EduChemia (Jurnal Kimia dan Pendidikan)
Vol.2, No.1, Januari 2017
e-ISSN 2502-4787
SINTESIS DAN KARAKTERISASI KITOSAN BERTAUT SILANG GLUTARALDEHIDA SEBAGAI ADSORBEN PEMURNIAN MINYAK AKAR WANGI Muhammad Fathurrahman1, Purwantiningsih Sugita2, Henny Purwaningsih2 1
Department Kimia, FMIPA, Universitas Pakuan, Jl. Pakuan Bogor PO.BOX 452, Indonesia 2 Department Kimia, FMIPA, Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor 16880, Indonesia *E-mail:
[email protected]
Abstract: Synthesis of glutaraldehyde cross-linked chitosan (chitosan-GA) has been done and characterized by using FTIR and TGA. Adsorption of Fe(III) ion by glutaraldehyde cross-linked chitosan (chitosan-GA) has been studied by using batch method. The objectives of this research are to know optimum adsorption condition of Fe(III) ion by chitosan-GA, then study influence of Cu(II) ion to adsorption of Fe(III) ion and its application to vetiver oil. Optimum conditions are finding out by response surface Box Behnken method. Percent adsorption value of Fe(III) ion by Chitosan-GA (DD = 78%) is about 91,8439% in optimum conditions : weight adsorbent 0,75 gram, temperature 25oC, time contact 360 minutes. Percent adsorption of Fe(III) ion was decreased from 91,9521% to 79,724% because the existence of Cu(II) ion. The color of vetiver oil was changed from dark to reddish brown. Keywords: adsorption; cross-linked chitosan; glutaraldehyde; Fe(III) ion; vetiver oil
Abstrak: Kitosan bertaut silang glutaraldehida (kitosan-GA) disintesis dan dikarakterisasi dengan menggunakan FTIR dan TGA. Adsorpsi ion Fe(III) oleh kitosan-GA telah dipelajari dengan menggunakan metoda Batch. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi optimum dari adsorpsi ion Fe(III) oleh kitosan-GA, kemudian dilanjutkan dengan mempelajari pengaruh ion Cu (II) terhadap adsorpsi Fe(III) dan aplikasinya pada minyak akar wangi. Optimasi dilakukan dengan menggunakan metode respon permukaan desain Box Behnken. Serpih kitosan-GA dengan derajat deasetilisasi 78% mempunyai persen adsorpsi terhadap ion Fe(III) sebesar 91,9521% pada kondisi optimum: bobot adsorben 0,75 gram, suhu 25oC, dan waktu kotak 360 menit. Persen adsorpsi ion Fe(III) yang awalnya 91,9521% mengalami penurunan menjadi 79,7244% akibat adanya ion Cu(II). Minyak akar wangi yang awalnya berwarna gelap kemudian berubah menjadi cokelat kemerahan. Kata kunci: adsorpsi; kitosan bertaut silang; glutaraldehida; ion Fe(III); minyak akar wangi
Minyak ini dalam dunia perdagangan
PENDAHULUAN Minyak akar wangi adalah salah satu
internasional sering disebut Java Vetiver
komoditas ekspor non-migas Indonesia.
oil. Minyak ini dihasilkan melalui proses
101
102 EduChemia,Vol.2, No.1, Januari 2017
Fathurrahman, Sugita, dan Purwaningsih
penyulingan terhadap hasil budi daya
ton/tahun
tanaman
(Vetiveria
2012). Hal ini tentu saja bergantung
zizanioides). Minyak akar wangi bermutu
kepada ketersediaan bahan baku, cuaca,
tinggi banyak digunakan sebagai zat
dan permintaan. Minyak akar wangi dari
pengikat bau (fixative) untuk parfum,
Garut tidak mempunyai saingan produk
sedangkan minyak akar wangi bermutu
sejenis di dalam negeri, namun di luar
rendah
negeri produk serupa dihasilkan oleh
akar
wangi
banyak
digunakan
sebagai
pewangi sabun.
(Disperindag
Kab.
Garut,
beberapa negara, seperti negara Bourbon,
Pembeli produk minyak akar wangi
Haiti,
China,
dan
India.
Tabel
2
ini adalah para pengusaha pabrikan atau
menunjukkan data negara pengekspor
importir.
utama minyak akar wangi.
Sebagian
besar
konsumen
produk ini adalah pembeli luar negeri, kalaupun ada pembeli dalam negeri jumlahnya
sangat
sedikit.
Tabel
Tabel 2. Volume minyak akar wangi yang dihasilkan oleh beberapa negara
1
menunjukkan kebutuhan pasar dunia terhadap minyak akar wangi. Tabel 1. Jumlah kebutuhan pasar dunia terhadap minyak akar wangi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Negara Tujuan Volume/Ton/Tahun Amerika Serikat 80 Perancis 60 Jepang 15 Jerman 6 Italia 4 Belanda 9 Spanyol 4 Swiss 15 Inggris 7 Negara lainnya 70 Jumlah 270 Sumber : Disperindag Kab. Garut (2012)
Tabel 1 menunjukkan bahwa total
No Negara Volume (ton/tahun) 1 Bourbon ± 36 2 Indonesia ± 52 3 Haiti ± 82 Sumber : Disperindag Kab. Garut (2012)
Tabel
2
menunjukkan
bahwa
produksi minyak akar wangi Indonesia dari segi volume dapat bersaing dengan negara-negara lain, akan tetapi dari segi harga masih terbilang rendah. Sebagai perbandingan, pada tahun 2011 harga terendah produk minyak akar wangi Indonesia
adalah
111,11
USD/Kg,
sedangkan produk minyak akar wangi Haiti memiliki harga terendah sebesar
kebutuhan pasar dunia terhadap minyak
150,10
akar
Garut, 2012). Penyebab utama terjadinya
wangi
mencapai
270
ton
USD/Kg
pertahunnya, sedangkan minyak akar
perbedaan
wangi yang diproduksi para penyuling di
perbedaan mutu.
