SINTESIS SUPERKONDUKTOR YBCO DENGAN METODE KOPRESIPITASI DAN KARAKTERISASINYA
WIDYA PURNAMA AJI
DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
SINTESIS SUPERKONDUKTOR YBCO DENGAN METODE KOPRESIPITASI DAN KARAKTERISASINYA
WIDYA PURNAMA AJI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Fisika
DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
i
ABSTRAK Widya Purnama Aji. Sintesis Superkonduktor YBCO dengan Metode Kopresipitasi dan Karakterisasinya. Dibimbing oleh. Moh. Nur Indro dan Engkir Sukirman. Telah didapatkan pelet superkonduktor YBCO-123 dengan metode kopresipitasi. Garamgaram nitrat pembentuk superkonduktor tersebut diatur tingkat keasamannya dengan penambahan amonia sehingga terjadi pengendapan bersama. setelah proses homogenitas dengan pengadukan menggunakan pengaduk magnetik dan sedikit pemanasan, kemudian dilakukan pemanasan dengan suhu tinggi menggunakan furnache untuk proses Pirolisis (pemanasan selama 1 jam pada suhu 350oC), kalsinasi (pemanasan selama 4 jam dengan suhu 900 oC), dan sinter (pemanasan selama 20 jam pada suhu 940 oC) . Uji dengan efek meissner, pelet mengalami levitasi menunjukan bahan adalah superkonduktor, dan pengamatan dengan XRD dan dengan membandingkan dengan literatur pada JCPDF menunjukan adanya pembentukan fasa YBCO-123 dengan kecenderungan memempunyai sifat antara YBa2Cu3O6,5-YBa2Cu3O7 pada literatur. Pada pengukuran konduktansi dengan LCR didapatkan hasil konduktansi sebesar 7 x 10-5 S/cm pada suhu ruang, dan ketika terjadi penurunan suhu didapatkan kenaikan konduktansi yang tiba-tiba , yaitu pada sekitar suhu 80100 yaitu dari konduktansi sebesar 42 x 10-5 S/cm menjadi 260 x 10-5 S/cm. Kata kunci : Kopresipitasi, YBCO-123, Sintesa
ii
Judul :Sintesis Superkonduktor YBCO dengan Metode Kopresipitasi dan Karakterisasinya Nama :Widya Purnama Aji NRP :G74050481
Menyetujui:
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Drs. Moh. Nur Indro, M.Sc NIP 19561015 198703 1 001
Drs. Engkir Sukirman, M.Si NIP 19560712 198403 1 007
Mengetahui: Kepala Departemen Fisika
Dr. Irzaman NIP 19630708 199512 1 001
Tanggal lulus:
iii
PRAKATA Bismillahirrahmanirrahim… Alhamdulillah, segala puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Sintesis Superkonduktor YBCO dengan Metode Kopresipitasi dan Karakterisasinya” dapat diselesaikan. Kegiatan penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni 2009 sampai dengan bulan September 2009 di Laboratorium Bidang Karakterisasi dan Analisis Nuklir (BKAN) Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN) BATAN, Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Banten. Penulis mengucapkan terima kasih yang pertama kepada Bapak Drs. Moh. Nur Indro, M.Sc dan Bapak Drs. Engkir Sukirman, M.Si serta Bapak Yustinus Purwamargapratala S.T atas bimbingan dan petunjuk-petunjuknya yang dapat membantu kelancaran dalam penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih yang paling utama kepada Ibu dan Bapak tercinta (Ibu Rumyanah dan Bapak Y.B Siswanto) untuk kepercayaannya dan kasih sayang yang tak pernah putus-putus, kakak-kakaku tersayang (Mas Arif dan Mbak Sari), adik-adiku tersayang (Tiwi dan Kiki), pasangan dari kedua kakak (Mbak Niken dan Mas Didit) dan untuk seluruh anggota keluarga besar dari Ibu dan Bapak yang selalu memberikan semangat dan dukungannya. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Irmansyah selaku kepala bidang Fisika Terapan, Bapak Setyo selaku pimpinan BKAN, Bapak Wisnu, Bapak Purnama, Bapak Purwanto, dan Bapak Didin selaku kelompok peneliti superkonduktor, dan Bapak Firman selaku karyawan Departemen Fisika yang telah banyak membantu hal-hal teknis. Selain itu penulis mengucapkan terima kasih pada rekan kerja sekaligus sahabat Andri Purnomo Putro yang telah bersama-sama meneliti dari awal hingga terselesaikannya penelitian ini. Adik, kakak, dan saudara saya yang dilahirkan bersama-sama di IPB (FOKMA 42), kawan-kawan fisika 42, kakak angkatan dan adik angkatan di Departemen Fisika IPB. Saudara seideologi di HMI, para pembimbing saya dalam berideologi, dan para KAHMI Cabang Bogor yang telah menjadi keluarga yang selalu menemani dan memberi dukungan dalam berproses di Bogor ini.
Bogor, Agustus 2010
Widya Purnama Aji
iv
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kendal 30 Januari 1988 dari Ibu Rumyanah dan bapak Y.B Siswanto sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara. Penulis mengikuti pendidikan formal mulai dari taman kanak-kanak (TK) sampai perguruan tinggi (PT). Tahun 1999 lulus di SDN 1 Weleri, Pada tahun 2002 menyelesaikan studi di SMPN 1 Weleri, kemudian tahun 2005 di SMA N 1 Kendal. Tahun 2005, penulis melanjutkan studi di Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis melakukan penelitian pada tahun 2009 di PUSPIPTEK BATAN, Serpong dengan judul penelitian adalah sintesa Sintesis Superkonduktor YBCO dengan Metode Kopresipitasi dan Karakterisasinya. Selama perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi kampus antara lain Organisasi Mahasiswa Daerah Forum komunikasi Mahasiswa Bahurekso Kendal (anggota (2005-2007), ketua (2007-2008)), Himpunan Mahasiswa Fisika (HIMAFI) sebagai anggota (2006), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Sebagai Kabid PA Komisariat FMIPA IPB (2007-2008), Ketua Umum HMI Komisariat FMIPA IPB (2008-2009), Kabid PAO HMI Cabang Bogor (2009-2010).
v
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL.......................................................................................................... ABSTRAK......................................................................................................................... HALAMAN PENGESAHAN............................................................................................ PRAKATA......................................................................................................................... RIWAYAT HIDUP............................................................................................................ DAFTAR ISI...................................................................................................................... DAFTAR GAMBAR......................................................................................................... DAFTAR TABEL.............................................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................................
i ii iii iv v vi vii vii vii
I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.......................................................................................................... 1 1.2. Tujuan Penelitian....................................................................................................... 1 II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Superkonduktivitas................................................................................................... 1 2.2. Sifat Listrik............................................................................................................... 2 2.3. Sifat Magnetik Superkonduktor...................................................................................2 2.4. Tipe Superkonduktor................................................................................................ 3 2.5. Parameter Kritis Superkonduktor.............................................................................. 5 2.6. Difraksi Sinar-x........................................................................................................ 5 2.7. Metode Analisis Rietveld.......................................................................................... 6 2.8. Metode Analisis Data................................................................................................ 7 2.9. Scanning Elektron Microscopy (SEM)...................................................................... 7 III.BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat .................................................................................................. 3.2. Bahan, Alat dan Diagram Alir Penelitian................................................................. 3.3. Langkah Pembuatan Sampel..................................................................................... 3.4. Pengujian Efek meissner.......................................................................................... 3.5. Pengamatan Pola Difraksi Sinar-X........................................................................... 3.6. Pengukuran Konduktivitas....................................................................................... 3.7. Pengamatan Mikroskop Optik................................................................................... 3.8. Preparasi Sampel untuk Pengamatan SEM................................................................
8 8 9 11 11 12 12 12
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Uji Efek Meissner..................................................................................................... 13 4.2. Uji Struktur Kristal dengan XRD.............................................................................. 14 4.3. Pengukuran Konduktivitas (σ) dan Suhu Kritis (Tc).................................................. 16 4.4. Pengamatan Struktur Mikro dengan Mikroskop Optik............................................. 16 4.5. Pengamatan Struktur Mikro dengan SEM................................................................ 17 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan............................................................................................................... 18 5.2. Saran......................................................................................................................... 19 DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................
20
LAMPIRAN.....................................................................................................................
