-
157
ISSN 0216 3128
Mulya Juarsa , dkk
STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP PERPINDAHAN PANAS DI CELAH ANULUS VERTlKAL Molya Joarsa Bidang Analisis Risiko dan MitigasiKecelakaan(BARMiK) A.R. Antariksawan P2TKN - BATAN.
ABSTRAK STUD! EKSPERIMENTAL PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP PERPINDAHAN PANAS D! CELAH ANULUS VERTIKAL. Telah dilakukan penelitian secara eksperimen untuk mempelajari pengaruh temperatur terhadap perpindahan panas di celah anulus sempit vertikal. Peralatan eksperimen terdiri alas bagian uji, yaitu batang pemanas listrik dengan daya maksimum 1,5 kW, diameter terluar 25 mm panjang 200 mm dan membentuk celah selebar 1,0 mm dengan tabung kuarsa di bagian luarnya, tangki air yang terletak di alas bagian uji dan sistem akuisisi data berbasis computer dengan 3 buah termok9pel untuk mengukur perubahan temperatur. Eksperimen dilakukan untuk mengamati perbedaan karakteristik perpindahan panas pada celah dengan empat temperatur awal pemanas yang berbeda, yaitu 250 'C, 450 'C, 700'C dan 800 'C. Hasil eksperimen menunjukkan lama proses pendinginannya menjadi semakin lama untuk temperatur awal yang semakin tinggi. Melalui kurva pendidihan, rejim perpindahan panas dari didih film hingga perpindahan panas konveksi satu fasa dapat diamati, terutama pada temperature awal 800 'C. Adanya aliran uap yang berusaha keluar dari celah membatasi pendinginan dinding batang pemanas oleh air.
ABSTRACT EXPERIMENTAL STUDY OF THE TEMPERATUR INFLUENCE ON HEAT TRANSFER IN A VERTICAL
ANNULUSGAP.A seriesof experimentalactivityhas been doneto studythe influenceof temperatureon the heat transfer at vertical annulus gap. The experimental equipment consists of a test section, i.e. electrical heated rod with maximum power 1.5 kW, 25 mm outer diameter, 200 mm length andforming a narrow gap with the enclosing quartz glass tube with 1.0 mm width, water plenum located above the test section and computerized data acquisition system. The experiment was conducted to observe the different characteristic of heat transfer in that narrow gap at four different initial wall cladding temperature, i.e. 250'C, 450'C, 700'C and 800 'C. The e:;:perimentalresult showed that the cooling time become longer for higher initial temperalllre. From boiling curve, the heat transfer regime from film boiling until single phase convective heat transfer could be indicated, especially at 800 'C. The existence of ascending vapor flow at cladding wall limited the cooling of the wall by cold water
PENDAHULUAN
~
eselamatan merupakan kata kunci dalam hampir di semua bidang kehidupan anusia, baik menyangkut keselamatan masyarakat maupun lingkungan. Oi sisi lain, aplikasi teknologi dalam bidang industri senantiasa mengandung fisiko yang dapat membahayakan keselamatan manusia clan lingkungan. Oleh karena itu, di fasilitas industri senantiasa diupayakan adanya sistem clan prosector keselamatan yang memadai. Pengawasan terhadap sistem keselamatan pun menjadi obyek inspeksi yang diutamakan. Hal yang sarna juga berlaku untuk aplikasi teknologi nuklir, khususnya aplikasi dalam bidang pembangkitan energi. Pacta Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PL TN), keselamatan merupakan kata kunci yang senantiasa dievaluasi clan ditingkatkan terns menerus. Hingga saat ini, disain PLTN sebenamya telah menunjukkan hasil tingkat Prosiding
Pertemuan
