STUDI HIDROAKUSTIK PLANKTON DI LAUT FLORES
YENNY PEBRYANTI
SKRIPSI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
i
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:
STUDI HIDROAKUSTIK PLANKTON DI LAUT FLORES adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.
Bogor, November 2012
YENNY PEBRYANTI C54070037
ii
RINGKASAN YENNY PEBRYANTI. Studi Hidroakustik Plankton di Laut Flores. Dibimbing oleh TOTOK HESTIRIANOTO Metode hidroakustik dapat digunakan untuk melihat pantulan bioakustik yang dipantulkan oleh target (ikan dan plankton) dalam bentuk echo (backscatter atau backscattering). Echo intergration merupakan metode hidroakustik yang sangat penting dalam survei perikanan seperti menduga kelimpahan organisme laut, memetakan distribusi geografis, dan memperoleh keterangan ekologinya. Dalam mengintegrasi data akustik digunakan metode progressive threshold yang mampu mengungkap kelompok target di dalam satu satuan intergrasi hidroakustik atau ESDU. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui nilai thresholding plankton dan pola sebaran vertikal plankton di Laut Flores. Data yang digunakan pada penelitian adalah data sekunder dari hasil survey yang dilakukan oleh BRPL (Balai Riset Perikanan Laut). Pengambilan data dilakukan pada tanggal 13 sampai 27 Oktober 2005 di Laut Jawa hingga Laut Flores, sedangkan pengolahan data akustik dilakukan pada bulan September 2011 sampai April 2012. Pengolahan data akustik dilakukan di Laboratrium Akustik, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan IPB dan Laboratorium Akustik BRPL, Jakarta Utara. Data diolah menggunakan Echoview 4.0, Matlab R2008b ArcGIS, dan Golden Software Surfer 9. Berdasarkan penelitian, hasil intergrasi threshold data akustik pada perairan Laut Flores dengan pembagian wilayah vertikal menjadi tiga kedalaman, kedalaman 10
iii
© Hak cipta milik IPB, tahun 2013 Hak cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainy
iv
STUDI HIDROAKUSTIK PLANKTON DI LAUT FLORES
YENNY PEBRYANTI C54070037
SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
v
SKRIPSI
Judul Skripsi
: STUDI HIDROAKUSTIK PLANKTON DI LAUT FLORES
Nama Mahasiswa : Yenny Pebryanti Nomor Pokok
: C54070037
Departemen
: Ilmu dan Teknologi Kelautan
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc NIP. 19620324 198603 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen
Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc NIP. 19640801 198903 1 001
Tanggal Ujian: 10 Desember 2012
vi
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “STUDI HIDROAKUSTIK PLANKTON DI LAUT FLORES”. Penelitian ini merupakan tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan, yaitu Sarjana Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menguacapkan yang sebesar-besarnya kepada : 1. Orangtua dan saudara-saudara saya yang telah memberikan kasih sayang, semangat, motivasi dan doa yang tak henti-hentinya kepada penuis selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor. 2. Bapak Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, ilmu dan saran selama penyelesaian skripsi ini. 3. Balai Riset Perikanan Laut (BRPL) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menggunakan sarana dan prasarana yang mendukung penulis dalam penelitian ini. 4. Teman-teman ITK 44 atas kebersamaan dan kerjasama yang baik selama penulis menyelesaikan studi di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. 5. Teman-teman penulis lain yang telah membantu penulis dalam penelitian dan penyelesaian skripsi. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini banyak terdapat kekurangan sehingga saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Bogor, November 2012
Yenny Pebryanti
vii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
xii
1. PENDAHULUAN....................................................................................... 1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1.2 Tujuan ...............................................................................................
1 1 3
2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 2.1 Prinsip Kerja Metode Hidroakustik ................................................... 2.1.1 Split Beam Acoustic System ................................................. 2.1.2 Target Strength .................................................................... 2.1.3 Volume Backscattering Strength (SV) ................................ 2.1.4 Elementary Sampling Distance Unit (ESDU) ...................... 2.1.5 Threshold ............................................................................ 2.1.6 Plankton .............................................................................. 2.1.7 Analisis Dinamika Plankton dan Ikan di Perairan ............... 2.2 Progressive Threshold ....................................................................... 2.3 Kondisi Umum Laut Flores................................................................
4 4 5 6 7 8 9 13 16 17 18
3. BAHAN DAN METODE ............................................................................ 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian............................................................. 3.2 Kapal Survei ....................................................................................... 3.3 Instrumen dan Peralatan Penelitian .................................................... 3.4 Pengolahan Data................................................................................. 3.4.1 Pengolahan Data Plankton ...................................................... 3.4.2 Pengolahan Data Tresholding ................................................. 3.4.3 Pengolahan Data Distribusi Plankton......................................
19 19 19 20 23 23 23 25
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 4.1 Sebaran Kelompok Target di Kedalaman 10
27 27 31 34 38
5. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 5.2 Saran .................................................................................................
41 41 42
vii
viii
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................
43
LAMPIRAN ......................................................................................................
46
RIWAYAT HIDUP ..........................................................................................
56
ix
DAFTAR TABEL No. Halaman 1. TS data from in situ measurement ............................................................... 10 2. Target Strength .............................................................................................
11
3. Teleostei yang ditemukaan di perairan Indonesia ........................................
12
x
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1. Prinsip Kerja Metode Hidroakustik .............................................................
4
2. Peta Lokasi Stasiun Penelitian dan Lintasan Kapal di Laut Flores ..............
21
3. Tracking Kontur Kedalaaman 3D di Laut Flores .........................................
22
4. Diagram Alir Pengolahan Data Plankton .....................................................
23
5. Diagram Alir Pengolahan Data Threshold ...................................................
24
6. Sebaran Kelompok Target di Kedalaman 0
29
7. Sebaran Kelompok Target di Perairan Pada Kedalaman 10
29
8. Sebaran Kelompok Target di Perairan Pada Kedalaman 10
30
9. Sebaran Kelompok Target di Perairan Pada Kedalaman 10
31
10. Sebaran Kelompok Target di Kedalaman 100
32
11. Sebaran Kelompok Target di Perairan Pada Kedalaman 100
33
12. Sebaran Kelompok Target di Perairan Pada Kedalaman 100
34
13. Sebaran Kelompok Target di Kedalaman 150
35
14. Sebaran Kelompok Target di Perairan Pada Kedalaman 150
36
15. Sebaran Kelompok Target di Perairan Pada Kedalaman 150
37
16. Sebaran Kelompok Target di Perairan Pada Kedalaman 150
38
xi
17. Sebaran Kelompok Target di Perairan Plankton (a.) Kedalaman 10
39
xii
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1. Contoh Data Integrasi Target Pada Stasiun 50 pada Ping 100 ...................
47
2. Contoh Data Intergrasi Kemunculan Target di Perairan .............................
48
3. Tutorial Sebaran Target di Kedalaman 10
55
4. Tutorial Sebaran Target di Kedalaman 100
55
5. Tutorial Sebaran Target di Kedalaman 150
55
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Perhitungan nilai hamburan secara teoritis pada plankton dipengaruhi oleh tiga lapisan yaitu lapisan luar (dinding, membran, atau frustule dan memberikan indeks bias relatif tinggi tanpa penyerapan), lapisan tengah (kloroplas dan memberikan indeks bias relatif rendah dengan penyerapan) dan inti (sitoplasma yang seimbang dan memberikan indeks bias relatif rendah tanpa penyerapan) (Kitchen dan Zaneveld, 1990). Perkembangan teknologi yang sangat pesat memberikan metode yang lebih beragam dalam identifikasi plankton, salah satunya dengan menggunakan metode hidroakustik. Metode hidroakustik dapat diaplikasikan dalam eksploitasi kehidupan biota di laut seperti penentuan parameter lingkungan laut, penentuan sifat dan perilaku ikan, penilaian sumberdaya ikan, penentuan parameter kinerja alat tangkap dan besaran tangkapan, serta penerapan teknik hidroakustik pada iktiologi (Swiniarski, 1994). Metode hidroakustik dapat melihat pantulan bioakustik yang dipantulkan oleh plankton yang disebut juga dengan echo (backscatter atau backscattering). Echo intergration merupakan metode hidroakustik yang sangat penting dalam survei perikanan seperti menduga kelimpahan organisme laut, memetakan distribusi geografis, dan memperoleh keterangan ekologinya. Teknologi hidroakustik merupakan teknologi yang dapat digunakan untuk mendeteksi sumberdaya hayati dan nonhayati secara lebih akurat, cepat, dalam jangkauan yang luas, tidak mengganggu biota dan tidak merusak lingkungan.
1
2
Menurut Hestirianoto (2008), pada saat ini dalam mengintegrasi data hidroakustik hanya menggunakan suatu metode yaitu untuk semua wilayah dan waktu studi hanya menggunakan level threshold maksimun dan minimum yang tetap. Padahal seperti yang kita ketahui bahwa suatu perairan dengan perairan lainnya belum tentu memiliki karakteristik yang sama. Hal tersebut diyakini karena target di perairan cendrung membentuk kelompok sesuai dengan jenisnya. Integrasi hidroakustik dengan menggunakan progressive threshold mampu mengungkap kelompok target di dalam satu satuan intergrasi hidroakustik atau ESDU. Wilayah perairan Laut Flores merupakan perairan yang memiliki potensi sumberdaya laut yang cukup tinggi, salah satunya plankton . Penelitian mengenai plankton di Laut Flores penting dilakukan mengingat bahwa kesuburan perairan Laut Flores ada kaitannya dengan kelimpahan plankton di perairan. Hal tersebut diduga karena belum banyaknya informasi terkait sebaran plankton di perairan Laut Flores. Penelitian yang telah dilakukan terkait dengan progressive thresholding adalah melihat sebaran Sa (backscattering area) di laut Flores menggunakan metode progressive thresholding (Komariah, 2012), melihat kelimpahan ikan di pantai sumur Pandeglang dengan menggunakan metode progressive thresholding (Hestirianoto, 2008) dan melihat sebaran spasio temporal volume backscattering strength (Sv) ikan demersal menggunakan metode progressive thresholding (Prasetyo 2007).
