UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PREPARASI DAN KARAKTERISASI KITOSANSITRAT SAMBUNG SILANG SEBAGAI EKSIPIEN DALAM SEDIAAN FILM YANG MENGANDUNG VERAPAMIL HIDROKLORIDA
SKRIPSI
RIZKA NURBAITI 1111102000091
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA JULI 2015
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PREPARASI DAN KARAKTERISASI KITOSANSITRAT SAMBUNG SILANG SEBAGAI EKSIPIEN DALAM SEDIAAN FILM YANG MENGANDUNG VERAPAMIL HIDROKLORIDA
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
RIZKA NURBAITI 1111102000091
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA JULI 2015
ii
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING
Nama Nim Program Studi Judul Penelitian
: : : :
Rizka Nurbaiti 1111102000091 Farmasi Preparasi dan Karakterisasi Sambung Silang Kitosan Sitrat sebagai Eksipien dalam Sediaan Film yang Mengandung Verapamil Hidroklorida.
Disetujui oleh:
Pembimbing I
Pembimbing II
Yuni Anggraeni, M.Farm.,Apt NIP.198310282009012008
Dra. Herdini, M.Si., Apt NIP.01971042
Mengetahui, Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Yardi, Ph.D., Apt. NIP.197411232008011014 iv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh Nama : Nim : Program Studi : Judul Penelitian :
: Rizka Nurbaiti 1111102000091 Farmasi Preparasi dan Karakterisasi Sambung Silang Kitosan-Sitrat sebagai Eksipien dalam Sediaan Film yang Mengandung Verapamil Hidroklorida
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperolah gelar Sarjana Faemasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dam Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
DEWAN PENGUJI Pembimbing
: Yuni Anggraeni, M.Farm.,Apt. (
)
Pembimbing
: Dra. Herdini, M.Si., Apt.
(
)
Penguji
: Nelly Suryani, Ph.D.,Apt.
(
)
Penguji
: Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt. (
)
Ditetapkan di : Ciputat Tanggal : 3 Juli 2015
v UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul Penelitian
: Rizka Nurbaiti : Farmasi : Preparasi dan Karakterisasi Kitosan-Sitrat Sambung Silang sebagai Eksipien dalam Sediaan Film yang Mengandung Verapamil Hidroklorida
Kitosan memiliki gugus amino yang dapat bereaksi secara ionik dengan senyawa anion melalui ikatan sambung silang. Agen sambung silang yang digunakan pada penelitian ini yaitu natrium sitrat. Penelitian ini bertujuan untuk membuat dan mengkarakterisasi eksipen kitosan sitrat sambung silang dalam sediaan film yang mengandung verapamil hidroklorida. Eksipien kitosan sitrat sambung silang dibuat dengan tiga formula F1, F2, dan F3 dengan perbedaan pH larutan natrium sitrat yaitu pH 4; 5; dan 7. Eksipien yang telah dihasilkan dikarakterisasi yang meliputi turbidimetri, penampilan fisik, derajat keasaman, derajat substitusi, dan analisis gugus fungsi. Film dibuat dari eksipien kitosan-sitrat sambung silang pH 4; 5; dan 7 dan juga kitosan sebagai film pembanding yang secara berturut-turut disebut F1, F2, F3, dan F4. Film yang dihasilan dikarakterisasi yang meliputi uji organoleptis film, ketebalan film, keragaman bobot, daya mengembang, keseragaman kandungan, ketahanan pelipatan, sifat mekanik, dan uji pelepasan verapamil HCl. Hasil uji turbidimetri dan derajat substitusi menunjukkan bahwa sambung silang antara kitosan dengan sitrat yang terbanyak adalah F3. Sifat mekanik pada film F1, F2, F3, dan F4 secara berturut-turut yaitu 309,42; 374,77; 499,83; 239,99 N/cm2. Persen kumulatif pelepasan verapamil HCl dalam film F1, F2, F3, dan F4 pada jam ke dua secara berturut-turut 94,04 %; 90,04 %; 78,28 % ; 96,34%. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin meningkat pH larutan natrium sitrat maka akan meningkatkan derajat sambung silang kitosan sitrat. Hal tersebut menyebabkan peningkatan sifat mekanik film dan penurunan persen kumulatif pelepasan verapamil dari film.
Kata Kunci
: Kitosan, natrium sitrat, kitosan sambung silang sitrat, eksipien, film, verapamil hidrokorida, sambung silang secara ionik
vi
ABSTRACT Name Major Judul Penelitian
: Rizka Nurbaiti : Pharmacy : Preparation and Characterization of Crosslinked Chitosan Citrate as Excipient in Film Containing Verapamile Hidrochloride.
Chitosan has amino groups that can reacted ionically with anion molecules by crosslinking. Crosslinker that used of this research is sodium citrate. The objectives of this research were to study preparation and charactererzation of excipient croslinked chitosan citrate in film containing verapamile hidrochloride. Excipient croslinked chitosan citrate were formulated in three formulas termed F1, F2, and F3 with varying pH of sodium citrate solution including pH 4; 5; and 7. The resulting excipient were charaterized including turbidimetry, physical appearance, degree of acidity (pH), degree of subtitution, and functional group analysis. Film were prepared by excipient crosslinked chitosan citrate pH 4; 5; 7 and chitosan as comparative film were termed F1, F2, F3, and F4, respectively. The resulting film were characterized, including organoleptic of film, measurement of film thickness, uniformity of weight, degree of swelling, content uniformity of verapamile HCl in film, folding endurance, mecanical properties, and release profile of verapamile HCl from film. The result of turbidimetry and degree of substitution showed that the most crosslinking between chitosan and citrate was F3. Mechanical properties of film F1, F2, F3, and F4 respectively were 309.42; 374.77; 499.83; 239.99 N/cm2. Cumulative release of verapamil HCl form F1, F2, F3, dan F4 film at secound hours respectively were 94.04 %; 90.04 %; 78.28%; 96.34 %. Based on the result can be concluded that increased of pH solution sodium citrate induces increase in degree of crosslinked chitosan-citrate. It influence increase in mechanical properties and decrease in cumulative release of verapamile HCl in film.
Keywords
: Chitosan, sodium citrate, crosslinked citosan citrate, excipient, film, verapamile hidrochloride, and ionically crosslinked.
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil`alamiin, segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini hingga selesai. Penulisan skripsi yang berjudul “Preparasi dan Karakterisasi Sambung Silang Kitosan-Sitrat sebagai Eksipien dalam Sediaan Film yang mengandung Verapamil Hidroklorida” bertujuan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada kesempatan ini penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Yuni Anggraeni, M.Farm., Apt. dan Dra. Herdini, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, waktu, pemikiran, tenaga, saran, dan dukungan selama penelitian berlangsung. 2. Bapak Dr. Arief Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Univeristas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Yardi, Ph.D., Apt selaku ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan banyak motivasi dan bantuan. 4. Ibu Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D., Apt sebagai pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama perkuliahan berlangsung. 5. Seluruh dosen di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta atas ilmu pengetahuan yang telah diberikan kepada saya. 6. Kedua orang tua, ayah tersayang Paruhuman Lubis dan ibunda tercinta Nirwana yang selalu memberikan kasih sayang, doa yang tidak pernah putus dan dukungan baik moril maupun materil.
viii
7. Kakak dan adikku tersayang Siti Aisyah, Dessy Dini Yanti dan Firdiyanti Nidya yang telah memberikan doa, semangat, dan dukungan setiap waktu sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar. 8. Wa fitri, tante linda, wa mala yang telah memberikan dukungan, nasehat dan doa yang telah diberikan selama perkuliahan hingga penelitian. 9. Kakak-kakak laboran FKIK, kak Rahmadi, kak Eris, kak Ani s, ka Lilis, Mba Rani, kak l i sna, kak Tiwi, dan kak Liken atas dukungan dan kerjasamanya selama kegiatan penelitian. 10. Ichsana Eskha Widya atas kerja sama, bantuan dan semangat yang telah diberikan selama penelitian ini. 11. Ageng, Nova, Shela, Herlin, Evi, Lela, Nurul dan teman-teman “Tableters” yang telah banyak memberi semangat , batuan dan kebersamaannya 12. Kak delvina dan kak dwiki yang telah memberikan bantuan, arahan dan dukungannya. 13. Teman-teman seperjuangan farmasi angkatan 2011 atas kebersamaan dan dukungannya. 14. Seluruh keluarga besar Prodi Farmasi FKIK yang telah memberikan kesempatan dan kemudahan untuk melakukan penelitian serta dukungannya. 15. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan hingga terwujudnya skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya. Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu saya dalam penelitian ini.
Ciputat, 3 Juli 2015 Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS............................................... iii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................ iv HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................... v ABSTRAK ................................................................................................................. vi ABSTRACT ............................................................................................................... vii KATA PENGANTAR ............................................................................................. viii HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .............................. x DAFTAR ISI ............................................................................................................... xi DAFTAR TABEL .................................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xiv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xv 1. PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 1.1. Latar Belakang ................................................................................................. 1 1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................ 3 1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................................. 3 1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................................... 4 2. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 5 2.1. Kitosan ............................................................................................................. 5 2.2. Natrium Sitrat ................................................................................................. 12 2.3. Verapamil Hidroklorida ................................................................................. 13 2.4. Asam Asetat ................................................................................................... 14 2.5. Gliserin ........................................................................................................... 14 3. METODE PENELITIAN ..................................................................................... 16 3.1. Lokasi Dan Waktu Penelitian......................................................................... 16 3.2. Bahan ............................................................................................................. 16 3.3. Peralatan ......................................................................................................... 16 3.4. Cara Kerja ...................................................................................................... 17 3.4.1. Penelitian Pendahuluan ........................................................................ 17 3.4.1.1. Optimasi Konsentrasi Larutan Natrium Sitrat........................ 17 3.4.1.2. Uji Turbidimetri ..................................................................... 17 3.4.1.3. Uji Kelarutan Eksipien Sambung Silang Kitosan-Sitrat ........ 17 3.4.2. Pembuatan Eksipien Sambung Silang Kitosan-Sitrat .......................... 18 3.4.3. Karakterisasi Eksipien Sambung Silang Kitosan-Sitrat ...................... 18 3.4.3.1. Uji Turbidimetri ................................................................... 18 3.4.3.2. Uji Penampilan Fisik ............................................................. 18 3.4.3.3. Penentuan Derajat Keasaman (pH) ...................................... 18 xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.3.4. Derajat Substitusi .................................................................. 19 3.4.3.5. Analisis Gugus Fungsi .......................................................... 20 3.4.4. Pembuatan Film Sambung Silang Kitosan-Sitrat ................................ 20 3.4.5. Karakterisasi Film Sambung Silang Kitosan-Sitrat ............................. 21 3.4.5.1. Viskositas ............................................................................. 21 3.4.5.2. Organoleptis Film ................................................................ 21 3.4.5.3. Uji Ketebalan Film ............................................................... 21 3.4.5.4. Uji Keragaman Bobot .......................................................... 21 3.4.5.5. Uji Daya Mengembang ........................................................ 22 3.4.5.6. Penetapan Panjang Gelombang Maksimum Verapamil ....... 22 3.4.5.7. Pembuatan Kurva Kalibrasi Verapamil HCl ........................ 22 3.4.5.8. Keseragaman Kandungan Verapamil Dalam Film .............. 22 3.4.5.9. Penetapan Kadar Verapamil Dalam Film ............................ 23 3.4.5.10. Uji Ketahanan Pelipatan Film .............................................. 24 3.4.6.11. Sifat Mekanik Film .............................................................. 24 3.4.6.12. Uji Pelepasan Obat Secara In Vitro ..................................... 24 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 26 4.1. Uji Pendahuluan ............................................................................................ 26 4.2. Preparasi Eksipien Sambung Silang Kitosan sitrat........................................ 28 4.3. Karakterisasi Eksipien sambung silang kitosan sitrat.................................... 28 4.3.1. Uji Turbidimetri ................................................................................ 28 4.4.2. Uji penampilan Fisik ......................................................................... 29 4.4.3. Penentuan Derajat Keasaman ............................................................ 30 4.4.4. Derajat Substitusi .............................................................................. 30 4.4.5. Analisis Gugus Fungsi ...................................................................... 31 4.4. Preparasi Film ............................................................................................... 33 4.5. Karakterisasi Film sambung silang kitosan sitrat ........................................ 33 4.5.1. Viskositas .......................................................................................... 33 4.5.2. Organoleptis Film ............................................................................. 34 4.5.3. Uji Ketebalan Film ........................................................................... 36 4.5.4. Uji Keragaman Bobot Film .............................................................. 36 4.5.4. Panjang Gelombang Maksimum dan Kurva Kalibrasi Verapamil HCl ................................................................................................... 37 4.5.5. Keseragaman Kandungan Verapamil HCl ....................................... 38 4.5.6. Penetapan Kadar Verapamil HCl ..................................................... 40 4.5.7. Sifat mekanik Film ........................................................................... 41 4.5.8. Daya Mengembang Film .................................................................. 43 4.5.9. Pelepasan Verapamil HCl Secara In Vitro ....................................... 45 5. Kesimpulan ......................................................................................................... 48 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 48 LAMPIRAN ............................................................................................................... 52 xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel 3.4. Formula Eksipien Sambung Silang Kitosan-Sitrat ................................. 18 Tabel 3.4. Formula Film Sambung Silang Kitosan-Sitrat ........................................ 21 Tabel 4.1. Karakteristik Cairan Pembentuk Eksipien dan Eksipien Sambung Silang Kitosan Sitrat dengan Variasi Konsentrasi .............................................. 26 Tabel 4.3. Uji Turbidimetri Eksipien Sambung Silang Kitosan-Sitrat ...................... 29 Tabel 4.3. Uji Derajat Keasaman Eksipien Sambung Silang Kitosan-Sitrat ............. 30 Tabel 4.3. Uji Derajat Substitusi Eksipien Sambung Silang Kitosan-Sitrat ............. 30 Tabel 4.3. Spektrum FTIR Kitosan Sitrat (pH4 ; pH 5; pH 7) dan Kitosan .............. 32 Tabel 4.5. Viskositas Cairan Pembentuk Film dari Keempat Formula Film ............ 33 Tabel 4.5. Ketebalan Film Keempat Formula Film................................................... 36 Tabel 4.5. Keragaman Bobot Keempat Formula Film .............................................. 36 Tabel 4.5. Panjang Gelombang Maksimum Verapamil HCl ..................................... 37 Tabel 4.5. Kurva Kalibrasi Verapamil HCl dalam Dapar Fosfat pH 6,8 .................. 38 Tabel 4.5. Hasil Optimasi Waktu Ektraksi Verapamil Hcl dalam Film .................... 39 Tabel 4.5. Keseragaman Kandungan Verapamil HCl di dalam Satu Cetakan Film.. 40 Tabel 4.5. Penetapan Kadar dan Persentase Kadar Verpamil HCl dalam Film ........ 40 Tabel 4.5. Kekuatan Tarik dan Perpanjangan pada saat Putus Film ......................... 41 Tabel 4.5. Uji Daya Mengembang Film .................................................................... 43 Tabel 4.5. Pelepasan Kumulatif Verapamil HCl dari Keempat Formula ................. 45 Tabel 4.5. Model Kinetika Pelepasan Keempat Formula Film Verapamil HCl ........ 46
xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Gambar.2.1. Stuktur Kimia Kitosan ........................................................................... 5 Gambar.2.1. Stuktur Hidrogel Kitosan ....................................................................... 7 Gambar.2.1. Stuktur Kimia Sambung Silang Kitosan-Sitrat ................................... 10 Gambar.2.2. Stuktur Kimia Natrium Sitrat ............................................................... 12 Gambar.2.2. Diagram Kesetimbangan Asam Sitrat Diantara pH 1,5 – pH 8 ............ 13 Gambar.2.3. Struktur Verapamil Hidroklorida .......................................................... 13 Gambar.2.4. Stuktur Kimia Asam Asetat ................................................................. 14 Gambar.2.5. Stuktur Kimia Gliserin ........................................................................ 14 Gambar.3.4. Contoh Potongan Film Untuk Uji Sifat Mekanik ................................ 24 Gambar 4.1. Cairan Pembentuk Eksipien Sambung Silang Kitosan Sitrat 1%; 1,5% ; dan 2% serta Kitosan Pembanding ..................................................... 26 Gambar 4.3. Penampilan Fisik Kitosan dan Sambung Silang Kitosan Sitrat ............ 29 Gambar 4.3. Spektrum FTIR Kitosan Sitrat (pH4 ; pH 5; pH 7) dan Kitosan .......... 31 Gambar 4.5. Pengamatan Visual Keempat Formula Film ......................................... 34 Gambar 4.5. Penampang Membujur Keempat Formula Film ................................... 35 Gambar 4.5. Penampang Melintang Keempat Formula Film .................................... 35 Gambar 4.5. Panjang Gelombang Maksimum Verpamil HCl ................................... 37 Gambar 4.5. Kurva Kalibrasi Verpamil HCl dalam Dapar Fosfat pH 6,8 ................ 38 Gambar 4.5. Kekutan Tarik dan Perpanjangan Putus Film ....................................... 42 Gambar 4.5. Daya Mengembang Film Keempat Formula ........................................ 44 Gambar 4.5. Profil Pelepasan Verapamil HCl pada Keempat Formula Film dalam Medium Dapar Fosfat pH 6,8 ............................................................... 46
xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Alur Penelitian ...................................................................................... 53 Lampiran 2. Alat-alat yang Digunakan ..................................................................... 54 Lampiran 3. Preparasi Larutan Asam Asetat ............................................................. 54 Lampiran 4. Preparasi Larutan Kitosan 2% .............................................................. 55 Lampiran 5. Preparasi Larutan Natrium Sitrat Konsentrasi 1%; 1,5% dan 2% ........ 55 Lampiran 6. Preparasi Larutan Natrium Sitrat Konsentrasi 1,5 % dengan pH 4; 5; dan 7 ...................................................................................................... 55 Lampiran 7. Preparasi Larutan Kalium Dihidrogen Fosfat 0,2 N ............................. 55 Lampiran 8. Pembuatan Larutan NaOH 0,2 N .......................................................... 55 Lampiran 9. Preparasi Larutan Dapar Fosfat pH 6,8 ................................................ 55 Lampiran 10. Pembuatan Larutan NaOH 1N ............................................................ 56 Lampiran 11. Perhitungan Pembuatan Larutan HCl 1 N .......................................... 56 Lampiran 12. Perhitungan Kadar Verapamil HCl dalam Preparasi Film.................. 56 Lampiran 13. Spektrum FTIR Eksipien Sambung Silang Kitosan Sitrat .................. 57 Lampiran 13. Uji Derajat Substitusi .......................................................................... 59 Lampiran 14. Cairan Pembentuk Film ...................................................................... 60 Lampiran 16. Penetapan Derajat Keasaman Eksipien Sambung ............................. 60 Lampiran 17. Uji Daya Mengembang Film ............................................................. 61 Lampiran 18. Uji Ketahanan Pelipatan Film ............................................................. 61 Lampiran 19. Tabel Derajat Keasaman Eksipien ...................................................... 61 Lampiran 20. Data Kestabilan Bobot ........................................................................ 61 Lampiran 21. Uji Sifat Mekanik Keempat Formula Film ......................................... 62 Lampiran 22. Analisis Statistik Kekuatan Tarik Film............................................... 63 Lampiran 23. Uji Keragaman Bobot Film ................................................................ 64 Lampiran 24. Uji Ketebalan Film Keempat Formula............................................... 64 Lampiran 25. Daya Mengembang Film ................................................................... 64
xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 26. Analisis Statistik Uji Daya Mengembang Film .................................. 66 Lampiran 27. Optimasi Waktu Ekstraksi .................................................................. 69 Lampiran 30. Persen Kumulatif Pelepasan Verapamil HCl Dalam Medium Dapar Fosfat 6,8 ............................................................................................. 69 Lampiran 31. Kuva Kinetika Pelepasan Verapamil HCl .......................................... 70 Lampiran 32. Analisa Statistik Kinetika Pelepasan Verapamil HCl dari Keempat Formula Film....................................................................................... 72 Lampiran 33. Perhitungan Optimasi Waktu Ekstraksi Verapamil HCl dalam Film Satu Cetakan ....................................................................................... 76 Lampiran 33. Perhitungan Persen Kadar Verapamil HCl pada Uji Keseragaman Kandungan ......................................................................................... 76 Lampiran 35. Perhitungan % Kumulatif Pelepasan Verapamil HCl dari Film ........ 77 Lampiran 36. Perhitungan Parameter Kinetika Pelepasan ........................................ 78 Lampiran 37. Sertifikat Analisis Kitosan .................................................................. 79 Lampiran 38. Sertifikat Analisis Verapamil Hidroklorida ........................................ 80 Lampiran 39. Sertifikat Analisis Trisodium Sitrat .................................................... 81
xvi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Kitosan merupakan polimer karbohidrat alami modifikasi yang diperoleh dari parsial N-deasetilasi kitin. Kitin merupakan polisakarida kedua yang paling melimpah di alam setelah selulosa. Sumber alam yang menghasilkan polimer ini adalah cangkang krustasea seperti kepiting, udang dan lobster, dan juga ditemukan di beberapa mikroorganisme, ragi dan jamur (Sailaja et al., 2010). Kitosan memiliki sifat nontoksik, biokompatibel, dan biodegradabel sehingga kitosan banyak digunakan sebagai eksipien dalam sediaan farmasi dan kosmetik (Rowe, Sheskey et al., 2006). Selain itu kitosan juga memiliki sifat bioadhesi yang baik dan dapat meningkatkan permeasi obat melalui ikatannya dengan permukaan jaringan biologi (Chinta, durga praveena et al., 2013). Oleh karena karakteristik yang dimiliki kitosan tersebut ia dapat dijadikan sebagai polimer pembentuk film yang baik. Parameter utama yang mempengaruhi karakteristik kitosan adalah berat molekul dan derajat deasetilasi (Varshosaz, Jaleh dan Reza Alinagari, 2005). Selain itu kitosan dapat dilakukan modifikasi akibat adanya sejumlah gugus amino yang membuat kitosan dapat bereaksi secara ionik dengan senyawa anion, modifikasi tersebut dapat menghasilkan perubahan sifat fisikokimia dari kitosan (Rowe, Sheskey dan owen, 2009). Metode modifikasi yang dapat dilakukan, yaitu melalui sambung silang secara kovalen dan interaksi ionik. Pada proses sambung silang secara kovalen dibutuhkan suatu senyawa agen penyambung silang seperti dialdehid misalnya glutaraldehid dan glioksal. Namun kebanyakan agen sambung silang yang digunakan untuk sambung silang secara kovalen bersifat toksik. Sehingga untuk mengatasi permasalahan tersebut dilakukan metode penyiapan hidrogel dengan sambung silang secara ionik yang bersifat reversibel. Proses sambung silang secara ionik menggunakan senyawa agen
1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2
sambung silang seperti sitrat dan tripolifosfat. Pelepasan obat pada film sambung silang kitosan dipengaruhi oleh kerapatan sambung silang yang dimilikinya (Berger et al., 2004). Sehingga pelepasan obat dapat dikontrol dengan mengatur kerapatan sambung silang dari hidrogel kitosan tersebut dan membuatnya dapat dijadikan sebagai eksipien pada sistem penghantaran obat. Penggunaan suatu ekspien dalam sediaan farmasi didasarkan pada karakteristik eksipien tersebut. Penelitian mengenai preparasi dan karakterisasi kitosan-tripolifosfat telah dilakukan. Modifikasi kitosantripolifosfat menyebabkan peningkatan nilai kekuatan perenggangan, persentase elongasi, dan fleksibilitas film (Nur, iftah, 2011). Selain modifikasi kitosan dengan tripolifosfat, sambung silang kitosan secara ionik juga dapat dilakukan dengan menggunakan agen sambung silang natrium sitrat. Pembuatan film sambung silang kitosan-sitrat sudah pernah dilakukan. Film sambung silang kitosan-sitrat dilakukan dengan metode perendaman film kitosan ke dalam larutan sitrat (Shu,X.Z et al., 2001). Film sambung silang kitosan-sitrat menunjukan bahwa adanya hubungan antara pH larutan natrium sitrat dengan kemampuan mengembang dan sifat pelepasan obat (Shu,X.Z et al., 2001). Film sambung silang kitosan dengan natrium sitrat juga telah dibuat sebagai sistem penghantaran obat moksifloksasin. Film sambung silang kitosan-sitrat dibuat menggunakan metode perendaman yaitu film kitosan yang terbuat dari larutan kitosan 4% dalam asam asetat 4% direndam dengan larutan natrium sitrat 4% dengan pH 5 menghasilkan kekuatan perenggangan film dan ketahanan pelipatan film yang baik, dan juga menghasilkan sifat fisikokimia yang baik (Chinta, durga praveena et al., 2013). Pada penelitian ini akan dilakukan preparasi dan karakterisasi sambung silang kitosan-sitrat sebagai eksipien dalam sediaan film. Derajat sambung silang kitosan-sitrat dipengaruhi oleh pH larutan natrium sitrat. Selain itu pH larutan natrium sitrat berpengaruh terhadap kemampuan mengembang dan sifat pelepasan obat pada film sambung silang kitosansitrat (Shu,X.Z et al., 2001). Berdasarkan hal tersebut maka preparasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3
sambung silang kitosan-sitrat pada penelitian ini dilakukan pada tiga nilai pKa natrium sitrat yaitu 4; 5; dan 7. Zat aktif yang digunakan pada sediaan film ini adalah verapamil HCl. Verapamil HCl diabsorpsi 90% dari saluran gastrointestinal, tetapi mengalami metabolisme lintas pertama di hati sehingga bioavailbilitasnya hanya sekitar 20% (Martindale, 2009). Oleh karena itu, verapamil HCl sesuai untuk dijadikan sebagai zat aktif pada sediaan film. Eksipien sambung silang kitosan-sitrat yang dihasilkan akan dikarakterisasi yang meliputi uji turbidimetri, FTIR (fourier transform infrared), uji organoleptis, derajat substitusi, dan derajat keasaman (pH). Film sambung silang kitosan-sitrat dilakukan karakterisasi yang meliputi uji viskositas, pengukuran ketebalan film, keragaman bobot, uji kemampuan daya mengembang, penetapan kadar obat, uji ketahanan pelipatan, uji kekuatan perenggangan film, dan uji pelepasan obat secara in vitro.
1.2.
Rumusan Masalah 1.
Bagaimana preparasi eksipien sambung silang kitosan-sitrat ?
2.
Bagaimana preparasi film sambung silang kitosan-sitrat ?
3.
Bagaimana pengaruh pH larutan natrium sitrat terhadap karakteristik eksipien dan film sambung silang kitosan-sitrat ?
1.3.
Tujuan Penelitian 1.
Mempelajari preparasi eksipien sambung silang kitosan-sitrat.
2.
Mempelajari preparasi film sambung silang kitosan-sitrat.
3.
Mempelajari pengaruh pH larutan natrium sitrat terhadap karakteristik eksipien dan film sambung silang kitosan-sitrat yang dihasilkan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4
1.4.
Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi tentang preparasi eksipien sambung silang kitosan-sitrat sebagai polimer pembentuk film. 2. Memberikan informasi mengenai karakteristik eksipien dan film sambung silang kitosan-sitrat. 3. Memberikan informasi tentang pengaruh perbedaan pH sitrat terhadap karakteristik eksipien dan film sambung silang kitosan-sitrat.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Kitosan
2.1.1. Sifat Fisikokimia Kitosan Kitosan merupakan polisakarida linear yang dihasilkan dari deasetilasi senyawa kitin yang terkandung dalam cangkang suku crustaceae seperti udang, lobster, kepiting dan sebagainya (Sakkinen, 2003).
(Sumber: Pierog, Milena, Magdalena Gierszewska-Drzynska et al., 2009)
Gambar 2.1. Struktur Kimia Kitosan Kitosan dihasilkan dari deasetilasi kitin. Kitosan merupakan kopolimer dari β-(1→4)–linked-2-acetamido-2-deoxy-β-D-glucopyranose dan 2-amino-2-deoxy- β-D-glucopyranose (Pierog, Milena et al, 2009). Kitosan bersifat nontoksik dan biodegradabel. Kitosan sendiri tidak larut dalam air pada pH netral, sehingga aplikasi kitosan terbatas (Sashiwa, H., 2002). Polimer kitosan memiliki bobot molekul bervariasi dari 100001000000 (Rowe, Sheskey et al., 2006). Kitosan memiliki derajat deasetilasi antara 40-98% (Illum, 1998). Derajat deasetilasi adalah persentasi gugus asetilasi yang berhasil dihilangkan selama proses deasetilasi kitin. Derajat deasetilasi berperan penting dalam proses penyerapan. Penambahan nilai derajat deasetilasi menyebabkan bertambahnya jumlah gugus amina bebas. Berat molekul kitosan dan derajat deasetilasi juga dapat mempengaruhi kelarutan kitosan dalam suasana asam dan membawa pengaruh pada proses penyerapan (Roberts, 1992). 5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6
Kitosan dengan derajat deasetilasi 40% larut sampai pH 9, sedangkan kitosan dengan derjat deasetilasi sekitar 85% larut hanya sampai pH 6,5. Kitosan tidak larut pada pH netral dan alkali. Sifat fungsional kitosan yang cukup besar peranannya sebagai eksipien dalam sediaan farmasi adalah profil viskositasnya. Viskositas kitosan meningkat dengan peningkatan konsentrasi kitosan dan penurunan temperatur. Viskositas juga meningkat dengan peningkatan derajat deasetilasi (Sakkinen, 2003). Kitosan merupakan poliamin dengan densitas muatan tinggi pada pH <6,5, sehingga menempel pada permukaan yang bermuatan negatif dan mengkelat ion logam. Sifat kitosan berhubungan pada polielektrolitnya dan sifat karbohidrat polimer. Adanya sejumlah gugus amino membuat kitosan dapat beraksi secara kimia dengan senyawa anion, yang mana menghasilkan perubahan sifat fisikokimia dari kombinasi tersebut. Hampir semua sifat fungsional kitosan bergantung pada panjang rantai, muatan densitas, dan distribusi muatan (Rowe, Sheskey dan owen, 2009). Ketika kitosan dilarutkan dalam larutan asam asetat, gugus amino dari kitosan menjadi terprotonasi dan terhubung dengan sejumlah ion dari asetat (Soheyla Honary*, Behnam Hoseinzadeh and Payman Shalchian, 2010).
2.1.2. Modifikasi kitosan Modifikasi hidrogel kitosan diklasifikasikan menjadi hidrogel kimia dan fisika. Hidrogel kimia terbentuk oleh ikatan kovalen ireversibel. Ikatan kovalen irreversibel membentuk hidrogel sambung silang kitosan secara kovalen. Hidrogel fisika atau hidrogel sambung-silang ionik dibentuk oleh ikatan reversibel. Hidrogel sambung-silang ionik memiliki interaksi ionik (Berger et al, 2004). Interaksi yang terbentuk ikatan kovalen atau ikatan ionik tergantung pada sifat alami penaut silangnya (Berger et al., 2004).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7
2.1.2.1.Kitosan Sambung Silang Secara Kovalen Hidrogel yang didasarkan pada kitosan sambung silang kovalen dapat dibagi dalam tiga berdasarkan strukturnya: sambung silang kitosankitosan, hybrid polymer network (HPN), semi- or full-interpenetrating polymer networks (IPN) (Berger et al., 2004).
(Sumber: Berger et al, 2004)
Gambar. 2.1. Stuktur Hidrogel Kitosan yang terbentuk oleh (a) sambung silang kitosan-kitosan; (b) hybrid polymer network (HPN), (c) semi or full-interpenetrating polymer networks (IPN) dan (d) sambung silang kitosan ionik. Ikatan sambung silang kitosan-kitosan terjadi antara dua unit struktural pada rantai polimer kitosan yang sama. Sedangkan pada HPN, reaksi penaut silang terjadi antara satu unit dari struktur rantai kitosan dan unit lain dari struktur polimer tambahan berbeda dengan HPN, semi-IPN atau IPN penuh jika ditambahkan polimer lain yang tidak bereaksi dengan larutan kitosan sebelum terjadi ikatan sambung silang. Agen sambung silang yang dapat membentuk ikatan kovalen yaitu suatu senyawa dengan berat molekul rendah, minimal memiliki dua gugus fungsi reaktif sehingga dapat terbentuk suatu “jembatan” yang menghubungkan antar rantai polimer (Berger et al., 2004). Pembuatan hidrogel terdiri dari penaut silang kitosan kovalen dan pelarut penaut silang. Komponen lain yang dapat ditambahkan yaitu polimer tambahan untuk membentuk HPN atau IPN (Berger et al., 2004). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8
Sambung silang kovalen terbentuk dari jaringan permanen yang menyebabkan difusi bebas dari air dan meningkatkan sifat mekanis dari gel. Agen penaut silang yang paling umum digunakan pada kitosan adalah golongan seperti glioksal dan glutaraldehid. Pada reaksi taut silang kovalen tersebut, gugus aldehid dari penaut silang beraksi dengan gugus amin dari kitosan membentuk ikatan imin kovalen. Namun, penggunaan agen taut silang tersebut dapat menginduksi sifat toksik dimana glutaraldehid memiliki sifat neurotoksik dan glioksal memiliki sifat mutagenik (Berger et al., 2004).
2.1.2.2.Kitosan Sambung Silang Ionik Agen sambung silang kovalen umumnya bersifat toksik, untuk mengatasi hal tersebut maka dilakukan agen sambung silang ionik yang bersifat reversibel. Kitosan merupakan polimer polikationik. Sifat tersebut menyebabkan dapat terjadinya interaksi dengan komponen bermuatan negatif (anionik). Interaksi ionik terjadi antara muatan negatif dari agen penaut silang dengan muatan positif dari kitosan. Dalam proses pembuatannya, agen penaut silang yang umum digunakan adalah golongan senyawa fosfat, seperti natrium tripolifosfat. Metode sambung silang ionik merupakan prosedur yang sederhana dan mudah. Modifikasi sambung silang dapat menghasilkan eksipien dengan daya mengembang pada medium pH asam maupun pH basa. Selain itu, adanya sambung silang ionik memungkinkan kitosan termodifikasi dibentuk menjadi berbagai sistem penghantaran obat, seperti mikropartikel dan nanopartikel (Berger et al., 2004). Reaksi sambung silang dipengaruhi oleh ukuran agen sambung silang dan muatan dari kitosan dan agen sambung silang. Muatan densisitas molekul ionik dipengaruhi oleh nilai pKa dan pada pH dari larutan selama reaksi. Kitosan memiliki pKa 6,5. Muatan densisitas kitosan dan agen sambung silang harus cukup tinggi agar dapat berinteraksi dan membentuk hidrogel. Hal tersebut berarti bahwa pH selama reaksi sambung silang harus berada pada interval pKa kitosan dan agen sambung silang. Ini harus dicatat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
9
bahwa jika pH terlalu tinggi, muatan positif dari kitosan akan ternetralisasi dan sistem ini tidak menjadi sambung silang secara ionik tetapi mengalami koaservasi-inversi,
karena
kitosan
mengendap.
Untuk
menghidari
pengendapan kitosan, pH larutan tidak boleh lebih tinggi dari pH 6. Agen sambung silang yang memiliki muatan densistas yang tinggi seperti tripolifosfat, untuk dapat memberikan pH-dependent swelling, proses sambung silang harus dibuat secara tidak sempurna. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memperpendek durasi sambung silang dan menurunkan konsentrasi agen sambung silang. Selain itu untuk mendapatkan jaringan yang optimal, yang secara mekanik stabil tetapi dengan daya mengembang dan pelepasan obat yang tinggi, yaitu dengan menggunakan kombinasi sambung silang seperti sitrat dan tripolifosfat (Berger, J., M. Reist, J.M. Mayer, O. Fel et al., 2004). Sambung silang ionik dapat dilakukan dengan metode klasik yaitu dengan menambahkan agen taut silang ke dalam larutan kitosan. Kitosan juga dapat disambung silang dengan menambahkan larutan kitosan melalui syringe ke dalam larutan agen taut silang (Berger, J., M. Reist, J.M. Mayer, O. Fel et al., 2004).
