Tanaman Sorgum Mendukung Ketahanan Pangan dan Bahan Baku Industri Faesal dan Syuryawati
229
TANAMAN SORGUM MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DAN BAHAN BAKU INDUSTRI Sorghum Plant to Support Food Security and Raw Materials for Industry Faesal dan Syuryawati Balai Penelitian Tanaman Serealia Jl. Dr. Ratulangi No. 274, Maros 90514 E-mail:
[email protected]
ABSTRACT Sorghum has been cultivated in Indonesia since a long time ago in several regions with restricted utilization as food supplement when there is lack of rice stock. Along with time sorghum was gradually abandoned by farmers because farmers who cultivate sorghum were considered as poor farmers. However, climate change demands renewable agricultural resources that can adapt to unpredictable climate. Sorghum is a good choice to address climate change problem because it is dry/heat and flooded tolerant, and suitable for marginal land. Besides, sorghum has many uses, e.g., white grain for staple food supplement, brown or black grain for feed mixture, green leaf for fodder, and juice of sorghum stem for syrup or ethanol. In addition, husk of sorghum contains phenol, tanin, antosianin, and free radical absorbance substance for medicine industries which makes sorghum become very important cereal today and in the future. Keywords: sorghum, supplement food, raw material, industry ABSTRAK Sorgum dibudidayakan di Indonesia sejak dahulu di beberapa daerah dengan pemanfaatan terbatas sebagai suplementasi pangan ketika persediaan beras kurang. Seiring berjalannya waktu sorgum mulai ditinggalkan oleh petani karena bertanam sorgum dinilai identik dengan petani miskin. Namun, perubahan iklim menuntut adanya sumber genetik pertanian terbarukan yang mampu beradaptasi dengan perubahan iklim yang cenderung tidak menentu, yang sukar diprediksi secara benar. Tanaman sorgum merupakan pilihan tepat untuk menyesuaikan perubahan iklim yang terjadi karena sorgum relatif tahan kekeringan dan panas serta mampu berproduksi pada lahan marginal. Manfaat sorgum banyak, yakni biji putih untuk pangan dan biji coklat atau hitam untuk campuran pakan unggas, daun hijau untuk pakan ternak ruminansia, dan nira batang sorgum manis untuk pembuatan sirup atau etanol. Selain itu, kulit biji sorgum mengandung fenol, tanin, antosianin, dan zat penangkal radikal bebas untuk industri farmasi, membuat sorgum menjadi serealia sangat penting saat ini dan waktu mendatang. Kata kunci: sorgum, pangan suplemen, bahan baku industri
PENDAHULUAN
Sorgum sudah dikenal dan dibudidayakan oleh petani di beberapa daerah di Indonesia sejak dahulu seperti di Jawa Tengah, NTB, NTT, dan Selayar Sulawesi Selatan yang digunakan sebagai makanan pokok sebahagian penduduk pada saat persediaan beras menipis. Namun, pemanfaatannya sebagai makanan pokok terus berkurang seiring dengan meningkatnya produktivitas padi sebagai bahan pangan pokok dan membaiknya daya beli masyarakat, khususnya petani sorgum, sehingga mereka beralih ke beras. Sorgum di negara berkembang identik dengan tanaman petani miskin karena budi dayanya tanpa input, produktivitasnya rendah dan hasil biji untuk pangan pokok. Di Amerika, Eropa, dan Cina, sorgum dibudidayakan sebagai tanaman komersil dan hasil panennya berupa biji dan biomassa digunakan untuk pakan ternak dan bioenergi. Melihat perkembangan yang ada, di Indonesia sorgum
Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial
230
