TATA KELOLA WISATA DI DATARAN TINGGI DIENG PROVINSI JAWA TENGAH
PRAMITAMA BAYU SAPUTRO
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
TATA KELOLA WISATA DI DATARAN TINGGI DIENG PROVINSI JAWA TENGAH
PRAMITAMA BAYU SAPUTRO
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN PRAMITAMA BAYU SAPUTRO. E34061021. Tata Kelola Wisata di Dataran Tinggi Dieng Provinsi Jawa Tengah. Di bawah bimbingan E. K. S. HARINI MUNTASIB dan RINEKSO SOEKMADI Perkembangan wisata di Indonesia tidak terlepas dari peran pemerintah, swasta dan masyarakat. Dataran Tinggi Dieng merupakan salah satu daerah tujuan wisata yang ada di Indonesia. Banyak stakeholder dengan beragam kepentingan yang berbeda-beda terlibat dalam pengelolaan Dataran Tinggi Dieng. Sehingga perlu diketahui mekanisme hubungan para stakeholder dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng. Metode pengambilan data yang digunakan adalah wawancara semi terstruktur berdasarkan panduan wawancara kepada informan yang mewakili stakeholder. Data yang diambil adalah identitas stakeholder, besarnya pengaruh dan kepentingan masing-masing stakeholder, keterlibatan masyarakat, kebijakan yang berkaitan dan berita atau isu yang berkaitan dengan Dataran Tinggi Dieng. Data dianalisis menggunakan analisis stakeholder dan analisis isi. Hasil identifikasi menunjukkan terdapat 12 stakeholder yang terlibat dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng. Stakeholder yang termasuk ke dalam key player adalah Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) "Dieng Pandhawa", Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Wonosobo, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Banjarnegara dan Paguyuban Pengemudi Dieng Batur (PPDB). Stakeholder yang termasuk dalam kuadran subject adalah Tim Kerja Pemulihan Dieng (TKPD), Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan (Dispertan) Wonosobo, Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan (Dispertan) Banjarnegara, Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Wonosobo, Dishutbun Banjarnegara dan Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Jawa Tengah. Stakeholder yang termasuk ke dalam kuadran crowd adalah Asosisasi Pedagang Carica (APC) dan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI). Kebijakan yang berkaitan dengan tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng adalah Keputusan Bersama No. 485 Tahun 2002 dan No. 17 Tahun 2002 Bupati Banjarnegara dengan Bupati Wonosobo tentang Kerjasama Pengelolaan dan Pengembangan Kawasan Dataran Tinggi Dieng dan Peraturan Gubernur No. 5 Tahun 2009 tentang Pengendalian Lingkungan Hidup di Kawasan Dataran Tinggi Dieng. Hubungan kerjasama antar stakeholder hanya dilakukan oleh stakeholder yang memiliki kepentingan yang sama. Stakeholder yang telah melaksanakan prinsip-prinsip good governance adalah Pokdarwis "Dieng Pandhawa".
Kata Kunci : Tata Kelola, Wisata, Dataran Tinggi Dieng, Stakeholder, Kebijakan.
SUMMARY PRAMITAMA BAYU SAPUTRO. E34061021. Tourism Governance in the Dieng Plateau, Central Java Province. Under supervision of E.K.S. HARINI MUNTASIB and RINEKSO SOEKMADI. Government, private sectors and the community plays important role in tourism development in Indonesia, as well as in tourism development at Dieng Plateau as one of Indonesia’s tourism destinations. The success of tourism development could not be separated from the relationship mechanism of the stakeholders involved. There are various stakeholders with different interests involved in Dieng Plateau tourism governance. Therefore, identification of relationship mechanism of the stakeholders was important. Data, which was collected through semi-structured interview with informants which represent each stakeholder, included the identity of stakeholders, the level of influence and interests of each stakeholder, community involvement, policies and news or issues related to the Dieng Plateau. Data were analyzed using stakeholder analysis and content analysis. The result showed that there were 12 stakeholders involved in the governance of tourism at Dieng Plateau. Stakeholder analysis had classified the stakeholders involved into the key player, subject, and crowd quadrants. Stakeholders which fell into key player quadrant were Tourism Conscious Group (Pokdarwis) "Dieng Pandhawa", Tourism and Culture Agency of Wonosobo Regency, Culture and Tourism Agency of Banjarnegara Regency, and Dieng Batur Drivers Association (PPDB). Stakeholders which fell into the subject quadrant were Dieng Recovery Working Team (TKPD), Agriculture and Food Crops Agency (Dispertan) of Wonosobo Regency, Agriculture, Animal Husbandry and Fisheries Agency (Dispertan) of Banjarnegara Regency, Forestry and Plantation Agency (Dishutbun) of Wonosobo Regency, Forestry and Plantation Agency (Dishutbun) of Banjarnegara Regency, and Natural Resources Conservation Office (BKSDA) of Central Java Province. Stakeholders which fell into crowd quadrant were the Carica Seller Association (APC) and Indonesian Hotel and Restaurant Association (PHRI). There were two policies related to tourism governance in Dieng Plateau, which were the joint decision No. 485 Year 2002 and No. 17 Year 2002 between Banjarnegara Regent and Wonosobo Regent on the Cooperation in Dieng Plateau Area Management and Development, and the Governor Regulations No.5 Year 2009 on Environmental Control of Dieng Plateau Area. Cooperation was carried out by stakeholders with same interest, which was establishment of ticket price and parking rates. There was only one stakeholder which implemented good governance principles, which was Pokdarwis "Dieng Pandhawa". Keywords: Governance, Tourism, Dieng Plateau, Stakeholder, Policy.
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul "Tata Kelola Wisata di Dataran Tinggi Dieng Provinsi Jawa Tengah" adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan dibimbing oleh dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2011
Pramitama Bayu Saputro E34061021
LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi
: Tata Kelola Wisata di Dataran Tinggi Dieng Provinsi Jawa Tengah
Nama Mahasiswa : Pramitama Bayu Saputro NIM
: E34061021
Menyetujui : Komisi Pembimbing
Ketua,
Anggota,
Prof. Dr. Dra. E.K.S Harini Muntasib, MS
Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc.F
NIP : 195504101982032002
NIP. 196406221988031002
Mengetahui : Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP. 195809151984031003
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T atas rahmat dan hidayah yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Tata Kelola Wisata di Dataran Tinggi Dieng Provinsi Jawa Tengah”. merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi yang berguna bagi berbagai pihak. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih kurang sempurna, oleh karena itu diharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga karya ilmiah ini bisa bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Mei 2011 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Wonosobo pada tanggal 6 Maret 1988 dari pasangan Bambang Subandriyo, S.Pd dan Sri Endrastuti, S.Pd. Penulis menempuh pendidikan di SD N 2 Wonosobo, SMP N 1 Wonosobo, dan SMA N 1 Wonosobo. Penulis diterima di IPB melalui jalur Ujian Saringan Masuk IPB (USMI) pada tahun 2006 dan memilih Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata pada tahun 2007. Selama kuliah, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) sebagai anggota Fotografi Konservasi (FOKA) dan Kelompok Pemerhati Mamalia (KPM) "Tarsius" pada tahun 2008 serta menjadi Ketua FOKA pada tahun 2009. Pada saat aktif di HIMAKOVA, penulis mengikuti beberapa rangkaian kegiatan seperti Gebyar Himakova 2008, Eksplorasi Fauna, Flora dan Ekowisata (Rafflesia) di CA Gunung Simpang (2008) dan CA Rawa Danau (2009), Studi Konservasi Lingkungan (Surili) TN Bukit Baka-Bukit Raya (2008) dan TN Manupeu Tanah Daru (2009) serta sebagai Asisten Peneliti dalam Survey Keanekaragaman Hayati di PT Sukses Tani Nusa Subur, Astra Agro Lestari, Kalimantan Timur (2011). Pada tahun 2011, penulis menjadi pemateri dalam pelatihan desain grafis yang diadakan oleh HIMAKOVA. Untuk mengisi waktu luang, penulis biasa melakukan beberapa kegiatan, yaitu sepakbola, futsal, bermain game, serta mendaki gunung. Penulis melakukan kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Cilacap dan Baturaden pada tahun 2008, Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat pada tahun 2009 dan Praktek Kerja Lapang Profesi di TN Gunung Merbabu pada tahun 2010. Untuk memenuhi gelar Sarjana Kehutanan, penulis melaksanakan penelitian dengan judul "Tata Kelola Wisata di Dataran Tinggi Dieng Provinsi Jawa Tengah" di bawah bimbingan Prof. Dr. Dra. E.K.S. Harini Muntasib, MS dan Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc.F.
UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillahirobbil’alamin. Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih pada berbagai pihak yang telah membantu dalam proses penelitian dan penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi penulis ucapkan kepada : 1. Bambang Subandriyo, S.Pd (Bapak), Sri Endrastuti, S.Pd (Ibu), Rivki Novita Putri (adik) dan Sigit Nova Putra (adik) serta keluarga besar tercinta atas segala bentuk dukungan yang tiada habisnya. 2. Prof. Dr. Dra. E.K.S. Harini Muntasib, MS dan Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc.F selaku dosen pembimbing atas segala arahan dan bimbingan selama penyusunan proposal, penelitian hingga selesainya skripsi. 3. Bapak Dr. Ir Agus Hikmat, M.Sc selaku Ketua Sidang dan Bapak Ir. Ahmad Hadjib, MS selaku dosen penguji. 4. Pemerintah Daerah Wonosobo, Pemerintah Daerah Banjarnegara, TWA Telaga Warna,
Pokdarwis
“Dieng
Pandhawa”,
Asosiasi
Pedagang
Carica,
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia atas segala bantuan dan informasi yang diperlukan dalam penelitian. 5. Seluruh Staff Pengajar, TU dan Bibi di DKSHE yang telah membimbing dan membantu sejak menjadi mahasiswa DKSHE hingga tercapainya gelar Sarjana Kehutanan. 6. Yunus, ToO_cOoL, Dinen, Ijul, Arga, Junef, Avroh, Oby, Muis, Reni, Fiona, Dono, Fitri, AUTIS, FORPUSI, serta Keluarga Besar Cendrawasih 43 atas pengalaman, kebrutalan dan kebersamaan selama ini. 7. Seluruh penghuni tetap maupun penghuni gelap PONDOK WINA. 8. Fela Aditina Puspa Ayu atas kebersamaan, ketidakbersamaan, motivasi dan keribetan yang telah diberikan. 9. Seluruh anggota IKAMANOS IPB, HIMAKOVA, FOKA, KPM-Tarsius. Bogor, Mei 2011 Penulis
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ....................................................................................... i DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii DAFTAR TABEL ............................................................................................. iii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iv DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... v BAB I
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1.2. Perumusan Masalah ...................................................................... 1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................... 1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................ 1.5. Kerangka Pemikiran ......................................................................
1 2 2 3 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pariwisata, Ekowisata dan Prinsip Ekowisata .............................. 2.2. Pelaku Kegiatan Pariwisata ........................................................... 2.3. Kelembagaan dan Kebijakan Pariwisata ....................................... 2.4. Good Governance dan Tata Kelola Wisata Alam ......................... 2.5. Analisis Stakeholder .....................................................................
4 4 5 6 8
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 3.2. Alat dan Bahan .............................................................................. 3.3. Jenis Data ...................................................................................... 3.4. Metode Pengumpulan Data ........................................................... 3.5. Analisis Data .................................................................................
11 11 11 12 15
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Sejarah dan Letak .......................................................................... 4.2. Aksesibilitas .................................................................................. 4.3. Potensi Wisata ............................................................................... 4.4. Sosial dan Budaya .........................................................................
17 17 18 20
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Stakeholder ................................................................. 5.2 Pemetaan Stakeholder .................................................................... 5.3 Mekanisme Kerjasama antar Stakeholder ...................................... 5.4 Kebijakan Pengelolaan Dataran Tinggi Dieng............................... 5.5 Berita dan Isu yang Berkaitan dengan Tata Kelola Wisata di Dataran Tinggi Dieng .................................................................... 5.6 Penerapan Prinsip Good Governance dalam Tata Kelola Wisata di Dataran Tinggi Dieng ............................................................... BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan .................................................................................... 6.2 Saran ..............................................................................................
21 27 40 44 47 48 54 55
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 56 LAMPIRAN ...................................................................................................... 58
DAFTAR TABEL
No
Halaman
1 Matrik pengumpulan data ............................................................................... 13 2 Hasil penghitungan nilai kepentingan ............................................................. 27 3 Hasil penghitungan nilai pengaruh ................................................................. 28 4 Hubungan kerjasama antar stakeholder ......................................................... 40
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1 Kerangka pemikiran ........................................................................................
3
2 Sistem kepariwisataan .....................................................................................
6
3 Matriks kepentingan pengaruh (Reed et al., 2009) ......................................... 10 4 Matriks kepentingan pengaruh (Reed et al., 2009) ......................................... 15 5 Pemetaan stakeholder ..................................................................................... 28 6 Mekanisme hubungan antar stakeholder ........................................................ 41
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1 Panduan wawancara untuk lembaga pemerintahan ......................................... 59 2 Panduan wawancara untuk organisasi non pemerintah ................................... 61 3 Panduan scoring untuk mengetahui tingkat kepentingan ............................... 62 4 Panduan scoring untuk mengetahui besarnya pengaruh ................................. 63
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia yang didukung oleh kekayaan alam, keanekaragaman hayati flora dan fauna, peninggalan sejarah serta keanekaragaman budaya yang memiliki potensi wisata yang sangat besar. Hal ini dikarenakan Indonesia merupakan negara kepulauan yang tersebar di seluruh nusantara. Kegiatan pariwisata yang umum berkembang di Indonesia adalah kegiatan wisata alam. Dataran Tinggi Dieng merupakan salah satu lokasi di Indonesia dengan potensi wisata yang sangat berlimpah, baik wisata alam, wisata sejarah maupun wisata budaya. Dataran Tinggi Dieng telah menjadi daerah tujuan wisata selama puluhan tahun dan dikenal oleh wisatawan domestik bahkan oleh wisatawan mancanegara. Secara administratif, Dataran Tinggi Dieng terletak di enam kabupaten. Hal ini menyebabkan kebijakan masing-masing kabupaten dalam pengelolaan Dataran Tinggi Dieng juga berbeda. Manfaat Dataran Tinggi Dieng sebagai daerah tujuan wisata telah dirasakan oleh berbagai pihak pengelola. Selain memiliki potensi wisata yang melimpah, Dataran Tinggi Dieng juga memiliki hasil pertanian yang sangat melimpah. Tanaman pertanian yang menjadi unggulan daerah tersebut adalah tanaman kentang. Akan tetapi kegiatan pertanian di Dataran Tinggi Dieng kurang memperhatikan manfaat jangka panjang yang berujung pada kerusakan keindahan alam yang ada di Dataran Tinggi Dieng. Perkembangan wisata alam di Indonesia tidak terlepas dari peran pihak pengelola, baik itu pemerintah pusat, pemerintah daerah, LSM, perusahaan swasta, biro jasa wisata serta masyarakat sekitar kawasan wisata. Masing-masing pihak memiliki peran dan kegiatan yang berbeda-beda dalam mengelola kawasan wisata alam. Peran dan adanya kegiatan yang dilakukan oleh pihak-pihak tersebut mencerminkan kepentingan yang dimiliki oleh masing-masing pihak, baik itu untuk tujuan pengembangan wisata maupun untuk tujuan yang lain. Masingmasing pihak juga mempunyai pengaruh terhadap Dataran Tinggi Dieng. Baik itu pengaruh positif maupun negatif terhadap pengembangan wisata di Dataran
2
Tinggi Dieng. Oleh sebab itu, perlu diketahui mekanisme hubungan para pihak dalam pengelolaan Dataran Tinggi Dieng.
1.2 Perumusan Masalah Dataran Tinggi Dieng terletak di Kabupaten Wonosobo, Banjarnegara, Pekalongan, Batang, Kendal dan Temanggung. Hal ini menyebabkan kebijakan yang diberlakukan masing-masing pemerintah daerah pun berbeda. Beragamnya pemahaman dan fungsi dari masing-masing pihak yang terlibat dalam tata kelola wisata Dataran Tinggi Dieng dapat mengakibatkan terjadinya tumpang tindih kepentingan. Sehingga dalam hal ini koordinasi antar pihak sangat penting dalam pengembangan wisata. Penyedia produk dan jasa wisata pun berbeda-beda pada masing-masing kabupaten. Selain itu, perlu diketahui pula sejauh mana masyarakat berperan serta dalam kegiatan pengelolaan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini mengkaji tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng. Hal tersebut dirumuskan ke dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut : 1. Siapa saja yang terlibat dan bagaimana peran masing-masing pihak tersebut dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng? 2. Seberapa besar kepentingan dan pengaruh masing-masing pihak? 3. Kebijakan apa yang diberlakukan oleh masing-masing pemerintah daerah serta bagaimana pelaksanaan dari setiap kebijakan yang diberlakukan? 4. Bagaimana mekanisme hubungan para pihak yang terlibat dalam tata kelola wisata Dataran Tinggi Dieng?
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng yang meliputi: 1. Pihak-pihak yang terlibat serta kepentingan dan pengaruh masing-masing pihak dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng. 2. Kebijakan yang diberlakukan oleh masing-masing pemerintah daerah serta pelaksanaan dari kebijakan tersebut.
3
3. Mekanisme hubungan para pihak dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah diketahuinya tata kelola wisata alam Dataran Tinggi Dieng yang mencakup pihak-pihak yang terlibat, kepentingan dan pengaruh masing-masing pihak, kebijakan yang berlaku serta mekanisme hubungan para pihak dalam pengelolaan pariwisata alam di Dataran Tinggi Dieng. Sehingga dapat menjadi sumber informasi bagi pihak-pihak tersebut untuk menyusun strategi pengelolaan yang lebih baik.