2.1.3. Film Kitosan Sifat film kitosan bergantung pada morfologinya yang dipengaruhi oleh sistem pelarut, berat molekul, derajat N-asetilasi, penguapan pelarut, dan mekanisme regenerasi amin bebas. Polimorfisme kitosan bergantung pada kondisi preparasi dan memainkan peranan penting dalam sifat tensile strength yang dihasilkan (Rathke & Hudson, 1994). Film kitosan dari 10% larutan asam asetat yang dikeringkan pada 125oC menunjukkan bahwa kisi-kisi dalam film meningkat dengan meningkatnya derajat N-asetilasi. Hal ini menyebabkan penurunan ikatan antar rantai (Rathke & Hudson, 1994). Sifat mekanik film kitosan yaitu kekuatan tarik, dapat ditingkatkan dengan menambahkan penyambung silang untuk membentuk ikatan silang antarpolimer kitosan. Kekuatan tarik film kitosan sambung silang meningkat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10
baik dalam keadaan kering maupun basah tanpa mengurangi sifat elongasi secara signifikan (Rathke & Hudson, 1994). Larutan polimer membentuk film melalui beberapa tahap. Ketika larutan polimer dicetak pada suatu cetakan, gaya kohesi membentuk ikatan diantara molekul polimer. Ketika kekuatan gaya kohesi dari molekul polimer tinggi, selanjutnya permukaan dari polimer mengalami koalesen. Koalesen dari molekul polimer yang berdekatan membentuk lapisan melalui difusi. Pada saat evaporasi pelarut, terjadi peningkatan gelasi dan rantai polimer menjadi mendekat satu sama lain. Ketika terdapat gaya tarik kohesi yang cukup di antara molekul molekulnya, dan penguapan air yang sempurna, ikatan polimer bergabung satu sama lain untuk membentuk film. Selama proses pembentukkan film, penyusutan dari film akibat penguapan air atau pengeringan yang cepat sering menyebabkan film patah atau keriting (Nadarajah, Kandasamy, 2005). Film kitosan juga telah dibuat dengan sambung silang kimia melalui interaksi elektrostatik antara multivalent fosfat dan kitosan
(Soheyla
Honary*, Behnam Hoseinzadeh and Payman Shalchian, 2010).
2.1.4. Film Sambung Silang Kitosan-Sitrat
(Sumber: Pierog, Drzynska, dan Czubenko, 2009)
Gambar 2.1. Struktur Kimia Sambung Silang Kitosan-Sitrat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
11
Sitrat merupakan anion dengan tiga gugus karboksilat dan kitosan merupakan polibasa dengan kation. Muatan densisitas sitrat dan kitosan dapat dikontrol oleh pH larutan (Soheyla Honary*, Behnam Hoseinzadeh and Payman Shalchian, 2010). Reaksi turbidimetri menunjukan adanya interaksi ionik antara natrium sitrat dan kitosan pada pH natrium sitrat ph 4,3 - 7,6 dimana interaksi tersebut bergantung pada pH natrium sitrat (Shu, X.Z et al., 2001). Natrium sitrat pH rendah (kurang dari 4,1) ionisasi gugus karboksil ditekan (biasanya kurang dari 0,3%) dengan kata lain sitrat hanya memiliki kurang dari satu muatan negatif. Asam sitrat pada pH 1-4, muatan densisitas sitrat rendah, dan pada pH lebih dari 4,3 turbiditasnya mulai meningkat dan larutan mulai berpisah menjadi dua fase (Shu, X.Z et al., 2001). Ionisasi gugus amin menurun pada pada pH larutan lebih dari 6. Pada pH larutan lebih 7,5 ionisasi gugus amin kurang dari 10 %. Kitosan pada pH lebih dari 6,3 memiliki penurunan muatan densisitas. Turbiditas paling rendah pada pH 7,6 dan turbiditas meningkat pada pH >7,6 yang menyebabkan kelarutan kitosan menurun pada daerah pH tersebut (Shu,X.Z et al., 2001). Derajat ionisasi sitrat dan kitosan dikotrol oleh pH larutan. Pada pH 5,5 dan 6,5 menunjukkan penurunan rasio daya mengembang yaitu 2,45 2,5, hal ini berhubungan dengan penarikan elektrostatik antara sitrat dan kitosan. Penurunan pH melemahkan ikatan garam dan memfasilitasi waktu mengembang (pH 4,5 memiliki rasio daya mengembang sebesar 2,83). Pada pH medium kurang dari 4.5 dapat meningkatkan swelling film kitosan-sitrat. Pada pH lebih dari 6,5 mengakibatkan pelemahan ikatan garam dan menghasilkan rasio swelling lebih besar yaitu 2,95 pada pH 7,4. Pada pH 8,5 dan 9,5 menyebabkan penurunan rasio daya mengembang yaitu 2,58 & 2,46 (Shu,X.Z et al., 2000). Sambung silang kitosan-sitrat digunakan dalam formulasi film moksifloksasin untuk pengobatan perindontis. Film sambung silang kitosansitrat dibuat dengan metode perendaman. Pada penelitian tersebut menunjukan variasi konsentrasi (3-5%), pH dan waktu perendaman natrium UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
12
sitrat (1-4 jam) dapat mempengaruhi morfologi permukaan film kitosansitrat. Film kitosan-sitrat dengan variasi konsentrasi natrium sitrat dan durasi perendaman menghasilkan film dengan keuatan tarik 20,16 hingga 28,7 kg/cm2. Nilai ketahanan pelipatan dengan varisi konsentrasi tersebut yaitu 295-300. Hal ini menunjukkan formulasi film sambung silang kitosan-sitrat dapat diaplikasikan sebagai film untuk mengobati periodontitis (Chinta, durga praveena et al., 2013).
2.2 .
Natrium Sitrat
(Sumber: Rowe, Sheskey Dan Owen, 2006)
Gambar 2.2. Struktur Kimia Natrium Sitrat Natrium sitrat memiliki rumus molekul C6H5Na3O7.2H2O dan berat molekul 294,10. Natrium sitrat memiliki pH 7-9 (5% b/v air) (Rowe, Sheskey Dan Owen, 2006). Natrium sitrat larut 1 bagian dalam 1,5 bagian air, 1 bagian dalam 0,6 air mendidih dan praktis tidak larut dalam etanol (95%) (Rowe, Sheskey Dan Owen, 2006). Natrium sitrat merupakan suatu agen sambung silang anion dengan mekanisme interaksi elektrostatik antara kitosan dengan natrium sitrat (Shu, Zhu dan Song, 2000). Asam sitrat memiliki tiga nilai pKa yaitu 3,14; 4,77; dan 6,39 (Doores S., 2005). Muatan negatif pada molekul asam sitrat meningkat dengan peningkatan pH akibat deprotonasi dari gugus asam karboksilat.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
13
(Sumber: Billo, E. J, 2001)
Gambar 2.2. Diagram Kesetimbangan Asam Sitrat Diantara pH 1.5 – pH 8 2.3.
Verapamil Hidroklorida
(Sumber : Brithis Pharmacopeia, 2009)
Gambar 2.3. Struktur Kimia Verapamil Hidroklorida Verapamil hidroklorida memiliki rumus molekul C27H38N2O4HCl dan berat molekul 491,107. Verapamil hidroklorida larut dalam air; mudah larut dalam kloroform; agak sukar larut dalam etanol; praktis tidak larut dalan eter. Verapamil hidroklorida berbentuk serbuk hablur berwarna putih atau hampir putih, praktis tidak berbau dan memiliki rasa pahit (Departemen Kesehatan RI, 1995). Panjang gelombang maksimum verapamil hidroklorida 278 nm (USP 30 th-NF 25, 2007). Verapamil hidroklorida merupakan turunan papaverin, menyekat kanal Ca2+ di membran otot polos dan otot jantung (Departemen Farmakologi FK UI, 2007). Verapamil diabsorpsi 90% dari saluran gastrointestinal, tetapi verapamil mengalami metabolisme lintas pertama di hati dan bioavailbilitas verapamil hanya sekitar 20% (Martinale, 2009). Verapamil memiliki kinetika eliminasi dua atau tiga fase dan telah
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14
dilaporkan memiliki waktu paruh plasma dua sampai delapan jam setelah dosis oral tunggal atau intravena.
2.4.
Asam Asetat
(Sumber: Rowe, Sheskey dan Owen, 2006)
Gambar 2.4. Struktur Kimia Asam Asetat Asam asetat memiliki rumus empiris C2H4O2 dan berat molekul 60,05. Asam asetat glasial berupa massa kristalin atau larutan yang mudah menguap dan tidak berwarna dengan bau tajam (Rowe et al., 2009). Larutan asam asetat 1 M memiliki pH 2,4; larutan asam asetat 0,1 M memiliki 2,9; dan larutan asam asetat 0,01 M memiliki pH 3,4. Konstanta disosiasi (pKa) asam asetat adalah 4,76. Kelarutan asam asetat yaitu dapat bercampur dengan etanol, eter, gliserin, air, dan minyak yang mudah menguap (Rowe et al., 2009). Stabilitas dan kondisi penyimpanan asam asetat yaitu disimpan pada wadah kedap udara di tempat yang sejuk dan kering (Rowe et al., 2009).
2.5.
Gliserin
(Sumber: Rowe, Sheskey Dan Owen, 2006)
Gambar 2.6 . Struktur Kimia Gliserin Gliserin memiliki rumus empiris C3H8O3 dan berat molekul 92,09. Gliserin berbentuk cairan jernih kental yang tidak berwarna, tidak berbau, memiliki rasa manis dan bersifat higroskopis (Rowe et al., 2009).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
15
Gliserin digunakan pada sediaan farmasi sebagai humektan, emolien, kosolven, dan pelarut pada sediaan cair dan setengah padat. Selain itu gliserin pada sediaan kapsul gelatin lunak digunakan sebagai zat pemberi sifat plastis (plasticizer) (Rowe et al., 2009). Film dari polimer saja cenderung rapuh dan sering retak pada saat pengeringan. Penambahan agen pemberi sifat plastis (plasticizer) pada cairan pembentuk film dapat mengurangi permasalahan tersebut. Ketika plasticizer ditambahkan, rigiditas molekular dari polimer berkurang akibat pengurangan kekuatan rantai intermolekular polimer. Molekul plastisizer menempatkan dirinya diantara rantai polimer, kemudian memecahkan interaksi polimer-polimer tersebut. Plasticizer meningkatkan fleksibilitas dan mengurangi kerapuhan dari film (Nadarajah, Kandasamy, 2005).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Formulasi Sediaan Padat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Laboratorium Penelitian I FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Laboratorium Farmakologi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Laboratorium Kesehatan Lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Laboratorium Kimia Obat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Laboratorium Riset UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan P3TIR BATAN Pasar Jum’at. Penelitian dilaksanakan pada Januari 2015.
3.2.
Bahan Kitosan (PT. Biotech Surindo, Indonesia; berat molekul sedang; derajat deasetilasi 86,51%), trisodium sitrat dihidrat (Merck, Jerman), verapamil hidroklorida (Kimia Farma, Indonesia), asam asetat glasial (Merck, Jerman), asam klorida, natrium hidroksida (PT. Brataco),
kalium hidrogen fosfat (PT. Brataco), kalium biftalat,
indikator fenolftalein LP, indikator metil merah, natrium karbonat anhidrat dan aqua destilata.
3.3
Alat Oven (Eyela NDO-400, Jepang), pH meter (Horiba F-52), lumpang dan alu, desikator, pengaduk magnetik (SRS 710H Adventec, Jepang), stand up stirrer (IKA RW 20 Digital), mikroskop optik (Olympus IX 71, Jepang), mikrometer digital (Mitutoyo, Jepang), spektrofotometer UV-Vis (Hitachi U-290), Fourier Transform Infrared (Shimadzu), viskotester HAAKE 6R, alat potong dumb bell (Saitama dengan standar ASTM –D 1822-1, Jepang), tensile tester Storograph R1 (Toyoseiki, Jepang), seperangkat alat disolusi (Erweka DT626HH), timbangan analitik (AND GH-120), buret dan statis, mikropipet (Bio Rad), saringan membran 0,45 µm, spuit dan alat-alat gelas.
16 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
17
3.4.
Cara Kerja
3.4.1. Penelitian Pendahuluan 3.4.1.1. Optimasi Konsentrasi Natrium Sitrat Sambung silang kitosan-sitrat dibuat dengan tiga variasi konsentrasi larutan natrium sitrat yaitu 1%; 1,5% dan 2% dengan pH 5. Larutan natrium sitrat dengan berbagai konsentrasi tersebut ditambahkan tetes demi tetes ke dalam larutan kitosan 2% sambil diaduk menggunakan stand up stirrer dengan kecepatan 1300 rpm. Penambahan larutan natrium sitrat ke dalam larutan kitosan dengan perbandingan 1:5 v/v (larutan natrium sitrat : larutan kitosan) (Nur, ifthah, 2011 dengan modifikasi). Amati penampilan cairan pembentuk eksipien dan diuji turbidimetri. Kemudian cairan pembentuk eksipien tersebut dikeringkan dengan oven pada suhu 55oC sampai kering, lalu dihaluskan hingga menghasilkan bentuk serbuk untuk selanjutnya dilakukan uji kelarutan.
3.4.1.2. Uji Turbidimetri Pengujian turbidimetri dilakukan untuk memilih konsentrasi optimal natrium sitrat dengan melihat dari nilai kekeruhan yang dihasilkan oleh masing-masing formula tersebut. Cairan pembentuk eksipien sambung silang kitosan-sitrat diukur turbiditas pada 420 nm dengan spektrofotometer visibel dan kekeruhan dinyatakan dengan 100-T%. Pengukuran turbidimetri ini juga dilakukan terhadap larutan kitosan 2% dalam asam asetat 1 % yang ditambahkan aquades sebanyak volume sitrat yang digunakan pada proses sambung silang kitosan tersebut (Shu, X.Z et al.,2001 dengan modifikasi).
3.4.1.3. Uji Kelarutan Eksipien Sambung Silang Kitosan-Sitrat Uji kelarutan eksipien sambung silang kitosan-sitrat dilakukan dengan melarutkan eksipien kitosan sitrat 0,6 g didalam asam asetat 4% hingga mencapai volume 15 ml (Agusnar, Harry, 2007 dengan modifikasi).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
18
3.4.2. Pembuatan Eksipien Sambung Silang Kitosan-Sitrat Eksipien sambung silang kitosan sitrat dibuat seperti yang tertera pada optimasi konsentrasi natrium sitrat. Eksipien sambung silang kitosansitrat dibuat dengan konsentrasi natrium sitrat optimum yaitu 1,5%. Larutan natrium sitrat dibuat dengan tiga variasi pH yaitu 4, 5, dan 7. Tabel 3.4. Formula Eksipien Sambung Silang Kitosan-Sitrat Formula F1
Larutan kitosan 2% dalam asam asetat 1% (ml) 50
Larutan natrium sitrat 1.5 % (ml) pH 4 pH 5 pH 7 10 -
F2
50
-
10
-
F3
50
-
-
10
3.4.3. Karakterisasi Eksipien Sambung Silang Kitosan-Sitrat 3.4.3.1. Uji Tubidimetri Interaksi sambung silang natrium sitrat dengan kitosan diuji dengan pengujian turbidimetri. Cairan pembentuk eksipien sambung silang kitosansitrat diukur turbiditas pada 420 nm dengan spektrofotometer UV-Vis dan kekeruhan dinyatakan dengan 100-T%. Pengukuran turbidimetri ini juga dilakukan terhadap larutan kitosan 2% dalam asam asetat 1 % yang ditambahkan aquades sebanyak volume sitrat yang digunakan pada proses sambung silang kitosan tersebut (Shu, X.Z et al.,2001 dengan modifikasi). 3.4.3.2 Uji Penampilan Fisik Uji penampilan fisik dilakukan terhadap kitosan dan kitosan-sitrat yang meliputi uji terhadap bentuk, warna dan bau (Nur, ifthah, 2011).
3.4.3.3 Penentuan Derajat Keasaman (pH) Penentuan derajat keasaman dilakukan terhadap kitosan dan eksipien sambung silang kitosan sitrat. Eksipien kitosan dan kitosan-sitrat sebanyak 1 g didispersikan dalam aquadestilata 50 ml yang diaduk dengan bantuan pengaduk magnetik selama 15 menit. Kemudian dilakukan pengukuran pH dengan menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi (Nur, ifthah, 2011).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
19
3.4.3.4. Derajat Substitusi 1)
Pembakuan NaOH 1,0 N Pembakuan NaOH 1,0 N dilakukan dengan menggunakan kalium biftalat P. Timbang saksama 1,0005 g kalium biftalat P yang sebelumnya telah dihaluskan dan dikeringkan selama 2 jam pada suhu 105oC, dan dilarutkan dalam 75 ml aquades. Indikator fenolftalein LP ditambahkan sebanyak 2 tetes dan kemudian larutan dititrasi dengan NaOH 1 N hingga menjadi warna merah muda. NNaOH
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑘𝑎𝑙𝑖𝑢𝑚 𝑏𝑖𝑓𝑡𝑎𝑙𝑎𝑡
= 𝐵𝐸 𝑘𝑎𝑖𝑢𝑚 𝑏𝑖𝑓𝑡𝑎𝑙𝑎𝑡 𝑥 𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻
BE Kalium biftalat = 204,2 (Departemen kesehatan RI, 1995 dengan modifikasi).
2)
Pembakuan HCl 1 N Pembakuan HCl 1,0 N dilakukan dengan cara natrium karbonat anhidrat ditimbang saksama 1,5000 g baku primer yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105oC selama 1 jam. Natrium karbonat anhidrat dilarutkan dalam 100 ml air dan ditambahkan 2 tetes metil merah LP. Asam klorida ditambahkan perlahan-lahan dari buret sambil diaduk hingga larutan berwarna merah muda pucat.kmuds Larutan dipanaskan hingga mendidih, kemudian didinginkan dan titrasi dilanjutkan. Panaskan lagi hingga mendidih, dan dititrasi lagi hingga warna merah muda pucat tidak hilang dengan pendidihan lebih lanjut. Normalitas HCl dihitung dengan: NHCl
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑛𝑎𝑡𝑟𝑖𝑢𝑚 𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛𝑎𝑡
= 𝐵𝐸 𝑛𝑎𝑡𝑟𝑖𝑢𝑚 𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛𝑎𝑡 𝑥 𝑉 𝐻𝐶𝑙
BE natrium karbonat anhidrat = 52,99 (Departemen kesehatan RI, 1995 dengan modifikasi)
3)
Penetapan Derajat Substitusi (DS) Kitosan sitrat ditimbang seksama sebanyak 100 mg dan dilarutkan dalam 15,0 ml NaOH 1,0 N yang telah dibakukan. Medium ditambahkan indikator metil merah sebanyak 3 tetes. Kelebihan NaOH dititrasi dengan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
20
HCl 1,0 N yang telah dibakukan sampai titik akhir titrasi yang ditandai dengan perubahan warna dari kuning menjadi jingga kemerahan. DS (mol / gram) = (Yuliani, andi adha, 2012 dengan modifikasi).
3.4.3.5. Analisis Gugus Fungsi Analisis gugus fungsi menggunakan alat spektrometer infra merah dilakukan untuk mengetahui adanya perubahan gugus fungsi pada eksipien kitosan-sitrat. Sejumlah sampel yang akan diuji ditambahkan ke dalam KBr. Campuran tersebut kemudian digerus hingga homogen. Pemeriksaan gugus fungsi dilakukan pada bilangan gelombang 500-4000 cm-1 (De Moura M, Auada FA et al., 2009 dengan modifikasi).
3.4.4. Pembuatan Film Sambung Silang Kitosan-Sitrat Eksipien kitosan-sitrat 4 g (dengan pH larutan natrium sitrat yang berbeda yaitu 4, 5, dan 7), gliserin 2,8 gram dan verapamil HCl 2,4 gram dilarutkan dalam asam asetat 4% 90,8 gram. Campuran tersebut diaduk hingga homogen dengan menggunakan pengaduk magnetik selama 1 jam. Cairan pembentuk film (CPF) yang dihasilkan didiamkan selama 24 jam untuk menghilangkan gelembung. CPF kemudian dituang ke dalam cetakan film (8 x 3,5 cm) sebanyak 10 gram lalu dikeringkan dengan oven 50oC selama 20 jam. Setelah kering, film dipotong sehingga mempunyai ukuran 3,5 x 2 cm2. Film kemudian dibungkus dengan aluminium foil dan disimpan dalam desikator untuk pengujian selanjutnya. Pembuatan film seperti diatas juga dilakukan untuk membuat film kitosan pembanding. Film tersebut menggunakan kitosan sebagai eksipien pembentuk film.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
21
Tabel 3.4. Formula Film Sambung Silang Kitosan-Sitrat Formula
F1
3.4.5
Eksipien kitosan-sitrat (gram) pH 4 pH 5 pH 7 4 -
Kitosan (gram)
Gliserin (gram)
Verapamil (gram)
-
2,8
2,4
Asam asetat 4 % (gram) 90,8
F2
-
4
-
-
2,8
2,4
90,8
F3
-
-
4
-
2,8
2,4
90,8
F4
-
-
-
4
2,8
2,4
90,8
Karakterisasi Film Sambung-silang Kitosan-Sitrat
3.4.5.1.Viskositas Cairan pembentuk film (CPF) F1, F2, F3 dan F4 diuji viskositas dengan menggunakan viskotester HAAKE 6R dengan nomor spindel 3R dan kecepatan putaran spindel 60 rpm pada suhu ruang (Rane dan Kale, 2009 dengan modifikasi).
3.4.5.2. Organoleptis Film Pengamatan organoleptis film dilakukan secara mikroskopik dan makroskopik. Pengamatan mikroskopik film dilakukan pada penampang membujur dan melintang dari film tersebut. Pengamatan makroskopik film dilakukan dengan mengamati secara visual warna dan tekstur permukaan film (J.Balasubramanian et al., 2012).
3.4.5.3. Uji Ketebalan Film Pengukuran
ketebalan
film
diukur
dengan
menggunakan
mikrometer pada keenam sisi di sekeliling film. Kemudian dihitung ratarata ketebalannya dan dinyatakan dalam satuan mikrometer (µm) (Semalty, M. et al., 2008 dengan modifikasi).
3.4.5.4.Uji Keragaman Bobot Film dari semua formulasi yang memiliki ukuran yang sama (3,5 x 2 cm2) ditimbang dan rata-rata berat film tersebut dihitung. Pengujian ini dilakukan sebanyak tiga film pada masing masing formula. Kemudian
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
22
standar deviasi dari masing-masing formula dihitung (Chinta, Durga Praveena et al, 2013 dengan modifikasi).
3.4.5.5.Uji Daya Mengembang film Film dengan ukuran 3,5x2 cm2 dibiarkan mengembang di dalam 15 ml medium dapar fosfat pH 6,8 pada cawan penguap. Film ditimbang pada waktu ke 5, 10, 15, 30, 60, 90 dan 120 menit. Sebelum ditimbang film dihilangkan airnya dengan kertas saring. Persen mengembang dapat diukur dengan persamaan berikut: Indeks Mengembang (%) =
Wt−Wo Wo
X 100%
Dimana Wt adalah berat pada waktu t dan Wo adalah berat pada waktu 0 (Mahalaxmi et al., 2010). Hasil yang diperoleh dianalisa secara statistik mengunakan sofware SPSS
3.4.5.6. Penetapan Panjang Gelombang Maksimum Verapamil HCl Dilakukan scanning panjang gelombang dari larutan standar verapamil HCl dengan konsentrasi 40 ppm menggunakan spektrofotometer UV dengan panjang gelombang 200-400 nm (USP-NF, dengan modifikasi).
3.4.5.7. Pembuatan Kurva Kalibrasi Verapamil HCl Kurva kalibrasi verapami HCl diukur dengan melarutkan 100 mg verapamil HCl dalam 100 ml dapar fosfat, sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 1000 ppm. Kemudian dibuat seri konsentrasi 0,10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80 ppm. Seri konsentrasi verapamil HCl tersebut diukur menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum verapamil HCl yaitu 277,6 nm (Ajeng, Wisnu, 2012 dengan modifikasi).
3.4.5.8. Keseragaman kandungan Verapamil HCl dalam Film 3.4.5.8.1. Optimasi Waktu ekstraksi Verapamil HCl dari Film Film yang terdapat didalam cetakan keseluruhannya ditimbang kemudian dipotong potong. Film yang telah terpotong potong tersebut dimasukkan ke dalam 100 ml medium dapar fosfat pH 6,8 kemudian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
23
dilakukan pengadukan dengan pengaduk magnetik selama 6 jam dan kemudian didiamkan selam 18 jam. Pada setiap jam saat pengadukan dengan pengaduk magnetik dan saat terakhir setelah didiamkan selama 18 jam larutan diambil sampelnya sebanyak 5 ml untuk kemudian diukur kadar verapamil HCl yang terkandung didalamnya dan larutan yang diambil tersebut digantikan dengan 5 ml dengan dapar fosfat pH 6,8. Sampel tersebut disaring dengan penyaring membran 0,45 µm. Kemudian 0,5 ml larutan uji diencerkan dengan medium dapar fosfat pH 6,8 hingga 25 ml. kemudian diukur kandungan verapamil tersebut dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 277,6 nm. Uji ini dilakukan triplo.
3.4.5.8.2. Uji Keseragaman Kandungan Film Tiga unit film berukuran 3,5 x 2 cm2 yang berasal dari satu cetakan film yang sama dari setiap formula diambil untuk dilakukan pengujian keseragaman kandungan dalam film tersebut. Film yang telah dipotongpotong dimasukkan ke dalam 100 ml medium dapar fosfat pH 6,8. Kemudian dilakukan pengadukan dengan pengaduk magnetik selama 6 jam dan didiamkan selama 18 jam. Larutan uji diambil 5 ml kemudian disaring dengan penyaring membran 0,45 µm. Larutan tersebut diambil sebanyak 0,5 ml kemudian di encerkan kedalam labu ukur 5 ml. Setelah itu larutan diukur dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum verapamil HCl 277,6 nm. Uji ini dilakukan secara triplo (Deshmane, Subhash V et al., 2009 dengan modifikasi).
3.4.5.9. Uji Penetapan Kadar Verapamil HCl dalam Film Penetapan kadar verapamil HCl dilakukan dengan cara seperti pada keseragaman kandung film, tetapi sampel film yang digunakan merupakan film dengan bobot yang sama atau hampir sama. Penetapan kadar film dengan menggunakan film dengan bobot yang hampir sama bertujuan untuk mengetahui kadar verapamil HCl di dalam film yang memiliki bobot yang mirip sebagai acuan pemilihan sampel untuk uji pelepasan obat.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
24
3.4.5.10. Uji Ketahanan Pelipatan Film Daya tahan pelipatan diukur dengan melipat film sebanyak 300 kali secara terus menerus. Daya tahan dapat dilihat dari jumlah pelipatan yang dilakukan di tempat yang sama sampai film sobek (Koland, Charyulu dan Prablu, 2010).
3.4.5.11. Sifat Mekanik Film Sifat mekanik film diuji berdasarkan kekuatan tarik (tensile strength) dan perpanjangan pada saat putus (elongation at breaks). Pengujian sifat mekanik dilakukan dengan menggunakan alat tensile tester Storograph R1. Film dipotong dengan bentuk halter dengan dumbbell AstmD-1822 L Crosshead seperti berikut:
(Sumber : http://www.dumbbell.co.jp, 2014)
Gambar 3.4. Contoh potongan film untuk uji sifat mekanik Film ditarik dengan gaya 100 kg, dengan kecepatan 25 mm/menit, dan dibaca dengan kertas grafik dengan skala terkecil 0,01 kg. Pengukuran % elongasi dan kekuatan peregangan dilakukan dengan rumus berikut: Perpanjangan putus (%) = Kekuatan tarik =
Panjang akhir film−Panjang awal film (mm) Panjang awal film (mm)
Gaya untuk memutuskan film (N) Luas area film (mm2)
Hasil yang diperoleh dianalisa secara statistik mengunakan sofware SPSS (Abbaspour, M.R., S. Makhmalzadeh, dan S. Jalali, 2010 dengan modifikasi).
3.4.5.12. Uji Pelepasan Verapamil HCl secara In vitro Uji pelepasan obat secara invitro dari film 3,5 x 2 cm2 dilakukan dengan menggunakan metode dayung berputar. Uji disolusi dilakukan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
25
dalam larutan buffer fosfat pH 6,8 sebanyak 400 mL pada suhu 37°C ± 0,5°C, dan dengan kecepatan putaran 50 rpm. Film dimasukkan ke dalam medium disolusi tersebut. Sampel sebanyak 5 ml ditarik pada interval waktu yang telah ditentukan dan diganti dengan sejumlah larutan dapar fosfat pH 6,8 dengan volume yang sama. Sampel disaring melalui penyaring membran 0,45 µm dan dianalisis dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum verapamil HCl 277,6 nm. Durasi pengujian disolusi ditentukan dengan optimasi terlebih dahulu dan pengujian dilakukan secara triplo. Hasil yang diperoleh dianalisa secara statistik mengunakan sofware SPSS (Deshmane, Subhash V et al., 2009 dengan modifikasi).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Uji Pendahuluan
4.1.1. Optimasi Konsentrasi Larutan Natrium Sitrat Pada penelitian ini dilakukan uji pendahuluan yaitu optimasi konsentrasi larutan natrium sitrat. Optimasi ini bertujuan agar mendapatkan konsentrasi natrium sitrat yang terbaik yang dapat menghasilkan ikatan sambung silang kitosan dengan sitrat dan dapat dilarutkan dalam asam asetat 4%. Variasi konsentrasi natrium sitrat yang digunakan yaitu 1%; 1,5%; dan 2%. Konsentrasi natrium sitrat yang optimal ditentukan dengan uji turbidimetri dan uji kelarutan.
Gambar 4.1. Cairan Pembentuk Eksipien Kitosan Sitrat Sambung Silang 1%; 1,5%; dan 2% serta Kitosan Pembanding Tabel 4.1. Karakteristik Cairan Pembentuk Eksipien dan Eksipien Sambung Silang Kitosan Sitrat dengan Variasi Konsentrasi No
Nama sampel
1
Kitosan pembanding
2
Kitosan-sitrat 1%
3
Kitosan-sitrat 1,5%
4
Kitosan-sitrat 2%
Bentuk Cairan Pembentuk Eksipien Koloidal, bening, tanpa terlihat bentuk partikel Koloidal, sedikit keruh, tanpa terlihat bentuk partikel Kolidal, keruh, tanpa terlihat bentuk partikel, Koloidal, sangat keruh terlihat betuk partikel kecil
% Kekeruhan (100-T%) 41,0 % 42,5% 63,1% 86,6,4%
26 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
27
Kekeruhan merupakan salah satu tanda terjadinya ikatan sambung silang antara kitosan dan natrium sitrat, semakin banyak ikatan sambung silang antara kitosan dan natrium sitrat maka semakin meningkat kekeruhannya. Interaksi
sodium sitrat dan kitosan diuji dengan
uji
turbidimetri, metode pengujian ini telah dilakukan oleh park et al. (Park et al., 1992; Mattison et al., 1995). Berdasarkan uji pendahuluan pembentukan eksipien dengan variasi natrium sitrat menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi natrium sitrat yang digunakan maka semakin besar persentase kekeruhan yang dihasilkan. Berdasarkan hal tersebut maka semakin tinggi konsentrasi natrium sitrat menghasilkan ikatan sambung silang yang semakin tinggi. Hal tersebut sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa peningkatan konsentrasi natrium sitrat akan meningkatkan derajat ikatan sambung silang sehingga menurunkan daya mengembang film tersebut (Ashok Kumar Tiwary dan Vikas Rana, 2010). Berdasarkan hasil penelitian, Ikatan sambung silang yang terbesar terdapat pada eksipien sambung silang kitosan sitrat dengan konsentrasi natrium sitrat sebesar 2%. Ikatan sambung silang yang semakin besar dapat menghambat pelepasan obat pada film, selain itu juga akan menurunkan daya mengembang film (Honary, Soheyla, Behnam Hoseinzadeh dan Payman Shalchian, 2010). Sehingga dari hasil turbidimetri tersebut menunjukkan jika larutan narium sitrat dengan konsentrasi 2% dan
pH 5 dapat menghambat pelepasan obat secara
signifikan pada film yang akan dibuat. Pengahambatan pelepasan obat yang terlalu besar ini tidak diharapkan karena dapat membuat persentase kumulatif obat pelepasan obat dari film tidak mencapai 100%. Eksipien sambung silang kitosan sitrat dengan variasi konsentrasi natrium sitrat tersebut selanjutnya diuji kelarutan dalam asam asetat 4%. Konsentrasi asam asetat dipilih berdasarkan konsentrasi asam asetat yang digunakan untuk membentuk film. Dari hasil uji kelarutan tersebut semua variasi konsentrasi larutan natrium sitrat dapat larut dalam asam asetat 4% dengan membentuk koloidal kental berwarna bening kekuningan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
28
Berdasarkan uji turbidimetri dan kelarutan maka dipilih konsentrasi natrium sitrat 1,5%. Konsentrasi tersebut dipilih karena pada konsentrasi tersebut menghasilkan ikatan sambung silang yang cukup baik dan dapat larut dalam asam asetat 4%.
4.2.
Preparasi Eksipien Sambung Silang Kitosan Sitrat Eksipien sambung silang kitosan-sitrat dibuat dengan tiga variasi pH larutan natrium sitrat yaitu pH 4, 5, dan 7 dengan konsentrasi 1,5%. Ketiga variasi pH ini dipilih berdasarkan tiga nilai pKa asam sitrat yaitu 3,14; 4,77; dan 6,39 (Doores S., 2005). Variasi pH ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan pH larutan natrium sitrat terhadap karakterisik eksipien sambung silang kitosan sitrat. Eksipien sambung silang kitosan sitrat dibuat dengan menambahkan larutan natrium sitrat dengan berbagai pH ke dalam larutan kitosan sambil diaduk dengan menggunakan stand up stirrer 1300 rpm. Setelah itu cairan pembentuk eksipien diuji turbidimetri dan viskositasnya. Setelah diujikan cairan pembentuk eksipien tersebut dikeringkan dengan mengggunakan oven suhu 55oC. Sambung silang kitosan sitrat yang telah kering dihaluskan menggunakan lumpang dan alu dengan sesegera mungkin. Hal tersebut karena eksipien sambung silang kitosan sitrat yang terbentuk bersifat higroskopis sehingga jika terlalu lama terpapar udara akan membuat eksipien tersebut menjadi elastis dan tidak dapat dihaluskan sehingga tidak dapat membentuk serbuk.
4.3.
Karakterisasi Eksipien Sambung Silang Kitosan Sitrat
4.3.1
Uji Turbidimetri Interaksi antara kitosan dan natrium sitrat akan dianalisa menggunakan uji turbidimetri. Perubahan turbiditas akan ditentukan dengan spetrofotometer visibel pada panjang gelombang 420 nm dan turbiditasnya dihitung dengan 100 - T%.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
29
Tabel 4.3. Uji Turbidimetri Eksipien Sambung Silang Kitosan-Sitrat No 1 2 3 4
Nama sampel Kitosan pembanding F1 F2 F3
% kekeruhan (100 - T%) 39,7 % 39,8 % 61,4 % 76,1 %
Berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa sambung silang kitosan sitrat pH 7 memiliki nilai kekeruhan yang paling tinggi kemudian kekeruhan semakin menurun secara berturut-turut pada larutan natrium sitrat ph 5 dan pH 4. Hal ini menunjukkan bahwa semakin meningkat pH larutan natrium sitrat maka ikatan sambung silang kitosan sitrat yang terbentuk akan semakin meningkat (Shu, X.Z et al.,2001).
4.3.2. Uji Penampilan Fisik
Keterangan: a) kitosan; b) kitosan sambung silang sitrat
Gambar 4.3. Penampilan Fisik Kitosan dan Sambung Silang Kitosan Sitrat Eksipien kitosan memiliki warna yang berbeda dengan eksipien sambung silang kitosan sitrat yaitu serbuk kitosan berwarna putih gading sedangkan kitosan yang telah tersambung silang oleh sitrat berwarna kuning. Perubahan warna ini terjadi akibat proses pengeringan cairan pembentuk eksipien. Kitosan memiliki bentuk serbuk halus sedangkan eksipien sambung silang kitosan sitrat yang dihasilkan berbentuk serpihan. Perbedaan bentuk ini terjadi akibat proses penyerbukan yang tidak sempurna. Sifat eksipien sambung silang kitosan sitrat yang higroskopis membuat proses
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
30
penyerbukan menjadi sulit, sehingga eksipien sambung silang kitosan sitrat yang dihasilkan berupa serpihan. Kitosan tidak berbau sedangkan kitosan sambung silang sitrat berbau asam. Bau asam dari kitosan sambung silang sitrat berasal dari asam asetat yang digunakan sebagai pelarut kitosan pada saat proses sambung silang dengan natrium sitrat.
4.3.3. Penentuan Derajat Keasaman (pH) Tabel 4.3. Uji Derajat Keasaman Eksipien Sambung Silang Kitosan-Sitrat No 1 2 3 4
Nama sampel Kitosan pembanding F1 F2 F3
Derajat keasaman (pH) 7,844 ± 0.059 5,242 ± 0,027 5,275 ± 0,038 5,275 ± 0,038
Penentuan derajat keasaman dilakukan terhadap kitosan dan kitosan sambung silang kitosan-sitrat dengan konsentrasi 2% dalam aquades. Dari hasil penentuan derajat keasaman (pH) kitosan memiliki pH 7,844 sedangkan kitosan yang telah disambung silang dengan sitrat pH 4, 5, dan 7 masing masing memiliki pH 5,242; 5,275; 5,275 secara berturut turut. Hal tersebut menunjukkan bahwa kitosan sambung silang sitrat memiliki pH lebih rendah dari kitosan. Perubahan pH ini terjadi akibat penggunaan pelarut asam asetat pada proses sambung silang. Perbedaan pH eksipien sambung silang kitosan sitrat juga dipengaruhi oleh pH larutan natrium sitrat yang digunakan, semakin rendah pH natrium sitrat yang digunakan maka pH ekspien yang dihasilkan juga akan semakin rendah.
4.3.4. Derajat Substitusi Tabel 4.3. Uji Derajat Substitusi Eksipien Sambung Silang Kitosan-Sitrat No 2 3 4
Nama sampel F1 F2 F3
Derajat Substitusi (g/mol)
1,424 5,399 7,5 Pengujian derajat substitusi dari kitosan sambung silang sitrat dilakukan dengan menggunakan titrasi asam basa secara tidak langsung. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
31
Eksipien F1, F2, F3 memiliki derajat subtitusi secara berturut turut 1,424; 5,399 ; dan 7,5 gram/mol. Hasil derajat substitusi tersebut menunjukkan bahwa F3 dengan sambung silang larutan natrium sitrat pH 7 memiliki jumlah kandungan sitrat yang paling besar yang selanjutnya diikuti oleh pH 5 dan pH 4. Hasil derajat substitusi ini sesuai dengan hasil turbidimetri yang menunjukan bahwa ikatan sambung silang kitosan dengan sitrat paling besar terjadi pada larutan natrium sitrat pH 7.
4.3.5. Analisa Gugus Fungsi
Gambar 4.3. Spektrum FTIR Kitosan Sitrat (pH4 ; pH 5; pH 7) dan Kitosan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
32
Tabel 4.3. Spektrum FTIR Kitosan Sitrat (pH4 ; pH 5; pH 7) dan Kitosan Bilangan Gelombang (cm-1) Gugus fungsi
-OH, -NH2 -NH3+ -N-H bend -C=O -COO-
Kitosan sitarat pH 4
Kitosan sitarat pH 5
Kitosan sitarat pH 7
Kitosan pembanding
3476,84 3053,15 1665,60 1589,41 1384,95
3473,95 2879,85 1656,92 1575,91 1409,06
3476,84 3053,45 1665,60 1589,41 1384,95
3294,56 1556.92 1588,45 -
Analisis gugus fungsi dilakukan untuk mengetahui adanya perubahan gugus fungsi pada eksipien kitosan-sitrat. Analisa gugus fungsi dilakukan dengan menggunakan Fourier Transform Infrared (FTIR). Spektrum IR kitosan dan kitosan sitrat (pH 4; pH 5; & pH 7) ditunjukan pada gambar 4.3. Spektrum IR kitosan dan kitosan sitrat memiliki puncak pada 3500-3000 cm-1 yang menunujukkan terdapatnya gugus OH dan NH2. Kitosan sitrat (pH 4; pH 5; dan pH 7) terdapat puncak 3100- 3053 cm-1 yang menunjukkan terdapatnya gugus NH3+ gugus ini merupakan hasil interaksi antara amida dari kitosan dengan sitrat. Pada spektrum kitosan puncak 1655 cm-1 dan 1600.02 cm-1 menunjukan adanya gugus N-H dan C=O, pada spektrum kitosan sitrat puncak yang menunjukkan gugus N-H dan C=O mengalami perubahan yaitu puncak 1656,92 cm-1 yang menunjukkan gugus N-H memiliki serapan yang lebih rendah dari serapan dengan gugus yang sama pada spektrum kitosan. Puncak 1588,45 cm-1 pada spektrum kitosan sitrat yang merupakan gugus karbonil memiliki serapan yang lebih tajam dibandingkan dengan gugus karbonil pada spektrum kitosan. Hal tersebut terjadi karena terjadinya interaksi antara amida pada kitosan dengan karboksilat dari sitrat sehingga gugus amida berkurang karena berubah menjadi NH3+dan C=O bertambah akibat gugus karboksilat yang berasal dari sitrat. Puncak 1375 cm-1 pada spektrum kitosan merupakan gugus C-O. Puncak 1407,13 pada spektrum kitosan sitrat merupakan gugus COOHyang terbentuk dari ikatan sambung silang atara kitosan dengan sitrat (Pavia, Donald L., Gary M. Lampman, George S. Kriz, dan James R. Vyvyan, 2008).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
33
4.4.
Preparasi Film Film dibuat dengan empat formula, perbedaan dari keempat formula tersebut adalah berdasarkan dari eksipien pembentuk filmnya. F1, F2 dan F3 menggunakan eksipien hasil sambung silang kitosan dengan natrium sitrat sedangkan F4 merupakan film pembanding sehingga eksipien yang digunakan sebagai pembentuk filmnya adalah kitosan yang tidak mengalami proses sambung silang. Film tersebut ditambahkan gliserin sebanyak 70 % v/b dari kitosan dan kitosan sitrat yang digunakan. Gliserin berfungsi sebagai plastisizer pada film sehingga mengurangi kerapuhan film (Nadarajah, Kandasamy, 2005). Kitosan, gliserin dan verapamil HCl dilarutkan dengan asam asetat 4% dan diaduk dengan pengaduk magnetik selama satu jam. CPF yang telah homogen didiamkan selama 24 jam untuk menghilangkan gelembung. CPF tersebut kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 50oC selama 20 jam. Selanjutnya film disimpan dalam wadah kedap udara sampai bobot konstan. Setelah dilakukan pengamatan kestabilan bobot maka diketahui film akan konstan pada hari ke 5.
4.5.
Karakterisitik film
4.5.1.
Viskositas Tabel 4.5. Viskositas Cairan Pembentuk Film dari Keempat Formula Film No 1 2 3 4
Nama sampel F1 F2 F3 F4
Viskositas (cPs) 590 590 581 730
Viskositas cairan pembentuk film kitosan (F4) memiliki nilai viskositas lebih besar yaitu 730 cPs dari cairan pembentuk film yang berasal dari eksipien sambung silang kitosan sitrat pH 4, pH 5, pH, 7 yaitu 581, 590, dan 590 cPs. Viskositas dari cairan pembentuk film kitosan sitrat yang lebih rendah dapat terjadi akibat eksipien sambung silang kitosan sitrat mengandung natrium sitrat 15% dari total kitosan. Kitosan merupakan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
34
polimer pembentuk film sehingga jika kitosan jumlahnya berkurang maka dapat membuat viskositas CPF menjadi lebih rendah. 4.5.2. Organoleptis Film
Gambar 4.5. Pengamatan Visual Keempat Formula Film Berdasarkan pengamatan secara visual film F1, F2, F3 dan F4 berwarna kuning transparan berbau asam yang berasal dari asam asetat yang digunakan sebagai pelarut. Film F1 dan F2 saat setelah dikeringkan pada permukaan atas filmnya terdapat cairan yang berbentuk seperti tetesan. Tetesan tersebut berdasarkan uji spektrofotometer UV mengandung verpamil HCl. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi ketidakstabilan verpamil HCl dengan formula yang digunakan. Pada F3 dan F4 tidak terdapat cairan yang berbentuk seperti tetesan tersebut namun permukaan film tersebut lengket yang menandakan bahwa verapamil HCl tersebut masih mengalami ketidakstabilan walaupun jumlahnya tidak sebanyak yang terjadi pada film F1 dan F2. Pengamatan secara mikroskopik dilakukan pada penampang membujur dan melintang dengan perbesaran 100x. Hasil pengamatan mikroskopik tersebut terlihat pada gambar 4.5. Pengamatan mikroskopik dengan penampang membujur dilakukan dengan menggunakan sampel pada bagian permukaan bawah film.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
35
Keterangan: Penampang membujur film: A) F1; B) F2; C) F3; D) F4
Gambar 4.5. Penampang Membujur Keempat Formula Film
Keterangan: Penampang melintang film: a) F1; b) F2; c) F3; d) F4
Gambar 4.5. Penampang Melintang Keempat Formula Film Berdasarkan pada pengamatan penampang membujur tersebut terlihat bahwa verapamil hidroklorida terdapat banyak diluar permukaan film. Pada penampang melintang terlihat bahwa verapamil pada keempat formula film tersebar di bagian permukaan atas dan bawah serta terdapat dibagian tengah film. Pada gambar penampang membujur film F1, F2 dan F3 terlihat terdapat serat-serat halus yang menjerat verapamil HCl. Hal tersebut terjadi akibat proses sambung silang yang terjadi pada F1, F2 dan F3.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
36
4.5.3. Uji Ketebalan Film Tabel 4.5. Ketebalan Film Keempat Formula Film Formula
Tebal (μm) 1
2
3
Rata rata
F1
319,33 ± 114,2
280,83 ± 92,9
300,08 ± 36,8
F2
291,33 ± 145,4
350,17 ± 156,8
245,83 ± 120,0 294,17 ± 183,1
311,89 ± 29,4
F3
238,67 ± 71,0
252,67 ± 132,6
260,67 ± 88,2
250,67 ± 27,3
F4
273,5 ± 71,1
234,83 ± 58,2
280,83 ± 44,3
263, 06 ± 27,3
Berdasarkan pengujian ketebalan film pada keempat formula, diketahui bahwa film yang dihasilkan ketebalannya tidak homogen. Hal ini terlihat dari besarnya simpangan baku yang diperoleh dari pengukuran ketebalan film bahkan di satu film yang sama. Ketebalan yang beragam ini dipengaruhi oleh kemirangan oven pada saat pengeringan film. Selain itu, ketebalan yang beragam ini juga disebabkan ukuran cetakan film yang telalu sempit mengakibatkan pada saat pengeringan CPF mudah untuk tertarik ketengah sehingga ketebalan film pada posisi tengah cetakan lebih besar dibandingkan dengan bagian pinggirnya.
4.5.4. Keragaman Bobot Tabel 4.5. Keragaman Bobot Keempat Formula Film Formula F1 F2 F3 F4
1 245,7 251,3 219,1 270,9
Berat Film (mg) 2 166,8 253,9 224,6 255,2
Rata rata (mg) 3 244,6 157,6 210,0 249,4
219,0 ± 45,2 220,9 ± 54,9 217,9 ± 7,4 258,5 ±11,12
Bobot film yang dihasilkan pada keempat formula terlihat beragam, hal ini terlihat pada besarnya simpangan baku yang dihasilkan dalam satu formula. Bobot film dipengaruhi oleh homogenitas film dan ketebalan film. Berdasarkan uji ketebalan film, terlihat bahwa ketebalan film tidak homogen sehingga hasil tersebut sesuai dengan hasil pengujian bobot film yang beragam. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
37
4.5.5. Panjang gelombang maksmum dan kurva kalibrasi Verapamil HCl
Gambar 4.5. Panjang Gelombang Maksimum Verpamil HCl Tabel 4.5. Panjang Gelombang Maksimum Verapamil HCl No 1 2 3 4
Puncak (nm) 382,4 277,6 228,6 206,0
Absorbansi 0,004 0,438 1,161 2,928
Verapamil hidroklorida 40 ppm dalam dapar fosfat pH 6,8 diukur panjang gelombang maksimumnya. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan spektofotometer UV pada panjang gelombang 400-200 nm. Panjang gelombang maksimum verapmil hidroklorida yang didapatkan yaitu 277,6 nm. Pada panjang gelombang maksimum ini verapamil hidroklorida memiliki absorbansi 0,438.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
38
AUC (mAU*min)
1 0.8 0.6 0.4 y = 0.0104x + 0.0104 R² = 0.999
0.2 0 0
50 Konsentrasi (ppm)
100
Gambar 4.5. Kurva Kalibrasi Verpamil HCl dalam Dapar Fosfat pH 6,8 Tabel 4.5. Kurva Kalibrasi Verapamil HCl dalam Dapar Fosfat pH 6,8 No
Absorbansi
Konsentrasi (ppm)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
0,000 0,116 0,211 0,328 0,437 0,533 0,637 0,739 0,823
0,000 10,000 20,000 30,000 40,000 50,000 60,000 70,000 80,000
Kurva kalibrasi verapamil hidroklorida dalam dapar fosfat pH 6,8 dilakukan pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh sebelumnya yaitu 277,6 nm. Kurva kalisasi diukur dengan seri konsentrasi 0 , 10, 20, 30, 40, 50 ,60, 70, dan 80 ppm. Hasil pengujian kurva kalibrasi memmberikan hasil persamaan regresi linear yaitu y = 0,0104x + 0,0104 dengan r2 yaitu 0,999 . panjang gelombang maksimum dan kurva kalibrasi yang diperoleh digunakan pada pengujian keseragaman kandungan, penetapan kadar dan uji pelepesan verapamil HCl.
4.5.6. Keseragaman Kandungan Verapamil HCl Pada pengujian keseragaman kandungan sebelumnya dilakukan optimasi untuk menentukan waktu ekstraksi verapamil HCl dalam film. Optimasi tersebut menggunakan sampel keseluruhan film satu cetakan yang telah diketahui mengandung verapamil HCl sebanyak 240 mg. Selanjutnya, dilakukan pengujian penetapan kadar film dalam satu cetakan keseluruhan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
39
tersebut, pengujian ini dilakukan untuk mendapatkan persentase kadar obat terhadap film yang dapat diperoleh dengan menggunakan metode yang dilakukan. Berdasarkan hasil penetapan kadar pada sampel film keseluruhan satu cetakkan menunjukkan bahwa verapamil HCl dapat terektraksi sebanyak 95,11± 3,49 % dengan diaduk menggunakan pengaduk magnetik selama 6 jam kemudian didiamkan selama 18 jam. Tabel 4.5. Hasil Optimasi Waktu Ektraksi Verapamil HCl dalam Film Formula
Berat film (mg)
Kadar (mg)
% UPK (%)
% kadar verapamil dalam film (%)
F1
879,3
238,08
99,20
27,08
F2
895,3
95,40
25,57
F3
889,0
228,97 217,58
90,66
24,48
F4
969,4
228,4
95,17
23.56
Rata rata % UPK film (%)
95,11 ± 3,49
Persentase kadar verapamil HCl dalam film di masing masing formula
berbeda.
Perbedaan
tersebut
dapat
disebabkan
oleh
ketidakhomogenan kandungan verapamil HCl di dalam film karena verapamil HCl mengalami migrasi. Migrasi verapamil HCl menyebabkan verapamil HCl banyak berada di permukaan film. Hal tersebut membuat setiap perlakuan film seperti penimbangan dan pemotongan dapat mempengaruhi kadar verapamil HCl di dalam film. Keseragaman kandungan dilakukan dengan menggunakan tiga film berukuran 3,5 x 2 cm2 yang berasal dari satu cetakan yang sama. Tujuan pengujian keseragam kandungan film ini untuk mengetahui keseragaman kandungan verapamil HCl di dalam satu cetakan film yang berukuran 3,5 x 8 cm2. Hasil keseragaman kandungan film tersebut menunjukkan bahwa kandungan verapamil HCl dalam satu cetakan film tidak homogen. Hal tersebut terlihat dari simpangan baku yang besar pada satu formula yang sama.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
40
Tabel 4.5. Keseragaman Kandungan Verapamil HCl di dalam Satu Cetakan Film Formula F1
F2
F3
F4
Berat film (mg) 245,7 166,8 244,6 251,3 253,9 157,6 219,1 224,6 210,0 270,9 255,2 249,4
Kadar (mg) 53,92 34,27 55,59 51,70 50,84 35,92 47,92 52,46 48,94 65,67 56,72 53,20
% kadar (%) 21,95 20,54 22,73 20.57 20.02 22.79 21.87 23.36 23.31 24.24 22.23 21.33
Rata-rata kadar (mg) 47.93 ± 11.86
46.15 ± 8.87
49.77 ± 2.38
58.53 ± 6.43
4.5.7. Penetapan Kadar Verapamil HCl Penetapan kadar dilakukan dengan menggunakan sampel film dengan bobot film yang hampir sama. Penetapan kadar pada film dengan bobot yang hampir sama ini bertujuan sebagai acuan pemilihan sampel untuk uji disolusi. Tabel 4.5. Penetapan Kadar dan Persentase Kadar Verpamil dalam Film Formula F1
F2
F3
F4
Bobot film (mg) 239,0 231,9 238,9 238,5 235,9 236,1 235,4 232,5 234,9 239,6 238,6 238,7
Kadar verapamil (mg) 55,60 54,25 57,16 56,48 57,47 54,71 56,90 56,54 55,76 52,07 49,91 52,07
Rata-rata kadar (mg)
% kadar (%) 23,26 23,40 23,92 23,68 24,36 23,17 24,17 24,32 23,74 21,73 20,92 21,81
rata-rata kadar (mg) 55,67 ± 1,45
56,22 ± 1,4
56,40 ± 0,58
51,35 ± 1,25 54,91 ± 2,39
Berdasarkan hasil penetapan kadar tersebut menunjukkan kadar verapamil HCl pada satu formula tidak memiliki perbedaan yang besar hal tersebut terlihat dari simpangan baku yang dihasilkan pada masing-masing formula cukup kecil. Rata rata kadar verapamil HCl di semua formula juga tidak memiliki perbedaan yang besar hal tersebut juga terlihat dari simpangan bakunya yang cukup kecil. Hal tersebut menunjukkan bahwa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
41
dengan memilih sampel berdasarkan bobot yang mirip akan menghasilkan kadar verapamil HCl juga hampir sama sehingga pada uji disolusi film yang digunakan sebagai sampel merupakan film yang memiliki bobot yang hampir sama.
