STUDI APLIKASI KNAPSACK SPRAYER, KNAPSACK POWER SPRAYER, DAN BOOM SPRAYER DI PT. LAJU PERDANA INDAH, PALEMBANG, SUMATERA SELATAN
SKRIPSI
GHULAM ASPAR F14080022
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
STUDY OF APPLICATION USING KNAPSACK SPRAYER, KNAPSACK POWER SPRAYER, AND BOOM SPRAYER IN LAJU PERDANA INDAH COMPANY, PALEMBANG, SOUTH SUMATERA Ghulam Aspar and Gatot Pramuhadi Department of Mechanical and Biosystem Engineering. Faculty of Agricultural Engineering and Technology, Bogor Agricultural University (IPB), IPB Dramaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia. Phone +62 857 2002 9014, e-mail:
[email protected] or
[email protected]
ABSTRACT The purpose of the research was to determine effectiveness, herbiciding cost, and performance of weed control using knapsack sprayer (KS), knapsack power sprayer (KPS), and boom sprayer (BS) in dry land sugar cane area at Laju Perdana Indah Company, Palembang, South Sumatera. Three kind of sprayers were applied for herbiciding on March 2012. Knapsack sprayer and knapsack power sprayer were manually operated by operator, were as boom sprayer was mechanically operated by 75 hp (56 kW) tractor. Active substances were use for herbiciding are 2,4 D-amina, ametryn, paraquat, sticker, glyphosate, and diuron with dosage range of (0.5-2.5) litre/ha. Research showed that herbiciding effectiveness and efficiency using three kind of sprayers gave different results. KPS was more effective than KS because percentage killed weeds after herbiciding using KPS is 77.0%, however using KS is (53.6-59.5)%. Average operational speed when at herbiciding using KS, KPS, and BS were 0.56 m/sec, 0.59 m/sec, and 2.00 m/sec respectively, so that it gave big influence for effective field capacity were (0.10-0.11) ha/hour, 0.20 ha/hour, and 2.66 ha/hour respectively. Herbicide Solutions discharge using KS, KPS, and BS were (60.69-65.40) litre/hour, 85.30 litre/hour, and 1206.00 litre/hour respectively, so that it gave result for throwput capacity are (588.64-617.01) litre/ha, 418.94 litre/ha, and 453.87 litre/ha. Difference in kind of sprayers would gave different performance. Herbiciding inefficiency using KS and KPS were (47.254.3)% and 4.7%, so that it dissipation (188.64-217.01) litre/ha and 18.94 litre/ha, therefore using BS was most economically because it could economize hebicide solutions consumption of 24.4% or 146.13 litre/ha. Herbiciding cost using KS, KPS, and BS were Rp (294,925.75-303,230.95)/ha, Rp 317,575.82/ha, Rp 127,712.46/ha respectively. Herbiciding time using KS, KPS, and BS were (910.17) hour/ha, 4.91 hour/ha, and 0.38 hour/ha respectively. The herbiciding effectiveness on the field for KS was (82.6-82.8)% with killed weeds percentage was (53.6-59.5)% and KPS was 93.7% with killed weeds percentage was 77%. KPS was more effective in hebiciding than KS and BS was the most efficient sprayer for herbiciding in dry land sugar cane area. Key words : effectiveness, cost, herbiciding, weed, sprayers
Ghulam Aspar. F14080022. Studi Aplikasi Knapsack Sprayer, Knapsack Power Sprayer, dan Boom Sprayer di PT Laju Perdana Indah, Palembang, Sumatera Selatan. Dibawah bimbingan Gatot Pramuhadi. 2012
RINGKASAN Prinsip utama dalam pengendalian gulma adalah melakukan upaya untuk mengurangi populasi gulma sebelum gulma itu merugikan pertanaman tebu. Oleh karena itu, pengendalian gulma harus dilakukan secara terpadu dan dapat melalui berbagai cara seperti biologis, kimiawi, mekanis atau kombinasi dari cara-cara tersebut. Pengendalian secara kimiawi adalah pengendalian gulma dengan menggunakan bahan kimia yang dapat menekan laju pertumbuhan gulma yang disebut herbisida. Dalam mengendalikan gulma, suatu penyemprot gendong dikatakan efektif jika sprayer tersebut mampu menurunkan penutupan gulma terhadap lahan. Demikian juga efisiensi penggunaan sprayer, dikatakan efisien jika waktu yang dibutuhkan untuk menyemprot lebih singkat dan biaya yang digunakan optimal. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan efektivitas dan biaya pokok penyemprotan menggunakan tiga tipe sprayer yaitu knapsack sprayer, knapsack power sprayer, dan boom sprayer di areal kebun tebu lahan kering PT Laju Perdana Indah, Palembang, Sumatera Selatan. Perlakuan yang diberikan, yaitu: (a) knapsack spraying di petak lahan A (petak 46A2 ; luas 0.40 ha ; weed cover 92.55%) menggunakan knapsack sprayer tipe I dan II, (b) knapsack power spraying di petak lahan B (petak 7D10 ; luas 0.93 ha ; weed cover 98.40%) menggunakan knapsack power sprayer, dan (c) boom spraying di petak lahan C (petak 45A1 ; luas 0.94 ha ; weed cover 0%) menggunakan boom sprayer. Knapsack spraying dan knapsack power spraying dilakukan pada saat post emerging, sedangkan boom spraying dilakukan pada saat pre emerging. Pada saat herbiciding menggunakan dosis aplikasi herbisida yang telah ditetapkan oleh PT LPI, Palembang. Data penutupan gulma tebu (weed cover) diambil secara acak sebanyak sepuluh sampel setiap perlakuan yang diamati hingga 5 HSA (hari setelah aplikasi) herbisida. Hasil pengukuran sampel menggunakan bingkai pengamatan diperoleh jumlah persentase gulma berdaun sempit dan berdaun lebar berturut-turut di lahan percobaan adalah 54.6% dan 39.9%. Pada lahan A (0.40 ha) dan B (0.94 ha) penutupan gulma berturut-turut adalah sebesar 92.55% dan 98.40% yang merupakan lahan pada masa post emergence sedangkan pada lahan C adalah sebesar 0% yang merupakan lahan pada masa pre emergence. Hasil pengamatan lima hari setelah aplikasi menunjukan persentase gulma yang mati (kering) di lahan A untuk KS I adalah 53.6% dan KS II adalah 59.5%. Di lahan B untuk KPS adalah 77%. Hasil penelitian menunjukan bahwa biaya dan waktu untuk KS I adalah Rp 303,230.95/ha dan 10.17 jam/ha, KS II adalah Rp 294,925.75/ha dan 9 jam/ha, KPS adalah Rp 317,575.82/ha dan 4.91 jam/ha, dan BS adalah Rp 127,712.46/ha dan 0.38 jam/ha. Efektivitas penyemprotan (herbiciding) di lahan dengan parameter weed cover untuk KS I adalah 82.8% dengan persentase gulma mati 53.6%, KS II adalah 82.6% dengan persentase gulma mati 59.5%, dan KPS adalah 93.7% dengan persentse gulma mati 77%. KPS merupakan sprayer paling efektif dalam pengendalian gulma dan BS merupakan sprayer paling efisien dalam aplikasi herbisida pada saat pre emergence.
STUDI APLIKASI KNAPSACK SPRAYER, KNAPSACK POWER SPRAYER, DAN BOOM SPRAYER DI PT LAJU PERDANA INDAH, PALEMBANG, SUMATERA SELATAN
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh GHULAM ASPAR F14080022
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul Skripsi
Nama NIM
: Studi Aplikasi Knapsack Sprayer, Knapsack Power Sprayer, dan Boom Sprayer di PT Laju Perdana Indah, Palembang, Sumatera Selatan : Ghulam Aspar : F14080022
Menyetujui,
Pembimbing,
(Dr. Ir. Gatot Pramuhadi, M. Si.) NIP 19650718 199203 1 001
Mengetahui : Ketua Departemen,
(Dr. Ir. Desrial, M. Eng.) NIP 19661201 199103 1 004
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Studi Aplikasi Knapsack Sprayer, Knapsack Power Sprayer, dan Boom Sprayer Di PT Laju Perdana Indah, Palembang, Sumatera Selatan adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2012 Yang membuat pernyataan
Ghulam Aspar F14080022
© Hak cipta milik Ghulam Aspar, tahun 2012 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
BIODATA PENULIS Ghulam Aspar. Lahir di Bandung pada tanggal 27 September 1990. Putra pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Rosiyamsi S. Aspar dan Wargini. Penulis pernah sekolah di SDN Dadali II Andir Bandung kemudian pindah sekolah ke SDN Tikukur II dan lulus pada tahun 2002. Penulis meneruskan pendidikannya di SMPN 35 Bandung dan lulus pada tahun 2005. Penulis melanjutkan kembali jejang pendidikannya ke SMA PGII 1 Bandung dan lulus pada tahun 2008 serta pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI). Penulis memilih Mayor Teknik Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dibeberapa kegiatan organisasi kemahasiswaan antara lain: Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (DPM KM IPB) pada tahun 2009-2010 sebagai ketua komisi 3, penulis pun menjadi Badan Pengawas Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian IPB (BP HIMATETA IPB) pada tahun 2010-2011 sebagai staf pengawas divisi Fund Rising HIMATETA, dan Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (BEM KM IPB) pada tahun 2011-2012 sebagai staf kementrian pengembangan potensi sumberdaya mahasiswa (PPSDM). Selain aktif di organisasi kemahasiswaaan, penulis juga aktif sebagai asisten praktikum mata kuliah motor bakar dan tenaga pertanian. Penulis melaksanakan praktik lapangan pada tahun 2011 di PT Perkebunan Nusantara VIII Goalpara, Sukabumi dengan judul “Analisis Biaya Operasi dan Perawatan Alat dan Mesin Pengolahan Teh di PT Perkebunan Nusantara VIII Goalpara, Sukabumi”. Untuk mendapatkan gelar sarjana, penulis menyelesaikan skripsi yang berjudul “Studi Aplikasi Knapsack Sprayer, Knapsack Power Sprayer, dan Boom Sprayer di PT Laju Perdana Indah, Palembang, Sumatera Selatan”.
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur hanyalah milik Allah SWT. Atas segala limpahan nikmat dan kasih sayang-Nya yang tak terbatas sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Studi Aplikasi Knapsack Sprayer, Knapsack Power Sprayer, dan Boom Sprayer di PT Laju Perdana Indah, Palembang, Sumatera Selatan” dengan baik. Skripsi ini disusun untuk melengkapi syarat mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian. Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. Ir. Gatot Pramuhadi, M. Si. sebagai dosen pembimbing utama yang selalu memberikan saran, motivasi, dan nasihat kepada penulis untuk mempercepat penyelesaian skripsi ini. 2. Dr. Ir. I Wayan Astika, M. S. dan Dr. Ir. Edi Hartulistiyoso, M. Sc. sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran untuk menyempurnakan skripsi ini. 3. Rosiyamsi S Aspar dan Wargini selaku orang tua penulis yang telah memberikan perhatian, nasihat, dorongan moril, dan materil untuk menyelesaikan skripsi ini. 4. Ahmad Majedi, Eka Priyana, Urip Susanto, B. Yogi Triatno, M. Effendi, Suhendar, Basri, Anton Dwi Arianto, M. Rokip, dan Wahyudi dari pihak PT Laju Perdana Indah yang telah membantu melaksanakan penelitian. 5. Pihak PT Agrindo Maju Lestari yang telah bersedia menyediakan alat untuk melaksanakan penelitian ini. 6. Teman-teman kost GPK (Fuad Insan Muttaqin, Ade Prisma Pranayuda, Rizqi M. Thaariq, Fajri Ilham, Yayan Fitriyan, Galih Barmadi Putra, Saidong, Anggun Saputra, dan Yogi Akbar Ermansyah) yang telah memberikan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini. 7. Teman-teman Teknik Pertanian angkatan 45 yang selalu memberikan semangat dan kemudahan dalam penyususan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang keteknikan pertanian.
Bogor, September 2012
Ghulam Aspar
i
DAFTAR ISI
I.
II.
III.