tidak harus jadi pangan pokok, tetapi digunakan untuk suplementasi beras dalam upaya stabilitas ketahanan pangan. Nasi dengan campuran 20-25% sorgum dan 75-80% beras diperkirakan tidak mengubah tekstur, rasa dan aroma nasi, bahkan dalam kondisi persediaan beras menipis dan harganya mahal, campuran 50% sorgum dan 50% beras masih tetap layak dan enak dikonsumsi (Sumarno et al., 2013). Sorgum yang disosoh dan taninnya sudah keluar dapat dijadikan nasi sorgum instan dengan karakteristik kandungan protein 9,31%, karbohidrat 89,5%, lemak 0,88%, amilosa 32%, serat pangan 8,8%, daya cerna pati 61,64%, dan daya cerna protein 73,93% serta kandungan energi 403 kkal/100 g (Widowati et al., 2010). Organoleptik kue yang terbuat dari tepung campuran sorgum dengan tepung singkong sama rasanya dengan brownis kontrol dari tepung terigu (Brawidjaya, 2013). Nilai kecernaan pati tepung sorgum dapat ditingkatkan menjadi 60% dengan cara fermentasi selama 8 jam, dengan demikian sorgum sangat berpotensi sebagai bahan pangan pokok atau sumber karbohidrat (Pranoto dan Triwitono, 2010 dalam Faesal, 2013). Menyikapi perubahan iklim yang terjadi pada beberapa dekade terakhir, yang berimplikasi pada timbulnya ancaman serius terhadap kehidupan penduduk bumi akibat krisis multidimensi meliputi pangan, pakan, energi, dan serat. Oleh karena itu, dituntut adanya upaya antisipasi dengan mencari sumber daya genetik terbarukan yang mampu beradaptasi atau toleran terhadap fenomena terjadinya perubahan iklim meliputi naiknya temperatur, curah hujan pendek dan eratik, gejala El Nino dan La Nina yang melanda berbagai bagian dunia. Sorgum merupakan salah satu tanaman pilihan tepat karena tanaman ini mampu beradaptasi pada lahan marginal dan relatif tahan kering maupun genangan air dibanding serealia lainnya, di samping memiliki banyak manfaat seperti bahan pangan, pakan, bioenergi, bahan baku industri (Deptan, 2004). Sorgum memiliki daya adaptasi lebih luas, meliputi daerah tropis hingga subtropis. Sorgum dikenal sebagai tanaman toleran terhadap cekaman kekeringan dan cuaca panas karena dipengaruhi oleh (1) sistem perakaran tebal, ekstensif, dan bercabang-cabang; (2) karakteristik daun yang mempunyai lapisan lilin tebal pada pemukaan daun, ketiak daun serta tangkai malai; dan (3) pengaturan osmotik oleh sel melalui sintesis dan akumulasi solut sebagai respon tanaman terhadap defisit air (Aqil dan Bunyamin, 2013). Tanaman sorgum kurang toleran terhadap lahan masam (pH<5) tertutama yang banyak mengandung aluminium (Azrai et al., 2013). Tanaman sorgum yang selama ini terlupakan lambat laun akan berkembang secara luas seiring diketahuinya berbagai keunggulan dalam hal pemanfaatannya akan diungkap dalam tulisan ini.
Penyediaan Benih Sumber Sorgum Data penyebaran benih sorgum dalam periode 2008-2012 menunjukkan bahwa permintaan benih BS hanya 847 kg dengan rataan setiap tahun 169 kg. Ini menjadi indikator bahwa pengembangan sorgum di Indonesia berjalan sangat lambat. Total permintaan benih tiga varietas yaitu Numbu, Kawali, dan UPCA-S1 oleh pengguna jumlahnya berfluktuasi setiap tahunnya, bahkan pada tahun 2010 pemintaan benih ketiga varietas yang disediakan oleh UPBS Balitsereal hanya terkirim 10 kg saja. Namun, pada 2013 permintaan benih meningkat menjadi 6.086 kg (Tabel 1). Hal ini disebabkan adanya program pemerintah berupa pilot proyek pengembangan sorgun untuk biji dan biomassa pada areal >10.000 ha di beberapa wilayah meliputi NTT, Sulawesi Tenggara, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Tabel 1. Jumlah benih BS sorgum yang didistribusikan dalam periode 2008-2013 Varietas
Jumlah Benih (kg 2010 2011
2008
2009
Numbu
234
13
10
Kawali UPCA-S1
213
18
85 532
3 34
Jumlah
Sumber: UPBS Balitsereal (2013)
2012
2113
36
178
3.272
-
20
30
2.814
10
56
215
6.086
Tanaman Sorgum Mendukung Ketahanan Pangan dan Bahan Baku Industri
231
Faesal dan Syuryawati
Sorgum untuk Pangan Beberapa varietas sorgum telah dilepas di Indonesia sejak tahun 1960-2001 dan terdapat lima varietas yang memiliki potensi untuk pangan baik sebagai suplementasi terhadap beras maupun dibuat tepung karena warna bijinya putih. Varietas potensil tersebut adalah Cempaka, KD4, Kris, Badik, dan Hegari Genjah. Selain itu varietas sorgum berwarna krem yang dijadikan pangan dan banyak ditanam petani saat ini adalah varietas Numbu dengan hasil dapat mencapai 5 t/ha pada lahan optimal. Indonesia hingga saat ini telah melepas 15 varietas sorgum yang diarahkan untuk produksi biji tinggi dan biomassa (Tabel 2). Sorgum sebagai bahan pangan khususnya di daerah rawan kekeringan, secara tradisional dan turun temurun menanam sorgum varietas lokal maupun introduksi seperti di NTT, NTB, dan Jateng pada lahan tegalan setelah panen padi. Sorgum berbiji putih atau keputih-putihan seperti galur 15006A dan 1090A dapat digunakan untuk pangan fungsional nutrisi tinggi dapat dijadikan sebagai suplemen tepung terigu (Balitsereal, 2009), sedangkan sorgum berwarna merah tua atau cokelat dapat dimanfaatkan untuk campuran pakan ternak (Makarim, 2011). Peran sorgum sebagai pangan pokok di Indonesia tergeser oleh beras karena keberhasilan program peningkatan produksi padi nasional di akhir tahun 1970-an. Akibatnya, daerah yang tadinya menggunakan sorgum sebagai bahan pangan pokok beralih ke beras. Beberapa daerah di Indonesia sejak dahulu memanfaatkan sorgum sebagai bahan pangan untuk substitusi beras seperti di Demak, Nusa Tenggara Timur, dan Selayar Sulawesi Selatan. Namun, seiring meningkatnya pendapatan masyarakat, maka sorgum sebagai bahan pangan secara perlahan terlupakan, padahal sorgum putih memiliki beberapa keunggulan seperti kandungan gizi tidak berbeda dengan padi atau jagung bahkan memiliki kandungan protein lebih tinggi dari beras maupun jagung (Rohrbach dan Kiriwanggulu 2007). Varietas sorgum yang telah dilepas sebelum tahun 1960-2001 terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Sorgum yang telah dilepas di Indonesia periode <1960-2001 Asal
Tahun dilepas
Umur panen (hari)
Cempaka
Introduksi
<1960
105
3,50
Putih
Birdroof
Introduksi
<1960
105
3,50
Putih, cokelat tua
Katengu
Introduksi
<1960
105
3,50
Cokelat tua
No. 46
Introduksi
1967
105
4,00
Putih, cokelat tua
No. 6 C
Lokal
1969
105
4,50
Kemerah-merahan
UPCA-S2
Introduksi
1972
105
4,50
Cokelat
UPCA-S1
Introduksi
1972
95
4,00
Cokelat
KD4
Introduksi
1973
95
4,00
Putih
Keris
Introduksi
1973
83
3,00
Putih
Badik
Introduksi
1973
85
3,00
Putih
Hegari genjah
Lokal
1985
85
3,70
Putih
Mandau
Introduksi
1991
91
4,50
Cokelat muda
Sangkur
Introduksi
1991
92
3,80
Cokelat muda
Kawali
Introduksi
2001
110
4,76
Krem
Numbu
Introduksi
2001
105
5,05
Krem
Varietas
Potensi hasil (t/ha)
Warna biji
Sumber: Santoso dan Sumarni (2008)
Perbandingan nilai nutrisi sorgum, beras, dan jagung untuk kandungan karbohidrat sorgum dan jagung relatif sama masing-masing 73,0 g dan 72,4 g, sedangkan beras lebih tinggi 78,9 g. Namun, dari segi protein sorgum lebih tinggi 11,0 g dibanding beras 6,8 g dan jagung 8,9 g kandungan nutrisi lainnya ditunjukkan pada Tabel 3.
Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial
232
Tabel 3. Perbandingan nutrisi 100 g sorgum, beras, dan jagung Nutrisi
Sorgum
Beras
Jagung
Kalori (kal)
332,0
360,0
361,0
Protein (g)
11,0
6,8
8,7
Lemak (g)
3,3
0,7
4,5
Karbohidrat (g)
73,0
78,9
72,4
Kalsium (mg)
28,0
6,0
9,9
4,4
0,8
4,6
Fosfor (mg)
28,7
140
380,0
Vitamin B-1 (mg)
0,28
0,12
0,27
Besi (mg)
Sumber: Balitsereal (2010)
Dalam kurun waktu tahun 1972/73-2004/05 konsumsi sorgum di seluruh India menurun tajam 68% (8,5-2,7 kg) per kapita di wilayah perkotaan dan 70% (19,1-5,2 kg) per kapita di wilayah pedesaan akibat meningkatnya pendapatan penduduk. Tingkat konsumsi sorgum per kapita di India ditentukan oleh kelas pendapatan yang dibagi menjadi tiga kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi yang diukur berdasarkan jumlah pengeluaran per bulan (Tabel 4). Berdasarkan kategori tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan semakin menurun konsumsi sorgum per kapita baik masyarakat di kota maupun di pedesaan (Rao et al., 2010). Tabel 4. Konsumsi sorgum di India menurut kelas pendapatan Kategori pengeluaran
Konsumsi (000, t) (%)
Konsumsi per kapita (kg/perkapita/th)
Populasi (%)
Konsumsi rata2 pedesaan Rendah (< Rs. 365 per bln)
1.421,4
35,3
6,09
30,2
Sedang (Rs. 365-890 per bln)
2.346,4
58,2
5,09
59,8
263,7
6,5
3,42
10,0
Rendah (< Rs. 580 per bln)
416,4
49,3
4,46
30,2
Sedang (Rs.580-1880 per bln)
404,6
47,9
2,19
59,8
24,4
2,9
0,79
10,0
Tinggi (> Rs. 890 per bln) Konsumsi rata2 di kota
Tinggi (>Rs. 1.880 per bln) Sumber: Rao et al. (2010)
SORGUM UNTUK INDUSTRI
Industri Pakan Sorgum produksi biji dapat digunakan sebagai bahan baku campuran dalam pembuatan pakan unggas karena memiliki nilai gizi yang tidak berbeda dengan pearl millet maupun jagung dengan kandungan protein dan serat kasar lebih tinggi dari jagung. Pada biji sorgum terdapat unsur tertentu yaitu kalsium dan sodium klorida yang tidak ditemukan di jagung. Nilai nutrisi sorgum, pearl millet, dan jagung tertera pada Tabel 5.
Tanaman Sorgum Mendukung Ketahanan Pangan dan Bahan Baku Industri
233
Faesal dan Syuryawati
Tabel 5. Nilai nutrisi sorgum, pearl millet, dan jagung Nutrisi teranalisis (%) Protein kasar Nutrisi total dapat cerna Energi metabolisme (mcal/kg) Energi metabolisme (mJ/kg) Serat kasar Lemak Abu Kalsium Fosfor Fosfor tersedia Sodium klorida Magnesium Sulfur Lysin Methionin As. amino total Tryptophan
Sorgum cokelat 10,40 72,70 2,94 11,00 2,10 3,10 1,50 0,01 0,30 0,09 0,13 0,15 0,12 0,18 0,09 0,18 0,09
Sorgum putih 10,00 79,00 3,19 11,93 2,00 3,00 2,10 0,04 0,30 0,09 0,13 0,15 0,16 0,22 0,18 0,27 0,16
Pearl millet 11,70 78,00 2,85 9,54 2,90 4,30 2,90 0,02 0,27 0,08 0,02 0,16 0,12 0,23 0,20 0,54 0,17
Jagung 7,70 85,00 3,47 3,00 2,30 4,50 1,50 0,00 0,14 0,13 0,00 0,10 0,12 0,24 0,18 0,37 0,07
Sumber: Rohrbach dan Kiriwanggalu (2007)
