SINTESIS TITANIUM DIOKSIDA (TiO2) DENGAN METODE KOPRESIPITASI DARI SERBUK TITANIUM TERLARUT DALAM HCl Dyah Ayu Agustin Widhayani 1, Suminar Pratapa 1 1
Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, 60111 Surabaya email :
[email protected]
Abstrak Sintesis titanium dioksida dengan metode kopresipitasi telah berhasil dilakukan dengan menggunakan serbuk titanium yang terlarut dalam HCl. Sintesis dilakukan dengan pemanasan pada suhu yang berbeda dari 200°C sampai 900°C dan waktu tahan dari 2 jam sampai 24 jam. Hasil dari kopresipitasi dikarakterisasi menggunakan teknik x-ray difraktometer. Identifikasi menunjukkan bahwa fasa yang terkadung hanya anatas dan rutil. Analisis lebih lanjut menggunakan MAUD, sebuah perangkat lunak berbasis Rietveld, menunjukkan presipitat yang dikalsinasi sampai 24 jam pada suhu 200°C menghasilkan anatas dan rutil dengan ukuran kristal berturut-turut 50 nm dan 5 nm. Ukuran kristal meningkat menjadi 77 nm dan 23 nm ketika dipilih pemanasan pada suhu 600°C dengan waktu tahan 2 jam. Komposisi fasa dihitung menggunakan Rietica, perangkat lunak berbasis Rietveld yang lain, menunjukkan kalsinasi serbuk dasar pada suhu 400°C menghasilkan anatas 61,5 %wt dan rutil 38,5 %wt. Jumlah rutil meningkat seiring dengan meningkatnya suhu kalsinasi, sebagai contoh anatas 5,4 %wt dan rutil 94,6 %wt setelah dipanaskan pada suhu 700°C. Fasa rutil murni diperoleh ketika suhu kalsinasi dinaikkan diatas suhu 750°C (2 jam). Pemanasan serbuk pada suhu 900°C memberikan ukuran kristal yang semakin besar. Kata kunci: titanium dioksida, anatas, rutil, difraksi sinar-x, metode kopresipitasi, dan analisis Rietveld Abstract Synthesis of titanium dioxide (TiO2) by coprecipitation method has successfully been performed using titanium powder which has been dissolved in HCl. The synthesis was done by heating the dried precipitates at different calcination temperatures from 200°C to 900°C and holding times from 2h to 24h. The products were characterized using x-ray diffractometry technique. Phase identification showed that the products contained only anatase and rutile. Further analysis using MAUD, a Rietveld based program, showed that calcining the precipitates up to 200°C for 24h gave anatase and rutile with mean crystallite size of 50 nm and 5 nm, respectively. These sizes increased to 77 nm and 23 nm when 600°C for 2h was chosen. Phase composition calculation using Rietica, another Riteveld based program, showed that calcining the raw powder to 400°C resulted in 61,5 wt% of anatase and 38,5 wt% of rutile. The amount of rutile increases with increasing calcination temperature, for example anatase 5,4 wt% and rutile 94,6 wt% after heating at 700°C. Pure rutile was obtained when calcination temperature was above 750°C (2h). Heating further the powder to 900°C gave larger crystallite size. Key word : titanium dioxide (TiO2), anatase, rutile, x-ray diffraction, coprecipitation method, and Rietveld analysis.
I.
Pendahuluan Bahan nanokristalin yang berdimensi 1
sampai 100 nanometer telah menarik perhatian para ilmuwan diberbagai bidang karena sifat-sifat kimia, fisik, dan
mekaniknya. Salah satunya yaitu bahan titanium dioksida yang sebagian besar digunakan untuk aplikasi teknik (Lee, 2005). Titania banyak dipelajari secara luas karena aplikasinya untuk pigmen, katalis,
filler, fotodetektor, bahan dielektrik, dan lain-lain. Baru-baru ini nanokristalin TiO2 dikenal sebagai semikonduktor dengan aktivitas fotokatalik dan memiliki potensi yang sangat besar untuk aplikasi seperti pemurnian lingkungan, dekomposisi gas asam karbonat, dan generasi gas hidrogen. Salah satu kunci untuk meningkatkan aktivitas fotokatalik yaitu memperbesar luas permukaan dan memperkecil ukurannya dalam ukuran nanometer (Zhang, 1999). Contoh pengintegrasian penggunaan nano titania pada berbagai bidang yaitu pada krim anti UV, perak nanopartikel untuk anti-mikrobial (telah diintegrasikan pada produk Samsung), penggunaan emas nanopartikel pada tespack kehamilan, serat karbon pada raket merk Yonex, dan pemanfaatan katalis ceria (lanthanum chromite) untuk menghemat bahan bakar solar (Purwanto, 2007). Metode sintesis yang digunakan untuk memperoleh nano titania bervariasi yaitu sol-gel hidrolitik, sol-gel non hidrolitik, presipitasi solvotermal, dan emulsi. Berbagai faktor seperti konsentrasi larutan, waktu reaksi, pH atau pengadukan larutan dapat mempengaruhi ukuran partikel, struktur kristal, dan morfologi partikel TiO2 (Hosseinnia, 2009). Pada penelitian ini dilakukan sintesis untuk mendapatkan TiO2 (titanium dioksida) dari bahan dasar serbuk titanium menggunakan metode kopresipitasi. Keunggulan menggunakan metode kopresipitasi yaitu metodenya sederhana dan telah berhasil dilakukan untuk mendapatkan material berukuran nanometer seperti Y2O3 (Susanti, 2009), MgO (Hartono, 2009), dan Brucite (Yantiningtyas, 2009). Tujuan dari penelitian ini yaitu membuat titanium dioksida dari hasil kopresipitasi dengan variasi suhu kalsinasi dan waktu tahan serta mengetahui ukuran kristal yang terbentuk. II.
Eksperimen Menyiapkan serbuk titanium sebanyak 2 gram, larutan HCl 37% sebanyak 50 mL, larutan NH4OH sebanyak
51 mL, dan aquades. Gelas beker dipanaskan di atas magnetic stirrer sampai suhu gelas beker kurang lebih 60ºC. Serbuk titanium dilarutkan ke dalam larutan HCl 37% dan di-stirrer dengan kecepatan yang stabil selama 1,5 jam. Pada saat pengadukan, suhu dijaga antara 60ºC sampai 80ºC. Tujuan dari penggunaan suhu pada saat pengadukan, yaitu agar serbuk titanium cepat larut ke dalam larutan HCl. Setelah pengadukan selesai didapatkan larutan TiCl3 berwarna ungu kehitamhitaman dengan persamaan reaksi adalah: Ti + 3HCl → TiCl3 + H2 TiCl3 + 2NH4OH → TiO2 + 2NH4Cl + H2 Larutan NH4OH diteteskan sedikit demi sedikit ke dalam larutan TiCl3 dan distirrer dengan kecepatan yang stabil selama 10 menit. Penambahan NH4OH dilakukan agar terjadi pengendapan. Untuk mengetahui pH larutan pengendapan digunakan pH meter. pH setelah penambahan NH4OH yaitu sekitar 9. Endapan disaring menggunakan kertas saring dan dicuci menggunakan aquades sampai pH larutan sisa netral. Setelah pencucian didapatkan endapan lembut berwarna putih. Endapan yang sudah selesai disaring kemudian dikeringkan pada suhu sekitar 70°C selama kurang lebih 6 jam. Setelah endapan kering, endapan digerus menggunakan mortar dan diayak untuk mendapatkan prekusor yang lembut. Serbuk dikalsinasi dengan variasi suhu 200°C dengan waktu tahan 2 jam, 10 jam, 20 jam, dan 24 jam untuk eksperimen dengan variasi waktu tahan, sedangkan untuk eksperimen variasi suhu kalsinasi serbuk dikalsinasi dengan suhu 400°C, 600°C, 700°C, 750°C, 800°C dan 900°C dengan waktu tahan masing-masing 2 jam. Serbuk hasil kalsinasi kemudian dikarakterisasi menggunakan difraksi sinarx untuk mengetahui fasa apa saja yang terbentuk. Hasil dari difraksi sinar-x dianalisis menggunakan perangkat lunak Rietica (Hunter, 1998) untuk mengetahui jumlah komposisi fasanya dan MAUD
(Lutterotti, 2006) untuk mengetahui ukuran kristal yang didapatkan dari hasil sintesis. III. Hasil dan Diskusi Berikut adalah hasil representasi serbuk titanium dioksida dari hasil sintesis dengan metode kopresipitasi.