IV
V
KATA PENGANTAR.................................................................................................... DAFTAR ISI................................................................................................................... DAFTAR TABEL........................................................................................................... DAFTAR GAMBAR...................................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN................................................................................................... PENDAHULUAN A. Latar Belakang.......................................................................................................... B. Tujuan Penelitian....................................................................................................... TINJAUAN PUSTAKA A. Gulma di Kebun Tebu................................................................................................ B. Pengendalian Gulma.................................................................................................. C. Pengendalian Gulma Secara Kimiawi........................................................................ D. Alat dan Mesin Pengendalian Gulma Secara Kimiawi.............................................. E. Tipe Nosel Sprayer.................................................................................................... F. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas.......................................................... G. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Biaya Pokok Penyemprotan............................... METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat..................................................................................................... B. Alat dan Bahan........................................................................................................... C. Prosedur Penelitian..................................................................................................... D. Prosedur Pengukuran................................................................................................. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Efektivitas Penyemprotan......................................................................................... B. Biaya dan Unjuk Kerja Penyemprotan..................................................................... KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan............................................................................................................... B. Saran......................................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
halaman i ii iii iv v 1 2 3 4 5 6 10 11 11 13 13 14 17 20 24 28 28 29 30
ii
DAFTAR TABEL No. 1 2 3
8
Tabel 1. Spesies Gulma Penting di Kebun Tebu Lahan Sawah...................................... Tabel 2. Spesies Gulma Penting di Kebun Tebu Lahan Tegalan.................................... Tabel 3. Daftar Nama Dagang Herbisida yang Telah Direkomendasikan untuk Mengendalikan Gulma.................................................................................................... Tabel 4. Spesifikasi Sprayer yang Digunakan dalam Penelitian Tabel 5. Dosis bahan aktif herbisida yang diaplikasikan untuk herbiciding gulma tebu.................................................................................................................................. Tabel 6. Hasil Pengamatan Aplikasi Herbisida di Lahan............................................... Tabel 7. Spesifikasi tiga jenis sprayer yang digunakan dalam penelitian herbiciding gulma tebu....................................................................................................................... Tabel 8. Perhitungan Kapasitas Penggunaan Larutan Herbisida....................................
9
Tabel 9. Tabulasi Perhitungan Biaya Total Masing-masing Sprayer.............................
4 5 6 7
halaman 3 3 6 14 15 21 24 25 26
iii
DAFTAR GAMBAR No. 1 2 3 4 5 6
7
8 9 10 11 12 13 14 15
Gambar 1. Dua Tipe Hand Sprayer. (National Sprayer and Duster Assoc., 1955)........ Gambar 2. Sprayer Bertekanan Udara. (Compressed-Air Sprayer)................................ Gambar 3. Dua Tipe Knapsack Sprayer. (National Sprayer and Duster Assoc., 1955). Gambar 4. Tipe Beberapa Sprayer yang Dioperasikan oleh Pemompaan Tangan (National Sprayer and Duster Assoc., 1955).................................................................. Gambar 5. Gambar Skematik Power Sprayer. (National Sprayer and Duster Assoc., 1955)............................................................................................................................... Gambar 6. (a) Perangkaian Nosel Penyemprotan Bentuk Fan dan Cone (Spraying System Co.), (b) Tipe Empat Nosel yang Terdapat Di Sprayer Pertanian. (1b) Tipe Hollow-cone, (2b) Tipe Solid-cone, (3b) Tipe Core-insert, (4b) Tipe Fan.................... Gambar 7. Sprayer-sprayer yang digunakan dalam penelitian herbiciding gulma tebu (a) knapsack sprayer tipe I, (b) knapsack power sprayer, (c) knapsack sprayer tipe II, dan (d) boom sprayer...................................................................................................... Gambar 8. Diagram Alir Prosedur Penelitian Analisis Biaya Pokok dan Efektivitas Sprayer............................................................................................................................ Gambar 9. Ilustrasi Pengukuran dalam Kwadran (Bingkai) Sampel.............................. Gambar 10. Ilustrasi Penempatan Kwadran Sampel di Lahan yang Diteliti.................. Gambar 11. Kondisi Lahan Sebelum Dilakukan Penyemprotan.................................... Gambar 12. Sampel Aplikasi Menggunakan Knapsack Sprayer I.................................. Gambar 13. Sampel Aplikasi Menggunakan Knapsack Sprayer II................................ Gambar 14. Sampel Aplikasi Menggunakan Knapsack Power Sprayer......................... Gambar 15. Nosel yang Digunakan dalam Penelitian. (a) nosel KS I, (b) nosel KS II, (c) nosel KPS, (d) nosel BS.............................................................................................
halaman 7 7 7 8 9
10
13 17 18 18 20 22 22 23 23
iv
DAFTAR LAMPIRAN No. 1 2 3
Lampiran 1. Lokasi Pengambilan Data........................................................................... Lampiran 2. Gambar Aplikasi Herbisida di Lahan......................................................... Lampiran 3. Perhitungan Unjuk Kerja dan Biaya Aplikasi Herbisida............................
halaman 31 31 32
v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas yang memiliki posisi strategis dalam perekonomian Indonesia. Industri gula merupakan salah satu sumber pendapatan bagi petani yang tinggal disekitar pabrik gula dan beberapa tenaga kerja yang terlibat dalam pengolahan gula. Menurut Dirjen Perkebunan mengenai statistik perkebunan tebu yang dipublikasikan tahun 2010, pada kurun waktu 2000-2008 rata-rata nilai impor gula hablur Indonesia mencapai 1.47 juta ton per tahun, sedangkan rata-rata nilai ekspor turunan produk gula lainnya sebesar 1.89 ton per tahun. Kebutuhan gula nasional untuk tahun 2010 diperkirakan mencapai 4.8 juta ton sedangkan produksi gula dalam negeri diasumsikan 2.8 juta ton. Hasil produksi ini merupakan gabungan dari tiga perusahaan tebu nasional yaitu perkebunan rakyat (PR), perkebunan besar negara (PBN), dan perkebunan besar swasta (PBS) (Ditjenbun, 2009). Diakui bahwa untuk memproduksi gula, diperlukan biaya yang besar dan usaha yang keras untuk mengefisienkan kerja pabrik dan sistem pengelolaan kebun yang baik. Salah satu kendala dalam pengelolaan kebun adalah adanya gangguan yang disebabkan oleh gulma. Kelebatan tumbuhan gulma dan adanya spesies gulma baru menimbulkan masalah dalam pengendaliannya. Berbagai gulma tumbuh dan mengganggu tebu sejak masa pra tanam hingga hendak dipanen. Keberadaan gulma pada tanaman tebu dapat menurunkan produksi sebesar 15.0 – 53.7% (Kuntohartono, 1998). Hasil penelitian lain menunjukan bahwa gulma yang dibiarkan tumbuh dan tidak disiangi pada tanaman tebu dapat menurunkan hasil panen bobot tebu berkisar antara 9.2 – 13.1% (Marjayanti et al., 1991) dan 25% (Moenandir, 1990). Prinsip utama dalam pengendalian gulma adalah melakukan upaya untuk mengurangi populasi gulma sebelum gulma itu merugikan pertanaman tebu. Oleh karena itu, pengendalian gulma harus dilakukan secara terpadu dan dapat melalui berbagai cara seperti biologis, kimiawi, mekanis atau kombinasi dari cara-cara tersebut. Pengendalian secara kimiawi adalah pengendalian gulma dengan menggunakan bahan kimia yang dapat menekan laju pertumbuhan gulma yang disebut herbisida. Aplikasi herbisida dapat dilakukan dengan cara penyemprotan (spraying), pengasapan (fogging), penghembusan (dusting), pencelupan (dipping), injeksi, penyiraman, dan penaburan (Djojosumarto, 2008). Penyemprotan merupakan cara yang paling umum dilakukan oleh para pelaku pertanian. Pada penyemprotan ini, cairan atau larutan dipecah menjadi butiran-butiran halus sehingga dapat disebarkan secara merata pada daerah permukaan ataupun ruang yang dilindungi. Dalam mengendalikan gulma, suatu penyemprot gendong dikatakan efektif jika sprayer tersebut mampu menurunkan penutupan gulma terhadap lahan. Penyemprotan herbisida menggunakan sprayer akan lebih efisien dari pada penyiangan dilakukan dengan tangan. Pembasmian gulma dengan cara penyemprotan herbisida akan lebih hemat tenaga, waktu, dan biaya. Dari segi tenaga, cukup hanya 2 atau 3 orang yang bekerja menyemprot lahan untuk luasan satu hektar, berbeda dengan cara tradisional yang membutuhkan 15 hingga 20 orang pekerja untuk menyiangi lahan satu hektar per hari. Biaya pokok, semakin banyak pekerja untuk menyiangi lahan semakin besar pula jumlah upah yang dibayarkan. Begitu juga dengan waktu pengerjaan, penyemprotan dengan sprayer akan memakan waktu lebih singkat dibanding dengan penyiangan secara tradisional. Biaya, tenaga dan waktu tersebut dapat dimanfaatkan untuk kegiatan lain yang dapat meningkatkan pendapatan petani Menitikberatkan pada pemilihan alat penyemprot yang efektif dan menghasilkan biaya aplikasi terendah diperlukan analisis yang menghasilkan sebuah interaksi yang berpengaruh terhadap
1
pertumbuhan gulma, sehingga pertumbuhan gulma dapat ditekan dan pada akhirnya gulma tersebut mati serta biaya penggunaanya pun rendah.
B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan efektivitas dan biaya pokok penyemprotan (spraying) menggunakan tiga tipe sprayer yaitu knapsack sprayer, knapsack power sprayer, dan boom sprayer di areal kebun tebu PT Laju Perdana Indah, Palembang, Sumatera Selatan.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gulma di Kebun Tebu Gulma pengganggu pada tanaman tebu, seperti pada tanaman lainnya, dapat digolongkan atas gulma yang berdaun lebar, yang berdaun sempit, dan teki-tekian (Cyperaceae). Ketiga golongan gulma tersebut dijumpai, baik pada kebun tebu di lahan sawah maupun di lahan tegalan. Macam spesies gulma di kebun tebu sangat ditentukan oleh cara mengolah tanah dan macam tanaman budidayanya. Pengolahan tanah menyeluruh dengan membajak dakan mengurangi kepadatan berbagai spesies gulma dari keluarga Poaceae, tetapi dapat menambah pertumbuhan teki dan berbagai spesies gulma berdaun lebar. Pada lahan tegalan, macam spesies gulma pada pertanaman baru agak berbeda dengan keprasannya, karena waktu pertumbuhan tanaman baru jatuh pada awal musim hujan, sedangkan waktu pertumbuhan keprasan adalah di musim kemarau. Spesies gulma penting di kebun tebu dapat dilihat pada Tabel 1dan 2. Tabel 1. Spesies Gulma Penting di Kebun Tebu Lahan Sawah Diolah secara Reynoso Gulma Diolah secara mekanis di kebun bibit di kebun produksi Berdaun sempit Cynodon dactylon Cynodon dactylon Echinochloa colonum Echinohloa colonum Polytrias amaura Leptochloa chinensis Panicum reptans Berdaun lebar Ipomoea triloba Amaranthus spinosa Euphorbia sp. Portulaca oleraceae Teki-tekian Cyperus rotundus Cyperus rotundus Cyperus rotundus (Sumber: Setyamidjaja dan Azharni, 1992) Tabel 2. Spesies Gulma Penting di Kebun Tebu Lahan Tegalan Gulma Berdaun sempit
Berdaun lebar
Di pulau Jawa Echinochloa colonum Dactylotenium aegyptium Rottboelia exaltata Digitaria sp.
Amaranthus spinosus Commelina benghalenisis Centrosema pubescens Ageratum conyzoides Teki-tekian Cyperus rotundus (Sumber: Setyamidjaja dan Azharni, 1992)
Di luar Jawa Echinochloa colonum Dactylotenium aegyptium Rottboelia exaltata Imperata cylindrica Eleusine indica Amaranthus spinosus Mimosa invisa Mikania cordata Boreria alata Cyperus rotundus
3
Tanaman tebu peka terhadap gangguan gulma, terutama selama tiga bulan pertama masa pertumbuhannya. Gangguan gulma dilahan yang diolah secara Reynoso dapat menurunkan berat tebu sampai 53.7%, sedangkan di lahan beririgasi yang diolah secara mekanis penurunan berat sampai 22.4%. pada tegalan di Jawa tersebut mencapai 45.7% (Setyamidjaja dan Azharni, 1992). Menurut Chisaka (dalam Matsunaka, 1977) pengaruh buruk gulma di dalam dan disekitar lapangan yang ditanami dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) gulma mengurangi hasil tanaman dan kualitas karena persaingan kebutuhan hidup; (2) gulma mengintensifkan masalah serangga, penyakit dan hama lain dengan peran sebagai inang; (3) gulma mengurangi efisiensi panen dan mesin-mesin yang lain; (4) gulma beracun dalam padang rumput atau diantara hasil makanan ternak, menyakiti hewan piaraan; dan (5) gulma air mengurangi efisiensi sistem irigasi. Efek yang paling luas dan serius ialah kerugian hasil sebab persaingan gulma yang masih belum diketahui benar, karena melibatkan banyak faktor yakni: varietas, jarak, kesehatan tanaman, jenis-jenis varietas kerapatan populasi dan berjangkitnya gulma, kesuburan tanah, iklim, dan lamanya persaingan.
B. Pengendalian Gulma Pengertian pengendalian (control) gulma harus dibedakan dengan pemberantasan (eradication). Pengendalian gulma (weed control) dapat didefinisikan sebagai proses membatasi infestasi gulma sedemikian rupa sehingga tanaman dapat dibudidayakan secara produktif dan efisien. Dalam pengendalian gulma tidak ada keharusan untuk membunuh seluruh gulma, melainkan cukup menekan pertumbuhan dan atau mengurangi populasinya sampai pada tingkat dimana penurunan produksi yang terjadi tidak berarti atau keuntungan yang diperoleh dari penekanan gulma sedapat mungkin seimbang dengan usaha ataupun biaya yang dikeluarkan. Dengan kata lain pengendalian bertujuan hanya menekan populasi gulma sampai tingkat populasi yang tidak merugikan secara ekonomik atau tidak melampaui ambang ekonomik (economic threshold), sehingga sama sekali tidak bertujuan menekan populasi gulma sampai nol. Sedangkan pemberantasan merupakan usaha mematikan seluruh gulma yang ada baik sedang tumbuh maupun alat-alat reproduksinya, sehingga populasi gulma sedapat mungkin ditekan sampai nol (Sukman dan Yakup, 2002). Menurut Sukman dan Yakup (2002), terdapat beberapa cara atau metode pengendalian gulma yang dapat dipraktikkan di lapangan. Sebelum melakukan tindakan pengendalian gulma sangat penting bagi kita mengetahui cara-cara tersebut guna memilih cara yang paling tepat untuk suatu jenis tanaman budidaya dan gulma yang tumbuh di suatu daerah. Teknik pengendalian yang tersedia adalah: a. Pengendalian dengan upaya preventif (pembuatan peraturan atau perundangan, karantina, sanitasi, dan peniadaan sumber invasi). b. Pengendalian secara fisik atau mekanis atau fisik (pengerjaan tanah, penyiangan, pencabutan, pembabatan, penggenangan, dan pembakaran). c. Pengendalian secara kultur-teknis (penggunaan jenis unggul terhadap gulma, pemilihan saat tanam, cara tanam-perapatan jarak tanam, tanaman sela, rotasi tanaman, dan penggunaan mulsa). d. Pengendalian secara hayati (pengadaan musuh alami, manipulasi musuh alami dan pengolahan musuh alami yang ada disuatu daerah). e. Pengendalian secara kimiawi (herbisida dengan berbagai formulasi surfaktran, alat aplikasi, dan sebagainya). f. Pengendalian dengan upaya memanfaatkannya (untuk berbagai keperluan seperti sayur, bumbu, bahan obat, penyegar, bahan kertas, biogas, pupuk, bahan kerajinan dan pakan ternak).
4
C. Pengendalian Gulma Secara Kimiawi Senyawa kimia yang dipergunakan sebagai pengendali gulma ini dikenal dengan nama herbisida. Herbisida merupakan alat yang canggih dalam pengendalian gulma, serta memberikan keuntungan lebih dalam pemakaiannya. Adapun keuntungan yang dapat diberikan oleh herbisida adalah sebagai berikut (Sukman dan Yakup, 2002): 1. Dapat mengendalikan gulma sebelum mengganggu. 2. Dapat mengendalikan gulma dilarikkan tanaman. 3. Dapat mencegah kerusakan perakaran tanaman. 4. Lebih efektif membunuh gulma tahunan dan semak belukar. 5. Dalam dosis rendah dapat sebagai hormon tumbuh. 6. Dapat menaikkan hasil panen tanaman dibandingkan dengan perlakuan penyiangan biasa. Disamping kelebihan dan keuntungan, herbisida juga mempunyai kekurangan-kekurangan yang dapat merugikan. Kelemahan itu antara lain adalah herbisida dapat menimbulkan: a) efek samping, b) spesies gulma yang resisten, c) polusi, d) residu dapat meracuni tanaman, pada pola pergiliran tanaman. Menurut Sukman dan Yakup (2002), secara umum klasifikasi herbisida ada empat, yaitu: a. Berdasarkan Waktu Aplikasi Waktu aplikasi herbisida biasanya ditentukan oleh stadia pertumbuhan dari tanaman maupun gulma. Berdasarkan hal tersebut, maka waktu aplikasi herbisida terdiri dari: 1. Pre plant, maksudnya herbisida diaplikasikan pada saat tanaman (crop) belum ditanam, tetapi tanah sudah diolah. 2. Pre emergence, maksudnya herbisida diaplikasikan sebelum benih tanaman (crop) atau biji gulma berkecambah. Pada perlakuan ini benih dari tanaman (crop) sudah ditanam, sedangkan gulma belum tumbuh. 3. Post emergence, maksudnya hebisida diaplikasikan pada saat gulma dan tanaman sudah lewat stadia perkecambahan. Aplikasi herbisida bisa dilakukan pada waktu tanaman masih muda maupun dapa waktu tanaman sudah tua. b. Cara Aplikasi 1. Aplikasi melalui daun • Bersifat kontak Berarti herbisida ini hanya mematikan bagian hijau tumbuhan yang terkena semprotan. Herbisida ini cocok untuk mengendalikan gulma setahun, karena bila terkena akan menyebabkan mati keseluruhan. Contohnya adalah herbisida Paraquat. • Bersifat sistemik Berarti herbisida yang diberikan pada tumbuhan (gulma) setelah diserap oleh jaringan daun kemudian ditranslokasikan ke seluruh bagian tumbuhan tersebut misalnya: titik tumbuh, akar, rimpang, dan lain-lain sehingga gulma tersebut akan mengalami kematian total. Contohnya adalah herbisida Glyphosate. 2. Aplikasi melalui tanah Umumnya herbisida yang diberikan melaui tanah adalah herbisida yang bersifat sistemik. Contohnya adalah herbisida Diuron, golongan Triazine, Uracil, Urea, dan Ioxynil. c. Bentuk Molekul d. Berdasarkan Cara Kerja
5
Tabel 3. Daftar Nama Dagang Herbisida yang Telah Direkomendasikan untuk Mengendalikan Gulma Komoditas Gulma Daun Lebar Gulma Rumputan Gulma Tekian
Tebu
Acril DS, Agromin 865 AS, Amocomin 865 AS, Amexone 80 WP, Amexone 500 F, Andall 865 AS, Banvel 480 AC, Bimaron 80 WP, Bimastar 240/120 AS, Bioron 80 WP, Boral 480 SC, Cadre 240 AS, Command 480 EC, DMA-6, Gesapax 80 WP, Gesapax 80 WG, Goal 240 EC, Gramoxone, Gulmaron 80 WP, Herbatop 276 AS, Maron 500 F, Indamin 720 HC, Marumine 860 AS, Maron 80 WP, Mebatrin 80 WP, Merlin 75 WG, Nitrox 80 WP, Para-col, Promin 865 AS, Ronindo 80 WP, Ronindo 500 F, Sencor 70 WP, Sidamin 865 AS, Spark 130/5 AS, Spike 564 AS, Strike 130 AS, Tebusan 500 SC, Tordon 101, Tupormin 865 AS, Velpar 60 DF, Vulgar 865 AS
Acril Ds, Amexone 80 WP, Amexone 500 F, Basta 150 WSC, Banvel 480 AC, Bimaron 80 WP, Bimastar 240/120 AS, Bioron 80 WP, Cadre 240 AS, Command 480 EC, DMA-6, Gesapax 80 WG, Goal 240 EC, Gramoxone, Gulmaron 500 SC, Herbatop 276 AS, Maron 500 F, Maron 80 WP, Mebatrin 80 WP, Merlin 75 WG, Nitrox 80 WP, Ronindo 500 F, Sencor 70 WP, Spark 130/5 AS, Spike 564 AS, Tebusan 500 SC
Adimetrex 80 WP, Agromin 865 BS, Amexone 80 WP, Amexone 500 F, Basta 150 WSC, Gesapax 80 WG, Gesapax 500 F, Tordon 101, Goal 2 E, Gramoxone, Herbatop 276 AS, Merlin 75 WG, Merumine 860 AS, Vulgar 865 AS
(Sumber: Kompes, 2004 dalam Sembodo, 2010)
D. Alat dan Mesin Pengendalian Gulma Secara Kimiawi Terdapat bermacam-macam tipe sprayer yang tersedia untuk berbagai kegunaan di rumah, taman, dan lahan. Disini spesial tipe sprayer yang cocok untuk peternakan, kandang dan ternak ayam. Sprayer dapat diklasifikasikan sebagai perabot rumah tangga (household), udara bertekanan (compressed air), tas gendong (knapsack), roda dorong (wheelbarrow), traksi (traction), tenaga (power), dan pesawat terbang (airplane). 1. Sprayer Tangan (Hand Sprayer atau Atomizer) Sprayer tangan untuk rumah tangga ini dapat digunakan untuk penyemprotan berbagai macam larutan disekitar rumah, di taman, di kandang peternakan ayam, dan kandang. Terdapat dua tipe yaitu single action dan continous-action atomizer. Tipe single action hanya bekerja pada langkah kerja pompa, tetapi contious-action atomizer dirancang untuk mendapatkan cukup tekanan setelah dua atau tiga kali langkah kerja pompa untuk memaksa keluar cairan secara kontinu. Penampung cairan dibuat dari kaca, kuningan, atau lembaran baja. Dewasa ini banyak digunakan untuk penyemprotan minyak, bahan-bahan kimia dengan kepadatan tinggi, dan keperluan penerbangan.
6
Gambar 1. Dua Tipe Hand Sprayer. (National Sprayer and Duster Assoc., 1955) 2. Sprayer Udara Bertekanan (Compressed-Air Sprayer) Tipe sprayer ini menggunakan tangki berbentuk silinder menggunakan pompa udara. Rentang kapasitas tangki mulai dari 2.5 hingga 4 gallons (9.4 hingga 15.1 liter). Ketika diisi, tangki memiliki cukup tempat pembuangan sehingga volume udara dapat ditekan ke atas cairan dan secara tidak langsung memaksa untuk menyemprot keluar. Pegangan pompa mengunci ke bawah dan seperti kunci inggris untuk mengencangkan dan tidak mengulir pompa serta untuk membawa tangki. Tekanan penyemprotan yang baik adalah sekitar 50 sampai 80 kali pompa.
Gambar 2. Sprayer Bertekanan Udara. (Compressed-Air Sprayer) 3. Sprayer Gendong (Knapsack Sprayer) Sprayer berkapsitas empat gallons (15.1 liter) dengan bentuk tangki seperti ginjal dan terbuat dari baja galvanis atau lembaran kuningan yang dapat dibawa dengan cara digendong pada pundak dan bahu operator. Leher gagang terdapat di bagian bawah tangki yang membuat operator mudah untuk memompa. Sedikit pemompaan memberikan tekanan dalam kamar udara sehingga ketika nosel terbuka maka aliran cairan yang kuat dapat berhembus.
Gambar 3. Dua Tipe Knapsack Sprayer. (National Sprayer and Duster Assoc., 1955)
7
4. Sprayer Ember (Bucket Sprayer) Sprayer ember ini dirancang sedemikian rupa sehingga pompa diletakkan dengan posisi duduk di dalam ember, dan kaki penyangga diletakkan di bagian luar. Kaki penyangga ini menahan agar pompa tetap pada tempatnya, yang mana pemompaan hanya berasal dari hentakan yang rendah. Aliran kuat cairan yang kontinu dipaksa melewati nosel dibawah tekanan pada rentang 50 hingga 100 pounds (344.7 hingga 689.5 kPa). 5. Sprayer Drum (Barrel Sprayer) Sprayer ini terdiri dari pompa tangan dengan dua aksi (double-acting hand pump) yang tersambung ke drum atau tangki. Beberapa tipe jet atau dash agitator digunakan untuk menjaga agar larutan penyemprot selalu teraduk rata. Strainer mencegah sedimen partikel kecil dari pengumpanan hingga masuk ke dalam selang atau nosel. 6. Sprayer dengan Roda Dorong (Wheelbarrow Sprayer) Sprayer dengan roda dorong memiliki tangki yang dapat diangkat diantara dua batang yang mana terhubung dengan roda pada salah satu ujung. Sprayer dapat dengan mudah dipindahkan. Untuk mengoperasikannya, tangki lebih rendah menuju permukaan tanah sehingga pompa dapat dioperasikan. Peralatan penyemprotannya hampir mirip dengan hand sprayer. 7. Sprayer dengan Pompa Luncur (Slide Pump Sprayer) Sprayer luncur dioperasikan seperti terompet trombon. Alat ini terdiri dari tipe pompa silinder plunyer positif yang dapat berfungsi sebagai pipa debit. Tersedia nosel yang bersifat fixed atau adjustable dan selang dengan strainer. Alat ini dioperasikan dengan menempatkan strainer dan selang ke dalam tangki cairan, kemudian kerja dari plunyer maju ke belakang dan ke depan, cairan terpompa keluar melaui nosel. Tekanan dapat mencapai 180 pounds (1241.1 kPa) dan dapat menciptakan semprotan air sejauh 50 sampai 60 kaki (15.2 hingga 18.3 meter).
Gambar 4. Tipe Beberapa Sprayer yang Dioperasikan oleh Pemompaan Tangan. (National Sprayer and Duster Assoc., 1955)
8
8. Sprayer dengan Motor (Power Sprayer) Istilah power sprayer merujuk kepada sprayer yang dioperasikan dengan motor bakar internal ataupun motor listrik. Alat ini juga dapat dioperasikan menggunakan motor bensin yang ukurannya sesuai atau sprayer yang dioperasikan menggunakan tenaga dari traktor.
Gambar 5. Gambar Skematik Power Sprayer. (National Sprayer and Duster Assoc., 1955) Boom sprayer dapat diartikan sabagai sebuah struktur batang horizontal yang mana pada batang tersebut terdapat nosel-nosel yang ditempatkan secara benar dan dapat diubah ketinggiannya. Batang ini dapat menggunakan sistem pipa untuk mengalirkan material penyemprotan menuju nosel tetapi hal ini hanya berlaku untuk penyaluran material cair yang dapat terbuat dari kuningan atau karet sintetik. Batang ini dapat diubah secara vertikal biasanya sekitar 44.1 cm (18”) hingga 176.4 cm (72”) untuk penyemprotan tanaman dengan bermacam-macam ketinggian dan dibagi menjadi tiga atau lebih bagian yang dihubungkan dengan flexible joints. Panjang batang secara umum berkisar 699.3 cm (21 kaki) dengan efektif penyemprotan sekitar 765.9 cm (23 kaki) atau enam baris ruang terpisah rata-rata 91.4 cm (36”) sampai 98 cm (40”). Dewasa ini banyak power sprayer yang menggunakan sistem hidrolik yang mana tekanan penyemprotan dihasilkan dari aksi langsung pompa dengan material cairan penyemprotan. Bagian yang terdapat pada sprayer hidrolik adalah pompa (dengan ruang udara jika diperlukan), tangki yang terdapat agitator didalamnya, susunan rangka untuk mengangkut sprayer, regulator tekanan gabungan dan pelimpahan atau katup, alat pengukur tekanan, saringan, katup kendali, pipa, sistem distribusi, dan sumber tenaga.
9
E. Tipe Nosel Sprayer
(6.1) (6.2) (6.3) (6.4) (a) (b) Gambar 6. (a) Perangkaian Nosel Penyemprotan Bentuk Fan dan Cone (Spraying System Co.), (b) Tipe Empat Nosel yang Terdapat Di Sprayer Pertanian. (1b) Tipe Hollow-cone, (2b) Tipe Solid-cone, (3b) Tipe Core-insert, (4b) Tipe Fan. Secara umum, perangkat atomisasi untuk memecahkan cairan mengikuti prinsip: a. Atomisasi dengan tekanan atau hidrolik, yang mana berdasarkan tekanan cairan untuk menyalurkan energi atomisasi. Aliran cairan dari sebuah orifice atau sebuah nosel dipecah dengan perbedaan ketidakstabilan dan hantamannya pada atmosfir atau pada sebuah plat datar jet yang lain. b. Atomisasi gas yang mana cairan dipecah dengan aliran gas berkecepatan tinggi, memecah keduanya hingga bagian luar nosel atau dengan sebuah ruang dibagian keluaran orifice. c. Atomisasi sentrifugal yang mana cairan berada dalam tekanan rendah menuju pusat perangkat pemutar berkecepatan tinggi seperti piringan atau cup, dan dipecah oleh gaya sentrifugal seperti daun yang berguguran. Prinsip atomisasi sentrifugal tidak lazim dalam sprayer pertanian tetapi dapat digunakan untuk membentuk butiran-butiran halus yang dapat diatur ukurannya untuk keperluan kajian laboratorium tentang efektivitas perbedaan ukuran butiran-butiran halus. Prinsip atomisasi gas banyak diperuntukan bagi sprayer dengan hembusan angin menggunakan perangkat plat datar. Sprayer di lahan maupun sprayer bertekanan tinggi untuk perkebunan banyak menggunakan prinsip atomisasi hidrolik. Nosel penyemprotan tipe hidrolik dapat diklasifikasikan sebagai hollow-cone (kerucut berlubang), solidcone (kerucut padat), fan (kipas), impact, dan aliran seragam. Nosel tipe kerucut berlubang, cairan diumpankan kedalam sebuah ruang beralur melewati sebuah bagian sisi yang bersinggungan atau melewati fixed spiral, untuk memberikan gerakan memutar. Orifice (celah sempit) terletak pada sumbu datar ruang beralur dan cairan keluar dalam bentuk kerucut berlubang yang mana dipecah menjadi butiran-butiran halus. Nosel tipe kerucut padat adalah modifikasi dari nosel kerucut berlubang dan dipersiapkan untuk penyemprotan secara menyeluruh pada sebuah area dengan jarak berdekatan. Konstruksi hampir menyerupai nosel kerucut berlubang kecuali untuk penambahan sebuah jet aksial internal untuk ukuran yang seragam, yang mana menghancurkan cairan yang berputar hanya dengan memanfaatkan debit dari orifice. Nosel tipe kipas didefinisikan sebagai saluran melintang permukaan luar dari sebuah plat orifice, dan beberapa waktu orifice lainnya terdapat penambahan menuju lubang (atau dapat diartikan pada
10
dua jet yang berdekatan), cairan dikeluarkan menjadi sebuah bidang datar, berbentuk kipas tipis, yang mana dipecah menjadi butiran-butiran halus.
F. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas a. Faktor yang berasal dari peralatan sendiri. 1. Lebar nosel, makin lebar nosel untuk tipe yang sama, maka penyebaran ukuran butirannya makin tidak seragam dan mempunyai ukuran butiran yang menjadi lebih besar. Karena penyebaran ukurannya menjadi lebih besar, maka penyebaran butiran menjadi kurang merata. Hal ini disebabkan oleh karena pada waktu butiran keluar atau terlempar dari nosel akan mengalami hambatan yang sebanding dengan ukuran butiran cairan, viskositas dan kecepatan awal butiran tersebut. 2. Tekanan, akan mempengaruhi ukuran butiran cairan yang dihasilkan untuk suatu nosel yang sama. Semakin besar tekanannya proses penumbukan cairan pada waktu akan keluar dari nosel makin besar, disamping itu selisih kecepatan antara udara yang meniup dengan cairan di dalam tangki menjadi makin besar pula, sehingga lembaran cairan di dalam tangki menjadi semakin besar pula, sehingga lembaran cairan yang terbawa makin tipis, tumbukan makin besar dan butiran cairan yang dihasilkan semakin kecil. Hal ini mempengaruhi bentuk penyebaran dan kemampuan melekatnya butiran pada bagian tanaman. Kestabilan tekanan juga berpengaruh pada keseragaman penyemprotan pada knapsack sprayer. Untuk tiap-tiap nosel mempunyai ciri sendiri dalam hal pembentukan ukuran butirannya. Nosel yang tepat untuk penyemprotan gulma adalah jenis flat-fan (kipas datar). b. Faktor yang ditentukan oleh cairannya. Viskositas dan nilai kerapatan cairan (density) sangat mempengaruhi bentuk ukuran butiran maupun penyebaran butirannya. c. Faktor-faktor luar: 1. Kepadatan udara dan lengas nisbi udara berpengaruh terhadap panguapan dan tahanan jatuhnya butiran. 2. Angin atau gerakan udara, mempengaruhi ukuran penyebaran butiran cairan. 3. Suhu udara mempengaruhi penguapan. 4. Faktor yang dimiliki oleh tanaman, habitus, kerapatan pertumbuhan, tingkat pertumbuhan tanaman dan lain-lain.
G. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Biaya Pokok Penyemprotan Faktor-faktor yang mempengaruhi biaya pokok penggunaan sprayer dapat yaitu kapasitas lapang efektif, konsumsi herbisida, biaya mesin, biaya perator, biaya herbisida, serta biaya total aplikasi. a. Kapasitas Lapang Efektif (KLE). KLE merupakan besarnya luas lahan yang diolah persatuan waktu tertentu. b. Biaya, dibedakan menjadi dua bagian yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variabel cost). 1. Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang jumlahnya tetap pada suatu perioda dan tidak tergantung pada jumlah produk per jam kerja mesin. Yang termasuk biaya tetap salah satu diantaranya yaitu biaya penyusutan atau biaya bunga modal. Suatu mesin hanya dapat dipakai pada selang waktu tertentu. Biaya investasi akan habis setelah selang waktu tersebut. Oleh sebab itu, jika dilihat dari waktu ke waktu selama selang wktu tersebut, nilai mesin telah berkurang atau menyusut.
11
2. Biaya tidak tetap (variabel cost), biaya yang dikeluarkan selama proses operasi berlangsung. Biaya ini meliputi biaya herbisida, biaya operator, biaya bahan bakar, dan sebagainya. Hasil penjumlahan biaya tetap dan tidak tetap akan diperoleh biaya total yang digunakan oleh alat dan mesin tersebut.
12
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret 2012 hingga April 2012 di areal lahan hak guna usaha (HGU) Divisi I PT PG Laju Perdana Indah site OKU, Palembang, Sumatera Selatan.
B. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah: • Peralatan penyemprot (knapsack sprayer (Gambar 7a dan 7c), knapsack power sprayer (Gambar 7b), dan boom sprayer (Gambar 7d)) • Peralatan pengukur debit penyemprotan (gelas ukur, botol 1.5 liter, dan stopwatch) • Peralatan uji tekanan kerja (pressure gauge) • Peralatan pengamatan aplikasi (bingkai pengamatan berukuran 50 cm × 50 cm dengan jumlah 100 kotak pengamatan) • Peralatan pengukuran jarak (jangka sorong, meteran, dan pita ukur) • Alsintan (traktor dan tangki air)
(7a)
(7b)
(7c)
(7d)
Gambar 7. Sprayer-sprayer yang digunakan dalam penelitian herbiciding gulma tebu (a) knapsack sprayer tipe I, (b) knapsack power sprayer, (c) knapsack sprayer tipe II, dan (d) boom sprayer
13
No. 1
Tabel 4. Spesifikasi Sprayer yang Digunakan dalam Penelitian Knapsack Knapsack Knapsack Power Spesifikasi Satuan Sprayer 1 Sprayer 2 Sprayer Merk Alpha Tasco Tasco
2
Tipe
3
Panjang
4
Lebar
5
Tinggi Panjang Selang (hose) Diameter Selang Panjang Pipa (Lance) Diameter Pipa Panjang Boom Jarak antar Nozzle Bobot Kosong Kapasitas Tangki Tipe Nozzle
6 7 8 9 10 11 12 13 14
Boom Sprayer
Alpha 16
Mist 15
TF 900
mm
332
427
470
Jacto Condor BX12/75 1550
mm
170
246
320
2500
mm
493
517
623
2150
mm
1480
1100
1221
-
mm
9.9
13.7
12.5
-
mm
530
520
602
-
mm
9.9
12.7
9.6
-
mm
-
-
-
7000
mm
-
-
-
500
kg
3.2
4.2
10
255
liter
16
15
25
600
Flat Fan
Flat Fan
Hollow Cone
Flat Fan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas spesies-spesies gulma yang tumbuh di lahan kebun tebu, herbisida (2,4 D-amina, ametryn, paraquat, sticker, glyphosate, dan diuron), dan air sebagai bahan pelarut.
C. Prosedur Penelitian Parameter-parameter atau variabel-variabel penelitian untuk mengkaji efektivitas dan efisiensi herbiciding gulma tebu lahan kering di PT LPI (Laju Perdana Indah), Palembang yaitu: a. Luas areal lahan teraplikasi herbisida (AH), ha b. Lama waktu aplikasi (TH), jam c. Volume larutan herbisida yang diaplikasikan (VH), liter d. Volume bahan bakar terpakai (VF), liter e. Konsumsi bahan bakar (FC), liter/jam f. Kapasitas lapang efektif herbiciding (KLEH), ha/jam g. Debit aplikasi larutan herbisida (QH), liter/jam h. Kapasitas pengeluaran larutan herbisida / throwput capacity (TC), liter/ha i. Penutupan gulma / weed cover (WC), % j. Biaya konsumsi bahan bakar (FCC), Rp/jam k. Biaya aplikasi larutan herbisida (BAH), Rp/jam l. Biaya tetap / fixed cost (BT), Rp/jam m. Biaya operasional / variable cost (BO), Rp/jam n. Biaya aplikasi herbisida / herbiciding cost (HC), Rp/ha
14
Prosedur penelitian herbiciding gulma tebu lahan kering : 01. Perlakuan yang diberikan, yaitu: (a) knapsack spraying di petak lahan A (petak 46A2 ; luas 0.40 ha ; weed cover 92.55%) menggunakan knapsack sprayer tipe I dan II, (b) knapsack power spraying di petak lahan B (petak 7D10 ; luas 0.93 ha ; weed cover 98.40%) menggunakan knapsack power sprayer, dan (c) boom spraying di petak lahan C (petak 45A1 ; luas 0.94 ha ; weed cover 0%) menggunakan boom sprayer. Knapsack spraying dan knapsack power spraying dilakukan pada saat post-emerging, sedangkan boom spraying dilakukan pada saat pre-emerging. Pada saat herbiciding menggunakan dosis aplikasi herbisida yang telah ditetapkan oleh PT LPI, Palembang. 02. Dosis bahan aktif herbisida untuk herbiciding gulma tebu ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5. Dosis bahan aktif herbisida yang diaplikasikan untuk herbiciding gulma tebu Dosis bahan aktif herbisida (liter/ha) Volume Petak Jenis dan tipe bahan aktif 2,4 Dlahan sprayer herbisida Ametryn Glyphosate Sticker Paraquat Diuron amina (liter/ha) A Knapsack sprayer 2.5 2.0 0.5 0.5 1.5 7.0 tipe I (KS I) A Knapsack sprayer 2.5 2.0 0.5 0.5 1.5 7.0 tipe II (KS II) B Knapsack power 2.5 2.0 0.5 0.5 1.5 7.0 sprayer (KPS) C Boom sprayer 1.5 2.5 4.0 (BS) Harga bahan aktif 36,950 34,500 6,700 27,000 32,273 25,000 (Rp/liter) Harga bahan aktif (Rp/ha) 92,375 69,000 3,350 13,500 48,410 62,500 03. Bahan aktif herbisida dilarutkan menggunakan air bersih hingga 400 liter (post-emerging di lahan A dan B menggunakan knapsack sprayer dan knapsack power sprayer) dan dilarutkan hingga 600 liter (pre-emerging di lahan C menggunakan boom sprayer). 04. Data penutupan gulma tebu (weed cover) diambil secara acak sebanyak 10 sampel setiap perlakuan yang diamati hingga 5 HSA (hari setelah aplikasi) herbisida. 05. Pada saat herbiciding dilakukan pengukuran: (a) weed cover (WC, %), (b) luas lahan teraplikasi herbisida (AH, ha), (c) volume aplikasi larutan herbisida (VH, liter), (d) lama waktu herbiciding (TH, jam), dan (e) volume bahan bakar terpakai (VF, liter). 06. Dihitung dan dianalisis variabel-variabel penelitian (persamaan 1 hingga persamaan 10).
KLE H =
AH TH
………………….……………………………….. (1)
QH =
VH TH
…………………….……….…………………….. (2)
15
FC = TC =
VF TH
……………………….….……………..………… (3)
QH KLEH
…………………………….………………….. (4)
BAH = QH H H …………………….…….……………………. (5) FCC = FC H BB …………………………….……..…………… (6) BO = BAH + FCC + U O …………….……………………..….. (7) BT =
BP WO
……………………………………..…………….. (8)
BTOT = BO + BT ………………………………………………. (9) HC = Keterangan: KLEH AH TH QH VH FC VF TC BAH HH FCC HBB BO UO BT BP WO BTOT HC
= = = = = = = = = = = = = = = = = = =
BTOT KLEH
……………………………………………… (10)
kapasitas lapang efektif herbiciding, ha/jam luas areal lahan teraplikasi herbisida, ha lama waktu aplikasi herbisida (herbiciding), jam debit aplikasi larutan herbisida, liter/jam volume larutan herbisida yang diaplikasikan, liter konsumsi bahan bakar, liter/jam volume bahan bakar terpakai, liter kapasitas pengeluaran larutan herbisida (throwput capacity), liter/ha biaya aplikasi larutan herbisida, Rp/jam harga herbisida, Rp/liter biaya konsumsi bahan bakar, Rp/jam harga bahan bakar, Rp/liter biaya operasional (variable cost), Rp/jam upah operator, Rp/jam biaya tetap (fixed cost), Rp/jam biaya penyusutan, Rp/tahun waktu operasional sprayer, jam/tahun biaya total, Rp/jam biaya aplikasi herbisida (herbiciding cost), Rp/ha
Prosedur penelitian secara rinci digambarkan dalam bentuk diagram skematik rancangan penelitian, sebagaimana ditunjukan dalam Gambar 8.
16
Gambar 8. Diagram Alir Prosedur Penelitian Analisis Biaya Pokok dan Efektivitas Sprayer
D. Prosedur Pengukuran dan Pengolahan Data 1. Pengukuran Persentase Penutupan Gulma a. Jaring bingkai pengamatan diplotkan pada titik-titik sampel di lahan percobaan. b. Mengamati dan menghitung jumlah lubang jaring yang ditutupi oleh gulma di setiap lahan percobaan. c. Mencatat data penutupan gulma di setiap lahan percobaan. d. Mengamati kondisi gulma yang teraplikasi pada 1, 2, 3, 4, dan 5 HSA (hari setelah aplikasi). e. Mengevaluasi pengendalian gulma. Evaluasi dapat dilakukan dengan cara menghitung gulma yang masih tumbuh setelah pengendalian dengan menggunakan kwadran (bingkai pengamatan). Pengukuran penutupan gulma dilakukan dengan cara mengambil sampel secara acak dengan menggunakan kwadran sampel berukuran 50 cm × 50 cm, sehingga dalam kwadran sampel tersebut terdapat petakan berukuran 5 cm × 5 cm dengan jumlah petakan sebanyak 100 petak. Petak yang terisi gulma (lebih dari separuh kotak terisi) dihitung sebagai petak terisi gulma, seperti yang diilustrasikan pada gambar berikut:
17
Gambar 9. Ilustrasi Pengukuran dalam Kwadran (Bingkai) Sampel Kwadran sampel diletakkan secara acak di lahan yang diteliti. Titik pengambilan sampel ditempatkan sebanyak 10 titik pada ruang antar baris tanaman. Penempatan kwadran sampel di lahan yang diteliti dapat dilihat pada ilustrasi gambar berikut:
Gambar 10. Ilustrasi Penempatan Kwadran Sampel di Lahan yang Diteliti 2. Pengukuran Kapasitas Lapang Efektif dan Teoritis serta Efisiensi Lapang a. Menentukan luas lahan yang disemprot masing-masing sprayer. b. Mengukur waktu penyemprotan masing-masing sprayer. c. Mengukur kecepatan maju penyemprotan. d. Menghitung kapasitas lapang efektif dan teoritis serta efisiensi lapang sprayer. 3. Perhitungan Biaya Tetap a. Mengetahui tingkat bunga yang berlaku di perbankan. b. Menghitung tingkat bunga modal. c. Menentukan bunga modal dihitung menggunakan persamaan:
I=
iP ( N + 1) ................................................................. (11) 2N
18
d. e. f. g.
keterangan : I : bunga modal (Rp/tahun) i :tingkat bunga modal (% tahun) P : harga awal alat atau mesin (Rp) N : perkiraan umur ekonomis (tahun) Mengetahui harga awal masing-masing sprayer. Menentukan harga akhir sprayer, harga akhir sprayer ditentukan 10% dari harga awal. Menentukan perkiraan umur ekonomis masing-masing sprayer. Menentukan biaya penyusutan dengan persamaan:
D=
P−S ....................................................................... (12) N
keterangan : D : biaya penyusutan pertahun (Rp/tahun) P : harga awal alat atau mesin (Rp) S : harga akhir alat atau mesin (Rp) N : perkiraan umur ekonomis (tahun) 4. Perhitungan Biaya Tidak Tetap a. Mengetahui upah operator (Rp/jam). b. Menghitung konsumsi herbisida (liter/jam). c. Menghitung biaya konsumsi herbisida (Rp/jam) d. Biaya tidak tetap dihitung dengan menjumlahkan biaya operator dan biaya konsumsi herbisida. 5. Perhitungan Biaya Total a. Menghitung biaya tetap (Rp/tahun). b. Menghitung biaya tidak tetap (Rp/jam). c. Menghitung biaya total (Rp/jam)
19
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Efektivitas Penyemprotan Sebelum pengaplikasian herbisida, terlebih dahulu diukur jumlah persentase gulma dilahan A, B, dan C. Menurut Kusumawardani (1997) penutupan gulma lebih besar dari 75% layak untuk diuji persentase penutupan gulmanya. Hasil pengukuran sampel menggunakan bingkai pengamatan diperoleh jumlah persentase gulma berdaun sempit dan berdaun lebar berturut-turut di lahan percobaan adalah 54.6% dan 39.9%. Pada lahan A (0.40 ha) dan B (0.94 ha) penutupan gulma berturut-turut adalah sebesar 92.55% dan 98.40% yang merupakan lahan pada masa post emergence sedangkan pada lahan C adalah sebesar 0% yang merupakan lahan pada masa pre emergence. Berikut adalah gambar lahan sebelum dilakukan aplikasi herbisida.
Gambar 11. Kondisi Lahan Sebelum Dilakukan Penyemprotan Aplikasi di lahan A, KS I dan II pada lima hari setelah aplikasi menunjukan bahwa penurunan penutupan gulma menjadi sebesar (82.6 – 82.8)% yakni berkurang 9.85% dari keadaan awal. Aplikasi KPS di lahan B pada lima hari setelah aplikasi menunjukan penurunan penutupan gulma menjadi 93.7% atau berkurang 4.7%. Kusumawandani (1997) menyatakan bahwa setelah penyemprotan herbisida terhadap gulma maka gulma akan mati total sekitar dua minggu setelah penyemprotan. Aplikasi penyemprotan menggunakan BS di lahan C dengan penutupan gulma 0% tidak dilihat keefektivannya dikarenakan setelah aplikasi herbisida di lahan, pengamatan pertumbuhan gulma membutuhkan waktu yang cukup lama. Berikut adalah hasil pengamatan setelah penyemprotan dari hari pertama hingga hari kelima setelah aplikasi herbisida tersaji dalam Tabel 6.
20
Tabel 6. Hasil Pengamatan Aplikasi Herbisida di Lahan No
Tipe Sprayer
Titik Sampel
Hari ke-3
Hari ke-4
DS KD3, DL KD2 DS KD1, DL KD3 DS KD1, DL KD3
DS KD4, DL KD3 DS KD3, DL KD4 DS KD3, DL KD4
DS KD6, DL KD5 DS KD4, DL KD6 DS KD5, DL KD6
Hari ke-5
DL KD3
DL KD4
DL KD6
DL KD8
6
DS KD1, DL KD2 DS KD1
DS KD3, DL KD4 DS KD3
DS KD4, DL KD5 DS KD4
DS KD5, DL KD7 DS KD5
DS KD7, DL KD7 DS KD7
7
100 DL
DL KD2
DL KD4
DL KD5
DL KD6
DL KD7
38 DL, 62 DS 93 DL, 3 DS, 4 K 100 DS
DS KD1, DL KD1 DS KD1, DL KD2 DS KD1
DS KD4, DL KD4 DS KD1, DL KD3 DS KD3
DS KD4, DL KD4 DS KD2, DL KD3 DS KD4
DS KD5, DL KD5 DS KD4, DL KD5 DS KD5
DS KD7, DL KD7 DS KD6, DL KD7 DS KD7
DS KD1, DL KD1 DS KD1, DL KD1
DS KD1, DL KD3 DS KD3, DL KD4
DS KD3, DL KD5 DS KD4, DL KD5
DS KD5, DL KD6 DS KD5, DL KD6
DS KD6, DL KD7 DS KD6, DL KD7
DS KD1, DL KD2
DS KD1, DL KD3
DS KD3, DL KD4
DS KD5, DL KD6
DS KD1, DL KD2
DS KD3, DL KD4
DS KD4, DL KD5
DS KD6, DL KD7
3 4 5
8 9 10
DS KD1, DL KD1 DS KD1, DL KD2 DS KD1, DL KD2
Hari ke-2
DL KD2
2
KS I
Hari ke-1
13 DL, 69 DS, 18 K 68 DL, 6 DS, 26 K 96 DL, 4 DS 90 DL, 10 K 91 DL, 9 DS 100 DS
1
1
Uraian
DS KD8, DL KD6 DS KD6, DL KD7 DS KD5, DL KD6
Jumlah Gulma Teraplikasi
Persentase Gulma Mati (%)
25 M, 8 S, 67 K 46 M, 16 S, 38 K 63 M, 29 S, 8 K 50 M, 20 S, 30 K
25 46 63 50
72 M, 28 S
72
52 M, 48 S 57 M, 30 S, 13 K 43 M, 40 S, 17 K 63 M, 32 S, 5 K 65 M, 35 S
52 57 43 63 65
Rata-rata 1 2 3 4 2
KS II
5 6 7 8 9 10
37 DL, 5 DS, 58 K 2 DL, 98 DS 80 DL, 12 DS, 8 K 1 DL, 99 DS 98 DS, 2 K 3 DL, 97 DS 92 DL, 1 DS, 7 K 84 DL, 16 K 100 DL 99 DL, 1 DS
53.6
30 M, 10 S, 60 K
30
77 M, 23 S
77
DS KD6, DL KD7
82 M, 4 S, 10 K
82
DS KD7, DL KD8
77 M, 23 S
77
DS KD2
DS KD4
DS KD5
DS KD6
DS KD7
DS KD1, DL KD2 DS KD1, DL KD1
DS KD2, DL KD4 DS KD3, DL KD3
DS KD3, DL KD5 DS KD4, DL KD5
DS KD5, DL KD7 DS KD6, DL KD7
DS KD6, DL KD7 DS KD7, DL KD8
DL KD2
DL KD3
DL KD4
DL KD6
DL KD8
DL KD2 DS KD2, DL KD2
DL KD4 DS KD4, DL KD4
DL KD5 DS KD4, DL KD4
DL KD6 DS KD6, DL KD6
DL KD7 DS KD7, DL KD7
43 M, 35 S, 22 K 62 M, 18 S, 20 K 83 M, 10 S, 3 K 45 M, 4 S, 51 K 44 M, 56 S
43 62 83 45 44
52 M, 48 S
52
Rata-rata
3
59.5
1
100 DS
DS KD1
DS KD2
DS KD3
DS KD4
DS KD5
66 M, 34 S
66
2
100 DS
DS KD1
DS KD2
DS KD3
DS KD3
DS KD4
27 M, 73 S
27
3
100 DS
DS KD1
DS KD2
DS KD4
DS KD5
DS KD7
96 M, 2 S, 2 K
96
4
27 DL, 73 DS
DS KD1, DL KD2
DS KD2, DL KD3
DS KD3, DL KD3
DS KD4, DL KD4
DS KD5, DL KD5
55 M, 27 S, 18 K
55
5
100 DS
DS KD1
DS KD2
DS KD4
DS KD5
DS KD7
97M, 3 K
97
6
84 DL, 16 K
DL KD2
DL KD3
DL KD5
DL KD7
DL KD9
81 M, 19 K
81
7
100 DS
DS KD1
DS KD2
DS KD3
DS KD4
DS KD5
77 M, 23 S
77
8
100 DS
DS KD1
DS KD2
DS KD4
DS KD4
DS KD5
92 M, 8 S
92
KPS
9
100 DS
DS KD1
DS KD2
DS KD4
DS KD6
DS KD7
94 M, 6 K
94
10
100 DS
DS KD1
DS KD2
DS KD3
DS KD4
DS KD5
85 M, 15 K
85
Rata-rata
77
21
Keterangan notasi: DL : Daun Lebar DS : Daun Sempit KD1 : Terlihat bercak coklat KD2 : Terdapat bercak coklat dan bagian pinggir daun mengering KD3 : Daun berubah warna KD4 : Daun mulai layu KD5 : Daun layu sebagian KD6 : Daun mengering sebagian KD7 : Daun mengering KD8 : Layu kering KD9 : Mati Kering M : Mati S : Segar K : Kosong Hasil pengamatan lima hari setelah aplikasi menunjukan persentase gulma yang mati (kering) di lahan A untuk KS I adalah 53.6% dan KS II adalah 59.5%. Di lahan B untuk KPS adalah 77%. Dosis herbisida yang digunakan oleh KS I, KS II, dan KPS adalah sama yakni 2,4 D-amina 1.5 liter/ha, ametryn 2.5 liter/ha, paraquat 0.5 liter/ha, sticker 0.5 liter/ha, dan glyphosate 2 liter/ha. Dosis herbisida yang digunakan oleh BS adalah 2,4 D-amina 1.5 liter/ha dan diuron 2.5 liter/ha.
Gambar 12. Sampel Aplikasi Menggunakan Knapsack Sprayer I
Gambar 13. Sampel Aplikasi Menggunakan Knapsack Sprayer II
22
Gambar 14. Sampel Aplikasi Menggunakan Knapsack Power Sprayer Herbisida 2,4 D-amina efektif untuk mengendalikan gulma berdaun lebar, ametryn efektif untuk mengendalikan gulma berdaun sempit, paraquat efektif untuk melukai dinding sel daun sehingga penetrasi herbisida lain lebih tinggi, sticker efektif sebagai perekat herbisida pada permukaan daun, glyphosate efektif untuk mengendalikan gulma baik berdaun sempit maupun berdaun lebar, dan diuron efektif digunakan pada saat pre emergence. Nishimoto (1985) menyatakan banwa penetrasi herbisida sistemik akan berbanding lurus dengan konsentrasi herbisida yang disemprotkan. Menurut Ashton dan Monaco (1991) menyatakan bahwa penambahan dosis penyemprotan dengan volume pelarut yang sama akan menghasilkan laju penetrasi ke dalam tumbuhan yang lebih baik karena perbedaan konsentrasi antara larutan herbisida dengan larutan di dalam tumbuhan semakin besar. Pengamatan efektivitas pada KPS lebih baik dibandingkan menggunakan KS, hal ini dapat disebabkan karena pada KPS sumber tenaga pemompaan herbisida berasal dari motor bakar internal sehingga debit penyemprotan dan tekanan kerja lebih stabil, jika tekanan lebih tinggi maka penetrasi cairan herbisida yang mengenai permukaan daun akan lebih tinggi dan akan seragam pada setiap luas permukaan daun yang teraplikasi, pada KS sumber tenaga pemompaan berasal dari pemompaan tuas oleh operator sehingga keletihan operator sangat mempengaruhi debit penyemprotan dan tekanan kerja yang dihasilkan. Penelitian ini tidak ada perlakuan nosel yang digunakan untuk membandingkan keefektivan kinerja masing-masing sprayer, nosel yang dipergunakan adalah nosel standar yang diberikan produsen pada saat membeli sprayer tersebut. Salah satu nosel yang tepat untuk aplikasi herbisida sistemik adalah nosel flat yang memenuhi pola semprot merata (Houmy, 1999). Berikut adalah gambar nosel yang digunakan dalam penelitian.
(a) (b) (c) (d) Gambar 15. Nosel yang Digunakan dalam Penelitian. (a) nosel KS I, (b) nosel KS II, (c) nosel KPS, (d) nosel BS
23
B. Biaya dan Unjuk Kerja Aplikasi Penyemprotan Tiga jenis sprayer yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai bentuk, ukuran, dan teknologi yang berbeda, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 7. Spesifikasi masing-masing sprayer dapat mempengaruhi kinerja di lahan. Isi tangki KS I lebih besar satu liter dari pada KS II sehingga tidak berulang kali mengisi tangki. KS I memiliki diameter selang dan pipa lebih kecil dari pada KS II sehingga dapat mempengaruhi debit penyemprotan. KS I untuk mengaplikasi lahan A (0.20 ha) membutuhkan waktu 2.03 jam sehingga kapasitas lapang efektif (KLE) dan kapasitas lapang teroritis (KLT) KS I berturut-turut adalah 0.098 ha/jam dan 0.235 ha/jam. KLE dan KLT KS II berturut-turut adalah adalah 0.111 ha/jam dan 0.222 ha/jam serta lama aplikasi 0.20 ha adalah 1.80 jam. KLE dan KLT KPS berturut-turut adalah 0.204 ha/jam dan 0.235 ha/jam serta lama aplikasi 0.94 ha adalah 4.62 jam. KLE dan KLT BS berturut-turut adalah 2.657 ha/jam dan 5.042 ha/jam serta lama aplikasi 0.93 ha adalah 0.35 jam. Sehingga efisiensi lapang untuk KS I, KS II, KPS, dan BS berturut-turut adalah 41.89%, 50.14%, 86.71% dan 52.70%. Tabel 7. Spesifikasi tiga jenis sprayer yang digunakan dalam penelitian herbiciding gulma tebu Knapsack Knapsack Knapsack Power Boom No. Spesifikasi Satuan Sprayer 1 Sprayer 2 Sprayer Sprayer 1 Merk Alpha Tasco Tasco Jacto Condor 2 Tipe Alpha 16 Mist 15 TF 900 BX-12/75 3 Panjang mm 332 427 470 1550 4
Lebar
mm
170
246
320
2500
5
mm
493
517
623
2150
mm
1480
1100
1221
-
mm
9.9
13.7
12.5
-
mm
530
520
602
-
mm
9.9
12.7
9.6
-
mm
-
-
-
7000
mm
-
-
-
500
kg
3.2
4.2
10
255
liter
16
15
25
600
liter/detik
0.017
0.018
0.024
0.335
kg/cm2
2.2
2.2
2.5
3.5
cm
-
129*
102.4*
-
mikron
-
203*
146*
-
18
Tinggi Panjang Selang (hose) Diameter Selang Panjang Pipa (Lance) Diameter Pipa Panjang Boom Jarak antar Nozzle Bobot Kosong Kapasitas Tangki Debit Tekanan Kerja Lebar Kerja Efektif Ukuran Droplet Tipe Nozzle
Flat Fan
Flat Fan
Hollow Cone
Flat Fan
19
Harga
175,000
310,000
1,550,000
51,300,000
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Rp/unit
*diperoleh dari hasil pengujian oleh Balai Pengujian Mutu Alat dan Mesin Pertanian, Deptan
24
Hasil tersebut diperoleh berdasarkan hasil pengamatan kecepatan maju, lebar kerja, dan lama aplikasi di lahan dan perhitungan teoritis menggunakan rumus. KPS memperoleh efisiensi lapang terbesar, hal ini dapat dikarenakan lama pengolahan dengan nilai 4.62 jam cukup singkat untuk mengolah 0.94 ha dan kecepatan maju. Namun terdapat kekurangan pada KPS yakni bobot yang terlalu berat untuk jenis knapsack sprayer. Pada Tabel 7 ditunjukan bahwa ukuran droplet KPS lebih kecil dari pada KS II, yang mana dengan ukuran droplet yang lebih kecil meningkatkan daya penetrasi atau daya tembus larutan herbisida yang disemprotkan ke permukaan daun gulma sehingga menimbulkan efek lebih nyata terhadap kematian gulma. Penelitian ini kondisi angin dianggap sama pada setiap pengamatan seingga faktor angin tidak diperhitungkan. Tekanan kerja akan mempengaruhi ukuran butiran cairan yang dihasilkan untuk suatu nosel yang sama. Semakin besar tekanannya proses penumbukan cairan pada waktu akan keluar dari nosel makin besar, disamping itu selisih kecepatan antara udara yang meniup dengan cairan di dalam tangki menjadi makin besar pula, sehingga lembaran cairan di dalam tangki menjadi semakin besar pula, sehingga lembaran cairan yang terbawa makin tipis, tumbukan makin besar dan butiran cairan yang dihasilkan semakin kecil. Hal ini mempengaruhi bentuk penyebaran dan kemampuan melekatnya butiran pada bagian tanaman. Kestabilan tekanan juga berpengaruh pada keseragaman penyemprotan pada knapsack sprayer. Tekanan kerja yang terukur pada KSI dan KS II adalah sama yakni 2.2 kg/cm2, pada KPS 2.5 kg/cm2, dan BS adalah 3.5 kg/cm2. BS memiliki tekanan kerja paling tinggi tetapi tidak dapat dilihat efek penyemprotannya dikarenakan BS digunakan pada lahan yang belum tumbuh gulma. Aplikasi herbisida post emergence menggunakan KS dan KPS, KPS memiliki tekanan kerja terukur lebih tinggi dibandingkan KS sehingga secara teoritis KPS memiliki daya penetrasi lebih tinggi dibandingkan KS. Hal ini terbukti pada pembahasan mengenai efektivitas penyemprotan dan ditunjukan pada Tabel 6. Tabel 8. Perhitungan Kapasitas Penggunaan Larutan Herbisida Volume Herbisida (liter/ha)
Volume Air (liter/ha)
Total Volume Campuran Herbisida (liter/ha)
Inefisiensi Larutan Herbisida (liter/ha)
Persentase Inefisiensi (%)
KLE (ha/jam)
Debit (liter/jam)
Trowput Capacity (liter/ha)
KS I
0.098
60.689
617.010
7
393
400
217.010
54.3
KS II
0.111
65.404
588.640
7
393
400
188.640
47.2
KPS
0.204
85.301
418.943
7
393
400
18.943
4.7
BS
2.657
1206.000
453.871
4
596
600
-146.129
-24.4
Tipe Sprayer
Pada Tabel 7 ditunjukan bahwa hubungan debit dengan kapasitas lapang efektif menghasilkan kapasitas penggunaan larutan herbisida (throwput capacity) di lahan untuk masing-masing sprayer. Hasil perhitungan menunjukan KS I memperoleh throwput capacity sebesar 617.010 liter/ha. Jumlah ini melebihi total volume larutan herbisida standar perusahaan yakni 400 liter untuk satu hektar lahan. Hal ini menyebabkan ketidakefisienan (inefisiensi) penggunaan larutan herbisida sebesar 217.010 liter atau 54.3%. KS II memperoleh throwput capacity sebesar 588.640 liter/ha. Jumlah ini lebih kecil dibandingkan dengan KS I. Inefisiensi penggunaan larutan herbisida untuk KS II adalah 188.640 liter atau 47.2%, nilai ini lebih kecil 7.1% dibandingkan KS I. KPS memperoleh throwput capacity sebesar 418.943 liter/ha. Inefisiensi penggunaan larutan herbisida sebesar 18.943 liter atau 4.7%. KPS memperoleh jumlah inefisiensi tertinggi diantara knapsack sprayer lainnya karena nilai KLE dan debit
25
lebih tinggi. KPS memiliki throwput capacity lebih rendah dibanding KS tetapi efektivitas yang dihasilkan yang diperoleh KPS lebih tinggi dibanding KS, hal ini dapat dikarenakan ukuran droplet dan tekanan kerja yang terukur pada KPS lebih tinggi dibandingkan KS. Ukuran droplet dan tekanan kerja sangat mempengaruhi evektivitas aplikasi herbisida. BS memperoleh throwput capacity sebesar 453.871 liter/ha. Larutan herbisida yang digunakan oleh BS merupakan penggunaan paling efisien dibanding dengan sprayer lainnya karena untuk mengolah satu hektar lahan, BS diberikan kapasitas volume 600 liter sehingga BS efisien dalam penggunaan larutan herbisida sebesar 146.129 liter/ha atau 24.4%. Tabel 9. Tabulasi Perhitungan Biaya Total Masing-masing Sprayer
ha
Knapsack Sprayer I 0.20
Knapsack Sprayer II 0.20
Knapsack Power Sprayer 0.94
liter
123.4
117.7
393.8
442.1
Lama waktu aplikasi
jam
2.03
1.80
4.62
0.35
Volume bahan bakar
liter
-
-
0.7
27
Kapasitas lapang efektif
ha/jam
0.098
0.111
0.204
2.657
Debit aplikasi herbisida
liter/jam
60.69
65.40
85.30
1206.00
Parameter / Variabel
Satuan
Luas lahan teraplikasi Volume aplikasi larutan
Boom Sprayer 0.93
Konsumsi bahan bakar
liter/jam
-
-
0.69
7.14
Harga bahan bakar
Rp/liter
-
-
4 500
7 705
Throwput capacity
liter/ha
617.01
588.64
418.94
453.87
%
82.8
82.6
93.7
0
Biaya aplikasi herbisida
Rp/jam
22,291.92
25,181.61
46,145.08
294,702.39
Biaya konsumsi b. bakar
Rp/jam
-
-
3,588.00
29,179.29
Upah operator
Rp/jam
7,464.29
7,464.29
7,464.29
7,464.29
jam/tahun
2520
2520
2520
2520
Weed cover
Waktu operasional unit Harga unit sprayer
Rp/unit
175,000
310,000
1,550,000
259,825,000
Umur Ekonomis
tahun
1
1
2
10
Biaya penyusutan
Rp/tahun
157,500
279,000
1,395,000
23,384,250
Biaya Bunga Modal
Rp/tahun
18,375.00
32,550.00
122,062.00
15,004,893.75
Biaya operasional
Rp/jam
29,756.20
32,645.90
64,661.65
339,350.24
Biaya tetap
Rp/jam
69.80
123.60
602.00
15,233.80
Biaya total
Rp/jam
29,826.00
32,769.53
65,263.66
354,584.03
Biaya aplikasi herbisida
Rp/ha
303,230.95
294,925.75
317,575.82
127,712.46
Perhitungan biaya total untuk masing-masing sprayer terdapat pada tabel diatas. KS I dan KS II tidak diperhitungkan karena KS I dan KS II tidak membutuhkan bahan bakar saat aplikasi di lahan. Harga bahan bakar yang digunakan oleh traktor untuk menggerakkan BS adalah standar harga minyak diesel industri sebersar Rp 7,705.00/liter. Asumsi umur ekonomis untuk KS I, KS II, KPS, dan BS berturut-turut adalah satu tahun, satu tahun, dua tahun, dan sepuluh tahun. Perhitungan biaya penyusutan sprayer menggunakan metode garis lurus. Perhitungan biaya bunga modal menggunakan metoda majemuk yakni dengan memperhitungkan tingkat suku bunga yang berlaku didunia perbangkan. Tingkat suku bunga yang digunakan adalah 10.5% bersumber dari bank nasional pada periode Juli 2012. Waktu operasional setiap sprayer sama yaitu tujuh jam per hari atau 2520 jam/tahun.
26
Biaya aplikasi herbisida dalam rupiah per hektar mengandung pengertian biaya yang barus dikeluarkan untuk aplikasi herbisida mengunakan sprayer dalam satu hektar lahan, sedangkan dalam rupiah per jam mengandung pengertian biaya yang harus dikeluarkan untuk aplikasi herbisida menggunakan sprayer per satu jam operasi kerja. KS I lebih tinggi dibanding KS II, namun KLE KS II lebih tinggi dibanding KS I. Hal ini dapat disebabkan karena KS II, waktu aplikasi di lahan lebih cepat dibanding KS I sehingga dengan kecepatan maju dan luas lahan yang sama KS II lebih efisien dibanding KS I. Biaya aplikasi herbisida dan biaya operasional dalam rupiah per jam untuk KS I lebih rendah dibanding KS II. Hal ini dapat disebabkan karena debit penyemprotan yang dihasilkan oleh masing-masing knapsack sprayer sehingga dapat mempengaruhi banyaknya herbisida yang dibutuhkan untuk aplikasi di lahan. Weed cover KS II lebih rendah dibanding KS I, hal ini menunjukan kinerja KS II lebih baik dibanding KS I, namun kondisi KS II masih baru sedangkan KS I telah lama dipakai. Membandingkan KPS dengan KS I dan II, biaya aplikasi herbisida dalam rupiah per jam untuk KPS paling tinggi diantara knapsack sprayer lain yang digunakan dalam penelitian. Biaya operasional KPS memperhitungkan biaya konsumsi bahan bakar, sehingga biaya operasional dan biaya total KPS hampir dua kali lipat dibanding KS I dan KS II. Namun biaya aplikasi herbisida dalam rupiah per hektar KPS tidak berbeda jauh dibandingkan KS I dan KS II, hal ini disebabkan karena waktu aplikasi dalam jam per hektar lebih kecil dibanding KS I dan KS II sehingga pengaplikasian herbisida di lahan dapat dilakukan dengan cepat dan membutuhkan biaya yang rendah. Aplikasi menggunakan BS merupakan paling rendah dilihat dari biaya aplikasi herbisida dalam rupiah per hektar. BS paling rendah karena waktu pengaplikasian herbisida di lahan cukup singkat walaupun dari segi biaya konsumsi bahan bakar, biaya operasional, biaya tetap, dan harga unit paling tinggi dibanding KPS, KS I, dan KS II.
27
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. 2.
3.
4.
5.
Herbiciding menggunakan sprayer, yang menghasilkan ukuran droplet yang lebih kecil (lebih halus), lebih efektif dalam mematikan gulma-gulma tebu lahan kering. Penghematan dan pemborosan aplikasi larutan herbisida ditentukan oleh besar throwput capacity (liter/ha) yang dipengaruhi oleh besar kapasitas lapang efektif herbiciding (ha/jam) dan debit aplikasi larutan herbisida (liter/jam). Biaya pokok penyemprotan dan waktu untuk knapsack sprayer I adalah Rp 303,156.73/ha dan 10.17 jam/ha, knapsack sprayer II adalah Rp 294,809.50/ha dan 9 jam/ha, knapsack power sprayer adalah Rp 317,575.82/ha dan 4.91 jam/ha, dan boom sprayer adalah Rp 127,712.46/ha dan 0.38 jam/ha. Efektivitas penyemprotan (herbiciding) di lahan dengan parameter weed cover untuk knapsack sprayer I adalah 82.8% dengan persentase gulma mati 53.6%, knapsack sprayer II adalah 82.6% dengan persentase gulma mati 59.5%, dan knapsack power sprayer adalah 93.7% dengan persentse gulma mati 77%. Knapsack power sprayer lebih efektif dalam pengendalian gulma tebu lahan kering PT LPI Palembang dibanding knapsack sprayer, herbiciding gulma tebu lahan kering menggunakan knapsack sprayer tipe II lebih efektif dibanding knapsack sprayer tipe I. Boom sprayer merupakan sprayer paling efisien dalam aplikasi herbisida saat pre emergence di areal kebun tebu lahan kering.
B. Saran 1.
2. 3.
Diperlukan pengamatan mengenai perlakuan dosis yang berbeda untuk setiap sprayer sehingga didapatkan kombinasi dosis dan sprayer yang efisien dan efektif untuk aplikasi herbisida. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas herbiciding boom sprayer setelah aplikasi di lahan. Penelitian efektivitas sprayer ini menggunakan hanya satu orang operator, dibutuhkan minimal lima orang operator agar hasil rata-rata efektivitas aplikasi penyemprotan dapat mewakili data efektivitas penyemprotan di lahan.
28
DAFTAR PUSTAKA Ashton FM dan Monaco TJ. 1991. Weed Science: Principles and Practices. USA: NS, Inc. Bainer Roy, Kepner RA, dan Barger EL. Principles of Farm Machinery. New York: John Willey & Sons, Inc. [BPMAMP]. 2008. Keterangan Hasil Pengujian Hand Sprayer Tasco 425. Kementrian Pertanian Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. [BPMAMP]. 2010. Keterangan Hasil Pengujian Alat Semprot Gendong Bertekanan (Backpack Power Sprayer) Tasco TF-900. Kementrian Pertanian Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Chisaka Hideo. 1975. Kerusakan oleh Gulma pada Tanaman: Kerugian Hasil Disebabkan oleh Persaingan Gulma. dalam: Matsunaka Shooichi dan Fryer JD (eds). Penanggulangan Gulma Secara Terpadu. Saitama: Asian Pasific Weed Science Society, hal 5-21 Ditjenbun (Direktorat Jendral Perkebunan). 2009-2010. Statistik Perkebunan Indonesia. Jakarta: Departemen Pertanian, Direktorat Jendral Perkebunan. Djojosumarto P. 2008. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Kanisius. Yogyakarta. Houmy K. 1999. Knapsack Sprayer, A Practical User’s Guide. Moroko: Hasan II Agricultural and Veterinary Institut. Kuntohartono. 1998. Pengendalian Gulma Terpadu sebagai Upaya Mengurangi Ketergantungan akan Herbisida Impor. Gula Indonesia 23 (1) : 23-27 Kusumawandani SA. 1997. Aplikasi Glifosat 74.7% dengan Tiga Jenis Alat untuk Mengendalikan Gulma pada Piringan Kelapa Sawit (Elacis Guineensis Jaca) Belum Menghasilkan. [skripsi]. Bogor: Faperta IPB. Moenandir J. 1990. Fisiologi Herbisida. Jakarta: Rajawali Press. pp 142 Sembodo Dad RJ. 2010. Gulma dan Pengelolaannya. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sepulveda JA, Souder WE, Gottfried BS. 1984. Schaum's Outline of Theory and Problems of Engineering Ecomonics. New York: McGraw-Hill Book Company, Inc. Setyamidjaja Djoehana dan Azharni Husaini. 1992. Tebu Bercocok Tanam dan Pascapanen. Jakarta: CV. Yasaguna. Smith HP. 1955. Farm Machinery and Equipment. New York: McGraw-Hill Book Company, Inc. Sukman Yernelis dan Yakup. 2002. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
29
LAMPIRAN
30
Lampiran 1. Lokasi Pengambilan Data
Lampiran 2. Gambar Aplikasi Herbisida di Lahan
Lampiran 3. Perhitungan Unjuk Kerja dan Biaya Aplikasi Herbisida
31
Ulangan ke-
1 2 3 4 5 Rata-rata
Tabel Debit Penyemprotan Masing-masing Sprayer Debit Penyemprotan (liter/menit) Knapsack Knapsack Sprayer Knapsack Sprayer I II Power Sprayer 1.000 1.098 1.324 1.023 1.059 1.452 0.989 1.125 1.475 1.011 1.098 1.406 1.034 1.071 1.452 1.011 1.090 1.422
Boom Sprayer 18.000 21.000 19.500 22.500 19.500 20.100
Perhitungan Volume Larutan Herbisida Teraplikasi: Knapsack Sprayer I Debit Aplikasi (QH) : 1.011 liter/menit Lama Waktu Aplikasi (TH) : 2.03 jam Volume Herbisida Aplikasi (VH) : VH = QHTH = 1.011 liter/menit × 60 menit/jam × 2.03 jam = 123.4 liter Knapsack Sprayer II Debit Aplikasi (QH) : 1.090 liter/menit Lama Waktu Aplikasi (TH) : 1.80 jam Volume Herbisida Aplikasi (VH) : VH = QHTH = 1.090 liter/menit × 60 menit/jam × 1.80 jam = 117.7 liter Knapsack Power Sprayer : 1.422 liter/menit Debit Aplikasi (QH) Lama Waktu Aplikasi (TH) : 4.62 jam Volume Herbisida Aplikasi (VH) : VH = QHTH = 1.422 liter/menit × 60 menit/jam × 4.62 jam = 393.8 liter Boom Sprayer Debit Aplikasi (QH) : 20.100 liter/menit Lama Waktu Aplikasi (TH) : 0.35 jam Volume Herbisida Aplikasi (VH) : VH = QHTH = 20.100 liter/menit × 60 menit/jam × 0.35 jam = 422.1 liter
Tabel Luas Lahan Teraplikasi, Waktu Aplikasi, dan Efisiensi Lapang Masing-masing Sprayer
32
Tipe Sprayer
Luas Lahan Terpalikasi (ha)
Waktu Aplikasi (jam)
Kecepatan Maju (m/detik)
Lebar kerja (m)
Kapasitas Lapang Teoritis (ha/jam)
Kapasitas Lapang Efektif (ha/jam)
Efisiensi Lapang (%)
0.20
2.03
0.56
1.1
0.24
0.10
41.89
0.20
1.80
0.56
1.1
0.22
0.11
50.14
0.94
4.62
0.59
1.1
0.24
0.20
86.71
0.93
0.35
2.00
7.5
5.04
2.66
52.70
Knapsack Sprayer I Knapsack Sprayer II Knapsack Power Sprayer Boom Sprayer
Contoh Perhitungan: Knapsack Sprayer I Kecepatan Maju (v) Lebar Kerja (l) Kapasitas Lapang Teoritis
: 0.56 m/detik : 1.1 m :
KLTH = 0.36 × v × l = 0.36 × 0.56 m/detik × 1.1 m = 0.2348 ha/jam ≈ 0.24 ha/jam Luas Lahan Teraplikasi (AH) : 0.20 ha Waktu Aplikasi (TH) : 2.03 jam Kapasitas Lapang Efektif :
KLE H =
AH TH
= 0.0984 ha/jam ≈ 0.10 ha/jam Efisiensi Lapang :
Eff H =
KLE H KLTH
= 41.89% Tabel Biaya Herbisida Nama Dagang
Bahan Aktif
Harga (Rp/liter)
Dosis (liter/ha)
Biaya (Rp/ha)
Tupormin
2,4 D-amina
32,273
1.5
48,409.50
Kresnatop
Ametryn
36,950
2.5
92,375.00
Paraspesial
Paraquat
27,000
0.5
13,500.00
Hastik
Sticker
6,700
0.5
3,350.00
Round Up
Glyphosate
34,500
2.0
69,000.00
Direx
Diuron
25,000
2.5
62,500.00
Contoh Perhitungan:
33
Nama Dagang : Tupormin Bahan Aktif : 2,4 D-amina Harga Herbisida (HH) : Rp 32,273/liter Dosis : 1.5 liter/ha Biaya Herbisida (Rp/ha) = Harga Herbisida (Rp/liter) × Dosis Herbisida (liter/ha) = Rp 32,273/liter × 1.5 liter/ha = Rp 48,409.50/ha b. Biaya Kebutuhan Herbisida Masing-masing Sprayer • Kebutuhan herbisida untuk KS I, KS II, dan KPS adalah sama yakni menggunakan 2,4 Damina, ametryn, paraquat, sticker, glyphosate. Biaya Kebutuhan Herbisida (Rp/ha) = Biaya 2,4 D-amina + Biaya Ametryn + Biaya Paraquat + Biaya Sticker + Biaya Glyphosate = Rp 48,409.50/ha + Rp 92,375.00/ha + Rp 13,500.00/ha + Rp 3,350.00/ha + Rp 69,000.00 /ha = Rp 226,634.50/ha • Kebutuhan herbisida untuk BS menggunakan 2,4 D-amina dan Diuron. Biaya Kebutuhan Herbisida (Rp/ha) = Biaya 2,4 D-amina + Biaya Diuron = Rp 48,409.50/ha + Rp 62,500.00/ha = Rp 110,909.50/ha
Tipe Sprayer Knapsack Sprayer I Knapsack Sprayer II Knapsack Power Sprayer Boom Sprayer
Tabel Biaya Konsumsi Herbisida Kapasitas Lapang Biaya Kebutuhan Efektif Herbisida (ha/jam) (Rp/ha)
Biaya Aplikasi Herbisida (Rp/jam)
226,634.50
0.10
22,291.92
226,634.50
0.11
25,181.61
226,634.50
0.20
46,145.08
110,909.50
2.66
294,702.39
Contoh Perhitungan: Knapsack Sprayer I Biaya Kebutuhan Herbisida (BKH) Kapasitas Lapang Efektif (KLEH) Biaya Aplikasi Herbisida (BAH) :
: Rp 226,634.50/ha : 0.10 ha/jam
BAH = BKH KLE H = Rp 226,634.50/ha × 0.10 ha/jam = Rp 22,291.92/jam
Tabel Biaya Operasional
34
Tipe Sprayer Knapsack Sprayer I Knapsack Sprayer II Knapsack Power Sprayer Boom Sprayer
Biaya Konsumsi Bahan Bakar (Rp/jam)
Upah Operator (Rp/jam)
Biaya Operasional (Rp/jam)
-
7,464.29
29,756.20
-
7,464.29
32,645.90
3,588.00
14,928.57
64,661.65
29,719.29
14,928.57
339,350.24
Contoh Perhitungan: Knapsack Sprayer I Biaya Aplikasi Herbisida (BAH) Biaya Konsumsi Bahan Bakar (FCC) Upah Operator (UO) Biaya Operasional (BO)
: Rp 22,291.92/jam :: Rp 7,464.29/jam :
BO = BAH + FCC + U O = Rp 22,291.92/jam + Rp 7,464.29/jam = Rp 29,756.20/jam
Tipe Sprayer
Harga Sprayer (Rp)
Tabel Biaya Penyusutan dan Bunga Modal Harga Umur Waktu Sprayer pada Biaya Ekonomis Operasional Akhir Umur Penyusutan Sprayer* Sprayer Ekonomis* (Rp/tahun) (tahun) (jam/tahun) (Rp)
Knapsack 175,000.00 1 17,500.00 2520 157,500.00 Sprayer I Knapsack Sprayer 310,000.00 1 31,000.00 2520 279,000.00 II Knapsack 1,550,000.00 2 155,000.00 2520 1,395,000.00 Power Sprayer Boom 259,825,000.00* 10 25,982,500.00 2520 23,384,250.00 Sprayer *Asumsi *Diasumsikan harga sprayer diakhir umur ekonomis adalah 10% dari harga awal *Tingkat suku bunga yang berlaku di Bank BNI periode bulan Juli 2012 adalah 10.5% *Harga sprayer sudah termasuk dengan harga traktor Contoh Perhitungan: Knapsack Sprayer I Harga Awal Sprayer (P) Harga Akhir Sprayer (S)
Bunga Modal* (Rp/tahun)
18,375.00
32,550.00
122,062.50
15,004,893.75
: Rp 175,000.00 : Rp 17,500.00
35
Umur Ekonomis (N) Biaya Penyusutan (D)
D=
: 1 tahun :
P−S N
= (Rp 175,000.00 - Rp 17,500.00) / 1tahun = Rp 157,500.00/tahun Bunga Modal (I) :
I=
iP ( N + 1) 2N
= (0.105 × Rp 175,000.00 × (1 tahun + 1)) / (2 × 1 tahun) = Rp 18,375.00/tahun
Tipe Sprayer
Knapsack Sprayer I Knapsack Sprayer II Knapsack Power Sprayer Boom Sprayer Contoh Perhitungan: Knapsack Sprayer I Biaya Tetap (BT)
Tabel Biaya Aplikasi Herbisida Waktu Operasional Biaya Tetap Biaya Total Sprayer (Rp/tahun) (Rp/jam) (jam/tahun)
Biaya Aplikasi (Rp/ha)
2520
175,875.00
29,826.00
303,230.95
2520
311,550.00
32,769.53
294,925.75
2520
1,517,062.50
65,263.66
317,575.82
2520
38,389,143.75
354,584.03
127,712.46
:
BT = D + I = Rp 157,500.00/tahun + Rp 18,375.00/tahun = Rp 175,875.00/tahun Biaya Total (BTOT) :
BTOT = BO +
BT WO
= Rp 29,756.20/jam + (Rp 175,875.00/tahun / 2520 jam/tahun) = Rp 29,826.00/jam Biaya Aplikasi Herbisida (HC) :
HC =
BTOT KLE H
= Rp 29,826.00/jam / 0.10 ha/jam = Rp 303,230.95/ha
36