STUDI PERTUMBUHAN PROPAGUL MANGROVE MENGGUNAKAN MEDIA LUMPUR SIDOARDJO DI KAWASAN MUARA SUNGAI PORONG, SIDOARDJO
TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains Bidang Ilmu Kelautan
Oleh TEGUH YUDANA Y. 6305080061
UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KELAUTAN DEPOK 2008
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
Judul
: Studi Pertumbuhan Propagul Mangrove menggunakan Media Lumpur Sidoardjo di Kawasan Muara Sungai Porong, Sidoardjo
Nama
: Teguh Yudana Y.
NPM
: 6305080061 MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing
Dr. Susiani Purbaningsih, DEA
Ir. Nyoto Santoso, MS.
Pembimbing I
Pembimbing II
2. Komisi Penguji
Dra. Lestari Rahayu, DEA.
Drs. Wisnu Wardhana, MSi
Penguji I
Penguji II
3. Ketua Program Studi Magister Ilmu Kelautan
Dr. A. Harsono Soepardjo, M.Eng
Tanggal Lulus :
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdhulillah atas ijin Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul “Studi Pertumbuhan Propagul Mangrove menggunakan Media Lumpur Sidoardjo di Kawasan Muara Sungai Porong, Sidoardjo”. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :
1. Dr. Susiani Purbaningsih, DEA dan Ir. Nyoto Santoso, MS. selaku pembimbing, atas bimbingan dan arahnya sehingga Tesis ini dapat diselesaikan. 2. Dra. Lestari Rahayu, DEA dan Drs. Wisnu Wardhana, MSi. selaku penguji sidang Tesis. 3. Bapak Ketua, Sekretaris Program dan Bapak Pembimbing akademik Studi Magister Kelautan Universitas Indonesia 4. Bapak Budi dan keluarga di Dusun Tanjungsari, Sidoardjo
dan seluruh
perangkat dusun yang telah memberi banyak informasi, bantuan dan kerjasamanya. 5. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penulisan Tesis ini belum sempurna, oleh karena itu kritik dan saran penulis harapkan demi sempurnanya karya ini.
Depok, Juni 2008
Penulis
iii Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
Nama
: Teguh Yudana Y. (6305080061)
Judul
: Studi Pertumbuhan Propagul Mangrove menggunakan Media Lumpur Sidoardjo di Kawasan Muara Sungai Porong, Sidoardjo
Pembimbing : Dr. Susiani Purbaningsih, DEA dan Ir. Nyoto Santoso, MS. RINGKASAN Keputusan mengalirkan lumpur sidoardjo yang berasal dari sumur pengeboran milik PT. Lapindo ke laut melalui Sungai Porong merupakan keputusan terbaik. Perbedaan karakter antara Lumpur Sidoardjo dengan lumpur yang telah ada di pesisir serta volume yang besar dari lumpur sidoardjo dikhawatirkan akan mempengaruhi ekosistem yang ada di Muara Sungai Porong, terutama mangrove. Penelitian bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman spesies mangrove yang ada di Muara Sungai Porong, perbedaan karateristik media lumpur sidoardjo dengan lumpur pesisir, kelulushidupan dan pertumbuhan mangrove pada media tanam yang berasal dari lumpur Sidoardjo (LUSI), lumpur pesisir Sidoardjo (LUPES) dan penambahan kompos. Penelitian dilakukan pada bulan Nopember 2006 – April 2007. Ada 4 spesies yang digunakan dalam penelitian, yaitu Rhizophora mucronata, Bruguiera gymnorrhiza, Ceriops tagal dan Avicennia marina. Propagul keempat spesies tersebut ditanam pada 5 jenis media tanam yang berbeda dan erendam secara alami oleh pasang surut harian. Tinggi dan jumlah mangrove yang masih hidup dicatat setiap minggu selama 18 minggu. Secara umum ada 14 spesies mangrove yang di temukan di Muara Sungai Porong. Avicennia marina dan Rhizophora mucronata merupakan spesies yang mendominasi kawasan tersebut. Analisis pada media tanam memperlihatkan ukuran butir LUSI sedikit lebih besar daripada LUPES. Kandungan unsur C pada LUSI (1,51%) lebih kecil dibandingkan LUPES (4,63%). Persentase hidup setiap spesies pada setiap media tanam berbeda-beda. Rhizophora mucronata mampu bertahan baik di media LUPES (97%), Ceriops tagal pada media LUSI (100%), LUSI+K dan LUPES (90%) dan Avicennia marina mampu bertahan baik pada semua media dan Bruguiera gymnorrhiza tidak mampu bertahan pada semua media. Perbedaan media tanam tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan Rhizophora mucronata, Avicennia marina dan propagul Ceriops tagal, namun tidak pada Bruguiera gymnorrhiza. Kemampuan toleransi terhadap kondisi lingkungan, kualitas dari propagul menjadi faktor utama selain karakter dari media tanam. Lokasi di area pasang surut dengan salinitas tinggi diduga bukan habitat yang cocok untuk Bruguiera gymnorrhiza selain ketersediaan propagul yang terbatas untuk spesies tersebut.
Keyword : lumpur sidoardjo, pertumbuhan, mangrove
v Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
Name
: Teguh Yudana Y. (6305080061)
Title
: Study of Mangrove Propagule Growth on Sidoarjo’s Mud PlantingMedium in Porong Estuary, Sidoarjo
Supervisiors
: Dr. Susiani Purbaningsih, DEA dan Ir. Nyoto Santoso, MS. SUMMARY
The (government) decision to discharge mud effluent into the sea was believed to be the best solution to overcome the mud volcano problem generated by PT Lapindo drilling well. However, its mud different character and volume suspected will be influence the surounding estuary ecosystem especially the mangrove. The study aimed to investigate mangrove diversity in Porong estuary where the mud is poured, characteristics of ‘Sidoarjo’s mud’ and orignal coastal mud, and growth and viability of mangrove planted on ‘Sidoarjo’s mud’ (LUSI) and original coastal mud (LUPES) and its combination with organic fertilizer. The study was conducted between Nopember 2006 – April 2007. There were four mangrove species employed for this experiment i.e.: Rhizophora mucronata, Bruguiera gymnorrhiza, Ceriops tagal dan Avicennia marina. Propagule of those four species was planted on five different planting-medium combination and positioned in mangrove floor where they could naturally inundated by daily tide. The plant height and viability was then recorded weekly for 18 weeks period. In general there were 14 species of mangrove found in the area, and Avicennia marina and Rhizophora mucronata were the most dominan species. The difference between LUSI and LUPES medium is mainly on its grain size where LUSI’s mostly bigger than LUPES’s. The nutrient content was also slightly different where carbon (C) in LUSI was 1,51% while LUPES 4,63%. Viability of each species on each planting-medium was vary Rhizophora mucronata growth very well (97%) in LUPES medium, while Ceriops tagal growth 100% in LUSI and LUSI+ compost medium and 90% in LUPES medium. Avicennia marina grew in all medium but in contrast none of Bruguiera gymnorrhiza propagules could not grow at all. Planting-medium treatment in fact was not significantly influenced propagule growth except for Bruguiera gymnorrhiza. High life tolerance to different environmental condition and propagule quality could be more dominant factors influencing propagle growth rather than planting medium. In the case of failure growth of Bruguiera gymnorrhiza, tide regime and water salinity probably were the most dominant cause.
Keywords : Sidoarjo’s mud, growth, mangrove
iv Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………………………………………………………..………….iii SUMMARY ……………………………………………………………………..…………..iv RINGKASAN ………………………………………………………………………………..v DAFTAR ISI …………………………………………………………………...……………vi DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………..………….viii DAFTAR TABEL ………………………………………………………………………….x DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………………………xi BAB I A. B. C. D. E.
PENDAHULUAN …………………………………..………………………….1 Latar Belakang …………………………………………………….……..……1 Permasalahan …………………………………………………….……………3 Hipotesis Penelitian …………………………………………………………...4 Tujuan Penelitian ……………………………………………………….……..4 Kerangka Pemikiran ………………………………………………………….5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………..…………..6 A. Pengertian Mangrove ..................................................................................6 B. Faktor-Faktor Ekologi Mangrove ………….…………………….………….7 1. Iklim …………………………………………………………….…………7 2. Bentuk Lahan dan Geomorfologi ……………………………………………7 3. Gradien Fisik dan Kimia …………………………………………….………..8 C. Ekofisiologi Mangrove ……………………………………………….………10 1. Bertahan dengan Konsentrasi Garam Tinggi ……………………………10 2. Spesialisasi akar ……………………………………………………….…..12 3. Reproduksi …………………………………………………………………..14 D. Zonasi Mangrove dan Penggenangan Pasang Surut .............................12 E. Karakteristik Spesies Mangrove ………………………………………….19 1. Avicennia marina ……………………………………………………………19 2. Bruguuiera gymnorrhiza ……………………………………………………19 3. Ceriops tagal ………………………………………………………………..19 4. Rhizophora mucronata ……………………………………………….……19 F. Fungsi Mangrove ………………………………………………….………20 G. Lumpur Sidoardjo ……………………………………………………………..21 BAB III METODOLOGI …………………………………………..…….24 A. Waktu dan Lokasi Penelitian ……………………………………………...24
vi Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
1. Kondisi Fisik ………………………………………………………….………25 2. Kondisi Biologi ……………………………………………………………..25 B. Materi ………………………………………………………………………….26 C. Metoda …………………………………………………………………………27 1. Penyiapan Propagul Mangrove …………………………………………...27 2. Penyiapan Media Tanam di Lapangan ……………………………….…...28 3. Penanaman Propagul pada Wadah ………………………..…..28 4. Pengambilan Data Pertumbuhan Mangrove ………………………….….29 5. Pengambilan Data Pendukung ………………………………………….…29 6. Analisis Data …………………………………………………………………30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………….……………………..…………..….32 A. Hasil ………………………………………………………………………….32 1. Persentase Hidup Propagul Mangrove ……..………………………….…32 2. Pertumbuhan Tinggi Propagul Mangrove ………………………………37 3. Data Pendukung Penelitian ……………………………………………….42 a. Karakteristik media tanam …………………………………..………...42 b. Komposisi vegetasi mangrove …………………………………………45 c. Pasang surut dan kualitas air …………………………………………..47 B. Pembahasan ………..…………………………….…..……………50 1. Persentase Hidup Propagul Mangrove …….……………..…………….50 2. Persentase Bibit Mangrove yang Hidup …………………….……………56 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
……………………………………………….62
DAFTAR ACUAN ……………………………………………………..…………………64 LAMPIRAN
……………………………………………………..………………………..68
vii Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
DAFTAR ACUAN
Adha, K. 2000. Vegetation structure, zonation, & seedling establishment in the Asajaya mangrove forest, Sarawak, Malaysia. Institute of Biodiversity & Environmental Conservation, Universiti Malaysia Sarawak, Samarahan.(Thesis MS) Alikodra, H. S. 1998. Kebijakan pengelolaan hutan mangrove dilihat dari lingkungan hidup. Seminar IV Ekosistem Mangrove, Pekanbaru 15 –18 september 1998. 33 – 43. Andrews, T.J. & G.J. Muller. 1985. Photosynthetic gas exchange in mangrove, Rhizophora stylosa Griff. , in its natural environment. Oecologia 65 : 449 – 455. Andrews, T.J., B.F. Clough & G.J. Muller. 1984. Photosynthetic gas exchange & carbon isotope ratios of some mangrove in North Queenslan. Dalam : Teas H.J. (Ed.) Physiology & Management of Mangrove, Tasks for Vegetation Science. Dr. W. Junk, The Hague : 15-23. Ball, M.C. & S.M. Pidsley. 1988. Establishment of mangrove seedling in realition of salinity. Dalam : Larson, H.K., R. Hanley & M. Michie (Eds). Darwin Harbour. ANU NARU Mangrove Monograph 4 : 123-134. Beever, J.W., D. Simberloff & L.L. King. 1979. Herbivory & predation by mangrove crab, Aratus pisoii. Oecologia 43 : 317-328. Bengen, D. G. 2003. Strategi pemberdayaan masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove. Dalam: Lokakarya Jaringan Kerja Pelestarian Mangrove. Istiper, 12 Agustus 1998. Pemalang, Yogyakarta. Blasco. 1984. Climatic factors & the biology of mangrove plants. Dalam Snedaker, C.S & Snedaker, G.J. 1984. The mangrove Ecosystem : Research Methods. Unesco, Bungay : 10-35. Bowman, H.H.M., 1817. Ecology & physiology of the red mangrove. Proc. Amer. Phil. Soc. 56 : 589-672. Brock, N.C. 1988. Mangrove floristics & biogeography. Dalam : Roberstons, A.I. & D.M. Alongi (Eds.). Tropical mangrove ecosystem. Wetland ecology & management 9 : 257-269. Brown, S.M. 1984. Mangrove Litter Production & Dynamics. Dalam Snedaker, C.S & Snedaker, G.J. 1984. The Mangrove Ecosystem: Research Methods. Unesco, Bungay : 45-65.
64 Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
65 Budiman, A. & Kartawinata. 1996. Penelitian Hutan Mangrove di Indonesia : Pendayagunaan & Konservasi. Dalam: Lokakarya Nasional Penyusunan Program Penelitian Biologi Kelautan & Proses Dinamika Pesisir. Semarang, 24-28 November 1992. 32 hlm Budiman, A. dan Suhadjono, 1992. Penelitian Hutan Mangrove di Indonesia : Pendayagunaan dan Konservasi. dalam: Lokakarya Nasional Penyusunan Program Penelitian Biologi Kelautan dan Proses Dinamika Pesisir. Semarang, 24-28 November 1992. 32 hlm. Burchett, M.D., C.D. Field & A. Pulkownik. 1984. Salinity, growth & root respiration in the grey mangrove Avicennia marina. Physiology Plant. 75 : 299-303. Chai, P. P. K. 1982. Ecological studies of mangrove in Sarawak. Dalam Pribadi. 1998. The ecology of mangrove vegetation in Bintuny Bay, Irian Jaya, Indonesia. Thesis PhD. University of Stirling. Scotl&. Chapman, V. J..1976. Mangrove Vegetation. J. Cramer, Vadus, Liechtensein, Germany : 447 hlm. .1975. mangrove biogeography. Dalam : Walash, G.E., S.C. Snedacker & H.J. Teas (Ed). Proccedings of the International Symposium on Biology & Management of Mangroves. Vol. 1, University of Florida, Gainesville : 3-22. Chen. R. & R.R. Twilley. 1998. A gap dynamic model of mangrove forest development along gradients of soil salinity & nutrient resources. Journal of Ecoogy. 86 : 37-51 Choong, E.T., R. S. Wirakusumah & S. S. Achmadi. 1994 Mangrove forest resources in Indonesia. Forest Ecology & Management, 33/34 : 45-57 Cintron, G., A.E. Lugo, D.J. Pool & G. Morris. 1978. Mangrove of arid environments in Puerto Rico & adjacent isl&s. Biotropica 10 : 110-121. Cintron, G., & Y.S. Novelli. 1984. Methods for studying mangrove structure. in: Snedaker & Snedakers (Eds), The Mangrove Ecosystem : Research Methods, UNESCO, Bungay : 91-113. Clarke, P. J. 1992. Predispersal mortality & fecundity in the grey mangrove (Avicennia marina) in southestern Australia. Journal of Ecology 17 : 161 180 Clarke, L.D. & N.J. Hannon, 1971, The mangrove swamp & saltmarsh communities of the Sydney district, IV. The significance of species interaction. Journal of Ecology 59 : 535-553. Clough, B.F., T,J, &rews & I.R. Cowan. 1982. Physiological. Dalam : Clough, B.F. (Ed.). Mangrove ecosystem in Australia-structure, function & management. ANU Press, Canbera : 151-161
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
66 Cruz. 1992. Diversity & stability in a Puerto Rican Rhizophora mangle L. forest . Dalam Pribadi. 1998. The ecology of mangrove vegetation in Bintuny Bay, Irian Jaya, Indonesia. Thesis PhD. University of Stirling. Scotland. Dahuri, H. R., J. Rais, S. P. Ginting & M. J. Sitepu, 1996. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir & Lautan secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita, Jakarta. 305 hlm. Davis, R. A. 1992. Geologic impact of Hurricane Andrew on Everglades coast of southwest Florida. Environ. Geol. 25: 143-148. Dawes, C. J. 1981. Marine Botany. John Wiley & Sons Inc, New York. 628 hlm. De Haan, J.H. (1931). De Tjilatjapsche Vloedbosschen. Tectona, 13 : 113 - 159. Deimont, W.H. & Von Mijngaarden, 1975. Sedimentation patterns, soils, mangrove vegetation & l&-use in the tidal areas of West Malaysia. In Proceedings of international symposium on biology & management of mangroves, 8-11 October 1974, Hawaii. p. 513-522. Ed. G.E. Walsh, S.C. Snedaker & H.J. Teas. Gainesville, Univ. Florida. Field. 1995. Depositional Systems, an introduction to sedimentology & stratigraphy. Prentice Hall. New Jersey. 202 hlm. Gill, A.M. & P.B. Tomlinson. 1971. Studies on the growth of red mangrove (Rhizophora mangle L.) II Growth & differentiation of aerial roots. Biotropica 3 : 63-77. Hadi, S. 1982. Metodologi Research. Fakultas Psikologi UGM. Gadjah Mada University Press. 87 hlm. Hogart P. J. 1999. The Biology of mangrove. Oxford University press inc. New York. 228 hlm. Hou.1958. Properties of mangrove forest in southern Florida. In : Walsh, G.E., Snedacker & H.J. Teas (Eds.). Proceedings of the International Symposium Biology & Management of mangroves. Vol. 1, University of Florida, Gainesville : 113-145. Kittamura, S. C., Anwar, A., Chaniogo & S. Baba. 1997. H&book of Mangroves in Indonesia. JICA/ISME : 29 - 63. Lugo, A.E. & Snedaker, S.C. 1974. The ecology of mangroves. Annual Review of Ecology & Systematics, 5 : 39 - 64. Macnae, W. 1966. Mangrove in eastern and southern Australia. Aust. J. Bot. 14 : 167-175
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
67 .1968. A general account of the fauna & flora of mangrove swamps & forests in the Indo-West-Pacific Region. Advance Marine Biology 6 : 73270. Moore, R.T., P.C. Miller, D. Albright & L.L. Tieszen. 1972. Comporative gas exchange characteristics of three mangrove species during the winter. Photosynthetica 6 : 387-393. Moore, R.T., P.C. Miller, J. Ehleringer & W. Lawrence. 1973. Seasonal trends in gas exchange characteristics of three mangrove species. Photosynthetica. 7 :387-394. Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Gramedia. Jakarta. 136 hlm Pandit, S. & B.C. Choundhury. 2001. Factors affecting pollinator visitation & reproductive success in Sonneratia caseolaris & Aegiceras cornniculatum in a mangrove forest in India. Tropical Ecology 17 : 431-447. Pribadi, R. 1998. The ecology of mangrove vegetation in Bintuni Bay, Irian Jaya, Indonesia. University of Stirling, Scotland. (PhD Thesis). Putrohari. 2006. Ada apa dengan mud flow di Jawa Timur?. Indonesia Energy, Natural Disaster & Dongeng Geologi. Rabinowitz, D. 1978a. Dispersal properties of mangrove propagules. Biotropica 10 : 47 - 57. Rabinowitz, D. 1978b. Mortality & initial propagule size in mangrove seedlings in Panama. Journal of Ecology 66 : 45-61. Robertson, A.I., R. Giddins & T.J. Smith. 1990. Seed predation by insect in tropical mangrove forests : extent & effects on seed viability & the growth of seedlings. Oecologia 83 : 213-219. Saintilan, N. 1997. Above & below ground biomasses of two species of mangrove on the Hawkesbury River estuary. Marine Freshwater 48 : 147-149 Santos, M.C.F.V., J.C. Zieman & R.R.H. Cohen. 1997. Interpreting the upper midlittoreal zonation patterns of mangroves in Maranhao (Brazil) in response to microtopography and hydrology. In : Kjerfve, B., L.D. Lacerda & E.H.S. Diop (Eds.) Mangrove ecosystem studies in Latin America and Africa. UNESCO. Paris. Pp. 127-144 Santoso, S. 2001. SPSS versi 10. Mengolah Data Statistik Secara Profesional. PT Elex Media Computindo, Jakarta. 253 hlm Saenger, P. E.J, Hegerl, & J.P.S. Davie. 1983. Global Status of Mangrove Ecosystems. Comission on Ecology Papers No.3, IUCN. 1983
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
68 Seanger P. 1988. Mangrove vegetation : an evolutionary perspective. Marine Freshwater 49 : 277-286. Saenger, P. 2002. Mangrove ecology, silviculture & conservation. Southern Cross University, Lismore. London : 330 hlm. Semeniuk, V. 1983. Mangrove distribution in northwestern Australia in releationship to regional & local freshwater seepage. Vegetatio 60 : 3-23. Shokita, S. 2000. The role of acuatic animals in mangrove ecosystem. Dalam : AsiaPasific cooperation on research for conservation of mangroves : Proceedings of an International workshop, Okinawa, Japan 26-30 March 2000. United Nations University, Tokyo : 1-30. Shoper. 1965. Waterlogged saline soil. Dalam : Snedaker, C.S & Snedaker, G.J. 1984. The mangrove Ecosystem : Research Methods. Unesco, Bungay : 114-130. Suhardjono, Y. R & Adi Soemarto, S. 1998. Pengembangan rancangan pendayagunaan fauna mangrove Indonesia : kendala & peluang yang tersedia. Prosiding seminar IV ekosistem mangrove : 114 - 126. Supriharyono, M., S. 2000. Pelestarian & Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta : 28-47. Suryabrata, S. 1992. Metodologi Penelitian. Universitas Gadjah Mada. Rajawali Press. Jakarta : 18. Tanagguchi, H., Suko, O., & Ida, A. 1999. Manual Persemaian mangrove di Bali. Departemen Kehutanan & Perkebunan Republik Indonesia & Japan International Cooperation agency. The Development of Suistainble Mangrove Management Project. Bali. 46 hlm. Tomlinson, P.B. 1994. The Botany of Mangrove. Cambridge University Press, New York. 419 hlm. Usman, E., Salahuddin, M., Ranawijaya & Hutagaol, J.P. 2006. Lokasi pengelolaan Lumpur Porong. A geoscientish concern on hot mud flow in East Java, Indonesia. Watson, J. G. 1928. Mangrove forest of the malay Peninsula. Malayasia Forest 6: 1275. Wells, A.G. 1983. Distribution of mangrove spesies in Australia. Biology & ecology of Australian Mangrove : 57-76. Woodroffe, C. 1992. Mangrove sediments & geomorphology. Dalam Tropical mangrove ecosystem. Coastal & estuarine studies no. 41 (ed. Robertson & D.M. Alongi : 7-41. American Geophysical Union, Washington D.C.