4.5.8. Sifat Mekanis Film Sifat mekanis film diuji menggunakan uji ketahanan pelipatan, kekuatan tarik (tensile strength) dan perpanjangan pada saat putus (elongation at breaks). Pengujian ketahanan pelipatan dilakukan dengan melipat film sebanyak 300 kali. Berdasarkan uji tersebut, semua film dari keempat formula tidak rusak atau sobek selama dilipat sebanyak 300 kali. Hal tersebut menunjukkan bahwa film yang dihasilkan pada keempat formula memiliki elastisitas yang baik sehingga tidak mudah patah atau sobek ketika diuji pelipatan (Chinta, Durga Praveena et al, 2013). Tabel 4.5. Kekuatan Tarik dan Perpanjangan pada saat Putus Film Formula
Tebal (mm)
Kekuatan tarik (N/cm2)
Perpanjangan putus (%)
F1
0,027 ± 0,002
309,42 ± 72,48
63,33 ± 11,55
F3
0,040 ± 0,007
374,77 ± 63,14
66,67 ± 5,77
F2
0,050 ± 0,015
499,83 ± 102,79
66,67 ± 5,77
F4
0,056 ± 0,005
239,99 ± 64,82
53,30 ± 5,77
600 500 400 Kekuatan Tarik (N/cm2)
300 200
Perpanjangan Putus (%)
100 0 F1
F2
F3
F4
Gambar 4.5. Kekutan Tarik dan Perpanjangan Putus Film
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
42
Pengujian kekuatan tarik (tensile strength) dan perpanjangan pada saat putus (elongation at break) diuji menggunakan tensile tester Storograph R1. Kekuatan tarik adalah gaya tarik yang dibutukan untuk membuat film putus. Uji kekuatan tarik ini menunujukkan bahwa formula film F1, F2, dan F3 memiliki kekuatan tarik dan perpanjangan putus yang lebih besar dibandingkan dengan F4. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan eksipien sambung silang kitosan dengan sitrat dapat meningkatkan kekuatan tarik dan perpanjangan putus film. Dari hasil tesebut diketahui bahwa kekutan tarik film F3 memiliki nilai terbesar yaitu 499,83 N/cm2. Film F3 merupakan film yang terbuat dari eksipien sambung silang kitosan dengan sitrat pH 7, berdasarkan uji derajat substitusi dan turbidimetri film F3 memiliki ikatan sambung silang kitosan sitrat yang paling banyak sehingga ikatan antar polimer kitosan semakin rapat. Ikatan polimer yang rapat membutuhkan gaya yang lebih besar untuk dapat memutuskan ikatan silang atar kitosan tersebut sehingga membuat kekuatan tarik film tersebut menjadi besar (Varshosar, J. & Karimzadeh, S. 2007). Pengujian perpanjangan putus dilakukan dengan mengukur pertambahan panjang film setelah diberikan gaya tarik sampai film tersebut putus. Hasil perpanjangan putus menunjukkan bahwa eksipien sambung silang kitosan sitrat dapat meningkatan nilai persentase elongasi film. Hal ini juga dilaporkan iftah nur di mana eksipien sambung silang kitosan tripolifosfat dapat meningkatkan sifat mekanik film yaitu kekutatan tarik dan perpanjangan putus film tersebut ( Nur, iftah, 2011). Hasil uji kekuatan tarik dianalisis dengan menggunakan SPSS, hasil analisa dengan SPSS tersebut menunjukkan bahwa kekuatan tarik film keempat formula tersebut memiliki perbedaan secara signifikan (p < 0,05). Hal tersebut menunjukan bahwa proses sambung silang kitosan sitrat menghasilkan perubahan sifat mekanis film tersebut secara signifikan. Selain itu, perbedaan pH larutan natrium sitrat dapat mempengaruhi sifat mekanis film kitosan sambung silang sitrat tersebut.
4.5.9. Daya Mengembang Film UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43
Tabel 4.5. Uji Daya Mengembang Film waktu perendaman (menit)
F1
F2
F3
F4
0
0,00 ± 0,00
0,00 ± 0,00
0,00 ± 0,00
0,00 ± 0,00
Daya mengembang (%)
5
47,60 ± 4,86
51,59 ± 0,67
48,26 ± 1,14
156,38 ± 10,35
10
54,81 ± 5,19
49,12 ± 3,42
45,16 ± 5,34
170,16 ± 7,95
15
53,41 ± 9,95
41,43 ± 5,47
39,87 ± 4,36
162,27 ± 5,29
30
47,47 ± 13,31
33,03 ± 4,53
28,77 ± 4,13
125,44 ± 4,29
60
38,67 ± 12,07
28,72 ± 2,78
23,20 ± 4,26
107,09 ± 5,83
90
34,56 ± 9,40
27,52 ± 2,58
21,06 ± 4,34
99,78 ± 4,54
120
32,17 ± 9,08
26,88 ± 2,46
20,47 ± 3,39
95,74 ± 3,94
Daya mengembang dilakukan dengan menggunakan medium dapar fosfat pH 6,8 dan dilakukan selama 2 jam. Film F3 memiliki persentase daya mengembang yang paling sedikit kemudian dilanjutkan oleh F2, F1 dan terakhir adalah F4. Daya mengembang film kitosan dipengaruhi interaksi ionik diantara ikatan kitosan di mana ikatan antarpolimer kitosan tersebut dipengaruhi oleh kerapatan ikatan sambung silangnya. Peningkatan derajat ikatan sambug silang dapat menurunkan daya mengembang film (Mi et al., 1997; Mi et al., 1999; Sezer and Akbuga, 1995, Tiwary Kumar Asohok dan Vikas Rana, 2010). Hal ini menunjukkan bahwa film F3 memiliki derajat sambung silang yang paling tinggi sehingga ikatan antarpolimer kitosannya rapat. Ikatan antarpolimer kitosan yang rapat mengakibatkan film memiliki kemampuan mengembang yang paling kecil. F4 memiliki kemampuan mengembang yang paling besar karena F4 merupakan film yang menggunakan eksipien kitosan yang tidak dilakukan sambung silang. Hal tersebut membuat ikatan antar polimer kitosan pada F4 sedikit sehingga daya mengembang film F4 paling tinggi.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44 180 160 daya mengembang (%)
140 F1
120 100
F2
80
F3
60 F4
40 20 0 0
50
100
150
waktu (menit)
Gambar 4.5. Daya Mengembang Film Keempat Formula Persentase daya mengembang film F1, F2, F3, dan F4 mengalami perubahan yang paling signifikan pada menit ke-5. Daya mengembang film yang signifikan pada menit awal terjadi akibat pH asam yang terkandung dalam film. pH asam pada film ini menyebabkan film menjadi terprotonasi sehingga daya mengembang film meningkat secara signifikan (Honary, Soheyla, Behnam Hoseinzadeh dan Payman Shalchian, 2010). Pada film F1 dan F4 puncak persentase daya mengembang terjadi pada menit ke-10, sedangkan film F2 dan F3 pada menit ke-5. Perbedaan tersebut akibat perbedaan dari derajat kerapatan ikatan sambung silang kitosan. Uji daya mengembang keempat formula film dianalisa menggunakan SPSS, berdasarkan analisa SPSS tersebut keempat formula film memiliki kemampuan mengembang yang berbeda secara bermakna (p < 0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa sambung silang mempengaruhi daya mengembang film yang ditunjukkan dengan perbedaan signifikan. Hasil analisa SPSS ini juga menunjukkan bahwa perbedaan pH larutan natrium sitrat mempengaruhi daya mengembang film yang ditunjukkan dari uji SPSS terhadap film F1, F2, dan F3 yang menunjukkan perbedaan secara bermakna (p < 0,05). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
45
4.5.10. Pelepasan Verapamil HCl secara Invitro Pelepasan verapamil HCl diuji menggunakan medium dapar fosfat pH 6,8 selama 2 jam. Pengujian pelepasan secara in vitro ini menunjukkan bahwa keempat formula film mengalami pelepasan yang besar (burst release) pada menit awal pengujian. Hal ini terjadi akibat banyak verapamil HCl yang berada permukaan film dan pada menit ke-5 tersebut daya mengembang keempat film sangat baik sehingga verapamil yang terlepas dari film meningkat sangat tinggi. Pada waktu berikutnya pelepasan verapamil HCl meningkat secara perlahan. Oleh sebab itu untuk menentukan kinetika model pelepasan verpamil terhadap keempat formula ini dimulai dengan data pelepasan obat pada menit ke-5. Tabel 4.5. Pelepasan Kumulatif Verapamil HCl dari Keempat Formula waktu (menit)
F1
% Kumulatif Disolusi (%) F2
F3
F4
0
0,00 ± 0,00
0,00 ± 0,00
0,00 ± 0,00
0,00 ± 0,00
5
57,12 ± 6,87
52,19 ± 3,17
35,83 ± 6,21
66,37 ± 6,16
10
62,78 ± 4,74
63,34 ± 1,07
42,36 ± 2,85
75,08 ± 1,86
15
77,18 ± 8,19
71,40 ± 3,59
52,67± 6,75
84,54 ± 8,00
30
79,11 ± 6,17
76,10 ± 3,77
66,19 ± 3,81
87,88 ± 6,97
60
86,42 ± 7,26
81,55 ± 5,45
68,03± 4,15
94,52 ± 0,57
120
94,04 ± 5,17
90,04 ± 11,31
78,28 ± 3,39
96,34 ± 0,44
%kumulaitf disolusi (%)
110 100
F1
90
F2
80
F3
70
F4
60 50 40 30 0
50
100
150
waktu (menit)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
46
Gambar 4.5. Profil Pelepasan Verapamil HCl pada Keempat Formula Film dalam Medium Dapar Fosfat pH 6,8 Kinetika pelepasan verapamil HCl pada keempat formula film dianalisa dengan menggunakan kurva orde nol, orde satu, dan higuchi. Kinetika orde nol menunjukkan pelepasan obat yang konstan pada setiap waktu dan tidak dipengaruhi oleh konsentrasi obat dalam sediaan. Kinetika orde satu menunjukkan bahwa kecepatan pelepasan obat dipengaruhi oleh konsentrasi obat dalam sediaan. Kinetika Higuchi menyatakan bahwa kecepatan pelepasan obat dipengaruhi oleh waktu (Uvakanta Dash1, Padala Narasimha Murthy, Lilakanta Nath dan Prasanta Chowdhury, 2010). Tabel 4.5. Model Kinetika Pelepasan Verapamil HCl Kinetika Orde nol
Orde satu
Higuchi
F1
F2
F3
F4
y = 0.2745x + 65.1
y = 0.2655x + 61.8
y = 0.323x + 44.3
y = 0.2103x + 75.7
R² = 0.7446
R² = 0.7553
R² = 0.7527
R² = 0.6386
k = 0.2745
k = 0.2655
k = 0.2103
y = -0.0069x + 1.6
y = -0.0053x + 1.6
k = 0.3233 y = -0.0038x + 1.7
y = -0.0079x + 1.4
R² = 0.9403
R² = 0.9272
R² = 0.8609
R² = 0.8621
k = 0.002996
k = 0.0023013
k = 0.00165
k = 0.00343
y = 3.9665x + 54.0
y = 3.8387x + 51.0
y = 4.6877x + 31.1
y = 3.1439x + 66.6
R² = 0.8625
R² = 0.876
R² = 0.8777
R² = 0.7915
k = 3.9665
k =3.8387
k = 4.6877
k= 3.1439
Analisa kinetika pelepasan film F1, F2, F3, dan F4 menggunakan kurva menunjukkan bahwa kinetika pelepasan film F1, F2, dan F4 mengikuti orde satu, sedangkan F3 mengikuti model kinetika Higuchi. Film F1, F2, dan F4 menunjukkan nilai linearitas (R2) yang dihasilkan dari kurva orde satu lebih besar dari R2 yang dihasilkan oleh kurva linearitas orde nol dan higuchi. Sedangkan F3 memiliki R2 terbesar pada kurva linearitas higuchi. Berdasarkan hasil kinetika orde satu tersebut, nilai k (laju pelepasan verapamil) yang tertinggi dari keempat formula film adalah F4. Film F4 yaitu film yang mengandung kitosan yang tidak mengalami sambung silang. Sedangkan pelepasan verapamil HCl yang terendah adalah film F3 yaitu film yang berasal dari kitosan sambung silang sitrat pH 7.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
47
Hasil uji pelepasan secara invitro ini menunjukkan bahwa semakin tinggi derajat sambung silang kitosan dengan sitrat maka daya mengembang film semakin rendah sehingga pelepasan pada film tersebut juga lebih lambat. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang telah dilaporkan (F.L. Mi, S.S. Shyu, T.B. Wong, S.F. Jang, S.T. Lee, dan K.T. Lu, 1999 dan J. Bergera, M. Reist, J.M. Mayer dan, O. Felt, 2003). Berdasarkan hasil analisis statistik SPSS laju pelepasan obat (k) keempat formula pada kinetika orde nol menunjukkan bahwa F3 dengan F4 (p < 0,005) memiliki perbedaan bermakna sedangkan laju pelepasan F1 dan F2 dengan formula lainnya tidak memiliki perbedaan secara bermakna. Laju pelepasan pada kinetika orde satu keempat formula tidak memiliki yang perbedaan bermakna. Laju pelepasan pada kinetika model higuchi F3 dengan F4 memiliki perbedaan bermakna sedangkan laju pelepasan F1 dan F2 dengan formula lainnya tidak memiliki perbedaan secara bermakna (p > 0,005). Laju pelepasan F3 dan F4 berbeda bermakna terjadi karena perbedaan derajat sambung silang kitosan yang tinggi. Hal ini didukung oleh data derajat substitusi dan turbidimetri yang menunjukkan bahwa sambung silang kitosan-sitrat dengan menggunakan larutan natrium sitrat pH 7 memiliki nilai sambung silai terbesar dibandingkan formula lain.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 1. Eksipien kitosan sitrat sambung silang dipreparasi dengan kondisi optimum yaitu kitosan 2% dalam asam aseat 1% dan konsentrasi natrium sitrat yaitu 1,5% dalam aquades dengan pH 4, 5 dan 7. 2. Film dipreparasi dari eksipien sambung silang kitosan sitrat dan kitosan dengan konsentrasi 4% dalam asam asetat 4% dengan metode penguapan pelarut dengan oven suhu 50oC. 3. pH larutan natrium sitrat mempengaruhi derajat sambung silang kitosan sitrat di mana semakin meningkat pH larutan natrium sitrat maka derajat sambung silang kitosan-sitrat yang dihasilkan juga meningkat 4. pH larutan natrium sitrat mempengaruhi sifat mekanik film kitosan sitrat sambung silang di mana semakin meningkat pH larutan natrium sitrat maka derajat sambung silang kitosan-sitrat juga meningkat. 5. Persen kumulatif pelepasan verapamil HCl dalam film F1, F2, F3, dan F4 berturut turut pada jam ke dua yaitu 94,04 %; 90,04 %; 78,28 %; 96,34 %. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pH larutan natrium sitrat mempengaruhi pelepasan verapamil HCl dalam film di mana pelepasan obat semakin menurun dengan meningkatnya pH larutan natrium sitrat yang digunakan.
