Prosiding Skripsi Semester Gasal 2009/2010
SK-06
SINTESIS OKSIDA PEROVSKIT La1-xSrxCoO3-δ MENGGUNAKAN METODE KOPRESIPITASI TANPA AGEN PENGENDAP DAN KARAKTERISASINYA Endah Yuliyanti*, Hamzah Fansuri1) Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
ABSTRAK Oksida perovskit La1-xSrxCoO3-δ (x=0,1-0,5) disintesis menggunakan metode kopresipitasi tanpa penambahan agen pengendap. Oksida tersebut dianalisis strukturnya menggunakan difraksi sinar-x sedangkan analisis komposisinya menggunakan ICPS. Berdasarkan pola difraksi sinar-x yang diperoleh, diketahui bahwa oksida hasil sintesis belum diperoleh fasa murni perovskit. Fasa pengotor yang muncul yaitu La2O3, La(OH)3, La2SrOx dan Co3O4. Berdasarkan hasil analisis ICPS, komposisi yang paling mendekati komposisi yang dikehendaki yaitu pada LSC 64 dimana diperoleh La0,32Sr0,36CoO3-δ. Walaupun komposisi lantanum jauh lebih kecil dari yang dikehendaki, namun komposisi stronsium dan kobalt relatif sama dengan oksida perovskit yang diinginkan. Sedangkan komposisi yang paling jauh dari komposisi yang dikehendaki yaitu LSC 91 yang diperoleh hasil La0,38Sr0,07CoO3-δ. Analisis komposisi LSC 91 juga dilakukan menggunakan XRF sebagai metode pembanding dan diperoleh hasil La1,33Sr0,18CoO3-δ. Kata kunci : perovskit, katalis, kopresipitasi
ABSTRACT Perovskite-type, La1-xSrxCoO3-δ (x=0,1-0,5) have prepared by coprecipitation method without precipitating agent. That oxide were characterized by X-Ray Diffraction (XRD) and Inductively Coupled Plasma (ICP). The XRD pattern shows the result was not pure perovskite phase. Presence of impurity were detected such La2O3, La(OH)3, La2SrOx dan Co3O4. ICPS results shows the results obtained are almost similar to the nominal values, although lanthanum amount is lower than the theoretical one. The elemental composition which nearest from the truth is La0,2Sr0,45CoO3-δ that reveals La0,6Sr0,4CoO3-δ. and the worst result is La0,32Sr0,36CoO3-δ that confirms as La0,9Sr0,1CoO3-δ. For comparing, XRF method have used for elemental composition analysis and the results is La1,33Sr0,18CoO3-δ. Keywords: perovskite, catalyst, coprecipitation
PENDAHULUAN Katalis merupakan suatu zat yang mempercepat laju reaksi kimia pada suhu tertentu, tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri (Twigg, 1989). Suatu katalis berperan dalam reaksi tetapi bukan sebagai pereaksi ataupun produk. Katalis sangat berperan penting, hal ini disebabkan 90% industri kimia yang melibatkan pembuatan produk makanan, bahan bakar, polimer, tekstil dan obat-obatan menggunakan katalis. Katalis juga dapat digunakan sebagai bahan baku untuk mempersiapkan material baru (Nur, 2008). * Corresponding
author, Phone: 0857 4953 2837 Email :
[email protected] Alamat sekarang: Jur Kim, Fak MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. 1)
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
Perovskit lantanum stronsium kobalt oksida (La1-xSrxCoO3-δ atau dapat disingkat LSC) telah menjadi subyek yang menarik bagi para peneliti (Ovenstone dkk., 2008; Sogaard dkk., 2006) dalam kaitannya sebagai bahan membran untuk pemisahan gas (Kim dkk., 2005), bahan katoda sel bahan bakar padatan oksida (Solid Oxide Fuel Cell) dan katalis (Bialobok dkk., 2007; Mundschau dkk., 2008). Untuk berbagai keperluan dan terutama untuk bahan membran, sifat LSC yang sangat diminati oleh para peneliti yaitu banyaknya ketersediaan ruang kosong untuk anion oksigen sehingga memudahkan terjadinya mobilitas ion oksigen (Tsipis dkk., 2005). Selain itu, LSC memiliki aktivitas katalis dalam lingkungan reduksi yang lebih tinggi daripada lantanum stronsium besi oksida atau
lantanum stronsium mangan oksida (Sogaard dkk., 2006). Bermacam metode telah digunakan dalam pembuatan oksida LSC, diantaranya yaitu metode solidstate (Ovenstone dkk., 2008; Mundschau dkk., 2008) dan metode glisin-nitrat (Sogaard dkk., 2006; Kharton dkk., 2006). Kedua metode tersebut memerlukan suhu kalsinasi yang relatif tinggi dalam proses sintesis logam oksidanya yaitu di atas suhu 1000 oC. Selain itu, sebagaimana telah dilaporkan oleh Mundschau dkk. (2008) hasil sintesis LSC melalui metode solid-state belum sepenuhnya murni karena masih terdapat oksida prekursornya (Co3O4). Metode lain yang dapat digunakan untuk mensintesis oksida LSC adalah kopresipitasi. Metode kopresipitasi telah banyak dilakukan untuk mensintesis oksida logam. Junwu dkk. (2007) melaporkan bahwa oksida perovskit LaCoO3 dapat disintesis melalui metode kopresipitasi dengan suhu kalsinasi hanya 600 o C dan tanpa ada satupun pengotor yang terdeteksi. Berdasarkan studi literatur yang telah dilakukan, sintesis LSC menggunakan metode kopresipitasi ini belum banyak diulas. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi lebih lanjut terkait dengan perovskit lantanum stronsium kobalt oksida. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberhasilan metode kopresipitasi untuk mensintesis perovskit LSC dan kesesuaian komposisinya seperti yang dikehendaki. Metode kopresipitasi dilakukan tanpa penambahan agen pengendap. Endapan hasil kopresipitasi ini diperoleh dengan teknik penguapan. Dengan demikian, komposisi material yang dicampurkan pada awal sintesis sama dengan komposisi perovskit yang terbentuk, karena pada dasarnya tidak ada material dalam proses sintesis yang hilang ataupun berkurang. Oksida perovskit La1-xSrxCoO3-δ yang disintesis difokuskan hanya pada variasi x=0,1-0,5 dengan interval 0,1. Hal ini merujuk pada perovskit induk LaCoO3.
