Petunjuk Pelaksanaan
PELATIHAN LAYANAN AUTISME DI SEKOLAH DASAR INKLUSI BERBASIS MEDIA VIDEO (STUDI PEMANFAATAN MEDIA VIDEO PEMBELAJARAN PARENTING AUTISME))
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN BALAI PENGEMBANGAN MEDIA TELEVISI PENDIDIKAN TAHUN 2015 i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena Balai Pengembangan Media Televisi Pendidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dapat menyelesaikan Petunjuk Teknis Pelatihan Layanan Autisme di Sekolah Dasar Inklusi Berbasis Media Video (Studi Penerapan Media Video PembelajaranParenting Autism). BPMTP, sebagai institusi yang bertanggung jawab terhadap pengembangan model media televisi pembelajaran sesuai dengan tugas dan fungsinya memandang perlu untuk menyusun petunjuk teknis pemanfaatan media video Pembelajaran parenting autism pada kegiatan pelatihan guru. Petunjuk teknis ini diharapkan dapat memberikan persepsi yang sama pada semua pihak dalam pelaksanaan Pelatihan Layanan Autisme di Sekolah Dasar Inklusi Berbasis Media Video (Studi Penerapan Media Video PembelajaranParenting Autism). Bagi BPMTP, kegiatan ini lebih cenderung sebagai sarana untuk uji sumatif terhadap pengembangan media video pembelajaran parenting autism yang merupakan hasil pengembangan BPMTP pada tahun 2013. Kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusinya dalam proses penyusunan Petunjuk Teknis Pelatihan Layanan Autisme di Sekolah Dasar Inklusi Berbasis Media Video (Studi Penerapan Media Video PembelajaranParenting Autism) ini mulai dari tahap persiapan hingga terlaksananya kegiatan. Sidoarjo, 14 September 2015 Kepala BPMTP,
Drs. Abu Khaer, M.Pd. NIP. 196612051992031003
ii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ........................................................................................................... ii DAFTAR ISI ........................................................................................................................ iii BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1 A.
Latar Belakang ............................................................................................................. 1
B.
Dasar Hukum ............................................................................................................... 6
C.
Tujuan .......................................................................................................................... 7
D.
Sasaran ......................................................................................................................... 8
E.
Hasil yang Diharapkan ................................................................................................. 8
BAB II Penyelenggaraan Pelatihan ................................... Error! Bookmark not defined. A.
Strategi Pelaksanaan................................................................................................... 10
B.
Penyelenggara ............................................................................................................ 12
C.
Narasumber/Fasilitator ............................................................................................... 12
D.
Peserta dan Petugas ................................................................................................... 13
E.
Waktu dan Tempat Pelaksanaan ................................................................................ 13
F.
Fasilitas Pelatihan ...................................................................................................... 14
G.
Metode Pelatihan........................................................................................................ 14
H.
Kegiatan Belajar ......................................................................................................... 15
I.
Sumber Pembiayaan ................................................................................................... 15
BAB III Model dan Strategi Pelatihan ............................................................................... 16 A.
Model dan Tahapan Pelatihan .................................................................................... 16
B.
Struktur Kurikulum Palatihan .................................................................................... 17
BAB IV Evaluasi ................................................................................................................ 20 A.
Evaluasi Program Video ............................................................................................ 20
B.
Evaluasi peserta.......................................................................................................... 21
C.
Evaluasi Narasumber/Fasilitator ................................................................................ 21
D.
Evaluasi penyelenggaraan .......................................................................................... 22
BAB V PENUTUP ............................................................................................................ 23
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pemerintah Indonesia sudah sejak lama menyelenggarakan pendidikan yang secara khusus disediakan bagi peserta didik penyandang disabilitas. Bentuk pendidikan bagi peserta didik penyandang disabilitas secara khusus diatur lewat Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1991 Tentang Pendidikan Luar Biasa. Pendidikan bagi peserta didik penyandang disabilitas disediakan dalam tiga macam lembaga pendidikan, yaitu Sekolah Luar Biasa (SLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), dan Pendidikan Terpadu. SLB, sebagai lembaga pendidikan khusus tertua, menampung anak dengan jenis kelainan yang sama, sehingga ada SLB Tunanetra, SLB Tunarungu, SLB Tunagrahita, SLB Tunadaksa, SLB Tunalaras, dan SLB Tunaganda. Sedangkan SDLB menampung berbagai jenis anak berkelainan, sehingga di dalamnya mungkin terdapat anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, dan/atau tunaganda. Sedangkan Pendidikan Terpadu adalah sekolah reguler yang menampung anak berkelainan dengan kurikulum, guru, sarana pengajaran, dan kegiatan belajar mengajar yang sama. Namun selama ini baru menampung anak tunanetra, itupun perkembangannya kurang menggembirakan karena banyak sekolah umum yang keberatan menerima anak berkelainan. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional memberikan warna lain dalam penyediaan pendidikan bagi peserta didik penyandang disabilitas. Pada penjelasan pasal 15 dan pasal 32 tentang pendidikan khusus disebutkan bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan
1
luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Pasal inilah yang memungkinkan terobosan bentuk pelayanan pendidikan bagi anak penyandang disabilitas berupa penyelenggaraan pendidikan inklusif. Aturan terbaru yang mengatur pendidikan inklusif yaitu Peraturan Menteri (Permen) Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau
Bakat
Istimewa.
