270
Oleh karena itu Ia hampir tidak ada waktu untuk istirahat. Waktu
istirahat kadangkala ia gunakan untuk mecuci baju yang belum sempat ia kerjakan. “Pekerjaan rumah yang begitu banyak, mengakibatkan saya kurang istirahat. Saya mulai bekerja dari jam empat pagi dan baru bisa istirahat sekitar jam satu malam. Bahkan kadangkala waktu istirahat tersebut saya gunakan untuk mencuci baju yang belum sempat dikerjakan”271
Dengan demikian beban kerja yang berat dikarenakan tidak adanya ketentuanketentuan jam kerja secara tertulis dalam kontrak kerja, sehingga perlakuan terhadap TKW yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga sangat bergantung pada kebaikan majikannya. Diperlakukan secara manusiawi atau tidak, tergantung hati nurani sang majikan. 4.3.3 Masalah Pembayaran Gaji Kasus pembayaran gaji TKW yang tidak sesuai dengan kontrak kerja atau soal gaji yang tidak dibayar oleh majikan merupakan masalah yang sering dialami oleh TKW yang
269
Wawancara dengan Rokani mantan TKW Arab Saudi tahun 1985 Wawancara dengan Saminah, mantan TKW asal desa Geyongan kec. Arjawinangun, tanggal 21 Maret 2008 271 Wawancara dengan Saminah, Idem. 270
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
109
bekerja di Arab Saudi.272 Kasus yang menyangkut pembayaran gaji TKW yang bekerja di Arab Saudi pada tahun 1988 sebanyak 42% dari jumlah 1052 kasus TKI yang bekerja di Arab Saudi. Kasus ini dialami juga oleh beberapa TKW asal Kabupaten Cirebon. Kasus tidak mendapatkan gaji dialami oleh TKI asal Kabupaten Cirebon antara lain kisah suami istri yang menjadi TKI di Arab Saudi dan dimuat dalam Kompas tanggal 18 Maret 1989. Suami istri (yang tidak disebutkan namanya) berasal dari daerah Kabupaten Cirebon mendaftarkan diri menjadi TKI ke Arab Saudi melalui PT. Mercu Binawan. Pada tanggal 26 Juli 1988 mereka diberangkatkan dengan tujuan alamat calon majikannya di Riyadh. Setibanya di Riyadh, mereka tidak bertemu dengan calon majikannya. Kemudian oleh perwakilan penyalur tenaga kerja setempat mereka dikirim ke kota Jeddah. Di kota tersebut, mereka bertemu dengan keluarga calon majikannya. Setelah bekerja selama satu bulan, kemudian mereka dipulangkan dengan alasan yang tidak jelas, dan tidak diberi gaji sepeserpun, padahal mereka sudah mengeluarkan biaya keberangkatan sebesar Rp.1.700.000,-. Uang tersebut didapat dengan cara menggadaikan rumah dan PPTKI yang memberangkatkannya tidak bisa berbuat apa-apa bahkan tidak mau bertanggung jawab.273 Adapun kasus yang dialami Suhani adalah ia dibayar tidak sesuai dengan kontrak. Ia menerima gaji sebulan sebesar 400 real, padahal seharusnya mendapat 600 real. Ini terjadi karena keterbelakangan tingkat pengetahuannya. Ia tidak mengerti isi perjanjian kontrak kerja, sehingga ia mudah sekali dibohongi oleh majikannya. Sementara Badriah yang bekerja di salah satu keluarga di kota Riyadh selama 2 bulan, kemudian ia pulang dalam kondisi sakit karena tidak kuat dengan iklim di Arab Saudi. Ia hanya diberi tiket pesawat Jeddah-Jakarta, Upah selama 2 bulan bekerja tidak dibayarkan, bahkan ia dicaci maki oleh majikannya. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Badriah:
272 273
“Soal Gaji Mendominir Masalah TKI di Arab Saudi”, dalam Angkatan Bersenjata, 18 Maret 1989 “Nasib Kami Suami-istri TKI” dalam surat pembaca Kompas, 18 Maret 1989.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
110
“Saya bekerja di Arab baru dua bulan, kemudian saya sakit, pori-pori kulit tangan saya keluar darah akibat tidak kuat dengan cuaca di Saudi. Sewaktu saya dipulangkan saya tidak diberi uang sepeserpun oleh majikan. Kata majikan saya, ia merasa rugi kalau pembantunya pulang tidak sesuai dengan kontrak, yaitu bekerja selama 2 tahun, karena ia telah membayar ongkos pemberangkatan saya yang mahal. Menurutnya gaji dua bulan saya tidak cukup untuk menganti biaya tersebut.”274
Masalah upah yang tidak dibayar dialami juga oleh Sanamianah, TKW asal desa Jungjang Kecamatan Arjawinangun. Setelah lulus SMP ia nekad pergi ke Arab Saudi dengan harapan dapat memperbaiki kondisi kehidupan keluarganya. Ia bekerja menjadi TKW ke Arab pada tahun 1987. Selama bekerja ia sering digoda bahkan hampir diperkosa oleh anak majikannya. Karena takut ia kabur dari rumah majikan, kebetulan bertemu dengan seseorang yang berasal dari Indramayu. Ia kemudian diantarkan ke KBRI di Jeddah lalu dipulangkan dengan tidak membawa uang sepeserpun. Hal ini sangat menyedihkan, karena untuk berangkat ke Arab Saudi sudah menghabiskan uang sebesar Rp.1.000.000,- untuk biaya mulai dari proses perekrutan oleh agen di desa sampai penampungan. Uang sebesar itu mereka pinjam pada rentenir, dengan harapan sepulangnya dari Arab akan dibayar. Harapan itu pupus sudah manakala Sanamianah datang tidak membawa uang, sehingga ibunya pingsan setelah mendengar cerita anaknya.275 4.3.4 Pelecehan Seksual Menurut Ir. Sunaryo Hadade, bahwa kasus perkosaan terhadap TKW di Arab Saudi, tak akan bisa dihilangkan, namun masih bisa dikurangi dengan cara melakukan pendekatan dengan raja Arab Saudi.276 Berdasarkan data Konsulat Jenderal RI kasus
274
Wawancara dengan Badriah TKW asal desa Kalimati kec. Gegesik, 23 Februari 2007 Wawancara dengan Atikah, ibu dari Sanamianah. 276 Ir. Sunaryo Hadade adalah anggota komisi VI DPR yang yang melakukan kunjungan ke Konjen RI di Jeddah tahun 1989, “Selama 1989 Sebanyak 1052 Kasus TKI Terjadi di Arab Saudi” dalam Pelita, 10 Juli 1989 275
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
111
pelecehan seksual terhadap TKW yang bekerja di Arab Saudi pada tahun 1989 sebanyak 9% dari jumlah kasus sebanyak 1052.277 Adapun kasus pelecehan seksual yang dialami oleh TKW asal Kabupaten Cirebon antara tahun 1983-1990, antara lain dialami oleh Sarah, Wati, Sanamianah, Marfuah, dan Sri Hastuti. Bahkan kasus pemerkosaan tersebut mengakibatkan TKW hamil, sebagai contoh yang dialami oleh Wati, dan Marfuah. Kasus yang pernah dialami oleh Sarah, seperti yang diungkapkan berikut ini: “Yang paling bikin saya tertekan adalah saya sering digoda, majikan saya sering menunjukkan kemaluannya, bahkan saya hampir diperkosa sewaktu saya sedang di dapur atau di kamar, tapi untung saya bisa menghindar dan selamat sampai dua tahun selesai kontrak.”278
Menurut Sri Hastuti, tindakan cabul majikan laki-lakinya sulit untuk dilaporkan pada polisi sebagaimana yang diungkapkan dalam surat kabar berikut ini. “Majikan laki-lakinya beberapa kali ingin mencoba memperkosanya. Penyiksaan yang dialami Sri hampir tidak ada yang bisa menolongnya, dan tindakan cabul majikan pun tidak bisa diberi tahu kepada siapa pun, akibat dari adanya ancaman dari majikan. Menurut keterangan Sri, bahwa jika ia melaporkan kasusnya ke polisi pun tidak ada gunanya, karena polisi akan menanyakan siapa saksinya. Bahkan lebih gawat lagi kalau ada bukti yang memojokkan bahwa yang terjadi bukan pemerkosaan, tapi suka-sama suka, bisa dikenakan hukuman rajam, yaitu dilempari batu hingga mati. Sehingga untuk amannya lebih baik diam, dan tidak bicara apapun.279 Kasus serupa juga dialami oleh Sanamianah, juga dialami oleh Lina, gadis desa Kalibuntu Kecamatan Ciledug. Kasus yang dialami Wati lebih tragis, ia pulang dalam kondisi hamil akibat diperkosa oleh anak majikannya, padahal ia statusnya masih gadis.280
277
Ibid. Wawancara dengan Sarah mantan TKW tahun 1984-1986, 1987-1989, 1996-1998 279 “Laporan Masalah TKI-TKW (2): Martil, Gagang Sapu, dan Seks” dalam Kompas, 1 Maret 1990 280 Wati adalah seorang gadis asal desa Posong kec. Arjawinangun, Ia menjadi TKW ke Arab dengan tujuan ingin membantu keluarganya, tetapi justru kebalikannya, ia menambah beban bagi keluarganya, bahkan bagi dirinya sendiri. (hasil wawancara dengan Wati, tanggal 23 Maret 2008) 278
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
112
4.3.5 Masalah Adaptasi Dengan Lingkungan Tempat TKW Bekerja Masalah lain yang dihadapi TKW asal Kabupaten Cirebon yang bekerja di Arab Saudi adalah proses adaptasi dengan lingkungan tempat mereka bekerja. Proses adabtasi TKW dengan lingkungan tempat mereka bekerja tersebut merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilnya menjadi TKW di Arab Saudi. Seorang TKW harus beradaptasi dengan kondis lingkungan tempat ia bekerja, bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi di tempat bekerja dan pengetahuan adat istiadat setempat. Ketidaksiapan TKW baik secara mental maupun fisik menimbulkan berbagai masalah, di antaranya adalah cultural shock.281 Kesulitan penggunaan alat-alat rumah tangga yang serba modern dan menggunakan listrik merupakan masalah yang hampir dialami oleh TKW asal Kabupaten Cirebon. Ini dikarenakan mereka tidak mempunyai pengalaman penggunakan alat-alat tersebut. Bagi mereka yang tidak siap mental mengakibatkan mereka mengalami stress, seperti yang dialami Rokani. Ia menjadi TKW ke Arab Saudi tahun 1985, pekerjaannya adalah sebagai house keeper. Masalah yang dialaminya adalah ia kesulitan menggunakan alat pembersih dari listrik seperti alat penyedot debu, sehingga ia sering terkena marah majikannya. ”di kampung, rumah saya saja belum menggunakan listrik, sedangkan sewaktu bekerja di Arab Saudi saya harus menggunakan alat-alat rumah tangga yang terbuat dari listrik. Sewaktu saya menggunakan alat-alat tersebut saya sangat takut dan binggung menggunakannya, akibatnya saya pernah melakukan kesalahan sehingga alat tersebut rusak. Akibatnya saya terkena marah majikan. Majikan saya kalau marah biasanya disertai tindakan kekerasan secara fisik seperti pemukulan.”282
Masalah lainnya adalah gangguan emosional akibat dari rasa kesepian dan kesendirian karena jauh dengan keluarga dalam waktu yang lama, 281
282
atau merasa
Orang yang mengalami Cultural shock berperasaan gelisah, kesepian dan kebingungan ketika orang tersebut tiba untuk pertama kali di negeri lain atau tinggal bersama orang-orang yang mempunyai latar belakang budaya berbeda, lihat Clifford Jansen, Beberapa Aspek Sosiologis Dalam Migrasi, Seri terjemahan No.16, Pusat Penelitian dan Studi Kependudukan UGM, 1979. Wawancara dengan Rokani, 20 Maret 2008
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
113
keterasingan di negeri orang. Gangguan emosional ini dapat menimbulkan stress dan berakibat tidak betahnya TKI bekerja di luar negeri/Arab Saudi.283 Dengan demikian, kasus-kasus yang dialami oleh mantan TKW asal Kabupaten Cirebon tersebut dapat diklasifikasikan, yaitu: a) kekerasan dalam rumah tangga baik secara psikologis maupun fisik; b) beban kerja yang berat, yaitu hampir semua TKW asal Kabupaten Cirebon bekerja lebih dari 18 jam, sehingga mereka kurang istirahat; c) pelecehan seksual sampai kasus pemerkosaan; d) pembayaran gaji tidak sesuai dengan kontrak, yaitu gaji dibayar lebih rendah dari gaji yang tercatat dalam kontrak kerja. Seperti yang dialami oleh Suhani, ia dibayar hanya sebesar 400 real, sementara yang tercatat dalam kontrak kerja gajinya sebesar 600 real.284 Beberapa sebab terjadinya kasus-kasus tersebut di atas antara lain disebabkan tingkat pendidikan yang rendah dan keterampilan yang terbatas mengakibatkan kualitas tenaga kerja mereka pun rendah. Keterbatasan ini mengakibatkan ada beberapa orang TKW yang menjadi sasaran penipuan dari majikannya, yaitu upahnya tidak dibayar, atau dibayar tidak sesuai dengan perjanjian kerja. Upah dibayar lebih rendah yaitu dibayar hanya 500 real. Sedangkan menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.149/1983, pada pasal 9 tercantum upah minim tenaga kerja informal sebesar 600 real. Masalah ini pernah dialami oleh mantan TKW bernama Yani asal desa Pabedilan Kecamatan Losari, yang menjadi TKW di Arab Saudi dari tahun 1987 sampai dengan 1989.285 Dengan demikian, TKW asal Kabupaten Cirebon yang mayoritas bekerja sebagai pekerja domestik servant sangat rawan akan tindakan kekerasan oleh majikannya. Ironisnya, pengiriman tenaga kerja wanita yang berlatar belakang ikatan primordial agama Islam ke Arab Saudi diberangkatkan secara legal (resmi). Di negara yang dianggap sebagai 283 284 285
Clifford Jansen, Op.Cit. hal. 9. Wawancara dengan Rokani, TKW tahun 1985, tanggal 20 Maret 2008 Wawancara dengan Yani, tanggal 20 Februari 2007, mendapat bayaran lebih rendah juga dialami oleh Suhani, Alwiyah dan Lina
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
114
tumpuan harapan baik dilihat dari sisi “keimanan” (karena menganut keyakinan yang sama) maupun dari sisi ekonomi (income), ternyata tidak ada jaminan kepastian akan perlindungan hukum terhadap para TKW ini. Dari beberapa masalah yang dialami oleh para TKW asal Kabupaten Cirebon disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: pertama, umumnya TKW yang dikirim itu berasal dari pedesaan yang sebelumnya hanya mengenal peralatan rumah tangga yang sederhana. Sedangkan di tempatnya bekerja, peralatan yang digunakan adalah peralatan yang serba modern. Kedua, penguasaan bahasa Arab yang minim, sehingga sulit berkomunikasi dengan majikan. Sehingga untuk berkomunikasi harus menggunakan bahasa verbal (bahasa tubuh) sehingga kemungkinan terjadi miskomunikasi sangat besar. Seperti yang dialami Silawati: “Setelah saya mendaftar pada PT Almas, seminggu kemudian saya langsung diberangkatkan, saya tidak dilatih keterampilan dan pemahaman bahasa Arab terlebih dahulu, tapi lama-lama saya faham. Waktu pertama kali berada di sana, komunikasi menggunakan bahasa tubuh. Contohnya kalau mau makan, tangan digerakan ke arah mulut, singkatnya langsung menunjuk pada benda atau menunjuk pada bagian tubuh”.286 Ketiga, kondisi cuaca yang berbeda, menyebabkan beberapa TKW tak tahan akan udara yang demikian panas, atau demikian dingin.287 Keempat, tingkat pendidikan TKW yang umumnya rendah menyebabkan mereka kurang memahami apa yang menjadi hak dan kewajibannya selama bekerja di Arab. Kelima, adalah perbedaan budaya. Namun demikian, pandangan keluarga/masyarakat Kabupaten Cirebon terhadap kasus-kasus yang dialami oleh beberapa TKW asal Kabupaten Cirebon, dianggap ’masih untung’.