TINJAUAN PUSTAKA Perovskit La1-xSrxCoO3-δ (LSC) Perovskit merupakan oksida logam yang memiliki rumus umum ABO3 dengan A adalah ion-ion logam blok s-, d-, atau f- yang berukuran lebih besar sedangkan B merupakan ion-ion logam transisi (TienThao dkk., 2007). Jumlah muatan kation A dan B adalah +6, yang dapat tersusun dari kation yang bermuatan (1+5), (2+4) atau (3+3), hal tersebut agar terjadi keseimbangan muatan dengan muatan negatif 6 yang dibawa oleh tiga ion oksigen (Wold, 1993).
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
Gambar 1. Struktur umum kisi oksida perovskit ABO3 (Zeng dkk., 2007) Beratus bahan dengan rumus ABO3 dengan struktur perovskit atau versi terdistorsinya telah ditemukan (Ismunandar, 2004). Munculnya fasa-fasa perovskit yang terdistorsi tersebut diakibatkan oleh kestabilan struktur perovskit yang relatif tinggi sehingga substitusi isomorfis dengan menggunakan kation-kation sejenis atau yang berukuran sama sangat mungkin dilakukan (Tien-Thao dkk., 2007). Struktur perovskit dikatakan stabil apabila memiliki faktor toleransi t sekitar 0,75-1, dimana
rA + rO t = rA, rB dan rO merupakan jari-jari 2 (rB + rO)
ion dari A3+, B3+ dan O2- dalam kristal sedangkan t merupakan kesatuan untuk perovskit kubus ideal. Struktur perovskit tersebut stabil dalam bentuk oktahedral sampai dodekahedral (Pecchi dkk., 2007). Subtitusi parsial dapat dilakukan dengan mengacu pada rumus A1-xA’xB1-yB’yO3 (Royer dkk., 2005). Substitusi parsial pada kation La3+ telah banyak dilakukan baik dengan kation yang bervalensi sama maupun berbeda, seperti Sr2+ (Wei dkk., 2008), Ca2+ (Merino dkk., 2005), dan Ce4+ (Bialobok dkk., 2008). Substitusi tersebut sangat berpengaruh terhadap jumlah vacancy/kekosongan oksigen (mengakibatkan terjadinya cacat kristal) dan mobilitas oksigen pada oksida (Tsipis dkk., 2005). Berdasarkan penelitian-penelitian yang sudah dilakukan tersebut, peneliti tertarik untuk menggunakan kation Sr2+ sebagai subtituen kation La3+ dalam perovskit LaCoO3. Kation Sr2+ ini telah terbukti dapat memberikan kekosongan oksigen sehingga memungkinkan terjadinya mobilitas oksigen (Mundschau dkk., 2008), sifat inilah yang mendukung untuk nantinya dapat dikembangkan lebih lanjut ke arah penggunaan katalis sekaligus membran pada reaktor membran katalis.
METODOLOGI Peralatan dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu oven, furnace, hot plate, pengaduk magnetik, beker gelas, labu ukur, pipet, cawan penguap dan neraca analitik. Instrumen karakterisasi yang digunakan yaitu DTA/TGA (Setaram Setsys-1750), Difraksi sinarx (X’Pert Pro diffractometer, Philips), ICPS (Inductively Coupled Plasma Spectroscopy) dan XRF (X-Ray Fluorescence). Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah La2O3 (Merck, 99,5%), Co(NO3)2.6H2O (Merck, 99%), Sr(NO3)2 (Merck, 99%), larutan asam nitrat (Mallinckrodt, 68%), larutan asam klorida (Mallinckrodt, 32%) dan aquades serta aqua-demin. Semua bahan kimia yang digunakan berkualitas pro analis (p.a.).
