Jerami Volume 4 No.2, Mei - Agustus 2011
STUDI WAKTU PENANAMAN DAN POPULASI KACANG TANAH TERHADAP PRODUKSI KACANG TANAH DAN JAGUNG PADA POLA TANAM KACANG TANAH DAN JAGUNG (Study on Planting Time and Population of Peanuts, on Yield of Corn and Peanuts in The Intercropping System of Corn/Peanuts) Terkelin Pinem1, Zulfadly Syarif2, dan Irawati Chaniago2 1 Mahasiswa PS Agronomi Program
Pascasarjana Unand, Padang
2 Staf Pengajar, Fakultas Pertanian Unand, Padang.
ABSTRACT Studies of intercropping maize-peanut conducted to determine the effect of planting time and population of peanuts on the growth and yield of corn (Zea mays L) and peanut (Arachis hypogaea L). Peanut was seeded in one row between two maize rows. The control treatments were sole cropping maize and sole cropping peanut at about 71,428 and 125,000 plants per hectare respectively. The trial layout was completely randomized block design with three replicates. Treatments were time planting of peanuts (0, 7, and 14 days after maize), and population of peanuts (190.476, 95.238, and 63.492 plants per hectare respectively). The study was conducted at the experimental field of Agricultural Faculty of Andalas University in Padang from February 2011 to June 2011. The growth and grain yields of peanuts were significantly affected by peanuts planting time and populations. Maximum LER (1.62) and ATER (1.58) was attained by time planting of peanut 0 day after maize and peanuts population 190.476 plants.ha-1, indicating that the area on which monocultures were planted would need to be 62 % greater than the area allotted to the intercrop for the two produced the same combined grain yield. The highest grain yield of maize (7.933 ton.ha-1) produced by intercropping of peanuts time planting 0 day after maize and peanuts population 95.238 plants.ha-1, maximum grain yield of peanut (1.59 ton.ha-1) was attained by combination of peanuts time planting 0 day after maize and peanuts population 190.476 plants.ha-1. The higest grain yield of maize and peanut in intercropping was reduced by about 7.40 % and 28.56 % respectively compared to sole cropped maize and peanut. LER and ATER was greater than one, indicating that this cropping system is profitable in terms of land utilization. It was concluded that maize is a dominant component crop in maize and peanuts intercropping system and that it is advantageous to intercrop. Key words : intercropping, maize, peanut, LER, ATER
PENDAHULUAN
J
agung merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia. Penyebaran tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi dengan baik pada berbagai lingkungan. Jagung tumbuh baik di wilayah tropis hingga 50° LU dan 50° LS, dari dataran rendah sampai ketinggian 3.000 m di atas permukaan laut (dpl), dengan curah hujan tinggi, sedang, hingga rendah sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al. 1996). Kacang tanah adalah komoditas agrobisnis yang bernilai ekonomis cukup tinggi dan merupakan salah satu sumber protein dalam pola pangan penduduk Indonesia. Kebutuhan
102
kacang tanah dari tahun ketahun terus meningkat, sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan gizi masyarakat, kapasitas industri pakan dan makanan Indonesia (Fachruddin, 2000). Pola tanam berganda merupakan sistem pengelolaan lahan pertanian dengan mengkombinasikan intensifikasi dan diversifikasi tanaman (Francis,1989). Pada umumnya sistem tumpangsari lebih menguntungkan dibandingkan sistem monokultur karena produktivitas lahan menjadi lebih tinggi, jenis komoditas yang dihasilkan beragam, hemat dalam pemakaian sarana produksi dan resiko kegagalan dapat diperkecil (Beets, 1982).