3
1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian adalah 1) mengetahui sebaran nilai threshold plankton di Laut Flores 2) mengetahui pola sebaran vertikal plankton di Laut Flores
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Prinsip Kerja Metode Hidroakustik Hidroakustik merupakan cara untuk mempelajari perairan dengan menggunakan suara. Berdasarkan pancaran gelombang suara , sistem akustik dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu echosounder (sistem pancaran vertikal) dan sonar (sistem pancaran horizontal) (Burczynsky, 1982). Prinsip kerja metode hidroakustik menggunakan echosounder dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Prinsip kerja metode hidroakustik (MacLennan dan Simmonds, 2005)
Berdasarkan prinsip kerja metode hidroakustik dalam pemprosesan data deteksi bawah air dipengaruhi oleh beberapa komponen yaitu time base, transmitter, tranduser, amplifier dan display. Time base mengaktikan transmitter, dimana transmitter menghasilkan listrik dengan frekuensi tertentu, kemudian disalurkan ke tranduser. Pada tranduser energi listrik akan diubah menjadi suara, yang kemudian suara tersebut dalam bentuk pulsa suara akan dipancarkan dalam
4
5
satuan ping. Suara yang dipancarkan akan mengenai objek, kemudian suara itu akan dipantulkan kembali oleh objek dalam betuk echo dan kemudian diterima kembali oleh tranduser. Echo yang diperoleh tersebut diubah kembali menjadi energi listrik di tranduser kemudian diteruskan reciver dan diperkuat oleh amplifier. Pemprosesan sinyal echo dengan menggunakan echo intergration, dimana echo yang diperoleh dapat mengestimasi beberapa data antara lain target strength, scattering volume, densitas ikan, batimetri, panjang ikan, lapisan dasar perairan dan dapat diaplikasikan untuk kegiatan lainnya (MacLennan dan Simmonds, 2005). Menurut Aziz et al., metode yang dapat digunakan untuk menduga densitas plankton adalah metode hidroakustik. Teknologi hidroakustik merupakan teknologi yang dapat digunakan untuk mendeteksi sumberdaya hayati dan nonhayati secara lebih akurat, cepat, dalam jangkauan yang luas, tidak mengganggu biota dan tidak merusak lingkungan (Jaya dan Fauziah, 2010). Menurut Acoustic Positioning Electronics Module (APEM) survei hidroakustik dapat bermanfaat untuk menganalisa profil seluruh area perairan; melihat pergerakan biota laut; menduga kelimpahan plankton, pemetaan makrophyta dan estimasi biomassa pada lokasi tertentu termaksud lokasi konservasi; serta modeling batimetri secara 2 dimensi dan 3 dimensi.
2.1.1. Split Beam Acoustic System Simrad sebagai pengembang terkemuka perikanan dan teknologi transduser ilmiah telah memperkenalkan transducer beam terbagi (split beam) sebagai perbaikan akan sistem akustik sebelumnya yakni akustik beam tunggal
6
(single beam) dan akustik beam ganda (dual beam). Kriteria yang dipergunakan untuk mengekstrak target individu dengan split-beam tranducer adalah: (1) pulsewidths minimum dan maksimum yang dikembalikan yaitu 0,6 ms dan 1,8 ms; (2) maximum gain compensation 6 dB dalam satu cara; dan (3) maximum phase deviation terdiri dalam tiga tahapan, sebagai penghasil low-noise. Pada dual-beam transducer, target terisolasi memiliki kriteria berikut (1) pulsewidth minimum dan maksimum yang dikembalikan yaitu secara berturut-turut 0,75 ms dan 3ms; dan (2) faktor korelasi yaitu hasil dari korelasi di antara pulsa peristiwa dan pulsa echo sebagai satu kriteria untuk menghilangkan beberapa sasaran yaitu sebesar 0.9 (SIMRAD, 1995). Echosounder split beam modern memiliki fungsi Time Varied Gain (TVG) di dalam sistem perolehan data akustik, TVG ini berfungsi secara otomatis untuk mengeliminir pengaruh atenuasi yang disebabkan oleh geometrical spreading dan absorbsi suara ketika merambat di dalam air (MacLennan dan Simmonds, 2005).
2.1.2. Target Strength (TS) Pantulan akustik dari ikan dan plankton yang dikembalikan dalam bentuk echo yang dideteksi oleh receiver memiliki daya tarik. Pendugaan biomassa dapat dilihat dari seberapa besar kekuatan target dan bagaimana cara menafsirkannya. Target strength (TS) didefinisikan sebagai intensitas dan gelombang hambur balik dan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tingkah laku (orientasi ikan terhadap transduser ), fisiologi ikan (ukuran, densitas, bentuk tubuh, posisi organ penting dan lapisan kulit pada tubuh ikan), sudut datang pulsa, frekuensi dan panjang
7
gelombang suara, impedansi akustik dan bagian tubuh ikan (daging, tulang, kekenyalan kulit dan distribusi sirip dan ekor) walaupun pengaruh elemen terakhir ini kecil karena kerapatannya tidak berbeda jauh dengan air (MacLennan dan Simmonds, 2005). TS plankton adalah angka yang menjadi indikasi ukuran dari echo tersebut. Semakin besar nilai echo maka semakin besar energi yang dikembalikan ke receiver oleh target. Satuan ukuran Standard Internasional (SI) untuk TS dinyatakan dalam bentuk decibel (dB). Decibel adalah bentuk logaritmik dari dari perbandingan atau rasio dua intensitas yang dikarenakan nilai yang terlibat bisa sangat besar atau sangat kecil. MacLennan dan Simmonds (2005) memformulasikan TS sebagai backscattering cross-section dari target yang mengembalikan sinyal dan dinyatakan dalam persamaan : TS = 10 log ( σ / 4π ) ....................................................... (1) Dimana
σ = Individu target strength
atau kesetaraan backscattering cross-section (σ bs ) dengan TS yang dinyatakan oleh Burczynski dan Johnson (1986) dengan persamaan : TS = 10 log σ bs ............................................................. (2)
2.1.3. Volume Backscattering Strength (SV) Volume Backscattering Strength (SV) merupakan rasio antara intensitas yang direfleksikan oleh suatu group single target dimana target berada pada suatu volume air (Lurton, 2002). Hal ini mirip dengan definisi TS dimana nilai TS merupakan hasil dari deteksi organisme tunggal sedangkan SV merupakan nilai
8
untuk mendetaksi organisme kelompok. Xie dan Jones (2009) menyatakan SV didefinisikan kedalam persamaan : SV = 10 log (I s / I i ).......................................................................... (3) Dimana I s = Intensitas scattering volume yang diukur 1 m dari pusat gelombang akustik. Ii = Intensitas scattering yang dipancarkan
2.1.4. Elementary Sampling Distance Unit (ESDU) Elementary Sampling Distance Unit (ESDU) adalah panjang dari jalur pelayaran dimana rata-rata dari pengukuran akustik diambil sebagai sebuah data. Sistem modern untuk analisis data akustik, seperti Echoview yang dikembangkan oleh Sonar data memungkinkan ESDU untuk dipakai. Jika ESDU terlalu besar, maka informasi penting tentang distribusi stok secara geografis akan hilang. Jika terlalu kecil, maka secara berturut-turut data akan didominasi oleh perubahan lokal. Data ESDU disusun berdasarkan waktu disamping jarak, selama jumlah ping di setiap ESDU tetap untuk menjaga keseragaman data secara statistik (MacLennan dan Simmonds, 2005). Proses integrasi data akustik (echogram) untuk mencari nilai TS dan SV ikan pelagis dimulai dengan pengaturan EDSU dimana ping yang digunakan adalah 85 dengan threshold -20 sampai -60 dB. Pada kelompok target plankton, proses penyetingan nilai EDSU, digunakan threshold -85 sampai -100 dB dengan 85 ping (MacLennan dan Simmonds, 2005).
9
2.1.5. Threshold Jumlah target dapat dihitung dengan metode akustik yaitu dengan menjumlahkan sinyal secara keseluruhan yang terdapat dalam kolom terintegrasi. Saat melakukan integrasi terlebih dahulu menetapkan nilai minimum dan maksimum dari threshold sehingga sinyal yang muncul di dalam kolom adalah sinyal yang telah melalui atau di dalam batasan (threshold) yang diberikan (MacLennan dan Simmonds, 2005). Nilai threshold dapat digunakan untuk melihat perbedaan jumlah kawanan ikan dan plankton pada masing-masing threshold yang diujikan. Biasanya dalam melakukan suatu penelitian digunakan sebanyak 3 thresshold yaitu pada kisaran 80 dB; -75 dB; -70 dB. Perkiraan nilai tersebut digunakan untuk menjaring target yang diperkirakan sebagai nilai ikan ataupun plankton. Cara ini mengikuti Longerwell yang menggunakan 4 threshold: -69 dB; -75 dB; -79 dB; dan -85 dB. Duror (2004) menyebutkan bahwa kisaran nilai backscattering volume zooplankton (krill) pada kedalaman 5-200 m untuk frekuensi 120 kHz antara 92,75 dB sampai dengan -73,49 dB, sementara untuk frekuensi 38 kHz antara 86,75 dB sampai dengan -62,64 dB. Berdasarkan penelitian yang dilakukan (Sunardi, 2008) menjelaskan pada threshold (-44,49 dB)-(-43,96 dB) berupa target Selar boops (Oxeve scad), dan pada threshold (-45,34dB)-(-43,06 dB) berupa Megalapis cordyla (Torpedao scad) (Tabel 1.). Pada threshold -50 dB target berupa ikan kembung (Rastrelliger kanagurata), threshold -47,7 dB berupa ikan layang (Decapterus russelli), dan threshold -44,9 dB ikan selar bentong (Selar crumenophthalmus) (Muripto, 2000). Namun pada penelitian berdasarkan index values related to the threshold dengan
10
nilai indeks hubungannya terhadap threshold untuk Decapterus russelli Lf (fork length atau panjang standar) = 15 cm berada pada threshold -51,4 dB dan Selar crumenophthalmus Lf= 12,3 cm berada threshold pada 51,3 dB (Cqtel, 1995). Untuk threshold (-75 dB)-(-63 dB) merupakan spesies gelatinous animal (Aurelius Aurelia) (Mutlu,1996). Ikan selar pada perairan dapat ditemukan pada kisaran kedalaman 10-700 meter, ikan layang (Decapterus russelli) dapat ditemukan pada kisaran kedalaman 20-100 meter, ikan kembung (Rastrelliger kanagurata) dapat ditemukan pada kedalaman 26 meter sedangkan Aurelius Aurelia yang termasuk jenis jellyfish yang dapat ditemukan diperairan pada kisaran kedalaman 20-700 meter. Hal tersebut diperkuat pada survey yang dilakukan “ANNEX I: Scientific and technical staff of the survey Sumatra, 6-30 August 1980”. Tabel 1. TS data from in situ measurement (Sunardi, 2008) Variabel Source level (dB)
Selar boops
Megalapis cordyla
236
225
6,98-7,69
8,44-10,99
TS average at low frequency (dB)
-44,49
-45,34
TS average at high frequency (dB)
-43,96
-43,06
Range of fish depth (meter)
Scomberomorus commerson dan Scomberomorus guttatus termasuk spesies mackerel ditemukan di perairan Indonesia. Scomberomorus commerson yang biasa dikenal dengan ikan tjalong atau ikan tenggiri ini ditemukan pada kisaran kedalaman 10-70 meter diperairan, sedangkan Scomberomorus guttatus (ikan tenggiri) ditemukan pada kisaran kedalaman 20-90 meter (Pauly, 1995).
11
Scomberomorus commerson dan Scomberomorus guttatus memiliki nilai target strength pada range threshold -40,3 sampai -38,6 di perairan (Tabel 2.) Table 2. Target Strength (Nakken, 1977). Spesies Mackerel
Horse Mackerel Prawn
Freq. (kHz)
TS (dB)
38 38 120 120 38 120 38 38 120 120
-40,3 -38,6 -41,9 -40,6 -34,0 -30,9 -52,4 -47,4 -57,2 -51,2
Neoscopelus macrolepidotus dan Myctophum splendidum yang ditemukan pada kedalaman 0-289 meter (Weber, 1965). Neoscopelus macrolepidotus dan Myctophum splendidum merupakan spesies yang dapat ditemukan di perairan Flores. Thunnus obesus dan Thunnus albacores merupakan spesies mackerel yang dapat ditemukan pada perairan di kisaran kedalaman 0-1500 meter (Josse, 2000). Astrones chrysophekadion dan Astrones cyaneus yang dapat ditemukan pada kedalaman ≤ 200 meter pada saat juvenile sedangkan pada saat dewasa ditemukan pada kedalaman 300-1400 m bahkan dapat mencapai 2000 m (Gloerfalt-Trap, 1979). Pada Table 4. merupakan spesies ikan yang terdapat dalam hasil tangkapan trawl diperairan Indonesia berdasarkan survei yang dilaksanakan pada tahun 1974 hingga 1981. Survei ini dilakukan dengan menggunakan kapal-kapal penelitian Jurong, Mutiara 4, Dr. Fridtjof Nansen, Lemuru dan Bawal Putih 2. Keberadaaan ikan tersebut merupakan spesies yang ditemukan pada perairan Barat Indonesia dan perairan Selatan Australia. Dapat lebih jelasnya dapat di lihat sebagai berikut.
12
Tabel 3. Teleostei yang ditemukaan di perairan Indonesia (Pauly, 1995). Spesies Pellona ditchela Sardinella gibbosa Leiognathus leuciscus Scomberomorus commerson Amblygaster sirm Nemipterus thosaporni Lactarius lactarius Upeneus sulphureus
Depth Range Habitat (Meter) 55 Pelagis 70 Pelagis 70 Demersal
Demersal Pelagis Demersal
120 Pelagis
75 80 90 90
Caranx tille Pristipomoides typus Upeneus moluccensis Sphyraena obtusata Decapterus macrosoma
120 120 120 120
Diagramma pictum
170 Demersal
Pelagis Demersal Demersal Demersal
Scomberomorus guttatus
90 Pelagis
Sardinella lemuru
100 Pelagis
Caranx ignobilis Leiognathus splendens Leiognathus bindus Aprion virescens
100 100 100 100
Parastromateus niger
105 Demersal
Leiognathus equulus Neoscopelus macrolepidotus Thunnus obesus Astrones chrysophekadion
Habitat
Dussumieria acuta
90 Pelagis
Pomadasys maculatus
Gazza minuta Pampus argentus Pomadasys argenteus
Depth Range (Meter) 110 110 115
70 Pelagis
Rastrelliger kanagurta
Selar crumenophthalmus Carangoides malabaricus
Spesies
Demersal Demersal Demersal Demersal
107 Pelagis
140 Pelagis
Gymnocranius grandculis Abalistes stellatus Netuma thalassina Pentaprion longimanus Decapterus russelli Saurida micropectoralis
170 195 220 275
Saurida undosquamis
290 Demersal
110 Demersal Terapon jarbua Priacanthus macracanthus 110 Demersal Trichiurus lepturus Myctophum 289 Demersal splendidum 1500 Pelagis Thunnus albacores 110 Demersal
200 Pelagis
Demersal Demersal Demersal Pelagis
Astrones cyaneus
170 Demersal Demersal Demersal Demersal Demersal
290 Demersal
290 Demersal 350 Demersal 385 Demersal 289 Demersal 1500 Pelagis 200 Pelagis
Pada dasarnya ambang sinyal diterapkan untuk menghapus 'suara', suara yang dimaksud berupa sinyal tidak diinginkan oleh echosounder, baik itu
13
kebisingan yang berasal dari listrik di peralatan, akustik gaung atau gema gabungan dari non target species plankton misalnya dalam kasus survei ikan. Apapun sumber, mengaburkan suara gema yang lebih kecil dengan ukuran keinginan. Ketika sebuah sinyal threshold diterapkan, setiap gema yang lebih kecil daripada ambang batas juga diabaikan. Bias tergantung pada rasio amplitudo sinyal dan noise (SNR) (McLennan dan Simmonds, 1992). Menurut MacLennan dan Simmonds (1992), dalam keadaan yang menguntungkan, yang unthresholded echogram mungkin menunjukkan tandatanda yang jelas dari gerombolan (schooling) atau resiko terhadap ikan besar dengan latar belakang planktonik diabaikan. Di sisi lain, jika plankton mendominasi gema echo yang lengkap integral, menjadi lebih banyak meskipun secara individual lebih lemah daripada mereka yang berasal dari ikan, baik dipilih ambang sinyal mungkin satu-satunya cara untuk menolak plankton gema. Survey yang dilakukan di wilayah tropis sering terjadi gema plankton yang kuat.
2.1.6. Plankton Istilah plankton pertama kali digunakan oleh Victor Hensen pada tahun 1887, dan disempurnakan oleh Haeckel tahun 1980. Dalam bidang perikanan, plankton didefinisikan sebagai jasad renik yang melayang dalam air, tidak bergerak, dan mengembara mengikuti arus. Plankton dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu fitoplankton (plankton tumbuhan atau plankton nabati) dan zooplankton (plankton hewani). Plankton telah dipelajari dengan metode akustik sejak bertahun-tahun lalu, namun ketertarikan pada bidang ini kini jelas. Salah satunya untuk melihat
14
kontribusi penutupaan zooplankton dan micronekton menjadi daya tarik tersendiri. Ada tiga tema terkemuka yang dibahas di kota Scotland mengenai plankton yaitu pertama, pemahaman dari penyebaran plankton bahwa secara regeresinya dalam penggunaan akustik perikanan tidak cukup menggambarkan hubungan pantulan akustik dan kelimpahan, ukuran, jenis, perilaku dari plankton. Kedua, instrumen akustik pada sampel plankton menggunakan resolusi frekuensi yang tinggi dan bandwidth yang lebar untuk mendapatkan data yang baik. Terakhir menjelaskan bahwa hamburan kompleks pada suara yang dihasilkan oleh plankton mengandung informasi yang dapat digunakan untuk menafsirkan kelimpahan dan parameter biofisik lainnya (MacLennan dan Holiday, 1996). Berdasarkan sebaran vertikal plankton dibagi menjadi : a)
Epiplankton Epiplankton adalah plankton yang hidup di lapisan permukaan sampai
kedalaman sekitar 100 m. Lapisan laut teratas merupakan lapisan sedalam sinar matahari dapat menembus perairan. Namun dari kelompok epiplankton ini ada juga yang hanya hidup di lapisan yang sangat tipis di permukaan yang langsung berbatasan dengan udara. Plankton semacam ini disebut neuston. Contoh yang menarik adalah fitoplankton Trichodesmium, yang merupakan sianobakteri berantai panjang yang hidup di permukaan dan mempunyai keistimewaan dapat mengikat nitrogen langsung dari udara. Neuston yang hidup pada kedalaman sekitar 0-10 cm disebut hiponeuston. Ternyata lapisan tipis ini mempunyai arti yang penting karena bisa mempunyai komposisi jenis yang kompleks. Dari kelompok neuston ini ada juga yang mengambang di permukaan dengan sebagian
15
tubuhnya dalam air dan sebagian lain lagi tersembul ke udara yang disebut pleuston. b)
Mesoplankton. Mesoplankton yakni plankton yang hidup di lapisan tengah, pada
kedalaman sekitar 100-400. Pada lapisan ini intensitas cahaya sudah sangat redup sampai gelap. Oleh sebab itu, di lapisan ini fitoplankton, yang memerlukan sinar matahari untuk fotosintesis, umumnya sudah tidak dijumpai. Lapisan ini dan lebih dalam didominasi oleh zooplankton. c)
Hipoplankton Hipoplankton adalah plankton yang hidupnya pada kedalaman lebih dari
400 m. Termasuk dalam kelompok ini adalah batiplankton (bathyplankton) yang hidup pada kedalaman > 600 m, dan abisoplankton (abyssoplankton) yang hidup di lapisan yang paling dalam, sampai 3000 – 4000 m. Sebagai contoh, dari kelompok eufausid, Bentheuphausia ambylops dan Thysanopoda adalah jenis tipikal laut-dalam yang menghuni perairan pada kedalaman lebih dari 1500 m. Kelompok kaetognat, Eukrohnia hamata, dan Eukrohnia bathypelagica termasuk yang hidup pada kedalaman lebih dari 1000 m. Menurut Widodo et. al (1998) terdapat beberapa metode untuk melakukan estimasi potensi sumberdaya ikan di Laut Indonesia, salah satunya adalah dengan metode hidroakustik. Perkembangan teknologi dewasa ini berdampak baik pada perkembangan teknologi hidroakustik sehingga mampu mendeteksi agregasi dari plankton . Salah satunya Simrad EK-60 dan EY-60 adalah alat akustik yang mampu mendeteksi plankton (SIMRAD, 2008). Keungulan yang dimiliki oleh EK-60 adalah alat ini dapat dioperasikan dengan simultan 7 frekuensi yang
16
berbeda dengan jarak frekuensi 18-333kHz dengan jarak dinamik 150 dB. Menurut APEM data hidroakustik yang terekam memiliki koordinat GPS (Global Positioning System) sehingga data akustik dapat dengan mudah diaplikasikan dalam bidang GIS (Geographic Information System).
2.1.7. Analisis Dinamika Plankton dan Ikan di Perairan Pada perairan terjadi dinamika yang dilakukan oleh biota-biota yang berada didalamnya. Sebagai contoh, plankton melakukan pergerakan diperairan atau migrasi pada saat siang dan malam. Ikan pun demikian melakukan pergerakan untuk pemijahan, mencari makanan dan mencari daerah yang cocok untuk kelangsungan hidupnya. Migrasi ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor baik faktor eksternal (berupa faktor lingkungan yang secara langsung atau tidak langsung berperan dalam migrasi ikan) maupun internal (faktor yang terdapat dalam tubuh ikan). Migrasi vertikal pola makan plankton mengacu pada pola pergerakan organisme laut yang hidup pada zona fotik yang dilakukan setiap hari. Organisme laut menunjukkan pola perilaku baik organisme mikroskopis plankton sampai pada ukuran yang besar yaitu nekton, seperti ikan. Organisme tersebut umumnya melakukan migrasi vertikal pola makan sebagai respon dari adanya ketidakstabilan dari suatu ekologis (sumber, mangsa, predator) di zona pelagis. Fitoplankton autotrof, pada siang hari membutuhkan cahaya untuk fotosintesis secara eksponensial dari permukaan laut, namun ketersediaan nutrisi untuk melakukan fotosintesis diperoleh pada malam hari. Pada malam hari ketersedian nutrisi di kolom perairan meningkat, sehingga fitoplankton turun
17
menuju kolom perairan untuk menyerap nutrisi. Nutrisi yang diperoleh pada kolom perairan yang akan dibawa ke permukaan untuk proses fotosintesi. Sebaliknya, organisme zooplankton heterotrof dan hewan-hewan yang lebih besar tidak memerlukan cahaya untuk pertumbuhan (meskipun beberapa mixotrops memiliki endosimbion yang memerlukan cahaya). Migrasi menuju permukaan yang dilakukan oleh zooplankton heterotrof dan biota-biota yang lebih besar lainnya dilakukan pada waktu senja, dimana mangsa diperairan meningkat. Ada beberapa biota pun melakukan pola migrasi vertikal berlawanan pola makan dimana bepergian ke permukaan pada malam hari untuk mencari makan, kemudian turun ke kedalaman lebih gelapdilakukan pada siang hari. Selain menghindari predator, perairan yang lebih dalam juga lebih dingin. Selama periode ketika makanan relatif langka, menuju ke perairan yang suhu yang lebih rendah memperlambat metabolisme organisme, yang memungkinkan mereka untuk hidup di kedalaman tersebut.
2.2. Progressive Threshold Progressive threshold mirip dengan proses penyaringan, yaitu menyaring nilai-nilai yang ingin ditampilkan. Penggunaan beberapa threshold juga berfungsi untuk menghilangkan reverberasi atau unwater target. Jika ingin melihat ikan maka yang termasuk reveberasi adalah plankton dan partikel-partikel yang harus dihilangkan. Menurut Ekcmann (1998) thresholding biasanya digunakan untuk menghilangkan kontribusi yang tidak diingikan seperti noise pada intergrator output. Proses thresholding mendiskriminasikan target kecil, namun teknik ini
18
tidak dapat digunakan untuk studi kuantitatif dari target kecil dalam cakupan yang lebih besar. Ekcmann melakukan pengalokasian untuk melihat kelimpahan target yang kecil. Ketika Sa diplotkan terhadap integrator threshold maka akan terlihat sebuah fungsi asymptotic Bertalanffy. Jika kemiringan dari kurva yang dihasilkan menurun pada beberapa intermediate threshold level dan kemudian naik kembali sebelum dataran tinggi akhir tercapai, maka integrator output dapat dialokasikan untuk dua kelompok target sesuai dengan prinsip linearitas pada akustik. Nilai Sa maksimum untuk target yang lebih besar dan nilai Sa minimum untuk target yang lebih kecil (Ekcmann, 1989).
2.3. Kondisi Umum Laut Flores Laut Flores adalah laut yang terdapat di sebelah utara Pulau Flores. Laut Flores juga menjadi batas alami antara Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan Provinsi Sulawesi Selatan. Sebelah utara Laut Flores terdapat gugusan pulaupulau kecil, diantaranya Kepulauan Bonerate dan Pulau Kalaotoa. Laut Flores memiliki kedalaman hingga 5.123 m dan mecakup 93.000 mil persegi (240.000 km2) air di Indonesia. Potensi sumberdaya ikan di perairan Laut Flores cukup tinggi (Mallawa 2006), salah satunya plankton. Menurut Ilahude (1996) suhu permukaan Laut Flores saat MT (musim timur) di bawah 28oC, yaitu berkisar antara 26,5-27,5oC. S max (salinitas maksimum) Laut Flores berkisar antara 34,5-34,66 psu pada kedalaman 80-150 m (Ilahude dan Gordon 1996).
3.
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan data echogram yang mengcover lokasi penelitian tepatnya berada pada koordinat 6o10,01” sampai 7o2,99” LS dan 113o56,44”sampai 120o18,32” BT (Gambar 1) pada tahun 2005 di Laut Jawa sampai Laut Flores. Survei dilakukan oleh pihak Balai Riset Perikanan Laut (BRPL) Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) pada tanggal 13 sampai 27 Oktober 2005. Data yang diolah dalam penelitian ini berjumlah 90 file. Adapun lokasi pengolahan data akustik dilakukan di Laboratrium Akustik Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan IPB dan Laboratorium Akustik BRPL, Jakarta Utara dan penelitian dilakukan pada tanggal 1 September 2011 sampai 30 April 2012.
3.2. Kapal Survei Pengambilan data akustik di perairan Laut Flores menggunakan Kapal Riset Bawal Putih 188 GT. Spesifikasi Kapal Riset Bawal Putih sebagai berikut : Nama kapal
: Kapal Riset Bawal Putih
Bendera
: Republik Indonesia
Panjang kapal
: 26,5 m
Lebar kapal
: 3,5 m
Tinggi kapal
: 6,5 m
Tipe
: Stern Trawl
Kapasitas
: 188 GT
19
Kekuatan mesin pendorong
: 550 PK
Merek mesin utama
: Yanmar 6 MA-DT (550 HP)
Generator
: Yanmar 6 RD-GE dan 6KF-AL (170 HP/unit)
Bahan kasko
: Baja
Tempat Pemeriksaan
: Semarang
Kecepatan rata-rata
: 5 Knot
Kecepatan maksimum
: 7,5 Knot
Kapasitas bahan bakar
: 62,440 liter
Kapasitas minyak pelumas
: 3,80 m3
Kapasitas air tawar
: 18.750 liter
Alat penangkapan
: Stern Trwal
3.3. Instrumen dan Peralatan Penelitian Pada penelitian ini digunakan perangkat hidroakustik yaitu berupa SIMRAD EK60 Scientific Echosounder System. Selama perekaman data akustik, perangkat SIMRAD EK60 Scientific Echosounder System di-setting sebagai berikut: Frekuensi
: 120 kHz
Kecepatan Suara
: 1546,55 m/s
TVG
: 27 dB
Durasi pulsa
: 0,512 m/s
Alat yang digunakan selama penelitian untuk pengolahan data adalah Personal Computer (PC) atau Laptop dan Dongle, Microsoft Excel 2007, Microsoft Word 2007, Software Echoview 4.0, Software ArcGIS, Golden Software Surfer 9 dan Software Matlab R2008b.
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian dan Track Sounding di Laut Flores 21
Gambar 3. Tracking Kontur Kedalaaman 3D di Laut Flores
22
23
3.4. Pengolahan Data 3.4.1. Pengolahan Data Plankton Data plankton yang telah diperoleh dalam bentuk .raw diolah melalui beberapa tahapan yaitu pengolahan thresholding dan pengolahan distribusi plankton. Pada tahap pengolahan thresholding yang dilakukan dengan menggunakan Echoview 4.0 dan Microsoft Excel 2007. Pengolahan ini dilakukan untuk melakukan proses progressive thresholding, mengetahui batasan kisaran target, serta mengetahui daerah penelitian dari koordinat yang diperoleh pada pengelolaan thresholding.
Pengolahan thresholding
1. Echoview 2. Excel
Pengolahan sebaran plankton
Matlab
Gambar 4. Diagram Alir Pengolahan Data Plankton
Pada pengolahan visualisasi sebaran plankton dilakukan menggunakan Matlab R2008b. Tahapan ini untuk menampilkan batasan threshold secara visual distribusi plankton dan target lainnya diperairan secara vertikal atau pembagian berdasarkan kedalaman.
3.4.2. Pengolahan Data Thresholding Pengolahan data thresholding dilakukan untuk mengetahui ambang batas nilai plankton di perairan. Pada tahapan ini dilakukan penyesuaian dengan
24
membatasi kedalaman dan threshold dengan melakukan grid pada ecoviewnya. Daerah yang ter-grid memiliki nilai NASC yang berbeda berdasarkan echogram color yang diubah nilai color display minimum dan color display range yang diubah. Pada pengubahan nilai echogram color tersebut yang akan mempengaruhi batasan maksimum dan minimum nilai threshold. Data NASC yang diperoleh diolah menggunakan excel. Pengolahan data pada excel dilakukan untuk mengetahui nilai Sa plankton yang dapat dilihat dari nilai tresholding yang sering muncul. Pada tahapan ini juga dilakukan pencatat nilai bujur dan lintang yang akan diplotkan dengan lokasi penelitian plankton di perairan.
Echoview
Raw data
Pengolahan Data Pada Golden SoftwareSurfer 9, ArcGIS dan Matlab R2008b
Pengolahan Data Menggunakan Excel
Sa, NASC Bujur dan Lintang
Tentukan ESDU
Pembatasan Kedalaman
Pembatasan Treshold
Upper display dispay limit limitdan lowper dan lower display display limit limit
Mengubah color display maksimum dan color display rangen
Integrasi petak yang memiliki target yang dicari
Gambar 5. Diagram Alir Pengolahan Threshold
Grid
25
Dalam penelitian ini penentuan nilai ESDU dilakukan dengan metode progressive threshold. Metode progressive threshold dilakukan dengan mengintegrasi pada setiap ESDU dengan menggunakan level threshold maksimum dan minimum yang ditentukan. Pada penelitian ini nilai threshold yang digunakan yaitu nilai threshold minimum pada -90 dB dan nilai threshold maksimum pada -30dB. Kemudian dilakukan integrasi berikutnya pada ESDU yang sama menggunakan threshold yang ditingkatkan dengan jeda 1,5 dB (misalnya : threshold maksimum -30 dB dan threshold minimum -88,5 dB). Integrasi dilakukan hingga level threshold minimum dan level threshold maksimum atau tidak terdapat lagi target pada ecogram (nilai Sa-nya sampai 9999).
3.4.3. Pengolahan Sebaran Plankton Menggambarkan sebaran plankton diperairan dapat dilakukan dengan menggunakan software Matlab. Dengan menggunakan software Matlab dapat diketahui sebaran plankton diperairan berdasarkan kedalaman. Berikut sintag yang digunakan untuk melihat sebaran plankton berdasarkan kedalaman : •
Syntax Sebaran Target Berdasarkan Kedalaman 0-100 Meter
clear all; clc; z=load('Ratadepth0-100.txt'); x=linspace(-90,-31.5,40); y=linspace(1,34,34); [xx,yy]=meshgrid(x,y);
26
zz=interp2(x,y,z,xx,yy,'cubic'); mesh(xx,yy,zz); contourf(xx,yy,zz); •
Syntax Sebaran Target Berdasarkan Kedalaman 100-150 Meter
clear all; clc; z=load('Ratadepth100-150.txt'); x=linspace(-90,-31.5,40); y=linspace(1,28,28); [xx,yy]=meshgrid(x,y); zz=interp2(x,y,z,xx,yy,'cubic'); mesh(xx,yy,zz); contourf(xx,yy,zz); •
Syntax Sebaran Target Berdasarkan Kedalaman 100-150 Meter
clear all; clc; z=load('Ratadepth150-250.txt'); x=linspace(-90,-31.5,40); y=linspace(1,28,28); [xx,yy]=meshgrid(x,y); zz=interp2(x,y,z,xx,yy,'cubic'); mesh(xx,yy,zz); contourf(xx,yy,zz);
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Visualisasi Sebaran Kelompok Target di Perairan Pada Kedalaman 10
28
(plankton yang ditemukan pada permukaan perairan hingga kedalaman 100 meter) dan jenis spesies gelatinous animal (Aurelius aurelia) (Mutlu,1996). Pada kedalaman 10
29
Gambar 6. Sebaran Kelompok Target di Perairan Pada Kedalaman 10
Sebaran target yang mendominasi kedalaman 10
Plankton
Ikan
Gambar 7. Sebaran Kelompok Target di Perairan Pada Kedalaman 10
30
Sebaran target pada kedalaman 10
schooling ikan
Gambar 8. Sebaran Kelompok Target di Perairan Pada Kedalaman 10
Sebaran target dikedalaman 10
31
yang memang sejak awal pada Gambar 7 dan 8 terlihat pekat pada kedalaman sekitar 50 meter, sehingga pada range threshold ini masih terlihat pekat diperairan.
schooling ikan
Gambar 9. Sebaran Kelompok Target di Perairan Pada Kedalaman 10
4.2. Visualisasi Sebaran Kelompok Target di Perairan Pada Kedalaman 100
32
diperkirakan berupa Thunnus obesus (Josse, 2000), Thunnus albacores (Josse, 2000), Neoscopelus macrolepidotus (Weber, 1965)dan Myctophum splendidum (Weber, 1965). Pada kedalaman ini sebaran target lebih cendrung stabil dengan daerah yang dominan pada range threshold kisaran -75 dB hingga -69 dB dan range threshold 42 dB hingga -39 dB, dari range threshold -60 dB hingga -48 dB dan range threshold -42 dB hingga -36 dB (Gambar 10).
Gambar 10. Sebaran Kelompok Target di Perairan Pada Kedalaman 100
Sebaran target yang mendominasi kedalaman 100
33
lagi sehingga pada lapisan permukaan tersebut dapat dikatakan target berupa plankton. Pada lokasi ini, echogram juga menampilkan fenomena terjadi pelapisan massa air diperairan hal ini diduga dari letak geografis perairan Laut Flores yang memiliki palung laut sehingga pergerakan massa air terjadi cukup lama sehingga terjadi strata perairan seperti yang terlihat pada Gambar 11.
Plankton
Ikan
Gambar 11. Sebaran Kelompok Target di Perairan Pada Kedalaman 100
Sebaran target dikedalaman 100
34
Schooling Ikan
Gambar 12. Sebaran Kelompok Target di Perairan Pada Kedalaman 100
4.3. Visualisasi Sebaran Kelompok Target di Perairan Pada Kedalaman 150
35
Astrones chrysophekadion dan Astrones cyaneus yang dapat ditemukan pada kedalaman ≤ 200 meter pada saat juvenile sedangkan pada saat dewasa ditemukan pada kedalaman 300-1400 m bahkan dapat mencapai 2000 m (Gloerfalt-Trap, 1979). Pada range threshold -42 dB hingga -36 dB dan range threshold -63 dB hingga -61,5 dB kemunculan sebaran target yang timbul tidak mendominasi di perairan dibandingkan pada range threshold -73,5 dB hingga -67,5 dB, range threshold -63 dB hingga -61,5 dB dan range threshold -42 dB hingga -36 dB (Gambar 13).
Gambar 13. Sebaran Kelompok Target di Perairan Pada Kedalaman 150
Sebaran target yang mendominasi kedalaman 150
36
digunakan Gambar 15, dimana pada gambar tersebut target dipermukaan terlihat namun tidak sepekat pada Gambar 14 yang disebabkan pergerakan range threshold. Pada lokasi ini, echogram juga menampilkan fenomena terjadi pelapisan massa air diperairan hal ini diduga dari letak geografis perairan Laut Flores yang memiliki palung laut sehingga pergerakan massa air terjadi cukup lama sehingga terjadi strata perairan seperti yang terlihat pada Gambar 14 saat range threshold diubah.
1
Pelapisan massa air
2
3
Gambar 14. Sebaran Kelompok Target di Perairan Pada Kedalaman 150
Sebaran target dikedalaman 150
37
massa air, lapisan pertama adalah lapisan mixed layer dengan suhu yang homogen, lapisan kedua adalah lapisan termoklin dan lapisan ketiga adalah lapisan mixed layer dengan suhu yang relative homogen (Natsir, 2001). Pada lapisan pertama menunjukan daerah yang kurang optimal untuk ikanikan pelagis karena daerah lapisan termoklin ini memiliki suhu yang relatif rendah, namun diduga pada lapisan atas berupa plankton. Pada lapisan kedua dan ketiga merupakan daerah yang optimal ikan pelagis dan demersal. Hal tersebut diduga, ikanikan yang ditemukan pada daerah tersebut merupakan ikan yang mencari makan pada pertemuan dua massa air yang berbeda.
Gambar 15. Sebaran Kelompok Target di Perairan Pada Kedalaman 150
38
target tersebut diduga berupa arus arus bawah (internal current) yang mempegaruhi terjadinya daerah termoklin dan perbedaan massa air di Laut Flores.
internal current
Gambar 16. Sebaran Kelompok Target di Perairan Pada Kedalaman 150
4.4. SEBARAN PLANKTON DI PERAIRAN LAUT FLORES Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa untuk rangen threshold yang terlihat dominan dengan tampilan tegas di perairan terdapat pada rangen threshold 73,5 dB hingga -67,5dB pada kedalaman 10
39
Gambar 17. Sebaran Kelompok Target di Perairan Plankton (a.) Kedalaman 10
Pada kedalaman 10
40
kedalaman sekitar 100-400 meter. Jenis plankton yang hidup pada 100
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Hasil intergrasi threshold data akustik pada perairan Laut Flores pada range threshold -73.5 dB hingga -67.5 dB diduga target berupa plankton. Pada penelitian ini dilakukan pembagian wilayah vertikal sebaran plankton di Laut Flores menjadi tiga kedalaman, yaitu kedalaman 10
41
42
(yellowfin tuna), Thunnus obesus (bigeye tuna) , Neoscopelus macrolepidotus, Myctophum splendidum , Astrones chrysophekadion serta Astrones cyaneus.
5.1. Saran Diharapkan pada penelitian selanjutnya diikuti dengan sampling biota (plankton dan ikan ) yang terdeteksi pada echosonder dan membandingkan dengan data in situ menggunakan deep sea plankton net.
DAFTAR PUSTAKA
Azis, K.A., M. Boer, J. Widodo, N. Naamin, M.H. Amarullah, B. Hasyim, A. Djamali, dan B.E. Priyono. 1998. Potensi, Pemanfaatan dan Peluang Pengembangan Sumberdaya Ikan Laut di Perairan Indonesia. Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Perikanan Laut-Pusat Kajian dan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan, Bogor, 33 hal. Burczynsky, J.J. 1982. Introduction to the Use of Sonar System Estimating Fish Biomass. FOA. Fisheries Technical Paper No. 191 Revision 1. Food And Agriculture Organization Of The United Nations. Rome. Burczynski, J.J. and Johnson, R.L. (1986) Application of dual-beam acoustic survey techniques to limnetic populations of juvenile sockeye salmon, Oncorhynchus nerka. Can. J. Fish. Aqu.Sci. 43, 1776–88. Cqtel, P and Petit, D. 1995. Target Strength Measurements On Three Pelagic Fishes From The Java Sea. Reprint from the Fourth Asian Fisheries Forum. Beijing. Cina. Duror, M. 2004. Pendugaan Sebaran Zooplankton Dengan Metode Hidroakustik Di Perairan Pesisir Barat Sumatera. Skripsi. Program Studi Ilmu Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Eckmann, R.1998. Allocation of Echo Integrator Output in Small Larva Insect (Chaoborus sp.) and Medium-Sized (Juvenis Fish) Targets. Fisheries Research, 53: 107-103. Fahad. 2006. Penentuan Antara Ikan Dengan Megaplankton Melalui Analisis Beda Mean Volume Backscatering Strength. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Gloerfalt-Trap, T. and J. K. Patricia. 1979. Trawled Fishes of Southern Indonesia and Northwestern Australia.Tien Wah Press: Singapura. Gordon, A, L,.2005. Oceanography of The Indonesian Seas and Their Trhoughflow. Oceanography. 18 (4): 14-27. Hestirianoto, T. 2008. Pendugaan Kelimpahan Ikan di Pantai Sumur Pandeglang dengan Metode Progressive Thresholding. Seminar Nasional Purna Bhakti Prof. Dr. Ir. Bonar P. Pasaribu,M.sc, 29 Oktober 2008, IPB ICC-Bogor, Bogor.
43
44
Jaya, A dan Fauziyah. 2010. Densitas Ikan Pelagis Kecil Secara Akustik di Laut Arafura. Ilmu Kelautan FMIPA. Universitas Sriwijaya. Sumatera Selatan, Indonesia. Jurnal Penelitian Sains. Volume : 13 November 1 (D) 13106. Josse, E., and Bertrand, A. 2000. In situ acoustic target strength measurements of tuna associated with a fish aggregating device. ICES Journal of Marine Science, 57: 911–918. Kitchen, James C. and J. Ronald V. Zaneveld. 1992. A three-layered sphere model of the optical properties of phytoplankton. College of Oceanography. Oregon State University. American Society : Corvallis. Komariah, S. 2011. Penentuan Sebaran Sa (Backscattering Areas) di Laut Flores Berdasarkan Metode Progressive Threshold. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Ilmu dan Teknologi Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Lurton, X. 2002. An Introduction to Underwater Acoustic. Principles and Applications. Praxis Publishing Ltd. Chincester. UK. Mallawa, A. 2006. Pengolahan Sumberdaya Ikan Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat. Lokakarya agenda penelitian program COREMAP II kabupaten Selayar, 9-10 September 2006, Hotel Selayar Beach. Benteng. Maclennan, D. N dan Simmonds, E. J. 2005. Fisheries Acoustic. Chapman and Hall. Oxford : Blackwell Science. Maclennan, D. N dan Simmonds, E. J. 1992. Fisheries Acoustics Theory and Practice. Oxford : Blackwell Science. Muripto, I. 2000. Analisis Pengaruh Faktor Oseanografi Terhadap Sebaran Spatial dan Temporal Sumberdaya Ikan di Selat Sunda. Skripsi. Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Mutlu, E.1996. ‘‘Target strength of the common jellyfish Aurelia aurita: A preliminary experimental study with a dual-beam acoustic system,’’ICES J. Mar. Sci. 53, 309–311. Nakken, O., Olsen, K. 1977. Target Strength Measurements of Fish. Rapp. P.-v. Riun. Cons. int. Explor. Mer, 170: 52-69.Norway. Natsir, M. 2001. Analisis Hubungan Distribusi Densitas Dan Target Strength Ikan Dengan Parameter Oseanografis Di Perairan Bagian Utara Pulau Komodo. Skripsi. Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
45
Pauly,D.,A.Cabanban and F.S.B.Torres, Jr.1995. Fishery Biology of 40 TrawlCaught Teleosts of Western Indonesian (Biologi Perikanan dari 40 Teleostei yang Tertangkap oleh Jaring Trawl di Perairan Indonesia Bagian Barat), p.135-216. in D. Pauly and P. Martosubroto (eds) Baseline Studies of Biodiversity: The Fish Resource of Western Indonesia.ICLARM Study. Rev. 23,312 p. Prasetyo, Y.D. 2007. Sebaran Spasio Temporal Volume Backscattering Strength (SV) Ikan Demersal Menggunakan Metode Progressive Thresholding. (Skripsi). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Simrad. 2008. Simrad EK-6O Scientific Echo Sounder. Konsberg Maritim AS. Norway. Simrad. Simrad EY 500. 1995. Portable Echosounder.Horten. Norwey. Sunardi, Yudhana, A., D. Jafri, and R.B. R. Hasan. 2008. Swinbladder of Fish Target Strength. Telkomnika. Vol.VI. No.2. ISSN: 1693-6930. Swiniarski, J. 1994. Application Of Hydroacoustic Techniques To Exploitation Of Biological Resources Of The Sea. Departement of Fishing Techniques. University of Agriculture, Szczecin. Polandia. Weber, M. and DeBeaufort, L. F. 1965. The Fishes of the Indo-Australian Archipelago. Leiden : E. J. Brill. Xie. J dan Jones. I. S. F. 2009. A Sounding Scattering Layer in a Freshwater Reservoir. Marine Study Center University of Sydney. Australia.
LAMPIRAN
46
47
Lampiran 1. Contoh Data Integrasi Target Pada Stasiun 50 pada Ping 100
Threshold -90.00 -88.50 -87.00 -85.50 -84.00 -82.50 -81.00 -79.50 -78.00 -76.50 -75.00 -73.50 -72.00 -70.50 -69.00 -67.50 -66.00 -64.50 -63.00 -61.50 -60.00 -58.50 -57.00 -55.50 -54.00 -52.50 -51.00 -49.50 -48.00 -46.50 -45.00 -43.50 -42.00 -40.50 -39.00 -37.50 -36.00 -34.50 -33.00 -31.50
NASC Sa 835.38 0 835.26 0.12 835.08 0.18 834.76 0.32 834.24 0.52 833.36 0.88 832 1.36 829.96 2.04 826.94 3.02 822.79 4.15 817.6 5.19 811.71 5.89 805.75 5.96 800.31 5.44 795.83 4.48 793 2.83 791.59 1.41 790.84 0.75 790.61 0.23 790.1 0.51 789.89 0.21 789.39 0.5 788.94 0.45 787.99 0.95 786.44 1.55 784.82 1.62 782.36 2.46 776.78 5.58 770.05 6.73 758.25 11.8 742.49 15.76 709.36 33.13 665.68 43.68 605.33 60.35 538.21 67.12 467.72 70.49 347.67 120.05 172 175.67 62.91 109.09 37.23 25.68
Lampiran 2. Contoh Data Intergrasi Kemunculan Target di Perairan
Threshold
Folder 50 51 52 53 54 55 Deep Max (M) 72 73 72 70 70 70 Bujur 113.9407 114.0023 114.0058 114.0897 114.1747 114.2602 Lintang -6.16683 -6.16883 -6.17067 -6.16833 -6.167 -6.16683 -84.0 0 0 1 0 0 0 -82.5 0 10 0 0 0 0 -79.5 0 1 0 0 0 0 -78.0 0 0 1 0 0 0 -76.5 0 0 0 0 0 1 -73.5 0 3 1 8 7 2 -72.0 9 7 9 2 3 8 -70.5 0 0 0 0 1 0 -69.0 1 0 0 0 0 0 -67.5 0 0 0 0 0 0 -66.0 0 0 0 0 1 0 -63.0 0 0 0 1 0 0 -61.5 1 0 1 1 0 0 -60.0 2 2 1 4 5 8 -58.5 3 8 4 2 2 2 -57.0 3 1 0 0 4 2 -55.5 0 2 1 2 2 1 -54.0 2 1 1 3 2 2 -52.5 3 0 2 3 1 4 -51.0 0 3 0 0 1 3 -49.5 0 1 2 0 3 1 -48.0 0 1 2 0 3 2 -46.5 2 0 0 3 0 1 -45.0 1 0 2 2 1 0 -43.5 2 4 4 1 2 6 -42.0 1 2 1 3 4 3 -40.5 1 4 2 1 5 2 -39.0 2 4 3 2 3 1 -37.5 2 0 3 5 1 2
56 57 58 59 60 61 62 70 70 70 70 65 70 70 114.345 114.418 114.5148 114.5995 114.6843 114.7692 114.8542 -6.16683 -6.167 -6.16683 -6.16383 -6.16433 -6.16683 -6.16667 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0 0 0 0 0 0 5 0 0 0 8 0 0 0 9 5 0 1 10 0 0 1 5 10 3 0 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 1 0 0 1 3 0 4 3 0 0 2 0 0 1 4 3 1 4 3 0 2 1 0 4 1 2 1 1 1 2 1 2 1 7 3 2 2 0 1 3 1 2 1 3 0 3 1 4 1 2 2 5 2 2 1 2 0 3 1 1 0 2 0 3 3 0 0 0 0 0 1 3 2 1 0 0 8 0 0 0 1 4 8 1 3 4 2 2 6 2 1 5 2 7 6 1 1 1 1 2 3 3 3 0 2 5 7 0 1 0 1 48
Lampiran 2. Lanjutan
Threshold
Folder Deep Max (M) Bujur Lintang -72.0 -70.5 -69.0 -67.5 -66.0 -64.5 -63.0 -61.5 -60.0 -58.5 -57.0 -55.5 -54.0 -52.5 -51.0 -49.5 -48.0 -46.5 -45.0 -43.5 -42.0 -40.5 -39.0 -37.5 -36.0 -34.5 -33.0 -31.5
63 64 65 70 70 70 114.939 115.0013 114.999 -6.16667 -6.16733 -6.166 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 9 8 0 1 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 3 5 5 4 3 2 1 4 3 2 0 5 3 1 1 0 0 0 0 0 0 0 8 5 3 2 4 5 1 2 3 0 0 1 0 2 0 2 3 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0
66 67 68 69 71 74 75 78 115.083 115.1685 115.2538 115.3395 -6.16717 -6.16683 -6.16683 -6.16783 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7 9 2 0 3 1 8 9 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 2 0 2 3 2 5 2 3 3 3 4 3 1 3 2 1 3 0 1 1 1 2 0 0 0 0 0 0 1 1 6 5 1 0 3 5 1 6 1 1 4 4 0 0 6 1 1 1 0 2 1 1 3 2 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 3 1
70 71 80 80 115.4248 115.5102 -6.16833 -6.167 0 0 0 0 0 8 0 2 0 0 1 0 9 0 0 0 0 1 0 2 0 0 2 1 1 1 0 1 3 1 5 1 0 3 1 0 0 1 1 1 6 2 3 4 2 3 2 3 3 3 1 4 1 2 2 4
72 73 84 88 115.5947 115.6792 -6.16617 -6.16733 5 0 5 0 0 0 0 10 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 2 0 1 1 1 0 2 0 2 0 3 2 2 1 4 0 1 1 3 3 1 1 4 3 5 3 2 3 2 6 1
74 75 70 95 115.0013 115.8497 -6.16733 -6.16667 0 0 0 2 0 8 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 1 2 4 4 1 3 3 2 1 1 2 4 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 4 2 2 3 2 5 2 3 4 0 6 0 3 4
49
Lampiran 2. Lanjutan
Threshold
Folder 76 77 Deep Max (M) 95 96 Bujur 115.9353 116.0008 Lintang -6.16683 -6.16733 -72.0 0 0 -70.5 10 10 -69.0 0 0 -67.5 0 1 -66.0 0 0 -64.5 0 0 -63.0 0 0 -61.5 0 0 -60.0 4 0 -58.5 2 8 -57.0 2 2 -55.5 0 2 -54.0 3 3 -52.5 0 2 -51.0 0 1 -49.5 6 1 -48.0 0 2 -46.5 2 1 -45.0 1 0 -43.5 2 0 -42.0 2 3 -40.5 1 6 -39.0 1 1 -37.5 3 0 -36.0 6 2 -34.5 1 0 -33.0 5 0 -31.5 1 0
78 79 95 95 115.9987 116.0842 -6.1665 -6.16667 0 0 10 0 0 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 3 0 1 3 2 0 2 2 1 5 1 0 3 1 0 3 1 1 0 1 1 0 1 6 2 4 3 3 3 1 2 2 4 2 3 0 5
80 81 82 95 92 90 116.1687 116.2535 116.3383 -6.167 -6.1665 -6.167 0 0 3 1 0 7 9 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 3 4 4 5 1 1 1 2 1 1 2 3 3 3 3 1 5 0 1 2 2 3 0 3 1 0 0 0 0 0 0 10 10 6 0 0 2 1 3 5 2 1 1 1 3 1 3 2 1 1 0 2 0 1 0 1 0 0
83 84 82 193 116.4232 116.508 -6.167 -6.167 7 6 3 4 0 0 0 0 0 0 2 0 2 0 3 1 1 0 0 4 1 4 2 2 2 1 3 6 1 0 2 2 1 1 0 0 0 0 4 0 1 6 0 0 2 0 6 2 1 0 7 0 1 0 4 0
85 193 116.5925 -6.16717 10 0 0 0 0 0 0 0 2 8 0 0 3 2 3 3 1 0 0 0 10 0 1 0 0 0 0 0
86 87 88 193 193 193 116.677 116.7613 116.8467 -6.16667 -6.16683 -6.167 0 0 0 1 0 0 9 8 3 0 2 6 0 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 3 0 0 4 0 0 0 0 0 2 1 1 0 4 1 1 3 3 6 1 3 1 6 4 4 1 3 1 3 3 0 1 0 0 1 0 10 0 0 0 2 2 0 8 7 0 1 3 0 1 2 1 0 0 0 0 1 0 0
50
Lampiran 2. Lanjutan
Threshold
Folder 89 90 91 92 93 94 Deep Max (M) 193 193 193 193 250 250 Bujur 116.8468 117.0018 117.0067 117.0895 117.1753 117.2597 Lintang -6.167 -6.168 -6.1695 -6.16667 -6.1515 -6.16667 -81.0 0 1 0 0 0 0 -70.5 3 1 0 1 0 0 -69.0 7 9 10 9 0 0 -67.5 0 0 0 0 10 6 -66.0 0 0 0 0 0 4 -64.5 0 0 0 0 0 2 -63.0 0 0 0 0 10 7 -61.5 0 0 0 0 0 0 -58.5 8 5 0 0 0 0 -57.0 0 0 2 5 1 0 -55.5 3 1 5 2 1 2 -54.0 2 1 2 3 2 1 -52.5 6 1 3 3 3 2 -51.0 3 0 1 1 1 1 -49.5 4 2 4 4 5 3 -48.0 1 1 3 2 1 0 -46.5 0 1 1 3 1 4 -45.0 0 0 0 2 2 2 -43.5 0 0 1 2 1 1 -42.0 3 2 3 2 2 2 -40.5 7 5 3 1 3 0 -39.0 1 1 5 3 1 2 -37.5 1 3 0 4 2 2 -36.0 0 1 0 4 4 5 -34.5 1 1 1 4 6 4 -33.0 2 1 1 1 2 2 -31.5 2 2 0 0 3 2
95 96 97 99 100 101 250 250 250 250 250 250 117.346 117.4328 117.5185 117.6878 117.7725 117.8568 -6.167 -6.16733 -6.16717 -6.167 -6.16733 -6.16733 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 4 0 7 10 2 8 6 10 3 0 7 2 0 0 0 0 1 0 0 0 3 9 7 7 4 7 7 1 0 0 6 3 0 0 0 0 0 0 2 1 0 0 0 0 2 2 0 0 4 1 1 2 3 2 0 6 1 1 0 3 2 1 0 1 2 3 2 1 3 2 0 1 5 3 1 0 0 1 2 1 0 2 0 1 1 2 2 0 1 0 0 2 3 5 2 0 0 0 1 2 1 10 0 2 1 3 4 0 1 7 3 0 0 0 5 0 2 3 1 0 3 2 2 2 8 0 1 0 5 5 1 0 2 0 4 4 5 0 1 0 1 2 2 0 1 0
51
102 250 117.941 -6.16667 0 0 0 8 0 0 9 1 0 3 2 6 2 5 3 2 1 1 1 0 4 2 5 4 1 1 2
Lampiran 2. Lanjutan
Threshold
Folder 103 104 105 106 107 108 Deep Max (M) 250 250 220 250 250 250 Bujur 118.0033 118.0052 118.0883 118.1708 118.2552 118.3395 Lintang -6.167 -6.18417 -6.18217 -6.16917 -6.16667 -6.16667 -76.5 0 0 0 0 0 1 -73.5 0 0 1 0 0 0 -72.0 0 0 4 0 0 0 -70.5 0 0 5 0 0 0 -69.0 0 0 0 0 0 0 -67.5 10 10 0 7 3 7 -66.0 0 0 10 0 1 2 -64.5 0 0 0 0 1 0 -63.0 8 10 0 10 6 5 -61.5 2 0 2 0 4 5 -60.0 0 0 2 0 0 0 -58.5 0 0 1 0 0 0 -57.0 2 1 2 0 0 0 -55.5 2 4 5 1 2 0 -54.0 3 3 2 0 1 0 -52.5 3 4 6 2 6 6 -51.0 3 1 3 2 1 1 -49.5 5 6 4 6 6 5 -48.0 0 3 5 0 3 4 -46.5 1 0 1 1 1 1 -45.0 0 1 0 0 0 0 -43.5 0 0 0 0 0 0 -42.0 1 4 0 3 1 0 -40.5 9 6 6 1 9 10 -39.0 0 0 5 7 0 0 -37.5 1 1 1 3 1 0 -36.0 0 1 3 1 1 0 -34.5 1 0 1 1 1 1 -33.0 1 0 0 2 1 0
109 110 250 250 118.424 118.5083 -6.16667 -6.16683 0 0 9 0 0 0 10 0 0 0 1 7 1 0 0 0 9 5 1 5 0 0 0 0 0 1 0 3 1 3 5 6 3 1 5 8 1 1 0 2 0 1 0 0 0 0 10 10 0 0 0 0 0 4 0 0 0 0
111 112 113 114 250 193 145 145 118.593 118.6773 118.7618 118.8465 -6.16667 -6.16783 -6.16733 -6.168 0 0 0 0 0 10 0 0 0 0 0 3 0 0 7 7 0 0 3 0 1 0 1 0 0 0 1 0 4 0 0 0 6 0 0 0 3 0 0 0 1 3 0 1 0 5 0 2 0 2 1 2 4 1 0 3 4 2 5 3 2 4 1 2 2 2 3 5 5 2 4 3 2 3 0 1 1 0 1 0 0 2 0 0 0 1 0 0 0 0 9 8 10 3 1 2 0 4 1 0 0 2 0 0 1 4 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 52
115 145 118.931 -6.16767 2 2 0 10 0 0 0 0 0 0 1 3 1 2 2 2 3 4 2 0 0 0 1 0 9 1 1 0 1
Lampiran 2. Lanjutan
Threshold
Folder 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 Deep Max (M) 145 145 145 145 145 145 145 145 145 145 145 145 145 Bujur 119.0025 119.0115 119.0943 119.1783 119.2625 119.3472 119.4315 119.5162 119.6007 119.6853 119.7695 119.8538 119.9383 Lintang -6.16683 -6.17933 -6.17567 -6.16667 -6.16683 -6.16683 -6.16683 -6.16667 -6.16683 -6.16667 -6.1665 -6.16683 -6.16683 -72.0 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -70.5 0 10 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 -69.0 0 0 10 9 10 3 10 7 10 0 0 9 9 -67.5 0 0 0 1 0 7 0 0 0 10 10 1 0 -66.0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 -60.0 1 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -58.5 3 6 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 2 -57.0 2 0 3 2 4 0 2 3 3 1 0 2 2 -55.5 6 3 1 3 2 5 6 3 3 1 2 2 1 -54.0 1 2 6 4 5 2 0 3 3 4 2 3 3 -52.5 2 2 2 0 2 4 5 4 1 3 4 3 1 -51.0 4 2 5 7 3 5 2 3 5 3 3 5 4 -49.5 3 5 1 1 2 2 2 6 2 5 2 3 3 -48.0 3 4 4 3 0 3 2 2 2 2 2 2 4 -46.5 0 1 0 2 4 1 3 1 2 2 3 4 3 -45.0 0 0 0 0 1 1 0 1 2 2 4 5 2 -43.5 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 1 -40.5 8 10 10 9 6 2 2 0 0 0 0 0 0 -39.0 0 0 0 1 4 8 7 10 10 10 9 9 9 -37.5 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 -36.0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -34.5 3 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 2 1 -33.0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 -31.5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0
53
Lampiran 2. Lanjutan
Threshold
Folder 130 Deep Max (M) 145 Bujur 120.0322 Lintang -6.244 -76.5 0 -75.0 0 -73.5 0 -70.5 10 -69.0 0 -67.5 0 -64.5 0 -63.0 0 -61.5 0 -60.0 1 -58.5 1 -57.0 3 -55.5 1 -54.0 2 -52.5 2 -51.0 4 -49.5 3 -48.0 0 -46.5 2 -42.0 0 -40.5 8 -39.0 2 -37.5 0 -36.0 1 -34.5 3 -33.0 1
131 145 120.0403 -6.32467 0 0 0 8 2 0 0 0 0 0 0 3 1 2 0 4 3 1 0 0 9 1 0 0 0 0
132 133 145 145 120.0812 120.1065 -6.40517 -6.48567 0 0 10 10 0 0 0 0 0 0 0 1 3 1 0 2 3 0 3 2 3 3 2 3 4 1 2 2 2 3 2 4 4 1 1 4 2 2 0 1 9 9 1 0 0 0 1 1 1 1 1 3
134 145 120.1303 -6.56667 0 0 10 0 0 0 0 1 1 5 2 1 2 2 2 5 1 3 1 4 6 0 1 1 0 0
135 145 120.1503 -6.64867 0 0 10 0 0 0 0 0 1 7 1 3 1 2 4 4 5 0 0 10 0 0 0 0 0 0
136 145 120.1815 -6.72683 0 7 3 0 0 0 0 0 1 8 2 3 3 3 1 3 6 1 2 10 0 0 0 1 0 1
137 145 120.236 -6.79767 0 10 0 0 0 0 0 0 0 10 0 1 1 5 2 5 4 2 1 10 0 0 0 0 0 0
138 139 145 145 120.259 120.2813 -6.87817 -6.95967 1 0 9 9 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 9 10 0 0 3 0 3 2 2 3 4 6 1 2 8 2 1 3 0 2 10 10 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0
140 145 120.3028 -7.0415 0 10 0 0 0 0 1 0 1 8 1 1 3 4 3 2 7 2 0 6 4 0 0 1 1 0
54
Lampiran 3. Tutorial Visualisasi Sebaran Target Berdasarkan Kedalaman d≥100 Meter
Lampiran 4. Tutorial Visualisasi Sebaran Target Berdasarkan Kedalaman 100-150 Meter
Lampiran 5. Tutorial Visualisasi Sebaran Target Berdasarkan Kedalaman 150-250 Meter
55
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, 20 Februari 1990 dari pasangan Bapak Ambali dan Ibu Affneti. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Tahun 2004-2007 Penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 100 Jakarta. Pada tahun 2007 Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Program Studi Ilmu Kelautan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor, beberapa organisasi yang Penulis ikuti adalah Himpunan Mahasiwa Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor 2008-2010, dan Forum Keluarga Muslimah Fakultas Perikanan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor 2009. Selain itu, penulis pernah mengikuti kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa yang diselenggarakan oleh DIKTI. Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Penulis melaksanakan penelitian dengan judul “ Studi Hidroakustik Plankton di Laut Flores”.
56