Istilah
pendidikan
inklusif
digunakan
untuk
mendeskripsikan penyatuan anak-anak penyandang disabilitas ke dalam program sekolah. Konsep inklusi memberikan pemahaman mengenai pentingnya penerimaan anak-anak yang memiliki hambatan ke dalam kurikulum, lingkungan, dan interaksi sosial yang ada di sekolah. Hakikat inklusif adalah mengenai hak setiap siswa atas perkembangan individu, sosial, dan intelektual. Para siswa harus diberi kesempatan untuk mencapai potensi mereka. Untuk mencapai potensi tersebut, sistem pendidikan harus dirancang dengan memperhitungkan perbedaan-perbedaan yang ada pada diri siswa. Bagi mereka yang memiliki ketidakmampuan khusus dan/atau memiliki kebutuhan belajar yang luar biasa harus mempunyai akses terhadap pendidikan yang bermutu tinggi dan tepat. Pendidikan inklusif menempatkan semua peserta didik berkebutuhan khusus dalam sekolah reguler sepanjang hari. Dalam pendidikan seperti ini, guru memiliki tanggung jawab penuh terhadap peserta didik berkebutuhan khusus tersebut. Pengertian-pengertian yang dikemukakan di atas secara umum menyatakan bahwa pendidikan inklusif berarti pendidikan yang dirancang dan disesuaikan dengan kebutuhan semua peserta didik, baik peserta didik yang normal maupun
2
peserta didik penyandang disabilitas. Masing-masing dari mereka memperoleh layanan pendidikan yang sama tanpa dibeda-bedakan satu sama lain. Anak-anak penyandang disabilitas mempunyai karakteristik yang berbeda antara yang satu dengan yang lain. Bandi Delphie menyatakan bahwa di Indonesia, anak-anak yang mempunyai gangguan perkembangan dan telah diberikan layanan antara lain: Anak yang mengalami hendaya (impairment) penglihatan (tunanetra), tunarungu, tunawicara, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, autism (autistic children), hiperaktif (attention deficit disorder with hyperactive), anak dengan kesulitan belajar (learning disability atau spesific learning disability), dan anak dengan hendaya kelainan perkembangan ganda (multihandicapped and developmentally disabled children). Pendidikan inklusif merupakan perkembangan baru dari pendidikan terpadu. Pada sekolah inklusif setiap anak sesuai dengan kebutuhan khususnya, diusahakan dapat dilayani secara optimal dengan melakukan berbagai modifikasi dan atau penyesuaian, mulai dari kurikulum, sarana-prasarana, tenaga pendidik dan kependidikan, sistem pembelajaran sampai pada sistem penilaiannya. Keuntungan dari pendidikan inklusif adalah bahwa anak penyandang disabilitas maupun anak biasa dapat saling berinteraksi secara wajar sesuai dengan tuntutan kehidupan seharihari di masyarakat dan kebutuhan pendidikannya dapat terpenuhi sesuai dengan potensinya masing-masing. Menurut Heward dan Orlansky (1992:8) yang dimaksud dengan anak berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang memiliki atribut fisik atau kemampuan belajar yang berbeda dari anak normal, baik diatas atau dibawah, yang tanpa selalu menunjukkan
pada
ketidakmampuan
fisik,
mental,
atau
emosi,
sehingga
membutuhkan program individual dalam pendidikan khusus. Selanjutnya Heward 3
dan Orlansky membagi anak berkebutuhan khusus menjadi delapan kategori, yaitu: retardasi mental, kesulitan belajar, gangguan emosi, gangguan komunikasi (bahasa dan pengucapan), tunarungu (gangguan pendengaran), tunanetra (gangguan penglihatan), tunadaksa (gangguan fisik atau gangguan kesehatan lainnya), tunaganda (memiliki lebih dari satu gangguan atau ketunaan yang cukup berat). Kemudian menurut Direktorat Pendidikan Luar Biasa (Magunsong, 2010), mengemukakan bahwa anak berkebutuhan khusus sebagai anak yang dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya mengalami kelainan atau penyimpangan (fisik, mental, intelektual, sosial, emosional), sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Penyimpangan yang dimaksud termasuk tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, lamban belajar, berbakat, tunalaras, ADHD, dan autisme. Anak Autis menurut Baron dan Cohen (1985) autis adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal selain itu juga mengalami kesulitan untuk memahami bahwa sesuatu dapat dilihat dari sudut pandang orang lain. Akibatnya anak-anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia repetitive, aktifitas dan minat yang obsesif serta sulit mengembangkan kemampuan berinteraksi dan bergaul. Sedangkan menurut Sugiarto dan kawan-kawan (2004) mengemukakan bahwa autis merupakan kondisi anak yang mengalami gangguan hubungan sosial yang terjadi sejak lahir atau masa perkembangan sehingga menyebabkannya terisolasi dari kehidupan manusia. Kemudian menurut Wing dan Gould (Wolfberg, 1999), ada tiga jenis interaksi sosial yang mencirikan anak autistic spectrum disorder yaitu; Aloof (bersikap menjauh atau menyendiri), Passive (bersikap pasif), Activeand Odd (bersikap aktif tetapi aneh). 4