1.5 Kerangka Pemikiran
Gambar 1 Kerangka pemikiran.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata, Ekowisata dan Prinsip Ekowisata Pariwisata adalah aktivitas perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu dari tempat tinggal semula ke daerah tujuan dengan alasan bukan untuk menetap atau mencari nafkah melainkan hanya untuk bersenang-senang, memenuhi rasa ingin tahu dan menghabiskan waktu senggang atau waktu libur (Zalukhu 2009). McIntosh dan Gupta (1980) dalam Pendit (1999) mendefinisikan pariwisata adalah gabungan gejala dan hubungan yang timbul dari interaksi wisatawan, bisnis, pemerintah, tuan rumah serta masyarakat tuan rumah dalam proses menarik dan melayani wisatawan. Undang-undang No. 10 Tahun 2009 mendefinisikan istilah Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah. The International Ecotourism Society (TIES) (2000) dalam Damanik dan Weber (2006) mendefinisikan ekowisata sebagai perjalanan wisata alam yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Beberapa prinsip ekowisata antara lain 1) mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan budaya, 2) kesadaran terhadap lingkungan dan budaya, 3) memberikan pengalaman bagi wisatawan, 4) keuntungan ekonomi untuk kegiatan konservasi, 5) keuntungan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat dengan mengedepankan nilai-nilai lokal, 6) meningkatkan kepekaan terhadap situasi sosial, lingkungan dan politik di daerah tujuan wisata serta 7) menghormati hak asasi manusia dan perjanjian kerja serta mengikuti aturan dan kesepakatan yang berlaku dalam transaksi wisata.
2.2 Pelaku Kegiatan Pariwisata Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud
5
kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah, dan pengusaha (UU No. 10 Tahun 2009). Pelaku dalam kegiatan pariwisata antara lain wisatawan, industri pariwisata, pendukung jasa wisata, pemerintah, masyarakat lokal dan LSM. Industri pariwisata berkaitan dengan penyediaan barang dan jasa pariwisata. Adapun pendukung jasa wisata dapat berupa penyedia jasa fotografi, jasa kecantikan, olahraga, penjualan BBM dan sebagainya (Damanik dan Weber 2006) Usaha Pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata. Sedangkan pengusaha pariwisata adalah orang atau sekelompok orang yang melakukan kegiatan usaha pariwisata (UU No. 10 Tahun 2009). Undang-undang No. 10 Tahun 2009 menyebutkan beberapa mitra kerja pemerintah dan pemerintah daerah dalam pengelolaan wisata, yaitu badan promosi pariwisata pusat dan daerah serta gabungan industri pariwisata Indonesia.
2.3 Kelembagaan dan Kebijakan Pariwisata Steck et al. (1999) dalam Damanik dan Weber (2006) menguraikan mengenai sistem pariwisata. Sebagai suatu aktivitas manusia, pariwisata merupakan fenomena pergerakan manusia, barang dan jasa yang sangat kompleks. Pariwisata terkait erat dengan organisasi, hubungan-hubungan kelembagaan dan individu, kebutuhan layanan, penyediaan kebutuhan layanan dan sebagainya. Pihak-pihak yang terlibat dalam pariwisata harus membangun hubungan kerjasama. Sehingga pihak-pihak pengelola tersebut dapat saling mempengaruhi dan menjalankan fungsi tertentu sehingga pariwisata dapat berjalan semestinya. Kaitan antar pihak tersebut membentuk sebuah sistem pariwisata. Pariwisata muncul dari empat unsur pokok, yaitu permintaan atau kebutuhan, penawaran atau pemenuhan kebutuhan wisata, pasar dan kelembagaan yang berperan untuk memfasilitasi permintaan dan penawaran, serta pelaku yang menggerakkan ketiga elemen tersebut. Hubungan antara unsur pokok dalam sistem kepariwisataan dapat digambarkan ke dalam Gambar 2.
6
Gambar 2 Sistem kepariwisataan (Steck et al. 1999 dalam Damanik dan Weber 2006). Kelembagaan pariwisata diartikan sebagai kebijakan ataupun kegiatankegiatan yang mendukung perkembangan pariwisata. Kebijakan mencakup politik pariwisata yang digagas oleh pemerintah, seperti kebijakan pemasaran, jaminan keamanan, pembebasan visa, dukungan terhadap event budaya, standarisasi produk dan jasa wisata, sertifikasi sumber daya manusia (SDM) dan sebagainya. Pemerintah dapat menarik keuntungan berupa pajak dan retribusi (Damanik & Weber 2006). Pendit (1999) menjelaskan secara khusus bahwa kebijakan pariwisata adalah segala sesuatu tindakan pemerintah dan badan atau organisasi masyarakat yang mempengaruhi kehidupan kepariwisataan.
2.4 Good Governance dan Tata Kelola Wisata Alam UNDP (1997) dalam Widodo (2001) menjelaskan bahwa governance (kepemerintahan) merupakan suatu institusi, mekanisme, proses dan hubungan yang
kompleks
melalui
warga
negara
dan
kelompok-kelompok
yang
mengartikulasikan kepentingannya, melaksanakan hak dan kewajibannya serta menengahi atau memfasilitasi perbedaan diantara mereka. Good governance adalah mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial untuk tujuan pembangunan. Sedangkan good governance adalah
7
mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang substansial dan penerapannya untuk menunjang pembangunan yang stabil secara efisien dan merata (Krina 2003). UNDP (1997) dalam Widodo (2001) menjelaskan secara lebih lanjut mengenai unsur-unsur dalam penyelenggaraan pemerintahan, yaitu : the state merupakan pemerintahan itu sendiri, the private sector merupakan pasar dan sektor swasta serta civil society organization merupakan organisasi masyarakat yang mewakili masyarakat dalam keterlibatannya dengan suatu sistem kepemerintahan. Kemudian Lembaga Administrasi Negara (LAN) (2000) dalam Widodo (2001) mendefinisikan good governance adalah penyelenggaraan pemerintahan yang solid dan bertanggung jawab, efektif dan efisien, dengan menjaga kesinergisan diantara unsur-unsur pemerintahan, yaitu : the state, the private sector dan civil society organization. Lembaga
Administrasi
Negara
(2000)
dalam
Widodo
(2001)
mengemukakan beberapa karakteristik good governance, antara lain : 1. Participation. Masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik itu secara langsung maupun melalui intermediasi institusi atau lembaga yang mewakili kepentingannya. 2. Rule of Law. Kerangka hukum dijalankankan tanpa memberikan toleransi kepada siapapun yang melakukan penyimpangan. 3. Transparency. Transparansi yang dimaksud adalah kebebasan arus informasi. Proses-proses, lembaga-lembaga dan informasi dapat diterima dengan mudah oleh siapa saja yang membutuhkan. 4. Responsiveness. Pelayanan kepada para stakeholder oleh lembaga-lembaga. 5. Consensus orientation. Good governance menjadi perantara untuk beberapa kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas. 6. Equity. Masyarakat mempunyai kesempatan untuk meningkatkan atau menjaga kesejahteraan mereka. 7. Effectiveness and efficiency. Mencapai tujuan sesuai dengan yang telah direncakanan menggunakan sumberdaya yang tersedia.
8
8. Accountability. Tanggung jawab kepada publik 9. Strategic vision. Pemimpin dan publik mempunyai perspektif good governance. Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kata "tata" sebagai aturan (biasa dipakai dalam kata majemuk), kaidah, susunan, sistem. Sedangkan "kelola" berarti
mengendalikan,
menyelenggarakan
(pemerintahan),
mengurus
(perusahaan, proyek). Tata kelola dalam konteks pemerintahan dan pariwisata alam dapat diartikan sebagai aturan, kaidah, susunan atau sistem yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk keperluan wisata alam. Muntasib (2009) menjelaskan bahwa tata kelola pariwisata adalah suatu mekanisme pengelolaan pariwisata alam secara kolaboratif yang melibatkan sektor pemerintah dan non pemerintah dalam suatu usaha yang kolektif. Dalam tata kelola tersebut banyak pihak yang terlibat dimana pihak-pihak tersebut membentuk sebuah hubungan kerjasama, tujuan pengelolaan ditentukan bersamasama serta masyarakat memberikan perannya dalam pengelolaan. Pengelolaan secara kolaboratif didefinisikan sebagai sebuah bentuk resolusi konflik
yang
mengakomodasikan
sikap
bekerjasama
(Tadjudin
2000).
Pengelolaan kolaboratif dapat dikatakan sebagai sebuah situasi dimana beberapa atau semua pihak terlibat dalam aktivitas pengelolaan. Hal ini juga menghasilkan sebuah kesepakatan kerjasama antara para pihak yang terkait dengan menjamin dan memperjelas fungsi, hak serta kewajiban masing-masing pihak dalam sistem pengelolaan tersebut (Borrini & Feyerabend 1995).
2.5 Analisis Stakeholder Reed et al. (2009) mendefinisikan bahwa stakeholder merupakan individu, kelompok atau institusi yang memiliki kepentingan dalam suatu proses atau peristiwa.
Sedangkan
analisis
stakeholder
adalah
suatu
proses
yang
mendefinisikan aspek dari kejadian atau gejala alami dan sosial yang dipengaruhi oleh suatu pengambilan keputusan, mengidentifikasi individu, kelompok dan organisasi yang dipengaruhi atau mempengaruhi aspek atau gejala-gejala tersebut serta prioritas individu atau kelompok atau organisasi dalam keterlibatannya dalam suatu pengambilan keputusan.
9
Lindenberg dan Crosby (1981) dalam Reed et al. (2009) menjelaskan bahwa analisis stakeholder berguna untuk mengidentifikasi stakeholder yang memiliki peran dalam pengambilan keputusan, mengetahui kepentingan dan pengaruh stakeholder, memetakan hubungan antar pihak berdasarkan besarnya pengaruh dan kepentingan masing-masing stakeholder serta pemahaman stakeholder dalam pengembangan organisasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kepentingan mempunyai arti kebutuhan sedangkan pengaruh adalah daya yang dimiliki untuk mengubah keputusan, kebiasaan. Reed et al. (2009) mengkategorikan stakeholder berdasarkan kepentingan dan pengaruhnya menjadi : 1. Key Player Key player merupakan stakeholder yang paling aktif dalam pengelolaan dikarenakan stakeholder tersebut memiliki kepentingan dan pengaruh yang besar. Besarnya kepentingan dan pengaruh stakholder ini mencerminkan bahwa stakeholder dalam kuadran ini mendapatkan manfaat yang besar dan mampu mengendalikan sistem yang telah ada. 2. Subject Subject memiliki kepentingan yang besar, tetapi pengaruhnya kecil. Stakeholder jenis ini mungkin bersifat supportive, tetapi memiliki kapasitas yang kecil untuk mengubah keadaan. Stakeholder ini dimungkinkan akan memiliki pengaruh yang jauh lebih besar jika bekerjasama dengan stakeholder lain. 3. Context Setter Context setter memberikan pengaruh yang besar, tetapi memiliki kepentingan yang kecil. Stakeholder pada kuadran ini mungkin akan memberikan gangguan yang signifikan terhadap suatu system pengelolaan. Sehingga dalam suatu pengelolaan, stakeholder jenis ini harus selalu berdayakan supaya besarmya pengaruh yang dimilikinya tidak digunakan untuk menentang sistem yang telah ada. 4. Crowd Crowd merupakan stakeholder dengan kepentingan dan pengaruh yang kecil. Stakeholder ini akan mempertimbangkan segala kegiatan yang mereka
10
lakukan. Dalam pelaksanaan suatu sistem, stakeholder dalam kuadran ini harus selalu diberikan informasi (keep inform).
Gambar 3 Matriks kepentingan-pengaruh (Reed et al. 2009).
11
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Dataran Tinggi Dieng yang meliputi wilayah Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2010.
3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, panduan wawancara, tape recorder dan kamera. Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah stakeholder yang terlibat dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng.
3.3 Jenis Data Jenis data yang diambil dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua jenis. Adapun jenis data yang diambil adalah sebagai berikut : 3.3.1 Data primer Data primer yang dimaksud dalam penelitian ini adalah data-data yang diperoleh langsung dari informan. Data yang termasuk ke dalam jenis data primer adalah identitas stakeholder yang terlibat, baik itu instansi pemerintahan, swasta maupun organisasi masyarakat serta kepentingan dan pengaruh stakeholder. 3.3.2 Data sekunder Data sekunder yang diambil dalam penelitian ini meliputi undang-undang, peraturan daerah, SK Pemerintah, tupoksi instansi pemerintahan, AD/ART yang dimiliki oleh organisasi masyarakat, rencana pengelolaan yang dimiliki oleh setiap stakeholder serta berita atau isu yang dikeluarkan oleh surat kabar.
12
3.4 Metode Pengumpulan Data Metode penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah : 3.4.1 Data primer 3.4.1.1 Penentuan informan Informan yang menjadi sumber informasi dalam penelitian ini ditentukan sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu untuk mengetahui stakeholder yang terlibat dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng. Informan yang dimaksud merupakan key person dari masing-masing stakeholder, yaitu kepala dinas, direktur perusahaan dan ketua organisasi masing-masing stakeholder atau orangorang yang ditunjuk oleh para pemimpin stakeholder tersebut untuk mewakili stakeholder yang bersangkutan dalam memberikan informasi yang lebih akurat mengenai stakeholder tersebut dalam hubungannya dengan Dataran Tinggi Dieng. 3.4.1.2 Pengumpulan data dari informan Data primer dikumpulkan dengan cara wawancara mendalam (in-depth interview) dengan menggunakan metode wawancara semi-terstruktur. Wawancara dilakukan dengan cara berdiskusi langsung dengan informan sesuai dengan panduan wawancara yang telah dibuat. Informan diberikan kebebasan untuk memberikan informasi secara luas. Adapun panduan wawancara yang digunakan adalah panduan wawancara untuk instansi pemerintah (Lampiran 1) dan panduan wawancara untuk lembaga non pemerintah (Lampiran 2). 3.4.2 Data sekunder Data sekunder dikumpulkan dengan dengan cara penelusuran dokumen. Dokumen tersebut berupa undang-undang, peraturan daerah, SK Pemerintah, tupoksi instansi pemerintahan, AD/ART yang dimiliki oleh organisasi masyarakat serta rencana pengelolaan yang dimiliki oleh setiap stakeholder. Untuk mengetahui isu atau fakta yang terjadi dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng dilakukan dengan cara penelusuran berita yang dikeluarkan oleh surat kabar.
13
Tabel 1 Matriks pengumpulan data No 1
Jenis Data Instansi pemerintahan
‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐
Variabel Identitas stakeholder Aspek yang dikelola Tujuan Kegiatan yang dilakukan Kebijakan atau aturan yang ditetapkan Hubungan dengan stakeholder yang lain
Metode Wawancara menggunakan panduan wawancara instansi pemerintahan (lampiran 1)
2
Lembaga swasta
‐ ‐ ‐ ‐ ‐
Identitas organisasi Bentuk keterlibatan dan aspek yang dikelola Tujuan Kegiatan yang dilakukan Hubungan dengan stakeholder lain
Wawancara menggunakan panduan wawancara lembaga swasta (Lampiran 2)
3
Organisasi masyarakat
‐ ‐ ‐ ‐ ‐
Identitas organisasi Bentuk keterlibatan dan aspek yang dikelola Tujuan Kegiatan yang dilakukan Hubungan dengan stakeholder lain
Wawancara menggunakan panduan wawancara organisasi masyarakat (Lampiran 3)
4
Kepentingan masing-masing pengelolaan dataran tinggi dieng
Aspek kepentingan Manfaat yang diperoleh Sumberdaya yang dimiliki Kapasitas sumberdaya Prioritas kegiatan
Penghitungan nilai kepentingan dengan menggunakan panduan penghitungan nilai kepentingan (Lampiran 4)
5
Besarnya pengaruh masing-masing pihak terhadap ‐ Bentuk keterlibatan pengelolaan dataran tinggi dieng ‐ Kebijakan ‐ Kontribusi ‐ Kerjasama dengan stakeholder lain ‐ Kemampuan yang dimiliki
pihak
dalam ‐ ‐ ‐ ‐ ‐
Penghitungan nilai kepentingan dengan menggunakan panduan penghitungan nilai kepentingan (Lampiran 5)
13
14 Tabel 1 Matriks pengumpulan data (lanjutan) No 6
Kebijakan / aturan
Jenis Data ‐ ‐ ‐ ‐
Variabel Instansi yang mengeluarkan Tujuan Pihak yang dilibatkan dalam implementasi kebijakan Kaitannya dengan Tata Kelola Wisata
7
Berita dan Isu
‐ Media massa yang mengeluarkan ‐ Isi berita/ isu ‐ Kaitannya dengan Tata Kelola Wisata
Metode Penelusuran dokumen
Penelusuran Berita
14
15
3.5 Analisis Data Data yang telah diperoleh dianalisis secara deskriptif menggunakan analisis stakeholder dan analisis isi. 3.5.1 Analisis stakeholder Analisis stakeholder digunakan untuk menganalisis data mengenai stakeholder. Model analisis stakeholder yang digunakan adalah model yang diperkenalkan oleh Reed et al. (2009). Tahapan dalam melakukan analisis stakeholder adalah sebagai berikut : 1. Identifikasi stakeholder dan perannya. 2. Membedakan dan mengkategorikan stakeholder berdasarkan kepentingan dan pengaruhnya. 3. Mendefinisikan hubungan antar stakeholder. Stakeholder dipetakan ke dalam matriks analisis stakeholder berdasarkan besarnya kepentingan dan pengaruh. Besarnya kepentingan dan pengaruh diberi nilai sesuai dengan panduan yang telah dibuat. Untuk menilai besarnya kepentingan digunakan panduan penilaian untuk mengetahui tingkat kepentingan (Lampiran 3) sedangkan untuk mengetahui besarnya pengaruh digunakan panduan penilaian untuk mengetahui besarnya pengaruh (Lampiran 4). Jumlah nilai yang didapatkan oleh masing-masing stakeholder adalah 25 poin untuk besarnya kepentingan dan 25 poin untuk besarnya pengaruh. Setelah diketahui besarnya nilai kepentingan dan pengaruh masing-masing stakeholder dipetakan ke dalam matriks kepentingan pengaruh (Gambar 4).