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
69 Yakub, E.M. 2008. Lumpur Panas, Lula versus Lusi. A geoscientish concern on hot mud flow in East Java, Indonesia. Yekti, T.Y. 2003. Struktur & komposisi vegetasi mangrove di kawasan mangrove Ujung Piring, Jepara. Universitas Diponegoro, Semarang Yuwono, D. 2006. Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta. (91 hlm.)
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
DAFTAR GAMBAR
1.
Diagram alir kerangka pemikiran …..………………………………………………..5
2.
Salt Gland/Kelenjar pengeluaran garam pada daun mangrove ………………..11
3.
Akar nafas (pneumatofor) dan lentisel pohon mangrove ……………………….13
4.
Beberapa bentuk akar mangrove (Bengen, 2003) ………………………………14
5.
Propagul yang vivipari dan kryptovivipari …………………………………………15
6.
Zonasi mangrove secara umum (De Hann, 1931) ………………………………18
7.
Peta lokasi semburan dan luapan lumpur pada bulan September 2006 ............21
8.
Grafik analisis ukuran butir menurut “Wentworth” (Sumber : Ditjen KP3KDKP) ...................................................................................................................23 Peta lokasi penelitian pertumbuhan mangrove menggunakan lumpur Sidoardjo di Muara Sungai Porong, Sidoardjo.....................................................24
9.
10. Persentase propagul R. mucronata yang hidup pada 5 media tanam yang berbeda...............................................................................................................33 11. Persentase propagul B. gymnorrhiza yang hidup pada 5 media tanam yang berbeda.......................................................................................................33 12. Persentase propagul C. tagal yang hidup pada 5 media tanam yang berbeda...............................................................................................................34 13 Persentase propagul A. marina yang hidup pada 5 media tanam yang berbeda................................................................................................................34 14. Rata-rata tinggi propagul R. mucronata pada 5 media tanam yang berbeda...............................................................................................................38 15. Rata-rata tinggi propagul B. gymnorrhiza pada 5 media tanam yang berbeda...............................................................................................................39
viii Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
16. Rata-rata tinggi propagul C. tagal pada 5 media tanam yang berbeda .............39 17. Rata-rata tinggi propagul A. marina pada 5 media tanam yang berbeda .........40 18. Grafik analisis butir sedimen berdasarkan klasifikasi ‘Wenworth’ terhadap lima sampel media tanam...................................................................................43 19. Lokasi penelitian berdasar tinggi muka air laut. Lokasi penelitian terletak di area tinggi muka air laut rata-rata (inset : pasut diurnal). ………………..….48 20. Salinitas, pH dan suhu perairan di lokasi penelitian selama 18 minggu …..……49
ix Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
DAFTAR LAMPIRAN
1.
Rata-rata tinggi propagul R.mucronata pada lima media tanam yang berbeda. Angka dalam kurung menunjukkan kisaran data tertinggi dan terendah. (n≤30) …..………………………………………………………………
70
2.
Rata-rata tinggi propagul B. gymnorrhiza pada lima media tanam yang berbeda. Angka dalam kurung menunjukkan kisaran data tertinggi dan terendah. (n≤20)…………………………………………………………………….. 71
3.
Rata-rata tinggi propagul C. tagal pada lima media tanam yang berbeda. Angka dalam kurung menunjukkan kisaran data tertinggi dan terendah. (n≤30)………………………………………………………………………………… 72
4.
Rata-rata tinggi propagul A. marina pada lima media tanam yang berbeda. Angka dalam kurung menunjukkan kisaran data tertinggi dan terendah. (n≤30)………………………………………………………………………………… 73
5.
Hasil uji Normalitas, Homogenitas dan hasil uji perbandingan pertumbuhan tinggi propagul R. mucronata pada 5 media tanam yang berbeda……………. 74
6.
Hasil uji Normalitas, Homogenitas dan hasil uji perbandingan pertumbuhan tinggi propagul B. gymnorrhiza pada 5 media tanam yang berbeda…………. 75
7.
Perbandingan pertumbuhan tinggi propagul B. gymnorrhiza pada 5 media tanam yang berbeda………………………………………………………………... 76
8.
Hasil uji Normalitas, Homogenitas dan hasil uji perbandingan pertumbuhan tinggi propagul C. tagal pada 5 media tanam yang berbeda………………….. 77
9.
Hasil uji Normalitas, Homogenitas dan hasil uji perbandingan pertumbuhan tinggi propagul R. mucronata pada 5 media tanam yang berbeda……………. 78
10. Grafik pasang – surut Nopember 2006 – Maret 2007 di Kabupaten Sidoardjo. 79
xi Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
DAFTAR TABEL
1.
Perbandingan klasifikasi penggenangan mangrove antara dunia lama dan dunia baru (setelah Chapman, 1975) …………………..………….….....................9
2.
Toleransi salinitas pada beberapa jenis mangrove. (Macnae, 1968; Wells, 1982) …………………………………………………………………………………..12
3.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian pertumbuhan propagul mangrove menggunakan media lumpur sidoardjo di kawasan muara Sungai Porong, Sidoardjo ............................................................................................................27
4.
Rancangan penelitian pertumbuhan propagul mangrove menggunakan media lumpur Sidoardjo.......................................................................................31
5.
Persentase hidup propagul setiap spesies pada setiap media pada akhir penelitian.............................................................................................................32
6.
Rata-rata tinggi awal dan akhir setiap spesies pada setiap media ...................37
7.
Uji perbandingan antar media tanam pada pertumbuhan tinggi propagul B. gymnorrhiza....................................................................................................41
8.
Uji homogenitas media tanam pada pertumbuhan tinggi propagul B. gymnorrhiza....................................................................................................42
9.
Kandungan unsur hara lima media tanam mangrove ……………………………44
10. Komposisi vegetasi mangrove di lokasi penelitian Muara Sungai Porong, Sidoardjo……………………………………………………………………………….45 11. Pengelompokan spesies pada masing-masing kategori di Muara Sungai Porong, Sidoardjo …………………………………………….…………………46 12. Konstanta harmonic pasut perairan Sidoardjo …………………………………….47 13. Klasifikasi partikel-partikel tanah menurut sistem USDA ...................................59
x Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hutan mangrove didefinisikan sebagai komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh di perairan asin (Nybakken, 1992). Secara umum mangrove tumbuh di dataran rendah di sepanjang pesisir pantai dan berkembang dengan baik di daerah estuarin (Choong, 1994). Mangrove dapat tumbuh dan beradaptasi dalam kondisi lingkungan di mana terjadi penggenangan, sirkulasi air permukaan yang terus menerus dan tingkat sedimen yang tinggi. Jika suatu ketika terjadi deposisi sedimen baru dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan kematian. Kematian tersebut mungkin karena karakter sedimen yang berbeda atau penurunan kadar oksigen untuk kebutuhan respirasi (Chapman,1976; Cintron & Novelli, 1984; Dahuri et. al., 1996). Kondisi tersebut hampir sama dengan yang akan terjadi di kawasan mangrove di Muara Sungai Porong, Kabupaten Sidoardjo. Pada tanggal 29 Mei 2006, terjadi peristiwa penyemburan lumpur panas di lokasi pengeboran PT. Lapindo Brantas di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoardjo. Lokasi semburan hanya berjarak 150-500 meter dari sumur Banjar Panji-1 (BPJ-1) yang merupakan sumur eksplorasi gas milik Lapindo Brantas sebagai operator blok Brantas. Hingga saat ini semburan lumpur panas telah menimbulkan kerusakan lingkungan dan menenggelamkan kawasan pemukiman, pertanian dan perindustrian di tiga kecamatan.
1 Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
2
Beberapa upaya telah dilakukan untuk menanggulangi luapan lumpur. Salah satunya dengan membuat tanggul untuk membendung luapan lumpur, namun lumpur terus menyembur dan dapat menyebabkan tanggul jebol sehingga mengancam pemukiman di dekat tanggul tersebut. Pembuatan waduk baru juga telah dilakukan untuk dapat menampung lumpur. Beberapa skenario pemadaman lumpur juga telah dikaji, termasuk pembuatan tiga sumur baru (relief well). Pada tanggal 27 September 2006, Rapat Kabinet memutuskan untuk membuang lumpur Sidoardjo langsung ke laut melalui Sungai Porong. Meskipun banyak pihak menolak rencana pembuangan lumpur tersebut ke laut, keputusan itu tetap dilakukan karena terjadi peningkatan volume semburan lumpur dari 50.000 m3/hari menjadi 126.000m3/hari. Kawasan pantai di Kabupaten Sidoardjo sendiri mengalami proses reklamasi pantai secara alamiah dalam beberapa dekade terakhir. Akibat proses sedimentasi dan dinamika perairan Selat Madura, pantai Sidoardjo bertambah 40 meter setiap tahun. Berdasar kondisi tersebut, upaya pembuangan Lumpur Sidoardjo melalui Sungai Porong dipandang selaras dengan proses alamiah reklamasi pantai yang sudah berjalan beberapa dekade terakhir. Penambahan sedimen dari Lumpur Sidoardjo diharapkan menjadi lahan reklamasi yang dapat dikembangkan sebagai kawasan mangrove yang lebat dan subur. Suhardjono & Soemarto (1998) mengungkapkan ditinjau dari kondisi fisik, kawasan mangrove dapat menjadi pelindung pantai (penahan abrasi karena hempasan ombak) dan mempercepat akresi daratan. Kawasan mangrove juga memiliki fungsi ekologis yang penting, antara lain sebagai penyedia nutrien, sebagai tempat pemijahan (spawning ground), tempat pembesaran (nursery ground) dan tempat mencari makan (feeding ground) bagi biota-biota laut tertentu. Penanaman
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
3
mangrove di lahan reklamasi tersebut diharapkan juga dapat mencegah lumpur masuk ke Selat Madura sehingga tidak mengancam kehidupan nelayan tambak di Pesisir Sidoardjo dan nelayan penangkap ikan di Selat Madura.
B. Permasalahan
Karakteristik lumpur yang menyembur atau dikenal dengan sebutan Lumpur Sidoardjo (LUSI) berbeda dengan karakteristik Lumpur Pesisir Sidoardjo (LUPES) pada umumnya. Secara fisik, LUSI memiliki penampakan warna abu-abu sedangkan LUPES umumnya yang cenderung cokelat gelap. Sifat kimia LUSI memiliki salinitas air lumpur yang tinggi sekitar 34‰, kandungan zat organik dan karbon yang rendah. Perbedaan tersebut dikawatirkan akan memberi pengaruh terhadap pertumbuhan berbagai spesies mangrove yang terdapat di Muara Sungai Porong. Ada beberapa spesies mangrove yang hidup di Muara Sungai Porong. Secara umum, sapling dan seedling Avicennia marina dan A. alba merupakan spesies yang mendominasi di kawasan tersebut. Rhizophora mucronata, Sonneratia alba dan Aeigiceas corniculatum juga ada namun tidak mendominasi. Setiap spesies yang terdapat di kawasan Muara Sungai Porong tentu memiliki kemampuan adaptasi yang berbeda terhadap perubahan lingkungan. Keputusan Pemerintah tentang pembuangan LUSI langsung ke laut tentu akan membawa lumpur tersebut mengalir ke kawasan mangrove di Muara Sungai Porong sehingga akan menambah pasokan sedimen secara signifikan. Perbedaan karakter sedimen tersebut diduga akan berpengaruh terhadap proses fisiologi dan produktivitas kawasan mangrove tersebut yang pada akhirnya mungkin mempengaruhi pertumbuhan setiap spesies tersebut.
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
4
Sejauh ini efek penimbunan LUSI pada kawasan mangrove yang telah ada belum diketahui secara pasti begitu pula pemanfaatannya sebagai media tanam mangrove juga belum diketahui secara pasti. Kemampuan setiap spesies mangrove bertahan dan tumbuh dalam media LUSI juga masih harus dibuktikan. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian tentang pertumbuhan mangrove dengan menggunakan berbagai media yang mengandung LUSI.
C. Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini adalah : 1.
LUSI sebagai media tanam akan mempengaruhi kelulushidupan spesies mangrove yang ada di Muara Sungai Porong
2.
Kelulushidupan dan pertumbuhan propagul mangrove yang ditanam pada media LUPES lebih baik daripada media yang lain.
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk : 1.
Untuk mengetahui kondisi keanekaragaman spesies mangrove yang terdapat di Muara Sungai Porong.
2.
Untuk mengetahui karakter fisik sedimen berbagai komposisi media tanam antara LUSI, LUPES dan penambahan kompos.
3.
Untuk mengetahui pengaruh media tanam antara LUSI, LUPES dan kompos untuk kelulushidupan mangrove.
4.
Untuk mengetahui pertumbuhan propagul spesies mangrove pada berbagai media tanam.
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
5
E. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini mengikuti kerangka pemikiran sebagai berikut :
Gambar 1. Diagram alir kerangka pemikiran
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Mangrove
Menurut Dawes (1981), kata “mangrove” berasal dari bahasa Portugis untuk pohon (mangue) dan bahasa Inggris untuk pohon yang berdiri tegak (grove), termasuk semak dan pohon-pohon (dikotil dan monokotil) yang terdapat dalam zona intertidal dan subtidal dari rawa pasang surut daerah tropik dan subtropik. Menurut Tomlinson (1994) vegetasi mangrove tersusun atas tiga komponen, yaitu komponen mayor, minor dan asosiasi. Komponen mayor merupakan komponen yang hanya ada pada lingkungan mangrove dan tidak terdapat pada komunitas daratan yang lain. Vegetasi pada komponen mayor memiliki peran yang besar dalam menyusun struktur mangrove dan mampu membentuk tegakan murni, mempunyai karakteristik adaptasi morfologi/anatomi seperti sistem perakaran udara (aerial root) dan berkembang biak secara vivipar dan mekanisme fisiologis khusus untuk mengeluarkan garam. Komponen mayor terdiri dari lima famili dengan sembilan genus, yaitu : Avicennia, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Laguncularia, Lumnitzera, Nypa, Rhizophora dan Sonneratia. Komponen minor bukan merupakan elemen yang mencolok dalam vegetasi dan hanya muncul pada batas luar habitat mangrove serta jarang membentuk tegakan murni. Komponen minor terdiri dari 11 genus dari famili yang berbeda, yaitu : Camptostemon, Excoecaria, Pemphis, Xylocarpus, Aegiceras, Osbornia, Pelliciera, Aegialitis, Acrostichum, Scyphiphora dan Heritiera. Komponen asosiasi merupakan vegetasi yang tidak pernah tumbuh dalam komunitas mangrove sebenarnya (“True Mangrove”) dan sering muncul sebagai vegetasi daratan.
6 Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
7
Komponen asosiasi terdiri dari 29 famili dengan 40 genus, antara lain : Acanthus, Calophyllum, Terminalia, Derris dan Pongamia.
B. Faktor-faktor Ekologi Mangrove
Stuktur vegetasi mangrove bervariasi antara daerah satu dengan daerah lainnya, keadaan ini terjadi antara lain karena ada perbedaan interaksi dan respon individu spesies berupa toleransi fisiologi terhadap faktor-faktor lingkungan (Adha, 2000). Faktor-faktor ekologi mangrove yang berkaitan dengan pertumbuhan, perkembangan struktur, komposisi dan zonasi mangrove antara lain iklim (Blasco, 1984), bentuk lahan dan geomorfologi (Chapman, 1976; Davis, 1992; Woodroffe, 1992) dan gradien fisik-kimia lingkungan (Chai, 1982). 1. Iklim Iklim menjadi faktor yang mempengaruhi distribusi spesies mangrove secara geografis. Salah satu parameter iklim, yaitu temperatur diduga merupakan faktor utama yang mempengaruhi distribusi spesies secara geografis karena kemampuan adaptasi yang berlainan (Blasco, 1984), oleh karena itu kelimpahan spesies cenderung menurun dari daerah tropis menuju subtropik (Tomlinson, 1994). 2. Bentuk Lahan dan Geomorfologi Perkembangan mangrove paling baik terjadi pada daerah pantai terlindung, daerah estuaria atau daerah dengan hempasan gelombang yang kecil karena hempasan gelombang yang kuat maupun aksi pasang surut yang kuat dapat mencabut seedling. Chapman (1975) menyatakan semakin landai suatu pantai maka akan semakin luas pola penyebaran mangrove.
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
8
3. Gradien Fisik dan Kimia Gradien fisik-kimia yang dianggap paling berperan dalam lingkungan mangrove adalah pasang surut, salinitas, sedimen dan nutrien (Chai, 1982). Habitat mangrove secara periodik tergenangi oleh air pasang (Hogarth, 1999). Frekuensi penggenangan pasang adalah parameter yang terlihat paling nyata berbeda dari zona intertidal rendah ke zona intertidal tinggi (Watson, 1928; De Hann, 1931). Watson (1928), dalam pengamatan mangrove di Peninsula, Malaysia merupakan orang pertama yang menggunakan konsep klas penggenangan. De Hann (1931) berdasar pada hasil penelitiannya di area mangrove di Cilacap, sedikit memodifikasi klasifikasi Watson dengan mempertimbangkan dampak dari air tawar. Chapman (1976) mengklasifikasi penggenangan dan menggabungkannya dengan penelitian mangrovenya di Jamaika tahun 1944. (Tabel 1.) Perbedaan pola penggenangan juga mempengaruhi beberapa parameter yang lain, seperti salinitas (Clarke & Hannon, 1971), tekstur sedimen (Diemont, W.H. & Von Eingaarden, 1975) dan nutrien (Chen & Twilley, 1998). Nilai salinitas sangat bervariasi di muara sungai, tergantung jarak dan elevasi dari laut, pada elevasi yang lebih tinggi dan paling jarang tergenang air pasang, menyebabkan nilai salinitas rendah dari daerah dengan elevasi paling rendah (Wells, 1983).
