Studi Kritik Kualitas Hadis Keutamaan Malam Nisfu Sya’ban Dalam Kitab Fadhail al-Awqaat karya Imam Baihaqi Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadis Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud)
Oleh : Dwi Aprinita Lestari NIM: 208034000001
JURUSAN TAFSIR HADITS FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010
Studi Kritik Kualitas Hadis Keutamaan Malam Nisfu Sya’ban Dalam Kitab Fadhail al-Awqaat karya Imam Baihaqi Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadis Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud)
Oleh : Dwi Aprinita Lestari NIM: 208034000001
Dosen Pembimbing :
Drs. Harun Rasyid, MA NIP: 19600902 198703 1 001
JURUSAN TAFSIR HADITS FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010
KATA PENGANTAR
ﺑﺴﻢ اﷲ اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺮﺣﯿﻢ Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
nikmat,
menyelesaikan
tugas
akademis.
Salawat
hidayah akhir
dan
rahmat
perkuliahan
beserta
salam
Nya,
dalam
semoga
sehingga
rangka
senantiasa
penulis
dapat
memperoleh
gelar
tercurahkan
kepada
Rasulullah SAW beserta keluarga, para sahabatnya serta umatnya yang selalu mengamalkan sunnahnya. Munculnya
berbagai
hambatan
dan
kesulitan
seakan
ringan
berkat
bantuan dan dorongan berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis berkenan mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak tertentu tanpa mengurangi penghormatan penulis bagi pihak-pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu dalam pengantar singkat ini. Ucapan
terima
kasih
dan
penghargaan
setinggi-tingginya,
penulis
sampaikan kepada: 1. Bapak
Prof.
Dr.
Zainun
Kamal,
MA.
Selaku
Dekan
Fakultas
Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta para pembantu dekan. 2. Bapak Drs. A.Rifqi Muchtar, MA. Selaku ketua jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Bapak Drs. Harun Rasyid, MA. Selaku pembimbing penulis. Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan atas bimbingan serta waktu
luangnya
yang
telah
diberikan
kepada
penulis
dalam
menyelesaikan skripsi 4. Bapak Dr. Isa M.Salam dan Ibu Dr.Atiyatul Ulya, MA. Selaku penguji dalam siding munaqasyah
i
5. Kedua orangtua penulis Almarhum Ayahanda Watoni dan Ibunda Ngadiningrum
yang
sabar
membimbing
serta
mendidik
dan
memberikan doa restunya 6. Suami tercinta Rohimuddin yang senantiasa setia dan sabar dalam membimbing dalam menyelesaikan skripsi ini, kakak tercinta Donny dan adik iparku tersayang Rosyidah, dan Mbak Nunk, Eliz. 7. Teman-teman semua yang secara langsung maupun tidak langsung ikut
andil
dalam
memacu,
memotivasi
penulis
agar
dapat
amal
tersebut
mendapatkan
menyelesaikan skripsi ini. Mudah-mudahan balasan
yang
setimpal
jasa
dan
dari
Allah
SWT,
baik
sebagai
amal
saleh
serta
senantiasa berada dalam ampunan dan lindungan-Nya. Akhirnya semoga skripsi yang sederhana ini dapat memberikan sumbangan pengetahuan serta membantu bagi kemajuan seluruh civitas akademik khususnya dalam bidang kritik hadis. Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat bagi orang banyak dan membawa keberkahan di dunia dan di akhirat. Semoga Allah SWT memberikan petunjuk ke jalan yang benar dan mencurahkan taufik serta hidayah-Nya kepada kita sekalian. Amin.. Jakarta, 19 Juni 2010
Penulis
ii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ……………………………………………………….
i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………….
iii
PEDOMAN TRANSLITERASI BAB I :
BAB II :
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……………………………………
1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ……………………………
7
C. Metodologi Penelitian ……………………………………..
8
D. Tujuan Penulisan …………………………………………..
10
E. Sistematika Penulisan ……………………………………..
10
KITAB FADHAIL AL-AWQAAT DAN HADIS-HADIS KEUTAMAAN MALAM NISFU SYA’BAN
BAB III :
A. Biografi Pengarang ………………………………………..
12
B. Metode Penulisan Kitab Fadhail al-Awqaat ………………
19
C. Sekilas Isi Kitab Fadhail al-Awqaat ………………………
20
D. Hadis-hadis Keutamaan Malam Nisfu Sya’ban …………..
21
KRITIK SANAD KEUTAMAAN MALAM NISFU SYA’BAN A. Melakukan Takhrij Hadis …………………………………
24
B. Melakukan al-I’tibar ………………………………………
28
C. Melakukan Penelitian Sanad Hadis …………………….
29
iii
BAB IV :
1. Pengertian Kritik Sanad …………………………….
29
2. Kualitas Periwayat dan Kebersambungan Sanad …..
30
3. Kriteria Persambungan Sanad Hadis ……………….
68
KRITIK MATAN HADIS KEUTAMAAN MALAM NISFU SYA’BAN
BAB V :
A. Pengertian Kritik Matan …………………………………
70
B. Penelitian Kualitas Matan Hadis ………………………..
71
1. Meneliti Matan Dengan Melihat Kualitas Sanad ……
72
2. Meneliti Susunan Lafal Berbagai Matan yang semakna.
73
3. Meneliti Kandungan Matan …………………………
74
C. Syarah Hadis ……………………………………………
76
PENUTUP A. Kesimpulan ……………………………………………..
79
B. Saran-saran ………………………………………………
79
DAFTAR PUSTAKA
iv
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang disampaikan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad saw., sesuai dengan redaksi yang datang dari-Nya, secara
tawatur.
Dimana
Malaikat
Jibril
menyampaikannya
sesuai
dengan
redaksi kalam Allah, tanpa sedikit pun perubahan, dan ketika disimpankan kedalam jiwa Nabi Muhammad saw., beliau merasa seperti telah terpatri di dalam dada beliau suatu kitab.1 Kemurnian
teks
Al-Qur’an
menyebabkan
ia
mempunyai
kedudukan
yang istimewa. Sehingga konsep mutawatir inilah yang menjadikan al-Qur’an bersifat
qat’i
perbedaan
al-tsubut,
pendapat
serta
menyangkut
di
kalangan kebenaran
kaum
muslim
al-Qur’an.
tidak
didapati
Semuanya
sepakat
meyakini bahwa redaksi ayat-ayat al-Qur’an di dalam mushaf yang dimiliki kaum muslim di seluruh penjuru dunia dewasa ini adalah sama tanpa ada sedikit pun perbedaan yang diterima oleh Nabi Muhammad saw., dari Allah melalui Malaikat Jibril.2 Sebagaimana firman-Nya:
1
M.Quraish Shihab, M.Quraish Shihab Menjawab:1001 Soal Keislaman Yang Patut Anda Ketahui, (Jakarta : Lentera Hati, 2008) h.275 2 M.Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, (Bandung : Mizan, 1996), h.107
1
2
َوَأَﻧْﺰَﻟْﻨَﺎ إِﻟَﯿْﻚَ اﻟﺬﱢﻛْﺮَ ﻟِﺘُﺒَﯿﱢﻦَ ﻟِﻠﻨﱠﺎسِ ﻣَﺎ ﻧُﺰﱢلَ إِﻟَﯿْﮭِﻢْ وَﻟَﻌَﻠﱠﮭُﻢْ ﯾَﺘَﻔَﻜﱠﺮُون (٤٤) Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka, dan supaya mereka memikirkan. (QS. an-Nahl (16): 44)
Kalaulah
diteliti
lebih
mendalam
lagi,
di
dalam
al-Qur’an
hanya
terdapat pokok-pokok yang bersifat umum bagi hukum-hukum syari’at, tanpa ada
pemaparan
rincian
keseluruhannya
dan
pencabangannya,
sedangkan
Sunnah sejalan dengan al-Qur’an, menjelaskan yang mubham, merinci yang mujmal,
membatasi
menguraikan
yang
muthlaq,
hukum-hukum
hukum-hukum
dan
yang belum
mengkhususkan
tujuan-tujuannya,
di
dijelaskan secara eksplisit
yang
umum,
samping
dan
membawa
oleh al-Qur’an yang
isinya sejalan dengan kaedah-kaedahnya dan merupakan realisasi dari tujuan dan
sasarannya.
terhadap mengambil
apa
Dengan
yang
bentuk
demikian,
dibawa
oleh
pengejawantahan
Sunnah al-Qur’an, yang
merupakan suatu
beragam.
tuntunan
bentuk
praktik
Terkadang
praktis yang
merupakan
amal yang muncul dari Rasulullah SAW. Terkadang merupakan perkataan beliau sabdakan pada suatu kesempatan, dan terkadang merupakan perilaku atau ucapan para sahabat Rasulullah SAW., lalu beliau melihat perilaku itu atau mendengar ucapan itu, kemudian memberikan pengakuan. Beliau tidak menentang atau mengingkari, tetapi hanya diam atau justru menilai baik. Itulah yang disebut dengan taqrir.3 Karena hadis itu sendiri adalah sesuatu yang
3
M.’Ajaj al-Khatib, Pokok-Pokok Ilmu Hadis. Penerjemah M. Qadirun Nur dan Ahmad Musyafiq (Jakarta : Gaya Media Pratama, 1998), h. 34-35
3
disandarkan
kepada
Nabi
saw.,
baik
berupa
perkataan,
perbuatan,
taqrir
(diamnya) maupun sifatnya.4 ‘Ajaj
al-Khatib
dalam
bukunya
Pokok-Pokok
Ilmu
Hadis
mengutip
pendapat Imam Ahmad ibn Hanbal, menyebutkan ada tiga fungsi Sunnah terhadap al-Qur’an, yakni: 1. Menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan di dalam al-Qur’an (bayan al-taqrir) 2. Memberikan rincian dan tafsiran terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang masih mujmal, memberikan taqyid ayat-ayat al-Qur’an yang masih muthlaq, memberikan takhsis ayat-ayat yang masih umum. 3. Mewujudkan suatu hukum atau
ajaran-ajaran yang tidak didapati
dalam al-Qur’an.5 Jika dilihat ke atas dapatlah disimpulkan, bahwa hukum yang terdapat dalam Sunnah itu ada kalanya merupakan hukum-hukum yang menetapkan hukum al-Qur’an, ada kalanya merupakan hukum-hukum yang menjelaskan alQur’an, ada kalanya merupakan hukum yang tidak disinggung oleh al-Qur’an yang dikembangkan berdasarkan qiyas atau sesuatu yang terdapat di dalamnya (al-Qur’an),
atau
dengan
menerangkan
prinsip-prinsip
dan
pokok-pokoknya
yang bersifat umum. Ringkasnya, pokok penjelasan bagi ayat al-Qur’an ada
4
Mahmud Thahan, Ilmu Hadis Praktis, (Bogor : Pustaka Thariqul Izzah, 2009), h.13 Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 1996), h.50-56
5
4
kalanya terdapat dalam al-Qur’an sendiri dan adakalanya terdapat dalam asSunnah.6 Ditinjau maka
dari
hubungan
kehujjahan
as-Sunnah
Sunnah
dengan
dalam
al-Qur’an
pembentukan adalah
hukum
sebagai
urutan
Islam, yang
beriringan al-Qur’an pada tempat pertama dan sunnah pada urutan kedua sesudah
al-Qur’an,
yang
keduanya
merupakan
sumber
hukum
Islam
dan
rujukan para mujtahid dalam pembentukan syariat Islam. Dalam masalah ini alQur’an merupakan sumber pokok dan sumber pertama pembentukan hukum Islam. Oleh karena itu, jika ada nash dalam al-Qur’an mengenai suatu hukum, maka nash itu harus diikuti, tapi jika tidak dijumpai di dalam al-Qur’an, harus dikembalikan kepada Sunnah Nabi saw., apabila dalam Sunnah didapati hukum yang menentukan, maka sunnah tersebut harus diikuti.7 Kita harus membedakan Sunnah yang benar-benar berupa hukum yang dapat dipertanggungjawabkan keotentikannya dan Sunnah yang bukan berupa hukum, yang diragui keotentikannya (da’if).8 Dan apabila dilihat dari segi periwayatannya, jelas berbeda antara hadis dengan al-Qur’an. Dalam menerima wahyu (al-Qur’an)
Nabi saw.,
secara langsung mencatat melalui sekretaris
wahyu yang telah ditunjuk dan menyampaikan (meriwayatkan) al-Qur’an pada sahabat-sahabatnya
secara
umum,
menulis al-Qur’an (wahyu) yang
6
sehingga
para
sahabat
bisa
menghapal,
dibacakan oleh Nabi saw., secara langsung.
Zufran Rahman, Kajian Sunnah Nabi SAW Sebagai Sumber Hukum Islam : Jawaban Terhadap Aliran Ingkar Sunnah, (Jakarta : CV Pedoman Ilmu Jaya, 1995), h.108 7 Zufran Rahman, Kajian Sunnah Nabi SAW Sebagai Sumber Hukum Islam : Jawaban Terhadap Aliran Ingkar Sunnah, h.109 8 Zufran Rahman, Kajian Sunnah Nabi SAW Sebagai Sumber Hukum Islam : Jawaban Terhadap Aliran Ingkar Sunnah, h.109
5
Sedangkan periwayatan hadis kadangkala
berlangsung mutawatir9
dan lebih
banyak yang ahad,10 sehingga tidak semua hadis dihukumi sahih, tapi ada yang dihukumi hasan dan da’if,
bahkan sampai tingkatan tertentu dihukumi palsu.
Semua itu tergantung pada banyaknya susunan periwayat yang ikut dalam meriwayakan suatu hadis pada setiap sanad11 nya. Pentingnya
penelitian
hadis
dilatarbelakangi
oleh
beberapa
faktor.
Faktor-faktor itu ada yang berkaitan dengan kedudukan hadis sebagai salah satu sumber ajaran Islam di samping al-Qur’an; ada yang berhubungan dengan diri Nabi SAW., dalam berbagai kapasitasnya; dan ada yang berhubungan kesejarahan
hadis
penghimpunannya
itu ke
sendiri, dalam
termasuk berbagai
di
kitab
dalamnya hadis.12
proses
dan
Faktor-faktor
metode tersebut
adalah yang menyebabkan adanya penelitian sanad dan matan hadis dalam kedudukan hadis sebagai hujjah. Hadis sebagai sumber hukum setelah al-Qur’an memiliki peranan yang sangat
penting
dalam
menetapkan
hukum.
Maka
dari
itu,
perlu
adanya
penelitian dan pengkajian terhadap kualitas dan kedudukan hadis. Di mana sebagian umat Islam ada yang mengamalkan hadis-hadis nisfu sya’ban, tetapi mereka tidak mengetahui bagaimana kualitas hadis-hadis nisfu sya’ban tersebut dan mereka tidak mengetahui apakah hadis-hadis tersebut berasal dari Nabi saw., atau hanya perkataan sahabat dan tabi’in. Di mana pada malam nisfu 9
Hadis Mutawatir adalah hadis atau khabar yang diriwayatkan oleh banyak rawi dalam setiap tingkatan (thabaqat) sanadnya, yang menurut akal dan adat kebiasaan mustahil mereka (para perawi itu) sepakat untuk menyalahi khabar tersebut dan mustahil mereka sepakat untuk berdusta. 10 Hadis Ahad adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorang atau dua orang atau lebih, tetapi tidak cukup untuk mencapai syarat-syarat mutawatir. 11 Sanad adalah urutan para perawi hadis yang kemudian berlanjut kepada matan 12 M.Syuhudi Ismail, Pengembangan Pemikiran Terhadap Hadis, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI), 1996), h.18
6
sya’ban
banyak
orang
yang
terbiasa
melaksanakan
praktek
ibadah
seperti
berkumpul di masjid selepas shalat maghrib, membaca yasin dua kali, shalat seratus rakaat, dan lain-lainnya. Mereka mengira praktek tersebut dibenarkan oleh
syariat,
padahal
hal
tersebut
tidak
ditetapkan
oleh
syariat.
Mereka
melakukan hal tersebut dengan sangat berlebihan, bahkan sebagian mereka menganggap bahwa perayaan tersebut sebagai suatu kewajiban yang ditetapkan oleh Allah. Islam datang dengan petunjuk dan ajarannya
yang sangat jelas.
Ia
menjelaskan yang halal dan yang haram. Melalui al-Qur’an yang mengajak manusia menuju jalan yang lurus dan juga melalui sunnah Rasul SAW., maka akan tampaklah penjelasan apa yang halal dan apa yang haram tersebut.13 Maka hal inilah yang mendorong penulis untuk meneliti dan mengkaji hadis-hadis tentang nisfu sya’ban khususnya yang terdapat dalam kitab Fadhail al-Awqaat karya Imam Baihaqi. Di dalam kitab tersebut tema yang dikajinya memuat banyak informasi tentang keutamaan berbagai waktu, hari dan bulan tertentu. Dan kitab ini juga mengulas tentang amalan-amalan yang disunnahkan untuk mendapatkan kemuliaan pada waktu-waktu tersebut. Nisfu Sya’ban adalah kata majemuk yang terambil dari kata bahasa Arab, Nisfu dan Sya’ban. Kata Nisfu berasal dari kata nashafa, yanshifu, nashfan yang berarti mencapai tengah-tengah atau setengah.14 Sedangkan kata
13
Ahmad Asy-Syarbashi, Yas’alunaka: Tanya Jawab Lengkap tentang Agama dan Kehidupan, Penerjemah Muhammad Alkaf, (Jakarta: Lentera, 2006) Jil.4, h. 372 14 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Arab-Indonesia Al-MUNAWWIR, (Surabaya : Pustaka Progressif, 1997), h.1426
7
Sya’ban berarti Bulan Sya’ban15, atau bulan ke-8 tahun Hijriah.16 Jadi Nisfu Sya’ban berarti pertengahan atau tengah-tengah bulan Sya’ban tahun hijriah. Dalam tema nisfu sya’ban
yang terdapat dalam kitab
Fadhail al-
Awqaat karya Imam Baihaqi terdapat delapan hadis. Menurut penulis, dari delapan hadis
tersebut,
tema
nisfu
sya’ban
terbagi
menjadi
dua
bagian:
Pertama, lima hadis tentang nisfu sya’ban yang berisi bahwa pada malam nisfu sya’ban Allah SWT mengampuni dosa-dosa seluruh hambanya kecuali orang yang musyrik, orang yang bertengkar, dan pezina. Kedua, tiga hadis tentang nisfu sya’ban yang menganjurkan untuk menghidupkan dan mendirikan ibadah pada malam nisfu sya’ban dan berpuasa pada siang harinya. Dari uraian di atas penulis mencoba untuk menguraikan lebih jelas pembahasan Malam
ini
Nisfu
dalam Sya’ban
judul
“Studi
Dalam
Kritik
Kitab
Kualitas
Fadhail
Hadis
al-Awqaat
Keutamaan
karya
Imam
Baihaqi”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Agar pembahasan dalam skripsi ini tidak menjadi pembahasan yang tidak
ada
ujung
pangkalnya
dan
dimaksudkan
agar
pembahasannya
dapat
terarah dengan baik, maka penulis membatasi permasalahan tersebut mengenai tiga hadis keutamaan malam nisfu sya’ban yang terdapat dalam kitab Fadhail
15
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Arab-Indonesia Al-MUNAWWIR, h.723 PUSAT BAHASA DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2005), h. 1114 16
8
al-Awqaat karya Imam Baihaqi. Karena lima hadis dalam kitab Fadhail alAwqaat lainnya sudah dijelaskan kedudukan dan kualitas hadis tersebut. Berangkat belakang
di
dari
atas,
permasalahan
maka
penulis
yang
penulis
merumuskan
paparkan
masalah
pada
sebagai
latar berikut:
Bagaimana kualitas hadis yang terdapat dalam kitab Fadhail al-Awqaat karya Imam Baihaqi tentang keutamaan malam nisfu sya’ban?
