Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka Jurnal Fitofarmaka merupakan media untuk mempublikasikan tulisan asli yang berkaitan dengan ilmu farmasi khususnya bahan alam. Diterbitkan secara elektronik dan cetak dengan frekuensi dua kali dalam setahun yaitu Juni dan Desember. Juranl Fitofarmaka dapat mengakomodasi tulisan ilmiah yang dapat menjadi panduan dan literatur dalam bidang bahan alam.
Tulisan ilmiah dapat berupa hasil penelitian mutakhir (paling lama 5 tahun yang lalu), ulasan (review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia Bahan Alam c. Farmakologi dan Toksikologi d. Etnofarmakologi e. Kimia Medisinal f. Biologi Molekuler dan Bioteknologi g. Farmakoterapi h. Farmasi Klinik i. Farmasetika dan Teknologi Farmasi j. Biologi Farmasi
Tulisan yang telah diterima akan di review oleh editor dan mitra bestari yang sesuai dengan bidangnya.
JURNAL FITOFARMAKA
Dewan Redaksi
Ketua Dewan Redaksi drh. Min Rahminiwati, M.S., PhD. (Pusat Studi Biofarmaka LPPM Institut Pertanian Bogor)
Anggota Dewan Redaksi Dr Tri Panji, M.S. (Puslit Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia) Dr. Eli Halimah, M.Si. Apt. (Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran) Dr. Ir. Akhmad Endang Zainal Hasan, M.Si. (Biokimia FMIPA Institut Pertanian Bogor) Dr. Ietje Wientarsih, M.Sc., Apt., (Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor) Dr. Sata Yoshita Srie Rahayu, M.Si. (Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas Pakuan) Siti Sa’diah M.Si, Apt. (Fakultas Kedokteran Hewan / Pusat Studi Biofarmaka LPPM Institut Pertanian Bogor) Drs. Almasyhuri , M.Si. , Apt. (Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Kemenkes) Bustanussalam, M.Si. (Puslit Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)
JURNAL FITOFARMAKA ISSN:2087-9164, Vol.4,No.1, Juni 2014
DAFTAR ISI
KONDISI HATI TIKUS BETINA AKIBAT INDUKSI 7,12-DIMETHYL BENZ(α)ANTHRASEN (DMBA) DAN PENYEMBUHANNYA DENGAN PROPOLIS DAN NANOPROPOLIS INDONESIA Akhmad Endang Zainal Hasan, E. Mulyati Effendi, Agus Setiyono, dan Bayu Sandi EFEKTIVITAS SEDIAAN EMULSI EKSTRAK ETANOL 70 % DAUN MANGKOKAN (Northopanax scutellarius (Burm.f) Merr) SEBAGAI PERANGSANG PERTUMBUHAN RAMBUT Siti Sa’diah, Nina Herlina, Dwi Indriati TOKSISITAS, AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN ANTIBAKTERI EKSTRAK AIR KULIT KAYU MASSOI (Cryptocarpa massoy (Lauraceae)) Bina Lohita Sari, Wandesta Rurianti, Partomuan Simanjuntak EFEKTIVITAS SEDIAAN SALEP EKSTRAK HERBA PEGAGAN (Centella asiatica (L) Urb) UNTUK PENYEMBUHAN LUKA PADA MENCIT JANTAN (Mus musculus albinus) Moerfiah, Muztabadihardja, Santi Puspita Dewi
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
KONDISI HATI TIKUS BETINA AKIBAT INDUKSI 7,12-DIMETHYL BENZ(α)ANTHRASEN (DMBA) DAN PENYEMBUHANNYA DENGAN PROPOLIS DAN NANOPROPOLIS INDONESIA Akhmad Endang Zainal Hasan1,2, E. Mulyati Effendi2, Agus Setiyono3, dan Bayu Sandi2 1) Departemen Biokimia, FMIPA IPB 2) Program Studi Farmasi FMIPA UNPAK, BOGOR 3) Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, FKH, IPB Email :
[email protected];
[email protected] ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan efek farmakologis propolis dan nanopropolis untuk pengobatan penyakit hati pada tikus betina yang diinduksi senyawa karsinogenik 7,12 - dimetilbenz(α)antasena (DMBA). Penelitian dilakukan dengan mengamati histopatologi dan makroskopik hati pada 28 ekor tikus betina galur Sprague - Dawley. Tikus percobaan dibagi menjadi 7 kelompok perlakuan dengan 6 kelompok yang diinduksi DMBA (Kelompok I- VI ) dan 1 kelompok sebagai kontrol normal. Kelompok I sebagai kontrol negatif diberi 1 ml NaCl secara injeksi intraperitoneal (ip). Kelompok II - IV diberi nanopropolis 8; 32 dan 56 ppm ip. Kelompok V diberi ekstrak ethanol propolis 233 ppm ip, kelompok VI sebagai kontrol positif diberikan doxorubixin ip dan kelompok VII sebagai kontrol normal diberi penyediaan akuades. DMBA diinduksi selama 11 minggu dan pengobatan dilakukan 15 minggu. Setiap minggu tikus ditimbang bobotnya dan diperiksa terhadap inisiasi tumor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol propolis 233 ppm dan nanopropolis konsentrasi 32 dan 56 ppm dapat mempertahankan kondisi optimal hati tikus. Efeknya adalah setara dengan kontrol normal. Kata kunci: penyakit hati, DMBA, histopatologi, propolis, nanopropolis ABSTRACT The purpose of this study is to determine the pharmacological effects of propolis and nanopropolis as treatment of liver disease on carcinogenic substances 7,12dimethylbenz(α)antacene (DMBA) induced female rat. The research conducted by observing liver histopathology and macroscopic on 28 female rat strain Sprague-Dawley. The rats divided into 7 treatment groups with 6 groups of DMBA-induced rats (Group I-VI) and 1 group of as control normal rats. Group I as negative control was given 1 ml NaCl intraperitoneal (ip) injection. Group II-IV was given nanopropolis 8; 32 and 56 ppm ip, respectively. Group V was given ethanol extract of propolis 233 ppm ip, group VI as positive control was given doxorubixin ip and group VII as normal control was given distilled water provision. DMBA was induced during 11 weeks period and treatment was performed 15 weeks. The rat was weighted and examined the initiation of tumors every week. The results showed that the ethanol extract of propolis 233 ppm and nanopropolis concentration of 32 and 56 ppm could maintain optimal conditions of rat’s liver. The effect was equivalent with normal control. Key Words : liver disease, DMBA, liver histopathology, propolis, nanopropolis
1
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
PENDAHULUAN Seiring berkembangnya zaman, masyarakat dihadapkan dengan perilaku seksual, infeksi obat-obatan medis, merokok, radiasi sinar Ultra Violet dan diet yang dapat memicu penyakit kanker (Doll & Peto, 1981). Pengobatan yang ada saat ini dengan menggunakan obat-obatan kimia mulai dirasa oleh sebagian masyarakat kurang tepat karena dapat menyebabkan efek negatif bagi tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung. Implikasi dari hal tersebut maka masyarakat mencari pengobatan alternatif yang aman dan berkhasiat sehingga menguatlah konsep back to nature atau kembali ke alam. Hati merupakan organ yang sangat penting dan sebagi pusat metabolisme tubuh yang mempunyai banyak fungsi untuk mempertahankan tubuh yaitu dengan cara detoksifikasi. Detoksifikasi merupakan sistem pertahanan tubuh terhadap masuknya senyawa kimia asing (xenobiotik). Jika xenobiotik tersebut berhasil lolos pada proses detoksifikasi, maka kemungkinan menjadi toksik dan jika berlebihan akan bereaksi dengan sel reseptor atau sel sasaran yang bersifat reversibel maupun irreversibel. Akibatnya akan timbul efek toksik yang tidak diinginkan (Donatus, 2001). Senyawa 7,12-dimetilbenz (α) antrasen (DMBA) adalah zat kimia yang termasuk dalam Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH) yang dikenal bersifat mutagenik, teratogenik, karsinogenik, sitotoksik dan immunosupresif (Clement, et al. 1980). Hati yang terpapar DMBA akan menunjukkan perubahan sel hati, gambaran histologi hati dengan pemberian DMBA 25 mg/kg BB selama 90 hari menunjukkan perubahan bentuk normal menjadi tidak normal (Budi, 2010; Vijayabaskaran, et al., 2010). Bahan alam yang dipercaya dapat bersifat hepatoprotektif salah satunya adalah propolis, yaitu bahan perekat dari resin yang dikumpulkan lebah pekerja dari kuncup, kulit kayu dan bagian tumbuhan lainnya (Gojmerac, 1983). Propolis berwarna kuning sampai coklat tua, bahkan ada yang transparan. Komponen penting dalam 2
propolis berupa resin (turunan asam benzoat dan flavonoid), lilin dan asam lemak, minyak esensial, polen dan mineral-mineral. Flavonoid yang dikandung dalam propolis memberikan respon terhadap aktivitas antibakteri, serta antikanker dan berperan dalam imunodulisasi tubuh (Bankova, et al., 2000; Bankova, et al., 2002; Burdock, 1998; Sforcin, 2007). Kandungan senyawa aktif pada propolis memperlihatkan efek hepatoprotektif karena memiliki aktifitas antiradikal bebas yang dapat mengurangi wilayah induksi kerusakan hati dan jumlah GGT + AHF (Perez, et al., 2012). Propolis juga memiliki aktivitas imunodulator dan aktivitas antiinfeksi non spesifik melalui aktivasi makrofag (Dimov, et al., 1991). Propolis sebagai pengobatan kerusakan hati belum banyak diteliti. Organ hati mempunyai potensi sebagai indikator perbaikan maupun kerusakan akibat senyawa sitotoksik karena secara aktif berperan dalam mekanisme aktivasi DMBA yang melibatkan enzim sitokrom P450 isoform CYP1A1 (Colon, et al., 1999). Efek kerusakan jaringan hati akibat induksi DMBA dapat terlihat jelas pada gambaran histologinya (Vijayabaskaran, et al., 2010) Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efek farmakologis propolis dan nanopropolis Indonesia sebagai penyembuhan organ hati yang terinisiasi zat karsinogenik (DMBA). METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - Oktober 2012 bertempat di Laboratorium Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan di Bogor, juga di Laboratorium Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Bahan Propolis kasar Trigona spp. yang berasal dari Pandeglang (Banten), etanol 70%, β-siklodekstrin, buffer fosfat 50 mM pH dan buffer fosfat 300 mM pH 5, eter, aquadest, tikus percobaan yaitu tikus putih
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
betina (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley, 7,12-dimetilbenz(α)antrasen atau DMBA, minyak zaitun (Olive Oil), buffer formalin 10%, paraffin, minyak imersi, pewarnaan sediaan histologik (hematoksilin dan eosin). Cara Kerja Pembuatan Ekstrak Etanol Propolis Trigona spp. Sarang lebah Trigona spp. dari Pandeglang, Banten, Indonesia. Sampel disimpan dalam toples vakum. Sarang lebah dibersihkan dari pengotor, setelah itu diekstraksi menggunakan etanol 70% selama 24 jam. Ekstraksi dan pengujian pendukung dilakukan sesuai dengan modifikasi dari Pietta, et al., 2002 yaitu pembuatan nanopropolis, penentuan aktivitas hepatoprotektif, penentuan aktivitas hepatoprotektor, pengamatan patologi dan anatomi hati secara makroskopik. Pembuatan Nanopropolis Pembuatan nanopropolis sesuai dengan tata cara penelitian yang dilakukan oleh Hasan, et al., 2011 dan modifikasi dari Mohanraj dan Chen, 2006. Metode yang digunakan yaitu mendispersikan ke bentuk polimer, kemudian polimerisasi dari monomer dan pembentukan atau koaservasi polimer hidrofilik. Hewan Coba Hewan percobaan yang digunakan adalah 28 ekor tikus putih betina dengan bobot badan rata-rata 120-130 g. Tikus percobaan dilakukan pengelompokan secara random menjadi 7 kelompok perlakuan, masing-masing 4 ekor dalam tiap kandang. Tikus tersebut dikandangkan secara terpisah di dalam kandang berbentuk kotak plastik, dengan tutup kawat yang mudah dibuka. Alas kandang dialasi dengan sekam bekas gerabah padi yang harus diganti setiap hari agar kondisi kandang tetap kering dan sehat. Tikus diadaptasikan di kandang hewan Laboratorium Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi FKH selama 7 hari. Selama penelitian semua kelompok tikus
diberi pakan standar dan air secara ad libitum. Penentuan Aktivitas Hepatoprotektif Induksi DMBA Hewan coba diadaptasikan di kandang percobaan selama 1 minggu sebelum diberikan perlakuan. Tikus dibagi menjadi 2 kelompok, kelompok perlakuan DMBA sebanyak 24 ekor dan kelompok perlakuan kontrol normal sebanyak 4 ekor. Kelompok pertama yaitu kelompok perlakuan kontrol dengan menyuntikkan 1 mL garam fisiologis secara intraperitonial. Kelompok kedua diberi perlakuan DMBA dengan menyuntikkan DMBA dosis 25 mg/kg BB menggunakan pelarut minyak zaitun secara intraperitonial. Induksi dilakukan selama 11 minggu, tiap minggu hewan coba ditimbang dan dipalpasi untuk mengecek adanya inisiasi kanker. Aktivitas Hepatoprotektor Sebanyak 24 ekor tikus yang telah disuntik DMBA dan diketahui terinisiasi sel kanker lewat palpasi dikelompokkan menjadi 6 kelompok, sedangkan tikus yang tidak disuntik DMBA dikelompokkan dalam Kelompok Kontrol Normal (disuntik 1 mL garam fisiologis), pengelompokan sebagai berikut : Kelompok 1 : Kelompok Kontrol Negatif, disuntik dengan 1 mL garam fisiologis. Kelompok 2 : Kelompok Perlakuan 1, disuntik nanopropolis 8 ppm. Kelompok 3 : Kelompok Perlakuan 2, disuntik nanopropolis 32 ppm. Kelompok 4 : Kelompok Perlakuan 3, disuntik nanopropolis 56 ppm. Kelompok 5 : Kelompok Perlakuan 4, disuntik Propolis 233 ppm. Kelompok 6 : Kelompok Kontrol Positif, disuntik dengan doksorubisin. Kelompok 7 : Kelompok Kontrol Normal, disuntik 1 mL garam fisiologis. Inhibition Concentration (IC50) didapatkan dari penelitian yang dilakukan oleh Hasan, et al., 2011 yang menunjukkan bahwa nanopropolis Pandeglang mempunyai niai IC50 pada sel kanker MCF-7, pada 3
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
konsentrasi dibatas 8 ppm sedangkan EEP (Ekstrak Etanol Propolis) mempunyai nilai IC50 pada konsentrasi lebih dari 100 ppm. Pada hari ke 60 dari penyuntikkan (nanopropolis, EEP, garam fisiologis dan doksorubisin), maka penelitian dihentikan. Semua tikus diambil untuk dilakukan analisis histopatologi. Pengamatan Patologi dan Anatomi Hati Secara Makroskopik Pengamatan makroskopik hati pada tikus meliputi warna, permukaan dan konsistensi. Hati yang normal berwarna merah kecoklatan, permukaannya licin dan konsistensinya kenyal (Anggraini, 2008). Kriteria normal bila tidak ditemukan: a. Perubahan warna b. Perubahan struktur permukaan c. Perubahan konsistensi Derajat kerusakan hati: 0 = tidak terjadi perubahan + = bila ditemukan 1 kriteria diatas ++ = bila ditemukan 2 kriteria diatas +++ = bila ditemukan 3 kriteria diatas Pembuatan dan Pemeriksaan Jaringan Hati Secara Mikroskopik Sampel jaringan hati dibuat sediaan histologi. Hati yang telah dicuci dengan larutan NaCl fisiologis 0,9 %, lalu difiksasi dengan larutan Bouin selama 12 sampai 24 jam kemudian diblok dengan paraffin,
4
setelah didehidrasi dengan serial alkohol (70, 80, 90, 100 %) dan clearing dengan xylol (I, II, III). Blok paraffin disayat dengan mikrotom setebal 5 mikron. Sayatan yang baik diletakkan pada gelas objek, kemudian dilakukan pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE). Pengamatan histologi hati meliputi, granula sitoplasma, degenerasi dan sel neoplastik (Vijayabaskaran, et al., 2010). Setiap preparat organ diamati di bawah mikroskop dalam 5 lapangan pandang, yaitu pada ke empat sudut dan bagian tengah preparat, dengan perbesaran sebesar 400x. Data yang dikumpulkan berupa data primer (granula sitoplasma, degenerasi dan sel neoplastik) dari hasil penilaian gambaran histopatologi hepar tikus betina SpragueDawley, kemudian dinilai indeks histopatologinya. Indeks histopatologi hepar dinilai dengan modifikasi sistem Knodell Score. Hasil analisis diuji dengan uji statistik non parametrik Kruskal Wallis. Nilai p bermakna jika p>0,05. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program SPSS 15.0 for Windows (Sariningrum, 2008). HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan melihat Organ Hati (Gambar 1) secara makroskopis sebagai indikator faal tubuh dalam fungsi pertahanan tubuh (Dalimartha & Setiawan, 2005).