Sirup Sorgum Sorgum manis (Sorghum bicolor L. Moench) merupakan salah satu jenis tanaman multiguna secara simultan dalam satu musim produksinya, selain biji untuk pangan juga jus gula dari batang untuk sirup, jaggery dan etanol. Khusus produksi sirup dari sorgum manis varietas hibrida Madhura sangat terkenal cocok untuk berbagai jenis produk makanan karena rasanya enak dan mengandung kalsium lebih tinggi dari madu (Nimbkar et al., 2006). Selanjutnya disebutkan bahwa potensi hasil sorgum hibrida Madhura dalam 1 ha adalah biomassa 60-80 t, batang 40-50 t, hijauan daun 3,5-4 t, biji 1,5-2 t, jus 1.800-27.000 liter, sirup 4.000-6.000 liter, jaggery 2-4 t, dan bagase 15-20 t. Komposisi kimia sirup sorgum hibrida Madhura dibandingkan dengan madu disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Komposisi kimia sirup Madhura dibanding madu lebah Komposisi Nilai kalori, kal/g Total padatan terlarut, % bobot Protein (Nx6,25), % Bt Abu, % bobot Kalsium Fospor Riboflavin (Vitamin B2) Vitamin C Asam nikotin Besi Natrium Kalium Sulfur Asam benzoat
Madhura 2,60 77,00 1,65 3,69 160,00 11,00 10,00 11,50 153,00 0,86 86,00 1.810,00 -
Madu 3,26 81,00 0,59 5,00 4,10 0,006 5,00 32,00 O,59 4,70 90,00 8,00 -
Sumber: Nimbkar et al. (2006)
Pembuatan Etanol Penggunaan sorgum manis yang sedang tren saat ini adalah sebagai bahan baku pembuatan etanol. Penelitian telah dilakukan di P3GI dan hasil menunjukan bahwa nira sorgum kurang baik untuk
234
Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial
pembuatan gula karena memiliki kandungan amilum yang tinggi > 100 ppm yang menyebabkan gula yang terbentuk tidak mengkristal (Purnomo, 1996). Untuk itu diperlukan proses pemisahan amilum yang menambah biaya, sehingga kurang efisien dalam proses produksinya. Karena itu, nira sorgum manis lebih berpotensi untuk pembuatan etanol dibanding suplementasi nira tebu untuk gula. Perbandingan nira sorgum manis dengan nira tebu disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Perbandingan komposisi nira sorgum manis dan tebu Komposisi Brix (%) Sukrosa (%) Gula reduksi (%) Gula total (%) Amilum (ppm) Asam akonitat (%) Abu (%)
Nira sorgum 13,60-18,40 10,0-14,40 0,75-1,75 11-16 209-1.764 0,56 1,28-1,57
Nira tebu 12-19 9-7 0,48-1,52 10-18 1,50-95 0,25 0,40-0,75
Sumber: Dirjen Perkebunan dalam Sirappa (2003)
Sorgum untuk Industri Farmasi Pada kulit dan produk samping sorgum mengandung beberapa zat yang sangat bermanfaat bagi indutri farmasi seperti fenol, tanin, antosianin, dan penangkal radikal bebas. Zat-zat tersebut kandungan yang tinggi terdapat pada sorgum cokelat dan hitam lebih tinggi dari sorgum putih, blueberry, maupun gandum (Tabel 8). Tabel 8. Level fenol jaringan kulit dan produk samping (berdasar bobot kering) Kuit/komponen Gandum merah Sorgum putih Sorgum cokelat Sorgum hitam Blue berries Berries
Fenol mg/g 3 4 107 22 26 1-22
Tanin mg/g 175 10 20 -
Antosianin abs g/ml 31 520 50 -
)
ORAC* µmol TE/g 31 27 401 114 63-282
Serat tercerna 48 41 45 43 -
Sumber: Prior et al. (1998) *)ORAC = oxygen radical absorbance capacity, TE = Torolox Equivalennt
KESIMPULAN
Sorgum merupakan tanaman serealia potensial pendukung ketahanan pangan lokal sebagai suplementasi beras terutama di daerah beriklim kering karena bijinya mengandung nutrisi sebanding dengan padi maupun jagung. Selain itu, sorgum merupakan bahan baku berbagai industri saat ini dan akan datang karena tanaman sorgum memiliki adaptasi iklim luas dan dapat dijadikan suplementasi tepung terigu serta menjadi bahan baku berbagai macan industri seperti pakan, farmasi, etanol, dan sirup.
DAFTAR PUSTAKA Aqil, M. dan Z. Bunyamin. 2013. Pengelolaan air tanaman sorgum. Dalam Sorgum. Inovasi Teknologi dan Pengembangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. hlm. 188-204.
Tanaman Sorgum Mendukung Ketahanan Pangan dan Bahan Baku Industri Faesal dan Syuryawati
235
Azrai, M., S. Human, dan S. Sunarti. 2013. Pembentukan varietas unggul sorgum untuk pangan. Dalam Sorgum. Inovasi Teknologi dan Pengembangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Jakarta. hlm. 107-137. Balitsereal. 2009. Highlight Balai Penelitian Tanaman Serealia 2008. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Peneitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. 43 p. Balitsereal. 2010. Highlight Balai Penelitian Tanaman Serealia 2009. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Peneitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. 46 p. Brawidjaya Agricultural Tecknology Faculty Undergraduate Program: http//www e-liberary ub. ac. id. (5 Juni 2013). Deptan. 2004. Program pengembangan tanaman sorgum. Makalah Sosialisasi Pengembangan Agribisnis Sorgum dan Hermada. Jakarta, 10-11 Oktober. Faesal. 2013. Peningkatan peran penelitian tanaman serealia menuju pangan mandiri. Prosiding Seminar Nasional Balai Penelitian Tanaman Serealia.Pusat Peneitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Balai Penelitian Tanaman Serealia. hlm. 181-191. Makarim, A.K. 2011. Pengembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi dalam perspektif dan sumbangannya terhadap produksi dan ketahanan pangan. Disajikan pada KIPNAS X, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta, November 2011. Purnomo, E. 1996. Potensi sorgum manis sebagai alternatif pemanis non tebu. Risalah Simposium. Prospek tanaman sorgum untuk pengembangan agroindustri.Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Peneitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Balai Penelitian Tanaman Tanaman KacangKacangan dan Umbi-Umbian. Malang. hlm.87-91. Prior R.L., G. Cao, A. Martin, E. Sofic, J. Mac Ewen, C. Obrien, N. Lichner, M. Ehlefeltdt, W. Kalt, G. Krewer and C.M. Mainland. 1998. Antioxidant capacity as influenced by total phenolic and anthocyanin content, maturity, and variety of Vaccimum sp. Journal of Agricultural and Food Chemistry 46:2686-2693. Rao, P.P., G. Basvaraj, W. Ahmad, and S. Bhagavatula 2010. An Analysis of availability and utilization of shorgum grain in India. International Crop Research Institute for the Semi-Arid Tropic (ICRISAT), Patancheru, 502329 Andhra Paradesh, India. SAT./e journal. 8:1-8. Rohrbach, D.D. and J.A.B. Kiriwanggalu. 2007. Commercialization prospect for sorghum and pearl millet in Tanzania. SAT./e journal. 3(1):1-24. Santoso, S.B. dan S. Singgih. 2008. Prospek pengembangan sorgum manis sebagai bahan baku bioetanol. Dalam Z. Zaini, F. Kasim, Hermanto, Sunihardi (Eds.). Prosiding Simposium V Tanaman Pangan: Inovasi Teknologi Tanaman Pangan. Buku 3. Penelitian dan Pengembangan Palawija. Puslitbangtan. Bogor. hlm. 931-944. Sirappa, 2003. Prospek pengembangan sorgum di Indonesia sebagai komoditas alternatif untuk pangan, pakan, dan industri. Jurnal Litbang Pertanian 22(4):133-140. Sumarno, D.S. Damardjati, M. Syam dan Hermanto. 2013. Sorgum: Inovasi Teknologi dan Pengembangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. 291 p. Widowati, S., R. Nurjannah dan W. Amrinola. 2011. Proses pembuatan dan karakterisi nasi sorgum instan. Dalam Prosiding Seminar Nasional Serealia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Jakarta. hlm. 35-48.