C. Metodologi Penelitian Dalam melakukan pengkajian dan penelitian hadis-hadis yang berada dalam
kitab
Fadhail
al-Awqaat
penulis
sepenuhnya
melakukan
telaah
kepustakaan (library research). Sumber primer penelitian adalah kitab Fadhail al-Awqaat karya Imam Baihaqi sedangkan sumber-sumber sekundernya adalah kitab-kitab
Rijal
al-Hadis
serta
buku-buku
yang
berkaitan
dengan
judul
penelitian diatas. Adapun metode dalam kegiatan dalam kegiatan penelitian hadis ini, yaitu: 1. Melakukan takhrij hadis dari matan hadis yang telah disebut pada judul, langkah pertama penelitian hadis ini merujuk melalui lafal hadis dari kitab Mu’jam al-Mufahras li alfaz al-Hadis al-Nabawi karya A.J Wensinck. 2. Mencari data yang telah diperoleh dari kitab kamus dengan merujuk pada kitab asli yang ditunjukkan oleh kitab kamus
9
3. Menguraikan
skema
jalur-jalur
sanad
agar
terlihat
ada
tidaknya
pendukung yang berstatus muttabi’ dan syawahid. 4. Melakukan penelitian sanad (kritik sanad) dari data yang diambil dari kitab-kitab Rijal al-Hadis seperti Tahdzib al-Kamal, Tahdzib atTahdzib, al-Jarh at-Ta’dil, dan lain-lain. Dan penelitian sanad ini yaitu menelesuri data setiap periwayat dengan menilai keadaannya, hubungan guru dan murid, tahun kelahiran dan tahun wafat, hingga penilaian para
ulama
tentang
kredibilitas
perawi
tersebut.
Untuk
kemudian menentukan kedudukan hadis dari semua jalur. 5. Melakukan penelitian matan dari hasil penelitian sanad di atas. 6. Memberikan kesimpulan dari hasil penelitian di atas dan pesan penting dari hadis tersebut. Sedang dalam pembahasan skripsi ini menggunakan metode deskriptif analisis, yakni melalui pengumpulan data dan pendapat para ulama dan pakar untuk kemudian diteliti dan dianalisa sehingga menjadi sebuah kesimpulan yang ilmiah. Selain itu juga metode penulisan ini penulis juga mengacu pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, Disertasi) yang disusun oleh tim CEQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.17
17
Tim CEQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pedoman penulisan Karya Ilmiah (Skrisi, Tesis, Disertasi), (Jakarta: CeQDA, 2007)
10
D. Tujuan Penulisan Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui kualitas hadis-hadis keutamaan malam nisfu sya’ban yang terdapat dalam kitab Fadail al-Awqaat karya Imam Baihaqi, serta sejauh mana kehujjahan hadis yang terdapat dalam kitab tersebut. Dan sebagai informasi pada khalayak masyarakat ramai tentang keutamaan malam
nisfu
sya’ban.
Dan untuk memenuhi salah satu
syarat
menempuh gelar sarjana tafsir hadis.
E. Sistematika Penulisan Sebagaimana karya ilmiah umum lainnnya,
agar
penulisan penelitian
ini tersusun dan terarah dengan baik, maka penulisan penelitian ini akan disusun secara sistematis, yang terdiri dari beberapa bab. Dan pada tiap-tiap bab terdiri dari sub-sub bab sebagai penjelasan yang memiliki korelasi dengan pembahasan bab-bab tersebut. Adapun sistematika penulisan ini adalah: Bab I Pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, batasan dan rumusan
masalah,
tujuan
penelitian,
metodologi
penelitian,
dan
sistematika
penulisan. Bab II Kitab Fadail al-Awqaat dan hadis-hadis keutamaan malam nisfu sya’ban. Pada bab ini akan dibahas tentang biografi pengarang kitab Fadail alAwqaat,
metode
penulisan kitab
Fadail
al-Awqaat
serta
hadis-hadis
yang
membahas tentang keutamaan malam nisfu sya’ban dalam kitab Fadail alAwqaat karya Imam Baihaqi.
11
Bab III kritik sanad hadis keutamaan malam nisfu sya’ban pada kitab Fadail al-Awqaat karya Imam Baihaqi. Pada bab ini akan membahas tentang kebersambungan sanad dan kualitas periwayat hadis yang meriwayatkan hadishadis tentang keutamaan malam nisfu sya’ban pada kitab Fadail al-Awqaat karya Imam Baihaqi. Bab IV kritik matan hadis tentang keutamaan malam nisfu Sya’ban dalam kitab
Fadail al-Awqaat karya Imam Baihaqi.
Pada bab
ini akan
membahas tentang perbandingan hadis keutamaan malam nisfu sya’ban dalam kitab Fadail al-Awqaat karya Imam Baihaqi dengan nas, serta asbab al-wurud al-hadis atau kajian historisnya. Dan bab V merupakan uraian terakhir berupa penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran.
12
BAB II KITAB FADHAIL AL-AWQAAT DAN HADIS-HADIS KEUTAMAAN MALAM NISFU SYA’BAN
A. Biografi Pengarang Nama lengkap penulis kitab Fadhail al-Awqaat adalah Ahmad ibn alHusain ibn ‘Ali ibn ‘Abdullah ibn Musa. Kunyah beliau adalah Abu Bakar dan dijuluki dengan gelar al-Hafidz,1 lebih dikenal lagi dengan Imam al-Hafizh Ahmad ibn Husain ibn Ali, alias Abu Bakar. Beliau merupakan ahli hadis, lebih lengkapnya lagi Abu Bakar Ahmad ibn al-Husain ibn ‘Aliy ibn ‘Abdullah ibn Musa al-Baihaqi.2 Imam
Baihaqi
dilahirkan pada tahun
384
H
di
bulan
Sya’ban
Khusraujird, sebuah desa kecil di pinggiran kota Baihaq, Nisabhur.3
di
Baihaq
adalah salah satu daerah yang terletak di Naisabur. Sedangkan Naisabur adalah salah
satu
kota
utama
wilayah
Khurasan
(Afghanistan)
yang
banyak
menghasilkan ulama. Naisabur pertama kali dikuasai umat Islam pada masa Umar ibn al-Khattab di bawah panglima al-Ahnaf ibn Qays.4 Pada masa hidup al-Baihaqi, wilayah Khurasan dikuasai oleh dinasti Ghaznawiyah
(999-1040).
Dinasti
Ghaznawiyah
terbentuk
pada
tahun
366
H/976 M dan berakhir pada tahun 579 H/1183 M. dinasti ini mempunyai
1
Ahmad ibn Husain al-Baihaqi, Kitab Fadhail al-Awqaat, (Mekkah al-Mukarramah : Maktabah al-Manarah), h.22 2 Abu Bakar Ahmad ibn al-Husain al-Baihaqi, Kitab as-Sunan as-Saghir, (Beirut : Dar al-Fikr), h.3 3 Ahmad ibn Husain al-Baihaqi, Kitab Fadhail al-Awqaat, h.23 4 Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, (Yogyakarta : TERAS, 2003), h.196
12
13
peranan
penting
dalam
melakukan
islamisasi
pada
anak
benua
India
(Afghanistan, India, Pakistan) dan Transaxonia.5 Al-Baihaqi hidup pada masa dis-integrasi setelah dinasti Abbasiyah mengalami
penurunan,
dan
banyak
daerah
yang
melepaskan
diri
serta
membentuk kerajaan-kerajaan kecil,6 dimana era disintegrasi daulat Abbasiyah menampakan
dua
kecenderungan
yang
dominan.
Pertama,
merupakan
kecendrungan Abbasiyah yang mengarah pada dua percabangan kosmopolitan Islam dan kultur keagamaan Islam. Ketika seni dan arsitektur, syair, sains, dan bentuk-bentuk tertentu dari literature prosa merupakan ekspresi elit istana, rezim, dan elite sejumlah kajian keagamaan Islam. Kedua, mengarah pada keragaman
yang
bersifat
regional.
Ketika
Abbasiyah
semakin
lemah,
Samarkand dan Bukhara, Naisabur dan Isfahan, Kairo Fez, dan Cordoba menjadi
kota-kota
baru
bagi
peradaban
Islam.
Dengan
menggantikan
kedudukan kultur kosmopolitan tunggal yang dikembangkan oleh Abbasiyah, maka
masing-masing
kota
besar
tersebut
melahirkan
corak
khusus
yang
berkenaan dengan motif-motif Islam dan warisan lokal.7 Imam Baihaqi tumbuh dewasa di kota Khusraujird, di mana di desa tersebut
beliau
mempelajari
mulai
hal-hal
yang
belajar mudah
ilmu dari
qiraah, Ilmu
menghapal Syari’at
yang
al-Qur’an,
dan
terkenal
pada
zamannya dari masjid ke masjid, beliau adalah seorang yang sangat bersunguhsungguh dan tekun dalam menuntut ilmu kepada guru-guru di desanya. Beliau mulai mempelajari dan mendalami hadis sejak berusia 15 tahun, dengan cara
5
Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, h.206 Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, h.203 7 Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, h.207-208 6
14
menulisnya
kemudian
menghapalnya
sehingga
beliau
mendalami
dan
mengusai hukum-hukum syar’i.8 Menurut al-Subkiy, al-Baihaqi adalah seorang imam kaum Muslimin, pemberi petunjuk orang beriman, da’i yang mengajak kepada agama Allah yang kokoh, seorang faqih mulia, hafiz kabir, ahli usul yang cerdas, zahid, wara’, merendahkan diri untuk Allah, pembela madzhab Syafi’i dalam hal ushul maupun furu’-nya. Ia belajar fiqih dari Nashir al-‘Umari dan belajar ilmu kalam Madzhab al-Asy’ari. Beliau bekerja keras mengarang berbagai macam kitab. Beliau adalah ahli hadis yang paling cakap yang mampu menyatukan perbedaan
faham.
Beliau
cepat
dalam
memahami
dan
memiliki
potensi
kecerdasan yang sangat baik.9 Imam Baihaqi pindah ke sebuah kota yang bernama Baihaq dan kemudian menetap di kota tersebut, Baihaq adalah kota terbesar dan terluas di Khusraujird. Di kota tersebut beliau bergaul dengan para ulama dan mengambil ilmu dari para ulama tersebut.10 Setelah dewasa, beliau meninggalkan Baihaq dan berkelana menuntut ilmu dari satu kota ke kota lainnya, seperti: Baghdad, Kufah, Mekah, dan kotakota lainnya.11 Perjalanan Imam Baihaqi dalam menuntut ilmu ke berbagai kota dan berbagai daerah, beliau menemui guru-gurunya di berbagai kota dan berbagai daerah untuk menuntut ilmu serta berkonsentrasi dan terfokus dalam mempelajari sanad-sanad ‘ali, selain itu juga beliau berkelana pergi ke Irak, kota-kota sekitar Irak (al-Jibal), dan ke Hijaz untuk belajar ilmu kepada para 8
Ahmad ibn Husain al-Baihaqi, Kitab Fadhail al-Awqaat, h.24 Abu Bakar Ahmad ibn al-Husain al-Baihaqi, Kitab as-Sunan as-Saghir, h.4 10 Ahmad ibn Husain al-Baihaqi, Kitab Fadhail al-Awqaat, h.24 11 Imam Baihaqi, Waktu-waktu Penuh Berkah. Penerjemah Muflih Kamil (Jakarta: Qisthi Press, 2007), h.1 9
15
ulama. Di antara ilmu yang dikuasai oleh al-Baihaqi antara lain adalah ilmu hadis,
‘ilal
al-hadis,
dan
fiqih.12
Setelah
sekian
lama
beliau
melakukan
perjalanan dari kota ke kota dan dari daerah ke daerah untuk menuntut ilmu dari guru-gurunya, Imam Baihaqi kembali lagi ke kota asalnya.13
Di antara para ulama yang menjadi guru dari al-Baihaqi adalah : 1.
Al-Hakim an-Naisaburi.
Imam ahli hadis pada masanya.
Penyusun
kitab “al-Mustadrak ‘ala al-Sahihain” dan kitab “‘Ulum al-Hadis”, “al-Madkhal
ila
Ma’rifat
al-Iklil”,
“Manaqib
al-Syafi’I”
dan
sebagainya. Al-Hakim merupakan guru al-Baihaqi di bidang hadis yang paling utama. 2.
Abu
al-Hasan
Muhammad
ibn
al-Husain
al-‘Alawi
al-Husna
al-
Naisaburi. Seorang syaikh yang mulia, pandai, dan salih. Ia adalah guru al-Baihaqi yang paling tua. Wafat pada bulan Jumadil Akhir tahun 401 H. 3.
Abu Abdurrahman al-Sullami Muhammad ibn al-Husain ibn Musa alAzadi al-Naisaburi (303-412 H). Seorang hafiz, ‘alim, zahid, syaikh sufi. Penyusun kitab “Tabaqat al-Sufiyah”.
4.
Abu Sa’ad ‘Abd Malik ibn Abi ‘Usman al-Khurkusi al-Naisaburi. Ia adalah seorang tsiqah, wara’ dan salih. Ia menyusun kitab Tafsir yang besar,
dan
kitab
“Dalail
al-Nubuwah”,
serta
Meninggal pada bulan Jumadil al-Ula tahun 407 H.
12 13
Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, h.197 Ahmad ibn Husain al-Baihaqi, Kitab Fadhail al-Awqaat, h.24
kitab
“al-Zuhd”.
16
5.
Abu Ishaq al-Tusi Ibrahim ibn Muhammad ibn Ibrahim. Wafat bulan Rajab tahun 411 H.
6.
Abu
Muhammad
‘Abdullah
ibn
Yusuf
ibn
Ahmad
al-Ashfahaniy.
Seorang tokoh tasawwuf dan ahli hadis yang tsiqah. Al-Baihaqi paling banyak meriwayatkan hadis darinya.
Adapun para murid al-Baihaqi antara lain : 1.
Abu ‘Abdullah al-Farawi Muhammad ibn al-Fadhl
2.
Abu Muhammad ‘Abdu al-Jabbar ibn Muhammad ibn Ahmad al-Baihaqi alKhuwari.
3.
Abu Nashr ‘Ali ibn Mas’ud ibn Muhammad al-Syuja’i
4.
Zahir ibn Thahir ibn Muhammad
5.
Abu Abdullah ibn Abi Mas’ud al-Sha’idi
6.
Abu al-Ma’ali Muhammad ibn Ismail ibn Muhammad ibn al-Husaiyn al-Farisiy al-Naisaburi
7.
Al-Qadhi Abu ‘Abdullah al-Husain ibn ‘Ali ibn Fathimah al-Baihaqi
8.
Ismail ibn Ahmad al-Baihaqi, anak penyusun kitab Fadhail al-Awqaat
9.
Abu al-Hasan ‘Abdullah ibn Muhammad ibn Ahmad, cucu laki-laki Imam Baihaqi
10.
Al-Hafiz Abu Zakariya Yahya ibn ‘Abd al-Wahhab ibn Muhammad ibn Ishaq ibn Mundah al-‘Abdi al-Asbahani.14
Tentang keistimewaan penulis kitab ini, Imam al-Haramain berkata: “Tidak
ada 14
seorang
ulama
penganut
Mazhab
Syafi’I
yang
Abu Bakar Ahmad ibn al-Husain al-Baihaqi, Kitab as-Sunan as-Saghir, h.6-20
tidak
hanya
17
menerima jasa Imam Syafi’i tapi juga berjasa kepadanya selain Baihaqi. Dia sangat berjasa kepada Imam Syafi’I dikarenakan banyaknya karya yang ia tulis untuk menyebarkan dan menjelaskan Mazhab Syafi’i. Sementara
Imam
adz-Dzahabi
berkata:
“Seandainya
Baihaqi
ingin
mendirikan mazhab sendiri dan leluasa berijtihad
di dalamnya, niscaya ia
mampu
ilmunya
mewujudkan
hal
itu
dengan
keluasan
dan
kedalaman
pemahamannya tentang masalah ikhtilaf (perselisihan pendapat).15 Kredibilitas imam al-Baihaqi di mata para ulama bisa dilihat dari berbagai komentar yang ditujukan kepadanya. Di antara berbagai komentar terhadap al-Baihaqi tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Yaqut al-Himawy: “ al-Baihaqi adalah Imam, hafiz, ahli dalam usul al-Din, wara’, mempersatukan masa dengan agama yang kokoh. Murid Abu
‘Abdullah
al-Hakim
yang
akhir,
tetapi
mampu
melebihi
yang
lainnya dalam penguasaan ilmu. 2.
Ibn
Nashir,
“Ia
adalah
tokoh
pada
zamannya.
Sulit
dicarikan
bandingan dalam hafalan, keteguhan dan ketsiqahan. Dia adalah syaikh Khurasan. 3.
Ibn al-Jauzi: “Ia adalah tokoh pada zamannya dalam hal hafalan dan keteguhan, pengarang yang baik. Ia mengumpulkan ‘Ulum al-Hadis dan usul. Ia adalah murid utama Abu ‘Abdullah al-Hakim. Dari al-Hakim ia mentakhrijkan hadis, melakukan perjalanan dan mengumpulkan banyak ilmu. Ia juga memiliki banyak karya tulis yang baik”.
15
Imam Baihaqi, Waktu-waktu Penuh Berkah, h.1
18
4.
Ibn Khalikan: “Ahli Fikih mazhab Syafi’i. hafiz kabir yang masyhur, tokoh zamannya, mengatasi koleganya dalam penguasaan ilmu, murid al-Hakim yang utama dalam hadis”.
5.
Al-Sam’ani: “Ia adalah Imam, faqih, dan hafiz. Ia mempertemukan antara ilmu hadis dengan pemahaman hadis”.
6.
Ibn al-Asir: “Ia adalah imam dalam hadis, dan ahli fiqih mazhab Syafi’i. 16
Al-Baihaqi banyak
menulis buku,
bahkan dikatakan sampai seribu
juz. Karya-karyanya meliputi bidang hadis, fikih dan ‘Aqaid.17 Di antara karyakarya al-Baihaqi adalah sebagai berikut:
As-Sunan al-Kubra
Ma`arifat as-Sunan wa al-Atsar
Bayan al-Khata Man Akhta`a `Ala al-Shafi`i
Al-Mabsut
Al-Asma’ wa ash-Sifat
Al-I`tiqad `ala Madhhab al-Salaf Ahl al-Sunna wa al-Jama`a
Dalail al-Nubuwwah
Syu`ab al-Iman
Al-Da`wat al-Kabir
Al-Zuhd al-Kabir
Al-Arba`un al-Sughra
Al-Khilafiyyat
Fadha’il al-Awqaat
Manaqib al-Shafi`i
Manaqib al-Imam Ahmad
Tarikh Hukama al-Islam18 16 17
Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, h.199-200 Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, h.200
19
Pada tanggal 10 Jumadil Ula 458 H Imam Baihaqi telah berpulang ke rahmatullah di Naisabur, dan dimakamkan di kota asalnya, Baihaq.19
B. Metode Penulisan Kitab Fadhail al-Awqaat Kebiasaan
Imam
Baihaqi
dalam
menyusun
karya-karyanya,
beliau
menggunakan beberapa metode yaitu20 : 1. Imam Baihaqi menjelaskan metodologinya dalam menyusun kitab ini dengan dikaitkan dan dikembalikan kepada ushul, agar para peneliti
hadis
didalamnya
benar-benar
dengan
sepenuh
hati
melakukan penelitian hadis. 2. Susunan yang baik, yang terdiri dari beberapa bab. Dan beliau memulainya dengan membahas keutamaan bulan Rajab, Sya’ban, Ramadhan,
Syawal,
Dzulhijjah,
dan
Muharram.
Beliau
juga
membagi pembahasan dalam kitab tersebut kedalam 28 bab 3. Pada setiap bab disertai dengan ayat-ayat yang berkaitan dengan pembahasan bab kemudian disebutkan juga hadis dan atsar. 4. Periwayatan hadis dan atsar yang terdapat dalam kitab fadhail alawqaat berdasarkan pada metode-metode para muhadditsin. 5. Kemudian
membandingkannya
dengan
fiqhiyah yang disertai dengan tanya jawabnya.
18
Imam Baihaqi, Waktu-waktu Penuh Berkah, h.2 Ahmad ibn Husain al-Baihaqi, Kitab Fadhail al-Awqaat, h.28 20 Ahmad ibn Husain al-Baihaqi, Kitab Fadhail al-Awqaat, h.60 19
berbagai
permasalahan
20
6. Beliau
juga
mengumpulkan
riwayat-riwayat
yang
bertentangan
atau hadis-hadis kontradiksi agar dapat dijadikan pelajaran bagi para peneliti hadis 7. Menjelaskan kosakata asing yang terdapat dalam matan hadis maupun dalam ayat yang terdapat dalam matan hadis tersebut. 8. Menggunakan
persyaratan
hadis
shahih
yang
ditetapkan
oleh
Imam al-Bukhari dan Imam Muslim, atau salah satu diantara mereka 9. Terkadang beliau juga menyebutkan kota dimana beliau belajar hadis dari guru-gurunya.
