Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 1, No. 2, Juli 2008
STUDI GEOLOGI TEKNIK RENCANA BENDUNG KARANG KECAMATAN PATUK, KABUPATEN GUNUNGKIDUL Puji Pratiknyo Jurusan Teknik Geologi UPN ”Veteran” Yogyakarta
SARI Untuk memenuhi kebutuhan air irigasi di daerah Karang, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul perlu dibangun suatu bendung. Penyelidikan geologi teknik perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi geologi dan sifat keteknikan dari daerah rencana as bendung. Pondasi suatu bendung harus bertumpu pada batuan yang mempunyai daya dukung baik sehingga bangunan bendung tidak akan mengalami deformasi (perubahan posisi) karena faktor teknis, sehingga umur bendung akan lama. Peneylidikan geologi teknik rencana bendung Karang, berdasarkan batuan yang ada dan nilai-nilai keteknikannya menghasilkan bahwa pondasi bendung Karang sebaiknya bertumpu pada batuan yang berupa breksi dengan sisipan batupasir halus. Breksi berada pada kedalaman 3 meter sampai 10 meter Kata Kunci : bendung, penyelidikan geologi teknik. ABSTRACT To supply irigation water in Karang area, Patuk distict,Gunungkidul regency, need a dam. The technical geology study should be do to identification the geology condition and engineering properties in axis of dam area which has been planning. The dam must be rest on the rock with good properties to support the body of dam, so the dam will stable in position and have long life time. The result of technical geology study of Karang dam area, base on both rock and value of technical properties identified that the body of dam should be rest on breccia stone which interbedded by fine sandstone. The depth of breccia stone is 3 – 10 meters. PENDAHULUAN Daerah Karang, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul merupakan daerah yang kekurangan air baik untuk keperluan air minum maupun keperluan yang lain seperti irigasi. Sehingga air sangat dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan di daerah tersebut. Salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan air untuk keprluan irigasi dengan cara membendung aliran sungai yang ada di daerah tersebut, meskipun aliran air sungai sangat kecil, sehingga air yang ditampung pada daerah genangan bendung diharapkan dapat membantu untuk memenuhi kebutuhan irigasi pertanian yang ada di wilayah daerah tersebut dan diharapkan hasil pertanian dapat meningkat. Bendung Karang rencananya akan membendung Kali Bon Pahing. Lebar kali
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 1, No. 2, Juli 2008
Bon Pahing, di lokasi yang akan dibendung, sekitar 6 meter. Kali Bon Pahing merupakan anak sungai Kali Ngalang, dan merupakan pembatas antara Dusun Nglampar, Kelurahan Nglegi, Kecamatan Pathuk yang ada di bagian barat dan Dusun Sentul, Kelurahan Ngalang, Kecamatan Gedangsari yang ada di bagian timur. Rencana lokasi bendung Karang ada pada koordinat UTM, X = 452113, Y = 9129978, dengan ketinggian ± 178 meter dari permukaan air laut. Untuk pembangunan bendungan diperlukan penyelidikan geologi teknik, utamanya untuk menentukan tumpuan pondasi bangunan bendung. TINJAUAN PUSTAKA Belum ada peneliti terdahulu yang membahas khusus tentang bendung di daerah penelitian. Peneliti terdahulu pada umumnya membahas tentang kondisi geologi yang sifatnya regional. Peneliti tersebut antara lain : 1) 2)
3)
Van Bemmelen, R.W (1949) membahas kondisi geologi, dalam bukunya yang berjudul Geology of Indonesia, Vol IA. Suyoto (1994) membahas sikuen stratigrafi, dalam Prosiding PIT IAGI XXIII, Vol 1, halaman 19-32, dengan judul Sikuen Stratigrafi Karbonat Gunungsewu. Kusumayudha (2000) membahas kuantifikasi sistem hidrogeologi dan potensi air tanah, dalam Disertasinya yang berjudul Kuantifikasi Sistem Hidrogeologi dan Potensi Airtanah Daerah Gunungsewu, Pegunungan Selatan, DIY (Didekati Dengan Analisis Geometri Fraktal).
