RINGKASAN PERATURAN BANK INDONESIA (PBI) JANUARI - APRIL 2008
Peraturan
:
Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/1/PBI/2008 tanggal 29 Januari 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan
Berlaku
:
mulai tanggal ditetapkan, yakni tanggal 29 Januari 2008
Ringkasan
:
1. Perubahan atas PBI No. 8/5/PBI/21006 tentang Mediasi Perbankan didasarkan pada realitas bahwa pembentukan lembaga mediasi yang independen oleh asosiasi perbankan sampai dengan akhir tahun 2007 belum dapat dilaksanakan karena berbagai faktor, antara lain faktor sumber daya manusia dan pendanaan, sementara pelaksanaan fungsi mediasi perbankan oleh Bank Indonesia sesuai PBI diatas hanya dapat dilaksanakan sampai dengan akhir 2007. 2. Dengan memperhatikan bahwa pelaksanaan mediasi perbankan sebagai alternatif penyelesaian sengketa di bidang perbankan bermanfaat bagi tujuan perlindungan kepentingan nasabah dan terpeliharanya reputasi bank, maka pelaksanaan fungsi mediasi perbankan pasca 2007 akan terus dilakukan oleh Bank Indonesia sampai dengan terbentuknya lembaga mediasi perbankan yang independen.
Peraturan
:
Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/2/PBI/2008 tanggal 4 Februari 2008 tentang Bank Indonesia – Sripless Securirites Settlement System
Berlaku
:
Tanggal 4 Februari 2008
Ringkasan
:
1. Bank Indonesia–Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan Surat Berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara Peserta, Penyelenggara dan Sistem BI-RTGS. 2. Penyelenggara BI-SSSS adalah Bank Indonesia sebagai pengelola BI-SSSS yang menyelenggarakan kegiatan Transaksi Dengan Bank Indonesia dan penatausahaannya dan Penatausahaan Surat Berharga.
________________________________________________________________________________________________________ BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 6, Nomor 1, April 2008 34
3.
4.
5.
6.
7. 8.
9.
Kegiatan Transaksi Dengan Bank Indonesia antara lain transaksi Operasi Pasar Terbuka (OPT) yang dilakukan oleh Bank Indonesia, pemberian Fasilitas Pendanaan dari Bank Indonesia kepada Bank dan transaksi Surat Berharga Negara (SBN) termasuk Surat Utang Negara (SUN) yang dilakukan untuk dan atas nama pemerintah. Peserta BI-SSSS adalah Bank Indonesia, Departemen Keuangan, Bank, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing, Perusahaan Efek dan lembaga lain yang disetujui Bank Indonesia yang berfungsi sebagai Penerbit Surat Berharga, Peserta OPT dan Fasilitas Pendanaan, Peserta Lelang SBN dan/atau pemilik Rekening Surat Berharga di Central Registry. Status kepesertaan dalam BI-SSSS terdiri dari aktif, dibekukan dan ditutup. Status kepesertaan tersebut dapat diubah oleh Penyelenggara berdasarkan permintaan/keputusan pengawas kegiatan usaha Peserta, keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atau permintaan tertulis dari Peserta yang bersangkutan. Penyelenggara melaksanakan Transaksi Dengan Bank Indonesia secara lelang dan/atau bukan lelang. Peserta lelang/transaksi dapat mengajukan penawaran transaksi secara langsung maupun dengan menunjuk Peserta lain sebagai perantara (broker). Penatausahaan Surat Berharga di BI-SSSS dilakukan secara two tier system yaitu : a. Central Registry (Bank Indonesia) yang melakukan Penatausahaan Surat Berharga untuk kepentingan Bank, Sub-Registry dan pihak lain pemilik Rekening Surat Berharga di BI-SSSS; dan b. Sub-Registry (Bank, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, dan Perusahaan Efek) yang melakukan Penatausahaan Surat Berharga untuk kepentingan nasabah. Setelmen transaksi Surat Berharga melalui BI-SSSS bersifat final dan dilakukan atas dasar DVP atau FoP. Setelmen Dana transaksi Surat Berharga bagi Peserta yang bukan peserta Sistem BI-RTGS dilakukan dengan menunjuk Bank peserta Sistem BI-RTGS sebagai Bank pembayar dengan menetapkan batas nominal per transaksi dan total nominal transaksi per hari dalam suatu perjanjian atau prosedur internal Bank peserta Sistem BI-RTGS. Dalam penyelenggaraan BI-SSSS, Penyelenggara antara lain bertugas dan berwenang sebagai berikut : a. menetapkan antara lain jam operasional, jenis dan besar biaya penggunaan BI-SSSS;
________________________________________________________________________________________________________ BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 6, Nomor 1, April 2008 35
b. menetapkan prosedur operasional BI-SSSS baik dalam kondisi normal, keadaan tidak normal dan keadaan darurat; c. melakukan pendebetan Rekening Giro Peserta, Rekening Giro Bank yang ditunjuk Peserta dan/atau Rekening Surat Berharga; d. tidak meneruskan setelmen transaksi Surat Berharga di Pasar Sekunder yang belum jatuh waktu (early redemption) untuk transaksi yang memiliki dua proses setelmen berdasarkan permintaan salah satu Peserta, keputusan pengadilan dan/atau lembaga arbitrase yang memiliki kekuatan hukum yang tetap; dan e. melakukan pengawasan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap Peserta, Sub-Registry dan pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia guna mendukung Penatausahaan Surat Berharga. 10. Berdasarkan hasil pengawasan, Penyelenggara dapat mengenakan sanksi administrasi berupa teguran tertulis terhadap Peserta yang tidak memenuhi kewajiban sebagai Peserta dan pencabutan atas persetujuan sebagai SubRegistry dalam hal Peserta Sub-Registry tidak memenuhi ketentuan Penatausahaan Surat Berharga sebagaimana ditetapkan Bank Indonesia.
Peraturan
: Peraturan Bank Indonesia No.10/3/PBI/2008 tentang Laporan Kantor Pusat Bank Umum (LKPBU).
Berlaku
: Tanggal 4 Februari 2008
Ringkasan
:
I. Latar Belakang 1. Data dan informasi berupa kondisi keuangan bank yang disajikan dalam bentuk laporan keuangan maupun kegiatan usaha bank berupa kegiatan transaksional dan kegiatan operasional lain seperti kustodian, Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN), dan kegiatan pembayaran non tunai serta pengaduan nasabah bank selama ini dilaporkan oleh Kantor Pusat Bank Umum secara manual melalui hardcopy. Sehingga pemanfaatan data dan informasi belum optimal. 2. Jumlah dan jenis laporan cenderung meningkat dan tersebar di beberapa satker, serta adanya keinginan masing-masing satker untuk mengembangkan sistem capturing tersendiri mengakibatkan platform laporan tidak standard dan sulit terintegrasi dengan arsitektur informasi - EDW BI.
________________________________________________________________________________________________________ BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 6, Nomor 1, April 2008 36
3. Dalam upaya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan data dan informasi di Bank Indonesia, maka dikembangkan sistem Laporan Kantor Pusat Bank Umum (LKPBU) yang merupakan sistem informasi pelaporan Bank yang menyeragamkan format penyajian informasi mengenai kegiatankegiatan tersebut di atas. 4. Sistem LKPBU didukung oleh infrastruktur sistem informasi yang lebih memadai dan bersifat sistematis sehingga lebih memudahkan Bank menyampaikan laporan ke Bank Indonesia. II. Tujuan 1. Menyediakan infrastruktur laporan non-harian yang disusun oleh Kantor Pusat Bank Umum, untuk: a. wadah capturing laporan guna kebutuhan informasi di masa depan; b. menyeragamkan platform capturing laporan secara bertahap; c. mempercepat dan mempermudah penyampaian laporan. 2. Meningkatkan pemanfaatan informasi, karena Stakeholders dapat mengakses informasi secara on-line; 3. Meningkatkan akurasi dan mengintegrasikan pengelolaan laporan melalui infrastruktur informasi Enterprise Data Warehouse (EDW) Bank Indonesia. III. Pokok-pokok yang diatur dalam batang tubuh 1. Ketentuan Umum yang memuat definisi dan pengertian yang digunakan. 2. Penyusunan Laporan dan Penanggungjawab Laporan memuat Laporan yang harus disusun oleh Bank Pelapor dan pengaturan mengenai tanggung jawab Bank Pelapor atas keakuratan, kebenaran dan kelengkapan Laporan, serta penunjukan Person In-Charge (PIC) Laporan kepada Bank Indonesia. 3. Penyampaian Laporan, form header dan/atau Koreksi Laporan memuat pengaturan mengenai kewajiban Bank Pelapor untuk menyampaikan Laporan, form header dan/atau koreksi Laporan, kewajiban untuk menyampaikan Laporan secara akurat, benar dan lengkap, dan jangka waktu penyampaian laporan. 4. Prosedur Penyampaian Laporan, form header dan/atau Koreksi Laporan memuat pengaturan mengenai tatacara penyampian Laporan dan/atau koreksi Laporan secara on-line, apabila terjadi gangguan teknis baik yang berasal dari Bank Pelapor maupun Bank Indonesia, dan dalam keadaan force majeure. 5. Hak Akses Laporan memuat mengenai penyediaan hak akses kepada Bank Pelapor.
________________________________________________________________________________________________________ BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 6, Nomor 1, April 2008 37
6. Sanksi memuat mengenai pengaturan mengenai besarnya sanksi apabila terlambat menyampaikan Laporan dan/atau form header, terlambat menyampaikan koreksi, menyampaikan Laporan yang tidak akurat, tidak benar, dan tidak lengkap, dan pengenaan sanksi administratif. Serta tata cara pengenaan sanksi. 7. Ketentuan Penutup memuat pengaturan lebih rinci akan diatur di dalam Surat Edaran mengenai LKPBU, pencabutan Surat Edaran Nomor 27/31/ULN tanggal 10 Januari 1995 perihal Laporan Mengenai Transfer Valuta Asing Oleh Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, dan saat berlakunya PBI tentang LKPBU.
Peraturan
:
Berlaku
Peraturan Bank Indonesia No.10/4/PBI/2008 tentang Laporan Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu Oleh Bank Perkreditan Rakyat Dan Lembaga Selain Bank. : Tanggal 4 Februari 2008
Ringkasan
:
I. Latar Belakang 1. Dalam rangka pelaksanaan tugas Bank Indonesia di bidang sistem pembayaran yang lebih efektif diperlukan dukungan informasi yang terkait dengan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu secara bulanan dan triwulanan yang tersedia secara tepat waktu, aman, akurat, handal, obyektif, lengkap dan mudah untuk diakses secara simultan. 2. Data dan informasi yang terkait dengan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu secara bulanan dan triwulanan selama ini dilaporkan oleh Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Lembaga Selain Bank (LSB) yang menyelenggarakan kegiatan APMK secara manual melalui hardcopy, sehingga pemanfaatan data dan informasi belum optimal. 3. Dalam upaya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan data dan informasi yang terkait dengan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu di Bank Indonesia, maka dikembangkan suatu penyajian laporan yang disusun dan disampaikan secara bulanan dan triwulanan dalam suatu sistematika yang ditetapkan dan disampaikan melalui suatu sistem Laporan Selain Bank Umum (LSBU).
________________________________________________________________________________________________________ BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 6, Nomor 1, April 2008 38
II. Tujuan a. Menyediakan infrastruktur laporan non-harian yang disusun oleh BPR dan LSB, untuk: a) wadah capturing laporan guna kebutuhan informasi di masa depan; b) menyeragamkan platform capturing laporan secara bertahap; c) mempercepat dan mempermudah penyampaian laporan. b. Meningkatkan pemanfaatan informasi, karena Stakeholders dapat mengakses informasi secara on-line; c. Meningkatkan akurasi dan mengintegrasikan pengelolaan laporan melalui infrastruktur informasi Enterprise Data Warehouse (EDW) Bank Indonesia. III. Pokok-pokok yang diatur dalam batang tubuh a. Ketentuan Umum yang memuat definisi dan pengertian yang digunakan. b. Penyusunan Laporan dan Penanggungjawab Laporan memuat Laporan yang harus disusun oleh Pelapor, yaitu BPR dan LSB yang menyelenggarakan kegiatan APMK dan pengaturan mengenai tanggung jawab Pelapor atas keakuratan, kebenaran dan kelengkapan Laporan, serta penunjukan Person In-Charge (PIC) Laporan kepada Bank Indonesia. c. Penyampaian Laporan dan Koreksi Laporan memuat pengaturan mengenai kewajiban Pelapor untuk menyampaikan Laporan, form header dan/atau koreksi Laporan, kewajiban untuk menyampaikan Laporan secara akurat, benar dan lengkap, dan jangka waktu penyampaian laporan. d. Prosedur Penyampaian Laporan, form header dan/atau Koreksi Laporan memuat pengaturan mengenai tatacara penyampian Laporan, form header dan/atau koreksi Laporan secara on-line, apabila terjadi gangguan teknis baik yang berasal dari Pelapor maupun Bank Indonesia, dan dalam keadaan force majeure. e. Hak Akses Laporan memuat mengenai penyediaan hak akses kepada Pelapor. f. Sanksi memuat mengenai pengaturan mengenai besarnya sanksi apabila terlambat menyampaikan Laporan dan/atau form header, terlambat menyampaikan koreksi, menyampaikan Laporan yang tidak akurat, tidak benar, dan tidak lengkap, dan pengenaan sanksi administratif. Serta tata cara pengenaan sanksi. g. Ketentuan Penutup.
________________________________________________________________________________________________________ BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 6, Nomor 1, April 2008 39
Peraturan
:
Peraturan Bank Indonesia No.10/5/PBI/2008 tentang Perubahan Peraturan Bank Indonesia No.5/6/PBI/2003 Tentang Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri.
Berlaku
:
Tanggal 15 Februari 2008
Ringkasan
:
I.
Latar Belakang 1. Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan data dan informasi, Bank Indonesia mengembangkan metode penyampaian laporan secara on line dalam sistem Laporan Kantor Pusat Bank Umum (LKPBU). 2. Diimplementasikannya sistem LKPBU melalui PBI No.10/3/PBI/2008 tgl. 4 Februari 2008 tentang Laporan Kantor Pusat bank Umum, membawa konsekuensi pada perubahan metode penyampaian laporan bank yang semula disampaikan kepada Bank Indonesia secara manual (hard copy) menjadi on line (otomatis) sistem. Salah satu laporan tersebut adalah laporan bulanan transaksi Surat Kredir Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN). 3. Sejalan dengan diterbitkannya PBI No.10/3/PBI/2008 tentang LKPBU tersebut, diperlukan amandemen atau perubahan PBI No.5/6/PBI/2003 tanggal 2 Mei 2003 tentang Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri khususnya terkait dengan Pasal 27 dan Pasal 28 yang mengatur mengenai penyampaian laporan dan pengenaan sanksi laporan SKBDN.
II. Tujuan Perubahan Pasal 27 dan Pasal 28 PBI No.5/6/PBI/2003 tentang SKBDN dimaksudkan untuk menyelaraskan aturan pelaporan SKDBN dengan aturan pelaporan yang diatur dalam ketentuan Laporan Kantor Pusat Bank Umum. III. Pokok-pokok yang diatur dalam batang tubuh 1. Penyampaian laporan SKBDN dilakukan sesuai dengan ketentuan Laporan Kantor Pusat Bank Umum yang berlaku. Dengan demikian format laporan sebagaimana Lampiran I (Laporan Transaksi SKBDN) dan Lampiran II (Laporan Pengambilalihan Wesel SKBDN) PBI No.5/6/PBI/2003 tentang SKBDN tidak digunakan lagi. 2. Sanksi kepada bank yang tidak memenuhi kewajiban pelaporan SKBDN mengacu kepada ketentuan sanksi Laporan Kantor Pusat Bank Umum yang berlaku
________________________________________________________________________________________________________ BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 6, Nomor 1, April 2008 40
Peraturan
: Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/7/PBI/2008 tanggal 19 Februari 2008 tentang Pinjaman Luar Negeri Perusahaan Bukan Bank.
Berlaku
: Sejak 19 Februari 2008.
Ringkasan
:
Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor: 10/7/PBI/2008 tanggal 19 Februari 2008 merupakan guidance bagi Perusahaan Bukan Bank dalam melakukan Pinjaman Luar Negeri (PLN) yang mengedepankan aspek kehati-hatian dalam kerangka macro dan micro prudential. I. Latar Belakang PLN merupakan salah satu fator penting yang dapat berpengaruh positif maupun negatif terhadap neraca pembayaran, kestabilan moneter dan kesinambungan pembangunan. Untuk mengantisipasi dan mengurangi dampak negatifnya, maka PLN perlu dikelola dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian dan kepentingan perekonomian nasional serta menjaga kepercayaan pasar keuangan internasional. II. Ketentuan Umum a. PLN Perusahaan Bukan Bank adalah semua bentuk pinjaman perusahaan dari bukan penduduk dalam valuta asing maupun rupiah, surat berharga dalam valuta asing yang diterbitkan oleh perusahaan, dan kewajiban lain kepada bukan penduduk dalam valuta asing maupun rupiah, termasuk juga yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah. b. Perusahaan Bukan Bank meliputi BUMN, BUMD, BUMS (Perusahaan Publik, Emiten, Perusahaan PMA dan BUMS lain dengan aset atau penjualan bruto selama 1 tahun paling sedikit 100 milyar rupiah). c. PLN Perusahaan Jangka Pendek adalah PLN Perusahaan dengan jangka waktu sampai dengan 1 tahun, baik langsung dari kreditur atau pasar keuangan mapun tidak langsung melalui pihak lain yang merupakan afiliasi maupun non afiliasi. Sedangkan PLN Jangka Panjang adalah PLN berjangka waktu lebih dari 1 tahun. III. Garis Besar Pengaturan a. Prinsip Kehati-hatian (1) Perusahaan yang akan melakukan PLN harus menerapkan fungsi manajemen risiko yang meliputi : Risiko Pasar ; Risiko Kredit ; dan Risiko Likuiditas. Dalam rangka menerapkan manajemen risiko, Perusahaan dapat memperhatikan indikator micro dan macro yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dalam melakukan PLN; ________________________________________________________________________________________________________ BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 6, Nomor 1, April 2008 41
(1) Perusahaan
yang berencana melakukan PLN Jangka Panjang harus memiliki penilaian rating (peringkat) dari lembaga pemeringkat nasional atu internasional. (Khusus persayaratan ini tidak berlaku untuk PLN yang diterima BUMS dari perusahaan induk; BUMN dan BUMD dengan aset atau penjualan bruto selama 1 tahun kurang dari 100 miliar rupiah). b. Kewajiban Pelaporan (1) Perusahaan yang berencana memperoleh PLN Jangka Panjang wajib menyampaikan laporan, meliputi: Rasio Keuangan (tertentu), Laporan Keuangan (pos-pos tertentu), Penilaian rating (peringkat), Rencana PLN yang akan diperoleh untuk 1 tahun, dan Hasil analisis manajemen risiko perusahaan. (2) Perusahaan yang memiliki posisi PLN Perusahaan Jangka Pendek dan/atau Jangka Panjang wajib menyampaikan laporan, meliputi: Rasio Keuangan (tertentu) dan Laporan Keuangan (pos-pos tertentu). IV. Sanksi a. Perusahaan yang terlambat menyampaikan laporan dikenakan sanksi administratif berupa surat peringatan, sedangkan bagi yang tidak menyampaikan laporan dikenakan sanksi administratif berupa surat peringatan, dan/atau pemberitahuan kepada otoritas yang berwenang dan/atau publikasi di media nasional dan internasional. b. Ketentuan mengenai pengenaan sanksi berlaku sejak tanggal 1 Januari 2010. V. Petunjuk teknis penerapan PBI ini akan diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Ekstern Bank Indonesia.
Peraturan
:
Peraturan Bank Indonesia No.10/8/PBI/2008 tanggal 20 Februari 2008 perihal Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No. 7/52/PBI/2005 tanggal 28 Desember 2005 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu
Berlaku
:
Mulai berlaku pada tanggal 20 Februari 2008
Ringkasan
:
1. Peraturan Bank Indonesia ini merupakan perubahan pertama atas Peraturan Bank Indonesia No. 7/52/PBI/2005 tanggal 28 Desember 2005 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu.
________________________________________________________________________________________________________ BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 6, Nomor 1, April 2008 42
2. Peraturan Bank Indonesia ini diterbitkan sehubungan dengan diimplementasikannya laporan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu secara online dengan diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia mengenai Laporan Kantor Pusat Bank Umum dan Laporan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu oleh Bank Perkreditan Rakyat dan Lembaga Selain Bank. 3. Materi perubahan yang dilakukan antara lain terkait dengan: a. penambahan pengertian Perusahaan Personalisasi dan Penyelenggara Kliring Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu; dan b. penyesuaian ketentuan mengenai pengawasan dan sanksi, termasuk untuk memberikan dasar hukum bagi pelaksanaan laporan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu secara online yang dilakukan oleh penerbit, financial acquirer dan perusahaan switching, namun tetap memberikan ruang pelaporan secara tertulis untuk prinsipal dan perusahaan personalisasi. 4. Ketentuan teknis pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia ini antara lain dimuat dalam: a. Surat Edaran perihal Tata Cara Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu; b. Surat Edaran perihal Prinsip Perlindungan Nasabah dan Kehati-hatian, serta Peningkatan Keamanan Dalam Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu; dan c. Surat Edaran perihal Pengawasan terhadap Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu.
Peraturan
: Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/9/PBI/2008 tanggal 22 Februari 2008 tentang Perubahan Izin Usaha Bank Umum menjadi Izin Usaha BPR dalam rangka Konsolidasi.
Berlaku Ringkasan
: pada tanggal ditetapkan, yakni tanggal 22 Februari 2008 :
Peraturan dalam PBI ini dimaksudkan untuk memberi kejelasan mengenai mekanisme perubahan izin usaha Bank Umum menjadi izin usaha Bank Perkreditan Rakyat (BPR) bagi Bank Umum yang memiliki modal inti di bawah Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) baik atas permintaan sendiri (sukarela)
________________________________________________________________________________________________________ BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 6, Nomor 1, April 2008 43
yang dilakukan sebelum tanggal 31 Desember 2010 maupun atas perintah Bank Indonesia (mandatory). 1. Pokok-pokok pengaturan yang dimuat dalam PBI tentang perubahan izin usaha Bank Umum menjadi izin usaha BPR adalah: a. Mekanisme perubahan izin usaha Bank Umum menjadi izin usaha BPR bagi Bank Umum yang memiliki modal inti di bawah Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) baik atas permintaan sendiri (sukarela) yang dilakukan sebelum tanggal 31 Desember 2010 maupun atas perintah Bank Indonesia (mandatory). b. Penyederhanaan mekanisme dan dokumen perubahan izin usaha bagi Bank Umum yang mengajukan perubahan izin usaha menjadi BPR dibandingkan dengan pendirian BPR baru, yaitu: 1). Dalam memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan persetujuan prinsip, Bank Indonesia hanya melakukan : penilaian kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap calon Pemegang Saham Pengendali, Direksi, dan Komisaris, dalam hal terdapat perubahan; penilaian terhadap analisis atas potensi dan kelayakan perubahan izin usaha Bank Umum menjadi izin usaha BPR, dalam hal terdapat perubahan lokasi usaha Kantor Pusat atau perubahan prinsip usaha dari Bank Umum Konvensional menjadi BPRS; 2). Operasional bank umum tetap dapat dilaksanakan selama proses pengajuan perubahan izin usaha menjadi BPR (tidak perlu jeda waktu). 3). Persyaratan dokumen yang harus disiapkan dalam pengajuan perubahan izin usaha telah disederhanakan. c. Bank Umum yang dapat terkena pemberlakukan perubahan izin usaha Bank Umum menjadi izin usaha BPR secara mandatory adalah: 1). Bank Umum yang pada tanggal 31 Desember 2010 tidak memenuhi modal inti minimum Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); 2). Bank Umum yang pada tanggal 31 Desember 2010 masih wajib membatasi kegiatan usaha dan tidak mengajukan permohonan perubahan izin usaha menjadi BPR secara sukarela; atau 3). Bank Umum yang telah mengajukan permohonan perubahan izin usaha menjadi BPR secara sukarela namun sampai dengan tanggal 31 Desember 2010 belum menyelesaikan penyesuaian kegiatan usaha. 3. Bagi bank umum yang mengajukan perubahan izin usaha menjadi BPR wajib melakukan penyesuaian kegiatan usaha yang terdiri dari beberapa aspek, antara
________________________________________________________________________________________________________ BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 6, Nomor 1, April 2008 44
lain: perangkat hukum, jenis kegiatan usaha, infrastruktur, pelaporan dan pemenuhan ketentuan pengawasan, jaringan kantor dan kesiapan operasional. 4. Jenis sanksi yang dapat diberikan kepada bank umum yang melanggar PBI tentang perubahan izin usaha Bank Umum menjadi izin usaha BPR adalah: Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 antara lain berupa: a. kewajiban membayar sebesar Rp5.000.000,- (lima juta rupiah) per hari sampai dengan bank memenuhi ketentuan ini; dan atau b. pembekuan kegiatan usaha tertentu
Peraturan
:
Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/10/PBI/2008 tanggal 28 Februari 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah
Berlaku
:
mulai tanggal ditetapkan, yakni tanggal 28 Februari 2008
Ringkasan
:
1. Dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan pengawasan bank yang berdasarkan risiko, Bank Indonesia telah menetapkan standar minimum mekanisme penyelesaian pengaduan nasabah. Pemantauan atas pelaksanaan mekanisme penyelesaian pengaduan nasabah tersebut perlu didukung dengan ketersediaan data dan informasi yang akurat dan tepat waktu. 2. Untuk memenuhi kebutuhan data dan informasi tersebut diatas dan dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan informasi, perlu dilakukan perubahan tatacara pelaporan bank umum mengenai penyelesaian pengaduan nasabah dari manual menjadi on-line melalui Sistem Laporan Kantor Pusat Bank Umum (LKPBU). 3. Perubahan tatacara pelaporan tersebut diatas hanya berlaku bagi bank umum, sedangkan untuk BPR dan BPRS tetap menyampaikan laporan penyelesaian pengaduan nasabah secara manual.
Peraturan
:
Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/11/PBI tanggal 31 Maret 2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah.
Berlaku
:
Tanggal 31 Maret 2008
________________________________________________________________________________________________________ BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 6, Nomor 1, April 2008 45
Ringkasan
:
I. PENGERTIAN SBIS Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) adalah surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. II. KARAKTERISTIK SBIS 1. menggunakan akad ju’alah* 2. satuan unit sebesar Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah); 3. berjangka waktu paling kurang 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan; 4. diterbitkan tanpa warkat (scripless); 5. dapat diagunkan kepada Bank Indonesia; dan 6. tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder. * Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia, SBIS juga dapat diterbitkan dengan menggunakan akad mudharabah, musyarakah, wadiah, qardh, dan wakalah. III. MEKANISME PENERBITAN SBIS SBIS diterbitkan melalui mekanisme lelang. IV. PIHAK YANG DAPAT IKUT SERTA DALAM LELANG SBIS 1. Bank Umum Syariah (BUS) atau Unit Usaha Syariah (UUS) atau pialang yang bertindak untuk dan atas nama BUS/UUS; dan 2. BUS atau UUS, baik sebagai peserta langsung maupun peserta tidak langsung, wajib memenuhi persyaratan Financing to Deposit Ratio (FDR) yang ditetapkan Bank Indonesia. V. IMBALAN Bank Indonesia memberikan imbalan atas SBIS yang diterbitkan.
________________________________________________________________________________________________________ BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 6, Nomor 1, April 2008 46