keselamatan yang sangat baik terbukti dari catatan kecelakaan clan korban yang ditimbulkannya. Beberapa kejadian memang telah menjadi bahan evaluasi perancang PL TN untuk tetap memperbaiki sistem clan prosector operasi serta postulasi yang dipergunakan dalam perancangan. Salah satu kejadian yang penting adalah kecelakaan yang terjadi di reaktor nuklir Three Mile Island unit 2 (TMI-2iIJ. Meskipun demikian, kecelakaan TMI-2 tidak sampai menimbulkan korban jiwa clan keselamatan lingkungan tetap terjaga karena pelepasan bahan radioaktif sangat keci!. Sekaligus kecelakaan ini membuktikan bahwa sistem keselamatan PL TN bekerja dengan baik sesuai desain. Kecelakaan TMI-2 meninggalkan beberapa hal penting yang masih perIn diteliti untuk memperbaiki prosector keselamatan clan manajemen kecelakaan. Oalam kecelakaan tersebut, sebagian
daTI Presentasi IImiah Penelitian Dasar lImo Pengetahuan P3TM-BATAN Yogyakarta, 8 Juli 2003
daTI Teknologi Nuklir
158
-
ISSN 0216 3128
teras reaktor yang terdiri dari bahan bakar, batang kendali clan struktur lain meleleh, selanjutnya disebut lelehan teras (corium, molten debris) clan tertumpuk di bagian bawah bejana tekan reaktor (reactor pressure vessel, RPV). Walaupun temperatur lelehan teras sangat tinggi melampaui titik leleh logam besi, bejana tekan reaktomya temyata tetap utuh clan lelehan teras tetap terkungkung di dalarnnya. Dalam kaitan ill, perhatian tertuju pada fenomena pendinginan lelehan teras oleh air yang tersisa di bagian bawah bejana. Sehingga, semenjak itu banyak penelitian dilakukan untuk mempelajari fenomena tersebut, baik secara analitis maupun eksperimenta1. Maruyama et a1.[2] menganalisis basil eksperimen ALPHA dengan program CAMP. Hasil eksperimen telah mengindikasikan adanya celah sempit antara lelehan teras yang bagian luamya membeku dengan dinding bejana selebar sekitar I hingga 2 mrn. Lebih lanjut, perbandingan basil perhitungan dengan eksperimen memprediksi fenomena perpindahan panas secara konduksi clan radiasi melalui uap panas lanjut (superheated steam) yang ada di dalam celah tersebut. Adanya celah tersebut juga dapat diindikasikan dari interpretasi basil analisis parametrik yang dilakukan Antariksawan[3]dengan program MELCOR. Di sisi lain, Hidaka et al.[4]yang melakukan analisis basil eksperimen tersebut dengan program SCDAPSIM memprediksi tebal celah 1 mrn clan pengaruh air yang mengisi celah sempit itu mempengaruhi fenomena perpindahan panasnya. Fenomena perpindahan panas tersebut dipelajari secara detil oleh Homer et a1.[5]melalui program eksperimen menggunakan fluida R134a. Dalam eksperimen tersebut variabel lebar clankemiringan celah secara khusus diamati dengan variasi berturut-turut antara 1 - 11 mm clan 0° hingga 25°. Rejim perpindahan panas diamati clandihitung sebagai fungsi kenaikan temperatur peruanas (mengakibatkan perubahan fluks panas hingga 150 kW/m\ Observasi visual menunjukkan fenomena pendidihan pada permukaan peruanas; gelembung uap yang terbentuk bergerak ke atas, sedangkan air mengalir sepanjang dinding dingin ke bawah. Adanya uap tersebut mencegah kontak antara air dengan permukaan peruanas. Penelitian yang diketengahkan pada naskah ini akan menambah basil yang diperoleh sebelumnya seperti tersebut di atas. Secara khusus, penelitian ditujukan untuk mempelajari pengaruh temperatur peruanas (dengan kata lain fluks panas) terhadap fenomena perpindahan panas untuk celah anulus sempit posisi vertikal dengan lebar 1 mrn berdasarkan lamanya proses pendinginan untuk beberapa temperatur awal yang berbeda berdasarkan data perubahan temperatur kelongsong
Mulya Juarsa, dkk.
saat pendinginan yang diukur dengan tennokope1. Selain menggunakan basil visualisasi, kurva pendidihan akan disajikan untuk memberikan gambaran fenomena perpindahan panas di celah sempit (1,0 mrn).