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
9
Tabel 1.
Perbandingan klasifikasi penggenangan mangrove antara dunia lama dan dunia baru (setelah Chapman, 1975)
Watson (1928)
Mangrove yang dominan (lama)
Chapman (1944)
Mangrove dominan (baru)
tergenang 1-2 kali/hari, min.20 hari/bulan
Sonneratia alba Sonneratia apetala Avicenia marina
530< genangan/tahun
Rhizophora mangle
tergenang 10-19 hari/bulan
Rhizophora 400-530 genangan/ahun
Avicennia germinans
150-250 genangan/tahun
Laguncularia Salina
4-10 genangan/ tahun
Salina atau Laguncularia
De Hann (1931) payau hingga asin. salinitas 10-30‰
tergenang pasang tinggi
tergenang pasang sedang
tergenang pasang normal
Bruguiera tergenang 9 hari/bulan
tergenang pasang rendah
tergenang hanya beberapa hari/bulan
tergengan saat pasang badai
Xylocarpus granatum Lumnitzera littorea
Tumbuhan pantai Air tawar hingga payau. salinitas 010‰ kurang lebih dibawah pengaruh pasut
Nypa
area yang jarang tergenang
Komposisi tanah atau sedimen dasar mangrove biasanya terdiri dari pasir, lempung dan lanau (Diemont, W.H. & Von Eingaarden, 1975). Secara alamiah zona intetidal tinggi memiliki kandungan pasir rendah, sedangkan lempung dan lanaunya tinggi; sebaliknya zona intertidal rendah memiliki kandungan pasir lebih tinggi dan kandungan lempung dan lanaunya lebih rendah (Adha, 2000). Kandungan nutrien dalam sedimen dasar mangrove antara lain karbon, nitrogen dan phosphor. Unsurunsur tersebut merupakan bagian dari material organik sedimen dasar yang mempengaruhi berbagai proses fisiologi jaringan tumbuhan (Chen & Twilley, 1998).
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
10
C. Ekofisiologi Mangrove
Ekosistem mangrove memiliki lingkungan yang sangat kompleks sehingga diperlukan beberapa adaptasi baik morfologi, fisiologi, maupun reproduksi terhadap kondisi tersebut. Beberapa adaptasi yang dilakukan terutama untuk beberapa aspek sebagai berikut : •
Bertahan dengan konsentrasi garam tinggi
•
Spesialisasi Akar
•
Reproduksi
•
Respon Terhadap Cahaya
1. Bertahan dengan Konsentrasi Garam Tinggi Organisme yang hidup di ekosistem mangrove terutama pohon mangrove memiliki kelebihan untuk dapat bertahan pada kondisi dengan salinitas yang tinggi. Ada tiga mekanisme yang dilakukan oleh pohon mangrove untuk bertahan terhadap kelebihan garam dari lingkungannya yaitu : a. Mensekresi Garam (salt-secretors). Spesies mangrove ini menyerap air dengan kadar salinitas tinggi kemudian mengeluarkan atau mensekresikan garam tersebut keluar dari pohon, biasanya melalui daun. Hal tersebut memungkinkan terjadi karena spesies mangrove ini memiliki salt glands yang memungkinkan untuk mensekresi cairan Na+ dan Cl-. Beberapa mangrove yang dapat mensekresikan garam adalah : Aegiceras, Aegialitis, Avicennia, Sonneratia, Acanthus, dan Laguncularia.
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
11
Gambar 2. Salt Gland/Kelenjar pengeluaran garam pada daun mangrove
b. Tidak dapat mensekresi garam (salt-excluders). Pada akar spesies mangrove ini menyerap air, namun tidak mengikutsertakan garam dalam penyerapan tersebut. Mekanisme tersebut dapat terjadi karena spesies mangrove ini memiliki ultra filter di akarnya sehingga air dapat diserap dan garam dapat dicegah masuk ke dalam jaringan. Beberapa mangrove yang dapat melakukan mekanisme ini adalah: Rhizophora, Ceriops, Sonneratia, Avicennia, Osbornia, Bruguiera, Excoecaria, Aegiceras, Aegialitis, Acrostichum, Lumnitzera, Hibiscus, Eugenia.
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
12
c. Mengakumulasi garam (accumulators) Beberapa spesies mangrove memiliki mekanisme untuk mengakumulasi garam di dalam jaringannya. Jaringan yang dapat mengakumulasi cairan garam terdapat pada akar, kulit pohon, dan daun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa daun yang jatuh dari pohon merupakan suatu mekanisme untuk mengeluarkan kelebihan garam dari pohon yang dapat menghambat pertumbuhan dan pembentukan buah. Beberapa mangrove yang memiliki mekanisme dapat mengakumulasi garam adalah : Xylocarpus, Excoecaria, Osbornia, Ceriops, Bruguiera. Tabel 2. Toleransi salinitas pada beberapa jenis mangrove. (Macnae, 1968; Wells, 1982). Spesies
Batas Atas
Keterangan
A. marina
90‰
kerdil, tinggi kurang dari 1 m
C. tagal
72‰
Sehat tapi tidak tinggi
R. mucronata
55‰
Tua (gnarled)
R. apiculata
65‰
R. stylosa
74‰
B. gymnorrhiza
10-25‰
Range pertumbuhan normal
S. alba
» 35‰
Lebih menyukai air laut normal
2. Spesialisasi Akar Akar mangrove mampu beradaptasi terhadap kondisi dengan salinitas tinggi. Adaptasi tersebut dirinci sebagai berikut : a. Kadar garam tinggi (halofit), akarnya dapat menyaring NaCl yang terdapat dalam air
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
13
b. Kadar oksigen rendah, memiliki sistem perakaran yang khas : akar nafas (pneumatofora) untuk mengambil oksigen dari udara (Avicennia sp., Xylocarpus sp., Sonneratia sp.); penyangga yang memiliki lentisel (Rhizophora sp); akar lutut untuk mengambil oksigen dari udara (Bruguiera sp. dan Ceriops sp).
Gambar 3. Akar nafas (pneumatofor) dan lentisel pohon mangrove c. Tanah Kurang Stabil dan pasang surut, struktur akar ekstensif dan jaringan horizontal yang lebar untuk memperkokoh pohon, mengambil unsur hara, menahan sedimen.
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
14
Gambar 4. Beberapa bentuk akar mangrove (Bengen, 2003) 3. Reproduksi Secara umum pembungaan pada spesies mangrove dimulai pada umur 3-4 tahun. Pembungaan terjadi dipengaruhi oleh alam dan bukan ukuran. Proses penyerbukan (polinasi) terjadi atas bantuan angin, serangga dan burung. Hasil polinasi yang berupa buah atau propagul hanya sekitar 0-7,2% dari bunga yang dihasilkan. Sebagian besar mangrove memproduksi propagul dengan bentuk silinder atau bulat dan penyebarannya melalui air. Menurut Kitamura (1997) berdasarkan perkembangannya ada 3 jenis propagul mangrove yaitu : 1.
Propagul Vivipari Propagul vivipari adalah propagul yang telah berkecambah sebelum jatuh dari pohon. Umumnya propagul jenis ini terdapat pada famili Rhizoporaceae
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
15
(Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, dan Kandelia) dan berbentuk silinder (seperti tongkat). Propagul Rhizophoraceae telah berkecambah di dalam buah dan menonjol keluar serta mengembang dari buahnya ketika buahnya itu masih berada di atas induk pohon. Propagul ini mempunyai diameter 1,3 – 2,0 cm dan panjangnya 20 – 40 cm. 2.
Propagul Kryptovivipari Propagul kryptovivipari adalah propagul yang berkecambah tetapi masih terbungkus pericarp (kulit buah) sebelum jatuh dari pohon. Terdapat pada Avicennia, Aegiceras, dan Nypa.
3.
Propagul normal Ditemukan pada Sonneratia dan Xylocarpus, buahnya berbentuk bulat seperti bola dengan propagul normal berupa biji.
Gambar 5. Popagul yang vivipari dan kryptovivipari Penyebaran propagul umumnya akibat arus, pasang surut dan burung. Kerusakan atau kematian propagul paling banyak diakibatkan oleh substrat yang
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
16
tidak sesuai, penenggelaman oleh organisme, pelukaan oleh organisme atau gelombang, salinitas tanah tinggi.
D. Zonasi Mangrove dan Penggenangan Pasang Surut Spesies mangrove yang terdapat di suatu lokasi dapat berbentuk monospesies (tunggal) atau spesies campuran yang paralel terhadap garis pantai. Santos et. al. (1997) menyatakan bahwa untuk meneliti zonasi mangrove dapat dilakukan dengan menggunakan pola berdasarkan : a. Suksesi Tumbuhan : Pola zonasi spasial dihasilkan dari sekuens suksesi mangrove berdasarkan waktu sampai mencapai klimaksnya b. Perubahan Geomorfologi : Asumsi yang digunakan adalah perkembangan pola zonasi berdasarkan waktu dan spasial yang dinamis sebagai akibat dari perubahan fisik dan lingkungan pada zona mid littoral seperti perubahan ukuran, konfigurasi, topografi dan geologi. c. Fisiologi-Ekologi : Masing-masing spesies memiliki kondisi lingkungan yang optimum dan terbatas pada segmen tertentu untuk perubahan lingkungan yang terjadi. d. Dinamika populasi : Zonasi merupakan respons terhadap perubahan faktor biotik seperti kompetisi interspesifik, reproduksi tumbuhan, strategi kolonisasi. Temperatur air dan udara serta banyaknya curah hujan menentukan jenisjenis mangrove yang terdapat di suatu lokasi. Macnae (1966) berpendapat bahwa distribusi dan zonasi mangrove merupakan interaksi antara : Frekuensi pasang surut yang menggenangi, kadar garam air lahan/tanah dan kadar air lahan (drainase). Walter & Steiner (1936) mempertimbangkan derajat tingkat penggenangan, kadar garam dan keadaan alami
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
17
lahan sebagai faktor penting. Berkenaan dengan pasang, Chapman (1976) mempertimbangkan bahwa faktor yang paling utama adalah banyaknya hari tidak ada pasang surut. Johnstone dan Frodin (1983) mengusulkan enam tipe yang menyebabkan terjadinya zonasi yaitu: •
kedalaman air dan penggenangan - ombak
•
pengeringan
•
salinity/freshwater mendominasi
•
substrat
•
Biota dan interaksi biotik
Beberapa contoh zonasi diuraikan sebagai berikut: 1.
Watson (1928) membagi komunitas mangrove Malaysia bagian barat di dalam lima kelas berdasar pada frekwensi penggenangan. Secara Silvicultural arti penggolongan suatu spesies dibagikan untuk kelas penggenangan tertentu berdasar pada kemampuan spesies mangrove untuk regenerasi.
2.
De Hann (1931) membagi zonasi berdasarkan kadar garam sebagai faktor yang utama dalam pengendalian distribusi. Zonasi tersebut dibagi menjadi dua bagian utama sebagai berikut: a. Zonasi dari payau ke laut dengan kadar garam pada pasang naik antara 1030 ‰ dan menggenangi : a.1. Sekali atau dua kali sehari dalam waktu 20 hari per bulan. a.2. Antara 10-19 kali per bulan a.3. Sembilan kali atau lebih sedikit per bulan a.4. Hanya beberapa hari per tahun
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
18
Gambar 6. Zonasi mangrove secara umum (De Hann, 1931) b. Zona perairan tawar ke air payau dengan berkadar garam antara 0-10 promil b.1. Kurang atau lebih dibawah pengaruh pasang surut b.2. Tiap musim terkena penggenangan 3.
Macnae ( 1966), membagi zonasi mangrove sebagai berikut : a. Menuju ke darat a.1. zona Ceriops sp. dan semak belukar a.2. zona Bruguiera sp. a.3. zona Rhizophora sp. b. menuju ke laut b.1. zona Avicennia sp. b.2. zona Sonneratia sp. Putz dan Chan (1986) dalam sebuah analisis pertumbuhan yang dinamis dari
hutan di Malaysia, menyimpulkan bahwa pola penggantian spesies yang diamati menyerupai proses suksesi yang diamati dan dikemukakan oleh Watson. Rhizophora apiculata, spesies yang dapat tumbuh tetapi memiliki toleransi tempat bernaung yang sempit perlahan-lahan digantikan oleh spesies lain yang cepat tumbuh tetapi toleransi terhadap tempat bernaung sempit, misalnya Bruguiera gymnorrhiza. Penelitian yang sama menyarankan bahwa toleransi bernaung dan
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
19
penyebaran karakteristik harus termasuk dalam faktor-faktor ekologi yang mempengaruhi distribusi dari spesies pohon di hutan-hutan mangrove.
E. Karakteristik Spesies Mangrove 1. Avicennia marina Avicennia marina dapat bertahan hidup dan tumbuh dengan baik pada tempattempat seperti lahan pasang surut, tepi sungai dan tempat yang bersalinitas tinggi. Tipe propagul spesies ini adalah kriptovivipari dengan rata-rata panjang 1,5 – 2,5 cm dan lebar 1,5 – 2,0 cm. Spesies ini berbentuk pohon/perdu dengan tinggi mencapai 12 m. 2. Bruguiera gymnorrhiza Bruguiera gymnorrhiza umumnya tersebar pada hutan mangrove yang rapat dan memiliki suplai air tawar yang cukup. Tipe propagul spesies ini adalah vivipari dengan rata-rata diameter 1,7 – 2,0 cm dan panjang 20 – 30 cm. Tinggi pohon ini dapat mencapai 20 m. 3. Ceriops tagal Ceriops tagal sering dijumpai pada tempat-tempat bersalinitas relatif tinggi dan pada permukaan tanah yang tinggi. Tipe propagul spesies ini vivipari dengan rata-rata diameter 0,8 – 1,2 cm dan rata-rata panjang 25 cm. Tinggi pohon ini hanya mencapai 6 m. 4. Rhizophora mucronata Rhizophora mucronata biasa dijumpai di tempat yang berlumpur seperti muara dan tepi vegetasi mangrove. Spesies ini dapat hidup pada berbagai tinggi permukaan tanah. Tipe propagul spesies vivipari dengan ukuran rata-rata
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
20
diameter 2,0 – 2,3 cm dan panjang propagul 50 – 70 cm. Spesies ini dapat mencapai tinggi hingga 25 m.
F.
Fungsi Mangrove
Menurut Suhardjono dan Soemarto (1998) mangrove mempunyai banyak kegunaan baik fisik, kimia, ekologi dan sumber daya. Fisik hutan mangrove dapat menahan laju erosi pantai, stabilitas sedimen dan perlindungan bagi terumbu karang di dekatnya terhadap padatan tersuspensi (Alikodra, 1998). Cruz (1979) menambahkan secara fisik hutan mangrove juga dapat menyerap energi yang ditimbulkan oleh badai dan membentuk lahan. Secara ekologis, ekosistem ini digunakan sebagai tempat pemijahan (spawning ground), tempat pengasuhan (nursery ground) dan mencari makan (feeding ground) bagi beberapa ikan, burung dan organisme laut lainnya baik yang hidup menetap atau keluar masuk hutan bersama arus pasang surut (Supriharyono, 2000). Sebagai sumber daya, beberapa bagian tumbuhan mangrove sudah lama digunakan manusia baik untuk keperluan lokal maupun sebagai bahan industri. Tumbuhan mangrove telah dipergunakan penduduk sebagai sumber makanan, obat dan bahan untuk keperluan rumah tangga (Sopher, 1965; Cruz, 1979; Budiman dan Kartawinata, 1986), sedangkan dari segi industri, tumbuhan mangrove beserta tumbuhan lain yang berasosiasi dengannya dikenal sebagai penghasil alkohol (Nypa), taninn, bahan industri “pulp” dan “chipwood” dan bahan arang (Budiman & Suhardjono, 1992). Selain itu, dari segi kimia hutan mangrove memiliki sebagai penyerap bahan pencemar dan sebagai sumber energi bagi lingkungan perairan sekitarnya. Ketersediaan berbagai jenis makanan yang terdapat pada ekosistem mangrove telah menjadikannya sebagai sumber energi bagi berbagai jenis biota yang bernaung di dalamnya. Daun yang
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
21
gugur diuraikan menjadi partikel-partikel detritus, dimana partikel ini menjadi sumber makanan bagi berbagai macam hewan laut. Selain itu, bahan organik terlarut yang dihasilkan juga memasuki lingkungan perairan pesisir yang dihuni oleh berbagai macam filter feeder dan hewan pemakan hewan dasar (Brown, 1984).
F. Lumpur Sidoardjo Lumpur Sidoardjo (LUSI) merupakan lumpur yang menyembur di lokasi pengeboran PT. Lapindo Brantas di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoardjo, Jawa Timur.
Gambar 7. Peta lokasi semburan dan luapan lumpur pada bulan September 2006
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
22
Lokasi semburan hanya berjarak 150-500 meter dari sumur Banjar Panji-1 (BPJ-1) yang merupakan sumur eksplorasi gas milik Lapindo Brantas sebagai operator blok Brantas. Oleh karena itu, semburan lumpur tersebut diduga diakibatkan aktivitas pengeboran yang dilakukan Lapindo Brantas di sumur tersebut. Pihak Lapindo Brantas sendiri memiliki dua teori tentang asal semburan. Pertama semburan lumpur berhubungan dengan kegiatan pengeboran. Kedua semburan lumpur ”kebetulan” terjadi bersamaan dengan pengeboran akibat sesuatu yang belum diketahui. Pertama kali terjadi semburan, volume lumpur yang dihasilkan masih pada tingkat 5.000 m3/hari. Lubang semburan terjadi di beberapa tempat, sebelum akhirnya menjadi satu lubang. Semakin hari lubang tersebut menyemburkan lumpur panas dengan volume yang terus membesar hingga mencapai 50.000 m3/hari. Permasalahan menjadi lebih berat akibat semakin membesarnya volume lumpur panas yang disemburkan, dari 50.000 m3/hari menjadi 126.000 m3/hari. Bahkan hingga bulan Oktober 2006 tercatat volume lumpur yang disemburkan mencapai 170.000 m3/hari. Lumpur Sidoardjo bersifat mobile karena hampir 70% adalah air dan hanya 30% adalah padatan (Usman, et.al., 2006). Hasil analisis sedimen terhadap lumpur Sidoardjo dengan menggunakan metoda Buchanan (1984), disimpulkan lumpur Sidoardjo memiliki ukuran butir <0,5 mm atau biasa disebut jenis lanau pasiran (sandy silt). Gambar 8. memperlihatkan bahwa karakter fisik LUSI relatif sama dengan LUPES, yaitu jenis lanau pasiran (sandy silt).
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
23
Gambar 8. Grafik analisa ukuran butir menurut “Wentworth” (Sumber : Ditjen KP3K-DKP)
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
BAB III METODOLOGI
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2006 – April 2007 di Dusun Tanjung Sari, Desa Kupang, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoardjo (Gambar 9.), sedangkan Analisis untuk sedimen dan kandungan bahan organik dilakukan pada bulan Maret 2007, dimana untuk analisa ukuran butir dilakukan di Laboratorium Kelautan UNDIP, sedangkan untuk kandungan bahan organik sedimen dilakukan di Laboratorium Lingkungan ITS dan Laboratorium Tanah IPB.