21
vi
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Resitivitas Pada Merkuri (Tc = 4,2 K)............................................................... 2 Gambar 2. Eksklusi fluks magnetik................................................................................... 3 Gambar 3. Diagram fase H-T untuk Superkonduktor a. Tipe I dan b. Tipe II..................... 4 Gambar 4. Struktur kristal YBa2C3O7-x ortorombik grup ruang Pmmm No. 47 dengan konstanta kisi a = 3,886Å, b = 3,825Å dan c = 11,667Å dan b) struktur kristal YBa2C3O7-x tetragonal (Regnault, 1995).................................................................. 4 Gambar 5. Skema SEM....................................................................................................... 8 Gambar 6. Diagram Alir Metode Penelitian......................................................................... 9 Gambar 7. Perlakuan suhu dan waktu pemanasan pada proses kalsinasi pada furnace...... 10 Gambar 8. Proses kompaksi serbuk bentuk silinder (German R. M, 1994)........................ 11 Gambar 9. Perlakuan suhu dan waktu pemanasan pada proses sintering pada furnace..... 11 Gambar 10. Skema sistem kerja Mikroskop Optik............................................................... 12 Gambar 11. Fenomena magnet permanen melayang di atas superkonduktor....................... 13 Gambar 12. Pola difraksi YBCO hasil sintering................................................................. 14 Gambar 13. Prekursor perovskite YBCO produk kalsinasi.................................................. 15 Gambar 14. Profil pola difraksi sinar-x dari cuplikan produk sinter.................................... 15 Gambar 15. Konduktivitas sampel YBCO........................................................................... 16 Gambar 16. Stuktur YBCO dengan pengamatan Mikroskop Optik dengan perbesaran: a) 50x, b)100x, c)200x........................................................................................... 16 Gambar.17. Pengamatan Struktur YBCO dengan SEM perbesaran a) 1000x, b)1500x, c)2000x, d)5000x.................................................................................. 17 Gambar 18. Grafik analisa kuantitatif pada pengamatan 4 titik yang berbeda..................... 18 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Berat molekul masing-masing senyawa................................................................ 9 Tabel 2. Kuantitas bahan dasar dalam satuan gram dan mol............................................... 10 Tabel 3. Literatur Puncak-Puncak tertinggi Senyawa-senyawa pada literatur JCPDF........ 14 Tabel 4. Literatur pembanding puncak tertinggi YBCO pada JCPDF................................ 14 Tabel 5 Kemiripan Sampel YBCO hasil Kopresipitasi dengan literatur JCPDF.................. 14 Tabel 6. Data parameter struktur fasa-123 pada cuplikan produk kalsinasi......................... 15 Tabel 7. Data parameter struktur fasa-123 pada cuplikan produk sintering......................... 16
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. JCPDF untuk menentukan puncak-puncak hasil sinar-x................................ 22 Lampiran 2. Pola difraksi YBCO ...................................................................................... 31 Lampiran 3. Data konduktivitasi sampel YBCO Kopresipitasi untuk beberapa frekuensi.. 32
vii
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Fenomena Superkonduktivitas listrik pertama kali ditemukan oleh seorang fisikawan Belanda Kammerlingh Onnes di Leiden-Belanda tahun 1911 pada logam murni dengan suhu kritis Tc 4,1 K (Kittel, 1996). Sejak saat itu penelitian difokuskan untuk mendapatkan bahan dengan sifat superkonduktor dengan suhu kritis (Tc) yang tinggi sehingga bahan superkonduktor tidak perlu mendapatkan perlakuan ekstrim (suhu sangat dingin) untuk mendapatkan sifat penghantarnya yang super (tinggi). Penelitian dikonsentrasikan pada logam dan perpaduan logam, dan hasilnya menunjukan bahan baru yang kemudian didapat memiliki Tc lebih tinggi dari Tc bahan sebelumnya. Bahan yang memiliki Tc tertinggi pada paduan logam selama 83 tahun sejak ditemukannya superkonduktor adalah Nb3Ge (Tc = 23,3K), sejenis alloy. Superkonduktor ini kemudian dikenal dengan supekonduktor suhu rendah (Tc<30K). Sejak saat itu tidak ditemukan lagi bahan paduan logam dengan Tc yang lebih tinggi lagi, sehingga penelitian kemudian beralih pada bahan lain, yaitu oksida logam atau keramik untuk pembuatan bahan superkonduktor. Pada tanggal 27 januari 1986 dua orang peneliti dari ”IBM Zurich Research Laboratory” bernama J.Georg Bednorz dan K.Alex Muller, berhasil menemukan fenomena superkonduktivitas pada bahan keramik dengan suhu kritis di atas 23,2K, yaitu pada sistem oksida Ba-La-Cu dengan Tc =30K (Bednorz, 1986) . Ditemukannya keramik dengan suhu kritis sekitar 30K, telah membangkitkan semangat para peneliti untuk berusaha mendapatkan campuran bahan dengan Tc yang lebih tinggi lagi. Beberapa bulan setelah ditemukannya bahan keramik sebagai bahan superkonduktor oleh J.Georg Bednorz dan K.Alex Muller, ditemukan kembali superkonduktor keramik yang baru pada sistem oksida Y-Ba-Cu Dengan suhu kritis (Tc) sekitar 90K. Selain untuk meningkatkan suhu kritis (Tc) yang tinggi para peneliti juga berusaha
untuk meningkatkan rapat arus kritis (Jc) dan medan magnet kritis (Hc). Karena ketiga parameter kritis tersebut sangat penting untuk membuka peluang dalam aplikasi dari bahan superkonduktor. Untuk membuat superkonduktor berkualitas tinggi, berbagai metode pembuatan dilakukan diantaranya reaksi padat (solid state reaction), presipitasi (kontaminasi endapan oleh zat lain yang larut dalam pelarut), sol gel dan proses pelelehan (melt-textured growth). Secara konvensional pembuatan keramik oksida dikerjakan dengan reaksi padat, reaksi ini selain berjalan lambat juga membutuhkan perlakuan suhu tinggi yang memungkinkan sebagian atau seluruh bahan-bahan penyusun mencair sehingga mengakibatkan perubahan ke fase yang tidak diinginkan. Metode Kopresipitasi adalah metoda menghomogenisasi larutan untuk membuat superkonduktor dengan urea sebagai bahan pelarut (untuk melakukan penyesuaian dan mengendalikan PH bahan nantinya), dengan pencampuran senyawa diawal sehingga pengendapan larutan dalam kondisi senyawa telah tercampur. Keunggulan metode kopresipitasi adalah waktu yang dibutuhkan untuk pembuatan Superkonduktor lebih cepat dan homogenitas cukup tinggi. 1.2 Tujuan Penelitian. 1. Mempelajari pembuatan superkonduktor dengan metode YBa2Cu3O7-x kopresipitasi sebagai proses optimalisasi sintesa material superkonduktor. 2. Mengetahui sifat magnetik bahan melalui pengujian efek Meissner dan meneliti sifat listrik bahan superkonduktor YBa2Cu3O7-x .
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Superkonduktivitas Superkonduktivitas adalah suatu fenomena hilangnya hambatan listrik pada suatu material di bawah temperatur kritis. Superkonduktivitas dapat diamati berdasarkan sifat listrik dan sifat magnetnya,
1
yakni berturut-turut dapat menghantarkan arus listrik tanpa hambatan dan dapat menolak medan magnet. Jika sampel menampilkan kedua sifat tersebut maka bahan tersebut merupakan bahan superkonduktor. 2.2 Sifat Listrik Resistivitas listrik dari bahan superkonduktor turun drastis secara tiba-tiba jika bahan tersebut didinginkan menuju suhu yang sangat rendah, sekitar suhu helium cair untuk logam atau suhu nitrogen cair untuk oksida keramik. Gejala superkonduktivitas bahan mula-mula teramati oleh Heikke Kammerlingh Onnes tahun 1911 pada merkuri. Resistivitas listrik merkuri tiba-tiba menurun drastis menuju nol saat suhunya diturunkan mencapai 4,2 K yaitu suhu kritisnya (Kittel, 1996). Gambar 1 memperlihatkan fenomena tersebut. ρ
T(K)
(Tc) Gambar 1. Resitivitas pada merkuri (Tc = 4,2 K). Terjadinya resistansi mendekati nol adalah karena arus dibawa oleh elektronelektron yang berpasangan (pasangan cooper). Teori pasangan cooper ini dikemukakan oleh Bardeen, Cooper dan
Schrieffer pada tahun 1957 yang dikenal sebagai teori BCS. Pasangan cooper ini terbentuk karena adanya tarik menarik antara elektron yang disebabkan adanya ion positif dalam kristal yang merespon perjalanan elektron-elektron tersebut, dimana ketika sebuah elektron (elektron 1) lewat dekat sebuah ion positif maka akan ada tarikan sesaat antara elektron 1 dengan ion positif tersebut.sehingga memodifikasi vibrasi ion positif yang menghasilkan gelombang elastik berupa fonon. Fonon yang dirasakan oleh elektron 1 secara fisis akan dihapus oleh elektron 2, sehingga terjadi gaya tarik menarik diantara elektronelektron tersebut. Energi tarik menarik ini lebih besar dari gaya tolak diantara keduanya tetapi cukup kecil terhadap gangguan energi termal pada saat suhu lebih kecil dari suhu kritisnya. Pasangan cooper ini bergerak dalam suatu gerak koheren tunggal, gangguan lokal seperti impuritas yang dalam keadaan normal menyebabkan timbulnya resistivitas tidak dapat berbuat demikian pada pasangan cooper tersebut (dalam keadaan superkonduksi) pasangan tersebut bergerak mengalir tanpa mengalami disipasi energi sehingga tidak ada resistivitas (Engkir S, 1991). 2.3 Sifat Magnetik Superkonduktor Sifat kemagnetan superkonduktor diamati oleh Meissner dan Ochsenfeld pada tahun 1933, ternyata superkonduktor memiliki sifat seperti bahan diamagnetik sempurna, ia menolak medan magnet sehingga ia pun dapat mengambang di atas sebuah magnet tetap yang kuat. Jika suatu bahan superkonduktor ditempatkan pada suatu medan magnet eksternal (H) dan bahan tersebut didinginkan di bawah suhu kritisnya atau minimal mencapai suhu kritis agar sifat konduktivitas muncul, maka akan terjadi eksklusi fluks magnetik (penolakan garis-garis gaya magnet). Eksklusi dapat terjadi pula dengan cara menurunkan suhu hingga T
2
T>Tc
T
Gambar 2. Eksklusi fluks magnetik.