286 287
Ini dipengaruhi oleh pandangan masyarakat secara umum yang memilih
Wawancara dengan Silawati, tanggal 20 Maret 2008. Permasalahan yang menyangkut TKW sewaktu bekerja di Arab Saudi menurut H. Fachturazy AH (angggota DPR waktu itu) yang berkunjung ke Saudi Arabia, menemukan tiga hal, yaitu rendahnya keterampilan yang dimiliki TKI, Kurangnya pemahaman bahasa Arab, dan fisik yang tidak kuat terhadap cuaca di Arab Saudi lihat, “Anggota DPR Temukan Beberapa Kelemahan TKI di Luar Negeri” dalam Angkatan Bersenjata, 26 Januari 1990.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
115
“dahulukan selamat” dalam kehidupannya. Sebagaimana Atikah ibunya Sanamianah, walaupun anaknya pulang tidak membawa uang sepeserpun, bahkan ia harus menanggung beban utang pada rentenir, ia masih mengatakan bahwa “masih untung bisa balik (pulang) selamat, daripada balik dalam bentuk mayat”.288 Dengan pandangan seperti itu, mereka tidak menuntut pada pemerintah atau majikannya karena mereka pasrah dan menerima apa adanya. Kasus-kasus yang pernah dialami TKW di Arab Saudi tersebut, hampir tidak berpengaruh pada minat wanita pedesaan Kabupaten Cirebon untuk pergi ke Arab Saudi. Bahkan sampai sekarang daerah Kabupaten Cirebon masih tergolong salah satu kantung TKW di Jawa Barat. Bagi wanita pedesaan Kabupaten Cirebon, menjadi TKW di Arab Saudi merupakan kesempatan yang bisa dilakukan untuk dapat mencukupi kebutuhan subsistensi keluarganya. Masyarakat Kabupaten Cirebon umumnya memandang bahwa masalah yang dialami oleh TKW sewaktu bekerja di Arab Saudi merupakan bagian dari nasib individu, dan setiap individu nasibnya berbeda-beda. Sebagaimana dikatakan oleh Masriah “di daerah sini (desa Sende) banyak yang menjadi TKW ke Arab Saudi, ada yang berhasil membawa uang dan bisa membangun rumah, lihat saja rumah disini bagus-bagus, itu merupakan hasil kerja di Saudi. Tetapi ada juga yang pulang tidak membawa uang, dan pulang dalam kondisi sakit, cacat, bahkan stress. Masalah tersebut merupakan nasib-nasiban. Saya juga kalau ada kesempatan ingin pergi lagi ke Arab Saudi. Saya sudah tiga kali ke Saudi, berangkat pertama tahun 1984 setelah kontrak selesai saya pulang, kemudian setelah uang habis saya berangkat lagi ke Arab Saudi.”289
Pandangan tersebut menganggap bahwa masalah yang terjadi sewaktu bekerja di Arab Saudi merupakan nasib seseorang, dan merupakan buah hasil dari tingkah lakunya. 288 289
Kata-kata serupa diungkapkan juga oleh keluarga Wati, Rokani, Badriah Wawancara dengan Masriah TKW asal desa Sende Kec. Arjawinangun, tanggal 20 Maret 2008. Hal ini dikatakan juga oleh Maemunah TKW asal desa Galagamba Kec. Ciwaringin, Emi TKW asal desa Karangdawa Kec. Arjawinangun, Fadelun TKW asal desa Panguragan, Masriah TKW asal desa Balerante Kec. Palimanan dan Umeri TKW asal desa Goa Kec. Gegesik.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
116
Kondisi ini mengakibatkan TKW tidak mau melaporkan masalahnya pada kepolisian atau instansi yang berwenang, mereka cenderung menerima dan pasrah. Oleh karenanya berbagai masalah yang dialami oleh para TKW asal Kabupaten Cirebon sewaktu bekerja di Arab Saudi, secara umum masyarakat menganggapnya sebagai takdir, yang merupakan bagian dari nasib mereka yang harus diterima. Bahkan TKW yang mengalami tindakan kekerasan atau hal-hal yang buruk sewaktu bekerja di Arab Saudi, dianggap oleh masyarakat sebagai balasan perbuatannya sewaktu di tanah air. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh kiyai Satori; “Arab Saudi merupakan tanah suci, sehingga seseorang yang pergi ke sana akan mendapat perlakuan sesuai amal perbuatan sewaktu di kampung halamannya”. Pandangan agama yang bersifat eskatologis ini mempengaruhi penilaian masyarakat terhadap masalah-masalah yang dialami TKW sewaktu bekerja di Arab Saudi. Adanya pandangan masyarakat yang demikian, mengakibatkan TKW yang mendapat perlakuan buruk sewaktu bekerja di Arab Saudi, cenderung pasrah dan menutup diri. Sehingga mereka tidak melaporkan masalah yang dialaminya pada pihak yang berwajib, karena dianggap akan membuka aibnya sendiri. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Wati, “bagen bae isun ngalami nasib mengkenen (hamil akibat diperkosa majikan) sewaktu kerja ning Arab Saudi, pengen lapor polisi kita isin, kepriben omongane wong tentang isun, yah wis mendingan meneng bae lan pasrah.”290 sudahlah saya mengalami nasib seperti ini (hamil akibat diperkosa majikan) sewaktu bekerja di Arab Saudi, Mau melaporkan masalah ini ke kepolisian, saya malu, bagaimana omongan masyarakat tentang saya, yah sudah lebih baik diam dan pasrah.
290
Wawancara dengan Wati, tanggal 20 Februari 2007
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
117
BAB V MASALAH YANG DIHADAPI MANTAN TKW DI KAMPUNG HALAMANNYA TAHUN 1983-1990
5.1 Kepulangan TKW ke Tanah Air Kepulangan TKW asal Kabupaten Cirebon dari Arab Saudi dikarenakan beberapa alasan antara lain; karena selesai kontrak kerja, melarikan diri dari rumah majikan, stress atau sakit dikarenakan fisik yang tidak kuat dengan cuaca di Arab Saudi, atau karena beban kerja yang berat, selain itu akibat Perang Teluk yang terjadi pada tahun 1990. Kepulangan TKW karena selesai kontrak kerja, secara umum pulang membawa uang dan berhasil meningkatkan kesejahteraan keluarga. Indikasi keberhasilannya tersebut dapat diukur dengan kepemilikan rumah yang permanen dengan bentuk rumah modern, yang masyarakat Cirebon menyebutnya “Rumah model Spanyolan”.291 TKW asal Kabupaten Cirebon yang pulang karena alasan selesai kontrak dan telah berhasil membangun rumah modern, antara lain: Qona’a, Fatimah,
Mimin, Ropiah,
Unirah, Suhani, Khaulah, Masriah. Sedangkan TKW/TKL yang pulang karena selesai kontrak dan uang hasil jerih payahnya sebagian besar habis untuk biaya hidup sehari-hari keluarganya dan biaya sekolah anak-anak, antara lain; Sariah, Nunung, Fadelun, Aminah, Sarah, Sariah, Maemunah, Marfuah. Umeri, Sanamianah, dan Alwiyah.292 Adapun TKW asal Kabupaten Cirebon yang pulang karena stress, antara lain: Rokani dan Saminah. Pulang karena sakit, antara lain: Badriah, Yayah, Imas dan Eni,
291
292
Indikasi keberhasilan yang dimaksud adalah TKW dapat membangun atau merenovasi rumah menjadi rumah permanen dan berbentuk modern. Yang dimaksud rumah permanen dan modern adalah rumah tembok yang terbuat dari batu bata, dan biasanya tembok depan terbuat dari keramik. Sebelumnya rumah terbuat dari bilik, rumah seperti ini dianggap tidak permanen karena mudah sekali rusak. Hasil pengamatan dan wawancara peneliti dengan para Mantan TKW asal Kabupaten Cirebon
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
118
pulang karena hamil, antara lain: Wati dan Marfuah. Pulang karena melarikan diri dari rumah majikan, antara lain: Nanah, Rosita dan Sri Astuti. Akibat krisis Teluk yang terjadi pada tahun 1990, banyak TKW asal Kabupaten Cirebon yang dipulangkan oleh majikannya atau dititipkan di Kedutaan Besar RI di Arab Saudi. Perang tersebut diawali dengan adanya penyerangan (invasi) Iraq ke Kuwait Kemudian wilayah medan perang meluas, tidak hanya perang antara Iraq versus Kuwait, tetapi juga melibatkan negara-negara Arab lainnya, termasuk negara Arab Saudi.293 Keberpihakan Arab Saudi pada Kuwait,294 menyebabkan suasana kondisi keamanan di Arab Saudi menegangkan, karena takut ancaman adanya penyerangan dari Iraq ke wilayah Arab Saudi. Kondisi dan suasana ini menyebabkan banyak majikan TKW asal Kabupaten Cirebon yang mengungsi ke negara-negara yang dianggap aman, seperti di Amerika Serikat dan di negara-negara Eropa atau di negara lain yang dianggap relatif aman. Bagi
majikan yang baik hati, para pembantu rumah tangganya dibawa ikut
mengungsi, tetapi ada juga majikan yang meningglkan para pembantunya di rumah. Sementara mereka bersama seluruh keluarganya mengungsi. Sebagai contoh pengalaman Khaulah, Sarah dan Silawati. Sewaktu terjadi Perang Teluk banyak TKW asal Indonesia yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga, untuk sementara dititipkan di penampungan TKI di Kedutaan Besar RI yang berkedudukan di kota Riyadh, Arab Saudi.
293
294
Krisis teluk yang terjadi pada tahun 1990 mengakibatkan pengiriman TKI ke Arab Saudi untuk sementara dihentikan, bahkan sebanyak 200 TKI yang akan diberangkatkan ke Saudi pada bulan Agustus terpaksa ditunda. Lihat “Mulai 20 September Pengiriman TKI ke Arab Saudi dibuka Lagi, dalam Merdeka, 15 September 1990 Keberpihakan Pemerintah Arab Saudi pada pemerintah Kuwait ditunjukkan dengan persetujuan Bandara Internsionalnya dijadikan tempat transit tentara Amerika Serikat untuk mempersiapkan penyerangan terhadap Iraq. Lihat Antara 10 Agustus 1990
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
119
“Sewaktu terjadi Perang Teluk saya dititipkan di penampungan Kedutaan Besar RI, walaupun katanya saya dan teman-teman aman, tapi tetap aja takut. Pengennya sih ingin cepat-cepat pulang, bisa kumpul sama keluarga, tapi karena kontrak kerja saya belum selesai, sehingga saya kesulitan mengurus administrasi. Sementara majikan saya beserta keluarganya mengungsi entah dimana. Jadi saya pasrah saja.” 295
Nasib yang sama dialami juga oleh TKW asal Kabupaten Cirebon lainnya seperti; Umeri, Fadelun, dan Fatimah. Lain halnya dengan Khaulah, ia beruntung mendapat majikan yang baik dan memperlakukannya secara manusiawi. Sewaktu terjadi Perang Teluk tahun 1990, ia diajak mengungsi bersama majikannya ke Amerika Serikat. Setelah selesai perang dan negara Arab Saudi telah dinyatakan aman, ia bersama majikannya kembali lagi ke Arab Saudi.296 Sementara pengalaman yang berlawanan dialami oleh Silawati. Ia bersama pembantu-pembantu lainnya yang berasal dari Cilacap dan Indramayu ditinggalkan oleh majikan sewaktu mereka sedang tidur, sebagaimana dikatakan oleh Silawati: “Majikan saya enak sendiri saja, saya bersama teman-teman ditinggalkan di rumah, majikan saya bersama keluarganya mengungsi engga tahu kemana sewaktu saya sedang tidur. Setelah bangun tidur saya menemui kondisi rumah yang kosong dan sepi, ternyata majikan saya sudah pergi mengungsi. Saya bersama teman-teman sangat takut mendengar ada perang di sini, saya tidak bisa tidur, setiap hari rasanya was-was, bahkan dalam fikiran saya terbersit pasrah kalau sudah tidak ada umur dan menjadi korban perang di sana. Tetapi Alhamdulillah, beberapa hari kemudian ada pihak kepolisian yang menghantarkan saya ke KBRI dan selanjutnya dipulangkan ke Indonesia.” 297 Dari pengalaman TKW tersebut dapat dikatakan bahwa, sewaktu terjadi Perang Teluk tahun 1990, TKW asal Kabupaten Cirebon mendapat perlakuan berbeda-berbeda
295 296
297
Wawancara dengan Sarah. Wawancara dengan Khaulah, 4 November 2006. Ia adalah salah satu mantan TKW yang beruntung mendapat majikan yang baik. (lihat lampiran 10) Ia berangkat pada tahun 1985, di tempatkan di rumah keluarga Muhamad Amru di Jeddah. Kemudian pulang ke Indonesia tahun 1991, tahun 1998 pergi lagi ke Arab Saudi pada majikan yang sama sampai tahun 2001. Wawancara dengan Silawati.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
120
tergantung perlakuan majikan. Hal ini karena mereka bekerja pada sektor informal, sehingga hubungan kerja bersifat pribadi dan sangat bergantung pada majikan. Menurut Kepala Pusat AKAN, sejak tanggal 9 hingga 24 Agustus 1990, TKI/TKW Indonesia yang pulang dari Arab Saudi tercatat sebanyak 3.645 orang, terdiri dari 358 tenaga kerja laki-laki dan 3.287 tenaga kerja wanita. Umumnya mereka pulang akibat majikannya mengungsi ke wilayah yang dianggap relatif aman.298 Selain itu ada juga TKW yang pulang karena sudah selesai kontrak kerjanya, seperti: Nunung Nurbaeti, dan Sanamianah.299 Dengan demikian kepulangan TKW asal Kabupaten Cirebon dari Arab Saudi dapat dijelaskan sebagaimana tabel berikut ini: Tabel 19. Alasan kepulangan TKW asal Kabupaten Cirebon yang bekerja di Arab Saudi tahun 1983-1990 NO.
