ANALISIS BIFURKASI FLUXON PADA PERSAMBUNGAN JOSEPHSON BERTIPE SUPERKONDUKTOR-FEROMAGNETIKSUPERKONDUKTOR (S/F/S)
HEMA NUR AMALIA
DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2013
Hema Nur Amalia : Analisis Bifurkasi Fluxon pada Persambungan Josephson Bertipe Superkonduktor-Feromagnetik-Superkonduktor (S/F/S). Dibimbing Oleh : Dr. Husin Alatas dan Dr. Tony Ibnu Sumaryada M. Si.
ABSTRAK Dinamika persambungan Josephson bertipe S/F/S berbeda dengan persambungan Josephson biasa, dimana pada dinamika persambungan tersebut terdapat penambahan suku sin 2∅ yang merupakan akibat dari kontribusi arus-super harmonik kedua yang terkait gejala Shapiro Steps. Penelitian yang telah dilakukan yakni menganalisis bifurkasi fluxon guna mengetahui kestabilan fluxon pada persambungan Josephson bertipe S/F/S. Analisis dilakukan menggunakan pendekatan dinamika sistem secara analitik dan dibantu dengan perhitungan numerik menggunakan aplikasi MATLAB ODE45. Hasil jenis titik kritis dan bifurkasi yang diperoleh menunjukkan parameter redaman ternormalisasi ( dan ) tidak mempengaruhi perubahan kestabilan fluxon pada batas kurang dari satu. Parameter hanya mempengaruhi jenis titik kritis dan bifurkasi yang terjadi, jika = 0, untuk = 0 maupun = 0.4 bifurkasi yang terjadi adalah saddle-center, dan jika = 0.5 bifurkasinya adalah saddle-focus. Parameter mempengaruhi amplitudo pada osilasi fluxon yang dihasilkan, jika = 0 amplitudo fluxon sangat kecil, sedangkan jika = 0.4 amplitudonya lebih besar. Pada setiap kasus tersebut, kestabilan fluxon dipengaruhi oleh arus-super harmonik pertama yang berbeda tanda, yaitu ketika > 0 fluxon selalu stabil, sedangkan ketika < 0 fluxon awalnya tidak stabil tetapi cenderung akan menuju titik stabilnya. Kata kunci : Superkonduktor, persambungan Josephson bertipe S/F/S, fluxon, analisis dinamika sistem dan bifurkasi, ODE 45.
Hema Nur Amalia : The Analysis of Fluxon Bifurcation on The Josephson Junction of type Superconductor-Ferromagnetic-Superconductor (S / F / S). Dibimbing Oleh : Dr. Husin Alatas dan Dr. Tony Ibnu Sumaryada M. Si.
ABSTRACT Dynamics for the Josephson junction of type S/F/S is different from ordinary Josephon junction, where on the junction is contained the addition of tribal sin 2φ which is the result of the second harmonic supercurrent on the Josephson junction of type S/F/S that is related to Shapiro Steps symptoms. Research has been done is analyze the fluxon bifurcation to determine the stability of the fluxon in a Josephson junction of type S/F/S. The analysis was done by using the approach of analytically dynamics system and assisted by numerical solution that uses the application ODE 45 on MATLAB. The result of the critical point and the bifurcation types which is obtained to show the normalized damping parameter ( dan ) does not affect the change of fluxon stability at the limit of less than one. Parameter only affects the type of critical point and bifurcation that occurs, if = 0, for = 0 and = 0.4 the bifurcation occurs is a saddle-center, and if = 0.5 the bifurcation is a saddle-focus. Parameter affects the amplitude on the generated fluxon oscillation, if = 0 the fluxon amplitude is very small, whereas if = 0.4 the amplitude is larger. In each case, the fluxon stability is affected by the first harmonic supercurrents which is different sign, those are when > 0 the fluxon is always stable, whereas when < 0 fluxon is unstable at first but it tends towards to the point of its stability. Keywords: Superconduktor, Josephson Junction of type S/F/S, fluxon, analytically dynamics system dan bifurcation, ODE 45.
LEMBAR PENGESAHAN
Judul
: Analisis Bifurkasi Fluxon pada Persambungan Josephson Bertipe Superkonduktor-Feromagnetik-Superkonduktor (S/F/S)
Nama
: Hema Nur Amalia
NRP
: G74080040
Menyetujui, Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Husin Alatas
Dr. Tony Ibnu Sumaryada M.Si
NIP. 19710604 199802 1 001
NIP. 19720519 199702 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Fisika FMIPA IPB
Dr. Akhiruddin Maddu NIP. 19660907 199802 1 000
Tanggal Lulus:
ANALISIS BIFURKASI FLUXON PADA PERSAMBUNGAN JOSEPHSON BERTIPE SUPERKONDUKTORFEROMAGNETIK-SUPERKONDUKTOR (S/F/S)
HEMA NUR AMALIA G74080040
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana sains pada Departemen Fisika
DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2013
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, atas segala kemudahan yang telah diberikan-Nya bagi penulis dalam penyelesaian makalah tugas akhir yang berjudul “Analisis Bifurkasi Fluxon pada Persambungan
Josephson
Bertipe
Superkonduktor-Feromagnetik-Superkonduktor
(S/F/S)”. Makalah hasil penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains di Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Dalam makalah tugas akhir ini tertuang penjelasan mengenai penelitian yang dilakukan oleh penulis. Hal ini tak lepas dari kebaikan orang-orang di sekitar penulis. Maka sepatutnyalah penulis menghaturkan terima kasih kepada keluarga besar atas doa-doa dan pengharapannya yang tulus terutama ayah dan ibu penulis, kepada Bapak Dr. Husin Alatas dan Bapak Dr. Tony Ibnu Sumaryada, M.Si atas bimbingan dan pengarahan terkait tugas akhir ini, kepada civitas Fisika IPB, Bapak Drs. M. Nur Indro, M.Sc, Bapak Firman Permana, Bapak Jajang Juansah, S.Si, M.Si, Bapak Ardian Arief, M.Si, beserta rekanrekan Fisika IPB Rifka Dina Putri, S.Si, Masitoh, Epa Rosidah Apipah, rekan satu tim fisika teori, dan teman – teman Fisika 45 lainnya, kemudian kepada sahabat Ivan Muharriman Vidiarto, Rani Irawati, serta pihak-pihak yang telah berjasa besar dalam pembuatan makalah tugas akhir ini. Semoga makalah tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya dan dijadikan bahan pembelajaran. Penulis menyadari bahwa makalah ini ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis memohon maaf bila terjadi kesalahan atau kekurangan pada makalah ini.
Bogor, Januari 2013
Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 26 Januari 1990 dari pasangan M. Sulaiman Z. Panjaitan dan Martini Rahayu. Penulis mempunyai kakak bernama M. Suhaimi Darma Zakaria, serta dua adik bernama M. Nuzul Furqan dan Siti Nurhaliza. Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak hingga Sekolah Menengah Atas di Bogor, yaitu; TK IKAWATI, SDN Cibalagung 5, SMP Rimba Teruna, dan SMA Negeri 5 Bogor. Pada tahun 2008, penulis diterima menjadi mahasiswa IPB di Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Disamping kuliah, penulis mengikuti kursus networking CCNA di Cisco Networking Academy. Selain aktif mengikuti kegiatan akademik, penulis juga aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan di IPB seperti Himpunan Mahasiswa Fisika dan dalam kepanitiaan pada beberapa acara yang diselenggarakan oleh mahasiswa IPB.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ……………………………………………………………….….
iii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………………….
iv
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………..………
vi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……………………………………..………...……….... 1 1.2 Tujuan Penelitian ……………………………………………..………... 1 1.3 Rumusan Masalah ……………………………………………………… 1 1.4 Hipotesis ……………………………………………………………......
1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Superkonduktor ………………………………………………………... 2 2.2. Persambungan Josephson dan Fluxon-Statik ………………..………... 3 2.3. Shapiro Steps dan Persambungan Josephon bertipe Feromagnetik …… 5 2.4. Dinamika Sistem dan Bifurkasi ………….……………………………. 6 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ………………………………………..… 8 3.2 Peralatan ……………………………………………………………...… 8 3.3 Metode Penelitian ……………………………………………..……….. 8 3.3.1. Analisis Bifurkasi ………………………………………..……... 8 3.3.2. Analisis Numerik ………………………………………………... 8 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Dinamika Sistem ……………………………………………… 9 4.2 Analisis Numerik ………………………………………………………. 14 4.3 Analisis Bifurkasi .......………………………………………………….. 19 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ……………….…………………………………………..... 22 5.2 Saran ……………………………………………………………………
22
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………. 23 LAMPIRAN ………………………………………………………………………… 24
ii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Analogi bandul dengan persambungan Josephson ………………..……
5
Tabel 2. Hasil linearisasi dan harga eigen ketika
= 0 ……………………..…… 10
Tabel 3. Hasil linearisasi dan harga eigen ketika
= 0.4 …………………..……. 11
Tabel 4. Jenis titik kritis untuk kasus
= 0 ketika
Tabel 5. Jenis titik kritis untuk kasus
= 0.5 ketika
Table 6. Jenis titik kritis untuk kasus
= 0 ketika
Tabel 7. Jenis titik kritis untuk kasus
= 0.5 ketika
= 0 ……………………..…
12
= 0 ……………………...
12
= 0.4 …………….……......
13
= 0.4 ………………...….
13
iii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Hubungan antara resistivititas terhadap suhu ………………….........……
2
Gambar 2. Persambungan Josephson ………………………………………...........…… 3 Gambar 3. Persambungan Josephson yang dihubungkan ke arus DC …………....……. 3 Gambar 4 Hubungan nonlinier antara flux magnet dan rapat arus ................................
4
Gambar 5. Rangkaian listik yang setara dengan persambungan Josephson ……............ 4 Gambar 6. Grafik hubungan arus-tegangan hasil penelitian eksperimen untuk persambungan Josephson bertipe S/F/S yang menunjukkan terjadinya lompatan arus pada kelipatan estengah integer dari tegangan Josephson …………………………………........…....................... Gambar 7. Jenis titik kritis ketika
6
= 0 untuk kasus β = 0 dan β = 0.5 yang
menunjukkan perubahan jenis titik kritis jika divariasikan; a1. Untuk β = 0, ketika
=3
b1. Untuk β = 0.5, ketika Gambar 8. Jenis titik kritis ketika
=3
(a2) Ketika
= −3 .........................
14
(b2) Ketiks
= −3 ……...……...…
14
= 0.4 untuk kasus β = 0 dan β = 0.5 yang
menunjukkan perubahan jenis titik kritis jika divariasikan; a1. Untuk β = 0, ketika b1. Untuk β = 0.5, ketika
=3 =3
(a2) Ketika
= −3 …………..……
(b2) Ketika
= −3 ……...………... 15
15
Gambar 9. Hubungan waktu (t) dengan fase (∅) yang menunjukkan osilasi fluxon secara periodik untuk kasus β = 0 dan = 0 (a) hubungan t vs ∅ (b) hubungan t vs ∅ .………..….....……………………………………........……….….……......
16
Gambar 10. Hubungan waktu (t) dengan fase (∅) yang menunjukkan osilasi fluxon secara periodik untuk kasus β = 0 dan = 0.4 (a) hubungan t vs ∅ (b) hubungan t vs ∅ …………..………………………………………………………….............
17
Gambar 11. Hubungan waktu (t) dengan fase (∅) yang menunjukkan osilasi fluxon secara periodik untuk kasus β = 0.5 dan = 0 (a) hubungan t vs ∅ (b) hubungan t vs ∅ …………..………………………………………………………….............
17
Gambar 12. Hubungan waktu (t) dengan fase (∅) yang menunjukkan osilasi fluxon secara periodik untuk kasus β = 0.5 dan = 0.4 (a) hubungan t vs ∅ (b) hubungan t vs ∅ …………..………………………………………………………….............
17
iv
Gambar 13. Plot 3D hubungan waktu (t) dengan fase (∅ dan ∅ ) yang menunjukkan fluxon stabil secara periodik jika = 0 (a) ketika = 0 (b) ketika = 0.4 …………..………………………………………………………….............
18
Gambar 14. Plot 3D hubungan waktu (t) dengan fase (∅ dan ∅ ) yang menunjukkan fluxon stabil secara periodik jika = 0 (a) ketika = 0 (b) ketika = 0.4 …………..…………………………………………………………............. Gambar 15. Diagram bifurkasi ketika
= 0 dengan titik kritis (∅ , ∅ ) :
a. (0,0); b. ( c.
+ cos
, 0) ;
( + 1) − cos
a1 ketika
= 0, a2 ketika
= 0.5 ............. 20
b1 ketika
= 0, b2 ketika
= 0.5 ……....
, 0 ; c1 ketika
Gambar 16. Diagram bifurkasi ketika
18
= 0,c2 ketika
20
= 0.5 ............ 20
= 0.4 dengan titik kritis (∅ , ∅ ) :
a1 ketika
= 0, a2 ketika
= 0.5 ………………...
21
b. (0.08021533 ,0); b1 ketika
= 0, b2 ketika
= 0.5 …………………
21
c. (2.779596 ,0);
= 0, c2 ketika
= 0.5 .…....…………..
21
a. (0,0);
c1 ketika
v
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran A. Analisis Dinamika Sistem ketika
= 0 ...………................................ 25
Lampiran B. Analisis Dinamika Sistem ketika
= 0.4 .……………………...…... 29
Lampiran C. Persamaan untuk Diagram Bifurkasi ketika
= 0 ...……..…...….…. 30
Lampiran D. Persamaan untuk Diagram Bifurkasi ketika
= 0.4 .…..…...…….... 33
Lampiran E. Sintaks Analisis Numerik Menggunakan ODE45 ……………….........
34
Lampiran F. Gambar Hasil Analisis Numerik untuk Nilai 10
35
<
< 10 ………
vi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Superkonduktivitas merupakan gejala yang menarik untuk dipelajari dan diamati. Salah satu keuntungan dari penggunaan superkonduktor adalah tidak adanya energi yang terbuang ketika menghantarkan arus listrik karena resistansi nol. Selain itu, superkonduktor dapat digunakan untuk mengamati adanya perubahan medan magnet dengan sensitivitas yang tinggi pada persambungan Josephson (Josephson junction).1 Persambungan Josephson adalah persambungan dua buah superkonduktor yang dipisahkan oleh material penghubung yang mampu membangkitkan osilasi tegangan dengan frekuensi tinggi, yakni mencapai 1010 – 1011 Hz. Sistem ini telah banyak digunakan dalam peningkatan performa piranti teknologi, seperti detektor (SQUID), dan perangkat switching cepat untuk rangkaian digital serta telah digunakan untuk mendeteksi radiasi inframerah.2 Karakteristik penting pada persambungan Josephson adalah kehadiran fluxon yang merupakan kuantitas tak berdimensi. Fluxon merupakan perbandingan antara fluxmagnet dengan kuantum flux-magnet akibat adanya arus super yang melewati persambungan Josephson.3 Dengan semakin berkembangnya teknologi superkonduktor, maka perlu dilakukan penelitian guna mempelajari kestabilan fluxon pada persambungan Josepson. Dalam penelitian ini dilakukan analisis bifurkasi melalui pendekatan dinamika sistem dan perhitungan numerik menggunakan metode beda hingga yang telah tersedia dalam bentuk aplikasi MATLAB ODE45.
Persambungan Josephson bertipe superkoduktor-feromagnetiksuperkonduktor (S/F/S) adalah persambungan yang terdiri dari dua lapis superkonduktor yang berdekatan dan dipisahkan oleh penghubung berupa bahan feromagnetik yang disusun seperti pada Gambar 2 (halaman 3). Secara fenomenologis pada transisi dari 0-state menjadi π-state pada sistem S/F/S diduga turut pula berperan arus-super harmonik kedua. Arus ini terkait dengan gejala Shapiro Steps sebagai akibat adanya perubahan temperatur pada persambungan. Gejala Shapiro Steps yang dimaksud memiliki karakteristik pada temperatur transisinya, yakni terjadi lompatan arus pada kelipatan setengah dari bilangan bulat tegangan Josephson.4 Dinamika fluxon yang terkait dengan kehadiran arus-super harmonik kedua diberikan oleh persamaan double sineGordon (dsG). 5
1.2 Tujuan Penelitian Menganalisis bifurkasi fluxon pada persambungan Josephson bertipe S/F/S guna mengetahui perubahan kestabilan fluxon jika dilakukan variasi parameter redaman yang terdapat pada persambungan ketika dilewati arus eksternal. Analisa dilakukan secara analitik menggunakan pendekatan dinamika sistem dan juga secara numerik menggunakan Matlab dengan metode ODE45.
1.3 Perumusan Masalah Bagaimana pengaruh variasi parameter redaman terhadap bifurkasi dan kestabilan fluxon yang terjadi pada dinamika persambungan Josephson bertipe S/F/S.
1.4 Hipotesis Variasi parameter yang terkait dengan kehadiran fluxon di persambungan Josephson bertipe S/F/S, tetap menunjukkan hasil yang stabil jika parameter redaman ternormalisasi divariasikan pada batas kurang dari satu, dimana pada keadaan ini terkait underdamped.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Superkonduktor Superkonduktor merupakan bahan material yang memiliki hambatan listrik bernilai nol pada suhu yang sangat rendah. Artinya superkonduktor dapat menghantarkan arus walaupun tanpa adanya sumber tegangan. Resistivitas suatu bahan superkonduktor bernilai nol jika berada pada suhu kritis atau di bawah suhu kritisnya. Ketika suhu diturunkan maka secara bertahap hambatan listrik akan berkurang, dan ketika mencapai suhu tertentu tiba-tiba hambatannya turun hingga menjadi nol.6,7 Teori tentang superkonduktor yang lebih terinci diajukan oleh Barden, Cooper dan Schrieffer dalam teori BCS yang akhirnya memenangkan hadiah Nobel. Dalam teori ini dikatakan bahwa elektron-elektron pada superconducting state selalu berpasang-pasangan dan seluruhnya berada dalam keadaan kuantum yang sama, pasangan-pasangan ini disebut pasangan Cooper. Pada superconducting state (dimana < , < , dan < ), muatan pembawa yang terdiri dari pasangan-pasangan Cooper dapat bergerak tanpa hambatan dalam superkonduktor.8 Elektron dalam pasangan Cooper dapat dipandang sebagai partikel tunggal. Karena kedua elektron tersebut memiliki spin berlawanan, maka spin total
Gambar 1. Hubungan antara resistivititas terhadap suhu.3
pasangan Cooper tersebut adalah nol. Dengan demikian, pasangan Cooper bertindak seperti partikel boson yang tidak mematuhi prinsip larangan Pauli, sehingga di dalam keadaan kuantum yang sama dan dengan energi yang sama terdapat sejumlah pasangan Cooper. Selain itu kedua elektron di dalam pasangan Cooper memiliki momentummomentum linier yang sama dan berlawanan, yang mengakibatkan momentum total nol untuk pasangan Cooper.9 Sifat lain dari superkonduktor yaitu bersifat diamagnetisme sempurna. Jika sebuah superkonduktor ditempatkan pada medan magnet, maka superkonduktor akan menolak medan magnet tersebut. Hal ini terjadi karena superkonduktor menghasilkan medan magnet yang berlawanan arah dengan medan magnet luar yang diberikan. Efek yang sama dapat diamati jika medan magnet diberikan pada bahan dalam suhu normal kemudian didinginkan sampai menjadi superkonduktor, maka medan magnet akan ditolak ketika mencapai suhu kritis atau lebih kecil dari suhu kritisnya. Efek ini dinamakan Efek Meissner. Efek tersebut sangat kuat sehingga sebuah magnet dapat melayang karena ditolak oleh superkonduktor. Tetapi, medan magnet luar tidak boleh terlalu besar, apabila medan magnetnya terlalu besar, maka efek Meissner akan hilang dan material akan kehilangan sifat superkonduktivitasnya.2,8 Superkonduktor kini telah banyak digunakan dalam berbagai bidang. Karena apabila hambatan nol, maka tidak ada energi yang hilang pada saat arus mengalir, sedangkan apabila ada hambatan arus akan terbuang menjadi panas. Beberapa contoh dari aplikasi penggunaan material superkonduktor adalah: kereta magnet (MAGLEV), generator listrik super-efisien, supercomputer, SQUID, MRI, dan motor listrik superkonduktor.8
3
Gambar 2. Persambungan Josephson.10 2.2 Persambungan Josephson dan
Fluxon Statik Persambungan Josephson adalah piranti superkonduktor yang memiliki kemampuan untuk membangkitkan osilasi tegangan dengan frekuensi tinggi, yaitu antara 1010 – 1011 siklus per detik. Persambungan Josephson memiliki prospek yang sangat menjanjikan untuk diterapkan sebagai detektor (SQUID), dan perangkat switching cepat untuk rangkaian digital. Persambungan Josephson dapat mendeteksi potensi listrik sekecil 10 volt, dan telah digunakan untuk mendeteksi radiasi infra merah dari galaksi yang jauh.2 Persambungan Josephson terdiri dari dua bahan superkonduktor yang berdekatan dan dipisahkan oleh penghubung yang lemah (weak link) (Gambar 2). Penghubung dapat berupa isolator, konduktor, semikonduktor, ataupun superkonduktor lemah.2,1 Jika penghubung (weak link) di antara superkonduktor cukup tipis, katakanlah 20-10 Å, maka dapat terjadi penerobosan oleh pasangan Cooper meskipun tidak ada tegangan luar, dan menciptakan arus di dalamnya.10 Kehadiran arus pada gilirannya akan mengakibatkan munculnya “Fluxon” yang merupakan perbandingan antara flux magnet dengan kuantum flux magnet.
2.2.1
Hubungan Josephson
Gambar 3. Persambungan Josephson yang dihubungkan ke sumber arus DC.10
Jika persambungan Josephson terhubung ke sumber arus DC (Gambar 3), arus tetap ( > 0) akan melewati persambungan. Dengan menggunakan mekanika kuantum, dapat ditunjukkan bahwa jika arus ini kurang dari arus kritis (Ic), maka tidak ada tegangan yang akan muncul di persambungan.2 Dalam hal ini, persambungan bertindak seolaholah memiliki hambatan nol, tetapi fase dari kedua bahan superkonduktor tersebut akan terpisah dengan perbedaan fase yang konstan ∅ = ∅ − ∅ , fase ∅ ini memenuhi hubungan fase-arus Josephson: 2,10 = sin ∅ (1) Persamaan (1) menunjukkan bahwa perbedaan fase akan meningkat ketika arus bias I ditingkatkan. Ketika I melebihi Ic, perbedaan fase konstan tersebut tidak dapat lagi dipertahankan dan tegangan akan muncul di persambungan. Fase pada dua sisi persambungan mulai berubah terhadap waktu, dengan mengikuti hubungan tegangan-fase Josephson:2 ħ (2) = ∅̇ dimana V adalah tegangan sesaat di persambungan, ħ = h/2π, dan e adalah jumlah muatan elektron.2 Beda fase pada Persamaan (2) memiliki kaitan dengan flux magnet yang terjadi akibat arus super Josephson, yang dapat dituliskan kembali dalam bentuk sebagai berikut:10 = (3) Dengan ∅ = 2 Φ⁄Φ dan Φ = ℎ⁄2 = 2.064 10 Wb didefinisikan sebagai kuantitas flux magnet. Sehingga, dari Persamaan (1) dan (3) terlihat bahwa hubungan antara flux magnet dengan arus memiliki hubungan sebagai berikut: 3,10
4
0 I sin 1 2 Ic
(4)
Hubungan flux-arus, dapat ditunjukkan pada Gambar 4. Jika tegangan pada persambungan Josephson adalah nol ( = 0) dari Persamaan (2), maka beda fase akan konstan. Kondisi ini mengimplikasikan bahwa rapat arus ⁄ tetap ada meskipun tidak ada tegangan luar. Fenomena ini disebut dengan efek Josephson DC yang diprediksikan oleh Bryan D. Josephson pada tahun 1962. Kemudian teoretis ini dibuktikan secara eksperimen oleh Anderson dan Powell pada tahun 1963.3,10 Misalkan yang diberikan pada persambungan tersebut adalah konstan atau ( = ), maka integrasi Persamaan (2) menghasilkan ∅ = ∅ + 2 ⁄ℎ, sehingga arus I menjadi :10 = sin ∅ + (5) Persamaan (5) menunjukkan bahwa di dalam persambungan superkonduktor muncul arus AC dengan frekuensi persatuan tegangan ( ⁄ = 2 ⁄ℎ = 483,6 / ).10 Melihat besarnya frekuensi arus AC yang dihasilkan, maka dapat disimpulkan bahwa jika terdapat perubahan tegangan meskipun sedikit, dapat memberikan perubahan frekuensi yang sangat signifikan. Gejala inilah yang dimanfaatkan dalam piranti berbasis SQUID.3
Gambar 4. Hubungan nonlinier antara flux magnet dan rapat arus ( ⁄ ).10
2.2.2 Rangkaian yang Setara Persamaan (1) hanya berlaku untuk supercurrent yang dibawa oleh pasangan elektron. Pada umumnya, arus total yang melalui persambungan pun akan mengandung kontribusi dari arus perpindahan dan arus biasa. Arus perpindahan digambarkan oleh sebuah kapasitor, sedangkan arus biasa digambarkan oleh sebuah resistor pada rangkaian ekivalen seperti ditunjukkan pada (Gambar 5). Model ini pertama kali dianalisis oleh Stewart, kemudian oleh McCumber (1968).2 Dengan menerapkan hukum Kirchhoff tegangan dan arus. Untuk rangkaian paralel, tegangan jatuh pada masing-masing cabang harus sama. Dari sini dapat dinyatakan bahwa semua tegangan pada rangkaian tersebut sama dengan V, yaitu tegangan di persambungan, maka arus yang melalui ̇ , ( ̇ = ), kapasitor sama dengan kemudian arus yang melalui resistor ⁄ , dan jumlah dari sama dengan arus-arus tersebut dengan supercurrent (Ic sin ∅) harus sama dengan arus bias I, yaitu :2 ̇ + + sin ∅ = (6) Persamaan (6) ditulis kembali menggunakan hubungan perbedaan fasa dari Persamaan (2), hasilnya sebagai berikut:2 ħ ħ ∅̈ + ∅̇ + sin ∅ = (7) Persamaan (7) dapat disamakan dengan persamaan yang mengatur pendulum teredam yang dikendalikan oleh torsi konstan. Persamaan untuk pendulum teredam itu adalah:2 ̈+ ̇+ sin = Γ
Gambar 5. Rangkaian listrik yang setara dengan persambungan 2
5
Tabel 1. Analogi bandul dengan persambungan Josephson.2 Bandul Sudut ( ) Kecepatan angular ( )̇ Massa (m) Torsi (Γ) Konstanta Redaman (b) Torsi Maksimum Gravitasi (mgL)
Analogi mekanika tersebut ditampilkan pada tabel 1. Analogi ini sering terbukti berguna dalam memvisualisasikan dinamika persambungan Josephson. Sullivan dan Zimmerman (1971) sebenarnya membangun analogi mekanika tersebut, dan mengukur tingkat rotasi rata-rata dari pendulum sebagai fungsi dari torsi yang diterapkan. Hal ini analog dengan kurva IV (kurva arus-tegangan) pada persambungan Josephson.2 Berikut beberapa nilai parameter yang biasa digunakan untuk persambungan Josephson, arus kritis berada pada kisaran ≈ 1μ − 1 , sementara untuk tegangan biasanya sebesar 1mV ( = 1 ). Karena 2e/h ≈ 4.83x1014 Hz/V, frekuensi yang muncul berada dalam kisaran 1011 Hz. Sedangkan skala panjang untuk persambungan Josephson sekitar 1µm, tapi ini tergantung pada geometri dan jenis penghubung yang digunakan.2
2.2.3 Perumusan tidak Berdimensi Jika Persamaan (4) dibagi dengan Ic, dan kita definisikan suatu besaran waktu yang tidak berdimensi (dimensionless time) sebagai berikut:2 = (9) ħ maka diperoleh persamaan yang tidak berdimensi : ∅̈ + ∅̇ + sin ∅ = (10) dimana ∅̇ = ∅
, dengan β adalah :
Persambungan Josephson Perbedaan fasa (∅) Tegangan (ħ 2 ∅̇) Kapasitansi ( C ) Arus bias (I) Konduktansi (1 ) Arus Kritis ( )
= ħ Besaran ini disebut sebagai parameter McCumber. Parameter β dapat dianggap seperti sebuah kapasitansi tak berdimensi. Nilai tergantung pada ukuran, geometri, dan jenis penghubung yang digunakan dalam persambungan Josephson, dan berkisar dari ≈ 10 sampai ≈ 10 .2 Pada kasus ini nilai dibatasi untuk kasus << 1, dimana dapat diabaikan setelah transien awal yang cepat. Maka Persamaan (10) menjadi osilator tak seragam:2 ∅̇ =
− sin ∅ (12)
Dari Persamaan (12), dapat terlihat fluxon yang terkait dengan beda fase cenderung menuju titik tetap yang stabil ketika < , dan bervariasi secara periodik ketika > .2
2.3 Shapiro Steps dan Persambungan Josephon bertipe Feromagnetik Dalam jurnal yang berjudul “HalfInteger Shapiro Steps at the 0-π Crossover of a Ferromagnetic Josephson junction”, yang dipublikasikan oleh Sellier menyebutkan hasil penelitian persambungan Josephson bertipe S/F/S yang menggunakan bahan Nb/CuNi/Nb. Mereka meneliti hubungan arus terhadap tegangan pada persambungan, menganalisis penurunan arus super
6
Gambar 6. Grafik hubungan arus-tegangan hasil penelitian eksperimen untuk persambungan Josephson bertipe S/F/S yang menunjukkan terjadinya lompatan arus pada kelipatan stengah integer tegangan Josephson.4 menggunakan eksitasi frekuensi tinggi, dan mengamati bentuk fraksional Shapiro Steps (Gambar 6). Kemudian secara fenomenologis, diduga bahwa gejala fraksionalisasi ini disebabkan oleh kehadiran hubungan arus-fasa berharmonik tinggi yaitu sin 2∅.4 Sellier mengungkapkan bahwa untuk sistem persambungan Josephson yang terdiri atas superkonduktor-feromagnetiksuperkonduktor atau S/F/S muncul gejala Half-Integer Shapiro Steps terkait yang memiliki karakteristik berbeda pada temperatur tertentu, yakni lompatan arus terjadi pada kelipatan setengah integer dari tegangan Josephson (Gambar 6). Temperatur yang dimaksud berkaitan dengan transisi persambungan Josephson dari tipe-0 ke tipe-π, dimana kedua tipe tersebut berbeda dalam keadaan energi dasarnya. Hal ini menunjukkan bahwa munculnya kelipatan setengah bilangan bulat dari tegangan Josephson merupakan konsekuensi dari kontribusi hubungan arus-fasa dengan arus-super harmonik kedua sin 2∅ di persilangan 0-π pada persambungan Josephson S/F/S, sehingga:3,4 = sin ∅ + sin 2∅ (13) Adanya kehadiran hubungan arus-fasa berharmonik terkait dengan persamaan double sine-Gordon (dsG):5 − + sin ∅ + sin 2∅ − = 0 dimana γ adalah arus eksternal, l adalah setengah panjang dari persambungan,a1 dan a2 adalah amplitudo yang dinormalisasi dari harmonik pertama dan kedua arus Josephson. Semua besaran tidak berdimensi.5
2.4 Dinamika Sistem dan Bifurkasi Dinamika suatu sistem fisis dapat digambarkan oleh suatu set persamaan diferensial biasa yang merupakan fungsi satu variabel. Dimana permodelan tersebut harus memiliki sifat dinamis (berubah terhadap waktu) dan autonomous. Konsep mengenai persamaan differensial biasa, ruang-fasa, titik kritis serta stabilitasnya merupakan hal yang fundamental dalam dinamika sistem.11,12 Bifurkasi adalah proses perubahan trayektori yang terjadi disekitar titik kritis, bifurkasi dicirikan dengan adanya perubahan jumlah titik kritis serta jenisnya akibat perubahan parameter yang terkandung di dalam suatu sistem persamaan.11 Titik kritis merupakan titik keseimbangan yang yang dimiliki oleh suatu dinamika sistem, titik-titik ini digunakan untuk menjelaskan bagaimana fenomena struktur dari dinamika sistem tersebut. Titik kritis ditentukan dengan mengenali persamaan differensial pembentuk dinamika sistem yang bersifat autonomous (berdiri sendiri).12 Sebuah persamaan diferensial biasa (PDB) bersifat autonomous jika di dalamnya tidak terdapat kebergantungan terhadap variabel secara eksplisit, hal tersebut dapat ditinjau sebagai berikut:11 ̇ = ( ) (15) Kemudian dituliskan dalam bentuk yang lebih eksplisit sebagai berikut:
7
̇ = ,… ⋮ (16) ̇ = ,… Jika terdapat titik-titik = , yang diakibatkan = , ,…, , ,…, , 0 secara serempak, maka set titik tersebut dinamakan sebagai titik kritis { ̇ = 0} . yang terkait dengan Berdasarkan kenyataan ini, sebuah titik kritis dalam ruang-fasa terkait dengan solusi stasioner.11 Untuk menganalisis bifurkasi suatu sistem, sebelumnya perlu diketahui karakteristik dari titik kritis sistem persamaan terkait yakni dengan melakukan ekspansi Taylor terhadap di sekitar = , hingga orde pertama saja:11 ̇ =∑ ( − , ) + ,
Dengan memanfaatkan linierisasi Persamaan (17), dilanjutkan dengan menentukan harga eigen. Harga eigen dibutuhkan untuk mengetahui karakteristik dari titik kritis, sehingga, dapat dianalisis jenis bifurkasi yang terjadi dalam sistem. Untuk menentukan harga eigen, Persamaan (16) dituliskan kembali kedalam bentuk persamaan matriks berikut:11 ̇= (18) dengan ≡ ( … ) (18a) … ⎡ ⎤ ⎢ (18b) ≡ ⋮ ⋱ ⋮ ⎥ ⎢ ⎥ … ⎣ ⎦ A merupakan matriks NxN yang diasumsikan sebagai matriks nonsingular (det A ≠ 0). Kemudian harga eigen bagi matriks A dapat ditentukan dengan menyelesaikan persamaan berikut: = (19) dimana λ merupakan harga eigen terkait yang dapat diperoleh dengan memecahkan persamaan karakteristik berikut:11 det( − ) = 0 (20)
Setelah diperoleh harga eigen dari sistem terkait, dapat dilakukan analisis untuk mengetahui jenis titik kritis dan analisis bifurkasi yang terjadi pada sistem. Karakteristik dari titik kritis, yaitu : titik node, jika harga eigen bernilai riil dengan , > 0 atau , < 0. Dimana ketika , >0 disebut titik node atraktor negatif, sedangkan ketika , < 0 disebut titik node atraktor positif. Selanjutnya, disebut titik sadel jika harga eigen bernilai riil dengan > 0, < 0, atau sebaliknya. Titik center, jika harga eigen bernilai imajiner ( = , = − ). Dan titik fokus, jika harga eigen merupakan bilangan kompleks ( = + dan = − , dengan ≠ 0). Dimana pada kasus >0 disebut titik fokus atraktor negatif, sedangkan pada kasus < 0 disebut (17) titik fokus atraktor positif.11 Selain jenis titik kritis dapat pula dianalisis kestabilan suatu sistem dari harga eigennya. Jika kedua nilai eigen bernilai real positif, real negatif, atau berupa bilangan kompleks dengan < 0, maka sistem dikatakan stabil. Kemudian, jika harga eigen satu bernilai positif dan yang lain bernilai negatif, atau bilangan kompleks dengan > 0, maka sistem tidak stabil. Sedangkan jika harga eigen berupa bilangan kompleks dengan = 0 sistem dikatakan stabil netral. Untuk jenis bifurkasi terdiri dari empat jenis, pertama, bifurkasi SadelNode yang dicirikan oleh munculnya dua atau lebih titik kritis. Kedua, bifurkasi Trans-Kritikal yang dicirikan dengan jumlah titik kritis yang terlibat dalam proses tetap, tetapi mengakibatkan perubahan karakteristik kestabilannya. Ketiga, bifurkasi PitchFork yang dicirikan dengan bertambahnya titik kritis, misalnya dari satu titik kritis menjadi tiga titik, dimana untuk titik kritis yang ada sebelumnya berubah karakteristik stabilitasnya dari stabil menjadi tidak stabil, sedangkan untuk titik kritis yang baru bersifat stabil. Dan yang keempat, bifurkasi Hopf, bifurkasi ini digunakan untuk
sistem PDB dua dimensi dan bergantung pada suatu parameter. Bifurkasi ini pada dasarnya melibatkan trayektori yang bersifat periodik dimana terjadi perubahan jenis titik kritis dari titik fokus dengan atraktor positif menjadi atraktor negatif disertai dengan kemunculan limit cycle.11
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.3.1 Analisis Bifurkasi Persamaan untuk persambungan Josephson bertipe S/F/S merupakan persamaan differensial yang bersifat autonomous dan dipengaruhi oleh beberapa parameter terkait. Persamaan tersebut dianalisis dengan mencari titik kritisnya menggunakan Persamaan (16), kemudian dilinearisasi menggunakan ekspansi Taylor (Persamaan 17) dan diperoleh harga eigen menggunakan Persamaan (20), untuk mengetahui jenis titik kritis serta bifurkasi yang terbentuk dari persamaan tersebut.
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika Teori dan Komputasi, Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor dari bulan Januari 2012 sampai dengan Oktober 2012. 3.2 Peralatan Peralatan yang digunakan adalah sebuah netbook dengan processor Intel Atom @ 1.66GHz (2 CPUs), 1024MB RAM. Software yang digunakan dalam penelitian ini adalah MS. Office 2010 dan MATLAB R2008b. Sebagai pendukung penulis menggunakan sumber literatur, yaitu jurnal-jurnal ilmiah, buku-buku, dan sumber-sumber lain yang terkait. 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini dimulai dengan mempelajari karakteristik superkonduktor, persambungan Josephson, gejala Shapiro Steps, dan persambungan Josephson bertipe S/F/S untuk mengetahui bagaimana persamaan sistem pada persambungan tersebut. Teori-teori ini digunakan untuk mendukung pengolahan data ataupun analisis hasil pengolahan data. Analisis bifurkasi fluxon pada persambungan Josephson bertipe SFS menggunakan pendekatan dinamika sistem (hal. 10). Selain itu dilakukan pula analisis secara numerik menggunakan metode ODE 45.
3.3.2 Analisis Numerik menggunakan MATLAB Analisis numerik dilakukan menggunakan MATLAB dengan metode ODE 45 (Ordinary Differential Equation 45). Ordinary Differential Equation adalah persamaan yang memiliki turunan orde dari variabel bebas.13 Dari analisis numerik ini diperoleh gambar yang menunjukkan jenis titik kritis, dan grafik yang menunjukkan osilasi yang terjadi pada sistem. ODE 45 merupakan salah satu pemecah (solver) standar matlab untuk persamaan differensial biasa.14 Fungsi ini menerapkan metode runge-kutta dengan langkah waktu variabel untuk efisiensi perhitungan. ODE 45 dirancang untuk menangani masalah umum berikut:15 = ( , ), ( ) = (21) Dimana t adalah variable bebas, x adalah vektor dari variabel dependen yang akan ditentukan, dan ( , ) adalah fungsi dari t dan x. Masalah matematika ditentukan ketika vektor yang fungsinya di sisi kanan dari Persamaan (21) diatur dengan kondisi awal, = saat t0 diberikan.15
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Dinamika Sistem Pada penelitian ini, dilakukan analisis dinamika sistem untuk persambungan Josephson bertipe S/F/S dengan melakukan modifikasi pada Persamaan (10), yaitu berupa penambahan suku sin 2∅ yang terkait dengan gejala half-integer Shapiro Steps. Sehingga Persamaan (10) menjadi sebagai berikut: ∅̈ + ∅̇ +
sin ∅ +
sin 2∅ =
(22)
Persamaan (22) merupakan persamaan yang tak berdimensi dan merupakan persamaan nonlinier yang autonomous, maka dapat dianalisis kestabilan dan bifurkasinya menggunakan pendekatan dinamika sistem. Dimana ∅ merupakan beda fase, dan adalah arus-super harmonik pertama dan kedua, berbanding lurus dengan kapasitansi dan hambatan kuadrat, dan arus eksternal ( = ⁄ ). Parameter dan merupakan parameter redaman ternormalisasi. Analisis dinamika sistem dilakukan untuk mengetahui karakteristik dari persambungan Josephson bertipe S/F/S dengan menggunakan konsep kestabilan yang sama untuk persambungan Josephson biasa. Pada persambungan Josephson, fluxon yang terkait dengan beda fase cenderung menuju titik stabil jika dan lebih kecil dari satu. Penelitian ini menganalisis kasus dengan melakukan variasi parameter = 0 dan = 0.5, untuk kondisi = 0 dan = 0.4. Besar arus eksternal ditentukan dari ⁄ dengan = 0.5 pada rentang 1μA − 1mA, sedangkan = 0.2 dan = 0 karena < .
Dari Persamaan (22) pada kondisi = 0 titik kritisnya adalah: (∅ , ∅ ) = (0,0); ( + cos ( ⁄2 ) , 0) ; dan ( ( + 1) − cos ( ⁄2 ) , 0) yang diperoleh dari solusi analitik Persamaan (22). Sedangkan pada kondisi = 0.4 titik kritisnya adalah (∅ , ∅ ) = (0,0) ; (0.08021533 ,0); dan (2.779596 ,0). Nilai tersebut diperoleh secara numerik dengan nilai = 3 dan = 1. Kemudian diperoleh juga hasil linearisasi dan harga eigennya yang disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3.
+ cos
( + 1) − cos
(
0,0
2
, 0)
Titik Kritis (∅ , ∅ )
,0
2
+ 2
∅ ̇ = − + 4 −
3 2
n ganjil;
∅̇ = − 4
3 + 2
n genap
∅̇ = ∅
∅ ̇ = − + 4
n genap;
−
n ganjil
∅ − ∅ ∅
∅ − ∅
∅ − ∅
∅ − ∅
+ 2 )∅ − ∅
∅̇ = ∅
∅ ̇ = − 4
∅ ̇ = −(
∅̇ = ∅
Linearisasi
Tabel 2. Hasil linearisasi dan harga eigen ketika
=0
,
,
,
,
=
n ganjil
±
n genap;
±
±
− 4 − 8 2
n genap;
±
n ganjil
− ±
=
=
,
=
=
Harga Eigen
10
(2.779596 ,0)
(0.08021533 ,0)
0,0
(∅ , ∅ )
Titik Kritis
∅ ̇ = −[ (0.99882347 ) + (1.99059329 )]∅ − ∅
∅̇ = ∅
∅ ̇ = −(0.99999902 + 1.99999216 )∅ − ∅
∅̇ = ∅
∅ ̇ = −( + 2 )∅ − ∅
∅̇ = ∅
Linearisasi
,
,
=
− ±
,
= 0.4
− ±
=
Tabel 3. Hasil linearisasi dan harga eigen ketika
− ±
− 4( + 2 ) 2
− 4 (0.99882347 ) + (1.99059329 ) 2
− 4(0.99999902 + 1.99999216 ) 2
=
Harga Eigen
11
12
Solusi dari harga eigen yang diperoleh digunakan untuk menganalisis jenis titik kritis ketika = 0 dan = 0.5 pada kondisi = 0 dan = 0.4. Dari kasus tersebut dilihat perubahan nilai harga eigen dan jenis titik kritisnya jika parameter divariasikan dari positif ke negatif ( = ±3), sedangkan tetap ( = 1).
Kondisi berbeda tanda berkaitan dengan arus-super harmonik pertama sin ∅ yang berlawanan arah. Untuk > 0 terkait dengan 0-state, sedangkan <0 terkait dengan π-state persambungan Josephson S/F/S. Tabel 4 sampai Tabel 7 menyajikan hasil analisis jenis titik kritis.
= 0 ketika
Tabel 4. Jenis titik kritis untuk No.
Titik Kritis (∅ , ∅ )
1.
0,0
Harga Eigen 3
,
-3
3 2.
((
+ cos
, 0) -3
3 -3 3.
( + 1) − cos
,
,0
2
3 -3
,
Tabel 5. Jenis titik kritis untuk No.
Titik Kritis
1.
(0,0)
,
-3 3 2.
= ±1
Sadel
n ganjil = ± 2.345 n genap , = ± 2.345 n ganjil , = ± 3.39 n genap , = ± 3.39 n ganjil , = ±2.55
(0.08021533 ,0)
,
3 (2.779596 ,0) -3
Sadel Center Sadel Sadel
n genap = ± 3.81 n ganjil , = ± 3.54 n genap = ± 4.53
= 0 ketika
Center Sadel Center
= 0.4 Jenis Titik Kritis Center
= ±1
Sadel
= ± 2.236
Center
= ±1
Sadel
= ± 2.236
Center
= ±1
Sadel
, ,
Center
= ± 2.236 ,
-3 3.
Center
Harga Eigen 3
Jenis Titik Kritis
= ± 2.236 ,
,
=0
,
13
berubah menjadi titik sadel saat = −3 untuk setiap titik kritisnya. Sedangkan untuk kasus = 0.5 disajikan oleh Tabel 6 dan Tabel 7. Dari Tabel 6 dan 7 di bawah ini, dapat dilihat jenis titik kritis ketika = 3 adalah titik fokus dan mengalami perubahan menjadi titik sadel ketika = −3.
Hasil analisis harga eigen di atas menunjukkan terjadinya perubahan jenis titik kritis ketika arus-super harmonik pertama divariasikan dari positif ke negatif untuk kondisi = 0 maupun = 0.4. Tabel 4 dan 5 menunjukkan jenis titik kritis kasus = 0. Saat = 3 titik kritisnya adalah titik center yang
= 0.5 ketika
Tabel 6. Jenis titik kritis untuk No.
Titik Kritis (∅ , ∅ )
1.
0,0
Harga Eigen 3
Fokus
= ±1.03
Sadel
n ganjil = −0.25 ± 2.33
Fokus
n genap = −0.25 ± 2.36
Sadel
n ganjil = −0.25 ± 3.38
Fokus
,
n genap = −0.25 ± 3.40
Sadel
,
n ganjil = −0.25 ± 2.56
Sadel
n genap = −0.25 ± 3.79
Fokus
n ganjil = −0.25 ± 3.54
Sadel
n genap = −0.25 ± 4.52
Fokus
,
,
3 2.
+ cos
,
, 0) ,
-3
3 -3 3.
( + 1) − cos
2
,
,0 3
,
-3
,
Tabel 7. Jenis titik kritis untuk No.
Titik Kritis
1.
(0,0)
2. 3.
(0.08021533 ,0) (2.779596 ,0)
= 0.5 ketika
Harga Eigen 3
,
-3 3
, ,
-3 3 -3
, , ,
Jenis Titik Kritis
= −0.25 ± 2.22
,
-3
((
=0
= 0.4 Jenis Titik Kritis
= −0.25 ± 2.22
Fokus
= −0.25 ± 1.03
Sadel
= −0.25 ± 2.22
Fokus
= −0.25 ± 1.03
Sadel
= −0.25 ± 2.22
Fokus
= −0.25 ± 1.03
Sadel
14
Dari hasil yang diperoleh terlihat bahwa untuk <1 tidak mempengaruhi jenis titik kritis, karena tidak terjadi perubahan jenis titik kritis ketika divariasikan. Tetapi ketika divariasikan terjadi perbedaan jenis titik kritis pada kondisi > 0, yakni titik center untuk kasus = 0 dan titik fokus untuk kasus = 0.5. Perbedaan jenis titik kritis tersebut memperlihatkan terjadinya perubahan kestabilan fluxon, yakni ketika > 0 fluxon stabil dan ketika < 0 fluxon tidak stabil. 4.2 Analisis Numerik Setelah diperoleh hasil analitik, dilakukan analisis numerik menggunakan metode ODE 45 untuk perbandingan. Dari solusi numerik diperoleh beberapa gambar yang
∅
menunjukkan jenis titik kritis. Gambar 7 dan 8 menunjukkan terjadinya perubahan jenis titik kritis untuk = 0 dan = 0.4 ketika dilakukan variasi yang sama, yakni = 3 dan = −3, kemudian = 0 dan = 0.5. Untuk kasus = 0, dengan =3 diperoleh gambar titik center (Gambar 7a1) dan saat = −3 terbentuk titik sadel yang menuju ke titik center (Gambar 7a2). Kemudian untuk kasus = 0.5, ketika = 3 menunjukkan titik fokus (Gambar 7b1) dan saat = −3 menunjukkan titik sadel yang menuju ke titik fokus (Gambar 7b2). Hasil solusi numerik yang diperoleh memperlihatkan bahwa pada kondisi < 0, fluxon mengalami perubahan kestabilan dari kondisi tidak stabil menjadi stabil.
