Protobiont 2013
Vol 2 (3): 112 – 116
Studi Etnobotani Bambu Oleh Masyarakat Dayak Kanayatn Di Desa Saham Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Munziri1, Riza Linda1, Mukarlina1 1
Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura, Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Pontianak, email korespondensi :
[email protected] Abstract
People who live in the village of Saham, at Landak Regency are entirely Kanayatn Dayak ethnic. This enhnic community utilizes bamboo in daily life. The aim of this research was to investigate the use of bamboo by Kanayatn Dayak community who live in the village of Saham, at Sengah Temila subdistrict, at Landak regency. This research is conducted for three months, from April to June 2011. The method used is interview and observation. Based on the finding on the research in the village of Saham, at Sengah Temila Subdistrict, at Landak Regency, there are nine species of bamboo which are from four genera: Bambusa balcoa, Bambusa eutuldoide, Bambusa glaucophylla, Bambusa multiplex, Gigantochloa atter, Schizostachyum brachycladum, Schizostachyum lima, Schizostachyum sp dan Thyrsostachys siamensis. Kanayatn Dayak community in the village of Saham, at Sengah Temila subdistrict, makes use of bamboo for food, construction, crafts, musical instruments, ethnic ceremonies, and ornamental plants. Key words: ethnobotany, bamboo, Kanayatn Dayak community
PENDAHULUAN Bambu memegang peranan sangat penting dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Bambu dikenal memiliki sifat-sifat yang baik untuk dimanfaatkan berupa batang yang kuat, serta kulit batang yang mudah dibentuk. Bambu banyak ditemukan di sekitar pemukiman daerah pedesaan, sehingga bambu menjadi tanaman serbaguna bagi masyarakat pedesaan. Bambu paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Kecamatan Siulak Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi sebagai bahan bangunan, karena memiliki batang yang kuat dengan ruas-ruas yang pendek (Mulyadi, 2010). Berdasarkan penelitian Arinasa (2004) terdapat 14 jenis bambu yang digunakan dalam upacara adat Pecaruan Rsighana di Bali, salah satunya yang paling banyak digunakan adalah jenis Gigantochloa atter. Kebaradaan bambu membawa arti cukup penting bagi masyarakat Dusun Mempahung Pada Kawasan Hutan Desa Nanga Sayan Kecamatan Sayan Kabupaten Melawi, hal ini dapat dilihat dari pemanfaatan yang begitu beragam, mulai dari rebung untuk sayur, tempat memasak, kerajinan anyaman, sampai menjadi pelengkap konstruksi rumah (Umbara, 2007).
Kawasan Hutan Gunung Semahung Desa Saham Kecamatan Sengah Temila terdapat 10 jenis bambu antara lain: yaitu bambu anyang (Bambusa maculata), bambu aur (Bambusa balcoa), bambu munti (Schizostachyum sp), bambu munti curit (Thyrsostachys siamensis), bambu kuning (Bambusa uetuldoide), bambu pasak (Schizostachyum lima), bambu lemang (Schizostachyum brachycladum), buluh putih (Bambusa glaucophylla), bambu pagar (Bambusa multiplex) dan bambu tarekng (Gigantochloa atter) (Yuyun, 2010). Masyarakat Dayak Kanayatn di desa Saham kecamatan Sengah Temila memanfaatkan bambu untuk keperluan makanan, konstruksi, kerajinan, alat musik, upacara adat dan tanaman hias. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di Desa Saham, Kecamatan Sengah Temila, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat (Gambar 1). Metode yang digunakan adalah wawancara dan observasi. Jumlah responden untuk wawancara sebanyak 30 orang (Arikunto, 1996). Responden yang dipilih meliputi kepala dusun, pemuka masyarakat, dan masyarakat setempat yang 112
Protobiont 2013
Vol 2 (3): 112 – 116 memanfaatkan bambu. Wawancara dilakukan dengan mendatangi langsung responden. Metode observasi dilakukan dengan mendatangi langsung
lokasi pengambilan bambu dan melihat langsung proses pemanfaatannya.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Tabel 1. Pemanfaatan Jenis-Jenis Bambu di Desa Saham Kecamatan Sengah Temila Berdasarkan Beberapa Kategori Manfaat Kategori Manfaat No.
Nama Jenis
1 G.atter 2 B.glaucophylla 3 B.balcoa 4 B.eutuldoide 5 B.multiplex 6 S.lima 7 Schizostachyum. sp 8 S.brachycladum 9 T.siamensis Keterangan: + ada pemanfaatan - tidak dimanfaatkan
+ -
Upacara Adat + + -
Tanaman Hias + + + -
Lainlain + + -
-
+ -
-
-
Makanan
Konstruksi
Kerajinan
Alat Musik
+ + +
+ + + + -
+ + + + +
Hasil penelitian di Desa Saham Kecamatan Sengah Temila ditemukan 9 jenis bambu dari 4 genus yaitu Bambusa balcoa, Bambusa eutuldoide, Bambusa glaucophylla, Bambusa multiplex, Gigantochloa atter, Schizostachyum brachycladum, Schizostachyum lima, Schizostachyum sp dan Thyrsostachys siamensis. Pemanfaatan bambu di Desa Saham sangat beragam, dapat dikelompokkan dalam
beberapa kategori manfaat, seperti makanan (pemanfaatan rebungnya), konstruksi (kandang ayam, pante, tangga dan dinding rumah), kerajinan (bakul, nyiru, topi dan sado), alat musik (suling), upacara adat (Tolak Bala dan Nabo’ Uma), tanaman hias (pagar halaman) dan lain-lain (Tabel 1).
113
Protobiont 2013
Vol 2 (3): 112 – 116 Pembahasan Bagian bambu yang dimanfaatkan sebagai bahan makanan adalah rebung. Jenis-jenis bambu yang rebungnya dapat dimakan antara lain: G. atter, Schizostachyum sp dan T. siamensis (Tabel 1). Rebung G. atter bertekstur halus dan manis dengan berat rata-rata 5 kg/rebung, sedangkan Schizostachyum sp berwarna hijau tertutup bulu hitam kecoklatan pada pelepahnya, sedangkan rebung T. siamensis berwarna hijau pucat sampai hijau keunguan, berbulu hitam. Rebung G. atter, Schizostachyum sp dan T. siamensis banyak dimakan oleh masyarakat karena memiliki rasa yang manis. Dayak Kanayatn memanfaatan rebung untuk makanan yaitu dengan cara ditumis. Konstruksi rumah masyarakat Desa Saham tidak hanya menggunakan kayu sebagai bahan baku, tetapi bambu juga dijadikan pelengkap konstruksi rumah. Bambu yang digunakan untuk bahan konstruksi adalah dari jenis G. atter, Schizostachyum sp dan S. brachycladum. Bambu yang digunakan untuk bahan konstruksi biasanya dijemur terlebih dahulu, ini bertujuan agar bambu terhindar dari serangan serangga. Menurut Widnyana (2003) bambu paling rentan terhadap serangan serangga. Proses penjemuran bambu ini bertujuan untuk mengurangi kadar pati dan gula pada bambu. Masyarakat Dusun Mempahung Kabupaten Melawi menggunakan bambu untuk bahan konstruksi melalui proses penjemuran terlebih dahulu (Umbara, 2007). Pembuatan kandang ayam menggunakan bambu dalam bentuk utuh, dan ada juga yang dibelah. Bambu yang digunakan dalam bentuk utuh biasanya dibuat untuk dinding kandang. Bambu yang dibelah digunakan untuk pembuatan lantai kandang sekitar 1m -2 m. Bambu yang digunakan masyarakat untuk membuat kandang ternak dari jenis Schizostachyum sp dan S. brachycladum. Sitorus (1997) masyarakat Desa Margorukun Kabupaten Monokwari membuat kandang ternak menggunakan bambu cerincing (Bambusa forbessi) dan bambu ampel (Schizostachyum zollingeri Pembuatan tempat untuk menjemur padi (pante) menggunakan bambu dalam bentuk utuh dengan panjang kira-kira 4-5 m. Masyarakat di Desa Saham umumnya membuat pante dengan cara gotong royong. Bambu yang digunakan untuk membuat pante dari jenis G. atter dan B. balcoa. Pembuatan tangga biasanya digunakan bambu dari jenis G. atter. Pembuatan tangga menggunakan
bambu dalam bentuk utuh, dengan panjang kira 0,3-6 m. Bambu betung (Dendrocalamus asper) digunakan masyarakat Desa Margorukun Kabupaten Monokwari untuk membuat tangga (Sitorus, 1997). Pembuatan dinding rumah menggunakan kulit batang bambu. Kulit bambu tersebut dianyam sesuai model yang diinginkan. Bambu yang digunakan untuk pembuatan dinding rumah adalah bambu dari jenis Schizostachyum sp. Masyarakat Dayak Kanayatn menggunakan kulit batang bambu Schizostachyum sp. untuk pembuatan dinding rumah karena mudah dibentuk dan tidak mudah patah. Bambu Schizostachyum sp juga digunakan oleh masyarakat Desa Margorukun Kabupaten Manokwari untuk membuat dinding rumah (Sitorus, 1997). Pembuatan pagar tanaman menggunakan bambu yang telah dibelah, dengan panjang kira-kira 1 m. Bambu yang digunakan untuk pagar tanaman dari jenis Schizostachyum sp. Masyarakat Desa Saham tidak hanya menggunakan rotan untuk kerajinan, bambu juga dijadikan bahan untuk kerajinan, seperti pembuatan bakul, nyiru (penampi beras), topi, dan sado. Bambu yang digunakan untuk kerajinan adalah G. atter, B. eutuldoide, S. lima, Schizostachyum sp dan T. siamensis. Menurut Nababan (1983) bambu Schizostachyum sp merupakan salah satu jenis bambu yang banyak dimanfaatkan untuk bahan-bahan kerajinan tangan. Masyarakat Desa Margorukun Kabupaten Monokwari untuk membuat kerajinan tangan adalah bambu talang (Schizostachyum brachycladum). Bambu ini digunakan masyarakat karena mempunyai ruas yang panjang, berdinding tipis, sehingga mudah untuk dibelah-belah, hasil belahannya tidak mudah patah. Pemanfaatan bambu untuk kerajinan oleh Masyarakat Desa Margorukun Kabupaten Monokwari berbeda dengan Masyarakat Desa Saham. Kerajinan tangan yang dibuat oleh Masyarakat Desa Margorukun Kabupaten Monokwari adalah bakul, penampi beras, besek (tempat mencuci beras), tompo (tempat nasi), bubu (alat penangkap ikan), dan panah (Sitorus, 1997). Pembuatan bakul oleh masyarakat Dayak Kanayatn menggunakan kulit batang bambu dengan cara dianyam. Sebelum dianyam bambu terlebih dahulu dikuliti. Pembuatan bakul tidak hanya menggunakan bambu, tetapi juga menggunakan rotan dan tali. Bakul yang sudah dianyam setengah jadi, pada bagian atasnya dikelilingi rotan, kemudian diikat menggunakan 114
Protobiont 2013
Vol 2 (3): 112 – 116 tali. Bakul digunakan oleh masyarakat Desa Saham untuk mencuci beras. Pembuatan nyiru (penampi beras) sama seperti pembuatan bakul, yaitu dengan dianyam, hanya saja anyamannya berbeda. Anyaman nyiru agak sedikit rumit dibanding topi, ini dikarenakan bentuk nyiru lebih besar daripada bakul. Pembuatan nyiru menggunakan rotan dan tali. Bagian tepi nyiru dikelilingi rotan yang kemudian diikat menggunakan tali. Pembuatan topi sama seperti pembuatan bakul dan nyiru yaitu dianyam. Pembuatan topi tidak menggunakan rotan, tetapi menggunakan tali. Masyarakat Dayak Kanayatn ada yang membuat topi untuk dijual. Topi digunakan oleh masyarakat Dayak Kanayatn untuk bekerja di sawah.
Upacara adat yang dilakukan masyarakat Dayak Kanayatn dengan menggunakan bambu yaitu Tolak Bala dan Nabo’ Uma. Upacara adat Tolak Bala dan Nabo’ Uma menggunakan Pabayo. Bentuk pabayo menyerupai kembang yang dibuat melalui rautan tangan pada bambu dengan menggunakan pisau rautan (insaut) (Gambar 3). Pabayo menurut masyarakat Dayak Kanayatn sebagai simbol penyambutan terhadap kehadiran Jubata (Tuhan) pada upacara adat. Pabayo merupakan identitas atau ciri khas masyarakat Dayak Kanayatn. Adapun teknis pemasangannya yaitu pabayo ditancapkan di tanah tempat upacara adat diadakan.
Pembuatan sado digunakan batang bambu yang dibelah bagian ujungnya dan dianyam menggunakan tali atau rotan (Gambar 2). Sado digunakan untuk ayam bertelur dan mengeram. Pembuatan bakul, nyiru, topi dan sado oleh masyarakat desa Saham hanya dilakukan oleh para wanita yang sudah lanjut usia.
Gambar 3. Pemanfaatan Bambu Untuk Pabayo
Gambar 2. Pemanfaatan Bambu Untuk Sado
Alat musik yang dibuat masyarakat Dayak Kanayatn menggunakan bambu yaitu suling. Bambu yang digunakan untuk membuat suling adalah B. eutuldoide karena memiliki batang yang tidak terlalu besar dan apabila ditiup mengeluarkan suara yang merdu. Alat musik suling hanya dibuat pada jaman dahulu, ini dikarenakan tidak adanya generasi muda Dayak Kanayatn yang dapat membuat alat musik suling.
Tolak Bala adalah upacara adat yang biasa dilakukan oleh masyarakat Dayak Kanayatn agar terhindar dari segala bahaya. Pabayo diletakkan di pinggir jalan di tiap tikungan tajam yang sering terjadi kecelakaan. Nabo’ Uma adalah upacara adat yang dilakukan di sawah, dilakukan pada bulan April saat padi mulai ditanam sampai berumur sekitar 2 bulan, upacara ini bertujuan agar hasil panen nantinya melimpah dan terhindar dari hama dan penyakit. Upacara adat Nabo’ Uma menggunakan pabayo yang diletakkan di tengahtengah sawah. Bambu yang digunakan untuk upacara adat adalah B. eutuldoide. B. eutuldoide dipercaya oleh masyarakat Dayak Kanayatn masih mempunyai kekuatan gaib. Penggunaan bambu oleh Masyarakat Bali berbeda dengan Masyarakat dayak Kanayatn di Desa Saham. Masyarakat Bali memanfaatkan Gigantochloa sp. dalam upacara adat Pecaruan Rsighana dan merupakan jenis bambu yang paling banyak dimanfaatkan di Bali, Arinasa (2004). Bambu yang digunakan untuk tanaman hias adalah B. glaucophylla, B. eutuldoide dan B. 115
Protobiont 2013
Vol 2 (3): 112 – 116 multiplex. Bambu ini sengaja ditanam di depan rumah sebagai pagar halaman karena memiliki batang yang kecil dan warna yang menarik. Menurut Sitorus (1997) di Kecamatan Oransbari Kabupaten Monokwari jenis bambu yang digunakan masyarakat Desa Margorukun untuk pagar adalah bambu betung (Dendrocalamus asper).
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S, 1996, Prosedur Penelitian Suatu Penelitian. Renika Cipta, Jakarta Arinasa, IBK, 2004, Pemanfaatan dan Keanekaragaman Bambu Dalam Upacara Adat Pecaruan Rsighana di Kebun Raya Eka Karya, Bali. Mulyadi, S, 2010, Kajian Jenis dan Pemanfaatan Bambu di Kecamatan Siulak Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi, Skripsi, Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu Simon, H, 1998, Pengantar Ilmu Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Sitorus, R, 1997, Analisa Pemanfaatan Bambu di Daerah Transmigrasi Desa Margorukun Kecamatan Oransbari Kabupaten Monokwari, Skripsi, Jurusan Kehutanan Program Studi Manajemen Hutan Fakultas Pertanian Universitas Cenderawasih Manokwari Umbara, R, 2007, Tradisi Pengambilan dan Pemanfaatan Bambu Oleh Masyarakat Dusun Mempahung Pada Kawasan Hutan Desa Nanga Sayan Kecamatan Sayan Kabupaten Melawi, Skripsi, Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura, Pontianak Widnyana, K, 2003, Bambu Dengan Berbagai Manfaatnya, Skripsi, Fakultas Pertanian Universitas Mahasaraswati Denpasar, Bali Yuyun, 2010, Inventarisasi Jenis-Jenis Bambu di Hutan Gunung Semahung Desa Saham Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak, Skripsi, Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tanjungpura, Pontianak
116