1.
ALASAN KEPULANGAN TKW
Selesai Kontrak Kerja
HASIL YANG DIDAPAT
NAMA MANTAN TKW
dapat membangun, merenovasi rumah dari gubug menjadi permanen
a. Qona’a, Fatimah, Unirah, Suhani, Khaulah Masriah, Mimin, dan Emi
Hasil jerih payah habis digunakan untuk biaya hidup sehari-hari keluarga dan biaya sekolah anak-anak
b. Aminah, Sariah, Sarah, Maemunah, Nunung Nurbaeti, Fadelun, Umeri, dan Alwiyah
Hasil jerih payah habis karena penipuan, atau dirampok
c. Sanamianah, Rogayah, Masnah dan Sairiyah
2.
Karena stress
Gaji tidak dibayar
Rokani dan Saminah
3.
Karena Sakit
Gaji tidak dibayar
Badriyah, Yayah, Imas, dan Eni
4.
Karena melarikan diri Gaji tidak dibayar dari rumah majikan
Nanah, Rosita, Lina dan Sri Astuti
298 299
“Pengiriman TKI ke Arab Saudi Sementara Dilakukan Selektif” dalam Suara Karya, 27 Agustus 1990 Wawancara dengan Nunung Nurbaeti, tanggal 22 Maret 2008 dan Sanamianah, tanggal 20 Maret 2008
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
121
5.
6.
Karena Hamil
Karena perang teluk
Habis untuk biaya hidup sehari-hari keluarganya, Sebagian besar dihabiskan suami untuk biaya kawin lagi
Wati
Marfuah
Dihabiskan untuk biaya Silawati, Sarah hidup sehari-hari keluarga dan biaya sekolah anak-anak
Sumber: data olahan dari hasil wawancara
Adapun masalah yang dialami TKW asal Kabupaten Cirebon sewaktu pulang dari Arab Saudi antara lain; penipuan, pemerasan dan perampokan. Sebagaimana yang pernah dialami oleh dua orang TKW asal Kabupaten Cirebon, Sairiyah dan Masnah pada tahun 1985. Hasil jerih payahnya selama bekerja di Arab Saudi, yang berupa koper berisi pakaian dan barang-barang berharga dan uang sebanyak 6.000 dolar AS dibawa kabur oleh supir taksi yang mereka carter dari Bandar Udara Internasional Cengkareng.300 Adapun kronologi peristiwanya dapat diuraikan sebagaimana berikut ini : ”Setelah bekerja selama tiga tahun di Arab Saudi, Mereka pulang untuk menjenguk keluarga di Cirebon. Setibanya di Bandar Udara Cengkareng, mereka berjalan keluar airport sambil membawa sendiri barang-barangnya, karena di Bandara tidak ada yang mau dicarter ke Cirebon. Di luar Bandara, mereka menyetop taksi berwarna kuning bermerek ”Presiden Taxi” lalu mencarternya ke Cirebon seharga Rp.60.000. Setibanya di pasar Pulogadung, Masnah singgah sebentar untuk membeli oleh-oleh. Sariyah juga ikut turun dari taksi dan berbelanja sementara taksi diparkir di luar pasar. Selesai berbelanja mereka mencari taksi di tempat parkir tadi, tapi tidak kelihatan. Setelah selama satu jam menunggu, sadarlah mereka bahwa harta benda mereka telah dilarikan si supir taksi.”301
Ditinjau dari kutipan di atas, kejadian yang dialami Masnah dan Sariyah, TKW asal Kabupaten Cirebon merupakan akibat dari kelalaian mereka berdua. Kurangnya pengalaman dan pengetahuan tentang kehidupan di kota Jakarta, sehingga mereka tidak 300
301
“Pengalaman Pahit Dua TKW Asal Cirebon, Hasil Jerih Payah di Arab Lenyap di Pulogadung” dalam Merdeka 14 Mei 1985. Ibid.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
122
menaruh curiga dan menganggap semua orang bertingkah laku baik. Ternyata masalah yang menyangkut para TKW tidak hanya ada sewaktu bekerja di Arab Saudi, tetapi saat kepulangannya pun rawan berbagai masalah. Tidak hanya masalah pencurian yang dialami Masnah dan Sariyah, ada juga masalah penipuan, seperti yang dialami oleh Rogayah. Setibanya di Pintu tiga Bandara Sukarno-Hatta, ia berjumpa dengan seorang laki-laki yang berpenampilan rapih terlente kemudian seorang laki-laki tersebut menawarkan jasa untuk mengantarnya pulang ke Cirebon. Setelah sampai di Cirebon ia melamar untuk menikahi Rogayah. Namun baru tiga bulan menikah, ia membawa kabur perhiasan hasil pemberian majikan dan uang sebesar 1.200 real. Suaminya membawa uang tersebut dengan alasan ingin menukarkan dengan uang rupiah di kota Cirebon.302 Selain penipuan, TKW juga rawan menjadi korban pemerasan, baik oleh perorangan, calo, oknum PPTKI atau instansi pemerintah. Kasus pemerasan yang pernah dialami oleh TKW asal Kabupaten Cirebon sejak setibanya di Bandara adalah pungutanpungutan liar yang dilakukan oleh oknum pegawai Bandara yang tidak teridentifikasi dengan alasan untuk menjaga keamanan.303 Seperti yang dikatakan oleh Yayah, mantan TKW asal desa Goa Kecamatan Gegesik, bahwa sewaktu itu tiba di bandara, mulai dari tukang sapu sampai pegawai bandara yang mengurus kepulangannya meminta persenan.304 Setelah TKW sampai di rumah tempat tinggalnya, tidak berarti mereka selamat sampai tujuan. Seperti halnya kasus yang pernah dialami Eni, TKW asal Desa Susukan Kabupaten Cirebon. Ia pulang dari Saudi dalam rangka cuti. Tiba-tiba ia didatangi oleh calo yang dulu membawanya ke Jakarta. Calo tersebut mengatakan bahwa ia harus mengurus administrasi pada PPTKI dengan biaya sebesar Rp.1.500.000. Kalau tidak 302 303 304
Wawancara dengan Rogayah TKW asal desa Jenun Kecamatan Arjawinangun, 22 Maret 2008 Wawancara dengan Aminah dan Amsor, tanggal 20 Maret 2008 Wawancara dengan Yayah mantan TKW asal desa Goa Kec. Gegesik Kabupaten Cirebon, 21 Februari 2007
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
123
dilakukan, maka ia akan mendapat kesulitan dan tidak akan bisa kembali lagi bekerja di Saudi. Karena Eni tidak mengerti bagaimana prosedur pemberangkatan bagi TKW yang cuti, karena takut, maka Eni membayar sesuai dengan yang diminta, tetapi ternyata calo tersebut tidak mengurus administrasinya, sehingga ia harus mengeluarkan uang lagi untuk mengurus adminstrasinya. Sementara kasus yang dialami oleh Ropiah pada tahun 1990, hampir mirip dengan kasus yang dialami Rogayah yang terjadi pada tahun 1987. Sewaktu tiba di Bandara Cengkareng, Ropiah bertemu dengan seorang laki-laki berasal dari Nusa Tenggara Barat (NTB), kemudian mereka berkenalan lalu ia menawarkan jasa untuk mengantarnya pulang. Setelah itu hubungan mereka berlanjut sampai jenjang pernikahan. Uang hasil jerih payah Ropiah sebagian besar dihabiskan untuk biaya poya-poya suaminya dan membeli sebuah sepeda motor. Mereka hampir tiap hari berplesiran, jalan-jalan menghabiskan uang. Setelah uang hasil jerih payah Ropiah bekerja di Arab Saudi selama dua tahun habis, suaminya dengan membawa sepeda motor, pergi meninggalkannya. Ternyata suami sudah punya istri dan anak di kampungnya. Ropiah, karena merasa malu disamping juga sudah tidak punya uang lagi untuk biaya hidup sehari-hari, maka ia memutuskan untuk pergi menjadi TKW ke Arab Saudi lagi. 305 Secara umum masyarakat Kabupaten Cirebon memandang bahwa TKW yang baru pulang dari Arab Saudi dianggap mempunyai uang banyak, sehingga baru sampai di rumah sudah banyak tamu, mulai dari tetangga sekitar rumah sampai saudara jauh yang minta persenan atau oleh-oleh, baik berupa makanan khas Arab Saudi atau baju-baju bekas pemberian majikannya. Bahkan ada juga yang didatangi oleh aparat desa untuk meminta persenan karena ia telah membantu mengurus administrasi agar bisa menjadi TKW ke
305
Wawancara dengan Mang Somad (ayah Ropiah), tanggal 20 Maret 2007
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
124
Arab Saudi.306 Dengan demikian tidak dapat disangkal lagi kepergian TKW ke Arab Saudi telah menimbulkan masalah yang kompleks, yang merupakan fenomena sosial yang terjadi di Kabupaten Cirebon. Masalah tersebut tidak hanya menyangkut individu TKW, tetapi juga berpengaruh pada kehidupan dalam keluarga dan masyarakat di sekitarnya. Oleh karena itu masalah yang muncul sebagai dampak dari tenaga kerja wanita ke Arab Saudi dapat dilihat dari sisi individu mantan TKW, keluarga mantan TKW, dan masyarakat lingkungan sekitarnya sebagaimana akan diuraikan berikut ini. 5.2 Masalah Yang Dialami TKW Setelah Kembali Dari Arab Saudi Menjadi TKW ke Arab Saudi merupakan suatu pengorbanan yang dilakukan oleh seorang wanita pedesaan untuk menyelamatkan kelangsungan kehidupan keluarganya. Hal ini karena kesempatan seorang wanita menjadi TKI lebih luas dibandingkan dengan kesempatan seorang laki-laki. Walaupun kepergiannya tersebut mempunyai resiko ancaman keselamatan diri individu TKW, dan resiko ancaman disintegrasi keluarga. TKW yang pulang sesuai dengan kontrak kerja, biasanya mereka digolongkan berhasil dapat meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Namun karena orientasinya untuk memenuhi kebutuhan subsistensinya, maka umumnya uang hasil jerih payah bekerja di Arab Saudi dihabiskan untuk biaya hidup sehari-hari. Kondisi seperti ini merupakan hal yang umum dikalangan TKW asal Kabupaten Cirebon. Perilaku mereka sesuai dengan perilaku petani yang digambarkan
oleh James C. Scott, bahwa mereka pergi
meninggalkan desanya merupakan keharusan bagi petani untuk dapat memenuhi kebutuhan subsistensinya agar bisa menyelamatkan kehidupannya ”yang hampir tenggelam”307
306 307
Wawancara dengan Qona’ah, Mimin, Fatimah, Sarah, Khaulah, dan Aminah James C. Scott, Op.Cit., hal 20
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
125
Tidak semua wanita yang bekerja di Arab Saudi berhasil dapat menyelamatkan kehidupan subsistensinya, ada juga yang pulang tidak memperolah apa yang diharapkan, seperti yang dialami Sanamianah sewaktu menjadi TKW tahun 1987, dan Rokani yang pulang dalam kondisi stress. Perilaku masyarakat yang lebih mendahulukan selamat, sehingga masyarakat secara umum menerima kembali TKW dalam kondisi apapun. Mereka mengatakan bahwa “masih untung bisa balik, dari pada tersiksa dan mati ning kana”.308 Kepergian tenaga kerja wanita Kabupaten Cirebon ke Arab Saudi membawa dampak dalam kehidupan pribadi TKW, baik positif maupun negatif. Dampak positif bagi pribadi TKW antara lain, terpenuhinya kebutuhan subsistensi. Dengan menjadi TKW, kebutuhan pangan dan sandang dapat tercukupi dan lebih layak dibandingkan sewaktu masih di desa. Bahkan bagi TKW yang beruntung, misalnya mendapat majikan yang baik, seperti Qona’ah, Fatimah, Khaulah, Biyum, dan Emi semua kebutuhan kehidupan seharihari terjamin bahkan berlebih. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Khaulah: “Syukur Alhamdulillah, selama saya bekerja menjadi TKW di Arab Saudi, tidak pernah dibentak apalagi dipukul. Majikan saya baik sekali, masakan saya pun tidak pernah ditolak, dan tidak pernah dikatakan engga enak. Setahun sekali saya diberi hadiah berupa perhiasan emas dan pakaian. Kebutuhan hidup sehari-hari terpenuhi bahkan berlebih. Sehingga gaji saya utuh dan bisa dikirimkan untuk keluarga di kampung”309
Dari penghasilannya selama menjadi TKW tersebut, ia berhasil membangun rumah berlantai dua dengan luas 400 m2 persegi. Nasib yang sama dialami oleh Qona’a, ia 308 309