Gambar 9. Peta lokasi penelitian pertumbuhan mangrove menggunakan lumpur Sidoardjo di Muara Sungai Porong, Sidoardjo
24 Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
25
1. Kondisi Fisik Topografi Desa Kupang merupakan daerah rawa yang berair sepanjang tahun. Daerah tersebut termasuk dalam kawasan dataran rendah Jawa Timur bagian Utara. Tinggi permukaan tanah hampir sama dengan tinggi permukaan air laut rata-rata dengan beda elevasi 1 – 1,5 meter sehingga pada saat air pasang datang, permukaan air sungai dan air tambak ikut bertambah tinggi. Kondisi topografi yang landai dan bahkan lebih rendah dari permukaan air pasang, menyebabkan pergerakan air sungai pada saat pasang lebih lambat bahkan cenderung bergerak ke darat mangisi daerah pertambakan. Tipe pasang-surut yang terjadi di wilayah pantai Desa Kupang adalah campuran tipe diurnal dan semidiurnal. Perbedaan pasang-surut sekitar 2,80 meter dan 0,60 meter, masing-masing untuk kondisi pada saat pasang tertinggi dan surut terendah. Variasi ketinggian air dari 1,1 meter hingga 2,6 meter, yang berimplikasi pada julat campuran microtidal (< 2 meter) dan mesotidal (2 – 4 meter).
2. Kondisi Biologi Hutan mangrove memegang peranan penting di Desa Kupang yang hampir sebagian besar wilayahnya di bagian timur berbatasan langsung dengan laut. Selain sebagai pencegah erosi pantai (abrasi) dan intrusi air laut, hutan mangrove juga berperan sebagai tempat berkembang biak berbagai jenis satwa terutama ikan. Panjang garis pantai mangrove di Desa Kupang sekitar 12 km dengan ketebalan formasi mangrove berkisar antara 0 – 200 meter. Formasi mangrove di Desa Kupang didominasi oleh seedling dan sapling dengan jenis mangrove yang dominan pada tingkat semai adalah A. marina, disusul oleh A. alba. Pada kategori
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
26
sapling, spesies yang dominan adalah A. marina dan A. alba, sementara pada kategori pohon spesies yang dominan adalah A. marina.
B. Materi Spesies mangrove yang akan dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari empat spesies, tiga spesies diperoleh di sekitar Muara Sungai Porong, Sidoardjo sedangkan satu spesies diambil dari kawasan mangrove di Ujung Piring, Jepara. Pemilihan spesies mangrove yang akan digunakan didasarkan pada : kesesuaian dengan lingkungan di Pesisir Sidoardjo, ketersediaan propagul dan kemudahan dalam pelaksanaan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka jenis tanaman mangrove yang akan diujicoba di lapangan adalah :
Rhizophora mucronata
Avicennia marina
Bruguiera gymnorrhiza
Ceriops tagal Propagul Ceriops tagal digunakan dalam penelitian ini dengan pertimbangan
bahwa spesies ini merupakan spesies mangrove yang mampu toleran terhadap salinitas yang tinggi. Selain itu, ketidakberadaannya di kawasan Muara Sungai Porong mendorong peneliti untuk mencoba menambah satu keanekaragaman spesies mangrove yang ada di sana dengan spesies baru, yaitu Ceriops tagal. Materi lumpur yang digunakan sebagai media untuk penelitian ini adalah lumpur sidoardjo yang diambil dari dekat pusat semburan di sekitar BJP-1 dan lumpur pesisir yang diambil dari lokasi penanaman mangrove. Dalam penelitian ini juga ditambahkan meterial kompos pada media tanam mangrove. Diharapkan penambahan material kompos tersebut mampu meningkatkan nilai zat organik pada media tanam.
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
27
Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini secara lengkap tersaji dalam Tabel 3.
Tabel 3.
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian petumbuhan propagul dan mangrove menggunakan media lumpur Sidoardjo. Nama Ember plastik 4L Drum plastik 130L Ember plastik 20L Penggaris Alat tulis & data sheet Kalkulator GPS pH meter Termometer Refracto meter Kamera
Kegunaan Tempat propagul Tempat penyimpanan lumpur sidoardjo Tempat pencampuran media lumpur dan kompos Mengukur pertumbuhan mangrove Mencatat data lapangan Alat hitung Mengetahui posisi geografis Mengetahui keasaman air Mengetahui suhu Mengetahui salinitas Dokumentasi
C. Metoda
Metode penelitian pertumbuhan mangrove yang digunakan adalah studi kasus dengan pendekatan eksperimental lapangan (Hadi, 1982; Suryabrata ,1992), sedangkan pengamatan kondisi mangrove di Muara Sungai Porong menggunakan metoda diskriptif (Hadi, 1982) dengan mengadakan observasi dan inventarisasi komposisi spesies mangrove di lokasi penelitian. Berdasarkan taraf penelitian, maka penelitian ini bertaraf inferensi (Santoso, 2001).
1. Penyiapan Propagul Mangrove Pengadaan propagul dilakukan dengan pengambilan propagul yang telah tua/masak. Untuk jenis R. mucronata, C. tagal dan A. marina masing-masing sebanyak 150 buah, sedangkan untuk jenis B. gymnorrhiza sebanyak 100 buah.
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
28
2. Penyiapan Media Tanam di Lapangan Media tanam yang akan dipergunakan di dalam penelitian ini adalah lumpur sidoardjo dan lumpur pesisir serta ada penambahan kompos. Dalam penelitian ini ada 5 jenis komposisi media tanam, dimana perbandingan volume material yang digunakan adalah sebagai berikut :
media yang berupa lumpur sidoardjo saja
media yang berupa lumpur pesisir saja
media campuran lumpur sidoardjo : kompos = 3 : 1
media campuran lumpur sidoardjo : lumpur pesisir = 3 : 1
media campuran lumpur sidoardjo : lumpur pesisir : kompos = 2 : 1 : 1 Komposisi tersebut didasarkan kemungkinan yang akan terjadi jika lumpur
Sidoardjo sampai di pesisir Sidoardjo, khususnya di Muara Sungai Porong. Lokasi penanaman propagul tersebut berupa area tambak seluas 100 m2 di Muara Sungai Porong. Lokasi tersebut cukup teduh karena di bawah naungan beberapa pohon Avicennia marina yang dapat melindungi propagul mangrove dari sinar matahari secara langsung. Lokasi tersebut secara alami mengalami penggenangan pasang surut air laut sehingga propagul mengalami penyiraman secara alami.
3. Penanaman propagul pada wadah
Penanaman dilakukan setelah wadah dan media tanam siap di lapangan dan sesuai dengan rancangan penelitian. Masing – masing propagul spesies ditanam pada 5 komposisi media tanam yang berbeda. Untuk masing-masing komposisi media tanam, pada spesies disiapkan 10 wadah (ember dengan lubang di bagian bawah.. Pada penanaman propagul mangrove tersebut pada tiap ember diisi lebih dari satu propagul.
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
29
4. Pengambilan Data Pertumbuhan Mangrove
Pengambilan data berupa pengukuran tinggi tanaman (pengukuran dari dasar plumula atau tunas hingga titik tumbuh tertinggi dan jumlah kematian propagul. Pengukuran dilakukan tiap minggu sekali selama 18 minggu.
5. Pengambilan Data Pendukung Data-data lain yang menunjang penelitian yang juga diambil adalah 1. Data sifat fisik air Pengambilan sampel dilakukan bersamaan dengan pengukuran pertumbuhan mangrove. Pengambilan sampel didokumentasikan hari, tanggal dan jam pengamatan. Kualitas air yang di ukur adalah : •
Temperatur air dengan reverse thermometer
•
Salinitas diukur dengan menggunakan refracto
•
pH air dilakukan dengan menggunakan pH meter.
2. Data sifat fisik dan kimia media tanam Metoda yang digunakan untuk mengetahui ukuran butir sedimen dan komposisi substrat dasar yang berukuran halus (lumpur) digunakan metoda penyaringan dan pemipetan (Buchanan, 1984). London (1991) mengklasifikasi kandungan bahan organik dalam 4 kategori, yaitu : > 20%
: Kandungan bahan organik sangat tinggi
10,1% – 20%
: Kandungan bahan organik tinggi
4,1% - 10%
: Kandungan bahan organik sedang
2,1% - 4%
: Kandungan bahan organik rendah
≤ 2%
: Kandungan bahan organik sangat rendah
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
30
3. Data pasang surut selama penelitian Pasang surut (pasut) merupakan gerakan naik turunnya air laut setiap waktu karena gaya tarik benda angkasa. Hal tersebut dikarenakan posisi bulan dan matahari terhadap bumi selalu berubah secara teratur maka besarnya kisaran pasut juga berubah mengikuti perubahan posisi tersebut. Pengambilan data pasut dilakukan selama penelitian berlangsung (bulan Nopember 2006 – Maret 2007.
6. Analisis Data
Analisis data hasil pengamatan dengan menggunakan pendekatan statistik Model Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 10 kali ulangan. Faktor perlakuan yang dimaksud adalah : 1. Variasi spesies mangrove yang terdiri dari 4 spesies (R. mucronata, B. gymnorrhiza, C. tagal dan A. marina) 2. Media tanam yang terdiri dari lumpur sidoardjo, lumpur pesisir, campuran lumpur sidoardjo dan kompos, campuran lumpur sidoardjo dan lumpur pesisir, campuran lumpur sidoardjo, lumpur pesisisr dan kompos. Model rancangan percobaan acak lengkap untuk penanaman propagul dapat dilihat pada Tabel 4. Analisis data dilakukan dengan bantuan komputer dengan program SPSS berdasarkan design percobaan serta parameter yang telah ditetapkan. Penarikan kesimpulan tidak semata-mata didasarkan pada hasil ujicoba, akan tetapi juga didekati dengan pendekatan akademis (academic adjusment) yang mendukung khususnya aspek ekologis.
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
31
Tabel 4.
Rancangan Penelitian Penanaman Propagul Mangrove dengan media lumpur Sidoardjo.
Media tanam
R. mucronata (B1) A1B1n1...n10 A2B1n1...n10 A3B1n1...n10 A5B1n1...N10 A5B1n1...N10
Spesies B. gymnorrhiza C. tagal (B2) (B3) A1B2n1...n10 A1B3n1...n10 A2B2n1...n10 A2B3n1...n10 A3B2n1...n10 A3B3n1...n10 A5B2n1...n10 A5B3n1...n10 A6B2n1...n10 A6B3n1...n10
A. marina (B4) A1B4n1...n10 A2B4n1...n10 A3B4n1...n10 A5B4n1...n10 A6B4n1...n10
LUSI (A1) LUSI-K (A2) LUPES (A3) LUSIPES (A5) LUSIPES+K (A6) Keterangan : LUSI : LUMPUR SIDOARDJO LUSI+K : LUMPUR SIDOARDJO+KOMPOS LUPES : LUMPUR PESISIR LUSIPES : LUMPUR SIDOARDJO+PESISIR LUSIPES+K : LUMPUR SIDOARDJO+PESISIR+KOMPOS
Analisais data perbandingan pertumbuhan porpagul dari berbagai media tanam yang berbeda menggunakan uji F (ONE WAY ANOVA). Data dianalisis dengan menggunakan uji parametrik (uji F) untuk mengetahui perbedaan pertumbuhan propagul dari 5 media tanam yang berbeda. Hipotesis statistik yang diajukan untuk masing-masing spesies untuk penelitian propagul adalah : H0
: Tidak ada perbedaan pertumbuhan propagul pada 5 media tanam yang berbeda
H1
: Ada perbedaan pertumbuhan propagul pada 5 media tanam yang berbeda.
Kaidah pengambilan keputusan adalah : •
Jika probabilitas > 0,05 maka H0 diterima
•
Jika probabilitas <0,05 maka H0 ditolak
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil 1. Persentase Hidup Propagul Mangrove Hasil pengamatan persentase hidup propagul mangrove menunjukkan setiap spesies memiliki persentase hidup yang berbeda-beda pada setiap media tanam. Tabel 5.
Persentase hidup propagul setiap spesies pada setiap media pada akhir penelitian.
MEDIA LUSI LUSI + K LUPES LUSIPES LUSIPES + K
R. mucronata 30% 43% 97% 67% 50%
SPESIES B. gymnorrhiza C. tagal 25% 25% 45% 25% 30%
100% 90% 90% 50% 37%
A. marina 83% 73% 73% 100% 60%
Tabel 5 menunjukkan persentase hidup R. mucronata paling tinggi pada media LUPES (97%), kemudian media LUSIPES (67%), LUSIPES+K (50%), LUSI+K (43%) dan paling rendah pada media LUSI (30%). Pada B. gymnorrhiza, persentase hidup propagul pada semua media kurang dari 50% (LUPES = 45%, LUSIPES+K = 30%), LUSI,LUSI+K dan LUSIPES = 25%). Berbeda dengan B. gymnorrhiza, hasil pengamatan A. marina menunjukkan persentase hidup A. marina pada semua media lebih dari 50% (LUSIPES = 60%, LUPES, LUSI+K = 73%, LUSI = 83% dan LUSIPES = 100%). Tingkat persentase hidup 100% juga terdapat pada C. tagal yang di tanam pada media LUSI, sedangkan pada media LUSI+K dan LUPES = 90%, LUSIPES = 50% dan LUSIPES+K = 37%. Hasil pengamatan persentase hidup propagul mangrove mingguan tersaji pada Gambar 10-13 berikut.
32 Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
33
Gambar 10.
Gambar 11.
Persentase propagul R. mucronata yang hidup pada lima media tanam yang berbeda
Persentase propagul B. gymnorrhiza yang hidup pada lima media tanam yang berbeda.
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
34
Gambar 12.
Persentase propagul C. tagal yang hidup pada lima media tanam yang berbeda.
Gambar 13.
Persentase propagul A.marina yang hidup pada lima media tanam yang berbeda.
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
35
Pada Gambar 10 terlihat rata-rata persentase hidup R. mucronata mengalami penurunan pada minggu ke-4 hingga ke-6, kecuali pada media LUPES. Pada minggu-minggu tersebut, persentase hidup R. mucronata pada media LUSI turun dari 100% menjadi 30%, pada media LUSI+K turun dari 100% menjadi 67%, pada media LUSIPES turun dari 100% menjadi 67%, pada media LUSIPES+K turun dari 100% menjadi 50% dan hanya pada media LUPES yang tidak mengalami penurunan nilai persentase. Selain pada minggu-minggu tersebut, penurunan persentase hidup R. mucronata juga terjadi pada minggu ke-7 pada media LUPES dari 100% menjadi 97% juga pada minggu ke-12 hingga ke-13 pada media LUSI+K dari 62% menjadi 43%. Penurunan persentase hidup propagul B. gymnorrhiza terjadi hampir bersamaa dengan penurunan persentase hidup propagul R. mucronata, yaitu antara minggu ke-2 hingga ke-6. Penurunan persentase hidup B. gymnorrhiza yang mulai terjadi pada minggu ke-2 adalah pada media LUSIPES dan LUPES. Pada media LUSIPES, penurunan persentase turun dari 100% menjadi 30% pada minggu ke-3 dan kembali turun menjadi 25% pada minggu berikutnya. Pada media LUPES, penurunan persentase hidup mulai turun pada minggu ke-2 hingga minggu ke-4, yang turun hingga menjadi 65%. Pada media yang sama, penurunan persentase hidup juga terjadi pada minggu ke-9 (50%) dan minggu ke-16 (45%). Jika pada media LUPES dan LUSIPES, penurunan persentase hidup mulai terjadi pada minggu ke-2, pada 3 media yang lain penurunan tersebut baru mulai pada minggu ke-3. Pada minggu tersebut, persentase hidup propagul B. gymnorrhiza pada media LUSI dan LUSI+K mulai turun dari 100% menjadi 25% pada minggu ke-6, sedangkan pada media LUSIPES+K, penurunan persentase hidup terjadi hanya sampai minggu ke-4, yaitu dari 100% menjadi 30% (Gambar 11).
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
36
Penurunan persentase hidup propagul C. tagal hampir terjadi pada setiap minggu, namun penurunan terbesar terjadi pada minggu ke-4. Pada minggu tersebut, propagul pada tiga media mengalami penurunan, yaitu LUPES dari 100% menjadi 97%, LUSIPES dari 100% menjadi 63% dan LUSIPES+K dari 100% menjadi 40%. Selain pada minggu ke-4, persentase hidup C. tagal pada tiap media selain media LUSI juga terjadi penurunan. Media LUPES, persentase hidup propagul kembali mengalami penuruanan pada minggu ke-12 dari 93% menjadi 90%. Angka yang sama juga terjadi pada media LUSI+K di minggu ke-14. Media LUSIPES juga mengalami penurunan persentase propagul yang hidup, yaitu pada minggu ke-11 dari 63% menjadi 50%. Begitu juga dengan propagul pada media LUSIPES+K yang setelah mengalami penurunan tajam pada minggu ke-4, kembali mengalami penurunan persentase pada minggu ke-7 dari 40% menjadi 37%. Penurunan persentase propagul A. marina yang hidup hanya terjadi pada empat media, yaitu LUSI, LUSI+K, LUPES dan LUSIPES+K. Sebagian penurunan pada keempat media tersebut terjadi antara minggu ke-2 hingga ke-5. Pada minggu ke-2, penurunan persentase mulai terlihat pada media LUSI, LUPES dan LUSIPES+K. Pada media LUSI, persentase propagul A. marina yang hidup turun menjadi 93% pada minggu ke-3 dan kembali turun menjadi 83% pada minggu ke-5. Pada media LUPES, persentase turun menjadi 85% dari 100% pada minggu ke-3 dan kembali turun menjadi 83% pada minggu ke-5. Penurunan persentase paling tajam terjadi pada media LUSIPES+K, yaitu dari 100% menjadi 60 pada minggu ke3. Setelah minggu ke-5, penurunan persentase propagul yang hidup masih terjadi pada media LUSI+K pada minggu ke-12 dan ke-14 juga pada media LUPES pada minggu ke-7 dan ke-12.
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
37
2. Pertumbuhan Tinggi Propagul Mangrove Hasil analisis statistik terhadap pertumbuhan tinggi propagul R. mucronata, C. tagal dan A. marina menunjukkan tidak ada beda nyata (P>0,05) pertumbuhan tinggi propagul pada 5 media tanam yang berbeda. Perbedaan nyata (P<0,05) pertumbuhan tinggi propagul mangrove hanya terlihat pada B. gymnorrhiza. Data rata-rata tinggi propagul mangrove dapat dilihat pada Lampiran 1-4 dan hasil analisis statistik selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5-9. Tabel 6.
Rata-rata tinggi awal dan akhir setiap spesies pada setiap media.
MEDIA LUSI LUSI + K LUPES LUSIPES LUSIPES + K
R. mucronata awal akhir
SPESIES B. gymnorrhiza C. tagal awal akhir awal akhir
A. marina awal akhir
2,9
23,3
0,5
18,0
0,5
3,6
1,2
29,3
3,5
21,4
0,7
22,7
0,5
3,8
0,9
27,9
3,5
23,6
0,5
30,9
0,6
4,0
1,0
33,5
2,3
17,4
0,5
10,9
0,5
3,8
1,2
37,8
3,5
20,8
0,5
17,5
0,5
3,4
0,6
25,0
Rata-rata tinggi R. mucronata, B. gymnorrhiza dan C. tagal di akhir penelitian menunjukkan bahwa pada media LUPES, rata-rata tinggi ketiga spesies tersebut mencapai tinggi yang paling besar. Rata-rata tinggi R. mucronata pada media LUPES (23,6 cm), merupakan yang terbesar dibandingkan dengan media LUSI (23,3 cm), LUSI+K (21,4 cm), LUSIPES+K (20,8 cm) dan LUSIPES (17,4 cm). Pada B. gymnorrhiza, rata-rata tinggi pada media LUPES merupakan yang paling besar (30,9 cm) sedangkan yang terkecil pada media LUSIPES (10,9 cm). Rata-rata tinggi C. tagal hanya berkisiar antara 3,4 – 4,0 cm, di mana terbesar terjadi pada media LUPES sedangkan yang terendah pada media LUSIPES+K. Jika hasil pengamatan pada tiga spesies menunjukkan rata-rata tinggi terbesar terjadi pada media LUPES, tidak begitu dengan A. marina. Hasil
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
38
pengamatan A. marina menunjukkan rata-rata tinggi terbesar A. marina terjadi pada media LUSIPES (37,8 cm), sedangkan pada media LUPES berada pada urutan selanjutnya (33,5 cm) dan rata-rata tinggi terkecil terjadi pada media LUSIPES+K (25,0 cm). Berikut akan ditampilkan grafik rata-rata tinggi propagul R. mucronata, B. gymnorrhiza, C. tagal dan A. marina pada 5 media tanam yang berbeda selama 18 minggu penelitian.
Gambar 14. Rata-rata tinggi propagul R. mucronata pada 5 media tanam yang berbeda.
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
39
Gambar 15. Rata-rata tinggi propagul B. gymnorrhiza pada 5 media tanam yang berbeda.
Gambar 16.
Rata-rata tinggi propagul C. tagal pada 5 media tanam yang berbeda.
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
40
Gambar 17
Rata-rata tinggi propagul A. marina pada 5 media tanam yang berbeda
Gambar 14 menunjukkan pada akhir penelitian rata-rata tinggi R. mucronata pada media LUSI (23,3 cm) dan LUPES (23,6 cm) hampir sama. Kemudian pada media LUSI+K (21,4 cm) dan LUSIPES+K (20,8 cm) juga memiliki rata-rata tinggi yang hampir sama. Rata-rata tinggi paling kecil terjadi pada media LUSIPES yang hanya mencapai angka 17,4 cm. Gambar 15 memperlihatkan rata-rata tinggi B. gymnorrhiza pada media LUPES (30,9 cm) merupakan yang paling tinggi dan pada media LUSIPES (10,9 cm) merupakan rata-rata tinggi paling rendah. Rata-rata tinggi B. gymnorrhiza pada media LUSI+K (22,7 cm) lebih tinggi daripada rata-rata tinggi B. gymnorrhiza pada media LUSI (18,0 cm) dan LUSIPES+K (17,5 cm). Hasil analisis statistik pertumbuhan tinggi menunjukkan hanya pada pertumbuhan tinggi B. gymnorrhiza yang menunjukkan perbedaan yang nyata
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
41
antara satu media dengan media yang lain. Hasil analisis statistik tersebut tersaji pada Tabel 7 berikut. Tabel 7.
Uji perbandingan antar media tanam pada pertumbuhan tinggi propagul B. gymnorrhiza.
MEDIA (i) vs MEDIA (j) Beda rata‐rata Prob. LUSI+K ‐2,939 0,676 LUPES d‐8,194* a0,003* LUSI LUSIPES 1,278 0,978 LUSIPES+K ‐0,556 0,999 LUSI 2,939 0,676 LUPES ‐5,256 0,134 LUSI+K LUSIPES 4,217 0,325 LUSIPES+K 2,383 0,819 LUSI d8,194* a0,003* LUSI+K 5,256 0,134 LUPES LUSIPES d9,472* d0,000* LUSIPES+K v7,639* d0,008* LUSI ‐1,278 0,978 LUSI+K ‐4,217 0,325 LUSIPES LUPES ‐9,472* d0,000* LUSIPES+K ‐1,833 0,922 LUSI 0,556 0.999 LUSI+K ‐2,383 0.819 LUSIPES+K LUPES ‐7,639* d0.008* LUSIPES ‐2,939 0.922 KETERANGAN * : Nilai probabalitas di bawah 0,05 yang menandakan ada perbedaan yang nyata Hasil pengujian memperlihatkan nilai probabilitas antara media LUPES dengan media LUSI, LUSIPES dan LUSIPES+K berada di bawah 0,05 (ada tanda *) sehingga H0 ditolak atau perbedaan rata-rata tinggi B. gymnorrhiza pada media LUPES dengan media LUSI, LUSIPES dan LUSIPES+K benar-benar nyata. Tabel 8 memperlihatkan hasil uji homogenitas setiap populasi dalam media tanam yang berbeda. Pada kelompok 1, terlihat media LUSIPES, LUSI, LUSIPES+K dan LUSI+K tidak memiliki perbedaan.sedangkan pada kelompok 2, terlihat media
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
42
LUSI+K dan LUPES menjadi satu kelompok dengan perbedaan yang tidak signifikan. Tabel 8.
Uji Homogenitas media tanam pada pertumbuhan tinggi propagul B. gymnorrhiza.
MEDIA LUSIPES LUSI LUSIPES+K LUSI+K LUPES Prob.
N 18 18 18 18 18
Kelompok dengan p ≥0,05 1 2 5,194 6,472 7,028 9,411 9,411 14,667 0,325 0,134
Tidak ada perbedaan yang mencolok pada Gambar 16. Perbedaan rata-rata tinggi C. tagal pada akhir penelitian hanya sekitar 0,6 cm, di mana pada rata-rata tinggi terbesar terjadi pada media LUPES (4,0 cm) dan terkecil pada media LUSIPES+K (3,4 cm). Rata-rata tinggi A. marina pada media LUSIPES (37,8 cm) paling tinggi jika dibandingkan dengan media yang lain. Rata-rata tinggi pada media LUPES, sedikit lebih rendah, yaitu 33,5 cm. Rata-rata tinggi A. marina pada media LUSI (29,5 cm) dan LUSI+K (27,9 cm) saling berdekatan, sedangkan pada media LUSIPES+K (25,0 cm) merupakan yang paling rendah.
3. Data Pendukung Penelitian a. Karakterikstik media tanam Hasil pengamatan secara fisik memperlihatkan memang ada perbedaan warna yang jelas antara LUSI dengan lumpur pesisir Sidoardjo (LUPES). LUSI berwarna kelabu tua sedangkan LUPES berwarna coklat gelap. Selian warna, ukuran butir antara LUSI dengan LUPES juga berbeda. Gambar 18 berikut
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
43
memperlihatkan hasil analisis butir sedimen dengan menggunakan metoda Buchanan (1984) terhadap lima media tanam yang digunakan dalam penelitian.
Gambar 18.
Grafik analisis butir sedimen berdasarkan klasifikasi ‘Wentworth’ terhadap lima sampel media tanam.
Berdasar gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa LUSI, LUSI+K dan LUSIPES merupakan sedimen jenis pasir lanauan (silty sand), sedangkan dua sampel yang lain, yaitu LUPES dan LUSIPES+K merupakan sedimen jenis lanau pasiran (sandy silt). Kriteria ukuran butir tersebut menunjukkan bahwa LUSI, LUSI+K dan LUSIPES memiliki ukuran butir rata-rata lebih besar daripada ukuran butir LUPES dan LUSIPES+K.
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
44
Tabel 9.
Kandungan unsur hara lima media tanam mangrove
PARAMETER Satuan % KARBON NITROGEN PHOSPOR KALIUM Satuan ppm MAGNESIUM KALSIUM SULFUR MANGAAN BORON MOLIBDENUM TEMBAGA SENG BESI
LUSI
LUPES
LUSI+K
LUSIPES
LUSIPES+K
1,51 5,69 0,12 0,38
4,63 4,80 0,06 0,32
4,12 8,70 0,10 0,59
3,79 6,96 0,21 0,48
3,35 9,61 0,06 0,50
6,14 26,64 480,55 28,1 24,01 4,10 10,8 88,4 130,8
18,54 28,60 355,37 35,5 8,81 3,41 5,8 58,4 69,3
10,19 24,86 333,90 31,1 20,53 3,60 8,7 71,9 97,8
9,66 25,45 384,25 30,8 10,26 3,87 7,4 44,5 86,7
12,96 23,49 346,88 30,6 13,96 3,11 8,4 65,5 88,4
Selain pengukuran dan pengamatan secara fisik, pada kelima media tersebut juga dilakukan analisis kandungan kimia. Pengukuran karbon (C) pada lima media tanam memperlihatkan kandungan Karbon pada media LUSI merupakan yang paling rendah (1,51%) dibandingkan dengan media yang lain, terutama LUPES (4,63%). Berbeda dengan karbon, kandungan unsur nitrogen (N) pada media LUSI lebih tinggi dibandingkan dengan media LUPES (Tabel 9). Tabel 9 juga menunjukkan analisis kandungan nitrogen pada media LUSIPES (6,96%), lebih tinggi dari kandungan nitrogen dalam LUSI maupun LUPES yang merupakan komponen penyusun LUSIPES. Hal yang sama juga terjadi pada analisis phosphor (P) dan kalium (K), dimana hasil analisis lab menunjukkan kandungan phosphor (0,21%) dan kalium (0,48) pada media LUSIPES paling tinggi dibandingkan dengan media LUSI maupun LUPES.
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
45
Untuk unsur hara yang lain, seperti magnesium (Mg), kalsium (Ca) dan mangaan (Mn) pada LUSI lebih rendah dibandingkan dengan LUPES, sedangkan unsur yang lain seperti sulfur (S), boron (B), Molibdenum (Mo), Tembaga (Cu), Seng (Zn) dan Besi (Fe) berlaku sebaliknya. b. Komposisi vegetasi mangrove Secara keseluruhan ada 15 spesies mangrove yang ditemukan dalam pengamatan lapangan yang dilakukan di Muara Sungai Porong, Desa Kupang, Sidoardjo. Tabel 10 di bawah menunjukkan bahwa 15 spesies tersebut masuk dalam 10 Famili. Sembilan spesies termasuk komponen mayor mangrove, 3 spesies termasuk komponen minor dan 3 spesies masuk dalam komponen asosiasi (Tomlinson, 1994). Tabel 10. Komposisi vegetasi mangrove di lokasi penelitian Muara Sungai Porong, Sidoardjo Famili Avicenniaceae
Rhizophoraceae
Sonneratiaceae Palmae Myrsinaceae Euphorbiaceae Meliaceae Acanthaceae Aizoaceae Malvaceae
Spesies Avicennia alba Avicennia marina Bruguiera 45ylindrical Bruguiera gymnorrhiza Rhizophora apiculata Rhizophora mucronata Sonneratia alba Sonneratia caseolaris Nypa fruticans Aegiceras corniculatum Excoecaria agallocha Xylocarpus granatum Acanthus ilicifolius Sesuvium portulacastrum Hibiscus tiliaceus
Keterangan
Komponen Mayor *
Komponen Minor *
Komponen Asosiasi*
* klasifikasi menurut Tomlinson (1994)
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
46
Pengelompokan kuantitas spesies-spesies tersebut berdasarkan kategori, hasil pengamatan di lapangan di sekitar Muara Sungai Porong dapat diilhat pada Tabel 11 berikut. Pengamatan mangrove di lapangan, spesies dengan kategori pohon (d > 5cm) ditemukan pada hampir semua speises yang ada, kecuali A. ilicifolius dan A. corniculatum karena kedua spesies tersebut merupakan tumbuhan perdu. Spesies pohon A. alba, A. marina dan R. mucronata merupakan spesies yang sering dijumpai di lapangan sehingga diberi keterangan banyak (++). Spesies lain, seperti E.agallocha dan H.tiliaceus ditemukan hanya ada satu batang, B. gymnorrhiza,X. grantum dan N. frutican ditemukan sekitar 3 sampai 5 pohon saja, sedangkan spesies lain ditemukan berkelompok dalam jumlah yang tidak terlalu banyak sehingga diberi keterangan sedikit (+). Tabel 11. Pengelompokan spesies pada masing-masing kategori di Muara Sungai Porong, Sidoardjo. Spesies A. ilicifolius A. corniculatum A. alba A. marina B. cylindrical B. gymnorrhiza R. apiculata R. mucronata E. agallocha H. tiliaceus N. fruticans S. portulacastrum S. alba S. caseolaris X. granatum TOTAL Ket. :
++ + ‐
Pohon ++ ++ + + + ++ + + + + + + 12
Kategori Sapling + + ++ + ++ + 6
Seedling + + ++ + + ++ + + 8
= banyak = sedikit = tidak ada
Untuk komposisi sapling (1cm ≤ d ≤ 5cm) dan seedling (tinggi > 1 m atau d < 1 cm) hampir sama. Avicennia marina dan R.mucronata merupakan spesies yang
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
47
sering dijumpai di lapangan. Acanthus ilicifolius dan A. corniculatum ditemukan mengelompok dalam jumlah yang tidak terlalu banyak pada satu lokasi saja sehingga diberi keterangan sedikit (+). Hal yang sama juga terjadi pada seedling B. gymnorrhiza yang dijumpai mengelompok dalam jumlah yang tidak terlalu banyak di sekitar pohon B. gymnorrhiza. Seedling S. caseolaris ditemukan di sepanjang Sungai Porong dalam jumlah yang tidak banyak dan sering ditemukan bersama dengan sapling S. alba. Sapling dan seedling R.apiculata sering dijumpai di antara R. mucronata yang ada di area pematang tambak.
c. Pasut dan Kualitas Air Selain komposisi vegetasi mangrove dan karakterikstik media tanam, kondisi lingkungan seperti : pasang surut air laut dan kualitas air di Muara Sungai Porong merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mangrove. Tipe pasut ditentukan oleh nisbah (perbandingan) antara amplitudo unsurunsur pasut tunggal utama dengan amplitudo ganda utama. Tabel 12. menunjukkan analisis dan perhitungan konstanta harmonic menghasilkan nilai bilangan Formzahl (F = 0,55) yang berarti jenis pasut di Perairan Sidoardjo adalah campuran condong ke harian ganda (mixed priveiled semi-diurnal). Data lengkap dapat dilihat pada Lampiran 28. Tabel 12. Konstanta harmonic pasut perairan Sidoardjo KOMPONEN NILAI
S0 130,5
O1 13,7
M2 51,8
S2 31,4
K1 32,2
F 0,55
Kisaran tinggi muka laut rata-rata mencapai 130 cm dengan perbedaan tunggang pasang lebih dari 2,5 m. Pasang tertinggi sekitar 116 cm ketika terjadi pasang purnama dan surut terendah mencapai angka -137 cm. Analisis lebih lanjut
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
48
menunjukkan lokasi penelitian terletak di area tinggi muka laut rata-rata (mean sea level) sehingga pada saat pasang tinggi, area ini tergenang dan kering pada saat surut terendah. (Gambar 19). 200.0 cm 0.0 ‐200.0
Gambar 19. Lokasi penelitian berdasar tinggi muka air laut. Lokasi penelitian terletak di area tinggi muka air laut rata-rata (inset : pasut diurnal). Selama penelitian dilakukan, pengukuruan terhadap pH, salinitas dan suhu dilakukan seminggu sekali bersamaan dengan pengukuran tinggi dan jumlah daun mangrove. Gambar 20. menunjukkan secara umum, baik pH, salinitas maupun suhu mengalami penurunan nilai dari minggu ke minggu selama penelitian dilakukan. Jika membandingkan hasil pengukuran salinitas pada awal penelitian dan akhir penelitian terlihat salinitas pada awal penelitian lebih tinggi dibandingkan nilai salinitas pada akhir penelitian. Nilai salinitas cenderung terus mengalami penurunan setelah memasuki minggu ke-2.
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
49
Hampir sama dengan salinitas, selama penelitian berlangsung, nilai pH terus mengalami penurunan. Pada awal penelitian, nilai pH air 7,80 dan pada akhir penelitian menjadi 7,28. Gambar 20 menunjukkan selama penelitian berlangsung antara bulan Nopermber – April, pH air di lokasi penelitian termasuk basa karena nilai pengukuran selalu di atas 7 atau tergolong basa.
Gambar 20.
Salinitas, pH dan suhu perairan di lokasi penelitian selama 18 minggu.
Gambar 20 menunjukkan suhu mengalami penurunan tajam antara minggu pertama hingga minggu ke-7 dan sempat mengalami suhu konstan 28 °C antara minggu ke-12 hingga minggu ke-17.
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
50
B. Pembahasan 1. Persentase Hidup Propagul Mangrove Perbedaan spesies dan faktor media tanam, sedikit banyak mempengaruhi persentase hidup setiap spesies. Setiap spesies hanya memiliki persentase hidup lebih dari 90% pada satu atau dua media tanam saja, seperti C. tagal pada media LUSI dan LUSI+K, Rhizophora mucronata pada media LUPES dan A. marina pada media LUSIPES dan LUSIPES+K. Secara umum, sedimen yang cocok untuk mangrove adalah pasir, lempung dan lanau (W.H. Diemont & Von Eingaarden, 1975). Kriteria tersebut sebenarnya sesuai dengan hasil analisis butir sedimen pada lima media tanam yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil analisis butir sedimen menyebutkan LUSI, LUSI+K dan LUSIPES merupakan sedimen jenis pasir lanauan (silty sand), sedangkan LUPES dan LUSIPES+K merupakan sedimen jenis lanau pasiran (sandy silt) (Gambar 18). Secara kimia, belum ada yang dapat menerangkan kebutuhan unsur hara tanah untuk pertumbuhan setiap mangrove. Pengukuran konsentrasi unsur hara dalam jaringan tubuh setiap spesies mangrove juga belum dapat diungkap sehingga susah untuk menentukan kandungan unsur hara tanah yang sesuai untuk pertumbuhan setiap spesies mangrove. Hasil pengukuran unsur hara pada media tanam (Tabel 9.) juga memperlihatkan kandungan total unsur hara yang terdapat dalam tanah, bukan kandungan unsur hara yang tersedia bagi mangrove. Sebagai contoh, kandungan S pada semua media tanam termasuk tinggi, terutama pada LUSI 480,55 ppm. Kondisi tersebut bukan berarti jumlah S yang langsung dapat diserap oleh tanaman karena dalam angka tersebut terdapat bentuk unsur S yang tidak dapat diserap, baik
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
51
langsung maupun tidak langsung oleh tanaman. Unsur S yang dapat diserap langsung oleh tanaman adalah sulfat (SO42-). Dalam penelitian ini tidak mengukur secara detail bentuk-bentuk unsur S yang terdapat dalam media tanam tersebut sehingga kita tidak dapat mengetahui jumlah pasti dari unsur S yang tersedia untuk pertumbuhan mangrove tersebut. Belerang (S) merupakan unsur penting dalam struktur asam amino sistein dan methionin. Senyawa lain yang mengandung belerang adalam vitamin thiamin dan biotin. Belerang juga terkandung dalam koenzim A, yaitu senyawa esensial untuk respirasi dan sitesis serta penguraian asam-asam lemak. Kekurangan unsur S dapat menyebabkan klorosis pada berbagai organ tanaman, terutama daun. Persentase hidup spesies C. tagal dan A. marina pada media LUSI dapat dikatakan tinggi jika dibandingkan dengan media yang lain. Namun tidak begitu dengan R. mucronata dan B. gymnorrhiza, di mana pada kedua spesies tersebut, persentase hidup pada media LUSI merupakan yang paling rendah dibandingkan dengan pada media yang lain. Cukup sulit memastikan satu unsur, misalnya belerang menjadi faktor yang mempengaruhi persentase hidup propagul pada spesies-spesies tersebut karena banyak faktor lingkungan yang lain yang mempengaruhi kemampuan setiap propagul pada setiap spesies tersebut untuk dapat bertahan pada kondisi media tanam yang berbeda. Kandungan belerang pada LUSI memang yang paling tinggi. Yakub (2008) mengatakan, LUSI merupakan gunung lumpur (mud volcano) karena Porong termasuk kawasan mud vulcoano di Jawa Timur. Putrohari (2006) juga menambahkan lumpur yang meyembur tersebut merupakan material yang berasal dari formasi berumur Pliosen. Analisis nannofosil lumpur menunjukkan umur Pliosen
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
52
sama dengan kandungan fosil di kedalaman 2000-6000 ft. Di mana pada umur dan posisi tersebut kandungan belerang dalam sedimen cukup tinggi. Faktor lain yang dapat juga mempengaruhi persentase hidup propagul mangrove adalah lingkungan. Jika melihat waktu kematian propagul-propagul tersebut (Gambar 11-13), rata-rata kematian propagul setiap spesies terjadi setelah minggu ke-2 hingga minggu ke-6, yaitu antara bulan Nopember hingga Desember. Pada saat-saat tersebut terjadi peralihan musim dari musim kemarau ke musim hujan. Peralihan musim tersebut menyebabkan perubahan kondisi lingkungan, seperti salinitas, pH dan temperatur di lokasi penelitian. Gambar 20 memperlihatkan terjadi penurunan nilai salinitas, pH dan suhu pada minggu-minggu tersebut. Salinitas merupakan faktor penting yang menentukan keberhasilan pertumbuhan, berat, ketahanan hidup, penyebaran dan zonasi mangrove (Bowman, 1917; Cintron et al. 1978; Semeniuk, 1983, Ball & Pidsley, 1995; Saintilan, 1997). Sehingga jika terjadi perubahan salintas pasti mempengaruhi kemampuan bertahan dan tingkat pertumbuhan propagul. Burchett et al. (1984) pada saat pembibitan, Avicennia sp. dapat tumbuh secara maksimal pada salinitas 25‰. Kondisi tersebut tidak sesuai dengan kondisi yang terjadi di lapangan, di mana salinitas paling rendah selama penelitian adalah 25,5‰ dan yang tertinggi adalah 32,5‰ (minggu ke-2). Namun demikian perlu diingat bahwa dalam penelitian yang dilakukan di alam, keberhasilan propagul bertahan tidak dapat dikaitkan dengan satu faktor lingkungan saja karena banyak faktor yang juga mempengaruhi dan saling berhubungan. Sumber lain juga ada yang menyebutkan A. marina mampu bertoleransi dengan salinitas yang tinggi, seperti Macnae (1968) yang menyebutkan A. marina mampu bertoleransi pada salinitas 90‰ meskipun pertumbuhannya menjadi kerdil.
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
53
Kondisi R. mucronata dan C. tagal terhadap salinitas juga tidak jauh berbeda, meskipun beberapa sumber menyebutkan C. tagal tidak mampu toleransi terhadap salinitas tinggi dan ditemukan di permukaan tanah yang tinggi (Brock,1988 di Australia dan Field, 1995 di Kenya). Namun Tanagguchi et al. (1999) menyebutkan C. tagal di Bali di jumpai pada tempat-tempat dengan salinitas yang relatif tinggi pada permukaan tanah yang tinggi dan sumber lain menyebutkan C. tagal ditemukan berbatasan langsung dengan laut dan membentuk suatu “Padang Ceriops” karena kerapatan spesies mencapai 1685 individu/ha (Yekti, 2003). Jika ketiga spesies di atas merupakan spesies yang mampu toleransi terhadap salinitas yang tinggi, tidak begitu dengan B. gymnorrhiza. Bruguiera gymnorrhiza biasa ditemukan di hutan yang rata dan memiliki suplai air tawar yang cukup (Tanagguchi et al. 1999). Hou (1958) juga menyebutkan B. gymnorrhiza banyak ditemukan pada perairan payau dan sedikit mengandung garam dengan temparatur 20-26 °C. Berdasarkan hal tersebut, tidak salah jika sebagian besar propagul B. gymnorrhiza yang ditanam di lokasi penelitian banyak yang mati dan hanya sekitar 25-45% saja propagul yang masih hidup hingga penelitian berakhir. Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan mangrove tidak diketahui secara detail dengan baik. Blasco (1984) dan Tomlinson (1994) hanya membatasi kisaran suhu berdasarkan daerah tropis hingga subtropis. Thorhoud et.al (1973) dan Saenger (1988) menyebutkan pertumbuhan mangrove di pesisir yang terbuka dengan pesisir yang terlindung memperlihatkan sedikit atau tidak ada pengaruh yang berarti. Kondisi suhu di lokasi selama penelitian berkisar 28,5 - 31,5°C dapat dikatakan normal. Beberapa sumber menyebutkan suhu optimum untuk melakukan
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
54
fotosintesis bagi mangrove di Florida adalah 35°C dan sedikit atau bahkan tidak terjadi fotosintesis jika suhu di atas 40°C (Moore et al., 1972; 1973). Di Australia, kinerja stomata daun dan proses asimilasi secara maksimal terjadi pada suhu antara 25-30 °C dan mulai berkurang ketika suhu lebih dari 35 °C (Clough et al., 1982, Andrews et al,. 1984, Andrews & Muller 1985, Ball et. al., 1988). Selain faktor salinitas dan suhu, lokasi penelitian yang di bawah naungan juga dapat memberi pengaruh terhadap ketahanan hidup propagul karena Seanger et.al (1983) menyebutkan anakan A. marina dan R. mucronata intoleran terhadap naungan, sedangkan C. tagal dan B. gymnorrhiza merupakan spesies yang toleran terhadap naungan. Kondisi lokasi penelitian tersebut juga dapat menjadi faktor yang menyebabkan R. mucronata dan A. marina yang seharusnya dapat bertahan karena banyak ditemukan di sekitar lokasi penelitian menjadi mengalami kematian. Sedangkan C.tagal yang bukan spesies yang ditemukan di sekitar lokasi penelitian menjadi dapat bertahan dengan baik pada media LUSI, LUSI+K dan LUPES. Selain faktor naungan, di lokasi penelitian terjadi pasang surut secara alami. Berdasarkan Gambar 19 terlihat lokasi penelitian terletak di area tinggi muka laut rata-rata (mean sea level) sehingga pada saat pasang tinggi, area ini tergenang dan kering pada saat surut terendah. Kondisi tersebut sangat tidak menguntungkan bagi B. gymnorrhiza biasa ditemukan di daerah-daerah tinggi dengan suplai air tawar yang cukup dari daratan. Di lokasi penelitian, keberadaan pohon B. gymnorrhiza sangat jauh dari pantai dan tidak mengalami pasang surut air laut secara langsung. Berbeda dengan B. gymnorrhiza, spesies A. marina dan R. mucronata ada di hampir seluruh kawasan Muara Sungai Porong. Mulai dari sepanjang pantai yang berbatasan langsung dengan laut sampai dengan area pertambakan yang statusnya
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
55
jauh dari laut dan bukan area pasang surut. Brock (1988) mengatakan A. marina ditemukan di berbagai lingkungan, termasuk pada batas tertinggi pasang surut di muara, salinitas tinggi dan sepanjang pantai menuju laut dan R. mucronata biasa dijumpai di tempat yang berlumpur seperti muara, tepi vegetasi mangrove dan berbagai tinggi permukaan tanah Keberadaan pohon A. marina dan R. mucronata yang banyak di lokasi penelitian mendukung ketersediaan propagul dari kedua spesies tersebut sehingga peneliti dapat melakukan koleksi propagul dengan mudah. Begitu juga dengan C. tagal yang melimpah di Kawasan Mangrove Ujung Piring, Jepara. Berbeda dengan spesies yang lain, jumlah pohon B. gymnorrhiza hanya 3 batang sehingga ketersediaan propagul untuk penelitian menjadi sangat terbatas. Terbatasnya ketersediaan propagul B. gymnorrhiza di lokasi penelitian menyebabkan peneliti terpaksa menggunakan propagul yang sudah mulai keriput untuk memenuhi jumlah propagul yang diperlukan. Taniguchi et al. (1999) mengatakan propagul B. gymnorrhiza yang berkualitas yang baik adalah berwarna hijau gelap, bentuk memanjang ramping, diameter 1,7-2,0 cm dengan panjang 10-30 cm. Selain faktor fisik alam, faktor biologi juga ada yang mempengaruhi persentase hidup propagul. Selama 18 minggu pengamatan, beberapa kali ditemukan ada propagul yang dimangsa oleh kepiting. Kematian propagul terbesar dapat diakibatkan oleh jamur, kepiting, serangga dan mamalia (Gill & Tomlinson, 1971; Lugo & Snedaker, 1975; Robinowits, 1978b, Beever et al., 1979; Robertson et al., 1990; Clarke, 1992, Pandit & Choudhury, 2001). Di Asia, kepiting yang termasuk pemakan propagul adalah Metopograpsus latifrons, M. oceanicus, Chiromantes bidens, Neopisesarma iafondi dan N. mederi (Shokita, 2000).
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
56
2. Pertumbuhan Tinggi Propagul Mangrove Secara umum pertumbuhan tinggi propagul R. mucronata, C. tagal dan A. marina menunjukkan tidak ada beda nyata (P>0,05) antara 5 media tanam yang berbeda. Meskipun ukuran butir dan kandungan nutrien pada media tanam tersebut terdapat perbedaan. Perbedaan pertumbuhan tinggi yang nyata (P<0,05) antara 5 media tanam yang berbeda hanya terjadi pada B. gymnorrhiza. Pada pertumbuhan tinggi B. gymnorrhiza terdapat dua kelompok yang memiliki perbedaan yang tidak nyata, yaitu kelompok kelompok 1 yang terdiri dari media LUSIPES, LUSI, LUSIPES+K dan LUSI+K dan kelompok 2 yang terdiri dari media LUSI+K dan LUPES. Perbedaan kualitas propagul diduga menjadi faktor yang menyebabkan perbedaan rata-rata tinggi B. gymnorrhiza yang di tanam pada setiap media. Faktor media tanam juga dapat mempengaruhi pertumbuhan tinggi, namun sejauh mana pengaruh dari kelima media tanam tersebut terharap pertumbuhan tinggi mangrove, terutama B. gymnorrhiza belum dapat diungkap secara detail karena ketersediaan data analisis kandungan unsur hara pada penelitian ini hanya sebatas pada kandungan total unsur yang terdapat pada media tanam. Seperti telah diterangkan pada pembahasan persentase hidup proapgul mangrove di atas, di mana hasil pengukuran unsur hara pada media tanam (Tabel 9.) hanya mengukur kandungan total unsur hara yang terdapat dalam tanah, bukan kandungan unsur hara yang tersedia bagi mangrove. Seperti yang terlihat, kandungan N yang terdapat pada LUSI 5,69%. Kondisi tersebut bukan berarti jumlah N yang langsung dapat diserap oleh tanaman karena dalam angka tersebut terdapat bentuk unsur N yang tidak dapat diserap, baik langsung maupun tidak langsung oleh tanaman. Unsur N yang dapat diserap langsung oleh tanaman berada dalam tiga
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
57
bentuk, yaitu nitrat (NO3-), ammonium (NH4-) dan asam amino. Dalam penelitian ini tidak mengukur secara detail bentuk-bentuk unsur N yang terdapat dalam media tanam tersebut sehingga kita tidak dapat mengetahui jumlah pasti dari unsur N yang tersedia untuk pertumbuhan mangrove tersebut. Dalam jaringan mangrove, nitrogen merupakan komponen penyusun dari banyak senyawa esensial bagi tanaman, misalnya asam-asam amino. Dalam setiap molekul protein tersusun dari asam-asam amino dan setiap enzim adalah protein, maka nitrogen juga merupakan unsur penyusun protein dan enzim. Selain itu nitrogen juga terkandung dalam klorofil, hormon sitokinin dan auksin. Sehingga tidak mengherankan jika kekurangan unsur nitrogen, tanaman menjadi lambat pertumbuhannya dan terjadi klorosis pada daun. Jika kita kembali mengamati Tabel 6 dan Tabel 9, dapat kita ambil kesimpulan sementara bahwa keberadaan N yang tinggi pada media tanam tidak menjamin bahwa pertumbuhan propagul pada media tersebut juga tinggi. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 9, di mana kandungan N pada LUSIPES+K (9,61%) merupakan yang paling tinggi, disusul LUSI+K (8,70%), LUSIPES (6,96%), LUSI (5,69%) dan terakhir LUPES (4,80%), namun pertumbuhan propagul pada media tersebut dapat dikatakan yang paling rendah untuk C. tagal dan A. marina serta rendah untuk R. mucronata dan B. gymnorrhiza. Kondisi tersebut di atas cukup sulit dibahas karena dalam penelitian ini tidak melakukan analisis unsur hara secara detail hingga bentuk-bentuk unsur yang terdapat dalam media tanam. Berdasar hasil pengamatan dan analisis di atas membuktikan bahwa tingginya keberadaan suatu unsur dalam tanam belum tentu ketersediaan unsur tersebut juga tinggi.
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
58
Faktor kualitas propagul menjadi faktor yang berperan dalam pertumbuhan mangrove. Hanya propagul B. gymnorrhiza yang baik saja yang dapat bertahan dan tumbuh dengan baik pada kondisi lingkungan yang tidak sesuai habitat asli dari B. gymnorrhiza. Air pasang yang hampir dua kali sehari menggenangi lokasi penelitian ditambah salinitas yang tinggi (25,5‰ – 32,5‰) serta peralihan musim dari musim kemarau ke musim hujan diduga dapat mempengaruhi tingkat pertumbuhan B. gymnorrhiza. Bruguiera gymnorrhiza merupakan spesies mangrove yang tidak dapat mensekresi garam. Saenger (2002) menerangkan spesies tipe tersebut menyerap air dengan menggunakan akarnya namun tidak mengikutsertakan garam dalam penyerapan tersebut. Mekanisme tersebut dapat terjadi karena B. gymnorrhiza memiliki ultra filter pada jaringan endodermis akar sehingga air dapat diserap dan garam dapat dicegah masuk ke dalam jaringan. Selain itu B. gymnorrhiza juga memiliki mekanisme untuk mengakumulasi garam di dalam jaringan. Jaringan yang dapat mengakumulasi cairan garam tersebut terdapat pada akar, kulit pohon dan daun yang tua. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa daun yang jatuh dari pohon diduga merupakan suatu mekanisme untuk mengeluakan kelebihan gram dari pohon yang dapat menghambat pertumbuhan dan pembentukan buah (Clogh et al., 1982). Pola pertumbuhan antar spesies juga mempengaruhi pertumbuhan tinggi. Hal tersebut terlihat jika membandingkan pertumbuhan tinggi keempat spesies yang diujicobakan. Meskipun perbandingan persentase hidup pada setiap media, C. tagal lebih baik daripada persentase hidup B. gymnorrhiza, namun tinggi akhir penelitian, tinggi B. gymnorrhiza jauh lebih tinggi daripada C. tagal (Tabel 6). Pola pertumbuhan C. tagal memang lebih lambat dariada pertumbuhan B. gymnorrhiza. Tinggi
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
59
maksimal C. tagal yang pernah ditemui di daratan Papua sekitar 6 m, sedangkan B. gymnorrhiza dapat mencapai tinggi 20 m (Pribadi, 1998). Kondisi fisik media tanam juga akan memberi pengaruh terhadap pertumbuhan mangrove. Secara fisik memang ada perbedaan warna yang jelas antara LUSI dengan lumpur pesisir sidoardjo (LUPES). LUSI berwarna kelabu tua sedangkan LUPES berwarna coklat gelap. Soepardi (1983) mengatakan warna kelabu disebabkan ion besi yang terdapat di dalam tanah berbentuk Fe2+. Besi Fe2+ tersebut terbentuk sebagai akibat reduksi besi Fe3+ karena drainase tanah yang buruk. Selain warna, secara fisik ukuran butir setiap media tanam juga lain. Ukuran butir tersebut berhubungan erat dengan plastisitas, permeabelitas, kekerasan, kesuburan dan produktivitas tanah. Partikel pasir memiliki ukuran jauh lebih besar dan memiliki luas permukaan yang kecil jika dibandingkan dengan partikel lanau dan lempung. Luas permukaan butir lempung sendiri jauh lebih besar jika dibandingkan dengan permukaan butir lanau (Tabel 13). Sedimen jenis pasir lanauan memiliki konsentrasi pasir lebih tinggi jika dibandingkan dengan sedimen jenis lanau pasiran, sehingga LUSI, LUSI+K dan LUSIPES lebih kasar jika dibandingkan LUPES ataupun LUSIPES+K. Tabel 13. Klasifikasi partikel-partikel tanah menurut sistem USDA Tipe Butir
Diameter (mm)
Juml.partikel per gr
Pasir kasar Pasir halus Lanau Lempung
0,20-2,00 0,02-0,20 0,002-0,02 <0,002
720 46000 5776000 906853000
Luas permukaan (cm2/gr) 23 91 454 8000000
Sumber : USDA
Kondisi tersebut jelas berpengaruh terdapat fungsi mereka sebagai media tanam. Pada prinsipnya suatu media tanam harus mampu menyediakan tunjangan
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
60
mekanik, menyediakan aerasi yang baik, mampu menahan air yang tersedia serta menyediakan hara yang diperlukan bagi pertumbuhan mangrove.Oleh karena luas permukaan pasir kecil, maka pasir kurang berperan dalam mengatur sifat-sifat kimia tanah. Pori-pori diantara partikel-partikel pasir yang besar juga besar sehingga tidak dapat menahan air dan udara. Sedimen yang memiliki kemampuan besar dalam menahan air adalah fraksi lempung. Di dalam tanah, molekul-molekul air mengelilingi partikel-partikel lempung membentuk selaput tipis sehingga jumlah lempung akan menentukan jumlah air yang terkandung dalam tanah. Selain itu permukaan lempung dapat mengabsorbsi sejumlah unsur hara. Pengukuran karbon (C) pada lima media tanam memperlihatkan kandungan Karbon pada media LUSI paling rendah (1,51%) dibandingkan dengan media yang lain, terutama LUPES (4,63%). Hal tersebut diduga karena sumber LUSI berada di dalam perut bumi sehingga belum tercampur oleh bahan organik yang ada di alam. Berbeda dengan LUPES yang telah tercampur dengan pelapukan-pelapukan bahan organik. Sumber primer bahan organik adalah jaringan tanaman yang mengalami dekomposisi. Jaringan tumbuhan sebagian besar tersusun dari air sekitar 75% dan padatan 25%. Berdasarkan unsur penyusun padatan tersebut, karbon merupakan bagian yang terbesar (44%), disusul oleh O2 (40%), H2 dan abu masing-masing sekitar 8%. Dalam suatu siklus, karbon yang ditangkap oleh tumbuhan berasal dari CO2 udara. Dalam proses dekomposisi tumbuhan (bahan organik) selalu membebaskan sejumlah CO2, demikian pula akar tumbuhan juga melepaskan CO2. Sejumlah kecil
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
61
CO2 bereaksi dalam tanah dan membentuk asam karbonat, CaCO3, MgCO3 dan KCO3. Garam-garam tersebut di atas mudah larut dan diserap ke dalam tanah. Sebagian besar CO2 yang dihasilkan tanah kembali kagi ke udara. Kemudian diambil lagi oleh tanaman melalui fotosintesis. Selanjutnya tanaman dimanak oleh binatang dan manusia yang nantinya didekomposisikan kembali. Proses tersebut sangat bergantung dengan banyak faktor. Salah satunya adalah kedalaman lapisan tanah. Kadar bahan organik terbanyak ditemukan di lapisan atas, semakin ke bawah makin berkurang (H.J. Haas, et. al.,1957). Kondisi tersebut diduga menyebabkan kandungan karbon ataupun bahan organik pada media LUSI lebih kecil dibandingkan dengan media LUPES atau yang lain. Berbeda dengan karbon, kandungan unsur nitrogen (N) pada media LUSI lebih tinggi dibandingkan dengan media LUPES. Kandungan nitrogen pada kompos diduga tinggi. Hal tersebut dapat diasumsikan karena kandungan nitrogen pada media yang dicampur dengan kompos menjadi lebih tinggi. LUSI+K (8,70%) dan LUPES+K (9,61%). Kompos merupakan pupuk organik buatan manusia yang dibuat dari proses pembusukan sisa-sisa buangan makhluk hidup. Kompos yang digunakan dalam penelitian ini sebagian besar berasal dari kotoran sapi, kerbau dan kambing.Yuwono (2006) menyebutkan kotoran hewan merupakan sumber unsur nitrogen sehingga harus dicampur dengan bahan yang kaya akan bahan karbon.
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian di Muara Sungai Porong, Sidoardjo, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Komposisi vegetasi mangrove yang ditemukan terdiri dari 15 spesies. Kategori pohon 12 spesies, sapling dan seedling masing-masing ada 7 spesies, di mana spesies A. marina dan R. mucronata merupakan spesies yang dominan. 2. Secara Fisik, penampakan LUSI lebih kasar dengan warna kelabu sedangkan LUPES sedikit lebih halus dengan warna cokelat kemerahan. Kandungan C pada LUSI (1,51%) dibandingkan dengan LUPES (4,63%) dan penambahan kompos menyebabkan kandungan N pada media tanam menjadi bertambah. 3. Tingkat persentase hidup setiap spesies pada setiap media tanam berbeda-beda. R. mucronata mampu bertahan baik di media LUPES (97%) dan tidak mampu bertahan baik di media LUSI (30%), B. gymnorrhiza tidak mampu bertahan biak pada semua media tanam, C. tagal mampu bertahan baik pada media LUSI (100%), LUSI+K dan LUPES (90%) dan tidak mampu bertahan baik pada media LUSIPES+K (37%), A. marina mampu bertahan baik pada semua media, terutama LUSIPES (100%). 4.
Tidak ada perbedaan yang signifikan pada pertumbuhan tinggi R. mucronata, C. tagal dan A. marina pada 5 media tanam yang berbeda, sedangkan pada
62 Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
63
B. gymnorrhiza terdapat perbedaan yang signifikan pada 5 media tanam yang berbeda. B. SARAN Berdasarkan tingkat persentase hidup empat spesies yang digunakan dan pertimbangan ketersediaan propagul yang tersedia di lokasi Muara Sungai Porong, maka ada 2 spesies yang disarankan untuk rehabilitasi mangrove di lahan reklamasi yang mengandung lumpur Sidoardjo (LUSI), yaitu A. marina dan R. mucronata. Namun tidak menutup kemungkinan penyediaan propagul C. tagal dari lokasi lain untuk di tanam pada lahan reklamasi tersebut.
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
DAFTAR ACUAN
Adha, K. 2000. Vegetation structure, zonation, & seedling establishment in the Asajaya mangrove forest, Sarawak, Malaysia. Institute of Biodiversity & Environmental Conservation, Universiti Malaysia Sarawak, Samarahan.(Thesis MS) Alikodra, H. S. 1998. Kebijakan pengelolaan hutan mangrove dilihat dari lingkungan hidup. Seminar IV Ekosistem Mangrove, Pekanbaru 15 –18 september 1998. 33 – 43. Andrews, T.J. & G.J. Muller. 1985. Photosynthetic gas exchange in mangrove, Rhizophora stylosa Griff. , in its natural environment. Oecologia 65 : 449 – 455. Andrews, T.J., B.F. Clough & G.J. Muller. 1984. Photosynthetic gas exchange & carbon isotope ratios of some mangrove in North Queenslan. Dalam : Teas H.J. (Ed.) Physiology & Management of Mangrove, Tasks for Vegetation Science. Dr. W. Junk, The Hague : 15-23. Ball, M.C. & S.M. Pidsley. 1988. Establishment of mangrove seedling in realition of salinity. Dalam : Larson, H.K., R. Hanley & M. Michie (Eds). Darwin Harbour. ANU NARU Mangrove Monograph 4 : 123-134. Beever, J.W., D. Simberloff & L.L. King. 1979. Herbivory & predation by mangrove crab, Aratus pisoii. Oecologia 43 : 317-328. Bengen, D. G. 2003. Strategi pemberdayaan masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove. Dalam: Lokakarya Jaringan Kerja Pelestarian Mangrove. Istiper, 12 Agustus 1998. Pemalang, Yogyakarta. Blasco. 1984. Climatic factors & the biology of mangrove plants. Dalam Snedaker, C.S & Snedaker, G.J. 1984. The mangrove Ecosystem : Research Methods. Unesco, Bungay : 10-35. Bowman, H.H.M., 1817. Ecology & physiology of the red mangrove. Proc. Amer. Phil. Soc. 56 : 589-672. Brock, N.C. 1988. Mangrove floristics & biogeography. Dalam : Roberstons, A.I. & D.M. Alongi (Eds.). Tropical mangrove ecosystem. Wetland ecology & management 9 : 257-269. Brown, S.M. 1984. Mangrove Litter Production & Dynamics. Dalam Snedaker, C.S & Snedaker, G.J. 1984. The Mangrove Ecosystem: Research Methods. Unesco, Bungay : 45-65.
64 Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
65 Budiman, A. & Kartawinata. 1996. Penelitian Hutan Mangrove di Indonesia : Pendayagunaan & Konservasi. Dalam: Lokakarya Nasional Penyusunan Program Penelitian Biologi Kelautan & Proses Dinamika Pesisir. Semarang, 24-28 November 1992. 32 hlm Budiman, A. dan Suhadjono, 1992. Penelitian Hutan Mangrove di Indonesia : Pendayagunaan dan Konservasi. dalam: Lokakarya Nasional Penyusunan Program Penelitian Biologi Kelautan dan Proses Dinamika Pesisir. Semarang, 24-28 November 1992. 32 hlm. Burchett, M.D., C.D. Field & A. Pulkownik. 1984. Salinity, growth & root respiration in the grey mangrove Avicennia marina. Physiology Plant. 75 : 299-303. Chai, P. P. K. 1982. Ecological studies of mangrove in Sarawak. Dalam Pribadi. 1998. The ecology of mangrove vegetation in Bintuny Bay, Irian Jaya, Indonesia. Thesis PhD. University of Stirling. Scotl&. Chapman, V. J..1976. Mangrove Vegetation. J. Cramer, Vadus, Liechtensein, Germany : 447 hlm. .1975. mangrove biogeography. Dalam : Walash, G.E., S.C. Snedacker & H.J. Teas (Ed). Proccedings of the International Symposium on Biology & Management of Mangroves. Vol. 1, University of Florida, Gainesville : 3-22. Chen. R. & R.R. Twilley. 1998. A gap dynamic model of mangrove forest development along gradients of soil salinity & nutrient resources. Journal of Ecoogy. 86 : 37-51 Choong, E.T., R. S. Wirakusumah & S. S. Achmadi. 1994 Mangrove forest resources in Indonesia. Forest Ecology & Management, 33/34 : 45-57 Cintron, G., A.E. Lugo, D.J. Pool & G. Morris. 1978. Mangrove of arid environments in Puerto Rico & adjacent isl&s. Biotropica 10 : 110-121. Cintron, G., & Y.S. Novelli. 1984. Methods for studying mangrove structure. in: Snedaker & Snedakers (Eds), The Mangrove Ecosystem : Research Methods, UNESCO, Bungay : 91-113. Clarke, P. J. 1992. Predispersal mortality & fecundity in the grey mangrove (Avicennia marina) in southestern Australia. Journal of Ecology 17 : 161 180 Clarke, L.D. & N.J. Hannon, 1971, The mangrove swamp & saltmarsh communities of the Sydney district, IV. The significance of species interaction. Journal of Ecology 59 : 535-553. Clough, B.F., T,J, &rews & I.R. Cowan. 1982. Physiological. Dalam : Clough, B.F. (Ed.). Mangrove ecosystem in Australia-structure, function & management. ANU Press, Canbera : 151-161
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
66 Cruz. 1992. Diversity & stability in a Puerto Rican Rhizophora mangle L. forest . Dalam Pribadi. 1998. The ecology of mangrove vegetation in Bintuny Bay, Irian Jaya, Indonesia. Thesis PhD. University of Stirling. Scotland. Dahuri, H. R., J. Rais, S. P. Ginting & M. J. Sitepu, 1996. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir & Lautan secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita, Jakarta. 305 hlm. Davis, R. A. 1992. Geologic impact of Hurricane Andrew on Everglades coast of southwest Florida. Environ. Geol. 25: 143-148. Dawes, C. J. 1981. Marine Botany. John Wiley & Sons Inc, New York. 628 hlm. De Haan, J.H. (1931). De Tjilatjapsche Vloedbosschen. Tectona, 13 : 113 - 159. Deimont, W.H. & Von Mijngaarden, 1975. Sedimentation patterns, soils, mangrove vegetation & l&-use in the tidal areas of West Malaysia. In Proceedings of international symposium on biology & management of mangroves, 8-11 October 1974, Hawaii. p. 513-522. Ed. G.E. Walsh, S.C. Snedaker & H.J. Teas. Gainesville, Univ. Florida. Field. 1995. Depositional Systems, an introduction to sedimentology & stratigraphy. Prentice Hall. New Jersey. 202 hlm. Gill, A.M. & P.B. Tomlinson. 1971. Studies on the growth of red mangrove (Rhizophora mangle L.) II Growth & differentiation of aerial roots. Biotropica 3 : 63-77. Hadi, S. 1982. Metodologi Research. Fakultas Psikologi UGM. Gadjah Mada University Press. 87 hlm. Hogart P. J. 1999. The Biology of mangrove. Oxford University press inc. New York. 228 hlm. Hou.1958. Properties of mangrove forest in southern Florida. In : Walsh, G.E., Snedacker & H.J. Teas (Eds.). Proceedings of the International Symposium Biology & Management of mangroves. Vol. 1, University of Florida, Gainesville : 113-145. Kittamura, S. C., Anwar, A., Chaniogo & S. Baba. 1997. H&book of Mangroves in Indonesia. JICA/ISME : 29 - 63. Lugo, A.E. & Snedaker, S.C. 1974. The ecology of mangroves. Annual Review of Ecology & Systematics, 5 : 39 - 64. Macnae, W. 1966. Mangrove in eastern and southern Australia. Aust. J. Bot. 14 : 167-175
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
67 .1968. A general account of the fauna & flora of mangrove swamps & forests in the Indo-West-Pacific Region. Advance Marine Biology 6 : 73270. Moore, R.T., P.C. Miller, D. Albright & L.L. Tieszen. 1972. Comporative gas exchange characteristics of three mangrove species during the winter. Photosynthetica 6 : 387-393. Moore, R.T., P.C. Miller, J. Ehleringer & W. Lawrence. 1973. Seasonal trends in gas exchange characteristics of three mangrove species. Photosynthetica. 7 :387-394. Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Gramedia. Jakarta. 136 hlm Pandit, S. & B.C. Choundhury. 2001. Factors affecting pollinator visitation & reproductive success in Sonneratia caseolaris & Aegiceras cornniculatum in a mangrove forest in India. Tropical Ecology 17 : 431-447. Pribadi, R. 1998. The ecology of mangrove vegetation in Bintuni Bay, Irian Jaya, Indonesia. University of Stirling, Scotland. (PhD Thesis). Putrohari. 2006. Ada apa dengan mud flow di Jawa Timur?. Indonesia Energy, Natural Disaster & Dongeng Geologi. Rabinowitz, D. 1978a. Dispersal properties of mangrove propagules. Biotropica 10 : 47 - 57. Rabinowitz, D. 1978b. Mortality & initial propagule size in mangrove seedlings in Panama. Journal of Ecology 66 : 45-61. Robertson, A.I., R. Giddins & T.J. Smith. 1990. Seed predation by insect in tropical mangrove forests : extent & effects on seed viability & the growth of seedlings. Oecologia 83 : 213-219. Saintilan, N. 1997. Above & below ground biomasses of two species of mangrove on the Hawkesbury River estuary. Marine Freshwater 48 : 147-149 Santos, M.C.F.V., J.C. Zieman & R.R.H. Cohen. 1997. Interpreting the upper midlittoreal zonation patterns of mangroves in Maranhao (Brazil) in response to microtopography and hydrology. In : Kjerfve, B., L.D. Lacerda & E.H.S. Diop (Eds.) Mangrove ecosystem studies in Latin America and Africa. UNESCO. Paris. Pp. 127-144 Santoso, S. 2001. SPSS versi 10. Mengolah Data Statistik Secara Profesional. PT Elex Media Computindo, Jakarta. 253 hlm Saenger, P. E.J, Hegerl, & J.P.S. Davie. 1983. Global Status of Mangrove Ecosystems. Comission on Ecology Papers No.3, IUCN. 1983
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
68 Seanger P. 1988. Mangrove vegetation : an evolutionary perspective. Marine Freshwater 49 : 277-286. Saenger, P. 2002. Mangrove ecology, silviculture & conservation. Southern Cross University, Lismore. London : 330 hlm. Semeniuk, V. 1983. Mangrove distribution in northwestern Australia in releationship to regional & local freshwater seepage. Vegetatio 60 : 3-23. Shokita, S. 2000. The role of acuatic animals in mangrove ecosystem. Dalam : AsiaPasific cooperation on research for conservation of mangroves : Proceedings of an International workshop, Okinawa, Japan 26-30 March 2000. United Nations University, Tokyo : 1-30. Shoper. 1965. Waterlogged saline soil. Dalam : Snedaker, C.S & Snedaker, G.J. 1984. The mangrove Ecosystem : Research Methods. Unesco, Bungay : 114-130. Suhardjono, Y. R & Adi Soemarto, S. 1998. Pengembangan rancangan pendayagunaan fauna mangrove Indonesia : kendala & peluang yang tersedia. Prosiding seminar IV ekosistem mangrove : 114 - 126. Supriharyono, M., S. 2000. Pelestarian & Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta : 28-47. Suryabrata, S. 1992. Metodologi Penelitian. Universitas Gadjah Mada. Rajawali Press. Jakarta : 18. Tanagguchi, H., Suko, O., & Ida, A. 1999. Manual Persemaian mangrove di Bali. Departemen Kehutanan & Perkebunan Republik Indonesia & Japan International Cooperation agency. The Development of Suistainble Mangrove Management Project. Bali. 46 hlm. Tomlinson, P.B. 1994. The Botany of Mangrove. Cambridge University Press, New York. 419 hlm. Usman, E., Salahuddin, M., Ranawijaya & Hutagaol, J.P. 2006. Lokasi pengelolaan Lumpur Porong. A geoscientish concern on hot mud flow in East Java, Indonesia. Watson, J. G. 1928. Mangrove forest of the malay Peninsula. Malayasia Forest 6: 1275. Wells, A.G. 1983. Distribution of mangrove spesies in Australia. Biology & ecology of Australian Mangrove : 57-76. Woodroffe, C. 1992. Mangrove sediments & geomorphology. Dalam Tropical mangrove ecosystem. Coastal & estuarine studies no. 41 (ed. Robertson & D.M. Alongi : 7-41. American Geophysical Union, Washington D.C.
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
69 Yakub, E.M. 2008. Lumpur Panas, Lula versus Lusi. A geoscientish concern on hot mud flow in East Java, Indonesia. Yekti, T.Y. 2003. Struktur & komposisi vegetasi mangrove di kawasan mangrove Ujung Piring, Jepara. Universitas Diponegoro, Semarang Yuwono, D. 2006. Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta. (91 hlm.)
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
70 Lampiran 1.
MINGGU 1 2 3 4 5
Rata-rata tinggi propagul R.mucronata pada lima media tanam yang berbeda. Angka dalam kurung menunjukkan kisaran data tertinggi dan terendah. (n≤30)
LUSI 2,9 (1,5 – 3,8)
Rata‐rata tinggi pada media (cm) LUSI + K LUPES LUSIPES 3,5 3,5 2,3 (2,4 – 5,0)
(2,4 – 6,5)
LUSIPES + K 3,5
(1,9 – 3,0)
(2,8 – 5,0)
2,9
3,6
3,7
2,5
3,6
(1,5 – 3,8)
(2,4 – 5,0)
(2,4 – 8,5)
(1,9 – 3,2)
(2,8 – 5,0)
3,1
3,7
3,9
2,8
3,6
(1,5 – 5,0)
(2,8 – 5,0)
(2,4 – 9,5)
(2,0 – 3,4)
(2,8 – 5,4)
3,4
3,8
4,1
3,7
4,5
(1,9 – 6,7)
(2,8 – 5,6)
(2,6 – 9,6)
(2,9 – 4,3)
(3,5 – 6,2)
4,3
4,2
4,3
4,5
5,4
(2,5 – 8,0)
(3,0 – 8,0)
(2,9 – 10,2)
(3,1 – 5,6)
(4,0 – 7,4)
6
5,5
4,8
6,3
5,2
6,3
(2,9 – 8,9)
(3,0 – 8,1)
(3,4 – 11,4)
(3,3 – 6,9)
(4,3 – 8,6)
7
6,2
5,5
8,9
6,0
7,2
(3,7 – 10,0)
(3,4 – 8,2)
(3,7 – 15,3)
(3,4 – 8,2)
(4,6 – 9,8)
8
7,0
6,2
11,4
7,1
8,0 (4,9 – 11,0)
(3,7 – 12,0)
(3,6 – 9,8)
(4,0 – 20,6)
(3,5 – 10,0)
9
7,8
6,7
11,6
8,0
8,9
(3,7 – 14,1)
(3,8 – 11,5)
(5,2 – 20,6)
(3,6 – 11,6)
(5,2 – 12,2)
10
8,6
7,6
12,1
8,9
9,8
(4,2 – 16,3)
(3,9 – 14,6)
(5,9 – 20,7)
(3,7 – 13,1)
(5,5 – 13,4)
11
9,6
7,9
12,4
9,6
10,6
(4,9 – 17,0)
(4,2 – 15,5)
(6,0 – 21,0)
(3,8 – 14,4)
(5,8 – 14,6)
12
11,1
9,6
13,3
10,3
11,7
(5,3 – 17,3)
(4,2 – 16,0)
(6,1 – 21,9)
(3,8 – 15,5)
(6,2 – 16,3)
13
12,5
10,2
14,1
10,9
12,5
(8,0 – 17,5)
(4,3 ‐17,1)
(7,4 – 22,9)
(3,9 – 16,6)
(6,5 – 17,6)
14
15,4
12,3
14,9
11,7
13,5
(11,5 – 18,6)
(4,5 ‐18,4)
(8,3 – 23,9)
(4,0 – 18,1)
(6,8 – 19,1)
15
16,2
12,7
17,6
12,3
14,4
(9,8 – 20,4)
(4,5 – 19,0)
(10,5 – 27,2)
(4,0 – 19,0)
(7,0 – 20,5)
16
19,6
16,4
20,6
14,7
17,6 (7,5 – 34,7)
(13,0 – 28,0)
(6,0 – 23,7)
(13,0 – 29,0)
(5,5 – 20,9)
17
22,1
19,0
22,4
15,7
18,6
(16,3 – 29,6)
(8,1 – 26,1)
(14,3 – 31,2)
(6,9 – 21,3)
(8,2 – 35,9)
18
23,3
21,4
23,6
17,4
20,8
(18,4 – 31,1)
(9,6 – 29,3)
(16,1 – 32,3)
(7,9 – 15,9)
(12,9 – 39,0)
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
71 Lampiran 2.
MINGGU 1 2 3 4 5
Rata-rata tinggi propagul B. gymnorrhiza pada lima media tanam yang berbeda. Angka dalam kurung menunjukkan kisaran data tertinggi dan terendah. (n≤20)
LUSI 0,5 (0,4 – 0,6)
Rata‐rata tinggi pada media (cm) LUSI + K LUPES LUSIPES 0,7 0,5 0,5 (0,5 – 1,0)
(0,3 – 0,8)
LUSIPES + K 0,5
(0,4 – 0,6)
(0,4 – 1,0)
0,6
0,8
0,7
0,5
0,6
(0,4 – 0,9)
(0,5 – 1,8)
(0,3 – 1,8)
(0,4 – 0,9)
(0,4 – 2,0)
0,6
1,0
1,2
1,2
0,7
(0,4 – 0,9)
(0,5 – 3,0)
(0,3 – 3,5)
(0,7 – 2,2)
(0,4 – 2,6)
0,7
1,0
3,1
1,8
1,4
(0,4 – 1,1)
(0,5 – 3 0)
(1,1 – 6,7)
(0,9 – 3,7)
(0,5 – 2,4)
1,3
1,6
4,6
2,4
2,3
(1,0 – 1,7)
(1,0 – 4,1)
(1,5 – 9,8)
(1,2 – 5,3)
(0,5 – 4,8 )
6
2,2
3,5
8,4
2,9
3,2
(1,3 – 3,0)
(2,4 – 5,7)
(4,1 – 14,4)
(1,4 – 6,8)
(0,5 – 6,3)
7
3,0
5,0
11,6
3,6
4,1
(1,4 – 4,2)
(3,6 – 7,3)
(5,8 – 18,4)
(1,6 – 8,3)
(0,6 – 8,2)
8
3,8
6,5
14,3
4,2
5,0 (0,6 – 10,2)
(1,5 – 5,6 )
(4,4 – 8,9)
(6,6 – 20,4)
(1,7 – 10,0)
9
4,7
8,1
16,5
4,8
5,9
(1,6 – 7,1)
(5,2 – 10,5)
(7,5 – 22,0)
(1,9 – 11,6)
(0,7 – 12,1)
10
5,7
9,5
17,9
5,4
6,8
(1,7 – 8,8)
(5,9 – 12,0)
(7,9 – 23,0)
(2,0 – 13,0)
(0,7 – 14,1)
11
7,0
11,0
19,0
9,6
7,5
(1,7 10,5)
(6,7 – 13,7)
(8,0 – 23,5)
(3,8 – 14,4)
(0,8 – 15,7)
12
7,6
11,1
19,8
5,9
8,4
(1,8 – 11,7)
(8,0 – 14,0)
(9,0 – 23,8)
(2,1 – 14,3)
(0,8 – 17,6)
13
8,4
13,2
20,7
6,6
9,4
(1,9 ‐13,3)
(8,6 – 16,5)
(10,1 – 24,6)
(2,3 – 16,0)
(0,9 – 19,7)
14
9,4
15,5
21,1
7,6
10,3
(1,9 – 15,2)
(9,2 – 19,3)
(10,6 – 25,1)
(2,6 – 18,6)
(0,9 – 21,7)
15
10,9
17,2
21,5
8,0
11,3
(2,0 – 18,0)
(9,7 – 21,2)
(11,0 – 25,5)
(2,7 – 19,6)
(1,0 – 24,0)
16
15,4
19,7
25,7
8,2
15,0 (3,2 – 26,6)
(3,5 – 25,0)
(13,0 – 25,0)
(15,2 – 30,0)
(2,8 – 20,1)
17
17,7
21,3
26,6
9,0
16,6
(4,3 – 29,3)
(15,2 – 26,8)
(19,3 – 32,0)
(3,0 – 22,0)
(3,9 – 28,3)
18
18,0
22,7
30,9
10.9
17,5
(5,9 – 29,5)
(16,9 – 28,1)
(21,3 – 36,6)
(3,9 – 24,3)
(4,6 – 29,3)
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
72 Lampiran 3.
MINGGU 1 2 3 4 5
Rata-rata tinggi propagul C tagal pada lima media tanam yang berbeda. Angka dalam kurung menunjukkan kisaran data tertinggi dan terendah. (n≤30)
LUSI 0,5 (0,4 – 0,9)
Rata‐rata tinggi pada media (cm) LUSI + K LUPES LUSIPES 0.5 0,6 0,5 (0.3 – 0.7)
(0,4 – 0.7)
LUSIPES + K 0,5
(0,4 – 0,6)
(0,3 – 0,9)
0,5
0.6
0.7
0,6
0,6
(0,4 – 0,9)
(0.4 ‐0.9)
(0,5 – 1,0)
(0,4 – 0,9)
(0,3 – 1,0)
0,5
0.7
0,9
0,7
0,7
(0,4 – 0,9)
(0.6 – 1.0)
(0,5 – 1,5)
(0,4 – 0,9)
(0,3 – 1,1)
0,7
0.9
0,9
0,8
0,8
(0,4 – 0,9)
(0.7 – 1.1)
(0,5 – 1,5)
(0,4 – 1,0)
(0,5 – 1,2)
0,8
1.0
1,0
0,8
0,9
(0,4 – 1,1)
(0.7 – 1.3)
(0,5 – 1,8)
(0,4 – 1,1)
(0,6 – 1,3 )
6
0,9
1.1
1,1
0,9
1,0
(0,6 – 1,2)
(0.8 – 1.4)
(0,5 – 2,2)
(0,4 – 1,3)
(0,6 – 1,4 )
7
1,0
1.3
1,1
0,9
1,2
(0,6 – 1,5)
(0.8 – 1.5)
(0,5 – 2,5)
(0,4 – 1,5)
(0,7 – 1,5)
8
1,0
1.3
1,2
1,0
1,3 (0,8 – 1,7)
(0,6 ‐ 1,6)
(0.9 – 1.7)
(0,5 – 3,0)
(0,6 – 1,7)
9
1,0
1.3
1,3
1,0
1,4
(0,5 – 2,1)
(0.9 – 1.8)
(0,5 – 3,2)
(0,6 – 2,0)
(0,8 – 1,8)
10
1,3
1.4
1,5
1,1
1,6
(0,8 – 2,1)
(0.9 – 1.9)
(0,5 – 3,4)
(0,6 – 2,3)
(0,8 – 2,1)
11
1,4
1.5
1,6
1,4
1,7
(0,8 – 2,1)
(0.9 – 2.0)
(0,5 – 3,6)
(0,8 – 2,9)
(0,8 – 2,5)
12
1,6
1.7
1,9
1,7
1,7
(1,0 – 2,2)
(1.0 – 2.2)
(1,0 – 3,6)
(1,1 – 3,5)
(0,9 – 2,5)
13
2,0
2.0
1,9
1,9
1,9
(1,3 – 2,5)
(1.3 – 2.4)
(1,0 – 3,6)
(1,0 – 4,1)
(0,9 – 2,9)
14
2,2
2.3
2,4
2,2
2,2
(1,5 – 2,7)
(1.3 – 2.8)
(1,0 – 4,2)
(1,6 ‐4,6)
(0,9 – 3,2)
15
2,5
2.7
2,7
2,6
2,5
(1,8 – 3,1)
(1.4 – 3.2)
(1,1 – 5,0)
(2,0 – 5,5)
(0,9 – 3,7)
16
3,1
3.2
3,0
3,1
2,9 (1,2 – 3,8)
(2,4 – 3,9)
(2.3 – 3.8)
(1,2 – 5,5)
(2,0 – 5,7)
17
3,4
3.4
3,5
3,3
3,2
(2,6 – 4,2)
(2.6 – 4.1)
(1,8 – 6,9)
(2,0 – 6,1)
(1,8 – 3,9)
18
3,6
3.8
4,0
3,8
3,4
(2,8 – 4,6)
(2.9 – 4.6)
(2,1 – 7,1)
(2,1 – 5,6)
(2,1 – 4,0)
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
73 Lampiran 4.
MINGGU 1 2 3 4 5
Rata-rata tinggi propagul A. marina pada lima media tanam yang berbeda. Angka dalam kurung menunjukkan kisaran data tertinggi dan terendah. (n≤30)
LUSI 1,2 (0,0 – 2,3)
Rata‐rata tinggi pada media (cm) LUSI + K LUPES LUSIPES 0,9 1,0 1,2 (0,0 – 1,8)
(0,0 ‐2,8)
LUSIPES + K 0,6
(0,1 – 2,0)
(0,0 – 1,6)
3,6
3,4
3,2
2,7
2,5
(1,1 – 8,4)
(1,1 – 8,4)
(1,1 – 6,5)
(1,2 – 6,5)
(1,0 – 4,0)
5,4
5,2
6,4
4,3
3,8
(2,1 – 10,0)
(2,0 – 9,8)
(3,6 – 9,6)
(1,9 – 9,0)
(1,8 – 5,6)
7,6
7,0
10,2
5,7
5,1
(4,5 – 14,6)
(2,0 – 15,2)
(4,0 – 18,1)
(2,6 – 11,4)
(2,6 – 8,1)
9,3
8,0
12,8
7,2
6,2
(6,1 – 14,2)
(2,0 – 17,0)
(5,0 – 22,2)
(3,3 – 14,0)
(3,3 – 10,4 )
6
10,9
8,9
15,5
8,5
7,3
(6,4 – 13,9)
(3,2 – 17,4)
(5,7 – 27,0)
(3,9 – 16,1)
(4,0 – 12,8 )
7
12,5
9,8
18,6
10,1
8,6
(6,1 – 16,5)
(4,3 – 18,0)
(6,5 – 34,2)
(4,6 – 18,7
(4,7 – 15,3)
8
14,6
9,8
21,0
11,7
9,9 (5,4 – 17,9)
(6,8 – 24,0)
(4,4 – 18,5)
(7,4 – 35,1)
(5,3 – 21,4)
9
16,0
10,8
21,5
13,1
11,0
(6,9 – 24,0)
(4,5 – 20,0)
(8,0 – 36,5)
(6,0 – 23,8)
(5,9 – 20,2)
10
17,2
12,7
22,2
14,8
12,5
(7,0 – 24,5)
(4,8 – 24,1)
(8,7 – 37,5)
(6,7 – 26,5)
(6,5 – 23,3)
11
18,4
13,2
22,6
17,7
13,8
(7,5 – 26,9)
(5,0 – 24,0)
(9,4 – 38,0)
(7,9 – 32,4)
(7,1 – 25,9)
12
19,6
17,0
24,7
20,9
15,1
(7,6 – 29,3)
(6,0 – 32,2)
(10,7 – 38,7)
(9,3 – 39,9)
(7,7 – 28,8)
13
20,7
18,9
25,9
24,4
16,4
(7,7 – 31,5)
(6,9 – 29,0)
(11,4 – 42,2)
(10,7 – 48,0)
(8,2 – 31,3)
14
22,2
21,0
27,3
27,4
18,7
(8,0 – 34,4)
(8,0 – 35,9)
(12,2 – 49,5)
(11,7 – 55,0)
(9,2 – 36,1)
15
23,6
22,8
28,5
31,0
19,4
(8,5 – 37,2)
(9,0 – 42,1)
(13,0 – 56,0)
(12,2 – 63,3)
(9,5 – 37,6)
16
25,2
24,7
30,4
34,5
21,9 (9,6 – 39,7)
(9,6 – 38,0)
(9,0 – 43,0)
(13,0 – 57,5)
(13,0 – 68,5)
17
26,7
26,3
32,1
36,3
23,5
(10,5 – 39,1)
(9,3 – 44,0)
(14,2 – 59,1)
(15,6 – 69,3)
(12,0 – 39,9)
18
29,3
27,9
33,5
37,8
25,0
(15,3 – 41,8)
(10,6 – 46,2)
(15,4 – 61,3)
(16,8 – 71,2)
(13,6 – 40,9)
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
74 Hasil uji Normalitas, Homogenitas dan hasil uji perbandingan pertumbuhan tinggi propagul R. mucronata pada 5 media tanam yang berbeda
Lampiran 5.
Uji Normalitas Kolmogorov‐Smirnov statistik df Prob. 0,143 18 0,200 0,179 18 0,134 0,145 18 0,200 0,096 18 0,200 0,112 18 0,200
MEDIA LUSI LUSI+K LUPES LUSIPES LUSIPES+K
statistik 0,895 0,865 0,921 0,953 0,936
Shapiro‐Wilk df 18 18 18 18 18
Prob. 0,046 0,015 0,134 0,476 0,250
Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro-Wilk menghasilkan nilai probabilitas (Prob.) >0,05 sehingga distribusi nilai pertumbuhan tinggi propagul R. mucronata pada tiap media tanam adalah normal (simetris). Uji Homogenitas varians Berdasar rata‐rata Berdasar median
Levene statistik 0,775 0,566
df1 4 4
df2 85 85
Prob. 0,545 0,688
Uji homogenitas Levene memperlihatkan nilai probabilitas rata-rata berada di atas 0,05 demikian juga dengan jika uji pengukuran menggunakan median data, angka Prob. lebih besar dari 0,05. Maka dapat dikatakan data yang berasal dari 5 media tanam mempunyai varians yang sama. Anova satu arah Antar populasi Dalam populasi Total
df 4 85 89
rata‐rata 26,456 33,838
F 0,782
Prob. 0,540
Terlihat bahwa F hitung adalah 0,782 dengan probabilitas 0,540 atau lebih besar dari 0,05 sehingga H0 diterima atau rata-rata pertumbuhan tinggi R.mucronata pada 5 media tanam memang sama.
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
75 Hasil uji Normalitas, Homogenitas dan hasil uji perbandingan pertumbuhan tinggi propagul B. gymnorrhiza pada 5 media tanam yang berbeda
Lampiran 6.
Uji Normalitas Kolmogorov‐Smirnov statistik df Prob. 0,148 18 0,200 0,129 18 0,200 0,172 18 0,169 0,101 18 0,200 0,116 18 0,200
MEDIA LUSI LUSI+K LUPES LUSIPES LUSIPES+K
statistik 0,884 0,914 0,929 0,957 0,925
Shapiro‐Wilk df 18 18 18 18 18
Prob. 0,031 0,101 0,188 0,543 0,156
Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro-Wilk menghasilkan nilai probabilitas (Prob.) >0,05 sehingga distribusi nilai pertumbuhan tinggi propagul R. mucronata pada tiap media tanam adalah normal (simetris). Uji Homogenitas varians Berdasar rata‐rata Berdasar median
Levene statistik 6,364 4,356
df1 4 4
df2 85 85
Prob. 0,000 0,003
Uji homogenitas Levene memperlihatkan nilai probabilitas rata-rata berada di bawah 0,05 demikian juga dengan jika uji pengukuran menggunakan median data, angka Prob. lebih kecil dari 0,05. Maka dapat dikatakan data yang berasal dari 5 media tanam mempunyai varians yang berbeda. Anova satu arah Antar populasi Dalam populasi Total
df 4 85 89
rata‐rata 252,221 44,265
F 5,698
Prob. 0,000
Terlihat bahwa F hitung adalah 5,698 dengan probabilitas 0,000 atau lebih kecil dari 0,05 sehingga H0 ditolak atau rata-rata pertumbuhan tinggi pada 5 media tanam memang berbeda.
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
B. gymnorrhiza
76 Perbandingan pertumbuhan tinggi propagul B. gymnorrhiza pada 5 media tanam yang berbeda.
Lampiran 7.
Uji Perbandingan antar media Tukey HSD MEDIA (i) vs MEDIA (j) LUSI LUSI+K LUPES LUSIPES LUSIPES+K LUSI+K LUSI LUPES LUSIPES LUSIPES+K LUPES LUSI LUSI+K LUSIPES LUSIPES+K LUSIPES LUSI LUSI+K LUPES LUSIPES+K LUSIPES+K LUSI LUSI+K LUPES LUSIPES
Perbedaan rata‐rata ‐2,939 d‐8,194* 1,278 ‐0,556 2,939 ‐5,256 4,217 2,383 d8,194* 5,256 d9,472* 7,639* ‐1,278 ‐4,217 d‐9,472* ‐1,833 0,556 ‐2,383 d‐7,639* ‐2,939
Simpangan baku 2,218 2,218 2,218 2,218 2,218 2,218 2,218 2,218 2,218 2,218 2,218 2,218 2,218 2,218 2,218 2,218 2,218 2,218 2,218 2,218
Prob. 0,676 a0,003* 0,978 0,999 0,676 0,134 0,325 0,819 a0,003* 0,134 d0,000* d0,008* 0,978 0,325 d0,000* 0,922 0.999 0.819 d0.008* 0.922
Hasil pengujian memperlihatkan nilai probabilitas antara mediaLUPES dengan media LUSI, LUSIPES dan LUSIPES+K berada di bawah 0,05 (ada tanda *) sehingga H0 ditolak atau perbedaan rata-rata tinggi B. gymnorrhiza pada media LUPES dengan media LUSI, LUSIPES dan LUSIPES+K benar-benar nyata. Uji Homogenitas Kelompok Tukey HSD MEDIA LUSIPES LUSI LUSIPES+K LUSI+K LUPES Prob.
N 18 18 18 18 18
Kelompok dengan p ≥0,05 1 2 5,194 6,472 7,028 9,411 9,411 14,667 0,325 0,134
Pada kelompok 1, terlihat media LUSIPES, LUSI, LUSIPES+K dan LUSI+K tidak memiliki perbedaan.sedangkan pada kelompok 2, terlihat media LUSI+K dan LUPES menjadi satu kelompok dengan perbedaan yang tidak signifikan.
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
77 Hasil uji Normalitas, Homogenitas dan hasil uji perbandingan pertumbuhan tinggi propagul C. tagal pada 5 media tanam yang berbeda
Lampiran 8.
Uji Normalitas Kolmogorov‐Smirnov statistik df Prob. 0,208 18 0,039* 0,188 18 0,091 0,174 18 0,159 0,234 18 0,010* 0,137 18 0,200
MEDIA LUSI LUSI+K LUPES LUSIPES LUSIPES+K
statistik 0,873 0,898 0,896 0,858 0,929
Shapiro‐Wilk df 18 18 18 18 18
Prob. 0,020* 0,053 0,048 0,011* 0,189
Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro-Wilk menghasilkan pada media LUSI dan LUSIPES nilai probabilitas (Prob.) <0,05 sehingga distribusi nilai pertumbuhan tinggi propagul C. tagal pada media tersebut tidak normal. Uji Homogenitas varians Berdasar rata‐rata Berdasar median
Levene statistik 0,178 0,037
df1 4 4
df2 85 85
Prob. 0,949 0,997
Uji homogenitas Levene memperlihatkan nilai probabilitas rata-rata berada di atas 0,05 demikian juga dengan jika uji pengukuran menggunakan median data, angka Prob. lebih besar dari 0,05. Maka dapat dikatakan data yang berasal dari 5 media tanam mempunyai varians yang sama.
Test Statistics(a,b)
Uji Kruskal-Wallis Uji statistik
Chi‐Square 1,149
df 4
Prob. 0,886
Terlihat bahwa pada kolom Prob. adalah 0,886 atau probabilitas di atas 0,05. Maka H0 diterima atau tidak ada perbedaan yang nyata antara rata-rata pertumbuhan tinggi propagul C. tagal pada 5 media LUSI, LUSI+K, LUPES, LUSIPES dan LUSIPES+K
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
78 Hasil uji Normalitas, Homogenitas dan hasil uji perbandingan pertumbuhan tinggi propagul A. marina pada 5 media tanam yang berbeda
Lampiran 9.
Uji Normalitas Kolmogorov‐Smirnov statistik df Prob. 0,069 18 0,200 0,135 18 0,200 0,158 18 0,200 0,133 18 0,200 0,084 18 0,200
MEDIA LUSI LUSI+K LUPES LUSIPES LUSIPES+K
Shapiro‐Wilk df 18 18 18 18 18
statistik 0,975 0,950 0,944 0,924 0,967
Prob. 0,896 0,421 0,345 0,151 0,739
Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro-Wilk menghasilkan nilai probabilitas (Prob.) >0,05 sehingga distribusi nilai pertumbuhan tinggi propagul A. marina pada tiap media tanam adalah normal (simetris). Uji Homogenitas varians Berdasar rata‐rata Berdasar median
Levene statistik 2,059 1,397
df1 4 4
df2 85 85
Prob. 0,093 0,242
Uji homogenitas Levene memperlihatkan nilai probabilitas rata-rata berada di atas 0,05 demikian juga dengan jika uji pengukuran menggunakan median data, angka Prob. lebih besar dari 0,05. Maka dapat dikatakan data yang berasal dari 5 media tanam mempunyai varians yang sama. Anova satu arah Antar populasi Dalam populasi Total
df 4 85 89
rata‐rata 155,975 86,543
F 1,802
Prob. 0,136
Terlihat bahwa F hitung adalah 1,802 dengan probabilitas 0,136 atau lebih besar dari 0,05 sehingga H0 diterima atau rata-rata pertumbuhan tinggi pada 5 media tanam memang sama.
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
A. marina
79 L Lampiran 10.
Grafik pasang p – su urut Nopemb ber 2006 – Maret 2007 di Kabupaten n Sidoard djo.
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.
80 Lanjutan lampiran 10.
Studi pertumbuhan..., Teguh Yudana Y., FMIPA UI, 2008.