Prosedur Penelitian Sintesis Oksida Perovskit La1-xSrxCoO3-δ Oksida perovskit La1-xSrxCoO3-δ (x=0,1-0,5) disintesis menggunakan metode kopresipitasi sebagaimana dilakukan oleh Junwu et al. (2007) tanpa penambahan agen pengendap. Langkah pertama yang dilakukan pada proses sintesis La0,9Sr0,1CoO3-δ yaitu menimbang serbuk putih La2O3 sebanyak 3,65 g. Serbuk La2O3 tersebut kemudian dilarutkan ke dalam 93,2 mL larutan asam nitrat 1 M menghasilkan larutan jernih lantanum nitrat. Proses pelarutan dilakukan menggunakan pengaduk magnetik pada suhu ruang agar reaksi berjalan sempurna. Larutan La(NO3)3.xH2O tersebut kemudian diuapkan sampai tersisa 25 mL larutan. Garam Sr(NO3)2 ditimbang sebanyak 0,53 g lalu dilarutkan ke dalam 0,2 mL aquades menghasilkan larutan jernih stronsium nitrat. Sedangkan garam Co(NO3)2.6H2O ditimbang sebanyak 7,284 g kemudian dilarutkan ke dalam 2,8 mL aquades menghasilkan larutan merah kobalt nitrat. Ketiga larutan logam-nitrat tersebut kemudian dicampurkan sambil diaduk sampai reaksi berlangsung sempurna. Campuran ini lalu diuapkan di atas hot plate pada suhu 85 oC sampai terbentuk kristal ungu kehitaman. Kristal yang diperoleh dikeringkan 100 oC di dalam oven selama 2 jam. Produk yang didapatkan digerus halus sehingga produk akhir berupa serbuk. Serbuk tersebut dianalisis DTA-TGA untuk memperoleh suhu kalsinasi yang sesuai untuk mengubahnya menjadi oksida perovskit. Analisis dilakukan dengan laju pemanasan 10 oC/menit dalam atmosfir udara. Langkah terakhir dari proses sintesis ini yaitu mengkalsinasi cuplikan pada suhu 750 oC selama total waktu 5 jam. Tahapan sintesis yang persis sama juga dilakukan untuk sintesis oksida La0,8Sr0,2CoO3-δ, La0,7Sr0,3CoO3-δ, La0,6Sr0,4CoO3-δ dan La0,5Sr0,5CoO3-δ. Massa bahan-bahan yang digunakan sesuai dengan variasi komposisi tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Massa bahan berdasarkan hasil perhitungan untuk sintesis La1-xSrxCoO3-δ Sr(NO3)2 Co(NO3)2. Komposisi La2O3 (g) (g) 6H2O (g) La0,9Sr0,1CoO3-δ 3,65 0,53 7,25 La0,8Sr0,2CoO3-δ 3,32 1,08 7,42 La0,7Sr0,3CoO3-δ 2,97 1,65 7,57 La0,6Sr0,4CoO3-δ 2,64 2,29 7,86 La0,5Sr0,5CoO3-δ 2,20 2,86 7,86 Karakterisasi Oksida La1-xSrxCoO3-δ Padatan hasil sintesis dikarakterisasi menggunakan metode Difraksi sinar-x dan ICPS. Analisis difraksi sinar-x dilakukan dengan radiasi CuKα pada panjang gelombang (λ) sebesar 1,541 nm dengan rentang sudut 2θ, 10-40o. Analisis difraksi sinar-x ini untuk menentukan fasa oksida perovskit yang terbentuk dari proses sintesis. Analisis ICPS dilakukan untuk menentukan komposisi oksida yang terbentuk. Selain itu, analisis komposisi menggunakan XRF juga dilakukan sebagai perbandingan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Oksida Perovskit La1-xSrxCoO3-δ Oksida perovskit La1-xSrxCoO3-δ (x=0,1-0,5) disintesis menggunakan metode kopresipitasi sebagaimana yang telah dilakukan oleh Junwu dkk. (2007) tanpa penambahan agen pengendap. Dengan demikian, komposisi material yang dicampurkan pada awal sintesis sama dengan komposisi perovskit yang terbentuk, karena pada dasarnya tidak ada material dalam proses sintesis yang hilang ataupun berkurang. Secara umum, sintesis oksida perovskit menggunakan metode kopresipitasi melibatkan tahaptahap berikut: a. Pencampuran pereaksi-pereaksi ke dalam larutan, b. Penghilangan pelarut untuk memperoleh campuran kation dengan satu atau lebih anion, c. Pemanasan gel atau serbuk yang dihasilkan untuk menginduksi reaksi dan menghasilkan produk yang diinginkan (Ismunandar, 2004). Sintesis La1-xSrxCoO3-δ (x=0,1-0,5) diawali dengan pembuatan larutan dari pereaksi-pereaksi yaitu lantanum oksida, stronsium nitrat dan kobalt nitrat. Lantanum oksida digunakan sebagai sumber ion La3+, stronsium nitrat sebagai sumber ion Sr2+, dan kobalt nitrat sebagai sumber ion Co2+. Serbuk putih La2O3 dilarutkan dalam asam nitrat 1 M menghasilkan larutan jernih La(NO3)3. Penggunaan HNO3 sebagai pelarut mengacu pada sifat La2O3 yang dapat larut dalam larutan asam encer (Windholtz, 1983). Volume HNO3 yang digunakan untuk melarutkan La2O3 relatif banyak. Larutan jenuh dapat diperoleh dengan penguapan pada suhu 85 oC. Reaksi pada proses pelarutan lantanum (III) oksida dalam asam nitrat 1 M dapat ditulis sebagai berikut: La2O3 (s) + 6HNO3 (aq)→ 2La(NO3)3 (aq)+ 3H2O (l) Larutan stronsium nitrat dibuat dengan melarutkan garam Sr(NO3)2 ke dalam aquades. Larutan
