Edisi 6/2010
...tata nilai dibangun dari apa yang kita yakini dan terlihat dalam pola berpikir, berucap, maupun dalam tindakan yang hidup dalam keseharian kita. ”
“
Media Keuangan Kementerian Keuangan RI 2010
CONTENT • Editorial
2
• Laporan Utama
3
• Laporan Khusus
5
• Klinik Kinerja
7
• Profil
8
• Wawancara
10
• Artikel
12
• Selingan
14
• Lensa Peristiwa
15
• Kinerja Mereka
16
Laporan Utama SAATNYA MENILAI KINERJA Kementerian Keuangan telah memiliki DP3 sebagai alat penilaian kinerja. Selain itu juga sedang membangun personal/individual scorecard sebagai alat pengukur kinerja. Keduanya merupakan modal utama untuk menyusun penilaian kinerja yang lebih komprehensif secara kualitatif dan kuantitatif.
Laporan Khusus KOMBINASI FAKTOR KUANTITATIF DAN KUALITATIF Evaluasi kinerja harus dilakukan kepada semua pegawai dari level tertinggi hingga terendah dengan menggunakan ukuran kuantitatif dan kualitatif. Evaluasi ini harus dilakukan antara atasan dan bawahan melalui diskusi yang obyektif, terbuka dan fokus pada pengembangan ke depan.
Foto| Langgeng Biro Humas
(Menteri Keuangan pada Raker DJA, 2 Agustus 2010)
Editorial
Edisi 6/2010
Diterbitkan Oleh :
Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan, Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan
Pelindung Menteri Keuangan Pengarah Sekretaris Jenderal Kemenkeu Penanggung Jawab Kepala Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan Redaktur Supendi, Eka Saputra, Herry Hernawan, Satya Susanto, Dedhi Suharto, Rachmad Arijanto, Moch. Asep Kurniawan Penyunting/Editor Andi Rachman Salasa, Puspita Idowati R., Azharuddin, Arie Fikri, Susmianti, Luthfie Akmal Muradief, Misnilawaty Sidabutar Kontributor tetap Manajer Kinerja Eselon I Desain Grafis & Dok Loka Yoga Hapsara, Pramuditya Kurniawan, Alfan Abrorul Sofyan Sekretariat Adhi Tjahjono, Budiman Tata Usaha Wisnu Hendarto, Ivan Kahfi Pencetakan dan Distribusi Biro Humas Alamat Redaksi Gedung Djuanda I Jl Dr. Wahidin Raya No. 1 Jakarta 10710 Kotak Pos 21 Telp. 021 3449230 pst 6139 Fax. 021 3517020 Email :
[email protected] website : www.webpushaka.depkeu.go.id mailing list : komunitas-kinerja-depkeu @yahoogroups.com
Redaksi menerima tulisan/artikel untuk dimuat dalam buletin ini. Artikel ditulis dalam huruf Arial 11 spasi 1,5 maksimal 3 halaman. Tulisan artikel dapat dikirim ke email redaksi.
2
MENCARI CALON BINTANG Pernahkah kita menyadari berapa besar perbandingan belanja pegawai di kantor kita dibandingkan dengan total pengeluaran belanja? Bukan hanya di sektor publik, bahkan dalam salah satu artikel Harvard Business Review Edisi Juni 2005 disebutkan bahwa hampir di seluruh sektor industri, belanja pegawai (employee cost) menyerap 40-70 persen dari total komponen pengeluaran. Hanya pada industri berbasis utility dan perminyakan rasio belanja modal lebih besar dari pada belanja pegawai. Besarnya komponen belanja pegawai seharusnya dianggap sebagai biaya investasi yang harus direfleksikan dengan stok SDM berkualitas tinggi. Itulah sebabnya, di dalam konteks pengelolaan organisasi mo dern dikenal konsep talent management. Banyak metode strategi atas konsep ini, namun secara umum konsep ini meliputi proses identifikasi, rekrutmen, pengembangan, dan pemertahanan SDM unggulan yang merupakan bintang atau calon bintang perusahaan/organisasi ke depan, yang sistematis. Dalam konteks Kemenkeu, talent management dapat dimulai dari identifikasi arah kementerian untuk jangka pendek, menengah, dan panjang. Identifikasi ini secara garis besar harus mencerminkan pencapaian visi dan misi Kemenkeu. Setelah itu, identifikasi secara komprehensif akan menghasilkan deskripsi pekerjaan yang jelas, kompetensi SDM yang dibutuhkan, serta perbandingan kualitas stok SDM yang dimiliki (existing ta lent). Untuk mengisi kekosongan stok SDM sesu ai kompetensi yang dimiliki, rekrutmen secara selektif dapat dilakukan baik secara periodik (untuk pegawai baru) maupun secara insidentil (dalam artian mutasi ataupun rekrutmen tenaga ahli khusus). Kemenkeu dapat meniru pola perusahaan swasta yang melakukan rekrutmen melalui pencarian talent berkualitas. Jadi bisa saja dilakukan sistem jemput bola pencarian calon-calon pegawai berkualitas, misalnya kandidat lulusan terbaik dari universitas terbaik di negeri ini. Pengukuran kapasitas SDM yang dimiliki dilakukan dengan memadukan kompetensi
(potensi) dan kinerja. Dengan demikian, performance appraisal harus dilakukan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Rencana implementasi BSC, yang merupakan penilaian kinerja kuantitatif, secara menye luruh sampai level pelaksana di tahun 2012 merupakan poin plus yang dimiliki Kemenkeu. Hasil penilaian kinerja tersebut tinggal dipadukan dengan penilaian kompetensi (potensi) individu untuk menghasilkan ta lent matrix setiap individu. Secara logika, individu yang memiliki kompetensi tinggi seharusnya memiliki kinerja tinggi pula. Individu demikianlah yang dapat didefinisikan sebagai bintang dan calon bintang Kemenkeu di masa depan. Akan tetapi, tidak selamanya logika tersebut berjalan sebagaimana mestinya. Mungkin saja orang yang berkompetensi tinggi tetapi berkinerja rendah karena adanya kesalahan penempatan jabatan. Bagian pengembang an SDM harus mampu melakukan analisa dan peningkatan kapasitas SDM yang pada akhirnya mengisi competency gap individu. Langkah selanjutnya adalah menempatkan SDM pada jabatan yang sesuai sehingga mereka merasa nyaman dengan pekerjaannya. Setiap pimpinan di Kemenkeu dituntut untuk mampu menghilangkan budaya sungkan melakukan penilaian kinerja bawahannya. Kondisi demikian harus menjadi kultur di Kemenkeu. Pada akhirnya diskriminasi merupakan hal yang tidak mungkin dihindari, karena memang sudah seharusnya kita memberikan penghargaan yang berbeda atas perbedaan kemampuan antar individu. Perlu juga diingat, bahwa jangan pernah berharap untuk dapat memperoleh pegawai yang seluruhnya berkualitas tinggi. Untuk meningkatkan kualitas SDM, yang diperlukan adalah memberikan pelatihan sesuai kompetensi dan minat dari SDM itu sendiri. Tidak mungkin kita mengharapkan seorang pegawai yang selama 20 tahun bekerja meng antar surat untuk secara instant menjadi seorang programmer komputer berkelas. Talent management yang mumpuni perlu dikembangkan secara lebih serius agar bintang-bintang yang ada tidak menjadi redup. •Herry Hernawan Buletin Kinerja - Edisi 6/2010
Laporan Utama
SAATNYA MENILAI KINERJA
D
alam lingkungan birokrasi, penilaian kinerja (performance appraisal) bukanlah hal yang baru. Kita mengenal Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) yang dilakukan oleh atasan (pejabat penilai) kepada bawahannya langsung dan diketahui oleh atasan dari atasan pejabat penilai. Mulai dari unsur kese tiaan sampai dengan kepemimpinan dinilai secara subyektif oleh atasan langsung. Hal ini berujung pada bias penilaian yang sering tidak mencerminkan kondisi yang sebenarnya.
sistematis terhadap karyawan oleh atasannya atau beberapa ahli lainnya yang paham akan pelaksanaan pekerjaan oleh karyawan atau jabatan itu. Sedangkan menurut Henry Simamora (2001:415) penilaian prestasi kerja ialah suatu alat yang berfaedah tidak hanya untuk mengevaluasi kerja Kinerja menurut Bernadin & dari para karyawan, tetapi juga untuk Russell (1993:379), adalah hasil mengembangkan dan memotivasi sedari prestasi kerja yang telah dica- tiap karyawan. pai seorang karyawan sesuai dengan fungsi tugasnya pada periode tertentu. Manfaat penilaian kinerja menurut T. Berarti penilaian kinerja, sama halnya Hani Handoko (1994:135), Jennifer M. dengan penilaian hasil kerja. Joseph George & Gareth R. Jones (1996:223) Berbagai sistem penilaian kiner Tiffin, dalam Manullang (1981:118) dan Sondang P. Siagian (1995:227) ja telah dikembangkan. Mulai dari menjelaskan bahwa penilaian prestasi adalah sebagai berikut : (1) Perbaisistem tradisional, penilaian diri, pe- kerja merupakan sebuah penilaian kan prestasi kerja, (2) Penyesuaian Buletin Kinerja - Edisi 6/2010
nilaian struktural hingga penilaian 360 derajat. Yang terpenting dari sebuah penilaian kinerja adalah faktor obyektivitas. Karena hal ini terkait dengan aspek keadilan, terlebih jika hasil penilaian tersebut dikaitkan dengan remunerasi atau penghasilan.
3
Laporan Utama Hallo Effect Yang terpenting dari sebuah Bias ini terjadi ketika opini personal penilaian kinerja adalah atasan terhadap bawahan mempengafaktor obyektivitas. Karena ruhi ukuran kinerja. Sebagai contoh, hal ini terkait dengan aspek jika seorang atasan menyukai seorang keadilan, terlebih jika hasil bawahan, maka opini tersebut bisa jadi mengalami distorsi estimasi terpenilaian tersebut dikaitkan hadap kinerja bawahan itu. Sebadengan remunerasi atau liknya, jika seorang atasan merasa penghasilan. tidak cocok dengan karakter bawahannya, prestasi kerja bawahan yang baik akan sulit mendapatkan nilai kompensasi, (3) Keputusan penem- baik dari atasan. patan, (4) Kebutuhan latihan dan pengembangan, (5) Perencanaan dan Leadership Weakness pengembangan karier, (6) Memper- Salah satu kelemahan kepemimpinan baiki penyimpangan proses staffing, adalah ketidakmampuan memberi(7) Mengurangi ketidak-akuratan in- kan coaching dan conselling kepada formasi, (8) Memperbaiki kesalahan bawahan pada saat diperlukan. Ketidesain pekerjaan, (9) Kesempatan dakmampuan tersebut mempengakerja yang adil, dan (10) Membantu ruhi tingkat keberanian pimpinan menghadapi tantangan eksternal untuk membuat ekstrim penilaian. Maka jelaslah bahwa penilaian kiner- Sebagai gantinya, mereka menemja merupakan hal yang penting untuk patkan angka–angka penilaiannya mewujudkan efektivitas organisasi dekat dengan rata–rata. Selain itu, sepanjang obyektivitasnya terjaga. kelemahan kepemimpinan juga men Untuk mewujudkan penilaian yang obyektif, berbagai kendala dijumpai dalam penilaian kinerja. Kendala ini menyebabkan terjadinya distorsi atau bias penilaian kinerja. Kendala tersebut antara lain: Budaya “Sungkan” Bias ini terjadi ketika seorang atasan kalah wibawa dengan bawahan yang akan dinilainya karena berbagai hal, misalnya karena senioritas. Bila bawahan lebih senior daripada atasannya, maka dimungkinkan muncul rasa “sungkan”. Rasa ini mendorong atasan untuk memberikan penilaian yang cenderung baik meskipun realitanya tidak demikian.
keragaman budaya yang lebih besar dan tingginya mobilitas karyawan melintas batas internasional, sumber bias potensial menjadi lebih mungkin muncul.
Kendala-kendala yang mengakibatkan munculnya bias penilaian kinerja dapat diatasi dengan penetapan standar kinerja yang jelas. Pemanfaatan Balance Scorecard (BSC) sebagai tool pengukuran kinerja, dapat membantu meminimalisasi terjadinya distorsi penilaian kinerja. Kontrak kinerja sebagai hasil dari BSC, merupakan sarana untuk standarisasi kinerja. Namun efektivitas kontrak kinerja ditentukan oleh tiga faktor, yaitu: (1) Penetapan Indikator Kinerja Utama (IKU) yang terhindar dari IKU gaming, (2) Penetapan target IKU yang terhindar dari target gaming, dan (3) Monitoring dan evaluasi terhadap penetapan IKU, penetapan target, hingga penyampaian laporan capaian kinerja, dilakukan secara kontinyu dan indedorong munculnya bias kemurahan pendent. dan ketegasan hati. Beberapa pimpinan cenderung begitu mudah dalam Kementerian Keuangan telah menilai kinerja bawahannya sehingga memiliki DP3 sebagai alat penilaian memberikan penilaian yang menye kinerja. Selain itu juga sedang memnangkan bawahan. Sebaliknya, ada bangun personal/individual scorecard beberapa pimpinan yang cenderung sebagai alat pengukur kinerja. Kedu “kikir” dalam memberikan penilaian. anya merupakan modal utama untuk menyusun penilaian kinerja yang Bias Lintas Budaya lebih komprehensif secara kualitatif Tiap atasan memiliki harapan tentang dan kuantitatif. Dengan demikian keperilaku manusia yang didasarkan mungkinan terjadinya bias penilaian pada budayanya. Ketika orang–orang dapat diminimalisir karena tidak diharapkan untuk mengevaluasi hanya bertumpu pada salah satu fakorang lainnya dari kultur yang ber- tor saja. Selain itu peran manajer ki beda, mereka mungkin menggu- nerja yang bebas dari conflict of interest nakan harapan budayanya kepada dan memiliki integritas tinggi turut seseorang yang memiliki kepercayaan mendukung terciptanya budaya meatau perilaku yang berbeda. Dengan nilai secara obyektif dan transparan. Sudah siapkah kita? • Satya Susanto
4
Buletin Kinerja - Edisi 6/2010
Laporan Khusus SISTEM MANAJEMEN KINERJA BANK MANDIRI
KOMBINASI FAKTOR KUANTITATIF DAN KUALITATIF
“Performance management bukanlah mathematical process … yang paling utama adalah memperoleh engagement dari seluruh pegawai”
Sanjay N. Bharwani, Bank Mandiri
D
alam rangka meningkatkan pemahaman implementasi manajemen kinerja balanced scorecard di lingkungan Kementerian Keuangan, akhir Agustus 2010 lalu staf Pushaka dan Manajer Kinerja berkesempatan untuk melakukan studi banding ke Bank Mandiri, bank plat merah terbesar di Indonesia. Berikut ini beberapa pembelajaran penting hasil studi banding ke Bank Mandiri. Evolusi Penerapan Performance Management System (PMS) di Bank Mandiri Sebelum tahun 2004, Bank Mandiri menerapkan konsep penilaian dan indikator kinerja secara sederhana dengan faktor-faktor penilaian yang sifatnya kualitatif: integritas, produktivitas kerja, kedisiplinan, inisiatif dan kepemimpinan. Mulai tahun 2004, kontrak kinerja mulai diterapkan di level Group menggunakan BSC. Tahun 2007, kontrak kinerja sudah meliputi seluruh jajaran secara berjenjang mulai dari Komisaris Utama sampai Direktur/EVP Koordinator. Penyempurnaan PMS tidak hanya atas dasar IKU (Results) namun juga atas dasar faktor kualitatif (Process, Context) yang dilaksanakan pada tahun 2008. Penyempurnaan PMS diarahkan agar selaras dengan strategi Human Capital Bank Mandiri, yang dikonsentrasikan pada tiga tema utama, yaitu managing talent, deve
Buletin Kinerja - Edisi 6/2010
loping leadership capabilities, dan building an effective culture. Penyempurnaan Individual PMS juga difokuskan pada terciptanya Courageous Performance Conversation, yaitu terjadinya komunikasi dan diskusi yang mendalam dan terbuka mengenai pencapaian kinerja dan rencana pengembangan ke depan.
Penilaian kinerja Group dan Direktorat oleh Direktur Utama menggunakan dimensi kuantitatif dan kualitatif. Dimensi kuantitatif adalah results yang terdiri atas IKU/Performance dan competitiveness. Dimensi kualitatif antara lain process dan context. Unsur dari process yaitu quality of services, flexibility, resource utilization, dan innovation; sedangkan context yaitu: Penerapan PMS secara Komprehen- environment, challenge, dan method used. sif dan Sistematis Penyusunan IKU menggunakan metode
Penerapan PMS di Bank Mandiri dilaksanakan secara komprehensif dan sistematis mulai dari proses penetapan target yang diturunkan kepada unit kerja maupun individual, dilanjutkan dengan monitoring secara periodik serta evaluasi final untuk menentukan performa Direktorat, unit kerja, maupun individu, hingga penetapan reward atas dasar kinerja.
BSC. Competitiveness menunjukkan ada nya create value sehingga dapat berkompetisi dengan pihak lain. Quality service lebih ditujukan pada unsur-unsur kualitatif pelayanan di luar IKU, flexi bility menunjukkan tingkat kecepatan penyesuaian terhadap perubahan makro, resource utilization adalah penggunaan sumber daya secara produktif dan efisien 5
Laporan Khusus serta sesuai dengan nilai kerja organi sasi, dan innovation menunjukkan kemampuan untuk menghasilkan produkproduk yang inovatif. Environment adalah salah satu unsur kualitatif yang mengutamakan adanya recognition atas usahausaha yang dilakukan untuk menghadapi perubahan, challenge menunjukkan tingkat daya tahan terhadap berbagai tantangan baik dari internal maupun eksternal, dan method used terkait pencapaian target IKU dengan memperhatikan operational risk.
temuan pada tahap leveling process untuk menentukan Performance Level yang digunakan dalam menetapkan: (i) performance bonus and merit increment, (ii) ta lent classification, dan (iii) pengembang an pegawai ke jenjang karir berikutnya. Performance Level ditetapkan berdasarkan Nilai Akhir Pegawai yang diperoleh dari hasil pembobotan antara nilai pencapai an IKU/Target dan Kompetensi Pegawai. Berdasarkan nilai akhir tersebut, pegawai dalam satu grup dikelompokkan ke dalam 5 kategori Performance Level, yaitu 1) Superior performance, 2) Very good perMandiri EASy formance, 3) Good performance, 4) Requires Seluruh proses pengelolaan Sumber Daya some improvement, 5) Under performance. Manusia termasuk penilaian kinerja in- Masing-masing kategori mendapatkan dividu menggunakan Mandiri Employee reward yang berbeda. Appraisal System (Mandiri EASy). Mandiri EASy bertujuan untuk menyelaraskan sa- Peran Line Manager saran unit kerja dengan target pencapai Line Manager adalah semua pejabat Bank an individu dan memastikan pencapaian Mandiri yang memiliki bawahan/anak seluruh target dan sasaran dapat termoni buah. Line Manager memiliki peran pen tor dengan baik. ting untuk mengelola kinerja pegawai di Pada dasarnya unsur-unsur yang dini- bawah koordinasinya, antara lain: meng lai dalam sistem penilaian pegawai, ter- umpulkan informasi, membuat usulan, diri dari unsur result dan process. Result menyediakan informasi untuk proses leve menunjukkan apa yang telah dicapai ling kinerja dan klasifikasi talent serta pegawai, sedangkan process menunjuk- mengkomunikasikan dengan benar tenkan bagaimana pegawai mencapai target tang pencapaian kinerja pegawai terseyang ditetapkan. Di dalam Mandiri EASy, but. Berdasarkan fungsinya, para Line unsur result adalah IKU/Target sedang Manager dikelompokkan menjadi Proposkan unsur process adalah kompetensi ing Line Manager dan Approving Line Mana dan core values. Kompetensi dan core va ger. Proposing Line Manager adalah Line lues berfokus pada bagaimana mencapai Manager yang berwenang membuat ususesuatu, pengamalan terhadap nilai-nilai lan penilaian performance pegawai, terorganisasi, faktor kompetensi, personal masuk melakukan komunikasi langsung style, sikap, pengetahuan, keahlian, dan dengan pegawai terkait performance-nya. kebiasaan. Mandiri EASy berpedoman Secara umum, yang bersangkutan adalah pada prinsip “semakin tinggi level ja- atasan langsung pegawai. Approval Line batan pegawai, maka bobot lebih besar Manager adalah Line Manager yang berditekankan pada hasil pencapaian IKU/ wenang dalam memberikan keputusan target dibandingkan dengan kompetensi, atas usulan penilaian performance pegakarena akan memberikan pengaruh yang wai yang disampaikan oleh Proposing Line lebih besar kepada kinerja bank secara Manager. Secara umum, yang bersangkukeseluruhan.” Core values tidak dibobot , tan adalah atasan langsung dari Proposing namun tetap diperhatikan sebagai dasar Line Manager. pertimbangan pemberian reward dan promosi. Punishment tidak diterapkan, Apa yang bisa diadopsi oleh Kemente karena tidak mendapatkan reward dapat rian Keuangan? diartikan sebagai punishment. Sebenarnya, proses manajemen kinerja Setelah tahapan proses penilaian pegawai di Kementerian Keuangan tidak jauh diselesaikan, selanjutnya dilakukan per- berbeda dengan Bank Mandiri atau in6
stitusi lainnya. Siklus manajemen kiner ja dimulai dari penyusunan Rencana Strategi dan Road Map yang kemudian diterjemahkan ke dalam sasaran strate gis dan IKU. Monitoring dan evaluasi capaian kinerja dilakukan secara periodik, namun hasil penilaian kinerja belum dihubungkan dengan reward and pu nishment. Hal ini berkaitan pula dengan belum terselesaikannya penetapan IKU hingga level pelaksana. Memang tidak semua aspek di Bank Mandiri dapat diterapkan di Kemente rian Keuangan, karena latar belakang kondisi dan permasalahan yang berbeda. Namun, beberapa hal positif dari implementasi PMS Bank Mandiri dapat diadopsi oleh Kementerian Keuangan. Di antaranya adalah penentuan reward and punishment yang tidak hanya didasarkan atas nilai kinerja saja, tetapi juga mempertimbangkan faktor kompetensi dan core values pegawai. Selain itu, Kementerian Keuangan memerlukan pedoman penilaian pegawai yang terintegrasi dalam satu dokumen untuk menetapkan bonus dan pengembangan karier pegawai ke jenjang berikutnya. Untuk mengubah paradigma “budaya sungkan menilai”, layak dipertimbangkan penerapan sistem penilaian pegawai seperti sistem yang digunakan oleh Bank Mandiri. Para pimpinan tidak akan merasa terbebani untuk menilai kinerja para pegawainya, karena terdapat ketentuan yang mengatur kewajiban pimpinan mengelompokkan pegawai-pegawai tersebut dalam kategori yang telah ditetapkan. Evaluasi kinerja harus dilakukan kepada semua pegawai dari level tertinggi hingga terendah dengan menggunakan ukuran kuantitatif dan kualitatif. Evaluasi ini harus dilakukan antara atasan dan bawahan melalui diskusi yang obyektif, terbuka dan fokus pada pengembangan ke depan. Semoga hasil studi banding ini dapat mendorong perbaikan sistem manajemen kinerja di Kementerian Keuangan. Yang pada gilirannya menjadikan Kementerian Keuangan yang good to great di masa depan. • Puspita Idowati Rajagukguk Buletin Kinerja - Edisi 6/2010
Klinik Kinerja
MENJELAJAHI MENU VIEWS (2)
P
ada edisi yang lalu, kita telah mencoba untuk menampilkan Views yang kita inginkan pada list Views di Halaman Muka. Sekarang kita akan mengenal dan mempelajari isi dari menu Views tersebut. Buka Views yang Anda inginkan deng an meng-klik salah satu Views pada list Views tadi. Bisa View unit Anda, bisa juga View dari unit dibawah Anda. Selanjutnya akan terlihat View yang Anda pilih dalam tampilan framework manajemen kinerja secara hirarki. Hirarki disini bisa berarti berdasarkan Cascading IKU atau berdasarkan unit organisasi. 1. Hirarki Berdasarkan Cascad- Gambar 1 ing IKU Untuk unit yang memiliki Peta Strategi, maka tampilan View berdasarkan Cascading IKU akan bersusun dari Top Measure (Pengelolaan Indikator Kinerja Utama) di tingkatan paling atas, kemudian turun ke Persepektif, Sasaran Strategis (SS), dan Indikator Kinerja Utama (IKU). Kemudian juga akan turun ke IKU-IKU unit dibawahnya apabila IKU tadi diturunkan baik secara Direct maupun Indirect. (Lihat gambar 1) 2. Hirarki Berdasarkan Unit Organisasi Tampilan View berdasarkan unit organi sasi akan bersusun dari “Pengelolaan Gambar 2 Indikator Kinerja Utama” pada suatu unit organisasi yang kemudian akan tu- dalam hirarki berdasarkan Cascading run ke unit-unit organisasi dibawahnya. IKU, berfungsi mewakili Top Measure, (Lihat gambar 2) Persepektif, SS, atau IKU. Sedangkan Mengenal Boks dalam hirarki berdasarkan unit orB o k s , ganisasi, satu boks mewakili satu unit d a l a m organisasi atau bahkan satu pegawai, sof tware ketika IKU sudah diturunkan sampai ke aplikasi level individu. BSC, me- Pada setiap sisi kanan boks, ada dua sew a k i l i gitiga berwarna yang terletak di sisi ses a t u belah kanan. Warna pada setiap segitiga measure. mewakili capaian terendah pada hirarMeasure, ki dibawahnya. Segitiga yang diatas Buletin Kinerja - Edisi 6/2010
merupakan simbol hirarki berdasarkan Cascading IKU, sedangkan segitiga yang dibawah merupa kan simbol hirarki berdasarkan unit organisasi. Warna segitiga bisa berbeda dengan warna boks. Sebagai contoh, apabila boks berwarna hijau, tetapi segitiga berwarna merah. Berarti, walau secara umum pencapaian Top Measure/Persepektif/SS/IKU ataupun unit organisasi berhasil memenuhi target, tetapi ada hirarki dibawahnya yang belum memenuhi target. •Luthfie Akmal M 7
Profil
DAYANA SASMITO
MANAJER KINERJA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN
I
mplementasi BSC di Bapepam-LK telah sampai pada level Depkeu-Three. Hal ini dibuktikan dengan penandatanganan Kontrak Kinerja para pejabat eselon III. Proses tersebut tentunya tidak terlepas dari peran seorang Manajer Kinerja dan timnya. Berikut ini adalah petikan hasil wawancara Tim Buletin dengan Manajer Kinerja Bapepam-LK terkait Implementasi BSC di Bapepam-LK Perkembangan Implementasi BSC di Bapepam-LK Perkembangan implementasi BSC di Bapepam-LK sejalan dengan perkembangan implementasi BSC di Kementerian Keuangan yang dijalankan oleh PUSHAKA selaku Strategic Management Office (SMO) Kementerian Keuangan. Pada awal ketika BSC ini mula-mula diimplementasikan yaitu sekitar tahun 2008, kami masih belajar memahami apa itu BSC. Kebetulan pada saat itu ada konsultan yang mendampingi sehingga penyusunan BSC dibantu oleh mereka. Kemudian sejak tahun 2009 sudah lebih banyak diskusi internal Bapepam-LK. Kepala Biro Kepatuhan Internal yang saat itu menjadi Manajer Kinerja sangat concerned dan terlibat langsung dalam mendorong tersusunnya strategy map Depkeu-One Bapepam-LK. Pada tahun 2010 ini sudah mu-
8
Foto | Yoga Pushaka
...implementasi BSC ini bukan hanya sekedar memenuhi kewajiban pelaporan namun benar-benar menjadi alat untuk memonitor kinerja bawahan dan dasar untuk pengambilan keputusan.
Profil Manajer Kinerja Nama
Dayana Sasmito
Tempat/Tanggal Lahir
Tanjung Pinang, 11 Januari
Nama Suami
Basuki Purwadi
Nama Anak
Anissa Karina
Riwayat Pendidikan
- FE UNPAD (1983) - University of Miami (1992) - Kepala Bagian Pengelolaan Data dan Informasi (2006 s.d. April 2007
Pengalaman Kerja
- Kepala Bagian Kepatuhan IV (April 2007 s.d Oktober 2009 - Kepala Bagian Kepatuhan III (Oktober 2009 s.d. sekarang)
Hobby
Membaca, Travelling, Nonton Film
lai dilaksanakan Kontrak Kinerja DepkeuOne dan Depkeu-Two. Kemudian terakhir sampai dengan level Depkeu Three. Bapepam-LK juga telah melaksanakan penyusunan IKU hingga level individu pada salah satu unit Eselon II sebagai pilot project. Unit Eselon II yang ditunjuk untuk melaksanakan pilot project adalah Biro Kepatuhan Internal. Pada tanggal 30 Juni 2010, para pejabat dan pelaksana di lingkungan Biro Kepatuhan Internal telah melakukan penandatanganan Kontrak Kinerja antara para Kepala Bagian dengan Kepala Biro Kepatu-
han Internal dan seterusnya sampai dengan level pelaksana, yang juga dihadiri oleh Ketua Bapepam-LK. Kami menyadari perlunya internalisasi dalam implementasi BSC di lingkungan Bapepam-LK. Oleh karena itu bekerja sama dengan Pushaka, telah dilaksanakan beberapa kali sosialisasi BSC kepada pejabat dan pegawai di lingkungan Bapepam-LK. Pada bulan Agustus 2010, para pejabat Eselon II di lingkungan Bapepam-LK juga telah mengikuti pelatihan BSC yang diadakan oleh SMO.
Buletin Kinerja - Edisi 6/2010
Profil
Tantangan Implementasi BSC Tantangan pertama dalam implementasi BSC adalah bagaimana BSC dapat diterima dan diimplementasikan oleh seluruh pegawai di lingkungan Bapepam-LK. Mengingat implementasi BSC akan sampai ke level individu di lingkungan Bapepam-LK, tantangannya pun pasti akan lebih berat. Implementasi BSC sedikit banyak akan bersinggungan dengan budaya kerja yang selama ini ada di setiap unit organisasi. Pada awalnya sedikit banyak akan ada resistensi. Namun hal ini lebih disebabkan oleh kurangnya pemahaman dan kemampuan dalam mengimplementasikan BSC. Tantangan tersebut dapat diatasi apabila proses internalisasi BSC di lingkungan Bapepam-LK telah berhasil dan para pegawai telah memiliki pemahaman yang komprehensif mengenai konsep BSC. Sosialisasi BSC hingga ke level pelaksana tentunya akan sangat diperlukan. Disamping itu, komitmen dari pimpinan manajemen yang selama ini sangat mendukung keberhasi-
Buletin Kinerja - Edisi 6/2010
lan implementasi BSC. Kedua adalah bagaimana agar implementasi BSC ini bukan hanya sekedar memenuhi kewajiban pelaporan namun benar-benar menjadi alat untuk memonitor kinerja bawahan dan dasar untuk pengambilan keputusan. Ketiga adalah bagaimana para pegawai bekerja dengan penuh kesadaran untuk mencapai yang terbaik (built in dalam diri), bukan semata-mata karena adanya IKU dan targetnya. Jangan sampai justru karena adanya target, seseorang hanya berusaha mengejar target tanpa melihat kualitasnya. Untuk itu, keduanya harus saling melengkapi. Terakhir, bagaimana menetapkan IKU dan target yang tepat agar tidak terjadi KPI gaming.
Foto | Yoga Pushaka
Dampak Implementasi BSC Implementasi BSC di lingkungan Bapepam dan LK saat ini mulai berdampak kepada kinerja Bapepam-LK. Dengan adanya BSC, Bapepam-LK memiliki IKU-IKU yang dapat mengukur kinerja pelayanan yang diberikan kepada masyarakat, seperti IKU Persentase layanan yang memenuhi target SOP (quick win), yang berjumlah 8 IKU. Dengan adanya IKU ini, manajemen dapat memonitor ketepatan waktu pelayanan terhadap SOP yang telah ditetapkan. Apabila terdapat kendala atau hambatan dalam memberikan pelayanan, maka manajemen akan mengupayakan perbaikan atas pelaksanaan tugas. Selain itu, manajemen dapat menggunakan sumber dayanya secara efisien dan efektif. BSC dapat menjadi alat manajemen agar lebih concern dengan tugas-tugas yang ditangani. Para pimpinan dapat berfikir lebih strategis. Setiap kali membahas BSC pada akhirnya adalah sama dengan membicarakan bagaimana esensi dari pekerjaan tersebut dan ukuran-ukuran yang dirasa tepat untuk mengukur kinerja, karena dalam IKU ada rumusannya. Demikian pula apabila capaian IKU merah, maka manajemen akan berusaha mengatasinya dengan membuat action plan.
terhadap IKU Depkeu Three; (4) Pembahasan hasil reviu Biro Kepatuhan Internal dengan PIC dan perwakilan unit Eselon II; (5) Penandatangan Kontrak Kinerja Depkeu Three. Sementara langkah-langkah untuk pilot project pada dasarnya sama dengan proses Komitmen Pimpinan Terhadap Imple- cascading Depkeu Three, hanya untuk pilot mentasi BSC project lebih ke proses internal di lingkung Komitmen pimpinan terhadap implemen- an Biro Kepatuhan Internal selaku biro tasi BSC sudah baik. Hal ini dapat dilihat yang ditunjuk untuk melaksanakannya. dari kelancaran pelaksanaan penandatanganan Kontrak Kinerja di lingkungan Tantangan sebagai Manajer Kinerja Bapepam-LK. Selain itu, proses pelaporan Sebagai manajer kinerja sebuah unit orcapaian kinerja setiap triwulan juga telah ganisasi yang besar , ada beberapa tantang berjalan dengan baik. an yang harus dihadapi agar implementasi Harapan Implementasi BSC Dengan adanya BSC, diharapkan Bapepam dan LK dapat menggunakan sumber dayanya secara efisien agar menjadi strategic focus organization. BSC bisa dijadikan ukuran kinerja yang mencerminkan kinerja pelaksanaan tugas bagi setiap unit atau individu. Jika itu sudah berjalan dengan baik maka dapat kita gunakan sebagai alat manajemen dalam upaya perbaikan pelaksanaan tugas dan peningkatan kualitas tata kelola di lingkungan Bapepam dan LK. Langkah-langkah Cascading DepkeuThree dan Pilot Project Cascading sampai dengan Pelaksana di tahun 2010 Langkah-langkah yang telah dilakukan hingga terlaksananya cascading Depkeu Three, antara lain, (1) Berkoordinasi deng an PIC unit Eselon II untuk menyusun IKU Depkeu Three di lingkungan unit masingmasing; (2) PIC dan para Kabag di lingkung an unit Eselon II melakukan pembahasan IKU Depkeu Three dan hasilnya disampaikan kepada Biro Kepatuhan Internal; (3) Biro Kepatuhan Internal melakukan review
BSC dapat terlaksana sesuai dengan yang diharapkan, yaitu: (1) Mengingat tugas ini banyak berhubungan dengan masalah koordinasi, maka diperlukan hubungan baik dengan unit-unit lain, Manajer Ki nerja dapat menjadi teman diskusi; (2) Bagaimana membuat IKU menjadi bagian dari pemantauan kinerja, bukan sekedar kewajiban pelaporan; (3) Bagaimana mendorong agar pola pikir “yang penting hijau” itu dapat berubah menjadi bekerja sebaik mungkin dan mengevaluasi apa yang telah saya lakukan untuk menjadikan tujuan organisasi saya tercapai secara lebih efektif dan efisien; (4) Bapepam-LK merupakan unit yang tugasnya bersifat heterogen, oleh karena itu diperlukan pengetahuan yang cukup mengenai masing-masing unit untuk dapat memahami apakah suatu IKU tersebut sudah tepat atau belum; (5) Kami mengharapkan Pushaka selaku SMO dapat memberikan arahan yang jelas setiap kali ada perkembangan sehingga penjelasan kepada seluruh unit dapat memuaskan. Review terhadap IKU seperti yang dilakukan Pushaka beberapa waktu yang lalu sangat bermanfaat. •Andi, Anti, Yoga
9
Wawancara Ketua Bapepam-LK, Ahmad Fuad Rahmany
KINERJA BUKAN HANYA TARGET, TETAPI BEKERJA DENGAN HATI
Sejalan dengan reformasi birokrasi Kementerian Keuangan, hal-hal apa saja yang telah dilakukan BapepamLK dalam rangka reformasi? Reformasi Bapepam-LK salah satunya diawali dengan pembentukan unit kepatuhan internal setara dengan unit eselon II. Untuk organisasi yang cukup besar, kami merasa perlu ada check and balance. Jadi, unit-unit pelaksana yang langsung berhadapan dengan pelayanan masyarakat, perlu dilakukan penilaian apakah mere ka telah bekerja sesuai dengan ketentuan yang ada. Hal ini sama seperti yang diterapkan korporasi dimana terdapat direktur compliance. Perbedaannya adalah compliance yang ada di perusahaan adalah compliance terhadap peraturan-peraturan dari pemerintah, sedangkan di BapepamLK lebih kepada kepatuhan internal.
10
Foto | Yoga Pushaka
P
erkembangan pasar modal dan lembaga keuangan non bank menjadi topik yang cukup menarik diperbincangkan akhir-akhir ini. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) seperti dilaporkan, mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari hari ke hari. Peran pemerintah melalui Bapepam-LK sangat penting sebagai regulator dan pengawas pasar modal dan lembaga keuangan nonbank. Peran penting ini perlu didukung kualitas internal yang memadai menca kup SDM, organisasi, dan teknologi. Pada edisi ini, Tim Buletin Kiner ja berkesempatan mewawancarai Ketua Bapepam-LK, Ahmad Fuad Rahmany, terkait implementasi manajemen kinerja di lingkungan Bapepam-LK. Di tengah jadwal kedinasan yang sangat padat, pria kelahiran Tanah Rentjong ini tetap me nyempatkan diri untuk berbagi pengalaman kepada Tim Buletin Kinerja. Berikut petikan wawancaranya.
Adapun tugas dari Biro Kepatuhan Internal (KI) adalah mengajukan saran atau rekomendasi dan memperbaiki proses bisnis di Bapepam-LK dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakat. Biro KI juga melakukan penilaian apakah SOP yang ada sudah berjalan secara efektif dan efisien. Dengan diterapkannya BSC sebagai tools manajemen kinerja di Kementerian Keuangan, maka Biro KI ditunjuk sebagai unit pengelola BSC level unit eselon I (Depkeu-One). Pada awal penerapannya, Biro KI mendorong tersusunnya Indikator Kinerja Utama (IKU dan Risk Management Profile untuk Bapepam-LK. Hal ini membuktikan bahwa Bapepam-LK adalah organisasi yang telah menerapkan good corporate governance yang modern. Selain proses bisnis, kita juga melakukan peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM). Sejak 3 tahun lalu, kita sudah bekerja sama dengan AusAID terkait Technical Assistance di bidang Human Resource Development Plan, yaitu peren-
canaan SDM. Perencanaan SDM menjadi penting karena menyangkut karir seseorang, termasuk training yang dibutuhkan dan apakah penempatan pegawai sudah sesuai dengan kompetensinya. Perencanaan SDM kita sudah cukup bagus. Sebagai contoh kita melakukan apa yang dikenal dengan graduate programme untuk pegawai baru, dimana mereka harus siap bekerja dari satu biro ke biro lainnya selama setahun. Melalui program ini diharapkan pegawai baru dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan pekerjaan di Bapepam-LK. Selain itu, kita mulai menyusun rencana bagi pegawai yang akan segera menjalani masa pensiun dengan memberikan training. Keba nyakan dari mereka merasa khawatir ketika mendekati masa pensiun, sehingga timbul pemikiran untuk mencari pekerjaan tambahan di luar PNS dan akhirnya dapat mengganggu pekerjaannya. Hal ini yang perlu kita antisipasi agar mereka lebih siap menghadapi masa-masa pensiun tersebut.
Buletin Kinerja - Edisi 6/2010
Foto | Yoga Pushaka
Wawancara
Diperlukan kesadaran bagi setiap orang bahwa pekerjaan apapun harus dilaksanakan dengan sepenuh hati. Hal ini sejalan dengan motto Bapepam-LK “work with passion, and do beyond your duty”, Apa harapan Bapak sebagai pimpinan atas implementasi BSC khususnya pada unit yang Bapak pimpin? Apakah implementasi selama ini sudah memenuhi harapan Bapak? Sejauh ini, implementasi BSC di Bapepam-LK sudah sesuai dengan yang saya harapkan. Artinya pelaksanaan BSC di Bapepam-LK relatif baik, karena semuanya kita lakukan dengan baik. Tentunya peran dari kepala biro sangat pen ting dan kepala biro kami di sini sangat menyadari pentingnya BSC. Dengan ada nya BSC, ukuran kinerja menjadi lebih jelas. BSC merupakan suatu perwujudan konkret dari akuntabilitas publik. Seba gai contoh jangan sampai orang yang yang sudah bekerja dengan baik, dinilai jelek oleh orang lain hanya karena belum ada ukurannya. Namun, perlu diperhatikan, jangan sampai dengan adanya BSC, pemikiran pegawai menjadi semakin sempit. Seorang pegawai membatasi diri dengan hanya menyelesaikan pekerjaan yang terkait dengan IKU, sementara pekerjaan lain diabaikan. Orientasi mereka hanya mencapai target. Hal ini memang bagus, karena mekanisme bekerja lebih fokus terhadap hal-hal yang strategis. Diperlukan kesadaran bagi setiap orang
Buletin Kinerja - Edisi 6/2010
bahwa pekerjaan apapun harus dilaksanakan dengan sepenuh hati. Hal ini sejalan dengan motto Bapepam-LK “work with passion, and do beyond your duty”, yang maknanya “bekerja dengan hati, dan lakukan melebihi kewajiban kita.” Dengan motto ini, kita tumbuhkan kesa daran terhadap setiap pegawai. Hal ini juga kita sampaikan melalui pendekatan agama. Sebagai contoh, anda bekerja dari jam 8 pagi sampai dengan jam 5 sore. Ini merupakan kewajiban anda. Tetapi ketika anda bekerja sampai malam, anggaplah waktu lembur anda itu sebagai sedekah kepada negara. Yang terpenting anda melakukan ini dengan penuh dedikasi yang tinggi. Inti dari contoh di atas menggambarkan bahwa IKU sudah bagus, namun yang terpenting adalah bagaimana kita membudayakan dan menginternali sasikan ke dalam diri kita, sehingga kita dapat bekerja dengan ikhlas. Perkembangan pasar modal dan lembaga keuangan non bank di Indonesia tidak lepas dari peran Bapepam-LK sebagai otoritaspengawas dan regulator. Menurut Bapak, apakah peran tersebut sudah dijalankan secara optimal dan bagaimana pengaruh pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap hal tersebut? Selama ini, SDM menjadi nomor satu di Bapepam-LK. Kami merasa fungsi regulator semakin lama semakin besar. Pelaku-pelaku industri yang diawasi juga semakin besar dan kompleks, sementara Bapepam-LK dalam hal ini selalu ke tinggalan. Oleh karena itu, organisasi ini perlu diperbesar kapasitas tidak hanya secara kuantitas, tetapi juga kualitasnya. Secara kuantitas, kita masih kekurangan SDM. Selain itu, pelaksanaan tugas di Bapepam-LK sudah relatif bagus, walaupun masih ditemukan kasus-kasus terkait manipulasi pasar. Kami cukup menyadari bahwa memang sulit untuk membuat pa sar modal bebas dari manipulasi. Namun, kita akan selalu berusaha menghindari (prevention), bila perlu tindakan depre-
sif yang memerlukan penegakan hukum. Regulasi dan Penegakan hukum menjadi sangat penting. Terkait dengan pembentukan OJK, tentunya akan membuat Bapepam-LK menjadi sebuah lembaga baru karena merupakan penggabungan antara Bapepam-LK deng an Bidang Pengawasan Bank di Bank Indonesia. Struktur organisasi OJK dirumuskan sedemikian rupa sehingga memenuhi semua prinsip-prinsip good corporate governance. Terdapat pemisahan fungsi antara fungsi pengawasan dan fungsi pengaturan, sehingga tercipta check and balance antar fungsi. Tujuannya adalah agar tidak terjadi konflik kepen tingan antar kedua fungsi tersebut. Dengan terbentuknya OJK, sistem rekrutmen pegawai Bapepam-LK akan lebih baik karena bisa dilakukan langsung, sehingga keleluasaan untuk melakukan perubahan di dalam organisasi dan SDM akan lebih baik. Organisasi ini bisa lebih fleksibel, dinamis, dan lebih mudah menyesuaikan diri dengan perkembangan jaman. Adakah hambatan khusus dalam implementasi BSC di unit yang Bapak pimpin? Pada awalnya memang ada resistensi atau keengganan terhadap suatu perubahan. Sesuatu yang baru sering membuat orang enggan karena merasa sudah nyaman dengan zonanya selama ini, sehingga muncul pertanyaan apa itu BSC? sepertinya hanya menambah pekerjaan dan tidak memberikan manfaat bagi mereka. Proses ini perlu dilakukan secara bertahap melalui proses internalisasi. Hambatan lainnya adalah terkait keterbatasan waktu pegawai yang merasa sudah sangat sibuk dengan pekerjaan mereka, ditam bah lagi dengan hasil dari program ini belum kelihatan nyata. Selain itu, penge tahuan dan wawasan tentang BSC yang masih minim sehingga perlu dilakukan sosialisasi berulang-ulang. Dengan demikian diharapkan BSC bisa menjadi bagian dari diri mereka dalam menghadapi pekerjaan. •Rachmad, Azhar, Yoga
11
Artikel
BUDAYA ORGANISASI, PENTINGKAH?
S
eringkali kita melihat perbedaan mencolok antara satu organisasi dengan organisasi lainnya walaupun bidang tugasnya sama. Salah satu unsur yang menjadi pembeda adalah budaya kerja yang dikembangkan oleh organisasi tersebut secara sadar sehingga menciptakan nilai unggulan bagi kemajuan organisasi. Manusia sebagai makhluk sosial dimanapun berada, tentunya akan dipengaruhi oleh budaya seperti nilai dan keyakinan sosial dari masyarakat sehingga menghasilkan budaya masyarakat. Sama halnya yang terjadi dalam suatu organisasi. Deng an masuknya kedalam suatu organisasi, tentu akan dipengaruhi oleh segala nilai, keyakinan dan perilaku yang ada dalam organisasi sehingga menciptakan budaya organisasi. Menurut Osborne & Plastrik (2000),
12
budaya organisasi adalah seperangkat perilaku, perasaan, dan kerangka psikologis yang terinternalisasi sangat mendalam dan dimiliki bersama oleh anggota organisasi. Definisi lain dikemukakan Robbins (2002:247), bahwa budaya organisasi merupakan suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi, suatu sistem dari makna bersama. Dari sejumlah definisi teoritik budaya organisasi (organizational culture/corporate culture), dapat ditarik kesimpulan bahwa definisi budaya organisasi pada intinya merupakan “serangkaian nilai-nilai yang disepakati bersama sebagai jiwa dan ciri pembeda suatu organisasi, dibakukan dan tercermin dalam perilaku tiap-tiap anggota serta gerak-laku organisasi” Peranan budaya kerja ini dapat sebagai daya dorong yang efektif dalam mencapai tujuan sesuai visi dan misi perusahaan. Budaya kerja yang efektif dilaksanakan
dalam suatu perusahaan dapat: a). Menyatukan cara berpikir, berperilaku dan bertindak sehingga menjadi pedoman berperilaku bagi seluruh insan organisasi, b). Mengembangkan rasa memiliki dan jati diri bagi para pegawai, c). Mempermudah penetapan dan implementasi visi, misi dan strategi dalam organisasi, d). Memperkuat ketahanan dalam menghadapi tekanan-tekanan eksternal. Pentingnya kajian terhadap budaya organisasi secara pragmatis dapat dilihat dari peranannya. Veithzal R. (2003:430) mengemukakan bahwa budaya organisasi berperan dalam : menetapkan tapal batas, dalam arti menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organi sasi lainnya; memberikan ciri identitas bagi anggota organisasi; mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas daripada kepentingan individu; dan memandu dan membentuk sikap anggota organisasi. Benarkah budaya organisasi dapat menciptakan kemajuan bagi suatu organisasi? Sesuai dengan riset yang dilakukan oleh John Kotter dan James Heskett dari Harvard Business School pada tahun 1992 terhadap 202 perusahaan dengan mengevalu asi kinerja keuangan perusahaan selama 11 tahun (1997-1988) menemukan bahwa: dibandingkan dengan perusahaan yang berkultur kuat berhasil mendapatkan 571% lebih tinggi dalam operating earnings, memberikan 417% ROI lebih tinggi dan menikmati kenaikan harga saham sebesar 363%. Keberhasilan penerapan kultur organisasi di Indonesia juga terjadi pada perusahaan H.M Sampurna yang di”beli” oleh Philip Morris sebesar $5 Milyar. Padahal nilai buku asset perusahaan tersebut hanya $1 Milyar. Hal ini menunjukan $4 Milyar merupakan harga intangible asset yang salah satu komponennya adalah culture. Salah satu contoh yang dapat diambil adalah Toyota yang mengembangkan Toyota Way yang berisi 14 prinsip bekerja di Toyota, sehingga akhirnya menduduki peringkat tertinggi dalam penjualan mobil dan mengalahkan GM yang sudah 70 tahun menduduki tempat pertama.
Buletin Kinerja - Edisi 6/2010
Artikel Sekarang tinggal bagaimana menjadikan Kemente rian Keuangan yang good menjadi great dibawah seorang great leader yang memiliki great culture. TINGKATAN BUDAYA ORGANISASI Tingkatan budaya organisasi merupakan tingkatan fenomena budaya yang tampak bagi yang mengamatinya dan hal ini dapat berwujud mulai dari tingkatan yang pa ling nyata sehingga dapat dilihat dan dirasakan sampai kepada tingkatan yang tertanam sebagai asumsi yang tidak disadari sebagai hakikat budaya. Lebih jelasnya, Schein (dalam Sweeney & McFarlin, 2002: 336) membagi tingkatan budaya organisasi terdiri atas tiga tingkat atau level sebagai berikut: Artifacts (artefak), berkaitan dengan simbol-simbol, cerita, ritual, dan sebagainya; Values (nilai-nilai), berkaitan dengan apa yang seharusnya, apa yang tidak seharusnya, dan nilai-nilai atau keyakinan yang mendukung; Assumptions (asumsi-asumsi), berkaitan dengan keyakinan mendasar tentang orang-orang atau individu-individu, pandangan mengenai sifat dasar manusia, dan sebagainya. Artefak merupakan peninggalan yang dapat dilihat dan didengar berdasarkan nilai-nilai dan asumsi-asumsi suatu budaya. Nilai-nilai (values) merupakan prinsip sosial, tujuan dan standar yang dianut dalam suatu budaya. Sedangkan asumsi menunjukan apa yang diyakini oleh individu dan mempengaruhi persepsi, cara berpikir dan merasakan sesuatu.
visinya. Selain itu terdapat 5 (lima) faktor penting untuk mensukseskan perubahan budaya organisasi yaitu: 1). Nilai-nilai yang mendukung pencapaian visi yang telah ditetapkan, 2). Motivasi yang mampu memobilisasi dukungan untuk perubahan, 3). Ide dan strategi yang tepat untuk menciptakan lingkungan yang mampu menyuburkan kebersamaan dalam perumusan ide-ide dan strategi untuk mendorong perubahan, 4). Tujuan yang jelas serta selalu dikomunikasikan kepada para anggota organisasi, dan 5). Etik kinerja yang ditumbuhkan dengan sistem remunerasi dan penghargaan yang tepat. Hal tersebut di atas juga sesuai dengan model Burke-Litwin yang menggambarkan salah satu unsur keberhasilan organi sasi adalah kultur organisasi. Model ini menggambarkan bahwa kultur organisasi berkaitan erat dengan kepemimpinan, misi dan strategi organisasi, sistem (peraturan dan prosedur) yang diterapkan, suasana kerja, kebutuhan dan nilai priba di dan lingkungan luar.
HUBUNGAN BUDAYA ORGANISASI DENGAN KINERJA Bagaimanakah hubungan budaya organi sasi dengan kinerja? Budaya organisasi sejatinya dapat mempengaruhi peningkatan kinerja organisasi maupun individu di dalamnya. Hasil penelitian yang dilaksanakan pada banyak organisasi profit dan nirlaba menunjukan adanya pengaruh yang sangat kuat antara budaya organi sasi dengan peningkatan kinerja. Seorang pegawai yang mempunyai inte gritas tinggi, lebih mendahulukan kepen tingan organisasi dengan semua aturan mainnya dibandingkan dengan kebutuhan pribadinya. Pegawai pada front office misalnya akan menjaga dengan sebaik mungkin peraturan dan prosedur yang BAGAIMANA MENGUBAH BUDAYA OR- berlaku dengan tidak melakukan penyimGANISASI pangan sebaik sedikitpun. Syarat yang paling utama untuk menjamin Pegawai pada back office tentu saja akan keberhasilan upaya perubahan budaya or- menjalankan fungsi supporting secara ganisasi adalah kepemimpinan yang kuat prima kepada semua pihak yang dia laya (strong leadership) baik dalam kemampuan ni, sehingga tidak melahirkan prosedur memimpin maupun dalam ketajaman kerja yang berbelit-belit dan memakan
Buletin Kinerja - Edisi 6/2010
waktu lama. Hal ini dilakukan sematamata karena tanggung jawab pribadinya terhadap organisasi lebih besar walaupun pegawai tersebut tidak dilibatkan dalam suatu tim atau diundang konsinyering. Demikian juga dengan nilai-nilai budaya lainnya akan dapat membentuk perilaku dan kebiasaan positif guna mendukung perbaikan proses dan hasil kerja yang optimal. Tentu saja Kementerian Keuangan harus mengidentifikasi nilai-nilai apa saja yang mempunyai pengaruh kuat terha dap peningkatan kinerja organisasi. Hal ini membutuhkan kajian tersendiri deng an menggunakan pendekatan landasan teori yang teruji dan mudah diaplikasikan pada semua kantor di lingkungan Kementerian Keuangan. Saat ini Kementerian Keuangan membutuhkan adanya share values yang berlaku untuk semua unit organisasi dan pegawai baik pusat maupun daerah. Share valu es ini sangat bermanfaat bagi pimpinan dalam mengarahkan pegawainya menuju budaya organisasi yang efektif. Indikator value tersebut tercermin dalam setiap perilaku-perilaku yang sudah didefinisikan dengan jelas sebelumnya. Hal ini juga membantu unit dalam mengukur kompetensi utama yang mesti tumbuh pada setiap pegawai sesuai levelnya masingmasing. Akhirnya pembangunan budaya organisasi tentu saja menjadi penting ketika dampak yang dihasilkan mempunyai korelasi positif dengan peningkatan prestasi kerja. Hal inilah yang dibutuhkan oleh Kemente rian Keuangan ke depan agar organisasi ini lebih baik lagi dari sebelumnya. Hal ini senada dengan istilahnya Jim Collins dalam bukunya Good to Great yang menyatakan bahwa good is the enemy of great. Kementerian Keuangan dengan program reformasi birokrasinya sudah mendapat pengakuan good dari berbagai pihak. Seka rang tinggal bagaimana menjadikan Kementerian Keuangan yang good menjadi great dibawah seorang great leader yang memiliki great culture. • Arif Kurniadi dan Eka Saputra
13
Selingan EDWIN MANANSANG “REFORMASI DAN PENGUKURAN KINERJA BUKAN PEKERJAAN INSTAN”
Pria humoris yang sedang menyelesaikan tahap akhir disertasi ini bukanlah orang asing di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemkeu). Selain sebagai PNS, juga dikenal seba gai entertainer. Mengawali kiprah PNS-nya sebagai auditor di Inspektorat Jenderal dan saat ini bertugas di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Di sela-sela kesibukannya, pria kelahiran Jakarta ini sedikit berbagi cerita kepada Tim Buletin Kinerja terkait penerapan manajemen kinerja pada instansi pemerintah. Pengukuran Kinerja Instansi Pemerintah Selama ini, terdapat stigma di masyarakat bahwa profesi PNS merupakan pekerjaan santai dan aman walaupun dengan pendapatan yang relatif rendah. Masyarakat tetap menganggap bahwa PNS adalah pekerjaan formalitas, banyak PNS masih melakukan kegiatan lain untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Kementerian Keuangan telah menerapkan reformasi birokrasi yang meliputi penataan organisasi, perbaikan proses bisnis dan peningkatan SDM. Salah satu
14
dampak yang dirasakan pegawai dari penerapan reformasi birokrasi adalah pemberian remunerasi untuk meningkatkan kesejahtera an pegawai, dimana diharapkan pemberian remunerasi tersebut dapat meningkatkan kinerja pegawai untuk berdedikasi pada pekerjaannya secara profesional. Selanjutnya, pria berkacamata ini menjelaskan bahwa dengan pemberian remunerasi tersebut, fungsi pengukuran kinerja sangat diperlukan. “Bagaimana kita tahu bila PNS Kemkeu telah bekerja secara profesional bila tidak ada pengukuran kinerja yang menyatakan bahwa PNS tersebut telah berkinerja dengan baik”, tegasnya lebih lanjut. Penerapan Reformasi Birokrasi di Kementerian Keuangan Menurutnya, reformasi birokrasi bukanlah hal yang bersifat instan, tetapi lebih merupakan suatu proses yang berkesinambungan menuju arah yang lebih baik. Dalam proses tersebut, setidaknya terdapat kemajuan, dimana saat ini harus lebih baik daripada masa lalu. Kemkeu membuktikannya deng an pelayanan kepada masyarakat yang terus meningkat terutama pelayananan bea cukai, pajak dan pengelolaan anggaran. Sebagai contoh proses perijinan dan pembayaran pajak yang dilakukan wajib pajak lebih mudah dan sederhana. Namun, dalam perjalanannya pasti ada kekurangan. “Lebih baik melangkah dari pada tidak sama sekali”, tuturnya dengan tegas. Remunerasi Kemkeu Terkait layak atau tidak layaknya Kemkeu
mendapatkan remunerasi, pria yang merupakan alumnus STAN ini menegaskan bahwa setiap pegawai perlu bertanya pada diri sendi ri, layak atau tidak mereka dibayar lebih. Dengan demikian, apabila merasa belum la yak, perlu adanya peningkatan kinerja. “Dan saya pikir ini merupakan kebijakan pimpin an yang baik memberikan remunerasi, deng an demikian kita merasa dituntut untuk lebih baik lagi”, jelasnya dengan tegas. Untuk mendapatkan suatu jabatan tertentu terlebih dahulu dilakukan assesment, fit and proper test. “Pegawai yang berkinerja baik akan mendapatkan promosi ke tempat yang lebih tinggi sehingga memberi motivasi ke dalam dan keluar”, terangnya lebih lanjut. Reformasi Pada Instansi Di Luar Kemkeu Saat ini merupakan era reformasi dimana seluruh instansi pemerintah dituntut melakukan reformasi birokrasi. Permasalahannya adalah kesediaan dan kesiapan masing-masing unit organisasi untuk menerapkannya. Selama ini, suatu instansi lebih kepada meniru gaya manajemen yang dilakukan suatu unit yang telah menerapkan lebih dulu. Jika instansi A menggunakan Balanced Scorecard, maka unit lain mengikutinya. Namun, tidak diperhatikan proses dan pelaksanannya di instansi tersebut. Akibatnya, penetapan standar dan indikator terlalu tinggi sehingga tidak tercapai, ditambah dengan kurangnya pengawasan, penilaian, dan evaluasi. Pada akhirnya program reformasi tersebut menjadi sia-sia. •Andi, Anti, Yoga
Buletin Kinerja - Edisi 6/2010
Selingan Lensa
Training-of-Trainer-Tim-Cascading-BSCKemenkeu,-Agustus-2010
Foto | Yoga Pushaka
Benchmarking-study-Implementasi-BSC Agustus-2010
Review-Cascading-Depkeu-Three September-2010
Foto | Yoga Pushaka
Foto | Yoga Pushaka
Workshop-capacity-building-Eselon-II Agustus-2010
Foto | Yoga Pushaka
Peristiwa
Bang IKU
Buletin Kinerja - Edisi 6/2010
15
Kinerja Mereka
Progress Implementasi Pilot Project Cascading BSC sampai dengan Level individu Tantangan yang timbul dalam proses cascading Dit. Penyusunan APBN sebagai unit pilot project adalah mencari ukuran ideal kinerja DJA, karena pekerjaan yang bersifat makro. Untuk mengatasinya, kami melibatkan seluruh kepala seksi dalam sosialisasi. Selain itu, kami juga berkonsultasi tentang penerapan BSC bagi organi sasi yang tugasnya melakukan analisis proyeksi ekonomi makro dan aktivitas-aktivitas sejenis. Apabila model IKU untuk level Depkeu-Four sudah bisa diterapkan, maka kita tinggal melanjutkan ke level individu. Harapan saya terhadap implementasi BSC, semoga terus berlanjut, dan menemukan bentuk idealnya serta mewakili pekerjaan masing-masing unit. Tentunya, BSC juga perlu dikaitkan dengan reward & punishment, manajemen risiko, dan penerapan performance based budgeting (PBB) dapat segera terwujud.
Foto | Arie Pushaka
Agung Widiadi, Kasubdit. Daduktek P-APBN, DJA
K.M. Nuruddin, Kasi Peraturan, Dit. SUN, DJPU
Foto | Arie Pushaka
Langkah-langkah dalam percepatan proses cascading yaitu melalui sosialisasi BSC, membangun komitmen pimpinan untuk mendukung proses cascading ini, serta melakukan diskusi terbuka yang melibatkan seluruh pegawai dalam rangka penyempurnaan. Hambatan yang sering terjadi pertama kurangnya pemahaman karena BSC merupakan hal baru. Kedua, penyusunan BSC masih menghasilkan jumlah SS dan IKU yang banyak sehingga tidak fokus. Ketiga, kesulitan dalam memilih SS dan IKU yang tepat untuk mendorong peningkatan kinerja. Saya berharap BSC terus dilaksanakan secara berkesinambungan dan didukung komitmen dari semua pihak. Evaluasi juga harus dilakukan secara berkala dan transparan sehinga pegawai termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya.
Proses cascading Depkeu-Two sampai dengan level Depkeu-Five pada Dit. Piutang Negara sudah dilaksanakan dan telah dikontrakkinerjakan. Langkah-langkah yang kami ambil dalam proses ini yaitu memberikan pemahaman melalui internalisasi BSC. Setelah konsepnya selesai disusun, dilakukan pembahasan baik dari intern DJKN maupun dengan Pushaka. Nilai positif dari penerapan BSC adalah kita dapat mendefinisikan kinerja secara lebih terukur, tidak mengawang-awang. Selain itu, proses cascading ini memberikan pemahaman bahwa untuk mencapai sasaran perlu kerja sama dan kontribusi dari semua pegawai.
Foto | Arie Pushaka
Ivan Tauriesanto, Kasi PN I-C, Dit. Piutang Negara, DJKN
Diana Muinarosa, Kasubbag Kepatuhan IIIA, Bapepam-LK
Foto | Arie Pushaka
Penandatanganan kontrak kinerja level individu di Bapepam-LK, khususnya pada Biro Kepatuhan Internal dihadiri oleh Bapak Ketua Bapepam-LK. Hal ini menunjukkan adanya komitmen pimpinan untuk mendukung terimplementasinya suatu program. Hambatan muncul dalam proses pengukuran IKU, misalnya kinerja individu dengan ukuran ketepatan waktu memerlukan log book sebagai alat bantu untuk mengontrol dan mencatatnya. Tetapi ada nilai positif dengan adanya log book tersebut yaitu kita mengetahui pekerjaan kita secara detail. Mungkin yang perlu mendapat perhatian adalah mekanisme atau sistemnya yang belum ideal.
Jawaban SUDOKU edisi 5 Pemenang Kuis Sudoku Edisi 5 Tahun 2010 1. Atmasatriani Mannan, Biro Umum, Setjen 2. Pangkat Sudiandoyo, PPAJP, Setjen 3. Muhammad Arif Rahman Isma, Biro Umum, Setjen 4. Gerda N.A.N Taulu, Biro Transaksi Lembaga Efek, Bapepam-LK 5. Meynar Dwi Anggrainy, Direktorat Hukum dan Informasi, DJKN 6. Wawan Antoni Putra, Direktorat BMN II, DJKN 7. Ahmad Aripin, Biro Kepatuhan Internal, Bapepam-LK 8. Taufik Zaelani, Direktorat Anggaran II, DJA 9. Christina N Pakpahan, Direktorat Penilaian Kekayaan Negara, DJKN 10.Dyah Novitarini Wulansari, Direktorat Hukum dan Informasi,DJKN
16
Buletin Kinerja - Edisi 6/2010