Dalam rangka penyelenggaraan pendidikan inklusi, para guru terutama di sekolah dasar umumnya perlu dibekali dengan berbagai pengetahuan tentang anak dengan kebutuhan khusus atau sering juga disebut anak berkebutuhan khusus. Dengan
mengetahui
siapa
yang
disebut
anak
kebutuhan
khusus
serta
karakteristiknya, maka diharapkan guru akan mampu melakukan identifikasi terhadap mereka, baik yang sudah terdaftar sebagai peserta didik di sekolah yang bersangkutan tersebut maupun yang belum masuk sekolah yang ada atau bertempat tinggal di sekitar sekolah. Hal ini sangat penting karena banyak anak-anak yang sebelumnya belum sekolah dan belum ketahuan teridentifikasi sebagai anak berkebutuhan khusus yang masuk di sekolah dasar sebagai peletak fondasi pendidikan tersebut.
Dengan demikian karena guru belum mampu mengenali
kondisi peserta didiknya sebagai anak berkebutuhan khusus maka bisa jadi potensi anak ini akan menjadi terhambatdan perolehan layanan pendidikannya pun keliru. Membekali
kemampuan
identifikasi
bagi
guru-guru
ini
meliputi:
penjaringan; penyaringan (klasifikasi) jenis-jenis ABK (autism) yang nantinya dapat dijadikan pertimbangan dalam perencanaan pembelajaran. Guru-guru yang perlu memiliki kemampuan mengidentifikasi dan memberi layanan tentu saja tidak hanya guru-guru yang akan mengajar atau menangani ABK (Guru Pendamping khusus) di sekolah namun alangkah baiknya bila semua guru di sekolah dasar penyelenggara pendidikan inklusi tersebut juga memiliki kemampuan mengidentifikasi ABK (autism). Untuk itu kemampuan identifikasi ABK tersebut dapat diberikan di sekolah baik oleh sekolah sendiri, penyuluhan dari jurusan PLB ataupun bahkan dari dinas pendidikan setempat. Mempertimbangkan hal-hal tersebut di atas, maka perlu kiranya dicari model pelatihan yang tepat dan relevan bagi penyelenggaraan Pendidikan dan 5
Pelatihan bagi guru SD Inklusi tersebut, dengan mengedepankan nilai-nilai pendidikan yang berwawasan lingkungan yang mengangkat nilai-nilai sosial budaya dan nilai alamiah dari lingkungan sendiri. Model Pelatihan yang dimaksudkan adalah model untuk meningkatkan kompetensi Pendidik SD Inklusi terkait dengan pemahaman dan pemberian layanan terhadap anak autisme. Permasalahan yang terjadi selama ini,, masih minimnya pelatihan atau pendidikan mengenai keautisan yang ditujukan kepada guru reguler (bukan guru GPK). Dengan kurangnya pemahaman tentang autisme guru kelas di SD Inklusi khususnya kebingungan jika ada siswanya yang menampakkan gejala-gejala autis. Bahkan tidak sedikit SD Inklusi yang menolak untuk menerima siswa yang mengalami gangguan autis dengan alasan tidak tersedanya tenaga yang mampu memberikan layanan pada anak autis. Kondisi semacam ini seakan terlihat kurang empatinya terhadap anak bekebutuhan khusus autisme, yang bertolak belakang dengan semangat dibentuknya Sekolah Dasar Inklusi. Berkaitan dengan hal tersebut, Balai Pengembangan Media Televisi Pendidikan, pada tahun anggaran 2015 akan menyelenggarakan kegiatan Pemanfaatan media video Pembelajaran dalam pelatihan layanan autisme di sekolah dasar inklusi. Semoga kegiatan ini membawa dampak yang baik dalam perkembangan mutu pendidikan khusunya dalam pemberian layanan kepada anak autisme di Sekolah Dasar Inklusi.. B. Dasar Hukum 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. 6
4. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. 5. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan kompetensi Guru. 6. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa 7. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 32 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru Pendidikan Khusus. 8. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 36 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan Nasional. 9. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 19 tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengembangan Media Televisi Pendidikan. 10. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Balai Pengembangan Media Televisi Pendidikan Tahun 2015..
C. Tujuan 1. Tujuan Umum Secara umum, tujuan penyusunan Juklak pelatihan ini bertujuan agar pelatihan layanan autis bagi guru sekolah dasar inklusi dapat berjalan sesuai prosedur dan dapat meningkatkan kompetensi guru Sekolah Dasar Inklusi dalam pemahaman dan pemberian layanan terhadap anak berkebutuhan khusus autisme agar anak dapat belajar bersosialisasi dengan anak-anak lainya.
7
2. Tujuan Khusus Secara khusus dari penyusunan Juklak ini adalah: -
Memberikan panduan pelaksanaan pelatihan guna mengevaluasi sumatif 8 judul program video pembelajaran parenting autisme yang dikembangkan BPMTP pada tahun 2013
-
Memberikan panduan dalam pelaksanaan pelatihan 100 tenaga garu SD Inklusi dari lima Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten dalam hal pemahaman dan layanan autisme.
D. Sasaran Petunjuk pelaksanaan pelatihan layanan autisme di SD Inklusi berbasis media video pembelajaran ini disusun untuk bisa digunakan oleh instansi/personal yang terlibat dalam proses pemanfaatan media video pembelajaran parenting autisme baik langsung maupun tidak langsung sesuai dengan peran masing-masing. Adapun sasaran adalah sebagai berikut: 1. Pelaksana pelatihan 2. Petugas lapangan di Dinas Pendidikan Kota/Kabupatan. 3. Pengawas TK/SD khusunya sekolah dasar inklusi; 4. Guru reguler Sekolah Dasar Inklusi; 5. Terapis; dan
E. Hasil yang Diharapkan 1. Pelaksanaan pelatihan layanan autisme di 5 lokasi dapat berjalan dengan lancar dan mendapatkan hasil yang maksimal. 2. Dengan pelaksanaan pelatihan yang sesuai dengan prosedur dapat terevaluasi sumatif terhadap 8 judul program video pembelajaran parenting autisme yang 8
dikembangkan Balai Pengembangan Media Televisi Pendidikan-Kementeria Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2013. 3. Dengan pelaksanaan pelatihan yang sesuai dengan prosedur akan terlatihnya 100 orang tenaga garu Sekolah Dasar Inklusi dari lima Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten dalam hal pemahaman dan layanan autisme..
9
BAB II RUANG LINGKUP
A. Strategi Pelaksanaan Pelaksanaan Pelatihan layanan autisme di Sekolah Dasar Inklusi berbasis media video pembelajaran ditempuh dengan mengunakan strategi pelatihan berbasis media video pembelajaran parenting autisme. Pelatihan dibagi menjadi dua tahapan, yaitu in service training dan out service training.
1. In service training Merupakan kegiatan pembelajaran tatap muka dengan tutor/fasilitator yang dilaksanakan selama delapan pertemuan. Adapun jadwal pelatihan adalah sebagai berikut. No
1
2
3
Tanggal
05 Okt 2015
06 Okt 2015
07 Okt 2015
Pukul
Kegiatan
08.00-08.30
Pembukaan
08.30-09.00
Pretest tahap 1
09.00-09.30
Overview materi
09.30-10.00
Pengamatan video pembelajaran 1
10.00-12.00
Penjelasan tutor
12.00-13.00
Ishoma
13.00-14.00
Diskusi Kelompok
08.00-08.30
Overview materi
08.30-09.00
Pengamatan video pembelajaran 2
09.00-11.00
Penjelasan tutor
11.00-12.00
Diskusi Kelompok
12.00-13.00
Ishoma
13.00-14.00
Presentasi Kelompok
08.00-08.30
Overview materi
08.30-09.00
Pengamatan video pembelajaran 3
09.00-11.00
Penjelasan tutor
10
4
08 Okt 2015
11.00-12.00
Diskusi Kelompok
12.00-13.00
Ishoma
13.00-14.00
Presentasi Kelompok
08.00-08.30
Overview materi
08.30-09.00
Pengamatan video pembelajaran 4
09.00-11.00
Penjelasan tutor
11.00-12.00
Diskusi Kelompok
12.00-13.00
Ishoma
13.00-13.30
Presentasi Kelompok
13.30-14.00
Posttest tahap 1
Out Service Training (pengamatan mandiri di sekolah)
5
6
7
8
19 Okt 2015
20 Okt 2015
21 Okt 2015
22 Okt 2015
08.00-08.30
Pretest tahap 2
08.30-09.00
Overview materi
09.00-09.30
Pengamatan video pembelajaran 5
09.30-11.00
Penjelasan tutor “metode ABA” seri dasar 1
11.00-12.00
Diskusi Kelompok pemecahan masalah
12.00-13.00
Ishoma
13.00-14.00
Simuasi terapi autisme
08.00-08.30
Overview materi
08.30-09.00
Pengamatan video pembelajaran 6
09.00-11.00
Penjelasan tutor “metode ABA” seri dasar 2
11.00-12.00
Diskusi Kelompok pemecahan masalah
12.00-13.00
Ishoma
13.00-14.00
Simuasi terapi autisme
08.00-08.30
Overview materi
08.30-09.00
Pengamatan video pembelajaran 7
09.00-11.00
Penjelasan tutor “metode ABA” seri intermediate
11.00-12.00
Diskusi Kelompok pemecahan masalah
12.00-13.00
Ishoma
13.00-14.00
Simuasi terapi autisme
08.00-08.30
Overview materi
08.30-09.00
Pengamatan video pembelajaran 8
09.00-10.30
Penjelasan tutor “metode ABA” seri advance
10.30-12.00
Simuasi terapi autisme
12.00-13.00
Ishoma
13.00-13.30
Posttest tahap 2
13.30-14.00
Penutup
11
2. Out service training Merupakan kegiatan mandiri berupa pengamatan terhadap siswa autis di sekolah masing-masing (lembaga masing-masing peserta pelatihan) berdasarkan ciri dan gejala yang telah dipelajari pada sesi pertama kegiatan in service training. Hasil dari pengamatan ini ditulis dalam sebuah laporan yang digunakan sebagai dasar untuk latihan pemberian terapi pada simulasi kegiatan berikutnya. Hasil pengamatan merupakan pook-pokok dari identifikasi dan assesmant anak autis guna mengambil keputusan/program layanan berikutnya. B. Penyelenggara Penyelenggara pelatihan layanan autisme di Sekolah Dasar Inklusi berbasis media video pembelajaran adalah Balai Pengembangan Media Televisi Pendidikan bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota yang ditunjuk. C. Narasumber/Fasilitator Nara sumber atau fasilitator pelatihan layanan autisme di Sekolah Dasar Inklusi berbasis media video pembelajaran adalah Dosen, Terapis, dan praktisi yang memiliki pengetahuan tentang layanan keautisan dan mampu menjadi master training. Narasumber/Fasilitator pelatihan layanan autisme di Sekolah Dasar Inklusi berbasis media video pembelajaran adalah sebagai berikut: No 1 2 3 4 5
Nama
Asal Lembaga
Drs. Zaini Sudarto, M.Kes Tetty Austina, Nishrina K, M.Psi Ari Ismawan, S.Pd. Eka Prastama
Dosen PLB Unesa Terapis SLB Insani Mandiri Sidoarjo Terapis RSUD Sidoarjo UPT Paturtuwa Sidoarjo Konsultan Disability Unibra
12
Adapun penjadwalan narasumber /tutor sebagaimana pada tabel berikut. Narasumber/Tutor
Lokasi
Koordinator
Tahap 1
Tahap 2
Kab Sidoarjo
Tetty Agustina
Nishrina K
Putut Wijayanto,S.Sos,M.Pd.
Kab. Mojokerto
Zaini Sudarto
Tetty Agustina
Sri Lestri, S.Pd.
Kab. Jombang
Eka Prastama
Ari Ismawan
Chornia Putrantasa, M.Pd.
Kab. Tuban
Ari Inmawan
Zaini Sudarto
Edi Purnomo, S.Pd. M.Pd.
Nishrina K
Eka Prastama
Drs. Yanu Sutedjo, M.Pd.
Kota Probolinggo
D. Peserta dan Petugas Peserta pelatihan layanan autisme di Sekolah Dasar Inklusi berbasis media video pembelajaran adalah guru SD Inklusi, Terapis, dan orang tua yang ditunjuk oleh Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten. Jumlah peserta untuk masing-masing Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten adalah 20 orang. Pelaksanaan pelatihan layanan autisme di Sekolah Dasar Inklusi berbasis media video pembelajaran di tiap lokasi secara keseluruhan melibatkan: - 20 orang guru SD Inklusi/terapis/orang tua sebagai peserta - 2 orang panitia lokal - 2 orang suvervisor dari Dinas Pendidikan E. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Pelatihan layanan autisme di Sekolah Dasar Inklusi berbasis media video pembelajaran dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu In Service Training selama 8 (delapan) pertemuan dan Out Service Training selama 5 (lima) hari. Adapun rincian pelaksanaannya yaitu:
13
1. In Service Training - Sesi 1 : tanggal 5 s.d. 8 Oktober 2015 - Sesi 2 : tanggal 19 s.d. 22 Oktober 2015 2. Out Service Training -
tanggal 12 s.d. 16 Oktober 2015
Pelatihan layanan autisme di Sekolah Dasar Inklusi berbasis media video pembelajaran dilaksanakan di 5 (lima) lokasi yaitu: - Dinas Pendidikan Kabupaten Sidoarjo - Dinas Pendidikan Kabupaten Mojokerto - Dinas Pendidikan Kabupaten Jombang - Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Tuban, dan - Dinas Pendidikan Kota Probolinggo F. Fasilitas Pelatihan Fasilitas yang harus tersedia dalam pelaksanaan Pelatihan layanan autisme di Sekolah Dasar Inklusi berbasis media video pembelajaran antara lain: 1. Ruang belajar yang memadai untuk 24 orang 2. LCD projector, 3. Laptop, 4. Pengeras Suara (sound) 5. Program video pembelajaran parenting Autisme G. Metode Pelatihan Pelatihan layanan autisme di Sekolah Dasar Inklusi berbasis media video pembelajaran menggunakan metode experiential learning. Experiential learning merupakan sebuah model holistic dari proses pembelajaran di mana manusia belajar, 14
tumbuh dan berkembang. Penyebutan istilah experiential learning dilakukan untuk menekankan bahwa experience (pengalaman) berperan penting dalam proses pembelajaran. Adapun jenisnya antara lain curah pendapat, refleksi diri, diskusi kelompok, simulasi, penugasan individual dan kelompok, dan sebagainya. H. Kegiatan Belajar Dalam pelaksanaan pelatihan layanan autisme di Sekolah Dasar Inklusi berbasis media video pembelajaran menggunakan model pembelajaran adaptasi pembelajaran langsung berbasis media video, dengan metode ceramah, tanya jawab, diskusi, dan simulasi. I.
Sumber Pembiayaan Sumber dana pelatihan penerapan model pembelajaran inovatif berasal dari APBN yang tertuang dalam DIPA BPMTP tahun anggaran 2015. Anggaran tersebut digunakan untuk biaya: (1) biaya perjalanan dinas petugas, (2) konsumsi (3) jasa profesi narasumber/tutor, dan (4) transport lokal peserta.
15
BAB III MODEL DAN STRATEGI PELATIHAN A. Model dan Tahapan Pelatihan Pelatihan layanan autisme di Sekolah Dasar Inklusi berbasis media video pembelajaran menggunakan model pembelajaran berbasis Media Video.
Dalam
proses pembelajaran, peserta pelatihan mengamati media video pembelajaran parenting autisme. Selanjutnya materi pada program video diperjelas oleh narasumber/fasilitator melalui paparan materi. Untuk memdapatkan pemahaman dan mengkaitkan dengan pengalaman di lapangan, peserta melakukan diskusi kelompok dan praktek/simulasi. Adapun bagan tahapan pembelajaran secara umum sebagaimana pada gambar di bawah ini. Gambar 3.1. Tahapan Pelatihan Pree tes
Tahap 1 dan 2
Overview
Mengamati Video
Paparan Materi Narasumber
Diskusi dan Simulasi
Kesimpulan Post tes
16
Tahap 1 dan 2
B. Struktur Kurikulum Palatihan Struktur dan deskripsi kurikulum pelatihan pelatihan layanan autisme di Sekolah Dasar Inklusi berbasis media video pembelajaran adalah sebagai berikut: No
Pokok-pokok materi
Alokasi waktu Teori
Praktek
In Service Training 1
Pengenalan autisme dan karakteristik anak autisme
8 jp
-
2
Menerima anak autis dan peran orang tua anak autis
8 jp
-
3
Teknik identifikasi dan assessmen anak autisme
4 jp
4 jp
4
Pola asuh anak autisme
5 jp
3 jp
5
Terapi Autisme dengan Teknik ABA (Seri Dasar 1)
4 jp
4 jp
6
Terapi Autisme dengan Teknik ABA (Seri Dasar 2)
4 jp
4 jp
7
Terapi Autisme dengan Teknik ABA (Seri Intermediate)
4 jp
4 jp
8
Terapi Autisme dengan Teknik ABA (Seri Advance)
4 jp
4 jp
-
20 jp
Out Service training 10
Pengamatan lapangan dan pelaporan ; mengidentifikasi dan mengassesmen anak autis
41 jp
Jumlah
43 jp 84 jp
Keterangan: 1 Jam pelajaran = 45 menit Pengamatan lapangan selama 5 hari disetarakan dengan 20 jp (5 hr x 4jp)
17
C. Silabus Pelatihan Silabus pelatihan layanan autisme di Sekolah Dasar Inklusi berbasis media video pembelajaran adalah sebagai berikut:
Standar Kompetensi • Pengenalan Autusme
• Penerimaan dan parenting autisme
Materi Pokok
• Pengenalan dan sosialisasi tentang Autisme
• Memahami definisi tentang autis • Mengenali faktor pemicu timbulnya autisme • Mengetahui gejala dan ciri-ciri autisme • Megetahui petingnya peran keluarga dan linkungan bagi anak autisme
• Memahami definisi autis • Faktor kelainan yang terjadi pada anak autisme • Gejala dan ciri autisme • Pentingnya peran keluarga dan lingkungan bagi anak autisme
• Mampu memberikan motivasi spiritual untuk menerima anak autis
• Mengidentifikasi ciri fase-fase penerimaan orang tua anak autis: - Fase takut - Fase kemarahan - Fase penolakan - Fase tawar menawar dan merasa bersalah - Fase penerimaan - Fase untuk mengatasi • menjelaskan peran ibu sebagai tokoh dalam mendidik anak autis
• Fase-fase penerimaan orang tua anak autis
• ibu sebagai tokoh dalam mendidik anak autis • pengembangan bakat anak autis
• Teknik identifikasi dan assesment anak autisme
Indikator
Kompetensi Dasar
• Identifikasi dan assesmen anak autisme
• Model pola Asuh • Problema orang Tua Anak (perbedaan) pola Autisme asuh orang tua (ayah dan Ibu) dalam pengasuhan anak autis
• peran ibu sebagai tokoh dalam mendidik anak autis
• mendeskripsikan peran orang tua dalam mengembangkan bakat anak autis
• Peran orang tua dalam pengembangan bakat anak autis
• Mengidentifikasi masalah dan target intervensi • Memilih dan mendesain program treatment • Mengukur dampak treatment yang diberikan secara terus-menerus • Mengevaluasi hasil-hasil umum dan ketepatan dari terapi • Mampu mengidentifikasikan problematika (perbedaan) pola asuh orang tua (ayah dan ibu)
• Tata cara identifikasi dan assesmen • Mendesain pro-gram treatment • Teknik evaluasi dampak treatment • Teknik evaluasi hasil umum dan ketepatan terapi
18
• Prolematika finansial • Problematika dukungan dari seluruh anggota keluarga • Pelibatan diri orang tua • Sarana pendukung
Standar Kompetensi
• Program Pengembang-an Potensi Anak Autisme dengan Metode ABA
Indikator
Kompetensi Dasar
• Memahami pemberian rangsangan pendidikan pengasuhan dan perlin-dungan
• Mampu melakukan terapi kontak mata • Mampu melakukan terapi imitasi gerakan motorik halus kasar • Mampu melakukan terapi agar anak mengikuti perintah sederhana • Mampu melakukan terapi agar anak menunjukan sesuatu yang diinginkan
19
Materi Pokok pengasuhan • Beban psikologis orang tua • Perbedaan perlakuan orang tua antara anak yang autis dengan non autis • Hubungan antara Guru dengan orang tua anak autis • Mengikuti tugas/pelajaran • . Imitasi ( meniru ) • Bahasa Reseptif • Bahasa Ekspresif • Akademik • Bina diri
BAB IV EVALUASI
Evaluasi merupakan suatu proses merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan. Dalam prosesnya,evaluasi tidak hanya melibatkan satu pihak saja, akan tetapi melibatkan banyak pihak-pihak yang terkait didalamnya. Dalam proses evaluasi Pelatihan yang diselenggarakan ada beberapa pihak yang terkait erat dalam berhasil tidaknya kegiatan evaluasi tersebut. Permasalahan-permasalahan yang terkadang muncul dalam proses evaluasi tersebut penulis kategorikan ke dalam Lima kelompok, yaitu: (a) Evaluasi Program Video, (b) Evaluasi Peserta, (c) Evaluasi Tutor, dan (d) Evaluasi Penyelenggaraan. A. Evaluasi Program Video Tujuan umum dari kegiatan ini adalah evaluasi sumatif program video untuk peningkatan kompetensi guru PAUD yang dikembangkan oleh BPMTP pada tahun 2012. Sedangkan tujuan khusus lebih difokuskan untuk memberikan masukan dari masing-masing judul program yang telah dikembangkan. Implementasi program video harus senantiasa dievaluasi untuk melihat sejauh mana program tersebut telah berhasil mencapai maksud pelaksanaan program yang telah ditetapkan sebelumnya. Instrumen dalam evaluasi program video menggunakan angket. Responden untuk evaluasi sumatif program video adalah (1) narasumber/fasilitator, (2) peserta, dan (3) Suvervisi.
20
B. Evaluasi Peserta Pelatihan Untuk peserta penerapan model pembelajaran inivatif ada beberapa komponen yang akan dievaluasi adalah yaitu: 1).
Penguasaan materi 2) Respon
peserta 3) Aktivitas, dan 4) motivasi. Intrumen untuk pengambilan data sebagai bahan evaluasi peserta pelatihan menggunakan: 1. Pretes dan Postes untuk mendapatkan data tentang penguasaan materi. Evaluasi ini dilakukan oleh narasumber/fasilitator sesuai dengan pokok materi yang diampu dengan responden peserta pelatihan. Pre-test diberikan untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau pemahaman peserta terhadap materi yang akan disajikan. Post-test adalah untuk mengetahui daya serap dan pemahaman peserta terhadap materi yang telah disajikan. 2. Lembar pengamatan untuk menggali data tentang respon peserta, aktifitas peserta, dan motivasi peserta palatihan (lambar pengamatan terlampir). Lembar pengamatan diisi oleh petugas dari BPMTP dan Suvervisor dari Dinas Pendidikan. C. Evaluasi Narasumber/Fasilitator Untuk mengetahui efektivitas seorang tutor dalam menyampaikan bahan ajarnya, perlu diadakan evaluasi terhadap pengajar yang bersangkutan. Komponen-komponen yang perlu dievaluasi adalah: 1.
Kompetensi Pedagogik
2.
Kompetensi Profesional.
3.
Kompetensi sosial
4.
Kompetensi spiritual Instrumen
yang
digunakan
adalah
angket.
narasumber/fasilitator adalah peserta pelatihan. 21
Responden
untuk
evaluasi
D. Evaluasi penyelenggaraan Untuk mengetahui berbagai kekurangan dalam penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan serta untuk perbaikan pada Pelatihan berikutnya, maka perlu dilakukan evaluasi penyelenggaraan oleh peserta dengan komponen sebagai berikut: 1. Efektifitas penyelenggaraan; 2. Kenyamanan ruang belajar; 3. sarana ruang belajar; 4. Penyediaan prasarana pendukung; Instrumen evaluasi penyelenggaraan berupa lembar pengamatan yang dilakukan oleh petugas dari BPMTP sebagai masukan untuk pelaksanaan pelaksanaan pelatihan pada masa yang akan datang.
22
BAB V PENUTUP
Pedoman Teknis pelatihan layanan autisme di SD Inklusi berbasis media video pembelajaran ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan dalam penyelenggaraan pelatihan penerapan sistem pembelajaran inovatif, sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai secara optimal. Petunjuk pelaksanaa kegiatan ini pun dapat dijadikan sebagai acuan penyusunan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis bagi penyelenggara pelatihan sejenis. Diharapkan Pedoman Teknis pelatihan layanan autisme di SD Inklusi berbasis media video pembelajaran ini dapat dijadikan standar dalam penyelenggaraan pelatihan, sehingga pelatihan dapat berlangsung dengan efektif, efisien, lancar, dan mencapai tujuan yang diharapkan. Hal-hal yang belum diatur dalam pedoman ini dapat disesuaikan dalam penyelenggaraan pelatihan di daerah masing-masing dan terlebih dahulu berkonsultasi dengan BPMTP.
23