Kabupaten Garut dapat mencapai 50 - 75
harga
(Disperindag
ini
adalah
Kab.
karena
Hasil observasi peneliti menunjukkan bahwa minyak hasil penyulingan akar e-ISSN 2502-4787
Sintesis dan Karakterisasi Kitosan Bertaut Silang Glutaraldehida 103
wangi di Garut masih terlihat lebih gelap
wangi dengan menggunakan adsorben
dan
sudah
berwarna
kehitaman.
Menurut
banyak
dilakukan.
Hernani (2006), minyak yang terlihat
adsorben
lebih gelap dan berwarna kehitaman itu
bentonit 2% (b/v) yang diaplikasikan
akibat adanya kontaminasi dari logam Fe
pada
dan Cu.
meningkatkan
Pemurnian adalah salah satu proses
48,67%
tersebut
Beberapa
minyak
misalnya
akar
wangi
kadar
menjadi
adalah
dapat
vetiverol
49,18%,
dari
kemudian
yang digunakan untuk meningkatkan
kadar logam Fe berkurang dari 2,76 ppm
kualitas minyak agar mempunyai nilai
menjadi 2,53 ppm dan kadar logam Cu
jual yang lebih tinggi. Proses pemurnian
berkurang dari 2,13 ppm menjadi 1,96
minyak akar wangi dapat dilakukan
ppm (Hernani 2006). Pada penelitian
secara kimia ataupun fisika. Proses
yang dilakukan oleh Firdaus (2009),
pemurnian secara fisika dapat dilakukan
dilaporkan bahwa penggunaan zeolit 2%
dengan mendestilasi ulang minyak yang
(b/v) pada minyak akar wangi dapat
dihasilkan
meningkatkan
(redestillation).
Pemurnian
kadar
51,90%
warnanya lebih jernih dan konsentrat
kandungan asamnya
komponen
lebih
batas standar. Selain itu, penggunaan
tinggi, namun cara ini memerlukan
arang aktif pada minyak akar wangi telah
peralatan penunjang yang cukup spesifik
dilaporkan dapat menyerap zat warna
dan biaya operasional yang relatif mahal.
sebanyak 90% dari jumlah zat warna
Pemurnian
secara
menjadi
masih
namun melebihi
dapat
yang terdapat dalam minyak, namun
dilakukan dengan beberapa cara, salah
arang aktif mempunyai pori-pori yang
satunya
adsorpsi.
dapat menyebabkan minyak terjerap ke
Adsorpsi adalah metoda yang tepat dan
dalamnya. Minyak yang sudah masuk ke
mudah dalam menjerap ion logam.
dalam pori-pori arang aktif ini sangat
Metoda adsorpsi menggunakan peralatan
sulit untuk dipisahkan (Sani 2011).
adalah
kimia
78,68%,
dari
secara fisika menghasilkan minyak yang
utamanya
menjadi
vetiverol
metoda
yang lebih sederhana, karena hanya diperlukan
pencampuran
Adsorben
yang
sedang
marak
dengan
dikembangkan adalah kitosan. Kitosan
adsorben pada kondisi tertentu (Firdaus
merupakan polimer yang melimpah di
2009).
alam
Penelitian yang dilakukan untuk meningkatkan
kualitas
e-ISSN 2502-4787
minyak
akar
yang
dihasilkan
dari
proses
deasetilisasi kitin. Penelitian mengenai kitosan sebagai adsorben dengan atau
104 EduChemia,Vol.2, No.1, Januari 2017 tanpa
modifikasi
banyak
penggunaan 0,875 gram kitosan-GA
dilaporkan. Kemampuan kitosan untuk
untuk mengadsorpsi ion [Au(CN)4]- pada
menarik
pH 2 selama 120 menit menghasilkan
ion-ion
telah
Fathurrahman, Sugita, dan Purwaningsih
logam
melalui
mekanisme pengkelatan atau pertukaran
persen
ion (bergantung kepada jenis ion logam
Penelitian
dan pH larutan) dikarenakan gugus
sebagai adsorben ion logam pada minyak
amino dan hidroksida pada struktur kimia
akar wangi sampai saat ini belum
kitosan.
dilakukan.