ISSN 1979-0228
Pola Tanam Kacang Tanah - Jagung
Keuntungan secara agronomis dari pelaksanaan sistem tumpangsari dapat dievaluasi dengan cara menghitung Nisbah Kesetaraan Lahan (NKL). Nilai ini menggambarkan efisiensi lahan, yaitu jika nilainya > 1 berarti menguntungkan. (Beets,1982). Sistem tumpangsari dapat meningkatkan produktivitas lahan pertanian jika jenis jenis tanaman yang dikombinasikan dalam sistem ini membentuk interaksi saling menguntungkan (Vandermeer,1989). Penanaman tumpangsari menciptakan agroekosistem pertanaman yang komplek, yang mencakup interaksi antara tanaman sejenis maupun berbeda jenis. Persaingan terjadi apabila masing-masing dua atau lebih spesies tanaman memerlukan kebutuhan hidup yang sama (Haryadi, 1996). Menurut Odum (1997) kompetisi menunjukkan adanya upaya tanaman untuk memperoleh sumberdaya yang sama. Pada tingkat ekologi, kompetisi menjadi penting ketika dua organisme berjuang memperoleh sumberdaya yang sama yang jumlahnya tidak cukup untuk keduanya. Tanaman berkompetisi dalam memperoleh cahaya dan nutrisi. Penurunan hasil pada salah satu atau kedua tanaman dalam sistem tumpangsari dapat disebabkan pengaruh penaungan dari salah satu tanaman oleh tanaman lainnya (Willey, 1979a). Potensi hasil pada sistem tumpangsari legum/non legum tergantung pada pola pertumbuhan, kubutuhan hara, dan kesesuaian dari tanaman yang terlibat (Willey, 1979a,1979b). Kompetisi antar tanaman terjadi untuk memperoleh air, hara, dan cahaya (Donald, 1963; Rhodes, 1970).
BAHAN DAN METODE Penelitian telah dilaksanakan pada Kebun Percobaan Fakultas Pertanian, dan Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Universitas Andalas, Padang, provinsi Sumatera Barat. Lokasi penelitian berada pada posisi 0o55’ LS 100o27’ BT, dengan elevasi sekitar 176 meter di atas permukan laut, yang secara umum termasuk daerah beriklim tropis yang memiliki temperatur 230C–320C di siang hari dan 220C– 280C di malam hari yang sangat dipengaruhi oleh angin musim dan angin laut yang menyebabkan curah hujan yang tinggi, yaitu 405.88 mm/bulan.
ISSN 1979-0228
Bahan utama yang digunakan terdiri dari benih jagung hibrida kultivar Nusantara, benih kacang tanah unggul varietas Kelinci, sedangkan sarana produksi pertanian (saprotan) yang digunakan terdiri atas : (1) pupuk untuk tanaman jagung dengan dosis aplikasi , yaitu Urea (43%N) 100 kg.ha-1, SP36 (36%P2O5) 150 kg.Ha-1, KCl (49.80% K20) 100 kg.ha-1, serta pestisida yaitu insektisida (Sevin dan furadan 3G), fungisida (Dithane M-45 dan Rhidomil Gold); (2) komponen pupuk tanaman kacang tanah unggul ‘Kelinci’ yaitu Urea 90 kg.ha-1, SP-36 90 kg.ha-1, dan KCl 50 kg.ha-1 Alat-alat utama yang digunakan mencakup alat pengering (oven listrik), alat pengukur kadar air (Grain moisture tester): alat luas daun (leaf area meter), timabangan analitis, dan alat bantu lainnya yang diperlukan. Percobaan tumpangsari kacang tanah/jagung dilaksanakan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) pola faktorial 3 x 3 dengan tiga ulangan perlakuan, perlakuan merupakan kombinasi lengkap dua faktor yaitu : Faktor pertama adalah waktu tanam kacang tanah (W), yang terdiri dari 3 taraf, yaitu : W1= waktu tanam bersamaan dengan jagung, W2=7 hari setelah tanam jagung, W3=14 hari setelah tanam jagung. Faktor kedua adalah populasi kacang tanah (P), yang terdiri dari 3 taraf, yaitu : P1=populasi 90,476 rumpun.ha-1 (jarak tanam dalam baris 10 cm), P2=populasi 95,238 rumpun.ha-1 (jarak tanam dalam baris 20 cm), P3=populasi 63,492 rumpun.ha-1 (jarak tanam dalam baris 30 cm). Untuk menganalisis kompetisi diantara tanaman ditambahkan unit penanaman kacang tanah dan jagung (1 butir benih per lubang) secara tunggal dengan jarak tanam 70cm x 20cm (populasi 71,428 batang.ha-1) untuk jagung dan untuk kacang tanah 40cm x 20cm (populasi 125,000 rumpun). Sistem tumpangsari pada percobaan ini adalah bentuk tumpangsari row (baris) dengan menyisipkan satu baris kacang tanah diantara baris tanaman jagung. Variabel respon yang diamati meliputi tinggi tanaman, indeks luas daun, berat kering, laju tumbuh rata-rata tanaman, laju asimilasi bersih rata-rata tanaman, jumlah klorofil daun kacang tanah, hasil dan variabel hasil tanaman jagung dan kacang tanah. Untuk mengukur keuntungan sistem tumpangsari dari aspek pemanfaatan lahan maka dilakukan perhitungan nilai NKL menurut persamaan oleh Mead dan Willey (1980) dan ATER