Pada keadaan ini London mempostulatkan bahwa medan induksi magnetic didalam bahan sama dengan nol (B=0) (Smitt, 1990). Jika postulat ini diterapkan pada persamaan medan induksi magnetic suatu bahan, yaitu (1) Dimana:B= Medan magnet induksi (Wb/m2) H = Medan magnet eksternal (A/m) M= Magnetisasi Bahan (A/m) = konstanta permeabilitas ruang hampa (Wb/A.m) Dengan konstanta suseptibilitas, (2) Sehingga dengan menerapkan postulat sehingga London, maka 0 = didapatkan yang menunjukan sifat diagmetik sempurna dari superkonduktor, yang berarti menolak semua medan – medan eksternal yang diberikan padanya. Eksklusi fluks pada konduktor sempurna hanya akan terjadi jika konduktor diturunkan dahulu suhunya hingga lebih rendah dari Tc, baru diberikan medan magnet eksternal. Perubahan yang terjadi dari keadaan tanpa medan ke keadaan terdapat medan luar akan menginduksikan suatu arus pusar yang akan tetap ada selama T
terdapat medan magnet statik di sekitar permukaan hingga kedalaman tertentu. Kedalaman penetrasi magnet statik pada suatu superkonduktor disebut panjang karakteristik. Medan magnetik akan berkurang berbanding lurus dengan kedalaman penembusan bahan (Kittel, 1996), dengan persamaan (3) H x H 0exp x / Dengan , H (x) = besarnya medan magnet eksternal pada jarak x dari permukaan H (0) = besarnya medan magnet eksternal di permukaan bahan x = rentang kedalaman dari permukaan λ = konstanta kedalaman penembusan karakteristik dimana (4) mc 2 / 4ne e 2 Dengan, m = massa elektron e = muatan elektron c = kecepatan cahaya ne= jumlah elektron per cm3 dalam keadaan superkonduktif 2.4 Tipe Superkonduktor Superkonduktor dibedakan menjadi dua tipe yang dibedakan karena perbedaan jumlah nilai medan magnetnya. Yang tergolong Superkonduktor Tipe I adalah superkonduktor yang tersusun dari bahanbahan yang mengandung unsur-unsur logam murni seperti Hg, Pb, Nb, In, Sn dan sebagainya. Superkonduktor Tipe I ini hanya memiliki satu nilai medan magnet kritis (Hc) dan hanya mampu mempertahankan superkonduktivitas dalam medan magnet yang lebih kecil dari 1000 Gauss. Agar tetap superkonduktif bahan Tipe I harus menolak seluruh medan magnet internal. Untuk menghalau fluks magnetik tersebut diperlukan energi dan energi yang dipergunakan adalah energi bebas superkonduktor (the superconductor’s free energy). Jika ”budget” energi bebas habis terpakai atau tidak mencukupi, bahan tidak lagi ada dalam keadaan superkonduksi. Superkonduktor tipe II memiliki 2 nilai medan magnet kritis (Hc1 dan Hc2). Pada daerah medan magnet H< Hc1, bahan
3
bersifat seperti superkonduktor tipe 1, sedangkan pada daerah Hc1
Hc2 semakin banyak fluksoid yang memasuki bahan sehingga struktur vortex arus super akan runtuh dan bahan kembali normal (Smith, 1990). Diagram fase H – T untuk superkonduktor Tipe I dan II ditunjukkan pada Gambar 3.
kristal ortorombik, grup ruang Pmmm No. 47 dengan kostanta kisi a = 3,886 Å, b = 3,825 Å dan c = 11,667 Å dan tersusun dari lapisan CuO, BaO, CuO2, Y, CuO2 dan BaO sepanjang sumbu-c sel satuan (Gambar 4) (Regnault, 1995). Superkonduktor YBCO memiliki 6 atom logam, yaitu Y, 2Ba dan 3Cu dan kandungan oksigen mendekati 7 atom. Pada superkonduktor YBCO terdapat bidang CuO yang memiliki peranan penting dalam menampilkan perilaku bahan tersebut apakah superkonduktif atau nonsuperkonduktif. Bahan YBCO bersifat superkonduktif dicirikan oleh kedudukan atom oksigen sejajar sumbu-a dan kekosongan berada sejajar sumbu-b pada lapisan CuO, sehingga panjang sumbu-a tidak sama dengan sumbu-b (Regnault, 1995).
(a)
(a)
(b)
(b) Gambar 3. Diagram fase H-T untuk Superkonduktor a. Tipe I dan b. Tipe II. Superkonduktor Keramik superkonduktor YBCO memiliki struktur
Gambar 4. a) Struktur kristal YBa2C3O7-x ortorombik grup ruang Pmmm No. 47 dengan konstanta kisi a = 3,886Å, b = 3,825Å dan c = 11,667Å dan b) struktur kristal YBa2C3O7-x tetragonal (Regnault, 1995).
4
2.5 Parameter Kritis Superkonduktor Ada tiga parameter kritis yang mempengaruhi keadaan superkonduksi yaitu Jc, Tc dan Hc. Apabila ketiga parameter tersebut terpenuhi maka bahan berada dalam keadaan superkonduksi, namun bila salah satu dari parameter kritis tersebut tidak terpenuhi, bahan dalam keadaan normal. Jc dan Tc adalah dua parameter terpenting bagi superkonduktor keramik agar bahan dapat diaplikasikan, keduanya sangat bergantung pada kemurnian bahan dan keberadaan cacat kristal (B Raveau, 1992). Jc menunjukkan besarnya rapat arus per satuan luas yang masih dapat mengalir tanpa adanya resistansi dan tidak (belum) merusak bahan superkonduktor, dirumuskan sebagai (5) jc Ic / A 2 Dimana, Jc = rapat arus kritis (A/m ) Ic = arus kritis (A) A = luas bidang yang tegak lurus dengan arah aliran arus (m2) Arus kritis pada superkonduktor diukur secara eksperimental dengan menggunakan metode empat titik, yaitu metode yang digunakan untuk mengukur sifat-sifat listrik suatu bahan seperti Jc, resistansi bahan (ρ), konduktivitas bahan (σ), Tc dan lain-lain. Prinsip pengukuran metode empat titik ini adalah bahwa dengan adanya aliran arus dari elektroda luar akan menimbulkan beda potensial pada elektroda dalam. Dari hukum Termodinamika, jika ada sebuah sumber medan pada permukaan akan terdapat bidang ekipotensial berbentuk setengah bola tepat dibawah sumber medan tersebut (M. Barmawi, 1998). 2.6 Difraksi Sinar-x Spektroskopi difraksi sinar-x (X-ray difraction/XRD) merupakan salah satu metoda karakterisasi material yang paling tua dan paling sering digunakan hingga sekarang. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam material dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta untuk mendapatkan ukuran partikel.