Penggunaan kitosan secara langsung
adsorpsi
sebesar
penggunaan
97,874%. kitosan-GA
Berdasarkan latar belakang masalah
sebagai adsorben kurang efektif karena
di
kitosan rapuh secara mekanik dan mudah
mengenai
didegradasi secara biologi, serta mudah
bertaut
larut dalam asam encer (Sugita et al.
mengadsorpsi ion logam Fe(III) dan
2009). Hal tersebut dapat diatasi dengan
Cu(II) pada minyak akar wangi. Sebagai
melakukan modifikasi menjadi kitosan
pembanding,
bertaut silang. Salah satu bahan penaut
adsorpsi ion logam Fe(III) dalam larutan
silang yang sering digunakan adalah
FeCl3.6H2O oleh kitosan-GA. Ion logam
glutaraldehida (GA). GA ini dipilih
Fe(III) dipilih karena kadar ion logam
sebagai penaut silang karena dapat
Fe(III) dalam minyak akar wangi lebih
meningkatkan sifat mekanik dari kitosan
tinggi dibandingkan dengan ion logam
sehingga
Cu(II). Studi adsorpsi tersebut meliputi
stabilitas
struktur
kitosan
atas,
maka
pembuatan silang
sintesis
dalam asam (Muharam et al. 2010).
karakterisasinya
penelitian
serpih
glutaraldehida
maka
meningkat baik secara termal maupun
Penelitian terkait aplikasi kitosan-GA
dilakukan
dilakukan
kitosan-GA
kitosan untuk
studi
beserta menggunakan
Spektroskopi IR dan DTA (Differential
pada minyak pernah dilakukan oleh
Thermal
Rahmi dan Julinawati (2009), yang telah
(Thermogravimetric Analysis). Setelah
melaporkan bahwa penggunaan 5 gram
itu dilakukan optimasi proses adsorpsi
kitosan-GA pada minyak solar untuk
dengan parameter bobot adsorben, waktu,
adsorpsi ion logam Cu(II) pada suhu 70
dan
o
C selama 75 menit menghasilkan persen
penelitian kinetika, termodinamika dan
adsorpsi sebesar 73%. Penelitian lain
isotermal adsorpsi. Setelah itu dilakukan
dilakukan oleh Muharam et al. (2010),
penelitian mengenai desorpsi kitosan-GA
yang
dan pengaruh ion logam Cu(II) terhadap
telah
melaporkan
bahwa
suhu.
Analysis)
/
Selanjutnya
TGA
dilakukan
e-ISSN 2502-4787
Sintesis dan Karakterisasi Kitosan Bertaut Silang Glutaraldehida 105
adsorpsi ion logam Fe(III) oleh kitosan-
derajat deasetilasi = 78%), FeCl3.6H2O,
GA kemudian diaplikasikan pada sampel
CuSO4.5H2O, HCl, GA, dan aquades.
minyak akar wangi hasil penyulingan yang berasal dari Garut. Tahap yang terakhir adalah analisis perubahan warna
Analisis Kadar Ion Fe(III) dan Cu(II) dalam Minyak Akar Wangi
dari minyak akar wangi sebelum dan
Sejumlah sampel minyak akar wangi
sesudah dilakukan adsorpsi ion logam
yang berasal dari penyulingan akar wangi
oleh kitosan-GA.
di Garut diambil 2,5 g kemudian
Tujuan dari penelitian ini adalah
ditimbang setelah itu ditanur sampai suhu
adsorpsi
600oC selama 5 jam. Abu hasil tanur
Fe(III),
dilarutkan dengan HCl p.a sebanyak 5
mempelajari
mL kemudian dipanaskan secara hati-hati
pengaruh ion logam Cu(II) terhadap
sampai volume berkurang setengah dari
adsorpsi ion logam Fe(III) oleh kitosan-
volume
GA yang diaplikasikan pada minyak akar
kemudian
wangi
dalam labu takar 25 mL. Setelah itu
mencari
kondisi
kitosan-GA kemudian
serta
optimum
terhadap
ion
dilanjutkan
menganalisis
perubahan
awal.
Campuran
filtratnya
disaring,
dimasukkan
ke
dilakukan analisis awal kadar ion Fe(III)
warna minyak akar wanginya.
dan Cu(II) oleh AAS pada panjang gelombang 248,3 dan 324,7 nm.
METODE Alat yang digunakan antara lain Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) model Shimadzu AA7000; (DTA) dan Thermogravimetric/Differential Thermal Analysis (TG/DTA) model Shimadzu DTG-60H
FC-60A
Spektrometer
Fourier
TA-60WS; Transform
Infrared (FTIR) model Brucker Tensor 37; Spektrofotometer UV-Vis model Shimadzu; tanur; termometer; Water Bath; labu takar; gelas kimia; dan labu erlenmeyer. Bahan-bahan yang digunakan antara lain minyak akar wangi, kitosan (Brataco,
e-ISSN 2502-4787
Pembuatan Serpih Kitosan-GA dan Karakterisasinya Pembuatan serpih kitosan bertaut silang
glutaraldehida
ini
dilakukan
dengan mengacu kepada metode yang dilakukan oleh Muharam et. al. (2010). Prosedurnya, serpih kitosan ditimbang sebanyak 5 gram kemudian direndam dalam 75 mL glutaraldehida 2,5% sambil diagitasi selama 24 jam kecepatan 220 rpm pada suhu kamar. Selanjutnya serpih kitosan-GA dicuci dan dikeringkan pada suhu kamar. Kitosan dan kitosan-GA
106 EduChemia,Vol.2, No.1, Januari 2017 yang telah terbentuk kemudian dianalisis
Fathurrahman, Sugita, dan Purwaningsih Tabel 3. Rancangan percobaan respon permukaan Box Behnken
termal menggunakan DTA/TGA dan analisis
gugus
fungsi
dengan No
X1
X2
X3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
-1 1 -1 1 -1 1 -1 1 0 0 0 0 0 0 0
-1 -1 1 1 0 0 0 0 -1 1 -1 1 0 0 0
0 0 0 0 -1 -1 1 1 -1 -1 1 1 0 0 0
menggunakan FTIR, untuk memastikan kitosan telah tertaut silang dengan GA. Optimasi Adsorpsi Ion Fe(III) oleh Kitosan-GA Proses optimasi dilakukan pada tiga parameter, yaitu waktu kontak, suhu dan bobot adsorben. Prosedurnya, serpih kitosan-GA ditambahkan ke dalam 50 mL larutan Fe(III) 10 ppm yang telah diatur pada pH 5. Penentuan kondisi pH ini didasarkan kepada hasil penelitian Dai et. al. (2012) yang telah melaporkan bahwa adsorpsi ion logam Fe(II) dan
Wak tu (me nit) 30 360 30 360 30 360 30 360 195 195 195 195 195 195 195
Suhu (oC) 25 25 45 45 35 35 35 35 25 45 25 45 35 35 35
Percobaan Pengaruh Ion terhadap Adsorpsi Ion Fe(III)
Fe(III) oleh kitosan bertaut silang tiourea
Percobaan
pengaruh
ion
Bobot Adsor ben (g) 0,75 0,75 0,75 0,75 0,50 0,50 1,00 1,00 0,50 0,50 1,00 1,00 0,75 0,75 0,75
Cu(II) Cu(II)
mencapai kondisi optimum pada pH = 5.