103
Jerami Volume 4 No.2, Mei - Agustus 2011
menurut persamaan Hiebsch & McCollum (1987), yaitu : NKL = Yab/Yaa + Yba/Ybb; dan ATER = (Yab/Yaa)xTa/T + (Yba/Ybb)/Tb/T, dimana Yab=hasil tanaman a dalam sistem tumpangsari a dan b ; Yba=hasil tanaman b dalam sistem tumpangsari a dan b ; Yaa=hasil monokultur tanaman a ; Ybb=hasil monokultur tanaman b. Nilai kompetisi (CR) masing-masing tanaman penyusun tumpangsari di hitung dengan persamaan menurut Langat M.C., et al. (2006) yaitu : CRa=Yab/Yaa x Zab + Yba/Ybb x Zba, dan CRb=(Yba/Ybb) x Yba +(Yab/Yaa) x Zab, dimana : Zab= luas area untuk jagung dalam tumpangsari, dan Zba= luas area untuk kacang tanah dalam tumpangsari.
Untuk mengetahui pengaruh dari seluruh perlakuan terhadap pertumbuhan dan hasil, maka data hasil pengamatan dianalisis secara statistik dengan sidik ragam, dilanjutkan dengan uji beda jarak berganda duncan (duncan’s multiple range test/DNMRT) pada taraf α = 5% dengan menggunakan software microsoft Excel dan SPSS 18.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dan komponen hasil tanaman jagung Waktu tanam dan populasi kacang tanah pada sistem tumpangsari jagung / kacang tanah tidak berpengaruh nyata terhadap berat tongkol, berat biji per tongkol, hasil per hektar dan indeks panen (Tabel 1).
Tabel 1. Varibel respon hasil dan komponen hasil tanaman jagung dalam sistem tumpangsari jagung/kacang tanah Perlakuan waktu tanam kacang tanah (W) dan populasi kacang tanah (P) Rata-rata kombinasi W dan P : bersamaan 190.476 (P1) dengan jagung 95.238 (P2) (W1) 63.492 (P3) +7 hari setelah tanam jagung (W2)
190.476 (P1) 95.238 (P2) 63.492 (P3)
Berat tongkol (g)
Berat biji per tanaman (g)
Berat 100 biji (g)
Hasil (ton.ha-1)
IP (%)
158.24ab 210.09ab 182.47ab
113.51ab 116.62ab 112.85ab
22.92ab 24.94ab 22.27ab
7.722ab 7.933ab 7.677ab
38.732ab 38.377ab 37.539ab
207.37ab 180.96ab 180.54ab
114.44ab 113.58ab 100.25ab
25.73ab 23.83ab 23.97ab
7.785ab 7.726ab 6.819ab
37.144ab 37.056ab 36.160ab
190.476 (P1) 173.21ab 107.96ab 24.53ab 7.344ab 38.825ab 95.238 (P2) 161.78ab 91.78ab 22.30ab 6.234ab 34.754ab 63.492 (P3) 159.54ab 98.16ab 20.51ab 6.678ab 37.617ab Rata-rata pada W dan P : bersamaan dengan jagung (W1) 183.60a 114.33a 23.38a 7.777a 38.216a +7 hari setelah tanam jagung (W2) 189.62a 109.42a 24.51a 7.444a 36.787a +14 hari setelah tanam jagung (W3) 164.84a 99.30a 22.45a 6.755a 37.065a 190.476 tanaman.ha-1 (P1) 179.61b 111.97b 24.39b 7.617b 38.234b 95.238 tanaman.ha-1(P2) 184.28b 107.32b 23.69b 7.301b 36.729b 63.492 tanaman.ha-1 (P3) 174.18b 103.75b 22.25b 7.058b 37.105b Dalam tiap kolom, nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada α = 0.05 menurut Duncan′s Multiple Range test +14 hari setelah jagung (W3)
Berat rata-rata tongkol jagung tertinggi diperoleh pada tumpangsari dengan waktu tanam kacang tanah bersamaan dengan jagung dan populasi kacang tanah 95.238 rumpun.ha-1 (210.09 g), berat rata-rata biji per tongkol tertinggi diperoleh pada tumpangsari dengan waktu tanam bersamaan dengan jagung dan populasi kacang tanah 95.238 rumpun.ha-1 (116.62 g), berat rata-rata 100 biji jagung tertinggi diperoleh pada tumpangsari dengan waktu tanam kacang tanah 7 hari setelah jagung dan populasi kacang tanah 190.476 rumpun.ha-1 (25.73 g), hasil rata-rata tanaman jagung
104
tertinggi diperoleh pada tumpangsari dengan waktu tanam kacang tanah bersamaan dengan jagung dan populasi kacang tanah 95.238 rumpun.ha-1 (7.933 ton.ha-1), sedangkan hasil rata-rata per hektar diperoleh sebesar 7.325 ton atau menurun sekitar 15.50% dari rata-rata hasil jagung yang ditanam secara tunggal (8.57 ton.ha-1). Indeks panen rata-rata tanaman jagung tertinggi diperoleh pada tumpangsari dengan waktu tanam kacang tanah 14 hari setelah jagung dan populasi kacang tanah 190.476 rumpun.ha-1 (210.09 g).