Difraksi sinar-x terjadi pada hamburan elastis foton-foton sinar-x oleh atom dalam sebuah kisi periodik. Hamburan monokromatis sinar-x dalam fasa tersebut memberikan interferensi yang konstruktif, Keuntungan utama penggunaan sinar-x dalam karakterisasi material adalah kemampuan penetrasinya, sebab sinar-x memiliki energi sangat tinggi akibat panjang gelombangnya yang pendek. Sinar-x adalah gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang 0,5-2,0 Å. Sinar ini dihasilkan dari penembakan logam dengan elektron berenergi tinggi. Elektron itu mengalami perlambatan saat masuk ke dalam logam dan menyebabkan elektron pada kulit atom logam tersebut terpental membentuk kekosongan. Elektron dengan energi yang lebih tinggi masuk ke tempat kosong dengan memancarkan kelebihan energinya sebagai foton sinar-x. Metode difraksi sinar-x digunakan untuk mengetahui struktur dari lapisan tipis yang terbentuk. Sampel diletakkan pada “sample holder” difraktometer sinar-x. Proses difraksi sinar-x dimulai dengan menghidupkan difraktometer sehingga diperoleh hasil pola difraksi berupa difraktogram yang menyatakan hubungan antara sudut difraksi 2θ dengan intensitas sinar-x yang dipantulkan. Untuk difraktometer sinar-x, sinar-x terpancar dari tabung sinar-x. Sinar-x didifraksikan dari sampel yang konvergen yang diterima slit dalam posisi simetris dengan respon ke fokus sinar-x. Sinar-x ini ditangkap oleh detektor sintilator dan diubah menjadi sinyal listrik. Sinyal tersebut, setelah dieliminasi komponen noisenya, dihitung sebagai analisa pulsa tinggi. Teknik difraksi sinar-x juga digunakan untuk menentukan ukuran kristal, regangan kisi, komposisi kimia dan keadaan lain yang memiliki orde yang sama. Teknik difraksi sinar-x sangat penting untuk mengetahui sifat-sifat bahan seperti logam, keramik, polimer dan sebagainya. Tehnik ini digunakan untuk mengidentifikasi fasa-fasa yang ada pada sampel, ukuran butir, textur, dan struktur kristal. Informasi yang dapat diperoleh berupa posisi puncak-puncak difraksi,
5
intensitas dan bentuk puncak difraksi. Posisi spasial dari sinar-x yang didifraksikan oleh sampel mengandung semua informasi geometri dari kristal. Intensitas sinar-x berhubungan dengan jenis atom dan susunannya dalam kristal, ketajaman sinar-x yang didifraksikan merupakan ukuran dari kesempurnaan kristal. Setiap bahan memiliki pola difraksi tertentu dengan intensitas dan sudut difraksi (2 θ) yang berbeda-beda. Suatu kristal dapat mendifraksikan sinar-x karena panjang gelombang sinar-x berada di sekitar jarak antar bidang kristal. Sinar-x yang digunakan untuk difraksi memiliki panjang gelombang dalam range 0,3-2,5 Å. Difraksi terjadi jika interaksi antara sinar-x dengan kisi pada bidang kristal, menghasilkan interferensi yang konstruktif berupa puncak-puncak intensitas. Interferensi konstruktif ini terjadi jika panjang gelombang dan sudut difraksi memenuhi hokum Bragg (Van Vlack, 1991) yaitu, (6) n 2d sin Dimana, n = 1,2,3,…. (orde difraksi) λ = panjang gelombang d(hkl) = jarak antar atom θ = sudut difraksi hkl = indeks miller Untuk mengetahui bentuk struktur kristal, digunakan metode difraksi. Metode ini digunakan untuk menghasilkan pola intensitas difraksi sampel dan untuk mendapatkan data intensitas dan sudut difraksi (data XRD) dilakukan langkahlangkah sebagai berikut: 1. Sampel superkonduktor digerus hingga berbentuk serbuk halus dan kemudian dimasukkan ke dalam wadah sampel berbentuk lempeng tipis persegi panjang dengan kedalaman sekitar 1 mm yang telah diberi selotif di bagian dasarnya, hal ini dimaksudkan untuk melekatkan serbuk sampel. Perangkat ini kemudian diletakkan pada goniometer. 2. Sampel akan diradiasi oleh sinar-x dan hasil pola difraksinya dicatat langsung pada chart decoder. Intensitas difraksi pada sudut 2 θ
tertentu langsung dicetak oleh printer atau disimpan dalam bentuk numerik pada disket untuk dianalisis dengan program Rietveld. 2.7 Metode Analisis Rietveld Untuk menganalisa data XRD dengan metode Rietveld dilakukan langkah-langkah berikut : 1. Menyiapkan tiga buah file yaitu, a. File data yang berisi data numerik hasil XRD yang membentuk profil hasil observasi. b. File input yang berisi analisis teoritis yang dibuat sesuai dengan metode Rietveld yang membentuk profil kalkulasi. c. File kosong yang berfungsi sebagai input yang berharga untuk memperbaiki file input pada butir b. 2. Menjalankan program Rietan untuk menghitung “pattern calculation” dan “refinement calculation”. 3. mendapatkan hasil olahan data dari program Rietan dengan analisis, jika faktor R lebih kecil 20% maka file input yang dibuat sudah cukup mendekati harga yang sebenarnya (Sudiana, 1999). Prinsip dasar analisis Rietveld adalah pencocokan (fitting) profil puncak perhitungan terhadap profil puncak pengamatan. Pencocokan profil dilakukan dengan menerapkan prosedur perhitungan kuadrat terkecil non linear yang diberi syarat batas. Sehingga analisis Rietveld adalah problema optimasi fungsi non linear yang diberi syarat batas (constraints). Dalam bahasa matematika dinyatakan sebagai berikut : meminimumkan fungsi objektif f x
x
i 0
wi yi 0 yi c
2
(7)
dengan, wi = 1/yi (0) = faktor bobot yi (0) = intensitas pengamatan pada sudut 2θ
6
yi (c)
= intensitas perhitungan pada sudut 2θ Dalam metode Rietveld setiap titik pada pola difraksi dipandang sebagai suatu pengamatan tunggal yang kemungkinan mengandung kontribusi dari sejumlah refleksi Bragg yang berbeda. Pola difraksi hasil perhitungan dicocokkan dengan pola difraksi pengamatan setelah terlebih dulu dipilih bentuk puncak yang paling sesuai. Pada setiap posisi sudut atau setiap titik pada profil pola difraksi, jumlah kontribusi intensitas akibat “overlap” dapat dihitung berdasarkan harga parameter-parameter yang didapat dengan asas perhitungan “least square” (Engkir S, 1991). 2.8 Metode Analisis Data Data difraksi sinar-x dianalisis dengan bantuan perangkat lunak yang disebut RIETAN (Rietveld Analysis). Program ini memerlukan dua data masukan, yakni pasangan data intensitas (cacahan) hasil pengamatan terhadap sudut hamburan dan parameter “least square”. Berdasarkan fungsinya, parameter “least square” terbagi dalam dua kelompok, yakni : a. Parameter profil Parameter profil adalah parameter yang membangun kurva pola difraksi berupa parameter lebar puncak, titik nol detektor, parameter kisi, parameter asimetris dan parameter orientasi terpilih. b. Parameter struktur Parameter struktur adalah parameter yang menentukan besarnya harga faktor struktur. Setiap refleksi Bragg terdiri dari faktor skala, parameter suhu, koordinat fraksi atom, faktor hunian dan momen magnetik. Parameter “least square” dimasukkan dengan urutan sebagai berikut : 1.Parameter Global : Z = Titik nol detektor b0, … b5 = Parameter intensitas latar belakang 2.Parameter yang Tergantung Fasa : S = Faktor skala U, V, W= Parameter lebar puncak
A = Parameter asimetris γ = Fraksi komponen Gauss δ = Hk(G) / Hk(L) p1, p2 = Parameter orientasi “preferred” a, b, c = Parameter Kisi Q =Parameter suhu secara keseluruhan G = Faktor hunian atom B = Parameter suhu isotropis x, y, z = Koordinat fraksi atom Hasil pengolahan data dengan metode Rietveld berupa data parameter profil dan parameter struktur hasil penghalusan, faktor R, data intensitas puncak Bragg hasil pengamatan dan hasil perhitungan lengkap dengan indeks miller, posisi puncak-puncak Bragg, harga jarak antar bidang refleksi, harga faktor struktur dan lain-lain. Ukuran yang menunjukkan kesesuaian antara profil difraksi hasil perhitungan dengan hasil pengamatan dinyatakan dengan faktor R yang dinyatakan sebagai berikut :
Rwp wi yi 0 yi c
/w y 0
2 1/ 2
2
i
i
R p yi 0 yi c / yi 0
RI I k 0 I k c /I k 0
(8) (9)
(10)
(11) R f I k 0 I k c / I k 0 Dimana, Rwp = R-pola dengan pemberat Rp = R-pola Ik (0) = intensitas kurva percobaan yang ditinjau pada refleksi Bragg ke-k diakhiri putaran penghalusan (cps) Ik (c) = intensitas kurva teoritis yang ditinjau pada refleksi Bragg ke-k diakhiri putaran penghalusan (cps) yi (0) = intensitas kurva percobaan yang ditinjau pada langkah ke-i yi (c) = intensitas kurva teoritis yang ditinjau pada langkah ke-i Harga faktor R yang kecil menunjukkan baiknya persesuaian antar pola difraksi hasil pengamatan dan pola difraksi hasil perhitungan (Engkir S, 1991). 1/ 2
1/ 2
1/ 2
2.9 Scanning Electron Microscopy (SEM) Superkonduktor sangat bergantung pada struktur mikronya. Untuk mengamati struktur mikro digunakan Scanning Electron Mikroscope (SEM). Prinsip kerja SEM ini
7
adalah, berkas elektron yang dihasilkan oleh electron gun akan menyapu permukaan sampel dalam daerah yang sangat kecil, baris demi baris. SEM memiliki dua buah sinyal yang sangat umum digunakan yaitu secondary electron signal dan back scattered signal. Secondary electron (SE) adalah elektron berenergi rendah yang terhambur dari permukaan sampel, saat sampel tersebut dikenai berkas elektron yang dipercepat oleh suatu beda potensial antara 5 dan 40 kV. Di dalam detektor SE akan diubah menjadi sinyal listrik yang menghasilkan gambar pada layar monitor. Sinyal keluaran dari detektor akan berpengaruh terhadap intensitas cahaya di dalam tabung monitor, karena jumlah cahaya yang dipancarkan oleh monitor akan sebanding dengan jumlah elektron yang berinteraksi dengan sampel. Proses perekaman gambar dari monitor adalah shutter penutup kamera dibuka pada saat sapuan pertama dimulai dan ditutup kembali setelah permukaan sampel selesai disapu. Back scattered electron (BSE) adalah elektron berenergi tinggi yang dipantulkan kembali oleh sampel. Energi elektron yang dipantulkan hampir sama besarnya dengan energi saat elektron tersebut datang. Sinyal intensitas BSE bergantung pada jumlah nomor atom dari fasa-fasa yang ada pada sampel. BSE akan memberikan perbedaan ketajaman gambar berdasarkan nomor atomnya, fasa dengan nomor atom lebih besar akan lebih terang dibandingkan dengan fasa bernomor atom lebih kecil. SEM juga memiliki fasilitas berupa energy dispersive x-ray spectroscopy (EDX), sinyal yang dihasilkannya dapat digunakan untuk menganalisis unsur-unsur yang terdapat pada sampel.
