SISTEM PENGAWASAN OTORITAS JASA KEUANGAN TERHADAP PEMBIAYAAN BANK SYARIAH DALAM PENERAPAN PRINSIP PRUDENTIAL STANDARD Ikhsan Fajri
Dosen Fakultas Syariah dan Dakwah Universitas Serambi Mekkah JL. Teungku Imum Lueng Bata, Banda, Batoh, Banda Aceh, Aceh (0651) 23245
[email protected]
Abstract Financial Services Authority becomes the only supervisor of banking institutions and non-banking which works independently. The research problems are how the monitoring system conducted Financial Service Authority to Prudential standard on Syari’a Banking finance and which instruments are focused by OJK on monitoring the implementation of prudential standard principle in Syari’a Banking. Writer used qualitative research methods and normative juridical. As the results, it showed that OJK’s limitation in the operation and management system internally, affecting the distribution financing offense mudharabah, musyarakah, dan murabahah. As for the 20 components of the OJK supervision of prudence in 2014, it turned out that OJK tighten and focus its authority on the instrument point 1. Key Words : Efectivity, Prudential Standards Principal, Funding Monitoring of Syari’a Banking. Abstrak Otoritas Jasa Keuangan merupakan lembaga pengawas perbankan dan non bank di Aceh. Dasar hukum OJK adalah UU No. 21 Tahun 2011. Rumusan masalah penelitian ini sebagai berikut, bagaimana sistem pengawasan OJK terhadap prudential standard pada pembiayaan bank syariah, dan instrumen mana menjadi fokus OJK dalam mengawasi perbankan syariah. Metode penelitian kualitatif penulis gunakan dan pendekatan yuridis normative. Hasil dari penelitian ini bahwa keterbatasan OJK dalam sistem operasional dan manajemen secara internal, memberi dampak pada pelanggaran penyaluran pembiayaan mudharabah, musyarakah, dan murabahah. Adapun dari 20 komponen pengawasan OJK tentang kehati-hatian bank tahun 2014, ternyata OJK memperketat pengawasan pada instrumen 1. 120
Kata Kunci : Efektivitas, Prinsip prudential standards, Pengawasan Pembiayaan Bank Syari’ah.
PENDAHULUAN Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi lembaga pengawasan perbankan baru di Indonesia, (UU No. 21 Tahun 2011) yang berfungsi mengawasi keseluruhan sektor perbankan dan non bank serta jasa keuangan lainnya agar teratur, adil, transparan, dan akuntabel. Dengan keberadaan OJK harus mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara prudent, kokoh dan stabil serta dapat melindungi kepentingan masyarakat dan konsumen, sehingga akan dapat melahirkan suasana perbankan yang sehat dan kuat. Peran independen yang diberikan pemerintah kepada OJK tentu sangat strategis karena hampir semua sektor keuangan diawasi OJK secara micro prudential dan komprehensif, sehingga perbankan dan lembaga keuangan akan lebih berhati-hati dalam menjalankan operasional institusinya dan melakukan aktivitas perbankan. Yurisdiksi OJK melalui UU No. 21 Tahun 2011 menjadi dasar bagi OJK untuk menjalankan semua fungsinya secara profesional dalam mengawasi seluruh bank yang ada di Indonesia baik bank konvensional maupun bank syariah. OJK menjadi lembaga independen dan satu-satunya institusi yang kini mengawasi perbankan
menjadi
bukti
bahwa
pemerintah
Indonesia
serius
dalam
memperhatikan sektor perbankan dan stabilitasnya. Hal ini disebabkan bank secara langsung mempengaruhi stabilitas perekonomian dalam negeri. Fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan yang selama ini dilakukan oleh Bank Indonesia, telah dialihkan kepada OJK sehingga lembaga ini 121
memiliki fungsi dalam menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi secara keseluruhan serta kegiatan di dalam sektor jasa keuangan yang meliputi sektor perbankan, pasar modal, dan industri keuangan non bank yang terdiri dari perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan. Risiko penyaluran pembiayaan yang tidak pruden akan menyebabkan manajemen bank berhadapan dengan kondisi finansial yang destruktif, sehingga dapat berakibat fatal tentunya bagi bank. Pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam bentuk macroprudential tentu akan berdampak pada tupoksi kerja yang dilakukan oleh OJK juga, sehingga diharapkan akan lahir sebuah koordinasi yang baik antara kedua lembaga ini untuk dapat memaksimalkan perannya secara penuh dan tidak tumpang tindih terhadap pengawasan yang akan dilakukan pada sektor perbankan dan lembaga keuangan lainnya baik bank syariah, maupun bank konvensional, sehingga akan terciptanya suasana kinerja yang kondusif dan tepat pada sasaran. OJK juga memiliki tugas dan wewenang melaksanakan pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan, pasar modal, dan industri keuangan non bank. “OJK berkewajiban melakukan perlindungan konsumen dan masyarakat melalui pemberian informasi dan edukasi kepada masyarakat serta pelayanan pengaduan konsumen dan melakukan pembelaan hukum”. (Burhanuddin Harahap, 2003: 1) Pengawasan mengenai kesehatan bank dan unsur-unsur prudential standards meliputi, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman 122
terhadap simpanan, dan pencadangan bank, laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank, sistem informasi debitur, pengujian kredit (credit testing); dan standar akuntansi bank; Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi manajemen risiko, tata kelola bank, prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang dan pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan. (Tim Fokus Media, 2012: 54) Di sisi lain tentunya pengawasan yang dilakukan oleh OJK secara microprudential meliputi pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan, kesehatan, aspek prudential atau kehati-hatian, dan pemeriksaan bank merupakan lingkup pengaturan dan pengawasan microprudential yang menjadi tugas dan wewenang OJK. Adapun lingkup pengaturan dan pengawasan macroprudential, yakni pengaturan dan pengawasan selain hal yang diatur dalam pasal ini, merupakan tugas dan wewenang Bank Indonesia. Dalam rangka pengaturan dan pengawasan macroprudential, OJK membantu Bank Indonesia untuk melakukan himbauan moral (moral suasion) kepada Perbankan. (Adrian Sutedi, 2014: 144) Dalam Pasal 6 huruf a, terlihat jelas bahwa OJK mempunyai wewenang dalam pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi, (1) perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank dan (2) kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa. Standar pengaturan dan pengawasan yang sangat penting dilihat lagi oleh OJK 123
harus diterapkan oleh bank syariah mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi, (1) manajemen risiko, (2) tata kelola bank, (3). prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang, dan (4), pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan, di sisi lain kondisi modal dan finansial, kinerja bank dalam pengelolaan dana pihak ketiga dan rasio dana yang memiliki jumlah pembiayaan yang dikucurkan (loan deficit ratio) juga perlu diperhatikan oleh OJK, serta implementasi kebijakan dan prosedur pada aktivitas pembiayaan dan operasional. ( Undang Undang Nomor 21 Tahun 2011, 2014) Dalam hal ini, tentunya bank syari’ah harus mempersiapkan dari awal SDM yang kompeten dan perangkat sistem informasi manajemen risiko yang baik agar terciptanya bank yang sehat, bank syari’ah harus mengoptimalkan sistem pengendalian intern. OJK tentu harus mengontrol dengan baik terhadap aplikasi peraturan yang telah ditetapkan terhadap bank umum syari’ah agar bank syariah mematuhi dan menjalankan fungsinya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pada penyaluran pembiayaan bank syari’ah potensi penyelewengan terhadap berbagai produk pembiayaan lebih besar terjadi, hal ini disebabkan karena bank syari’ah memiliki 2 standar yang harus dilaksanakan dan dipatuhi yaitu substansi fiqhnya dan operasional yang ditetapkan oleh pemerintah
(Muchdarsyah Sinungan, 199). METODOLOGI PENELITIAN Jenis penelitian, Tempat, Sumber data Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian dengan menggunakan studi dokumentasi, dalam penulisan ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif, (qualitative research) adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk mendetesiskan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, persepsi, pemikiran orang secara individual atau kelompok dan studi kepustakaan (library research). Pada tahapan ini peneliti menggali informasi dari OJK dengan 124
melihat dan menganalisis, peristiwa, aktivitas, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual, selanjutnya peneliti juga menggali informasi dari OJK Cabang Banda Aceh, dan Bank Syariah yang beroperasi di Banda Aceh. Penelitian ini dilakukan di OJK Aceh Provinsi Aceh, serta ingin melihat bagaimana otoritas OJK dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga pengawasan. Objek penelitian ini adalah sumber-sumber yang memungkinkan untuk memperoleh keterangan penelitian atau data. Adapun yang menjadi objek penelitian dalam penelitian ini adalah pihak OJK yang membidangi bagian pengawasan Bank Syariah, sedangkan objek penelitian ini adalah dampak adanya OJK
apakah
mampu
mengoptimalkan
peran
perbankan
syariah
demi
terlaksananya bank yang sehat dan bersih. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Regulasi Prudential standards pada Perbankan Syari’ah di Indonesia Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan pada Pasal 29 ayat (2), menentukan bahwa “bank wajib memelihara tingkat kesehatan sesuai dengan ketentuan dan kecukupan modal, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha dengan prinsip kehati-hatian”.( Zubairi Hasan, 2009: 151). Apabila bank melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah dan tidak mematuhi rambu-rambu kesehatan bank tentu akan memberikan dampak kerugian yang jauh lebih besar daripada hal itu dilakukan oleh bank konvensional. Ada dua alasan mengapa dampak tersebut lebih besar, alasan pertama ialah karena risiko 125
yang dihadapi oleh bank syariah, dalam hal pembiayaan diberikan berdasarkan akad mudharabah (investasi tidak terikat) kepada nasabahnya, jauh lebih besar daripada risiko yang dihadapi oleh bank konvensional yang pemberian kreditnya dengan jaminan.”( M. Bahsan, 2007: 96). Alasan kedua, apabila terjadi kegagalan pada pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah, antara lain dalam bentuk mudharabah dan musyarakah (akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu), nasabah tidak berkewajiban untuk mengembalikan dana bank tersebut. Sebagaimana telah diuraikan di atas tadi, misalnya pada transaksi mudharabah, bank syariah yang harus memikul risiko kehilangan dana yang telah diberikan oleh bank syariah kepada nasabah atau mudharib (pengelola) untuk diputarkan dalam kegiatan usaha nasabah, sedangkan risiko yang dipikul mudharib hanya berupa tidak memperoleh keuntungan dan remunerasi (imbalan) dari jerih payahnya dalam menjalankan dan mengelola usaha itu.
2. Prinsip Prudential Standards
yang Diimplementasikan pada
Perbankan Syariah di Indonesia Salah satu jenis bank yang ada di kalangan masyarakat Indonesia yang mempunyai sistem atau tata cara operasionalnya berlandaskan pada nilai-nilai syariat Islam adalah bank syariah. Bank syariah sebagai bank yang menerapkan nilai-nilai syariah juga mempunyai prinsip yang sama dengan bank konvensional
126
dalam melakukan aktivitas perbankan, adapun prinsip-prinsip tersebut di antaranya : a. Kecukupan modal Lembaga keuangan yang sehat dan kuat tidak dapat dikembangkan tanpa disertai dengan terciptanya iklim saling percaya antara penyedia dan pengguna dana, sementara itu di sisi lain, return atas ekuitas semakin meningkat seiring dengan bertambahnya proporsi dana dari para deposan yang mereka pergunakan.( Muhammad Syafi’i Antonio, 2002: 45). Rekening giro, yang merupakan bagian penting dari total dana bank syariah, adalah utang yang harus dibayar meskipun rekening investasi secara kontraktual tidak diperlakukan demikian, pada umumnya bank tidak dapat mencegah adanya penarikan dana sebelum jatuh tempo. Ketika rekening investasi bisa menjadi objek penarikan pada saat para deposan sudah tidak percaya lagi terhadap bank, atau dimungkinkan adanya kondisi di mana nasabah akan meninggalkan bank (bank-run), maka bank harus memperkuat permodalan dan membuat pencadangan atas kerugian. Bank selaku lembaga keuangan harus mampu memulihkan kepercayaan nasabah dan mencegah terjadinya penarikan masal, kebutuhan modal minimum yang berfungsi sebagai dana jaminan internal (internal insurance fund). b. Kualitas Aset bank Dalam mengukur kualitas aset, bank harus menilai jenis-jenis aset yang dimiliki oleh bank. Pengukuran kualitas aset dan liabilitas adalah bagaimana bank mampu mengkoordinasikan portofolio aset/liabilitas guna memaksimalkan profit 127
bagi bank dan hasil yang dibagikan kepada para pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kebutuhan likuiditas dan prinsip kehatihatian. Pengukuran aset meliputi koordinasi karakteristik keuntungan (return) dan risiko atas portofolio aset dan liabilitas bank. ( Sumitro, Warkum, 2002: 98) c. Kualitas manajemen bank Penilaian kualitas manajemen bank dapat dilihat dari kapasitas manusianya dalam mengelola bank, di samping itu Kualitas manajemen bank juga dapat dilihat dari segi pendidikannya serta pengalaman para karyawannya dalam menangani berbagai kasus yang terjadi. Aspek yang dinilai di antaranya manajemen permodalan, manajemen aktiva umum, manajemen rentabilitas dan manajemen likuiditas. Pemerintah dan Bank Indonesia telah mengatur dalam ketentuannya sebagai mana tertuang dalam surat keputusan bersama antara menteri keuangan dan Gubernur Otoritas Jasa Keuangan No. 52/KMK.017/ 1999 dan No. 31//11/KEP/ GBI tanggal 8 Februari 1999, di antaranya isinya adalah sebagai berikut. Ketentuan tentang penilaian pemenuhan fit and proper test dari pemegang saham, komisaris dan dewan direksi BU. Kedua penilaian terhadap pemegang saham yang memiliki saham lebih dari 25% atau dapat dibuktikan menjadi pemegang saham pengendali berkaitan dengan pemenuhan komitmen tertulis kepada BI. ( Gerald O. Hatler, 1991: 30) Adapun penyebab sering terjadinya pembiayaan bermasalah dikarenakan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh nasabah. Penyebab kesulitan keuangan perusahaan nasabah dapat dibagi dalam dua faktor di antaranya faktor internal dan faktor eksternal. 128