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
Setelah padatan hasil reaksi kopresipitasi diperoleh, padatan tersebut kemudian dikalsinasi pada suhu 750 oC selama total waktu 5 jam. Kalsinasi ini bertujuan untuk menghilangkan molekul air dan senyawa nitrat yang terdapat pada padatan sehingga dapat diperoleh oksida perovskit yang dikehendaki. Reaksi yang terjadi pada proses kalsinasi dapat dituliskan sebagai pembentukan oksida yang disertai proses dehidrasi dan pelepasan gasgas NxOy. ∆ (aq) → aLa(NO3)3.bSr(NO3)2.Co(NO3)2.cH2O LaaSrbCoO3 (s) + cH2O (g) + 3NxOy (g) dimana, a dan b adalah variasi komposisi; c adalah jumlah air yang terikat; NxOy merupakan gas-gas persenyawaan nitrat yang terlepas akibat penguraian molekul nitrat itu sendiri. Kristal yang sudah melewati tahap pengeringan kemudian digerus sampai halus. Serbuk yang diperoleh melalui penggerusan tersebut selanjutnya dikarakterisasi menggunakan DTA-TGA. Berdasarkan data DTA-TGA, cuplikan dikalsinasi pada suhu 750 oC selama total waktu 5 jam dimana setiap interval 2 jam dilakukan penggerusan. Penggunaan suhu kalsinasi 750 oC telah sesuai dengan data TGA dimana dikatakan pada suhu setelah 600 oC tidak lagi
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
Karakterisasi Oksida La1-xSrxCoO3-δ Analisis DTA-TGA telah dilakukan pada oksida La0,9Sr0,1CoO3-δ dengan massa awal cuplikan yang digunakan sebesar 37,8 mg. Hasil analisis DTATGA La0,9Sr0,1CoO3-δ ditampilkan pada Gambar 2. Berdasarkan kurva TGA pada Gambar 2 tersebut dapat diketahui bahwa terjadi perubahan berat oksida pada suhu tertentu, dimana terjadi tiga pengurangan berat yang signifikan. Pengurangan berat pertama kali terjadi sebelum suhu 250 oC yaitu ∆m1 sebesar 32,286 %. Hal ini didukung dengan kurva DTA yang menampilkan 4 puncak endotermis yaitu pada suhu 114,38 oC, 158,55 o C, 207,2 oC dan 240,16 oC. Proses ini dikaitkan dengan proses hilangnya air permukaan selama proses dehidrasi dan terlepasnya air oklusi yang terjebak di dalam oksida (Berchmans dkk., 2008). Air permukaan atau yang sering dikenal sebagai air fisis merupakan suatu kenampakan fisik dimana air berfungsi sebagai pelarut. Air ini memiliki titik didih pada 100 oC sehingga dapat menguap pada suhu di atas titik didihnya (Daintith, 2004). 10
5
0
0
-10 ∆m1
-20
DTA
-30
-5 -10
∆m2
-40
∆m3
-50 -60 0
-15
aliran panas (mikro V)
aLa(NO3)3 (aq) + bSr(NO3)2 (s) + Co(NO3)2 (s) + H2O (l) → La(NO3)3.Sr(NO3)2.Co(NO3)2.cH2O (aq)
terjadi perubahan berat. Fenomena ini mengindikasikan senyawa perovskit dalam mulai terbentuk pada suhu ini.
hilang berat (%)
kobalt nitrat dibuat dengan melarutkan Co(NO3)2.6H2O ke dalam aquades. Larutan kobalt nitrat ini berwarna merah. Kedua proses pelarutan ini tidak memerlukan air yang banyak karena kedua garam tersebut bersifat higroskopis sehingga kelarutannya dalam air relatif tinggi (Windholtz, 1983). Oleh karena itu, tidak diperlukan penguapan seperti pada larutan La(NO3)3. Penggunaan larutan jenuh pada metode kopresipitasi ini dapat dijelaskan bahwasanya proses presipitasi atau pengendapan lebih mudah terjadi pada larutan yang telah jenuh oleh ion-ion dari pelarut, terlebih lagi apabila luas bidang permukaan diperbesar (Ismunandar, 2004). Perbandingan stoikiometri yang akurat pada metode ini sering tidak dapat dipertahankan. Hal ini karena kontrol terhadap proses pengendapan itu sendiri sulit dilakukan, terlebih apabila kecepatan pengendapan masing-masing reaktan yang digunakan tidaklah sama. Perbedaan kecepatan pengendapan tersebut sering mengakibatkan terbentuknya larutan superjenuh (West, 1984). Ketiga larutan logam-nitrat yang diperoleh dicampurkan sambil diaduk perlahan-lahan. Campuran tersebut kemudian diuapkan pada suhu 85 oC sampai seluruh pelarut menguap menghasilkan kristal ungu kehitaman. Kristal ini selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 100 oC selama 2 jam. Reaksi kimia yang terjadi pada proses sintesis dapat dituliskan sebagai berikut:
TGA -20 100 200 300 400 500 600 700 800 suhu (derajat C)