TEOR! Dalam penelitian ini kurva pendidihan (boiling curve) clan kurva pendinginan terhadap waktu dihasilkan untuk mempelajari watak.perpindahan panas pada celah sempit. Definisi rejim pendidihan telah dihasilkan oleh Nukiyama (1934) berdasarkan eksperimen pada pendidihan kolam (pool boiling) yang diperlihatkan pada Gambar 1.
Ln q [WI",']
Free Co dion
'
Nuel.at Boiling
~--
Transrtion Boiing
Film Boiing
" tobTs (K] Gambar 1. Kurva rejim didih pada didih kolam [6]
Rejim A-B: panas di pindahkan melalui konveksi bebas (free convection) rase tungga1. Fluks kalor q pada daerah ini adalah (AT.s/4).Rejim B-C: air yang berada di dekat dinding panas adalah air panas lanjut (superheated) clan cenderung untuk menguap, membentuk gelembung di lokasi-lokasi yang terdapat guratan atau lubang-lubang kecil disekitar pennukaan dinding panas. Gelembunggelembung mengangkut panas laten penguapan clan juga menaikkan perpindahan panas konveksi. Mekanisme pendidihan pada daerah ini disebut didih inti (nucleate boiling) clan ditunjukkan dengan laju perpindahan panas yang sangat tinggi hanya pada perbedaan temperatur yang keci1.Pada daerah didih inti, fluks q merupakan fungsi (AT.f, dimana secara umum nilai 1/ dari berkisar dari 2 hingga 5. Ketika populasi gelembung-gelembung uap menjadi terlalu tinggi pada titik C yaitu fluks kalor tertinggi, gelembung yang terlepas dari pennukaan menghalangi jalur masuknya air. Uap selanjutnya membentuk selimut penyekat yang menutupi pennukaan peruanas clan selanjutnya menaikk~n temperatur permukaan. Kondisi ini disebut krisis pendidihan (boiling crisis), clan fluks kalor maksimum sesaat sebelum mencapai kritis adalah
Prosiding Pertemuan dan Presentasi IImiah Penelitian Dasar IImu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir P3TM-BATANYogyakarta, 8 Juli 2003
-
~~-
ISSN 0216
Mulya Juarsa, dkk.
fluks kalor kritis, FKK (Critical Heat Flux, CHF) yang dapat terjadi pada peristiwa didih kolam. Pada rejim C-D: setelah FKK tercapai secara cepat pendidihan menjadi tidak stabil clan mekanisme ini disebut didih film parsial (partial film boiling) atau didih transisi (transition boiling). Secara bergantian, permukaan ditutupi oleh selimut uap clan lapisan air, menghasilkan temperatur permukaan yang berosilasi. Selanjutnya, rejim D-E: snatu film uap stabil telah terbentuk pada permukaan panas clan laju perpindahan panas mencapai suatu nilai minimum pada titik D peristiwa ini disebut didih film (film boiling). Selanjutnya, kenaikkan temperatur dinding, perpindahan panas melalui radiasi termal.
Kore.lasi Perpindahan
Panas
Rejim didih film Perhitungan fluks panas pada rejim didih film menggunakan korelasi perpindahan panas pada celah anulus, untuk aliran uap laminer dengan angka Nusselt, Nu = 5 (umtuk celah annulus), sebagai berikut (notasi lihat Daftar Simbol): q
= NU.