(a)
(b)
Gambar 1. Serbuk titanium dioksida hasil kopresipitasi (a) dipanaskan pada suhu 200°C dengan waktu tahan 24 jam dan (b) dipanaskan pada suhu 700°C dengan waktu tahan 2 jam. Pola-pola hasil difraksi sinar-x serbuk titanium dioksida yang didapatkan dari hasil kopresipitasi menggunakan serbuk titanium yang terlarut dalam HCl dengan variasi suhu kalsinasi dan waktu tahan ditunjukkan pada Gambar 2 dan Gambar 3.
jam 200°C, 400°C, 600°C, 700°C, 750°C, 800°C, dan 900°C Berdasar hasil search
match untuk serbuk titanium dioksida yang dipanaskan pada suhu 200°C sampai 750°C diketahui fasa yang terbentuk yaitu fasa anatas dan rutil. Ketika dipanaskan pada suhu 400°C sudah terbentuk fasa rutil dengan posisi puncak 27,44 °2θ; 36,08 °2θ; dan 41,22 °2θ sesuai PDF Rutile, syn 211726. Pada suhu 400°C juga terbentuk fasa anatas dengan posisi puncak 25,2 °2θ; 37,80 °2θ; dan 38,5 °2θ sesuai PDF Anatase, syn 21-1272. Fenomena serupa untuk pembentukan fasa rutil dan anatas juga terjadi ketika serbuk titanium dioksida dipanaskan pada suhu 200°C, 600°C, 700°C, dan 750°C. Namun ketika serbuk titanium dioksida dipanaskan pada suhu 750°C, fasa anatas hanya terbentuk pada sudut 25,2 °2θ. Serbuk titanium dioksida yang dipanaskan pada suhu 800°C fasa yang sudah terbentuk seluruhnya yaitu fasa rutil dengan posisi puncak 27,44 °2θ; 36,08 °2θ; 39,18 °2θ; 41,22 °2θ; dan 44,05 °2θ.
Keterangan: * : Rutil Keterangan: * : Rutil
+ : Anatas
Gambar 2. Pola-pola difraksi sinar-X (λCuKα = 1,5418 Å ) untuk serbuk titanium dioksida hasil kopresipitasi yang dikalsinasi dengan perlakuan suhu kalsinasi. Gambar 2 memperlihatkan pola-pola difraksi sinar-x titanium dioksida (TiO2) terhadap variasi suhu kalsinasi dengan waktu tahan 2
+ : Anatas
Gambar 3. Pola-pola difraksi sinar-X (λCuKα = 1,5418 Å ) untuk serbuk titanium dioksida hasil kopresipitasi yang dikalsinasi dengan perlakuan variasi waktu tahan. Gambar 3 memperlihatkan polapola difraksi sinar-x dengan perlakuan waktu tahan pada suhu pemanasan 200°C dengan waktu tahan masing-masing yaitu 2 jam, 10 jam, 20 jam, dan 24 jam. Berdasar hasil search match fasa yang diperoleh
pada pemanasan suhu 200°C dengan waktu tahan mulai dari 2 jam sampai 24 jam yaitu fasa anatas dan rutil. Berdasar Gambar 4.4 terlihat bahwa pada suhu 200°C dengan waktu tahan 2 jam dan 10 jam, fasa rutil terbentuk pada posisi puncak 41,22 °2θ sesuai PDF Rutile, syn 21-1726 dan fasa anatas terbentuk pada posisi puncak 25,2 °2θ; 36,9 °2θ ; dan 37,80 °2θ sesuai PDF Anatase, syn 21-1272. Ketika pemanasan pada suhu 200°C dengan waktu tahan 20 jam dan 24 jam fasa rutil terbentuk pada posisi puncak 27,44 °2θ dan 41,22 °2θ. Fasa anatas pada suhu ini terbentuk pada posisi puncak 25,2 °2θ; 36,9 °2θ; dan 37,80 °2θ. Menurut Pratapa (2009) untuk menentukan komposisi fasa dan parameter kisi digunakan perangkat lunak Retica, yang menggunakan prinsip metode Rietveld, yaitu pencocokan tak-linier kurva pola difraksi terhitung (model) dengan pola difraksi terukur yang didasarkan pada data struktur kristal dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (least squares). Penghalusan menggunakan Retica dapat diterima apabila memenuhi kriteria nilai GoF (Goodness-of-fit) yang didapatkan kurang dari 4%. Dari hasil penghalusan menggunakan Rietica didapatkan jumlah komposisi fasa TiO2 yaitu anatas dan rutil yang ditunjukkan oleh Tabel 1. Menurut Hill dan Howard (2009) perhitungan komposisi fasa dari hasil luaran Retica
menggunakan metode ‘ZMV’ relatif sesuai persamaan: 1 dengan Wi adalah fraksi berat relatif fasa i (%), s adalah faktor skala Rietveld, Z adalah rumus kimia dalam sel satuan, M aadalah berat fasa dan V adalah volume sel satuan. Berdasar Tabel 1 terlihat bahwa apabila suhu dinaikkan, maka komposisi fasa rutil yang terbentuk semakin besar. Pada suhu 400°C, komposisi fasa anatas sebesar 61,5% dan komposisi fasa rutil sebesar 38,5%. Ketika suhu dinaikkan menjadi 600°C, komposisi fasa anatas mulai berkurang sehingga menjadi 54,1% dan komposisi fasa rutil bertambah menjadi 45,1%. Saat suhu dinaikkan lagi menjadi 700°C dan 750°C komposisi fasa anatas menurun lagi dan komposisi fasa rutil semakin bertambah. Hingga didapatkan komposisi fasa rutil 100% pada saat suhu mencapai 800°C dan 900°C. Berdasar hasil penelitian ini jelas terlihat bahwa adanya penambahanan suhu menyebabkan adanya transformasi fasa dari anatas ke rutil. Untuk memperkirakan ukuran kristal dalam penelitian ini digunakan perangkat lunak MAUD. Perangkat lunak MAUD juga menggunakan prinsip metode Rietveld seperti halnya Retica. Dalam menggunakan perangkat lunak MAUD,
Tabel 1. Komposisi fasa titanium dioksida hasil kopresipitasi dengan perlakuan suhu kalsinasi. Angka di dalam kurung menyatakan ketidakpastian nilai di atasnya dengan ketelitian yang sama. Suhu dan Variasi
400°C_2 jam
600°C_2 jam
700°C_2 jam
750°C_2 jam
800°C_2 jam
900°C_2 jam
Holding Fasa
Anatas
Rutil
Anatas
Rutil
Komposisi
61,5
38,5
54,9
Fasa
(36)
(22)
(49)
Anatas
Rutil
Anatas
Rutil
Rutil
Rutil
45,1
5,4
94,6
1,5
98,5
100
100
(44)
(39)
untuk menunjukkan bahwa penghalusan Rietveld dapat diterima menurut kriteria
(7)
(42)
(5)
(0)
(0)
yang disyaratkan oleh Lutterotti (2006) yaitu sig (sigma values) < 2%. Dengan
sehingga inti tumbuh dengan menarik atom-atom lain dari cairan atau dari inti lain yang belum sempat tumbuh untuk mengisi tempat kosong pada kisi yang akan dibentuk. Dengan demikian, semakin bertambahnya energi termal pertumbuhan kristal berjalan terus hingga terjadi transformasi akhir dari amorf menjadi kristal. Dari hasil penelitian besarnya kenaikan suhu mempengaruhi besar kecilnya ukuran kristal yang terbentuk, sama halnya dengan kenaikan suhu mempengaruhi ukuran kristal, semakin lama waktu tahan yang diberikan pada prekusor serbuk titanium dioksida, maka ukuran kristal yang terbentuk juga semakin besar.
demikian penghalusan Rietveld dapat diterima dan dianalisis lebih lanjut. Tabel 2 dan Tabel 3 menunjukkan ukuran kristal yang diperoleh dari hasil penghalusan menggunakan perangkat lunak MAUD. Berdasar Tabel 2 dan tabel 3 dapat dilihat untuk serbuk titanium dioksida yang diberi perlakuan suhu kalsinasi bahwa besarnya suhu yang diberikan berpengaruh terhadap ukuran kristalnya. Apabila suhu yang diberikan pada prekusor serbuk titanium dioksida dinaikkan, maka ukuran kristal yang terbentuk semakin besar. Menurut Susanti (2009), dengan adanya peningkatan suhu berarti terjadi peningkatan energi termal yang diterima oleh bahan amorf
Tabel 2. Ukuran kristal titanium dioksida dengan perlakuan variasi waktu tahan (ketidakpastian sangat besar) Suhu dan Variasi
200°C_2 jam
200°C_10 jam
200°C_20 jam
200°C_24 jam
Waktu Tahan Fasa Ukuran Kristal (nm)
Anatas
Rutil
Anatas
Rutil
Anatas
Rutil
Anatas
Rutil
3
1
12
2
45
4
50
5
Tabel 3. Ukuran kristal titanium dioksida hasil kopresipitasi dengan perlakuan suhu kalsinasi Suhu dan Variasi
400°C_2 jam
600°C_2 jam
700°C_2 jam
750°C_2 jam
800°C_2 jam
900°C_2 jam
Holding Fasa
Anatas
Rutil
Anatas
Rutil
Antase
Rutil
Anatas
Rutil
Rutil
Rutil
65
9
77
23
99
44
100
97
250
400
Ukuran Kristal (nm)
IV.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Dengan metode kopresipitasi telah berhasil dibuat serbuk titanium dioksida dengan perlakuan variasi suhu pemanasan dan waktu tahan dari serbuk titanium terlarut dalam HCl. 2. Dalam penelitian pembuatan titanium dioksida dari serbuk titanium terlarut dalam HCl didapatkan fasa rutil murni pada suhu
pemanasan 800°C dengan ukuran kristal 250 nm. 3. Adanya peningkatan suhu kalsinasi dan waktu tahan menyebabkan ukuran kristal fasa anatas maupun rutil semakin besar . 4. Komposisi fasa rutil semakin meningkat seiring dengan adanya peningkatan suhu kalsinasi. Sedangkan fasa anatas semakin menurun dengan semakin meningkatnya suhu kalsinasi. 5. Pada suhu kalsinasi 200°C telah terbentuk fasa anatas yang berukuran nanometer.
Selain itu pada suhu ini juga sudah terjadi pertumbuhan rutil.
V. Referensi 1. Hosseinnia, A., Keyanpour-Rad, M. Kazemzad, M. Pazouki (2009). "A novel approach for preparation of highly crystalline anatase TiO2 nanopowder from the agglomerates." Powder Technology 190: 390–392. 2. Hunter, B. A. (1998). in Newsletter of International Union of Crystallography, Comission on Powder Diffraction. Sydney. 20: 21. 3. Lee, Hoon, Jeong, dan Yang, Seok, Yeong. (2004).” Effect of HCl Concentration and Reaction Time on the Change in the Crystalline State of TiO2 Prepared from Aqueous TiCl4 Solution by Precipitation.” Journal Science Direct. 4. Lutterotti, L. (2006). MAUD tutorialInstrumental Broaddening Determination. Trento, Universitas Trento. 5. Purwanto, A. (2007). "Nanoteknologi, Pencipta Orang Kaya Baru Masa Depan." from URL: http://aguspur.wordpress.com/2007/10/1 0/nanoteknologi-pencipta-orang-kayabaru-masa-depan/#more-17. 6. Pratapa, S. (2009). Bahan Kuliah Difraksi Sinar-x. Jurusan Fisika. Surabaya, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. 7. Zhang, Q., H. (1999). "Preparation and Characterizationof Nanosized TiO2 Powders From Aquoeous TiCl4 Solution." NanoStructured Materials Vol. 11, No. 8: 1293–1300.