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
Gambar 1. Pengamatan Makroskopis Hati Tikus Keterangan: Organ Hati (a) Kelompok Normal, (b) Kelompok 56 ppm Nanopropolis, (c) Kelompok 32 ppm Nanopropolis, (d) Kelompok 8 ppm Nanopropolis, (e) Kelompok Propolis, (f) Kelompok DMBA,(g) Kelompok Doksorubisin
Pada pengamatan organ hati secara makroskopis, terlihat bahwa organ tikus kelompok yang sudah di induksi DMBA berbeda warnanya jika dibandingkan dengan kontrol normal, namun untuk permukaan dan konsistensinya relatif sama. Hal ini menunjukkan bahwa DMBA bersifat sitotoksik sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Scott, et al. 1993. Pengamatan dilanjutkan dengan histopatologi hati sebagai indikator penilaian yaitu tingkat kerusakan sel hati pada umumnya. Hasil pengamatan terlihat pada Gambar 2. Gambaran dari histopatologi memperlihatkan kondisi jaringan hati yang sehat (a) ditandai dengan hepatosit yang mengarah ke arah vena sentralis tersusun secara radial, bentuk dari membran sel masih utuh dengan sitoplasma didalamnya dan sel hepatosit tersusun dengan jelas kondisi yang kurang lebih sama terlihat pada propolis (b) dan kelompok doksorubisin (g) kondisi yang
cukup baik terlihat pula pada kelompok 56 ppm (c) dan kelompok 32 ppm (d). Hasil yang menunjukkan perbaikkan ini sesuai dengan penelitian Carrasco et al., 2006. Terlihat pada kelompok Doxorubisin (g), Propolis (b) dan 56 ppm (c) serta 32 ppm (d) kondisi histopatologi hatinya baik, hepatosit terlihat jelas dan tersusun secara radial, walaupun masih ditemukannya butirbutir lemak, kondisi hepatosit yang baik karena pengaruh pemberian propolis, senyawa antioksidan dan flavonoid dalam propolis dan nanopropolis memberikan efek perbaikan sel-sel hati dengan relatif cepat. Kerusakan sel hati kelompok DMBA pada kontrol negatif yang terjadi meliputi nekrosis, dan degenerasi butir-butir lemak. Nekrosis merupakan pecahnya sel hepatosit sehingga seluruh isi sel keluar dari sel akibat rusaknya lapisan semipermiabel yang melindungi sel serta degradasi butir-butir lemak disebabkan adanya senyawa toksik yang menurunkan fungsi lipolitik hati, hal ini
5
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
Gambar 2. Histopatologi Hati Keterangan: Kelompok Normal (a), Kelompok EEP (b), Kelompok nanopropolis 56 ppm, 32 ppm, 8 ppm (c), (d), (e), Kelompok DMBA (f), Kelompok Doxorubisin (g) (VS: vena sentral, anak panah : hepatosit, anak panah putus-putus: nekrosis, panah bulat : butir lemak) (Pewarnaan HE, perbesaran objektif 10x)
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Scott et al., 1993 yang menyatakan bahwa DMBA merupakan senyawa yang bersifat sitotoksik Kondisi histopatologi untuk kelompok propolis, menunjukkan adanya perbedaan 6
bila dibandingkan dengan nanopropolis, seperti terlihat pada Gambar 3. Hal ini disebabkan karena konsentrasi nanopropolis yang relatif kecil dibandingkan dengan konsentrasi propolis tanpa nanopartikel.
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
Gambar 3. Grafik Penilaian Persentase Kerusakan Histopat Hati Tikus Akibat Pemberian Nanopropolis Dan Propolis Hasil skoring dari grafik memperlihatkan perbedaan kerusakan tiap kelompok dibandingkan dengan kontrol normal terlihat bahwa kerusakan kelompok Propolis tidak memiliki nilai yang jauh berbeda dengan kontrol positif dalam kerusakan jaringan hati, dilanjutkan dengan kontrol 56 ppm, 32 ppm dan 8 ppm, dan kontrol negatif. Hal ini menunjukkan bahwa propolis dengan konsentrasi 233 ppm dan nanopropolis dengan konsentrasi 56 ppm menunjukkan hasil yang hampir sama dalam mengurangi pengaruh negatif dari induksi DMBA dan memperbaiki kondisi hati. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa propolis dan nanopropolis dapat digunakan dalam menghilangkan pengaruh buruk dari bahan karsinogen yang masuk ke dalam tubuh. Berdasarkan hasil uji statistik kelompok 32 ppm, 56 ppm, dan propolis tidak bebeda secara signifikan dengan control positif, sedangkan kelompok 8 ppm dan kontrol negatif berbeda secara signifikan dengan kontrol positif. Kelompok kontrol positif, 32 ppm, 56 ppm, dan propolis berbeda secara singifikan dengan kelompok kontrol negatif, sedangkan kelompok 8 ppm tidak berbeda secara signifikan dengan kontrol negatif.
SIMPULAN Pemberian Propolis dan nanopropolis selama 60 hari memberikan efek farmakologi pada hati hewan coba yang diinduksi DMBA. Pada pengamatan organ hati secara makroskopis, organ hati tikus yang terinduksi DMBA terlihat berbeda warna dibandingkan kontrol normal, namun untuk permukaan dan konsistensi relatif sama. Berdasarkan pengamatan histopatologi hati hasil uji analisis statistik non-parametrik Kruskal Wallis terlihat kelompok doksorubisin (control positif), kelompok propolis, kelompok nanopropolis konsentrasi 32 dan 56 ppm, memiliki kondisi hepatosit yang relatif baik, hepatosit terlihat jelas dan tersusun radial, walaupun masih ditemukannya butir-butir lemak. Kandungan propolis baik dalam bentuk bukan nanopropolis maupun nanopropolis yaitu flavonoid memberikan efek perbaikan sel-sel hati. Kelompok yang berpotensi secara farmakologis yang baik untuk penyembuhan hati yang terinduksi DMBA adalah kelompok propolis konsentrasi 233 ppm dan nanopropolis konsentrasi 32 dan 56 ppm. DAFTAR PUSTAKA Anggraini, D.R. 2008. Gambaran Makroskopik dan Mikroskopik Hati 7
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
dan Ginjal Mencit Akibat Pemberian Plumbun Asetat. Tesis Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatra Utara. Medan. Bankova, V.S., S.L.. Casro and M.C. Marcucci. 2000. Propolis: Recent Advances in Chemisty And Plant Origin. Apidologie. Bankova, V.S., Milena P., Stefan, B. and Anna C. S. 2002. Chemical Composition of Europan Propolis : Expected and Unexpected Results Institute of Organic Chemistry with Centre of Phytochemistry, Bulgarian Academy of Sciences, 1113 Sofia, Bulgaria. Budi, T. R. M. 2010. Dampak Induksi Karsinogenesis Glandula Mammae dengan 7, 12-dimetilbenz(α)antrasen terhadap Gambaran Histopatologis Lambung Tikus Sprague Dawley. Jurnal Veteriner Maret. 11 (1): 17-23. Burdock, G.A. 1998. Review of the biological properties and toxicity of bee propolis (propolis). Food and Chemical Toxicology. 36 : 347-363. Carrasco, L.C.E., Yesennia Sánchez-Pérez, Lucrecia Márquez Rosado, Samia Fattel-Fazenda, Evelia Arce-Popoca, Sergio Hernández-García, Saúl VillaTreviño. 2006. A single dose of caffeic acid phenethyl ester prevents initiation in a medium-term rat hepatocarcinogenesis model. World J Gastroenterol. 12(42): 6779-6785. Colon, M.V., L. Luch., A Seidel and A. Baird. 1999. Cancer Inititation by Polycyclic Aromatic Hydrocarbon. Result from Formation of Stable DNA Adducts rather than Apurinic Sites, Carcinogenesis. 20 (10): 1885-1891. Clement, I.P., Philip, YI.P. and Lee L. Bernardis. 1980. Role of Prolactin in the Promotion of Dimethylbenz[α]anthracene-induced Mammary Tumors by Dietary Fat. Cancer Res 1980. 40:374-378. Dimov V., Ivanovska N., Manolova N., Bankova V., Nikolov N., Popov S. 1991. Immunomodulatory action of 8
propolis Influence on anti-infectious protection and macrophage function, Bulgarian Academy of Scineces, Institue of Microbiolgy, Departement of Immunology. Donatus, I.A. 2001. Toksikologi Dasar. Laboratorium Farmakologi Dan Toksikologi. UGM. Jogyakarta. Doll. R dan Peto, R. 1981. The causes of cancer: quantitativeestimate of avoidable risks of cancer in the United Statestoday. J. Natl. Cancer Inst. 66:1195-1308. Gojmerac, W.L. 1983. Bee, Beekeeping,Honey, and Pollination. Westport: Avi. Hasan, A.E.Z., D.J. Mangunwidjaja, T.C. Sunarti, O. Suparno, A. Setiyono. 2011. Nanopropolis Trigona spp as Anti Cancer Material. Laporan Hasil Penelitian SEAMEO-Biotrop. Bogor. Mohanraj V.J., Chen, Y. 2006. Nanoparticles-Areview. Tropical Journal of Pharmaceutical Research. 5: 561-573. Perez, J.R.M., Olga Beltran-Ramirez, Saul Villa-Trevino. 2012. Searching for analogues of natural Compound, Caffeic Acid Phenethyl Ester, with Chemprotective Activity, Departement of Cell Biology, Cinvestav-IPN Mexico, D.F. Pietta P.G. Gardana C. and Pietta AM. 2002. Analytical methods for quality control of propolis. Fitoterapia 73 Suppl. I:S720. Sariningrum. A. 2008. Pengaruh Pemberian Ekstrak Sponge Haliclona sp. Terhadap Gambaran Histopatologi Hepar Mencit Swiss. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang. Scott W., Burchiel, Davis D.A., Sidhartha D.R., Sandra L.B. 1993. DMBA induces cell death (apoptosis) in the A20.1 murine β-cell lymphoma. [abstrak] Oxford J 21:120. [terhubung berkala]http://toxsci.oxfordjournals.org /cgi/content/abstract/21/1/1 20 [25 April 2007].
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
Sforcin J.M. 2007. Propolis and the immune system; A review. Journal of Ethnopharmacology 113: 1-14. Vijayabaskaran, K.R. Yuvaraja, G. Babu, P. Sivakumar, P. Perumal, B. Jayakar. 2010. Hepatoprotective And
Antioxidant Activity Of Symplocos Racemosa Bark Extract On DMBA Induced Hepatocellular Carcinoma In Rats. Inter J Curr Trends Sci Tech. 1(3): 147–158; 1033-1046
.