C. Sekilas Isi Kitab Fadhail al-Awqaat Kitab
Fadhail
al-Awqaat
karya
Imam
Baihaqi
ini
terkenal
karena
memiliki kedudukan yang sangat tinggi dan mulia serta susunannya yang sangat indah dan bagus, yang terdiri bari beberapa tema. Di mana di dalamnya terdapat informasi tentang keutamaan berbagai waktu, hari dan bulan tertentu. Seperti keutamaan bulan Rajab, Sya’ban, Ramadhan, Syawwal, Dulhijjah dan Muharram, keutamaan hari jum’at, senin dan kamis. Kitab
ini
juga
mengulas
tentang
amalan-amalan
yang
disunnahkan
untuk mendapatkan kemuliaan pada waktu-waktu tersebut. Melalui kitab ini, kita akan mengetahui kenapa kita disunnahkan berpuasa pada hari senin dan kamis, ada apa dengan malam nisfu sya’ban, mengapa disunnahkan mandi
21
pada hari jumat, dan masih banyak lagi keutamaan waktu lain yang akan diungkap. Hadis-hadis yang dinukil oleh Imam Baihaqi dalam kitab ini berasal dari berbagai sumber yang terpercaya dengan penjelasan kosakata asing yang terdapat dalam matan hadis dan disertai dengan takhrij yang teliti dan cermat. Sehingga setiap lembar dari kitab ini menjadi sangat penting untuk dibaca dan kemudian
diamalkan
untuk
menambah
perbendaharaan
amal
baik
kita
di
akhirat kelak.
D. Hadis-hadis Keutamaan Malam Nisfu Sya’ban Adapun hadis-hadis yang terdapat dalam kitab Fadhail al-Awqaat, yang penulis teliti dalam pembahasan skripsi ini ada tiga hadis:
ﺑﻦ ﯾﻮﺳﻒ/ و أﺑﻮ ﻋﺒﺪاﷲ إﺳﺤﺎق ﺑﻦ ﻣﺤﻤﺪ, أﺧﺒﺮﻧﺎ أﺑﻮ ﻋﺒﺪاﷲ اﻟﺤﺎﻓﻆ-١ أﺧﺒﺮﻧﺎ أﺑﻮ اﻟﻌﺒﺎس ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ: ﻗﺎﻟﻮا,اﻟﺴﻮاس و أﺑﻮ ﺑﻜﺮ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ اﻟﺤﺴﻦ ﺣَﺪﱠﺛَﻨَﺎ ھﺸﺎم: ﻗﺎل, ﺣَﺪﱠﺛَﻨَﺎ ﯾﺰﯾﺪ ﺑﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻋﺒﺪاﻟﺼﻤﺪ اﻟﺪﻣﺸﻘﻲ: ﻗﺎل,ﯾﻌﻘﻮب )واﺑﻦ, ﻋﻦ اﻷوزاﻋﻲ, ﺣَﺪﱠﺛَﻨَﺎ أﺑﻮ ﺧﻠﯿﺪ و ھﻮ ﻋﺘﺒﺔ ﺑﻦ ﺣﻤﺎد: ﻗﺎل,ﺑﻦ ﺧﺎﻟﺪ ﻋﻦ ﻣﺎﻟﻚ, ﻋﻦ ﻣﻜﺤﻮل, ﻋﻦ أﺑﯿﮫ,ﺛﺎﺑﺖ( وھﻮ ﻋﺒﺪاﻟﺮﺣﻤﻦ ﺑﻦ ﺛﺎﺑﺖ ﺑﻦ ﺛﻮﺑﺎن ﻋَﻦْ اﻟﻨﺒﻲ ﺻَﻠﱠﻰ اﷲ ﻋَﻠَﯿْﮫِ وَﺳَﻠﱠﻢَ ﻗَﺎلَ ﯾَﻄﱠﻠِﻊُ اﷲ, ﻋﻦ ﻣﻌﺎذ ﺑﻦ ﺟﺒﻞ,ﺑﻦ ﯾﺨﺎﻣﺮ ﻓَﯿَﻐْﻔِﺮُ ﻟِﺠَﻤِﯿﻊِ ﺧَﻠْﻘِﮫِ إِﻟﱠﺎ,َﺗﺒﺎرك و ﺗﻌﺎﻟﻰ إِﻟَﻰ ﺧَﻠْﻘِﮫِ ﻓِﻲ ﻟَﯿْﻠَﺔِ اﻟﻨﱢﺼْﻒِ ﻣِﻦْ ﺷَﻌْﺒَﺎن ٍﻟِﻤُﺸْﺮِكٍ أَوْ ﻣُﺸَﺎﺣِﻦ Dari Mu’adz ibn Jabal, dari Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah memperhatikan malam nisfu sya’ban dimana Dia akan mengampuni dosa seluruh makhluk-Nya kecuali orang yang musyrik atau orang yang bermusuhan.”21
21
Abu Abdullah al-Hafizh menuturkan dari Abu Abdullah Ishaq ibn Muhammad ibn Yusuf as-Sus dan Abu Bakar Muhammad ibn Hasan dari Abu Abbas ibn Yakub dari Yazid ibn Muhammad ibn Abdi Shamad ad-Dimasyqi bahwa Hisyam ibn Khalid menuturkan dari Abu
22
أﺧﺒﺮﻧﺎ أﺑﻮ إﺳﺤﺎق: ﻗﺎل, ﺣَﺪﱠﺛَﻨَﺎأﺑﻮ ﻣﺤﻤﺪ )ﻋﺒﺪاﷲ( ﺑﻦ ﯾﻮﺳﻒ اﻷﺻﻔﮭﺎﻧﻲ-٢ , ﺣَﺪﱠﺛَﻨَﺎﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻋﻠﻲ ﺑﻦ زﯾﺪ اﻟﺼﺎﺋﻎ,(إﺑﺮاھﯿﻢ ﺑﻦ أﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﻓﺮاس )اﻟﻤﻜﻲ أﺧﺒﺮﻧﺎ اﺑْﻦُ أَﺑِﻲ: ﻗﺎل,ِ ﺣَﺪﱠﺛَﻨَﺎ ﻋَﺒْﺪُ اﻟﺮﱠزﱠاق: ﻗﺎل, ﺣَﺪﱠﺛَﻨَﺎ اﻟْﺤَﺴَﻦُ ﺑْﻦُ ﻋَﻠِﻲﱟ:ﻗﺎل ْ ﻋَﻦ,ٍ ﻋَﻦْ ﻋَﺒْﺪِ اﷲ ﺑْﻦِ ﺟَﻌْﻔَﺮ,َ ﻋَﻦْ ﻣُﻌَﺎوِﯾَﺔ,ٍ ﻋَﻦْ إِﺑْﺮَاھِﯿﻢَ ﺑْﻦِ ﻣُﺤَﻤﱠﺪ,َﺳَﺒْﺮَة ﻗَﺎلَ رَﺳُﻮلُ اﷲ ﺻَﻠﱠﻰ اﷲ:َ ﻋَﻦْ ﻋَﻠِﻲﱢ ﺑْﻦِ أَﺑِﻲ ﻃَﺎﻟِﺐٍ رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﮫ ﻗَﺎل,ِأَﺑِﯿﮫ ,ﻋَﻠَﯿْﮫِ وَﺳَﻠﱠﻢَ إِذَا ﻛَﺎنَ ﻟَﯿْﻠَﺔُ اﻟﻨﱢﺼْﻒِ ﻣِﻦْ ﺷَﻌْﺒَﺎنَ ﻓَﻘُﻮﻣُﻮا ﻟَﯿْﻠَﺘﮭَﺎ وَﺻُﻮﻣُﻮا ﯾﻮﻣﮭَﺎ ,ُ أَﻟَﺎ ﻣُﺴْﺘَﺮْزِقٌ ﻓَﺄَرْزُﻗَﮫ,ُ أَﻟَﺎ ﻣُﺴْﺘَﻐْﻔِﺮ ﻓَﺄَﻏْ ِﻔﺮَ ﻟَﮫ:ُﻓَﺈِنﱠ اﷲ ﺗﺒﺎرك و ﺗﻌﺎﻟﻰ ﯾَﻘُﻮل ُ ﺣَﺘﱠﻰ ﯾَﻄْﻠُﻊَ اﻟْﻔَﺠْﺮ, أَﻟَﺎ ﻛَﺬَا,أَﻟَﺎ ﺳﺎﺋﻞ ﻓﺄﻋﻄﯿﮫ Dari Ali ibn Abu Thalib berkata: Rasulullah saw bersabda: “Apabila malam nisfu Sya’ban tiba, dirikanlah shalat pada malamnya dan berpuasalah pada siangnya. Karena, sesungguhnya Allah SWT berseru, ‘Siapa yang meminta ampun pada malam ini, niscaya Aku akan mengampuninya; siapa yang meminta rezeki (pada malam ini), niscaya Aku akan memberinya rezeki; siapa yang meminta sesuatu kepada-Ku (pada malam ini), niscaya Aku akan mengabulkan permintaannya; siapa yang meminta ini dan itu, niscaya Aku akan memberinya apa yang ia minta, hingga terbit fajar.”22
: ﻗﺎل, ﺣَﺪﱠﺛَﻨَﺎ أﺑﻮ اﻟﻌﺒﺎس ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﯾﻌﻘﻮب: ﻗﺎل, أﺧﺒﺮﻧﺎ أﺑﻮ ﻋﺒﺪاﷲ اﻟﺤﺎﻓﻆ-٣ ﺣَﺪﱠﺛَﻨَﺎ أﺑﻮ اﻷﺳﻮد: ﻗﺎل,ﺣَﺪﱠﺛَﻨَﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ إﺳﺤﺎق اﻟﺼﻐﺎﻧﻲ ﻋﻦ اﻟﻀﺤﺎك ﺑﻦ, ﻋﻦ زﺑﯿﺮ ﺑﻦ ﺳﻠﯿﻢ, ﺣَﺪﱠﺛَﻨَﺎ اﺑﻦ ﻟﮭﯿﻌﺔ: ﻗﺎل,اﻟﻤﺼﺮي ﺳﻤﻌﺖ: ﺳﻤﻌﺖ أﺑﺎ ﻣﻮﺳﻰ اﻷﺷﻌﺮي ﯾﻘﻮل: ﻗﺎل,ِ ﻋَﻦْ أَﺑِﯿﮫ,ﻋﺒﺪاﻟﺮﺣﻤﻦ ﯾَﻨْﺰِلُ رﺑﻨﺎ إِﻟَﻰ اﻟﺴﱠﻤَﺎءِ اﻟﺪﱡﻧْﯿَﺎ ﻓِﻲ:رَﺳُﻮلَ اﷲ ﺻَﻠﱠﻰ اﷲ ﻋَﻠَﯿْﮫِ وَﺳَﻠﱠﻢَ ﯾﻘﻮل ٍ إِﻟﱠﺎ ﻣُﺸْﺮِكٍ أَوْ ﻣُﺸَﺎﺣِﻦ, ﻓَﯿَﻐْﻔِﺮُ ﻟِﺄَھﻞ اﻷرض,َاﻟﻨﱢﺼْﻒِ ﻣِﻦْ ﺷَﻌْﺒَﺎن Abu Musa al-Asy’ari berkata: Rasulullah saw bersabda: “Tuhan kita turun ke langit dunia pada malam nisfu sya’ban untuk memberi ampunan kepada seluruh penduduk bumi kecuali orang musyrik dan orang yang meninggalkan persatuan umat.”23
Khulaid-Utbah ibn Hammad-dari Auza’I dan Ibnu Tsabit- Abdurrahman ibn Tsabit ibn Tasuban dari ayahnya dari Makhul, dari Malik ibn Yakhamir. 22 Dari Abu Ishaq Ibrahim ibn Ahmad ibn Firas al-Makki, dari Muhammad ibn Ali ibn Zaid ash-Shaigh, menuturkan hasan ibn Ali dari Abdur Razaq, dari ibnu Sabrah, dari Ibrahim ibn Muhammad, dari Mu’awiyah, dari Abdullah ibn Ja’far, dari ayahnya. 23 Abu Abdullah al-Hafizh menuturkan dari Abu Abbas Muhammad ibn Ya’kub, dari Muhammad ibn Ishaq ash-Shagani, dari Abu Aswab al-Miishri, dari Ibnu Lahi’ah, dari Zubair ibn Salim dari Dhahhak ibn Abdurrahman dari ayahnya.
23
24
BAB III KRITIK SANAD KEUTAMAAN MALAM NISFU SYA’BAN
A. Melakukan Takhrij Hadis Secara etimologis, takhrij (
ﺗﺨﺮﯾﺞ
)ﺧﺮج
) berasal dari kata kharroja (
yang berarti tampak atau jelas. Sedangkan secara terminologis, takhrij menurut ahli hadis berarti bagaimana seseorang menyebutkan dalam kitab karangannya suatu hadis dengan sanadnya sendiri.1 Jadi takhrij hadis adalah penelusuran atau pencarian hadis pada berbagai kitab sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan, yang mana di dalam sumber itu dikemukakan secara lengkap matan dan sanad hadis yang bersangkutan. Kegiatan takhrij hadis bagi seorang peneliti hadis sangatlah penting, tanpa melakukannya maka akan sulit diketahui asal usul riwayat hadis yang akan diteliti. 2 Dan takhrij hadis tersebut bertujuan untuk menunjukan sumber hadis-hadis dan menerangkan ditolak atau diterimanya hadis-hadis tersebut.3 Dengan demikian, ada beberapa hal yang menyebabkan pentingnya kegiatan takhrij hadis dalam melaksanakan penelitian hadis, yaitu: 1. Untuk mengetahui asal usul riwayat hadis yang akan diteliti. 2. Untuk mengetahui seluruh riwayat bagi hadis yang akan diteliti
1
Agil Husin Munawwar dan Ahmad Rifqi Muchtar, Metode Takhrij Hadis, (Semarang: Bina Utama 1994), h.2 2 M. Syuhudi Isma’il, Metode Penelitian Hadis Nabi SAW (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h.43-45 3 Agil Husin Munawwar dan Ahmad Rifqi Muchtar, Metode Takhrij Hadis, h.4
24
25
3. Untuk mengetahui ada atau tidak adanya syahid dan mutabi’ pada sanad yang akan diteliti.4 4. Untuk memperkenalkan sumber-sumber hadis, kitab-kitab asal di mana suatu hadis berada beserta ulama yang meriwayatkannya. 5. Untuk menambah perbendaharaan sanad hadis-hadis melalui kitabkitab yang ditunjukinya. 6. Untuk memperjelas keadaan sanad 7. Untuk memperjelas hukum hadis dengan banyak riwayatnya itu 8. Untuk mengetahui pendapat-pendapat para ulama sekitar hukum hadis 9. Untuk memperjelas perawi hadis yang samar, karena terkadang kita dapati seorang perawi yang belum ada kejelasan namanya. 10. Untuk dapat menafikan pemakaian “AN” dalam periwayatan hadis oleh seorang perawi mudallis. Dengan didapatinya sanad yang lain yang memakai kata yang jelas ketersambungan sanadnya, maka periwayatan
yang
memakai
“AN”
tadi
akan
tampak
pula
ketersambungan sanadnya. 11. Untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya percampuran riwayat. 12. Untuk dapat membatasi nama perawi yang sebenarnya. Hal ini karena kemungkinan saja ada perawi-perawi yang mempunyai kesamaan gelar. Dengan adanya sanad yang lain, maka nama perawi itu akan menjadi jelas. 13. Untuk memperkenalkan periwayatan yang tidak terdapat dalam satu sanad.
4
M. Syuhudi Isma’il, Metode Penelitian Hadis Nabi SAW, h. 45-50
26
14. Untuk memperjelas arti kalimat yang asing yang terdapat dalam satu sanad. 15. Untuk menghilangkan hukum ‘Syadz” (kesendirian riwayat yang menyalahi riwayat tsiqat) yang terdapat pada suatu hadis melalui perbandingan riwayat. 16. Untuk membedakan hadis yang mudraj (yang mengalami penyusupan sesuatu) dari yang lainnya. 17. Untuk mengungkapkan keragu-raguan dan kekeliruan yang dialami oleh seorang perawi. 18. Untuk mengungkap hal-hal yang terlupakan atau diringkas oleh seorang perawi. 19. Untuk membedakan antara prooses periwayatan yang dilakukan dengan lafal dan yang dilakukan dengan makna (pengertian) saja. 20. Untuk menjelaskan masa dan tempat kejadian timbulnya hadis atau sebab-sebab timbulnya hadis. Melalui perbandingan sanad-sanad yang ada maka asbab al-wurud dalam hadis tersebut akan dapat diketahui dengan jelas 21. Untuk mengungkap kemungkinan terjadinya kesalahan percetakan dengan melalui perbandingan-perbandingan sanad yang ada.5 Sesuai dengan cara para ulama mengumpulkan hadis-hadis, dapatlah dikatakan bahwa metode-metode takhrij hadis disimpulkan dalam lima macam metode:6
5 6
Agil Husin Munawwar dan Ahmad Rifqi Muchtar, Metode Takhrij Hadis, h.6 Agil Husin Munawwar dan Ahmad Rifqi Muchtar, Metode Takhrij Hadis, h.15
27
1. Metode takhrij hadis menurut lafal pertama hadis. Kitab yang digunakan untuk kegiatan ini adalah kitab al-Jami’ ashShagir, kitab al-Fath al-Kabir, dan kitab Jam’u al-Jawami’ karya al-Hafizh Jalaludin Abul Fadl Abdu ar-Rahman ibn Abi Bakr Muhammad al-Khudhairy as-Suyuthi as-Syafi’i, kitab al-Jami’ al-Azhar karya al-Imam al-Hafizh Abdu arRauf ibn Taju ad-Diin Ali ibn al-Haddady al-Manawy al-Qahiry asy-Syafi’i, dan kitab Hidayat al-Baary karya as-Sayyid Abdur-Rahim ibn ‘Anbar ath-Thahawy. 2. Metode takhrij hadis menurut lafal-lafal yang terdapat dalam hadis. Kitab yang digunakan untuk kegiatan ini adalah kitab al-Mu’jam alMufahras Li Alfaazh al-Hadits an-Nabawy karya A. J. Wensinck dan kawankawan, yang diterjemahkan oleh Muhammad Fuad Abdu al-Baqy. 3. Metode takhrij hadis menurut perawi terakhir. Kitab yang digunakan untuk kegiatan ini adalah kitab Musnad Ahmad bin Hambal 4. Metode takhrij hadis menurut tema hadis. Kitab yang digunakan untuk kegiatan ini adalah Kitab Kanzu al-ummaal oleh al-Hindy, Kitab Muntakhab Kanzu al-Ummaal oleh al-Hindy, kitab Miftah Kunuz al-Sunnah oleh Wensinck, Kitab al-Mughny ‘An Hamli al-Asfar oleh al‘Iraqy, kitab Nashbu al-Rayah oleh al-Zayla’iy, kitab al-Dirayah oleh Ibnu Hajar, kitab al-Talkhish al-Habir oleh Ibnu Hajar, kitab Muntaqaa al-Akhbar oleh Ibnu Taimiyah, kitab Bulugh al-Maram oleh Ibnu Hajar, kitab Taqrib al-Asanid oleh a-‘Iraqi, kitab al-Targhib Wa al-Tarhib oleh al-Mundziry, kitab al-Zawajir oleh Ibnu Hajar al-Haitamy, kitab al-Durr al-Mantsur oleh al-Suyuthi, kitab Fath al-
28
Qadir oleh al-Syaukany, kitab Tafsir ibnu Katsir, kitab al-Kaaf al-Syaaf oleh Ibnu Hajar, kitab al-Khashaaish al-Kubra oleh al-Suyuthi, kitab Manahil alShafaa oleh al-Suyuthi, kitab Siirah Ibnu Katsir, dan kitab Subul al-Huda Wa al-Rasyad oleh al-Syaamy. 5. Metode takhrij hadis menurut klasifikasi jenis hadis. Kitab yang digunakan untuk kegiatan ini adalah Kitab al-Azhaar alMutanaatsirah Fii al-Akhbar al-Mutawaatirah karya Imam as-Suyuti, Kitab alIttihaafaat al-saaniyah Fii al-Ahaadits al-Qudsiyah karya al-madani, kitab alAhaadits al-Qudsiyah dari Lembaga al-Qur’an dan Hadis, Kitab al-Maqashid alHasanah karya Imam Sakhawi, Kitab Kasyfu al-Khafaa karya al-‘Ijluuni, Kitab al-Maraasiil karya Imam Abu Daud, Kitab Tanziih al-Syari’ah karya Ibnu ‘Iraq, dan Kitab al-Mashnuu’ karya al-Qaari.
B. Melakukan al-I’tibar Menurut istilah ilmu hadis, al-I’tibar berarti menyertakan sanad-sanad yang lain untuk suatu hadis tertentu. Yang hadis itu pada bagian sanad-nya tampak hanya terdapat seorang periwayat saja dengan menyertakan sanad-sanad yang lain tersebut akan dapat diketahui apakah ada periwayat yang lain ataukah tidak ada untuk bagian sanad dari sanad hadis yang dimaksud.7 Dengan dilakukannya al-I’tibar maka akan terlihat dengan jelas seluruh jalur sanad hadis yang teliti, demikian juga dengan nama-nama periwayatnya, dan metode periwayat yang digunakan untuk masing-masing periwayat yang bersangkutan. Jadi kegunaan al-I’tibar adalah untuk mengetahui keadaan sanad
7
M. Syuhudi Isma’il, Metode Penelitian Hadis Nabi SAW, h. 114
29
hadis seluruhnya, dilihat dari ada tidak adanya pendukung berupa periwayat yang berstatus mutabi’8 dan syahid9 . Melalui al-I’tibar akan dapat diketahui apakah sanad hadis yang diteliti memiliki mutabi’ dan syahid atau kah tidak.
C. Melakukan Penelitian Sanad Hadis 1. Pengertian Kritik Sanad
Kata kritik merupakan alih bahasa dari kata
kata
ﺗﻤﯿﯿ ﺰ
ﻧﻘ ﺪ
(naqd) atau dari
(tamyiz). Sekalipun kata tersebut tidak ditemukan dalam al-
Qur’an maupun dalam hadis, namun tidak perlu diperbedakan, apakah kegiatan kritik pantas diterapkan dalam kajian hadis atau tidak, karena disiplin ilmu kritik memang muncul belakangan. Sedangkan menurut istilah,
kritik
berarti
berusaha
menemukan
dalam rangka menemukan kebenaran. adalah
sebagai
upaya
mengkaji
kekeliruan
dan
kesalahan
Kritik yang dimaksud
hadis
Rosulullah
SAW.
di sini Untuk
menentukan hadis yang benar-benar datang dari Nabi Muhammad SAW.
Menurut bahasa, kata
ﺳﻨﺪ
sanad mengandung kesamaan arti kata
(ﻃﺮﯾﻖthariq) yaitu jalan atau sandaran. Sedangkan menurut istilah hadis, sanad ialah jalan yang menyampaikan kita kepada matan hadis.
8
Muttabi’ adalah periwayat yang berstatus pendukung pada periwayat yang bukan sahabat Nabi SAW. Lih. Syuhudi, Metode Penelitian Hadis Nabi SAW, h.52 9 Syahid adalah periwayat yang berstatus pendukung yang berkedudukan sebagai dan untuk sahabat Nabi SAW. Lih. Syuhudi, Metode Penelitian Hadis Nabi SAW, h.52
30
Jadi, penelitian kritik sanad hadis ialah penelitian, penilaian dan penelusuran sanad hadis tentang individu perawi dan proses penerimaan hadis dari guru mereka masing-masing dengan berusaha menemukan kekeliruan dan kesalahan dalam rangkaian sanad untuk menemukan kebenaran, yaitu kualitas hadis (shahih, hasan dan dha’if) Kegiatan kritik atau penelitian hadis bertujuan untuk mengetahui kualitas hadis yang terdapat dalam rangkaian sanad hadis yang diteliti. Apabila hadis yang diteliti memnuhi kriteria keshahihan sanad, hadis tersebut digolongkan sebagai hadis shahih dari segi sanad.10
2. Kualitas Periwayat dan Kebersambungan Sanad Ada tiga unsur berkenaan dengan sanad atau yang harus dimiliki oleh periwayat hadis, yaitu: 1. Sanad bersambung 2. Periwayat bersifat ‘adil 3. Periwayat bersifat dhabith11 Kriteria periwayat ketentuan kriteria
agama,
memelihara
periwayat
membawakan
dhabit
hadis
menghapalnya menyampaikannya.
‘adil
dan
dari Dalam
adalah beragama Islam, muru’ah
kuat
ingatan
memahami
waktu kegiatan
(sopan
apa
santun).
Sedangkan
kuat
pula
hapalannya,
yang
didengarkan,
membawakannya ini,
melaksanakan
peneliti
sampai dapat
dimulai
dan waktu pada
10 Bustamin dan M. Isa Salam, Metodologi Kritik Hadis (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004),h. 5-7 11 M. Syuhudi Ismail, Pengembangan Pemikiran Terhadap Hadis, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam, 1996), h.6
31
periwayat
pertama
ataupun
periwayat
terakhir.
Berikut
ini
adalah
kualitas periwayat hadis tentang keutamaan malam nisfu sya’ban.
1. Hadis Pertama
ﺑﻦ ﯾﻮﺳﻒ/ و أﺑﻮ ﻋﺒﺪاﷲ إﺳﺤﺎق ﺑﻦ ﻣﺤﻤﺪ, أﺧﺒﺮﻧﺎ أﺑﻮ ﻋﺒﺪاﷲ اﻟﺤﺎﻓﻆ أﺧﺒﺮﻧﺎ أﺑﻮ اﻟﻌﺒﺎس ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ: ﻗﺎﻟﻮا,اﻟﺴﻮاس و أﺑﻮ ﺑﻜﺮ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ اﻟﺤﺴﻦ ﺣَﺪﱠﺛَﻨَﺎ: ﻗﺎل, ﺣَﺪﱠﺛَﻨَﺎ ﯾﺰﯾﺪ ﺑﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻋﺒﺪاﻟﺼﻤﺪ اﻟﺪﻣﺸﻘﻲ: ﻗﺎل,ﯾﻌﻘﻮب , ﻋﻦ اﻷوزاﻋﻲ, ﺣَﺪﱠﺛَﻨَﺎ أﺑﻮ ﺧﻠﯿﺪ و ھﻮ ﻋﺘﺒﺔ ﺑﻦ ﺣﻤﺎد: ﻗﺎل,ھﺸﺎم ﺑﻦ ﺧﺎﻟﺪ , ﻋﻦ ﻣﻜﺤﻮل, ﻋﻦ أﺑﯿﮫ,)واﺑﻦ ﺛﺎﺑﺖ( وھﻮ ﻋﺒﺪاﻟﺮﺣﻤﻦ ﺑﺖ ﺛﺎﺑﺖ ﺑﻦ ﺛﻮﺑﺎن َ ﻋَﻦْ اﻟﻨﺒﻲ ﺻَﻠﱠﻰ اﷲ ﻋَﻠَﯿْﮫِ وَﺳَﻠﱠﻢَ ﻗَﺎل, ﻋﻦ ﻣﻌﺎذ ﺑﻦ ﺟﺒﻞ,ﻋﻦ ﻣﺎﻟﻚ ﺑﻦ ﯾﺨﺎﻣﺮ ُ ﻓَﯿَﻐْﻔِﺮ,َﯾَﻄﱠﻠِﻊُ اﷲ ﺗﺒﺎرك و ﺗﻌﺎﻟﻰ إِﻟَﻰ ﺧَﻠْﻘِﮫِ ﻓِﻲ ﻟَﯿْﻠَﺔِ اﻟﻨﱢﺼْﻒِ ﻣِﻦْ ﺷَﻌْﺒَﺎن ٍﻟِﺠَﻤِﯿﻊِ ﺧَﻠْﻘِﮫِ إِﻟﱠﺎ ﻟِﻤُﺸْﺮِكٍ أَوْ ﻣُﺸَﺎﺣِﻦ
Dari Mu’adz ibn Jabal, dari Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah memperhatikan malam nisfu sya’ban dimana Dia akan mengampuni dosa seluruh makhluk-Nya kecuali orang yang musyrik atau orang yang bermusuhan.”12
Dalam kegiatan ini kritik sanad (Naqd as-sanad) dimulai pada periwayat terakhir lalu diikuti pada periwayat sebelumnya dan seterusnya sampai periwayat pertama.
a. Abu ‘Abdullah al-Hafidz Nama lengkapnya adalah Muhammad ibn ‘Aliy ibn Hamzah al-Maruziy, kunyahnya Abu ‘Aliy, ada juga yang mengatakan Abu ‘Abdullah al-Hafidz. 12
Abu Abdullah al-Hafizh menuturkan dari Abu Abdullah Ishaq ibn Muhammad ibn Yusuf asSus dan Abu Bakar Muhammad ibn Hasan dari Abu Abbas ibn Yakub dari Yazid ibn Muhammad ibn Abdi Shamad ad-Dimasyqi bahwa Hisyam ibn Khalid menuturkan dari Abu Khulaid-Utbah ibn Hammaddari Auza’I dan Ibnu Tsabit- Abdurrahman ibn Tsabit ibn Tasuban dari ayahnya dari Makhul, dari Malik ibn Yakhamir.
32
Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah Ishaq ibn Sulaiman ar-Razi, Sulaiman ibn ‘Abdirrahman, Hibban ibn Musa, Ibnu Ya’kub as-Suus, Abu Bakar Muhammad ibn al-Hasan, dan banyak lagi yang lain-lainnya. Sedangkan muridmuridnya di bidang periwayatan hadis adalah Ahmad ibn Ja’far ibn Nasr, Ishaq ibn Ibrahim, Ahmad ibn Muhammad ibn Hazim, dan banyak lagi yang lain-lainnya.13 Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya : a. An-Nasa’i berkata : Tsiqah b. Ibnu Hajar berkata : Abu Abdullah adalah seorang perawi yang tsiqah c. Dan Ibnu Hibban menyebutnya dalam kitab beliau al-Tsiqaat
b. *Abu ‘Abdullah Ishaq ibn Muhammad ibn Yusuf as-Suus Nama
lengkapnya
adalah
Ishaq
ibn
Muhammad
al-Ansariyu
al-
Hijaziyu, kunyahnya Ibnu Ya’kub as-Suus. Guru-gurunya
di
bidang
periwayatan
hadis
adalah
Rabih
ibn
‘Abdirrahman, Abu al-‘Abbas Muhammad ibn Ya’kub, dan banyak lagi yang
lain-lainnya.
adalah
‘Abdullah
Sedangkan ibn
Ibrahim
murid-muridnya al-Ghifariy,
di Abu
bidang
periwayatan
‘Abdullah
al-Hafiz,
hadis dan
banyak lagi yang lain-lainnya.14 Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya : a. Abu Daud berkata : Tsiqah b. Ibnu Hajar berkata : Tsiqah 13
Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 18, h.425 14
Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 3, h.356
33
*Abu Bakar Muhammad ibn al-Hasan Nama
lengkapnya
adalah
Abu
Bakar
Muhammad
ibn
al-Hasan,
kunyahnya Ibnu Faurak. 15 Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah az-Zubair ibn alMundzir ibn Abi Asiid, Yazid ibn ‘Abdulllah ibn Qasit, Abu al-Abbas Muhammad
ibn
murid-muridnya
di
Ya’kub, bidang
dan
banyak
periwayatan
lagi hadis
yang adalah
lain-lainnya. Safwan
Sedangkan
ibn
Sulaim,
Muhammad ibn Jahdam, Abu ‘Abdullah al-Hafiz, dan banyak lagi yang lainlainnya. Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya : a. Ibnu Hajar berkata : Maqbul b. Dan Ibnu Hibban menyebutnya dalam kitab beliau al-Tsiqaat Pernyataan para kritikus hadis tersebut telah memadai untuk menetapkan kesimpulan bahwa Abu ‘Abdullah Ishaq ibn Muhammad ibn Yusuf as-Suus dan Abu Bakar Muhammad ibn al-Hasan adalah seorang periwayat hadis yang tsiqah. Dengan demikian, pernyataan keduanya menerima hadis di atas dari Abu al-‘Abbas Muhammad ibn Ya’kub tidak diragukan lagi kebenarannya. Karena telah terjadi pertemuan yang menghubungkan antara guru dan murid di antara mereka. Itu berarti pula bahwa sanad antara Abu ‘Abdullah Ishaq ibn Muhammad ibn Yusuf as-Suus dan Abu Bakar Muhammad ibn al-Hasan dengan Abu al-‘Abbas Muhammad ibn Ya’kub dalam keadaan bersambung.
c. Abu al-‘Abbas Muhammad ibn Ya’kub 15
Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 22, h.345
34
Nama lengkapnya adalah Muhammad ibn’Amr ibn al-‘Abbas, ada juga yang mengatakan Ahmad ibn ‘Amr ibn ‘Ubaidah, kunyahnya Abu al-‘Abbas al-‘Asfariyu alBasriyu. W 253 H.16 Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah Sa’id ibn ‘Amir adDaba’i, ‘Abdurrahman ibn Hammad, ‘Utsman ibn Zafar, ‘Utsman ibn Umar ibn Faris, Yazid ibn Muhammad ibn ‘Abd as-Samad, dan banyak yang lainlainnya.
Sedang
murid-muridnya
di
bidang periwayatan
hadis
adalah
Abu
Bakar Ahmad ibn ‘Amr ibn ‘Abd al-Khaliq, Abu Bakr Ahmad ibn Muhammad ibn Sadaqah,
Abu al-Husain ibn Abi Ma’syar, Abu ‘Abdullah Ishaq ibn
Muhammad ibn Yusuf, dan banyak yang lain-lainnya. Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya : a. Ibnu Hajar berkata : Tsiqah17 Pernyataan
para
kritikus
hadis
tersebut
telah
memadai
untuk
menetapkan kesimpulan bahwa Abu al-‘Abbas Muhammad ibn Ya’kub adalah seorang periwayat hadis yang tsiqah. Dengan demikian, pernyataan Abu al‘Abbas Muhammad ibn Ya’kub bahwa dia menerima hadis di atas dari Yazid ibn
Muhammad
tidak
diragukan
lagi
kebenarannya,
pertemuan yang menghubungkan anatara guru dan
karena
telah
terjadi
murid. Itu berarti pula
bahwa sanad antara Abu al-‘Abbas Muhammad ibn Ya’kub dengan Yazid ibn Muhammad bersambung.
16 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 18, h.371 17 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 4, h. 399-400
35
d. Yazid ibn Muhammad ibn ‘Abd as-Samad ad-Dimsyiqiy Nama lengkapnya adalah Yazid ibn Muhammad ibn ‘Abd as-Samad ibn ‘Abdillah ibn Yazid ibn Dzakwan al-Qurasyiyu, kunyahnya Abu al-Qaasim adDimsyiqiy.18 Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah Ahmad ibn Abi alHawariyi, Adam ibn abi Iyyas, Muhammad ibn al-Mubarak, Hisyam ibn Khalid al-Azraq, dan banyak yang lain-lainnya. Sedang murid-muridnya di bidang periwayatan hadis adalah Abu Ishaq Ibrahim ibn Muhammad ibn abi Tsabit, Ja’far ibn Muhammad, Muhammmad ibn Bakar ibn Bilal, Abu al‘Abbas Muhammad ibn Ya’kub al-Asaam, dan banyak yang lain-lainnya.19 Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya : a. An-Nasa’I dan ad-Daaruquthniy berkata : Tsiqah b. ‘Abdurahman ibn Abi Hatim berkata : Tsiqah, Saduq c. Dan Ibnu Hibban menyebutnya dalam kitab beliau “Al-Tsiqaat” d. Abu al-‘Abbas Muhammad ibn Ja’far berkata : Beliau wafat pada tahun 276 H e. ‘Amru ibn Duhaim berkata : Beliau wafat di Damasyqus pada malam rabu di bulan Syawal pada tahun 276 H, dan beliau dilahirkan pada tahun 198 H.20
18
Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 20, h.371 19 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 20, h.373 20 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 20, h.373
36
Tak ada seorang kritikus pun yang mencela Yazid ibn Muhammad ibn ‘Abd asSamad. Sehingga kesimpulannya adalah beliau seorang periwayat yang tsiqah. Dengan demikian, pernyataan Yazid ibn Muhammad ibn ‘Abd as-Samad yang mengatakan bahwa ia menerima hadis diatas dari Hisyam ibn Khalid dengan metode al-sama’ (dengan lambang tsana), dapat dipercaya kebenarannya. Apabila dilihat dari tahun wafat dari Yazid ibn Muhammad ibn ‘Abd as-Samad (276 H) dengan Hisyam ibn Khalid (149 H) dapat diterima. Dimana sangat mungkin terjadinya pertemuan karena diantara keduanya masih hidup sezaman. Itu berarti, sanad antara Yazid ibn Muhammad ibn ‘Abd as-Samad dan Hisyam ibn Khalid dalam keadaan muttashil (bersambung).
e. Hisyam ibn Khalid Nama lengkapnya adalah Hisyam ibn Khalid, ada juga yang mengatakan Yazid ibn Mrwan al-Azraq, kunyahnya Abu Marwan ad-Dimsyiqiy as-Sulamiy.21 Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah Ayyub ibn Suwaid ar-Ramliyu, al-Hasan ibn Yahya, Zaid ibn Yahya ibn ‘Ubaid, Abu Khulaid ‘Utbah ibn Hammad al-Hakamiy, murid-muridnya
di
bidang
Sulaiman ibn Muhammad,
dan banyak yang lain-lainnya. Sedang
periwayatan Abu
Hatim
hadis
adalah
Muhammad
Ishaq
ibn Idris,
ibn
Ibrahim,
Yazid
ibn
Muhammad ibn ‘Abd as-Samad, dan banyak yang lain-lainnya.22 Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya :
21
Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 19, h.249 22 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 19, h.250
37
a. Abu hatim berkata : Saduq b.
Dan Ibnu Hibban menyebutnya dalam kitab beliau “Al-Tsiqaat”
c.
‘Amru ibn Duhaim, dan Ja’far ibn Ahmad ‘Asim, dan Abu Sulaiman berkata : Beliau wafat pada tahun 149 H,
d. Dan ‘Amru menambahkan : beliau wafat pada hari Rabu bulan Jumadal Ula.23 Pernyataan
para
kritikus
hadis
tersebut
telah
memadai
untuk
menetapkan kesimpulan bahwa Hisyam ibn Khalid adalah seorang periwayat hadis yang tsiqah. Dengan demikian, pernyataan Hisyam ibn Khalid bahwa dia menerima hadis di atas dari Abu Khulaid tidak diragukan lagi kebenarannya. berarti pula bahwa sanad antara Hisyam ibn Khalid dengan Abu Khulaid dapat dikatakan dalam keadaan
bersambung, dimana antara keduanya telah terjadi
pertemuan dalam hubungan sebagai murid dan guru.
f. Abu Khulaid (‘Utbah ibn Hammad) Nama lengkapnya adalah “Utbah ibn Hammad ibn Khulaid al-Hakamiy, kunyahnya Abu Khulaid asy-Syamiy ad-Dimsyiqiy.24 Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah Khalid ibn Yazid ibn Salih, Said ibn Basyir, Sufyan ibn ‘Uyainah, ‘Abdurrahman ibn Tsabit ibn Tsauban, dan banyak yang lain-lainnya. Sedang murid-muridnya di bidang periwayatan
23
hadis
adalah
Ibrahim
ibn
Yazid
ibn
Mus’ab,
Ayyub
ibn
Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 19, h.250 24 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 12, h361
38
Muhmmad, Sulaiman ibn Ahmad ibn Muhammad, Hisyam ibn Khalid alAzraq, dan banyak yang lain-lainnya.25 Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya : a. Abu “aliy an-Naysaburiy al-Hafiz dan abu Bakar al-Khatib berkata : Tsiqah b. Dan Ibnu Hibban menyebutnya dalam kitab beliau “Al-Tsiqaat”.26 Tak ada seorang kritikus pun yang mencela Abu Khulaid. Pujian orang yang diberikan
kepadanya
adalah
pujian
yang berperingkat
tinggi.