Gambar 2. Kurva DTA-TGA pada La0,9Sr0,1CoO3-δ. Pengurangan berat terus terjadi sepanjang rentang suhu antara 250 sampai 400 oC yaitu ∆m2 sebesar 13,1 %. Hal tersebut mengindikasikan adanya proses penguraian molekul-molekul nitrat (Merino dkk., 2005). Hal ini didukung dengan munculnya puncak eksotermis pada 257,93 oC. Puncak endotermis pada suhu 371,34 oC diidentifikasikan sebagai pelepasan air kristal dari kisi-kisi kristal oksida. Molekul air kristal ini berada di dalam senyawa kristalin dalam proporsi tertentu. Molekul ini dapat mengisi kedudukan kisi kristal begitu saja atau membentuk ikatan dengan anion atau kation yang ada (Daintith, 2004). Pemutusan ikatan yang terjadi antara molekul air dengan kristal ini memerlukan energi yang lebih besar daripada proses pelepasan air fisis dan air oklusi sehingga puncak endotermis yang muncul sangat tajam. Pengurangan berat ketiga terjadi setelah suhu 400 sampai 550 oC yaitu ∆m3 sebesar 10,01 %. Puncakpuncak lemah eksotermis yang muncul diantara suhu 400 sampai 450 oC diduga sebagai efek dari proses pelelehan garam-garam nitrat yaitu pada suhu 400,26 dan 442,77 oC. Puncak endotermis diantara suhu 450 dan 600 oC merupakan dampak pelepasan gas-gas lain
yang diduga sebagai gas persenyawaan nitrat seperti NO2, NO3 dan N2O5. Di atas suhu 600 oC tidak terjadi pengurangan berat lagi sehingga dapat dikatakan bahwa proses pembentukan fasa perovskit dimulai pada suhu ini. Hal ini juga didukung oleh munculnya puncak eksotermis pada suhu 600 oC. Struktur perovskit La1-xSrxCoO3-δ (x=0,1-0,5) ditentukan menggunakan difraksi sinar-x dengan panjang gelombang (λ) radiasi CuKα sebesar 1,541 nm pada rentang 2θ, 10-40o. Pola difraksi sinar-x yang diperoleh ditunjukkan pada Gambar 3. Pola difraksi La1-xSrxCoO3-δ yang dikalsinasi selama total waktu 5 jam menunjukkan kemurnian fasa perovskit yang terbentuk masih relatif kecil. Hal tersebut dapat dipastikan berdasarkan kemunculan puncak-puncak selain puncak karakteristik fasa perovskit induk LaCoO3 pada sudut 23o dan 33o (Junwu dkk., 2007) yaitu puncak La2O3, La(OH)3, La2SrOx dan Co3O4. Puncak La(OH)3 merupakan senyawa yang memiliki puncak dengan intensitas tertinggi. Puncak tersebut terus meningkat seiring dengan semakin banyaknya kation La3+ yang digunakan. Demikian halnya dengan puncak La2O3 dan Co3O4. Hal ini mengakibatkan puncak karakteristik fasa perovskit semakin menurun. Natile dkk. (2007) melaporkan hal senada terkait dengan kemunculan pengotor La2O3 dan La(OH)3 pada pola difraksi perovskit LaCoO3 yang disintesis melalui metode kopresipitasi. Hal tersebut didukung dengan hasil analisis SEM yang menunjukkan rendahnya homogenitas, dimana kehadiran La2O3 mengindikasikan bahwa prekursor tersebut belum bereaksi sempurna membentuk fasa perovskit. Jadhav dkk., 2007 menyatakan bahwa kehadiran pengotor prekursor logam oksida dapat terjadi pada proses pemanasan selama sintesis. Peningkatan homogenitas oksida dapat dilakukan dengan cara menggerus oksida hingga homogen sebelum oksida tersebut dikalsinasi dan setelah kalsinasi pada setiap interval waktu 2 jam. Perubahan pola difraksi yang signifikan terlihat jelas (Gambar 3) diantara oksida dengan perlakuan penggerusan yang berbeda. Perbedaan pola difraksi tersebut terletak pada puncak khas La(OH)3 dan La2O3. Oksida LSC 55, LSC 64, LSC 73 dan LSC 91 hanya dilakukan penggerusan 2 kali yaitu sebelum kalsinasi dan setelah kalsinasi dengan total waktu 4 jam. Pola difraksi dari keempat oksida tersebut menunjukkan adanya puncak karakteristik La(OH)3 pada sudut 15,67;27,24; 27,99 dan 39,47o. Selain itu, juga muncul puncak La2SrOx yang berhimpitan dengan sudut yang sama dengan puncak khas La(OH)3. Puncak
La2O3 pada 27,99 dan 39,47o diketahui juga berhimpitan dengan puncak La(OH)3. Sedangkan pada oksida LSC 82 dilakukan penggerusan sebelum dan setelah kalsinasi dengan interval waktu kalsinasi 2 jam. Hal tersebut menyebabkan puncak La2O3 muncul dengan intensitas tertinggi pada sudut 2θ, 29,97o, sedangkan puncak La(OH)3 menurun drastis. Puncak Co3O4 dijumpai pada sudut 2θ, 36,92o dan tidak mengalami perubahan akibat perbedaan penggerusan pada proses sintesis. Puncak Co3O4 hanya mengalami kenaikan intensitas seiring dengan semakin banyaknya ion lantanum yang digunakan.