~
(I)
!J.T
( Dh )
S
Bromfeyf71 melakukan eksperimen didih kolam dengan menggunakan plat vertikal panas untuk memahami perpindahan panas didih film menghasilkan korelasi, sebagai berikut k:gp,
"8 = c [
(PI - p,)H J.1,!'t.T,L,
untuk plat vertikal C=0,667 - 0,943
y. I' ]
- 3128
.
159
Untuk air panas lanjut tinggi C = 2,2, n1= -0,1, n2= 0,32 Didih transisi (transition boiling) : C = 1,2 x 101\ n1=-5,5 , n2= 0,32
TATAKERJADANPERCOBAAN Pera.latanEksperimen Skema peralatan eksperimen ditunjukkan pada Gambar 2. Peralatan eksperimen tersusun atas bagian uji (test section), tangki penampung air clan sistem instrumentasi clan akuisisi data. Tangki penampung air (water plenum) terletak di bagian atas bagian uji yang akan memungkinkan air mengguyur bagian uji dengan gaya gravitasi. Bagian uji terdiri clan: batang pernanas listrik (Cartridge Heater Rod) yang dilengkapi satu termokopel yang terletak di tengah clan berjarak 5 mm dari atas, diameter luar batang pernanas,
25 mm clan diameter dalam
(untuk 200 mm panjang pertarna clan merupakan = 21 rnn1 (untuk 55 rnn1 heated lenght) clan
(2)
(notasi lihat Daftar Simbol) Rejim didih transisi clan didih inti FacIa rejim ini, korelasi Kutateladze (1952) telah dimodifikasi oleh Murase et af. 181,(notasi lihat Daftar Simbol)
!!JL
~ =C
( D.T, )( kf J
'"
klD.T,
[ pJzf"vf ] [
PL
'"
(3)
()" ]
dengan menggunakan nila-nilai C, nl and n2 bedasarkan data Henry and Hammersley untuk ukuran celah 2,0 mm, sbb :
.
Didih inti (nucleate boiling) : Untuk air panas lanjut rendah C = 1,1 ,nl= 0,3, n2= 0,32
Gambar 2. Diagram skematik peralatan eksperimen
Prosiding Pertemuan dan Presentasi IImiah Penelitian Dasar lImn Pengetahuan dan Teknologi Nuklir P3TM-BATAN Yogyakarta, 8 Juli 2003
-
ISSN 0216 3128
160
Untuk tujuan visualisasi terhadap fenomena pendidihan, tabung luar menggunakan tabung gelas kuarsa dengan ukuran ,pout= 30,4 rom dan tAn= 27 rom, sehingga membentuk eelah sempit berukuran 1,0 rom antara dinding bagian dalam tabung gelas daD dinding bagian luar kelongsong. Sistem perekam data clan peralatan lainnya terdiri dari pengkondisian sinyal (signal conditioner) untuk sinyal dengan frekuensi 100 Hz (1 detik merekam 100 data). AD Board (PCI 3133), clancall daya AC (AC Power Supply).
:~i~ , I
tam pang futang ke bngsong
:, '
167
'
I ~E1 ~L105 , TC-2 .
200
.
i,
2601 I
f1 ,
,
__n
""J
r!4---, V1 TC-3
: Vj
TC-l
13.
r." .
8
I
satuan :mm
I
Gambar 3. Kelongsong clanposisi 3 termokopel
Prosedur Eksperimen Seeara umum eksperimen dilakukan dengan terlebih dahulu menaikkan daya batang pemanas setahap-demi setahap hingga mencapai temperatur yang diinginkan. Kemudian ketika temperatur awal yang diinginkan tercapai, daya dimatikan clan batang pemanas dicabut dari kelongsongnya. Untuk visualisasi, digunakan kamera video. Selanjutnya, setelah air dituangkan ke dalam celah (dengan volume air sebanyak 1000 ml) komputer mulai merekam data selama proses penurnnan temperatur yang terjadi secara transien hingga tercapainya temperatur saturasi atau hingga tidak terjadi pendidihan dalam celah. Eksperimen dilakukan untuk empat harga temperatur awal yang berbeda, yaitu 250°C, 450°C, 700°C clan 800°c. Masing-masing eksperimen dilakukan scbanyak tiga kali. Hasil pengukuran temperatur olch ketiga termokopel digunakan untuk menghitung fluks panas di dinding kelongsong. Sedangkan, basil visualisasi video dimanfaatkan Prosiding Pertemuan dan Presentasillmiah
Mulya Juarsa, dkk.
untuk mengamati fenomena pembasahan kembali (rewetting) yang terjadi saar temperatur kelongsong turun mencapai harga tertentu.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penurunan Temperatur Sesaat setelah air diguyurkan dari bagian alas batang pemanas, temperatur kelongsong batang peruanas turun karena mengalami pendinginan. Kurva penurunan temperatur permukaan kelongsong selama proses pendingan secara transien berlangsung diperlihatkan pada Gambar 4. Kurva penurunan temperatur pacta 3 titik pengukuran terlihat berbeda sebagai akibat perbedaan posisi vertikal termokopel clan temperatur awal peruanas. Waktu pendinginan dinding luar kelongsong hingga meneapai temperatur saturasi (100°e) bervariasi berdasarkan perbedaan temperatur awalnya. Secara berturutturnt, untuk temperatur awal 250, 450, 700 clan 800°C lama proses pendinginannya hingga mencapai tempcratur saturasi adalah 75, 200, 375 clan475 detik. Pacta saar air diguyurkan ke batang peruanas yang panas, air tidak dapat langsung membasahi permukaan kelongsong batang peruanas, terutama pacta temperatur yang tinggi. Hal ini karena temperatur permukaan kelongsong melebihi temperatur minimum didih film (minimum film boiling temperature) ditunjukkan oleh titik D pacta Gambar 1, sehingga mengakibatkan terbentuknya selaput uap (vapor film). Untuk pendidihan kolam, temperatur minimum didih film sekitar 275°C menurnt Collie.-l9], atau sekitar 314,5°C jika diprediksi dengan korelasi Spiegle.-lIOJ. Pacta saar kelongsong diselaputi uap, perpindahan panas terjadi secara radiasi. Dengan cara itu temperatur kelongsong akan turnn secara perlahan. Ketika temperatur permukaan kelongsong mencapai ternperatur di bawah temperatur minimum didih film, air dapat membasahinya clan temperatur turnn dengan cepat karena perpindahan panas dapat berlangsung dengan lebih baik. Hal ini yang disebut pembasahan ulang (rewetting) clan ditunjukkan dengan gradien temperatur yang besar pactakurva temperatur di Gambar 4. Dari Gambar 4, hampir untuk semua variasi temperatur awal kelongsong, terlihat bahwa pembasahan ulang terjadi pertama kali pada TC-l, kemudian TC-3 clan berakhir di tengah-tengah pacta TC-2. Secara visual hal itu tampak jelas pacta eksperimen dengan temperatur awal 800°C seperti ditunjukkan pactaGambar 5.
Penelitian Dasar IImu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir
P3TM-BATAN Yogyakarta, 8 Juli 2003
ISSN 0216- 3128
Mulya Juarsa, dkk.
KwvaSojambTmtporal'" untuk uku "lab = \.0 nun
T awal=250°C ~ U
161
850 800 750 700 850
T
-=-TC-I m__-
(JRmmdari~,,)
TC-2(1O5
mmdari
Tmtporal'"
untuk uk"'an "lab 1.0 nun T -4SO'C -=-TC-I (3Smmdari~,)
~,,)
TC-2(105mmdari
n
~,,)
TC"(l67mmdari~.')
TC-3(I67mmdari~,,)
'k 6O0[ ..: ssol
-
Kwva Soja""
=250'C
.. _mawkl,a""
a R ~~
p
10..'"
500
pamb..ahan TCI'TC3 pada ,'27da'O
I-5 ~~ 250 200 150 100 50
0
50
100
150 200 Wakl11,
250
300
350 400
450
150
200
250
TC-3 (167mm
dari
.'. -",
a,.,)
350
""--C'>-'-"--'a" mam..u. ~ ~ p
400
64a"
150 200 Waklll,
250
300
350
400
50
450 500
100
\
-':'.
p"a..336da'0 100
500
pamba"'an64da.. TO2 "".._,.,~a"4
pamba"'a, TC1
50
450
KwvaSoja",bTem""raI'" untuk uku ",lab = \.0 nun T =800'C -=-TC-I("mmdari~") ---mTC.2(1O5mmdari~,,) "'TC-3(167mmdari~,,)
Tawa/=8000C '--
300
t[detik]
Wakl11,
KwvaScjar"" Temporal'" untukuku"n"lab=I.IImm T -7WC -=-TC-I (3Smmdari~,,) .. . TC-2(IO5mmdari~,,)
TawaF700°C
100
500
t(detik]
150 200
"-"--'-": 250
300
350
400
450
500
Waktu. t[detik]
t(detik]
Gal11bar 4. Kurva penurunan temperatur pacta empat temperatur awal pemanas yang berbeda
t= 6 detik
t= 133 detik
t= 336 detik
Awal air Memasuki celah
Pembasahan awal Pada puncak kelongsong
Pembasahan Pada TC-1
t= 357 detik
t= 464 detik
Pembasahan Pada TC-3
Pembasahan Pada TC-2
Gambar 5. Proses pendinginan pacta celah sempit untuk temperatur awal 800°C Proses pembasahan ulang yang terlihat pacta Gambar 5, menunjukkan bahwa keadaan didih terjadi saat kelongsong diselimuti oleh film uap clan di beberapa bagian terjadi sentuhan air pacta dinding luar kelongsong. Dalam waktu tertentu terjadi peningkatan frekuensi sentuhan sehingga perpindahan panas antara dinding clan film uap mengakibatkan temperatur dinding mengalami penurunan hingga titik tertentu kemudian rejim film uap berakhir clan proses didih transisi terjadi yang kemudian dilanjutkan oleh didih inti, Observasi visual juga menunjukkan bahwa air yang diguyurkan dari bagian atas turun melalui Prosiding
Pertemuan
dinding tabling kuarsa yang lebih dingin clan mengisi bagian bawah celah, Hal ini menerangkan mengapa pembasahan ulang terjadi terlebih dahulu di bagian atas clan bawah, sementara di bagian tengah lebih lambat. Pacta saat yang sarna, uap yang dihasilkan bergerak berlawanan ke bagian atas sehingga membatasi aliran air masuk ke dalam celah sempit (counter-current vapor flow limitation. CCFL). Pengaruh CCFL semakin besar dengan meningkatnya temperatur kelongsong. Dari pengamatan visual pacta studi kali ini, pacta temperatur awal kelongsong 250°C, praktis tidak terlihat rejim pendidihan film karena di bawah
dan Presentasi IImiah Penelitian Dasar IImu Pengetahuan P3TM-BATAN Yogyakarta, 8 Juli 2003
dan Teknologi Nuklir
-
162
ISSN 0216 3128
temperatur minimum didih film, sedangkan pada temperatur awal 450°C, indikasinya juga tidak terlihat jelas karena film dengan cepat kolaps. Sehingga, rejim perpindahan panas untuk temperatur awal diantara 250°C clan 450°C pada eksperimen ini tidak dapat dengan jelas memperlihatkan perubahan dari rejim didih film ke konveksi bebas. Sebaliknya, pada temperature kelongsong yang lebih tinggi, film nap lebih stabil sehingga dapat bertahan lebih lama sebelum akhimya kolaps. Sehingga sebagai pembahasan dalam memahami kurva rejim pendidihan, hanya menggunakan temperatur awal kelongsong yang tertinggi, 800°C. Kurva Pendidihan Gambar 6 yang merupakan kurva pendidihan (boiling curve) dihasilkan dari kurva penurunan temperatur untuk temperatur awal 800°C dengan menggunakan perhitungan satu-dimensi untuk konduksi panas pada silinder material baja. Untuk kurva pendidihan di atas, garis pendidihan terbagi pada empat kondisi pendidihan yaitu rejim didih film pada daerah to> t, kemudian rejim didih transisi pada daerah to < t < tc. Rejim didih inti pada daerah tc < t
-
- MUTasCCIat
didih . nSioi' '
MUTaseelal.
--- 103
~ ~
I
TC-l
E
Didih In'; Bromley(Didih Film) ~.,
nn'ukC=O,667
102
. . .
T
5.,
.', . .,..
fi'... '
,
I-<~
0
~ 101
,
en
~ ~
\ AIi~nU p '"
10°
r Lamoner I',. = S,o
10" 10°
101
,
~\.. 'tfjI eI
102
10)
Wall Superheat, TW-Tsat [°C] Gambar
6. Kurva Pendidihan
Tawal =
Mulya Juarsa, dkk.
celah 1,0 mm. Untuk didih transisi, korelasi yang disajikan oleh Murase et al. mendekati basil eksperimen pada kurva pendidihan yang memiliki harga lebih tinggi dari garis didih transisi eksperimen. Sementara, garis didih inti yang dihitung berdasarkan korelasi Murase et al. memiliki harga yang sedikit lebih tinggi dari basil eksperimen. Secara keseluruhan basil eksperimen pendinginan pada celah sempit telah membentuk kurva pendidihan yang menunjukkan kemiripan dengan kurva pendidihan pada eksperimen didih kolam oleh Nukiyama clan dapat menjelaskan dengan baik bahwa peristiwa perpindahan panas dari kelongsong bertemperatur tinggi pada celah 1,0 mm melalui 3 rejim pendidihan yaitu didih film, didih transisi clandidih inti. Sekaligus dari basil yang ditunjukkan pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa temperatur minimum didih film (titik D) terjadi pada temperatur panas lanjut dinding (wall superheat) sekitar 200°C, atau berarti pada temperatur dinding sekitar 300°C seperti yang diprediksi dengan korelasi SpieglerIlOJ.
KESIMPULAN Pada saat temperatur dinding silinder berada di bawah temperatur minimum didih film, pendinginan terjadi dengan cepat karena perpindahan panas terjadi pada rejim pendidihan transisi clan didih inti. Sedangkan, pada temperatur yang lebih tinggi dari temperature minimum didih film, perpindahan panas akan diawali dengan rejim didih film dimana perpindahan panas terjadi secara radiasi termal melalui selaput nap panas lanjut. Semakin tinggi temperatur dinding, semakin banyak nap dibentuk, semakin stabil selaput nap clan pendinginan terjadi lebih Iambat. Adanya aliran nap juga membatasi kontak langsung air clan dinding,Hasil eksperimen juga menunjukkan bahwa rejim perpindahan panas pada celah sempit yang diamati mirip dengan rejim pendidihan kolam Nukiyama. Korelasi aliran nap laminar dengan Nu = 5,0 sesuai untuk memprediksi finks panas pada rejim didih film, sedang korelasi Murase et al. dapat mendekati rejim didih transisi clandidih inti.
800DC
UCAPAN TERIMAKASIH Jika basil eksperimen dibandingkan dengan korelasi yang ada tampak bahwa didih film yang diberikan oleh korelasi Bromley sedikit berada di atas kondisi didih film pada kurva pendidihan eksperimen ini. Sedangkan korelasi aliran nap laminar dengan angka Nusselt 5.0 ternyata sesuai dengan daerah didih film pada kurva pendidihan untuk eksperimen pada celah sempit untuk ukuran
Penulis mengucap terimaksih pada Prof Kaichiro MISHIMA yang telah membimbing penulis dalam melakukan penelitian ini. Demikian pula kepada Mr. Futoshi TANAKA atas bantuannya selama melakukan eksperimen. Dan Mr. Michio MURASE dari Institute Nuclear Safety Sy!,'tem
Prosiding Pertemuan daD Presentasi IImlah Penelitian Dasar IImu Pengetahuan daD Teknologi Nukllr P3TM.BATAN Yogyakarta, 8 Juli 2003
ISSN 0216- 3128
Mulya Juarsa, dkk.
(INSS) atas batuan dana untuk riset penulis selarna studi di Kyoto University.
C, nj,n]
konstanta [-] diameter [m2] percepatan gravitasi [m/s2] koefisien perpindahan panas [kWPK]
Hfg or hfg kg kf L Nu p
panas penguapan [kJ/kg] konduktivitas termal uap (gas) [W/m.K] konduktivitas termal air (fluida) [W/m.K] panjang [m] Nusselt number [-] tekanan [MPa]
L1Ts
finks kalor[kW 1m2] delta temperatur saturasi (Tw Ts) [°C]
Tw
temperatur dinding luar kelongsong[°C]
Ts
Pf
temperatur saturasi air [°C] kerapatan nap (gas) [kg/m3] kerapatan air (fluida) [kg/m3]
/1g
viskositas nap (gas) [N.s/m2]
If (J"
viskositas kinematik
q
pg
Daya", Jurnal Tri Dasa Mega, Vol. 2, No.3, 2500. 4. A. HIDAKA et a1., "Analyses of ALPHA in Vessel Debris Coolability Experiments with SCDAPSIM Code", Proceeding of the Workshop on Severe Accident Research (SARJ-98), JAERI-Conf99-005, 1999.
DAFfAR SIMBOL D g h
163
-
[m2/s]
tegangan permukaan [N/m]
5. P. HORNER et a1., "Simulation Gap Cooling Phenomena of a Melt in the Lower Head of a RPV", Proceeding of the Workshop on Severe Accident Research (SARJ-98), JAERI-Conf 99-005, 1999. 6. G. SATISH, M. SHOJI, K. VIJAY, VIJAY K. DHIR, "Handbook of Phase Change: Boiling and Condensation", Taylor and Francis, p.64, 1999. 7. BROMLEY, LA., "Heat transfer is stable film boiling", Chemical Engineering Program,
TANYAJAWAB Suprapto ~ Berapa konversi atau perubahan koefisien konfersi (bebas) terhadap perubahan suhu air di dalam
DAFfARPUSTAKA 1. J.M. BROUGHTON et a1., "A Scenario on The Three Mile Island Unit 2 Accident," Nuclear Technology, yo1. 87, No.1, 1989. 2. Y. MARUYAMA et a1., "Application of CAMP Code to Analysis of Debris Coolability Experiments in ALPHA Program", Proceeding of the Workshop on Severe Accident Research (SARJ-98), JAERI-Conf 99-005, 1999.
Mulya Juarsa
.
Konversi bebas terjadi setelah rejim didih inti
berakhir. dimana konversi bebas berbeda saat teperatur kelongsong telah mengalami pendinginan hingga mendekati temperatur saturasi air. Dalam hal ini koejisien perubahan panas pada konversi labu (hkonvJ untuk vans teperatur adalah sama (0,7-0,9 kwlm2kJ.
3. A.R. ANT ARIKSA WAN, "Analisis Degradasi Teras PWR Pada Kejadian Kehilangan Calli
Prosiding Pertemuan dan Presentasi IImiah Penelitian Dasar IImu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir P3TM-BATAN Yogyakarta, 8 Juli 2003