Wawancara dengan Atikah (ibu Sanamianah), tanggal 22 Maret 2008 Wawancara dengan Khaulah, tanggal 23 Maret 2008. Khaulah adalah TKW asal desa Jungjang yang mendapat nasib beruntung saat menajdi TKW di Arab Saudi. Ia bekerja sebagai pembantu rumah tangga pada keluarga Muhamad Amru di kota Jeddah, ArabSaudi. Dari hasil penghasilannya selama menjadi TKW (2 kali kontrak kerja, pertama tahun 1986-1988, kemudian ia mendapat cuti selama 3 bulan dan berangkat lagi ke Arab Saudi pada majikan yang sama pada tahun 1988 sampai tahun 1990. Khaulah adalah anak yatim, ayahnya mennggal sejak ia berumur 3 tahun. Ia menjadi TKW ke Arab Saudi karena ibunya yang merupakan pencari nafkah utama mengalami kebangkrutan. Ibunya adalah pedagang di pasar Arjawinangun bangkrut bahkan menanggung hutang pada rentenir pasar, sementara kakaknya (laki-laki) idiot,sehingga tidak bisa diandalkan untuk membantu mencari uang agar dapat mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
126
berhasil membangun rumah seluas 300 m2, kebun seluas 200m2 dan satu sepeda motor. Qona’ah bekerja hampir selama 20 tahun pada keluarga Zam-zami di kota Mekkah dan diperlakukan dengan baik oleh majikannya. “Saya bekerja mulai tahun 1982 sampai tahun 2002, dari gaji sebesar 350 real sampai 1.000 real, belum pernah mengalami dibentak, dicaci maki atau dipukul oleh majikan. Majikan saya baik sekali.”310
Dampak positif lainnya adalah TKW Kabupaten Cirebon mendapat wawasan baru, pemahaman terhadap kesempatan-kesempatan ekonomi dan berkembangnya kapasitas pribadi. Sebagai contoh seorang mantan TKW tidak akan mau bekerja sebagai pembantu rumah tangga di daerahnya, atau di kota-kota di dalam negeri, karena dianggap gajinya sangat rendah, sehingga bagaimanapun resikonya ia akan berangkat lagi bekerja menjadi TKW di Arab Saudi. Selain itu, harapan eskatologispun tercapai. Dari 30 orang mantan TKW, ternyata 95 % telah melaksanakan ibadah haji. Sementara dampak negatif tenaga kerja wanita ke Arab Saudi antara lain berupa penganiayaan, atau pelecehan seksual. Penganiayaan merupakan tindakan kekerasan, tidak hanya fisik tetapi juga psikis. Tindakan kekerasan secara psikis antara lain: caci maki, sumpah serapah, penghinaan, menimbulkan trauma psikis. Seperti yang dialami oleh Rokani, TKW yang bekerja ke Arab Saudi pada tahun 1985. Ia pulang dalam kondisi stress berat. Ia pergi ke Arab Saudi karena desakan ekonomi. Rokani mempunyai anak lima orang, suaminya menikah lagi dan jarang pulang, sehingga ia harus menanggung beban hidup keluarganya. Anak-anaknya semua sekolah, bahkan anak pertamanya melanjutkan sampai di perguruan tinggi di salah satu universitas ternama di Indonesia. Berdasarkan kontrak kerja, ia bekerja selama 2 tahun, akan tetapi baru satu tahun bekerja, ia pulang dengan kondisi stress berat. Ia dipulangkan tanpa dibayar gajinya. Ini artinya harapan
310
Wawancara dengan Qona’a, tanggal 21 Maret 2008
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
127
untuk dapat meningkatkan kesejahteraan keluarganya tidak tercapai. Bagi TKW yang pulang karena kasus, mengalami kesulitan untuk pulang karena paspornya ditahan oleh majikannya. Sementara TKW yang pulang dalam kondisi hamil,selain menanggung malu, juga menambah beban penderitaan dan merasa bersalah pada keluarganya, kondisi ini mengakibatkan mereka menjadi putus asa. Kondisi seperti ini sebagaimana dikatakan oleh Wati; ”Saya merasa malu dan merasa hidup saya ini sudah tidak ada artinya, rasanya ingin mengakhiri hidup ini, tapi saya kasihan pada ibu saya yang sudah tua, tidak ada yang mengurusi kecuali saya. Kedua kakak saya sibuk mengurusi keluarganya.”
5.3 Masalah Yang Dialami Dalam Keluarga Selain masalah yang dialaminya secara pribadi, keluarga TKW pun mengalami ancaman masalah, seperti anak-anak yang kurang perhatian dari ibunya, perselingkuhan, perceraian dan pertengkaran antar anggota keluarga. 5.3.1 Masalah Yang Berkaitan Dengan Suami Yang Ditinggalkan Kepergian wanita menjadi TKW ke Arab Saudi minimal selama 2 tahun ia arus meninggalkan sanak keluarganya. Dua tahun merupakan waktu yang cukup lama. Ini mengakibatkan renggangnya hubungan suami istri. Hubungan perkawinan suami istri mempunyai tujuan salah satu di antaranya adalah kebutuhan untuk melanjutkan eksistensi sosialnya dan makna hidup di dunia.311 Manifestasi dari kehidupan ini dapat dipenuhi melalui hubungan baik antara pasangan suami istri yang menjangkau semua aspek kehidupan, termasuk akan pemenuhan kebutuhan seks. Ketenangan batin dan kesejahteraan yang tumbuh karena adanya keterikatan hubungan yang terus menerus dan
311
Sri Tresnaningtias Gulardi, “Perubahan Nilai di Kalangan Wanita Yang Bercerai” dalam T.O. Ihromi, Bunga Rampai Sosiologi Keluarga, Jakarta: Yayasan Obor, 1999, hal.174
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
128
intensif antar suami istri dan keluarganya, merupakan pengikat dari hubungan perkawinan yang secara potensial dapat memperkuat status perkawinan.312 Dengan demikian, kepergian seorang istri menjadi TKW ke Arab Saudi mengakibatkan renggangnnya hubungan suami istri, yang dapat menimbulkan masalah perselingkuhan, bahkan sampai percerain. Kondisi ini terungkap dari pernyataan Manan suami Khaulah; “Di tinggal istri selama rong tahun, kulo rasane nelangsa. Rong tahun iku waktu kang suwe. kanggo ngilangnang kejenuhan kadang-kadang kulo nongkrong-nongkrong ning warung arep, ngobrol karo batur, kang ora kuat-kuat temen sih bisa bae selingkuh atau kawin maning”313 “Ditingal istri selama dua tahun, saya rasanya nelangsa, dua tahun bagi saya waktu yang cukup lama. Untuk menghilangkan kejenuhan kadangkadang saya duduk-duduk di warung depan, ngobrol bersama temanteman, kalau tidak dikuat-kuatkan bisa saja saya selingkuh atau kawin lagi” Oleh karenanya, kasus yang umum terjadi akibat kepergian wanita sebagai istri meninggalkan suaminya dalam waktu yang relatif lama adalah merenggangnya tali ikatan perkawinan. Perselingkuhan yang dilakukan oleh suami TKW adalah suatu fenomena baru pada masa itu. Sebagai contoh, suami dari Marpuah (mantan TKW) sejak istrinya ke Arab Saudi, ia menikah lagi. Setelah Marpuah pulang dari Arab Saudi, ia mengetahui bahwa suaminya menikah lagi tanpa ada persetujuan darinya, tetapi karena ia pulang dalam kondisi hamil, sehingga ia tidak minta cerai, bahkan bersedia dimadu, padahal sebagian hasil jerih payahnya dihabiskan oleh suaminya untuk menikah lagi. Hal ini ia lakukan karena cintanya yang begitu besar pada suaminya dan karena ia juga tidak mau mempunyai status janda.314 Kurang kuatnya iman dari suami yang istrinya menjadi TKW memunculkan penyelewengan dalam memenuhi kebutuhan biologis. Bagi TKW yang sudah berkeluarga, 312 313
314
Ibid. Tekanan batin dan rasa kesepian suami yang ditinggalkan istrinya ke Arab Saudi, dialami juga oleh Tejo suami Aminah, Abu Bakar suami Sutati, Idin suami Sarah, Khanafi suami Marfuah, Dedi suami Alwiyah, Somad suami Fatimah. Wawancara dengan Marpuah, 22 Maret 2008
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
129
hal ini merupakan masalah, karena kebutuhan biologis suami menjadi tidak terpenuhi. Akibatnya, memunculkan keretakan dalam keluarga yang berakibat perceraian. Seperti yang dialami oleh Kokom (Komala) TKW asal Ciledug Kabupaten Cirebon. Suaminya, Idrus menyeleweng dengan ibunya Kokom, sewaktu ia berada di Arab Saudi. “Kang paling nyakiti ati kita yaiku kakang yeleweng karo mbok kita. Kita kerja ning kana iku berat, kita gen ning kana prihatin. Bagen duit gaji kita kirimin kanggo laki kita karo mbok, tapi kenyataanne, kabehe pada hianati kita. Kelakuan kayak kenen ora bisa kita maapin, mendingan njaluk pegat” “Yang paling menykitkan adalah ia berselingkuh dengan ibu saya. Saya bekerja berat disana, dan saya disana sangat prihatin. Uang gaji saya hampir separuhnya saya kirimkan untuk ibu dan suami saya, tapi ternyata mereka menghianati saya. Perlakuan ini tidak bisa saya maafkan dan lebih baik bercerai”315
Sebaliknya, permasalahan muncul dalam keluarga akibat dari istrinya yang bekerja menjadi TKW mengalami kasus pelecehan seksual bahkan sampai hamil. Bagi suami yang tidak mau menerima kondisi istrinya dapat menjurus ke perceraian. Oleh karena itu, dampak bagi TKW yang sudah bersuami, adalah ancaman disintegrasi keutuhan keluarganya. Berdasarkan data dari Departemen Agama Kabupaten Cirebon menunjukkan adanya peningkatan jumlah talak dan perceraian di Kabupaten Cirebon. Pada tahun 1985 penduduk yang menikah sebanyak 14.758 orang, yang melakukan perceraian sebanyak 326 orang, dan talak sebanyak 3.223 orang, pada tahun 1986 penduduk yang menikah meningkat menjadi 15.122 orang, bercerai sebanyak 404 orang dan talak sebanyak 3.513 orang.316 Dengan demikian angka perceraian antara tahun 1985 dan 1990 bertambah sebanyak 78 orang dan talak bertambah sebanyak 290 orang. Jumlah tersebut tidak termasuk data perkawinan dan perceraian yang tidak tercatat di KUA Kabupaten Cirebon.
315 316
Wawancara dengan Kokom(Komariah), tanggal 22 Februari 2007. Kabupaten Cirebon Dalam Angka 1990, hal. 57
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
130
Namun ada juga suami yang justru mengekploitasi istri-istrinya untuk dijadikan sebagai TKW ke Arab Saudi. Sementara mereka sendiri tidak bekerja dan hanya menikmati hasil jerih payah istri-istrinya tersebut, seperti yang dilakukan oleh Tarno. Ia adalah seorang pengangguran dari desa Jungjang Wetan Kecamatan Pangurangan. Ia beristri empat orang, istri pertama (Eci) berasal dari desa yang sama, yaitu desa Jungjang Wetan menjadi TKW ke Arab Saudi tahun 1984. Sewaktu istrinya di Arab Saudi, ia menikah lagi dengan orang desa Sende, bernama Eti, dan ketika Eti menjadi TKW ke Arab Saudi, suaminya menikah lagi dengan Maya berasal dari Panguragan. Tidak lama kemudian ia juga menikahi seorang gadis yang bernama, Nana berasal dari Desa Jungjang. Nana adalah seorang gadis yang sedang mengalami prustasi akibat kegagalannya menjadi TKW di Arab Saudi, ia baru dua bulan menjadi TKW kemudian pulang dengan tidak membawa uang sepeserpun. Kehidupan keluarga yang serba kekurangan ditambah beban hutang ongkos pemberangkatannya menyebabkan ia frustasi dan mudah tergoda oleh rayuan Tarno yang sudah beristri tiga. Setelah menikah dengan Tarno dan baru tiga bulan melahirkan anak, ia berangkat ke Arab Saudi menjadi TKW. Dari empat istrinya itu, hanya istri yang dari desa Panguragan yang tidak mau menjadi TKW ke Arab Saudi. Dengan demikian, Tarno yang seorang pengangguran tersebut, hidupnya dijamin oleh hasil remitan dari istri-istrinya tersebut, dialah yang menerima hasil jerih payah istri-istrinya yang bekerja menjadi TKW di Arab Saudi.317 Istri-istrinya tersebut mau melakukan hal itu karena adanya rasa cinta pada suami. Sebagaimana terungkap berikut ini: ”Yah wong wadon, baka wis kena rayuan wong lanang, apa bae gelem ngelakoni, nganggo nunjuk nang baka ia iku nurut dan demen.”