Gambar 5. Skema SEM, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama bulan Maret 2009 sampai oktober 2009. Bertempat di Laboratorium Zat Mampat PTBIN BATAN, Kawasan PUSPITEK Serpong. 3.2 Bahan, Alat dan Diagram Alir Penelitian Bahan yang digunakan berupa serbuk (YNO3O9 + 6 H2O), BaN2O6, dan CuN2O6 Peralatan yang digunakan dalam penelitian meliputi : 1. Timbangan electronic balance dengan ketelitian empat angka dibelakang koma. 2. Mortar agate dan penumbuknya untuk menghaluskan bahan. 3. Cawan (crucible) tahan panas untuk wadah sampel. 4. Tungku pemanas (furnace) yang dapat deprogram dengan suhu maksimal 1200 0C. 5. Pencetak pelet (dies). 6. Alat penekan dengan kemampuan maksimal penekanan 10 ton/cm2 7. Beker glas untuk pelarutan dan pencampuran. 8. PH meter digital dan Kertas PH. 9. Alat titrasi. 10. Pipet, dan gelas ukur.
8
YN3O9 + 6H2O Asam Oksalat
Ba N2 O6
Pelarutan dan Pencampuran
Cu N2 O6
Unsur Cu yang terdapat pada senyawa CuN2O6 Dengan reaksi kimia pembentukannya adalah :
Asam Nitrat
YNO3O9 + 6 H2O + 2 BaN2O6 + 3 CuN2O6 YBa2Cu3O7-x + 11NO3 + 6H2O Tabel 1. Berat molekul masing-masing senyawa. Senyawa gram/mol YBa2Cu3O7-x 666,30
Pengendapan
Pengeringan
Pirolisis
350oC 1 jam
Kalsinasi
900oC 4 jam
Pembentukan pelet Sintering
940oC 20 jam
YBa2Cu3O7-x Uji Meissner Karakterisasi (XRD), uji Konduktansi, Mikroskop Optik dan SEM
Gambar 6. Diagram Alir Metode Penelitian.
3.3 Langkah Pembuatan sampel 1. Penimbangan Proses ini merupakan awal dari proses pembuatan superkonduktor. Sebelum dilakukan penimbangan harus terlebih dahulu diketahui unsur-unsur pembentuk dan berapa gram yang dibutuhkan untuk membuat 10 gram pelet YBCO. Senyawa pembentuknya terdiri dari: Unsur Y yang terdapat pada senyawa YNO3O9 + 6 H2O Unsur Ba yang terdapat pada senyawa BaN2O6
YNO3O9 + 6 H2O
383,01
BaN2O6
261,35
CuN2O6 241,60 (ket : Y = 89, Ba = 137,34, Cu = 63,54, O = 16, H = 1, N = 14) Dengan mengetahui jumlah mol YBCO, maka jumlah mol dan massa bahan lain dapat diketahui. Mol YBCO dapat diketahui dengan membagi massanya dengan massa relatif (MR). Yaitu : 10 gram YBCO / 666,30 gram/mol YBCO = 0,015008254 mol YBCO. Dengan mengalikan koefisien masing-masing senyawa dengan jumlah mol YBCO dan MR masing-masing senyawa nya maka akan didapatkan jumlah bahan yang dibutuhkan untuk membentuk 10 gram YBCO : Massa YNO3O9 + 6 H2O: 1 x 0,015008254 x 383,01 = 5,74831 gram Massa BaN2O6 : 2 x 0,015008254 x 261,35 = 7,84481 gram Massa CuN2O6 : 3 x 0,015008254 x 241,60 = 10,87798 gram Total massa = 24,47110 gram Kelebihan berat yang terjadi dikarenakan bahan mengandung ketidakmurnian berupa NO3 dan H2O yang nantinya akan hilang dalam pemanasan dalam pembentukan superkonduktor. Dengan ketelitian neraca hanya empat angka, maka jumlah gram bahan dasar yang terukur seperti pada Tabel 2 berikut:
9
Tabel 2. Kuantitas bahan dasar dalam satuan gram dan mol. Bahan dasar Kuantitas Kuantitas (mol) (gram) YNO3O9 + 6 H2O 0,0143 5,7483 BaN2O6 0,0300 7,8448 CuN2O6 0,0450 10,8780 2. Pelarutan dan Pencampuran Dalam pelarutan, masing-masing senyawa dilarutkan dengan aquades dengan penambahan sedikit demi sedikit dengan sekaligus dilakukan pengadukan hingga senyawa bentuknya padat menjadi cair sempurna yang berarti senyawa sudah homogen dengan air. Setelah masing-masing senyawa terlarut sempurna, ke 5 senyawa tersebut kemudian dicampur dalam beker glas besar, yang kemudian diaduk kembali dengan magnetic sterrer . Selain itu, campuran juga ditambahkan urea (Mr = 60) sebanyak 36,055 gram, di mana urea digunakan sebagai bahan pelarut untuk melakukan penyesuaian dan mengendalikan PH. Dan C2H2O4 (Mr = 126,07) sebanyak 9,4618 larutan ini berfungsi sebagai buffer (larutan Penyangga) dalam reaksi. 3. Pengendapan Dalam pengendapan, campuran senyawa yang sudah tercampur tadi sedikit demi sedikit ditambahkan larutan ammonia dengan menggunakan alat titrasi hingga mengalami perubahan warna yang dapat dilihat secara fisis dan dengan adanya perubahan PH yang tadinya bersifat asam <7 hingga memiliki PH netral yaitu 7. 4. Pengeringan Pengeringan dilakukan menggunakan pemanasan dengan magnetic sterrer dengan sekaligus dilakukan pengadukan untuk menjaga homogenitas larutan selama proses pengeringan berlangsung.
dimasukan ke dalam “furnace” dengan suhu 350oC selama 1 jam. 6. Kalsinasi
Gambar 7. Perlakuan suhu dan waktu pemanasan pada proses kalsinasi pada furnace. Setelah pirolisis bahan kemudian digerus sebelum dilakukan kalsinasi. Kalsinasi yang dilakukan berupa pemanasan sampel pada suhu 900oC selama 4 jam dengan menggunakan furnace. Proses ini bertujuan untuk menghilangkan kandungan bahan-bahan yang dapat diuraikan menjadi gas, karbonat dan air. Dan dilakukan sebanyak 3 kali kalsinasi dengan penggerusan setiap kali kalsinasi sebelum dilakukan proses kalsinasi berikutnya. 7. Pembentukan pelet sampel superkonduktor. Setelah mengalami kalsinasi, bahan yang masih berupa serbuk dipres selama 2 menit menggunakan alat press dengan tekanan 5ton/cm2 .kemudian akan terbentuk pellet berupa lingkaran dengan ketebalan kurang lebih 2-3 mm sampel superkonduktor.
5. Pirolisis Pirolisis adalah dekomposisi kimia bahan organik melalui proses pemanasan tanpa atau dengan sedikit oksigen, dimana bahan yang ada akan mengelami pemecahan stuktur kimia menjadi fase gas. Bahan
10
Gambar 8. Proses kompaksi serbuk bentuk silinder (German R. M, 1994).
8. Sintering
Gambar 9. Perlakuan suhu dan waktu pemanasan pada proses sintering pada furnace. Sintering yang dilakukan berupa pemanasan sampel di atas titik lelehnya pada bahan yang sudah berupa pelet. Proses pemanasannya dilakukan pada suhu 9500 kemudian ditahan pada suhu tersebut selama 20 jam dengan laju pemanasan dan pendinginan 300 C/jam. Setelah sintering sampel mengalami pengurangan luas total permukaan, volume bahan, dan terjadi proses rekristalisasi dan pertumbuhan butir partikel bersentuhan satu sama lain dan kontak antar partikel terjadi karena proses difusi atom-atom yang menghasilkan penyusutan sampel yang diiringi pengurangan porositas. Pada proses ini kekuatan bahan bertambah. 3.4 Pengujian Efek Meissner Salah satu indikasi suatu bahan terbukti memiliki sifat superkonduktor dapat dilakukan dengan menggunakan uji meisner, pengujian ini dilakukan dengan cara
meredam sampel superkonduktor di dalam nitrogen cair (T = 77K) dalam suatu wadah, kemudian magnet kuat berukuran kecil diletakkan diatas sampel, jika magnet kuat dapat melayang diatas sampel beberapa waktu, maka dapat disimpulkan bahwa sampel sudah terbukti merupakan bahan superkonduktor. Pengujian juga dapat dilakukan sebaliknya dengan mencelupkan bahan superkonduktor ke dalam nitrogen cair beberapa saat, kemudian sampel diletakan diatas sebuah magnet kuat yang besar. Ketika sampel dapat melayang diatas magnet, hal itu juga merupakan bukti bahwa sampel sudah memiliki sifat super konduktor.
3.5 Pengamatan Pola Difraksi Sinar-X Alat yang digunakan untuk mengukur pola difraksi sinar-x SHIMADZU tipe XD610. Metode yang digunakan adalah metode serbuk, dikarenakan bentuk serbuk akan memberikan puncak-puncak difraksi yang lebih banyak dibandingkan jika sampel tidak diserbukan. Prinsip difraksi adalah interaksi antara sinar-x dengan materi akan menghasilkan interferensi konstruktif berupa puncak-puncak intensitas jika sudut hamburan dan panjang gelombang sinar-x memenuhi hokum Bragg. Target yang digunakan adalah target Cu dengan panjang gelombang. γ= 1.540Å. Filter yang digunakan adalah filter Ni. Arus disetel pada 30 kV. Pengukuran dilakukan selangkah demi selangkah sejalan dengan berubahnya kedudukan detector (2θ) dan posisi sampel (θ) sehingga selalu terjadi peubahan terhadap sudut θ dan sudut 2θ dengan perbandingan yang selalu tetap. Lebar langkah (sterp width) disetel pada Δ (2θ) = 0,050. Pengukuran deprogram dengan posisi awal detector pada posisi sudut 300 dan berhenti pada posisi 900. Preset time = 1 detik. Pengamatan intensitas untuk setiap hamburan diolah langsung oleh system pengolah data Dp-61 yang merupakan bagian dari alat sinar-x. sebagai keluaran didapatkan pola difraksi, sudut puncak
11
difraksi (2θ), intensitas, dan jarak antar bidang (d). 3.6 Pengukuran Konduktivitas Pengukuran konduktivitas sampel menggunakan LCR meter. Fungsi LCR meter adalah untuk mengukur konduktivitas listrik suatu material, sebagai fungsi dari frekuensi dan temperatur pemanasan. Sampel YBCO dijepit dengan pengikat kaki konduktivitas, kemudian diukur dengan LCR meter dengan frekuensi 0,1 Hz - 100Hz dengan tegangan 20 mV. Pengukuran konduktivitas juga dilakukan dengan perubahan suhu, yaitu penurunan suhu dari suhu kamar 300 K hingga suhu Nitrogen cair 80 K dengan skala penurunan suhu 20 K. 3.7 Pengamatan Mikroskop Optik Mikroskop optik digunakan untuk mengetahui struktur superkonduktor yang terbentuk dari skala yang lebih kecil, untuk mengetahui struktur secara makro agar didapatkan hasil perbandingan secara fisis unsur-unsur pembentuk dari sebuah superkonduktor. Mikroskop optik terdiri dari beberapa komponen utama ; lensa objektif, lensa okuler, kondensor, sumber cahaya dan filter cahaya. Pada mikroskop optik terjadi peningkatan perbesaran, gambar pertama dari lensa objektif dan gambar dari lensa objektif dibesarkan oleh lensa okuler, bayangan yang terbentuk pada bayangan akhir mempunyai sifat yang sama seperti bayangan sementara, yaitu : semu, terbalik, dan diperbesar. Baik lensa objektif maupun lensa okuler yang terdapat pada mikroskop optik, keduanya merupakan lensa cembung. Secara garis besar lensa objektif menghasilkan suatu bayangan sementara yang mempunyai sifat semu, terbalik, dan diperbesar terhadap posisi benda mula-mula, kemudian yang menentukan sifat bayangan akhir selanjutnya adalah lensa okuler. Sebelum dilakukan pengamatan dengan mikroskop optik, superkonduktor tadi dihaluskan permukaannya dengan alat penghalus/amplas dengan tingkat kehalusan yang berbeda yang kemudian diberikan
alumina 0,5 mikron untuk memperkecil goresan agar pengamatan tidak terganggu dengan goresan yang terbentuk akibat penghalusan.
Gambar 10. Skema sistem kerja Mikroskop Optik. 3.8 Preparasi Sampel Untuk Pengamatan SEM Sebelum pengambilan gambar SEM sampel harus mendapatkan beberapa perlakuan terlebih dahulu yaitu: 1. Sampel hasil sintering dicuplik sebagian kecil, kemudian diletakkan pada sampel holder yang lebih dahulu diberi selotif pada bagian dasarnya (sample holder berbentuk tabung silinder terbuka terbuat dari paralon) 2. Sebelum diberi resin dan gel pengeras, cuplikan harus ditandai dan digambar agar tidak tertukar. 3. Dipersiapkan resin yang sebelumnya telah diberi gel pengeras, dilakukan pengadukan hingga kedua bahan tercampur. 4. Campuran resin dan gel yang telah dipersiapkan tadi dimasukan kedalam sample holder hingga sampel terendam seluruhnya. 5. Setelah campuran resin dan gel tadi mengeras. Selotip tempat melekatkan sampel dibuka. Sampel kemudian dipoles (polishing) secara bertahap dengan menggunakan amplas dengan tingkat kekasaran 1000, 1500, dan 2000 selama sekitar masing-masing 30 menit, hingga tidak terlihat adanya goresan (stracth) pada sampel saat diamati dengan mikroskop optic maupun mikroskop electron.
12
Untuk menampilkan bentuk struktur mikro sampel, cuplikan yang terdapat pada sample holder dietsa dengan larutan HCL yang telah diencerkan dengan aquades. Pengenceran dilakukan dengan mencampurkan HCL pekat (molaritas 0,5%) sebanyak 5cc dengan aquades sebanyak 20cc. proses pengenceran molaritas HCL pekat menjadi berkurang. Sesuai dengan rumus pengenceran V1M1=V2M2 5%cc x 0,5 = 25cc M2 M2 = 0,1% Artinya terjadi pengenceran terhadap HCL pekat 0,5% menjadi HCL dengan konsentrasi 0,1%. Proses etsa dilakukan dengan mencelupkan cuplikan kedalam larutan HCL yang telah diencerkan tadi kurang lebih 3 detik. Hal ini dilakukan karena proses etsa yang terlalu tajam dapat merusak batas butir cuplikan yang akan diambil topografi permukaanya dengan SEM.
karena sampel YBCO dicelupkan dlm Nitrogen cair dalam wadah sehingga T
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Telah dihasilkan 2 sampel pelet Superkonduktor YBCO-123 dengan ukuran diameter 1,538 cm dan ketebalan 0,243 cm. Kedua sampel tersebut selanjutnya di amati dengan magnet (efek meissner), XRD, LCR, MO, dan SEM. 4.1 Uji Efek Meissner Pada saat dilakukan pengujian efek Meissner pada bahan superkonduktor YBCO yang sudah berbentuk pelet dengan sebuah magnet, pada prinsipnya terjadi penolakan garis-garis magnet (eksklusi fluks). Magnet permanen cenderung terlempar keluar dari bahan ditunjukan dengan fenomena fisis berupa melayangnya magnet kecil (diameter 3mm) di atas sampel superkonduktor yang telah dikondisikan pada suhu kritis dengan dicelupkan pada Nitrogen cair . Pada kondisi melayangnya magnet, juga terjadi penjepitan fluks sehingga magnet melayang dengan daya angkat yang cukup tinggi yaitu dengan jarak kurang lebih 3-5 mm diatas sampel selama kurang lebih 31 detik (lama
Gambar 11. Fenomena magnet permanen melayang di atas superkonduktor. Eksklusi fluks terjadi karena pada saat medan eksternal diberikan pada superkonduktor akan menimbulkan arus pada permukaan sampel superkonduktor, arus ini yang kemudian menginduksikan medan magnet (B) di dalam sampel yang arahnya berlawanan dengan arah medan eksternal. Medan magnet eksternal akan ditolak dari dalam bahan. Sehingga secara fisis yang nampak adalah fenomena melayangnya magnet diatas sampel superkonduktor dan akan jatuh ketika terjadi kenaikan suhu hingga melewati titik kritisnya T>Tc, dan pada kondisi ini bahan super konduktor YBCO tadi kembali dalam keadaan normal.
13
4.2. Uji Struktur Kristal dengan XRD 4.2.1 Penentuan Jenis Superkonduktor secara manual dengan membandingkan dengan literatur pada JCPDF. Dengan mengambil 5 puncak tertinggi dalam senyawa-senyawa penyusun dan kemungkinan pengotor pada superkonduktor YBCO yang terbentuk (data diperoleh dari software JCPDF) didapatkan :
menggunakan
Tabel 3. Literatur Puncak-Puncak tertinggi Senyawa-senyawa pada literatur JCPDF.
Gambar 12. Pola difraksi YBCO sintering.
Senyawa
5 Puncak Tertinggi
Y (NO3)3
16,10
16,71
43,65
49,61
44,39
Ba(NO3)2
36,68
18,95
38,39
21,87
31,14
Ba(NO3)2
18,91
36,70
38,37
21,86
31,14
Cu8O8(NO3)
32,72
54,77
37,96
65,29
16,19
BaCuO2
29,28
28,44
40,02
41,88
49,29
Y2O3:
29,41
48,89
34,04
58,07
79,24
Y2O3:
29,15
48,54
57,62
33,78
20,49
BaO (1938):
27,86
32,53
46,53
55,29
77,55
BaO(1989):
31,91
50,52
40,58
52,29
28,31
BaO(1972):
48,02
28,87
33,41
57,01
59,51
BaO(1971):
41,17
35,34
28,40
29,07
60,54
CuO(1991):
38,47
35,22
48,59
61,33
67,85
CuO(1953):
35,55
38,73
35,45
38,92
48,76
Puncak-puncak distribusi tertinggi beberapa jenis superkonduktor YBCO sebagai literatur pembanding untuk menentukan jenis superkonduktor hasil sintesa dengan metode kopresipitasi :
Senyawa
5 Puncak Tertinggi
Y2Ba2CuO5
29,82
30,51
31,60
45,53
31,94
Y2BaxCuO4
31,44
31,17
30,42
41,76
46,38
YBa2Cu3O7
32,82
32,56
40,38
58,77
46,71
YBa2Cu3O6
32,43
32,79
47,06
58,32
38,29
YBa2Cu3O6,5
32,66
58,45
47,21
38,51
40,37
Pola difraksi YBCO hasil karakterisasi menggunakan XRD dari hasil sintering sintesa superkonduktor YBCO
kopresipitasi
:
hasil
Dari grafik diatas dapat diambil titiktitik puncak tertinggi yang terbaca pada hasil sintering YBCO dengan metode kopresipitasi adalah: Senyawa YBCO
5 Puncak Tertinggi 32,74
46,54
22,74
58,12
40,26
Dari membandingkan puncak-puncak yang terbentuk, dapat diperoleh data sebagai berikut : Tabel 5. Kemiripan Sampel YBCO hasil Kopresipitasi dengan literatur JCPDF. Pada Titik Puncak sampel YBCO
Senyawa 32,74
46,54
22,74
58,12
40,26
YBa2Cu3O7
32,82
46,71
-
58,26
40,38
YBa2Cu3O6,5
32,66
47,21
-
58,45
40,37
YBa2Cu3O6
32,79
47,06
-
58,32
-
-
-
21,87
-
-
Ba(NO3)2
Tabel. 4 Literatur pembanding puncak tertinggi YBCO pada JCPDF.
metode
Dengan melihat kemiripan puncakpuncak distribusi, maka dapat dilihat bahwa supekonduktor YBCO dengan metode kopresipitasi memiliki struktur hampir sama dengan YBa2Cu3O7 dan YBa2Cu3O6,5 dikarenakan keduanya dari 5 puncak yang diambil memilki 4 puncak yang nilainya hampir mendekati puncak YBCO Kopresipitasi. Selain itu juga terdapat beberapa puncak yang tidak umum atau tidak ada kemiripan dengan literature pola distribusi puncak pada YBCO, puncakpuncak yang tidak umum tadi di indikasikan
14
adalah senyawa pengotor atau sisa-sisa senyawa pembentuk superkonduktor yang menjadi senyawa baru, dan dengan melihat koordinat puncaknya maka diindikasikan senyawa itu adalah Ba(NO3)2 pada puncak yang terbentuk pada 22,74.
4.2.2 Hasil Preparasi Bahan Perovskite YBCO. 1. Hasil analisis dengan metode Rietveld dengan parameter input fasa-123 pada cuplikan hasil kalsinasi (Gambar 13) menunjukkan bahwa posisi puncak-puncak difraksi hasil observasi sebagian besar sudah bersesuaian dengan posisi puncak-puncak fasa-123 yang ditunjukkan dengan garisgaris pendek vertikal. Namun, profile intensitas hasil observasi belum berimpit dengan profile intensitas hasil kalkulasi. Dari data tersebut data disimpulkan bahwa pada cuplikan hasil kalsinasi sudah terbentuk fasa-123, walaupun belum sempurna. Data parameter struktur hasil analisis ditunjukkan pada Tabel 6. Diperoleh data parameter kisis: a = 3,903(2) Å; b = 3,880(2) Å; c = 11,690(9) Å. Tabel 6. Data parameter struktur fasa-123 pada cuplikan produk kalsinasi. Faktor hunian atom, gj Y 1,0 Ba 1,0 Cu(1) 1,0 Cu(2) 1,0 O(1) 0,63 O(2) 0,01 O(3) 1,0 O(4) 1,0 O(5) 1,0 Atom
Koordinat atom X Y
Z
0,5 0,5 0,0 0,0 0,5 0,0 0,0 0,0 0,5
0,5 0,141(4) 0,0 0,323(7) 0,0 0,0 0,12(4) 0,23(3) 0,40(4)
0,5 0,5 0,0 0,0 0,0 0,5 0,0 0,5 0,0
fraksi
Gambar 13. Prekursor perovskite YBCO produk kalsinasi.
Gambar 14. Profil pola difraksi sinar-x dari cuplikan produk sinter. Data pola difraksi sinar-x dari cuplikan YBCO hasil proses sinter ditunjukkan pada Gambar 14. Gambar tersebut adalah hasil analisis kualitatif dengan metode Rietveld. Tampak bahwa profil pola difraksi hasil observasi berimpit dengan profil pola difraksi hasil kalkulasi. Dengan faktor R, berturut-turut Rwp = 18,48, Rp = 14,1, Re = 15,54, Ri = 10,61, dan Rf = 8,82. Ini berarti bahwa fasa tunggal fasa-123 telah terbentuk dengan sempurna. Struktur kristal superkonduktor YBCO dibangun oleh unsur-unsur Y, Ba, Cu, dan O berturut-turut sebanyak 1, 2, 3, dan (7-x) mol per sel satuan, dimana 0,0 < x < 0,5; Dan diperoleh data parameter kisi untuk hasil Sintering : a = 3.8888(4) Å, b = 3.8265(3) Å, c = 11,6872(8) Å. Sedangkan sistem kristal ortorombik, grup ruang : Pmmm (Volume I, Nomor 47 pada International Tables for Crystallography), parameter kisi a = 3,887(5) Å, b = 3,858(5) Å, c = 11,70(1) Å, dan α = β = γ = 90°.
15
Tabel 7. Data parameter struktur fasa-123 pada cuplikan produk sintering. Faktor hunian atom, gj Y 1,0 Ba 0,8(1) Cu(1) 1,0 Cu(2) 1,0 O(1) 0,63 O(2) 1,0 O(3) 1,0 O(4) 1,0 O(5) 1,0 Atom
Koordinat fraksi atom X Y Z
0,5 0,5 0,0 0,0 0,5 0,0 0,0 0,0 0,5
0,5 0,5 0,0 0,0 0,0 0,5 0,0 0,5 0,0
0,5 0,137(5) 0,0 0,328(7) 0,0 0,0 0,06(4) 0,30(5) 0,34(5)
(a)
4.3 Pengukuran konduktivitas (σ) dan suhu kritis (Tc)
(b) Gambar 15. Konduktivitas sampel YBCO. . Dalam pengukuran konduktivitas dengan menurunkan suhu dengan skala penurunan 20 Kelvin, didapatkan data yang berfluktuasi terhadap kenaikan dan penurunan konduktivas sebelum mencapai suhu 100 K. Setelah mencapai suhu 100 K ke suhu 80 K terjadi loncatan kenaikan Konduktivitas yang cukup tinggi yaitu yang semula 42 x 10-5 S/cm pada 100 K menjadi 260 x 10-5 S/cm pada suhu 80 K. Sehingga suhu kritis adalah suhu ketika loncatan terjadi yaitu pada daerah 100 K. Dengan meningkatnya konduktivitas memiliki arti juga bahwa resitivitas juga semakin berkurang dan sampel semakin menampakan sifat superkonduktor ketika T
(c) Gambar 16. Stuktur YBCO dengan pengamatan mikroskop Optik dengan perbesaran: a) 50x, b)100x, c)200x. Dengan melihat hasil foto dari mikroskop optik dengan perbesaran 50x, 100x dan 200x dapat dilihat adanya Variasi penyusun senyawa superkonduktor, antara lain : Warna bercak hitam, warna putih, dan
16
beberapa warna yang bercahaya, dalam hal ini dapat terlihat warna putih merupakan yang paling dominan diantara warna-warna yang lain, dan warna hitam merupakan warna no 2 yang mendominasi, warna hitam lebih terlihat seperti matriks-matriks yang mengisi, sedangkan warna yang mengkilap lebih seperti garis-garis tipis atau titik-titik yang tersebar keseluruh bagian superkonduktor, kalau dilihat dari perbandingan penyusunya yang diidentifikasi dengan perbandingan warna tadi maka penyusun terbesar adalah warna putih, kemudian warna hitam (gelap) dan sisanya adalah warna yang mengkilap/bercahaya. Dari penggambaran yang ditunjukan oleh mikroskop optik, memang tidak dapat melihat struktur konduktor secara mikro yaitu sampai melihat unsur-unsur apaa yang terlihat yang diwakili dengan warna-warna yang berbeda, namun dengn hasil foto mikroskop optik dapat terlihat sebaran unsur pada superkonduktor cukup merata atau dapat disimpulkan kemudian adalah kualitas homogenitas sebuah superkonduktor yang terbentuk. Sampel superkonduktor hasil kopresipitasi ini dapat terlihat sebaran yang cukup merata yang diidentifikasi dengan warna-warna tadi yang tersebar cukup merata sehingga dapat disimpulkan untuk homogenitas unsur-unsur pembentuk superkonduktor sudah cukup tinggi.
c). (b)
(c)
4.5 pengamatan struktur mikro dengan SEM. Dari hasil pengujian struktur mikro dengan menggunakan sem didapatkan hasil: (d) Gambar.17. Pengamatan Struktur YBCO dengan SEM perbesaran a) 1000x, b)1500x, c)2000x, d)5000x. Dari gambar dengan 4 variasi pembesaran yang didapatkan dapat terlihat bahwa ada distribusi yang acak pada bahan, sehingga homogenitas bahan terindikasi cukup tinggi. Pada hasil yang tertera pada hasil analisa kuantitatif unsur pada SEM (a)
17
dihasilkan perbandingan unsur pembentuk yang cukup mendekati stokiometri.
O yang melebihi agak banyak perbandingan dengan ungsur lain. Pembentukan fasa yang kurang sempurna ini yang mengakibatkan berkurangnya daya hantar pada sampel Superkonduktor yang terbentuk.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Gambar 18. Grafik analisa kuantitatif pada pengamatan 4 titik yang berbeda. Dari hasil analisa kuantitatif dari pengamatan 4 titik didapatkan perbandingan antar atom dengan perbandingan Y= 5,375 Ba=10,56, Cu= 16,08 dan O= 49,28. Perbandingan tersebut sudah mendekati stokiometri, dengan mengambil Y sebagai pembanding awal dengan 1 diwakili oleh 5,375. Dari hasil tersebut hanya pada unsur
Kesimpulan Dari semua hasil percobaan dan data yang didapatkan selama penelitian dapat disimpulkan : Telah berhasil disintesa superkonduktor dengan metode kopresipitasi yang melalui proses pirolisis, kalsinasi, dan sintering. Berhasil terbentuknya superkonduktor YBCO tersebut ditandai dengan adanya pengujian efek meissner dan dapat teramati dengan adanya fenomena melayangnya sampel YBCO yang terbentuk diatas magnet permanen setelah sebelumnya sampel dicelupkan dalam Nitrogen cair untuk mencapai suhu kritis (Tc). Uji Struktur dengan XRD juga didapatkan Struktur sampel yang terbentuk memiliki kemiripan degan literatur YBCO pada JCPDF dan Profil pola difraksi hasil observasi yang berimpit dengan hasil kalkulasi yang berarti bahwa fasa tunggal fasa-123 telah terbentuk sempurna. Pada uji konduktivitas didapatkan kenaikkan tiba-tiba konduktansi superkonduktor pada suhu nitrogen cair yang berarti suhu telah melewati suhu kritis (Tc) superkonduktor. Pada pengamatan dengan SEM homogenitas sampel yang terbentuk juga terlihat dengan perbandingan unsur pembentuk superkonduktor yang mendekati stokiometri pada beberapa titik pengamatan. Suhu kritis (Tc) superkonduktor yang terbentuk berada pada loncatan awal konduktivitas yaitu pada suhu 100 K, yang juga menunjukan adanya turunya hambatan, sehingga sifat penghantar super (superkonduktor) terbentuk. Kemampuan bahan superkonduktor sangat dipengaruhi oleh homoginitas yang terbentuk, stokiometri larutan, dan fasa non superkonduktor yang terkandung pada sampel.
18
Saran Untuk mendapatkan superkonduktor yang baik : 1. Adanya homoginitas yang tinggi, yang prosesnya dilakukan diawal yaitu pencampuran secara bersamasama bahan pembentuk superkonduktor yang dapat dilakukan lebih lama ( >12 jam) . 2. Pada proses pencetakan sampel, diusahakan agar sampel mempunyai kerapatan tinggi namun tidak mudah pecah (tekanan 5 ton/cm2 selama 12 menit).
19
DAFTAR PUSTAKA Barmawi, M. 1998. Deposition on HTS Thin Films, Work Shop on HTS, ITBBandung, 5-6 Oktober 1998. Bednorz & K.Amuller.1986.Z.PhysB 64, 189 Bourdillon, A. & Bourdillon, N. X. 1994. High Temperatur Superconductor. Academic Press, New York. Dahl, P.F. 1992. Superconductivity, Its Historical Roots and Development From Mercury to the Ceramic Oxide. American Institute of Physics, New York. Kittel, C. 1996. Introduction to Solid State Physics. Seventh Edition. John Willey & Sons Inc, New York.
Pelaksanaan, Serpong 22 Agustus 2000. Sukirman, E. 2000. Superkonduktor Teori dan Prospek Masa Depan. Puslitbang Ilmu Pengetahan dan Teknologi Bahan, BATAN. S, Yayan. 1999. Analisis Struktur Kristal Kalsit (CaCo3) Dengan Metode Rietveld. Skripsi. Jurusan Fisika FMIPA, Bogor. Uchimoto, T. & Miya, K. 1999. Application of High-Temperature Superconductors to Enhance Nuclear Fusion Reactors, Japan, 92-103. Van Vlack, L. H. 1991. Ilmu dan Teknologi Bahan (Ilmu Logam dan Bukan Logam). Edisi ke-5. Terjemahan Sriati. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Raveau, B. 1992. Devect and Superconductivity in Layered Cuprates. Physics Today hlm 53-58. Regnault L. P, Press Physica B (1995) 166175. Rose-Innes, A. C. dan Rhoderick, E. H. 1969. Introduction To Superconductivity, 1st Edition, Pergamon Press Ltd., Oxford-London. Smith, W. F. 1990. Principles Of Materials Science And Engineering. Second Edition. McGraw-Hill Book Co, Singapore. Sukirman, E. 1991. Pengaruh Distribusi Kekosongan Oksigen Pada Superkonduktivitas YBa2Cu3O7-x. Tesis. Program Studi Ilmu Bahan Program Pascasarjana. Universitas Indonesia, Jakarta. Sukirman, E, et al. 2000. Peragaan Fenomena Superkonduktivitas untuk SMU dan Universitas, Petunjuk
20
LAMPIRAN
21
LAMPIRAN 1 LITERATUR JCPDF Kemungkinan Senyawa Pengotor yang terbentuk
22
23
24
25
26
Senyawa-senyawa YBCO 27
28
29
30
Lampiran 2 Pola difraksi YBCO Hasil Pirolisis
Hasil Kalsinasi
HasilSintering
31
t= d= A= K=t/A
cm cm 2 cm -1 cm
Lampiran 3 Data konduktivitasi sampel YBCO Kopresipitasi untuk beberapa frekuensi ,243 1.538 18.554 1,30969E-05
32
33