Gambar 4 Matriks kepentingan-pengaruh (Reed et al. 2009).
16
3.5.2 Analisis isi Analisis isi digunakan untuk menganalisis kebijakan atau aturan-aturan dan berita atau isu yang berkaitan dengan tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng. Analisis isi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui maksud dan tujuan dari adanya kebijakan dan berita/isu serta kaitannya dengan tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng.
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah dan Letak Dieng berasal dari bahasa sansekerta yaitu "Di" yang berarti tempat yang tinggi atau gunung dan "Hyang" dari kata khayangan yang artinya tempat para dewa dewi. Maka dieng berarti daerah pegunungan dimana para dewa dan dewi bersemayam. Secara administratif, Dataran Tinggi Dieng terletak di enam kabupaten, yaitu Kabupaten Wonosobo, Banjarnegara, Temanggung, Pekalongan, Batang dan Kendal. Dataran Tinggi Dieng merupakan dataran tertinggi di Jawa yang terletak pada ketinggian 2. 093 m di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata 100- 150 C. Luas Dataran Tinggi Dieng adalah 619,846 ha, yang dikelilingi oleh gugusan gunung antara lain Gunung Sumbing, Gunung Sindoro, Gunung Perahu, Gunung Rogojembangan serta Gunung Bismo (Tjugianto 2006). Batas-batas administratif Dataran Tinggi Dieng adalah sebagai berikut : 1. Sebelah Utara
: Kabupaten Pekalongan, Batang dan Kendal
2. Sebelah Selatan
: Kabupaten Wonosobo
3. Sebelah Barat
: Kabupaten Banjarnegara
4. Sebelah Timur
: Kabupaten Temanggung
4.2 Aksesibilitas Dataran Tinggi Dieng dapat diakses melalui beberapa jalur. Jalur tersebut adalah melalui Banjarnegara, Batang dan Wonosobo. Namun, diantara jalur-jalur tersebut, yang paling efektif dan efisien adalah melalui Wonosobo. Jarak Dataran Tinggi Dieng dengan pusat pemerintahan Wonosobo adalah 26 km yang dapat dilalui dengan sepeda motor, kendaraan roda empat dan mikro bus. Jalan untuk menuju Dataran Tinggi Dieng tidak dapat dilalui dengan menggunakan bus yang berukuran besar. Hal ini dikarenakan jalan menuju Dieng sangat sempit dengan medan yang berkelok-kelok dan menanjak (Tjugianto 2006).
18
4.3 Potensi Wisata Dataran Tinggi Dieng merupakan objek wisata andalan Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara. Tjugianto (2006) menyebutkan beberapa objek wisata yang ada di Dataran Tinggi Dieng antara lain : 1. Candi Dieng Candi-candi yang berada di Dieng dibangun sebagai tempat pemujaan bagi Dewa Siwa dan Sakti Siwa. Candi-candi tersebut merupakan peninggalan Dinasti Sanjaya yang beragama Hindu Siwa. Dataran Tinggi Dieng merupakan pusat pendidikan Hindu tertua di Indonesia. Jumlah keseluruhan candi yang ada di Dataran Tinggi Dieng adalah delapan buah candi. Candi-candi tersebut adalah Candi Semar, Candi Arjuna, Candi Srikandhi, Candi Sembadra dan Candi Puntadewa yang biasa disebut dengan kompleks Candi Pandawa serta Candi Gathotkaca, Candi Dwarawati dan Candi Bima yang merupakan candi terbesar di Dataran Tinggi Dieng. 2. TWA Telaga Warna-Pengilon TWA Telaga Warna merupakan satu-satunya kawasan konservasi yang terletak di Dataran Tinggi Dieng. TWA ini ditunjuk berdasarkan SK Menteri Pertanian No 740/Kpts/Um/11/1978 pada 30 November 1978 dengan luas 39,5 ha. Telaga Warna-Pengilon merupakan dua buah telaga atau danau yang saling berdekatan. Telaga Warna merupakan sebuah telaga yang memperlihatkan beberapa warna jika terkena cahaya matahari. Sedangkan Telaga Pengilon merupakan telaga yang berkilau seperti pengilon (cermin) jika terkena cahaya matahari. Telaga Warna memiliki beberapa gua kecil di sekitarnya. Gua-gua tersebut antara lain: Gua Semar dengan panjang kurang lebih 4 m yang biasa digunakan untuk bermeditasi, Gua Sumur yang terdapat sumber air suci yang disebut "Tirta Prawitasari" yang biasa digunakan oleh umat Hindu untuk mengadakan upacara ritual Muspe / Mubakti serta Gua Jaran. Selain itu, di dalam kawasan TWA Telaga Warna-Pengilon terdapat Kawah Sikendang. Dinamakan demikian karenakadang-kadang mengeluarkan bunyi seperti kendang.
19
3. Telaga Merdada Telaga Merdada merupakan telaga yang terluas di Dataran Tinggi Dieng. Luas telaga ini kurang lebih 25 m2 dengan kedalam antara 2 - 10 m. 4. Kawah Kawasan Dieng Plateu merupakan area gunung yang masih aktif. Terdapat banyak kawah yang setiap saat mendidih dan mengeluarkan asap putih tebal dengan aroma khas belerang. Salah satu yang terkenal yaitu kawah Sikidang. Disebut Kawah Sikidang karena munculnya kawah di permukaan tanah sering berpindah-pindah. Selain Kawah Sikidang terdapat beberapa kawah lain, yaitu Kawah Candradimuka yang merupakan lubang rekahan yang terus menerus mengeluarkan solfatara dan Kawah Sileri yang merupakan kawah terluas di Dataran Tinggi Dieng. 5. Sumur Jalatunda Sumur ini mempunyai diameter kurang lebih 90 m. Sumur ini merupakan bekas kawah yang telah lama mati dan tergenang air sehingga menyerupai sumur. Berdasarkan kepercayaan penduduk setempat, jika berhasil menyeberangi sumur ini, maka segala keinginan dapat tercapai. 6. Museum Purbakala Museum ini terletak dekat Candi Gatutkaca. Museum ini menyimpan seratus buah temuan lepas yang berasal dari kompleks Candi Dieng berupa arca, relief, komponen bangunan dan prasasti yang umumnya terbuat dari bahan batu andesit. Sampai sekarang belum diketahui secara pasti dari bagian mana temuan lepas itu berasal. 7. Tuk Bimalukar Tuk Bimalukar adalah sebuah mata air dengan pancuran yang terbuat dari batu purba. Nama Bimalukar berasal dari kisah bahwa Sang Bhima Sena melukar (melepas) pakaiannya untuk disucikan. Sedang “tuk” adalah sebuah kata dalam bahasa jawa yang artinya mata air. Mata air ini merupakan mata air utama dari salah satu sungai besar di Jawa yaitu Sungai Serayu.
20
8. Dieng Plateau Theater (DPT) DPT merupakan sarana informasi wisata berupa bioskop yang menyajikan film dokumenter berupa peristiwa alam yang pernah terjadi di Dataran Tinggi Dieng yaitu letusan kawah Sinila pada tahun 1979.
4.4 Sosial dan Budaya 1. Ruwatan Rambut Gembel Daerah Dataran Tinggi Dieng memiliki keunikan yaitu anak berambut gembel. Menurut cerita, anak berambut gembel ini merupakan titipan Kyai Kolodite. Untuk mencukur gembel ini, harus melalui upacara ruwatan. Upacara ini, dilakukan setelah anak gembel tersebut mengajukan permintaan khusus kepada orang tuanya, yang disebut jejaluk. 2. Kesenian Daerah Kesenian daerah merupakan pertunjukkan yang bermanfaat untuk menarik minat wisatawan. Terdapat beberapa kesenian daerah berupa tarian yang terdapat di Kabupaten Wonosobo yaitu Tari Jaran Kepang, Tari Bangilun, Tari Lengger, Tari Cepetan dan Tari Angguk serta sebuah kesenian tradisional yang sangat khas yaitu Kesenian Bundengan.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Stakeholder Berdasarkan hasil wawancara, diperoleh 12 stakeholder dalam pengelolaan Dataran Tinggi Dieng, baik itu organisasi pemerintahan maupun organisasi non pemerintah.
Stakeholder
tersebut
dibedakan
menjadi
stakeholder
yang
mempunyai kepentingan dan memberikan pengaruh secara langsung terhadap kegiatan pariwisata serta stakeholder yang mempunyai kepentingan lain dan memberikan pengaruh secara tidak langsung terhadap kegiatan pariwisata. 5.1.1 Stakeholder yang memiliki kepentingan pada aspek pariwisata dan berpengaruh secara langsung terhadap kegiatan pariwisata di Dataran Tinggi Dieng 1. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Wonosobo Disparbud Kabupaten Wonosobo merupakan salah satu key player dalam tata kelola Dataran Tinggi Dieng yang mempunyai kepentingan pada aspek pariwisata. Meskipun begitu, Dataran Tinggi Dieng bukan satu-satunya daerah tujuan wisata yang harus dikelola oleh Disparbud Kabupaten Wonosobo. Daerah tujuan wisata lain di Wonosobo yang harus ditangani oleh Disparbud antara lain Telaga Menjer dan Air Terjun Sikarim. Adapun objek wisata yang dikelola oleh Disparbud Kabupaten Wonosobo di Dataran Tinggi Dieng adalah Telaga Warna – Pengilon dan DPT. Tugas pokok dan fungsi Disparbud Kabupaten Wonosobo diuraikan di dalam Peraturan Bupati Wonosobo Nomor 17 Tahun 2008. Adapun tugas dari Disparbud Kabupaten Wonosobo adalah melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang pengembangan pariwisata, promosi dan kebudayaan, pengelolaan administrasi dan ketatausahaan serta pengawasan pelaksanaan unit pelaksana teknis dinas. Disparbud Kabupaten Wonosobo tidak memiliki Unit Pelaksana Teknis. Jumlah pegawai yang dilibatkan dalam penanganan Dataran Tinggi Dieng masih mengalami kekurangan dan bukan merupakan orang-orang yang ahli dalam hal pariwisata.
22
2. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Banjarnegara Disbudpar Kabupaten Banjarnegara merupakan salah satu key player dalam tata kelola Dataran Tinggi Dieng yang memiliki kepentingan pada aspek pariwisata. Daerah tujuan wisata yang dikelola oleh Disbudpar Kabupaten Banjarnegara tidak hanya Dataran Tinggi Dieng saja. Daerah tujuan wisata lainnya yang dikelola oleh Disbudpar Kabupaten Banjarnegara adalah Taman Rekreasi Margasatwa Serulingmas. Disbudpar Kabupaten Banjarnegara mempunyai tugas pokok dan fungsi yang tercantum dalam Peraturan Bupati Banjarnegara Nomor 163 tahun 2009 tentang Tugas Pokok dan Fungsi serta Uraian Tugas Jabatan. Adapan tugas pokok Disbudpar Kabupaten Banjarnegara adalah melaksanakan urusan pemerintahan daerah dibidang kebudayaan dan pariwisata yang menjadi kewenangan daerah. Disbudpar Kabupaten Banjarnegara memiliki Unit Pelaksana Teknis (UPT), yaitu UPT Kawasan Wisata Dataran Tinggi Dieng. Tugas Pokok dan Fungsi UPT tersebut diatur dalam Peraturan Bupati Banjarnegara Nomor 185 tahun 2009. Tugas pokok dari UPT Dieng adalah melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang Dinas di bidang penelitian, pengkajian, pembinaan dan bimbingan, pengawasan dan evaluasi serta pengembangan kawasan wisata Dataran Tinggi Dieng. Jumlah seluruh pegawai yang ada di UPT Dieng adalah 37 orang pada tahun 2010. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Disbudpar Kabupaten Banjarnegara secara umum adalah promosi, mengadakan event dan pembinaan terhadap masyarakat di daerah wisata. Kegiatan promosi yang dilakukan adalah melalui website dan leaflet. Event yang diadakan oleh Disbudpar Kabupaten Banjarnegara adalah pemotongan rambut gimbal yang bekerja sama dengan masyarakat setempat.
Sedangkan
pembinaan
terhadap
masyarakat
adalah
melalui
pembentukan Kelompok Sadar Wisata (POKDARWIS) “Dieng Pandhawa”. 3. Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Provinsi Jawa Tengah Keterlibatan BKSDA Jawa Tengah di kawasan Dataran Tinggi Dieng hanya terbatas pada kawasan Taman Wisata Alam Telaga Warna – Pengilon saja. Pengelolaan BKSDA Jawa Tengah di kawasan ini dimulai sejak tahun 1978 dengan adanya SK Menteri Pertanian No 740/Kpts/Um/11/1978 pada 30
23
November 1978 tentang Penetapan Telaga Warna – Pengilon sebagai Taman Wisata Alam dengan luas 39,5 ha. Pengelolaan TWA Telaga Warna – Pengilon sempat diserahkan kepada Perum Perhutani pada tahun 1996. Kemudian pada tahun 2001, izin usaha tersebut dicabut dengan adanya Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 1652/Kpts-II/2001 tentang pencabutan izin pengusahaan pariwisata alam yang diberikan kepada Perum Perhutani pada delapan Taman Wisata Alam di Pulau Jawa. Dengan adanya keputusan tersebut, pengelolaan TWA Telaga-Warna dikembalikan kepada BKSDA. Kegiatan yang dilakukan oleh pengelola TWA Telaga Warna – Pengilon antara lain penataan tapal batas, reboisasi dan patroli pengamanan kawasan. Beberapa fasilitas yang ada di kawasan TWA adalah gedung visitor center, mushola dan toilet. Kerjasama yang dilakukan oleh TWA Telaga Warna – Pengilon adalah dengan Disparbud Kabupaten Wonosobo. Kerjasama yang dilakukan adalah kerjasama dalam hal ticketing. 4. Paguyuban Pengemudi Dieng Batur (PPDB) PPDB merupakan organisasi yang bergerak dalam pemenuhan jasa transportasi. Organisasi ini dibentuk atas dasar kesamaan profesi, yaitu pengemudi bus dengan trayek Wonosobo – Dieng – Batur. Organisasi ini ditetapkan berdasarkan SK Dinas Perhubungan. Jumlah seluruh armada yang terdaftar dalam organisasi ini adalah 14 Perusahaan Otobus (PO) yang terdiri dari 153 anggota. PPDB menetapkan harga sewa untuk memenuhi kebutuhan jasa transportasi dalam kegiatan pariwisata sebesar Rp 350.000,00 tiap unit bus untuk 5 jam. Dari harga sewa tersebut, setiap anggota wajib menyisihkan Rp 25.000,00 untuk kas organisasi. Seluruh uang kas yang dimiliki oleh organisasi nantinya akan dipergunakan untuk membantu anggota dalam hal pengurusan surat ijin mengemudi dan bantuan jika terjadi kecelakaan. 5. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) PHRI merupakan organisasi tingkat nasional, dimana memiliki cabang di berbagai daerah di seluruh Indonesia. Salah satunya adalah pengurus cabang Wonosobo. Organisasi ini merupakan perkumpulan dari pengusaha hotel dan
24
restoran. Tugas dari organisasi ini adalah menyalurkan informasi kepada wisatawan mengenai hotel dan restoran. 6. Kelompok Sadar Wisata (POKDARWIS) “Dieng Pandhawa” Pokdarwis “Dieng Pandhawa” berdiri pada tanggal 27 November 2007 dan ditetapkan oleh Disbudpar Kabupaten Banjarnegara dengan SK Nomor 556/36. a Tahun 2007. Kegiatan Dieng Pandhawa sudah dimulai sejak tahun 2003, akan tetapi bukan sebagai pokdarwis. Pada awalnya, Dieng Pandawa adalah organisasi pemuda di Desa Dieng Kulon. Kegiatan yang dilakukan oleh Dieng Pandhawa mulai memasuki aspek pariwisata sejak tahun 2005, karena Dieng Pandhawa beranggapan bahwa aspek pariwisata adalah masa depan bagi masyarakat Dieng. Visi dari Pokdarwis “Dieng Pandhawa” adalah Terwujudnya Pariwisata Dieng yang bermutu, berdaya saing, dan bermanfaat bagi masyarakat Dieng pada khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya. Sedangkan misi dari Pokdarwis “Dieng Pandhawa” adalah 1) mengembangkan ekowisata demi terciptanya lapangan kerja dan kesejahteraan masyarakat, 2) mengkampanyekan sapta pesona (aman, tertib, sejuk, indah, ramah tamah, kenangan) kepada masyarakat Dieng, 3). meningkatkan SDM masyarakat Dieng terutama hal kepariwisataan, 4). memanfaatkan / menggali potensi SDA Dieng dalam mendukung pariwisata sehingga kedepan bisa lebih baik. Pokdarwis “Dieng Pandhawa” memiliki delapan kelompok kerja (pokja), yaitu pokja souvenir / kerajinan, pokja home industry makanan khas Dieng, pokja home stay, pokja pramuwisata dan angkutan, pokja seni dan budaya, pokja keamanan, pokja agrotourism dan lingkungan hidup serta pokja promosi dan pemasaran. Jumlah anggota dari Pokdarwis “Dieng Pandhawa” adalah 200 orang yang seluruhnya adalah masyarakat Dieng Kulon. Pokdarwis “Dieng Pandhawa” merupakan pokdarwis yang mempunyai prestasi tingkat provinsi. Beberapa penghargaan yang diperoleh Pokdarwis “Dieng Pandhawa” antara lain juara 3 Pokdarwis Tingkat Provinsi pada tahun 2008 dan juara 1 Pokdarwis Tingkat Provinsi pada tahun 2009 melalui program menjadikan desa Dieng Kulon menjadi desa wisata. Pada tahun 2010, Pokdarwis “Dieng Kulon” mengadakan acara yaitu “Dieng Culture Festival”. Acara ini mengangkat
25
citra Dieng sebagai objek wisata yang memiliki nilai kebudayaan yang sangat tinggi. 5.1.2 Stakeholder yang memiliki kepentingan pada aspek lain tetapi memberikan pengaruh secara tidak langsung terhadap kegiatan pariwisata di Dataran Tinggi Dieng 1. Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Wonosobo Dishutbun Kabupaten Wonosobo merupakan stakeholder yang memberikan perhatian terhadap Dataran Tinggi Dieng pada aspek kehutanan. Dengan kondisi Dataran Tinggi Dieng yang semakin kritis, Dishutbun Kabupaten Wonosobo melakukan beberapa kegiatan rehabilitasi lahan baik di kawasan Dataran Tinggi Dieng maupun di kawasan Lembah Dieng. Tugas pokok dan fungsi Dishutbun Kabupaten Wonosobo secara rinci terdapat dalam Peraturan Bupati Wonosobo Nomor 17 tahun 2008. Tugas pokok Dishutbun Kabupaten Wonosobo adalah melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang produksi, perlindungan dan rehabilitasi sumberdaya alam, kelembagaan
dan
usaha,
pengelolaan
administrasi,
ketatausahaan
serta
pengawasan pelaksanaan teknis Unit Pelaksana Teknis Dinas. Wilayah kerja Dishutbun Wonosobo adalah meliputi seluruh kabupaten wonosobo. 2. Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Banjarnegara Dishutbun
Kabupaten
Banjarnegara
merupakan
stakeholder
yang
mempunyai kepentingan di Dataran Tinggi Dieng dalam hal rehabilitasi lahan. Dishutbun Kabupaten Banjarnegara melakukan beberapa kegiatan dengan jangka waktu 5 tahun yang dimulai sejak tahun 2008, misalnya penanaman beberapa jenis pohon di daerah-daerah yang kritis. Tugas pokok dan fungsi Dishutbun Kabupaten Wonosobo secara rinci terdapat dalam Peraturan Bupati Wonosobo Nomor 163 tahun 2009. Tugas pokok Dishutbun Kabupaten Wonosobo adalah melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang kehutanan dan perkebunan yang menjadi kewenangan daerah. 3. Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Wonosobo Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Wonosobo merupakan salah satu stakeholder yang memiliki kepentingan pada aspek pertanian di Dataran Tinggi Dieng. Beberapa kegiatan Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan adalah memberikan pelatihan dan sosialisasi kepada kelompok tani mengenai
26
budidaya tanaman kentang dan batas-batas pengusahaan lahan pertanian pada area-area tertentu, serta inventarisasi hasil pertanian yang ada di Kecamatan Kejajar. Dalam pelaksanaan kegiatannya, Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Wonosobo tidak memiliki bagian atau unit pelaksana teknis yang berkonsentrasi dalam penanganan pertanian di kawasan Dieng. Tugas pokok dan fungsi Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan dijelaskan dalam Peraturan Bupati Wonosobo Nomor 17 Tahun 2008. Tugas pokok dari dinas Pertanian dan Tanaman Pangan adalah melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang sarana dan prasarana, tanaman pangan dan hortikultura serta pengelolaan administrasi, ketatausahaan, pembinaan dan pengawasan pelaksanaan Unit Pelaksana Teknis Dinas. Wilayah kerja dari Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan meliputi seluruh Kabupaten Wonosobo. 4. Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan Kabupaten Banjarnegara Dinas Pertanian, Peternakan dan Tanaman Pangan Kabupaten Banjarnegara memiliki kepentingan pada aspek pertanian, yaitu produksi hortikultura. Dispertan Banjarnegara mengenalkan program “Good Agricultural Practice” kepada masyarakat di kawasan Dataran Tinggi Dieng. Dispertan Kabupaten Banjarnegara mempunyai tugas pokok dan fungsi yang tercantum dalam Peraturan Bupati Banjarnegara Nomor 163 tahun 2009 tentang Tugas Pokok dan Fungsi serta Uraian Tugas Jabatan. Adapan tugas pokok Dispertan Kabupaten Banjarnegara adalah melaksanakan urusan pemerintahan daerah dibidang pertanian, peternakan dan perikanan yang menjadi kewenangan daerah. 5. Tim Kerja Pemulihan Dieng (TKPD)
TKPD ditetapkan secara resmi melalui SK Bupati Wonosobo Nomor 180 / 25/ 2007 pada tanggal 25 Januari 2007. TKPD mempunyai tugas melakukan koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi di antara satuan kerja perangkat daerah Kabupaten Wonosobo dan pihak-pihak terkait dalam upaya pemulihan Kawasan Dieng dalam konteks Daerah Aliran Sungai (DAS) Serayu. TKPD terdiri dari Tim Pengarah dan Tim Teknis, dimana masing-masing tim tersebut mempunyai tugas. Dalam melaksanakan kegiatannya, TKPD dibagi ke dalam beberapa kelompok kerja (Pokja). Pokja tersebut adalah pokja lingkungan, pokja ekonomi, pokja sosial, serta pokja kelembagaan dan legalitas.
27
Kinerja TKPD hingga saat ini masih belum terlihat. Kegiatan yang dilakukan TKPD masih dalam tahap survei dan penyusunan rencana pengelolaan. TKPD dibentuk dengan tujuan agar dapat terwujudnya hubungan kerjasama antar stakeholder yang berbeda kepentingan dalam pengelolaan DAS Serayu pada umumnya dan Dataran Tinggi Dieng pada khususnya. 6. Asosiasi Pedagang Carica (APC) APC merupakan organisasi perkumpulan para pedagang carica yang ada di seluruh Kabupaten Wonosobo. Organisasi ini bergerak dalam hal penyediaan oleh-oleh khas. Organisasi ini belum ditetapkan sebagai organisasi legal, akan tetapi sudah diakui oleh instansi pemerintahan dan organisasi lainnya. APC merupakan organisasi binaan Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Jumlah seluruh UKM yang menjadi anggota APC adalah 25 UKM yang tersebar di seluruh Wonosobo. Kerjasama dengan organisasi lain hanyalah sebatas penyampaian informasi kepada wisatawan mengenai keberadaan lokasi penyedia oleh-oleh khas. 5.2 Pemetaan Stakeholder Stakeholder yang telah teridentifikasi memiliki nilai kepentingan dan pengaruh. Hasil penghitungan nilai kepentingan dan pengaruh tiap stakeholder berdasarkan panduan penilaian (Lampiran 4 dan Lampiran 5). Tabel 2 Hasil penghitungan nilai kepentingan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Nama stakeholder Pokdarwis “Dieng Pandhawa” PPDB TKPD Disbudpar Kabupaten Banjarnegara Dispertan Kabupaten Banjarnegara BKSDA Jawa Tengah Disparbud Kabupaten Wonosobo Dishutbun Kabupaten Wonosobo Dishutbun Kabupaten Banjarnegara Dispertan Kabupaten Wonosobo PHRI APC
I 5 3 5 3 3 3 3 2 2 2 2 2
II 3 4 3 2 3 2 2 3 3 2 1 3
Nilai III 5 5 5 5 5 3 5 5 5 4 3 3
IV 4 5 3 5 4 5 4 3 3 4 3 2
V 5 5 3 3 3 5 2 3 3 3 3 2
Total 22 22 19 18 18 18 16 16 16 15 12 12
Keterangan : I: Aspek kepentingan; II : Manfaat yang diperoleh; III: Sumberdaya; IV: Kapasitas sumberdaya; V: Prioritas kegiatan
28
Tabel 3 Hasil penghitungan nilai pengaruh No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Nama stakeholder Disparbud Kabupaten Wonosobo Disbudpar Kabupaten Banjarnegara PPDB Pokdarwis “Dieng Pandhawa” Dispertan Kabupaten Wonosobo Dispertan Kabupaten Banjarnegara Dishutbun Kabupaten Wonosobo Dishutbun Kabupaten Banjarnegara TKPD BKSDA Jawa Tengah PHRI APC
I 4 4 2 2 3 3 3 3 2 2 2 2
II 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Nilai III 5 5 3 3 3 3 2 2 2 1 1 1
IV 3 3 2 2 1 1 1 1 1 1 2 1
V 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 2 3
Total 18 18 13 13 12 12 11 11 10 9 9 9
Keterangan : I: Keterlibatan; II: Kebijakan; III: Kontribusi; IV: Kerjasama; V : Kemampuan
Stakeholder yang telah diketahui besarnya nilai kepentingan dan pengaruh kemudian dipetakan ke dalam matrik kepentingan-pengaruh. Hasil pemetaan stakeholder adalah sebagai berikut : Keterangan : 1. Disparbud Wonosobo 2. Disparbud Banjarnegara 3. PPDB 4. Pokdarwis "Dieng Pandhawa" 5. Dispertan Wonosobo 6. Dispertan Banjarnegara 7. Dishutbun Wonosobo 8. Dishutbun Banjarngera 9. TKPD 10. BKSDA Jawa Tengah 11. APC 12. PHRI Gambar 5 Pemetaan stakeholder.
29
Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kepentingan sebagai kebutuhan. Stakeholder dengan nilai kepentingan tertinggi adalah Pokdarwis “Dieng Pandhawa” dan PPDB dengan nilai 22 poin. TKPD memiliki nilai 19 poin, Disbudpar Banjarnegara, Dispertan Banjarnegara dan BKSDA Jawa Tengah dengan nilai 18 poin, Disparbud Wonosobo, Dishutbun Wonosobo dan Dishutbun Banjarnegara dengan nilai 16 poin, Dispertan Wonosobo dengan 15 poin serta PHRI dan APC dengan nilai 12 poin. Unsur-unsur penilaian yang digunakan adalah aspek kepentingan, manfaat yang diperoleh, sumberdaya, kapasitas sumberdaya dan prioritas kegiatan. Sedangkan Pengaruh dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti daya yang dimiliki untuk mengubah suatu keadaan. Stakeholder yang memiliki nilai pengaruh tertinggi adalah Disparbud Wonosobo dan Disbudpar Banjarnegara dengan nilai 18 poin. PPDB dan Pokdarwis “Dieng Pandhawa” memiliki nilai pengaruh sebesar 13 poin, Dispertan Wonosobo dan Dispertan Banjarnegara dengan nilai 12 poin, Dishutbun Wonosobo dan Dishutbun Banjarnegara dengan nilai 11 poin, TKPD dengan nilai sepuluh poin, serta BKSDA Jawa Tengah, PHRI dan APC dengan nilai sembilan poin. unsur-unsur yang digunakan untuk penilaian pengaruh adalah keterlibatan, kebijakan, kontribusi, kerjasama dan kemampuan yang dimiliki oleh stakeholder.
5.2.1 Key player Key player merupakan stakeholder yang paling aktif dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng karena stakeholder tersebut memiliki kepentingan dan pengaruh yang besar. Stakeholder ini memiliki pengaruh yang besar untuk mengendalikan pengelolaan Dataran Tinggi Dieng. Selain itu, stakeholder tersebut juga memiliki kepentingan yang besar dalam hal pariwisata, kebudayaan serta transportasi sehingga stakeholder tersebut bersifat supportive dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng. Besarnya kepentingan dari stakeholder tersebut dikarenakan sumberdaya yang dimiliki serta kapasitas sumberdaya tersebut. Di dalam kuadran ini, PPDB memiliki nilai kepentingan yang terbesar tetapi memiliki nilai pengaruh yang terkecil diantara stakeholder yang berada pada kuadran key player.
30
1. Kepentingan Berdasarkan hasil penghitungan nilai kepentingan (Tabel 2) yang dihitung menggunakan panduan penilaian untuk mengetahui nilai kepentingan (Lampiran 3), Disparbud Wonosobo memiliki nilai 16 poin, Disbudpar Banjarnegara memiliki nilai 18 poin serta Pokdarwis “Dieng Pandhawa” dan PPDB dengan nilai masing-msing 22 poin. Perbedaan perolehan nilai tersebut dipengaruhi oleh beberapa unsur penilaian. Disparbud Wonosobo dan Disbudpar Banjarnegara memiliki nilai yang sama yaitu tiga poin, dalam hal aspek pengelolaan, yaitu stakeholder tersebut hanya fokus pada aspek pariwisata dan kebudayaan saja. Bahkan Disparbud Wonosobo dan Disbudpar Banjarnegara cenderung kurang peduli pada aspek lain. PPDB memiliki tiga poin dalam hal ini, yaitu PPDB terlibat dalam aspek Pariwisata dan Transportasi. Sedangkan Pokdarwis “Dieng Pandhawa” memiliki nilai lima poin dalam hal ini karena memiliki kepentingan baik itu pada aspek pariwisata, kebudayaan, pertanian, keamanan, pertanian dan lingkungan hidup serta transportasi. Hal ini terlihat dengan adanya delapan kelompok kerja (pokja) yang dimiliki, yaitu pokja souvenir dan kerajinan, pokja home industry makanan khas, pokja pramuwisata dan angkutan, pokja seni dan budaya, pokja keamanan, pokja agrotourism dan lingkungan hidup serta pokja promosi dan pemasaran. Tata kelola dataran tinggi wisata di Dataran Tinggi Dieng, keempat stakeholder tersebut memperoleh manfaat ekonomi. Perolehan manfaat, Pokdarwis “Dieng Pandhawa” dan PPDB memiliki nilai yang lebih besar, yaitu tiga poin. Pokdarwis “Dieng Pandhawa” tidak hanya mendapatkan keuntungan ekonomi saja, tetapi juga memberikan manfaat sosial bagi masyarakat sekitar dan anggotanya. Hal ini dikarenakan, Pokdarwis “Dieng Pandhawa” aktif dalam tata kelola wisata di Dataran Dieng untuk membantu masyarakat sekitar. Masyarakat yang dimaksud dalam hal ini adalah masyarakat Desa Dieng Kulon. PPDB memberikan manfaat secara sosial, karena tujuan dari organisasi ini adalah untuk saling membantu antar sesama anggotanya. Disparbud Wonosobo dan Disbudpar Banjarnegara memperoleh manfaat ekonomi dengan adanya pengadaan tiket masuk kawasan yang besarnya masing-masing adalah Rp 6.000,-.
31
Nilai yang sama yaitu lima poin juga diperoleh dalam hal sumberdaya yang dimiliki oleh keempat stakeholder tersebut. Seluruh stakeholder tersebut memiliki sumberdaya yang sama, yaitu SDM, dana, fasilitas serta informasi. Dalam hal pemilikan SDM. manajemen SDM pada Disbudpar Banjarnegara lebih baik daripada Disparbud Wonosobo dan Pokdarwis “Dieng Pandhawa”. Perbedaannya adalah penempatan SDM pada Disbudpar Banjarnegara sudah sesuai dengan bidang keahlian masing-masing. Berbeda dengan Disparbud Wonosobo dan Pokdarwis “Dieng Pandhawa” dengan pemilikan SDM yang penempatannya belum sesuai dengan bidang keahliannya. Ketiga stakeholder tersebut memberikan pelatihan terhadap SDM yang dimiliki. Sehingga meskipun penempatan SDM tidak sesuai dengan bidang keahliannya, SDM yang dimiliki oleh
Disparbud
Wonosobo
dan
Pokdarwis
“Dieng
Pandhawa”
dapat
menyesuaikan diri. Bagi Disbudpar Banjarnegara, kualitas SDM yang telah ditempatkan sesuai dengan bidang keahliannya menjadi lebaih baik. Pelatihan yang diberikan kepada SDM yang dimiliki oleh Disparbud Wonosobo dan Disbudpar Wonosobo berasal dari pemerintah pusat. Sedangkan pelatihan yang diperoleh oleh Pokdarwis “Dieng Pandhawa” berasal dari Disparbud Wonosobo dan Disbudpar Banjarnegara dalam bentuk pembinaan secara intensif. Jumlah SDM yang dimiliki oleh Disparbud Wonosobo dan Disbudpar Banjarnegara relatif lebih sedikit atau kekurangan SDM jika dibandingkan dengan Pokdarwis “Dieng Pandhawa” yang memiliki SDM yang lebih banyak. Selain itu, jumlah SDM yang dimiliki oleh Pokdarwis “Dieng Pandhawa” dibagi ke dalam delapan pokja yang dimilikinya. Lain halnya dengan PPDB, SDM yang dimiliki, memliki kesamaan profesi, yaitu sama-sama sopir bus. Jumlah SDM yang dimiliki adalah 153 orang. Masing-masing stakeholder memiliki kantor atau sekretariat, Disparbud Wonosobo memiliki nilai yang terkecil, karena kantor yang dimiliki berada di Kelurahan Wonosobo yang terletak hampir 30 km dari Dataran Tinggi Dieng. Sekretariat yang dimiliki oleh PPDB juga berada di Kelurahan Wonosobo. PPDB memiliki fasilitas berupa armada bus untuk keperluan wisata, yaitu berjumlah 153 unit bus. Lain halnya dengan Disbudpar Banjarnegara yang meskipun lokasi kantor berada di Kecamatan Banjarnegara, akan tetapi Disbudpar Banjarnegara
32
memiliki kantor Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dieng yang berada di Dataran Tinggi Dieng. Sedangkan Pokdarwis “Dieng Pandhawa” memiliki kantor sekretariat di Desa Dieng Kulon yang berada di Dataran Tinggi Dieng. Adanya kantor atau skretariat yang berada di Dataran Tinggi Dieng akan memudahkan stakeholder tersebut dalam melakukan kegiatan di Dataran Tinggi Dieng. Dalam hal pariwisata, keempat stakeholder tersebut merupakan sumber informasi bagi stakeholder lainnya maupun bagi wisatawan yang mengunjungi Dataran Tinggi Dieng. Pokdarwis “Dieng Pandawa” dan PPDB telah mampu mancari dana mandiri. Dana mandiri yang dimiliki Pokdarwis “Dieng Pandhawa” berasal dari keuntungan yang diperoleh dari adanya pokja suvenir dan pokja home industry makanan khas. Selain itu, dana yang dimiliki juga berasal dari keuntungan yang diperoleh dari pengadaan kegiatan, seperti “Dieng Culture Festival” yang diadakan pada 11 Juli 2010. Sumber dana lainnya dari Pokdarwis “Dieng Pandhawa” berasal dari sponsor. Sumber pendanaan yang dimiliki oleh PPDB berasal dari iuran anggota sebesar Rp 2.500,- per orang setiap bulannya dan keuntungan dari penyewaan bus untuk keperluan wisata yaitu sebesar Rp 25.000,dari sewa kendaraan sebesar Rp 350.000,-. Disparbud Wonosobo dan Disbudpar Banjarnegara dalam melakukan kegiatannya hanya mengandalkan dana APBN maupun APBD. Secara umum, dana yang dimiliki oleh masing-masing stakeholder untuk kegiatannya masih kurang. Fokus pengelolaan Pokdarwis “Dieng Pandhawa” dan PPDB memiliki nilai lima poin, diikuti oleh Disbudpar Banjarnegara dengan nilai empat poin serta Disparbud Wonosobo dengan tiga poin. Hampir seluruh kegiatan yang dilakukan oleh Pokdarwis “Dieng Pandhawa” untuk mengembangkan Dataran Tinggi Dieng, terutama Desa Dieng Kulon. Sedangkan fokus PPDB adalah transportasi dari Wonosobo menuju Dataran Tinggi Dieng. Fokus pengelolaan Disbudpar Banjarnegara terbagi ke dalam dua bagian, yaitu objek wisata Seruling Mas dan Dataran Tinggi Dieng itu sendiri. Sedangkan fokus pengelolaan Disparbud Wonosobo terbagi ke dalam beberapa bagian, yaitu objek wisata Telaga Menjer, benda-benda bernilai sejarah yang berada di seluruh Kabupaten Wonosobo, Gelanggang Renang Kalianget dan Mangli serta Dataran Tinggi Dieng.
33
Disparbud Wonosobo dan Disbudpar Banjarnegara memiliki nilai yang sedikit berbeda. Disparbud Banjarnegara memiliki SDM yang jumlahnya lebih besar serta SDM yang dimiliki telah sesuai kompetensinya. Disbudpar Banjarnegara juga memiliki Unit Pelaksana Teknis Dieng, yangmenyebabkan Disbudpar Banjarnegara lebih fokus dalam pengelolaan Dataran Tinggi Dieng. Sehingga Disbudpar Banjarnagera memiliki nilai kepentingan yang lebih besar dibandingkan dengan Disparbud Wonosobo. 2. Pengaruh Berdasarkan hasil analisis stakeholder, diperoleh hasil bahwa Disparbud Wonosobo dan Disbudpar Banjarnegara memiliki pengaruh dengan nilai 18 poin. Sedangkan Pokdarwis “Dieng Pandhawa” dan PPDB memiliki nilai 13 poin. Masing-masing stakeholder memiliki keterlibatan yang berbeda-beda. Disparbud Wonosobo dan Disbudpar Banjarnegara mempunyai nilai keterlibatan sebesar empat poin. Angka tersebut menunjukkan bahwa tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng tidak dapat berjalan tanpa kehadiran, arahan dan pengawasan dari Disparbud Wonosobo dan Disbudpar Banjarnegara namum, Pokdarwis “Dieng Pandhawa” dan PPDB hanya memiliki nilai dua poin,yaitu kedua organisasi tersebut hanya terlibat dalam bentuk kehadiran saja. Keempat stakeholder yang ada di kuadran key player tidak mengeluarkan kebijakan yang dapat mempengaruhi tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng. Disparbud Wonosobo dan Disbudpar Banjarnegara hanya melaksanakan tupoksi, sedangkan Pokdarwis “Dieng Pandhawa” dan PPDB hanya melaksanakan AD/ART yang telah dibuat. Nilai masing-masing stakeholder dalam hal kebijakan adalah tiga poin, karena tidak mengeluarkan kebijakan atau aturan yang dapat mempengaruhi tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng. Kontribusi yang diberikan oleh Disparbud Wonosobo dan Disbudpar Banjarnegara adalah nilai lima poin, yaitu berupa bantuan dana, SDM dan fasilitas. Akan tetapi kontribusi yang diberikan hanya ditujukan pada aspek pariwisata saja. Pokdarwis “Dieng Pandhawa” berkontribusi dalam hal SDM dan dana sehingga nilai yang dimiliki adalah tiga poin. PPDB berkontribusi dalam hal SDM berupa awak bus dan fasilitas berupa bus wisata.
34
Disparbud Wonosobo dan Disbudpar Banjarnegara bekerjasama dalam hal pengadaan tiket terusan serta melakukan pembinaan kepada Pokdarwis “Dieng Pandhawa”. Nilai yang dimiliki oleh Disparbud Wonosobo dan Disbudpar Banjarnegara dalam hal kerjasama masing-masing adalah tiga poin. Sedangkan Pokdarwis “Dieng Pandhawa” adalah dua poin, karena tidak dapat mempengaruhi stakeholder lainnya. PPDB juga memiliki nilai dua poin, karena PPDB melakukan kerjasama dengan beberapa biro perjalanan, seperti FOX, Panorama, Asia Link dan Evergreen. Keempat stakeholder tersebut memiliki kemampuan berupa kewenangan dan perijinaan dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng. Pokdarwis “Dieng Pandhawa” terlibat dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng karena kesadaran dari masyarakat Desa Dieng Kulon dengan membentuk organisasi tersebut. PPDB terlibat dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng karena kesadaran untuk memberikan jasa berupa transportasi untuk keperluan wisata. Sedangkan Disparbud Wonosobo dan Disbudpar Banjarnegara mempunyai kepentingan di Dataran Tinggi Dieng karena melaksanakan tupoksi yang telah ditetapkan.
5.2.2 Subject Subject memiliki kepentingan yang besar, akan tetapi memiliki pengaruh yang kecil untuk mengendalikan atau mengubah suatu keadaan atau peristiwa. Stakeholder dalam kuadran subject memiliki kepentingan-kepentingan seperti kehutanan dan pertanian. Akan tetapi, stakeholder ini memiliki kemampuan yang kecil untuk mengendalikan tata kelola di Dataran Tinggi Dieng. Kecilnya pengaruh yang dimiliki oleh stakeholder dalam kuadran ini dipengaruhi oleh kurangnya kerjasama dengan stakeholder lain serta kurangnya kemampuan untuk mempengaruhi masyarakat untuk melakukan kegiatan pertanian dengan baik. Secara tidak langsung, kegiatan yang dilakukan oleh stakeholder dalam kuadran ini memberikan dampak yang baik terhadap kehidupan pariwisata di Dataran Tinggi Dieng. Stakeholder yang termasuk ke dalam jenis ini adalah Dishutbun Wonosobo,
Dishutbun
Banjarnegara,
Dispertan
Wonosobo,
Dispertan
Banjarnegara, BKSDA Jawa Tengah dan TKPD.
35
1. Kepentingan Berdasarkan hasil analisis stakeholder, diperoleh hasil bahwa stakeholder pada kuadran subject yang memiliki nilai kepentingan tertinggi adalah TKPD dengan nilai 19 poin. Nilai ini lebih besar atau sama dengan stakeholder pada kuadran key player. Stakeholder lainnya dalam kuadran ini adalah BKSDA Jawa Tengah dan Dispertan Banjarnegara dengan nilai 18 poin, Dishutbun Wonosobo dan Dishutbun Banjarnegara dengan nilai 16 poin serta Dispertan Wonosobo dengan nilai 15 poin. Jika dilihat dari aspek yang dikelola oleh masing-masing stakeholder dalam kuadran subject, TKPD mempunyai poin terbesar, yaitu lima poin. Hal ini dikarenakan TKPD memiliki kepentingan hampir pada semua aspek yang ada di Dataran Tinggi Dieng, yaitu pariwisata, pertanian, kehutanan dan lingkungan hidup serta perkebunan. Kemudian Dispertan Banjarnegara dan BKSDA Jawa Tengah dengan nilai tiga poin. Dispertan Banjarnegara mempunyai kepentingan pada aspek pertanian dan pelestarian lingkungan serta BKSDA mempunyai kepentingan pada aspek pariwisata dan pelestarian lingkungan. Dishutbun Wonosobo dan Banjarnegara serta Dispertan Wonosobo hanya mempunyai satu aspek kepentingan saja, yaitu sesuai Dishutbun pada aspek kehutanan serta Dispertan Wonosobo pada aspek pertanian saja. Dishutbun Wonosobo dan Banjarnegara serta Dispertan Banjarnegara memiliki nilai tiga poin dalam hal manfaat yang diperoleh maupun yang diberikan dari keterlibatannya dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng, yaitu manfaat sosial dan mendapatkan kepercayaan publik. TKPD memiliki nilai tiga poin dalam hal manfaat. Akan tetapi TKPD memperoleh manfaat lain, yaitu politik dan kepercayaan publik. TKPD merupakan lembaga yang baru didirikan, sehingga berusaha menarik perhatian stakeholder lain karena tugas TKPD adalah mengkoordinasikan seluruh stakeholder yang memiliki kepentingan di Dataran Tinggi Dieng. Dispertan Wonosobo dan BKSDA Jawa Tengah memiliki dua poin dalam hal manfaat. Dispertan Wonosobo memberikan manfaat sosial bagi masyarakat sedangkan BKSDA Jawa Tengah hanya mendapatkan manfaat secara ekonomi yaitu dengan adanya pemungutan tiket masuk TWA Telaga Warna-
36
Pengilon sebesar Rp 2.000,- yang akan masuk ke dalam kas negara berupa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Ketersedian sumberdaya merupakan salah satu hal yang menjadikan stakeholder dalam kuadran subject memiliki nilai kepentingan yang besar. Dishutbun Wonosobo dan Banjarnegara, Dispertan Banjarnegara, TKPD memiliki nilai lima poin karena memiliki sumberdaya dalam hal SDM, dana, fasilitas dan infromasi. SDM yang dimiliki oleh stakeholder tersebut telah ditetapkan sesuai dengan bidang keahliannya meskipun beberapa stakeholder masih mengalami kekurangan jumlah SDM. Stakeholder yang merupakan instansi pemerintahan, dalam hal pendanaan kegiatan hanya mengandalkan APBN dan APBD saja. Fasilitas yang dimiliki oleh BKSDA Jawa Tengah mempunyai nilai yang paling tinggi, karena memiliki pelaksana teknis di Dataran Tinggi Dieng, yaitu TWA Telaga Warna–Pengilon. Stakeholder lainnya memiliki fasilitas berupa kantor hanya sebatas di pusat pemerintahan masing-masing kabupaten saja. TKPD belum memiliki fasilitas berupa kantor secara tetap. Pusat kegiatan TKPD masih dilakukan bersama dengan Bappeda Wonosobo. Penyampaian informasi dari pemerintah pusat ke masyarakat maupun dari masyarakat ke pemerintah pusat dilakukan dengan baik oleh Dishutbun dan Dispertan masing-masing kabupaten. Informasi yang dimiliki oleh BKSDA Jawa Tengah hanya sebatas informasi tentang pariwisata di dalam kawasan TWA Telaga Warna – Pengilon saja. TKPD memiliki informasi yang lebih besar dibandingkan dengan stakeholder lainnya. Informasi yang dimiliki oleh TKPD bersifat umum, yaitu mencakup semua aspek pengelolaan di DAS Serayu termasuk Dataran Tinggi Dieng karena merupakan sumber mata air bagi Sungai Serayu yang bermuara di Selat Nusakambangan, Cilacap. Sesuai dengan tugas yang dimiliki oleh TKPD, informasi yang dimiliki tersebut disampaikan kepada stakeholder-stakeholder yang memiliki kepentingan terhadap DAS Serayu. Fokus pengelolaan masing-masing stakeholder dalam kuadran ini besarnya berbeda-beda. BKSDA Jawa Tengah memiliki nilai tertinggi, yaitu lima poin. Seluruh kegiatan yang dilakukan BKSDA Jawa Tengah melalui TWA Telaga Warna-Pengilon hanya fokus di dalam kawasan Telaga Warna saja.
37
Stakeholder lainnya dalam kuadran subject ini tidak menjadikan Dataran Tinggi Dieng sebagai fokus pengelolaannya. Dishutbun Wonosobo dan Banjarnegara, Dispertan Wonosobo dan Banjarnegara serta TKPD memiliki nilai tiga poin dalam hal fokus pengelolaan. Stakeholder tersebut memiliki wilayah kerja yang luas. Dishutbun dan Dispertan memiliki wilayah kerja di seluruh wilayah masing-masing kabupaten sedangkan TKPD dengan wilayah kerja sepanjang DAS Serayu. Akan tetapi fokus pengelolaan stakeholder tersebut terhadap Dataran Tinggi Dieng masih lebih besar dibandingkan dengan kegiatannya di wilayah selain Dataran Tinggi Dieng. Hal ini dikarenakan kesadaran dari stakeholder-stakeholder tersebut bahwa Dataran Tinggi Dieng merupakan kawasan penyangga bagi wilayah-wilayah di bawahnya yang harus selalu dijaga kelestariannya. 2. Pengaruh Besarnya pengaruh yang dimiliki oleh masing-masing stakeholder dalam kuadran subject adalah Dispertan Wonosobo, Dispertan Banjarnegara dengan nilai 12 poin, Dishutbun Wonosobo dan Dishutbun Banjarnegara dengan nilai sebelas poin, TKPD memiliki nilai sepuluh poin serta BKSDA Jawa Tengah memiliki sembilan poin. Dispertan dan Dishutbun masing-masing kabupaten memiliki nilai tiga poin dalam hal keterlibatan, yaitu berupa pengawasan dan aturan. Salah satu aturan yang ditetapkan adalah larangan kegiatan bertani pada kemiringan lereng yang curam. Tetapi masyarakat kurang peduli terhadap aturan tersebut. Sedangkan stakeholder lainnya di dalam kuadran subject hanya memiliki nilai dua poin dalam hal keterlibatan. Bentuk dari keterlibatannya adalah kehadiran masing-masing stakeholder tersebut di dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng. Seluruh stakeholder yang berada dalam kuadran subject tidak mengeluarkan kebijakan yang dapat mengubah tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng. Instansi pemerintah yang masuk ke dalam kuadran ini hanya melaksanakan tupoksi dan menjalankannya sesuai dengan tujuannya masing-masing. Kontribusi
yang
diberikan
oleh
Dishutbun
Wonosobo,
Dishutbun
Banjarnegara dan TKPD hanyalah SDM, sehingga nilai yang dimiliki adalah dua poin. Dispertan Wonosobo dan Dispertan Banjarnegara berkontribusi dalam hal
38
SDM dan fasilitas. SDM yang diberikan oleh Dispertan berbentuk penyuluh pertanian. Stakeholder yang berada di dalam kuadran subject tidak melakukan kerjasama dengan stakeholder lain, baik dengan stakeholder di dalam kuadran itu sendiri maupun di luar kuadran subject. Seluruh stakeholder di dalam kuadran ini memiliki nilai kemampuan sebesar tiga poin, yaitu memiliki kewenangan dan perijinan untuk terlibat dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng.
5.2.3 Crowd Crowd merupakan stakeholder dengan kepentingan dan pengaruh yang kecil. Stakeholder ini akan mempertimbangkan segala kegiatannya untuk terlibat lebih jauh dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng. Stakeholder yang berada di dalam
kuadran crowd memiliki kepentingan dan pengaruh yang sangat kecil. Stakeholder yang berada pada kuadran ini adalah APC dan PHRI Cabang Wonosobo (PHRI Wonosobo). 1. Kepentingan Berdasarkan hasil analisis stakeholder, besarnya nilai kepentingan APC dan PHRI Wonosobo adalah 12 poin. perbedaannya adalah APC memiliki kepentingan pada aspek perdagangan sedangkan PHRI Wonosobo pada aspek pariwisata. Dalam hal manfaat yang diperoleh, APC memiliki nilai lebih besar, yaitu tiga poin. sedangkan PHRI Wonosobo hanya mendapatkan nilai satu poin yang berarti bahwa PHRI Wonosobo tidak mendapatkan manfaat apapun dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng. APC memperoleh manfaat secara ekonomi, yaitu dari hasil penjualan oleh-oleh khas Wonosobo. Oleh-oleh tersebut berupa sirup carica dan keripik jamur. Selain itu, APC juga bermanfaat sosial bagi anggota-anggotanya. Masing-masing stakeholder memiliki nilai yang sama dalam hal sumberdaya, yaitu tiga poin. APC memiliki sumberdaya berupa dana dan fasilitas. Dana yang dimiliki oleh APC berasal dari keuntungan yang diperoleh dalam penjualan oleh-oleh dan bantuan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Wonosobo. Fasilitas yang dimiliki oleh APC berupa alat yang digunakan untuk mengolah carica dari bahan mentah menjadi produk siap saji.
39
Kondisi dari alat tersebut tergolong masih baru yang merupakan bantuan dari Disperindag Wonosobo. SDM yang dimiliki oleh APC sangat terbatas. Sumberdaya yang dimiliki oleh PHRI Wonosobo berupa fasilitas dan informasi. Fasilitas yang dikelola oleh PHRI Wonosobo adalah 20 unit hotel dan restoran dari kelas melati I hingga hotel bintang 4. Informasi yang dimiliki oleh PHRI Wonosobo berupa informasi tentang wisata di Dataran Tinggi Dieng. SDM yang dimiliki oleh PHRI Wonosobo hanya satu orang yang bertugas sebagai koordinator bagi para pengusaha hotel-hotel dan restoran-restoran yang ada di Wonosobo. Kedua stakeholder pada kuadran ini tidak menjadikan Dataran Tinggi Dieng sebagai fokus kegiatannya. PHRI Wonosobo memiliki nilai tiga poin dan APC hanya dua poin. Para pengusaha hotel dan restoran memiliki hotel yang tersebar di seluruh Kabupaten Wonosobo. Sedangkan fokus kegiatan APC hanya berjualan makanan khas saja. APC memiliki anggota yang tersebar di wilayah Kabupaten Wonosobo, hanya beberapa anggota saja yang berjualan di Dataran Tinggi Dieng. 2. Pengaruh Berdasarkan hasil analisis stakeholder besarnya nilai pengaruh yang dimiliki oleh APC adalah sebesar sembilan poin, sedangkan PHRI adalah sembilan poin. Keterlibatan kedua stakeholder ini hanyalah sebatas kehadiran dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng. Sehingga dalam hal keterlibatan, kedua stakeholder ini memiliki nilai dua poin. Kedua stakeholder ini juga sama-sama memiliki nilai dua poin dalam hal kebijakan, karena tidak melaksanakan
kebijakan
dari
siapapun.
Kedua
stakeholder
ini
hanya
melaksanakan kegiatan berdasarkan AD / ART-nya sendiri. Kontribusi kedua stakeholder ini terhadap tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng hampir tidak ada, sehingga hanya memiliki nilai satu poin dalam hal kontribusi. Dalam hal kerjasama, PHRI memiliki nilai dua poin, karena PHRI sering bekerjasama dengan biro perjalanan. Sedangkan APC tidak melakukan kerjasama apapun dengan stakeholder lain, sehingga nilai yang dimiliki dalam hal kerjasama adalah satu poin, dalam keterlibatannya di tata kelola wisata di Dataran Tinggi. Dieng PHRI hanya memiliki nilai dua poin, karena hanya memiliki kemampuan berupa perijinan, sedangkan APC memiliki nilai tiga poin karena
40
memiliki kemampuan berupa perijinan dan kesadaran untuk ikut serta dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng.
5.3 Mekanisme Kerjasama antar Stakeholder Hubungan kerjasama antar stakeholder yang berbeda kepentingan sangat kecil, bahkan dapat dikatakan tidak ada. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya koordinasi antar stakeholder yang mempunyai kepentingan yang berbeda. Stakeholder yang mempunyai kepentingan pada aspek pariwisata kurang peduli terhadap aspek lain yang ada di Dataran Tinggi Dieng. Hubungan kerjasama antar stakeholder disajikan dalam Tabel 4 berikut ini : Tabel 4 Hubungan kerjasama antar stakeholder No
Bentuk kerjasama
1
Pungutan tiket masuk dan parkir kawasan Dataran Tinggi Dieng berupa Tiket Terusan
2
Pembinaan Pokdarwis “Dieng Pandhawa”
3
Pembinaan “APC”
4
Pembinaan kepada beberapa kelompok tani
5
Pembinaan kepada beberapa kelompok tani
Stakeholder yang melakukan kerjasama - Disparbud Wonosobo - Disbudpar Banjarnegara - BKSDA Jawa Tengah - Pokdarwis “Dieng Pandhawa” - Disparbud Wonosobo - Disbudpar Banjarnegara - Pokdarwis “Dieng Pandhawa” - Disperindag Kabupaten Wonosobo - APC - Dispertan Kabupaten Wonosobo - Kelompok Tani “Manunggal” - Kelompok Tani “Sprayer” ‐ Dispertan Banjarnegara ‐ Asosiasi Penangkar Benih Kentang
6
Kerjasama dibidang transportasi
- PPDB - Biro Perjalanan
Tujuan Meningkatkan kenyamanan wisatawan
Memberikan pengarahan kepada Pokdarwis “Dieng Pandhawa” Memberikan pengarahan dan bantuan alat kepada APC Memberikan pelatihan dan pengarahan dalam penggunaan lahan dan pertanian di kawasan Dataran Tinggi Dieng Memberikan pelatihan dan pengarahan dalam menangkarkan benih kentang Memperoleh keuntungan dalam hal persewaan bus.
41
Mekanisme hubungan antar stakeholder tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 6 Mekanisme hubungan antar stakeholder.
1. Kerjasama Tiket Masuk Objek Wisata dan Tarif Parkir Kerjasama berupa pengadaan tiket masuk yang dilakukan oleh Disparbud Wonosobo, Disbudpar Banjarnegara dan BKSDA Jawa Tengah diberlakukan mulai tanggal 10 September 2010. Sebelum ditetapkannya kerjasama ini, Disparbud Wonosobo, Disbudpar Banjarnegara dan BKSDA Jawa Tengah melakukan pungutan secara terpisah untuk masing-masing objek wisata. Disbudpar Banjarnegara menetapkan tarif retribusi berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Banjarnegara Nomor 8 Tahun 2005 tentang Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga, Disparbud Kabupaten Wonosobo menetapkan tarif retribusi berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga, sedangkan BKSDA menetapkan tarif berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 1997 tentang Penerimaan
42
Negara Bukan Pajak (PNBP). Hal ini menimbulkan ketidaknyamanan bagi wisatawan, sehingga antara Disparbud Wonosobo, Disbudpar Banjarnegara dan BKSDA Jawa Tengah berinisiatif untuk melakukan kerjasama. Kerjasama ini merupakan kerjasama dalam menentukan harga tiket terusan dan bagi hasil dari penetapan harga tiket terusan tersebut. Total harga tiket yang diberlakukan dalam kerjasama tersebut adalah Rp 14.000,00 untuk wisatawan nusantara dan Rp 50.000,00 untuk wisatawan mancanegara. Objek wisata yang dapat dikunjungi dengan tiket tersebut adalah Kompleks Candi Pandhawa, Kawah Sikidang, Dieng Plateau Theatre dan TWA Telaga Warna-Pengilon. Pembagian hasil dari tiket terusan tersebut adalah Rp 6.000,00 (wisatawan nusantara) dan Rp 20. 000,00 (wisatawan mancanegara) untuk Disbudpar Kabupaten Banjarnegara dengan objek wisata Candi Pandawa dan Kawah Sikidang, Rp 6.000,00 (wisatawan nusantara) dan Rp 20.000,00 (wisatawan mancanegara) untuk Disparbud Kabupaten Wonosobo dengan objek wisata Dieng Plateau Theatre dan Telaga Warna serta Rp 2.000 (wisatawan nusantara) dan Rp 10.000,00 (wisatawan mancanegara) untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang ditetapkan oleh BKSDA dengan objek TWA Telaga Warna-Pengilon. Selain dalam hal penetapan tiket masuk objek wisata dalam bentuk tiket terusan, Disparbud Kabupaten Wonosobo dan Disbudpar Kabupaten Banjarnegara menetapkan tarif retribusi berupa tarif parkir. Jumlah tarif parkir yang harus dibayarkan oleh wisatawan setiap mengunjungi satu objek wisata adalah Rp 1.000,- untuk kendaraan roda dua, Rp 2.000,- untuk kendaraan roda 4 dan Rp 3.000,- untuk kendaraan roda 6 atau lebih. Petugas parkir diserahkan kepada Pokdarwis “Dieng Pandhawa” melalui pokja keamanan yang dimilikinya. 2. Pembinaan kepada Pokdarwis “Dieng Pandhawa” dan APC Pembinaan dilakukan oleh Disparbud Wonosobo dan Disbudpar Wonosobo. Pembinaan yang dilakukan adalah dalam bentuk pelatihan pembuatan souvenir khas, pelatihan guide dan pramuwisata serta pelatihan keamanan. Selain itu, Pokdarwis “Dieng Pandhawa” mengadakan pelatihan bersama dengan Pusat Studi Pariwisata (PUSPAR) Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta. Hasil pelatihan-pelatihan yang dilakukan, Pokdarwis “Dieng Pandhawa” sukses meraih penghargaan juara III Pokdarwis tingkat Jawa Tengah pada tahun 2008, juara I
43
Pokdarwis tingkat Jawa Tengah dengan program pengembangan Desa Dieng Kulon menjadi desa wisata pada tahun 2009, serta pada tahun 2010 mendapat penghargaan dari kementrian kebudayaan dan pariwisata melalui PNPM Mandiri. Pembinaan kepada APC dilakukan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Wonosobo. Bentuk pembinaan yang dilakukan berupa pelatihan pengolahan industri carica dari bahan mentah hingga menjadi makanan khas yang siap dijual. Disperindag Wonosobo juga memberikan bantuan berupa peralatan yang digunakan untuk membuat makanan khas tersebut. 3. Pembinaan kepada Kelompok Tani Pembinaan dilakukan oleh Dispertan masing-masing kabupaten. Dispertan Wonosobo melakukan pembinaan kepada kelompok tani “Manunggal” dan “Sprayer” sedangkan Dispertan Banjarnegara memberikan pembinaan kepada Asosiasi Penangkar Benih Kentang. Pembinaan yang dilakukan umumnya adalah dalam bentuk seminar dan pelatihan, serta pemberian bantuan berupa alat-alat pertanian. Dispertan Banjarnegara memiliki program yang bernama Good Agricultural Practice (GAP). Program tersebut berisi tentang cara-cara bertani dengan baik serta batasan-batasan dalam melakukan kegiatan pertanian. Program GAP kurang mendapat perhatian dari masyarakat. 4. Kerjasama Transportasi Kerjasama dalam bidang transportasi dilakukan antara PPDB dengan beberapa biro perjalanan. Beberapa biro perjalanan yang melakukan kerjasama dengan PPDB antara lain FOX, Panorama, Asia Link dan Evergreen. Biro-biro perjalanan tersebut membawa wisatawan dari luar Kabupaten Wonosobo. FOX merupakan biro perjalanan yang sering membawa wisatawan mancanegara. Birobiro perjalanan tersebut menggunakan bus besar untuk menuju Kabupaten Wonosobo. Jalan yang dilalui untuk menuju Dataran Tinggi Dieng tidak dapat dilalui dengan menggunakan bus berukuran besar, sehingga PPDB menyewakan bus-bus berukuran kecil (mikro bus) untuk menuju Dataran Tinggi Dieng. Selain itu, PPDB juga memiliki sopir yang mempunyai kemampuan berbahasa inggris dengan baik dan memiliki pengetahuan tentang Dataran Tinggi Dieng yang lebih baik dibandingkan pemandu wisata yang dimiliki oleh biro perjalanan dari luar
44
Wonosobo. Dengan memiliki kemampuan tersebut, sopir-sopir mikro bus yang dimiliki PPDB mendapatkan penghasilan tambahan.
5.4 Kebijakan Pengelolaan Dataran Tinggi Dieng 1. Keputusan Bersama No. 485 Tahun 2002 dan No. 17 Tahun 2002 Bupati Banjarnegara dengan Bupati Wonosobo tentang Kerjasama Pengelolaan dan Pengembangan Kawasan Dataran Tinggi Dieng Kebijakan ini ditetapkan bersama-sama antara bupati Wonosobo dan Banjarnegara pada 1 Agustus 2002 atas dasar bahwa Dataran Tinggi Dieng terletak di wilayah Kab. Wonosobo dan Kab. Banjarnegara serta memiliki potensi alam dan budaya yang dapat dimanfaatkan sebagai daya tarik bagi wisatawan, potensi pertanian dan hutan lindung yang dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat. Sehingga perlu dilakukan kerjasama pengelolaan dan pengembangan kawasan Dataran Tinggi Dieng. Pasal 2 dan pasal 3 menjelaskan bahwa beberapa kegiatan yang menjadi pokok kerjasama adalah 1) bidang pariwisata dan kebudayaan yang meliputi kegiatan promosi terpadu, pengelolaan produk wisata dan budaya dan pengembangan produk wisata, budaya dan penunjangnya, 2) konservasi alam dan cagar budaya, meliputi rehabilitasi dan pengelolaan kawasan hutan, lahan pertanian dan cagar budaya, 3) bidang sarana dan prasarana, meliputi pengadaan, pemeliharaan dan peningkatan sarana dan prasarana perhubungan dan failitas umum, 4) bidang pertanahan, meliputi inventarisasi dan penyelesaian status kepemilikan tanah serta pemetaan tanah, 5) bidang pemberdayaan masyarakat, yaitu memfasilitasi pembentukan kelompok masyarakat, peningkatan kemampuan kelompok dan penguatan kelompok, 6) bidang keamanan, yaitu penanganan keamanan akbiat bencana alam dan ulah manusia, dan 7) bidang pendanaan, meliputi penyediaan dana lewat APBD masing-masing yang seimbang dan upaya bersama menggali dana dari sumber-sumber dalam maupun luar forum. Pasal 4 dalam kebijakan ini menjelaskan bahwa bentuk kerjasama yang dimaksud adalah dalam bentuk forum. Peserta dari forum ini adalah dewan penasehat yaitu wakil bupati dan sekretaris daerah serta pelaksana yaitu semua instansi yang terkait dengan aspek pengelolaan yang telah disebutkan. Tugas pokok dari forum tersebut adalah (a) dewan penasehat bertugas memberikan
45
arahan dan mengambil kebijakan serta bertanggung jawab atas pelaksanaan pengembangan kawasan, dan (b) Pelaksana bertugas mengkoordinasikan, merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan program-program pengelolaan dan pengembangan kawasan. Jangka waktu kerjasama tersebut adalah 5 tahun. Beberapa stakeholder yang dilibatkan dalam Pengelolaan Dataran Tinggi Dieng dalam kebijakan ini antara lain Disparbud, Dipertan dan Dishutbun. Masing-masing stakeholder tersebut mengelola sesuai bidangnya masing-masing. Setelah jangka waktu pelaksanaan kebijakan tersebut berakhir, tidak diadakan tindak lanjut. Sehingga kedua kabupaten kembali melaksanakan kebijakannya masing-masing dalam pengelolaan Dataran Tinggi Dieng sesuai dengan kepentingan masing-masing. 2. Peraturan Gubernur No. 5 Tahun 2009 tentang Pengendalian Lingkungan Hidup di Kawasan Dataran Tinggi Dieng Peraturan ini ditetapkan oleh Gubernur Jawa Tengah pada 23 Januari 2009. Dasar ditetapkannya peraturan ini adalah bahwa Dataran Tinggi Dieng sebagai kawasan lindung dan kawasan budidaya telah mengalami penurunan kualitas akibat pencemaran dan kerusakan yang dapat mempengaruhi kelangsungan fungsi lingkungan dan pembangunan daerah. Selain itu, potensi Dataran Tinggi Dieng perlu didayagunakan secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat disertai dengan upaya pengendalian lingkungan hidup yang serasi, selaras dan seimbang sehingga dapat bermanfaat secara berkelanjutan. Tujuan dari pengendalian lingkungan hidup di Dataran Tinggi Dieng adalah 1) menjaga kelestarian fungsi kawasan lindung dengan tetap memperhatikan pengembangan fungsi kawasan budidaya secara rasional dan berkelanjutan, 2) menjamin tetap berlangsungnya konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, 3) menjamin tetap berlangsungnya pelestarian nilai-nilai kearifan lokal, budaya lokal serta benda cagar budaya, 4) mencegah dan menanggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, 5) mencegah dan menanggulangi serta meminimalkan dampak terjadinya bencana gas beracun dan gerakan tanah longsor, 6) menjamin tetap berlangsungnya kegiatan sektor pertanian, pariwisata, permukiman, industri dengan tetap memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup, 7) memulihkan kondisi sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang rusak dan tercemar dengan menerapkan budidaya yang ramah lingkungan agar berfungsi
46
sesuai dengan peruntukkannya, 8) mencegah perkembangan kegiatan budidaya yang tidak ramah lingkungan dan mengembalikan fungsi kawasan lindung secara bertahap dan 9) pengembangan sikap, perilaku dan budaya masyarakat yang selaras dengan upaya memanfaatkan, memelihara, menjaga, melestarikan serta melindungi sumberdaya alam dan lingkungan hidup bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Wilayah yang dimaksud dalam peraturan ini adalah kawasan Dataran Tinggi Dieng yang meliputi enam kabupaten, yaitu: Wonosobo, Banjarnegara, Temanggung, Batang, Kendal dan Pekalongan. Beberapa stakeholder yang dilibatkan dalam peraturan ini adalah Badan Lingkungan Hidup, Dinas Pertanian Kabupaten Wonosobo dan Banjarnegara, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Wonosobo dan Banjarnegara, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah, Balai Konservasi Sumberdaya Alam Provinsi Jawa Tengah, Dinas Pariwisata Kabupaten Wonosobo dan Banjarnegara, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Wonosobo, Banjarnegara, Pekalongan dan Batang serta Perum Perhutani. Pasal 5 dan dan pasal 6 pada peraturan ini membagi kawasan Dataran Tinggi Dieng ke dalam dua kawasan, yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung terdiri dari 1) kawasan yang memberikan perlindungan kawasan di bawahnya, 2) kawasan perlindungan setempat, 3) kawasan pelestarian alam, 4) kawasan cagar budaya, 5) kawasan rawan bencana alam dan 6) kawasan lindung lainnya yaitu sebagai perlindungan plasma nutfah. Sedangkan kawasan budidaya terdiri dari 1) kawasan hutan produksi terbatas, 2) kawasan produksi tetap, 3) kawasan hutan rakyat, 4) kawasan pertanian, 5) kawasan pertambangan, panas bumi dan wilayah cekungan bawah tanah, 6) kawasan pembangkit listrik tenaga panas bumi, 7) kawasan pariwisata, 8) kawasan permukiman, 9) kawasan perkebunan dan 10) kawasan waduk/telaga. Dilihat dari pengamatan di lapangan, tujuan-tujuan tersebut belum seluruhnya tercapai. Hal tersebut dikarenakan, peraturan ini masih tergolong baru. Selain itu, sosialiasi peraturan yang masih kurang, sehingga beberapa stakeholder masih ada yang belum mengetahui tentang adanya peraturan ini.
47
5.5 Berita dan Isu yang Berkaitan dengan Tata Kelola Wisata di Dataran Tinggi Dieng Berita dan isu dalam penelitian ini menggambarkan kondisi tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng. Berita dan isu diperoleh dari surat kabar Suara Merdeka (SM). SM merupakan salah satu media masa yang memberitakan tentang Jawa Tengah. Berita mengenai Dataran Tinggi Dieng yang dimuat dalam harian SM sebagian besar berisi tentang kondisi lingkungan di Dataran Tinggi Dieng yang sangat memprihatinkan. Sehingga perlu kerjasama dari berbagai pihak dalam penyelamatan Dataran Tinggi Dieng. Artikel yang berjudul "Penyelamatan Dieng Perlu Kesamaan Persepsi 6 Daerah" bulan Januari 2008 memberitakan bahwa persepsi masing-masing daerah dalam pengelolaan Dataran Tinggi Dieng masih berbeda-beda. Dalam artikel tersebut ditegaskan bahwa permasalahan di Dataran Tinggi Dieng sangatlah kompleks. Tidak hanya masalah konservasi, tetapi masalah lainnya seperti pariwisata, kebudayaan dan pertanian. Tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng terinci dengan cukup jelas dalam artikel SM yang berjudul "Sinergi Pengelolaan Dataran Tinggi Dieng” pada November 2009 yang ditulis oleh Miskiyya. Artikel tersebut menggambarkan kekecewaan wisatawan ketika mengunjungi Dataran Tinggi Dieng. Dataran Tinggi Dieng dikenal memiliki keindahan alam. Akan tetapi keindahan alam di Dataran Tinggi Dieng dirusak oleh kumuh dan kotornya daerah tersebut. Pengunjung hanya menyaksikan candi sebagai bangunan tua yang roboh tanpa memiliki nilai prasejarah sama sekali. Selain itu, retribusi, baik itu tiket masuk maupun tarif parkir, untuk mengunjungi masing-masing objek wisata juga kurang diatur dengan baik. Diperlukan kerjasama yang baik antara Pemda Kabupaten Wonosobo dengan Kabupaten Banjarnegara. Kondisi Dataran Tinggi Dieng yang memprihatinkan kembali muncul dalam pemberitaan SM. Dalam Artikel dengan judul "Diperlukan Langkah Pengamanan Dieng" pada Maret 2010, Gubernur Jawa Tengah, H. Bibit Waluyo, menyatakan sangat miris terhadap kondisi Dataran Tinggi Dieng. Gubernur Jawa Tengah menyatakan bahwa untuk mengamankan kawasan Dataran Tinggi Dieng hanya diperlukan kegiatan penghijauan. Selain itu, petani juga dihimbau untuk tidak hanya menanam kentang saja tetapi juga ikut melestarikan lingkungan dengan
48
tanaman keras. Kepedulian dan kesadaran dari masyarakat sangat penting dalam upaya pengamanan Dataran Tinggi Dieng. Artikel dalam harian SM seringkali memuat tentang bencana yang sering terjadi di Dataran Tinggi Dieng, yaitu tanah longsor, kekurangan air bersih, degradasi lahan, ancaman gunung berapi dan menurunnya kualitas hasil pertanian. Bencana yang paling menjadi perhatian adalah tanah longsor. Salah satu bencana tanah longsor terjadi pada 20 Januari 2010 yang mengakibatkan beberapa orang meninggal dunia serta terputusnya jalur transportasi dari Wonosobo menuju Dieng. Putusnya jalur transportasi tersebut mengakibatkan menurunnya produktivitas pertanian maupun pariwisata.
5.6 Penerapan Prinsip Good Governance dalam Tata Kelola Wisata di Dataran Tinggi Dieng Menurut Lembaga Administrasi Negara (2000) dalam Widodo (2001) good governance memiliki beberapa karakteristik, yaitu: participation, rule of law, transparency, responsiveness, consensus orientation, equity, effectiveness and efficiency, accountability, strategic vision. 1. Participation Masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik itu secara langsung maupun melalui intermediasi institusi atau lembaga yang mewakili kepentingannya. Berdasarkan hasil pengamatan, dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng, beberapa stakeholderyang melibatkan masyarakat dalam kegiatannya adalah Pokdarwis “Dieng Pandhawa”, Dishutbun Wonosobo dan Dishutbun Banjarnegara, Dispertan Wonosobo dan Dispertan Banjarnegara serta APC. Pelibatan masyarakat yang dilakukan oleh Dishutbun Wonosobo dan Banjarnegara sangatlah kecil, yaitu hanya sebatas mengajak masyarakat untuk melakukan penanaman pohon peneduh di pinggir jalan. Dispertan Wonosobo dan Dispertan Banjarnegara sangat kecil intensitasnya, hanya sebatas sosialisasi dan pelatihan. Komunitas masyarakat yang dilibatkan oleh Pokdarwis “Dieng Pandhawa” adalah masyarakat Desa Dieng Kulon. Pokdarwis “Dieng Pandhawa” berusaha memberikan pemahaman kepada masyarakat Desa Dieng Kulon bahwa pariwisata merupakan masa depan bagi masyarakat Dataran Tinggi Dieng. Pokdarwis “Dieng
49
Pandhawa” bermaksud memulai segala bentuk kegiatannya mulai dari lingkup yang kecil, yaitu masyarakat Desa Dieng Kulon saja. Hal ini dikarenakan, Pokdarwis “Dieng Pandhawa” merupakan organisasi yang dibentuk oleh para pemuda Desa Dieng Kulon. Bentuk
kegiatan yang dilakukan adalah
pengembangan industri makanan khas berskala rumah tangga, kerajinan khas Dieng, pengembangan agrotourism serta kesenian dan kebudayaan Dieng. Masyarakat yang semula gemar menanam kentang diajak untuk berubah menjadi menanam carica. Selain bermanfaat secara ekonomi, tanaman carica juga bermanfaat secara konservasi. Oleh karena itu, Pokdarwis “Dieng Pandhawa” mengembangkan industri rumah tangga berupa pengolahan carica dan makanan khas lainnya seperti keripik jamur. Harapannya, kegiatan yang dilakukan oleh Pokdarwis “Dieng Pandhawa” dan masyarakat Desa Dieng Kulon dapat menjadi contoh dan ditiru oleh masyarakat di Dataran Tinggi Dieng dan sekitarnya. APC melibatkan masyarakat dalam bentuk pembelian bahan-bahan pembuatan oleh-oleh khas, yaitu buah carica. Seperti halnya Pokdarwis “Dieng Pandhawa”, APC melibatkan masyarakat masih dalam skala yang kecil. APC mendorong sekelompok masyarakat di Dataran Tinggi Dieng untuk menanam carica. Hal ini dikarenakan, masih sulit mengubah citra masyarakat Dieng terhadap kentang. APC bermaksud membuka peluang pasar bagi petani carica, karena selama ini pasar buah carica masih belum terbuka. Harapannya, peluang pasar bagi para petani carica terbuka lebar, sehingga petani ketang dapat beralih menjadi menanam carica. 2. Rule of Law Kerangka hukum dijalankan tanpa memberikan toleransi kepada siapapun yang melakukan penyimpangan. Seluruh stakeholder yang berbentuk instansi pemerintahan memberlakukan aturan-aturan bagi PNS secara tegas. Bagi PNS yang melakukan pelanggaran, instansi pemerintahan terkait memberikan sanksi mulai dari peringatan hingga dilakukan mutasi atau bahkan diberhentikan sebagai PNS. Dalam melakukan mutasi, instansi pemerintahan melakukannya dengan hati-hati, karena PNS belum tentu melakukan pelanggaran karena faktor-faktor internal dari PNS itu sendiri, tetapi juga disebabkan oleh faktor-faktor eksternal yang menyebabkan PNS tersebut bekerja kurang optimal.
50
Kerangka hukum yang diberlakukan di organisasi swasta hampir sama dengan instansi pemerintahan, yaitu mulai dari diberikannya peringatan atau teguran hingga diberhentikan dari status keanggotaan. Contoh nyata dari pemberlakuan kerangka hukum adalah pada PPDB. PPDB memberikan sanksi berupa larangan mengemudi bagi sopir yang ketahuan secara diam-diam menyewakan busnya untuk keperluan wisata. Biasanya, sopir tersebut menyewakan bus dengan harga sewa yang lebih murah, misalnya Rp 250.000,00 dari harga normalnya yaitu Rp 350.000,00 Sopir yang menyeleweng tersebut dapat dipastikan tidak akan membayar iuran wajib Rp 25.000,00 yang diwajibkan jika busnya disewa untuk keperluan wisata. 3. Transparency Transparansi yang dimaksud adalah kebebasan arus informasi. Dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng, informasi mengalir dengan baik. Baik itu dari pemerintah ke masyarakat maupun sebaliknya. Adapun arus informasinya adalah dari pemerintah pusat memberikan informasi kepada pemerintah daerah, kemudian pemerintah daerah memberikan informasi tersebut kepada masyarakat. Begitu juga sebaliknya aliran informasi dari masyarakat ke pemerintah pusat adalah melalui pemerintah daerah. Akan tetapi, arus informasi dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng hanya berjalan bagi stakeholder-stakeholder yang mempunyai kepentingan yang sama. TKPD diharapkan dapat menjadi instansi pemerintah yang menyalurkan informasi kepada stakeholder-stakeholder yang berbeda kepentingan. Berdasarkan hasil pengamatan, Pokdarwis “Dieng Pandhawa” merupakan stakeholder yang paling efektif dalam menyalurkan informasi kepada masyarakat. 4. Responsiveness Masing-masing stakeholder memberikan pelayanan kepada stakeholder lainnya. Berdasarkan hasil penelitian, tidak terlihat adanya pelayanan kepada stakeholder lain yang memiliki kepentingan yang berbeda. Pelayanan hanya sebatas kepada stakeholder yang memiliki kepentingan yang sama. Dalam tata kelola wisata Dataran Tinggi Dieng, kegiatan saling melayani hanya terlihat antara Disbudpar Banjarnegara, Disparbud Wonosobo, dan Pokdarwis “Dieng Pandhawa" dalam bentuk pembinaan kepada Pokdarwis "Dieng Pandhawa".
51
5. Consensus orientation Good governance menjadi perantara untuk beberapa kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas. Berdasarkan hasil analisis stakeholder, stakeholder yang memiliki nilai tertinggi dalam hal aspek kepentingan di DataranTinggi Dieng adalah Pokdarwis “Dieng Pandhawa” dan TKPD. Kedua stakeholder tersebut merupakan stakeholder yang masih tergolong baru, yaitu berdiri pada tahun 2007. TKPD memiliki tugas mengkoordinasikan stakeholder-stakeholder yeng mempunyai kepentingan di sepanjang DAS Serayu dimana mata Sungai Serayu berada di Dataran Tinggi Dieng. Sedangkan Pokdarwis "Dieng Pandhawa" memiliki divisi (cluster) yang masing-masing divisi mewakili kepentingan yang berbeda-beda. 6. Equity Masyarakat mempunyai kesempatan untuk meningkatkan atau menjaga kesejahteraan mereka. Masyarakat mendirikan beberapa organisasi untuk dapat ikut terlibat dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng. Organisasiorganisasi tersebut adalah PPDB, APC dan Pokdarwis “Dieng Pandhawa”. Pemerintah memberikan dukung kepada organisasi-organisasi tersebut dengan cara memberikan legalitas terhadap organisasi-organisasi tersebut, memberikan pelatihan dan memberikan bantuan alat-alat yang dibutuhkan. Selain dalam bentuk organisasi, masyarakat juga mempunyai kebebasan untuk mengelola tanah yang mereka miliki menjadi lahan pertanian kentang. Akan tetapi, kebebasan yang dimiliki masyarakat kurang bertanggung jawab. Lahanlahan pertanian yang digarap oleh masyarakat merambah masuk ke lahan-lahan milik negara. Hampir seluruh lahan yang ada di Dataran Tinggi Dieng dan sekitarnya dirubah menjadi lahan pertanian kentang oleh masyarakat. Bahkan pada lahan-lahan yang seharusnya tidak ditanami tanaman pertanian pun ikut digarap, misalnya lahan-lahan dengan kemiringan yang curam. Oleh karena itu, berkembanglah isu-isu tentang kerusakan lahan. 7. Effectiveness and efficiency Setiap stakeholder dalam good governance berusaha untuk mencapai tujuan sesuai dengan yang telah direncakanan menggunakan sumberdaya yang tersedia. Seluruh stakeholder yang memiliki kepentingan dan pengaruh dalam tata kelola
52
wisata Dataran Tinggi Dieng memiliki tujuan yang berbeda-beda dalam keterlibatannya. Tujuan tersebut tertera di dalam TUPOKSI masing-masing dinas pemerintahan dan rencana kegiatan masing-masing organisasi masyarakat. Walaupun dengan sumberdaya yang kurang memadai, masing-masing stakeholder berusaha untuk mencapai tujuan dengan efektif dan efisien. Berdasarkan hasil penelitian, beberapa kendala sumberdaya yang paling banyak dihadapi oleh masing-masing stakeholder adalah keuangan, kurangnya jumlah SDM, SDM yang ditempatkan tidak sesuai dengan bidang keahliannya serta fasilitas. Seringkali, tujuan-tujuan yang telah ditetapkan tidak tercapai karena masalah kurangnya sumberdaya, baik itu dana, SDM maupun fasilitas. 8. Accountability Lembaga Administrasi Negara (2000) dalam Widodo (2001) menjelaskan bahwa akuntabilitas merupakan kewajiban perorangan atau sekelompok orang dalam suatu organisasi untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumberdaya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Bentuk pertanggungjawaban setiap penggunaan sumberdaya yang telah digunakan dalam rangka mencapai suatu tujuan, masing-masing stakeholder membuat laporan keuangan setiap akhir tahun maupun membuat laporan kegiatan dan
laporan
pertanggungjawaban
untuk
setiap
kegiatan-kegiatan
yang
dilaksanakan. 9. Strategic Vision Stakeholder diharapkan memiliki perspektif good governance dan pengembangan manusia yang luas dan jangka panjang. Setiap stakeholder yang terlibat dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng menerapkan prinsip ini dalam bentuk memberikan pelatihan kepada SDM yang dimilikinya untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan yang dimiliki. Instansi pemerintahan biasa meningkatkan kualitas SDM dengan cara melakukan study banding. Pengembangan SDM yang dilakukan oleh stakeholder non-pemerintahan biasanya dilakukan dengan adanya pelatihan dan seminar yang diberikan oleh instansi pemerintahan yang bersangkutan.
53
Stakeholder yang terlibat dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng belum seluruhnya melaksanakan prinsip good governance. Stakeholder yang telah melaksanakan seluruh prinsip good governance tersebut adalah Pokdarwis "Dieng Pandhawa". Akan tetapi, wewenang yang dimiliki oleh Pokdarwis "Dieng Pandhawa" tidak sebesar yang dimiliki oleh instansi pemerintahan lainnya. Sehingga keberadaan Pokdarwis "Dieng Pandhawa" kurang berpengaruh dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng. Stakeholder yang potensial dapat menjalankan seluruh prinsip good governance dengan baik adalah TKPD. TKPD merupakan stakeholder masih baru, yaitu baru dibentuk pada tahun 2007. Prinsip yang telah dijalankan oleh TKPD adalah rule of law dan consensus orientation. Dengan dijalankannya prinsip consensus orientation berarti TKPD telah menjadi perantara bagi beberapa kepentingan yang berbeda. Hal ini sesuai dengan tujuan dibentuknya TKPD adalah untuk mengkoordinasikan, mengintegrasikan dan mensinergiskan kinerja perangkat daerah di Kabupaten Wonosobo dan pihak-pihak lainnya yang terkait dalam upaya pemulihan Kawasan Dieng dalam konteks Daerah Aliran Sungai (DAS) Serayu.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Teridentifikasi sebanyak 12 stakeholder yang terlibat dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng. Stakeholder tersebut termasuk ke dalam kuadran key player, subject dan crowd. Stakeholder yang termasuk ke dalam kuadran key player adalah 1) Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Wonosobo, 2) Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Banjarnegara, 3) Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) “Dieng Pandhawa” dan 4) Paguyuban Pengemudi Dieng Batur (PPDB). Stakeholder dalam kuadran key player mampu mengendalikan arah pengelolaan dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng. Stakeholder yang berada dalam kuadran subject adalah 1) Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Provinsi Jawa Tengah, 2) Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Wonosobo, 3) Dishutbun Banjarnegara, 4) Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan (Dispertan) Wonosobo, 5) Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan (Dispertan) Banjarnegara dan 6) Tim Kerja Pemulihan Dieng (TKPD). Stakeholder yang ada dalam kuadran subject memiliki kemampuan yang kecil untuk mengubah siatuasi di Dataran Tinggi Dieng. Sedangkan stakeholder yang termasuk dalam kuadran crowd adalah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) dan Asosiasi Pedagang Carica (APC). Stakeholder yang ada dalam kuadran crowd akan mempertimbangkan segala kegiatan mereka untuk ikut terlibat dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng. 2. Kebijakan atau peraturan yang berkaitan dengan tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng adalah Keputusan Bersama No. 485 Tahun 2002 dan No. 17 Tahun 2002 Bupati Banjarnegara dengan Bupati Wonosobo tentang Kerjasama Pengelolaan dan Pengembangan Kawasan Dataran Tinggi Dieng serta Peraturan Gubernur No. 5 Tahun 2009 tentang Pengendalian Lingkungan Hidup di Kawasan Dataran Tinggi Dieng.
55
3. Hubungan kerjasama yang dilakukan oleh stakeholder yang berbeda kepentingan belum ada. Kerjasama hanya dilakukan oleh stakeholder yang memiliki kepentingan yang sama. Salah satu kerjasama antar stakeholder yang dilakukan adalah penetapan harga tiket masuk objek wisata, yaitu antara Disparbud Wonosobo, Disbudpar Wonosobo dan BKSDA Jawa Tengah.
6.2 Saran 1. Kerjasama atau koordinasi antar stakeholder yang memiliki kepentingan yang berbeda harus ditingkatkan untuk mencapai kesamaan visi dalam pengembangan wisata di Dataran Tinggi Dieng. Kinerja TKPD perlu ditingkatkan agar dapat mengkoordinasikan seluruh stakeholder yang mempunyai kepentingan terhadap Dataran Tinggi Dieng, baik itu instansi pemerintahan, swasta maupun organisasi masyarakat. Peningkatan kinerja TKPD dapat dilakukan dengan menambah jumlah SDM dan fasilitas. 2. Partisipasi sektor swasta dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng perlu ditingkatkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha agar pihakpihak swasta dan investor tertarik untuk berinvestasi di Dataran Tinggi Dieng. Dieng Culture Festival (DCF) yang diadakan oleh Pokdarwis "Dieng Pandhawa" pada tahun 2010 perlu dijadikan agenda rutin tahunan yang diselenggarakan secara bersama-sama oleh Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara. Selain itu, kegiatan yang dilakukan dalam DCF tidak hanya dalam ruang lingkup pariwisata dan kebudayaan saja, tetapi mengangkat masalah-masalah lingkungan yang terjadi di Dataran Tinggi Dieng. 3. Untuk mencegah terjadinya bencana-bencana seperti tanah longsor dan kekurangan air bersih seperti yang telah diberitakan oleh beberapa media cetak, masyarakat disarankan untuk mengubah pola pertaniannya. Lahanlahan yang memiliki kelerengan yang curam dan daerah sempadan sungai harus ditanami dengan tumbuhan berkayu yang memiliki perakaran yang kuat dan merupakan tumbuhan pionir, seperti Ficus spp., Macaranga dan Casuarina junghuhniana.
DAFTAR PUSTAKA [BLH] Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Tengah. 2009. Peraturan Gubernur Jawa Tengah No. 5 Tahun 2009 tentang Pengendalian Lingkungan Hidup di Kawasan Dataran Tinggi Dieng. Semarang : BLH. [Depbudpar] Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. 2009. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Jakarta : Depbudpar. [Depdiknas]. 2008. Pusat Bahasa : Kamus Besar Bahasa Indonesia. www. pusatbahasa.diknas.go.id [9 April 2010] [Disparbud] Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo. 2002. Keputusan Bersama Bupati Wonosobo dan Bupati Banjarnegara tentang Pengelolaan dan Pengembangan Kawasan Dataran Tinggi Dieng. wonosobo : Disparbud Borrini-Feyerabend G. 1995. Collaborative management of Protected Areas: Tailoring the Apporach to the Content. Sosial Policy group IUCN. Di dalam Pusat Informasi Pengelolaan Kolaboratif. 2006. Apa itu pengelolaan Kolaboratif. http://www. kolaboratif. org/ [10 April 2010] Damanik J, Weber HF. 2006. Perencanaan Ekowisata : Dari Teori ke Aplikasi. Jogjakarta : Pusat Studi Pariwisata UGM dan Penerbit Andi Jogjakarta. Krina LL. 2003. Indikator dan Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas, Transparansi dan Partisipasi. Sekretariat Good Public Governance. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Jakarta. http://www. solex-un. net [10 April 2010] Muntasib H. 2009. Tata Kelola Pariwisata Alam di Indonesia. Di Dalam Seminar Kebijakan, Tantangan dan Peluang Pariwisata Alam di Indonesia. Asosiasi Pariwisata Alam Indonesia (APAI). Gedung Manggala Wanabakti. Jakarta. 21-22 Juli 2009. Pendit, NS. 1999. Ilmu Pariwisata : Sebuah Pengantar Perdana. Cetakan Keenam. Jakarta : PT Pradnya Paramita. Reed M, Graves A, Dandy N, Posthumus H, Hubacek K, Morris J, Prell C, Quinn CH, dan Stringer LC. 2009. Who’s nad why? A Typology of Stakeholder Analysis Methods for Natural Resource Management. Journal of Environmental Management. Sembiring E. 2010. Resolusi Konflik Pengelolaan Taman Nasional Teluk Cendrawasih di Kabupaten Teluk Wondama Provinsi Papua Barat [Tesis]. Bogor : Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
57
Tadjudin D. 2000. Manajemen Kolaborasi. Di dalam Pusat Informasi Pengelolaan Kolaboratif. 2006. Apa itu Pengelolaan Kolaboratif. http://www. kolaboratif. org/ [7 April 2010] Tim Redaksi. 29 Januari 2008. Penyelamatan Dieng Perlu Kesamaan Persepsi 6 Daerah. Suara Merdeka Cyber News : Suara Pantura. http://suaramerdeka. com/v1/index. php/read/cetak/2008/01/29/92/Penyelamatan-Dieng-PerluKesamaan-Persepsi-6-Daerah [20 September 2010] Tim Redaksi. 14 November 2009. Sinergi pengelolaan Dieng Plateau. Suara Merdeka Cyber News : Wacana. http://suaramerdeka.com/v1/index.php/ read/cetak/2009/11/14/88097/Sinergi. Pengelolaan. Dieng. Plateau [20 September 2010] Tjugianto LA. 2006. Dieng Plateau. Jogjakarta : Jentera Intermedia. Utama AC. 2006. LSM vs LAZ : Bermitra atau Berkompetisi. Mencari Model Kemitraan bagi Optimalisasi Potensi Filantropi Menuju Keadilan Sosial. Depok : Piramedia. Wardiyanta. 2006. Metode Penelitian Pariwisata. Jogjakarta : Andi Offset. Widodo J. 2001. Good Governance. Telaah dari Dimensi : Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Surabaya : Insan Cendekia. Zalukhu S. 2009. Panduan Dasar Pelaksanaan Ekowisata. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Nias Selatan. http://unesdoc. unesco. org [12 April 2010]
LAMPIRAN
59
Lampiran 1 Panduan Wawancara Untuk Lembaga Pemerintahan Nama instansi / lembaga : A. Kepentingan Instansi 1. Apakah instansi bapak / ibu / saudara memiliki kepentingan di Dataran Tinggi Dieng? 2. Instansi bapak / ibu / saudara memiliki kepentingan pada aspek apa? 3. Apakah ada divisi atau bagian khusus untuk penanganan Dataran Tinggi Dieng? 4. Apa tujuan instansi bapak / ibu / saudara dalam pengelolaan Dataran Tinggi Dieng? 5. Apakah instansi bapak / ibu / saudara mendapatkan manfaat dari pengelolaan Dataran Tinggi Dieng? B. Ketersediaan Sumberdaya 1. Sumberdaya apa saja yang bapak / ibu / saudara sediakan untuk pengelolaan Dataran Tinggi Dieng?(sumberdaya manusia, dana, fasilitas, informasi) 2. Apakah sumberdaya manusia yang disediakan sesuai dengan tujuan dan bidang keahlian? 3. Adakah pelatihan bagi sumberdaya manusia? 4. Berasal dari manakah dana yang digunakan instansi bapak / ibu / saudara yang digunakan untuk mengelola Dataran Tinggi Dieng? 5. Apakah dana yang digunakan sesuai dengan sasaran dan tujuan? 6. Fasilitas apa saja yang disediakan oleh intansi bapak / ibu / saudara untuk pegelolaan Dataran Tinggi Dieng? 7. Apakah fasilitas tersebut telah digunakan sesuai dengan fungsinya? 8. Bagaimana kondisi fasilitas tersebut? 9. Bagaimana instansi bapak / ibu / saudara menyediakan informasi untuk kepentingan publik? 10. Berapa besar kapasitas dari sumberdaya yang bapak / ibu / saudara siapkan? 11. Fasilitas apa yang disediakan oleh instansi bapak / ibu / saudara dalam pengelolaan Dataran Tinggi Dieng? 12. Bagaimana kondisi fasilitas tersebut? C. Kebijakan 1. Apakah instansi bapak / ibu / saudara menetapkan kebijakan / aturan dalam pengelolaan Dataran Tinggi Dieng? 2. Bagaimana implementasi dari kebijakan / aturan tersebut? 3. Apakah kebijakan / aturan tersebut telah berjalan? 4. Apakah kebijakan / atau aturan tersebut telah mencapai tujuan? 5. Kegiatan apa yang dilakukan dalam rangka menjalankan kebijakan / aturan tersebut? 6. Adakah keterlibatan pihak lain dalam pelaksanaan kebijakan yang di tetapkan? 7. Siapa saja yang dilibatkan?
60
8. Bagaimana pembagian tugas dan wewenang kepada setiap pihak yang terlibat? 9. Bagaimana dampak dari implementasi kebijakan yang bapak / ibu / saudara tetapkan? D. Kerjasama dengan Instansi Lain 1. Dalam pengelolaan Dataran Tinggi Dieng, apakah instansi bapak / ibu / saudara bekerjasama dengan pihak lainnya? Siapa pihak-pihak tersebut? 2. Apa bentuk kerjasama instansi bapak / ibu / saudara dengan instansi lain? 3. Media apa yang digunakan untuk melakukan komunikasi dengan pihak lain? 4. Bagaimana respon pihak lain dalam berkomunikasi dengan instansi bapak / ibu / saudara?
61
Lampiran 2 Panduan Wawancara Untuk Organisasi non Pemerintah Nama organisasi / kelompok : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Apakah organisasi / kelompok bapak / ibu / saudara mempunyai kepentingan di Dataran Tinggi Dieng? Organisasi / kelompok bapak / ibu / saudara mempunyai kepentingan pada aspek apa? Apa tujuan organisasi / kelompok bapak / ibu / saudara dalam pengelolaan wisata? Apakah organisasi / kelompok bapak / ibu / saudara menyediakan produk atau jasa wisata? Produk atau jasa wisata apa yang disediakan? Sumberdaya apa yang disediakan untuk mendukung keterlibatan dalam pengelolaan di Dataran Tinggi Dieng? (SDM, dana, fasilitas, Waktu) Bagaimana kondisi dari sumberdaya tersebut? Apakah organisasi / kelompok bapak / ibu / saudara mempunyai izin operasi? Adakah wilayah kerja bagi organisasi / kelompok bapak / ibu / saudara? Apakah organisasi / kelompok bapak / ibu / saudara memiliki program kerja atau aturan-aturan tertentu yang harus dijalankan? Bagaimana pelaksanaan dari program kerja / aturan tersebut? Apakah kegiatan yang dilakukan dikoordinasi oleh sebuah organisasi? Bagaimana pembagian tugas dan wewenang yang ada di dalam organisasi tersebut? Adakah kerjasama dengan pihak lain? Apa bentuk kerjasama yang di lakukan dengan pihak-pihak tersebut? Bagaimana organisasi / kelompok bapak / ibu / saudara melakukan kerjasama tersebut? Bagaimana respon pihak lain dalam berkomunikasi dengan instansi bapak / ibu / saudara?
62 Lampiran 3 Panduan Scoring untuk Mengetahui Tingkat Kepentingan 1. Untuk kepentingan apakah instansi bapak / ibu / saudara melakukan pengelolaan dataran tinggi dieng? Skor 5 : pertanian, perkebunan, pariwisata, kehutanan, kepentingan lain : Skor 4 : jika mempunyai 3 aspek kepentingan Skor 3 : jika mempunyai 2 aspek kepentingan Skor 2 : jika hanya mempunyai salah satu aspek kepentingan saja Skor 1 : tidak memiliki kepentingan 2. Apakah instansi / lembaga bapak / ibu / saudara mendapatkan manfaat di Dataran Tinggi Dieng? Skor 5 : ekonomi, sosial, politik, kepercayaan publik, manfaat lain : Skor 4 : hanya mendapatkan manfaat dari tiga sektor saja Skor 3 : hanya mendapatkan manfaat dari dua sektor saja Skor 2 : hanya mendapatkan manfaat dari salah satu sektor saja Skor 1 : tidak mendapatkan manfaat 3. Sumber daya apa saja yang disediakan oleh instansi bapak / ibu / saudara? Skor 5 : sumberdaya manusia, dana, fasilitas, informasi Skor 4 : hanya menyediakan tiga sumberdaya saja Skor 3 : hanya menyediakan dua sumberdaya saja Skor 2 : hanya menyediakan salah satu sumberdaya saja Skor 1 : tidak menyediakan sumberdaya apapun 4. Bagaimana kapasitas / kondisi sumberdaya yang disediakan ? Keterangan : SDM : jika penempatannya sesuai dengan bidang dan keahliannya, jika diberikan pelatihan, ada reward and punishment, Dana : jika dapat menghasilkan dana mandiri, penggunaan sesuai dengan tujuan, tidak mengalami defisit Fasilitas : jika fasilitasnya lengkap, sesuai kebutuhan, terawat. Informasi : jika dapat menjadi sumber informasi bagi pihak lain, informasi yang diberikan sesuai dengan bidang pengelolaannya, informasinya akurat Skor 5 Skor 4 Skor 3 Skor 2 Skor 1
: : : : :
sangat baik, jika menyebutkan lebih dari 10 point tersebut di atas baik, jika instansi menyebutkan 7 - 9 point cukup, jika menyebutkan 4 - 6 point kurang, jika hanya menyebutkan 3 point saja jika tidak menyediakan sumberdaya apapun
5. Jika dibandingkan dengan kegiatan instansi / lembaga bapak / ibu / saudara yang lain, apakah mengelola kawasan Dataran Tinggi Dieng menjadi prioritas? Skor 5 : sangat menjadi prioritas, jika seluruh kegiatannya hanya fokus untuk pengelolaan Dataran Tinggi Dieng saja Skor 4 : prioritas, jika jika 80% dari kegiatannya untuk pengelolaan Dataran Tinggi Dieng Skor 3 : cukup menjadi prioritas, jika 60% dari kegiatannya untuk pengelolaan Dataran Tinggi Dieng Skor 2 : kurang menjadi prioritas, jika 40% kegiatannya untuk pengelolaan Dataran Tinggi Dieng Skor 1 : tidak menjadi prioritas sama sekali, jika kurang dari 20% dari seluruh kegiatannya yang digunakan untuk pengelolaan Dataran Tinggi Dieng
63 Lampiran 4 Panduan Scoring untuk Mengetahui Besarnya Pengaruh 1. Apakah instansi / lembaga bapak / ibu / saudara memberikan pengaruh terhadap instansi / lembaga lain dan terhadap pengelolaan Dataran Tinggi Dieng pada umumnya? Skor 5 : jika pengelolaan di dataran tinggi dieng hanya dapat berjalan dengan kehadiran, arahan, pengawasan dan aturan instansi bapak / ibu / saudara Skor 4 : jika menyebutkan tiga saja Skor 3 : jika menyebutkan dua saja Skor 2 : jika menyebutkan salah satu saja Skor 1 : tidak berpengaruh sama sekali 2. Apakah instansi / lembaga bapak / ibu / saudara menetapkan aturan atau kebijakan dalam pengelolaan Dataran Tinggi Dieng? Bagaimana pelaksanaannya? Skor 5 : menetapkan kebijakan, melaksanakan sesuai dengan tujuan dan sasaran, mendapatkan manfaat Skor 4 : menetapkan kebijakan, melaksanakan sesuai tujuan dan sasaran atau mendapatkan manfaat Skor 3 : melaksanakan kebijakan yang ditetapkan stakeholder lain. Melaksanakan sesuai dengan tujuan dan sasaran, mendapatkan manfaat Skor 2 : melaksanakan kebijakan yang ditetapkan stakeholder lain. Melaksanakan sesuai dengan tujuan dan sasaran atau mendapatkan manfaat Skor 1 : tidak melaksanakan apapun. 3. Bagaimana peran dan partisipasi instansi atau lembaga bapak / ibu / saudara dalam perencanaan atau pengambilan keputusan dalam pengelolaan wisata Dataran Tinggi Dieng? Skor 5 : sangat besar, memberikan kontribusi berupa dana, SDM, fasilitas dan dalam pelaksanaannya Skor 4 : besar, jika berkontribusi terhadap ketiga point Skor 3 : cukup besar, jika hanya berkontribusi terhadap kedua point saja Skor 2 : kurang, jika hanya berkontribusi terhadap salah satu point saja Skor 1 : sangat kecil, tidak mempunyai kontribusi sama sekali 4. Berapa besar kemampuan instansi / lembaga bapak / ibu / saudara dalam berinteraksi dengan instansi / lembaga lain? Skor 5 : mengadakan forum untuk membahas rencana pengelolaan, mengadakan kerjasama, saling mempengaruhi antara stakeholder yang bekerjasama, mengubah arah pengelolaan Skor 4 : hanya menyebutkan tiga saja Skor 3 : hanya menyebutkan dua saja Skor 2 : hanya menyebutkan salah satu saja Skor 1 : jika tidak melakukan apapun 5. Berapa besar kemampuan bapak / ibu / saudara dalam tata kelola wisata di dataran tinggi dieng? Skor 5 : ada kewenangan, fasilitas keamanan, perijinan, kesadaran atau motivasi Skor 4 : hanya tiga saja Skor 3 : hanya dua saja Skor 2 : hanya salah satu saja Skor 1 : tidak sama sekali