317
Wawancara dengan Juriah, ibunya Nana. Hal ini merupakan fenomena sosial yang terjadi di daerah Kabupaten Cirebon. Karena kejadian ini tidak hanya dilakukan oleh Tarno, tetapi juga dilakukan oleh Anwar asal desa Geyongan, Abu Bakar asal Desa Jungjang Kec.Arjawinangun, Mama asal Desa Kebon Gedang Kec. Ciwaringin.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
131
”Seorang perempuan, kalau sudah terkena rayuan seorang laki-laki, apa saja mau menjalaninya, untuk menunjukkan bahwa ia patuh dan cinta”.318
Setelah terbukanya kesempatan bagi wanita pedesaan untuk bekerja di Arab Saudi, secara umum tampak terjadi pergeseran nilai-nilai atau norma-norma dalam masyarakat di Kabupaten Cirebon. Adanya persetujuan pemberian izin istri menjadi TKW di Arab Saudi oleh suami, menunjukkan telah terjadi perubahan norma masyarakat, yaitu tidak lagi menganggap suami adalah pencari nafkah utama keluarga, Istri pun bisa saja menjadi tulang punggung keluarga. ”Kalau ada kesempatan mendapatkan kerja dengan gaji yang besar kenapa harus dicegah, Kesempatan ini bisa menyelamatkan kehidupan keluarga yang serba kekurangan, biarlah untuk sementara anak-anak yang mengurus saya.” 319
Selain itu juga terjadi pergeseran peran, sebelum adanya kesempatan menjadi TKW di Arab Saudi peran domestik adalah tanggung jawab istri, tetapi setelah adanya kesempatan wanita menjadi TKW, peran domestik antara lain mengurus anak-anak, mencuci, mengurus rumah menjadi tanggung jawab saumi. 5.3.2 Kondisi Anak Yang ditinggalkan Ibunya Keluarga yang ditinggalkan oleh anggota keluarga sebagai TKW ke luar negeri (Arab Saudi) dalam waktu cukup lama, dapat mempengaruhi tingkat emosionalnya di dalam menghadapi permasalahan-permasalahan keluarga. Gangguan emosional terjadi pada anak-anak yang ditinggalkan, atau orang tua yang menanggung beban tanggungjawab mengurus cucu yang ditinggalkan ibunya. Gangguan emosional pada anak-anak yang ditinggalkan ibunya menjadi TKW di Arab Saudi antara lain anak menjadi pemurung dan
318 319
Wawancara dengan Abu Bakar (suami mantan TKW Suhati dan Neni), tanggal 18 Februari 2007 Wawancara dengan Idin (Suami Sarah), tanggal 20 Maret 2008
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
132
rendah diri, seperti yang dialami oleh Amir, anak dari Marfuah dengan Kanafi, ia ditinggal oleh ibunya sejak masih berumur 7 tahun sewaktu kelas satu SD. Bagi anak yang sudah dewasa, apalagi anak pertama, ia dilibatkan dalam mengurus adik-adiknya, seperti yang dialami Unus (anaknya Sarah), Didik (anaknya Rokani), Agus (anaknya Aminah), Nana (anaknya Emi). Sebagaimana diungkapkan oleh Unus: “Kita kudu tangi esuk-esuk, ngadusi adin-adine kita, sedurungi mangkat ning sekolah nyuapin adine kita dikit, krena enek dagang kopi ning pasar mangkate kudu esuk-esuk (subuh)”320 ”Saya harus bangun pagi-pagi memandikan adik-adik sebelum berangkat ke sekolah, menyuapin adik, karena nenek berjualan kopi di pasar berangkat harus pagi-pagi sekali
Setelah ibunya pulang dari Arab Saudi, mereka oleh teman-temannya dianggap mempunyai banyak uang, sehingga seringkali teman-temannya minta ditraktir makanmakan. Bahkan ada anak yang menghabiskan uang kiriman dari ibunya (gaji tiga bulan ibunya) untuk mentraktir teman-teman sekolahnya. Seperti yang dilakukan anak Fatimah, yaitu Nurhasanah. “sekian kita nyesel, waktu kuen kita sering ngentokena duit kiriman sing mimi, kita ngelakoni iku kanggo bari bisa diajak dolan karo batur-batur wong sugih, makae kita sering traktir batur, supaya dianggap due ake duit”321 “Sekarang saya menyesal, waktu itu saya sering menghabiskan uang kiriman dari ibu, saya lakukan itu agar diajak bermain dengan anak-anak orang kaya, oleh karenanya saya sering mentraktir mereka supaya saya dianggap banyak uang” Dari data tersebut, tampak bahwa pengaruh yang dialami anak lebih bersifat psikologis, mereka ingin diakui eksistensinya dalam pergaulan dengan teman-teman maupun dalam masyarakat.
320 321
Wawancara dengan Unus (anak Sarah), 23 Maret 2008 Wawancara dengan Nurhasanah, 20 Februari 2007
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
133
5.3.3 Hubungan Di Antara Anggota keluarga Adanya pengalihan tanggungjawab anak-anak yang ditinggalkan ibunya ke Arab Saudi kepada keluarga (suami, orang tua atau mertua). Umumnya orang tua atau ibu mertua menerima tanggungjawab tersebut dengan suka rela. Mereka ikut membantu mengurus keluarga yang ditinggalkan. Permasalahan muncul manakala menyangkut masalah uang kiriman dari TKW. Ini dapat menimbulkan salah faham antara orang tua dengan suami, bahkan sampai pada pertengkaran atau konflik rumah tangga. Seperti yang dialami oleh Manan: “istri kita blibener, ora percaya karo kita, masak duit kang dikirim atas namae mertua. Boro-boro dipai duite, dipai weru gen beli, pira kirimane, preben ora kesel. alasane kanggo kebutuhan anak-anak” 322 “Istri saya tidak benar, tidak percaya sama saya, masak uang yang dikirim atas nama mertua. Boro-boro dikasih uang, dikasih tahu berapa uang yang dikirim saja tidak dikasih tahu. Bagaimana tidak kesal. Alasannya untuk kebutuhan anak-anak. Kondisi ini memicu munculnya konflik antara anggota keluarga, seperti mertua dan menantu. Hal ini merupakan dampak dari perubahan pertanggungjawaban keluarga, yang semula merupakan tanggungjawab intern keluarga inti, setelah istrinya pergi ke Arab Saudi, tanggungjawab, terutama anak-anak dan pekerjaan rumah, seperti mencuci baju, memasak dan membersihkan rumah diserahkan pada suami, orang tua, atau anak yang dianggap sudah dewasa. Orang tua yang dimaksud biasanya adalah orang tua dari istri. Ini dikarenakan alasan emosional sebagaimana dikatakan Sarah: “Hati saya lebih tenang menitipkan anak-anak pada ibu saya, dibandingkan sama mertua (ibu dari suaminya). Kasih sayang ibu saya terhadap anak saya lebih besar dibandingkan mertua. Oleh karenanya anak-anak saya titipkan sama ibu.323 322
323
Wawancara dengan Tejo (suami Aminah), 23 Februari 2007, pengalaman yang hampir serupa dialami juga oleh Manan (suami Neni), Azis (suami Unira), Totok (suami Lina). Sejak ditinggalkan oleh Istrinya, Manan menjadi pemabuk, bahkan sampai sekarang. Wawancara dengan Sarah, tanggal 20 Maret 2008. Kejadian seperti ini pun dialami juga oleh Aminah, Alwiyah,
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
134
Karena anak-anak dititipkan sama ibunya, maka kiriman uang untuk biaya hidup seharihari anaknya diberikan pada ibunya. Hal inilah yang memicu adanya konflik antara mertua dan menantu.
5.4 Masalah Yang Muncul Dalam Masyarakat Pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Arab Saudi sebenarnya merupakan alternatif dalam pemecahan masalah tenaga kerja di dalam negeri, sehingga mempunyai dampak positif bagi pemerintah. Namun demikian, pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Arab Saudi juga dapat menimbulkan dampak negatif. Bekerja di Arab Saudi, berarti secara individu TKI mendapatkan pekerjaan, yang dalam banyak hal lebih baik dan lebih memberikan pendapatan yang besar daripada bekerja di daerahnya atau di negerinya sendiri. Namun karena orientasi utamanya adalah untuk dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, yaitu pangan, sandang dan papan, sehingga sebagian besar penghasilannya digunakan untuk kebutuhan yang sifatnya konsumtif. Sehingga setelah uangnya habis, yang dilakukannya adalah kembali menjadi TKW ke Arab Saudi, seperti yang dilakukan oleh Qona’a. Ia bekerja di Arab Saudi dari tahun 1982 sampai tahun 2002 (20 tahun). Demikian pula halnya dengan Murati asal desa Jungjang wetan Kecamatan Arjawinangun, yang menjadi TKW ke Arab Saudi dari tahun 1984 sampai 1991. Bagi TKI yang pernah bekerja di Arab Saudi, dan sekembalinya ke daerahnya, mereka merasa harga diri atau prestise sosialnya meningkat serta kepercayaan diri semakin meningkat pula. Peningkatan prestise dapat terjadi, karena mereka merasa mempunyai status sosial ekonomi, keterampilan, dan pengetahuan lebih dari masyarakat yang belum pernah pergi ke Arab Saudi. Yang paling membanggakan mereka adalah mereka telah
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
135
dapat menunaikan ibadah haji dan menganggap dirinya telah memperoleh gelar haji.324 Walaupun kadangkala gelar hajinya tersebut tidak diakui oleh masyarakat. Masyarakat menyebutnya sebagai “haji babu”. Secara umum masyarakat tidak mau menyebut nama mantan TKW dengan panggilan bu Haji, sebagaimana yang lazim digunakan untuk sebutan orang yang telah menunaikan ibadah haji. Bagi masyarakat Cirebon yang dianggap patut mendapat gelar ’Haji” adalah mereka yang berangkat ke tanah suci (Arab Saudi) dengan diiringi acara selametan dan arak-arakan pemberangkatan haji dari tempat tinggalnya menuju tempat penampungan haji di kota Cirebon, disaksikan oleh masyarakat sekitarnya. Bagi keluarga yang anggotanya menjadi TKI ke Arab Saudi, status sosial ekonominya meningkat setelah ada di antara kerabatnya yang pulang ke Indonesia. Dari hasil kerjanya di sana, banyak yang membangun atau merenovasi rumahnya bahkan banyak pula yang membangun kembali rumahnya. Dilihat dari model-model bangunannya, rumah mereka banyak dipengaruhi oleh model rumah yang mereka lihat di Arab Saudi. Masyarakat umum menyebut model rumah mereka model spanyolan’. Banyaknya wanita pedesaan Kabupaten Cirebon yang pergi ke Arab, menciptakan rumah-rumah ‘model baru’ dan mengantikan bangunan bilik dengan bangunan yang permanen. Dampaknya adalah kondisi pemukiman yang lebih baik dan teratur. Dengan banyaknya TKI yang bekerja ke Arab Saudi, mengurangi pengangguran di daerahnya, yang berarti menyerap tenaga kerja. Pada tahun 1988, tenaga kerja wanita Kabupaten Cirebon yang bekerja di Arab Saudi telah berhasil mengurangi pengangguran di daerahnya, yaitu sebanyak 25%. Dampak positif lainnya adalah perubahan rumah pemukiman, dari bangunan yang berupa bilik menjadi bangunan permanen. Selain itu dapat meningkatkan pendapatan keluarga melalui uang yang dikirimkan ke keluarganya 324
Wawancara dengan Qona’a, tanggal 22 Maret 2008
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
136
maupun hasil kerja yang dibawa pulang. Dengan penghasilan masing-masing keluarga yang meningkat, akan berpengaruh juga pada pendapatan asli daerah (PAD) dan berpengaruh pula terhadap keberhasilan pembangunan daerah itu. Adapun dampak negatifnya adalah, antara lain sikap dan gaya hidup yang materialistis yaitu lebih condong mendewakan materi dengan menganggap uang sebagai ukuran paling dasar untuk menilai makna hidup. Bagi TKI yang sudah lama tinggal di Arab Saudi tidak mau kembali lagi bekerja sebagai buruh tani atau sebagai pembantu rumah tangga di dalam negeri. Mereka menganggap pekerjaan tersebut tidak menguntungkan secara materi.325 Orientasi memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup dan ekonomi keuangan keluarga dan rumah tangga menjadi tujuan pokok yang sifatnya esensial bagi TKW asal Kabupaten Cirebon. Selama di luar negeri semua TKW memberikan kontribusi ekonomikeuangan kepada keluarga yang ditinggalkan, yang besar kecilnya kontribusi sangat bervariasi. Sebagian besar kontribusi atas penghasilan yang diperolehnya dikirimkan kepada keluarga yang berada di kampung halamannya. Uang yang dikirim TKW sebagian besar digunakan untuk biaya hidup sehari-hari sanak keluarganya. Oleh karenanya, perhatian utama mereka lebih menekankan pada pemenuhan kebutuhan untuk hari ini, dan kurang memikirkan kebutuhan untuk hari esok. Ini merupakan pola perilaku yang sesuai dengan etika moral petani yang digambarkan James C. Scott, bahwa penghasilan yang diperoleh hari ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan hari ini. Ungkapan ”apajare pager doyong kepriben gebrage bae” memperkuat kondisi ini. Orientasi mereka yang seperti itu, menyebabkan mereka kurang pandai mengelola uang. Penghasilan dari hasil kerja menjadi TKW di Arab Saudi secara umum untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari (kebutuhan subsistensi), dan kebutuhan-kebutuhan 325
Ini merupakan hasil pantauan selama penelitian.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
137
lain yang sifatnya konsumtif, seperti membeli barang-barang mewah, hajatan atau membangun rumah. Jarang sekali hasil remitan yang mereka kirim digunakan untuk menabung atau dijadikan modal usaha. Sehingga setelah penghasilannya habis, kondisi ekonomi mereka kembali lagi seperti semula, yaitu miskin. Setelah kondisi seperti ini mereka kembali lagi menjadi TKW ke Arab Saudi. Oleh karenanya secara umum, tenaga kerja wanita Kabupaten Cirebon yang menjadi TKW di Arab Saudi lebih dari dua tahun, bahkan ada yang sampai 20 tahun seperti Hj. Qona’a dan Muroti. Adapun tanggung jawab terhadap keberadaan keluarga yang ditinggalkan selama TKW berada di luar negeri, sebagian besar diserahkan, dititipkan dan menjadi tanggung jawab suaminya. Sedangkan menyangkut masalah pendidikan anak-anak mereka, diserahkan sepenuhnya tanggung jawabnya kepada suaminya pula. Bagi suami yang tidak tahan baik secara psikologis maupun fisik, sehingga mereka melakukan penyelewenganpenyelewengan. Hal ini mengakibatkan munculnya masalah-masalah sosial, seperti perselingkuhan atau berebut janda yang mau dijadikan pelampiasan seksual di antara suami-suami yang ditinggalkan istrinya menjadi TKW di Arab, dan kawin cerai. Bagi TKW yang pulang dengan kondisi seperti stress berat dapat menjadi beban keluarga dan mengganggu keamanan dan kenyamanan masyarakat sekitarnya. Sedangkan bagi TKW yang pulang dengan kondisi cacat fisik atau hamil menambah beban baik secara ekonomis maupun psikis akibat dari hinaan dari masyarakat sekitarnya.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
138
BAB VI KESIMPULAN
Sejak tahun 1983 telah terjadi pola perubahan tenaga kerja wanita di Kabupaten Cirebon. Tenaga kerja wanita yang telah tergeser dari bidang pertanian beralih menjadi TKW ke Arab Saudi. Menjadi TKW ke Arab Saudi merupakan kesempatan kerja yang dapat dilakukan oleh wanita di pedesaan Kabupaten Cirebon, yang mayoritas berpendidikan rendah dan memiliki keterampilan terbatas. Kebijakan pemerintah dalam bidang pertanian yang berupa intensifikasi dan modernisasi pertanian di Kabupaten Cirebon, ternyata telah memarjinalkan tenaga kerja wanita. Tenaga kerja wanita telah tergeser dari bidang pertanian terutama akibat dari penggunaan padi bibit baru dan mesin penggiling padi. Padahal sebelum diterapkan program tersebut, tenaga kerja wanita sangat dibutuhkan pada bidang pertanian, terutama sewaktu panen dan pengolahan padi menjadi beras. Tetapi setelah dilaksanakan program tersebut tenaga kerja wanita digantikan oleh tenaga kerja laki-laki dan penggunaan mesin. Terbatasnya lapangan pekerjaan bagi wanita pedesaan, sehingga adanya penawaran pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga di Arab Saudi merupakan peluang kerja bagi mereka. Menjadi TKW ke Arab Saudi dengan gaji yang besar dan kesempatan melaksanakan ibadah haji menjadi daya tarik (pull-factor) bagi wanita Kabupaten Cirebon yang mayoritas beragama Islam. Motivasi ini diperkuat dengan adanya desakan ekonomi yang menjadi faktor pendorong (push factor) mereka menjadi TKW ke Arab Saudi. Faktor pendorong wanita menjadi TKW berkembang, tidak hanya karena desakan ekonomi, tetapi juga pengaruh dari orang-orang yang telah berhasil menjadi TKW ke Arab Saudi.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
139
Sayangnya, pengiriman TKW ke Arab Saudi yang dilakukan secara resmi oleh pemerintah sejak tahun 1983, lebih berorentasi pada ekonomi, yaitu untuk mengejar target penerimaan devisa dari sektor nonmigas. Akibatnya, pengiriman TKW tersebut tidak lebih hanya sebagai komoditas ekspor belaka. Demi mengejar target jumlah TKW, sehingga pemerintah kurang memperhatikan kesiapan mental TKW yang akan dikirm, termasuk TKW asal Kabupaten Cirebon. Pemerintah tidak pernah belajar dari peristiwa yang terjadi sebagai akibat dari ekses yang ditimbulkan pengiriman TKW ke luar negeri. Banyak TKW yang dijadikan objek eksploitasi oleh suaminya dengan cara menikah lagi dengan wanita lain dan kemudian menjadi TKW. Konsekuensi dari eksploitasi ini suami tersebut mendapatkan kiriman uang dari istri-istrinya. Pemerintah seharusnya peka terhadap eksploitasi wanita seperti ini sehingga peristiwa seperti itu tidak terulang di wilayah lain. Minimnya pengetahuan TKW asal Kabupaten Cirebon tentang kondisi kerja sebagai pembantu rumah tangga di Arab Saudi, mengakibatkan munculnya berbagai masalah. Pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga di Arab Saudi tidak diatur dalam UU Perburuhan Nasional Arab Saudi, sehingga termasuk pekerjaan informal. Karena sifat kerjanya yang informal, maka hak dan kewajiban TKW ditentukan sepenuhnya oleh majikannya. Akibatnya posisi TKW lemah dalam hubungan kerja dengan majikannya, oleh karenanya TKW sering menjadi korban sasaran tindakan kekerasan majikan. Beberapa masalah yang dialami TKW sewaktu bekerja di Arab Saudi antara lain adalah kekerasan dalam rumah tangga, termasuk penganiayaan secara fisik dan psikologis. Pelecehan seksual dan pemerkosaan, pembayaran gaji yang tidak sesuai dengan kontrak kerja, beban kerja yang berat, tidak adanya batasan waktu jam kerja, dan proses adaptasi TKW dengan lingkungan tempat kerja. Minimnya pengetahuan TKW asal Kabupaten Cirebon tentang budaya masyarakat Arab Saudi, mengakibatkan mereka mengalami berbagai masalah. Kondisi lingkungan tempat mereka bekerja jauh berbeda dengan kondisi Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
140
daerah asal tempat tinggalnya, mengakibatkan beberapa TKW asal Kabupaten Cirebon mengalami cultural shock, kondisi ini dapat menimbulkan sesorang menjadi stress. Masalah seperti ini di antaranya dialami oleh Rokani dan Saminah. Walaupun penderitaan dan perasaan malu harus ditanggung oleh mantan TKW yang kembali ke tanah air, namun mereka masih ingin kembali bekerja menjadi TKW di Arab Saudi. Harapan eskatologis inilah yang memotivasi mereka kembali bekerja di sana. Semua penderitaan itu diterima dengan ikhlas, karena dianggap sebagai balasan dari perilaku mereka semasa sebelum menjadi TKW.
Hal ini terjadi karena Arab Saudi dianggap sebagai tanah suci.
Pandangan masyarakat Cirebon yang menganggap Arab Saudi adalah kota suci, sehingga segala perlakuan yang dialami seseorang di kota tersebut merupakan balasan yang sesuai dengan perbuatannya. Oleh karenanya TKW yang mengalami perlakuan buruk dari majikannya, lebih memilih merahasiakan dan pasrah. TKW tidak mau melaporkan masalah yang dialaminya pada pihak yang berwajib, karena hal tersebut berarti ia telah membuka aibnya sendiri. Tidak semua tenaga kerja wanita asal Kabupaten Cirebon mendapat perlakuan buruk, ada juga yang diperlakukan secara manusiawi, sehingga mereka digolongkan sebagai TKW yang beruntung. Mereka berhasil dapat meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Namun, karena orientasi wanita menjadi TKW ke Arab Saudi adalah untuk dapat memenuhi kebutuhan subsistensinya, maka penghasilan mereka sebagian besar digunakan untuk pemenuhan kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan pangan, sandang dan papan. TKW asal Kabupaten Cirebon yang telah berhasil membangun rumah dengan model Spanyol, antara lain, Qona’ah dan Khaulah. Adapun masalah yang dialami TKW asal Kabupaten Cirebon setelah setibanya di kampung halaman dapat diklasifikasikan menjadi masalah pribadi, keluarga dan masyarakat. Masalah yang menyangkut pribadi TKW antara lain adalah eksploitasi tenaga Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
141
kerja wanita oleh suaminya. Selain itu para mantan TKW mendapat perlakuan berbeda dari masyarakat, yaitu gelar haji mereka tidak diakui oleh masyarakat. Haji mereka dianggap sebagai ”haji babu” sehingga tidak perlu mendapat sebutan ”bu haji”, yang biasanya digunakan untuk menyebut orang yang telah melaksanakan ibadah haji. Masalah lainya adalah terjadinya disintegrasi keluarga, yang meliputi hubungan antara suami, yaitu berupa perselingkuhan dan perceraian, konflik dengan orang tua yang disebabkan salah faham mengenai uang remitan. Bagi anak yang ditinggalkan, mereka kurang mendapat kasih sayang dan perhatian dari ibunya, akibatnya anak menjadi minder dalam bergaul dengan teman sebayanya. Bagi TKW yang pulang dalam kondisi cacat fisik, atau stress tidak hanya masalah pribadi, tetapi juga menyangkut keluarga dan masyarakat sekitarnya. Bagaimanapun juga pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Arab Saudi melalui program AKAN merupakan alternatif lapangan pekerjaan bagi mereka yang tidak terserap di lapangan pekerjaan di dalam negeri.
Sayangnya, tenaga kerja wanita Kabupaten
Cirebon yang dikirim ke Arab Saudi sebagian besar adalah tenaga kerja unskilled, sehingga mereka umumnya dipekerjakan di bidang informal, yaitu sebagai pembantu rumah tangga. Untuk itu, pemerintah perlu melatih secara intensif dan meningkatkan mutu ketrampilan tenaga kerja wanita pedesaan, dengan cara memperbanyak Balai Latihan Kerja, agar tenaga kerja wanita yang dikirim ke Arab Saudi adalah tenaga kerja yang benar-benar memenuhi persyaratan dan memiliki keterampilan tertentu (skilled) sehingga mereka dapat terserap di lembaga formal.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
142
DAFTAR PUSTAKA
A. Sumber Dokumen/Arsip Data Ketenagakerjaan Nomor III Tahun 1992. Proyek Pengembangan Statistik Ketenagakerjaan dan Pengendalian Proyek-proyek Departemen Tenaga Kerja Biro Perencanaan Himpunan Peraturan Perundang-undangan Dalam Bidang Tenaga Kerja, Cet. IV Jakarta: Biro Tata Hukum Depnaker, 1973. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No.Kep.149/Men/1983 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengerahan Tenaga Kerja Indonesia ke Arab Saudi. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No: Kep.28/Men/1985 tentang Penetapan Pola Perjanjian Kerja Antar Negara Kabupaten Cirebon Dalam Angka (Tahun 1980,1981,1982,1984,1989, dan 1990). Cirebon: Kantor Statistik Kabupaten Cirebon. Laporan Balai AKAN Provinsi Jawa Barat Tahun 1988. Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia di Depan Sidang MPR, 16 Agustus 1988, Pelaksanaan Tahun Keempat Repelita IV 1 April 1987 s/d 31 Maret 1988. Memori Residen Cirebon (J.Van Der Marel), 22 April 1922 dalam Memori Serah Terima Jabatan 1920-1930 (Jawa Barat), Jakarta: Arsip Nasional RI, 1976. Monografi Kabupaten Cirebon Tahun 1990. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Per-01/Men/83 Tentang Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Ke Luar Negeri Penduduk Kabupaten Cirebon Tahun 1980 Menurut Kecamatan dan Desa; Hasil Pencacahan Sensus Penduduk 1980. Cirebon: Kantor Statistik Kabupaten Cirebon. Neraca Kependudukan dan Lingkungan Hidup Daerah Cirebon Tahun 1990, Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon, Rencana Pembangunan Lima Tahun Keempat 1984/85-1988/89, Departemen Penerangan RI, 1984. Statistik Departemen Agama Kabupaten Cirebon Tahun 1985. Statistik Kabupaten Cirebon (Tahun 1979, dan 1980). Kabupaten Cirebon: Biro Pusat Statistik Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
143