ISSN 1979-0228
Pola Tanam Kacang Tanah - Jagung
Hasil dan komponen hasil kacang tanah Dalam sistem tumpangsari jagung/kacang, waktu tanam kacang tanah berpengaruh sangat nyata pada berat polong dan berat biji kacang tanah (Tabel 2) berat polong tertinggi diperoleh pada sistem tumpangsari dengan waktu tanam
kacang tanah bersamaan dengan jagung dan populasi kacang tanah 95.238 rumpun.ha-1 (19.34 g), dan berat biji kacang tanah tertinggi per tanaman diperoleh pada populasi kacang tanah 63.492 rumpun.ha-1 (11.25 g).
Tabel 2. Varibel respon hasil dan komponen hasil tanaman kacang tanah dalam sistem tumpangsari jagung/kacang tanah Berat polong (g)
Berat biji per tanaman (g)
Berat 100 biji (g)
Hasil (ton.ha-1)
IP (%)
Rata-rata kombinasi W dan P : 190.476 (P1) bersamaan dengan jagung 95.238 (P2) (W1) 63.492 (P3)
15.86ac 19.34ac 17.80ac
9.17ac 9.27ac 11.25ac
40.12ab 41.92ab 41.69ab
1.590ad 0.967ae 0.645af
16.25ab 15.12ab 16.48ab
190.476 (P1) 95.238 (P2) 63.492 (P3)
8.78bc 13.43bc 13.99bc
5.96abc 9.46abc 7.63abc
38.49ab 40.96ab 42.72ab
1.398bd 0.979be 0.589bf
14.62ab 18.35ab 13.36ab
Perlakuan
+7 hari setelah tanam jagung (W2)
190.476 (P1) 9.54bc 6.40bc 40.17ab 0.661cd 24.04ab 95.238 (P2) 10.29bc 5.16bc 36.39ab 0.583ce 12.64ab 63.492 (P3) 10.57bc 5.67bc 36.20ab 0.574cf 17.30ab Rata-rata pada W dan P : bersamaan dengan jagung (W1) 17.67a 9.90a 41.24a 1.067a 19.95a +7 hari setelah tanam jagung (W2) 12.07a 7.68ab 40.72a 0.989b 15.44a +14 hari setelah tanam jagung (W3) 10.14b 5.74b 37.59a 0.606c 17.99a 190.476 tanaman.ha-1 (P1) 11.39c 7.18c 39.60b 1.216d 18.30b 95.238 tanaman.ha-1(P2) 14.36c 7.96c 39.76b 0.843e 15.37b 63.492 tanaman.ha-1 (P3) 14.12c 8.18c 40.20b 0.603f 15.71b Dalam tiap kolom, nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada α = 0.05 menurut Duncan′s Multiple Range test +14 hari setelah jagung (W3)
Pada sistem tumpangsari, interaksi waktu tanam dan populasi kacang tanah berpengaruh nyata terhadap hasil rata-rata kacang tanah per hektar, hasil rata-rata kacang tanah tertinggi diperoleh pada interaksi waktu tanam kacang tanah bersamaan dengan jagung dan populasi kacang tanah 190.476 rumpun.ha-1 (1.590 ton.ha1), sedangkan hasil rata-rata tertinggi kacang tanah diperoleh sebesar 0.89 ton.ha-1, atau menurun sekitar 60.13% dari hasil rata-rata kacang tanah yang ditanam secara tunggal (2.23 ton.ha-1) NKL, ATER dan Rasio Kompetisi Waktu tanam dan populasi kacang tanah dalam sistem tumpangsari jagung/kacang tanah berpengaruh sangat nyata terhadap nilai NKL dan ATER, nilai NKL tertinggi diperoleh pada sistem tumpangsari dengan waktu tanam kacang tanah bersamaan dengan jagung dan populasi kacang tanah 190.476 rumpun.ha-1 (1.62 dan 1.58) (Tabel 3). Populasi kacang tanah berpengaruh sangat nyata terhadap rasio kompetisi tanaman jagung dalam Rasio nilai ATER tertinggi diperoleh
ISSN 1979-0228