terhadap
Setelah itu campuran diaduk pada kondisi
dilakukan dengan dua kondisi. Kondisi
percobaan sesuai rancangan percobaan
yang pertama adalah kondisi buatan dan
Box Behnken. Tabel 3 menunjukkan
yang kedua adalah kondisi alami. Kondisi
rancangan percobaan metode respon
buatan yang dimaksud adalah pembuatan
permukaan Box Behnken. Campuran
larutan sampel yang berisi ion Fe(III) dan
kemudian disaring dan kadar ion Fe(III)
ion
dalam filtrat dianalisis menggunakan
konsentrasi 50%:50%, sedangkan kondisi
spektrofotometer serapan atom
pada
alami yang dimaksud adalah aplikasi
panjang gelombang 248,3 nm. Panjang
kitosan-GA terhadap minyak akar wangi.
gelombang tersebut merupakan panjang
Uji pengaruh ion asing ini dilakukan
gelombang
maksimal
yang
adsorpsi
Cu(II)
ion
dengan
Fe(III)
ini
perbandingan
spesifik
dengan pengadukan sejumlah kitosan-GA
diserap oleh ion Fe(III) dalam alat
pada 50 mL larutan sampel kondisi
spektrofotometer serapan atom.
buatan dan alami pada suhu kamar selama 6 jam. Selanjutnya kitosan-GA
e-ISSN 2502-4787
Sintesis dan Karakterisasi Kitosan Bertaut Silang Glutaraldehida 107
disaring dan kadar Fe dan Cu dalam
penyimpanan
minyak
akar
wangi.
filtrat dianalisa oleh spektrofotometer
Supriyanto dan Zainul (2006) telah
serapan atom dengan cara yang sama
melaporkan bahwa kandungan besi dan
seperti pengukuran kadar logam awal.
tembaga dalam tanah dapat mencapai 360,59 dan 0,355 ppm secara berturut-
Analisis Perubahan Warna Minyak Akar Wangi (SNI 2006)
turut. Unsur besi dan tembaga termasuk
Analisis perubahan warna minyak
esensial yang dibutuhkan oleh tanaman.
akar wangi ini dilakukan dengan cara
Tanaman dapat menyerap unsur logam
memasukkan ± 5 mL minyak akar wangi
ini berupa ion atau senyawa kompleks.
sebelum dan sesudah perlakuan ke dalam
Unsur ini sangat berperan dalam proses
tabung reaksi. Kedua tabung disandarkan
metabolisme dalam tanaman. Hal ini
pada kertas atau karton berwarna putih,
memperkuat dugaan bahwa kontaminasi
dan diamati warnanya dari jarak 30 cm.
ion Fe(III) dan Cu(II) pada minyak akar
ke dalam golongan unsur hara mikro
wangi sebagian berasal dari tanah. HASIL DAN PEMBAHASAN
Alat penyulingan dan penyimpanan
Kadar Awal Ion Fe(III) dan Cu(II) dalam Minyak Akar Wangi Sampel minyak akar wangi diperoleh
minyak akar wangi terbuat dari logam yang
mengandung
tembaga.
Hal
unsur
ini
besi
tidak
menutup
dari salah satu penyulingan di Kab.
kemungkinan
Garut. Analisis kadar ion Fe(III) dan
penyulingan dan penyimpanan, terjadi
Cu(II)
wangi
reaksi pembentukan senyawa kompleks
menggunakan
antara ion logam dengan komponen-
dalam
dilakukan
minyak dengan
akar
bahwa
dan
spektrofotometer serapan atom (AAS)
komponen
pada panjang gelombang 248,3 dan 324,7
minyak akar wangi.
nm
secara
berturut-turut.