Dengan
demikian pernyataan Abu Khulaid yang mengatakan bahwa ia menerima hadis diatas dari Ibn Tsabit dengan metode al-sama’ (dengan lambing tsana), dapat dipercaya kebenarannya. Itu berarti, sanad antara Abu Khulaid dan Ibn Tsabit dalam keadaan muttashil (bersambung).
g. Ibn Tsabit (‘Abdurrahaman ibn Tsabit) Nama lengkapnya adalah ‘Abdurrahman ibn Tsabit ibn Tsauban al-‘Ansiyu, kunyahnya Abu ‘Abdullah ad-Dimsyiqiy. Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah Hasan ibn ‘Athiyah, Khalid ibn Ma’dan, dan ayah beliau Tsabit ibn Tsauban, dan banyak yang lainlainnya27.Sedangkan murid-muridnya di bidang periwayatan hadis adalah Zaid ibn al-
25
Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 12, h.362 26 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 12, h.362 27
Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 11, h.130
39
Hubab, Sulaim ibn Salih, ‘Abdullah ibn Salih, Abu Khulaid ‘Utbah ibn Hammad, dan banyak yang lain-lainnya.28 Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya : a. Abu Bakar al-Atsram dari Ahmad ibn Hanbal : hadis-hadisnya mungkar b. Ibrahim ibn ‘Abdullah ibn al-Junaid, dari Yahya ibn ma’in berkata : Salih c. Abbas ad-Duriyu, dari Yahya ibn ma’in berkata : tak ada masalah dengan hadis-hadisnya d. ‘Utsman ibn Sa’id ad-Darimiy, dari Duhaim : Tsiqah e. Abu Hatim berkata : Tsiqah f. Dan Ibnu Hibban menyebutnya dalam kitab beliau “Al-Tsiqaat”. g. Abu Zur’ah ad-Dimsyiqiy, dari Ibrahim ‘Abdillah ibn Zabr berkata : beliau dilahirkan pada tahun 75 H, dan wafat pada tahun 165 H h. Yahya ibn Ma’in berkata : beliau wafat di Baghdad.29 Pernyataan
para
kritikus
hadis
tersebut
telah
memadai
untuk
menetapkan kesimpulan bahwa Ibn Tsabit adalah seorang periwayat hadis yang tsiqah. Dengan demikian, pernyataan Ibn Tsabit bahwa dia menerima hadis di atas dari Tsabit ibn Tsauban ayahnya Apabila dilihat dari
tidak diragukan lagi kebenarannya.
tahun wafat dari Ibn Tsabit (165 H) dengan Tsabit ibn
Tsauban dapat diterima.
Jadi sangat mungkin terjadinya pertemuan karena
diantara keduannya masih hidup sezaman. Itu berarti pula bahwa sanad antara Ibn Tsabit dengan Tsabit ibn Tsauban dalam keadaan bersambung. 28
Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 11, h.131 29
Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 11, h.132-133
40
h. Tsabit ibn Tsauban (Abiihi) Nama lengkapnya adalah Tsabit ibn Tsauban al-‘Ansiyu asy-Syamiyu adDimsyiqiy.(Beliau adalah ayah dari ‘Abdurrhaman ibn Tsabit ibn Tsauban. Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah Khalid ibn Ma’dan, Said ibn al-Musayyab ‘Abdullah ibn ad-Dailamiy, Makhul asy-Syamiy, dan banyak yang lainlainnya. Sedangkan murid-muridnya di bidang periwayatan hadis adalah Ibrahim ibn Jidar, anaknya ‘Abdurrahman ibn Tsabit ibn Tsauban, ‘Utsman ibn Husain Yahya ibn Hamzah, dan banyak yang lain-lainnya.30 Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya : a. ‘Utsman ibn Sa’id ad-Dirimiy, dan Mu’awiyah ibn Salih, dari Yahya ibn Ma’in berkata : Tsiqah b. Abu Hatim berkata : Tsiqah.31 Pernyataan
para
kritikus
hadis
tersebut
telah
memadai
untuk
menetapkan kesimpulan bahwa Tsabit ibn Tsauban adalah seorang periwayat hadis yang tsiqah. Dengan demikian, pernyataan Tsabit ibn Tsauban bahwa dia menerima hadis di atas dari Makhul tidak diragukan lagi kebenarannya. berarti pula bahwa sanad antara Tsabit ibn Tsauban dengan Makhul dapat dikatakan dalam keadaan
bersambung, dimana antara keduanya telah terjadi pertemuan
dalam hubungan sebagai murid dan guru. i. Makhul
30
Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 3, h.228 31 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 3, h.228
41
Nama lengkapnya adalah Makhul asy-Syamiy, kunyahnya Abu ‘Abdillah, ada juga yang mengatakan Abu Ayyub, ada juga yang mengatakan Abu Muslim. Beliau adalah seorang Faqih dari Damaskus. Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah Ubay ibn Ka’ab, Anas ibn Malik, Sa’id ibn al-Musayyab, Malik ibn Yakhamir as-Saksakiy, dan banyak lagi yang lain-lainnya. Sedangkan murid-muridnya di bidang periwayatan hadis adalah Ibrahim ibn Abi Hanifah al-Yamaniy, Usamah ibn Zaid, Ismail ibn abi Bakar, Tsabit ibn Tsauban, dan banyak lagi lain-lainnya.32 Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya: a. Muhammad ibn ‘Abdullah ibn ‘Amma’ berkata : Makhul adalah seorang Imam dari negeri Syam. b. Al-‘Ijliyu berkata : Makhul adalah seorang tabiin, tsiqah c. Ibnu Khirasy berkata : Makhul adalah orang Syam yang saduq d.
Abu Sa’id ibn Yunus berkata : Beliau wafat pada tahun 118 H.33
Pernyataan
para
kritikus
hadis
tersebut
telah
memadai
untuk
menetapkan kesimpulan bahwa Makhul adalah seorang periwayat hadis yang tsiqah. Dengan demikian, pernyataan Makhul bahwa dia menerima hadis di atas dari Malik ibn Yakhamir tidak diragukan lagi kebenarannya. berarti pula bahwa sanad antara Makhul dengan Malik ibn Yakhamir dapat dikatakan dalam keadaan
bersambung, dimana antara keduanya telah terjadi pertemuan
dalam hubungan sebagai murid dan guru. 32
Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 18, h.356-357 33 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 18, h.360-361
42
j. Malik ibn Yakhamir Nama lengkapnya adalah Malik ibn Yakhamir, kunyahnya ibnu Akhamir asSaksakiy al-Alhaniy al-Himsiyi. Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah ‘Abdullah ibn as-Sa’diyu, Abdullah ibn ‘Amr, ‘Abdurrahmana ibn ‘Auf, Mu’adz ibn Jabal, dan Mu’awiyah ibn Abi Sufyan. Sedangkan murid-muridnya di bidang periwayatan hadis adalah Jubair ibn Nufair al-Hadramiyu, Khalid ibn Ma’dan, Sulaiman ibn Musa, Makhul Asy-Syamiy, dan banyak lagi yang lain-lainnya.34 Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya : a. Dan Ibnu Hibban menyebutnya dalam kitab beliau “Al-Tsiqaat” b. Abu Bakar ibn Abi ‘Asim berkata : beliau wafat pada tahun 70 H.35 Pernyataan
para
kritikus
hadis
tersebut
telah
memadai
untuk
menetapkan kesimpulan bahwa Malik ibn Yakhamir adalah seorang periwayat hadis yang tsiqah. Dengan demikian, pernyataan Malik ibn Yakhamir bahwa dia menerima hadis di atas dari Mu’adz ibn Jabal tidak diragukan lagi kebenarannya. berarti pula bahwa sanad antara Malik ibn Yakhamir dengan Mu’adz ibn Jabal dapat dikatakan dalam keadaan
bersambung, dimana antara
keduanya telah terjadi pertemuan dalam hubungan sebagai murid dan guru. k. Mu’adz ibn Jabal Nama lengkapnya adalah Mu’adz ibn Jabal ibn ‘Amr ibn Aus ibn ‘Aidz ibn ‘Adiyu ibn Ka’ab ibn ‘Amr ibn ‘Adiyu ibn Sa’ad ibn ‘Aliy ibn Asad ibn Saridah ibn
34
Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 17, h.411 35 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 17, h.411
43
Yazid ibn Jusyam ibn al-Khazraj al-Ansariyu al-Khazrajiyu, kunyahnya Abu ‘Abdirrahman al-Madaniyu, beliau adalah sahabat Rasulullah SAW.36 Gurunya di bidang periwayatan hadis adalah langsung kepada Nabi Muhammad SAW. Dan muridnya di bidang periwayatan hadis adalah alAswad ibn Hilal, Anas ibn Malik, Jabir ibn ‘Abdullah, Junadah ibn Abi Umayyah, Malik ibn Yakhamir as-Saksakiyu, dan banyak lagi yang lainlainnya.37 Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya : a. Asy-Sya’biy, dari Masruq berkata : Bahwa Mu’adz adalah seorang yang patuh lagi taat pada Allah SWT, dan tidak ada sedikit pun kemusyrikan dalam dirinya. b. Dalam riwayat lain ada juga yang mengatakan : Bahwa Mu’adz adalah seorang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia, dan beliau adalah seorang yang taat pada Allah dan Rasul-Nya. c. Abu Mushir berkata : aku membaca dalam kitab Yazid ibn ‘Abidah bahwa Mu’adz wafat pada tahun 17 H. d. Yahya ibn Ma’in dan ‘Aliy ‘Abdullah at-Tamimiy berkata: Mu’adz wafat sekitar tahun 17 atau 18 H. dan Yahya menambahkan bahwa beliau wafat pada usia 34 tahun.38
36
Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 18, h.163 37 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 18, h.164 38
Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 18, h.166-167
44
Tidak ada seorang pun yang mencela pribadi Mu’adz ibn Jabal dalam periwayatan hadis. Jadi, kesimpulannya beliau
adalah seorang perawi yang
tsiqah. Melihat hubungan pribadinya dengan Nabi yang akrab dan dedikasinya yang tinggi dalam membela Islam sebagai agama yang diyakininya sejak kecil, maka Mu’adz ibn Jabal termasuk salah seorang sahabat Nabi yang tidak diragukan
kejujuran
dan
keshahihannya
dalam
menyampaikan
hadis
Nabi.
Lambang periwayatan yang digunakan dalam meriwayatkan hadis yang diteliti sanadnya ini dengan menggunakan metode al-sama’. Itu berarti, Mu’adz ibn Jabal benar-benar telah mendengar langsung hadis tersebut dari Nabi SAW. Dengan demikian dapatlah dinyatakan bahwa hadis yang sanadnya diteliti ini diterima langsung oleh Mu’adz ibn Jabal dari Nabi SAW. Itu berarti pula bahwa
antara
Nabi
dan
Mu’adz
ibn
Jabal
telah
terjadi
persambungan
periwayatan hadis. Dengan argumen-argumen tersebut jelaslah bahwa sanad Imam Baihaqi yang melalui Mu’adz ibn Jabal ini seluruh periwayatnya bersifat adil dan dhabith (tsiqah), serta sanadnya dalam keadaan muttasil (bersambung). Itu berarti, hadis yang diteliti ini telah memenuhi unsur-unsur kaidah keshahihan sanad hadis,
sehingga natijat (kongklusinya) dapat dinyatakan bahwa hadis
yang bersangkutan berkualitas shahih li zatih.
2. Hadis Kedua
أﺧﺒﺮﻧﺎ أﺑﻮ إﺳﺤﺎق: ﻗﺎل, ﺣَﺪﱠﺛَﻨَﺎأﺑﻮ ﻣﺤﻤﺪ )ﻋﺒﺪاﷲ( ﺑﻦ ﯾﻮﺳﻒ اﻷﺻﻔﮭﺎﻧﻲ, ﺣَﺪﱠﺛَﻨَﺎﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻋﻠﻲ ﺑﻦ زﯾﺪ اﻟﺼﺎﺋﻎ,(إﺑﺮاھﯿﻢ ﺑﻦ أﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﻓﺮاس )اﻟﻤﻜﻲ أﺧﺒﺮﻧﺎ اﺑْﻦُ أَﺑِﻲ: ﻗﺎل,ِ ﺣَﺪﱠﺛَﻨَﺎ ﻋَﺒْﺪُ اﻟﺮﱠزﱠاق: ﻗﺎل, ﺣَﺪﱠﺛَﻨَﺎ اﻟْﺤَﺴَﻦُ ﺑْﻦُ ﻋَﻠِﻲﱟ:ﻗﺎل
45
ْ َ ﻋ,ٍ ﻋَﻦْ ﻋَﺒْﺪِ اﷲ ﺑْﻦِ ﺟَﻌْﻔَﺮ,َ ﻋَﻦْ ﻣُﻌَﺎوِﯾَﺔ,ٍ ﻋَﻦْ إِﺑْﺮَاھِﯿﻢَ ﺑْﻦِ ﻣُﺤَﻤﱠﺪ,َﺳَﺒْﺮَة ﻦ ﻗَﺎلَ رَﺳُﻮلُ اﷲ ﺻَﻠﱠﻰ اﷲ:َ ﻋَﻦْ ﻋَﻠِﻲﱢ ﺑْﻦِ أَﺑِﻲ ﻃَﺎﻟِﺐٍ رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﮫ ﻗَﺎل,ِأَﺑِﯿﮫ ,ﻋَﻠَﯿْﮫِ وَﺳَﻠﱠﻢَ إِذَا ﻛَﺎنَ ﻟَﯿْﻠَﺔُ اﻟﻨﱢﺼْﻒِ ﻣِﻦْ ﺷَﻌْﺒَﺎنَ ﻓَﻘُﻮﻣُﻮا ﻟَﯿْﻠَﺘﮭَﺎ وَﺻُﻮﻣُﻮا ﯾﻮﻣﮭَﺎ ,ُ أَﻟَﺎ ﻣُﺴْﺘَﺮْزِقٌ ﻓَﺄَرْزُﻗَﮫ,ُ أَﻟَﺎ ﻣُﺴْﺘَﻐْﻔِﺮ ﻓَﺄَﻏْﻔِﺮَ ﻟَﮫ:ُﻓَﺈِنﱠ اﷲ ﺗﺒﺎرك و ﺗﻌﺎﻟﻰ ﯾَﻘُﻮل ُ ﺣَﺘﱠﻰ ﯾَﻄْﻠُﻊَ اﻟْﻔَﺠْﺮ, أَﻟَﺎ ﻛَﺬَا,أَﻟَﺎ ﺳﺎﺋﻞ ﻓﺄﻋﻄﯿﮫ Dari Ali ibn Abu Thalib berkata: Rasulullah saw bersabda: “Apabila malam nisfu Sya’ban tiba, dirikanlah shalat pada malamnya dan berpuasalah pada siangnya. Karena, sesungguhnya Allah SWT berseru, ‘Siapa yang meminta ampun pada mala mini, niscaya Aku akan mengampuninya; siapa yang meminta rezeki (pada malam ini), niscaya Aku akan memberinya rezeki; siapa yang meminta sesuatu kepada-Ku (pada malam ini), niscaya Aku akan mengabulkan permintaannya; siapa yang meminta ini dan itu, niscaya Aku akan memberinya apa yang ia minta, hingga terbit fajar.”39
Dalam kegiatan ini kritik sanad (Naqd as-sanad) dimulai pada periwayat terakhir lalu diikuti pada periwayat sebelumnya dan seterusnya sampai periwayat pertama.
a. Abu Muhammad ‘Abdullah ibn Yusuf al-Asfahaniy Nama lengkapnya adalah Muhammad ibn Yusuf ibn ‘Abdullah ibn Salam alAsfahaniy Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah ‘Abdullah ibn az-Zubair, Yusuf ibn ‘Abdullah, Abu Ishaq Ibrahim ibn Ahmad al-Makiy, Abu Sa’id ‘Abdullah, dan banyak lagi yang lain-lainnya. Sedangkan murid-muridnya adalahSyu’aib ibn Safwan, ‘Abd al-Malik, Utsman ibn Dahhak.dan banyak lagi yang lain-lainnya.
39
Dari Abu Ishaq Ibrahim ibn Ahmad ibn Firas al-Makki, dari Muhammad ibn Ali ibn Zaid ash-Shaigh, menuturkan hasan ibn Ali dari Abdur Razaq, dari ibnu Sabrah, dari Ibrahim ibn Muhammad, dari Mu’awiyah, dari Abdullah ibn Ja’far, dari ayahnya.
46
Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya : a. Dan Ibnu Hibban menyebutnya dalam kitab beliau “Al-Tsiqaat” b. Ibnu Hajar berkata : Maqbul40 Dengan demikian, para kritikus hadis menilai positif terhadap kapasitas Abu Muhammad ‘Abdullah dalam kegiatan transmisi hadis. Pujian orang yang diberikan kepadanya adalah pujian yang berperingkat tinggi. Dengan demikian, pernyataan Abu Muhammad ‘Abdullah yang mengatakan bahwa ia menerima hadis diatas dari Abu Ishaq Ibrahim dengan metode al-sama’ (dengan lambing tsana),
dapat
Muhammad
dipercaya
‘Abdullah
kebenarannya.
dan Abu
Ishaq
Itu
berarti,
Ibrahim
sanad
dalam
antara
Abu
keadaan muttasil
(bersambung).
c. Abu Ishaq Ibrahim ibn Ahmad ibn Firaas al-Makiy Nama lengkapnya adalah Ahmad ibn Muni’ ibn ‘Abdirrahman ibn Ishaq Ibrahim Firaas al-Makiy. Guru-gurunya
di
bidang
periwayatan
hadis
adalah
Asbat
ibn
Muhammad, Ishaq ibn Isa, Ishaq ibn Yusuf, Muhammad ibn ‘Aliy ibn Zaid dan banyak yang lain-lainnya. Sedang murid-muridnya di bidang periwayatan hadis adalah Abu Ya’kub Ishaq ibn Ibrahim, Ja’far ibn Ahmad, al-Husain ibn Muhammad ibn Ziyad,
Abu Muhammad ‘Abdullah ibn Yusuf, dan banyak
yang lain-lainnya.
40
Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 18, h. 448
47
Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya : a. An-Nasa’I dan Salih ibn Muhammad berkata : Tsiqah b. Dan Ibnu Hibban menyebutnya dalam kitab beliau “Al-Tsiqaat” c. Maslamah ibn Qasim berkata : Tsiqah d. Ad-Daruquthniy
berkata
:
tidak
ada
masalah
dengan
hadis-
hadisnya.41 Seluruh kritikus hadis di atas memuji Abu Ishaq Ibrahim. Pujian yang diberikan orang kepadanya adalah pujian yang menunjukan bahwa Abu Ishaq Ibrahim
adalah
kemampuan
seorang
intelektual
periwayat yang
tidak
yang
memiliki
diragukan.
kualitas
Sehingga
pribadi
kesimpulan
dan yang
didapat dari keterangan tersebut adalah bahwa Abu Ishaq Ibrahim adalah seorang yang tsiqah. Dengan demikian, pernyataan yang menyatakan bahwa dia menerima riwayat hadis di atas dari Muhammad ibn ‘Aliy ibn Zaid as-Saig dapat dipercaya, di mana telah terjadi pertemuan antara guru dan muridItu berarti bahwa sanad antara Abu Ishaq Ibrahim dengan Muhammad ibn ‘Aliy ibn Zaid as-Saig dalam keadaan bersambung.
d. Muhammad ibn ‘Aliy ibn Zaid as-Saig Nama lengkapnya adalah ‘Aliy ibn Zaid ibn ‘Abdullah ibn Zahir ibn ‘Abdullah ibn Zaid as-Saig.42 41
Syihabuddin Ahmad bin ‘Ali bin Hajar Al-‘Asqalani. Kitab Tahzib al-Tahzib.
(Beirut: Daar al-Fkir). jilid 1, h.84
48
Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah Ishaq ibn ‘Abdullah ibn alHarits, Anas ibn Hakim, Aus ibn Khalid, al-Hasan ibn ‘Ali al-Khalal, dan banyak lagi yang lain-lainnya. Sedangkan murid-muridnya adalah Ja’far ibn Sulaiman, Hammad ibn Zaid, Zaidah ibn Qudamah, Abu Ishaq Ibrahim al-Makiy, dan banyak lagi yang lainlainnya. Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya : a. Hanbal ibn Ishaq berkata : Aku mendengar Abu ‘Abdullah berkata : Muhammad ‘Aliy ibn Zaid hadis-hadisnya lemah b. Mu’awiyah ibn Salih, dari Yahya ibn Ma’in berkata : Da’if c. Ya’kub ibn Syaibah berkata : Tsiqah d. An-Nasa’I berkata : Da’if.43
Pernyataan
para
kritikus
hadis
tersebut
telah
memadai
untuk
menetapkan kesimpulan bahwa Muhammad ibn ‘Aliy ibn Zaid as-Saig adalah seorang
periwayat
hadis
yang
tsiqah.
Dengan
demikian,
pernyataan
Muhammad ibn ‘Aliy ibn Zaid as-Saig bahwa dia menerima hadis di atas dari al-Hasan ibn ‘Ali al-Khalal tidak diragukan lagi kebenarannya. Berarti sanad antara Muhammad ibn ‘Aliy ibn Zaid as-Saig dengan al-Hasan ibn ‘Ali alKhalal dalam keadaan bersambung.
43
Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 11, h. 448
49
e. Al-Hasan ibn ‘Ali al-Khallal Nama lengkapnya adalah al-Hasan ibn ‘Ali ibn Muhammad al-Hudzaliy al-Khallal Abu
‘Ali,
ada juga
yang mengatakan : Abu
Muhammad,
al-
Hulwaniy ar-Rayhaniy.44 Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah Ibrahim ibn Khalid as-Sun’aniy, Azhar ibn Sa’d as-Saman, ‘Abdurrazzaq ibn Hammam, dan banyak yang lain-lainnya. Sedang murid-muridnya di bidang periwayatan hadis adalah Ibrahim ibn Ishaq, Abu Bakr Ahmad ibn ‘Amru, Ibnu Majah, dan banyak yang lain-lainnya. Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya : b. Ya’kub ibn Syaibah berkata : Hasan adalah seorang yang tsiqah, kokoh, dan bertaqwa. c. An-Nasa’I berkata : Tsiqah d. Abu Bakar al-Khatib : Hasan adalah seorang yang Tsiqah dan Hafiz e. Abu al-Qasim al-Lalkaniy : Hasan wafat pada tahun 242, ada juga yang menambahkan : pada bulan Dzulhijjah di Mekkah.45 Seluruh kritikus hadis di atas memuji Al-Hasan ibn ‘Ali al-Khallal. Pujian yang diberikan orang kepadanya adalah pujian yang menunjukan bahwa Al-Hasan ibn ‘Ali al-Khallal adalah seorang periwayat yang memiliki kualitas pribadi
dan
kemampuan
intelektual
yang
tidak
diragukan.
Sehingga
44 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 4, h. 398 45 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 4, h. 399-400
50
kesimpulan yang didapat dari keterangan tersebut adalah bahwa Al-Hasan ibn ‘Ali al-Khallal adalah seorang yang tsiqah. Dengan demikian, pernyataan yang menyatakan bahwa dia menerima riwayat hadis di atas dari ‘Abdurrazaq ibn Hammam dapat dipercaya. Apabila dilihat dari
tahun wafat dari Al-Hasan ibn
‘Ali al-Khallal (242 H) dengan Ibnu Majah (273 H) dapat diterima, begitu pula dengan ‘Abdurrazaq ibn Hammam (211 H). Jadi sangat mungkin terjadinya pertemuan karena diantara keduanya masih hidup sezaman. Itu berarti bahwa sanad antara Al-Hasan ibn ‘Ali al-Khallal dengan ‘Abdurrazaq ibn Hammam dalam keadaan bersambung.
f. ‘Abdurrazzaq Nama lengkapnya adalah ‘Abdurrazaq
ibn Hammam ibn Naafi’
al-
Himyariy, kunyahnya Abu Bakar as-San’aniy.46 Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah Ya’kub ibn ‘Atha ibn Abi Rabah, Yunus ibn Sulaim, Abi Bakr ibn ‘Abdillah ibn Abi Sabrah, dan banyak yang lain-lainnya. Sedang murid-muridnya di bidang periwayatan hadis adalah Hatim ibn Siyah al-Marwaziy, Hajjaj ibn Yusuf asy-Sya’ir, al-Hasan ibn ‘Ali al-Khallal, dan banyak yang lain-lainnya.47 Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya : a. Ahmad
ibn Hanbal berkata : ‘Abdurrazaq
adalah seorang
yang
memiliki penglihatan yang bagus 46 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 11, h.447 47 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 11, h. 448
51
b. Ahmad
ibn
Hanbal
dan
Ya’kub
ibn
Syaibah
berkata
:
beliau
dilahirkan pada tahun 126 H c. Muhammad ibn Sa’d, dan Khalifah ibn Khayyat, dan al-Bukhari berkata : Beliau wafat pada tahun 211 H d. Muhammad ibn Sa’d menambahkan : yaitu pada pertengahan bulan Syawwal.48 Pernyataan
para
kritikus
hadis
tersebut
telah
memadai
untuk
menetapkan kesimpulan bahwa ‘Abdurrazaq adalah seorang periwayat hadis yang tsiqah. Dengan demikian, pernyataan ‘Abdurrazaq bahwa dia menerima hadis di atas dari Ibnu Abi Sabrah tidak diragukan lagi kebenarannya. Berarti sanad antara ‘Abdurrazaq dengan Ibnu Abi Sabrah dalam keadaan bersambung.
g. Ibnu Abi Sabrah Nama lengkapnya adalah Abu Bakar ibn ‘Abdullah ibn Muhammad ibn Abi Sabrah ibn Abi Ruhm ibn ‘Abdil ‘Uzza ibn Abi Qais ibn ‘Abdi Wadd ibn Nasr ibn Malik ibn Hisl ibn ‘Amir ibn Luay ibn Ghalib al-Qurasyiyu al‘Amiriy as-Sabriy
al-Madaniy,
ada
juga
yang
mengatkan
namanya
adalah
‘Abdullah.49 Ahmad ibn Hanbal dan Abu Hatim ar-Razi berkata : beliau bernama Muhammad. Dan beliau wafat pada masa pemerintahan Utsman ibn ‘Affan.50
48
Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 11, h. 453 49 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 21, h. 75 50 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 21, h. 76
52
Guru-gurunya
di
bidang
periwayatan
hadis
adalah
Ibrahim
ibn
Muhammad, Ishaq ibn ‘Abdullah, Husain ibn ‘Abdullah ibn ‘Ubaidillah, dan banyak yang lain-lainnya. Sedang murid-muridnya di bidang periwayatan hadis adalah ‘Abdurrrazaq ibn Hammam, ‘Abdul Malik ibn Juraij, ‘Isa ibn Yunus, dan banyak lagi yang lainnya.51 Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya : a. Salih ibn Ahmad ibn Hanbal, dari ayahnya berkata : Abu bakar Muhammad ibn ‘Abdullah ibn Abi Sabrah memalsukan hadis, dan Ibnu Juraij meriwayatkan darinya. b. ‘Abdullah ibn Ahmad ibn Hanbal, dari ayahnya berkata : Bahwa Abi Sabrah telah memalsukan hadis dan beliau adalah seoarng pendusta. c. Al-Ghalabiy, dari Yahya ibn ma’in berkata : Hadis-hadisnya lemah. d. ‘Ali Ibnu al-Madiniy : Abi Sabrah adalah seorang periwayat hadis yang lemah, ada juga yang berkata : beliau adalah seorang munkir alhadits. e. Ibrahim ibn Ya’kub al-Juzjaniy berkata : Hadis-hadisnya lemah. f. Al-Bukhari : Dha’if (lemah), Munkir al-Hadits. g. An-Nasa’I : Matruk al-Hadits (Hadis-hadisnya tidak dipakai sebagai hujjah).52 Pernyataan
para
kritikus
hadis
menetapkan kesimpulan bahwa Ibnu
tersebut
telah
memadai
untuk
Abi Sabrah adalah seorang periwayat
51 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 21, h. 76 52 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 21, h. 77-78
53
hadis yang dhaif. Karena di dalamnya terdapat unsur-unsur kejanggalan (syadz) dan cacat (‘illat) yang dikemukakan dari para kritikus di atas. Walaupun telah terjadi pertemuan antara Ibnu Abi Sabrah dan Ibrahim ibn Muhammad sebagai murid dan guru.
h. Ibrahim ibn Muhammad Nama lengkapnya adalah Ibrahim
ibn Muhammad.
Guru-gurunya
di
bidang periwayatan hadis adalah Mu’awiyah ibn ‘Abdullah ibn Ja’far ibn Abi Talib, ayahnya dan ‘Ali ibn Abi talib pada hadis keutamaan malam nisfu Sya’ban. Sedang muridnya di bidang periwayatan hadis adalah Abu Bakar ibn ‘Abdullah ibn Abi Sabrah.53 Dan beliau meriwayatkan dari Ibnu Majah. Penulis
tidak
menemukan
penilaian
negatife
terhadap
kredibilitas
Ibrahim ibn Muhammad. Sehingga penulis berkesimpulan bahwa Ibrahim ibn Muhammad adalah seorang periwayat hadis yang tsiqah. Dengan demikian, pernyataan Ibrahim ibn Muhammad bahwa dia menerima hadis di atas dari Mu’awiyah ibn ‘Abdullah tidak diragukan lagi kebenarannya. Karena telah terbukti terjadinya pertemuan yang menunjukkan hubungan guru dan murid antara keduanya. Itu berarti pula bahwa sanad antara Ibrahim ibn Muhammad dengan Mu’awiyah ibn ‘Abdullah bersambung (muttasil).
53
Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 1, h.424
54
i. Mu’awiyah ibn ‘Abdillah ibn Ja’far Nama lengkapnya adalah Mu’awiyah ibn ‘Abdullah ibn Ja’far ibn Abi Talib al-Qurasyiy al-Hasyimiy al-Madaniy. Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah Raafi’ ibn Khadij, as-Saib ibn Yazid, dan ayahnya ‘Abdullah ibn Ja’far, ‘Abdullah ibn ‘Utbah ibn Mas’ud, dan Ubaidillah ibn Abi Raafi’. Sedang murid-muridnya di bidang periwayatn hadis adalah Ibrahim ibn Mas’ud, Ibrahim ibn Muhammad, Ishaq ibn Yahya ibn Talhah ibn ‘Ubaidillah, dan banyak lagi yang lain-lainnya.54 Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya : a. Al-‘Ijliy berkata : Tsiqah b. Ibnu Hibban menyebutkan dalam kitabnya “al-Tsiqaat”55 Para
kritikus
kesimpulannya
adalah
yang
Oleh
tsiqah.
hadis
di
Mu’awiyah karena
itu
atas ibn beliau
memberikan ‘Abdullah tidak
sifat
adalah
diragukan
tinggi
sehingga
seorang
periwayat
pernyataannya
yang
mengatakan bahwa dia menerima riwayat hadis di atas dari ayahnya, dapat dipercaya walaupun shighat al-tahammul yang digunakan oleh Mu’awiyah ibn ‘Abdullah dalam menerima riwayat dari ayahnya adalah ‘an, tetapi terbukti bahwa antara keduanya telah terjadi pertemuan dalam hubungan sebagai murid dan guru. Itu berarti bahwa sanad antara Mu’awiyah ibn ‘Abdullah dengan ayahnya dalam keadaan muttasil (bersambung).
54 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 18, h. 211 55 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 18, h.212
55
j. ‘Abdullah ibn Ja’far (Abiihi) Nama
lengkapnya
adalah
‘Abdullah
ibn
Ja’far
ibn
Abi
Talib
al-
Qurasyiy al-Hasyimiy, kunyahnya adalah Abu Ja’far al-Madaniy, dan ibunya bernama Asma’ bint ‘Umais al-Khats’amiyah. Beliau dilahirkan di Habsyah, dan beliau adalah seorang anak yang pertama kali dilahirkan di Habsyah dalam keadaan Islam. Beliau adalah seorang yang pintar, kuat, dan lembut hati. 56 Guru-gurunya
di bidang periwayatan
hadis adalah
Rasulullah
SAW,
Utsman ibn ‘Affan, pamannya Ali ibn Abi Talib, ‘Ammar ibn Yasir, dan ibunya Asma’ bint ‘Umais. Sedang murid-muridnya di bidang periwayatan hadis adalah Ishaq ibn ‘Abdullah ibn Ja’far, Ismail ibn ‘Abdullah ibn Ja’far, anaknya Mu’awiyah ibn ‘Abdullah ibn Ja’far, dan banyak lagi yang lainlainnya.57 Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya : a. Az-Zubair ibn Bakkar berkata : ‘Abdullah ibn Ja’far adalah seorang yang kuat, dan terpuji. b. Az-Zubair ibn Bakkar berkata : Beliau wafat pada tahun 80 H, pada masa pemerintahan ‘Abdul Malik ibn Marwan.58 Pernyataan
para
kritikus
hadis
tersebut
telah
memadai
untuk
menetapkan kesimpulan bahwa ‘Abdullah ibn Ja’far adalah seorang periwayat 56
Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 10, h.57 57 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 10, h.57 58 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 10, h.60
56
hadis yang tsiqah dengan demikian, pernyataan ‘Abdullah ibn Ja’far bahwa dia menerima
hadis
di
atas
dari
Ali
kebenarannya. Apabila dilihat dari
ibn
Abi
Talib
tidak
diragukan
lagi
tahun wafat dari ‘Abdullah ibn Ja’far
dengan Ali ibn Abi Talib (40 H) dapat diterima. Jadi sangat mungkin terjadinya pertemuan karena diantara keduannya masih hidup
sezaman. Itu
berarti pula bahwa sanad antara ‘Abdullah ibn Ja’far dengan Ali ibn Abi Talib bersambung.
Oleh
karena
itu
beliau
tidak
diragukan
pernyataannya
yang
mengatakan bahwa dia menerima riwayat hadis di atas dari Ali ibn Abi Talib, dapat dipercaya walaupun shighat al-tahammul yang digunakan oleh ‘Abdullah ibn Ja’far dalam menerima riwayat dari Ali ibn Abi Talib adalah ‘an, tetapi terbukti
bahwa
antara
keduanya
telah
terjadi
pertemuan
dalam
hubungan
sebagai murid dan guru. Itu berarti bahwa sanad antara ‘Abdullah ibn Ja’far dengan Ali ibn Abi Talib dalam keadaan muttasil (bersambung).
k. Ali ibn Abi Thalib(40 H) Nama lengkapnya adalah Ali ibn Abi Talib, ‘Abdu Manaaf ibn ‘Abdil Mutalib ibn Hasyim al-Qurasyiy, gelarnya adalah Abu al-Hasan al-Hasyimiy Amirul Mukminin, anak dari paman Rasulullah SAW. Dan Rasulullah SAW memberinya kunyah dengan nama Abu terkenal
(masyhur).
Ibunya
bernama
Turaab,
Fatimah
dan hadis-hadisnya sangat
bint
Asad
ibn
Hasyim
al-
Hasyimiyah59 Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah Rasulullah SAW, Abu Bakar as-Siddiq ‘Abdullah (ibn Abi Quhafah, ‘Umar ibn al-Khattab, al59
Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 13, h.293
57
Miqdad ibn al-Aswad, dan Istrinya Fatimah binti Rasulullah SAW. Sedang murid-muridnya dalam periwayatan hadis adalah Harmalah, anaknya al-Husain ibn ‘Ali ibn Talib, Husain ibn Safwan, ‘Abdullah ibn Tsa’labah, keponakannya ‘Abdullah ibn Ja’far ibn Abi Talib, dan banyak lagi yang lainnya.60 Tidak ada seorang pun yang mencela pribadi Ali ibn Abi Talib dalam periwayatan hadis. Melihat hubungan pribadinya dengan Nabi yang akrab dan dedikasinya
yang
tinggi
dalam
membela
Islam
sebagai
agama
yang
diyakininya sejak kecil, maka Ali ibn Abi Talib termasuk salah seorang sahabat Nabi yang tidak diragukan kejujuran dan keshahihannya dalam menyampaikan hadis
Nabi.
Oleh
karena
itu
beliau
tidak
diragukan
pernyataannya
yang
mengatakan bahwa beliau menerima riwayat hadis di atas dari Nabi SAW, dapat dipercaya walaupun shighat al-tahammul yang digunakan oleh Ali ibn Abi Talib dalam menerima riwayat dari Nabi SAW adalah ‘an, tetapi terbukti bahwa antara keduanya telah terjadi pertemuan dalam hubungan sebagai murid dan guru. Itu berarti, Ali ibn Abi Talib benar-benar telah mendengar langsung hadis tersebut dari Nabi SAW. Dengan demikian dapatlah dinyatakan bahwa hadis yang sanadnya diteliti ini diterima langsung oleh Ali ibn Abi Talib dari Nabi SAW. Itu berarti pula bahwa antara Nabi SAW dan Ali ibn Abi Talib telah terjadi persambungan periwayatan hadis. Dengan
argumen-argumen
tersebut
dapat
disimpulkan
bahwa
sanad
Imam Baihaqi yang melalui Ali ibn Abi Talib ini tidak seluruh periwayatnya memenuhi kriteria sifat adil dan dhabith (tsiqah). Itu berarti, hadis yang diteliti 60
Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 13, h. 294-295
58
ini
tidak
natijat
memenuhi
(kongklusinya)
unsur-unsur dapat
kaidah
dinyatakan
keshahihan bahwa
sanad
hadis
hadis,
yang
sehingga
bersangkutan
berkualitas dhaif.
3. Hadis Ketiga
: ﻗﺎل, ﺣَﺪﱠﺛَﻨَﺎ أﺑﻮ اﻟﻌﺒﺎس ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﯾﻌﻘﻮب: ﻗﺎل, أﺧﺒﺮﻧﺎ أﺑﻮ ﻋﺒﺪاﷲ اﻟﺤﺎﻓﻆ ﺣَﺪﱠﺛَﻨَﺎ أﺑﻮ اﻷﺳﻮد: ﻗﺎل,ﺣَﺪﱠﺛَﻨَﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ إﺳﺤﺎق اﻟﺼﻐﺎﻧﻲ ﻋﻦ اﻟﻀﺤﺎك ﺑﻦ, ﻋﻦ زﺑﯿﺮ ﺑﻦ ﺳﻠﯿﻢ, ﺣَﺪﱠﺛَﻨَﺎ اﺑﻦ ﻟﮭﯿﻌﺔ: ﻗﺎل,اﻟﻤﺼﺮي ﺳﻤﻌﺖ: ﺳﻤﻌﺖ أﺑﺎ ﻣﻮﺳﻰ اﻷﺷﻌﺮي ﯾﻘﻮل: ﻗﺎل,ِ ﻋَﻦْ أَﺑِﯿﮫ,ﻋﺒﺪاﻟﺮﺣﻤﻦ ﯾَﻨْﺰِلُ رﺑﻨﺎ إِﻟَﻰ اﻟﺴﱠﻤَﺎءِ اﻟﺪﱡﻧْﯿَﺎ ﻓِﻲ:رَﺳُﻮلَ اﷲ ﺻَﻠﱠﻰ اﷲ ﻋَﻠَﯿْﮫِ وَﺳَﻠﱠﻢَ ﯾﻘﻮل ٍ إِﻟﱠﺎ ﻣُﺸْﺮِكٍ أَوْ ﻣُﺸَﺎﺣِﻦ, ﻓَﯿَﻐْﻔِﺮُ ﻟِﺄَھﻞ اﻷرض,َاﻟﻨﱢﺼْﻒِ ﻣِﻦْ ﺷَﻌْﺒَﺎن Abu Musa al-Asy’ari berkata: Rasulullah saw bersabda: “Tuhan kita turun ke langit dunia pada malam nisfu sya’ban untuk member ampunan kepada seluruh penduduk bumi kecuali orang musyrik dan orang yang meninggalkan persatuan umat.”61
Dalam kegiatan ini kritik sanad terakhir
lalu
diikuti
pada
(Naqd
periwayat
as-sanad)
sebelumnya
dimulai pada periwayat dan
seterusnya
sampai
periwayat pertama 1. Abu ‘Abdullah al-Hafidz62
2. Abu al-‘Abbas Muhammad ibn Ya’kub63
3. Muhammad ibn Muhammad ibn Ishaq as-Saghaniy
61
Abu Abdullah al-Hafizh menuturkan dari Abu Abbas Muhammad ibn Ya’kub, dari Muhammad ibn Ishaq ash-Shagani, dari Abu Aswab al-Miishri, dari Ibnu Lahi’ah, dari Zubair ibn Salim dari Dhahhak ibn Abdurrahman dari ayahnya. 62 Lihat halaman 32 63 Lihat halaman 34
59
Nama lengkapnya adalah Muhammad ibn Ishaq ibn Ja’far ibn Muhammad, kunyahnya Ibnu Ja’far as-Saghaniy. w.270H.
Guru-gurunya
di
bidang
64
periwayatan
hadis
adalah
Muhammad
ibn
Ja’far al-Madaniy, Mu’awiyah ibn ‘Amr ibn al-Azdiy, Abi Salamah Mansur ibn Salamah, Abi al-Aswad an-Nadr ibn ‘Abd al-Jabbar dan masih banyak laagi
yang
lain-lainnya.
Sedangkan
murid-muridnya
di
bidang
periwayatan
hadis adalah ‘Ali ibn Ishaq, Abu Bakar Muhammad ibn Ishaq, Muhammad ibn Harun, Abu al-‘Abbas Muhammad ibn Ya’kub, dan masih banyak lagi yang lain-lainnya.65 Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya : a. ‘Abdurahman ibn Abi Hatim berkata : Beliau adalah seorang perawi yang kokoh dan Saduq b. An-Nasa’I berkata : tidak ada masalah dengan hadis-hadisnya. c. Ibnu Hajar berkata : Tsiqah Tsabat d. Ibnu Khirasy berkata : Tsiqah Ma’mun e. Ad-Daruquthniy berkata : Tsiqah f. Dan Ibnu Hibban menyebutnya dalam kitab beliau al-Tsiqaat g. Abu Hatim ar-Razi berkata : Tsiqah
64 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 18, h.146 65 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 4, h.148 Yang Ts
60
Seluruh kritikus hadis di atas memuji Muhammad ibn Ishaq as-Saghaniy.. Pujian yang diberikan orang kepadanya adalah pujian yang menunjukan bahwa Yazid ibn Harun adalah seorang periwayat yang memiliki kualitas pribadi dan kemampuan bahwa
intelektual
beliau
adalah
yang seorang
tidak
diragukan.
periwayat
yang
Jadi
kesimpulannya
tsiqah.
Dengan
adalah
demikian,
pernyataan yang menyatakan bahwa dia menerima riwayat hadis di atas dari Abu al-Aswad al-Misriyu
dapat dipercaya, dimana telah terjadi pertemuan
antara guru dan murid. Itu berarti bahwa sanad antara Muhammad ibn Ishaq asSaghaniy dengan Abu al-Aswad al-Misriyu dalam keadaan bersambung.
4. Abu al-Aswad al-Misriy Nama lengkapnya adalah an-Nadr ibn ‘Abd al-Jabbar ibn Nadir alMuradiyu, kunyahnya Abu al-Aswad al-Misriyu. Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah Bakar ibn Mudar, Dimam ibn Ismail, ‘Abdullah ibn Lahi’ah, al-Laits ibn Sa’d, dan banyak lagi yang lain-lainnya.66 Sedangkan murid-muridnya di bidang periwayatan hadis adalah Ahmad ibn Salih al-Misriyu, Ja’far ibn Ilyas, Sa’id ibn Asad ibn Musa, Muhammad ibn Ishaq as-Saghaniy, dan banyak lagi yang lain-lainnya.67 Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya : a. Abu Hatim berkata : Saduq b. An-Nasa’I berkata : tidak ada masalah dengan hadis-hadisnya
66
Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 19, h.87 67 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 19, h.88
61
c. Dan Ibnu Hibban menyebutnya dalam kitab beliau “Al-Tsiqaat”68 Seluruh kritikus hadis memuji Abu al-Aswad al-Misriyu. Pujian yang diberikan kepadanya adalah pujian yang menunjukan bahwa Abu al-Aswad alMisriyu
adalah
kemampuan
seoarang
intelektual
periwayat yang
yang
tidak
memiliki
diragukan
kualitas
lagi.
pribadi
Dengan
dan
demikian,
pernyataannya yang mengatakan bahwa dia menerima riwayat hadis diatas dari Ibnu Lahi’ah dapat dipercaya. Itu berarti bahwa sanad antara Abu al-Aswad alMisriyu dan Ibnu Lahi’ah dalam keadaan bersambung.
5. Ibnu Lahi’ah Nama lengkapnya adalah ‘Abdullah ibn Lahi’ah ibn ‘Uqbah ibn Fur’an ibn Rabi’ah ibn Tsauban al-Hadramiyu al-U’duliyu, ada juga yang mengatakan al-Ghafiqiyu,
kunyahnya
Abu
‘Abdirrahman,
beliau
adalah
seorang
hakim
yang ahli fiqih di Mesir.69 Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah Ahmad ibn Khazim, Ishaq ibn ‘Abdullah, Ja’far ibn Rabi’ah, banyak
lagi
yang
lain-lainnya.70
az-Zubair ibn Sulaim, dan masih
Sedangkan
murid-muridnya
di
bidang
periwayatan hadis adalah Ishaq ibn Isa, Asad ibn Musa, al-Hasan ibn Musa al-
68
Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 19, h.88 69 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 10, h.450 70 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 10, h.451
62
Asyyab, Abu al-Aswad an-Nadr ibn ‘Abd al-Jabbar, dan masih banyak lagi yang lain-lainnya.71 Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya : a. Yahya ibn Bukair dan al-Mufadal ibn Ghassan al-Ghalabiyu berkata : beliau dilahirkan pada tahun 96 H b. Yahya ibn Bukair, Ahmad ibn Salih, Muhammad ibn Sa’d, alMufadal ibn Ghassan,
Muhammad
ibn ‘Abdullah
ibn
‘Abd
al-
Hakam, dan Abu sa’id ibn Yunus berkata: Ibnu Lahi’ah wafat pada tahun 174 H c. Ibnu ‘Abd al-Hakam berkata : pada Jumadal Ula.72 Pernyataan
para
kritikus
hadis
tersebut
telah
memadai
untuk
menetapkan bahwa Ibnu Lahi’ah adalah seorang periwayat hadis yang tsiqat. Dengna demikian, pernyataan Ibnu Lahi’ah bahwa dia menerima hadis diatas dari az-Zubair ibn Sulaim, tidak diragukan lagi kebenarannya dimana telah terjadi pertemuan antara guru dan murid. Itu berarti pula bahwa sanad antara Ibnu Lahi’ah dan az-Zubair ibn Sulaim dalam keadaan bersambung.
6. Zubair ibn Sulaim
71 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 10, h.452 72 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 10, h.458
63
Nama
lengkapnya
az-Zubair
ibn
Sulaim,
dan
gurunya
di
bidang
periwayatan hadis adalah ad-Dahak ibn ‘Abdirrahman ibn ‘Arzab sedangkan muridnya di bidang periwayatan hadis adalah ‘Abdullah ibnu Lahi’ah.73 Tak ada seorang kritikus pun yang mencela az-Zubair ibn Sulaim. Pujian orang yang diberikan kepadanya adalah pujian yang berperingkat tinggi. Dengan demikian pernyataan az-Zubair ibn Sulaim yang mengatakan bahwa ia menerima hadis diatas dari ad-Dahak ibn ‘Abdirrahman dengan metode alsama’ (dengan lambing tsana), dapat dipercaya kebenarannya. Itu berarti, sanad antara az-Zubair ibn Sulaim dan ad-Dahak ibn ‘Abdirrahman dalam keadaan muttashil (bersambung). 7. Ad-Dahak ibn ‘Abdirrahman Nama lengkapnya adalah ad-Dahak ibn ‘Abdirrahman ibn ‘Arzab, ada juga yang mengatakan ibn ‘Arzam, kunyahnya Abu ‘Abdirrahman, ada juga yang mengatakan Abu Zur’ah Asy-Syamiy at-Tabraniy. Guru-gurunya Asy’ariyu,
ayahnya
Asy’ariy,
dan
periwayatan
hadis
di
bidang
periwayatan
‘Abdurrahman
Abu
Hurairah.
adalah
Hariz
ibn
hadis ‘Arzab,
Sedangkan ibn
‘Utsman
adalah
Abu
Musa
al-
ibn
al-
‘Abdirrahman
murid-muridnya ar-Rahabiy,
di
bidang
az-Zubair
ibn
Sulaim, ad-Dahak ibn Aiman, ‘Abdullah ibn ‘Ata’. Dan banyak lagi yang lainlainnya.
Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya : 73
Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 6, h.277
64
a. Ahmad ibn ‘Abdullah al-‘Ijliy berkata : beliau adalah seorang tabi’in Syam yang tsiqah b. Dan Ibnu Hibban menyebutnya dalam kitab beliau “Al-Tsiqaat”74 Pernyataan
para
kritikus
hadis
tersebut
telah
memadai
menetapkan kesimpulan bahwa
ad-Dahak ibn ‘Abdirrahman adalah
periwayat
Dengan
hadis
yang
tsiqah.
demikian,
pernyataan
untuk seorang
ad-Dahak
ibn
‘Abdirrahman bahwa dia menerima hadis di atas dari ‘Abdurrahman ibn ‘Urzab
ayahnya
tidak
diragukan
lagi
kebenarannya
karena
telah
terjadi
pertemuan antara guru dan murid.Itu berarti pula bahwa sanad antara ad-Dahak ibn ‘Abdirrahman dengan ‘Abdurrahman ibn ‘Urzab ayahnya dalam keadaan bersambung.
8. ‘Abdurrahman ibn ‘Urzab (Abiihi) Nama lengkapnya adalah ‘Abdurrahman ibn ‘Urzab, ada juga yang mengatakan ibn ‘Arzam, al-Asy’ariy, beliau adalah ayah dari ad-Dahak ibn ‘Abdirrahman ibn ‘Arzab. Dalam periwayatan hadis beliau berguru pada Abu Musa al-Asy’ariy dalam hadis keutamaan malam nisfu
sya’ban.
Sedangkan muridnya adalah
anaknya sendiri yaitu ad-Dahak ibn ‘Abdirrahman ibn ‘Arzab.75 Tak ada seorang kritikus pun yang mencela‘Abdurrahman ibn ‘Urzab. Dengan
demikian,
pernyataan
‘Abdurrahman
ibn
‘Urzab
yang
mengatakan
74
Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 9, h.161 75
Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 11, h.295
65
bahwa ia menerima hadis diatas dari Abu Musa al-Asy’ariy dengan metode alsama’ (dengan lambing tsana), dapat dipercaya kebenarannya. Itu berarti, sanad antara ‘Abdurrahman ibn ‘Urzab dan Abu Musa al-Asy’ariy dalam keadaan muttashil (bersambung).
9. Abu Musa al-Asy’ariy Nama lengkapnya adalah ‘Abdullah ibn Qais ibn Sulaim ibn Haddar ibn Harab ibn ‘Amir ibn ‘Atar ibn Bakar ibn ‘Amir ibn ‘Adzar ibn Wail ibn Najiyah ibn Jumahir ibn al-Asy’ariy. Kunyahnya Abu Musa al-‘Asy’ariy.76 Abu Musa al-‘Asy’ariy selain menerima riwayat langsung dari Nabi saw juga menerima riwayat dari sahabat yang lain, di antaranya adalah Ubay ibn Ka’ab, ‘Abdullah ibn Mas’ud, ‘Aliy ibn Abi Talib, Mu’adz ibn Jabal, dan banyak lagi
yang
ibn
an-Nakha’I,
Yazid
lain-lainnya. Anas
Sedangkan ibn
Malik
murid-muridnya al-Ansariyu,
adalah Tsabit
al-Aswad ibn
Qais,
‘Abdurrahman ibn ‘Arzab, dan banyak lagi yang lain-lainnya. Pendapat para ulama tentang Abu Musa al-‘Asy’ariy : a. Abu Nu’aim, Muhammad ibn ‘Abdullah ibn Numair, Qa’nab ibn alMuharrar, Abu Bakar dan ‘Utsman berkata : Beliau wafat pada tahun 44 H b. Ibn Barrad menambahkan : yaitu pada bulan Dzulhijjah dalam usia mendekati 60 tahun.77
76
Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 10, h.425
66
Keadilan Abu Musa al-‘Asy’ariy sebagai perawi hadis tidak diragukan lagi apalagi bagi jumhur ulama yang berpendapat bahwa semua sahabat adalah adil. Oleh karena itu beliau tidak diragukan pernyataannya yang mengatakan bahwa beliau menerima riwayat hadis di atas dari Nabi SAW, terbukti bahwa antara keduanya telah terjadi pertemuan dalam hubungan sebagai murid dan guru.
Itu
berarti,
Abu
Musa
al-‘Asy’ariy
benar-benar
telah
mendengar
langsung hadis tersebut dari Nabi SAW. Dengan demikian dapatlah dinyatakan bahwa hadis yang sanadnya diteliti ini diterima langsung oleh Abu Musa al‘Asy’ariy dari Nabi SAW. Itu berarti pula bahwa antara Nabi SAW dan Abu Musa al-‘Asy’ariy telah terjadi persambungan periwayatan hadis. Dengan
argumen-argumen
tersebut
dapat
disimpulkan
bahwa
sanad
Imam Baihaqi yang melalui Abu Musa al-‘Asy’ariy ini seluruh periwayatnya dalam keadaan bersambung, bersifat adil dan dhabith (tsiqah). Itu berarti, hadis yang
diteliti
sehingga
ini
natijat
memenuhi
unsur-unsur
(kongklusinya)
dapat
kaidah
keshahihan
dinyatakan
bahwa
sanad
hadis,
hadis
yang
bersangkutan berkualitas Sahih.
3. Kriteria Persambungan Sanad Hadis
77
Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 10, h.429
67
Hadis yang terhimpun dalam kitab-kitab hadis tersebut di atas, terdiri dari matan dan sanad. Dalam sanad
hadis termuat nama-nama periwayat dan
kata-kata atau singkatan kata-kata yang menghubungkan antara masing-masing periwayat dengan periwayat yang lainnya yang terdekat.78 Matan hadis yang sahih atau yang tampak sahih, belum tentu sanadnya sahih. Sebab boleh jadi, dalam sanad hadis itu terdapat periawayat yang tidak tsiqah (‘adil dan dabit).79 Kriteria persambungan sanad,80yaitu: a. Periwayat hadis yang terdapat dalam sanad hadis yang diteliti semua berkualitas tsiqah (‘adil dan dabit). b. Masing-masing periwayat berkualitas
tinggi
yang
menggunakan disepakati
kata-kata
oleh
penghubung
yang
(al-Sama’),
yang
ulama
menunjukan adanya pertemuan antara guru dan murid. Istilah atau kata
yang
dipakai
haddatsana, sami’tu,
untuk
cara
sami’na,
al-Sama’
haddatsani,
beragam,
diantaranya:
akhbarana,
akhbarani,
‘an dan anna. c. Adanya
indikasi
kuat
perjumpaan
antara
mereka,
seperti:
terjadi
proses guru dan murid, tahun lahir dan wafat mereka diperkirakan adanya
pertemuan antara
mereka
atau
dipastikan
bersamaan
dan
mereka belajar dan mengabdi di tempat yang sama.
78 M. Syuhudi Ismail, Kaidah Keshahihan Sanad Hadis 2005), cet. Ke-5, h.217 79 M. Syuhudi Ismail, Metode Penelitian Hadis Nabi SAW, h. 82 80 Bustamin dan M.Isa Salam, Metodologi Kritik Hadis, h. 53
(Jakarta:
Bulan
Bintang,
68
Jadi,
hadis
yang
penulis
teliti
tidak
seluruhnya
memenuhi
kriteria
persambungan sanad. Karena pada hadis kedua terdapat salah seorang perawi yang memiliki sifat daif (lemah) yaitu Ibnu Abi Sabrah, sedangkan pada hadis ketiga
terdapat
ketidakbersambungan
sanad
yang
menunjukan
terputusnya
hubungan antara murid dan guru yaitu antara Hajjaj ibn Artah dan Yahya ibn Katsir.
69
BAB IV KRITIK MATAN HADIS KEUTAMAAN MALAM NISFU SYA’BAN
A. Pengertian Kritik Matan Menurut bahasa, kata matan berasal dari
ﻣ ﺘﻦ, yang
bahasa Arab
artinya punggung jalan (muka jalan), tanah yang tinggi dan keras. Sedangkan menurut istilah matan berarti perkataan terakhir dari sanad.1 Matan menurut ilmu hadis adalah penghujung sanad, yakni sabda Nabi Muhammad saw.,
yang
disebut sesudah habis disebutkan sanad. Matan hadis adalah isi hadis. Matan hadis terbagi tiga, yaitu ucapan, perbuatan, dan ketetapan Nabi Muhammad saw.2 Kritik matan hadis adalah proses lanjutan dari kritik terhadap sanad hadis.
Karena
studi
kritis
terhadap
sanad
dan
matan
hadis
adalah
dua
metodologi yang mapan dalam penentuan kualitas hadis. Dua metode ini berjalan
seirama
karena
sama-sama
membersihkan
hadis
dari
berbagai
kemungkinan yang tidak benar. Kritik sanad bertujuan untuk melihat validitas dan kapabilitas menyangkut tingkat ketaqwaan dan intelektualitas perawi hadis serta
mata
rantai
periwayatannya,
sedangkan
1
kritik
matan
bertujuan
untuk
Mahmud Thahan, Ilmu Hadis Praktis. Penerjemah Abu Fuad (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2005), h.14 2 Bustamin dan M. Isa Salam, Metodologi Kritik Hadis (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004),h.89
69
70
menyelidiki isi atau materi hadis. Apakah hadis itu mengandung keanehan, dari segi bahasa, rasionalitas maupun pertentangan dengan al-Qur’an.3
B. Penelitian Kualitas Matan Hadis Dalam
hubungannya dengan status
kehujahan hadis,
maka
penelitian
sanad dan matan memiliki kedudukan yang sama pentingnya. Karena menurut ulama hadis, suatu hadis barulah dinyatakan berkualitas shahih apabila sanad dan matan hadis tersebut sama-sama berkualitas shahih. Adapun langkah-langkah
metodologis
kegiatan
penelitian matan
hadis
ada tiga, yaitu: 1. Meneliti matan dengan melihat kualitas sanadnya 2. Meneliti susunan lafal berbagai matan yang semakna 3. Meneliti kandungan matan Sedangkan yang menjadi unsur-unsur acuan utama yang harus dipenuhi oleh
suatu
matan
yang
berkualitas
shahih
adalah
terhindar
dari
syuzuz
(kejangggalan) dan terhindar dari ‘illat (cacat). Dalam kegiatan kritik matan (naqd al-matan) ini, penulis akan berusaha mengikuti langkah-langkah tersebut.
3 Cecep Sumarna dan Yusuf Saefullah, Pengantar Ilmu Hadis, (Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2004), h.99
71
1. Meneliti Matan Dengan Melihat Kualitas Sanad Pada langkah pertama menunjukan bahwa telaah matan tidak dapat dilepaskan dari telaah sanad sebagai satu kesatuan hadis, sehingga matan yang sahih tetapi tidak didukung dengan sanad yang sahih tidak dapat dinyatakan sebagai hadis yang sahih. Dari hasil penelitian sanad hadis yang terdapat pada bab keutamaan malam nisfu sya’ban dalam kitab Fadail al-Awqaat di atas, hadis yang diteliti ada tiga hadis memiliki predikat
sahih.
Keshahihan sanad
Imam
Baihaqi
tersebut dapat mewakili dari para mukharrij lainnya. Dimana antara sanadsanad lainnya berkualitas shahih juga karena tak ada seorang kritikus pun yang mencela mukharrij lainnya.
Pujian orang yang diberikan kepadanya
adalah
pujian yang berperingkat tinggi dan tertinggi. Dan sanad mukharrij antara satu dengan lainnya dalam keadaan bersambung (muttasil). Dengan demikian jika dilihat dari sanadnya, maka semua hadis dapat dijadikan
hujjah
karena
memiliki
predikat
sahih.
Sedangkan
hadis-hadis
lainnya hanya dapat dijadikan sebagai pelajaran dan tidak dapat dijadikan sebagai
hujjah.
Hal
itu
karena
dikhawatirkan
masyarakat
awam
akan
menganggap bahwa hadis tersebut disyar’iatkan, padahal hadis tersebut sama sekali tidak ada dalam syar’iat, atau didengar oleh orang yang tidak tahu sehingga ia mengira hadis tersebut sahih.4
4
Asyraf ibn Sa’id, Hukum Mengamalkan Hadis Dha’if, Penerjemah Neni Kurniati (Jakarta: Pustaka Azzam, 2004) h.80
72
2. Meneliti Susunan Lafal Berbagai Matan yang Semakna Langkah kedua yaitu dengan melakukan telaah lafaz, karena hadis yang sampai
kepada
beberapa
mukharrij
memiliki
keragaman.
Hal
ini
juga
dipengaruhi oleh adanya hadis Nabi yang sampai kepada mukharrij lebih bnayak bersifat riwayat Bi al-Ma’na dari pada riwayat Bi al-Lafz. Hadis
pertama
dan
ketiga
mengindikasikan
bahwa
periwayatannya
dengan riwayat bi al-Lafz karena terlihat jelas perbedaaan dari bunyi lafal kedua matan hadis tersebut, sedangkan hadis kedua mengindikasikan bahwa hadis tersebut bersamaan maknannya.