9
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
EFEKTIVITAS SEDIAAN EMULSI EKSTRAK ETANOL 70 % DAUN MANGKOKAN (Northopanax scutellarius(Burm.f)Merr) SEBAGAI PERANGSANG PERTUMBUHAN RAMBUT Siti Sa’diah1,2, Nina Herlina3, Dwi Indriati3 1 Bagian Farmakologi, Departemen AFF-FKH IPB 2 Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB 3 Program Studi Farmasi FMIPA Universitas Pakuan Email :
[email protected] ABSTRAK Daun mangkokan dalam pengobatan tradisional (jamu) dikenal sebagai tanaman obat yang berkhasiat sebagai penumbuh rambut atau mencegah kerontokan. Kerontokan rambut hingga kebotakan (Alopecia) dapat diobati dengan penyubur rambut. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan formula sediaan emulsi yang mengandung ektrak etanol 70 % daun mangkokan pada beberapa konsentrasi dan dievaluasi efektivitasnya sebagai penumbuh rambut secara in vivo. Formula dibandingkan dengan Aminexil 2% sebagai kontrol positif dan diaplikasikan pada kulit kelinci yang telah dibersihkan bulunya, kemudian panjang bulu rambut yang tumbuh diukur selama 6 minggu dan ditentukan rata-rata pertumbuhan rambut perminggu. Hasil menunjukkan formulasi dengan konsentrasi ekstrak daun mangkokan 7,5% sama efektifnya dengan kontrol positif dan berbeda signifikan dengan kontrol formula basis tanpa ekstrak. Rata-rata panjang rambut pada minggu pertama bertambah 50% dan setelah minggu keenam pertumbuhannya rata-rata diatas 65% - 85% jika dibandingkan terhadap kontrol positif Aminexil (100%). Kata kunci : Jamu, daun mangkokan, penumbuh rambut, alopecia, Aminexil EFFECTIVENESS OF ETHANOL 70% EXTRACT EMULSION OF Northopanax scutellarius ( Burm.f ) Merr LEAVES AS HAIR GROWTH STIMULUS ABSTRACT Northopanax scutellarius (Burm.f)Merr) or its Indonesia names “Mangkokan” is a well known Indonesia Tradisional Medicine (JAMU) for hair growth promotor or prevent hair loss. The hair loss to baldness (alopecia) can be treated with fertilizer hair. Aim in the present study, it was to prepare emulsion formulations containing ethanolic extract in variation consentration and evaluating of formulations for the hair growth-promoting activity. The formulations as well as Aminexil 2% solution (standard) were applied topically on shaved skin of white rabbit, and its long hair growth for 6 weeks and rate of hair-growth every weeks were recorded. The result, formulation with consentration extract 7,5% the same effectiveness with standard and were significantly different from the control. Long of hair in the first weeks on a formulation extract is 50% longer than control and after 6th weeks increased more than 85%. The rate of hair growth (mm/week) is greatest at first week until the second weeks and decreased further after 3th week to 6th week. Thus collaborate with the traditional acclaimed hair growth-promoting capabilities of the plants. The prepared formulation also holds potential for treatment of alopecia. It hold the promise of potent herbal alternative for Aminexil
10
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
Key words : Jamu, Nothopanax scutellarius (Burm.f)Merr) leaves, hair growth, alopecia, Aminexil
PENDAHULUAN Rambut merupakan mahkota keindahan tidak hanya pada wanita tapi juga pada pria sehingga setiap orang berupaya untuk mencegah kerontokan pada rambutnya. Adapun faktor yang dapat menyebabkan kerontokan hingga kebotakan (alopecia) diantaranya stress, faktor genetik, kehamilan, perawatan rambut yang kurang tepat dan nutrisi yang kurang seimbang. Sulitnya menghindari stress dan pola makan yang tidak seimbang menyebabkan kerontokan rambut sulit untuk dihindari. Oleh karena itu diperlukan nutrisi tambahan yang secara rutin diberikan langsung pada rambutnya. Salah satu jenis tanaman Indonesia yang secara tradisional digunakan sebagai penyubur rambut adalah daun mangkokan (Nothopanax scutellarius (Burm.f.). Daun mangkokan secara empiris dapat digunakan untuk merangsang pertumbuhan rambut (Dalimartha, 1999). Komponen daun mangkokan mampu menstimulasi pertumbuhan rambut (Pitman, 2007). Saponin mempunyai kemampuan untuk membentuk busa yang berarti mampu membersihkan kulit dari kotoran serta sifatnya sebagai counter iritan, yang dapat meningkatkan sirkulasi darah perifer sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan rambut. Menurut Sigit (2005) alkaloid merupakan bahan kimia yang dapat mempunyai efek dapat pertumbuhan rambut dengan berperan sebagai iritan yang dapat memperbesar tangkai rambut sehingga suplay zat makanan bertambah untuk menutrisi rambut. Sediaan penumbuh rambut umumnya sediaan yang diberikan langsung pada kulit kepala. Untuk pengobatan pada rambut yang sudah mengalami kebotakan biasanya akan digunakan setiap hari selama lebih dari 30 hari. Salah satu zat kimia sintetik yang dapat menumbuhkan rambut adalah Aminexil yang mengandung 2,3-dydro-3-hydroxy-2-imino-4 diaminopyri mide 3-N-oxide atau
diaminopyrimidine oxide. Aktivitasnya sama dengan minoxidil yang kegunaan utamanya adalah untuk mengatasi tekanan darah tinggi tapi memiliki efek samping meningkatkan pertumbuhan rambut sehingga sering digunakan untuk terapi kebotakan (alopecia). Efektivitas suatu sediaan emulsi daun mangkokan untuk penumbuh rambut perlu dibuktikan secara ilmiah. Selain senyawa aktif, bahan pembawa (basis) sediaan emulsi juga akan berpengaruh terhadap proses absorpsi sediaan dalam menembus membran kulit. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas ekstrak etanol 70% daun mangkokan dalam bentuk emulsi dengan Croduret 50SS® dan Crodamol GTCC® sebagai emulgator yang dapat meningkatkan pertumbuhan rambut secara in vivo. METODE PENELITIAN Bahan : Daun Mangkokan segar, akuades, Croduret 50 SS, Crodamol GTCC, Gliserin, metil paraben dan propil paraben, serbuk magnesium, NaOH, HCl, kloroform, amoniak, pereaksi Dragendorff, Wagner, Bouchardat, FeCl3 1%, dan Aminexil 2%. Alat : Oven, grinder, ayakan mesh 40, moisture balance, homogenizer (IKA RW 20 digital), lemari pendingin, penangas air, Rotary evaporator, alat-alat gelas Cara Kerja : Pembuatan Simplisia Daun mangkokan segar dicuci bersih dan ditiriskan, kemudian dikeringkan dengan oven suhu 50°C hingga kering. Daun mangkokan kering kemudian dihaluskan dengan mesin grinder dan diayak dengan mesh 40 (serbuk agak kasar). Pembuatan Ekstrak Mangkokan
11
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
Pembuatan ekstrak daun mangkokan dilakukan menggunakan pelarut etanol 70%. Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi pada perbandingan 1 g sampel : 10 ml pelarut selama 24 jam kemudian disaring dan ampas sampel dimaserasi kembali dengan 10 ml pelarut selama 24 jam. Total perbandingan akhirnya adalah 1 g sampel : 20 ml pelarut (selama 2 x 24 jam). Ekstrak kemudian dipekatkan pada suhu 40oC menggunakan rotary evaporator tanpa bahan pengisi hingga menjadi ekstrak kental yang berwarna hijau tua. Penetapan Mutu Simplisia dan Ekstrak Parameter yang diukur adalah kadar air dengan alat moisture balance, kadar abu dengan metoda gravimetri, uji fitokimia kualitatif yaitu flavonoid, alkaloid, saponin mengacu pada Harbone (1987) dan tanin mengacu pada Rajendra (2011). Pembuatan Sediaan Emulsi Basis emulsi yang digunakan dalam pembuatan formula emulsi ekstrak mangkokan terdiri atas Croduret 50 SS dan Crodamol GTCC sebagai fase minyak, sedangkan sebagai fase airnya terdiri atas gliserin dan akuades. Bahan pembantu lainnya adalah metil paraben dan propil paraben. Proses pembuatan sediaan emulsi dilakukan dengan memanaskan fase minyak dan fase air masing-masing di penangas air suhu 70○C hingga seluruh bahan melarut, kemudian fase minyak dan fase air segera dicampurkan dan diaduk menggunakan homogenizer dengan kecepatan 500 rpm selama 45 menit. Selanjutnya ektrak mangkokan dengan konsentrasi 2,5% - 7,5%, metil paraben dan propilparaben dicampurkan sedikit-demi sedikit ke dalam basis sambil diaduk hingga menjadi emulsi yang homogen. Sediaan emulsi yang dihasilkan selanjutnya ditempatkan dalam wadah yang terlindung dari cahaya dan simpan di suhu ruang. Uji Efektivitas Sediaan
12
Selanjutnya sediaan emulsi dengan konsentrasi ekstrak 2,5% -7,5% diuji efektivitasnya secara in vivo menggunakan kelinci sebagai hewan percobaan. Kelinci dengan bobot 3000-3300 g yang diaktimatisasi kemudian dicukur bulu pada bagian punduknya lalu diolesi alkohol 70% sebagai antiseptik. Perlakuan dibagi atas 6 kelompok. Kelompok I : tanpa perlakuan sebagai kontrol normal, Kelompok II : sediaan basis tanpa ekstrak, Kelompok III-V Sediaan emulsi dengan 3 konsentrasi ekstrak (2,5%-7,5%), sedangkan untuk kelompok VI sebagai kontrol positif (Aminexil®). Selanjutnya pengolesan emulsi dilakukan terhadap semua kelompok emulsi setiap hari enam minggu sebanyak dua tetes sehari kecuali pada kelompok I. Kemudian pada semua kelompok, mulai pada hari ke tujuh masing-masing daerah perlakuan dicukur bulunya sebanyak enam helai lalu direkatkan pada alas berwarna hitam menggunakan selotip dan diukur panjang rambut masingmasing perlakuan menggunakan alat jangka sorong. Pengukuran selanjutnya dilakukan pada hari ke-14, ke-21, ke-28, ke-35 dan ke42. Data diuji secara statistik menggunakan Analisis Ragam untuk Rancangan Acak Kelompok. Parameter pengujian efektivitas persentase panjang rambut dibandingkan kontrol normal dan laju pertumbuhan rambut per minggu (mm/minggu).
Gambar 1. Denah perlakuan uji efektivitas pada punggung kelinci
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
Keterangan : (P1) Daerah I tidak diolesi sediaan (kontrol normal), (P2) daerah II diolesi basis sediaan (kontrol perlakuan), (P3) daerah III diolesi dengan formula A, (P4) Daerah IV diolesi dengan formula B, (P5) daerah V diolesi dengan formula C (P6) daerah VI diolesi dengan Aminexil sebagai kontrol positif. Percobaan dilakukan sebanyak 5 kali ulangan dengan 5 ekor kelinci (White Rabbit). HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Serbuk dan Ekstrak Serbuk simplisia daun mangkokan memiliki bentuk serbuk agak kasar, berwarna hijau kecoklatan dan berbau khas daun mangkokan sedangkan ekstrak etanol daun mangkokan diperoleh ekstrak. Serbuk simplisia yang dihasilkan memiliki rendemen 25,54% dengan kadar air 4,72% dan kadar abu 3,55% sedangkan ekstrak memiliki rendemen 8,87% dengan kadar air 9,91% dan kadar abu 5,49%. Kadar air serbuk simplisia tidak lebih dari 10% sesuai dengan KepMenKes RI no.
661/Menkes/SK/VII/1994 dan kadar abu ≤ 16% memenuhi persyaratn MMI. Hal ini menunjukkan kadar air serbuk simplisia dan daun mangkokan memenuhi persyaratan KEPMENKES RI nomor 661/ MENKES/SK/VII/1994 tentang persyaratan obat herbal. Jika mengacu pada penelitian sebelumnya (Rahayu, 2007) rendemen serbuk daun mangkokan dengan pengayakan berbeda menggunakan mesh 20 memiliki rendemen 27,5%, kadar air 10,38 % dan kadar abu 6,69%. Sedangkan ekstrak yang dibuat dengan cara yang sama memiliki rendemen 10,15% namun kadar air 14,7%. Apabila dibandingkan dengan kadar air yang sama, maka rendemen simplisia dan serbuk yang diperoleh masih lebih tinggi dari Rahayu 2007. Selain itu dengan kadar air yang rendah juga akan meningkatkan stabilitas serbuk dari cemaran mikroorganisme. Hasil Uji Fitokimia Hasil uji fitokimia simplisia dan ekstrak daun mangkokan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Fitokimia Serbuk Dan Ekstrak Daun Mangkokan Senyawa Alkaloid Dragendrof Wagner Bouchardat Flavonoid Tanin Saponin
Serbuk
Ekstrak
+ + + +
+ + + ++
+ +
++ +
Keterangan Endapan: coklat kemerahan coklat coklat Timbul jingga kekuningan pada lapisan amil alcohol hijau kehitaman berbuih
Keterangan : tanda +, ++ menandakan intensitas semakin meningkat Serbuk simplisia dan ekstrak etanol daun mangkokan memiliki kandungan alkaloid, flavonoid, tanin dan saponin. Senyawa alkaloid diduga berperan dalam aktivitas pertumbuhan rambut meskipun mekanisme aktivitasnya tidak diketahui (Benerjee, Sharma and Nema, 2009). Jenis flavonoid yang terkandung dalam daun mangkokan adalah flavonol (kuersetin, kaemferol, dan mirisetin) dan favon (luteolin dan apigenin). Namun demikian tampak pada ekstrak konsentrasi flavonoid diperkirakan kandunganya lebih tinggi dibandingkan dengan serbuk simplisia daun mangkokan.
Hal ini ditunjukkan dari intensitas warna yang lebih pekat. Hal ini menunjukkan bahwa pelarut etanol 70% mampu mengekstraksi daun mangkokan dengan sempurna karena flavonoid memiliki gugus hidroksi yang tidak tersubstitusi sehingga bersifat polar dan tanin termasuk golongan polifenol yang bersifat polar. Oleh sebab itu, pelarut polar seperti air dan etanol dapat menarik senyawa yang bersifat polar (Fattorusso et al.,2002). Sediaan Emulsi Mangkokan
Ekstrak
Daun 13
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
Basis emulsi yang dihasilkan tidak berwarna sedangkan emulsi ekstrak daun mangkokan memiliki warna hijau kecoklatan dengan konsistensi kental dan bau khas daun mangkokan dengan intensitas yang meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak. Seluruh sediaan emulsi memiliki tipe minyak dalam air ditunjukkan dengan mudah bercampurnya sediaan dengan air.
Hasil Uji Efektivitas Sediaan Emulsi Ekstrak Daun Mangkokan Sebagai Perangsang Pertumbuhan Rambut Panjang rambut kelinci setiap minggu diperoleh dari hasil pengukuran rata-rata panjang rambut dari lima ekor kelinci selama enam minggu pengamatan. Kelinci mengalami pertumbuhan panjang rambut setiap minggu setelah perlakuan seperti tampak pada Tabel 2.
Tabel 2. Panjang Rambut Setelah Perlakuan Panjang rambut setelah perlakuan (mm) x±sd
Perlakuan
M1
Kontrol Normal Kontrol Perlakuan Formula A Formula B Formula C Kontrol Positif
M2
3,48±1.03
M3
M4
M5
M6
5.12±0.48
6.48±0.38
6.68±0.51
7±0.93
8.34±0.92
4,68±1.04
6.68±0.53
7.32±0.53
7.92±1.63
8.16±2.39
8.92±2.08
5,06±1.16
7.36±1.15
7.56±0.87
8.56±1.93
9.36±2.34
10.68±2.14
5,72±1.09
8.3±0.9
8.58±1.51
9.14±2.29
10.9±2.24
12.12±1.86
6,32±1.04
9.70±1.6
9.94±2.28
11.88±2.54
12.9±2.93
13.72±2.38
6,54±1.05
10.84±2.33
11.46±2.3
12.7±0.64
13.7±3.57
16.02±4.44
Keterangan : Formula A (Emulsi 2,5% ekstrak daun mangkokan), Formula B (Emulsi 5% ekstrak daun mangkokan), Formula C (Emulsi 7,5% ekstrak daun mangkokan), Kontrol positif Aminexil 2%, Kontrol perlakuan formula basis tanpa esktrak, kontrol normal tanpa perlakuan.
Tinggi rendahnya pertumbuhan rambut dapat dilihat dari total panjang rambut pada minggu ke-6. Total perolehan panjang rambut pada minggu keenam digunakan untuk melihat persentase pertambahan
panjang rambut tiap perlakuan dibandingkan dengan kontrol positif dimana kontrol positif dianggap 100%. Persentase pertambahan panjang rambut terhadap kontrol normal dapat dilihat pada Gambar 2.
Pertumbuhan Panjang Rambut 100 100
85.625 66.275 51.575
69.37
56.625
50
0 Kontrol normal
Kontrol Formula A Formula B Formula C Perlakuan
Kontrol Positif
Gambar 2. Persentase rata-rata pertambahan panjang rambut kelinci Berdasarkan Gambar 2 formula C mengalami kenaikan pertumbuhan rambut lebih tinggi 19,35% dibandingkan formula A 14
dan 16,255% terhadap formula B. Formula C memiliki pertambahan panjang rambut 14,375% lebih kecil dibandingkan kontrol
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
positif. Berdasarkan analisis statistik kontrol positif memiliki pengaruh sama dengan formula C (P≥0,01) ini artinya formula C potensinya sama dengan kontrol positif. Hasil uji statistik menyatakan bahwa sediaan emulsi ekstrak etanol daun mangkokan berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan panjang rambut kelinci (P≤0,01), setelah diuji lanjut dengan Turkey dinyatakan bahwa kontrol normal dengan basis, sama pengaruhnya terhadap pertumbuhan rambut dan berbeda nyata dengan formula A dan B sehingga dinyatakan bahwa formula A sudah memberikan pengaruh pertumbuhan rambut pada kelinci dan pengaruhnya sama dengan formula B. Formula C memperlihatkan pertumbuhan panjang rambut yang lebih baik dari perlakuan lainnya dan sama pengaruhnya dengan kontrol positif. Menurut Dawber (1991) laju pertumbuhan dan lamanya fase anagen
menentukan panjang maksimum rambut. Pertumbuhan panjang rambut dari minggu ke-1 hingga minggu ke-6 tampak pada Tabel 3.Hasil uji statistik menyatakan bahwa sediaan emulsi ekstrak etanol daun mangkokan berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan panjang rambut kelinci (P≤0,01), setelah diuji lanjut dengan Turkey dinyatakan bahwa kontrol normal dengan basis, sama pengaruhnya terhadap pertumbuhan rambut dan berbeda nyata dengan formula A dan B sehingga dinyatakan bahwa formula A sudah memberikan pengaruh pertumbuhan rambut pada kelinci dan pengaruhnya sama dengan formula B. Formula C memperlihatkan pertumbuhan panjang rambut yang lebih baik dari perlakuan lainnya dan sama pengaruhnya dengan kontrol positif. Pertumbuhan panjang rambut dari minggu ke-1 hingga minggu ke-6 tampak pada Tabel 3.
Tabel 3. Panjang rambut kelinci setiap minggu setelah perlakuan Perlakuan Kontrol Normal Kontrol Perlakuan Formula A Formula B Formula C Kontrol Positif
Laju pertumbuhan rambut (mm/minggu) M1 M2c M3a M4ab M5ab M6b 3,50 2,99 0,14 0,20 0,30 1,30 4,70 4,03 0, 6 0,60 0,30 0,70 5,10 4,36 0,2 1,00 0,80 1,30 5,70 4,87 0,3 1,30 1,00 0,20 6,30 5,33 0,2 2,00 1,00 0,80 6,50 5,42 0,7 1,20 1,00 2,30 c
Berdasarkan Tabel 3 tampak bahwa laju pertumbuhan rambut pada minggu ke-1 dan minggu ke-2 paling tinggi untuk semua perlakuan dan mengalami penurunan signifikan pada minggu ke-3, ke-4, ke-5 dan ke-6 pada kisaran 0,02-2,3 mm/minggu. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan panjang rambut dipengaruhi oleh laju pertumbuhan pada 2 minggu pertama sehingga dapat dikatakan bahwa pada penggunaan obat perangsang pertumbuhan rambut dapat digunakan selama 2 minggu. Menurut beberapa penelitian senyawa dalam daun mangkokan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan rambut adalah alkaloid, saponin, flavonoid dan tanin. Penelitian yang telah dilakukan oleh Sigit (2005) alkaloid merupakan salah satu zat
yang terkandung dalam daun mangkokan dapat mempunyai efek dalam memicu pertumbuhan rambut sebagai iritan yang dapat memperbesar tangkai rambut sehingga suplai zat makanan bertambah untuk menutrisi rambut, sedangkan Pitman (2007) melaporkan bahwa senyawa saponin, salah satu komponen dalam ekstrak daun mangkokan, merupakan senyawa yang dapat menstimulasi pertumbuhan rambut pada kasus allopecia (kebotakan) yang disebabkan oleh pengaruh hormonal maupun keturunan. Saponin mempunyai kemampuan untuk membentuk busa yang berarti mampu membersihkan kulit dari kotoran serta sifatnya sebagai counter irritant, akibatnya terjadi peningkatan sirkulasi darah perifer sehingga meningkatkan pertumbuhan 15
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
rambut. Menurut Jellinek (1970) penggunaan counter irritant dalam sediaan perangsang pertumbuhan rambut didasarkan atas azas bahwa tubuh akan selalu berupaya dalam perlindungan dirinya untuk menghilangkan iritasi yang ditimbulkan oleh keaktifan efek counter irritant dengan meningkatkan efek faalnya pada jaringan yang teriritasi sehingga sirkulasi darah pada daerah tersebut lancar, metabolisme menjadi aktif dan pembelahan sel dipercepat. Keaktifan counter irritan yang diharapkan pada sediaan perangsang pertumbuhan rambut adalah keaktifan yang ringan terutama dibatasi hingga efek hipertermia dan hiperpalpasia, atau hanya mengiritasi sel epidermis. Flavonoid menurut Jellinek (1970) merupakan derivat fenol yang mempunyai aktivitas keratolitik, desinfektan, demikian pula Achmad dkk., (1990) melaporkan bahwa flavonoid mempunyai aktivitas sebagai bakterisid dan anti virus yang dapat menekan pertumbuhan bakteri dan virus, quersetin dan kaempferol dapat melancarkan sirkulasi darah sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan rambut dan mencegah kerontokan. Adapun senyawa tanin diduga berperan pula sebagai penutrisi rambut dalam melakukan berbagai aktivitas biologis. Tanin mempunyai berbagai efek dalam sistem biologis karena merupakan pengkhelat ion logam potensial, agen pengendap protein, dan antioksidan biologis, Perez (2000). Penelitian terhadap kombinasi ekstrak daun mangkokan dengan daun teh lebih baik dibandingkan ekstrak tunggalnya. Kombinasi tersebut juga memberikan efek yang lebih baik dibandingkan kontrol positif yang digunakan yaitu hair tonic kina yang beredar dipasaran. Dengan kombinasi ekstrak daun mangkokan : daun teh 1:2 menunjukkan efek yang paling baik dibandingkan dengan kombinasi lainnya yaitu 1:1 dan 2:1. (Purwantini,I. et al., 2012) SIMPULAN DAN SARAN Formula dengan konsentrasi ekstrak daun mangkokan 7,5% merupakan formula paling efektif dan sama pengaruhnya dengan kontrol positif terhadap pertumbuhan rambut 16
(Aminexil 2%) dengan persentase pertumbuhan 85,625% dibandingkan Aminexil dan berbeda signifikan dengan kontrol normal. Laju pertumbuhan paling tinggi diperoleh pada minggu ke-1 dan minggu ke-2 perlakuan. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk kombinasi ekstrak daun mangkokan 7,5% dan daun teh dimana kombinasi ini memberikan kemampuan menumbuhkan rambut lebih baik. DAFTAR PUSTAKA Achmad A S., Hakim, E.H., dan Makmur, L. 1990. Flavonoid dan Fitomedika, Kegunaan dan Prospek. Jakarta: PhytoMedika. Hal 120-127. Benerjee,P.S.,Sharma,M.,Nema,R.K(2009).P reparation,evaluation and hair growth stimulating activity of herbal hair oil. Journal of chemical and Pharmaceutical Research,1,261-267. Dalimartha, S. 1999. Atlas Tumbuhan obat Indonesia. Jilid I. Trubus Agriwijaya, Jakarta. hal 86-89,150-153 Depkes RI. 1994. Keputusan Menteri kesehatan Nomor 661/MENKES/SK/VI /1994 tentang Persyaratan Obat Tradisional. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Depkes RI. 1985. Materia Medika Indonesia Edisi VI. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Handjojo, Y. 2011. Uji Stabilitas Fisik Dan Aktivitas Pertumbuhan Rambut Tikus Putih Dari Sediaan Gel Ekstrak Daun Mangkokan (Nothopanax scutellarium Merr.). Skripsi Sarjana Farmasi. Jakarta: Farmasi UI Harbone, JB.1987. Metode Fitokimia: Penuntun cara modern menganalisis tumbuhan. Cetakan II. Diterjemahkan oleh K, Padinawita dan I, Soediro. Bandung: Penerbit ITB Jellinek, J S. 1970. Formulation and Function of Cosmetics. . New York: Wiley
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
Interscience a Divisionof John Wiley and Son Inc. 365-407 Perez, V. 2000. Tetraoxygenated Naturally Occuring Tannin Phytochemistry. Vol 44. No. 2. p 191 Purwantini Indah, Munawaroh Rima, Darwati Naniek. 2012. Kombinasi daun teh dan mangkokan sebagai penumbuh rambut. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Rajendra CE, Gopal S Magadum, Mahaboob Ali Nadaf, Yashoda S.V, Manjula M. 2011. Phytochemical Screening of The Rhizome of Kaempferia galangal. Internasional Journal of Pharmacolognosy and Phytochemical Reseach.
Roy R.K, M.Takur,MPharm & VK Dixit, 2007,Development and evaluation of polyherbal formulation groethpromoting activity,Journal of cosmetic dermatology,6,108-112 Semalty M.,A,Semalty, Greeta P.Joshi,M.S.M Rawat, 2010, In vivo Hair Growth Activity of Herbal Formulation, International Journal of Pharmacology, vol 6,Issue 1, p53-57. Sigit, H. 2005. Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Mangkokan (Nothopanx scutellarium L.) terhadap kecepatan Pertumbuhan Rambut Kelinci Jantan dan Profil Kromatogram Lapis Tipisnya. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
17
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
TOKSISITAS, AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN ANTIBAKTERI EKSTRAK AIR KULIT KAYU MASSOI (Cryptocarpa massoy (Lauraceae)) Bina Lohita Sari1, Wandesta Rurianti2, Partomuan Simanjuntak3 1,2) Program Studi Farmasi, FMIPA-UNPAK 3) Puslit Bioteknologi-LIPI Email :
[email protected] ABSTRAK Massoi (Cryptocarya massoy) merupakan tanaman yang digunakan masyarakat Papua sebagai obat tradisional. Kulit batang tanaman ini memperlihatkan beberapa aktivitas biologis. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan toksisitas, aktivitas antioksidan dan antibakteri ekstrak air kulit batang Massoi (EAKM). Uji toksisitas menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), aktivitas antioksidan diuji dengan metode Peredaman Radikal Bebas menggunakan DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl), dan uji antibakteri menggunakan metode cakram difus terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Penapisan fitokimia menunjukkan adanya steroid, flavonoid, saponin, tannin, kumarin dan minyak atsiri. Hasil LC50 sebesar 493,00 µg/mL menunjukkan bahwa EAKM adalah toksik. Nilai IC50 sebesar 14,06 µg/mL (vitamin C sebagai control positif 7,78 µg/mL) menunjukkan potensi EAKM sebagai antioksidan. Sementara EAKM tidak menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap S. aureusdan E. coli. Kromatografi kolom menggunakan silika gel dengan fasa gerak kloroform:metanol (1:1) dan kloroform:metanol:air (5:5:1) pada EAKM menghasilkan empat fraksi. Semua fraksi diidentifikasi dengan KCKT menggunakan fasa gerak metanol : air (1:1). Profil KCKT keempat fraksi menunjukkan profil kromatogram yang hampir sama, yaitu pada waktu menit ke 10,0. Kata kunci :Toksisitas, antioksidan, antibakteri, Cryptocarya massoy ABSTRACT TOXICITY, ANTIOXIDANT AND ANTIBACTERIAL ACTIVITIES OF WATER EXTRACT OF CRYPTOCARYA MASSOY (LAURACEAE) BARK Cryptocaryamassoy (CM) is a well-known plant in Papua as traditional medicine. The bark of this plant has indicated that exhibit biological activity. The aims of this study were to examine toxicity, antioxidant and antibacterial activities of water extract of C.massoy (WECM) bark. Toxicity assay was done by Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) method using brine shrimp, antioxidant activity was tested by Free Radical Scavenging method using DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl), and the antibacterial activity was tested by diffuse disc method against Staphylococcus aureus and Escherichia coli. Phytochemical screening of WECM showed the presence of steroid, flavonoid, saponin, tannin, coumarine and essential oil. The results with LC50 value 493.00 µg/mL showed that WECM is considered to be toxic. The IC50 value obtained from the test as 14.06 µg/mL (vitamin C as positive control was 7.78 µ/mL) showed its potency as antioxidant, while WECM showed no antibacterial activity against S. aureusand E. coli. Column chromatography for WECM using silica gel as stationary phase and chloroform:methanol (1:1) and chloroform:methanol:water (5:5:1) as mobile phase resulting four fractions. The fractions were then characterized by HPLC with methanol:water (1:1) as mobile phase. The HPLC profiles of all fractions showed almost the same characteristic peaks at retention times 10.0 min. Key words :Toxicity, antioxidant, antibacterial, Cryptocarya massoi 18
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
PENDAHULUAN Indonesia kaya akan tumbuhan yang mengandung metabolit sekunder yang sangat berguna dalam dunia kesehatan dan salah satunya adalah Massoi (Cryptocarpa massoy) familia Lauraceae. Massoi merupakan jenis tumbuhan yang selama ini sudah digunakan oleh masyarakat lokal Papua sebagai obat tradisional (Lemmens et al., 1995). Umumnya tumbuh pada ketinggian + 1000 m diatas permukaan laut (dpl), dengan jenis tanah lempung berliat (Tangguni dkk, 2000). Bagian yang dimanfaatkan dari tumbuhan ini adalah kulit yang diekstraksi untuk menghasilkan minyak. Kulit Masoi sendiri diambil minyaknya dan digunakan sebagai bahan jamu, obat cacing dan kejang perut namun sejauh ini informasi kandungan bahan aktif berpotensi obat yang terkandung di dalam Massoi sangat kurang (Triamtoro dan Susanti, 2007). Kulit kayu Massoi diduga mempunyai senyawa sitotoksik terhadap larva udang Artemia salina Leach, dan juga mengandung senyawa antioksidan dan antimikroba karena memiliki kesamaan genus dengan kayu manis (Cinnamomum burmanni). Dari literatur diketahui bahwa kayu manis dapat berfungsi sebagai antioksidan, pengawet makanan, antibakteri, antifungi dan antiparasit (Kunarto, 2006). Berdasarkan pada permasalahan di atas maka dalam penelitian ini telah dilakukan uji toksisitas dengan metode BSLT (Brine Shirmp Lethality Test) terhadap larva udang Artemia salina Leach, uji antioksidan dengan metode DPPH (1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil), dan juga uji antibakteri terhadap bakteri gram negatif Echerichia coli dan juga bakteri gram positif Staphylococcus aureus untuk ekstrak air kulit kayu Massoi (Cryptocarpa massoy). METODE PENELITIAN Bahan Bahan penelitian yang digunakan antara lain: kulit kayu Massoi, bakteri Escherichia coli, bakteri Staphylococcus aureus, telur Artemia salina Leach, DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil), vitamin C,
kloramfenikol, Nutrient Agar (NA), Nutrient Broth (NB), kertas cakram, kapas, Serium Sulfat, berbagai pereaksi (Dragendroff, Mayer dan Lieberman-Buchardat) air laut, metanol, aquades dan etil asetat. Alat Alat penelitian yang digunakan antara lain: vakum rotapavor, timbangan analitik, corong pisah, cawan Petri, ose bulat, kertas cakram, kulkas, grinder, corong pisah, mikropipet, Spektrofotometer UV-VIS, Laminar Air Flow (LAF), autoklaf, pengocok (shaker), lempeng KLT alumunium silika gel 60 F254, bejana kromatografi, lampu ultraviolet, KCKT, alat-alat umum dan alatalat gelas yang lazim digunakan di laboratorium kimia. Cara Kerja Pembuatan Ekstrak Kulit kayu massoi diekstrak dengan menggunakan metode maserasi, dengan metanol sehingga didapat ekstrak metanol. Ekstrak kental metanol dipartisi sebanyak 3 sampai 4 kali dengan menggunakan pelarut etil asetat: air (1:1). Fase air yang didapat dikeringkan di penangas air sampai didapat ekstrak kental. Berat ekstrak Rendemen = x 100% Berat sampel Analisis Fitokimia Senyawa metabolit sekunder alkaloid, steroid/triterpenoid, flavonoid, saponin, tanin, kuinon, dan kumarin dianalisis menggunakan metode dari Harborne (1998). 1. Identifikasi Alkaloid Serbuk simplisia dan ekstrak air dilembabkan dengan ammonia 30%, kemudian ditambah 20 ml kloroform, campuran tersebut disaring dengan kertas saring, filtrat berupa larutan organik diambil kemudian ditambahkan masingmasing pereaksi Dragendorff dan Mayer, terbentuk endapan merah bata dengan pereaksi Dragendroff dan endapan putih dengan pereaksi Mayer menunjukkan adanya golongan alkaloid. 19
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
2. Analisis steroid dan triterpenoid Serbuk simplisia dan ekstark air dimaserasi dengan eter. Disaring dan diambil filtratnya, diuapkan dalam cawan penguap hingga diperoleh residu, kedalam residu ditambahkan pereaksi LiebermanBurchard, terbentuknya warna hijau atau merah menunjukkan adanya senyawa golongan steroid dan triterpenoid. 3. Analisis flavonoid Serbuk simplisia dan ekstrak air ditambahkan air panas, dididihkan, disaring dengan kertas saring, diperoleh filtrat yang digunakan sebagai larutan percobaan. Kemudian ditambahkan serbuk magnesium secukupnya dan ditambah asam klorida pekat dan amil alkohol, dikocok kuat dan dibiarkan memisah. Terbentuk warna merah pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya senyawa flavonoid. 4. Analisis saponin Larutan percobaan yang diperoleh dari percobaan 3, dimasukkan kedalam masing-masing tabung reaksi dan dikocok secara vertikal selama 10 detik, kemudian dibiarkan selama 10 menit. Terbentuk busa yang stabil dalam tabung reaksi menunjukkan adanya senyawa golongan saponin, yang bila ditambahkan 1 tetes asam klorida 1% (encer) busa tetap stabil. 5. Analisis tanin Serbuk simplisia dan ekstrak air didihkan, didinginkan dan disaring dengan kertas saring sehingga didapat filtrat. Kedalam filtrat ditambahkan larutan Ferri (III) klorida 1%. Terbentuk warna biru tua atau hijau kehitaman menunjukkan adanya senyawa golongan tanin. 6. Analisis kuinon Larutan percobaan yang diperoleh dari percobaan 3, dimasukkan kedalam tabung reaksi, ditambahkan beberapa tetes larutan NaOH 1N, terbentuk warna merah menunjukkan adanya senyawa golongan kuinon. 7. Analisis kumarin Serbuk simplisia dan ekstrak air dimasukkan kedalam masing-masing tabung reaksi , ditambahkan kloroform 20
dipanaskan diatas penangas air dan didinginkan, disaring dengan kertas saring, filtrat diuapkan dengan cawan penguap sampai kering, sisa ditambahkan air panas dan didinginkan kemudian dimasukkan kedalam tabung reaksi, tambahkan larutan ammonia 10%, diamati dibawah sinar ultra violet pada panjang gelombang 365 nm. Terjadi fluoresensi hijau atau biru menunjukkan adanya golongan kumarin. 8. Analisis Minyak Atsiri Serbuk simplisia dilarutkan dalam metanol dan ekstrak air, masing-masing diteteskan pada kertas saring lalu didiamkan. Pengamatan dilakukan terhadap ada atau tidaknya noda yang transparan pada kertas saring. Hasil positif minyak atsiri ditunjukkan dengan tidak adanya noda yang transparan pada kertas saring (Gunawan dan Mulyani, 2004). Uji Bioaktifitas Larva Udang Artemia salina Leach 1. Penetasan telur udang Larva udang disiapkan dengan cara menetaskan telur Artemia salina Leach dua hari sebelum pengujian. 2. Persiapan sampel ekstrak air Larutan ekstrak air kulit kayu massoi ditimbang sebanyak 100 mg dan dilarutkan dengan 50 ml air laut untuk dijadikan sebagai larutan induk dengan konsentrasi 2000 ppm, kemudian dari larutan induk 2000 ppm tersebut dibuat lagi larutan induk dengan konsentrasi 1000 ppm dalam 20 ml air laut. Selanjutnya dibuat variasi konsentrasi dari larutan induk tersebut masing-masing sebesar 100 ppm dan 10 ppm. 3. Uji bioassay BSLT (Brine Shirmp Lethlity Test) Sebanyak 10 ekor larva udang Artemia salina Leach dimasukkan untuk tiap-tiap perlakuan ke dalam botol vial yang telah berisi air laut salinitas 12% dan larutan uji. Setelah 24 jam, dilakukan pengamatan dengan menghitung jumlah larva udang yang mati. Data yang diperoleh, dihitung LC50 nya dengan analisis probit. Nilai
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
LC50 < 1000 ppm menunjukkan adanya senyawa yang memiliki bioaktifitas yang aktif (Meyer, 1982). Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode Peredaman Radikal Bebas Uji aktivitas antioksidan menggunakan metode perendaman terhadap radikal bebas 1,1 difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH) dengan vitamin C sebagai kontrol positif. 1. Pembuatan larutan 1 mM DPPH Lebih kurang 19,716 mg DPPH (BM = 394,32) ditimbang seksama, kemudian dilarutkan dalam 50,0 ml metanol proanalisis. 2. Pembuatan larutan blangko Sejumlah 1 ml larutan DPPH 1 mM dipipet ke dalam labu ukur 5 ml, dilarutkan dalam metanol proanalisis hingga tanda, kocok homogen. 3. Pembuatan larutan uji Lebih kurang 10 mg ekstrak air kulit kayu massoi ditimbang seksama, lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml, dilarutkan dalam metanol hingga tanda (larutan induk 1000 µg/ml). Dibuat berbagai konsentrasi yaitu 5, 10, 25, 50, 100 µg/ml dalam masing-masing tabung reaksi dan ditambahkan 1,0 ml larutan DPPH 1 mM dan dilarutkan dalam metanol p.a hingga tanda. 4. Lebih kurang 10 mg vitamin C ditimbang seksama, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml, dilarutkan dalam metanol proanalisis hingga tanda (larutan induk 1000 µg/ml). Dibuat berbagai konsentrasi yaitu 3, 6, 9, 12, 15 µg/ml dalam masing-masing tabung reaksi dan ditambahkan 1,0 ml larutan DPPH 1 mM dan dilarutkan dalam metanol p.a hingga tanda. 5. Uji aktivitas antioksidan Didalam setiap tabung larutan uji dan kontrol positif ditambahkan 1,0 ml larutan DPPH 1 mmol, kemudian ditambahkan metanol proanalisis hingga 5 ml dan dihomogenkan. Larutan blangko, larutan uji dan larutan kontrol positif segera diinkubasi selama 30 menit pada suhu 370C, kemudian ke-3 larutan diukur
serapannya pada panjang gelombang serapan maksimum 515 nm. Persen inhibisi atau hambatan dihitung dengan rumus berikut: Hambatan (inhibisi) = Dihitung nilai IC50 dengan memasukkan nilai dari konsentrasi larutan uji sebagai sumbu x dan persen hambatan terhadap DPPH sebagai sumbu y kedalam persamaan garis regresi. Uji Aktivitas Antibakteri Uji aktivitas antibakteri dengan metode difusi agar dengan kertas cakram. Mikroba uji yang digunakan adalah Staphlococcus aureus dan Escherichia coli. Sebagai kontrol positif digunakan antibiotik kloramfenikol. Sedangkan sebagai kontrol negatif digunakan air. 1. Sterilisasi alat dan bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan disterilkan menurut cara yang sesuai. 2. Pembuatan media a. Media NA (Nutrient Agar) Bahan sebanyak 23 g dilarutkan dalam 1 liter air suling lalu dipanaskan sambil diaduk selama 1 menit hingga larut sempurna, kemudian disterilkan dalam autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. Pembuatan agar miring dilakukan dengan cara menuangkan 5 ml media yang masih cair ke dalam tabung reaksi steril secara aseptis, tabung di letakkan pada posisi miring dengan sudut kemiringan 150 (Nutrien agar miring untuk stok kultur) dan dituangkan ke dalam cawan petri sebanyak 15 ml lalu dibiarkan sampai padat (Nutrien agar plat untuk pengujian). b. Media NB (Nutrien Broth) Bahan sebanyak 8 g dilarutkan dalam 1 liter air suling lalu dipanaskan sambil diaduk selama 1 menit hingga larut sempurna, kemudian disterilkan dengan autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. 3. Pengujian 21
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
a. Kurang lebih 15 mg ekstrak kental air ditimbang, lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml, dilarutkan dalam aquadest steril hingga tanda (Larutan induk 1500 ppm). dibuat berbagai konsentrasi sampel 500, 1000 ppm. b. Kloramfenikol (antibakteri) sebagai kontrol positif dibuat 3 konsentrasi, yaitu 500 ppm, 1000 ppm dan 1500 ppm c. Staphylococcus aureus dan Escherichia coli diremajakan dalam media Nutrient Agar (NA) dan diinkubasi selama 1 hari pada suhu 250C. d. Staphylococcus aureus dan Escherichia coli masing-masing diinokulasikan dalam media Nutrient Broth (NB) dan diinkubasi selama 1 hari pada suhu 250C. e. Setelah bakteri uji tumbuh, kemudian diambil 1 ml untuk ditanamkan ke dalam 300 ml media NA yang masih dalam keadaan cair, dikocok homogen, kemudian dipindahkan sebanyak 15-20 ml ke dalam setiap cawan petri dan didiamkan hingga memadat. f. Kertas cakram dicelupkan kedalam kontrol negatif dan kontrol positif serta kedalam ekstrak air yang masing-masing terdiri dari 3 konsentrasi (500, 1000, 1500 ppm) g. Kertas cakram diletakkan diatas media inokulum. h. Pengamatan dilakukan selama 2 hari dengan menghitung diameter daerah hambat (mm). Analisis Kromatografi 1. Analisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Ditotolkan ekstrak yang berpotensi di atas plat tersebut dengan menggunakan pipa kapiler 3-5 kali, lalu dikeringkan. Dimasukkan ke dalam bejana dengan eluen tertentu. Eluen yang digunakan adalah kombinasi (kloroform : metanol, kloroform : metanol : air) dengan perbandingan tertentu. Setelah itu plat dikeringkan dan diamati di bawah sinar UV 254 nm dan 366 nm dan ditandai, kemudian plat disemprot dengan penampak bercak serium sulfat dan dipanaskan diatas hot plate. Eluen yang 22
menghasilkan pemisahan terbaik, digunakan untuk eluen pada kromatografi kolom. 2. Pemisahan ekstrak Pemisahan ekstrak air kulit kayu Massoi difraksinasi dengan kromatografi kolom. Dilakukan dengan cara ekstrak air lebih kurang 2 g dicampurkan dengan celite, kemudian dimasukkan ke dalam kolom kaca yang telah berisi silika gel. Cairan eluasi digunakan 2 campuran yaitu kloroform : metanol dan kloroform : metanol : air.Cairan ini ditambahkan hingga dibiarkan mengalir melalui kolom. Setelah itu digabungkan menjadi satu sehingga diperoleh fraksi yang lebih sederhana dan dianalisis dengan KLT dengan eluen yang sesuai. Noda pada KLT divisualisasi dengan lampu UV 254 nm dan 366 nm, serta disemprot dengan pereaksi warna serium sulfat. 3. Analisis fraksi dengan KCKT Bahan hasil pemisahan kromatografi kolom dilarutkan dengan eluen metanol : air (1:1). Eluen gas N2 terlebih dahulu. Fase gerak dipompa dengan kecepatan dan tekanan tetap sehingga antara fase gerak dan kolom keadaanya seimbang. Pada fraksi air, kolom yang digunakan C18 (Lichorcart®250-4 HPLC-cartride, Cat.1.50983 Lichrospher ® 100 RP-18 (5µM) Lot.L.448017). Masing-masing sampel melalui syringe diinjeksikan sebanyak 10µl ke dalam kolom dan terjadi pemanasan, biasanya pada temperatur kamar. Kromatografi dilakukan dengan kecepatan eluen 1 ml/menit dan pemantauan dilakukan pada panjang gelombang 230 nm. HASIL DAN PEMBAHASAN RendemenEkstrak Rendemen hasil ekstraksi cair-cair (partisi) kulit kayu Massoi sebesar 4,11%. Penapisan Fitokimia Penapisan fitokimia terhadap ekstrak air dan juga serbuk simplisia dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa yang terkandung dalam kulit kayu Massoi sebagai
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
parameter mutu ekstrak. Hasil uji fitokimia untuk ekstrak air dan serbuk simplisia dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil toksisitas yang tinggi ditunjukkan dengan nilai konsentrasi yang menyebabkan kematian 50 % larva udang, semakin kecil nilai LC50yang dimiliki ekstrak tanaman maka akan semakin toksik, tingkat toksisitas suatu ekstrak yang telah dikategorikan oleh Meyer, et al. (1982), yaitu: LC50 30 ppm sangat toksik, 31 ppm LC50 1000 ppm toksik dan LC50 > 1000 ppm tidak toksik.. Nilai LC50 dari ekstrak kulit kayu Massoi adalah sebesar 493,00217 ppmdengan nilai LC50 yang kecil ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak air kulit kayu Massoi masuk kedalam kategori toksik dan berpotensi sebagai senyawa sitotoksik.
Tabel 1. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Air dan Serbuk Simplisia Kulit Kayu Massoi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Uji Fitokimia Alkaloid Steroid/ Triterpenoid Flavonoid Saponin Taninn Kuinon Kumarin Minyak atsiri
Serbuk simplisia ++ ++ ++ + ++
Ekstrak air ++ +++ + ++ + +
Berdasarkan uji fitokimia ekstrak air kulit Massoi berpotensi mengandung senyawa bioaktif antikanker yakni senyawa flavonoid dan steroid.
Tabel 2. Hasil Uji Toksisitas Ekstrak Air Kulit Kayu Massoi No
Ekstrak
1.
2. Ekstrak air
3.
Kadar larutan uji Larutan A (1000 ppm) Larutan B (100 ppm) Larutan C (10 ppm) Pembanding (air laut)
Uji Aktivitas Antioksidan Pada penetapan kurva larutan vitamin C sebagai kontrol positif didapatkan persamaan y = 6,6263x - 1,5634 dari persamaan tersebut diperoleh harga IC50 = 7,78 µg/ml. Sedangkan Nilai IC50 ekstrak air kulit kayu Massoi sebesar 14,06 µg/ml, sehingga dapat dinyatakan bahwa ekstrak air kulit kayu Massoi memiliki nilai IC50 yang mampu menghambat radikal bebas DPPH sebagai senyawa yang mampu menghambat aktivitas antioksidan yakni senyawa flavonoid dan kumarin. Uji Aktivitas Antibakteri Diameter daerah hambat pada Staphylococcus aureus dan Escherichia colipada Tabel 5. Ekstrak air kulit kayu Massoi diuji aktivitas antioksidannya untuk menentukan
Rata-rata % kematian 866,67 %
LC50 ppm
300 % 133,33 %
493,00 ppm
33,33 %
nilai IC50 (Inhibitor Concentration) menggunakan DPPH sebagai pereaksi kimia dan vitamin C sebagai kontrol positif. Tabel 5. menunjukkan bahwa ekstrak air tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan juga dengan baik.Berdasarkan uji fitokimia ekstrak air kulit kayu Massoi yang berpotensi terhadap Escherichia coli dengan konsentrasi 500 ppm, 1000 ppm dan1500 ppm. Menurut Siswandono dan Soekarjo (1995) menyatakan bahwa senyawa yang mampu menghambat antibakteri adalah saponin, tannin, flavonoid dan juga triterpenoid, akan tetapi hasil uji fitokimia dari ekstrak air kulit kayu Massoi positif mengandung senyawa saponin, tannin dan flavonoidSedangkan hasil uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan juga Escherichia coli memiliki hasil yang sama yaitu negatif, 23
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
sehingga untukmenghasilkan uji aktivitas antibakteri yang positif perlu dilakukan pemurnian senyawa untuk mengetahui
senyawa yang dapat berperan sebagai penghambat antibakteri dalam ekstrak air kulit kayu Massoi.
Tabel 3. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan DPPH padaVitamin C Konsentrasi (µg/ml)
Serapan blangko
Serapan sampel
Hambatan (%)
IC50 (µg/ml)
0 5 10 25 50 100
2,3377
2,3377 1,2553 1,0521 0,3165 0,1625 0,1392
0 46,3019 54,9942 86,4610 93,0487 94,0454
14,06
Tabel 4. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan dengan DPPH pada Ekstrak Air Kulit Kayu Massoi Konsentrasi (µg/ml)
Serapan blangko
Serapan sampel
Hambatan (%)
IC50 (µg/ml)
0 3 6 9 12 15
2,3377
2,3377 1,9215 1,5135 0,9770 0,4506 0,0746
0 17,8038 35,2569 58,2068 80,7246 96,8088
7,7816
Tabel 5. Diameter Daerah Hambat pada Staphylococcus aureus dan E.coli. Mikroba uji
Larutan uji
Staphylococcus aureus
Kloramfenikol Ekstrak air Kloramfenikol Ekstrak air
Escherichia coli
Diameter Daerah Hambat 500 ppm 1000 ppm 1500 ppm 14 mm 19 mm 24 mm 16 mm 18 mm 20 mm -
Keterangan : - = Tidak mempunyai daya hambat Diameter kertas cakram = 6 mm Analisis Kromatografi Ekstrak air kulit kayu Massoi (Cryptocarpa massoy) di KLT dengan eluen kloroform-metanol (1:1) dan kloroformmetanol-air (5:5:1). Pada eluen kloroformmetanol (1:1) memberikan pola pemisahan yang jelas dengan jarak bercak satu sama lain cukup terpisah (gambar A). Sedangkan dengan eluen kloroform-metanol-air (5:5:1) memiliki pola pemisahan yang kurang baik jika dibandingkan dengan eluen kloroformmetanol (1:1) dikarenakan jarak bercak satu dengan yang lainnya masih menumpuk di satu tempat dan menghasilkan 5 pola bercak (gambar B). Hasil kromatogram KLT dapat dilihat pada Gambar 1.
24
A B Gambar 1. Hasil Kromatogram KLT Keterangan: Fase diam : silika gel GF254 Fase gerak : A: kloroform:metanol (1:1) B: kloroform-metanol-air (5:5:1)
Kromatografi Kolom Hasil fraksinasi dari ekstrak air diperoleh 7 fraksi dengan volume masing-masing 25
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
ml , masing-masing fraksi dianalisis dengan KLT,fraksi- fraksi dengan polabercak yang sama atau memiliki Rf yang sama digabungkan. Setelah digabungkan maka diperoleh empat fraksi yang lebih sederhana. Profil kromatografi KLT dari keempat fraksi dengan menggunakan eluen klorofommetanol air (5:5:1) dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2. Hasil Fraksinasi Ekstrak Air Kulit Kayu Massoi Menggunakan Kromatografi Kolom Keterangan : No.1=Fraksi F1,vial 1; No.2=Fraksi F2,vial 2; No.3=Fraksi F3,vial 3; No.4=Fraksi F4,vial 4-7
Analisis KCKT Pola kromatogram KCKT pada ke-empat fraksi memiliki bentuk yang hampir sama hal ini dapat dilihat pada pola kromatogram KLT yang pola ke-empat fraksinya sama. Hasil analisis KCKT dari ke-empat fraksi menunjukkan bahwa rata-rata pemunculan akhir senyawa terdapat pada waktu retensi yang sama yaitu pada menit ke 10, dikarenakan bentuk peak yang muncul dari ke-empat fraksi mempunyai bentuk yang sama (Gambar 1, 2, 3 dan 4). Dari hasil analisis KCKT masih banyak senyawa yang menumpuk dalam satu peak hal ini dapat disebabkan sistem serta kondisi yang digunakan dalam percobaan tidak cocok sehingga senyawa kimia tidak terpisah sempurna dengan eluen metanol-air (1:1) melainkan dengan perbandingan campuran eluen yang lebih bersifat non polar ataupun dengan campuran pelarut-pelarut yang lainnya.
Simpulan 1. Ekstrak air kulit kayu Massoi (Cryptocarpa massoi) mengandung senyawa steroid, flavonoid, saponin, tanin dan kumarin. 2. Senyawa pada ekstrak air kulit kayu Massoi termasuk kedalam senyawa toksik dengan LC50 493,00217 ppm. 3. Ekstrak air kulit kayu Massoi memiliki nilai IC50 yang mampu menghambat radikal bebas DPPH dengan baik yaitu sebesar 14,075 µg/ml. 4. Ekstrak air kulit kayu Massoi tidak mempunyai daya aktivitas sebagai antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan juga Escherichia coli. 5. Hasil uji KLT dan KCKT Ekstrak air memberikan pola kromatogram yang hampir sama pada keempat fraksinya yaitu pemunculan akhir senyawa pada waktu retensi menit ke 10 dengan bentuk peak dari keempat fraksi yang hampir sama. Saran 1. Perlu dilakukan isolasi dan elusidasi senyawa yang berkhasiat sebagai antioksidan dan juga antibakteri serta senyawa sitotoksiknya dari ekstrak air kulit kayu Massoi untuk mengetahui struktur kimianya. 2. Perlu dilakukan pengujian toksisitas serta aktivitas antioksidan dan antibakteri dari hasil kromatografi kolom. DAFTAR PUSTAKA Gunawan, D., dan S. Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid I. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Harborne, J.B. 1998. Phytochemical methods: A guide to modern techniques of plant analysis. Champman and Hall, London. 40-137. Kunarto, B. 2006. Evaluasi Sifat Antioksidatif Mikrokapsul Minyak Atsiri Kulit Kayu Manis (Cinnamomum burmanii) yang diaplikasikan pada Cookies. Jurnal Pertanian dan Kimia Makanan. Jakarta.14(2). 85-94.
SIMPULAN DAN SARAN 25
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
Lemmens, R. H. M. J., I, Soerianegara. & W, Wong. 1995. Plant Resources of SouthEast Asia No 5(2).Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi- LIPI.Bogor. 158-159. Meyer, B.N. N.R. Ferrigni, J.E. Putnam , L.B. Jacobson , D.E. Nichols & J.L. Mc Laughin JL. 1982. Brine Shirmp: A CovenentGerieral Bioassay for Active Plant Constituent. PlantaMedica. Medicinal Plant Research. 45. 31-34. Siswandono dan Soekardjo, B. 1995. Kimia Medisinal. Airlangga Press, Surabaya.
26
Tangguni N., P, Lalenoh., Y. H. Hematang, A. YJS. Arobaya. EksplorasiBeberapaJenisMassoiCryptoc aryaspp. Pada Areal HPH PT DharmaMuktiPemsada di KecamatanWasiorKabupaten Manokwari. 2007. [6 Tayangan]. Diambildari: http// papuaweb: Beccarina.Diakses 19 Januari, 2009. Triamtoro, R.G.N., Cisilia, M.E.S. 2007. Kandungan Bahan Aktif Kayu Kulilawang (Cinnamomum culilawan) dan Masoi (Criptocarya massoia). Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis. 5(2)
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
EFEKTIVITAS SEDIAAN SALEP EKSTRAK HERBA PEGAGAN (Centella asiatica (L) Urb) UNTUK PENYEMBUHAN LUKA PADA MENCIT JANTAN (Mus musculus albinus) Moerfiah, Muztabadihardja, Santi Puspita Dewi Program Studi Farmasi FMIPA-UNPAK Bogor Email :
[email protected] ABSTRAK Formula salep herba ekstrak pegagan (Centella asiatica (L) Urb) dalam penelitian ini dibuat dari 5 gram ekstrak pegagan sebagai zat aktif yang dicampur dengan berbagai basis, yaitu basis berminyak,emulsi dan larut air. Mencit jantan (20 ekor) yang sudah dilukai dengan scalpel steril sepanjang 1,5 cm dibagi menjadi 5 kelompok masing-masing 4 ekor dan mendapat perlakuan salep ekstrak pegagan sebagai berikut : Kelompok I diolesi dengan formula basis minyak, kelompok II formula basis emulsi, kelompok III formula basis larut air, kelompok IV ekstrak murni serta kelompok V diolesi betadin® sebagai kontrol positif. Bahan uji diberikan dua kali sehari selama 21 hari dan diamati pada hari ke-1, 3, 7, 14, 21. Hasil yang diperoleh, menunjukkan bahwa pada hari ke 14, bila dibandingkan dengan kontrol positif, maka kelompok I dan IV lebih efektif menyembuhkan luka dibandingkan kelompok II dan III. Pada hari ke 21 semua kelompok efektif menyembukan luka sama seperti kontrol positif. Kata kunci: Pegagan, Salep, Kulit EFFECTIVENESS OF GOTU KOLA (Centella asiatica (L) Urb) HERBS EXTRACT OINTMENT FOR WOUND HEALING IN MALE MICE (Mus musculus Albinus) ABSTRACT Ointment formula of gotu kola extract (Centella asiatica (L) Urb) in this study was made of 5 grams of Centella asiatica extract as an active substance that is mixed with a variety of bases, namely oily, emulsion and water-soluble bases. Male mice (20 animals) were already wounded with a sterile scalpel length of 1.5 cm were divided into five groups each of 4 mice and gotu kola extract ointment treated as follows: Group I smeared with oily base formula, the group II emulsion base formula, Group III water-soluble base formula, pure extract of Group IV and Group V smeared betadin® as a positive control. The test material was given twice daily for 21 days and observed on days 1, 3, 7, 14, 21. The results obtained showed that at day 14, compared with the positive control, the group I and IV are more effective cure injuries than the group II and III. On day 21 all dose heal wounds effectively the same as a positive control. Key words: Gotu kola (Centella asiatica (L) Urb), ointment, skin PENDAHULUAN Salah satu dari 10 jenis tanaman terlaris di dunia yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai tanaman obat adalah pegagan (Centella asiatica(L) Urb) yang
dapat digunakan sebagai obat luka (Endah dkk, 2003). Luka adalah keadaan dimana kontinuitas jaringan rusak, yang disebabkan oleh pengaruh kimiawi, listrik atau radiasi (Direen, 1981). Untuk mencegah terjadinya 27
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
infeksi bakteri diperlukan suatu antibakteri. . Tumbuhan pegagan khusus mengandung asiatikosida, berfungsi untuk memproduksi kolagen juga dapat mempercepat proses penyembuhan luka pada bagian permukaan kulit manusia. Proses ini terjadi karena aktivitas epidermis lapisan sel malpigi pada kulit tadi meningkat dan secara topikal dapat menyembuhkan. Selain itu dapat juga meningkatkan serta menguatkan jaringan kulit yang baru terbentuk, sehingga tidak mudah lagi rusak. Asiatikosida juga mempunyai daya antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia colli. Adanya asiatikosida, riboflavin dan niasin membuat pegagan berfungsi sebagai anti inflamasi (Saktono, 2002). Salep merupakan salah satu bentuk sediaan semi padat yang banyak digunakan dalam pengobatan kulit. Sebelum memberikan efek, zat aktif sediaan salep harus dapat dilepaskan dari basisnya, baru diabsorpsi melalui kulit. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor fisiologis maupun kimia fisika. Faktor kimia fisika tersebut meliputi koefisien difusi, konsentrasi dan kelarutan obat dalam basis. Sedangkan faktor fisiologi meliputi keadaan kulit, luas daerah permukaan dan banyaknya pemakaian (Anief, 2003). Hingga saat ini belum ada penelitian untuk menguji khasiat ekstrak pegagan sebagai antiluka dalam bentuk formulasi salep. Bahan pembantu dalam formulasi yang baik seharusnya bersifat inert dan tidak mengurangi khasiat bahan aktif. Pemilihan basis yang baik harus melalui pertimbangan pertimbangan lebih dulu dengan melihat sifat dan masing- masing basis salep (Block, 1990 ; Ansel, 1989). Karena pada umumnya sifat polaritas senyawa bahan alam sukar diketahui dengan pasti maka perlu di teliti lebih lanjut pengaruh basis salep terhadap khasiat ekstrak pegagan. METODE PENELITIAN Bahan Bahan yang digunakan adalah herba Pegagan (Centella asiatica (L).Urban) dari seluruh bagian tanaman koleksi BALITTRO 28
(Balai Tanaman Obat dan Rempah). Mencit serta pellet, betadin® dan air suling. Bahan untuk pembuatan salep ekstrak pegagan seperti, cera alba, vaselin putih, setil alkohol, propilen glikol, natrium lauril sulfat, air suling, PEG 4000, stearil alkohol, gliserin. Alat Alat-alat penelitian yang digunakan antara lain: Alat-alat gelas, neraca analitik, rotavapor, termometer, mortir, cawan penguap, kertas perkamen, penangas air, pot plastik, bejana, pisau, batang pengaduk, corong, sudip dan scalpel. Cara Kerja 1. Pembuatan Ekstrak Herba Pegagan Ekstrak herba pegagan dibuat dengan cara maserasi, yaitu 250 g serbuk herba pegagan dengan 1.875 ml etanol 70% , ditutup dan dibiarkan selama 5 hari dan terlindung dari cahaya, sambil berulangulang diaduk. Setelah 5 hari sari diserkai, ampas diperas. Ampas ditambah etanol 70% secukupnya diaduk dan diserkai, sehingga diperoleh seluruh sari sebanyak 2500 ml. Bejana ditutup, dibiarkan ditempat sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2 hari. Kemudian endapan dipisahkan. Kemudian dilakukan penguapan pada suhu 50°C dengan rotavapor sehingga sebagian besar alkohol menguap hingga diperoleh ekstrak kental. 2. Pembuatan Sediaan Salep Sediaan salep dibuat sesuai dengan formula masing-masing tipe basis. Tabel 1. Formula Sedian Salep Basis Berminyak Bahan R/Cera alba Vaselin putih Butilhidroksianisol (BHA) Metil paraben Propil paraben Ekstrak kental
Jumlah (g) 4.75 90.07 0.01 0.15 0.02 5
Sumber : (Rosanti 2003). a. Cara pembuatan Sedian Salep Basis Berminyak:
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
Cera alba dilelehkan diatas penangas air, vaselin putih ditambahkan, diaduk sampai homogen dan dingin. BHA yang telah dilarutkan dengan etanol dimasukkan kedalam basis salep digerus homogen. Metil paraben dan propil paraben yang telah dilarutkan dengan etanol dicampurkan dengan ekstrak. Ekstrak kental pegagan dicampurkan ke dalam basis sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai homogen. Salep dikemas dalam wadah. b.Cara pembuatan Sedian Salep Basis Emulsi: Setil alkohol, cera alba, propilen glikol dilelehkan diatas penangas air pada suhu 65°C(fase I). Natrium lauril sulfat dilarutkan dalam air suling, dipanaskan diatas penangas air pada suhu 65°C (Fase II). Fase I dan fase II dicampurkan perlahan-lahan sambil diaduk di atas penangas air selama 10 menit. Campuran dituang dalam mortir sambil diaduk hingga dingin. BHA yang telah dilarutkan dengan etanol dimasukkan kedalam basis salep digerus homogen. Metil paraben dan propil paraben yang telah dilarutkan dengan etanol dicampurkan dengan ekstrak. Ekstrak kental pegagan dicampurkan ke dalam basis sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai homogen. Salep dikemas dalam wadah. Tabel 2. Formula Sedian Salep Basis Emulsi Bahan R/Cera alba Setil alkohol Propilen glikol Na lauril sulfat Air suling Vaselin putih Butilhidroksianisol (BHA) Metil paraben Propil paraben Ekstrak kental
Jumlah (g) 0.95 14.22 9.48 1.90 68.27 90.07 0.01 0.15 0.02 5
Sumber : Rosanti, 2003 c.Cara pembuatan Sedian Salep Basis Larut Air Stearil alkohol, PEG 4000 dan gliserin dipanaskan diatas penangas air pada suhu
75°C (fase I). Natrium lauril sulfat dilarutkan dalam air suling dan dipanaskan diatas penangas air pada suhu 75°C (fase II). Fase I ditambahkan sedikit demi sedikit dalam mortir yang berisi fase II sambil diaduk hingga dingin. BHA yang telah dilarutkan dengan etanol dimasukkan ke dalam basis salep digerus homogen. Metil paraben dan propil paraben yang telah dilarutkan dengan etanol dicampurkan dengan ekstrak. Ekstrak kental pegagan dicam-purkan ke dalam basis sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai homogen. Salep dikemas dalam wadah Tabel 3. Formula Sedian Salep Basis Larut Air Bahan R/Na lauril sulfat Na lauril sulfat PEG 4000 Stearil alcohol Air suling Gliserin Butilhidroksianisol Metil paraben Propil paraben Ekstrak kental
Jumlah (g) 0.95 1.90 18.97 32.24 14.22 28.44 0.01 0.15 0.02 5
Sumber : Rosanti, 2003 3.Evaluasi sediaan salep ekstrak herba Pegagan Evaluasi yang dilakukan adalah pemeriksaan kestabilan bentuk sediaan salep, pemeriksaan homogenitas, pemeriksaan warna, dan pemeriksaan bau. Pengamatan dilakukan pada minggu ke-1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8. 4. Perlakuan Sediaan Salep Ekstrak Pegagan Pada Mencit Sebelum perlukaan, bulu di sekitar punggung dicukur dan kulit diolesi alkohol, lalu mencit diadaptasi selama 2 hari. Mencit dianastesi lokal dengan eter, lalu Perlukaan dilakukan pada punggung mencit dengan sayatan 1.5 cm menggunakan scalpel steril. Mencit yang digunakan sebanyak 20 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan, yaitu kelompok I diolesi dengan formula basis minyak, kelompok II formula basis emulsi, kelompok III formula basis larut air, kelompok IV ekstrak murni serta kelompok 29
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
V diolesi betadin® sebagai kontrol positif. Bahan uji diberikan 2 kali sehari selama 21 hari dan diamati pada hari ke-1,3,7,14, 21. Pengamatan dilakukan secara deskriptif terhadap mencit perlakuan dengan membandingkan proses penyembuhan yang terjadi. Parameter yang diamati antara lain merapatnya kulit, keringnya luka dan keberadaan keropeng luka. HASIL DAN PEMBAHASAN Sediaan salep ekstrak pegagan dapat bercampur (homogen). Hasil pengamatan kestabilan bentuk sediaan salep ekstrak herba pegagan formula I, II, III dari minggu ke I sampai minggu ke- 8 tetap stabil dan tidak mengalami perubahan bau, warna dan tetap homogen pada penyimpanan dan tipe basis salep yang di hasilkan tidak mengalami perubahan. Pemeriksaan salep ekstrak herba pegagan diamati secara organoleptik. Hasil pengamatan menunjukkan warna salep basis berminyak berwarna hijau, formula II basis salep emulsi berwarna hijau keputihan dan formula III basis salep larut air berwarna hijau kekuningan, dengan demikian basis salep mempengaruhi warna dari sediaan salep ekstrak herba pegagan. Warna sediaan tidak mengalami perubahan selama 8 minggu (stabil) dengan penyimpanan pada suhu kamar. Hasil pengamatan penyembuhan luka pada setiap mencit ditunjukkan pada Tabel 4 dan rata-rata penyembuhan luka pada Tabel 5. Berdasarkan hasil pengamatan bau (aroma), formula I dengan basis minyak cukup kuat, formula II dengan basis emulsi memiliki bau ekstrak pegagan (zat aktif) yang kuat, dan formula III merupakan sediaan salep ekstrak pegagan yang berbasis larut air memiliki aroma yang lemah. Hal ini disebabkan asiatikosida dalam ekstrak pegagan merupakan glikosida triterpenoid yang bersifat non polar sehingga larut dalam basis minyak dan emulsi. Pengamatan bau (aroma) sediaan salep ekstrak pegagan memiliki aroma yang stabil selama 8 minggu dengan penyimpanan pada suhu kamar dan basis salep mempengaruhi bau dari sediaan tersebut. Hal ini dengan penyimpanan pada 30
suhu kamar dan basis salep mempengaruhi bau dari sediaan tersebut. Hal ini dikarenakan sifat kepolaran zat aktif sehingga mempengaruhi kelarutan zat aktif basis yang ditambahkan. Pada perlakuan sediaan salep ekstrak herba pegagagan dilakukan terhadap mencit jantan (Mus musculus albinus). Hasil pengamatan penyembuhan luka antara komponen yang diuji (formula dan hari). Berdasarkan pengamatan secara makroskopis terlihat bahwa proses penyembuhan luka kelompok III lebih lambat dibandingkan dengan kelompok II, I, IV dan V. Salep formula I (kelompok I) dan betadin® (kelompok V) memperlihatkan perbedaan nyata bila dibandingkan dengan kelompok II dan III. Hal ini terlihat dengan terlepasnya keropeng dan luka menyempit. Pada kelompok I penyembuhan hampir sama dengan kelompok IV sedangkan kelompok (Betadin®) berlangsung lebih cepat. Luka akan mengakibatkan peradangan sehingga mengakibatkan panas di daerah luka tersebut. Pemberian salep ekstrak pegagan akan menimbulkan rasa dingin pada daerah yang dioleskan (Anonimous, 2007). Diduga salah satu faktor yang menyebabkan percepatan proses persembuhan luka akibat pemberian salep ekstrak herba pegagan adalah daya kompres dingin dari herba pegagan. Pengobatan dengan meng-gunakan salep akan lebih efektif apabila obat dapat lepas dari basisnya, tipe basis berminyak yang bersifat lipofilik mempunyai afinitas lebih lemah. Afinitas lemah memudahkan zat aktif terlepas dari basisnya, sehingga mudah untuk berdifusi kedalam media (Rosanti, 2003). Berdasarkan pengamatan, proses penyembuhan luka formula I yang berbasis minyak lebih cepat dibandingkan dengan sediaan salep formula II dan III. Basis berminyak lebih mudah melepaskan ekstrak herba pegagan. Ini disebabkan karena zat aktif dari herba pegagan adalah asiatikosid, yang merupakan senyawa yang bersifat hidrofil sedangkan basis salep bersifat lipofil. Penyembuhan kelompok V lebih cepat (Betadin®) hal ini disebabkan karena Betadin® mengandung
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
providone iodine bekerja sebagai antiseptik bersprektrum luas dan iodine sendiri memberi efek panas pada jaringan sehingga
daerah luka cepat menjadi kering (Saratman, dkk, 2004).
Tabel 4. Hasil Pengamatan Penyembuhan Luka Pada Setiap Mencit Formula
I
II
III
IV
V
Ulangan 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Penyembuhan 3 7 14 3 5 7 3 5 6 2 4 6 3 5 6 2 3 6 2 3 6 2 3 6 3 4 6 2 3 6 2 3 6 2 3 6 2 3 6 3 4 6 3 5 6 3 5 7 3 5 7 3 5 7 4 5 7 3 5 6 3 5 7
Keterangan : 21 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
1. Luka berwarna merah, basah, masih terbuka, tepi luka masih terpisah. 2. Luka berwarna merah pucat, agak kering, luka terbuka & tepi masih terpisah. 3. Luka kering & pucat, tepi kering luka menyempit, kulit tepi keras. 4. Luka menyempit dan dangkal, tepi luka keras, terbentuk keropang. 5. Tampak sisa-sisa keropang, bekas luka menjadi lunak, luka menyempit. 6. Luka mulai menutup bekas keropeng tidak ada lagi. 7. Luka sudah menutup, bekas luka tidak tampak lagi dan ditumbuhi bulu seperti semula.
Tabel 5. Rata-rata Penyembuhan Luka Antara Komponen yang Diuji (Formula dan Hari) Selama 21 Hari. Rata-rata penyembuhan pada hari keRata-rata 1 3 7 14 21 I 1 2.75 4.75 6.25 7 4.35 a II 1 2.25 3.25 6 7 3.9 b III 1 2 3 6 7 3.8 b IV 1 3 4.75 6.5 7 4.45 a V 1 3.25 5 6.75 7 4.6 a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom dan lajur yang sama berbeda nyata Formula
31
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
Gambar 1. Grafik Rata-rata Penyembuhan Luka Antara Komponen yang Diuji (Formula dan Hari) Selama 21 Hari. Berdasarkan grafik, terlihat bahwa tipe kelompok V (obat luka komersil basis salep mempunyai perbedaan yang (betadin®)), kelompok IV (ekstrak bermakna terhadap aktivitas penyembuhan kental pegagan), kelompok I (salep luka pada mencit. Hal ini dapat dilihat pada ekstrak pegagan dengan basis tabel ANOVA atau uji F tabel dan R² yang berminyak), lebih efektif dibandingkan cukup signifikan dilihat dari F hitung 364,34 dengan kelompok II (salep ekstrak yang lebih besar dibandingkan dengan F pegagan basis emulsi) dan kelompok III tabel dan R² yang cukup besar yaitu ( salep ekstrak pegagan basis larut) 0,978514 (97,85%). Berdasarkan program Saran software SAS (Statistical Analyze System) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) mengenai : dan uji dilanjutkan dengan uji Duncan, 1. Kesetabilan kesediaan salep ekstrakherba menunjukkan bahwa formula 5, 4, 1 lebih pegagan basis berminyak dengan suhu efektif dibandingkan dengan formula 3 dan yang berbeda. 2. Hasil uji disajikan pada Tabel 5. 2. Khasiat herba pegagan terhadap Adanya perbedaan yang bermakna, penyembuhan luka setelah operasi maka hal ini membuktikan bahwa tipe basis (keloid) dengan konsentrasi zat aktif berminyak merupakan tipe basis yang paling yang sama dalam sedian salep ekstrak baik untuk ekstrak herba pegagan dan herba pegagan basis berminyak adanya perbedaan antara komponen yang 3. Memberikan informasi kepada diuji (signifikan) antara formula dan hari. masyarakat luas bahwa ekstrak herba pegagan dapat ditambahkan ke dalam formula salep dan dapat SIMPULAN DAN SARAN digunakan sebagai alternatif obat luka. Simpulan 1. Salep ekstrak herba pegagan efektif menyembuhkan luka terhadap mencit Ucapan terima kasih jantan. Terima kasih diucapkan kepada Prof. 2. Basis salep berminyak lebih efektif Dr. Anas Subarnas, Apt. sebagai mitra menyembuhkan luka terhadap mencit bestari dalam penulisan penelitian ini. jantan dibandingkan dengan basis emulsi dan basis larut air. DAFTAR PUSTAKA 3. Proses penyembuhan luka mencit jantan Anief, M. Formulasi Obat Topikal Dengan yang mendapat perlakuan pengobatan: Dasar penyakit Kulit. Yogyakarta;Gajah 32
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
Mada Press: 1997. 3-32. Anonimous.1983.Pemanfaatan tanaman Obat Edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Ansel, H. C, L. V. Allen and N. G. Popovich. 2002.Pharmaceutical Dosage Form and Drug Delivery System. Lippincott William and Wilkins, Georgia, Jakarta: Hal 250, 375, 377. Block, L. H. 1990. Medicated Application, in Gennaro, AR.(Ed.), Remington's Pharmaceutical Science, 18th ed. Mack Publishing Company, Easton Pensylvania, 1596-1614. Davis and Christopher. 1981. Texbook of Surgery, The Biological Basis of Modern Surgical Practice. WB Saunders Company, Philadelphia, 265-283. Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Depkes RI, Jakarta. Endah, L., M. M. Herminawati dan Y. I. Hety. 2003. Pegagan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Ernie, H. 2005. Pembuatan Salep Vaselin Hidrofilik Dengan Ekstrak Herba Pegagan (Centella asiatica(L) Urb) untuk Luka. Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Pancasila. Lachman, L., H. A. Lieberman and J. L. Konig. 1994. Teori dan praktek farmasi industri.Edisi III, jilid II. Diterjemahkan oleh Suyatmi S. Jakarta: UI Pres : Hal 1091-1145. Rosanti, A. S.,N. Sugihartini, dan Oetari. 2003. Pengaruh Tipe basis Salep Terhadap Aktivitas minyak Atsiri Daun Sirih (Piper betle Linn.) Saratman., S. A. Sumiwi dan D. Gozali. 2004. Pengaruh Ekstrak Antanan dalam Bentuk Salep, Krim dan Jelly Terhadap Penyembuhan Luka Bakar. Skripsi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Padjadjaran, Bandung.
33
UCAPAN TERIMA KASIH Dewan redaksi Jurnal Fitofarmaka menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada mitra bestari: Prof. Dr. Karsono, Apt.(Universitas Sumatera Utara) Prof. Dr. Ibnu Ghalib Gandjar, DEA, Apt. (Universitas Gadjah Mada) Prof. Dr. Anas Subarnas (Universitas Padjadjaran) Dr. Aprilita Rina Yanti Eff., M.Biomed, Apt. (Universitas Esa Unggul)
Kami mengucapkan terima kasih atas kontribusi yang telah diberikan dalam membantu kelancaran penerbitan Jurnal Fitofarmaka volume 4 nomor 1 Juni 2014.
Bogor, Juni 2014
Dewan Redaksi
PANDUAN PENULISAN JURNAL Jurnal Fitofarmaka menerima tulisan ilmiah berupa hasil penelitian, review jurnal, laporan penelitian dan laporan kasus yang berkaitan dengan bidang kefarmasian. Naskah diutamakan yang belum pernah diterbitkan di media lain, baik cetak maupun elektronik. Jika sudah pernah disampaikan dalam suatu pertemuan ilmiah hendaknya diberi keterangan yang jelas mengenai nama, tempat, dan tanggal berlangsungnya pertemuan tersebut. Naskah berupa ketikan asli ditulis dalam Bahasa Indonesia dengan abstrak bahasi Inggris. Sistematika penulisan adalah sebagai berikut : Setting halaman adalah 1 kolom dengan 2 spasi, pada kertas HVS A4 dengan margin atas 4 cm, bawah 3 cm, kiri 4 cm, kanan 3 cm, maksimal 15 halaman sudah termasuk gambar/foto atau tabel. Panjang naskah maksimal 3000-5000 kata dengan huruf Times New Roman font 12.
1. Halaman Judul : berisi judul artikel dengan jumlah kata maksimal 14 kata, nama penulis (tanpa gelar), dan institusi/ alamat tempat bekerja dari masing-masing penulis, dengan alamat e-mail untuk korespondesi (corresponding author). 2. Abstrak : abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris dengan jumlah kata maksimal 250 kata. Abstrak ditulis dengan ringkas dan jelas yang mencakup pendahuluan, metode, hasil, pembahasan dan simpulan dari penelitian dilengkapi dengan 2-5 kata kunci. 3. Pendahuluan: berisi tentang informasi mengenai latar belakang yang relevan dengan tujuan penelitian. 4. Metode Penelitian: menguraikan bahan, alat dan cara kerja yang digunakan. 5. Hasil dan Pembahasan: dipresentaskan dengan format yang mudah dimengerti dalam bentuk gambar 2D maupun tabel. Tabel harus utuh, jelas terbaca, dibuat dengan format tabel pada Microsoft Words diletakkan simetris di tengah area pengetikan, diberi nomor sesuai urutan penyajian (Tabel 1, dst.), tanpa garis batas kanan atau kiri. Gambar harus diberi nomor sesuai urutan penyajian (Gambar 1, dst.). Pembahasan pada artikel penelitian dilakukan terhadap hasil yang diperoleh dan dikorelasikan dengan studi lain yang relevan. Diskusi difokuskan pada hasil utama penelitian. Keterbatasan penelitian dan dampak hasil penelitian dijelaskan dengan rinci. Penulis harus menjelaskan mengenai keterbatasan dan rekomendasi penangannan yang mendukung referensi.
6. Simpulan: simpulan berhubungan dengan tujuan penelitian. Saran penelitian diberikan untuk merekomendasikan penanganan bila ada keterbatasan penelitaian. 7. Ucapan Terima Kasih: bila ada, tidak menggunakan singkatan. 8. Daftar Pustaka: pustaka ditulis sesuai sistem Harvard Referencing Standard. Sebanyak 80% pustaka yang digunakan merupakan pustaka primer dan terbitan 10 tahun terakhir. Contoh penulisan daftar pustaka rujukan sebagai berikut: a. Buku [1] Penulis 1, Penulis 2 dan seterusnya (nama belakang, nama depan disingkat). Tahun publikasi. Judul buku dicetak miring. Edisi, Penerbit. Tempat Publikasi. Contoh: O’Brien, J.A. dan. J.M. Marakas. 2011. Management Information Systems. Edisi 10. McGraw-Hill. New York-USA. b. Artikel Jurnal [2] Penulis 1, Penulis 2 dan seterusnya (nama belakang, nama depan disingkat). Tahun publikasi. Judul artikel. Nama jurnal dicetak miring. Vol (Nomor): Rentang Halaman. Contoh: Cartlidge, J. 2012. Crossing boundaries: Using fact and fiction in adult learning. The Journal of Artistic and Creative Education. 6 (1): 94-111. c. Prosiding Seminar/Konferensi [3] Penulis 1, Penulis 2 dan seterusnya (nama belakang, nama depan disingkat). Tahun publikasi. Judul artikel. Nama konferensi. Tanggal, Bulan dan Tahun, Kota, Negara. Halaman. Contoh: Michael, R. 2011. Integrating innovation into enterprise architecture management. Proceeding on Tenth International Conference on WirtschaftsInformatik. 16-18. February 2011, Zurich, Swis. Hal. 776-786. d. Tesis atau Disertasi Computationally Intensive Approaches to Inference in NeoNormal Linear Models: Ph.D. thesis, CUT Western Australia [4] Penulis (nama belakang, nama depan disingkat). Tahun publikasi. Judul. Skripsi, Tesis, atau Disertasi. Universitas. Contoh: Soegandhi. 2009. Aplikasi model kebangkrutan pada perusahaan daerah di Jawa Timur. Tesis. Fakultas Ekonomi Universitas Joyonegoro, Surabaya.
e. Sumber Rujukan dari Website [5] Penulis. Tahun. Judul. Alamat Uniform Resources Locator (URL). Tanggal Diakses. Contoh: Ahmed, S. dan A. Zlate. Capital flows to emerging market economies: A brave new world?. http://www.federalreserve.gov/pubs/ifdp/2013/1081/ifdp1081.pdf. Diakses tanggal 18 Juni 2011.
FORMULIR BERLANGANAN / PEMBELIAN JURNAL FITOFARMAKA Jl. Pakuan PO BOX 452, Telp/Fax. (0251)8375547
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: .................................................................................................................
Institusi
: .................................................................................................................
Alamat
: ................................................................................................................. .................................................................................................................
Telepon/Fax : ................................................................................................................. Ingin menjadi pelanggan/ pembeli Jurnal Fitofarmaka selama …….. tahun, dimulai dari Vol…… No......... tahun ……. sampai Vol......... No. …… tahun …….. Untuk administrasi berlangganan, dapat menghubungi email kami
[email protected].
………………., …………………………. Pelanggan,
………………………………………….... (Tanda tangan dan nama terang)
CATATAN: 1.
2.
Biaya berlanggan selama 1(satu) tahun (2 kali penerbitan), sebesar Rp. 150. 000,- ditambah ongkos kirim 20%. Mohon diisi dengan lengkap dan dikirim/ fax/ e-mail ke alamat tersebut di atas beserta bukti transfer.