5.2
Saran 1. Dilakukan uji stabilitas kitosan sambung silang sitrat dan stabilitas verapamil hidroklorida dalam film kitosan. 2. Dicari metode pembuatan eksipien sambung silang kitosan sitrat yang lebih baik dan lebih efisien. 3. Dilakukan pengujian thermal anlisis (DSC) untuk mengetahui perubahan puncak endotermik pada eksipien sambung silang kitosan sitrat. 48 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Abbaspour, M.R., S. Makhmalzadeh dan S. Jalali. 2010. Study of Free-Film and Coated Tablets based on HPMC and Microcrystalline Cellulose, Aimed for Improved Stability of Moisture-Sensitive Drugs. JudishapurJournal of Natural Pharmaceutical Products, 2010; 5(1): 6-17. Agusnar, Harry. 2007. Penggunaan Kitosan dari Tulang Rawan Cumi-Cumi (Loligo pealli) untuk Menurunkan Kadar Ion Logam. Jurnal Sains Kimia Vol. 11, No.1, 2007: 15-20. Ajeng, Wisnu. 2012. Preparasi dan karakterisasi nanopartikel sambung silang kitosan-natriumtripolifosfat
dalam
sediaan
filmbukal
verapamil
hidroklorida. Skripsi sarjana farmasi. Depok: FMIPA UI. Billo, E. J. (2001). Analysis of Solution Equilibria. In Anonymous Excel® for Chemists (pp. 327-338). : John Wiley & Sons, Inc. British Pharmacopeia. 2009. British Pharmacopeia. London: Pharmaceutical Press. Berger, J., Reist, M., Mayer, J.M., Fekt, O. et al. 2004. Structure and interactions in covalently and ionically crosslinked chitosan hidrogel for biomedical applications. Eur. J. of pharm. And biopharmaceutics 57 19-34. Chinta, durga praveena, prakash katakam et al. 2013. Formulation and invitro evaluation of moxifloxacin loaded crosslinked chitosan films for the treatment of periodontitis. India: Elsevier Departemen Farmakologi dan Terapi FKUI. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. De Moura M, Auada FA, Bustillos RJA, Mc.Hugh TH, Krochta JM, dan Mattoso LHC. Improves barrier and mechanical properties of novel hydroxypropyl methylcellulose edible film with chitosan/ tripolyphosphate nanoparticles. Journal of Food Engineering 2009; 92: 448-453. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. 48 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
49
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Departemen Kesehatan. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Deshmane, S.V. et al. 2009. Chitosan Based Sustained Release Mucoadhesive Buccal Patches Containing Verapamil Hcl. Int. J. Of Pharm. And Pharmaceu. Sci. Vol. 1, 216-229. Doores, S., 2005. Organic acids. In: Davidson, P.M., Sofos, J.N., Branen, A.L. (Eds.), Antimicrobials in Food. CRC Press, Boca Raton, FL, pp. 91e142 (Taylor & Francis Group). Dumbbell.co.jp. 2014. 14 Februari 2015. http://www1.odn.ne.jp/aa163880/ image /DMASTM%20D1822-L.jpg. F.L. Mi, S.S. Shyu, T.B. Wong, S.F. Jang, S.T. Lee, K.T. Lu, Chitosan polyelectrolyte complexation for the preparation of gel beads and controlled release of anticancer drug. II. Effect of pHdependent ionic crosslinking or interpolymer complex using tripolyphosphate or polyphosphate as reagent, J. Appl. Polym. Sci. 74 (1999) 1093–1107. Honary, Soheyla, Behnam Hoseinzadeh dan Payman Shalchian. 2010. The Effect of Polymer Molecular Weight on Citrate Crosslinked Chitosan Films for Site-Specific Delivery of a Non-Polar Drug. Tropical Journal of Pharmaceutical Research, Vol. 9, No. 6, November-December, 2010, pp. 525-531. Illum, L. 1998. Review Chitosan and Its Use as a Pharmaceutical Excipient. Pharm. Res.. 15(9),1326-1329. Koland, Charyulu Dan Prablu. 2010. Mucoadhesive Fils Of Losartan Potassium For Buccal Delivery: Design And Characterization. Indian J. Pharm. Educ. Res. 44, 315-323. Mahalaxmi et al. 2010. Formulation and Evaluation of Mucoadhesive Buccal Tablets Of Glizipide. Int J Of Biopharmaceut. 100-107. Martindale. 2009. Martindale ”The Complete Drug Reference” edisi ke-36. Great Britain: The Pharmaceutical Press.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
50
Mi FL, Chen CT, Tseng YC, Kuan CY dan Shyu SS (1997). Iron(III) carboxymethylchitin microspheres for the pH-sensitive release of 6Mercaptopurine. J. Contr. Rel., 44: 19-32. Mi FL, Shyu SS, Lee ST dan Wong TB (1999). Kinetic study of chitosantripolyphosphate complex reaction and acid-resistive properties of the chitosantripolyphosphate gel beads prepared by in-liquid. Nadarajah, kandasamy. 2005. Development And Characterization of Antimicrobial Edible Films from Crawfish Chitosan. A Dissertation Louisiana State University and Agricultural and Mechanical College. Nur, ifthah. 2011. Preparasi dan karakterisasi kitosan-tripolifosfat sebagai eksipien dalam sediaan farmasi. Skripsi sarjana farmasi. Depok: FMIPA UI. Patel, V.M., Prajapati B.G. et al. 2007. Design And Characterization Of Chitosan Containing Mucoadhesive Buccal Patches of Propanolol Hydrocloride. Acta Pharm 57, 61-72 Pierog, Milena , M. Gierszewska-Drużyńska, J. Ostrowska-Czubenko. 2009. Effect Of Ionic Crosslinking Agent On Swelling Behaviour Of Chitosan Hydrogel Membranes. Poland: nicolaous copernicus university. Rathke, T.D. & Hudson, S.M. 1994. Review Of Chitin And Chitosan As Fiber And Film Formers. Polym. Rev., 34: 3, 375-437. Robert, M.S.1992. Modified Release Drug Delivery Technology. New York Dan Basel: Marcel Dekker 349-369. Rowe, R. C., Sheskey, P. J., & Quinn, M. E. 2009. Handbook of pharmaceutical excipient ed. 6. London: Pharmaceutical press. Sailaja, Krishna et al. 2010. Chitosan Nanoparticles As A Drug Delivery System. India:
Research Journal Of Pharmaceutical, Biological And Chemical
Sciences. Sakkinen M. Biopharmaceutical Evaluation Of Microcrystalline Chitosan As Release Rate Controlling Hydrophilic Polymer In Granules For Gastroretentive Drug Delivery. Academic Dissertation Faculty Of Science Of The University Of Helsinki, 2003. Sezer AD and Akbuga J (1995). Controlled release of piroxicam from chitosan beads. Int. J. Pharm., 121: 113-116. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
51
Semalty, M, Semalty A, dan Kumar G. 2008. Formulation and Characterization of Mucoadhesive Buccal films of Glipizide. Indian J.Pharm, Sci. 70. 43-48. Shu,X.Z., Zhu, K.J. 2001. Novel pH-sensitive citrate cross-linked chitosan film for drug controlled release. Int. J. Pharm. 212, 19–28. Sood , Jatin, Varinder kaur, dan Pravin Pawar. 2013. Transdermal Delivery of Verapamil HCl: Effect of Penetration Agent on In Vitro Penetration through Rat Skin. Journal of Applied Pharmaceutical Science Vol. 3 (03), pp. 044051, ISSN 2231-3354. Tiwary Kumar Asohok dan Vikas Rana. 2010. Cross-Linked Chitosan Films: Effect of Cross-Linking Density on Swelling Parameters. Pak. J. Pharm. Sci., Vol.23, No.4, October 2010, pp.443-448. USP-NF. 2007. US Pharmakopheia 30-NF 25. United States: The United States Pharmacopeial Convention. Varshosaz, Jaleh dan Reza Alinagari.2005. Effect of Citric Acid as Cross-linking Agent on Insulin Loaded Chitosan Microspheres. Iranian Polymer Journal 14 (7), 2005, 647-656 Varshosaz, J. & Karimzadeh, S. (2007). Development of cross-linked chitosan films for oral mucosal delivery of lidocaine. Res. in Pharm. Sci., 2, 43-52. Yuliani, Andi Andha. 2012. Preparasi dan karakterisasi mikrosfer kitosan suksinat tersambung silang natrium sitrat. Skripsi sarjana farmasi. Depok: FMIPA UI.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
LAMPIRAN
52 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
54 Lampiran 2. Alat-alat yang Digunakan
a) Stand up stirrer
d) Mikrometer digital
e) Mikroskop optik
h) Spektrometri FTIR
b) pH meter
c) Viskotester
e) Spekrofotometri uv-vis
e) Tensile tester
f) Alat uji disolusi
g) Pengaduk magnetik
i) Mikropipet digital
j) Oven
Lampiran 3. Preparasi Larutan Asam Asetat Pembuatan asam asetat 1% yaitu dengan mencampurkan 2,5 mL asam asetat glasial dalam aquadest hingga 250 mL (Chinta, Durga Praveena et al., 2013).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
55
Lampiran 4. Preparasi Larutan Kitosan 2% Larutan kitosan 2% dibuat dengan cara melarutkan 2 g kitosan ke dalam larutan asam asetat 1% hingga mencapai volume 100 ml.
Lampiran 5. Preparasi Larutan Natrium Sitrat Konsentrasi 1; 1,5 dan 2% Larutan natrium sitrat konsentrasi 1%; 1,5%; dan 2% secara berturut-turut dibuat dengan melarutkan 0,5 gram; 0,75 gram dan 1 gram natrium sitrat ke dalam 40 ml aquades, kemudian ditambahkan HCl 0,5 N sampai mencapai pH 5, selanjutnya volume dicukupkan hingga 50 ml dengan aquades.
Lampiran 6. Preparasi Larutan Natrium Sitrat Konsentrasi 1,5 % dengan pH 4; 5; dan 7 Larutan natrium sitrat konsentrasi 1,5% dibuat dengan melarutkan 0,75 gram natrium sitrat ke dalam 40 ml aquades, kemudian ditambahkan HCl 0,5 N sampai mencapai pH masing masing 4; 5; dan 7, selanjutnya volume dicukupkan hingga 50 ml dengan aquades.
Lampiran 7. Preparasi Larutan Kalium Dihidrogen Fosfat 0,2 N Kalium dihidrogen fosfat ditimbang sebanyak 2,7218 g lalu ditambahkan aquades bebas karbondioksida sampai volume 100 ml (Departemen Kesehatan, 1979 dengan modifikasi).
Lampiran 8. Pembuatan Larutan NaOH 0,2 N Pembuatan laurtan NaOH 0,2 N dibuat dengan melarutkan 800,1 mg NaOH (p) ke dalam air hingga 100 ml (Departemen Kesehatan RI, 1979 dengan modifikasi).
Lampiran 9. Preparasi Larutan Dapar Fosfat pH 6,8 Dapar fosfat pH 6,8 dibuat dengan mencampur 50 ml larutan kalium dihidrogen fosfat 0,2 N dengan natrium hidroksida 0,2 N sebanyak 22,4 ml. Kemudian larutan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
56
tersebut diencerkan dengan aquades sampai volume 200 ml (Departemen Kesehatan RI, 1979).
Lampiran 10. Pembuatan Larutan NaOH 1N Pembuatan larutan NaOH 1 N dibuat dengan melarutkan 40,01 g NaOH (p) ke dalam air hingga 1000 ml (Departemen Kesehatan RI, 1979 dengan modifikasi).
Lampiran 11. Perhitungan Pembuatan Larutan HCl 1 N Pembuatan larutan HCl 1 N dari HCl 32%, HCl 1 N digunakan untuk pengujian derajat substitusi dari sambung silang kitosan-sitrat. HCl(p) 32% sebanyak 9,7 ml diencerkan sampai volume 100 ml dalam labu takar 100 ml.
Lampiran 12. Perhitungan Kadar Verapamil HCl dalam Preparasi Film Parameter berikut ditentukan sebelum preparasi film. Kadar plasma yang dibutuhkan untuk mencapai konsentrasi Css adalah 100 ng/ml = 0,1 μg/ml. Flux yang dibutuhkan verapamil HCl dapat dihitung menggunakan rumus berikut : J=
𝐶𝑠𝑠 𝑥 𝐶𝑙 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑥 𝐵𝑊 𝐴
Cl Total adalah kecepatan klirens obat dari tubuh, pada berat badan 70 kg Cl total sebesar 11.85 ml/menit/Kg = 711 ml/jam/Kg.
A adalah luas film (2 x 3,5 cm2 = 7 cm2).
BW adala berat badan, berat badan rata-rata manusia adalah 70 Kg. Dari perhitungan di atas didapatkan hasil 711 μg/ cm2/jam dan dosis film untuk
12 jam ditentukan dengan Flux x Waktu x Luas Film = 711 μg/cm2/jam x 12 jam x 7 cm2 = 59.724 μg = 59.724 mg ≈ 60 mg (Sood , Jatin, Varinder kaur, dan Pravin Pawar, 2013). Luas cetakan film 28 cm2 sehingga didalam 28 cm2 terkandung verapamil sejumlah 240 mg.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
57
Lampiran 13. Spektrum FTIR Eksipien Sambung Silang Kitosan Sitrat a) Spektrum Kitosan
100
%T
90
80
4000 kitosan-2
3500
3000
2500
2000
1750
1500
897.90
1250
1005.92
50
1075.36
1149.62
1320.33
1421.60
1375.30
1656.92
1588.45
60
2875.99
3294.56
70
1000
750
500 1/cm
b) Spektrum Kitosan Sitrat Sambung Silang pH 4 100
897.90
1158.30 1384.95
90
1589.41
1704.18 1665.60
95
999.17
%T
3053.45
85
3476.84
80
75
70
4000 3500 kitosan -sitrat -4 (pH4)
3000
2500
2000
1750
1500
1250
1000
750
500 1/cm
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
58
c) Spektrum Kitosan Sitrat Sambung Silang pH 5
105
897.90
646.18
1001.10
1151.55
1311.65
1479.47
1409.06
1531.55
1656.92 1625.10
90
1575.91
97.5
1068.61
%T
2879.85
82.5
3473.95
75
67.5
4000 3500 kitosan -sitrat (pH5)-2
3000
2500
2000
1750
1500
1250
1000
750
500 1/cm
750
500 1/cm
d) Spektrum Kitosan Sitrat Sambung Silang pH 7
1152.52
%T
899.83
1073.43
100
1002.06
1327.08 1407.13
90
1533.47
1655.00 1623.17 1600.02
95
2878.88
85
75
3480.70
80
4000 3500 kitosan -sitrat (pH7)-2
3000
2500
2000
1750
1500
1250
1000
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
59
Lampiran 14. Uji Derajat Substitusi a. Pembakuan NaOH VNaOH 1 = 4,8 ml; VNaOH 2= 4,9 ml; VNaOH 3 = 4,8 ml VNaOH =
VNaOH 1+ VNaOH 2 + VNaOH 3 3
=
4,8 + 4,9 + 4,8 3
Massa kalium biftalat
NNaOH
= 4,833 ml
1000,5
= BE kaium biftalat x V NaOH = 204,2 x 4,833 = 1,014 N
BE Kalium biftalat = 204,2 b. Pembakuan HCl VHCl 1 = 26 ml; VHCl 2 = 26,4 ml; VHCl 3 = 25,9 ml VHCl =
VHCl 1+ VHCl 2 + VHCl 3 3
=
26+ 26,4 + 25,9 3
= 26,1 ml
Massa natrium karbonat
NHCl
1500
= BE natrium karbonat x V HCl= 52,99
𝑥 26,1
= 1,084 N
BE natrium karbonat anhidrat = 52,99 c. Penetapan Derajat Substitusi
Gambar larutan uji hasil pengujian derajat substitusi
DS (mol / gram) = 1) Kitosan sitrat pH 4 (F1) VHCl 1 = 13,9 ml; VHCl 2 = 13,9 ml; VHCl 3 = 13,9 ml VHCl =
VHCl 1+ VHCl 2 + VHCl 3
DS (mol / gram)
3
=
12,6+12,8 +12,8 3
= 13,9 ml
= =
1,014 𝑥 15−1,084 𝑥 13,9 100
= 1,424 mol/gram
2) Kitosan sitrat pH 5 (F2) VHCl 1 = 13,5 ml; VHCl 2 = 13.5 ml; VHCl 3 = 13,6 ml
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
60
VHCl =
VHCl 1+ VHCl 2 + VHCl 3 3
=
13,5 +13,5 +13,6 3
= 13,53 ml
DS (mol / gram) = =
1,014 x 15−1,084 x 13,53 50
= 5,399 mol/gram
3) Kitosan sitrat pH 7 (F3) VHCl 1 = 13,3 ml; VHCl 2 = 13,4 ml; VHCl 3 = 13,3 ml VHCl =
VHCl 1+ VHCl 2 + VHCl 3 3
=
13,3+13,3 +13,4 3
= 13,333 ml
DS (mol / gram) = =
1,014 x 15−1,084 x 13,33 100
= 7,5 mol/gram
Lampiran 15. Cairan Pembentuk Film
Lampiran 16. Penetapan Derajat Keasaman Eksipien Sambung
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
61
Lampiran 17. Uji Daya Mengembang Film
Lampiran 18. Uji Ketahanan Pelipatan Film
Film Sebelum Uji Pelipatan
Film Setelah Uji Pelipatan
Lampiran 19. Tabel Derajat Keasaman Eksipien Formula
Derajat keasaman eksipien 1
2
3
Rata-rata
F1
5,267
5.213
5.245
5.242 ± 0.027
F2
5,235
5.279
5.310
5.275 ± 0.038
F3
5,537
5.530
5.515
5.527 ± 0.011
Kitosan pembanding
7,8840
7.871
7.776
7.844 ± 0.059
Lampiran 20. Data Kestabilan Bobot Formula
Hari ke1
3
4
5
6
F1
443.7
432.3
378.7
381.2
388.3
F2
346.7
320.1
306.7
307.2
307.4
F3
347.8
325.8
323.1
326.8
326.8
F4
260.9
247.8
252.4
251.2
249.2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
62 500 450
Bobot Film (mg)
400 350 300
F1
250
F2
200
F3
150
F4
100 50 0 1
3
4
5
6
hari ke-
Lampiran 21. Uji Sifat Mekanik Keempat Formula Film Formula
Tebal
Kekuatan tarik
(mm)
F1
F2
F3
F4
Rata Rata
Perpanjangan putus
kekuatan tarik KG
N/cm2
0,027 0,025 0,029 0,032 0,044 0,043
0,19 0,25 0,33 0,30 0,58 0,51
229,88 326,67 371,72 306,25 430,61 387,44
309,42 ± 72,5
0,037 0,046
0,68 0,71
600,36 504,20
499,83 ± 102,8
0,067
0,81
394,93
0,061 0,056 0,051
0,33 0,53 0,37
176,72 306,25 236,99
2)
(N/cm
374,77 ± 63,2
239,99 ± 64,8
Rata-rata perpanjang putus
cm
%
1,7 1,5 1,7 1,6 1,7 1,7
70 50 70 60 70 70
63,33 ± 11,55
1,6 1,7
60 70
66,67 ±5,733
1,7
70
1,5 1,6 1,5
50 60 50
(%)
66,67 ± 5,733
53,33 ± 5,77
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
63
Lampiran 22. Analisis Statistik Kekuatan Tarik Film Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova formula tensile_strength
Statistic
Df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
1
.261
3
.
.958
3
.604
2
.246
3
.
.970
3
.666
3
.184
3
.
.999
3
.930
4
.185
3
.
.998
3
.924
Keterangan: Signifikansi > 0,05, kesimpulan data terdistribusi normal Test of Homogeneity of Variances tensile_strength Levene Statistic
df1
.262
df2 3
Sig. 8
.851
Keterangan: Signifikansi > 0,05, kesimpulan data terdistribusi homogen
ANOVA tensile_strength Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
110001.897
3
36667.299
48012.409
8
6001.551
158014.306
11
F 6.110
Sig. .018
Keterangan: Signifikansi < 0,05, kesimpulan tensile strength (kekuatan tarik) film berbeda secara signifikan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
64
Lampiran 23. Uji Keragaman Bobot Film Bobot film (mg)
Formula F1 F2 F3
1 270,9 245,7 251,3
2 255,2 166,8
Rata rata bobot film (mg) 3 249,4 244,6 157,6
253,9
219,0 ± 45,2 220,9 ± 54,9 217,9 ± 7,4
Lampiran 24. Uji Ketebalan Film Keempat Formula Formula F1
F2
F3
F4
1 261 288 205 256 146 182 184 156 252 182 235 322
Rata-rata (µm)
Tebal film (µm) 3 4 278 172 161 220 171 200 119 153 504 502 131 111 207 206 167 240 132 290 290 316 153 177 240 212
2 292 259 122 306 181 337 177 126 198 187 267 311
5 460 431 331 441 427 560 333 454 384 345 281 306
6 453 326 446 473 341 444 325 373 308 321 296 294
319,33 ± 114,2 280,83 ± 92,9 245,83 ± 120,0 291,33 ± 145,4 350,17 ± 156,8 294,17 ± 183,1 238,67 ± 71,0 252,67 ± 132,6 260,67 ± 88,2 273,5 ± 71,1 234,83 ± 58,2 280,83 ± 44,3
Lampiran 25. Daya Mengembang Film Waktu Perendaman (menit) 0 5 10 15 30 60 90 120
F1 2
1 w 330,1 494,6 524,0 519,4 497,2 464,5 449,2 440,3
%Δw 0,00 49,83 58,74 57,35 50,62 40,72 36,08 33,38
w 414,7 589,0 650,1 666,8 659,1 620,3 593,5 583,0
3 %Δw 0,00 42,03 56,76 60,79 58,93 49,58 43,11 40,58
w 326,2 504,5 499,0 475,5 468,8 441,9 437,5 433,2
%Δw 0,00 54,66 52,97 45,77 43,72 35,47 34,12 32,80
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
65
waktu perendaman (menit) 0 5 10 15 30 60 90 120 waktu perendaman (menit) 0 5 10 15 30 60 90 120 waktu perendaman (menit) 0 5 10 15 30 60 90 120
w (mg) 352 536 511 480 453 444 441 439
F2 2 %Δw (%) 0,00 52,27 45,17 36,36 28,69 26,14 25,28 24,72
w (mg) 395,4 586,5 550,0 533,8 490,4 468,5 462,1 462,0
F3 2 %Δw (%) 0 48,33 39,10 35,00 24,03 18,49 16,87 16,84
w (mg) 409,6 602,5 611,0 578,2 535,1 519,2 514,2 506,1
w (mg) 350 880 918 901 791 714 696 682
F4 2 %Δw (%) 0,00 151,28 162,14 157,28 125,87 103,88 98,74 94,75
w (mg) 257,0 689,5 694,7 688,3 589,8 549,5 526,2 514,2
1 %Δw (%) 0,00 51,58 51,00 40,69 32,66 28,37 26,93 26,36
w (mg) 349 529 527 491 463 448 443 441
1 %Δw (%) 0,00 49,37 47,31 43,44 31,63 24,34 20,78 20,99
w (mg) 426,8 637,5 628,3 612,2 561,8 530,7 515,5 516,4
1 w (mg) 358,6 894,9 997,0 938,5 792,3 730,0 702,3 689,9
%Δw (%) 0,00 149,55 178,03 161,71 120,94 103,57 95,85 92,39
3 %Δw (%) 0,00 50,92 51.19 47,23 37,73 31,66 30,34 29,55
w (mg) 379 572 573 558 522 499 494 491
3 %Δw (%) 0 47,10 49,17 41,16 30,64 26,76 25,54 23,56
3 %Δw (%) 0,00 168,29 170,31 167,82 129,49 113,81 104,75 100,08
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
66
Keterangan: Signifikansi > 0,05, kesimpulan data terdistribusi normal. Lampiran 26. Analisis Statistik Uji Daya Mengembang Film Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova formula menit_5
menit_10
menit_15
menit_30
menit_60
menit_90
menit_120
Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
formula 1
.229
3
.
