STRES DAN COPING STRES PEDAGANG PASAR TANAH ABANG LAMA TERHADAP KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PERELOKASIAN PASAR Ricky Sulistiadi, Adhi Fajar Kurnia, Husnul Chatimah, M. Fakhrurrozi Universitas Gunadarma Jakarta Abstrak Konsep tata kota Jakarta menempatkan beberapa wilayah sebagai wilayah khusus yang mendapatkan perhatian pemerintah. Salah satu tempat yang cukup memiliki nama di Jakarta adalah Pasar Tanah Abang. Seiring berjalannya waktu dan seiring perkembangan pesat perekonomian ibukota, pasar-pasar lama semakin lama semakin sulit bersaing dengan pasar modern yang berdiri megah di banyak tempat di Jakarta dan sekitarnya. Solusi yang diambil pemerintah dalam mengatasi masalah ini yaitu membuat kebijakan baru mengenai tata kota, yang nantinya kebijakan tersebut membawa dampak tersendiri bagi pasar-pasar besar lama seperti Pasar Tanah Abang. Dalam perkembangannya ternyata banyak masalah yang terjadi sejalan dengan perelokasian para pedagang ke Pasar Tanah Abang lama yang menempati blok B, C, D dan E ke blok A yang tidak jauh dari Pasar Tanah Abang lama. Hal ini menjadi dilema tersendiri yang dialami oleh para pedagang selama beberapa waktu hingga akhirnya terjadi gesekan-gesekan karena konflik perbedaan kepentingan dari para pedagang yang menolak pindah dengan pemerintah. Hal ini tentunya menyebabkan ketegangan bukan hanya fisik namun yang lebih berdampak panjang dengan efek kumulatif negatif yang lebih besar yaitu ketegangan psikologis yang berkelanjutan. Polemik yang berkepanjangan ini akan menyebabkan ekses psikologis dan menimbulkan stres pada pedagang Pasar Tanah Abang, khususnya para pedagang di Pasar Tanah Abang lama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran stres yang dialami oleh pedagang pasar tanah abang yang mengalami polemik berkepanjangan akibat perelokasian tempat berdagang. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui apa saja usaha yang dilakukan oleh pedagang pasar Tanah Abang untuk mengatasi stres (coping stres) akibat polemik yang berkepanjangan sekitar kebijakan perelokasian pasar Tanah Abang. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data-data deskriptif dalam penelitian diperoleh melalui transaksi wawancara, catatan lapangan/observasi, gambar, foto, dan informasi dari media massa. Pendekatan kualitatif ini juga merupakan sebuah pendekatan dalam perspektif kerangka interpretatif dan fenomenologis yang mengacu pada realitas sosial yang bersifat induktif, idiografis, dan bebas nilai. Dari hasil penelitian yang telah dikumpulkan oleh peneliti, sumber dari stres yang dialami oleh para subjek termasuk dalam kategori stres yang disebabkan oleh perubahan hidup dan stres ini merupakan jenis stres buruk. Dari data yang telah dikumpulkan, peneliti juga mendapatkan data tentang penyebab, jenis-jenis, dan coping stres dengan jenis-jenis yang berbeda yang dialami oleh para subjek. Dilihat dari pembahasan di atas, sejauh ini didapat kesimpulan bahwa coping stres yang dilakukan oleh pedagang Pasar Tanah Abang terlihat kurang efektif untuk mengatasi \ 70[ [
HUMANIT AS HUMANITAS AS, Vol.4 No.2 Agustus 2007
stres yang terjadi, kami melihat bahwa berbagai coping stres yang dilakukan oleh para pedagang Pasar Tanah Abang lebih cocok bila dapat diistilahkan sebagai peredam sementara dari tekanan mental akibat stres yang dialami dan bukan merupakan suatu tindakan penyelesaian yang efektif dan menyeluruh. Kata kunci : stres, coping stres, pedagang, relokasi pasar
Abstract Urban planning concept of Jakarta, places some regions in special attention of government. One of place that is enough having name in Jakarta is Pasar Tanah Abang. Along run of time and along fast development of economics capital, old markets longer increasingly difficult to vie with modern market standing is luxury in many places in Jakarta and its surroundings. Solution taken by government in overcoming this problem that is making new policy about urban planning, later the policy brings separate impact for old big markets like Pasar Tanah Abang. In its development many problems happened in line with the relocation of Pasar Tanah Abang stripper occupying block B, C, D and E to block A which is not far from Pasar Tanah Abang stripper. This thing became separate dilemma that experienced by the merchants for several finite time. And finally there have been happened frictions because the merchants refusing to be moved with government. This thing it is of course causes stress is not merely physical but which more cumulative effect that is continous psychological stress. This research applies qualitative approach. Descriptive data in research is obtained through interview, observation notes, picture, photograph, and information from mass media. This qualitative approach also in perpective of fenomenologic is referring to social reality having the character of inductive, idiografic, and free assessed. The result of research which has been collected by researcher is the source of stress experienced by the subjects is caused by change of life and this stress is negative stress type. From data which has been collected, researcher also gets data about cause, types, and stress coping with different types experienced by the subjects. The conclusion is t the coping of stress done by Pasar Tanah Abang’s merchants less effectively to overcome stres. The various coping stres done by the merchants of Pasar Tanah Abang is just short-term result so less effective solution for deminish stress. Key words : stress, coping of stress, merchants, the relocation of Tanah Abang.
[ Stres dan Coping Stress ............ (Ricky. S, Adhi Fajar. K, Husnul. C, M. Fakhrurrozi) \ 71[
Pendahuluan Dalam konsep tata kota Jakarta ada beberapa tempat yang mendapat perhatian pemerintah. Dari banyak tempat-tempat yang terpilih, pasar-pasar besar mendapat tempat yang khusus bukan hanya karena namanya telah melegenda namun juga telah menjadi ikon ibukota Jakarta sejak dulu. Salah satu pasar besar yang cukup memiliki nama di Jakarta adalah Pasar Tanah Abang. Pasar ini merupakan salah satu objek vital yang memainkan peran yang tidak sedikit dalam bidang perekonomian di Ibukota Jakarta. Namun seiring berjalannya waktu dan seiring perkembangan pesat perekonomian ibukota, pasar-pasar besar semakin lama semakin sulit bersaing dengan supermall yang berdiri megah dan bertebaran di banyak tempat di Jakarta dan sekitarnya. Untuk mengatasi hal ini pada akhirnya pemerintah mencari solusi dengan membuat kebijakan baru mengenai tata kota, yang mana kebijakan tersebut membawa dampak tersendiri bagi pasar-pasar besar lama seperti Pasar Tanah Abang. Pada pertengahan 2005 pemerintah mulai menjalankan program untuk menata ulang pasar tanah abang dengan mendirikan bangunan baru yang lebih megah dari yang lama. Hal itu nantinya diharapkan akan dapat bersaing dengan pasar-pasar modern seperti supermall dengan tetap memegang predikat sebagai legenda hidup salah satu saksi sejarah dan zona perekonomian vital ibukota Jakarta. Namun proses pelaksanaan kebijakan pemerintah itu tidak berjalan mulus seperti yang diharapkan. Ternyata banyak masalah yang terjadi sejalan dengan perelokasian para pedagang ke Pasar Tanah Abang lama yang menempati blok B, C, D dan E ke blok A yang tidak jauh dari Pasar Tanah Abang lama. Banyak pedagang mengeluhkan tingginya harga sewa pada tempat yang baru yang menjadikan harga-harga barang naik. Di sisi \ 72[ [
lain mau tidak mau mereka harus pindah karena Pasar Tanah Abang lama harus segera dikosongkan. Hal ini menjadi dilema tersendiri yang dialami oleh para pedagang dan selama beberapa waktu akhirnya terjadi gesekangesekan karena konflik perbedaan kepentingan dari para pedagang yang menolak pindah dengan pemerintah. Hal ini tentunya menyebabkan ketegangan bukan hanya fisik namun yang lebih berdampak panjang dengan efek kumulatif negatif yang lebih besar adalah ketegangan psikologis yang berkelanjutan. Polemik yang berkepanjangan ini akan menimbulkan stres pada pedagang Pasar Tanah Abang yang lama yang menempati blok B, C, D, dan E. Dampak yang lebih merusak baik bagi pemerintah maupun bagi masyarakat seperti para pedagang. Namun ternyata waktu berlalu dan solusi pemerintah juga belum membuahkan hasil yang signifikan. Kini, para pedagang harus menghadapi persoalannya sendiri dan memecahkannya sendirian. Pedagang perlu melakukan suatu usaha untuk menangani beban emosional atau tuntutan yang membuat stres yang biasa disebut coping stres (Lazarus dan Coyne, 1980). Coping stres adalah usaha yang dilakukan seseorang untuk menangani beban emosional atau tuntutan yang membuat stres (Lazarus, 1976). Adapun coping itu sendiri mempunyai tiga tujuan yaitu untuk menghapus atau memodifikasi kondisi yang meningkatkan masalah, usaha untuk mengubah makna situasi problematis menjadi lebih netral serta berusaha untuk tetap menjaga keseimbangan keadaan emosional yang diakibatkan oleh masalah yang dialami. (Pearlin dan Scholer, 1978 dalam Marsella dan Scheuer, 1988). Hal ini menarik untuk dikaji sebab belum tentu setiap pedagang dapat melakukan coping stres. Sebab keadaan yang dialami oleh para pedagang adalah suatu keadaan yang mengambang tanpa kejelasan dimana tekanan ini dapat mengakibatkan rasa frustasi yang HUMANIT AS HUMANITAS AS, Vol.4 No.2 Agustus 2007
lebih besar. Dan bilamana jalan keluar tidak didapat maka hal tersebut dapat membuat keadaan makin memburuk, sebab tekanan yang besar tersebut harus dikeluarkan dan bukannya makin ditekan ke dalam. Hal ini dikhawatirkan dapat memicu aspek emosional masyarakat dengan penyelesaian instant yang dampaknya tentu tidak diharapkan. Apapun yang terjadi memang pastilah ada korban dari keadaan ini, namun bukan berarti pertanda kita harus mulai menutup mata. Penelitian ini dibuat agar masyarakat dan pemerintah mengerti bagaimana keadaan sebenarnya para korban ini, apa yang dialami mereka dan bagaimana mereka melewati semua ini. Begitu banyak hal yang terjadi namun kadang masyarakat seolah tidak bergeming. Kami berharap agar penelitian ini dapat memberi suatu cerminan bagi masyarakat; suatu pembelajaran yang positif yang bisa diambil dalam menghadapi kebuntuan dan bagaimana langkah-langkah konkrit yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut. Polemik seperti ini memang bukan untuk pertama kalinya terjadi di Jakarta, namun mengingat begitu banyaknya jumlah pedagang dan begitu banyaknya nasib pedagang serta para pekerjanya yang nyaris kehilangan satu-satunya gantungan hidup mereka serta berbagai unsur kepentingan yang bermain didalamnya, agaknya hal ini menjadi perhatian kita sebagai masyarakat untuk tetap mengawasi jalannya permbangunan serta turut serta meretas jalan tengah dalam mencari solusi terhadap berbagai kebijakan pemerintah. Untuk itulah penelitian ini dibuat bukan hanya sebagai cara untuk menangkap gambaran mengenai keadaan masyarakat yang sebenarnya namun juga agar hal ini dapat menjadi cerminan pemerintah untuk sebagai bahan pertimbangan bagi masukan dalam kebijakan yang diambil dikemudian hari agar dapat memberi dampak positif bagi kedua belah pihak.
Perumusan Masalah 1. Bagaimana stres yang dialami oleh pedagang pasar tanah abang yang mengalami polemik yang berkepanjangan akibat perelokasian tempat berdagang? 2. Apa saja usaha yang dilakukan oleh pedagang pasar tanah abang untuk mengatasi stres (coping stres) akibat polemik yang berkepanjangan sekitar kebijakan perelokasian pasar tanah abang? Tujuan Penelitian 1. Mengetahui gambaran stres yang dialami oleh pedagang pasar tanah abang yang mengalami polemik berkepanjangan akibat perelokasian tempat berdagang. 2. Mengetahui apa saja usaha yang dilakukan oleh pedagang pasar tanah abang untuk mengatasi stres (coping stres) akibat polemik yang berkepanjangan sekitar kebijakan perelokasian pasar tanah abang. Manfaat penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi dalam bidang psikologi sekaligus menambah khasanah penelitian dalam bidang sosial kemasyarakatan yang berhubungan dengan stres dan coping stres, khususnya terhadap dampak langsung secara psikologis bagi masyarakat yang terkena kebijakan dari penataan ulang tata kota. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi baru serta masukan bagi para pedagang mengenai seluk-beluk stres yang mereka alami yang disebabkan oleh polemik yang berepanjangan, masa depan yang terkatung-katung serta solusi yang tidak kunjung didapat. Penelitian ini juga diharapkan dapat menyediakan langkah-langkah konkrit yang dapat diambil untuk mengatasi stres yang dialami
[ Stres dan Coping Stress ............ (Ricky. S, Adhi Fajar. K, Husnul. C, M. Fakhrurrozi) \ 73[
oleh para pedagang dan juga diharapkan menjadi masukan positif dalam menjalankan kebijakan-kebijakan perelokasian dan penataan ulang zonazona vital yang menyangkut kehidupan orang banyak. Stres Istilah Stres dikemukakan oleh Hans (dalam Sehnert, 1981) yang mendefenisikan stres sebagai respon yang tidak spesifik dari tubuh pada tiap tuntutan yang dikenakan padanya. Dengan kata lain istilah stres dapat digunakan untuk menunjukkan suatu perubahan fisik yang luas yang disulut oleh berbagai faktor psikologis atau faktor fisik atau kombinasi kedua faktor tersebut, nenurut Lazarus (1976) stres adalah suatu keadaan psikologis individu yang disebabkan karena individu dihadapkan pada suatu situasi internal dan eksternal. Menurut Korchin (dalam Lazarus, 1976) keadaan stres muncul apabila tuntutan-tuntutan yang luar biasa atau terlalu banyak mengancam kesejahteraan atau integritas seseorang. Stres tidak saja kondisi yang menekan seseorang ataupun keadaan fisik atau psikologis seseorang maupun reaksinya terhadap tekanan tadi, akan tetapi stres adalah keterkaitan antar ketiganya (Poewardari, 1989). Sarafino (1994) menyimpulkan bahwa stres adalah suatu kondisi yang timbul bila transaksi antara individu dengan lingkungannya mendorong seseorang untuk mempersepsikan adanya kketidaksesuaian antara tuntutan suatu situasi dengan sumber daya yang dimiliki oleh orang tersebut, baik psikologis atau sistem sosial. Ini juga selaras dengan yang dinyatakan Atwarter (1983) bahwa stres merupakan tuntutan penyesuaian yang memerlukan respon adaptif dari individu. Pendapat yang sama juga dokemukan oleh Morgan et al (1986) yang memaparkan bahawa stres terjadi bila tuntutan \ 74[ [
fisik, lingkungan dan sosial dinilai membebani dan melebihi kemampuan seseorang untuk mengatasinya. Dari defenisi stres di atas dapat disimpulkan bahwa stres merupakan suatu keadaan yang disebabkan adanya tuntutantuntutan internal dan eksternal yang menyebabkan individu tersebut harus bereaksi secara psikologis dabn fisiologis dan berusaha melakukan strategi untuk mengatasi situasi tersebut. Macam-Macam Stres Widyastuti (1999), membedakan stres ke dalam tiga kelompok, yaitu: Stres baik, stres buruk, dan Stres emosional. a. Stres Baik Stres yang baik disebut sebagai stres yang positif yang merupakan suatu situasi atau kondisi apapun yang menurut anda dapat memotivasi atau memberikan inspirasi bagi individu tersebut. b. Stres Buruk Stres buruk merupakan stres yang bias membuat individu menjadi marah, tegang, bingung, cemas, merasa bersalah, atau kewalahan. c. Stres Emosional Stres dimulai dengan suatu persepsi terhadap beberap infor masi yang ditangkap oleh satu atau kelima indra kita. Bila otak kita menerima informasi, hampir secara bersamaaan akan muncul respon emosional yang biasanya diekspresikan dalam bentuk rasa marah atau takut. Apabila dibiarkan emosi tersebut akan menimbulkan rasa letih, sikap menutup diri, dan kemungkinan depresi. Sumber-Sumber Stres (Sterssor) Fieldman (1984) menyatakan bahwa stressor merupakan semmua kejadian yang sifatnya dapat mengancam kesejahteraan seseorang. Menurut Atwater (1983) sumber stres dalam kehidupan sehari-hari dapat HUMANIT AS HUMANITAS AS, Vol.4 No.2 Agustus 2007
bebrbentu eksterbnal yang dikenal dengan Stressor fisik seperti suhu yang panas atau luka pada tubuh. Selain itu ada pula sumber stres psikologis atau psikososial yang berbentuk internal dan dirasakan individu. Contohnya adalah ketakutan, tekanan dan kecemasan yang mengggangu individu. Menurt Roediger (dalam Mulamawitri, 2002), ada empat macam sumber stres yang umum dihadapi individu, yaitu : a. Perubahan Hidup Sumber stres adalah adanya per ubahan dalam hidup seseorang. Perubahan apapun dalam kehidupan yang menuntut adaptasi dapat mengakibatkan stres walaupun perubahan itu sebenarnya mengutungkan. Semakin tinggi intesitas per ubahan dan penyesuain yang dibutuhkan maka semakin besar stres yang dialami. b. Gangguan-Gangguan Minor Sehari-Hari Penelitian yang dilakukan Lazarus (dalam Mulamawitri, 2002) menyatakan bahwa gangguan-ganggguan kecil yang dialami sehari-hari dapat mempengaruhi keadaan psikologis dan fisik individu, gang guan-ganggguan tersebut dapat berupa klekhawatiran terhadap berat badan, kesehatan angggota keluarga dan inflasi. Dari penelitian tersebut juga didapatkan bahwa semakin ting gi frekuensi dan intesitas gangguanganggguan minor tersebut maka akan memperburuk kesehatan mental. c. Ganggguan Kronik Selain perubahan hidup, adanya gangguan-ganggguan dalam kadar tingggi yang dialami dalam waktu yang panjang akan membuat stres individu. Misalnya, polusi yang berlebihan di kota besar. d. Konflik Keadaan psikologis konflik muncul ketika individu merasa tertekan untuk berespon terhadap dua atau lebih motivasi
atau kecenderungan bertingkah laku yang bersaingh untuk dipenuhi. Dalam studi psikologisk, konflik biasanya ditandai dengan nilai negatif dan positif terhadap pilihan yang tersedia.
Coping Stres Coping merupakan usaha yang dilakukan seseorang untuk menangani beban emosional atau tuntutan yang membuat stres (Lazarus, 1976). Ini juga senada dengan yang diungkapkan oleh Lazarus dan Launier, (1987 dalam Lazarus dan Coyne, 1980) Definisi senada juga diungkapkan oleh Marsella dan Scheur (1988) yang menyatakan bahwa coping adalah usaha yang dilakukan oleh manusia untuk mengontrol, menguasai dan mencegah stres yang diakibatkan tuntutan eksternal dan internal yang dialami seseorang. Lebih jauh lagi Marsella dan Scheur (1988) juga menyatakan bahwa coping bukanlah cuma penyesuaian biasa namun merupakan kunci pengembangan potensi individu dalam menghadapi tuntutan lingkungan yang berubah-ubah. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa coping mer upakan tindakan yang dilakukan untuk mengatasi tuntutan lingkungan, internal serta konflik yang dirasakan membuat stres seseorang. Tujuan Coping Coping itu sendiri mempunyai tiga tujuan, yaitu (Pearlin dan Scholer, 1978 dalam Marsella dan Scheur, 1988) : 1. Untuk menghapus atau memodifikasi kondisi yang meningkatkan masalah. 2. Usaha untuk mengubah makna situasi problematis menjadi lebih netral. 3. Ber usaha untuk tetap menjaga keseimbangan keadaan emosional yang diakibatkan oleh masalah yang dialami. Jadi dapat disimpulkan bahwa coping
[ Stres dan Coping Stress ............ (Ricky. S, Adhi Fajar. K, Husnul. C, M. Fakhrurrozi) \ 75[
adalah tindakan yang dilakukan individu untuk meringankan beban emosional yang diakibatkan tuntutan eksternal dan internal yang dihadapinya. Kemampuan Coping Kemampuan coping merupakan cara yang khas berhubungan dengan kesulitan, mempengaruhi bagaimana kita mengenal dan mencoba untuk memecahkan masalah. Orang yang berhasil mengatasi suatu masalah tidak hanya mengetahui bagaimana cara melakukan sesuatu, ia juga mengetahui bagaimana mendekati situasi yang tidak mempunyai kesiapan respon yang tersedia. Kemampuan coping yang dibawa individu dalam pengalaman hidup (pengharapan rasa takut, kemampuan, harapan) mempengaruhi seberapa banyak stres yang mereka rasakan dan seberapa baik mereka mengatasinya. Pengalaman dan keberhasilan dalam coping dengan situasi yang sama, kepercayaan diri yang cukup beralasan dan kemampuan untuk tetap menyelesaikan dan berpikiran jernih daripada hancur berantakan ketika menghadapi masalah, semua tambahan pada penilaian nyata dan respon terhadap situasi. Cara yang khas ini adalah hasil dari perkembangan kepribadian yang mana pada saatnya dipengaruhi oleh hubungan sosial. (Hackett dan Cassem, 1975 dalam Sarasaon, B. 1996). Suatu “task oriented”, yang merupakan respon nyata untuk situasi sulit biasanya lebih efektif daripada menjadi cemas, marah, atau sikap bertahan (defensive). Kegagalan untuk “task oriented” dapat terjadi dalam berbagai alasan. Seseorang mungkin memiliki kekurangan kebutuhan sumber coping untuk mengambil pendekatan nyata. Pada kasus tersebut, situasinya diluar kemampuan individu. Itu juga dapat menjadi unsur pasti dari situasi yang dapat mencegah individu dari pengambilan pendekatan konstruktif terhadap \ 76[ [
hal tersebut. Sebagai contoh, laki-laki pasti mempunyai sumber coping untuk menjadi asertif dengan laki-laki yang lain tetapi tidak dengan wanita. Dalam mencoba untuk mengidentifikasi dasar untuk perilaku respon coping yang khusus, sangat penting untuk menganalisa secara hatihati apa yang terjadi pada situasi bersama dengan model yang dimiliki oleh seseorang dan bertanggung jawab (sumber coping). (Brenitz, 1988 dalam Sarason, B. 1996). Jenis-jenis Coping Dalam beberapa dekade terakhir ada banyak penelitian tentang cara individu berespon terhadap stres. Oleh karena itu banyak pakar yang menawarkan berbagai strategi coping yang digunakan individu dalam mengatasi stres. Secara umum, jenis coping melibatkan strategi kognitif dan perilaku yang digunakan untuk mengatasi situasi stres (Lazarus dan Folkman, 1984 dalam Aldwin dan Revenson, 1987) terbagi menjadi. 1. Problem Focused Coping Yaitu coping yang melibatkan strategi kognitif dan perilaku yang digunakan untuk mengatasi situasi stres. Ini dapat dilakukan dengan mengubah perilaku atau dengan mengubah kondisi lingkungannya. Problem Focused Coping terdiri atas : a) Planning adalah usaha memikirkan cara menghadapi stressor. Tindakan yang termasuk dalam planning adalah merencanakan tindakan coping yang akan dilakukan dan merencakan langkah-langkah yang akan diambil. b) Suppressing competing activities adalah usaha untuk berkonsentrasi dalam mengatasi stressor dan menghindari aktivitas lain yang dapat mengganggu. c) Restraint coping adalah usaha untuk menung gu hing ga mendapatkan kesempatan yang tepat untuk bertindak dan tidak gegabah HUMANIT AS HUMANITAS AS, Vol.4 No.2 Agustus 2007
bertindak. Ini merupakan strategi coping aktif yang berarti individu berusaha untuk mengatasi stressor secara efektif tapi sekaligus strategi pasif karena menahan diri untuk tidak bertindak itu sama saja seperti tidak bertindak. d) Seeking social support for instrumental reasons yaitu berusaha mendapatkan nasihat, bimbingan atau informasi dari orang lain. 2. Emotional Focused terdiri dari : a) Seeking social support for emotional reasons yaitu berusaha mendapatkan dukungan moral, simpati atau pengertian dari orang lain. b) Positive reinterpretation and growth yaitu coping yang ditujukan untuk memberikan penilaian yang lebih positif dari situasi problematik yang terjadi. Contoh tindakannya adalah dengan berusaha mempelajari sisi positif dari pengalaman yang terjadi dan ber usaha mengembangkan potensi diri. c) Denial adalah berusaha menolak untuk percaya akan adanya stresor atau bertindak seolah-olah stresor tersebut tidak ada. d) Acceptance adalah tindakan individu untuk menerima kenyataan akan adanya stressor. Tindakannya mencakup pasrah dengan keadaan yang dihadapi dan menerima kejadian tersebut karena tidak ada yang bisa dirubah. e) Turning to Religion adalah tindakan individu untuk mendekatkan diri pada agama saat mendekati stressor, strategi coping ini penting untuk beberapa individu oleh karena : f) Agama dianggap sebagai sumber dukungan emosional. g) Agama dianggap sebagai usaha untuk
menilai positif suatu keadaan dan mencapai perkembangan. h) Agama dianggap sebagai strategi coping yang aktif. 3. Maladaptif coping, terdiri dari : a) Focusing and venting emotions adalah kecenderungan untuk memfokuskan pada hal-hal yang membuat stres individu dan berusaha untuk mengekspresikan perasaanperasaannya tersebut. b) Behavioral disengangement adalah mengurangi tindakan dalam mengatasi stressor, bahkan menyerah untuk mencapai tujuan-tujuan yang terhalang oleh stressor. c) Mental disengangement adalah aktivitasaktivitas yang dilakukan individu sebagai usaha menghindari pikiran tentang tujuan yang terhalang. Metode Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti meng gunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif ini merupakan pendekatan untuk menghasilkan dan mengolah data yang bersifat deskriptif. Pendekatan kualitatif ini juga mer upakan sebuah penddekatan yang ditendensikan dalam kerangka interpretatif dan fenomenologis yang pengacu pada realitas sosial yang bersifat indutif, idiografis, dan bebas nilai (poerwandari, 2001). Data-data deskriptif dalam penelitian dipeoleh melalui transaksi wawancara, catatan lapangan/observasi, gambar, foto, dan informasi dari media massa. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah para pedagang di Pasar Tanah Abang di Blok B, C, D, dan E. Subjek berjumlah lima dan berusia minal 20 tahun. Subjek ini sudah berdagang di pasar Tanah Abang minimal 1 (satu) tahun.
[ Stres dan Coping Stress ............ (Ricky. S, Adhi Fajar. K, Husnul. C, M. Fakhrurrozi) \ 77[
Subjek penelitian ini berjumblah 5 (lima) orang. Teknik Pengumpulan Data 1.
Observasi
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik observasi sistematis, dimana dalam penelitian ini peneliti mempunyai dua fungsi sekaligus, artinya dapat secara terarah memahami secara mendalam dengan perlahan tapi pasti dan memiliki alur yang jelas dalam pengambilan data sehingga keutuhan dan kesatuan topik tetap terjaga. 2. Wawancara Dalam penelitian ini peneliti menggunakan wawancara terstruktur, dimana pewawancara menetapkan pertanyaan dan masalah yang akan diajukan dan alternatif jawaban ditetapkan sendiri oleh pewawancara. Hasil dan Pembahasan Dari hasil penelitian yang telah dikumpulkan oleh peneliti, dari data yang didapat, sumber dari stres yang dialami oleh subjek termasuk dalam kategori perubahan hidup. Subjek merasakan sesuatu yang bergitu berbeda dengan dialaminya dahulu sebelum Pasar Tanah Abang Blok A dibangun. Semua yang terjadi setelah pembangunan Blok A yang baru akhirnya memunculkan berbagai rentetan macam permasalahan yang terjadi sesudahnya. Dimulai dari kehilangan para pelanggan setia mereka dimana yang tersisa hanya beberapa pelanggan setia hingga berkurangnya pembeli secara drastis yang mencapai rata-rata 70% sebelum Blok A dibangun dan dari sana kemudian muncul berbagai masalah lain yang akhirnya mencuatkan stres ke permukaan. Korelasi antara semakin tinggi intensitas perubahan dan penyesuaian yang dibutuhkan maka semakin besar stres yang dialami kiranya \ 78[ [
benar adanya dalam kasus ini. Namun yang membuat keadaan menjadi jauh lebih pelik dikarenakan nyaris tidak ada jalan keluar dan penyesuaian yang dilakukan seluruh subjek satu-satunya adalah menerima keadaan itu dengan sabar serta apa adanya, sebab keadaan tersebut sebenarnya lebih harus diubah dari luar bukan dari dalam diri subjek karena hal ini lebih berhubungan dengan materi dan kesejahteraan hidup subjek dan keluarganya secara material. Dari hasil penelitian yang telah dikumpulkan oleh peneliti ternyata didapat pula data lain yang mengkategorikan jenis stres yang dialami para pedagang Pasar Tanah Abang. Adapun jenis stres yang dialami oleh para pedagang Pasar Tanah Abang merupakan jenis stres buruk. Stres ini membuat individu menjadi marah, tegang, bingung, cemas, atau kewalahan. Hal-hal inilah yang ditangkap dari hasil penelitian kami, bahwa rata-rata subjek yang kami wawancara memperlihatkan keluhan-keluhan seperti yang disebutkan. Hal ini terjadi sebab tidak seperti stres positif yang merupakan suatu situasi atau kondisi apapun yang dapat memotivasi individu, namun stres yang dialami oleh para pedagang Pasar Tanah Abang memiliki tekanan yang begitu kuat, hingga hampir setiap tekanan yang datang bersamaan dengan situasi stagnan yang terjadi hanya diterima begitu saja karena nyaris tidak ada solusi yang memungkinkan untuk ditempuh setidakanya dengan sedikit rasa aman. Salah satu cara yang paling mungkin untuk ditempuh adalah keharusan untuk mengeluarkan modal yang sangat banyak untuk berpindah tempat berdagang dan yang paling dekat yaitu di Pasar Tanah Abang blok A yang baru. Namun itu juga bukan tanpa resiko sebab selain modal yang akan begitu banyak dikeluarkan untuk berpindah, belum tentu lokasi yang baru memberikan kepastian bahwa keadaan akan membaik dengan HUMANIT AS HUMANITAS AS, Vol.4 No.2 Agustus 2007
banyaknya pelanggan yang tertarik dengan barang yang ditawarkan bila melihat begitu banyaknya saingan yang menjual barang yang sama. Ketidakpastian inilah yang membuat para pedagang Pasar Tanah Abang makin merasa tertekan. Bukan hanya karena pelang gan yang makin jarang dengan penurunan sekitar 70% namun juga tempat berdagang yang kurang nyaman, beredarnya rumor yang tidak jelas tentang masa depan Pasar Tanah Abang dan pastinya biaya yang tetap harus dikeluarkan setiap harinya baik untuk uang keamanan maupun sewa untuk tempat yang tidak murah. Situasi-situasi inilah yang membuat stres buruk itu kemudian dialami oleh para pedagang, sebab memang sepertinya situasi yang ada tidak mengizinkan adanya sedikit celah kecil alternatif yang kirakira lebih mudah untuk ditempuh selain harus berani mengeluarkan modal yang lebih banyak untuk berani berspekulasi. Namun justru hal inilah yang ditakutkan oleh sebagian besar responden hingga mereka mencoba dengan sekuat tenaga untuk tetap bertahan ditempat berdagangnya sekarang, meskipun dari hari ke hari tekanan dan stres yang mereka alami semakin lama semakin berat dan sekilas nampaknya makin tidak ada jalan keluar. Adapun bila dilihat dari kasus diatas dan kemudian ditilik dari pendekatan stresnya, maka pendekatan stres yang dialami oleh para pedagang Pasar Tanah Abang dibagi dalam tiga bagian yaitu pendekatan stimulus, pendekatan respon, dan pendekatan proses dan ketiga hal tersebut tercakup semua dalam kasus yang dialami oleh para pedagang Pasar Tanah Abang. Yang pertama adalah pendekatan stimulus, pendekatan ini sendiri digunakan untuk mengetahui pilihan seseorang terhadap sumber atau penyebab ketegangan berupa keadaan atau situasi dari peristiwa tertentu. Situasi yang dirasakan mengancam atau yang membahayakan yang menghasilkan perasaan tegang disebut sebagai stressor. Beberapa ahli
yang menganut pendekatan ini mengkategorikan stressor menjadi tiga yaitu peristiwa katastropik seperti bencana alam, peristiwa hidup yang penting seperti kehilangan orang yang sangat dicintai dan keadaan kronis seperti hidup dalam kondisi sesak dan bising. Dari ketiga pendekatan stimulus tersebut, maka stres yang dialami oleh pedagang Pasar Tanah Abang termasuk dalam kategori keadaan kronis. Seperti yang telah dibahas penulis sebelumnya bahwa bukan hanya keadaan fisik Pasar Tanah Abang yang sesak, bising, dan kotor namun juga ditambah berbagai keadaan mental yang tertekan seperti ketegangan, kecemasan, dan kehilangan semangat yang dirasakan oleh para pedagang Pasar Tanah Abang. Keadaan kronis itulah yang kemudian membuat para pedagang Pasar Tanah Abang mengalami stres. Pendekatan yang kedua adalah pendekatan respon, pendekatan ini sendiri diambil dari konsep respon yang merupakan reaksi seseorang terhadap stressor. Untuk hal ini dapat diketahui dari dua komponen yang saling berhubungan, yaitu komponen psikologis seperti perilaku, pola pikir, dan emosi serta dari komponen psikologis seperti detak jantung, mulut yang mengering (sariawan), keringat dan sakit perut. Untuk pendekatan psikologis, dari data yang diperoleh diketahui bahwa emosi para pedagang khususnya emosi negatif cepat dapat terstimulasi dengan satu atau beberapa stimulan kecil seperti kesalahan berbicara saja dapat membuat subjek mudah tersinggung atau sedikit rumor yang tidak jelas kebenaran dan sumbernya yang lebih terkesan menakutnakuti kadang dapat ditanggapi secara serius oleh responden hingga rasa cemas mudah sekali dirasakan. Kecemasan lain juga mudah sekali terpicu bila responden terkadang berpikir sejenak tentang bayangan masa depannya dan semakin serius memikirnya maka kecemasan yang terjadi semakin kuat dirasakan. Sedangkan untuk komponen
[ Stres dan Coping Stress ............ (Ricky. S, Adhi Fajar. K, Husnul. C, M. Fakhrurrozi) \ 79[
fisiologik jarang dialami oleh para pedagang meskipun dari 6 responden yang diwawancarai, dua orang mengalami stres yang berimbas ke psikofisik ringan. Hal ini sebenarnya bukan merupakan penyebab langsung dari stres yang dialami namun sebagai penyebab tidak langsungnya; sebagai efek samping dari stres yang dialami subjek. Dari hasil data yang didapat, peneliti menyimpulkan bahwa stres menyebabkan ketahanan tubuh subjek berkurang hingga akhirnya mudah terkena penyakit. Berbagai penyakit parah yang lama yang telah sembuh kemudian kambuh lagi akibat ketahanan tubuh yang berkurang yang disebabkan oleh stres yang dialami subjek. Penelitian-penelitian tentang stress sebelumnya yang telah dilakukan oleh para ahli sebenarnya juga telah banyak membahas tentang adanya sinkronitas antara stress dan penyakit. Pendekatan yang ketiga adalah pendekatan proses yang mana pendekatan ini sendiri menempatkan stres sebagai suatu proses yang terdiri dari stressor dan strain ditambah dengan satu dimensi penting yaitu hubungan antar manusia dengan lingkungan. Bila ditilik dari pendekatan ini, maka stes yang dialami oleh para responden pertama-tama dipicu oleh pembangunan Pasar Tanah Abang Blok A yang merupakan pasar yang baru. Kemudian sejalan dengan hal tersebut berbagai masalah mulai bermunculan layaknya efek domino seperti berkurangnya para pembeli yang datang, pemasukan yang semakin jauh berkurang, lokasi pasar yang tidak lagi strategis dan kurang terawat, kondisi stagnan tanpa solusi yang dialami oleh pembeli setiap harinya dan rentetan persoalan lain yang kemudian menyebabkan para pedagang mengalami stres dan makin merasa tertekan dari hari ke hari. Hal positif yang masih tersisa dan dapat sedikit menekan dampak tekanan dari stres yang dialami subjek adalah interaksi responden dengan lingkungannya yang tetap berjalan dengan baik. Banyak responden yang \ 80[ [
mengatakan bahwa mereka sering membicarakan keluhan-keluhan yang dialaminya dengan pedagang yang lain dimana hal itu setidaknya sedikit membantu subjek untuk meringankan beban yang dialaminya. Dari pembahasan yang telah didapat sebelumnya, sekilas terlihat bahwa sepertinya jalan keluar merupakan suatu kemungkinan yang rupanya sulit untuk dicari meskipun bukan berarti mustahil. Memang, sebagian besar subjek terlihat lebih memfokuskan untuk menekankan gejolak dari tekanan psikologis yang mereka alami dibandingkan untuk mencari jalan keluar konkrit untuk keluar dari keadaan stagnan yang sangat menyiksa tersebut. Namun demikian hal tersebut bukan mengidikasikan bahwa sama sekali tidak ada keinginan dari subjek untuk memperbaiki keadaan, meskipun memang tidak dipungkiri semangat yang dimiliki subjek sebagai salah satu modal internal untuk mengubah keadaan semakin jauh berkurang dari hari ke hari bila menilik keadaan yang makin tidak jelas. Bagaimanapun cara yang dilakukan untuk mengatasi stres yang dialami hal itu merupakan suatu indikasi positif untuk membuka jalan kemungkinan bagi keadaan yang lebih baik. Hal ini diistilahkan sebagai coping, adapun definisi umum dari coping yaitu tindakan yang dilakukan untuk mengatasi tuntutan lingkungan, internal, serta konflik yang dirasakan yang membuat seseorang stres. Kemampuan coping yang dibawa individu dalam hidup mempengaruhi seberapa banyak stres yang mereka rasakan dan seberapa baik mereka mengatasinya. Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa coping yang dilakukan oleh subjek seluruhnya merupakan coping yang dilakukan secara internal usaha untuk mencari jalan guna membuka kemungkinan keadaan yang lebih baik secara materi yang sebenarnya merupakan inti dari solusi permasalahan yang memicu stres sepertinya masih jauh dari jangkauan. HUMANIT AS HUMANITAS AS, Vol.4 No.2 Agustus 2007
Terbenturnya para pedagang dengan modal usaha yang kurang untuk membuka tempat berdagang yang baru dan situasi yang tidak dapat diprediksi setelah berpindah tempat merupakan persoalan utama yang dihadapi para pedagang, sebab bila hal tersebut dilakukan maka para pedagang harus memulai bisnisnya dari nol dari awal. Adapun coping yang biasa dilakukan oleh subjek adalah mendekatkan diri pada Tuhan dan memohon pertolongannya, berkeluh-kesah dengan rekan sesama pedagang, menghibur diri sendiri dengan membaca buku, mencari kesibukan sendiri seperti mengganti-ganti lay-out barang dagangan yang dipamerkan dan pastinya seluruh subjek menjadikan agama khususnya doa sebagai salah satu sumber kekuatan tersendiri untuk menghadapi stress yang mereka alami. Hal-hal yang dikemukakan diatas dapat dikelompokkan lagi menjadi tiga golongan besar tentang jenis-jenis coping. Secara umum, jenis coping melibatkan strategi kognitif dan perilaku yang digunakan untuk mengatasi stres yang dibagi dalam tiga golongan besar yaitu problem focused coping, emotional focused coping dan maladaptive coping. Dari data yang didapat berkaitan dengan coping yang dilakukan oleh subjek dan bila dilihat dari jenis-jenis coping yang ada maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar strategi coping yang dilakukan oleh subjek termasuk dalam kategori emotional focused coping. Adapun jenis coping ini dilakukan untuk mengubah suasana emosional subjek. Emotional focused coping terdiri dari seeking social support for emotional reasons, positive reinter pretation and growth, denial, acceptance, turning to religion. Seeking social support for emotional reasons yaitu jenis coping stress yang dilakukan dengan cara berusaha mendapatkan dukungan moral, simpati atau pengertian dari orang lain. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata subjek yang mengatasi stres yang mereka alami dengan jalan berkeluh-kesah atau menceritakan keluh-
kesahnya kepada orang lain, baik itu sesama pedagang, teman dekat, ataupun keluarga. Positive reinterpretation and growth yaitu jenis coping stress yang ditujukan untuk memberikan penilaian yang lebih positif dari situasi problematik yang terjadi. Bila menilik dari data yang telah didapat ternyata hampir dari seluruh subjek tidak melakukan proses coping ini. Hal ini memang terlihat ganjil sebab biasanya hal terdekat yang paling memungkinkan seorang individu lakukan dalam keadaan stres adalah mencoba untuk melihat dan mengambil sisi positifnya. Bagaimana kemudian masalah tersebut dapat menggiring pola pikir subjek hingga menjadi sepasif yang terlihat hal itu dikarenakan situasi yang ada memang sangat kompleks hingga terkadang subjek merasa putus asa karena sulitnya mencari celah untuk melihat secercah solusi untuk keadaan yang lebih kondusif bagi pertumbuhan bisnis di tempat mereka berdagang. Sama halnya seperti yang terjadi pada positive reinterpretation and growth yang seperti telah dibahas gagal untuk dijadikan salah satu alternatif penyelesaian masalah bagi responden, denial yang merupakan salah satu dari jenis coping stres emotinal focused ternyata juga tidak dilakukan oleh para responden dalam mencari solusi dari stres yang mereka alami. Langkah ini kemudian diambil karena para responden kami memang sertiap hari mengalami stres dari tekanan keadaan psikologis yang terus menerus terjadi dan terulang. Bila dirangkum dari data hasil wawancara adapun responden kami beralasan bahwa sangatlah tidak mungkin menganggap bahwa tidak terjadi suatu masalah apapun sedangkan disaat yang sama mereka dihantui permasalahan besar yang banyak menyita waktu dan pikiran yang mana keadaan itu juga ditambah lagi dengan absennya solusi dalam keadaan yang stagnan dan monoton. Jenis solusi lain dari coping stres yang ditempuh oleh para responden kami adalah acceptance. Definisi dari jenis coping ini sendiri
[ Stres dan Coping Stress ............ (Ricky. S, Adhi Fajar. K, Husnul. C, M. Fakhrurrozi) \ 81[
yaitu adanya tindakan dari individu untuk menerima kenyataan akan adanya stressor. Tindakan yang diambil mencakup sikap pasrah terhadap keadaan yang dihadapi dan menerima kejadian tersebut karena tidak ada yang bisa dirubah. Jenis coping ini kerap dipilih oleh responden kami dalam mengahadapi stres yang mereka alami karena memang tidak ada lagi solusi terdekat yang sekiranya dapat dilakukan untuk mengubah keadaan khususnya keadaan eksternal yang menyangkut membaiknya keadaan kesejahteraan ekonomi mereka. Jenis coping terakhir yang masih termasuk dalam emotional focused coping adalah turning to religon. Adapun tur ning reilgion adalah tindakan individu untuk mendekatkan diri pada agama saat mendekati stressor, strategi coping ini penting untuk beberapa individu oleh karena pertama, gama dianggap sebagai sumber dukungan emosional, agama juga dianggap sebagai usaha untuk menilai positif suatu keadaan dan mencapai perkembangan dan yang terakhir, agama dianggap sebagai strategi coping yang aktif. Bila dilihat dari data yang telah diperoleh, maka terlihat adanya sinkronitas dari pernyataan dari teori yang telah disebutkan diatas. Seluruh subjek kami memang menjadikan agama sebagai tumpuan terakhir sekaligus penyejuk dari kesesakan psikologis yang mereka alami yang tidak lain adalah dampak nyata dari stres. Menurut mereka dengan berdoa dan mengeluarkan segala keluh kesah kepada Tuhan serta mendengarkan ceramah-ceramah agama setidaknya dapat meringankan beban yang mereka alami. Tekanan yang besar yang terhambat didalam akhirnya dapat dikeluarkan dalam doa dan keluh kesah yang mereka utarakan kepada Tuhan bersamaan dengan keluarnya air mata berdamaan dengan itulah semua beban terangkat dan tercurah keluar. Hal ini kemudian akan menghadirkan rasa kelegaan dan kesejukan meskipun memang perasaan itu tidak bertahan untuk jangka waktu yang lama. \ 82[ [
Dilihat dari pembahasan diatas, sejauh ini didapat kesimpulan bahwa coping stres yang dilakukan oleh para responden kami yang notabene adalah para pedagang Pasar Tanah Abang terlihat kurang efektif untuk mengatasi stres yang terjadi. Kami melihat bahwa berbagai coping stres yang dilakukan oleh para pedagang Pasar Tanah Abang lebih cocok bila diistilahkan sebagai peredam sementara dari tekanan mental akibat stres yang dialami dan bukan merupakan suatu tindakan penyelesaian. Kami juga melihat bahwa ketiadaan penyelesaian final atas masalah yang terjadi bukan semata-mata diakarenakan kurang aktif atau kurang seriusnya para pedagang Pasar Tanah Abang dalam mencari dan mengusahakan solusi untuk mengatasi keadaan stres yang mereka alami, namun lebih karena memang keadaan yang ada hanya memiliki sedikit sekali alternatif solusi dan hal itupun didapat bukan tanpa resiko yang besar. Ketiadaan modal untuk membeli tempat berdagang baru, kesulitan untuk mencari tempat berdagang yang potensial, kerugian yang harus mereka tanggung, bisnis yang akhirnya harus dimulai dari awal dan rasa penasaran akan harapan bahwa keadaan mungkin suatu saat akan membaik adalah halhal yang membuat mereka mau tidak mau, suka atau tidak suka akhirnya tetap bertahan di tempat berdagang mereka saat ini. Berdasarkan penilaian diatas kami mencoba melihat dari perspektif yang lebih luas bahwa stres yang dialami oleh para pedagang Pasar Tanah Abang dapat menjadi lahan subur bagi timbulnya emosi-emosi negatif yang tidak kecil kemungkinan bahwa pada akhirnya akan menjadi induk semang dari anak-anak permasalahan baru yang tercipta dalam diri mereka, baik itu masalah dalam hubungan komunikasi antar personal maupun interpersonal. Hal ini belum lagi ditambah dengan terpengaruhinya pola pikir mereka akan atmosfer pesimistis bila melongok pada situasi yang terjadi disekitar mereka yang HUMANIT AS HUMANITAS AS, Vol.4 No.2 Agustus 2007
nantinya menimbulkan persepsi negatif hingga berdampak pada alternatif solusi dari tindakan-tindakan yang mereka ambil dan lakukan dalam usaha mengatasi stres yang terjadi. Kami juga melihat bahwa stres yang terjadi dalam kasus ini menjadi sesuatu yang lebih kompleks dari yang terlihat karena memang rasa putus asa sendiri pada akhirnya sudah dapat ditolelir untuk menjadi salah satu bagian dalam penyelesaian kasus ini sendiri. Karena seperti yang telah disimpulkan dari data yang didapat, bahwa nyatanya memang alternatif bagi solusi-solusi yang ada hanya tersedia dalam jumlah yang sangat terbatas dan bukan tanpa resiko. Stres ini bukan lagi sematamata mencari usaha menemukan jalan keluar yang terbaik sehing ga akhirnya dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang terjadi, karena alih-alih untuk menyesuaikan diri dengan keadaan akhirnya dipersepsikan secara negatif dengan menerima keadaan stagnan dengan berbagai masalah yang ada dengan penerimaan secara pasif. Kami mencapai kesimpulan seperti ini sebab ditilik dari data yang telah didapat bahwa kadar semangat yang ada dalam diri responden kami memang hanya tersisa sedikit, padahal justru dari semangat itulah semua perbaikan menuju keadaan yang lebih baik dimulai, semangat itu sendiri merupakan modal sekaligus bahan bakar utama dari sebuah perubahan dan mesinnya adalah perspektif yang positif. Namun kenyataan yang terjadi justru sebaliknya, penyesuaian keadaan bukan lagi disikapi dengan sikap optimistis dan aktif namun justru menerima keadaan dengan istilah yang lebih negatif yaitu “nrimo”. Lagilagi perlu kami tekankan bahwa hal ini terjadi bukan dikarenakan dan berasal dari pilihan bebas dari pedagang untuk memilih tindakan pasif sebagai satu-satunya kemungkinan yang dapat dilakukan, namun terlebih karena keadaan memang seolah terlihat tidak memberi kesempatan bagi solusi-solusi yang
lain untuk dimunculkan ke permukaan. Bila dilihat dari pembahasan yang telah dilakukan diatas, maka nampaknya persoalan Pasar Tanah Abang bukan hanya persoalan biasa yang hanya menjadi berita hangat lalu dingin lagi dan tidak menarik untuk dikonsumsi kemudian. Hampir seluruh subjek kami mengakui bahwa mereka menghadapi stres disetiap harinya dari sana dapat ditarik kesimpulan secara logika bahwa betapa banyak pedagang yang akhirnya mengalami stres karena persoalan yang berlarut-larut dan tidak adanya jalan keluar ini. Hal ini bukan saja dialami oleh orang-orang yang memiliki modal dan toko di Pasar Tanah Abang lama namun nyatanya hal ini juga dirasakan oleh para penjaga toko yang ada disana. Bila digeneralisasikan ke aspek yang lebih universal, maka akan terlihat bahwa persoalan Pasar Tanah Abang bila dapat dianalogikan lebih mirip seperti epidemi; seperti virus psikologis yang menular dari satu individu ke individu yang lain dalam skala yang besar dan luas. Bila begitu banyak pedagang di Pasar Tanah Abang lama yang akhirnya mengalami stres akibat keadaan yang stagnan dan sangat menekan sisi psikologis mereka dan demonstrasi-demonstrasi para pedagang (Pasar Tanah Abang lama) dalam menyatakan aspirasi perasaan mereka tidak ditanggapi, maka stres hanyalah menjadi sentuhan pertama dari serentetan efek domino yang akan terjadi setelahnya. Melihat banyaknya jumlah pedagang yang menembus angka 3000-an, terbayangkan betapa banyaknya orang yang mengalami stres di area Pasar Tanah Abang lama. Dalam keadaan stres tersebut di setiap waktunya mereka akan dan selalu berinteraksi dengan individu yang lain, baik yang telah dikenalnya maupun yang tidak dikenalnya, baik itu dalam hubungan bisnis maupun hubungan sosial, baik interaksi itu sendiri disukai atau coba dihindari, yang pasti mereka akan berinteraksi dan dalam waktu yang bersamaan, jejak-jejak stres dan
[ Stres dan Coping Stress ............ (Ricky. S, Adhi Fajar. K, Husnul. C, M. Fakhrurrozi) \ 83[
segala permasalahannya masih tersisa dalam benak mereka. Dan dari interaksi tersebut maka dimulailah efek domino itu. Bila pada saat interaksi yang terjadi mereka masih belum dapat mendapatkan situasi yang tenang dalam diri mereka dan pengaruh dari stres itu masih begitu kuat hingga menimbulkan gejolak emosi yang dengan intensitas yang labil, maka sesekali dapat saja mereka menumpahkan kekecewaannya pada situasi dan waktu yang kurang tepat dalam suatu ledakan emosi, baik itu dalam skala kecil maupun skala besar. Efek dari hal ini juga dapat menimbulkan stres yang lain pada lawan bicara mereka atau setidaknya ada sedikit perasaan tertekan sebagai dampak dari ledakan emosi tersebut. Pada titik ini, tidak dipungkiri bahwa dapat terjadi kemugkinan bahwa persoalan yang terjadi dapat menjadi masalah yang lebih besar lagi bila kedua individu tersebut berkonfrontasi. Kemudian hal ini akan bercabang, bisa terjadi stres yang dialami lawan bicara subjek dapat ditularkan lagi ke orang lain atau setidaknya dengan adanya konflik yang terjadi hal itu justru makin menambah intensitas stres yang dialami oleh para pedagang dalam intraksi mereka. Bila dihubungkan lagi dari hal-hal tersebut, sebenarnya dapat ditarik kemungkinankemungkinan dari efek domino yang lebih luas yang mungkin hal ini dapat jadi masukan bagi penelitian tentang stres selanjutnya. Namun satu hal yang disimpulkan dari hal ini bahwa bila stres yang terjadi dengan intensitasnya tinggi dan dalam skala yang besar dapat membentuk atmosfer emosi negatif yang besar, dan dapat dibayangkan bagaimana dampak yang ditimbulkannya. Dan bila melangkah lebih jauh lagi maka akan didapat kesimpulan bahwa persoalan Pasar Tanah Abang adalah masalah kemanusiaan. Kesimpulan 1. Perelokasian tempat berdagang ke tempat yang baru membuat sebagian pedagang mengalami stress. \ 84[ [
2. Penurunan jumlah pengunjung yang hampir 70% mengakibatkan stress bagi pedagang karena hal ini menandakan bahwa pendapatan pedagang Pasar Tanah Abang mengalami penurunan yang cukup drastis. 3. Stress yang dialami oleh para pedagang mengakibatkan pedagang mengalami gangguan psikofisik ringan. Stress juga dapat mengakibatkan menurunnya ketahanan tubuh yang mengakibatkan pedegang mudah sakit. 4. Coping (langkah untuk mengurangi stres) yang biasa dilakukan oleh pedagang adalah dengan mendekatkan diri pada Tuhan dan memohon pertolongannya, berkeluhkesah dengan rekan sesama pedagang, menghibur diri sendiri dengan membaca buku, mencari kesibukan sendiri seperti mengganti-ganti lay-out barang dagangan yang dipamerkan dan pastinya pedagang menjadikan agama khususnya doa sebagai salah satu sumber kekuatan tersendiri untuk menghadapi stress yang mereka alami. 5. Bila stres yang terjadi dengan intensitasnya tinggi dan dalam skala yang besar dapat membentuk atmosfer emosi negatif yang besar, dan dapat dibayangkan bagaimana dampak yang ditimbulkannya. Dan bila melangkah lebih jauh lagi maka akan didapat kesimpulan bahwa persoalan Pasar Tanah Abang adalah masalah kemanusiaan. Saran 1. Saran kami sebagai penelti untuk penelitian yang akan datang dengan topik yang sama adalah agar dapat lebih banyak mendapatkan data yang diperoleh dari metode wawancara dan juga observasi lapangan, sehing ga dapat lebih menyempurnakan hasil penelitian sebelumnya 2. Kepada pengembang hendaknya tidak HUMANIT AS HUMANITAS AS, Vol.4 No.2 Agustus 2007
hanya melakukan perelokasian area berdagang ketempat yang baru, tapi juga melakukan renovasi dan penambahan fasilitas yang lebih baik di bangunan pasar yang lama agar tidak terjadinya ketimpangan baik secara fisik bangunan, melainkan juga untuk menghindari ketimpangan jumlah pengunjung di tempat berdagang yang lama hingga terjadinya penurunan pendapatan bagi pedagang yang tetap menepati area berdagang yang lama, yang tentu saja menimbulkan stres kepada pedagang yang tetap bertahan di tempat berdagang yang lama. 3. Jika keadaan tetap tidak berubah, maka ada baiknya bagi pedagang yang menepati tempat berdagang yang lama melakukan langkah antisipasi untuk menghindari penurunan yang cukup signifikan dengan cara seperti pindah ke tempat berdagang yang baru, membuka cabang di tempat lain, atau mulai memikirkan untuk mencari alternatif pekerjaan atau usaha yang lain. 4. Untuk mengatasi stres yang dialami oleh pedagang Blok B, C, D, dan E, langkah yang terbaik untuk menerima kenyataan akan adanya stressor. Tindakannya mencakup pasrah dengan keadaan yang dihadapi dan menerima kejadian tersebut agar subjek dapat memahami masalahnya dengan menerima keadaannya terlebih dahulu baru mengambil langkah-langkah antisipasi, karena tanpa menerima suatu keadaan individu tidak akan dapat merubah keadaannya. Para pedagang diharapkan tidak hanya pasif untuk menerima keadaannya saja namun juga secara aktif mengambil langkah-langkah antisipatif yaitu menggali informasi yang diperlukan, membuat perencanaan, dan mengambil keputusan sehingga berlamalama dalam keadaan stagnasi tersebut.
Daftar Pustaka Atwater, E. 1983. Psychology of Adjustment, 2rd Ed. New Jersey : Prentice Hall Carlson, D. L. 2004. Mengatasi Keletihan Stres. Yogyakarta : Kanisius Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Feldman, R. S. 1989. Adjustment : Applying Psychology in a Complex World. New York : Mc Graw-Hill Hermijanti, R. R. R. 1992. Stres Reakulturasi: Studi Eksploratif para peserta Program AFS saat kembali ke Indonesia. Skripsi fakultas Psikologi Universitas Indonesia Lazarus, R. S. 1976. Patterns of Adjustment. 3rd Ed. Tokyo: Mc-Graw-Hill Kogakusha, Inc. Margono, S. 1999.Metodologi Penelitian Pendidikan : Jakarta : Rineka Cipta Morgan, C. T et al. 1986. Introduction to Psychology. 7th Ed. Singapore : Mc Graw Hill Mulamawitri, T. 2002. Sumber Stres Akulturatif dan Strategi Coping pada Tenaga Kerja asing yang Bekerja di Jakarta. Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Poerwandari, E.K. 1998.Pendakatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikhologi. Jakarta : Lembaga Pengembangan sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Universitas Indonesia Poerwandari, E. K. 2001.Pendekatan Kualitatif untuk penelitian Manusia. Jakarta : Lembaga Pengembangan sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Universitas Indonesia
[ Stres dan Coping Stress ............ (Ricky. S, Adhi Fajar. K, Husnul. C, M. Fakhrurrozi) \ 85[
Sarafino, E. P. Psikologi Kesehatan : Ilmu Psychososial Interaksi. Canada : John Wiley and Sons Sarason, I & Sarason, B. 1996. Abnormal Psychology. Prentice-Hall, Inc. Widyastuti, P. 1999. Manajemen Stres. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran AGC
\ 86[ [
HUMANIT AS HUMANITAS AS, Vol.4 No.2 Agustus 2007