Statistik Indonesia (Tahun 1983, dan 1987); Statistical Yearbook of Indonesia, Jakarta: Biro Pusat Statistik. B. Sumber Koran Kantor Berita Antara “Melalui Calo, TKI yang Ingin ke Luar Negeri Diperas Sampai Rp.400.000”, 7 Januari 1983 “Jumlah TKI Yang Bekerja di Arab Saudi Sampai Akhir 1982 Seluruhnya 36.917 Orang (Sopir, PRT dan Perminyakan), 23 Maret 1983 “IMSA Jabar Terima Pesanan 50.000 Tenaga Kerja Yang Akan Dikirim ke Timteng” , 27 April 1983 “Pengiriman TKI ke Timteng Dihentikan Sementara” , 12 Mei 1983 “Satu Atap Proses Penyaluran Tenaga Kerja Ke Timur Tengah/Arab Saudi” , 19 Mei 1983 “Satgas Penertiban Pengiriman Tenaga Kerja ke Luar Negeri Dibentuk”, 31 Agustus 1983 “Tata Cara Pengerahan Tenaga Kerja Indonesia ke Arab Saudi/Luar Negeri”, 3 September 1983 “Para Raja dan Pejabat Tinggi Pemerintah Arab Saudi Memerlukan Tenaga2 Wanita Indonesia”, 20 September 1983 “Prospek Pasaran Tenaga Kerja Indonesia di Arab Saudi”, 30 September 1983 “Target Repelita IV 300.000 TKI Dikirim ke Timteng”, 4 Oktober 1983 “Seleksi dan Kontrak Calon TKW ke Saudi Diperketat”, 18 Maret 1985 “Eks TKW: Banyak TKW Indonesia yang Diperlakukan Sewenang-wenang di Arab Saudi”, 8 September 1985 “TKI Jangan Dianggap Sebagai Komoditi” oleh Edy Supriyadi, 27 Agustus 1989 “Menaker: Penguasaan Bahasa Asing Perlu Untuk TKI”, 15 Oktober 1990 Angkatan Bersenjata “Soal Gaji Mendominir Masalah TKI di Arab Saudi”, 18 Maret 1989 “PPTKI dan Konsorsium Kurang Mendukung; Perlu Bantuan Hukum Untuk Tingkatkan Perlindungan TKI”,8 Januari 1990 “Anggota DPR Temukan Beberapa Kelemahan TKI di Luar Negeri”, 26 Januari 1990. Berita Buana ”Fokus Kita: Pengertian TKW di Arab Saudi”, 29 Januari 1985 Jayakarta ”Keluhan TKW dari Tabuk,”, 9 Desember 1988. Kompas ”Masih Juga Dijumpai Buruh Dibayar Rp.350,- Perhari”, 3 Januari 1981 ”Kesimpulan Simposium Ekspor Komoditi Nonmigas; Perlu Kesatuan Bahasa dan Tindak Antara Pemerintah dan Pengusaha”, 23 September 1983 ”Gaji Pegawai Negeri Cukup Untuk Hidup Sederhana”, 26 September 1983 ”Soal KFM Bagi Pegawai Negeri Baru Cukup Bagi Golongan III a Keatas”, 27 September 1983 Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
144
“TKW yang Bekerja Sebagai Pembantu Rumah Tangga di Arab Saudi Sebanyak 7.000 orang”, 15 Januari 1984 “Arus Latah Meniru Model Rumah Kelas Menengah Baru dari Model Spanyolan Sampai Zaman Batu”, 23 Januari 1984 “Kualitas TKI Belum Sesuai Untuk Pasaran Ekspor”, 7 Februari 1984 “Kesempatan Kerja dan Pembangunan” oleh Hendra Esmara, 3 Maret 1988 “Nasib Kami Suami-Istri TKI”, 18 Maret 1989 “TKW: Antara Harkat Diri dan Kebutuhan,”, 3 Februari 1990 ”Diperlukan Jaminan Hukum Bagi TKW/TKI”, 6 Februari 1990 “Mennaker Akui, Tak Mudah Awasi TKI di Luar Negeri,”, 6 Februari 1990 “Laporan Masalah TKI-TKW (1): Mukjizat di Arab Saudi”, 28 Februari 1990 “Laporan Masalah TKI-TKW (2): Martil, Gagang Sapu, dan Seks”, 1 Maret 1990 “Laporan Masalah TKI-TKW (3): Tidak Gampang Jadi TKW…”, 2 Maret 1990 “Laporan Masalah TKI-TKW (4): Fee Anjlok, Pemalsuan Tetap Jalan”, 3 Maret 1990 “Laporan Masalah TKI-TKW (5): Sedikitnya 75 TKW Sehari Minta Perlindungan KJRI”, 4 Maret 1990 “Laporan Masalah TKI-TKW (6): “Doku” atau “Burung Hantu”, 5 Maret 1990 “Dulu “Pelet Werk Deli” Sekarang “Pelet TKI”, 4 Maret 1990 “Pelanggaran Perjanjian Kerja Dengan TKI”, 21 Maret 1990 Pelita “Saudi Minta Kirim TKI Lebih banyak Lagi”, 8 Januari 1983 “Menaker Sudomo: Penyalur Tenaga Kerja ke Timteng Tidak Lebih Dari Calo” , 11 April 1983 “Badan2 Suplier Tenaga Kerja ke Luar Negeri Dihapuskan”, 13 April 1983 “Polisi Cirebon; Bongkar Pengiriman Tenaga Kerja Liar ke Saudi”, 5 Oktober 1983 “Stagnasi Dalam Pengiriman TKI Wajar Dengan Peraturan Baru”, 5 Januari 1989 ”Indonesia dan Arab Saudi Sepakat Tingkatkan Pengiriman TKI”, 20 Januari 1989 ”Ratusan Tertunda; TKI ke Arab Saudi Membludak”, 17 Februari 1989 “Selama 1989; Sebanyak 1052 Kasus TKI Terjadi di Arab Saudi”, 10 Juli 1990 Sinar Harapan “Tiap TKWI Yang Dikirim ke Arab Saudi Penyalur Dapat Untung US$ 200”, 14 November 1984 “Tingkat Kenaikan Angkatan Kerja Wanita Lebih Besar dari Laki-Laki”, 17 Mei 1984 “Masalah Ketenagakerjaan di Indonesia” oleh Roso Setyono dalam Rekaman Peristiwa Tahun 1985, Jakarta: Sinar Harapan, 1986. Suara Pembaruan ”Para TKW di Arab Saudi Menerima Gaji Lebih Rendah dari Perjanjian Kerja”, 16 Maret 1990. Rekaman Peristiwa 1987, Jakarta: Sinar Harapan,1988. “Pengiriman TKW ke Arab Saudi Untuk Sementara atau Selamanya?”, Kliping Pusat Informasi Wanita Dalam Pembangunan PDII-LIPI Suara Karya “Enam Syarat Pengiriman Tenaga Kerja ke Luar Negeri”, 29 Agustus 1983 “Peluang Kesempatan Kerja di Pedesaan” oleh Dr. Payaman J. Simanjuntak, 27 Agustus 1984. Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
145
“Calo TKI Banyak Berkeliaran di Jabar”, 17 November 1984 “Sedia Rp 1 Trilyun Bila Pengiriman TKW Distop”, 20 Desember 1985 ”Tenaga Kerja Wanita ke Luar Negeri,”, 5 Februari 1988. ”Menaker Akui Kejadian Negatif Yang Menimpa TKW Namun Relatif Kecil”, 16 Februari 1988. “Arab Saudi Penampung Terbesar Tenaga Kerja Asal Indonesia”, 25 April 1989 “Pengiriman TKI ke Saudi Sementara Dilakukan Selektif”, 27 Agustus 1990 Suara Merdeka “Tahun 83/84 Akan Dikirim 35.000 Orang ke Timteng”, 14 Februari 1983 “Tidak Benar Purnomosidi Mengkoordinir Pengiriman Tenaga Kerja”, 17 Mei 1983 “Arab Saudi Masih Pesan 24.000 TKW Indonesia”, 14 Januari 1984 “Otak Penipu Pengiriman Tenaga Kerja Ditangkap Setelah Akad Nikah di Cirebon”, 1 Februari 1984. “Pengiriman TKW Masih Lebih Menarik Daripada Prianya”, 11 Mei 1985 Pengalaman Pahit Dua TKW Asal Cirebon: Hasil Jerih Payah di Arab Lenyap di Pulogadung”, 14 Mei 1985 “TKI “Gaya Baru” Diberangkatkan”, 10 Februari 1989 ”Sudah Selayaknya Upah Para Pekerja Juga Dinaikkan” oleh Dr. Arief Budiman, 24 Januari 1990 “Mulai 20 September; Pengiriman TKI ke Arab Dibuka Lagi”, 15 September 1990 “Prosedur Pengiriman TKI ke Saudi Makin Berbelit”, 21 September 1990 C. Sumber Majalah / Jurnal Arnold, F. & Shah, N.M. “Asian Labor Migration to Middle East” in International Migration Review, 18(2); 1984. Dasuki, A. “Faktor-faktor Yang Memotivasi Wanita Menjadi TKW Luar Negeri dan Pengaruhnya Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Keluarga; Studi di Daerah Kantong Pengiriman TKW di Jawa Timur,” dalam Jurnal Ilmu-ilmu Sosial Vol.14 No.2 Agustus 2002. Hayat, Syamsul. “Dinamika Perubahan Pola Kerja Wanita Indonesia dalam Perspektif Historis (1971-1990)” dalam Jurnal Panrita Vol.3 No.2 September 2000 Sigit, Hananto. “Transformasi Tenaga Kerja di Indonesia Selama Pelita” dalam Prisma No. 5 tahun XVIII, Jakarta: LP3ES, 1989. Sajogyo. Garis Kemiskinan dan Kebutuhan Minimum Pangan.(stensilan) Bogor: IPB, 1977. Temple, G.P. “Mundurnya Involusi Pertanian: Migrasi, Kerja, dan Pembagian Pendapatan di Pedesaan Jawa” dalam Prisma, 3 April 1976. Tjiptoherijanto, Prijono. “Sektor Informal Perkotaan dan Masalah Lapangan Kerja” dalam Prisma, No.5 Tahun XVIII, 1989.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
146
Yazid, Sylvia. “Gender Security; Permasalahan Buruh Migran Perempuan Tenaga Kerja Wanita Indonesia” dalam Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Vol 1 No.3 Bandung: Universitas Katolik Parahyangan, 2005 D. Sumber Yang Tidak Diterbitkan Ayatrohaedi, Bahasa Sunda Daerah Cirebon: Sebuah Kajian Lokabahasa, Disertasi, Universitas Indonesia, tahun 1979. Kanto, Sanggar. Migrasi Internasional Tenaga Kerja Wanita (TKW) dan Pengaruhnya Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Rumah Tangga dan Masyarakat di Pedesaan; Studi Kualitatif Migran TKW di Desa Pagak Kabupaten Malang Jawa Timur. Laporan Penelitian. Malang: Universitas Brawijaya, 1998. Mantra, Ida Bagoes, et.al. Mobilitas Pekerja Perempuan Indonesia ke Arab Saudi. Masalah Kekerasan dan Perlindungan Hukum; Kasus di Kabupaten Cilacap. Laporan Penelitian. Yogyakarta: Lemlit UGM. 2001 Molo, Marcelinus, dkk. Masalah Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri; Prospek dan Tantangannya Bagi Indonesia. Laporan Penelitian. Surakarta: Lemlit Universitas Sebelas Maret dan Litbang Deplu RI , 1997. Santawirya, I.G.N. Ekspor Tenaga Kerja ke Luar Negeri Khususnya ke Negara-negara Timur Tengah dan Malaysia. Direktorat Jenderal KST dan JASEKON Direktorat Jenderal HELN, Makalah Ceramah pada Sekolah Staf Dinas Luar Negeri Angk. VIII, Jakarta, 1985. Susilo, Wahyu. “Membandingkan Indonesia dan Philipina: Kajian Perbandingan Politik Kebijakan Buruh Migran”, makalah Seminar Masyarakat Sejarawan Indonesia dan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, 2 September 2003 di LIPI Jakarta. Tim Penelitian. Masalah Pengaturan Penyaluran Tenaga Kerja ke Luar Negeri Oleh lembaga Penyalur Tenaga Kerja di Indonesia. Laporan Penelitian. Bandung: Lemlit Universitas Padjajaran, 1992 Wahyuni, Nur. Pengiriman Tenaga Kerja Wanita Indonesia ke Saudi Arabia: Suatu Pendekatan Teori Koorporatisme Negara (dari tahun 1990-2001). Tesis. Depok: Universitas Indonesia, 2002 Wirawan, Ida Bagus. Migrasi Sirkuler Tenaga Kerja Wanita (TKW) ke Luar Negeri : Studi Tentang Proses Pengambilan Keputusan Bermigrasi oleh Wanita Pedesaan di Jawa Timur. Disertasi. Surabaya: Universitas Airlangga, 2006. E. Sumber Buku Adas, Michael. Ratu Adil, Tokoh dan Gerakan Milenarian Menentang Kolonialisme Eropa, Jakarta: Rajawali Pers. 1988.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
147
Adeng, Drs. dkk. Kota Dagang Cirebon Sebagai Bandar Jalur Sutera, Jakarta: Depdikbud, 1998. Benggolo M.T, Arrie. Tenaga Kerja dan Pembangunan; Pembahasan Mengenai Masalah Penyediaan dan Penggunaan Tenaga Kerja di Indonesia. Jakarta: Yayasan Jasa Karya, 1973. Bethan, Ignas. TKW di Timur Tengah. Jakarta: Grafikatama Jaya, 1993 Boomgaard, P. & Gooszen, A.J. Changing Economy in Indonesia, Volume 11 Population Trends 1795-1942. Amsterdam: Royal Tropical Institute, 1991 Booth, Anne, ed. Ledakan Harga Minyak dan Dampaknya: Kebijakan dan Kinerja Ekonomi Indonesia Dalam Era Orde Baru. Jakarta: UI Press, 1994 Breman, Jan. Penguasaan Tanah dan Tenaga Kerja Jawa di Masa Kolonial. Jakarta: LP3ES, 1983. ----------- & Wiradi, Gunawan. Masa Cerah dan Masa Suram di Pedesaan Jawa. Studi Kasus Dinamika Sosio Ekonomi di Dua Desa Menjelang Akhir Abad ke-20, Jakarta: LP3ES dan KITLV, 2004. Burke, Peter. Sejarah dan Teori Sosial. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001 Cleland, Mc David. The Achieving Society. The Free Press, 1961 Collier, L.William, et.al. Pendekatan Baru Dalam Pembangunan Pedesaan di Jawa; Kajian Pedesaan Selama Dua Puluh Lima Tahun, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1996 Djamin, Zulkarnain. Peranan Ekspor Non Migas Dalam PJP II Prospek dan Permasalahan. Jakarta: FEUI, 1993 Djojohadikusumo, Sumitro. “Pendidikan dan Kesempatan Kerja” dalam Yahya Theo, ed. Hubungan Industrial Pancasila dan Ketenagakerjaan di Indonesia, Jakarta: Yayasan Kesejahteraan Keluarga Pemuda ’66, 1986. Elson, R.E. “Kemiskinan dan Kemakmuran Kaum Petani Pada Masa Tanam Paksa di Pulau Jawa” dalam Anne Booth. Sejarah Ekonomi Indonesia, Jakarta: LP3ES, 1988. Ensiklopedia Nasional Indonesia Jilid 5. Jakarta: PT Cipta Adi Pustaka, 1989 Erman, Erwiza. Kesenjangan Buruh Majikan. Pengusaha, Koeli dan Penguasa: Industri Timah Belitung, 1852-1940. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995. Fernando dan Malley, William J.O. “Petani dan Pembudidayaan Kopi di Karesidenan Cirebon 1800-1900” dalam Anne Booth. Sejarah Ekonomi Indonesia, Jakarta: LP3ES, 1988. Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
148
Goldscieder, Calvin. Populasi, Modernisasi, dan Struktur Sosial. Jakarta: Rajawali Pers, 1995 Gulardi, Sri Tresnaningtias. “Perubahan Nilai di Kalangan Wanita Yang Bercerai” dalam T.O. Ihromi. Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Jakarta: Yayasan Obor, 1999. Hardjono, Joan. Tanah, Pekerjaan dan Nafkah di Pedesaan Jawa Barat. Terj Thomas Hardjono dan Elizabeth Hardjono. Yogyakarta: UGM Press, 1990 Hayami, Yujiro & Kikuchi, Masao, Dilema Ekonomi Desa: Suatu Pendekatan Ekonomi Terhadap Perubahan Kelembagaan di Asia, Jakarta: Yayasan Obor, 1987. Held, Colbert C. Middle East Patterns; Places, Peoples, and Politics. San Fransisco & London: Westview Press, 1989 Hitti, Philip K. History of The Arabs. Terj. Jakarta: PT Serambi Umu Semesta, 2006 Hugo, Graeme J. Population Mobility in West Java. Yogjakarta: Gadjah Mada University Press, 1981 Husken, Frans. Masyarakat Desa Dalam Perubahan Zaman; Sejarah Diferensiasi Sosial di Jawa 1830-1980. Jakarta: PT Grasindo, 1998. Ingleson, Jhon. Tangan dan Kaki Terikat; Dinamika Buruh, Sarekat Kerja dan Perkotaan Masa Kolonial. Jakarta: Komunitas Bambu, 2004. Iqbal, Muhamad dan Hunt, Wilham. Ensiklopedia Ringkas Tentang Islam. Terj. Jakarta: MM Corp, 2005, Jamil, Madya Fadhullah. Islam di Asia Barat Modern: Sejarah Penjajahan dan Pergolakan, Bandar Baru Bagi, Selangor: Putrajaya, 2000. Jansen, Clifford. Beberapa Aspek Sosiologis Dari Migrasi. Seri Terjemahan No.16. Yogyakarta: Pusat Penelitian dan Studi Kependudukan Universitas Gadjah Mada, 1979. Kano, Hiroyoshi. “Sistem Pemilikan Tanah dan Masyarakat Desa di Jawa Pada Abad XIX” dalam Sediono M.P Tjondronegoro & Gunawan Wiradi. Dua Abad Penguasaan Tanah: Pola Penguasaan Tanah Pertanian di Jawa Dari Masa Ke Masa, Jakarta: Gramedia, 1984. Kartodirdjo, Sartono. Ratu Adil. Jakarta: Sinar Harapan, 1984. Knight, G.R. dan Snijvolk. “Kuli-kuli Parit, Wanita Penyiang Pekerja-pekerja Industri Gula Jawa Utara Awal Abad 20” dalam J. Thomas Lindblad, ed. Sejarah Ekonomi Modern Indonesia Berbagai Tantangan Baru. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2000 Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka, 1994 Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
149
Kuntowijoyo. Metodologi Sejarah. edisi kedua. Yogya: Tiara Wacana, 2003. Lee, Everett S. Suatu Teori Migrasi. Terj. Hans Daeng. Yogjakarta: Lembaga Kependudukan Universitas Gadjah Mada, 1987 Mubyarto. Politik Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Jakarta: Sinar Harapan, 1994. Noreng, Qystein. Minyak Dalam Politik Upaya Mencapai Konsensus Internasional, Jakarta: Rajawali, 1983. Padmo, Soegijanto. “Perkembangan Kesempatan Kerja Nonpertanian di Karesidenan Cirebon 1830-1980, dalam J. Thomas Lindblad, ed. Sejarah Ekonomi Modern Indonesia: Berbagai Tantangan Baru, Jakarta: LP3ES, 1998. Poloma, Margaret M. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: Rajawali, 1984. P Lim Hui Huen, et.al. Sejarah Lisan di Asia Tenggara: Teori dan Metodologi. Terj. R.Z. Leirissa. Jakarta: LP3ES, 2000. R, Supardi. Menteri Tenaga Kerja Sudomo Dalam Berita Pers, Jilid 1 Maret 1983- Maret 1984. Jakarta: Depnaker, 1988 ------------ . Menteri Tenaga Kerja Sudomo Dalam Berita Pers, Jilid 5 Maret 1987– Maret 1988. Jakarta: Depnaker, 1988 Ropke, Jochen. Kebebasan Yang Terhambat, Perkembangan Ekonomi dan Perilaku Kegiatan Usaha di Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1987. S, Kosoh, dkk. Sejarah Daerah Jawa Barat, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan, Proyek IDSN, 1994. Saptari, Ratna dan Holzner, Brigitte. Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial: Sebuah Pengantar Studi Perempuan, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1997. Sajogyo, Pudjiwati. “Organisasi Tingkat Lokal Dalam Pembangunan Terencana: Suatu Analisis Tentang Peran serta Wanita di Pedesaan Jawa” dalam Arief Budiman. Krisis Tersembunyi Dalam Pembangunan: Birokrasi-birokrasi Dalam Pembangunan, Jakarta: Gramedia, 1988. ----------------- . “Teknologi Pertanian dan Peluang Kerja Wanita di Pedesaan; Suatu Kasus Padi Sawah”, dalam Mubyarto, ed. Peluang Kerja dan Berusaha di Pedesaan, Yogyakarta: BPFE P3PK UGM, 1985. Scott, James C. Moral Ekonomi Petani: Pergolakan dan Subsistensi di Asia Tenggara, Jakarta: LP3ES, 1981 Sjahrir, Kartini. Pasar Tenaga Kerja Indonesia: Kasus Sektor Konstruksi, Jakarta: Grafiti, 1990.
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
150
Sedijoprapto, Endang I. Tenaga Kerja Wanita Indonesia Suatu Tinjauan Literatur, Jakarta: PDIN LIPI kerjasama dengan Kantor Muda Urusan Peranan Wanita, 1982. Simanjuntak, Payaman J, Dr., ed. Masalah Ketenagakerjaan di Indonesia, Disusun Dalam Rangka HUT ke-50 Drs. Cosmas Batubara. Jakarta, 1988. Simon, Reeva S. dkk. Encyclopedia of The Middle East. Vol. 3. New York: Simon & Schuster and Prentice Hall International Srosrodihardjo, Soedjito. Aspek Sosial Budaya dalam Pembangunan Pedesaan. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1987. Subono, Nur Iman (ed.). Negara dan Kekerasan Terhadap Perempuan. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2000. Sztompka, Piotr. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada Media, 2004. Tjondronegoro, Sediono M.P. & Wiradi, Gunawan. Dua Abad Penguasaan Tanah: Pola Penguasaan Tanah Pertanian di Jawa Dari Masa ke Masa, Jakarta: Gramedia, 1984. Tobing, Maruli. dkk. Perjalanan Nasib TKI-TKW; Antara Rantai Kemiskinan dan Nasib Perempuan. Jakarta: Gramedia, 1990
F. Sumber Lisan/Wawancara 1. Mantan TKW Tahun 1983-1990 NO NAMA 1 Aminah (lahir tahun 1956) 2 3 4
Alwiyah (lahir tahun 1964) Ansor (lahir tahun 1950) Bariah (lahir tahun 1962)
5 6 7
Biyung (lahir tahun 1950) Elin Lina (lahir tahun 1968) Emi (lahir tahun 1960)
8 9
Fadelun (lahir tahun 1962) Fatimah (lahir tahun 1952)
10 11 12
Junaidi/Tenggleng (lahir tahun 1954) Juriah (lahir tahun 1965) Khaulah (lahir tahun 1968)
PEKERJAAN/TAHUN TKW/ 1984-1986 dan 1986-1988 TKW/1988-1991 TKL/1985-1987 TKW/1985-1987 dan 19881990 TKW/1984-1986 TKW/1989-1991 TKW/1984-1986 dan 19861988 TKW/1988-1991 TKW/1983-1985, 19851987, dan 1987-1991 TKL/1984-1986, dan 19861988 TKW/ 1985-1987 TKW/1985-1991
13
Mimin (lahir tahun 1963)
TKW/1985-1987
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
KET Paspor Paspor Foto Paspor Foto Foto Paspor Paspor Foto Foto Paspor dan foto Paspor
151
14
Masriah (lahir tahun 1957)
15
Marfuah (lahir tahun 1956)
16
Nunung Nurbaini (lahir tahun 1968) Otong (lahir tahun 1968) Qona’ah (lahir tahun 1951) Rogayah (lahir tahun 1966) Rokani (lahir tahun 1954) Ropiah (lahir tahun 1968) Saminah (65 tahun) Sarah (lahir tahun 1962, dipaspor tahun 1968) Sanamianah (1967) Suhani (1968) Susana (1967) Sutati (1954)
17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Sariah binti Saidi bin Hatta (lahir tahun 1956) Silawati (lahir tahun 1953) Umeri menjadi tahun Unirah (lahir tahun 1957 tahun) Yayah (lahir tahun 1953) Wati (lahir tahun 1957)
TKW/1983-1985, dan 19851988 TKW/1985-1987, dan19881989 TKW/1988-1990
Paspor
TKW/1985-2002 TKW/1982-2002 TKW/1987 TKW/1985 TKW/1988-1990 TKW/1983-1985 TKW/1984-1986, dan 19871991,1998-2000 TKW/1988-1990 TKW/1988-1990 TKW/1988 TKW/1984-1986, 19861988, dan 1988-1991 TKW/1987-1989
Paspor Paspor Foto Foto Paspor Paspor Paspor dan foto Foto Paspor Foto Paspor
TKW /198 TKW/1988-1991 TKW/1986-1988 TKW/1985-1987 TKW/1985-1986
Paspor Foto Paspor Foto Foto
Foto Paspor
Paspor
2. Keluarga dan Kalangan Masyarakat NO
2 3
NAMA Abdul Hasan (lahir tahun 1947) Atikah (lahir tahun 1958) Aulia (Uli) (lahir tahun 1957)
4
Darmi (lahir tahun 1958)
5
Cecep (lahir tahun 1948)
6
Hj.Ramlah
7
H.S. Marta (lahir tahun 1923)
1
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
PEKERJAAN Pemilik PPTKI Jakarta/1980-an Ibu rumah tangga Pengrajin Batik di desa Trusmi Buruh tani Desa Blendung Kecamatan Gegesik Calo TKI/1980-an disamping sebagai Pegawai PJKA Petani
Kepala Desa Prajawinangun Kec. Gegesik/1967-1989
KET.
Ibu dari Sanamianah
Pemilik Sawah di Desa Prajawinangun Kec. Gegesik
152
8
Idin
Tukang becak
9
Iyan (lahir tahun 1939)
10
Jaelani (lahir tahun 1952)
11
Manan
Sekretaris Desa Prajawinangun Kec. Gegesik tahun 1982-1989 Sekretaris Desa Jungjang kec. Arjawinangun/1980sekarang Tukang becak
12
Maryudi (lahir tahun 1951)
Petani
13
Muliyati (lahir tahun 1948)
14
Yati (lahir tahun 1957)
Calo TKI di Desa Jungjang Kec. Arjawinangun Petani Penyewa Desa Karanganyar Kec. Panguragan
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
Suami dari Sarah
Suami Khaulah Pemilik Sawah di Desa Kaliwedi Prajawinangun Kec. Gegesik
153
LAMPIRAN
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
154
Lampiran 1. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 149/Men/1983 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengerahan Tenaga Kerja ke Arab Saudi
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
155
Lampiran 2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per-01/Men/83 Tentang Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
156 Lampiran 3. Peta Daerah Kabupaten Cirebon Tahun 1980-an
Sumber: http://www.fao.org/docrep/x5860e/x5860e0c.gif
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
157 Lampiran 4. Peta Wilayah Negara Arab Saudi
Sumber: http--www_the-saudi_net-saudi-arabia-images-saudi-map_gif_files/saudi-map_files/saudi-map.gif
Lampiran 5. Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
158
Aktivitas Ibu Rumah Tangga di Pedesaan Kab.Cirebon
Sumber: Foto Pribadi di Desa Munjul Kecamatan Astanajapura
Lampiran 6. Aktivitas Menyiangi Sawah Yang Dilakukan oleh Tenaga Kerja Wanita di Pedesaan Kab.Cirebon
Sumber: Foto Pribadi di Desa Sende Kecamatan Arjawinangun Lampiran 5.
Lampiran 7. Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
159
Aktivitas Wanita Pembuat Batu Bata di Pedesaan Kab.Cirebon
Sumber: Kompas, 23 September 1983.
Lampiran 8. Calon TKI Yang Sedang Menunggu Proses Pengurusan Dokumen Tahun 1985
Sumber: Rekaman Peristiwa Tahun 1985, Sinar Harapan, Jakarta: Sinar Harapan, 1986
Lampiran 9. Perumahan di Jeddah Arab Saudi Yang Bergaya Apartemen dan Serba Tertutup
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
160
Sumber: Kompas 4 Maret 1990.
Lampiran 13. TKW yang mendapat perlakuan baik majikan sewaktu bekerja di Arab Saudi Lampiran 10. Salah Seorang TKW yang mendapat majikan yang baik
Lampiran 11. Aktivitas TKW Yang Bekerja Arab Saudiyang Sebagai Pengasuh Sumber: Foto koleksi pribadi mantan TKW didirumah majikan berbentuk apartemenAnak di Jeddah, Arab Saudi Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
161
Sumber: Foto koleksi pribadi mantan TKW di rumah khusus pembantu di Riyadh,
Lampiran 12. Aktivitas TKW yang bekerja di Arab Saudi sebagai pengasuh anak
Lampiran 13. koleksibekerja pribadi mantan TKW di Jeddah, anak Arab Saudi TKW MSumber: arfuahFoto sewaktu sebagai pengasuh di Arab Saudi Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
162
Sumber: Foto Koleksi Pribadi Mantan TKW di Medinah, Arab Saudi
Lampiran 14. Contoh Paspor TKW Asal Desa Junjang Kec. Arjawinangun Kab. Cirebon Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
163
Lampiran 15. Contoh Paspor TKW Asal Desa Junjang Kec. Arjawinangun Kab. Cirebon Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
164
Lampiran 16. Contoh Paspor TKW Asal Desa Junjang Kec. Arjawinangun Kab. Cirebon
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
165
Lampiran 17. Contoh Paspor Sarah TKW Asal Desa Junjang Kec. Arjawinangun Kab. Cirebon yang menjadi TKW yang keempat kali
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008
166
Tenaga kerja..., Nur'aeni Marta, FIB UI, 2008