pada sistem tumpangsari jagung/kacang tanah, nilai rasio kompetisi tanaman jagung tertinggi diperoleh pada sistem tumpangsari waktu tanam kacang tanah 14 hari setelah jagung (4.74), populasi kacang tanah berpengaruh sangat nyata terhadap rasio kompetisi tanaman kacang tanah dalam sistem tumpangsari jagung/kacang tanah, rasio kompetisi tanaman kacang tanah tertinggi diperoleh pada interaksi waktu tanam kacang tanah bersamaan dengan jagung dan populasi kacang tanah 190.476 rumpun.ha-1 (1.63) (Tabel 3).
KESIMPULAN Berdasarkan hasil percobaan tumpangsari jagung dan kacang tanah dengan perlakuan waktu tanam dan jarak tanam kacang tanah terhadap hasil jagung dan kacang tanah dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Hasil rata-rata jagung tertinggi pada sistem tumpangsari jagung/kacang tanah diperoleh dari tanaman jagung dengan waktu tanam kacang tanah bersamaan
105
Jerami Volume 4 No.2, Mei - Agustus 2011
2.
3.
4.
dengan jagung dan populasi kacang tanah 95.238 rumpun.ha-1, yaitu 7.933 ton.ha-1, atau turun sekitar 7.40 % dari hasil rata-rata tanaman jagung yang ditanam secara tunggal yaitu 8.567 ton.ha-1. Hasil rata-rata kacang tanah tertinggi pada sistem tumpangsari jagung/kacang tanah diperoleh dari tanaman kacang tanah dengan waktu tanam kacang tanah bersamaan dengan jagung dan populasi kacang tanah 190,476 rumpun.ha-1, yaitu 1.590 ton.ha-1, atau turun sekitar 28.56 % dari hasil rata-rata tanaman kacang tanah yang ditanam secara tunggal yaitu 2.226 ton.ha-1. Nilai rata-rata NKL dan ATER tertinggi diperoleh pada sistem tumpangsari jagung/kacang tanah dengan waktu tanam kacang tanah bersamaan dengan jagung dan populasi kacang tanah 190,476 rumpun.ha-1 yaitu berturut-turut NKL = 1.62 dan ATER = 1.58, yang secara umum nilai rata-rata NKL dan ATER pada sistem tumpangsari >1 menunjukkan bahwa tanaman jagung dan kacang tanah lebih menguntungkan jika ditanam secara tumpangsari dibandingkan dengan menanam secara tunggal pada luas lahan yang sama. Pada sistem tumpangsari ini disimpulkan bahwa jagung lebih kompetitif dibanding
dengan kacang tanah dengan nilai rasio kompetisi jagung dibanding nilai rasio kompetisi kacang tanah adalah 2.66 : 0.64. 5. Secara umum pada sistem tumpangsari jagung/kacang tanah, waktu tanam kacang tanah 0 hari setelah jagung dan populasi kacang tanah 190,476 rumpun.ha-1 memberikan hasil terbaik dengan hasil jagung yang diperoleh sebesar 7.722 ton.ha1 dan kacang tanah sebesar 1.590 ton.ha-1. Dari kesimpulan dari percobaan kajian waktu tanam dan populasi kacang tanah terhadap hasil tanaman jagung dan kacang tanah dalam sistem tumpangsari jagung/kacang tanah dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut : 1. Diperlukan pengaturan lebih lanjut terhadap waktu tanam jagung dan kacang tanah, populasi jagung dan kacang tanah sehingga diperoleh hasil tanaman yang lebih optimum dalam sistem tumpangsari jagung/kacang tanah. 2. Diperlukan perhitungan monetary advantage index (MAI) terhadap masing-masing komponen penyusun tumpangsari, untuk menilai keuntungan ekonomis yang diperoleh dari sistem tumpangsari jagung/kacang tanah.
Tabel 3. Nilai NKL*, ATER** dan Rasio Kompetisi tanaman dalam sistem tumpangsari jagung/kacang tanah NKL
ATER
Rasio kompetisi jagung
Rasio kompetisi Kacang tanah
Rata-rata kombinasi W dan P : bersamaan 190.476 (P1) dengan jagung 95.238 (P2) (W1) 63.492 (P3)
1.62ac 1.36ad 1.19ae
1.58ad 1.33ae 1.15af
0.69ab 2.18ac 4.68ad
1.63ac 0.47ad 0.22ad
+7 hari setelah tanam jagung (W2)
1.54ac 1.34ad 1.06ae
1.41bd 1.23be 0.97bf
0.73ab 2.07ac 4.57ad
1.39ac 0.49ad 0.23ad
Perlakuan
190.476 (P1) 95.238 (P2) 63.492 (P3)
+14 hari setelah 190.476 (P1) 1.15bc 1.00cd 1.48ab 0.74bc tanam jagung 95.238 (P2) 0.99bd 0.86ce 2.77ac 0.36bd (W3) 63.492 (P3) 1.04be 0.90cf 4.74ad 0.23bd Rata-rata pada W dan P : bersamaan dengan jagung (W1) 1.39a 1.35a 2.52a 0.77a +7 hari setelah tanam jagung (W2) 1.31a 1.20b 2.46a 0.70a +14 hari setelah tanam jagung (W3) 1.06b 0.92c 3.00a 0.45b 190.476 tanaman.ha-1 (P1) 1.44c 1.33d 0.97b 1.26c 95.238 tanaman.ha-1(P2) 1.23d 1.14e 2.34c 0.44d 63.492 tanaman.ha-1 (P3) 1.09e 1.01f 4.66d 0.22d Dalam tiap kolom, nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada α = 0.05 menurut Duncan′s Multiple Range test. * = Nisbah kesetaraan lahan ** = Area Time Equivalent Ratio
106
ISSN 1979-0228
Pola Tanam Kacang Tanah - Jagung
DAFTAR PUSTAKA Ahlawat, I. P. S., A. Singh, and C. S. Saraf., 1981. Effects of winter legumes on the nitrogen economy and productivity of succeeding cereals. Expl. Agric. 17:5762.
crops. PP. 73-88. In A. Ayanaba and P. J. Dart (eds.) Biological nitrogen and carbon under a Desmodium uncinatum pasture. Aust. J. Expl. Agric. Anim. Husb. 6:157-160.
Beets, W.C. 1982. Plant interrelationship and competition. In: Multiple Cropping and Tropical Farming Systems. Westerview Press. 178p.
Hiebsch, C.K. and McCollum, R.E. 1987. Area-xtime equivalency ratio: A method for evaluating the productivity of intercrops. Agronomy Journal 79:15 22.
Beets, W.C., 1982. Multiple Cropping and Tropical Farming System. Gower Publ. Co., Chicago. 304 p
IRRI, 1972. Cropping System Programe. Annual Report Los Banos, Philippines.
Chaudhary, S. K., 1984, Grain and forage legume yields, with or without intercropping and effect of leucaena green leaf manuring on nitrogen economy of corn (desertasi), University of Hawaii. Donald, C. M. 1963. Competition among crop and pasture plants. Adv. Agron. 15:1118. Dowswell, C.R., R.L. Paliwal, and R.P. Cantrell, 1996. Maize in the Third World. Winrock Development - Orientated Literature Studies. Boulder, Colorado: Westview Press. Francis, C.A., 1989. Biological Efficiencies in Multiple Cropping System. In Advances in Agronomy. Vol. 42. Acad Press. New York. Gunasena, H. P. M., F. F. Campos, and S. Ahmed. 1978. Studies on intercropping and utilization of organic residues: A review of UNPUTS Trial III. PP. 99-122. In S. Ahmed and H. P. M. Gunasena (eds.) Second Review Meeting INPUTS Project. East-West Center, Honolulu. Haryadi. S.S., 1996. Pengantar Agronomi, PT. Gramedias Pustaka Utama. Jakarta. 1997. Helmi, 1999. Pengaruh kerapatan tanaman dan cara pemupukan terhadap pertumbuhan lada perdu (Piper ningrum L.) di bawah tegakan kelapa. Tesis. Program Pasca Sarjana. IPB. Bogor. (Tidak Dipublikasikan). 79 hlm. Henzell, E. F., dan I. Vallis, 1977. Transfer of nitrogen between legumes and other
ISSN 1979-0228
Johnston, M., dan I. C. Onwueme, 1998. Effect of shade on photosynthetic pigments in the tropicak root crops: yam, taro, tannia, cassava and sweet potato. Experimental Agriculture 34(3)301-312. Jugerheimer, R. W., 1976. Corn Improvement Seed Production and Uses. John Willey and Son Inc., New York. Lal, R. B., R. De, dan R. K. Singh. 1978. Legume contribution to the fertilizer economy in legume-cereal rotations. Ind. J. Agri. Sci. 48:419-424. Langat, M.C. et al., 2006. The effect of intercropping groundnut (Arachis hypogeae L.) with sorghum (Sorghum bicolor L. Moench) on yield and cash income. Agricultura Tropica et Subtropica Vol. 39(2). Mead, R. and R.W. Willey. 1980. The concept of a land equivalent ratio and advantages in yields for intercropping. Exp. Agric. 16: 217- 228. Odum, E.P., 1997, Ecology: A Bridge Between Science and Society, Sinauer Associates, Inc. Publ. Suderland, Massachusetts, USA. 331p. Rhodes, I. 1970. Competition between herbage grasses. Herbage Abst. 40(2):115-121. Singh, K. K., dan O. P. Awasthi, 1978. Maintenance of soil fertility in the hills with incorporation of legumes in cropping sequences. Ind J. Agric. Sci. 48:41-46. Soedarmadi, H., 1977. Persistence of overseded Legume into Guinea Grass (Panicum maximum Jacq) Pasture and their Effect
107
Jerami Volume 4 No.2, Mei - Agustus 2011
on Herbage Yield and Quality. Thesis MS. UPLB, Los Banos. Sukarjo, E. I., 2004. Toleransi Beberapa Jenis Curcuma spp. Terhadap Intensitas Naungan. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia. 6(2) : 97-103. Sumarsono., 1983. Pengaruh Pupuk TSP, Pupuk Kandang dan Interval Pemotongan terhadap Produksi dan Kualitas Hijauan Pertanaman Campuran Setaria splendida Staft dan Centrosema pubescens Benth. Thesis S2 Fakultas Pasca Sarjana IPB., Bogor. Talleyrand, H., R. Perez-Escolar, M. A. LugoLopez, dan T. W. Scott, 1977. Utilization of nitrogen from crop residues in Oxisols and Ultisols. J. Agri. Univ. P. R. 61(4):450-455. Vandermeer, J., 1989. The Ecology on Intercropping, Cambridge University. Press. New York. Virtanen A. I., S. Von Hausen, dan T. Laine, 1937. Investigation on the root nodule bacteria of leguminous plants. XX. Excretion of nitrogen in associated cultures of legumes and nonlegumes. J. Agric. Sci. 27:584- 610.
Widiastuti, L., Tohari, dan E. Sulistyaningsih, 2004. Pengaruh intensitas cahaya dan kadar daminosida terhadap iklim mikro dan pertumbuhan tanaman krisan dalam pot (Chrysanthemum morifolium R). Jurnal Ilmu Pertanian In Press. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Whitney, A. S., 1977. Contribution of forage legumes to the nitrogen economy of mixed swards: A review of relevant Hawaiian research. PP. 89-96. In A. Ayanaba and P. J. Dart (eds.) Biological nitrogen fixation in farming systems in the tropics. Wiley, New York, NY, U.S.A. Willey, R. W. 1979a. Intercropping – it’s importance and research needs. Part I. Competition and yield advantages. Field Crop Abst. 32:1-10. __________. 1979b. Intercropping – it’s importance and research needs. Part II. Agronomy and research approaches. Field crop Abst. 32:73-85.
------------------------------oo0oo------------------------------
108
ISSN 1979-0228