DAFTAR ISI Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir PTNBR – BATAN Bandung, 4 Juli 2013
Tema: Pemanfaatan Sains dan Teknologi Nuklir serta Peranan MIPA di Bidang Kesehatan, Lingkungan dan Industri untuk Pembangunan Berkelanjutan
PREPARASI DAN KARATERISASI KITOSAN DARI CANGKANG BELANGKAS (Tachypleus gigas) YANG DIIKAT SILANG DENGAN MODIFIKASI GENIPIN Harry Agusnar dan Harry Noviary Departement Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan 20155
ABSTRAK Telah dilakukan penelitian mengenai preparasi dan karakterisasi kitosan dari cangkang belangkas (tachypleus gigas) yang diikat silang dengan modifikasi genipin.Variasi derajat deasetilasi pada kitosan telah mempengaruhi kemampuan kitosan untuk mengikat silang agen pengikat silang.Ikat silang genipin-kitosan dapatmengikattripolifosfatdalam larutan berair.Semakin tinggi derajat deasetilasi kitosan maka semakin besar kadar ikat silang yang dihasilkan. Dengan kadar ikat silang yang di hasilkan untuk kitosan belangkas I dengan derajat deasetilasi 79,6% adalah 1,305% dan kitosan belangkas II dengan derajat deasetilasi yang maksimum 83,5% diperolehkan dari modifikasi tahapan kerja yang dihasilkan dari kitin belangkas II adalah 1,341%. Karakterisasi dari ikat silang genipinkitosan ditentukan dengan FTIR dan begitu pula derajat deasetilasi kitosan. Data ikat silang kitosan meningkat dengan adanya penurunan nilai pH ini menunjukkanbahwa kitosan dapat berikatan silang lebih mudah dengan tripoliposfatpada pH rendah, namun berikatansilangkimiadengan genipin pada pHtinggi. Kata kunci: Kitosan Belangkas, Derajat deasetilasi, Ikat Silang, Genipin
1.
polimer tersebut untuk bereaksi dengan agen ikat silang (Santoso, E. ISBN 979). Sparkers dan Murraf (1986) telah mengembangkan kitosan dengan variasi derajat deasetilasi sebagai ikat silang dengan gelatin sebagai dressing bedah. Beberapa reagen telah digunakan untuk ikat silang kitosan seperti, glutaraldehid, tripolifosfat, etilen glikol, eter diglisidil, dan diisosianat. Dan penelitian telah menunjukkan bahwa dengan semakin besar derajat deasetilasi yang berarti juga semakin besar kadar ikat silang yang dihasilkan (Santoso, E. ISBN 979)., namun sintesis reagen silang semua sitotoksik dan dapat menggangu biokompabilitas sistem pengiriman kitosan (Nishi, Nakajima, & Ikada, 1995; Speer, Chvapil, Eskelton, & Ulreich, 1980). Sedangkan genipin tampaknya belum begitu banyak digunakan. Genipin merupakan suatu senyawa kristal yang diisolasi dari buah kacapiring(Gardenia augusta), sebagai pereaksi larut dalam air bi-fungsional silang.
PENDAHULUAN
Kitosan bersifat biokompatibel, tidak beracun, dan biodegradable, kitosan memiliki sifat berharga sebagai eksipien, tetapi pada sisi lain menunjukkan sifat unik dan paling berharga yang meningkatkan fleksibilitas dalam bidang biomedis dan bioteknologi, seperti imunostimulasi, aktivasi makrofag, dan aktivasi mikroba. (Genta dkk, 1999; Jiang, Kumbar, Nair, &Laurencin, 2008; Kumar, Muzzarelli, Muzzarelli, Sashiwa, & Domb, 2004; Muzzarelli, 2009; Derajat deasetilasi pada pembuatan kitosan bervariasi dengan jumlah larutan alkali yang digunakan, waktu reaksi, dan suhu reaksi. Biasanya kualitas produk kitosan dinyatakan dengan besarnya nilai derajat deasetilasi (Muzzarelli,1985 dan Austin,1988). Semakin besar derajat deasetilasi kitosan berarti semakin besar jumlah gugus amina dalam rantai polimernya, dan semakin besar pula rantai
105
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir PTNBR – BATAN Bandung, 4 Juli 2013
Tema: Pemanfaatan Sains dan Teknologi Nuklir serta Peranan MIPA di Bidang Kesehatan, Lingkungan dan Industri untuk Pembangunan Berkelanjutan
Genipin banyak digunakan sebagai obat tradisional untuk memperlancar aliran empedu ke usus (kolagoga), dan pengobatan luka pada hewan dan manusia (Dalimartha, 2003). Kitosan yang mengandung sejumlah gugus amino dalam polimernya adalah basa polikationik dalam lingkungan air bersuasana asam. Karakter kationik jarang ditemukan dialam dan membuat kitosan mudah dikarakteisasi dan dimodifikasi (Colfen, et al, 2001).
tripoliposfat/genipin adalah cairan yang terdiri dari pengikat silang ion (tripoliposfat) dan pengikat silang kimia (genipin).Nilai pH dari larutan tripoliposfat berair divariasikan dari pH 9.0 (nilai pH asli) ke pH 8,0; 7,0 dan 6,0. Setelah itu, genipin ditambahkan ke dalam masing-masing nilai pH larutan tripoliposfat berair untuk membuat co-pengikat silang tripoliposfat/genipin(0.1%tripoliposfat/0.1%geni pin).Larutan kitosan langsung turun melalui jarum suntik ke dalam larutan co-pengikat silang tripoliposfat/genipin,dan kitosan terus menetes dalam larutan selama 24 jam untuk ikat silang. Setelah terjadi ikat silang, hasil dipadatkan dipisahkan dan dicuci bersih dengan akuadesdengan pengadukanselama 2hariuntuk menghilangkanresidualsilangionik/kimia(tripoli posfatdangenipin), kemudian dikeringkandi udara selama 24 jam untuk mengumpulkan akhir produk.
2.
BAHAN DAN METODE
2.1. Bahan dan Alat Cangkang belangkas yang digunakan berasal dari Pangkalan Brandan, Langkat dan Genipin ≥ 98% (HPLC), solid (G4796 Bioproducts Co Ltd, Singapur). Alat yang digunakan Fourier Transform Infrared (FTIR) dan Scanning Electron Microscopy (SEM)
2.2.4. Penentuan Kadar Pengembangan (Swelling Degree) dan Tingkat Kelarutan (Dissolution) Kadar pengembangan dilakukan dengan menggunakan buffer fosfatsaline (PBS) pada pH 7,4 (Tonda-Turo, 2011). Tingkat pengembangan diukur setelah 24 jam perendaman, sementara tingkat kelarutan dilakukan setelah 1, 3, dan 7 hari Persentase pengembangan adalahdihitung sebagai:
2.2. Metode Penelitian 2.2.1 Proses Preparasi Kitin Cangkang belangkas lalu dikeringkan, lalu direndam dalam larutan NaOH 0,5% (1:8), selama 24 jam, dicuci dengan H2O, cara ini dilakukan 2 kali. Dideproteinisasi dengan larutan NaOH 5% (1:8), selama 24 jam, residu yang diperoleh dicuci sampai netral dan dikeringkan. dan diperoleh kitin belangkas I.Sebagian dilanjutkan dengan proses demineralisasi dengan larutan HCl 5% (1:8), selama 24 jam, Residu yang diperoleh dicuci sampai netral dan dikeringkan dan diperoleh kitin belangkas II.
Ws – Wo ∆Ws
Wo Dimana; Wo = bobot contoh sebelum pengembangan (g), Ws = bobot contoh setelah pengembangan (g) Setelah pengeringan pada 37 ◦C selama 48 jam dalam oven vent, sampelditimbang lagi dan persentase kelarutan dihitung sebagai:
2.2.2. Preparasi Kitosan dan Karakterisasi Kitin belangkas I dan II direaksikan dengan NaOH 50% (1:14), pada suhu kamar selama 6 hari, Residu yang diperoleh dicuci sampai netral dan dikeringkan. 2.2.3.
Pembuatan Ikat Silang Berat Molekul Tinggi Genipin
=
Wd – Wo ∆Wd
= Wo
Dimana; Wd = bobot contoh kering (g)
Kitosan dengan
2.2.5.
Pembuatan Kadar Ikat Silang
Kitosan yang berupa edible film dengan ukuran tertentu ditimbang kemudian dibenamkan dalam 10,0 mL larutan genipin 100,0 ppm selama 24 jam. Kemudian, diambil
Dilarutkan masing-masing 1 gr kitosan belangkas I dan II (serbuk) dalam 100 mL larutan asam asetat 1%, campuran diaduk pada 600rpm selama 3 jam. Co-pengikat silang
106
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir PTNBR – BATAN Bandung, 4 Juli 2013
Tema: Pemanfaatan Sains dan Teknologi Nuklir serta Peranan MIPA di Bidang Kesehatan, Lingkungan dan Industri untuk Pembangunan Berkelanjutan
dan dimasukkan ke dalam akuades untuk disetimbangkan. Jumlah genipin yang terikat pada edible film dan yang tak terikat diukur dengan metode spektrofotometrik (Santoso, E. ISBN 979). Kadar ikat silang (QCL kitosan ditentukan dengan persamaan (5) : WG QCL = WT WG: massa genipin terikat silang dengan kitosan dan WT : massa edible film kitosan.
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil Spektra FT-IR Spektrum FTIR dari kitin dan kitosan secara umum menunjukkan adanya kesamaan gugusgugus yang terdapat pada masing-masing polimer tersebut. Perbedaan yang dapat diamati yaitu pergeseran bilangan gelombang dan perubahan nilai transmitant yang menunjukkan kuantitas dari gugus tersebut didalam polimer. Besarnya bilangan gelombang pada gugusgugus kitin dan kitosan dapat dibandingkan dengan spektra FT-IR dari kitin dan kitosan standar untuk melihat kualitas dari kitin dan kitosan yang dihasilkan. Spektrum FT-IR dari kitosan belangkas I, kitosan belangkas II, dan kitosan standar menunjukkan bahwa ada beberapa perbedaan daerah serapan yang cukup berarti yaitu ulur OH yang berimpit dengan ulur N-H berbeda 21 cm-1 untuk kitosan belangkas I, sedangkan kitosan belangkas II berbeda 36 cm-1, tekuk NH berbeda 25 cm-1, ulur C-N berbeda 13 cm-1. Perbedaan ini dapat ditimbulkan karena derajat deasetilasi kitosan yang dihasilkan belum begitu tinggi, sehingga pada kitosan yang dihasilkan masih terdapat cukupbanyak gugus asetil yang melekat pada gugus N.
Gambar1. Spektra FT-IR Kitosan Belangkas I dan II
Hasil spektra infra merah dari ikat silang kitosan juga menunjukkan puncak struktur sakarida sekitar 905 dan 1150cm-1dan puncak karakteristik amino terprotonasi di sekitar1570 cm-1. Ada pita serapan kuat di 1650 cm-1 yang menunjukkan gugus amida. Munculnyapuncak pada 1150 cm-1menunjukkangugus P=O pada tripoliposfat adalah bukti silang ionik chitosan. Sekarangjelas menemukan bahwa intensitas absorbansi P=O di1150 cm-1 dari ikat silang kitosan meningkat denganpenurunan nilai pH co-pengikat silang, yang menunjukkanbahwa chitosan dapat mengikat ion dengan tripoliposfat lebih mudah di bawah kondisi pH.
Tabel 1. Perbandingan spetrum FTIR kitin dan kitosan dengan standarnya
Gugus Terkait Ulur O-H Rentang C-H Rentang C=O Tekuk N-H Tekuk C-H Ulur C-N Ulur C-O * Denas (2000)
Kitin Belangkas I dan II (cm-1)
Kitin Standar (cm-1)
Kitosan Belangkas I (cm-1)
Kitosan Standar (cm-1)
Kitosan Belangkas II (cm-1)
3448,72 2931,80 1635,64 1558,48 1381,03 1319,31 1072,42
3437,50 2930,69 1630 1565,70 1384,08 1317,50 1073,93
3425,58 2924,09 1651,07 1566,20 1381,03 1072,42 1072,42
3446 2916 1650 1591 1380 1085,37 1089
2885,67 2924,09 1651,07 1566,20 1381,03 1072,42 1072,42
107
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir PTNBR – BATAN Bandung, 4 Juli 2013
Tema: Pemanfaatan Sains dan Teknologi Nuklir serta Peranan MIPA di Bidang Kesehatan, Lingkungan dan Industri untuk Pembangunan Berkelanjutan
Gambar 3. Scanning electron mikrosko belangkas II
kitosan
Gambar 4. Scanning electron mikroskop ikat silang kitosan belangkas II dengan genipin pada pH 9,0
Hasil ikat silang kitosan dengan genipin pada kondisi pH yang berbeda(PH 6,0;7,0;8,0 dan 9.0) semua terlihat jelas,dan digunakan dalam penelitian ini adalah kitosan belangkas I dengan berat molekul tinggi.Setelah silang, copengikat silang juga terusjelas transparan, namun, warna dari campuran berubahdari putih menjadi biru gelap dengan variasi nilai pH copengikat silang dari pH 7,5 sampai 9,0. Pengamatanperubahan warna mengungkapkan bahwa mekanisme co-silang terjadi pada pH yg berubah-ubah. Kitosan diperoleh oleh fiksasi nya gugus amina dengan agen co-silang terdiri daritripoliposfat (pengikat silang ion) dan genipin (pengikat silang kimia).Ion negatif dibebankan tripoliposfat dapat bereaksi dengan positifdibebankan kitosan melalui tarik elektrostatik untuk membentuk ioniksilang jaringan, dan genipin bereaksi dengan kitosan melalui ikatan kovalen untuk membentuk jaringan silang kimia (Mi FL, Shyu SS, Lee ST, Wong TB. J Polym Sci, 1999). Polimer kitin dan kitosan disusunoleh monomer yang sama. Perbedaan antarakitin dengan kitosan terletak pada nilai derajatdeasetilasinya. Proses pengikat silangan kitosan belangkas II dengan genipin menurunkan kadarpenggembungan (swelling degree) dan menaikkankelarutan kitosan (Dissolution)
Gambar 2. Spektra FT-IR ikat silang kitosan dengan genipin pada pH 6,0; 7,0; 8,0; dan 9,0
Spektra FT-IR dari ikat silang kitosan dengan genipin/tripoliposfatyang dihasilkan telah menunjukkan gugus-gugus yang seharusnya ada didalam polimer kitosan genipin/tripoliposfat. Hasil spektra infra merah dari ikat silang kitosan menunjukkan serapan pada bilangan gelombang 3445,1 cm-1 yang merupakan daerah –OH dan air (lampiran 10). Pita serapan pada bilangan gelombang 2928 cm1 menunjukkan daerah puncak untuk gugus C-H. Adanya serapan pada bilangan gelombang 1659,7 dan 1376,1 cm-1 mungkin merupakan daerah puncak untuk gugus N-H dari gugus amina dan gugus C-H pada CH3 (Muzzarelli, 1978). Penurunan derajat deasetilasi menunjukkan adanya gugus NH2 yang berikatan dengan genipin. Ikatan yang terjadi dapat dilihat dari mekanisme ikat silang kitosan. 3.2 Hasil Scanning (SEM)
Mikroskop Elektron
Pada penelitian ini digunakan SEM yaitu untuk melihat bagaimana perbedaan permukaan dari kitosan tanpa ikat silang dengan kitosan ikat silang dengan genipin
108
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir PTNBR – BATAN Bandung, 4 Juli 2013
4.
4.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan : 1. Derajat deasetilasi yang dihasilkan untuk kitosan belangkas I 79,6% sedangkan untuk kitosan belangkas II diperoleh 83,5% dengan masing –masing kadar ikat silang 1,305% dan 1,341%. Semakin tinggi derajat deasetilasi kitosan maka semakin besar kadar ikat silang yang dihasilkan. 2. Ikat silang kitosan meningkat dengan penurunan nilai pH yang menunjukkan bahwa kitosan dapat mengikat tripolifosfat lebih mudah PadakondisipH rendah, ikat silang yang terbentuk adalah mendominasi ikatan silangionic.
5.
DAFTAR PUSTAKA
1.
ALIMUNIAR, A. dan R. ZAINUDDIN. 1992. An Economical Technique for ProducingChitosan. Advances in Chitin and Chitosan. London : Elsevier Applied Sciences. pp. 627-632 CAO, J. P., WANG, Y. L., & JIA, Y. J. (2001). Simultaneous determination of geniposide and genipin in Gardenia jasminoides Ellis by high performan DALIMARTHA, dr. SETIAWAN. 2003. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid 3. Jakarta : Puspa Swara, Anggota Ikapi
2.
3.
Tema: Pemanfaatan Sains dan Teknologi Nuklir serta Peranan MIPA di Bidang Kesehatan, Lingkungan dan Industri untuk Pembangunan Berkelanjutan
5.
6.
7.
8.
GENTA, I., PERUGINI, P., PAVANETTO, F., MODENA, T., CONTI, B., & MUZZARELLI, R. A. A. (1999). Microparticulate drug delivery systems. In P. Jollès & R. A. A. Muzzarelli (Eds.), Chitin and chitinases (pp. 305– 313). Basel: Birkhauser Verlag JESADA K., MANGKORN S., P. S., AND Y. B. (2010). Preparation and characterization of genipin-cross-linked chitosan microparticles by water-in-oil emultion solfent diffusion method. Journal of Natural Science. Vol 2, No.10 MI, F. L., SHYU, S. S., & CHIACHING S. (2003). Synthesis and Characterization of Biodegradable TPP/Genipin Co-Crosslinked Chitosan Gel Beads. Journal of Polymer Science: Polymer Chemistry, 43, 1985–2000. MUZZARELLI, R. A. A., & MUZZARELLI, C. (2005). Chitosan chemistry: Relevance to the biomedical sciences. In T. Heinze (Ed.), Advances in polymer science (pp. 151–209). Berlin: Springer Verlag. 186. NISHI, C., NAKAJIMA, N., & IKADA, Y. (1995). In vivo evaluation of cytotoxicity of diepoxy compounds used for biomaterial modification. Journal of Biomedical Material Research, 29, 829– 834.
DISKUSI Meri Suhartini :Mengapa tidak ada inisiator? Harry Agusnar : Karena ikatan silang terjadi berdasarkan pH
109