senyawa
selama
organik
proses
dalam
Hasilnya
didapat bahwa sampel minyak akar
Hasil Pembuatan Serpih Kitosan-GA dan Karakterisasinya
wangi mengandung ion logam Fe(III) Hasil pembuatan serpih kitosan-GA
sebesar 2,1724 ppm dan ion logam Cu(II) sebesar 0,3937 ppm. Kontaminasi ion Fe(III) dan Cu(II) ini diduga berasal dari mineral dalam tanah, alat penyulingan, serta drum
e-ISSN 2502-4787
dari setiap proses dihomogenisasi terlebih dahulu sebelum dilakukan karakterisasi. Hal
ini
diperoleh
dilakukan agar data dapat
mewakili
yang seluruh
108 EduChemia,Vol.2, No.1, Januari 2017
Fathurrahman, Sugita, dan Purwaningsih
kitosan-GA yang dihasilkan dari setiap
gelombang yang lebih tinggi. Pergeseran
proses
bilangan
pembuatannya.
menunjukkan
Gambar
kitosan-GA
1 yang
dihasilkan setelah dihomogenisasi.
adanya
gelombang tautan
ini
silang
disebabkan yang
sudah
terbentuk antara polimer kitosan. Tautan silang
ini
menyebabkan
pergerakan
molekul menjadi lebih terbatas, sehingga dibutuhkan energi yang lebih besar untuk melakukan vibrasi. Besaran energi dan bilangan gelombang berbanding lurus, sesuai dengan persamaan: E = hc , sehingga jika bilangan gelombangnya lebih besar, maka artinya energinya pun Gambar 1. Kitosan-GA setelah dihomogenisasi
Setelah itu, kitosan dan kitosan-GA hasil sintesis tersebut di analisis gugus fungsinya menggunakan FTIR. Analisis gugus fungsi kitosan dan kitosan-GA dilakukan
untuk
dapat
mengetahui
keberhasilan sintesis kitosan-GA. Spektrum FTIR dari kitosan dan kitosan-GA ditampilkan pada Gambar 2. Puncak serapan yang dapat ditandai untuk
kitosan
dan
kitosan-GA
berdasarkan hasil analisis FTIR disajikan pada Tabel 4.
disajikan pada Tabel 4 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan spektrum IR antara kitosan dan kitosan yang telah tertaut silang GA. Bilangan gelombang untuk vibrasi ulur gugus O-H, C-H, dan terlihat
Tabel 4. Analisis gugus fungsi kitosan dan kitosan-GA berdasarkan spektrum IR Bilangan gelombang (cm-1) Vibrasi Literatur No KitosanUlur (Pavia et Kitosan GA al. 2001) 3400-3200 N-H dan (O-H) 1 3427,97 3431,01 O-H 3500-3100 (Overlap) (N-H) 30002 2924,59 2926,65 C-H 2850 16903 1654,10 C=N 1650 13004 1045,94 1079,25 C-O 1000
Tautan silang yang terjadi antara kitosan
Hasil analisis gugus fungsi yang
C-O
lebih besar.
bergeser
ke
bilangan
dan
GA
menyebabkan
terbentuknya ikatan baru, yaitu ikatan C=N. Hal ini dapat dibuktikan dengan munculnya puncak serapan pada bilangan gelombang
1654,10
cm-1
yang
merupakan vibrasi regangan C=N. Hal serupa juga telah dilakukan oleh Bin et. al. (2013) yang telah melaporkan bahwa e-ISSN 2502-4787
Sintesis dan Karakterisasi Kitosan Bertaut Silang Glutaraldehida 109
terdapat puncak serapan pada bilangan
seberapa besar pengaruh suhu terhadap
gelombang 1659 cm-1 yang ditandai
kestabilan zat. Analisis termal dilakukan
sebagai vibrasi regangan C=N (basa
dengan menggunakan TG/DTA. Hasil
Schiff) pada kitosan-GA.
pengujian TG/DTA untuk kitosan dan
Analisis termal kitosan dan kitosan-
kitosan-GA ditampilkan pada Gambar 3.
GA dilakukan untuk dapat mengetahui
Gambar 2. Spektrum IR Kitosan (hitam) dan Kitosan-GA (merah)
Gambar 3. Termogram DTA / TGA Kitosan (hitam) Kitosan-GA (merah)
e-ISSN 2502-4787
110 EduChemia,Vol.2, No.1, Januari 2017
Fathurrahman, Sugita, dan Purwaningsih
Berdasarkan termogram TGA dari
proses perubahan massa tersebut dapat
kitosan dan kitosan-GA pada Gambar 3,
diketahui dari termogram DTA. Hasil
secara umum diperoleh tiga kurva miring
analisis TGA dan DTA dari kitosan dan
yang menunjukkan adanya perubahan
kitosan-GA dapat dilihat pada Tabel 5.
massa. Kalor yang terlibat pada setiap Tabel 5. Analisis TGA dan DTA dari kitosan dan kitosan-GA Kurva miring
Pengurangan bobot Kitosan (mg) Rentang Suhu 3,8 mg 40-240 11,5 mg 240-340 14,1 mg 340-400
Rentang Suhu 40-230 230-330 330-400
I II III
Kurva miring I terjadi pada rentang o
Proses
Kitosan-GA (mg) 3,0 10,5 12,5
Endoterm Eksoterm Eksoterm
termogram DTA. Hal ini didasarkan pada
suhu 40-230 C untuk kitosan dan 40-240
nilai energi ikatan rata-rata yang kecil
o
C untuk kitosan-GA. Pada kurva miring
untuk ikatan C-N, yaitu sebesar 73
I ini proses yang terjadi adalah dehidrasi
kkal/mol sehingga mudah diputuskan.
atau lepasnya molekul air yang terdapat
Pada kitosan, ikatan C-N yang terjadi
baik dalam kitosan maupun kitosan-GA.
adalah antara atom karbon dengan gugus
Proses dehidrasi ini merupakan proses
amina (R-NH2), sedangkan pada kitosan-
endoterm
GA sebagian gugus amina pada kitosan
yang
ditunjukkan
oleh
munculnya puncak ke bawah termogram
sudah
DTA. Selain itu, berdasarkan termogram
membentuk imina (basa Schiff). Ikatan
TGA dapat diketahui bahwa pengurangan
C-N
bobot
disebabkan karena
kitosan
lebih
besar
daripada
tertaut
pada
silang
imina
dengan
jauh
lebih
adanya
GA
kuat
dorongan
kitosan-GA, sehingga dapat disimpulkan
elektron dari alkil pada GA. Hal ini
bahwa kitosan yang digunakan lebih
menyebabkan dekomposisi kitosan-GA
banyak
pada tahap ini dimulai dan diakhiri pada
menyimpan
molekul
air
dibandingkan dengan kitosan-GA.
suhu yang lebih tinggi. Asumsi ini
Kurva miring II terjadi pada rentang
diperkuat oleh hasil penelitian Jiao et. al.
suhu 230-330oC untuk kitosan dan 240-
(2011) yang menyatakan bahwa pada
o
suhu
214,3-351,3oC
340 C untuk kitosan-GA. Pada kurva
rentang
terjadi
miring II ini proses yang terjadi adalah
dekomposisi basa Schiff yang prosesnya
pemutusan ikatan C-N yang bersifat
melepaskan kalor (eksoterm).
eksoterm karena terbentuk puncak pada
e-ISSN 2502-4787
Sintesis dan Karakterisasi Kitosan Bertaut Silang Glutaraldehida 111
Kurva miring III terjadi pada rentang suhu 330-400oC untuk kitosan dan 340-
adalah konsentrasi ion Fe(III) pada kesetimbangan dalam adsorben.
400oC untuk kitosan-GA. Pada kurva
Hasil pengukuran responnya pada
miring III ini proses yang terjadi adalah
Gambar 4 menunjukkan bahwa secara
pemutusan ikatan C-C (degradasi dari
umum respon akan meningkat apabila
unit-unit
pun
waktu kontak semakin besar. Hal ini
yang
menunjukkan bahwa waktu kontak sangat
yang
berpengaruh terhadap jumlah ion logam
nilainya berada di atas 0 V. Asumsi ini
Fe(III) yang terikat pada kitosan-GA.
pun diperkuat oleh hasil penelitian Jiao
Semakin lama waktu
kontak maka
et. al. (2011) yang menyatakan bahwa
jumlah
Fe(III)
pada rentang suhu 351,3-600oC terjadi
teradsorpsi juga semakin banyak sampai
dekomposisi kerangka kitosan.
tercapai kesetimbangan.
kitosan).
merupakan
Proses
proses
ini
eksoterm
ditunjukkan oleh kurva DTA
ion
logam
yang
Analisis TGA menunjukkan bahwa
Variabel bebas yang lain adalah
total pengurangan bobot kitosan-GA
suhu. Gambar 4a dan 4b menunjukkan
lebih kecil dibandingkan dengan kitosan.
bahwa secara umum daerah respon
Sementara itu, analisis pergeseran suhu
optimal dihasilkan pada suhu 30–35oC.
dekomposisi
Peningkatan
menunjukkan
bahwa
suhu
memang
dapat
kitosan-GA mulai terdekomposisi pada
meningkatkan laju adsorpsi, namun pada
suhu yang lebih tinggi. Berdasarkan
suhu tinggi dapat terjadi kerusakan gugus
kedua
dapat
fungsi yang menyebabkan berkurangnya
disimpulkan bahwa kitosan-GA lebih
pusat aktif adsorpsi sehingga semakin
stabil secara termal dibandingkan dengan
sedikit ion logam yang dapat dijerap. Jika
kitosan.
proses
analisis
ini
maka
adsorpsi
diaplikasikan
pada
minyak akar wangi maka sebaiknya suhu Hasil Optimasi Adsorpsi Ion Fe(III) oleh Kitosan-GA
yang digunakan adalah 25oC. Hal ini
Optimasi adsorpsi ion Fe(III) oleh
kemungkinan komponen minyak yang
kitosan-GA
telah
dengan
menguap akan semakin besar. Pada suhu
menggunakan tiga variabel bebas, yaitu
25oC, respon optimal dapat dicapai pada
bobot adsorben, suhu, dan waktu kontak,
waktu kontak sekitar 280–360 menit, dan
sedangkan variabel terikat atau responnya
bobot adsorben sekitar 0,9–1,0 gram.
e-ISSN 2502-4787
dilakukan
dikarenakan jika suhu dinaikkan, maka
112 EduChemia,Vol.2, No.1, Januari 2017
Fathurrahman, Sugita, dan Purwaningsih
Gambar 4. Kontur Respon Surface adsorpsi ion Fe(III) oleh serpih kitosan-GA
Berdasarkan Gambar 4b dan 4c,
gram, dan waktu kontak 360 menit.
secara umum respon optimum dicapai
Kondisi
ini
dijadikan
pada bobot adsorben sekitar 0,7–0,8
percobaan berikutnya.
dasar
untuk
gram. Semakin besar bobot kitosan-GA artinya semakin banyak gugus amina dan hidroksi dari kitosan-GA sebagai pusat aktif adsorpsi sehingga semakin banyak
Hasil Percobaan Pengaruh Ion Cu(II) terhadap Adsorpsi Ion Fe(III) Penelitian
pengaruh
adsorpsi
ion
ion
Cu(II)
Fe(III)
telah
ion logam Fe(III) yang dapat dijerap.
terhadap
Namun, pada bobot kitosan-GA sekitar
dilakukan pada kondisi buatan dan alami.
0,8–1,0 gram ternyata respon menjadi
Kondisi buatan adalah larutan yang
turun. Hal ini dikarenakan pengaruh suhu
terdiri atas ion logam Fe(III) dan Cu(II)
yang sudah dijelaskan sebelumnya.
dengan perbandingan konsentrasi 1:1,
Berdasarkan hasil percobaan respon
sedangkan kondisi alami adalah minyak
surface Box Behnken, persen adsorpsi
akar wangi. Hasil penelitian ini disajikan
ion logam Fe(III) oleh kitosan-GA yang
pada Tabel 6.
optimum yaitu sebesar 91,9521% pada
Berdasarkan Tabel 6, persen adsorpsi
kondisi suhu 25oC, bobot adsorben 0,75
ion Fe(III) yang awalnya 91,9521%
e-ISSN 2502-4787
Sintesis dan Karakterisasi Kitosan Bertaut Silang Glutaraldehida 113
mengalami penurunan menjadi 79,7244%
menjerap seluruh ion Fe(III) kemudian
akibat adanya ion Cu(II). Peristiwa
dengan adanya ion Cu(II) maka adsorben
penurunan
ini
juga menggunakan sebagian sisi aktifnya
menunjukkan bahwa terjadi persaingan
untuk menjerap ion Cu(II) dengan persen
penjerapan antara ion Fe(III) dan Cu(II).
adsorpsi sebesar 29,7226%.
Sisi
persen
aktif
adsorben
adsorpsi
yang
awalnya
Tabel 6. Persen adsorpsi simultan ion Fe(III) dan Cu(II) oleh kitosan-GA Sampel Buatan Alami (Minyak Akar Wangi)
Jenis Ion Logam Fe(III) Cu(II) Fe(III) Cu(II)
Konsentrasi Awal 10,2641 10,2774 2,1724 0,3937
Konsentrasi Akhir 2,0811 7,2227 0,8827 0,3075
Persen Adsorpsi 79,7244 29,7226 59,3698 21,8849
Persen adsorpsi untuk adsorpsi ion
Tabel 6 juga menyajikan data persen
Fe(III) lebih besar dibandingkan dengan
adsorpsi dari adsorpsi ion logam Fe(III)
ion Cu(II). Hal ini dapat dijelaskan
dan ion logam Cu(II) pada minyak akar
melalui teori HSAB (Hard Soft Acid
wangi oleh kitosan-GA. Hasilnya terlihat
Base). Ion Fe(III) termasuk ke dalam
bahwa terjadi penurunan persen adsorpsi
asam keras karena memiliki ukuran ion
baik untuk adsorpsi ion logam Fe(III)
kecil dan muatan ion yang besar serta
maupun Cu(II). Hal ini dikarenakan ion-
keelektronegatifan yang kecil (0,7-1,6),
ion logam dalam minyak akar wangi
sedangkan ion Cu(II) termasuk ke dalam
mobilitasnya lebih rendah dibandingkan
borderline (daerah peralihan antara asam
dengan kondisi buatan, sehingga laju
keras dan asam lunak). Gugus aktif
adsorpsinya menurun. Selain itu ion
adsorben kitosan-GA adalah gugus amina
logam Fe(III) dan Cu(II) dalam minyak
(RNH2) dan hidroksi (ROH) tergolong
akar wangi dapat membentuk kompleks
ke dalam basa keras karena memiliki
yang cukup kuat dengan komponen-
atom
komponen
penyusun
(Sugiyarto 2000). Asam keras dan basa
vetiverol.
Ligan
keras akan menghasilkan interaksi yang
dibandingkan
lebih kuat dibandingkan dengan interaksi
adsorpsi ion logam dalam minyak akar
antara asam lunak atau borderline dengan
wangi menjadi lebih sulit.
yang
basa keras.
e-ISSN 2502-4787
sangat
elektronegatif
minyak
seperti
lebih
meruah
air,
sehingga
ini
dengan
114 EduChemia,Vol.2, No.1, Januari 2017 Hasil Analisis Perubahan Minyak Akar Wangi Warna
minyak
akar
Warna
Fathurrahman, Sugita, dan Purwaningsih
Minyak akar wangi berwarna gelap disebabkan karena adanya ion logam
wangi
Fe(III) dan Cu(II) yang terikat pada
merupakan salah satu parameter mutu
komponen
yang menjadi fokus penelitian ini. Hasil
Komponen utama minyak akar wangi
penelitian menunjukkan bahwa minyak
adalah vetiverol yang memiliki gugus
akar wangi yang awalnya berwarna gelap
hidroksil (OH). Atom hidrogen pada
kemudian
cokelat
gugus hidroksil ini dapat disubstitusi oleh
kemerahan. Warna coklat kemerahan ini
ion logam Fe(III) dan Cu(II), sehingga
merupakan
yang
membentuk kompleks vetiverol-Fe dan
ditetapkan oleh Badan Standar Nasional
vetiverol-Cu. Penggunaan kitosan-GA
Indonesia. Perubahan warna minyak akar
sebagai adsorben dapat menjerap ion
wangi disajikan pada Gambar 5.
logam Fe(III) dan Cu(II) yang terikat
berubah
salah
menjadi
satu
warna
minyak
akar
wangi.
pada vetiverol. Analisa ini mengikuti hasil penelitian Tri et al. (2007) yang telah melaporkan penggunaan asam sitrat untuk pemucatan minyak daun cengkeh. Mekanisme adsorpsi ion logam tersebut dapat dilihat pada Gambar 6. Berdasarkan Gambar 6 dapat dilihat bahwa Gambar 5. Warna minyak akar wangi sebelum (kiri) dan sesudah (kanan) dilakukan adsorpsi ionion logam oleh kitosan-GA
logam
diadsorpsi
oleh
Fe(III)
dan
kitosan-GA
Cu(II) melalui
interaksi dengan gugus fungsi amina (NH2) dan imina (CH=NR).
Kitosan-GA
(gelap)
(cokelat kemerahan)
Gambar 6. Mekanisme adsorpsi ion logam Fe(III) dan Cu(II) oleh kitosan-GA
e-ISSN 2502-4787
Sintesis dan Karakterisasi Kitosan Bertaut Silang Glutaraldehida 115
91,9521%. Keberadaan ion Cu(II) dapat
KESIMPULAN Kondisi optimum proses adsorpsi ion
menurunkan persen adsorpsi kitosan-GA
Fe(III) oleh serpih kitosan-GA adalah
terhadap ion Fe(III). Mutu minyak akar
bobot adsorben 0,75 gram, suhu 25oC,
wangi meningkat dengan indikator warna
dan waktu kontak 360 menit. Persen
yang berubah dari coklat gelap menjadi
adsorpsi ion logam Fe(III) oleh kitosan-
coklat kemerahan.
GA pada kondisi optimum yaitu sebesar
DAFTAR RUJUKAN Bin
Li
et.
Al.
2013,
Synthesis,
Pemurnian, Konferensi
Nasional
Characterization, and Antibacterial
Minyak Atsiri 2006, Solo, 18-20
Activity of Cross-Linked Chitosan-
Sep 2006.
Glutaraldehyde, Journal of Marine Drugs, vol.11, hh. 1534-1552.
Jiao TF, Zhou J, Gao L, Xing Y, Li X. 2011, Synthesis and Characterization
Dai J, Ren F, Tao C. 2012, Adsorption
of
Chitosan-based
Schiff
behavior of Fe(II) and Fe(III) ions on
Compounds
thiourea cross-linked chitosan with
Substituent Groups, Iranian Polymer
Fe(III)
Journal, vol.20, no.2, hh. 123-136.
as
template.
Molecules,
Vol.17, hh. 4388-4399
with
Base
Aromatic
Muharam S, Sugita P, Wulanawati A.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan
2010. Adsorption of Au(III) onto
Kab. Garut 2012, Laporan Tahunan
Chitosan
Data Perkembangan Minyak Akar
linked
Wangi.
Prosiding Seminar Nasional Sains III
Garut:
Departemen
Perindustrian dan Perdagangan.
Glutaraldehyde in
Cyanide
CrossSolution.
IPB. Bogor, 13 November 2010.
Firdaus 2009, Aplikasi Bentonit-Zeolit
Pavia, Lampman, Kriz 2001, Introduction
dalam Meningkatkan Mutu Minyak
to Spectroscopy. United States of
Akar
America, Thomson Learning.
Wangi
Hasil
Penyulingan
Daerah Kabupaten Garut, Skripsi,
Rahmi dan Julinawati 2009, Application
Bogor: Departemen Kimia, Fakultas
of Modified Chitosan for Adsorben
MIPA, Institut Pertanian Bogor.
Ionic Cu2+ Metal in Diesel Oil.
Hernani TM. 2006, Peningkatan Mutu Minyak
Atsiri
e-ISSN 2502-4787
Melalui
Proses
Jurnal Nature, Vol. 9, No. 2, hh. 3238.
116 EduChemia,Vol.2, No.1, Januari 2017
Fathurrahman, Sugita, dan Purwaningsih
Sani 2011, Minyak dari tumbuhan akar
Sugiyarto, KH. 2000, Kimia Anorganik I.
wangi, Surabaya, Unesa Press.
Yogyakarta,
Standar Nasional Indonesia (SNI), 2006,. Standar Mutu Minyak Akar Wangi, diakses
7
Desembe
2013,
Jurusan
Pendidikan
Kimia, FMIPA, UNY. Supriyanto,
Zainul
Kamal.
2006,
Penentuan Kadar Cu, Fe, Zn dalam
(http://www.bsn.or.id/files/sni/SNI%
Tanah, Tanaman Teh, Daun Teh dan
2001-2386-2006%20_akar%20
Minuman Teh. Ganendra, Vol. IX,
wangi_.pdf).
No.1, hh. 25-28.
Sugita P et al. 2009, Kitosan Sumber Biomaterial Masa Depan, Bogor, IPB press.
e-ISSN 2502-4787