a. Faktor internal merupakan faktor yang ada di dalam perusahaan sendiri dan faktor utama yang paling dominan merupakan faktor manajerial. b. Faktor Eksternal merupakan faktor-faktor yang berada di luar kekuasaan manajemen perusahaan, seperti bencana alam, peperangan, perubahan kondisi perekonomian dan perdagangan, perubahan teknologi, dan lain-lain. d. Likuiditas Likuiditas pada umumnya merupakan posisi uang kas suatu perusahaan dan kemampuannya untuk memenuhi kewajiban (membayar utang) yang jatuh tempo tepat pada waktunya. Dalam pengelolaan dana, bank akan mengalami salah satu dari tiga hal berikut ini: a. Posisi seimbang (square) di mana persediaan dana sama dengan kebutuhan dana yang tersedia. b. Posisi lebih (long), di mana persediaan dana lebih dari kebutuhan dana yang tersedia Posisi kurang (short), di mana persediaan dana kurang dari kebutuhan dana . (Wirdyaningsih, 2005: 140)
e. Rentabilitas Rentabilitas merupakan salah satu sistem yang paling penting dalam bank, rentabilitas merupakan alat untuk menganalisa atau mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan. Rasio rentabilitas terdiri atas : a. Return on asset (ROA) 129
b. Return on equity (ROE) c. Rasio beban operasional (BOPO).( Zainul Arifin,, 2000: 48) f. Solvabilitas Analisis solvabilitas sering digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka panjang atau kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya jika terjadi likuiditas bank. Di samping itu rasio ini digunakan untuk mengetahui perbandingan antara volume (jumlah) dana yang diperoleh dari berbagai hutang (jangka pendek dan jangka panjang) serta sumber-sumber lain di luar modal bank sendiri dengan volume penanaman dana tersebut pada berbagai jenis aktiva yang dimiliki bank. Rasio solvabilitas ini terdiri atas: a. Capital adequacy ratio (CAR) b. Debt to equity ratio (DER). (Mulhadi, 2005: 9) 3. Regulasi dan Wewenang OJK dalam Pengawasan Prudential standards pada Perbankan Syariah di Indonesia Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga pengawasan bank memiliki regulasi dalam menjalankan aktivitasnya, salah satu regulasi yang terapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan adalah tentang ketentuan kesehatan bank baik bank konvensional maupun bank syariah yang terdiri dari BUS dan BPRS, dimaksud untuk dipergunakan sebagai tolak ukuran bagi manajemen bank dalam menilai apakah pengelolaan bank telah dilakukan sesuai dengan asas-asas perbankan yang sehat dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku dan (2) sebagai tolak ukur untuk menetapkan arah pembinaan dan pengembangan bank, secara sendiri 130
atau keseluruhan. Khusus untuk perbankan syariah, ketentuan tentang kesehatan bank dipergunakan sebagai tolak ukur bagi manajemen, Dewan Pengawas syariah, Otoritas Jasa Keuangan, dan bahkan nasabah dalam menilai apakah pengelolaan bank telah dilakukan sesuai dengan Prinsip syariah. Dalam pengawasan bank dan lembaga keuangan lainnya OJK tentunya dapat merujuk pada teori pengawasan yang dikemukakan oleh Henry Fayol dalam menjalankan sistem pengawasan terhadap bank, di mana dalam konsep Henry Fayol menjelaskan bahwa fungsi Controlling atau pengendalian atau pengawasan adalah suatu kegiatan untuk memantau, membuktikan, dan memastikan seluruh kegiatan yang telah direncanakan, diorganisasikan, diperintahkan, dan dikondisikan sebelumnya dapat berjalan sesuai target atau tujuan tertentu, dalam teori ini Henry Fayol mengklasifikasikan instrumen penting yang harus diperhatikan di antaranya: 1. Prinsip-prinsip controlling: Pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan dapat dimengerti oleh pekerja dan hasilnya mudah diukur. 2. Pimpinan harus memahami bahwa fungsi pengawasan sebagai kegiatan yang sangat penting dalam upaya mencapai tujuan organisasi. 3. Standar kerja harus dijelaskan kepada seluruh pekerja karena kinerja pekerja terus dinilai oleh pimpinan sebagai pertimbangan untuk memberikan penghargaan kepada yang dianggap mampu memenuhi target. 4.
Proses controlling, mengukur hasil atau prestasi yang telah dicapai oleh para pekerja atau perusahaan, dan kemudian membandingkan hasil yang telah dicapai dengan
tolak ukur yang sudah ditetapkan, serta memperbaiki penyimpanganpenyimpangan
yang
terjadi
sesuai
dengan
penyebabnya,
kemudian
131
menggunakan faktor penyebab tersebut untuk menetapkan langkah-langkah ke depannya. ( Terry, George, 2004: 55) Selanjutnya dalam teori yang dikemukakan oleh George R. Terry, dia menjelaskan bahwa Controlling atau pengendalian atau pengawasan adalah suatu kegiatan untuk memantau, membuktikan, dan memastikan seluruh kegiatan yang telah direncanakan, diorganisasikan, diperintahkan, dan dikondisikan sebelumnya dapat berjalan sesuai target atau tujuan tertentu. Prinsip dan proses controlling menurut George R. Terry sama dengan prinsip dan proses controlling menurut Henry Fayol. (Henry Fayol, 2000: 89) Dalam pengawasannya OJK juga masih menggunakan standar yang diterapkan oleh Bank Indonesia penilaian tingkat kesehatan bank mencakup penilaian terhadap faktor-faktor sebagai berikut: a. Permodalan (capital); b. Kualitas aset (asset quality); c. Manajemen (manajemen); d. Rentabilitas (earning); e. Likuiditas (liquidity); dan f. Sensitivitas terhadap risiko pasar (sensitivity to market risk), Pasal 3 PBI No. 9/1/PBI/2007). Penilaian terhadap faktor permodalan meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: a. Kecukupan, proyeksi (trend ke depan) permodalan dan kemampuan permodalan dalam mengcover risiko; b. Kemampuan memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan, rencana 132
permodalan untuk mendukung pertumbuhan usaha, akses kepada sumber permodalan dan kinerja keuangan pemegang saham (Pasal 4 ayat 1 No. 9/1/PBI/2007). ( Zubairi Hasan, 2009: 151) Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 9/24/DPbS kepada semua bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, Bab II angka 1, penilaian permodalan dimaksudkan untuk menilai kecukupan modal bank dalam mengamankan eksposur risiko posisi dan mengantisipasi eksposur risiko yang akan muncul. Penilaian kuantitatif faktor permodalan bank dalam menjalankan usaha sesuai dengan prinsip manajemen umum, kecukupan manajemen risiko dan kepatuhan bank terhadap ketentuan baik yang terkait dengan prinsip kehati-hatian maupun kepatuhan terhadap prinsip syariah dan komitmen bank kepada Otoritas Jasa Keuangan. Penilaian kualitatif faktor manajemen dilakukan dengan penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: a. Kualitas manajemen umum terkait dengan penerapan good corporate governance (tata kelola perusahaan); b. Kualitas penerapan manajemen risiko; c. Kepatuhan terhadap ketentuan baik yang terkait dengan prinsip kehati-hatian maupun kepatuhan terhadap prinsip syariah serta komitmen kepada Otoritas Jasa Keuangan. 4. Prudential standards untuk mewujudkan Stabilitas Operasional Perbankan Syariah Berdasarkan dengan standar kehati-hatian, dalam Pasal 35 UU perbankan syariah, menentukan bahwa perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian. Oleh karena itu perbankan 133
syariah wajib menyampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan laporan keuangan berupa neraca tahunan dan perhitungan laba rugi tahunan serta penjelasannya yang disusun berdasarkan prinsip akuntansi syariah yang berlaku umum, serta laporan berkala lainnya, dalam waktu dan bentuk yang diatur dengan peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Otoritas Jasa Keuangan sebagai pengontrol kebijakan seluruh perbankan yang ada di Indonesia telah menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum penyaluran dana berdasarkan prinsip syariah, pemberian jaminan, penetapan investasi surat berharga, atau hal lain yang serupa yang dapat dilakukan oleh bank syariah. Penyaluran dana berdasarkan prinsip syariah oleh bank syariah dan UUS mengandung risiko kegagalan atau kemacetan dalam pelunasannya sehingga dapat berpengaruh terhadap kesehatan bank syariah dan UUS. Untuk memelihara kesehatan dan meningkatkan daya tahannya, bank syariah diwajibkan membayar risiko dengan mengatur penyaluran atau pemberian pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. a. Sistem Pengawasan OJK Terhadap Implementasi Prudential standards oleh bank-bank Umum Syari’ah Pada tahun 2013 sektor keuangan Indonesia mengalami pembaharuan yang sangat signifikan, hal ini ditandai dengan hadirnya lembaga baru yaitu Otoritas Jasa Keuangan yang mengambil alih sebahagian fungsi strategis Bank Indonesia sebagai lembaga pengawas perbankan dan lembaga keuangan lainnya yang beroperasi di Indonesia.(Data Pengawasan,2015) Kondisi ini menunjukkan bahwa lembaga perbankan memiliki perputaran 134
aktivitas kegiatan yang sangat tajam, serta membuktikan bahwa lembaga perbankan tidak berjalan lambat, maka oleh itu dibutuhkan pengawasan yang ekstra dalam aktivitas pembiayaan serta pemerintah mengharapkan peran yang sangat maksimal dari OJK, untuk menjawab segala permasalahan yang selama ini menjadi keterbatasan Bank Indonesia dalam melakukan pengawasan di dunia perbankan. (Rika Baitina, 2007: 1) 5. Mekanisme Kerja OJK dalam Pengawasan 5 Instrumen Prudential Standards
Serta Bagaimana Tingkat Fokusnya Terhadap Masing-
masing Instrumen Dalam Aplikasi pengawasan terhadap bank yang dilakukan oleh OJK, pihak OJK mengakui bahwa sampai saat ini mereka masih menggunakan sistem operasional Bank Indonesia, namun dalam melakukan pemeriksaan OJK menjelaskan bahwa OJK memiliki standar operasional dalam melakukan pengawasan dengan menggunakan sistem standar operasional pengawasan yang pernah digunakan oleh Bank Indonesia terhadap pengawasan untuk Bank konvensional maupun Bank syariah.(Wawancara dengan Muhammad Iqbal, 2014) Untuk melakukan pemeriksaan terhadap bank syariah, mekanisme pemeriksaan yang dilakukan OJK sebelum masuk ke BUS terlebih dahulu OJK memberikan surat pemberitahuan akan memeriksa terhadap BUS paling cepat selama 5 hari dan paling lambat selama 7 hari sebelum pemeriksaan dilakukan, OJK memberikan tenggang waktu paling kurang selama 5 hari kepada BUS untuk mempersiapkan segala dokumen yang dibutuhkan oleh OJK dalam pemeriksaan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melakukan pengawasan tentang standar 135
operasional yang harus diterapkan oleh setiap bank yang beroperasi di seluruh Indonesia. ( Wawancara dengan Lia Sari Oktara, 2012) Dalam pelaksanaan penerapan prinsip prudential standards kesehatan bank,
terhadap
OJK berpedoman pada ketentuan perundang-undangan
pengawasan pasal 7 huruf b, di mana OJK harus memperhatikan beberapa faktor di antaranya, 1. Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas asset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio penjamin terhadap simpanan, dan pencadangan bank; 2. Laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; 3. Sistem informasi debitur; 4. Pengujian kredit (credit testing); dan 5. Standar akuntansi bank. Ketentuan ini merupakan ketentuan yang selama ini digunakan oleh Bank Indonesia dalam mengawasi seluruh bank yang ada di Indonesia. Bank wajib menetapkan kualitas yang sama terhadap beberapa rekening AP yang digunakan untuk membiayai 1 nasabah, dalam 1 satu bank yang sama, penetapan kualitas ini juga berlaku sama terhadap AP berupa penyediaan dana atau tagihan yang diberikan oleh lebih dari 1 bank yang dilaksanakan berdasarkan perjanjian pembiayaan bersama atau sindikasi. Selanjutnya poin 9 (Sembilan), Giro Wajib Minimum di mana bank wajib memelihara GWM dalam rupiah dan sedangkan bank devisa selain wajib memenuhi GWM dalam rupiah juga wajib memenuhi GWM dalam valuta asing. GWM dalam rupiah ditetapkan sebesar 5% dari DPK dalam rupiah dan GWM dalam valas diterapkan sebesar 1% dari DPK valas. Selain memenuhi ketentuan tersebut, bank yang memiliki rasio pembiayaan dalam Rupiah terhadap DPK dalam Rupiah Kurang dari 80% dan memiliki DPK 136
rupiah Rp 1 Trilyun s/d Rp 10 trilyun wajib memelihara tambahan GWM Rupiah sebesar 1% dari DPK dalam rupiah. Pada poin 12, OJK menjelaskan dalam implementasi bahwa bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penyertaan modal bank, dalam hal ini pihak bank wajib memperoleh persetujuan OJK untuk setiap penyertaan modal selanjutnya poin 13, merupakan prinsip kehati-hatian dalam Aktivitas Sekuritisasi Aset bagi Bank Umum pada poin ini OJK mewajibkan kepada bank agar memperhatikan Aset keuangan yang dialihkan dalam rangka sekuritisasi aset wajib berupa aset keuangan yang terdiri dari, tagihan yang timbul dari surat berharga, tagihan yang timbul di kemudian hari (future receivables ) dan aset keuangan lain yang setara. (Wawancara dengan Akhyar Sulhan, 2014) Maka dapat disimpulkan bahwa instrumen yang menjadi fokus penilaian utama OJK
dalam melakukan pengawasan terhadap BUS yang berdasarkan
prinsip kehati-hatian agar terwujudnya bank yang sehat Adalah instrument 1, yaitu tentang aspek Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas asset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio penjamin terhadap simpanan dan pencadangan bank, hal ini juga dipertegas kembali oleh Pemimpin Cabang PT. Bank BRI syariah Akhyar Sulhan yang menjelaskan bahwa hampir semua aktivitas yang dinilai dari bank masuk ke dalam Instrumen 1, sedangkan instrument yang lain tidak begitu fokus. Pada instrument 1, beliau menekan bahwa 90% pekerjaan bank sudah masuk ke dalam instrument 1 dan ini merupakan fokus utama OJK dalam melaksanakan fungsi pengawasannya. 6. Tindakan OJK terhadap Penurunan Kualitas Prudential Standards 137
yang diterapkan oleh Bank Umum Syari’ah Di sisi lain OJK juga harus melihat pada penilaian tingkat komponen pembentukan manajemen, penilaian ini dilakukan oleh OJK dengan berdasarkan analisis dengan mempertimbangkan indikator pendukung dan unsure judgment, hal ini dilakukan oleh OJK untuk memastikan bahwa sumber daya manusia yang ada dalam suatu bank umum syariah benar-benar memahami dan mengerti akan mekanisme sistem operasional yang ada dalam suatu perbankan serta patuh dan taat akan regulasi yang telah ditetapkan oleh bank sehingga perbankan akan dapat beroperasi dengan baik dan sehat. OJK mengakui bahwa banyak terjadi pelanggaran di produk pembiayaan dalam bentuk mudharabah dan murabahah, Musyarakah Hal ini disebabkan karena lemahnya manajemen bank dalam menjaga kesehatan bank serta mengelola dana bank dan mengabaikan prinsip kehati-hatian prudential standards. Dalam pelaksanaannya apabila bank syariah tidak melaporkan kualitas aktiva secara bulanan maka BI akan memberikan sanksi berupa teguran maupun denda membayar bagi bank syariah yang mengabaikan ketentuan yang telah ditetapkan oleh OJK, di sisi lain OJK juga memiliki ketentuan yang lebih di mana OJK memiliki fungsi sebagai penyidik yang fungsi ini tidak ada selama ini pada BI, dalam ketentuan perundang-undangan lembaga ini dapat mengeksekusi secara langsung apabila bank melakukan tindak pidana dalam aktivitas perbankannya, fungsi ini tentu sangat strategis bagi OJK dalam menjalankan tugasnya ke depan, namun dalam aplikasinya OJK mengakui sedang memaksimalkan ke arah yang lebih baik sehingga terwujudnya cita-cita yang diharapkan oleh rakyat dan 138
pemerintah supaya lembaga OJK dapat berdiri secara Independen serta kokoh dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga Negara. ( Wawancara dengan Nidia Riska Suari, 2014). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Sebagai akhir dari pembahasan penulisan karya ilmiah ini, maka akan dikemukakan beberapa kesimpulan dan saran-saran demi lengkapnya penulisan karya ilmiah ini: 1.
Dalam pelaksanaan sistem pengawasan yang dilakukan oleh OJK terhadap penerapan prudential standards pada pembiayaan perbankan syariah, saat ini OJK sedang mengalami masa transisi baik secara sistem operasional, dan sistem internal. OJK sedang memaksimalkan fungsi pengawasannya pada penyiapan infrastruktur operasional micro prudential secara terpisah dengan Bank Indonesia, hal ini mengingat bahwa sampai saat ini OJK masih menggunakan sistem operasional Bank Indonesia dalam melakukan pengawasan secara umum dan masih terbatasnya manajemen internal pada lembaga ini, keterbatasan secara sistem operasional dan manajemen internal berdampak pada ketidakjelasan pelaporan yang akan dilaporkan oleh bank terhadap OJK ke depan.