Gambar 3. Pola difraksi pada: a. La0,9Sr0,1CoO3-δ (LSC91); b. La0,8Sr0,2CoO3-δ (LSC 82); c. La0,7Sr0,3CoO3-δ (LSC73); d. La0,6Sr0,4CoO3-δ (LSC64); e. La0,5Sr0,5CoO3-δ (LSC55). Tanda (O) menunjukkan La(OH)3 dan berhimpitan dengan La2SrOx, (x) menunjukkan La2O3 dan (*) menunjukkan Co3O4, dan P menunjukkan fasa perovskit. Selain kemurnian fasa, informasi yang dapat diperoleh dari pola dinfraksi yaitu d yang merupakan jarak antara kisi kristal. Nilai d pada puncak karakteristik perovskit dengan intensitas tertinggi yang dimiliki masing-masing oksida La1-xSrxCoO3-δ (x=0,10,5) ditunjukkan pada Tabel 4.1. Puncak karakteristik perovskit pada La0,9Sr0,1CoO3-δ dikarakterisasi berdasarkan data PDF (Powder Diffraction File) dengan kode seri 36-1392. La0,8Sr0,2CoO3-δ dikarakterisasi berdasarkan PDF dengan kode seri 87-1079, La0,7Sr0,3CoO3-δ berdasarkan kode seri PDF 36-1393, La0,6Sr0,4CoO3-δ berdasarkan kode seri PDF 36-1393 dan La0,5Sr0,5CoO3-δ berdasarkan kode seri PDF 361394.
Tabel 2. Nilai d pada puncak karakteristik fasa perovskit dengan intensitas tertinggi pada La1-xSrxCoO3-δ intensitas Oksida d (Angstrom) 2θ La0,9Sr0,1CoO3-δ La0,8Sr0,2CoO3-δ La0,7Sr0,3CoO3-δ La0,6Sr0,4CoO3-δ La0,5Sr0,5CoO3-δ Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
2,72092 2,70637 2,70503 2,70524 2,70970
32,89009 33,07200 33,08881 33,08667 33,03009
55,92 55,73 100,00 50,55 50,32
Tinggi intensitas pada pola difraksi sinar-x berbanding lurus dengan kristalinitas masing-masing oksida yang dikarakterisasi. Tabel 2 menunjukkan bahwa LSC 73 memiliki puncak karakteristik perovskit dengan intensitas tertinggi. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa fasa perovskit sudah terbentuk pada oksida ini namun kehadiran puncak lain yang diidentifikasi sebagai pengotor mengakibatkan pembentukan fasa perovskit tersebut belumlah sempurna. Apabila dibandingkan dengan intensitas puncak karakteristik perovskit pada variasi oksida yang lain, LSC 73 ini memiliki kandungan fasa perovskit terbanyak. Karakterisasi pola difraksi pada LSC 91 yang dikalsinasi selama total waktu 10 jam dilakukan untuk mengetahui pengaruh lama waktu sintesis terhadap fasa perovkit yang terbentuk. Hasil difraktogram yang diperoleh persis sama seperti difraktogram pada LSC 91 yang dikalsinasi selama 5 jam. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan waktu kalsinasi tidak berpengaruh terhadap fasa perovskit yang telah terbentuk. Substitusi kation La3+ dengan Sr2+ pada senyawa induk LaCoO3 mengakibatkan kelebihan muatan negatif pada kisi, dimana untuk menjaga agar muatan tetap netral harus ada reaksi oksidasi Co3+ menjadi Co4+ sehingga terbentuk lubang atau pembentukan kekosongan oksigen (Bialobok dkk., 2007). Hal ini dapat dijelaskan berdasarkan tinjauan stoikiometri, setiap dua kation La3+ yang tergantikan, dibutuhkan satu anion O2- untuk menetralkan muatan yang akan menyebabkan kekosongan. Kekosongan tersebut mengijinkan anion oksigen untuk melompat diantara anion-anion oksigen yang berdekatan dalam kisi-kisi perovskit (Mundschau dkk., 2008). Analisis ICPS telah dilakukan pada oksida La1xSrxCoO3-δ (x=0,1-0,5) yang dilarutkan dalam air raja. Setiap oksida memiliki tingkat kelarutan yang berbeda maka volume pelarut yang digunakan pada masingmasing oksida juga berbeda. Konsentrasi akhir seluruh larutan oksida adalah sama yaitu 100 ppm. Komposisi oksida yang dikehendaki dapat diperoleh dengan melakukan konversi dari konsentrasi menjadi rasio molar. Hasil komposisi La1-xSrxCoO3-δ yang ditentukan dengan analisis ICPS disajikan dalam Tabel 3 dimana terlihat jelas bahwa hasil yang diperoleh belum sesuai dengan komposisi yang dikehendaki. Komposisi lantanum pada seluruh oksida yang terbentuk bernilai relatif kecil dari yang dikehendaki. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dalam proses pembuatan larutan oksida yang akan dianalisis masih nampak butiran-butiran serbuk halus yang tidak terlarut sempurna sehingga diduga oksida yang tidak larut tersebut merupakan padatan lantanum.
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
Tabel 3. Komposisi La1-xSrxCoO3-δ berdasarkan analisis ICPS. Oksida La0,9Sr0,1CoO3-δ La0,8Sr0,2CoO3-δ La0,7Sr0,3CoO3-δ La0,6Sr0,4CoO3-δ La0,5Sr0,5CoO3-δ
Komposisi hasil ICPS La0,38Sr0,07CoO3-δ La0,40Sr0,17CoO3-δ La0,24Sr0,30CoO3-δ La0,32Sr0,36CoO3-δ La0,20Sr0,45CoO3-δ
Komposisi yang paling mendekati komposisi yang dikehendaki yaitu pada LSC 64 yang diperoleh hasil La0,32Sr0,36CoO3-δ. Walaupun komposisi lantanum jauh lebih kecil dari yang dikehendaki, namun komposisi stronsium dan kobalt relatif sama dengan oksida perovskit yang diinginkan. Komposisi yang paling jauh dari komposisi yang dikehendaki yaitu pada LSC 91 yang diperoleh hasil La0,38Sr0,07CoO3-δ. Analisis komposisi juga dilakukan menggunakan XRF (X-Ray Fluorescence) sebagai metode pembanding. Analisis komposisi menggunakan XRF ini dilakukan pada oksida LSC 91, hasil persentase massa masing-masing unsur yang diperoleh yaitu 70,7 % lantanum, 5,94 % stronsium dan 22,6 % kobalt. Berdasarkan hasil tersebut dapat diperoleh rasio molar yaitu La: Sr: Co = 1,33: 0,18: 1 atau dapat dikatakan sebagai perolehan komposisi oksida La1,33Sr0,18CoO3-δ. Komposisi La1,33Sr0,18CoO3-δ hasil analisis XRF ini lebih mendekati kebenaran (La0,9Sr0,1CoO3-δ) dibandingkan dengan komposisi La0,38Sr0,07CoO3-δ hasil analisis ICPS. Komposisi La1,33Sr0,18CoO3-δ ini dapat dikatakan lebih tepat sebagai perolehan akhir komposisi oksida hasil sintesis. Oksida hasil sintesis mengandung komposisi logam lantanum dan stronsium yang berlebih sehingga tidak terbentuk struktur perovskit yang dikehendaki. Kelebihan kandungan logam penyusun perovskit tersebut juga terdeteksi pada pola difraksi sinar-x.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat diperoleh kesimpulan bahwa La1-xSrxCoO3-δ dengan x=0,1-0,5 dapat disintesis melalui metode kopresipitasi tanpa penambahan agen pengendap namun kemurniannya relatif kecil. Hal tersebut terlihat jelas pada pola difraksi yang menunjukkan puncak-puncak pengotor La(OH)3, La2SrOx, La2O3 dan Co3O4. Komposisi perovskit yang diperoleh belum sesuai dengan komposisi yang dikehendaki. Hasil analisis ICPS menunjukkan bahwa komposisi LSC 64 memiliki hasil yang paling mendekati kebenaran yaitu La0,32Sr0,36CoO3-δ. Komposisi yang paling jauh dari komposisi yang dikehendaki yaitu pada LSC 91 yang diperoleh hasil La0,38Sr0,07CoO3-δ. Analisis komposisi LSC 91 juga dilakukan menggunakan XRF sebagai metode pembanding dan diperoleh hasil La1,33Sr0,177CoO3-δ.
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Hamzah Fansuri, Ph.D selaku pembimbing atas bimbingan, saran, dan dukungan hingga terselesaikannya penelitian ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada program HIBAH PENELITIAN TIM PASCASARJANA-HPTP (HIBAH PASCA) yang telah mendanai penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA Bialobok, B., Trawczynski, J., Mista W., and Zawadzki, M., (2007), Ethanol Combustion Over Strontium and Cerium-Doped LaCoO3 Catalysts, Applied Catalysis B: Environmental, vol 72, pp. 395-403 Daintith, J., (2004), Kamus Lengkap Kimia, Erlangga, Jakarta Jadhav A.D., Gaikwad, A.B., Samuel, V. and Ravi, V., (2007), A low temperature route to prepare LaFeO3 and LaCoO3, Materials Letters, vol. 61, pp. 2030–2032 Junwu, Z., Xiaojie, S., Yanping, W., Xin, W., Xujie Y., and Lude, (2007), Solution-Phase Synthesis and Characterization of Perovskite LaCoO3 Nanocrystals via A Co-Precipitation Route, Journal Of Rare Earths, vol. 25, pp. 601-604 Ismunandar, (2004), Padatan Oksida Logam; Struktur, Sintesis dan Sifat-Sifatnya, ITB Press, Bandung Kharton, V.V., Tsipis, E.V., Yaremchenko, A.A., Marozau, I.P., Viskup, A.P., Frade, J.R., and Naumovich, E.N., (2006), Oxygen Permeability, Electronic Conductivity and Stability of La0.3Sr0.7CoO3-based Perovskites, Journal of Materials Science and Engineering B, vol. 134, pp. 80–88 Kim, J.M., Hwang, G.J., Lee, S.H., Park, C.S., Kim J.W., and Kim, Y.H., (2005), Properties of Oxygen Permeation and Partial Oxidation of Methane in La0.6Sr0.4CoO3-δ (LSC) La0.7Sr0.3Ga0.6Fe0.4O3-δ (LSGF) Membrane, Journal of Membrane Science, vol. 250, pp. 11-16 Merino, N.A., Barbero, B.P., Grange, P., and Cadús, L.E., (2005), La1-xCaxCoO3 Perovskite-Type Oxides: Preparation, Characterisation, Stability, and Catalytic Potentiality for the Total Oxidation of Propane, Journal of Catalysis, vol. 231, pp. 232–244 Mundschau, M.V., Burk C.G., Gribble Jr., D.A., (2008), Diesel Fuel Reforming Using Catalytic Membrane Reactors, Catalysis Today, vol. 136, pp. 190–205 Nur, Hadi, (2008), Perkembangan Katalis dalam Dunia Perindustrian, Work Shop Katalis Kimia ITS, Surabaya Ovenstone, J., White, J.S., and Misture, S. T., (2008), Phase Transitions and Phase Decomposition of La1-xSrxCoO3-δ in Low Oxygen Partial
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
Pressures, Journal of Power Sources, vol. 181, pp. 56–61 Pecchi, G., (2007), Structural Magnetic and Catalytic Properties of Perovskit Type Mixed Oxides LaMn1-yCoyO3 (y=0; 0,1; 0,3; 0,5; 0,7; 0,9; 1), Journal of Molecular Catalysis A: Chemical, vol 282, pp. 158166 Royer, S., Alamdari, H., Duprez D., and Kaliaguine, S., (2005), Oxygen Storage Capacity of La1-xA’xBO3 Perovskites (with A’=Sr, Ce; B=Co, Mn)-Relation with Catalytic Activity in the CH4 Oxidation Reaction, Applied Catalysis B: Environmental, vol. 58, pp. 273–288 Sogaard, M., Hendriksen, P.V., Mogensen, M., Poulsen F.W., and Skou, E., (2006), Oxygen Nonstoichiometry and Transport Properties of Strontium Substituted Lanthanum Cobaltite, Solid State Ionics, vol. 177, pp. 3285-3296 Tien-Thao, N., Zahedi-Niaki, M.H., Alamdari, H., and Kaliaguine, S., (2007), Effect of Alkali Additives Over Nanocrystalline Co-Cu Based Perovskites as Catalysts for Higher-Alcohol Synthesis, Journal of Catalysis, vol. 245, pp. 348-357 Tsipis, E.V., Patrakeev, M.V., Kharton, V.V., Yaremchenko, A.A., Mather, G.C., Shaula, A.L., Leonidov, I.A., Kozhevnikov V.L., and Frade, J.R., (2005), Transport Properties and Thermal Expansion of Ti-substituted La1−xSrxFeO3−δ (x=0.50.7), Solid State Sciences, vol. 7, pp. 355365 Twigg, V. M., (1989), Catalyst Handbook, Second Edition, Wolse Publihing Ltd., pp 50-53 Wei, H.J., Y. Cao, W.J. Ji & C.T. Au, (2008), Lattice Oxygen of La1-xSrxMO3 (M=Mn, Ni) and LaMnO3-δFβ Perovskite Oxides for the Partial Oxidation of Methane to Synthesis Gas, Catalysis Communications, vol. 9, pp. 2509–2514 West, A.R., (1984), Solid State Chemistry and its Applications, John Wiley & Sons, Singapore, pp.103-104 Windholtz, M., Budhavari, S., Blumetti R.F., and Otterbein, E.S., (1983), The Merck Index an Encyclopedia of Chemicals, Drugs, and Biologicals, 10th edition, Merck & Co., Inc., New York Wold, A. and Dwight, K., (1993), Solid State Chemistry, Sintesis, Structure, and Properties of Selected Oxides and Sulfides, Chapman & Hall, Inc., New York Zeng, P., Chen, Z., Zhou, W., Gu, H., Shao Z., and Liu, S., (2007) Re-evaluation of Ba0.5Sr0.5Co0.8Fe0.2O3-δ Perovskite as Oxygen Semi-permeable Membrane,
Journal of Membrane Science, vol. 291, pp. 148-156
BIODATA PENULIS Penulis memiliki nama lengkap Endah Yuliyanti. Penulis yang dilahirkan di Blitar tanggal 04 Mei 1987 ini, merupakan anak sulung dari 3 bersaudara. Penulis telah menempuh pendidikan formal yaitu di SDN 02 Talun-Blitar (19931999), SLTPN 01 Wlingi-Blitar (1999-2002) dan SMAN 01 TalunBlitar (2002-2005). Penulis mengikuti Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2005 dan diterima di jurusan Kimia FMIPA ITS, terdaftar dengan Nomor Registrasi Pendaftaran 1405 100 044. Penulis sempat aktif di organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Kimia (Himka) sebagai staf departemen Kewirausahaan periode 2006-2007. Penulis juga ikut berpartisipasi dalam Program Kreativitas Mahasiswa dalam bidang Penelitian. Penulis mengambil Bidang Minat Kimia Anorganik untuk menyelesaikan jenjang S-1.
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS