BAB 5 KESIMPULAN 1. Berdasarkan hasil pengamatan dan penilaian secara subyektif (oleh peneliti) dan obyektif
(pendapat responden) maka elemen identitas fisik yang
membentuk dan memperkuat karakter (ciri khas) koridor Jalan Mastrip diantaranya: a. Bangunan
industri
dan
perdagangan
yang
menjadi
obyek
yang
merepresentasikan nilai kekhasan dan keunikan setempat dalam kegiatan sosial ekonomi yang ditunjukan melalui tampilan fasadenya yang menjadi ciri khas koridor Jalan Mastrip sebagai bagian dari kawasan industri dan perdagangan. Namun secara visual kualitas fisik dari bengunan-bangunan tersebut belum memberikan pengaruh positif terhadap pengalaman visual pengamatnya karena belum memiliki penataan pada komposisi fasadenya sehingga belum memenuhi nilai etetika visual koridor jalan. b. Elemen Edge berupa area sempadan sungai (Kali Surabaya) yang menjadi potensi alam yang memberikan keunikan dan keragaman visual pada Jalan Mastrip diantara padatnya deretan bangunan yang membentuk sisi koridor. Namun secara visual kondisi fisiknya belum optimal dalam memberikan pengalaman visual yang estetis bagi pengguna jalan. Dilihat dari nilai kesejarahannya Kali Surabaya merupakan sarana transportasi darat yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat hingga saat ini (salah satunya sebagai sarana penyebrangan). c. Elemen gate yang menjadi titik atau batas yang membedakan antara dua wilayah yang berbatasan. Elemen ini sangat diperlukan dalam memberikan kesan pertama pada pengguna jalan bahwa koridor Jalan Mastrip merupakan entrance Kota Surabaya yang dapat menggambarkan secara singkat kondisi visual kota tersebut. Sehingga dalam desainnya elemen gate perlu memiliki sombol-simbol yang mewakili image kota yang dituju (Surabaya) serta image/ identitas lingkungan setempat (Jalan Mastrip). Namun secara visual keberadaan elemen gate pada wilayah perbatasan belum terlihat secara jelas karena strukturnya yang kurang menonjol yang didukung oleh obyek-obyek
153
sekitarnya serta ketersediaannya yang belum optimal (pada perbatasan tertentu tidak terdapat elemen gate). d. Elemen nodes dan landmark yang merupakan elemen identitas skala mikro pada koridor Jalan Mastrip. Skala tersebut dipengaruhi oleh nilai keunikan bentuk yang hanya bersifat lokal (berbeda dengan obyek di sekitarnya) namun tidak bersifat kawasan yang lebih luas karena bentuknya memiliki kesamaan dengan obyek-obyek di tempat lain serta fungsinya yang hanya bersifat lokal (sebagai orientasi lingkungan setempat) tidak berfungsi secara luas (sebagai landmark kawasan/ kota). Elemen nodes tersebut berupa simpul pergerakan yaitu persimpangan jalan-jalan utama dan simpul aktivitas berupa pasar, sentra PKL dan taman kawasan. Sedangkan elemen Landmark berupa bangunan-bangunan ibadah (masjid), struktur jembatan & flyover, dan gate-gate jalan lokal. 2. Elemen 3 dimensional pembentuk ruang koridor Jalan Mastrip terdiri dari bangunan sebagai elemen ‘dinding’, vegetasi sebagai elemen ‘dinding’ dan ‘atap’, jalur sirkulasi kendaraan dan pejalan kaki sebagai elemen ‘ lantai’ dan street furniture sebagai obyek dalam ruang koridor. Masing-masing elemen tersebut memiliki karakteristik visual yang dijabarkan sebagai berikut: a. Bangunan sebagai elemen ‘dinding’ dibentuk oleh 5 unsur visual berupa komposisi fasade, bentuk & gaya bangunan, pemunduran & ketinggian banguan serta elemen warna dan tekstur bangunan. Berdasarkan hasil pengamatan dan penilaian secara subyektif dan obyektif, kelima unsur visual tersebut sebagaian besar memiliki karakteristik yang negatif terhadap visual ruang koridor Jalan Mastrip karena tingkat individualis yang tinggi (sesuai selera pemilik bangunan) sehingga menimbulkan variasi/ kontras yang berlebihan atau kekacauan visual. b. Vegetasi sebagai elemen ‘dinding’ dibentuk oleh 3 unsur visual berupa bentuk, warna dan penempatan. Berdasarkan hasil pengamatan dan penilaian secara subyektif dan obyektif, karakteristik vegetasi yang dihasilkan 3 unsur visual tersebut belum memenuhi nilai yang estetis serta aspek teknis karena disebabkan minimnya variasi jenis tanaman yang ada di ruang koridor Jalan Mastrip serta komposisi penataannya yang masih 154
bersifat alamiah (tanpa perencanaan). Penempatan tanaman tidak mengalai kontinuitas serta tidak ada komposisi yang memperhatikan aspek irama, kesatuan dan keseimbangan antar beragam jenis tanaman yang ada. c. Jalur sirkulasi kendaraan dan pejalan kaki sebagai elemen ‘lantai’ belum memenuhi kriteria 4C (Conspicious/ Kejelasan, comfortable/ Kenyamanan, convenient/ Kesesuaian dan Convivial/ Keramahan) baik secara visual maupun teknis. Belum terpenuhinya kriteria tersebut disebabkan oleh kondisi fisik yang banyak mengalami kerusakan, desain pola perkerasan yang kurang atraktif, jalur sirkulasi yang tidak mengalami kontinuitas, dimensi yang belum memenuhi keleluasaan fisik dan visual serta minimnya elemen pendukung aktivitas pergerakan tersebut. d. Street furniture sebagai elemen dalam ruang yang dibentuk secara visual oleh unsur skala, bentuk/ ornamen, warna. Karakteristik visual yang dibentuk oleh unsur tersebut sebagian besar belum memenuhi nilai estetika visual yang estetis. Hal tersebut disebabkan karena minimnya jumlah & jenis dari obyek street furniture tersebut, desain yang tergolong standar (tidak mencerminkan image kota yang dituju dan image lingkungan) serta pola penempatannya yang tidak memenuhi syarat teknis maupun estetika khususnya street furniture yang menjadi elemen pendukung aktivitas pejalan kaki seperti tempat sampah, shelter/ halte, boks telepon & surat. 3. Karakteristik dan kualitas visual negatif yang sebagian besar dimiliki oleh obyek-obyek identitas dan elemen fisik pembentuk ruang koridor jalan tentu saja memerlukan adanya penataan yang bertumpu pada kaidah estetika visual ruang koridor jalan. Dalam melakukan penataan koridor Jalan Mastrip sebagai jalan masuk Kota Surabaya yang memiliki kualitas visual yang estetis dan memiliki kekhasan visual dibutuhkan beberapa aspek penataan yang masingmasing memiliki arahan sebagai berikut: a. Aspek komposisi visual yang estetis (unity, keseimbangan, irama) yang dicapai melalui: • Elemen Bangunan: 1. Pada elemen wajah bangunan lebih menonjolkan komposisi horizontal melalui deretan bukaan (pintu, jendela) yang memanjang horizontal dan 155
elemen atap menggunakan bentuk segitiga (perisai atau pelana) yang berorientasi ke jalan. 2. Dinding muka bangunan menggunakan warna yang senada pada lingkaran warna dingin dan menggunakan warna kontras sebagai penekanan dalam komposisi yang dapat dihadirkan pada papan reklame. Jarak perubahan irama warna yaitu 180 meter. 3. Menggunakan kesamaan bentuk dan level kantilever, kesamaan level papan iklan, dan kesamaan garis ornamen. 4. Bangunan
perdagangan
menonjolkan
kesan
transparan
dengan
pemberian elemen pintu & jendela tembus pandang dan etalase. Sedangkan bangunan industri menojolkan kesan masif melalui dinding bangunan yang tertutup minim bukaan. • Elemen Vegetasi: 1. Menggunakan jenis vegetasi yang beragam seperti tanaman keras, perdu, semak dan groundcover pada jalur hijau jalan yang disusun secara mengelompok atau memanjang dengan tanaman keras (pohon besar) sebagai unsur dominan (focal point) dan tanaman lain (perdu, semak, groundcover) sebagai unsur pendukung. 2. Jarak dan tanaman pada muka bangunan perdagangan lebih lebar (1520 meter) atau tidak menghalangi pandangan ke bangunan atau obyek komersil. Sedangkan jarak dan komposisi tanaman pada muka bangunan industri memiliki jarak yang lebih rapat (10 meter) sebagai penghalang pandang dan sebagai fungsi ekologis (penyerap polusi industri). • Elemen jalur kendaraan: 1. Membentuk keleluasaan visual dengan meningkatkan dimensi jalur sirkulasi kendaraan dari 9,5 meter menjadi 14 meter (Sesuai dengan kebijakan pemerintah dalam RDTRK UP-Wiyung 2009-2029) 2. Menyesuaikan jari-jari tikungan pada persimpangan-persimpangan utama menjadi 35 meter dan menertibkan obyek penghalang pandang sejauh 10 meter dari sudut tikungan.
156
• Elemen Jalur pejalan kaki: 1. Menggunakan desain pola perkerasan jalur pejalan kaki dengan motif yang atraktif, mengalir dan simple (representasi dari desain yang modern) 2. Memperlebar dimensi jalur pejalan kaki dengan memanfaatkan permukaan
saluran
air
buangan/
selokan
tertutup
dan
lebih
memperlebar dimensi jalur pejalan kaki pada muka bangunan industri 3. Menggunakan street furniture dengan warna dan desain (motif & bentuk) yang memuat simbol identitas lingkungan (Jalan Mastrip) dan kota yang dituju (Kota Surabaya). 4. Penempatan street furniture seperti tempat sampah, shelter, boks telepon, boks surat dan lampu jalan mudah terlihat dan terjangkau secara fisik. Lengan lampu jalan diperpanjang agat cahayanya tidak terhalang oleh tajuk pohon. b. Aspek sekuens visual (serial vision) yang dicapai melalui: • Melakukan penataan terhadap perubahan ketinggian bangunan dengan urutan perubahan dari yang terendah ke yang tertinggi (klimaks) sebanyak 1 lantai dengan jarak perubahan tiap 180 meter atau sekitar 10 kavling. • Melakukan penyesuaian kemunduran bangunan pada masing-masing bangunan dengan ketinggian yang berbeda-beda dan disesuaikan dengan dimensi kavling yang ada. Kemunduran bangunan yang ideal untuk setiap ketinggian bangunan dan dimensi kavling dengan melakukan penyesuaian Sky Exposure Plan yaitu sejauh 7 meter dihitung dari batas DAMIJA atau sempadan pagar. • Menggunakan variasi jenis tanaman keras (pohon besar) yang berbeda pada tiap segmen koridor Jalan Mastrip, mulai dari segmen 1 hingga segmen 3 dengan rincian sebagai berikut: - Bagian awal (segmen 1) menggunakan tanaman yang membentuk kesan ruang terbuka - Bagian pertengahan (segmen 2) menggunakan tanaman yang membentuk kesan ruang semi tertutup
157
- Bagian akhir (Segmen 3) menggunakan tanaman yang membentuk kesan ruang tertutup. c. Adanya kesinambungan atau kontinuitas visual yang dicapai melalui: • Peletakan street furniture pada sisi kanan kiri koridor jalan secara linier mengikuti arah pergerakan koridor jalan tanpa terputus dengan jarak yang disesuaikan dengan aspek teknis & visual. • Jalur pejalan kaki menerus tanpa terputus lintasannya dan peniadaan perbedaan level permukaan dalam satu lintasan. • Peletakan vegetasi utama pada jalur hijau menerus di sepanjang koridor jalan. d. Adanya keunikan dan keragaman visual yang dicapai melalui: • Menghadirkan elemen gate pada pintu-pintu masuk kota atau jalan lokal berupa gapura atau pengolahan sudut bangunan yang didukung oleh ruang luar terpadu. • Desain Gate sesuai dengan karakter identitas lingkungan setempat serta menampilkan kekhasan (simbol, arsitektural) kawasan yang dituju. • Memanfaatkan dan mengolah fisik daerah sempadan sungai yang menjadi batas ruang koridor jalan sebagai RTH rekreatif dan elemen estetis koridor jalan
melalui penataan elemen softscape dan hardscapenya yang
menyesuaikan dengan karakter lingkungan setempat dan kota. • Mempertegas bentuk persimpangan dengan mengatur kebebasan pandang pengamat dan memperkuatnya dengan meberikan obyek landamark sebagai pusat orientasi, memperkuat keberadaan nodes kawasan yang berupa aktivitas-aktivitas khusus dengan menata tampilan arsitekturalnya sesuai dengan karakter setempat serta melakukan penataan taman kawasan melalui variasi penggunaan elemen softcape dan hardscape yang disusun dengan prinsip komposisi visual yang estetis (unity, keseimbangan, irama). dan
menyesuaiakan dengan karakteristik
lokal dan kota secara
keseluruhan.
158