2.
Dari 20 implementasi pengawasan kehati-hatian yang baru saja dikeluarkan oleh OJK pada tahun 2014, dapat disimpulkan bahwa OJK lebih banyak memfokuskan pengawasannya pada Instrumen 1, yaitu tentang aspek Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas asset, rasio kecukupan modal 139
minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio penjamin terhadap simpanan dan pencadangan bank. Hal ini dapat dilihat dengan masuknya 9 poin implementasi ke dalam instrument ini, dan jumlah poin ini sangat mendominasi pada implementasi dan aplikasi kerja OJK. Saran 1.
Penulis tidak menemukan adanya mekanisme yang membendung risiko syariah yang terapkan oleh OJK kepada bank syariah, hal ini mengingat banyak komplain Risiko syariah yang muncul di tengah masyarakat Indonesia. Maka dalam hal ini penulis menyarankan kepada OJK agar memasukkan Instrumen Risiko Syariah ke dalam mekanisme operasional pengawasan syariah terhadap Bank Syariah yang ada di Indonesia. disisi lain OJK perlu memperbaiki sistem dan mekanisme pelayanan terhadap lembaga keuangan syariah, Serta perlu menambah SDM .
2.
Diharapkan kepada OJK agar dapat menerapkan prinsip prudential standards secara maksimal terhadap Bank Umum Syariah, hal ini mengingat bahwa lembaga keuangan memiliki tingkat risiko tinggi sehingga apabila peran ini tidak dimaksimalkan maka pelanggaran-pelanggaran akan menjadi masalah serius bagi lembaga bank syariah yang ada di Indonesia ke depan, dan OJK harus mampu mewujudkan fungsinya sebagai lembaga Independen yang mampu berdiri sendiri dan memiliki sistem operasional terpisah dengan Bank Indonesia.
3.
Diharapkan kepada OJK agar segera melaksanakan fungsi sebagai penyidik, hal ini mengingat bahwa kasus pelanggaran dalam dunia perbankan sangat 140
rentan terjadi di Indonesia, hal ini disebabkan karena kondisi perekonomian di Indonesia yang berubah- berubah, dan sektor perekonomian yang menghasilkan sangat kurang, di mana pemerintah hanya memfokuskan pada sektor pembangunan dan infrastruktur
DAFTAR KEPUSTAKAAN Abdullah Abdul Husain at-Tariqi, Ekonomi Islam (Prinsip, Dasar dan Tujuan), Yogyakarta: Magistra Insania Press, 2004. Adrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, (Jakarta Timur: Ras, 2014).hlm. 144. Ahmad Yani, Gunawan Widjaja, Jaminan Fidusia, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2007. Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007. Dewan Syariah Nasional, Majelis Ulama Indonesia, Bank Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Jakarta: DSN-MUI BI, 2001. Gunawan Widjaja, Kartini Muljadi, Penanggungan Utang dan Perikatan Tanggung Menanggung, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005. J Satrio, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Jakarta: Citra Aditya Bakti, 2002. Kartini Muljadi, Gunawan Widjaja, Kebendaan Pada Umumnya, Jakarta: Kencana, 2003.. M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Fiqh Muamalah), Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004. M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007. Mufti Muhammad Taqi Usmani, An Introduction To Islamic Finance, Pakistan: Maktaba Ma’ariful Qur’an 2002, Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah, dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani Press, 2002. Muhammad Teguh, Metodologi Penelitian Ekonomi (Teori dan aplikasi), Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005. Muhammad, Kebijakan Fiskal Dan Moneter Dalam Ekonomi Islam, Jakarta: PT. Salemba Emban Patria, 2002. 141
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Mudharabah di Bank Syariah, Jakarta: Rajawali, 2008. Munir Fuady, Hukum Tentang Pembiayaan, Jakarta: Citra Aditya Bakti, 2006. Otoritas Jasa Keuangan, Booklet Perbankan Indonesia 2014, (Jakarta Menara Radius Prawiro; 2014) Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003 Sumardi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008. Sutan Remi Sjahdeini, Perbankan Islam Dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Grafiti, 2005. Undang-undang-nomor-21-tahun-2011-tentang-otoritas-jasa-keuangan,diakses tanggal 25-Januari-2014 Warkum Samitro, Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga terkait (BAMUI, Tafakul, dan Pasar Modal Syariah, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 20.
142