.982
3
.742
formula 2
.177
3
.
1.000
3
.964
formula 3
.190
3
.
.997
3
.903
formula 4 formula 1 formula 2 formula 3 formula 4 formula 1 formula 2 formula 3 formula 4 formula 1 formula 2 formula 3 formula 4 formula 1 formula 2 formula 3 formula 4 formula 1 formula 2 formula 3 formula 4 formula 1
.355 .248 .376 .316 .177 .301 .220 .283 .209 .191 .199 .342 .207 .234 .217 .273 .376 .306 .257 .192 .257 .361
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
.819 .968 .773 .889 1.000 .911 .986 .934 .992 .997 .995 .846 .992 .979 .988 .945 .773 .904 .961 .997 .961 .806
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
.160 .657 .051 .352 .968 .421 .776 .504 .825 .898 .867 .229 .832 .719 .788 .550 .052 .399 .622 .893 .621 .128
formula 2 formula 3 formula 4
.250 .229 .266
3 3 3
. . .
.967 .982 .953
3 3 3
.652 .742 .581
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
67 Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic
df1
df2
Sig.
menit_5
6.575
3
8
.015
menit_10
.927
3
8
.471
menit_15
.606
3
8
.630
menit_30
.458
3
8
.719
menit_60
1.138
3
8
.391
menit_90 menit_120
.460 .577
3 3
8 8
.718 .646
Keterangan: Signifikansi > 0,05 data terdistribusi homogen, signifikansi < 0.05 data tidak terdistribusi homogen
Test Statisticsa,b menit_5 Chi-Square df Asymp. Sig.
8.077 3 .044
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: formula
Keterangan: Signifikansi < 0.05 data pada daya mengembang film menit ke-5 berbeda secara bermakna
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
68 ANOVA Sum of Squares menit_5
Between Groups
3
8562.669
299.074
8
37.384
Total
25987.082
11
Between Groups
32592.284
3
10864.095
223.873
8
27.984
Total
32816.157
11
Between Groups
31175.037
3
10391.679
277.804
8
34.725
Total
31452.840
11
Between Groups
18190.664
3
6063.555
228.205
8
28.526
Total
18418.869
11
Between Groups
13486.189
3
4495.396
221.216
8
27.652
Total
13707.406
11
Between Groups
11766.210
3
3922.070
136.979
8
17.122
Total
11903.189
11
Between Groups
10778.325
3
3592.775
103.681
8
12.960
Within Groups
menit_15
Within Groups
menit_30
Within Groups
menit_60
Within Groups
menit_90
Within Groups
menit_120
Mean Square
25688.008
Within Groups
menit_10
df
Within Groups
Total
10882. 006
F
Sig.
229.045
.000
388.223
.000
299.253
.000
212.565
.000
162.570
.000
229.061
.000
277.219
.000
1 1
Keterangan: Signifikansi < 0.05, kesimpulan daya mengembang berbeda secara bermakna.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
69
Lampiran 27. Optimasi Waktu Ekstraksi Formula F1
Bobot film (mg) 879.3
F2
895.3
F3
889,0
F4
969.4
Waktu ekstraksi (jam) 1 2 3 4 5 6 24 1 2 3 4 5 6 24 1 2 3 4 5 6 24 1 2 3 4 5 6 24
Kadar (mg) 158,29 189,72 216,01 223,38 228,59 230,23 217,58 161,17 173,46 187,32 199,60 219,73 226,67 228,97 159,16 163,45 171,76 179,57 195,23 217,46 217,58 19988 202,87 216,88 220,08 226,93 22569 228,37
% kadar yang terekstrasi (%) 65,95 79,05 90,00 93,07 95,25 95,93 90,66 67,15 72,27 78,05 83,17 91,55 94,45 95,41 66,32 68,10 71,57 74,82 81,34 90,61 90,66 83,28 84,53 90,37 91,70 94,56 94,04 95,15
Kadar obat dalam film (%) 18,00 21,56 24,57 25,40 26,00 26,18 27,08 18,00 19,38 20,92 22,29 24,54 25,32 25,57 17,90 18,38 19,32 20,20 21,96 24,46 24,48 20,62 20,93 22,37 22,70 23,41 23,28 23,56
Lampiran 28. Persen Kumulatf Pelepasan Verapamil HCl Dalam Medium Dapar Fosfat 6,8 Formula
Bobot (mg)
F1
249.7 248.5 241.6 240.2 242.6 239 228.4 233.3 234.6 238.9 238.4 234.9
F2
F3
F4
% kumulatif pelepasan verapamil HCl terhadap waktu (%) 5 menit 49.331 62.333 59.693 54.282 53.745 48.541 43.004 32.49 32.010 61.196 73.179 64.738
10 menit 57.308 65.27 65.753 63.059 62.435 64.517 39.184 44.707 43.181 72.931 76.251 76.054
15 menit 67.806 82.965 80.772 73.832 73.101 67.272 45.778 59.271 52.953 85.208 92.18 76.221
30 menit 72.191 81.076 84.049 78.655 77.877 71.773 62.13 69.695 66.755 91.631 92.18 79.833
60 menit 78.057 91.083 90.128 85.11 84.268 75.285 64.361 72.535 67.201 94.703 94.98 93.876
120 menit 88.91 93.964 99.256 97.05 96.09 76.993 75.375 75.234 82.02028 96.82 95.95 96.233
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
70
Lampiran 29. Kuva Kinetika Pelepasan Verapamil HCl a) Kurva Kinetika Orde Nol Waktu (menit) 0 5 10 15 30 60 120
% Kumulatif pelepasan verapamil (%) F1 F2 F3 F4 0,00 0,00 0,00 0,00 57,12 52,19 35,83 66,37 62,78 63,34 42,36 75,08 77,18 71,40 52,67 84,54 79,11 76,10 66,19 87,88 86,42 81,55 68,03 94,52 94,04 90,04 78,28 96,33
%Kumulaitf Disolusi (%)
110 100 90 F1
80 70
F2
60 50
F3
40 F4
30 0
50 100 Waktu (Menit)
150
b) Kurva Kinetika Orde Satu
Waktu (menit)
0 5 10 15 30 60 120
% Kumulatif pelepasan verapamil (%) F1 F2 F3 F4 0,00 0,00 0,00 0,00 57,12 52,19 35,83 66,37 62,78 63,34 42,36 75,08 77,18 71,40 52,67 84,54 79,11 76,10 66,19 87,88 86,42 81,55 68,03 94,52 94,04 90,04 78,28 96,33
Log (100- % Kumulatif
pelepasan verapamil) F2 F3 F1 F1 0,00 0,00 0,00 0,00 1,63 1,63 1,68 1,81 1,57 1,57 1,56 1,76 1,36 1,36 1,46 1,67 1,32 1,32 1,38 1,53 1,13 1,13 1,26 1,50 0,78 0,78 1,00 1,34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Log (100-%kumulaitf Disolusi ) (%)
71
2 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
\ F1 F2 F3 F4
0
50
100
150
waktu (menit)
c) Kurva Kinetika Higuchi Waktu (menit)
Akar waktu (menit ½)
0 5 10 15 30 60 120
0,00 2,24 3,16 3,87 5,48 7,75 10,95
% Kumulatif pelepasan verapamil (%) F1 F2 F3 F4 0,00 0,00 0,00 0,00 57,12 52,19 35,83 66,37 62,78 63,34 42,36 75,08 77,18 71,40 52,67 84,54 79,11 76,10 66,19 87,88 86,42 81,55 68,03 94,52 94,04 90,04 78,28 96,33
% Kumulaitf disolusi (%)
110 100 90
F1
80 70
F2
60
F3
50
F4
40 30 0
2
4 6 8 Akar Waktu (menit 1/2)
10
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
72
Lampiran 30. Analisa Statistik Kinetika Pelepasan Verapamil HCl dari Keempat Formula Film Model Pelepasan Obat orde 0 1 2 3 r2 Rata-rata Sb 0rde0 1 2 3 k (kam) rata-rata Sb orde 1 r2 1 2 3 Rata-rata Sb k (jam) 1 2 3 rata-rata Sb higuchi r2 1 2 3 Rata-rata Sb k (jam1/2) 1 2 3 rat-rata Sb
F1 0,808 0,649 0,746 0,734 0,080 0,291 0,240 0,292 0,274 0.030 0,838 0,948 0,965 0,917 0,069 0,0029 0,0023 0,0062 0,0038 0,0021 0,911 0,777 0,863 0,850 0,0679 4,154 3,523 4,223 3,967 0,386
F2 0,817 0,817 0,513 0,716 0.176 0,315 0,312 0,169 0,265 0.083 0,623 0,948 0,975 0,849 0,196 0,0010 0,0023 0,0037 0,0023 0,0014 0,918 0,918 0,666 0,834 0,145 4,487 4,443 2,586 3,839 1,085
F3 0,827 0,558 0,766 0,717 0.141 0,298 0,291 0,363 0,317 0.040 0,901 0,651 0,895 0,816 0,143 0,0014 0,0014 0,0020 0,0016 0,0003 0,901 0,772 0,881 0,851 0,069 4,169 4,450 5,221 4.613 0.545
F4 0,541 0,788 0,464 0,598 0.169 0,245 0,241 0,156 0,214 0.050 0,857 0,915 0,631 0,801 0,150 0,0064 0,0037 0,0027 0,0043 0.0019 0,704 0,611 0,894 0.736 0,144 3,592 2,396 3.445 3.144 0.652
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
73
a) Hasil SPSS Orde Nol
Multiple Comparisons laju_pelepasan_orde0 LSD 95% Confidence Interval
Mean Difference (I) formula
(J) formula
(I-J)
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
formula 1
formula 2
,00900000
,04462809
.845
-,0939126
,1119126
formula 3
-,04300000
,04462809
.364
-,1459126
,0599126
formula 4
,06033333
,04462809
.213
-,0425792
,1632459
formula 1
-,00900000
,04462809
.845
-,1119126
,0939126
formula 3
-,05200000
,04462809
.278
-,1549126
,0509126
formula 4
,05133333
,04462809
.283
-,0515792
,1542459
formula 1
,04300000
,04462809
.364
-,0599126
,1459126
formula 2
,05200000
,04462809
.278
-,0509126
,1549126
formula 4
,10333333*
,04462809
.049
4,2076680E-4
,2062459
formula 1
-,06033333
,04462809
.213
-,1632459
,0425792
formula 2
-,05133333
,04462809
.283
-,1542459
,0515792
formula 3
-,10333333*
,04462809
.049
-,2062459
-4,2076680E-4
formula 2
formula 3
formula 4
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Keterangan: Signifikansi < 0.05, kesimpulan laju pelepasan (k) pada orde nol formula F3 dengan F4 berbeda secara bermakna, sedangkan F1 dan F2 dengan film lainnya tidaka berbeda secara bermakna
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
74
b) Hasil SPSS Orde Satu
Multiple Comparisons laju_pelepasan_orde1 LSD 95% Confidence Interval
Mean Difference (I) formula
(J) formula
(I-J)
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
formula 1
formula 2
,00143291
,00130120
.303
-,0015677
,0044335
formula 3
,00217108
,00130120
.134
-8,2949304E-4
,0051717
-4,92111667E-4 ,00130120
.715
-,0034927
,0025085
formula 4 formula 2
formula 3
formula 1
-,00143291
,00130120
.303
-,0044335
,0015677
formula 3
7,38167333E-4
,00130120
.586
-,0022624
,0037387
formula 4
-,00192503
,00130120
.177
-,0049256
,0010755
formula 1
-,00217108
,00130120
.134
-,0051717
8,2949304E-4
-7,38167333E-4 ,00130120
.586
-,0037387
,0022624
formula 2
formula 4
formula 4
-,00266319
,00130120
.075
-,0056638
3,3738137E-4
formula 1
4,92111667E-4
,00130120
.715
-,0025085
,0034927
formula 2
,00192503
,00130120
.177
-,0010755
,0049256
formula 3
,00266319
,00130120
.075
-3,3738137E-4
,0056638
Keterangan: Signifikansi < 0.05, kesimpulan laju pelepasan (k) keempat formula pada orde satu tidak berbeda secara bermakna
c) Hasil SPSS Model Higuchi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
75
Multiple Comparisons laju_pelepasan_higuchi LSD 95% Confidence Interval
Mean Difference (I) formula
(J) formula
(I-J)
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
formula 1
formula 2
,12800000
,58427638
.832
-1,2193437
1,4753437
formula 3
-,64666667
,58427638
.301
-1,9940104
,7006771
formula 4
,82233333
,58427638
.197
-,5250104
2,1696771
formula 1
-,12800000
,58427638
.832
-1,4753437
1,2193437
formula 3
-,77466667
,58427638
.221
-2,1220104
,5726771
formula 4
,69433333
,58427638
.269
-,6530104
2,0416771
formula 1
,64666667
,58427638
.301
-,7006771
1,9940104
formula 2
,77466667
,58427638
.221
-,5726771
2,1220104
formula 4
1,46900000*
,58427638
.036
,1216563
2,8163437
formula 1
-,82233333
,58427638
.197
-2,1696771
,5250104
formula 2
-,69433333
,58427638
.269
-2,0416771
,6530104
formula 3
-1,46900000*
,58427638
.036
-2,8163437
-,1216563
formula 2
formula 3
formula 4
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Keterangan: Signifikansi < 0.05, kesimpulan laju pelepasan (k) F3 dengan F4 dalam model higuchi berbeda secara bermakna, sedangkan F1 dan F2 dengan film lainnya tidak berbeda secara bermakna.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
76
Lampiran 31. Perhitungan % UPK pada Optimasi Waktu Ekstraksi Verapamil HCl dalam Film Satu Cetakan
Kadar Verapamil (mg)
% UPK (%) = Berat Verapamil
(mg)
x 100 %
Contoh perhitungan % UPK verapamil HCl pada uji optimasi waktu ekstraksi verapamil HCl dalam film F1: Diketahui
: Kadar verapamil
= 238,08 mg
Berat verapamil
= 240,00 mg
Optimasi waktu ekstraksi (%)
:
238,08 mg 240 mg
x 100 % = 99,2 %
Lampiran 32. Perhitungan Persen Kadar Verapamil HCl pada Uji Keseragaman Kandungan
% Kadar (%) =
Kadar verapamil (mg) Bobot film (mg)
x 100 %
Contoh perhitungan persen kadar verapamil HCl pada uji keseragaman kandungan dalam film F1: Diketahui
: Kadar verapamil = 53,92 mg Berat film
% Kadar (%) :
53,92 mg 245,7mg
= 245,7 mg
x 100 % = 21,95 %
Lampiran 33. Perhitungan % Kumulatif Pelepasan Verapamil HCl dari Film UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
77
(n-1) Xt =(V1 . C)+(V2 . ∑0 C)
% KPV =
Xt Xo
×100%
Keterangan : Xt
= Jumlah kumulatif verapamil yang terdisolusi pada waktu t
Xo
= Jumlah verapamil yang tekandung = % kadar film x bobot film uji (% kadar F1= 27,08%; F2 = 25,57% ; F3 = 24,48; F4= 23.56 %)
C
= Konsentrasi verapamil yang terdisolusi pada waktu t
V1
= Volume medium disolusi (400 ml)
V2
= Volume cairan yang disampling (5 ml)
% KPV = % kumulatif pelepasan verapamil
Contoh perhitungan % kumulatif verapamil HCl yang terlepas darifilm F1: Diketahui :
Bobot Film : 249,7 mg Xo = 27,08% x 249,7 mg = 67,62 mg
Waktu (menit)
C (ppm)
5
8,338
10 15
Xt (mg) (8,338 ppm × 400 ml) + (
9,582 11,117
5 400
× 0) = 33,35
(9,582 ppm × 400 ml) + [ (11,117 ppm × 400 ml) + [
5 900
5 400
× ( 33,35)] = 38,75
× (33,35 + 38,75)] = 45,84
dst
% Kumulatif Pelepasan Verapamil HCl pada menit ke-5: % KPV menit ke-5
=
% KPV menit ke-10 = % KPV menit ke-15 =
Xt Xo Xt Xo Xt Xo
×100% = ×100% = ×100% =
33,35 mg 67,62 mg 38,75 mg 67,62 mg 45,84 mg 67,62 mg
× 100% = 49,331 %
× 100%
= 57,31%
× 100%
= 67,81 %
Lampiran 34. Perhitungan Parameter Kinetika Pelepasan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
78
Persamaan
y = a + bx
Orde nol
Mt/Mo = k0.t
Orde satu
Log (100- Mt/Mo) = log 100 – k1.t/2,303
Higuchi
Mt/Mo = kH.t1/2
Dengan mengolah data hasil disolusi menjadi persamaan y = a + bx, maka dapat dihitung nilai koefisien laju pelepasan (k) dan r2: Orde nol
:
k0
=b
Orde satu:
:
k1
= -b / 2,303
Higuchi
:
kH
=b
Contoh perhitungan kintika pelepasan orde satu dari film F1: t (menit)
log (100 - Mt/Mo) (%)
5 10 15 30 60 120
Mt/Mo
Log (100- Mt/Mo)
57,12 62,78 77,18 79,11 86,42 94,04
1,63 1,57 1,36 1,32 1,13 0,78
1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
y = -0.0069x + 1.5749 R² = 0.9403
0
50
100
150
waktu (menit)
y = -0,0069x + 1,5749 R² = 0,9403 k = - b / 2,303 = -(-0,0069)/ 2,303 = 0,002996
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
79
Lampiran 35. Sertifikat Analisis Kitosan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
80
Lampiran 36. Sertifikat Analisis Verapamil Hidroklorida
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
81
Lampiran 37. Sertifikat Analisis Trisodium Sitrat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta