TENAGA KERJA dan ANGKATAN KERJA
LANSIA Tenaga Kerja Lansia Angkatan Kerja Lansia TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja) Lansia Lansia Setengah Menganggur Pengangguran Lansia Pengangguran Putus Asa Lansia Lansia Terlantar
http://alhada- fisip11.web.unair.ac.id/
PENAWARAAN TENAGA KERJA (Supply of Labor) &
PERMINTAAN TENAGA KERJA (Demand for Labor) Hubungan antara permintaan tenaga kerja (demand for labor) dan penawaran tenaga kerja (supply of labor) acapkali menimbulkan ketidakseimbangan, yaitu terjadi ‘excess supply of labor’ dan ‘excess demand for labor’. Hal tersebut dapat ditelaah melalui diagram; gambar 1, 2, dan 3).
Gambar1. Upah riil (W) Penawaran tenaga Kerja (S L) = ‘Supply of labor’
E We Permintaan tega kerja (DL) = ‘Demand for labor’
O
Ne
Jumlah tenaga kerja (N)
Gambar 1, terlihat bahwa jumlah tenaga kerja yang menawarkan tenaganya untuk bekerja adalah sama dengan jumlah tenaga kerja yang diminta, yaitu masing-masing sebesar Ne pada tingkat upah keseimbangan We. Titik keseimbangan dengan demikian adalah titik E; Di sini tidak ada ‘excess supply of labor’ maupun ‘excess demand for labor’, dalam arti semua tenaga kerja yang ingin bekerja telah dapat bekerja. Berarti tidak ada tenaga kerja yang menganggur. Secara ideal keadaan ini disebut ‘full employment’ pada tingkat upah We tersebut.
Gambar 2. Upah riil (W) Penawaran tenaga Kerja (S L) = ‘Supply of labor’
W1 Permintaan tega kerja (DL) = ‘Demand for labor’
O
Jumlah tenaga kerja (N)
Pada gambar kedua, terlihat adanya ‘excess supply of labor’. Pada tingkat upah W1 penawaran tenaga kerja (S L) lebih besar daripada permintaan tenaga kerja (DL). Jumlah tenaga kerja yang menawarkan dirinya untuk bekerja adalah sebanyak N2, sedangkan yang diminta hanya N1. Dengan demikian ada tenaga kerja yang menganggur pada tingkat upah W1 ini, yaitu sebanyak N1 N2. Faktor apa yang menyebabkan timbulnya ketidak seimbangan bagi supply and demand labour?
Gambar 3. Upah riil (W) Penawaran tenaga Kerja (S L) = ‘Supply of labor’
W2 O
Permintaan tenaga kerja (DL) = ‘Demand for labor’
Jumlah tenaga kerja (N)
Pada gambar ketiga, terlihat adanya ‘excess demand for labor’’. Pada tingkat upah W2 permintaan akan tenaga kerja (DL) lebih besar dibanding penawaran tenaga kerja (S L). Jumlah tenaga kerja yang menawarkan dirinya untuk bekerja pada tingkat upah W2 adalah sebanyak N3 orang, sedangkan yang diminta sebanyak N4 orang. Dengan demikian ada kelebihan permintaan tenaga kerja pada tingkat upah W2, sebanyak N3 N4.
MOBILITAS PENDUDUK (MIGRASI)
PERMANEN
MIGRATION (Migrasi, Transmigrasi)
NON PERMANEN
COMMUTER (Nglaju, Culik, Calik, etc.)
MOBILITAS PENDUDUK
CIRCULATION (Sirkulasi, Nginep, etc.)
Kritik ( Penjelasan tentang mobilitas penduduk kurang terperinci, sebaiknya dari pembagian mobilitas penduduk permanen (migrasi) diperjelas dengan penentuan ciri-ciri seseorang yang melakukan migrasi, begitu pula pembagian mobilitas penduduk nonpermanen (commuter dan circulation) sebaiknya juga diperjelas dengan keterangan dan ciri-ciri yang dapat menunjukkan adanya perbedaan antara keduanya tersebut.
MOBILITAS PENDUDUK Centrifugal force
Centripetal force Origin
Destination
Daya dorong dan daya tarik dalam konteks daerah asal dapat digambarkan sebagai centrifugal force dan centripetal force, dari dua kekuatan tersebut, sementara itu, ada tiga (3) kemungkinan terjadi, yaitu; 1. kekuatan sentripugal lebih besar, 2. kekuatan sntripetal lebih besar, dan 3. dua kekuatan tersebut sama besar. Dua kekuatan tersebut dapat menerangkan mobilitas penduduk dalam tinjauan origin dan destination. Dai uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa antara dua kekuatan tersebut merupakan faktor penyebab terjadinya mobilitas permanen (Migration) dan mobilitas non permanen (Circulation dan Commuter).
Migration ‘A migrant is a person who changes his place of residence from one political or administrative area to another …’ (PBB). I O I–O I+O Mi = --- . k Mo = --- . k Mn = ------- . k Mg = ---- .k P P P1 + P2 P1+P2 Mi Mo Mn Mg P
= Banyaknya migrant yg masuk per 1000 penduduk daerah tujuan per tahun = Banyaknya migrant keluar per 1000 penduduk daerah asal per tahun = Selisih banyaknya migran masuk dan keluar ke dan dari suatu daerah per 1000/t = Kejadian perpindahan yaitu migrasi masuk dan migrasi keluar dibagi jumlah penduduk tempat asal dan penduduk tempat tujuan = Jumlah Penduduk
Migrasi antara dua tempat misalnya Jawa Timur dan Bali, Migrasi keluar dari Jawa Timur ke Bali tahun 1990, sebesar 26.124 jiwa. Migrasi masuk dari Bali ke Jawa Timur 1990 = 49.133 jiwa. Penduduk Jawa Timur (1990) = 4.350.710 jiwa dan Penduduk Bali (1990) = 1.900.000 jiwa. Berapakah; a) Mgrasi masuk di Jawa Timur dari Bali (1990), b. Angka Migrasi keluar di Jawa Timur ke Bali (1990), c. Migrasi netto di Jawa Timur terhadap Bali (1990), dan d. Angka migrasi bruto di Jawa Timur dan Bali (1990) ?
TEORI MIGRASI Studi terdahulu tentang migrasi (Ravenstein, 1885 & Lee, 1970) senantiasa membahas hubungan antara daerah asal (origin) dan tujuan (destination), kemudian belakangan membahas remitansi. Ravenstein misalnya, cukup luas membahas The law of Migration, yang merupakan generalisasi dari migrasi, meliputi: 1. Migrasi dan Jarak 2. Migrasi bertahap 3. Arus dan Arus balik 4. Perbedaan antara desa dan kota dalam kecenderungan migrasi 5. Aspek gender (wanita melakukan migrasi jarak dekat) 6. Teknologi dan migrasi, dan 7. Motif ekonomi dalam melakukan migrasi.
Sementara Lee (gambar), lebih menekankan studi migrasi pada faktor pendorong dan penarik. Lee merangkum 4 faktor migrasi, yaitu; 1. daerah asal 2. daerah tujuan 3. penghambat, dan 4. pribadi. Gambar 1: Faktor-faktor Migrasi (Everett S Lee, 1970) .
Origin
Destination
Origin
Destination
Barriers
Kerangka Sistem Migrasi
Bila dilakukan perbedaan antara migran pertama kali dan migran kembali baik untuk arus migrasi ke luar maupun arus migrasi berlawanan, dan bila arus migrasi antara daerah asal dan daerah tujuan dibicarakan dalam perspektif sistem kemasyarakatan yang lebih luas, maka timbullah suatu skema yang cukup rumit mengenai proses migrasi. Di bawah ini akan disajikan komponen-komponen kerangka sistem migrasi (lihat juga Tabel). I.
Migran dari daerah asal (X) ke daerah tujuan (Y), dibagi menjadi migran pertama kali (Ia) dan migran kembali (1b).
II.
Populasi dalam daerah asal (X), terbagi menjadi migran dalam daerah asal (IIa) dan non migran dalam daerah asal (IIb).
III.
Migran dari daerah asal (X) ke semua daerah tujuan (Z) tidak termasuk daerah (Y), terbagi atas migran pertama kali (IIIa) dan migran kembali (IIIb).
IV.
Penduduk dalam daerah tujuan (Y), terbagi atas migran dalam daerah tujuan (IVa) dan non-migran dalam daerah tujuan (IVb).
V.
Migran dari daerah tujuan (Y) ke daerah asal (X), yaitu arus migran yang berlawanan, terbagi atas migran pertama kali (Va) dan migran kembali (Vb).
VI.
Migran dari daerah tujuan (Y) ke daerah tujuan (Z) tidak termasuk daerah asal (X), terbagi atas migran pertama kali (VIa) dan migran kembali (VIb).
VII.
Migran dari semua daerah (Z) tidak termasuk da erah asal (X) ke daerah tujuan (Y), terbagi atas migran pertama kali (VIIa) dan migran kembali (VIIb).
VIII.
Migran dari semua daerah (Z) tidak termasuk da erah tujuan (Y) ke daerah asal (X), terbagi atas migran pertama kali (VIIIa) dan migran kembali (VIIIb).
IX.
Penduduk di daerah (Z) tidak termasuk daerah asal (X) dan daerah tujuan (Y), terbagi atas migran antar dan dalam daerah Z (IXa) dan non-migran dalam daerah Z (IXb).
Sistem Migrasi Asal
Tujuan Daerah Y
Daerah X
Daerah Z
Daerah X
Ia/Ib
IIa/IIb
IIIa/IIIb
Daerah Y
IVa/IVb
Va/Vb
VIa/VIb
Daerah Z
VIIa/VIIb
VIIIa/VIIIb
IXa/Ixb
Ia.
Migran pertama kali X ke Y
Vb.
Migran kembali Y ke X
Ib.
Migran kembali X ke Y
VIa.
Migran pertama kali Y ke Z
IIa. Migran dalam X
VIb.
Migran kembali Y ke Z
IIb. Non-migran dalam X
VIIa.
Migran pertama kali Z ke Y
IIIa. Migran pertama kali X ke Z
VIIb.
Migran kembali Z ke Y
IIIb. Migran kembali X ke Z
VIIIa. Migran pertama kali Z ke X
IVa. Migran dalam Y
VIIIb. Migran kembali Z ke X
IVb. Non-migran dalam Y
IXa.
Migran dalam Z
Va. Mingran pertama kali Y ke X
IXb.
Non-migran dalam Z
Riset migrasi yang tidak secara eksplisit membicarakan migran kembali versus migran pertama kali tentunya tidak membahas pembagian dalam I, III, V, VI, VII dan VIII; riset yang tidak memasukkan komponen penduduk yang stabil akan mengabaikan II, IV, dan IX. Riset migrasi yang tidak dapat mengintegrasikan mobilitas dari satu daerah asal ke satu daerah tujuan dalam perspektif kemasyarakatan yang lebih luas menyebabkan diabaikannya III, VI, VII, VIII dan IX. Untuk menggambarkan rumitnya kerangka ini dan kegunaannya, kita dapat mengkaji studi komprehensif tentang migrasi selama masa tertentu, mulai dari daerah-daerah pedesaan suatu negara sampai pusat perkotaan yang terbesar. Semua daerah pedesaan bisa kita beri tanda X; pusat perkotaan yang terbesar kita beri tanda Y; dan semua daerah perkotaan kecuali daerah perkotaan terbesar itu kita beri tanda Z. Perhatikanlah bahwa untuk ilustrasi sederhana ini, migrasi ke luar negeri tidak dimasukkan, meskipun di mana perpindahan yang wajar ke luar negeri dapat dimasukkan, dalam skema ini. Juga, penentuan daerah-daerah pedesaan sebagai X dan daerah-daerah perkotaan lainnya sebagai Z memungkinkan dilakukannya analisa komparatif perpindahan lokal dalam daerah-daerah pedesaan (dan dalam daerahdaerah perkotaan lainnya) dan perpindahan antar daerah-daerah pedesaan (dan antar daerah-daerah perkotaan yang lain). Kesembilan kategori penggolongan mig rasi stabilitas mencakup: (1) migran pertama kali dan migran kembali dari daerah-daerah pedesaan ke daerah perko taan yang terbesar; (2) migran dalam dan antar daerah pe desaan dan non-migran dalam daerah-daerah pedesaan; (3) migran pertama kali dan migran kembali dari daerahdaerah pedesaan ke semua daerah perkotaan yang lain kecuali pusat perkotaan yang terbesar; (4) penghuni-penghuni pusat perkotaan yang terbesar yang juga
meliputi migran lokal dan non-migran; (5) migran pertama kali dan migran balik kembali dari pusat perkotaan yang terbesar ke daerah-daerah pedesaan; (6) migran pertama kali dan migran ulang dari pusat perkotaan terbesar ke daerah-daerah perkotaan lainnya; (7) migran pertama kali dan migran kembali dari daerah-daerah perkotaan yang lain ke daerah perkotaan terbesar; (8) migran pertama kali dan migran kembali dari daerah-daerah perkotaan yang lain ke daerah-daerah pedesaan; (9) migran di dalam dan antar daerah-daerah perkotaan yang lain. Secara umum dan sebagai pendahuluan, masing-masing dari delapan elemen (II-IX) itu bersama dengan arus migrasi khusus antara satu daerah asal dan satu daerah tujuan (I) memberi hubungan-hubungan pokok berikut: 1. Selektivitas migran ke luar dari suatu daerah asal dalam arti orang-orang yang tidak berpindah dari daerah asal dan dalam arti orang-orang yang berpindah dalam lingkungan daerah asal itu, tetapi tidak keluar dari situ (I dan II). 2. Keunikan perpindahan dari daerah asal ke daerah tujuan dalam arti perpi ndahan ke daerah-daerah tujuan lainnya (I dan III). 3. Asimilasi dan integrasi migran dari daerah asal di daerah tujuan dalam hubungannya dengan penduduk asli dalam daerah tujuan (I dan IV). 4. Efisiensi arus migrasi antara daerah asal dan daerah tujuan dalam arti jumlah perpindahan balik (I dan V). 5. Dampak perpindahan ke dalam daerah tujuan dari asal atas perpindahan ke luar dari daerah tujuan itu (I dan VI). 6. Asimilasi relatif dan integrasi migran dari daerah asal ke dalam daerah tujuan dipandang dari segi migran-migran lain di dalam daerah tujuan (I dan VII). 7. Pergantian penduduk yang telah meninggalkan daerah asal oleh orang -orang lain yang datang di daerah asal (I dan VIII). 8. Perbandingan migran dari daerah asal ke daerah tujuan dengan orang-orang di daerah-daerah lainnya yang tidak berpindah (I dan IX). Perbandingan lain banyak sekali dapat dibuat tergantung pada masalah analisa yang sedang diselidiki. Mungkin kita ingin memperbandingkan perpindahan keluar dari daerah tujuan (Y) ke daerah-daerah lain (Z) dengan perpindahan arusbalik dari Y ke X (VI dan V); akan memperbanding kan pergantian penduduk dalam daerah asal (perpindahan antara Z dan X) dengan penduduk asli dalam daerah asal itu (VIII dan II).
http://alhada- fisip11.web.unair.ac.id/