Perbedaan lafal memang ada,
tetapi
tidak menjadikan perbedaan makna. Hal itu menunjukkan bahwa hadis yang diteliti telah diriwayatkan dalam bentuk riwayat bi al-ma’na. Untuk
memperjelas
adanya
perbedaan
lafal
dimaksud,
berikut
ini
dikemukakan kutipan dua matan dari riwayat Ibnu Majah
, إِذَا ﻛَﺎنَ ﻟَﯿْﻠَﺔُ اﻟﻨﱢﺼْﻒِ ﻣِﻦْ ﺷَﻌْﺒَﺎنَ ﻓَﻘُﻮﻣُﻮا ﻟَﯿْﻠَﺘﮭَﺎ وَﺻُﻮﻣُﻮا ﯾﻮﻣﮭَﺎ- ١ ,ُ أَﻟَﺎ ﻣُﺴْﺘَﺮْزِقٌ ﻓَﺄَرْزُﻗَﮫ,ُ أَﻟَﺎ ﻣُﺴْﺘَﻐْﻔِﺮ ﻓَﺄَﻏْﻔِﺮَ ﻟَﮫ:ُﻓَﺈِنﱠ اﷲ ﺗﺒﺎرك و ﺗﻌﺎﻟﻰ ﯾَﻘُﻮل ُ ﺣَﺘﱠﻰ ﯾَﻄْﻠُﻊَ اﻟْﻔَﺠْﺮ, أَﻟَﺎ ﻛَﺬَا,أَﻟَﺎ ﺳﺎﺋﻞ ﻓﺄﻋﻄﯿﮫ إِذَا ﻛَﺎﻧَﺖْ ﻟَﯿْﻠَﺔُ اﻟﻨﱢﺼْﻒِ ﻣِﻦْ ﺷَﻌْﺒَﺎنَ ﻓَﻘُﻮﻣُﻮا ﻟَﯿْﻠَﮭَﺎ وَﺻُﻮﻣُﻮا ﻧَﮭَﺎرَھَﺎ ﻓَﺈِنﱠ اﷲ-٢ َﯾَﻨْﺰِلُ ﻓِﯿﮭَﺎ ﻟِﻐُﺮُوبِ اﻟﺸﱠﻤْﺲِ إِﻟَﻰ ﺳَﻤَﺎءِ اﻟﺪﱡﻧْﯿَﺎ ﻓَﯿَﻘُﻮلُ أَﻟَﺎ ﻣِﻦْ ﻣُﺴْﺘَﻐْﻔِﺮٍ ﻟِﻲ ﻓَﺄَﻏْﻔِﺮ ُﻟَﮫُ أَﻟَﺎ ﻣُﺴْﺘَﺮْزِقٌ ﻓَﺄَرْزُﻗَﮫُ أَﻟَﺎ ﻣُﺒْﺘَﻠًﻰ ﻓَﺄُﻋَﺎﻓِﯿَﮫُ أَﻟَﺎ ﻛَﺬَا أَﻟَﺎ ﻛَﺬَا ﺣَﺘﱠﻰ ﯾَﻄْﻠُﻊَ اﻟْﻔَﺠْﺮ Pada kedua matan di atas adanya perbedaan lafal, tetapi perbedaan itu tidak terlalu menonjol. Misalnya ada riwayat yang menyebutkan kata
dan ada juga riwayat yang menyebutkan kata apabila ditempuh metode muqaranat
ﻧَﮭَﺎرَھَ ﺎ.
ﯾﻮﻣﮭَ ﺎ
,
Dengan demikian,
terhadap perbedaan lafal pada berbagai
73
matan yang semakna, maka dapat dinyatakan bahwa perbedaan lafal tersebut masih dapat ditoleransi. 3. Meneliti Kandungan Matan Untuk meneliti kandungan matan hadis, penulis membandingkan matan tersebut dengan Nas (al-Qur’an dan Hadis). Hadis pertama berisi tentang berkah, rahmat serta ampunan Allah swt yang diturunkan pada malam nisfu sya’ban kepada seluruh makhluknya, kecuali kepada orang-orang musyrik dan orang-orang yang bermusuhan.
Yakni Allah akan menampakan karunia-Nya
kepada hamba-hamba-Nya. Dia akan mengampuni mereka jika mereka tobat kepada-Nya,
sedangkan
orang
memiliki
yang
permusuhan,
Allah
orang-orang hati
tidak
yang
akan
yang penuh
menyekutukan dengan
Allah
penyakit
mengampuni mereka
selama
dan
orang-
kedengkian mereka
dan masih
menyimpan syirik dan kedengkian.5 Hadis ini tidak bertentangan dengan alQur’an bahkan sejalan dengan firman Allah SWT dalam surat asy-Syura, 42: 19-20. Hal tersebut sekaligus memberikan informasi kepada kita, bahwa hadis yang sedang diteliti selain berfungsi sebagai penjelas terhadap ayat al-Qur’an, juga mendapat dukungan dari ayat-ayat al-Qur’an.
َ ( ﻣَﻦْ ﻛَﺎ١٩) ُاﷲ’ﻟَﻄِﯿﻒٌ ﺑِﻌِﺒَﺎدِهِ ﯾَﺮْزُقُ ﻣَﻦْ ﯾَﺸَﺎءُ وَھُﻮَ اﻟْﻘَﻮِيﱡ اﻟْﻌَﺰِﯾﺰ ن ث اﻟْﺂَﺧِﺮَةِ ﻧَﺰِدْ ﻟَﮫُ ﻓِﻲ ﺣَﺮْﺛِﮫِ وَﻣَﻦْ ﻛَﺎنَ ﯾُﺮِﯾﺪُ ﺣَﺮْثَ اﻟﺪﱡﻧْﯿَﺎ ﻧُﺆْﺗِﮫِ ﻣِﻨْﮭَﺎ وَﻣَﺎ َ ْﯾُﺮِﯾﺪُ ﺣَﺮ (٢٠) ٍﻟَﮫُ ﻓِﻲ اﻟْﺂَﺧِﺮَةِ ﻣِﻦْ ﻧَﺼِﯿﺐ “Allah Maha Lembut terhadap hamba-hamba-Nya. Dia memberi rizki kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Dialah Yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa. Barang siapa yang menghendaki tanaman akhirat, maka akan Kami tambah tanaman itu baginya. Dan barangsiapa yang menghendaki tanaman 5 Ahmad Asy-Syarbashi, Yas’alunaka: Tanya Jawab Lengkap tentang Agama dan Kehidupan, Penerjemah Muhammad Alkaf, (Jakarta: Lentera, 2006) Jil.4, h. 370
74
dunia, maka Kami berikan dia sebagian daripadanya, sedang dia tidak memperoleh suatu bagian pun di akhirat.”
Matan hadis yang diteliti apabila diperbandingkan dengan matan hadis lain yang lebih kuat, sudah jelas bahwa ditemukan pesan yang sangat baik bagi umat manusia sampai kapanpun. Yaitu tentang beberapa hal tentang keutamaan malam nisfu sya’ban. Seperti hadis yang telah diriwayatkan oleh al-Bukhari, kitab al-adab, bab ja’alallahu al-rahmah mi’ah al-rahmah, Rasulullah SAW bersabda:
ﺣَﺪﱠﺛَﻨَﺎ أَﺑُﻮ اﻟْﯿَﻤَﺎنِ اﻟْﺤَﻜَﻢُ ﺑْﻦُ ﻧَﺎﻓِﻊٍ اﻟْﺒَﮭْﺮَاﻧِﻲﱡ أَﺧْﺒَﺮَﻧَﺎ ﺷُﻌَﯿْﺐٌ ﻋَﻦْ اﻟﺰﱡھْﺮِيﱢ أَﺧْﺒَﺮَﻧَﺎ َﺳَﻌِﯿﺪُ ﺑْﻦُ اﻟْﻤُﺴَﯿﱠﺐِ أَنﱠ أَﺑَﺎ ھُﺮَﯾْﺮَةَ ﻗَﺎلَ ﺳَﻤِﻌْﺖُ رَﺳُﻮلَ اﻟﻠﱠﮫِ ﺻَﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﮫُ ﻋَﻠَﯿْﮫِ وَﺳَﻠﱠﻢ ٍﯾَﻘُﻮلُ ﺟَﻌَﻞَ اﻟﻠﱠﮫُ اﻟﺮﱠﺣْﻤَﺔَ ﻣِﺎﺋَﺔَ ﺟُﺰْء َ ِﻓَﺄَﻣْﺴَﻚَ ﻋِﻨْﺪَهُ ﺗِﺴْﻌَﺔً وَﺗِﺴْﻌِﯿﻦَ ﺟُﺰْءًا وَأَﻧْﺰَلَ ﻓِﻲ اﻟْﺄَرْضِ ﺟُﺰْءًا وَاﺣِﺪًا ﻓَﻤِﻦْ ذَﻟ ﻚ .ُاﻟْﺠُﺰْءِ ﯾَﺘَﺮَاﺣَﻢُ اﻟْﺨَﻠْﻖُ ﺣَﺘﱠﻰ ﺗَﺮْﻓَﻊَ اﻟْﻔَﺮَسُ ﺣَﺎﻓِﺮَھَﺎ ﻋَﻦْ وَﻟَﺪِھَﺎ ﺧَﺸْﯿَﺔَ أَنْ ﺗُﺼِﯿﺒَﮫ :وﻓﻲ رواﯾﺔ ﻟﻤﺴﻠﻢ ِوَأَﺧﱠﺮَ اﻟﻠﱠﮫُ ﺗِﺴْﻌًﺎ وَﺗِﺴْﻌِﯿﻦَ رَﺣْﻤَﺔً ﯾَﺮْﺣَﻢُ ﺑِﮭَﺎ ﻋِﺒَﺎدَهُ ﯾَﻮْمَ اﻟْﻘِﯿَﺎﻣَﺔ Dari Abu Hurairah berkata bahwa aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Allah Ta’ala. Telah menjadikan kasih sayang menjadi 100 bagian, lalu Dia menahan di sisi-Nya 99 kasih sayang dan menurunkan satu bagian ke bumi. Maka karena itulah, makhlukmakhluk saling memberikan kasih sayang, termasuk binatang yang menghilangkan kukunya dari anaknya khawatir bahaya menimpanya.” Dalam riwayat muslim disebutkan: “Dan Dia menunda 99 bagian yang Allah Ta’ala. Akan memberikan kasih sayang-Nya kepada hambahamba-Nya pada hari kiamat.”
75
C. Syarah Hadis 1.
Menelusuri Asbab al-Wurud Setelah penulis telusuri dalam kitab asbab al-wurud yang ditulis oleh
Ibn
Hamzah
al-Husaini
al-Hanafi
al-Dimasyqi,
penulis
tidak
menemukan
asbab al-wurud tentang keutamaan malam nisfu sya’ban. 2. Arti Beberapa Kosakata Kata Nisfu
Sya’ban
adalah kata majemuk yang terambil dari kata
bahasa Arab, Nisfu dan Sya’ban. yanshifu,
nashfan
Sedangkan Hijriah.8
kata
yang
berarti
Sya’ban
berarti
Jadi Nisfu
Kata Nisfu mencapai Bulan
berasal dari kata nashafa,
tengah-tengah
Sya’ban7,
Sya’ban berarti pertengahan
atau atau
atau
bulan
setengah.6 ke-8
tahun
tengah-tengah
bulan
Sya’ban tahun hijriah.
Dan Allah,9
kata
sedangkan
bertengkar,
ﻣﺸ ﺮك kata
bercekcok.10
berarti
ﻣﺸ ﺎﺣﻦ Hadis
orang
yang
berarti
orang
pertama
mengenai
menyekutukan/menyerikatkan
yang
saling
keutamaan
bermusuhan, malam
nisfu
sya’ban menjelaskan bahwa berkah, rahmat serta ampunan Allah SWT., yang
6
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Arab-Indonesia Al-MUNAWWIR, (Surabaya : Pustaka Progressif, 1997), h.1426 7 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Arab-Indonesia Al-MUNAWWIR, h.723 8 PUSAT BAHASA DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2005), h. 1114 9 PUSAT BAHASA DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h.768 10 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Arab-Indonesia Al-MUNAWWIR, h.699
76
diturunkan pada malam nisfu sya’ban kepada seluruh makhluknya, kecuali kepada orang-orang musyrik dan orang-orang yang bermusuhan. Sebagaimana Firman Allah SWT :
ﻓَ ﺈِنْ ﻛَ ﺬﱠﺑُﻮكَ ﻓَﻘُ ﻞْ رَﺑﱡﻜُ ﻢْ ذُو رَﺣْﻤَ ﺔٍ وَاﺳِ ﻌَﺔٍ وَﻻ ُﯾ ﺮَدﱡ ﺑَﺄْﺳُ ﮫُ ﻋَ ﻦِ اﻟْﻘَ ﻮْ ِم (١٤٧) َاﻟْﻤُﺠْﺮِﻣِﯿﻦ Maka jika mereka mendustakan kamu, katakanlah, “Tuhanmu mempunyai rahmat yang sangat luas, dan siksa-Nya kepada orangorang yang berdosa tidak dapat dielakkan.”(Q.S.al-An’am : 147)
Pada
malam
nisfu
sya’ban
disunnahkan
untuk
dihidupkan
dengan
berbagai macam ibadah, seperti zikir, tahajud, berdoa, beristigfar yang tentu tidak
sampai
dilaksanakan
melanggar di
ketentuan
malam-malam
yang
syariat lain
sebagaimana karena
salat
ibadah malam
yang dan
menghidupkan malam dengan ibadah adalah hal yang dianjurkan pada semua malam.11 Sebagaimana firman Allah SWT :
وَﻣِ ﻦَ اﻟﻠﱠﯿْ ﻞِ ﻓَﺘَﮭَﺠﱠ ﺪْ ﺑِ ﮫِ ﻧَﺎﻓِﻠَ ﺔً ﻟَ ﻚَ ﻋَﺴَ ﻰ أَنْ ﯾَﺒْﻌَﺜَ ﻚَ رَﺑﱡ ﻚَ ﻣَﻘَﺎﻣً ﺎ (٧٩) ﻣَﺤْﻤُﻮدًا “Dan pada sebagian malam, lakukanlah shalat tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhan mu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.” (Q.S.al-Isra’ : 79)
11
Ahmad Asy-Syarbashi, Yas’alunaka: Tanya Jawab Lengkap tentang Agama dan Kehidupan, Penerjemah Muhammad Alkaf, Jil.4, h. 377
77
Sebagai hamba Allah yang daif sudah seharusnya kita berdoa dan memperbanyak doa
kepada-Nya baik di malam nisfu sya’ban atau di malam
lainnya. Karena Doa adalah suatu harapan dari seorang hamba kepada Tuhan yang disembahnya yang tentu harapan tersebut berdasarkan keimanan seorang hamba kepada Tuhannya. Oleh karena itu, doa yang tulus adalah dasar dari keimanan dan keyakinan. Meskipun
banyak
hadis-hadis
yang
menyatakan
tentang
keutamaan
malam nisfu sya’ban, akan tetapi tidak seorang pun berhak mengagungkan dengan cara yang dilarang oleh Syar’i.
78
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Setelah dikaji
dan
diteliti,
penulis
berkesimpulan
bahwa
hadis-hadis
tentang keutamaan malam nisfu sya’ban yang terdapat dalam kitab “Fadail alAwqaat”
karya
Imam
Baihaqi
semuanya
bisa
dipertanggungjawabkan.
Dari
tiga hadis yang penulis teliti berkualitas sahih.
B. Saran-saran Hadis merupakan sumber ajaran Islam yang kedua setelah al-Qur’an. Selain sebagai sumber ajaran Islam yang kedua, hadis juga berfungsi sebagai sumber dakwah (perjuangan Rasulullah SAW) dan juga mempunyai fungsi penjelas
bagi al-Qur’an.
Oleh
karena
itu
perlu
diadakan pengkajian
atau
penelitian hadis agar dapat diketahui apakah hadis-hadis tersebut bernilai sahih dan benar-benar berasal dari Rasulullah SAW atau sebaliknya. Maka menurut penulis, hadis-hadis da’if yang terdapat dalam kitab Fadail al-Awqaat seharusnya tidak dijadikan pedoman atau acuan sebagai sumber penetapan hukum. Jika hadis-hadis tersebut dijadikan rujukan maka selayaknya digunakan sebagai motivasi atau pelajaran dalam kehidupan seharihari.
78
79
Penulis berharap di kemudian hari ada peneliti yang meneliti lebih lanjut hadis-hadis yang terdapat dalam kitab Fadail al-Awqaat baik per-bab maupun seluruhnya. Penulis
berharap
penulisan
skripsi
ini
dapat
memberikan
khususnya bagi penulis dan umumnya bagi khalayak masyarakat ramai.
manfaat
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrhaman. Studi Kitab Hadis. Yogyakarta: TERAS, 2003. Al-‘Asqalani, Syihabuddin Ahmad bin ‘Ali bin Hajar Abu Fadl. Kitab Tahzib al-Tahzib. Beirut: Daar al-Fkir. Al-Baihaqi,
Abu
Bakar
Ahmad
ibn
al-Husain.
Kitab
Fadhail
al-Awqaat.
Mekkah al-Mukarramah: Maktabah al-Manarah. Al-Baihaqi, Abu Bakar Ahmad ibn al-Husain. Kitab as-Sunan as-Saghir. Beirut: Dar al-Fikr. Al-Dzahabi, Muhammad bin Ahmad bin ‘Usman. Siyar A’lam al-Nubala’. Beirut: Daar al-Fikr. Al-Khatib, M. Ajaj. Pokok-pokok Ilmu Hadis. Jakarta: Gaya Media Pratama, 1998. Al-Mizzi, Jamaluddin Abu al-Hajjaj Yusuf. Tahzib al-Kamal Fi ‘Asma’ al-Rijal. Beirut: Muasassah Ar-Risalah, 1993. Asy-Syarbashi, Ahmad. Yas’alunaka: Tanya Jawab Lengkap tentang Agama dan Kehidupan. Penerjemah Muhammad Alkaf, Jakarta: Lentera, 2006. Al-Qazwiniy, Abu ‘Abdullah Muhammad bin Yazid. Sunan Ibnu Majah. Beirut: Daar al-Fikr. Baihaqi, Imam. Waktu-waktu Penuh Berkah. Penerjemah Muflih Kamil. Jakarta: Qisthi Press, 2007. Bustamin, dan Salam, M.Isa. Metodologi Kritik Hadis. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004. Hanbal, Abd Allah Ahmad bin. Musnad ahmad bin Hanbal. Beirut: Daar al-Fikr. Ibn Sa’id, Asyraf.
Hukum Mengamalkan Hadis Dha’if. Penerjemah Neni
Kurniati. Jakarta: Pustaka Azzam, 2004. Ismail, M. Syuhudi. Pengembangan Pemikiran Terhadap Hadis. Jogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI), 1996. Ismail, M.Syuhudi. Metode Penelitian Hadis Nabi SAW. Jakarta: Bulan Bintang, 1992.
Ismail, M.Syuhudi. Pengembangan Pemikiran terhadap Hadis. Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI), 1996. Ismail, M.Syuhudi. Kaidah Keshahihan Sanad Hadis. Jakarta: Bulan Bintang, Cet. Ke-3, 2005 Khon, Abdul Majid. Ulumul Hadis. Jakarta: Sinar Grafika, 2009. Khon, Majid. dkk. Ulumul Hadis. Jakarta: Pusat Studi Wanita UIN, 2005. Munawwar, Agil Husain dan Mucktar, Ahmad Rifqi. Metode Takhrij Hadis. Semarang: Bina Utama 1994. Munawir,
Ahmad
Warson.
Kamus
Arab-Indonesia
Al-Munawwir.
Surabaya:
Pustaka Progressif, 1997. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2005. Ranuwijaya, Utang. Ilmu Hadis. Jakarta: Gaya Media Pratama, 1996. Rahman, Zufran. Kajian Sunah Nabi SAW sebagai Sumber Hukum Islam: Jawaban Terhadap Aliran Inkar Sunnah. Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1995. Shihab, M. Quraish. M. Quraish Shihab Menjawab: 1001 Soal Keislaman yang Patut Anda Ketahui. Jakarta: Lentera Hati, 2008. Shihab, M. Quraish. Wawasan Al-Qur’an. Bandung: Mizan, 1996. Sumarna, Cecep dan Saefullah, Yusuf. Pengantar Ilmu Hadis. Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004. Thahan, Mahmud. Ilmu Hadis Praktis. Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2009. Tim CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi). Jakarta: CeQDA, 2007. Wensinck, A.J. al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaz al-Hadis al-Nabawi ‘an al-Kutub alSittah wa ‘an Sunan al-Darimi wa Muwatta Malik wa Musnad Ahmad bin Hanbal. Leiden: Maktabah Brill, 1936.