∅
∅
∅
(a1)
∅
(a2)
∅
∅ (b1)
∅ (b2)
Gambar 7. Jenis titik kritis ketika = 0 untuk kasus = 0 dan = 0.5 yang menunjukkan perubahan jenis titik kritis jika divariasikan; a1. Untuk = 0, ketika =3 a2. Ketika = −3 b1. Untuk = 0.5, ketika =3 b2. Ketika = −3
15
Pada kondisi = 0.4 menunjukkan gambar jenis titik kritis yang sama dengan solusi yang diperoleh pada kondisi = 0. Gambar 8a, merupakan jenis titik kritis untuk = 0, yakni titik center ketika = 3 (Gambar 8a1), dan titik sadel yang menuju titik center ketika = −3 (Gambar 8a2), tetapi tidak terlihat pola titik centernya. Kemudian Gambar 8b merupakan jenis titik kritis untuk = 0.5, ketika = 3 menunjukkan titik fokus (Gambar 8b1) dan ketika = −3 menunjukkan titik sadel yang menuju ke titik fokus (Gambar 8b2). Dari hasil solusi numerik untuk jenis titik kritis di atas, menunjukkan hasil dari perubahan jenis titik yang
∅
sama dengan solusi analitik, tetapi dari solusi numerik terlihat pengaruh dari arus eksternal terhadap fluxon. Pada kondisi = 0 yang ditunjukkan oleh Gambar 7a dan 7b terlihat amplitudonya sangat kecil, sedangkan pada kondisi = 0.4 (Gambar 8a dan 8b) terlihat jauh lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa, arus eksternal mempengaruhi jumlah fluxon yang hadir pada persambungan, yakni jika tidak ada arus eksternal pada persambungan, maka fluxon pada pesambungan hanya sedikit dan memiliki beberapa puncak, sedangkan ketika terdapat arus eksternal meskipun sangat kecil akan memperbanyak jumlah fluxon dengan puncak yg lebih banyak.
∅
∅
∅
(a1)
(a2)
∅
∅
∅ (b1)
∅ (b2)
Gambar 8. Jenis titik kritis ketika = 0.4 untuk kasus = 0 dan = 0.5 yang menunjukkan perubahan jenis titik kritis jika divariasikan; a1. = 0, ketika = 3 a2. Ketika = −3 b1. = 0.5, ketika =3 b2. Ketika = −3
16
Sebagai perbandingan dibuat pula solusi numerik untuk nilai β yang lain dengan batas 10 < < 10 , dimana hasil gambar yang diperoleh dapat dilihat pada Lampiran F. Dari hasil tersebut memperlihatkan bahwa ketika < 1 fluxon cenderung membentuk jenis titik kritis stabil, sedangkan ketika >> 1 fluxon tidak menuju titik stabil.
akan teredam. Dari hasil numerik terlihat bahwa jika nilai mendekati nol maka osilasi akan terjadi secara periodik, sedangkan jika mendekati satu akan terjadi underdamped. Gambar 11 menunjukkan terjadinya underdamped untuk kondisi = 0, sedangkan Gambar 12 untuk kondisi = 0.4.
Kemudian dibuat pula grafik hubungan waktu dengan beda fase untuk kondisi = 0 dan = 0.4 (Gambar 912). Gambar 9 dan 10 menunjukkan terjadinya osilasi fluxon secara periodik ketika = 0 dengan = 0 maupun = 0.4. Artinya, ketika = 0 fluxon akan berosilasi secara periodik dalam persambungan Josephson bertipe S/F/S tanpa adanya hambatan. Sedangkan, besarnya amplitudo pada osilasi fluxon bergantung pada nilai arus eksternalnya, semakin besar arus eksternal maka amplitudo semakin besar, dimana < 1. Kasus = 0.5 pun menunjukkan terjadinya osilasi fluxon (Gambar 11 dan 12), tetapi osilasi fluxon teredam seiring berjalannya waktu, artinya ketika fluxon mengalami hambatan, fluxon
Gambar 13 dan 14, menunjukkan plot tiga dimensi hubungan waktu dengan fluxon untuk fase pertama dan fase kedua. Dari Gambar 13a dan 13b terlihat bahwa ketika tidak ada hambatan, fluxon cenderung menuju titik stabil secara periodik, kemudian pada Gambar 14a dan 14b terlihat fluxon tetap menuju titik stabil tetapi teredam. Terlihat pula amplitudo untuk kondisi arus eksternalnya nol amplitudonya sangat kecil, sedangkan ketika arus eksternal besar amplitudonya besar. Artinya, ketika tidak ada arus, fluxon yang dihasilkan hanya sedikit, sedangkan ketika pada persambungan dilewati arus eksternal meskipun sangat kecil, fluxon yang dihasilkan akan semakin besar.
∅
∅
( (a)
)
(
) (b)
Gambar 9. Hubungan waktu (t) dengan fase (∅) yang menunjukkan osilasi fluxon secara periodik untuk kasus = 0 dan = 0 (a) hubungan t vs ∅ (b) hubungan t vs ∅
17
∅
∅
(
)
(
(a)
) (b)
Gambar 10. Hubungan waktu (t) dengan fase (∅) yang menunjukkan osilasi fluxon secara periodik untuk kasus = 0 dan = 0.4 (a) hubungan t vs ∅ (b) hubungan t vs ∅
∅
∅
(
)
(
)
(a) (b) Gambar 11. Hubungan waktu (t) dengan fase (∅) yang menunjukkan osilasi fluxon secara periodik untuk kasus = 0.5 dan = 0 (a) hubungan t vs ∅ (b) hubungan t vs ∅
∅
∅
(
)
(
)
(a) (b) Gambar 12. Hubungan waktu (t) dengan fase (∅) yang menunjukkan osilasi fluxon secara periodik untuk kasus = 0.5 dan = 0 (a) hubungan t vs ∅ (b) hubungan t vs ∅
18
∅
∅
(a)
(b)
Gambar 13. Plot 3D hubungan waktu (t) dengan fase (∅ dan ∅ ) yang menunjukkan fluxon stabil secara periodik jika = 0 (a) ketika = 0 (b) ketika = 0.4
∅
∅
(a)
(b)
Gambar 14. Plot 3D hubungan waktu (t) dengan fase (∅ dan ∅ ) yang menunjukkan fluxon stabil secara periodik jika = 0.5 (a) ketika = 0 (b) ketika = 0.4
19
4.3 Analisis Bifurkasi Dari hasil harga eigen sebelumnya, selain diperoleh hasil analisis untuk jenis titik kritis dilakukan pula analisis bifurkasi yang terjadi pada sistem, yaitu dengan membuat diagram bifurkasi untuk masing-masing titik kritis. Dengan melakukan permisalan = dan
=
,
diperoleh
persamaan
hubungan dengan untuk semua titik kritis dengan = 0 dan = 0.4. Kemudian dari persamaan-persaman tersebut dibuat diagramnya yang merupakan diagram bifurkasi. Diagram bifurkasi tersebut memperlihatkan daerah perubahan jenis titik kritis, artinya sistem persambungan Josephson bertipe S/F/S ini mengalami bifurkasi karena terjadi perubahan kestabilan ketika arus-super harmonik pertama divariasikan berbeda tanda. Dimana > 0 terkait kondisi 0-state dan < 0 terkait kondisi π-state. Gambar 15 merupakan diagram bifurkasi yang terjadi pada sistem persambungan untuk kondisi = 0, sedangkan Gambar 16 merupakan diagram bifurkasi untuk kondisi = 0.4. Diagram bifurkasi menunjukkan bahwa, untuk kondisi =0 maupun = 0.4 tidak mempengaruhi kestabilan fluxon. Karena pada kondisi = 0 maupun = 0.4 tetap menunjukkan titik kritis yang stabil, yaitu titik center dan titik fokus. Analisis bifurkasi juga dilakukan untuk kasus = 0 dan = 0.5. Pada kasus = 0 terjadi bifurkasi sadlecenter yang disajikan oleh Gambar 15 (a1, b1, c1) untuk kondisi = 0 dan Gambar 16 (a1, b1, c1) untuk kondisi = 0.4. Kemudian pada kasus = 0.5 terjadi bifurkasi sadle-focus. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 15 (a2, b2, c2) untuk = 0 dan Gambar 16 (a2, b2, c2) untuk = 0.4. Diagram tersebut memperlihatkan daerah terjadinya perubahan jenis titik kritis, artinya
ketika fluxon berada di atas titik kritis maka fluxon cenderung stabil, sedangkan ketika berada di bawah titik kritisnya fluxon menjadi tidak stabil. Adapun perbedaan ketika arus eksternal = 0 dan = 0.4. Pada kondisi = 0 diagram yang terbentuk linier hanya pada titik kritis (0,0) saja, sedangkan pada kondisi = 0.4 linear pada semua titik kritis. Hal ini dikarenakan solusi titik kritis diperoleh dengan cara yang berbeda, ketika = 0 titik kritis diperoleh langsung dari solusi analitik, sedangkan ketika = 0.4 titik kritisnya diperoleh dari solusi numerik dengan menetapkan dahulu nilai-nilai parameter yang ada.
20
(a1)
(a2)
(b1)
(b2)
(c1)
(c2)
Gambar 15. Diagram bifurkasi ketika a1. (0,0) ketika b1. (
+ cos
= 0 dengan titik kritis (∅ , ∅ ) :
=0 , 0) ketika
=0
a2. Ketika
= 0.5
b2. Ketika
= 0.5
21
(a1)
(a2)
(b1)
(b2)
(c1)
(c2)
Gambar 16. Diagram bifurkasi ketika a1. (0,0) ketika
= 0.4 dengan titik kritis (∅ , ∅ ) :
=0
b1. (0.08021533 ,0) ketika c1. (2.779596 ,0) ketika
=0 =0
a2. Ketika
= 0.5
b2. Ketika
= 0.5
c2. Ketika
= 0.5
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Pada penelitian ini telah dilakukan analisis jenis titik kritis dan bifurkasi fluxon pada persambungan Josephson bertipe S/F/S. Analisis dilakukan untuk beberapa kasus parameter redaman ( ), yaitu : = 0 dan β = 0.5 untuk arus eksternal ( ), = 0 dan = 0.4. Jenis titik kritis yang diperoleh untuk kasus = 0 pada kondisi = 0 maupun = 0.4 adalah titik center yang terjadi jika > 0, dan mengalami perubahan menjadi titik sadel jika < 0. Karena terjadi perubahan dari titik center menjadi titik sadel, maka pada kasus = 0 bifurkasi yang terjadi adalah bifurkasi saddle-center. Kemudian untuk kasus = 0.5, untuk kondisi = 0 maupun = 0.4 adalah titik fokus ketika > 0, dan titik sadel ketika < 0, maka bifurkasi yang terjadi adalah bifurkasi saddle-focus. Dari hasil tersebut diketahui bahwa fluxon mengalami perubahan kestabilan ketika divariasikan berbeda tanda dari positif ke negatif. Perbedaan jenis titik kritis dan bifurkasi pada kedua kasus tersebut dipengaruhi oleh nilai , dimana nilai tersebut berbanding lurus dengan perkalian hambatan dengan kapasitansi. Pengaruh nilai terlihat dari solusi analitik dan numerik. Ketika tidak ada hambatan sama sekali fluxon akan selalu menuju titik stabilnya secara periodik dan membentuk titik center, sedangkan ketika terdapat hambatan meskipun kecil, fluxon akan tetap menuju titik stabil tetapi teredam, sehingga membentuk titik fokus. Selain dipengaruhi oleh β, fluxon dipengaruhi pula oleh arus eksternal ( ) yang melewati persambungan, yakni mempengaruhi kehadiran fluxon. Ketika tidak ada arus eksternal yang lewat, fluxon memiliki beberapa puncak
dengan amplitudo yang sangat kecil, dan ketika terdapat arus eksternal meskipun sedikit, amplitudo lebih besar dengan puncak yang lebih banyak. Hal ini terlihat dari hasil solusi numerik yang menunjukkan jenis titik kritis dan osilasi fluxon, yakni ketika = 0 amplitudo sangat kecil, sedangkan ketika = 0.4 amplitudonya lebih besar. Hasil penelitian ini menunjukkan parameter redaman ternormalisasi pada batas lebih kecil dari satu tidak mempengaruhi perubahan kestabilan fluxon. Fluxon pada persambungan cenderung menuju titik stabilnya selama β dan lebih kecil dari satu dan lebih besar atau sama dengan nol. Adapun yang mempengaruhi kestabilan fluxon pada persambungan Josephson bertipe S/F/S adalah arus-super harmonik pertama yang berlawanan arah, yang terkait dengan kondisi 0-state ketika > 0 dan kondisi π-state ketika < 0.
5.2. Saran Penelitian mengenai superkonduktor merupakan salah satu hal yang menarik untuk dilakukan. Untuk pengembangan selanjutnya, diharapkan dapat melakukan beberapa hal, diantaranya melakukan penelitian secara eksperimen yang menggunakan bahan superkonduktor dalam pembuatan sensor untuk mendeteksi medan magnet, menerapkan prinsip persambungan Josephson dalam pembuatan SQUID, menganalisis karakteristik persambungan Josephson bertipe S/F/S secara eksperimen dan menerapkannya dalam pembuatan suatu piranti berbasis superkonduktor. Pada penelitian ini dilakukan penelitian dengan menganalisis kestabilan dan bifurkasi fluxon pada persambungan Josephson bertipe S/F/S secara analitik menggunakan pendekatan dinamika sistem, selanjutnya mungkin dapat dilakukan penelitian baik secara analitik, numerik, maupun eksperimen guna mengetahui karakteristik lain yang terdapat pada persambungan Josephson bertipe S/F/S.
DAFTAR PUSTAKA 1. Hilfialkaff. “Sifat-Sifat Superkonduktor”. 2008. Web. 26 Juli 2012.
2. Cyrot, M. and Pavuna, D. (1992). Introduction to Superconductivity and High-Tc Materials. World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd. 3. Assegaf, A. F. (2012). Bifurcation of Heteroclinic to Homoclinic Connection Static in S/F/S Long Josephson Junction. Skripsi. Jakarta: Universitas Islam Negeri. 4. Sellier, H., Baraduc, C., Lefloch, F., dan Calemczuk, R. (2004). HalfInteger Shapiro Steps at the 0- Crossover of a Ferromagnetic Josephson Junction, Phys. Rev. Lett. Vol. 92. 25, 1-2. 5. Atasanova, P. Kh., Boyadjiev, T. l., Shukrinov, Yu. M., Zemlyanaya, E. V., dan Seidel, P. (2010). Influence of Josephson Current Second Harmonic on Stability of Magnetic Flux in Long Junction. Journal of Physics: Conference Series. 248. 1. 6. Ginzburg, V. L. and Kirzhnits, D. A. (1977). High Temperature Superconductivity. Nauka, Moscow. [Engl. Transl. Consultants Bureau, New York, 1982]. 7. Pikatan, S. (1989). Mengenal Superkonduktor. Kristal no.3/Juli/1989. 8. Kusmahetiningsih, N. “Superkonduktor”. 2011. Web. 20 Nopember 2012. 9. Ismunandar dan Sen, C. “Mengenal Superkonduktor”. Fisikanet. 2004. Web. 26 Juli 2012. 10. Poole, C. P., Farach, H. A., Creswick, R. J., Prozorov, R. (2007). “Superconductivity Second Edition”. Elsevier Ltd. 11. Alatas, H. Fisika Nonlinier Edisi 1. Departemen Fisika FMIPA, Institut Pertanian Bogor.
12. Kurniawan, P. W. (2011). Simulasi Dinamika Sel Saraf Menggunakan Model Hindmarsh-Rose. Skripsi. Departemen Fisika-FMIPA IPB. 13. Shampine, L.F. (1994). Numerical Solution of Ordinary Differential Equations. Chapman & Hall. New York. 14. Acep, M. P. (2008). Numerical Methods. United Kingdom. 15. Adila, F. (2010). A Brief Introduction to Using ODE 45 in MATLAB. Department of Mechanical Engineering University of California a.
LAMPIRAN
25
Lampiran A. Analisis Dinamika Sistem ketika ∅̈ + ∅̇ +
sin ∅ +
=
sin 2∅ = 0
Titik kritis misal ; ∅ = ∅ ∅̇ = ∅̇ = ∅ titik kritis pertama adalah (0,0) ∅̈ = ∅ ̈ = ∅̇ ∅̈ + ∅̇ +
sin ∅ +
∅ ̇ = −( ∅ +
( (∅ , ∅ ))
sin 2∅ = 0
sin ∅ +
sin 2∅ )
( (∅ , ∅ ))
Karena ∅ = 0, dari titik kritis pertama, maka ∅ ̇ = −( sin ∅ +
sin 2∅ ) = 0
−( sin ∅ + 2 sin ∅ cos ∅ ) = 0 >>> −(sin ∅ )( + 2 dari sin ∅ = 0 diperoleh titik kritis (∅ =
cos
±
±
(
* ketika n ganjil :
= cos
* ketika n genap :
= cos
;∅ = −
+ cos
; ∅ = ( + 1) − cos
Jadi diperoleh titik kritis, yaitu: (0,0); (
, 0) ;
+ cos
( + 1) − cos
, 0 ;
Linearisasi untuk titik kritis (0,0) ∅̇ = ∅ − ∅
,,
∅
+ ∅ −∅ ∅
∅ ,
∅ ̇ = (∅ − 0). 0 + (∅ − 0)1 ∅̇ = ∅
,,
)=0
, 0)
Dengan menuliskan kembali ∅ = menjadi ∅ = maka diperoleh 2 kondisi seperti berikut: + 2
cos ∅
∅
∅
∅ ,
= 0,1,2,3, … )
26
∅̇ = ∅ − ∅
,,
+ ∅ −∅
∅
∅
∅ ̇ = (∅ ). − cos ∅
,,
∅ ,
− 2 cos 2∅
,
∅
∅
∅ ,
+ (∅ ) . −
,
∅ ̇ = (− − 2 )∅ − ∅ = −( + 2 )∅ − ∅
Untuk titik kritis (nπ + cos ∅̇ = ∅ − ∅
,,
+ ∅ −∅
∅
∅
∅ ̇ = (∅ ). − cos ∅ ∅̇ =
, 0)
,,
∅ ,
− 2 cos 2∅
,
− cos(nπ) −
∅
∅
∅ ,
+(∅ ) . −
,
− (2 cos 2nπ) − 2
2
1−2
4
∅ − ∅
Jika n ganjil; ∅ ̇ = − 4
−
∅ − ∅
2
Jika n genap; ∅ ̇ = − + 4
+
∅ − ∅
2
( + 1) − cos
Untuk titik kritis
∅̇ = ∅ − ∅
,,
+ ∅ −∅
∅
∅
∅ ̇ = (∅ ). − cos ∅
⎛ ∅̇ = ⎜
− cos
,
∅ ,
− 2 cos 2∅
( + 1) + −2
⎝ 3 2
1−2
∅ − ∅
Jika n ganjil; ∅ ̇ = − + 4
−
3 2
,
,,
∅
∅
∅ − ∅
4
∅ ,
+ (∅ ) . −
− 2 cos 2
2
Jika n genap; ∅̇ = − 4 +
,0
( + 1)
⎞ ⎟∅ − ∅ ⎠
27
Harga Eigen Untuk titik kritis (0,0) ∅̇ 0 1 ∅ = ( − + 2 ) − ∅ ∅̇ 0 1 = ( − + 2 ) − − 1 − = −( + 2 ) − − − ± − 4( + 2 ) , = 2 − ± − 4 − 8 , = 2 Untuk titik kritis (nπ+cos ,0) dengan n bernilai ganjil 0 1 ∅ ∅̇ = − − 4 − ∅ ∅̇ 0 1 = − 4 − − 2 − 1 − = − 4 − − − 2 − ± ,
=
− 4
−
2
2 ±
,
+4
=
,0) dengan n bernilai genap Untuk titik kritis (nπ+cos 0 1 ∅ ∅̇ = − + 4 + − ∅ ∅̇ 0 1 = − + 4 + − 2 − 1 − = − + 4 + − − 2 − ± ,
=
=
− 4 2
± ,
−4
−2
28
Untuk titik kritis (π(n+1) - cos ,0) dengan n bernilai genap 0 1 ∅ ∅̇ = −4 + − ∅ ∅̇ 0 1 3 = −4 + − 2 − 1 3 − = − − −4 + 2 − ± ,
=
+
3 2
2 ±
,
+4 −4
=
Untuk titik kritis (π(n+1) - cos ,0) dengan n bernilai ganjil 0 1 ∅ ∅̇ = − − + 4 − ∅ ∅̇ 0 1 3 = − + 4 − − 2 − 1 3 − = − + 4 − − − 2 − ± ,
=
2 ±
,
3 − 4 + 4 − 2
=
29
Lampiran B. Analisis Dinamika Sistem ketika ∅̈ + ∅̇ +
sin ∅ +
= .
sin 2∅ =
Titik kritis, misal ; ∅ = ∅ ∅̇ = ∅̇ = ∅ titik kritis pertama adalah (0,0)
( (∅ , ∅ ))
∅̈ = ∅ ̈ = ∅̇ ∅̈ + ∅̇ +
sin ∅ +
∅ ̇ = −( ∅ +
sin 2∅ =
sin ∅ +
sin 2∅ ) +
( (∅ , ∅ ))
Karena ∅ = 0, dari titik kritis pertama, maka ∅ ̇ = −( sin ∅ +
sin 2∅ ) +
=0
−( sin ∅ + 2 sin ∅ cos ∅ ) = − (sin ∅ )( + 2
cos ∅
)=
Ketika j1=3, j2=1, je=0.4, diperoleh nilai ∅ menggunakan solusi numerik, berikut hasil yang diperoleh; ∅ = 0.08021533
∅ = 2.779596
Sehingga titik kritisnya ; (0,0) ; (0.08021533 ,0) ;
(2.779596 ,0)
Linearisasi
untuk titik kritis (0,0)
∅̇ = ∅ − ∅
,,
∅
+ ∅ −∅ ∅
,,
∅ ,
∅
∅
∅ ,
∅
∅
∅ ,
∅ ̇ = (∅ − 0). 0 + (∅ − 0)1 ∅̇ = ∅ ∅̇ = ∅ − ∅
,,
∅
∅ ̇ = (∅ ). − cos ∅
+ ∅ −∅ ∅ ,
,,
∅ ,
− 2 cos 2∅
,
+ (∅ ) . −
∅
∅ ,
∅ ̇ = −( + 2 )∅ − ∅
Untuk titik kritis (0.08021533 ,0) ∅̇ = ∅ − ∅
,,
∅
+ ∅ −∅
,,
∅
∅
∅ ,
30
∅ ̇ = (∅ ). − cos ∅
,
− 2 cos 2∅
+ (∅ ) . −
,
∅ ̇ = −(0.99999902 + 1.99999216 )∅ − ∅
Untuk titik (2.779596,0) ∅̇ = ∅ − ∅
,,
∅
+ ∅ −∅ ∅
∅ ,
,,
∅
∅
∅ ,
∅ ̇ = −[ (0.9988234702 ) + (1.990593299 )]∅ − ∅
Harga Eigen Untuk (0,0) ∅̇ 0 1 ∅ = ( ) − + 2 − ̇ ∅ ∅ 0 1 = −( + 2 ) − − 1 − = −( + 2 ) − − Mencari harga eigen, det. − = 0 − . (− − ) + ( + 2 ) = 0 + + ( + 2 ) = 0 − ± − 4( + 2 ) , = 2 Untuk titik (0.08021533 ,0) ∅̇ 0 1 ∅ = ( ) − 0.99999902 + 1.99999216 − ̇ ∅ ∅ 0 1 = ( − 0.99999902 + 1.99999216 ) − − 1 − = −(0.99999902 + 1.99999216 ) − − − ± − 4(0.99999902 + 1.99999216 ) , = 2 Untuk titik (2.779596,0) ∅̇ 0 1 ∅ = ) (1.990593299 ) −(0.9988234702 + − ∅ ∅̇ 0 1 = − (0.9988234702 ) + (1.990593299 ) − − 1 − = − (0.9988234702 ) + (1.990593299 ) − − − ± − 4 (0.9988234702 ) + (1.990593299 ) , = 2
31
=
Lampiran C. Persamaan Diagram Bifurkasi ketika ∅̈ + ∅̇ + ,
=
sin 2∅ = 0
− 4( + 2 ) 2
− ±
− ± ,
sin ∅ +
1−4
=
+2
2
Missal,
=1−4
+2
dengan
=
=
=0
= 1 − 4 ( + 2 ) = 0 4( + 2 ) = 1 =
1 1 − 8 2 − ±
,
=
= 1+4
4 − 4 −
−
1 8
− ± =
2
−
4
−
2
2 −
=1+4 −4 −
1 = 4
−
1+4
=
Misal,
,
− 4 2
− ± ,
+4
2
−
2
= 0, dengan
=
=0
= −1
+
1 16
−4
− 4
−2
2 − ± ,
=
1−4
−4 2
−
2
=
32
Missal,
=1−4
dengan
=
1−4
4
−4 −
−4 −
−
2 −
1 16
+4 −4
=
+
3 2
2 1+4
=
−4
−
3 2
2
Misal,
= 1+4
1+4
−4 −
4
=0
=1
1 8
− ± ,
=0
=1
− ± ,
−
=
2
2
4 − 16 − 1 = 4
−4
−4 3 2
−
= 0, dengan
=
=
, maka
=0
3 = −1 2 3 1 − + 8 16
−4 − 1 = 4
− ± ,
=
1−4
=
Missal, 1−4
3 2
2 − ±
,
− 4 + 4 −
+4
−
3 2
2 =1−4 −4 −
3 2
−4 =0
−
= 0, dengan
=
=
, maka
33
4
−4 −
3 2
4 − 16 − 1 = 4
−
=1
6
3 8
=1
−
1 16
Lampiran D. Persamaan Diagram Bifurkasi ketika ∅̈ + ∅̇ + ,
=
sin 2∅ =
− 4( + 2 ) 2
− ±
− ± ,
sin ∅ +
1−4
=
+2
2
Missal,
=1−4
+2
dengan
=
=
=0
= 1 − 4 ( + 2 ) = 0 4( + 2 ) = 1 =
1 1 − 8 2 − ±
,
1 − 4 0.99999902
=
+ 1.99999216
2
Missal,
= 1 − 4 0.99999902
dengan
=
+ 1.99999216
=
1 − 4(0.99999902 + 1.99999216 ) = 0 4(0.99999902 + 1.99999216 ) = 1 7.99996864
= 1 − 3.99999608
= 0.12500049 − 0.50000147
=0
= .
34
− 4 (0.9988234702 ) + (1.990593299 )
− ± ,
=
2 − ±
,
1 − 4
0.9988234702
=
+ 1.990593299
2
Missal,
= 1 − 4 0.9988234702
dengan
=
+ 1.990593299
=0
=
1 − 4(0.9988234702 + 1.990593299 ) = 0 4(0.9988234702 + 1.990593299 ) = 1 7.962373196
= 1 − 3.99529388
= 0.1255906971 − 0.5017717434
Lampiran E. Sintaks Analisis Numerik Menggunakan ODE45 function dy = pers21(t,y) dy = zeros(2,1); %beta divariasikan (10 < β < 10 ) beta =0; %j1 divariasikan (j1=3 dan j1=-3) j1 = -3; %je divariasikan (je=0 dan je=0.4) je=0; %j1 tetap j2 = 1; dy(1) = y(2); dy(2) = (-y(2)*beta) - (j1*sin(y(1)))-(j2*sin(2*y(1)))- je; end %fungsi panggil command window %[T,Y] = ode45(@pers21,[0 100],[0.01 0.01]); %plot(Y(:,1),Y(:,2),'-') -> hubungan fase 1 dengan fase 2 %plot(T(:,1),Y(:,1),'-') -> hubungan waktu dengan fase 1 %plot(T(:,1),Y(:,2),'-') -> hubungan waktu dengan fase 2 %plot3(T(:,1),Y(:,1),Y(:,2),'-') -> plot 3 dimensi hubungan waktu dengan fase 1 dan fase2
35
Lampiran F. Gambar Hasil Analisis Numerik untuk Nilai Sebelah kanan untuk
= 0.4
<
< =0
Sebelah kiri untuk
∅
∅
∅
∅ = 0.000006
(a)
∅
∅
∅
∅ (b)
∅
= 0.0004
∅
∅
∅ (c)
= 0.02
36
∅
∅
∅
∅ (d)
∅
= 0.5
∅
∅
∅ (e)
∅
=1
∅
∅ (f)
=3
∅
37
∅
∅
∅
∅ (g)
=5
∅
∅
∅
∅ (h)
=7