METODOLOGI Untuk menentukan lokasi tumpuan pondasi bendung supaya tepat dilakukan dengan metode penyelidikan geologi teknik dengan ruang lingkup penyelidikan sebagai berikut : 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Studi pustaka Pemetaan geologi permukaan Pemboran Tes Penetrasi Standar (SPT) Uji permeabilitas terhadap batuan yang ada dalam lubang bor Pengambilan conto tanah/batuan Penyelidikan laboratorium terhadap conto tanah Analisa dan evaluasi data untuk penentuan lokasi tumpuan pondasi bendung
GEOLOGI REGIONAL Lokasi rencana Bendung Karang secara fisiografis, menurut Van Bemmelen, 1949, termasuk dalam Rangkaian Pegunungan Selatan (South Mountain Ridge) yang ada di Pulau Jawa, khususnya Rangkaian Pegunungan Selatan Jawa Tengah - Jawa Timur. Lihat Gambar 1. Stratigrafi Pegunungan Selatan yang berada di wilayah DIY menurut Suyoto (1994), mulai dari yang tertua adalah sebagai berikut : 1)
Formasi Semilir
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 1, No. 2, Juli 2008
Formasi Semilir merupakan sedimen laut dalam yang terdiri dari tufa dasitik, batupasir, batupasir tufaan, bauapung, aglomerat, batulempung, batulanau, serpih, dan breksi. Formasi ini berumr Oligosen – Miosen Awal. 2)
Formasi Nglanggran Formasi Nglanggran mempunyai hunungan di atas, atau bersilang-jari dengan Formasi Semilir. Penyusun utamanya adalah breksi vulkanik andesitik, lava, aglomerat, beksi polimiks, dan batupasir tufaan. Formasi ini diendapkan pada kala Oligomiosen – Miosen Tengah.
3)
Formasi Sambipitu Formasi Sambipitu , terdiri dari batunapal, batulempung, batupasir gampingan, dan batupasir tufaan secara berselang-seling. Sedimen laut ini mempunyai hubungan selaras di atas atau menjemari dengan Formasi Nglanggran, berumur Miosen Tengah. Bersama Formasi Semilir dan Formasi Nglanggran, Formasi Sambipitu merupakan basal batuan karbonat Gunungsewu.
4)
Formasi Oyo Formasi Oyo terdiri dari batugamping pasiran berlapis, kalkarenit, batupasir gampingan, dan batupasir napalan-tufaan. Hubungannya dengan Formasi Sambipitu adalah selaras di satu tempat, atau berbeda fasies di tempat lain. Formasi Oyo berumur Miosen Tengah hingga MioPliosen.
5)
Formasi Wonosari Formasi Wonosari tersusun oleh batugamping berlapis, batugamping masif, dan batugamping terumbu. Ciri fisik yang spesifik formasi ini adalah porositas sekunder berupa rongga-rongga yang terbentuk dari hasil pelarutan mineral-mineral kalsit maupun dolomit. Formasi ini berbeda fasies dengan Formasi Oyo, berumur Miosen Tengah – Pliosen. Di daerah Slawu, Wedi-utah didapatkan piroklastika jatuhan berupa tufa. Suyoto (1994) mengelempokan Formasi Wonosari bersama Formasi Oyo dan Formasi Kepek menjadi Grup / Kelompok Gunungsewu.
6)
Formasi Kepek Penyusun utama Formasi Kepek adalah perselang-selingan antara batulempung, batunapal pasiran dan batugamping berlapis. Formasi ini diendapkan dalam lingkungan laut dangkal terisolasi, pada kala Pliosen Akhir sampai Pleistosen. Sir MacDonald & Parters (1979) menyebut batuan Formasi Kepek sebagai batugamping lagunal, karena diperkirakan diendapkan dilingkungan lagunal.
7)
Endapan Aluvial Endapan aluvial terutama tersusun oleh lempung berwarna hitam, lanau, pasir, kerakal, berangkal, dan sisa-sisa tanaman.
Suyoto (1994) mengelompokkan batuan vulkanik Pegunungan Selatan yang terbagi di dalam Formasi Kebo – Butak, Formasi Semilir dan Formasi Nglanggran menjadi Grup Besole, sedangkan batuan karbonat yang terbagi di dalam Formasi Oyo, Formasi Wonosari dan Formasi Kepek menjadi Grup Gunungsewu. Lihat Gambar 2.
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 1, No. 2, Juli 2008
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 1 No. 2, Juli 2008
Gambar 2 Kolom Stratigrafi Pegunungan Selatan Jawa Tengah (Suyoto, 1994) GEOLOGI BENDUNG KARANG Daerah Bendung Karang secara regional merupakan bagian dari Rangkaian Pegunungan Baturagung sebelah selatan. Morfologinya berupa daerah bergelombang, dengan lereng yang sedang (sudut lereng berkisar 5o – 20o). Ketinggian morfologi berkisar antara 139 meter sampai 199 meter. Morfologi di bagian utara relatif lebih tinggi dari pada di bagian selatan. Sungai-sungai yang ada mengalir relatif dari utara ke selatan dengan lembah yang sempit, lebar lembah lebih kecil 10 meter. Sungai-sungai tersebut mengalir dan akhirnya bergabung dengan sungai Ngalang yang mengalir di bagian paling timur wilayah D.I Karang. Sungai Ngalang sendiri mengalr dari utara ke arah baratdaya, dengan lebar 5
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 1 No. 2, Juli 2008
Batuan penyusun D.I (Daerah Irigasi) Karang, baik di daerah genangan, daerah bendung dan daerah koncoran, secara keseluruhan terdiri dari : 1). Satuan batupasir Sambipitu Disebut sebagai Satuan batupasir Sambipitu karena satuan batupasir ini tediri dari batupasir, batulanau dan batulempung yang saling beselingan, tetapi lapisan batupasir lebih tebal dan lebih banyak dijumpai (lebih dominan), dan secara geologi regional satuan batuan ini merupakan bagian dari Formasi Sambipitu. Penyebaran satuan batuan ini berada di bagian utara Daerah Irigasi Karang, melampar dari barat ke timur. Warna satuan batuan, dalam kondisi segar, abuabu. Warna dalam kondisi lapuk, coklat kemerahan. Secara umum, kondisi batuan lapuk ringan sampai lapuk sedang. Perlapisan secara umum berarah N o o o o 100 E – N 110 E dengan kemiringan perlapisan 10 – 21 .Dalam kondisi segar, satuan batuan ini kompak dan agak keras.Batuan yang segar banyak tersingkap di dasar dan tebing sungai yang ada di daerah irigasi Karang bagian utara. Batupasir, warna segar abu-abu, warna lapuk abu-abu kecoklatan, ukuran butir 1/16 mm sampai 2 mm, kompak, agak keras, kemas terbuka, pemilihan baik, karbonatan. Ketebalan lapisan 10 – 40 cm, Batulanau, warna segar abu-abu, warna lapuk abu-abu keputihan, ukuran butir 1/256 mm – 1/16 mm, agak kompak, tidak keras, ada laminasi sejajar, tidak karbonatan. Ketebalan lapisan 5 – 20 cm. Batulempung, warna segar abu-abu, warna lapuk merah-kecoklatan, ukuran butir halus (<1/256 mm), agak kompak, tidak keras, tidak karbonatan. Ketebalan lapisan 3 – 15 cm.
Foto 1. Singkapan perselingan batupasir-batulanau-batulempung pada satuan batupasir Sambipitu.
6
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 1 No. 2, Juli 2008
2). Satuan batupasir tufan Sambipitu Disebut sebagai Satuan batupasir tufan Sambipitu karena pada satuan ini terdiri dari batupasir tufan (dominan), batupasir, dan batulempung yang berselingan, dan dijumpai sisipan breksi, dan secara geologi regional satuan batuan ini merupakan bagian dari Formasi Sambipitu. Satuan batuan ini secara selaras berada di atas satuan batupasir. Penyebarannya di bagian tengah sampai selatan, lokasi bendung ke selatan, melampar dari barat ke timur. Warna satuan batuan, dalam kondisi segar, abuabu keputihan. Warna dalam kondisi lapuk, abu-abu kecoklatan. Secara umum, kondisi batuan lapuk ringan sampai lapuk sedang. Perlapisan secara umum o o o o berarah N 105 E – N 110 E dengan kemiringan perlapisan 11 – 20 .Dalam kondisi segar, batuan agak kompak dan tidak keras. Batuan yang segar banyak tersingkap di dasar dan tebing sungai yang ada di daerah irigasi Karang bagian tengah sampai selatan. Batupasir tufan, warna segar abu-abu keputihan, warna lapuk coklat keputihan, ukuran butir 1/16 - 2 mm, kompak, tidak keras, pemilahan jelek, kemas terbuka, mengandung tuf, berlapis tipis, dan ada yang berlaminasi, ketebalan lapisan 5 – 30 cm. Batupasir, berlapis tebal, warna segar abu-abu, warna lapuk abu-abu kecoklatan, ukuran butir kasar 1/8 - 2 mm, kompak, agak keras, pemilihan baik, kemas terbuka. Ketebalan lapisan 15 – 80 cm.Batulempung, warna segar abuabu keputihan, warna lapuk abu-abu, ukuran butir halus (<1/256 mm), agak kompak, tidak keras, karbonatan,ketebalan lapisan 2 – 10 cm. Breksi, warna segar abu-abu, warna lapuk abu-abu kecoklatan , kemas tertutup, pemilahan jelek, kompak, keras, tidak karbonatan, tebal 2 – 4 m. Fragmen berupa andesit ukuran 1 cm – 25 cm. Matriks : ukuran pasir sedang – kasar, terdiri dari andesit, kuarsa, oksida besi, piroksen.
Batupasir tufan
Batupasir tufan
Batupasir
Foto 2. bidang kontak satuan batupasir tufan Sambipitu dengan satuan batupasir Sambiptu.
7
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 1 No. 2, Juli 2008
Foto 3. Breksi sebagai sisipan pada satuan batupasir tufan Sambipitu. Secara regional umur Formasi Sambipitu berkisar antara Akhir Miosen Bawah sampai Miosen Tengah (11,2 – 20,5 juta tahun yang lalu) dan diendapkan pada lingkungan laut dengan mekanisme arus turbidit. Struktur geologi yang ada di wilayah Bendung Karang berupa homoklin, kekar, dan sesar-sesar minor. Struktur homoklin merupakan struktur yang berupa perlapisan batuan yang miring dengan arah kemiringan yang sama. Di wilayah D.I Karang lapisan batuan secara umum miring relatif ke arah selatan – baratdaya. Struktur kekar yang dijumpai pada batuan-batuan terdiri dari kekar gerus ( shear joint/fracture ) dan kekar tarik ( gash fracture ). Kekar-kekar tersebut dijumpai tidak pada semua batuan dan tidak banyak serta tidak sistematis, kekar-kekar tersebut berarah relatif baratlaut – tenggara. Sesar minor yang ada di wilayah D.I Karang berupa sesar turun yang mengakibatkan gesernya lapisan-lapisan batuan secara setempat (lokal) dengan panjang pergeseran berkisar 2 – 10 cm. Karena kecilnya dimensi sesar dan tidak menerusnya bidang sesar di permukaan, maka sesar ini tidak dapat dipetakan pada peta skala kecil. Penyebaran satuan batupasir Sambipitu dan satuan batupasir Sambipitu tufan dan struktur geologi dapat di lihat pada Peta Geologi gambar 4. GEOLOGI TEKNIK Hasil Pemboran yang dilakukan di sekitar lokasi bendung sebanyak 3 titik dengan kedalaman masing-masing 10 meter adalah sebagai berikut (Lokasi titik bor dapat dilihat pada Gambar 3).
8
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 1 No. 2, Juli 2008
Gambar 3 Lokasi titik bor. 1). Titik bor BH-1 : Lokasi titik sekitar 1 meter ke arah selatan (ke arah hilir) dari rencana bendung. Batuan yang ada pada lubang pemboran dari kedalaman 0 sampai 10 meter adalah batupasir halus dan breksi. Tabel 1 Deskripsi batuan pada titik bor BH-1. Kedalaman (meter)
Tebal (meter)
0–3
3
3 – 4,7
1,7
4,7 – 5
0,3
5 – 5,3
1,3
5,3 – 10
4,7
Deskripsi Batuan Batupasir halus warna abu-abu dengan sisipan batulempung warna coklat, segar, kompak, keras dengan tebal 3-8 cm. Breksi warna abu-abu, segar, kompak, keras, fragmen dominan tuf, putih, agak lunak. Batupasir halus warna abu-abu gelap, segar, kompak, sangat keras Batupasir halus, warna abu-abu gelap, segar, kompak, keras Breksi, abu-abu, segar, kompak, sangat keras, fragmen dominan tuf, putih, agak lunak, ukuran fragmen 0,5 – 1 cm, matrik batupasir halus, abu-abu
9
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 1 No. 2, Juli 2008
2). Titik bor BH-2 : Lokasi titik sekitar 11 meter ke arah selatan (ke arah hilir) dari rencana bendung. Batuan yang ada pada lubang pemboran dari kedalaman 0 sampai 10 meter adalah batupasir halus dan breksi. Tabel 2 Deskripsi batuan pada titik bor BH-2. Kedalaman (meter)
Tebal (meter)
0–1
1
1 – 1,9
1,7
1,9 – 7,4
0,3
7,4 – 10
1,3
Deskripsi Batuan Batupasir halus warna abu-abu dengan sisipan batulempung warna coklat, segar, kompak, keras dengan tebal 5-10 cm. Batupasir abu-abu, segar, kompak, sangat keras. Breksi, abu-abu cerah, segar, kompak, keras, dengan fragmen dominan tuf, putih, agak lunak, dan batulempung, coklat, serta andesit, abu-abu, kompak, keras, diameter fragmen 0,5 – 1 cm, matriks batupasir halus, abu-abu. Breksi, abu-abu gelap, fragmen dominan tuf putih agak lunak, diamter 0,5 – 1 cm.
3). Di titik bor BH-3 : Lokasi titik sekitar 21 meter ke arah selatan (ke arah hilir) dari rencana bendung. Batuan yang ada pada lubang pemboran dari kedalaman 0 sampai 10 meter adalah breksi. Tabel 3 Deskripsi batuan pada titik bor BH-3. Kedalaman (meter)
Tebal (meter)
0–2
2
2 – 5,5
3,5
5,5 – 10
4,5
Deskripsi Batuan Beksi, abu-abu gelap, segar, kompak, sangat keras, fragmen dominan tuf putih agak lunak, matriks batupasir halus, abuabu gelap. Breksi warna abu-abu terang, segar, kompak, keras, fragmen dominan tuf, putih, agak lunak dan batulempung coklat, serta andesit abu-abu kompak, keras, diameter fragmen 0,5 – 1 cm, matriks batupasir halus, abu-abu. Breksi warna abu-abu gelap, segar, kompak, keras, fragmen dominan tuf, putih, agak lunak, matriks batupasir halus, abu-abu gelap.
SPT (Tes Penetrasi Standar) dilakukan pada setiap lubang pemboran. Tiap-tiap lubang pemboran ada 6 titik lokasi uji SPT. Kedalaman atau lokasi uji SPT selalu sama pada masing-masing lubang bor. Hasil uji SPT dapat dilihat pada Tabel 4.
10
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 1 No. 2, Juli 2008
Tabel 4 Hasil uji SPT ada tiap-tiap lubang pemboran. Nilai ”N” SPT pada tiap kedalaman (meter) No.
Lubang Bor
1,65 2
3,15 3,5
–
4,65 5
6,15 6,5
–
7,65 - 8
9,15 9,5
1
BH-1
>50
>50
>50
>50
>50
>50
2
BH-2
>50
>50
>50
>50
>50
>50
3
BH-3
>50
>50
>50
>50
>50
>50
–
Uji permeabilitas di lakukan 1 (satu) kali pada tiap-tiap lubang bor dengan kedalaman yang berbeda-beda dengan menggunakan metode packer test. Hasil uji permebilitas dapat dilihat pada Tabel 5 . Tabel 5 Hasil uji permeabilitas pada tiap-tiap lubang bor. No.
Lubang Bor
Kedalaman (meter)
Nilai permeabilitas ( cm/dtk)
Batuan
1
BH-1
5,3
Batupasir halus
2,17 x 10-5
2
BH-2
3,5
Breksi
5,15 x 10
3
BH-3
3,2
Breksi
6,8 x 10-5
-5
Nilai core recovery dan RQD dari tiap-tiap lubang bor dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Nilai core recovery dan RQD dari tiap-tiap lubang bor.
BH-1
Nilai core recovery (%) 70% – 90%
Nilai core recovery rata-rata (%) 83%
2
BH-2
80% – 100%
90%
20% 100%.
3
BH-3
80% – 100%.
86%
40% - 90%
No.
Lubang Bor
1
Nilai RQD (%) 30% - 80%
Penyelidikan di laboratorium terhadap tanah/batuan untuk mengetahui sifat fisik tanah, antara lain : kadar air, berat jenis, batas-batas atterberg, distribusi ukuran butir, dan uji tekan bebas. Rangkuman hasil uji laboratorium dapat dilihat pada Tabel 7.
11
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 1 No. 2, Juli 2008
Tabel 7 Rangkuman hasil uji Laboratorium
PEMBAHASAN Berdasarkan data dari hasil penyelidikan geologi teknik di atas, maka didapatkan: 1)
Lokasi rencana as bendung letaknya paling dekat dengan titik bor BH-1 sehingga data yang paling mendekati dengan as bendung adalah data dari hasil penelitian di BH-1. Di permukaan, litologi terdiri dari batupasir dan batulempung yang saling berselingan (kedalaman 0 - 3 meter) dibawahnya berupa beksi dengan sisipan batupasir halus (kedalaman 3 - 10 meter). Batupasir dan breksi tersebut kondisinya segar, kompak, keras – sangat keras, material penyusun dominan berasal dari material volkanik. Kondisi batuan di bawah permukaan tersebut mempunyai daya dukung yang kuat dan tidak mudah larut oleh air karena tidak mengandung karbonat.
2)
Batuan di sekitar lokasi as bendung, nilai core recovery besar yaitu 83% 90%, nilai RQD yang besar (ada yang mecapai 100%), mengindikasikan sedikitnya bidang diskontinuitas. Sedikitnya bidang diskontinuitas akan mendukung untuk tidak terjadinya aliran air yang besar sehingga batuan tidak labil dan sesuai untuk dijadikan tumpuan pondasi bendung. Adanya bidang diskontinyu dapat diatasi dengan cara melakukan grouting.
3)
Batuan di sekitar lokasi as bendung, di bawah permukaan, nilai SPT batuan di bawah permukaan besarnya lebih dari 50. Hal ini menunjukkan bahwa batuan sangat padat. Batuan yang padat ini akan dapat mendukung dengan baik beban yang ada di atasnya.
4)
Batuan di sekitar lokasi as bendung, di bawah permukaan, nilai -5 -5 permeabilitas kecil (2,17 x 10 - 6,8 x 10 cm/dtk), sehingga debit aliran air melalui pori-pori batuan relatif kecil dan lambat.
12
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 1 No. 2, Juli 2008
KESIMPULAN 1)
Daerah D.I Karang merupakan bagian dari Rangkaian Pegunungan Baturagung sebelah selatan. Morfologi bergelombang, ketinggian 139 – 199 meter, bagian utara morfologi tinggi dan merendah ke bagian selatan. Batuan penyusun berupa batupasir, batulanau, batulempung dan breksi dengan kemiringan lapisan relatif ke arah selatan. Struktur geologi yang ada berupa homoklin, sesar minor, dan kekar-kekar yang tidak berkembang secara intensif (tidak banyak dan tidak sisitematis).
2)
Pondasi bendung Karang sebaiknya bertumpu pada batuan yang berupa breksi. Breksi berada pada kedalaman 3 meter sampai 10 meter. Breksi tersebut mempunyai sifat fisik yang baik, segar, kompak, padat, keras, sedikit bidang diskontinyu, dan nilai permeabilitas kecil.
3)
Hasil penyelidikan geologi teknik baik di lapangan maupun di laboratorium menunjukan bahwa kondisi geologi dan sifat fisik batuan mempunyai daya dukung yang baik untuk menahan beban bangunan yang ada di atasnya.
DAFTAR PUSTAKA TERPILIH Kusumayudha (2000) dalam Disertasinya yang berjudul Kuantifikasi Sistem Hidrogeologi dan Potensi Airtanah Daerah Gunungsewu, Pegunungan Selatan, DIY (Didekati Dengan Analisis Geometri Fraktal). Shirley LH, 1987, Geoteknik dan Mekanika Tanah (Penyelidikan Lapangan & Laboratorium) , Penerbit Nova, d/a kotak pos 469 – Bandung, 191 halaman. Suyoto, 1994, Sikuen stratigrafi karbonat Gunungsewu, Proc. PIT IAGI XXIII, Vol.1., hal. 19-32.
13
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 1 No. 2, Juli 2008
Van Bemmelen, R.W., 1949, The Geology of Indonesia, Vol IA, Martinus Nijhoff, The Hague, 792 halaman.
14
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 1 No. 2, Juli 2008
15
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 1, No. 2, Juli 2008
16