RINGKASAN
INTAN LAKSMITA SARI. Kajian Proyeksi Luas Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Kota Bogor dan Arahan Pola Penyebarannya. Di bawah bimbingan ERNAN RUSTIADI dan BAMBANG SULISTYANTARA. Peningkatan jumlah penduduk Kota Bogor menyebabkan kebutuhan ruang terbangun meningkat, hal ini berimbas pada penurunan luas ruang terbuka hijau (RTH) Kota Bogor di setiap tahunnya. Proporsi RTH sesuai UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang pada wilayah perkotaan yaitu 30% dari luas kota. Kota Bogor memiliki luas wilayah ± 11.850 ha sehingga dibutuhkan 3.555 ha yang terdiri dari 20 % RTH publik ± 2.370 ha dan 10 % RTH privat yaitu ±1.185 ha. Pada tahun mendatang, untuk menghindari perubahan penggunaan lahan dari ruang terbuka hijau menjadi ruang terbangun yang semakin meningkat, dibutuhkan luasan RTH yang diprioritaskan untuk dipertahankan dengan pemenuhan RTH berdasarkan kebutuhan lainnya. Penelitian ini menghitung kebutuhan RTH untuk memenuhi kebutuhan sesuai jumlah penduduk kota dan jumlah kebutuhan oksigen kota. Untuk perhitungan proyeksi kebutuhan RTH sesuai jumlah penduduk, digunakan timeseries data penduduk yang didapat dari BPS Kota Bogor dengan growth model dan menggunakan ketetapan 2,53m2/individu. Proyeksi kebutuhan RTH sesuai kebutuhan oksigen kota, menggunakan data pengguna oksigen di kota, yaitu jumlah penduduk kota, jumlah ternak dalam kota, jumlah kendaraan bermotor dan jumlah industri yang berada di Kota Bogor, dengan unit analisis per kecamatan. Perhitungan kebutuhan RTH berdasarkan kebutuhan oksigen dilakukan dengan menggunakan metode Gerarkis yang dikembangkan oleh Wisesa pada tahun1988. Proyeksi jumlah penduduk Kota Bogor pada tahun 2030 adalah 1.428.488 jiwa dan proyeksi kebutuhan RTH-nya seluas 361,4 ha. Dengan rincian proyeksi jumlah penduduk dan kebutuhan RTH sebagai berikut: (1) Kecamatan Bogor Selatan 269.070 jiwa dan 68,07 ha; (2) Kecamatan Bogor Timur 151.362 jiwa, dan 38,29 ha; (3) Kecamatan Bogor Utara 238.372 jiwa dan 60,31 ha; (4) Kecamatan Bogor Tengah 115.449 jiwa dan 29,21 ha; (5) Kecamatan Bogor Barat 371.615 jiwa dan 94,02 ha; (6) Kecamatan Tanah Sareal 282.620 jiwa dan 71,50 ha..Proyeksi kebutuhan RTH sesuai kebutuhan oksigen Kota Bogor adalah sebesar 943,73 ha. Kecamatan Bogor Selatan 188,65 ha. Kecamatan Bogor Timur seluas 94,38 ha. Kecamatan Bogor Utara seluas 169,85 ha. Kecamatan Bogor Tengah seluas 103,71 ha. Kecamatan Bogor Barat seluas 207,76 ha dan Kecamatan Tanah Sareal seluas 179,39 ha. Hasil akhir dari penelitian ini adalah berupa peta arahan dan pola sebaran RTH di tiap kecamatan di Kota Bogor, dimana daerah sebaran tersebut berdasarkan penggunaan lahan yang telah ada dengan mengutamakan penggunaan lahan dengan nilai landrent yang rendah yaitu diutamakan tanah kosong, semak, dan pepohonan. Kata Kunci:
Kota Bogor, Ruang Terbuka Hijau, Pertumbuhan Penduduk, Kebutuhan Oksigen.
SUMMARY INTAN LAKSMITA SARI. Projection of Bogor City Green Open Space Area and Spatial Distribution Pattern Requirement. Under Supervision of ERNAN RUSTIADI and BAMBANG SULISTYANTARA. A growing number of inhabitant of the Bogor City increase urban space requirements, this broad impact on the reduction of green open spaces (greenery) yearly. Proportion of greenery in accordance with National Act No. 26 of 2007 on spatial planning in urban areas, representing 30% of the city area. Bogor occupies 11.850 ha, and need as consisting of 20% of city areas (± 2.370 ha) public green open space and 10% private green open space (±1.185 ha). In the next year, to avoid land-use change with green open space becomes more awake, it is needed to find the method to justify the priority of green open space to be conserved. This study calculated the appropriate green space to meet the needs of the urban population and total oxygen demand of the city. Calculation of the projected need for green space based on population was conducted by using population data and timeseries population projection in the year to be calculated. Calculation the need for green open space based on oxygen requirement was conducted by employing population data, number of livestock, the number of motor vehicles and the number of industries located in Bogor City, where the unit of analysis was per sub district. Estimated population of Bogor City in 2030 will be 1.428.488 inhabitants, and need greenery as much as 361,4 ha. Details of projected population and the need for green spaces as follows: (1) South Bogor Sub District, 269.070 inhabitants and 68,07 ha; (2) East Bogor, 151.362 inhabitants and 38,29 ha; (3) North Bogor, 238.372 inhabitants and 60,31 ha; (4) Central Bogor, 115.449 inhabitants and 29,21 ha; (5) West Bogor, 371.615 inhabitants and 94,02 ha; and (6) Tanah Sareal, 282.620 inhabitants and 71,50 ha. The projected requirements for greenery in accordance with the requirements of oxygen is 943,73 ha. It is distributed to South Bogor district 188,65 ha, East Bogor Areas 94,38 ha, North Bogor area 169,85 ha, Central Bogor area 103,71 ha, West Bogor 207,76 ha, Tanah Sareal area 179,39 ha. The final result of this research is a map of the direction and the distribution of green space in each district in Bogor City, where distribution is based on existing land use, with emphasis on the use of land with a low value of land rent, namely vacant land, shrubs and trees. Keyword: Bogor, Green Open Space, Growth Model, Oxygen Requirement.
KAJIAN PROYEKSI LUAS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BOGOR DAN ARAHAN POLA PENYEBARANNYA
INTAN LAKSMITA SARI A14061112
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul Skripsi
: Kajian Proyeksi Luas Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Kota Bogor dan Arahan Pola Penyebarannya
Nama Mahasiswa
: Intan Laksmita Sari
Nomor Pokok
: A14061112
Menyetujui, Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr NIP.19651011 199002 1002
Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, MAgr NIP. 19601022 198601 1001
Mengetahui, Ketua Departemen
Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc NIP. 1962113 198703 1 003
Tanggal lulus:
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Intan Laksmita Sari, dilahirkan di Temanggung, Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 27 Juli 1989. Penulis adalah putri sulung dari tiga bersaudara pasangan Aminto Nugroho dan Erina Rusdian Sari. Penulis mengawali jenjang pendidikan formal di TK Aisyah Banyuwangi, Jawa Timur dan dilanjutkan di TK REMAJA Parakan, Temanggung, Jawa Tengah. Satu tahun pertama jenjang SD dilewati di SD REMAJA, kemudian dilanjutkan di SD Negeri Banjarbaru Utara I, Banjarbaru, Kalimantan Selatan hingga lulus. Pada tahun 2001 hingga 2004 melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 7 Bogor, Jawa Barat. Penulis melanjutkan pendidikan SMA selama dua tahun melalui program akselerasi di SMA Negeri 3 Bogor dan menyelesaikan pada tahun 2006. Pada tahun yang sama, penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui Program Undangan Seleksi Masuk IPB, pada tahun berikutnya penulis diterima di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dengan minor Arsitektur Lanskap. Penulis juga aktif menjadi pengurus pada Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah masa bakti 2007-2008 sebagai anggota Sub Divisi Hubungan Luar dan Alumni, Divisi Informasi dan Komunikasi. Pada masa bakti berikutnya penulis dipercaya menjadi Koordinator Sub Divisi Hubungan Luar dan Alumni di Divisi yang sama. Selain itu, hingga tahun 2010 penulis aktif dalam setiap kegiatan Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan terutama acara penglepasan wisudawan DITSL, kegiatan U_Cup Fakultas Pertanian dan kegiatan di luar jurusan maupun fakultas lainnya. Dalam kegiatan akademik, penulis menjadi asisten praktikum untuk mata kuliah Agrogeologi pada tahun ajaran 2007/2008 dan Perencanaan Pengembangan Wilayah pada tahun 2009/2010.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai tugas akhir dengan judul ”Kajian Proyeksi Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Kota Bogor dan Arahan Pola Penyebarannya”. Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan di Bagian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan di Pusat Pengkajian serta Perencanaan Pengembangan Wilayah (P4W) LPPM Kampus IPB Baranangsiang. Penelitian mengkaji kebutuhan RTH Kota Bogor dilatarbelakangi karena meningkatnya jumlah penduduk Kota Bogor. Hal tersebut
menyebabkan
kebutuhan ruang terbangun meningkat yang berimbas pada penurunan luas ruang terbuka hijau (RTH) Kota Bogor di setiap tahunnya, sehingga dibutuhkan alternatif angka kebutuhan RTH dengan pendekatan fungsi lainnya agar kebutuhan RTH Kota Bogor tetap terpenuhi. Selain besarnya peranan ilmu dari Bagian Perencanaan Pengembangan Wilayah, dibutuhkan pula beberapa kajian ilmu dari arsitektur lanskap. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Walaupun demikian, semoga hasil-hasil yang dituangkan dalam skripsi ini bermanfaat bagi mereka yang memerlukannya.
Bogor, November 2010
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH Dalam perjalanan penelitian, penulis banyak mendapatkan bantuan dari banyak pihak dan pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, terutama kepada: 1. Bapak Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr selaku dosen pembimbing I dan Bapak Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr selaku dosen pembimbing II, atas segala bimbingan, kesabaran dan ilmu yang diberikan kepada penulis. 2. P4W LPPM IPB, Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi, Badan Pusat Statistik dan Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Bogor serta instansi lain yang telah memfasilitasi dan memberikan bantuan berupa data penelitian selama ini kepada penulis. 3. Bapak, Ibu dan adik-adik tercinta atas semua dukungan dan kasih sayangnya, baik moril maupun materil serta doa yang selalu mengalir dari keluarga. 4. Dosen dan staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, terutama dari Bagian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Mbak Emma dan Mbak Dian serta Mbak Hesti yang banyak membantu selama penelitian. 5. Maulana Wijaya atas dukungan, semangat serta do’a kepada penulis dalam perjalanan penelitian. 6. Teman-teman MSL43 yang telah memberikan rasa kekeluargaan yang tak terlupakan dalam kebersamaan selama ini, terutama Sony Nugroho yang sangat membantu penulis dan teman-teman di Bagian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah dan semua mahasiswa MSL yang tidak bisa disebutkan satu per satu atas dukungan semangat dan kerjasamanya. 7. Teman dari arl dan ipb43 yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas saran, motivasi dan bantuan dalam penelitian penulis. 8. Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmat-Nya dan membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis, baik yang tersebutkan maupun yang tidak tersebutkan.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ............................................................................................. iix DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... ix I.
PENDAHULUAN ...................................................................................... 13 1.1.
Latar Belakang ................................................................................ 13
1.2.
Tujuan Penelitian ............................................................................. 15
II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 16 2.1.
Definisi Pertumbuhan Penduduk dan Kepadatan Penduduk ............. 16
2.2.
Definisi Ruang Terbuka Hijau ........................................................ 22
2.3.
Fungsi RTH .................................................................................... 23
2.4.
Penyediaan RTH di Kawasan Perkotaan .......................................... 24
2.5.
Peran Geographic Information System (GIS) dalam Analisis RTH .. 25
III. METODOLOGI .......................................................................................... 27 3.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 27
3.2.
Metode Penelitian ............................................................................ 27
3.3.
Jenis Data, Sumber Data dan Alat Penelitian ................................... 33
IV. KEADAAN UMUM LOKASI STUDI........................................................ 36 4.1.
Letak Geografis dan Wilayah Administrasi ...................................... 36
4.2.
Topografi ......................................................................................... 36
4.3.
Klimatologi ..................................................................................... 36
4.4.
Pemanfaatan Ruang Kota dan Pengunaan Lahan ............................. 37
4.5.
Penggunaan Lahan di Kota Bogor ................................................... 38
4.6.
Ruang Terbuka Hijau di Kota Bogor ................................................ 39
4.7.
Perkembangan Perencanaan dan Konsep RTH Kota Bogor ............. 39
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 41 5.1.
Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kota Bogor Per Kecamatan ......... 41
5.2.
Proyeksi Kebutuhan RTH Kota Bogor Per Kecamatan Kota Bogor Berdasarkan Jumlah Penduduk di Tahun 2030 ................................ 49
5.3.
Proyeksi Kebutuhan RTH Kota Bogor Per Kecamatan Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Kota ................................................................ 50
8
5.4.
Arahan dan Pola Penyebaran Proyeksi Kebutuhan RTH Kota Bogor Per Kecamatan Kota Bogor Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Kota dan Jumlah Penduduk di Tahun 2030 ............................................... 51
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 57 6.1.
Kesimpulan ..................................................................................... 57
6.2.
Saran ............................................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 59
9
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman Teks
1.
Metode Penelitian ....................................................................................... 28
2.
Sumber Data Penelitian ............................................................................... 33
3.
Klasifikasi dan Sebaran Land Use/ Land Cover Kota Bogor Tahun 2003 dan 2007 .................................................................................................... 38
4.
Penggunaan Lahan Ruang Terbuka Hijau Kota Bogor Tahnu 2005 ............. 39
5.
Perbandingan nilai R2 masing-masing Kecamatan ....................................... 51
6.
Model Persamaan Proyeksi Perhitungan Pertumbuhan Penduduk Kota Bogor per Kecamatan.................................................................................. 42
7.
Pertumbuhan Penduduk Kota Bogor ........................................................... 44
8.
Proyeksi Kebutuhan RTH Kota Bogor dan per Kecamatan Sesuai Jumlah Penduduk Kota Bogor di Tahun 2030 ......................................................... 49
9.
Proyeksi Kebutuhan RTH Kota Bogor dan per Kecamatan Sesuai Kebutuhan Oksigen Kota Bogor di Tahun 2030 .......................................... 51
Lampiran 1.
Perhitungan Kebutuhan Oksigen Industri, Kendaraan dan Ternak Kota Bogor ………………………………………………………………..……. 63
10
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman Teks
1.
Pola Hubungan Dua Peubah dengan Koefisien Regresi Positif (a) dan Negatif (b) ................................................................................................. 20
2.
Peta Lokasi Penelitian ................................................................................ 27
3.
Kerangka Pikir Penelitian ........................................................................... 32
4.
Citra Ikonos Kota Bogor 2007 .................................................................... 36
5.
Peta Land Use/Land Cover Kota Bogor 2007 ............................................. 37
6.
RTH Bentang Alam .................................................................................... 38
7.
RTH Perkantoran dan Gedung Komersil .................................................... 38
8.
RTH Median dan Tepian Jalan .................................................................... 39
9.
RTH Sepadan Rel Kereta Api .................................................................... 39
10. RTH RTH Pedestrian ................................................................................. 39 11. RTH Lapangan Olahraga ........................................................................... 39 12. RTH Sepadan Sungai ................................................................................. 39 13. Peta RTRW Kota Bogor Periode 1999-2009 .............................................. 40 14. Grafik Data BPS dan Hasil Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kecamatan Bogor Selatan ............................................................................................ 44 15. Grafik Data BPS dan Hasil Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kecamatan Bogor Timur .............................................................................................. 44 16. Grafik Data BPS dan Hasil Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kecamatan Bogor Utara ................................................................................................ 45 17. Grafik Data BPS dan Hasil Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kecamatan Bogor Tengah ............................................................................................. 45 18. Grafik Data BPS dan Hasil Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kecamatan Bogor Barat ............................................................................................... 46 19. Grafik Data BPS dan Hasil Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kecamatan Tanah Sareal ............................................................................................... 47 20. Grafik Data BPS dan Hasil Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kota Bogor . 48 11
21. Grafik Proyeksi Presentasi Jumlah Penduduk Kota Bogor per Kecamatan di Tahun 2030 ............................................................................................. 49 21. Grafik Proyeksi Pertumbuhan Jumlah Penduduk Kota Bogor per Kecamatan di Tahun 2030 ............................................................................................. 49 23. Peta Arahan Ruang Terbuka Hijau Sesuai Kebutuhan Oksigen Kota Bogor di Tahun 2030 ............................................................................................ 57 24. Peta Arahan Ruang Terbuka Hijau Sesuai Jumlah Penduduk Kota Bogor di Tahun 2030 ............................................................................................ 58
12
I.PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Kota Bogor merupakan kota jasa sekaligus kota pemukiman yang
mempunyai visi “Kota Jasa yang Nyaman dengan Masyarakat Madani dan Pemerintahan Amanah”. Tidak dapat dipungkiri bahwa Kota Bogor sejak dahulu dikenal dengan banyaknya ruang terbuka hijau dengan beraneka ragam flora, sehingga kesejukan udaranya menjadi alasan utama bagi para pendatang untuk tinggal di Kota Bogor (BAPEDDA, 2007) Dinamika perkembangan kota baik secara eksternal maupun internal, mempengaruhi kondisi lingkungan khususnya ruang terbuka hijau. Luas ruang terbuka hijau (RTH) Kota bogor setiap tahun semakin berkurang, hal tersebut disebabkan terjadinya perubahan fungsi yang semula berupa lahan terbuka alami menjadi terbangun untuk berbagai keperluan pembangunan seperti perumahan, industri, perdagangan dan jasa, kantor jalan, dan lain-lain. Sebagai akibat persaingan yang semakin ketat maka lahan yang produktif tetapi kurang memiliki nilai ekonomi akan tersingkir. Sebaliknya lahan terbuka hijau yang berada pada lokasi stategis dan mempunyai nilai ekonomi tinggi akan terancam fungsinya, terutama fungsi ekologisnya. Persaingan dalam pemanfaatan lahan saat ini lebih banyak berpihak pada kepentingan ekonomis dibandingkan ekologisnya. Hal inilah yang menyebabkan proporsi RTH Kota Bogor berkurang. RTH kota adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut. Status kepemilikan RTH diklasifikasikan menjadi (a) RTH publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan publik atau lahan yang dimiliki oleh pemerintah (pusat, daerah), dan (b) RTH privat atau non publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan milik privat.
13
Berdasarkan UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang proporsi RTH pada wilayah perkotaan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas wilayah kota, yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% ruang terbuka privat. Jika hasil perhitungan lebih kecil dari 30 %, maka kebutuhan RTH yang digunakan tetap 30 %, sedangkan jika hasil perhitungan lebih besar dari 30 % maka angka tersebut yang dijadikan target pemenuhan luas RTH. Jumlah penduduk Kota Bogor menurut data agregat hasil sensus penduduk 2010 oleh BPS sejumlah 949.066 jiwa dengan rincian, Kecamatan Bogor Utara 170.320 jiwa, Kecamatan Bogor Barat 210.450 jiwa, Kecamatan Bogor Timur 94.572 jiwa, Kecamatan Bogor Selatan 180.745 jiwa, Kecamatan Bogor Tengah 102.203 jiwa, Kecamatan Tanah Sareal 190.776 jiwa. BAPPEDA Kota Bogor memprediksikan jumlah penduduk Kota Bogor pada tahun 2025 sejumlah 1.494.191 jiwa dengan rincian, Kecamatan Bogor Utara 261.375 jiwa, Kecamatan Bogor Barat 337.987 jiwa, Kecamatan Bogor Timur 151.987 jiwa, Kecamatan Bogor Selatan 291.373 jiwa, Kecamatan Bogor Tengah 180.292 jiwa, Kecamatan Tanah Sareal 271.177 jiwa. Peningkatan jumlah penduduk Kota Bogor menyebabkan kebutuhan ruang terbangun meningkat, hal ini berimbas pada penurunan luas ruang terbuka hijau (RTH) Kota Bogor di setiap tahunnya. Proporsi RTH sesuai UU, Kota Bogor memiliki luas wilayah ± 11.850 ha sehingga dibutuhkan 3.555 ha yang terdiri dari 20 % RTH publik ± 2.370 ha dan 10 % RTH privat yaitu ±1.185 ha. Pada tahun mendatang, untuk menghindari perubahan penggunaan lahan dari ruang terbuka hijau menjadi ruang terbangun yang semakin meningkat, dibutuhkan luasan RTH yang diprioritaskan untuk dipertahankan dengan pemenuhan RTH berdasarkan kebutuhan lainnya. Penyediaan kebutuhan RTH di kawasan perkotaan sesuai Masterplan RTH Kota Bogor dapat dipertimbangkan dari beberapa pendekatan, antara lain: (1) Penyediaan kebutuhan RTH berdasarkan persentase luas wilayah; (2) Penyediaan kebutuhan RTH berdasarkan luasan per kapita; (3) Penyediaan kebutuhan RTH berdasarkan kebutuhan oksigen (O2); (4) Penyediaan kebutuhan RTH berdasarkan 14
netralisasi karbondioksida; dan (5) Penyediaan kebutuhan RTH berdasarkan perhitungan kebutuhan air. Alokasi penyebaran RTH dapat disesuaikan dengan diketahuinya kebutuhan RTH per kecamatan di Kota Bogor, sesuai jumlah penduduk per kecamatan, kepadatan penduduk per kecamatan, kebutuhan oksigen per kecamatan, dan lain-lain. Dengan demikian maka konsistensi dan inkonsistensi penggunaan lahan dapat dioptimalkan sesuai RTRW Kota Bogor dengan pemenuhan
kebutuhan
RTH
masing-masing
kecamatan.
Masing-masing
kecamatan memiliki arahan untuk pengembangan RTH dan setiap tanaman RTH disesuaikan dengan fungsi masing-masing RTH.
1.2.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menganalisis model pertumbuhan penduduk (growth model) Kota Bogor per kecamatan periode tahun 2010-2030. 2. Menghitung proyeksi luas kebutuhan RTH untuk seluruh kecamatan di Kota Bogor berdasarkan jumlah penduduk kecamatan dan kota. 3. Menghitung proyeksi luas kebutuhan RTH untuk seluruh kecamatan di Kota Bogor berdasarkan berdasarkan kebutuhan oksigen (O2) kecamatan dan kota. 4. Memberikan arahan dan pola sebaran RTH di Kota Bogor.
15
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Definisi Pertumbuhan Penduduk dan Kepadatan Penduduk Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk baik
peningkatan maupun penurunannya. Menurut Rusli (1995), secara umum ada 3 variabel demografi yang sering dikaji dalam studi ilmu kependudukan yaitu kelahiran, kematian dan migrasi atau gerak penduduk. Mengenai kelahiran, dikenal istilah fertilitas yaitu rata-rata wanita dapat menghasilkan anak. Kelahiran dan kematian dinamakan faktor alami, sedangkan perpindahan penduduk dinamakan faktor non alami. Terdapat dua bentuk migrasi yaitu migrasi yang dapat menambah jumlah penduduk disebut migrasi masuk (imigrasi), dan migrasi yang dapat mengurangi penduduk disebut migrasi keluar (emigrasi). Kelahiran bersifat menambah jumlah penduduk. Ada beberapa faktor yang menghambat kelahiran (anti natalitas) dan yang mendukung kelahiran (pro natalitas). Faktor-faktor penunjang kelahiran (pro natalitas) antara lain: (1) Kawin pada usia muda, karena ada anggapan bila terlambat kawin keluarga akan malu; (2) Anak dianggap sebagai sumber tenaga keluarga untuk membantu orang tua; (3) Anggapan bahwa banyak anak banyak rejeki; (4) Anak menjadi kebanggaan bagi orang tua; (5) Anggapan bahwa penerus keturunan adalah anak laki-laki, sehingga bila belum ada anak laki-laki, orang akan ingin mempunyai anak lagi (edukasi.net, 2009). Faktor pro natalitas mengakibatkan pertambahan jumlah penduduk menjadi besar. Faktor-faktor penghambat kelahiran (anti natalitas), antara lain: (1) Adanya program keluarga berencana yang mengupayakan pembatasan jumlah anak; (2) Adanya ketentuan batas usia menikah, untuk wanita minimal berusia 16 tahun dan bagi laki-laki minimal berusia 19 tahun; (3) Anggapan anak menjadi beban keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidupnya; (4) Adanya pembatasan tunjangan anak untuk pegawai negeri yaitu tunjangan anak diberikan hanya sampai anak ke – 2; dan (5) Penundaaan kawin sampai selesai pendidikan akan memperoleh pekerjaan (e-dukasi.net, 2009). 16
Untuk menentukan jumlah kelahiran dalam satu wilayah digunakan angka kelahiran (fertilitas). Angka kelahiran yaitu angka yang menunjukkan rata-rata jumlah bayi yang lahir setiap 1000 penduduk dalam waktu satu tahun. Faktorfaktor penunjang tingginya angka natalitas dalam suatu negara antara lain: (1) Kepercayaan dan Agama, faktor kepercayaan mempengaruhi orang dalam penerimaan KB. Ada agama atau kepercayaan tertentu yang tidak membolehkan penganutnya mengikuti KB. Dengan sedikitnya peserta KB berarti kelahiran lebih banyak. (2) Tingkat pendidikan, semakin tinggi orang sekolah berarti terjadi penundaan pernikahan yang berarti pula penundaan kelahiran. Selain itu pendidikan mengakibatkan orang merencanakan jumlah anak secara rasional. (3) Kondisi perekonomian, penduduk yang perekonomiannya baik tidak memikirkan perencanaan jumlah anak karena merasa mampu mencukupi kebutuhannya. Jika suatu negara berlaku seperti itu maka penduduknya menjadi banyak (e-dukasi.net, 2009). Selain itu menurut Rusli (1995) faktor-faktor yang juga menunjang tingginya angka natalitas dalam suatu negara: (1) Kebijakan Pemerintah, kebijakan pemerintah mempengaruhi apakah ada pembatasan kelahiran atau penambahan jumlah kelahiran. Selain itu kondisi pemerintah yang tidak stabil misalnya kondisi perang akan mengurangi angka kelahiran. (2) Adat istiadat di masyarakat, kebiasaan dan cara pandang masyarakat mempengaruhi
jumlah
penduduk.
Misalnya
nilai
anak,
ada
yang
menginginkan anak sebanyak-banyaknya, ada yang menilai anak laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan atau sebaliknya, sehingga mengejar untuk mendapatkan anak laki-laki atau sebaliknya. (3) Kematian dan kesehatan, kematian dan kesehatan berkaitan dengan jumlah kelahiran bayi. Kesehatan yang baik memungkinkan bayi lebih banyak yang hidup dan kematian bayi yang rendah akan menambah pula jumlah kelahiran.
17
(4) Struktur Penduduk, penduduk yang sebagian besar terdiri dari usia subur, jumlah kelahiran lebih tinggi dibandingkan yang mayoritas usia non produktif. Kematian bersifat mengurangi jumlah penduduk dan untuk menghitung besarnya angka kematian caranya hampir sama dengan perhitungan angka kelahiran. Banyaknya kematian sangat dipengaruhi oleh faktor pendukung kematian dan faktor penghambat kematian (e-dukasi.net, 2009). Faktor pendukung kematian (pro mortalitas) mengakibatkan jumlah kematian semakin besar. Yang termasuk faktor ini adalah: (1) Sarana kesehatan yang kurang memadai, (2) Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan, (3) Terjadinya berbagai bencana alam, (4) Terjadinya peperangan, (5) Terjadinya kecelakaan lalu lintas dan industri, dan (6) Tindakan bunuh diri dan pembunuhan (e-dukasi.net, 2009). Faktor penghambat kematian (anti mortalitas) mengakibatkan tingkat kematian rendah. Yang termasuk faktor ini adalah: (1) Lingkungan hidup sehat, (2) Fasilitas kesehatan tersedia dengan lengkap, (3) Ajaran agama melarang bunuh diri dan membunuh orang lain, (4) Tingkat kesehatan masyarakat tinggi, dan (5) Semakin tinggi tingkat pendidikan penduduk (e-dukasi.net, 2009). Kepadatan penduduk aritmatik yaitu jumlah rata-rata penduduk yang menempati wilayah seluas satu kilometer persegi (1 km2), dihitung dengan membagi jumlah penduduk dengan luas area dimana mereka tinggal. Terus meningkatnya tingkat kepadatan penduduk berbanding terbalik dengan jumlah ketersediaan lahan. Masalah ketersediaan lahan menjadi salah satu kendala dibangunnya RTH baru. Padahal dengan jumlah penduduk yang tinggi pada suatu wilayah, maka diperlukan penambahan luas RTH yang memadai bagi masyarakat itu sendiri. Sedangkan faktanya, masyarakat banyak beraktifitas menggunakan bahan bakar dalam transportasinya, dan menghasilkan karbondioksida yang menjadi penyebab adanya pemanasan global yang terjadi sekarang ini (Prayoga, 2009).
18
Pemenuhan
lahan
untuk
pemukiman
dapat
dilakukan
dengan
pembangunan vertikal sehingga mengurangi penggunaan lahan. Menurut Prayoga (2004), “relokasi pemukiman liar dan refungsionalisasi kawasan bantaran kali, bantaran rel kereta api, di bawah tegangan tinggi, dan di bawah jalan layang akan menyediakan RTH yang lumayan besar.” Hal-hal yang menjadi penyebab gagalnya perencana dalam merencanakan suatu RTH adalah: (1) Pertambahan penduduk yang cepat sekali, (2) Perencanaannya yang tidak matang dan selalu ketinggalan, (3) Persepsi perancang dan pelaksana belum sama dan belum berkembang, (4) Pelaksanaan yang tidak sesuai dengan perencanaan, (5) Kebutuhan yang sangat mendesak, dan (6) Para perencana yang belum berwawasan lingkungan, dengan pandangan yang tidak jauh ke depan (edukasi.net, 2009). Nilai Pertumbuhan Penduduk Dalam
berbagai
literatur
dijelaskan
bahwa
nilai
pertumbuhan
penduduk (NPP) adalah nilai kecil dimana jumlah individu dalam sebuah populasi meningkat. NPP hanya merujuk pada perubahan populasi pada periode waktu unit, sering diartikan sebagai persentase jumlah individu dalam populasi ketika dimulainya periode. Ini dapat dituliskan dalam rumus : Nilai Pertumbuhan
populasi di awal periode
Model Pertumbuhan dan Peluruhan Penduduk Menurut Panuju dan Rustiadi (2008), model pertumbuhan secara umum dibagi menjadi 2 (dua), yaitu: (1) Discrete time model dan (2) Continous time model. Secara lebih rinci persamaan dari kedua model tersebut dijabarkan pada uraian dan persamaan berikut: 1. Discrete Time Model Model pertumbuhan model discrete time ini berdasarkan pada asumsi bahwa pertumbuhan terjadi secara agregat dengan persentase laju pertumbuhan yang relatif konstan. Contoh penggunaan model ini adalah seperti perhitungan suku bunga di bank dan bunga asuransi. Persamaan umum model ini adalah sebagai berikut : Pt = Po + r Po = (1+r) Po Pt = Po (1+r)t 19
Pertumbuhan penduduk kecil kemungkinan mendekati model ini, karena perkembangan penduduk mempunyai banyak faktor yang mempengaruhi yang menyebabkan pada suatu titik akan mempunyai laju pertumbuhan yang cenderung berubah. Dengan persamaan berikut, pendugaan nilai parameter Pt bersifat matematis, sehingga tidak bisa diduga peluang maupun tingkat kepercayaan hasil pendugaan. 2. Continous Time Model Model Linear Model ini merupakan model pendugaan pertumbuhan dengan persamaan umum Pt = Po + αt dan didasarkan pada asumsi bahwa perubahan laju pertumbuhan relatif konstan. Berbeda dengan model (1) pada model (2) nilai Pt dan t diketahui. Parameter yang diduga adalah α. Nilai Po dapat disimulasikan bernilai 0, bernilai konstanta tertentu, ataupun sesuai pendugaan model. Pada dasarnya penentuan Po harus didasarkan pada konsep tertentu. Pendugaan parameter dalam model ini bersifat statistik, sehingga akan diperoleh nilai peluang dan tingkat kepercayaan, disamping juga parameter koefisien determinasi. Pada Gambar 1 terdapat dua model pertumbuhan (a) dan peluruhan (b). Disebut model pertumbuhan jika koefisien α bernilai positif, dan disebut peluruhan jika α bernilai negatif. Pt
Pt
(a)
t
(b)
t
Gambar 1. Pola Hubungan Dua Peubah Dengan Koefisien Regresi (a) Positif dan (b) Negatif Eksponensial Model ini merupakan model pertumbuhan dengan persamaan umum sebagai berikut: Pt = Po exp (αt). Model tersebut didasarkan pada 20
asumsi bahwa % laju berubah-ubah. Dalam kasus model eksponensial, semakin lama kecenderungan % laju akan semakin tinggi. Kondisi seperti ini akan ditemukan pada wilayah yang masih terus berkembang. Jika diasumsikan sebagai suatu tahapan perkembangan wilayah, maka wilayah dengan trend perkembangan seperti ini merupakan wilayah yang belum matang. Seperti juga pada model (2), pada model (3) nilai pengamatan adalah Pt dan t. Nilai Po boleh disimulasikan 0, sama dengan nilai tertentu (nilai data P pertama) atau diduga dari model tergantung dari konsep yang digunakan. Pendugaan ini juga bersifat statistik, sehingga juga akan diperoleh nilai peluang dan tingkat kepercayaan disamping nilai parameter koefisien determinasi. Secara grafis pola hubungan Y yang merupakan fungsi dari X dengan pemodelan pola eksponensial. Kurva Gompretz/Saturation Model ini merupakan model pertumbuhan yang didasarkan pada asumsi bahwa perubahan laju dan presentasi pertumbuhan senantiasa berubah. Model ini pada dasarnya merupakan turunan dari model logistik. Persamaan umum dari model kurva Gompertz jenuh (saturation model) ini adalah sebagai berikut : % exp' ( )* 1 ( exp' ( )* Pada dasarnya model peluruhan ini mempunyai prinsip yang sama dengan pertumbuhan sebagaimana dijelaskan diatas. Asumsi-asumsinya relative sama dengan asumsi model eksponensial. Perbedaannya terletak pada nilai gradiennya. Jika nilai gradient positif disebut sebagai model pertumbuhan (growth) dan sebaliknya jika gradient negative maka disebut sebagai model peluruhan (decay).
2.2
Definisi Ruang Terbuka Hijau RTH didefinisikan sebagai ruang terbuka yang manfaatnya lebih bersifat
pengisian hijauan tanaman, baik yang bersifat alamiah atau budidaya tanaman dan 21
sebagainya (Inmendagri No. 14 tahun 1988). Selain itu menurut Purnomohadi dalam Budiman (2010) bahwa (1) RTH adalah suatu lapang yang ditumbuhi berbagai tetumbuhan, pada berbagai strata, mulai dari penutup tanah, semak, perdu dan pohon (tanaman tinggi berkayu); (2) Sebentang lahan terbuka tanpa bangunan yang mempunyai ukuran, bentuk dan batas geografis tertentu dengan status penguasaan apapun, yang di dalamnya terdapat tetumbuhan hijau berkayu dan tahunan (perennial woody plants), dengan pepohonan sebagai tumbuhan penciri terutama dan tumbuhan lainnya (perdu, semak, rerumputan, dan tumbuhan penutup tanah lainnya), sebagai tumbuhan pelengkap, serta benda-benda lain yang juga sebagai pelengkap dan penunjang fungsi RTH yang bersangkutan. Menurut Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah
Perkotaan,
pada
Peraturan
Menteri
Pekerjaan
Umum
No
05/PRT/M/2008, Ruang Terbuka Hijau (RTH), adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Ruang terbuka hijau privat, adalah RTH milik institusi tertentu atau orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan. Ruang terbuka hijau publik, adalah RTH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota/kabupaten yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Sabuk hijau (greenbelt), adalah RTH yang memiliki tujuan utama untuk membatasi perkembangan suatu penggunaan lahan atau membatasi aktivitas satu dengan aktivitas lainnya agar tidak saling mengganggu. Menurut Nurisjah dan Pramukanto dalam Budiman (2010) RTH merupakan bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut. Dalam Master Plan RTH Kota Bogor (2007), definisi lain mengatakan bahwa secara umum ruang terbuka publik (open space) di perkotaan terdiri dari ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau. Ruang Terbuka Hijau (RTH) perkotaan adalah bagian dari ruang-ruang terbuka 22
(open space) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman dan vegetasi (endemik maupun introduksi) guna mendukung manfaat ekologis, sosialbudaya dan arsitektural yang dapat memberikan manfaat ekonomi (kesejahteraan) bagi masyarakatnya. 2.3
Fungsi Ruang Terbuka Hijau Menurut Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di
Wilayah
Perkotaan
dalam
Peraturan
Menteri
Pekerjaan
Umum
No
05/PRT/M/2008, RTH memiliki fungsi utama dan tambahan sebagai berikut: Fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis: (1) Memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-paru kota) (2) Pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar (3) Sebagai peneduh (4) Produsen oksigen (5) Penyedia habitat satwa (6) Penyerap air hujan, polutan media udara, air dan tanah, serta (7) Penahan angin. Fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu (1) Fungsi sosial dan budaya yang menggambarkan ekspresi budaya lokal, media komunikasi warga kota dan tempat rekreasi serta wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari alam; (2) Fungsi ekonomi yang terdiri dari sumber produk yang bisa dijual, seperti tanaman bunga, buah, daun, sayur mayur serta bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, perkebunan, kehutanan dan lain-lain; dan (3) Fungsi estetika yaitu berfungsi meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik dari skala mikro: halaman rumah, lingkungan permukimam, maupun makro: lanskap kota secara keseluruhan. Menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota, pembentuk faktor keindahan arsitektural serta menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak terbangun. Dalam suatu wilayah perkotaan, empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota seperti perlindungan tata air, keseimbangan ekologi dan konservasi hayati.
23
2.4
Penyediaan RTH di Kawasan Perkotaan Penyediaan ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan menurut Pedoman
Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau dapat menggunakan pendekatan luas wilayah, jumlah penduduk, dan kebutuhaan fungsi tertentu. Salah satu fungsi tertentu dari RTH adalah kebutuhan oksigen Kota. a.
Penyediaan RTH Berdasarkan Luas Wilayah Menurut Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di
Wilayah
Perkotaan
dalam
Peraturan
Menteri
Pekerjaan
Umum
No
05/PRT/M/2008, penyediaan RTH berdasarkan luas wilayah di perkotaan adalah sebagai berikut (1) ruang terbuka hijau di perkotaan terdiri dari RTH Publik dan RTH privat; (2) proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% terdiri dari ruang terbuka hijau privat; (3) apabila luas RTH baik publik maupun privat di kota yang bersangkutan telah memiliki total luas lebih besar dari peraturan atau perundangan yang berlaku, maka proporsi tersebut harus tetap dipertahankan keberadaannya. Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota. b.
Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah
Perkotaan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 05/PRT/M/2008 menentukan cara perhitungan luas RTH berdasarkan jumlah penduduk, dilakukan dengan mengalikan antara jumlah penduduk yang dilayani dengan standar luas RTH per kapita sesuai peraturan yang berlaku yaitu 2,53 m2/orang. c.
Penyediaan RTH Berdasarkan Kebutuhan Fungsi Tertentu Fungsi RTH pada kategori ini dijelaskan dalam Pedoman Penyediaan dan
Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 05/PRT/M/2008 adalah fungsi perlindungan atau 24
pengamanan, sarana dan prasarana misalnya melindungi kelestarian sumber daya alam, pengaman pejalan kaki atau membatasi perkembangan penggunaan lahan agar fungsi utamanya tidak teganggu. RTH kategori ini meliputi: jalur hijau sempadan rel kereta api, jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi, RTH kawasan perlindungan setempat berupa RTH sempadan sungai, RTH sempadan pantai, dan RTH pengamanan sumber air baku/mata air.
d.
Perhitungan Kebutuhan RTH Berdasarkan Kebutuhan Oksigennya Luas kebutuhan RTH dapat dihitung berdasarkan pendekatan kebutuhan
oksigen dengan menggunakan metode Gerarkis (1974) dalam Wisesa (1988) yang kemudian dikembangkan oleh Wijayanti (2003) yaitu sebagai berikut :
dimana, L ai bi ci di Ui Vi Yi Zi K 2.5
: : : : : : : : : :
Luas RTH (ha) Kebutuhan oksigen per orang (kg/jam) Kebutuhan oksigen per kendaraan bermotor (kg/jam) Kebutuhan oksigen per industry (kg/jam) Kebutuhan oksigen per ternak(kg/jam) Jumlah Penduduk Jumlah kendaraan bermotor berbagai jenis Jumlah industri dari berbagai skala Jumlah ternak dari berbagai jenis Konstanta (rataan oksigen yang dihasilkan Hutan Kota kg/jam/ha Peran Geographic Information System (GIS) dalam Analisis RTH GIS dalam Bahasa Indonesia lebih dikenal dengan istilah Sistem Informasi
Geografis (SIG) yang dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan dan
menganalisis objek-objek dan fenomena-fenomena dimana lokasi geografis merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. Menurut Prahasta (2004) SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan dasar dalam menangani data bereferensi geografis, kemampuan dasar tersebut adalah: (1) Data masukan ((data data spasial dan data atribut), (2) Data luaran (peta tematik), (3) Manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), dan (4)
Analisis data. 25
Perangkat lunak SIG yang biasa digunakan antara lain ArcView, ArcGis, MapInfo, ERDAS. Pada penelitian ini perangkat lunak yang digunakan adalah ArcView versi 3.3 karena kemampuannya menganalisis lebih baik dari versi sebelumnya dan memiliki banyak ekstensi untuk mempermudah dalam analisis data yang dibutuhkan. Lebih lanjut, Prahasta (2004) menyatakan bahwa ArcView merupakan salah satu perangkat lunak desktop Sistem Informasi Geografis dan pemetaan yang telah dikembangkan oleh ESRI (Environmental System Research Institut, Inc). Dengan ArcView, pengguna dapat memiliki kemampuankemampuan untuk melakukan visualisasi, meng-explore, menjawab pertanyaanpertanyaan (baik data spasial maupun data non-spasial), menganalisis data secara geografis, dan sebagainya. Kemampuan perangkat SIG ArcView yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah sebagai berikut : (1) Pertukaran data, membaca dan menuliskan data dari dan ke dalam format perangkat lunak SIG lainnya (2) Menampilkan Informasi (basis data) spasial maupun atribut (3) Membuat peta tematik. Dalam menentukan penggunaan lahan yang akan dijadikan arahan RTH menurut Prahasta (2004) dapat digunakan Query, dengan fungsi untuk menandai sel theme grid sesuai dengan kriteria yang diinginkan, satuan data yang ditandai adalah sel atau piksel pada theme grid. Menandai data dengan query dapat dilakukan pada view ataupun pada tabel. Menandai data dengan query pada view dapat dilakukan dengan menu Theme Query. Peta arahan RTH menggunakan peta administrasi kota bogor, peta hierarki jalan kota bogor serta peta hasil penentuan arahan, metode yang digunakan untuk mengasilkan peta tersebut menggnakan metode overlay clip one. Menurut Prahasta (2004). Fasilitas ini biasanya digunakan untuk memperoleh informasi pada daerah dengan luasan yang lebih kecil dari peta yang mencangkup daerah yang luas.
26
III. BAHAN DAN METODE 3.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan objek Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat,
seperti pada Gambar 2. Analisis spasial maupun analisis data dilakukan di Bagian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Departemen Imu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan di Pusat Pengkajian dan Perencanaan Pengembangan Wilayah (P4W) LPPM Kampus IPB Baranangsiang. Waktu penelitian dilaksanakan selama 7 bulan, mulai dari bulan Februari 2010 hingga Agustus 2010.
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian 3.2.
Metode Penelitian Data, sumber data serta metode analisis yang digunakan pada penelitian
ditampilkan pada Tabel 1 dan kerangka pikir penelitian pada Gambar 3. 27
Tabel 1. Metode Penelitian
No
Tujuan
1 Menganalisis model pertumbuhan peduduk (growth model) per kota dan kecamatan.
Metode/Analisis yang digunakan Analisis proyeksi pertumbuhan penduduk Kota Bogor tahun 2010-2030 menggunakan teknik pendugaan linear dan non-linear model : • Discrete Time Model ,* , 1 ( • Continuous Time Model ,* ( '* • Exponensial ,* , exp'* • Kurva Gompretz/ Saturation % exp' ( )* 1 ( exp' ( )*
Data dan Sumber data yang digunakan • Data jumlah penduduk Kota Bogor tahun 2005 (hasil supas BPS) • Software Statistic 8.0
Output • Proyeksi jumlah penduduk Kota Bogor tahun 2030 per kecamatan di Kota Bogor
Dimana : Pt : jumlah penduduk tahun terakhir Po : jumlah penduduk tahun awal W : waktu paruh r : pertumbuhan penduduk (dalam %) t : selisih tahun antar Pt dan Po 1 : konstanta (angka tetap) α : koefisien (positif//negatif) β : koefisien (positif//negatif)
28
Tabel 1. Metode Penelitian (Lanjutan)
No
Tujuan
2 Menghitung proyeksi luas kebutuhan RTH sebaran dan alokasi RTH Kota Bogor berdasarkan jumlah penduduk periode tahun 2010-2030
Metode/Analisis yang digunakan
Analisis kebutuhan luasan RTH berdasarkan Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan. – Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 05/PRT/M/2008 2 • Fasilitas Umum 2,53 m /jiwa (minimal >253 Ha)
•
Data dan Sumber data yang digunakan
• Proyeksi jumlah penduduk Kota Bogor tahun 2030 per kecamatan di Kota Bogor
Output
• Tabel Proyeksi luasan Kebutuhan RTH Kota Bogor berdasarkan Jumlah Penduduk
• Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan. – Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 05/PRT/M/2008
29
Tabel 1. Metode Penelitian (Lanjutan) No
3
Metode/Analisis yang digunakan
Tujuan
Menghitung proyeksi luas kebutuhan RTH sebaran dan alokasi RTH Kota Bogor berdasarkan kebutuhan oksigen (O2) periode tahun 2010-2030
Data dan Sumber data yang digunakan
• Perhitungan Jumlah Pohon untuk Menyuplai Oksigen • Konversi Jumlah pohon ke RTH yang harus dibangun • Perhitungan:
• Proyeksi jumlah penduduk Kota Bogor tahun 2030 per kecamatan di Kota Bogor
Dimana :
• Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan. – Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 05/PRT/M/2008
L ai bi ci di Ui Vi Yi Zi K
Luas RTH yang dibutuhkan (ha) Kebutuhan oksigen per orang (kg/jam) Kebutuhan oksigen per kendaraan bermotor (kg/jam) Kebutuhan oksigen per industri (kg/jam) Kebutuhan oksigen per ternak(kg/jam) Jumlah Penduduk Jumlah kendaraan bermotor berbagai jenis i Jumlah industri dari berbagai skala Jumlah ternak dari berbagai jenis Konstanta (rataan oksigen yang dihasilkan Hutan Kota kg/jam/ha
Output
• Tabel Proyeksi luasan Kebutuhan RTH Kota Bogor berdasarkan kebutuhan oksigen (O2)
30
No 4
Tujuan Pembuatan gambaran alokasi penyebaran RTH di Kota Bogor berdasarkan perhitungan kebutuhan RTH periode tahun 2010-2030
Metode/Analisis yang digunakan • Analisis pola penggunaan lahan (2003 & 2007)
• Analisis peluang penetapan RTH berdasarkan kebutuhan RTH , kesesuaian RTH dan penggunaan lahan.
Data dan Sumber data yang digunakan • Proyeksi luas kebutuhan RTH dan sebaran alokasi RTH Kota Bogor berdasarkan jumlah penduduk periode tahun 2010-2030. • Proyeksi luas kebutuhan RTH dan sebaran alokasi RTH Kota Bogor berdasarkan kebutuhan oksigen (O2) periode tahun 2010-2030 • Sofware ArcView 3.3
Output
• Peta sebaran alokasi Kebutuhan RTH Kota Bogor dibagi 6 (enam) kecamatan.
31
Gambar 3. Kerangka Pikir Penelitian
32
3.3
Jenis Data, Sumber Data, dan Alat Penelitian Penelitian ini menggunakan data-data sekunder sebagaimana pada Tabel 2:
Tabel 2. Sumber Data Sekunder Penelitian Data
Sumber
Timeseries Jumlah Penduduk Kota Bogor 1995-2008
BPS Kota Bogor tahun 1996-2009
Tabel Data Jumlah Ternak Kota Bogor
BPS Kota Bogor 2004-2008
Tabel Data Jumlah Kendaraan Kota Bogor
Dinas Perhubungan Komunikasi Dan Informasi BPS Kota Bogor 2004,2008
Tabel Data Jumlah Industri Kota Bogor
BPS Kota Bogor 2004-2008
Peta Pengunaan Lahan Kota Bogor
Listiawan, 2010
Alat yang digunakan untuk mengolah data pada Tabel 2 dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer dengan perangkat lunak (software) yang terdiri dari Arc View 3.3, Microsoft Office Word, Microsoft Office Excel, Microsoft Office Visio, dan Statistica 8.0. Penelitian terdiri dari 4 tahap, yang pertama adalah menganalisis model pertumbuhan penduduk (growth model) per kota dan kecamatan dengan menghitung proyeksi pertumbuhan penduduk Kota Bogor dan per kecamatan untuk tahun 2030 menggunakan software Statistica 8.0 dan perhitungan sebagai berikut :
•
•
•
•
Discrete Time Model
Dimana :
,* , 1 ( -
Pt = jumlah penduduk tahun terakhir
Continuous Time Model
Po = jumlah penduduk tahun awal
,* ( '*
r
= pertumbuhan penduduk (dalam %)
Exponensial
t
= selisih tahun antar Pt dan Po
,* , exp'*
1 = konstanta (angka tetap)
Kurva Gompretz/ Saturation α = koefisien (positif/negatif) . /0123 4- 53/0123 4-
β
= koefisien (positif/negatif)
Pt merupakan prediksi jumlah penduduk pada tahun yang ditentukan dalam satuan jiwa, W, α, β adalah konstanta. t merupakan titik tahun yang akan dihitung prediksinya. Dari keempat model pertumbuhan tersebut, model yang digunakan adalah model pertumbuhan dengan nilai R2 tertinggi, yaitu mendekati 33
nilai 1 (satu). Tahap kedua adalah menghitung proyeksi luas kebutuhan RTH berdasarkan jumlah penduduk tahun 2030. Hasil dari tahap pertama dalam bentuk tabel proyeksi jumlah penduduk di tahun 2030 digunakan untuk menghitung kebutuhan RTH dengan menghitung kebutuhan per jiwa sesuai standar dari Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah
Perkotaan, dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 05/PRT/M/2008, yaitu 2,53 m2/jiwa. Berdasarkan proyeksi jumlah penduduk oleh BAPPEDA Kota Bogor, pada 2025 Kota Bogor merupakan kota yang akan berpenduduk lebih besar dari 1.000.000 jiwa, yaitu 1.494.191 jiwa, dan berdasarkan asumsi kebutuhan RTH
Fasilitas Umum 2,53 m2/jiwa, dilakukan perhitungan proyeksi jumlah penduduk dengan luasan kebutuhannya. Tahap yang ketiga adalah menghitung proyeksi luas kebutuhan RTH berdasarkan kebutuhan oksigen per kecamatan. Untuk itu dibutuhkan data
pengguna oksigen di setiap kecamatan. Asumsi yang digunakan pada penelitian kali ini adalah pengguna oksigen kota terdiri dari penduduk, ternak dari berbagai macam jenis hewannya, kendaraan sesuai jenis bahan bakarnya dan industri sesuai skalanya. Selain itu dibutuhkan nilai konstanta berat kering tanaman per gram nya. Luas kebutuhan RTH dihitung berdasarkan kebut kebutuhan uhan oksigen dengan metode Gerarkis (1974) dalam Wisesa (1988) yang kemudian dikembangkan oleh Wijayanti (2003) yaitu sebagai berikut :
L adalah luas RTH (ha), ai adalah
kebutuhan
oksigen
per
orang
(kg/jam), bi adalah kebutuhan oksigen per kendaraan bermotor (kg/jam), ci adalah kebutuhan oksigen per industri (kg/jam), Vi adalah jumlah penduduk, Yi adalah jumlah kendaraan bermotor berbagai jenis, Zi adalah jumlah industri dari berbagai
skala, dan K adalah konstanta rataan oksigen yang dihasilkan tanaman (kg/jam/ha). Tahap yang terakhir adalah pembuatan dua peta arahan penggunaan lahan yang dipertahankan sebagai RTH pada tahun 2030 dengan studi literatur dari Pedoman Penataan RTH di perkotaan Jawa Barat, RDTR Kota Bogor tahun 34
2002-2012, Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor, analisis spasial dengan menggunakan software ArcView 3,3 dan survei lapang. Peta pertama merupakan peta arahan yang sesuai dengan kebutuhan RTH sesuai jumlah penduduk per kecamatan. Peta kedua adalah peta arahan yang sesuai dengan kebutuhan RTH berdasarkan kebutuhan oksigen per kecamatan. Untuk menentukan lahan yang ditetapkan sebagai RTH adalah dengan 3 tahap berikut yaitu, Pendistribusian luas kebutuhan RTH harus sesuai angka perhitungan di setiap kecamatan, penggunaan lahan yang menjadi arahan diutamakan pada landrent rendah hingga tinggi yaitu tanah kosong, semak, pepohonan, kuburan, lading, sawah, lapangan olah raga, badan air, jalan, pemukiman, perumahan dan yang paling tinggi adalah industri, yang terakhir adalah dengan mendistribusikan RTH dengan metode Grid 500x500m, dengan asumsi pendekatan waktu tempuh anak-anak dan orangtua yaitu 10 menit atau setara dengan 500m. RTH berdasarkan jumlah penduduk ditetapkan dengan memprioritaskan lahan di sekitar pemukiman/perumahan, agar fungsi RTH sebagai pemenuh kebutuhan penduduk lebih mudah diakses. Untuk peta arahan yang kedua, diutamakan lahan di sekitar pemukiman/perumahan, untuk penuh kebutuhan oksigen penduduk. Prioritas yang kedua adalah pada median dan tepian jalan serta kawasan pusat kendaraan umum (terminal, dan lain-lain) sebagai pemenuh kebutuhan oksigen kendaraan, kemudian di lahan sekitar peternakan untuk pemenuh kebutuhan oksigen ternak. Penggunaan lahan yang terakhir di daerah kawasan industri untuk pemenuh kebutuhan oksigen industri.
35
IV. KEADAAN UMUM LOKASI STUDI 4.1
Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Kota Bogor secara geografis terletak pada 106048' Bujur Timur dan 6306'
Lintang Selatan dengan jarak ± 56 km dari Ibu Kota Jakarta. Kota Bogor terdiri dari enam kecamatan, yaitu: Kecamatan Kota Bogor Utara, Kecamatan Kota Bogor Timur, Kecamatan Kota Bogor Barat, Kecamatan Kota Bogor Tengah, Kecamatan Kota Bogor Selatan dan Kecamatan Tanah Sereal. Dengan 31 kelurahan dan 37 desa, 210 dusun, 623 RW, 2712 RT. Luas Wilayah Kota Bogor adalah 11.850 ha atau 118,5 km2 dan berbatasan dengan:
•
Sebelah Utara: Berbatasan dengan Kecamatan Kemang, Kecamatan Bojong Gede, Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor.
•
Sebelah Barat: Berbatasan dengan Kecamatan Dramagadan Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor.
•
Sebelah Selatan: Berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor.
•
Sebelah Timur: Berbatasan dengan wilayah Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor.
4.2
Topografi Kota Bogor mempunyai perbukitan bergelombang dengan perbedaan
ketinggian yang cukup besar, bervariasi antara 190 s/d 350 m diatas permukaan laut dengan 55 kemiringan lereng berkisar 0 - 2 % (datar) seluas 1.763,94 Ha, 2 15 % (landai) seluas 8.91,27 Ha, 15- 25 % (agak curam) seluas 1.109,89 Ha, 25 40 % (curam) seluas 764,96 a, dan > 40 % (sangat curam) seluas 119,94 Ha.
4.3
Klimatologi Curah hujan rata-rata di wilayah Kota Bogor dituliskan dalam Budiman
(2010) berkisar antara 3.000 mm sampai 4.000 mm/ tahun. Curah hujan bulanan berkisar antara 250 - 335mm/bulan dengan waktu curah hujan minimum terjadi pada bulan September sekitar 128mm, sedangkan curah hujan maksimum terjadi di bulan Oktober sekitar 346 mm. Temperatur rata-rata wilayah Bogor berada pada suhu 260C, temperature tertinggi sekitar 34,40 C dengan kelembaban udara rata-rata lebih dari 70 %. 36
4.4
Pemanfaatan Ruang Kota dan Penggunaan Lahan
Tata ruang Kota Bogor terbagi menjadi lima bagian, yaitu: Bagian Selatan, yaitu Kecamatan Bogor Selatan cenderung berpotensi sebagai daerah permukiman
dengan KDB rendah dan Ruang Terbuka Hijau. Bagian Utara yaitu Kecamatan Bogor Utara cenderung berpotensi sebagai daerah industri non-polutan dan sebagai penunjangnya adalah permukiman beserta perdagangan dan jasa
sedangkan Kecamatan Tanah Sereal cenderung berpotensi sebagai permukiman, perdagangan dan jasa, serta fasilitas pelayanan kota. Bagian Barat, yaitu Kecamatan Bogor Barat cenderung berpotensi sebagai daerah permukiman yang ditunjang oleh obyek wisata. Bagian Timur, yaitu Kecamatan Bogor Timur cenderung berpotensi sebagai daerah permukiman. Bagian Tengah, yaitu Kecamatan Bogor Tengah cenderung berpotensi sebagai pusat perdagangan dan jasa yang ditunjang oleh perkantoran dan wisata ilmiah. Penggunaan lahan pada
Kota Bogor ditampilkan pada Gambar 4.
Gambar 4. Citra Ikonos Kota Bogor 2007 37
4.5
Penggunaan lahan di kota Bogor Pemanfaatan ruang di Kota Bogor pada tahun 2007 ditampilkan pada
Tabel 3 ditandai oleh intensitas daerah terbangun (built up area) yang relatif tinggi, yakni sekitar 47,23 %. Intensitas penggunaan lahan lain yang cukup tinggi di Kota Bogor adalah untuk pertanian (sawah) sekitar 18,64 %. Tabel 3. Klasifikasi dan Sebaran Land Use/Land Cover Kota Bogor Tahun 2003 dan 2007 : Land Use/Land Cover Badan Air Belukar/Semak Kebun/Pepohonan Ladang/Tegalan Ruang Terbangun Sawah Tanah Kosong
Tahun 2003
Tahun 2007
Ha
%
Ha
%
184 282 1783 1424 4156 2594 843
1,63 2,51 15,82 12,64 36,89 23,03 7,49
228 390 1653 743 5322 2100 832
2,03 3,46 14,67 6,59 47,23 18,64 7,38
Selain dari Tabel 3 di atas sebaran penggunaan/penutupan lahan Kota Bogor dapat dilihat pula dari Gambar 5 :
Gambar 5. Peta Land Use/Land Cover Kota Bogor Tahun 2007
38
4.6
Ruang Terbuka Hijau Kota Bogor Berikut adalah penggunaan lahan Kota Bogor di Tahun 2005 sebagai
Ruang Terbuka Hijau yang ditampilkan pada Tabel 4 dan jenis-jenis RTH pada Gambar 6 hingga Gambar 12. Tabel 4. Tabel Penggunaan Lahan RTH Kota Bogor Tahun 2005 No
Jenis RTH
Bogor Barat
Bogor Selatan
Bogor Tengah
Bogor Timur
Bogor Utara
Tanah Sareal
Kota Bogor
1
Hutan Kota
57,62
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
57,62
2
Jalur Hijau Jalan
2,41
3,86
23,67
40,89
51,15
16,32
138,29
3
Jalur Hijau SUTET
0,52
0,00
0,00
4,62
7,53
1,69
14,36
4
Kawasan Hijau
336,66
748,61
34,30
123,09
320,18
411,95
1974,79
5
Kebun Raya
0,00
0,00
72,12
0,00
0,00
0,00
72,12
6
Lahan Pertanian Kota
613,94
1053,83
26,70
293,17
522,94
623,65
3134,23
Lapangan Olah Raga
34,89
65,92
5,40
4,89
15,93
24,77
151,79
7
Sempadan Sungai
49,20
74,85
11,19
16,70
20,85
9,00
181,79
8
TPU
9,78
99,69
1,61
2,14
1,95
11,54
126,71
9
0,40
0,12
1,17
0,53
1,44
0,28
3,94
Taman Lingkungan
12,00
15,91
4,93
8,76
23,84
20,58
86,02
11
Taman Perkantoran
40,60
7,27
37,80
4,91
15,48
18,71
124,77
12
Taman Rekreasi
0,00
5,61
34,29
0,00
0,00
0,19
40,08
1158,00
2075,66
253,18
499,69
981,28
1138,68
6106,50
Persentase (%) 9,77 17,52 : Badan Perencanaan Daerah Kota Bogor
2,14
4,22
8,28
9,61
51,53
10
Taman Kota
Total (Ha)
Sumber
Jenis-jenis RTH yang terdapat di Kota Bogor
Gambar 6. RTH Bentang Alam
Gambar 7. RTH Perkantoran dan Gedung Komersil
39
Gambar 8. RTH Median dan Tepian Jalan
Gambar 10. RTH Pedestrian
Gambar 9. RTH Sepadan Rel Kereta Api
Gambar 11. RTH Lapangan Olarraga
Gambar 12. RTH Sepadan Sungai
40
4.7
Perkembangan Perencanaan dan Konsep RTH Kota Bogor Konsep wujud taman kota (central park) yang ideal adalah taman kota
yang besar yang mengelilingi pusat pemerintahan. Sekeliling taman kota tersebut terdapat kawasan permukiman dan bagian dari industri, sedangkan bagian lingkaran terluar akan ditata sebagai jalur hijau untuk pertanian dan kegunaan kelembagaan (Howard dalam BAPEDDA, 2007) sebagaimana dapat dilihat dalam RTRW 1999-2009 pada Gambar 13. Pada awal perkembangannya (Nurdin dalam BAPEDDA, 2007) subsistem pertamanan kota Bogor Tengah dan Bogor Timur (kota lama) mirip dengan sistem pertamanan kota menurut konsep ”garden city”, yang diduga terbentuk sejak awal perencanaan Kota Bogor. Sistem pertamanan kota pada kawasan Bogor Tengah dan Bogor Timur memusat pada Kebun Raya Bogor sebagai pusat sistem pertamanan kota (Rachmawaty dalam BAPEDDA, 2007) sekaligus sebagai pusat sistem penyebaran ruang terbuka hijau kota. Pada wilayah subsistem pertamanan kota yang meliputi Bogor Utara, Bogor Barat, Tanah Sareal dan Bogor Selatan merupakan kawasan yang baru dibuka untuk perluasan Kota Bogor. Taman-taman yang ada di wilayah ini merupakan taman baru, dan sisanya adalah merupakan bagian dari bagian Bogor Tengah sebelum wilayah tersebut diperluas. Tamantaman yang ada tersebut antara lain taman alun-alun empang, taman jalur A. Yani dan taman jalur Jl. Pemuda.
Gambar 6. Peta RTRW Kota Bogor Periode 1999-2009 41
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1.
Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kota Bogor Per Kecamatan Kota Bogor yang terdiri dari enam kecamatan memiliki proporsi jumlah
penduduk yang tidak sama karena luas masing-masing kecamatan berbeda dan memiliki fasilitas yang terpusat serta tidak menyebar secara merata. Pada kurun waktu 1995-2008 jumlah penduduk Kota Bogor mengalami pertumbuhan penduduk yang stabil, walaupun terdapat beberapa pertumbuhan penduduk yang tinggi dan mengalami penurunan di beberapa titik tahun. Untuk memproyeksi jumlah penduduk Kota Bogor di tahun 2030, maka dibutuhkan model pertumbuhan yang tepat. Pada penelitian ini, model pertumbuhan yang digunakan adalah Kurva Gompertz/saturation, yaitu model pertumbuhan yang memiliki titik jenuh pada sebuah pertumbuhan, sehingga model pertumbuhan ini akan mengalami titik stasioner (tidak terus meningkat). Sehingga suatu kota akan memiliki “batas ambang” berapa jumlah penduduk yang dapat dipenuhi kebutuhannya. Metode ini terpilih karena memiliki nilai R2 yang lebih tinggi dibanding dengan model pertumbuhan lainnya, seperti ditampilkan pada Tabel 5. Masing-masing kecamatan memiliki model pertumbuhan penduduk yang berbeda-beda, oleh karna itu pemodelan pertumbuhan penduduk dianalisis per jumlah penduduk per kecamatan, dengan titik tahun perhitungan dari tahun 1995 hingga tahun 2008. Model petumbuhan penduduk memiliki nilai R2 atau koefisien determinasi. Tingginya nilai persentase dari koefisien determinasi tersebut menunjukkan bahwa pemodelan pertumbuhan penduduk yang digunakan adalah pemodelan yang mendekati pertumbuhan penduduk nyata di lapang. Nilai persentase koefisien determinasi terdapat pada selang 0-100%. Semakin tinggi presentasi nilainya, maka semakin menunjukan keadaan nyata di lapang, sebaliknya semakin rendah presentasi nilainya, maka semakin tidak menunjukan atau tidak sesuai dengan keadaan nyata di lapang. Perbandingan nilai R2 masingmasing kecamatan kecamatan ditampilkan pada Tabel 6.
42
Tabel 5. Perbandingan nilai R2 Masing-masing Kecamatan. Model Pertumbuhan
Bogor Selatan
Bogor Timur
Bogor Utara
Bogor Tengah
Bogor Barat
Tanah Sareal
Discrete Time
67
46
72
67
68
80
Continous Time
72
63
65
71
70
83
Eksponensial
61
60
66
61
64
72
Saturation
98,43
98,36
97,39
98,36
99,57
84,19
Nilai R2 dan perhitungan hasil model proyeksi pertumbuhan penduduk per kecamatan Kota Bogor disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Tabel Model Persamaan Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kota Bogor per kecamatan. Kecamatan
R2 (%)
Bogor Selatan
98,43
Bogor Timur
98,36
Bogor Utara
97,39
Bogor Tengah
98,36
Bogor Barat
99,57
Tanah Sareal
84,19
Pt
,*
349950,21exp 0,67 ( 0,052* 1 ( exp0,67 ( 0,052*
,*
232786,25exp 1,0 ( 0,045* 1 ( exp1,0 ( 0,045*
,*
,*
250240,3exp 0,6 ( 0,1* 1 ( exp0,6 ( 0,1*
1145773exp 2,34 ( 0,0042* 1 ( exp2,34 ( 0,0042*
,*
,*
390116,8exp 0,6 ( 0,1* 1 ( exp0,6 ( 0,1*
438971,1exp 1,1 ( 0,047t 1 ( exp1,1 ( 0,047t
43
Berdasarkan hasil analisis pendugaan pertumbuhan penduduk dengan menggunakan saturation model pada Tabel 6 maka dapat diketahui bahwa model persamaan Kecamatan Bogor Barat memiliki nilai persentase koefisien determinasi tertinggi bila dibandingkan dengan 5 kecamatan lainnya, yaitu 99,57% dan Kecamatan Tanah Sareal memiliki nilai persentase terendah yaitu 84,19% namun angka ini tetap menunjukan bahwa pemodelan jumlah penduduk di Kecamatan Tanah Sareal mendekati keadaan nyata di lapang pada tahun 2030. Tabel 7. Tabel Pertumbuhan Penduduk Kota Bogor Ta hun
Bogor Selatan
Bogor Timur
Bogor Utara
Bogor Tengah
Bogor Barat
Tanah Sareal
Jumlah
1995 1996
122773
66598
98636
113903
66764
101145
102521 103650
143482
132800
146903
120143
647913 671405
1997
131756
66976
101436
103973
150088
119651
673880
1998 1999
133598 134595
67443 69004
101964 109556
103545 104390
151638 157041
122326 172108
680514 746694
2000
136152
77257
110569
103414
164222
123098
714712
2001
150300 154622
77025 80747
136294 138370
92436
137421 144652
760329
160007
83924
144590
95690 99790
166853 175342 181995
150401
789423 820707
2004
163295
83907
148107
101162
184464
150636
831571
2005 2006
166745 170909
86978 89237
149578 153843
103176 106075
190421 195808
158187 163266
855085 879138
2007
176094
91609
161562
109039
198296
168532
905132
2008
179494
94329
166245
111952
205123
185061
942204
2030
269070
151362
238372
115449
371615.2
282620
1428488
2002 2003
Berdasarkan hasil analisis pendugaan pertumbuhan penduduk dengan menggunakan saturation model (Tabel 7) maka dapat diketahui bahwa Kota Bogor diproyeksikan memiliki jumlah penduduk sebanyak 1.428.488 jiwa pada tahun 2030. Dengan rincian masing-masing kecamatan sebagaimana uraian berikut :
44
300000 250000 200000 150000 100000 50000 0
Tahun Hasil Proyeksi
Data BPS
Gambar 14. Grafik data BPS dan hasil proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kecamatan Bogor Selatan Jumlah Penduduk Kecamatan Bogor Selatan mengalami penurunan dari tahun 1996-1997. Namun pada tahun lainnya, jumlah penduduk terus meningkat hingga tahun 2008. Berdasarkan hasil analisis pendugaan pertumbuhan penduduk dengan menggunakan saturation model (Tabel 7) maka dapat diketahui bahwa Kecamatan Bogor Selatan memiliki jumlah penduduk sebanyak 19% dari seluruh prediksi jumlah penduduk Kota Bogor pada tahun 2030, yaitu 269.070 jiwa.
2029
2027
2025
2023
2021
2019
2017
2015
2013
2011
2009
2007
2005
2003
2001
1999
1997
1995
160000 140000 120000 100000 80000 60000 40000 20000 0
Tahun Hasil Proyeksi
Data BPS
Gambar 15. Grafik data BPS dan hasil proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kecamatan Bogor Timur 45
Jumlah Penduduk Kecamatan Bogor Timur mengalami pertumbuhan yang cukup besar dari tahun 1999-2000. Namun pada tahun lainnya, jumlah penduduk terus meningkat dengan stabil hingga tahun 2008. Berdasarkan hasil analisis pendugaan pertumbuhan penduduk dengan menggunakan saturation model (Tabel 7) maka dapat diketahui bahwa Kecamatan Bogor Timur memiliki jumlah penduduk sebanyak 10% dari seluruh prediksi jumlah penduduk Kota Bogor pada tahun 2030, yaitu 151.362 jiwa. 300000 250000 200000 150000 100000 50000 0
Tahun Hasil Proyeksi
Gambar 16.
data BPS
Grafik data BPS dan hasil proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kecamatan Bogor Utara
Jumlah Penduduk Kecamatan Bogor Utara mengalami pertumbuhan yang cukup besar dari tahun 2000-2001. Namun pada tahun lainnya, jumlah penduduk terus meningkat dengan stabil hingga tahun 2008. Berdasarkan hasil analisis pendugaan pertumbuhan penduduk dengan menggunakan
saturation model
(Tabel 7) maka dapat diketahui bahwa Kecamatan Bogor Utara memiliki penduduk sebanyak 17% dari seluruh prediksi jumlah penduduk Kota Bogor pada tahun 2030, yaitu 238.372 jiwa.
46
140000 120000 100000 80000 60000 40000 20000 0
Tahun
Gambar 17. Grafik data BPS dan hasil proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kecamatan Bogor Tengah Jumlah Penduduk Kecamatan Bogor Tengah mengalami penurunan pada tahun 2000-2001 kemudian mengalami pertumbuhan yang stabil hingga 2008. Berdasarkan
hasil
analisis
pendugaan
pertumbuhan
penduduk
dengan
menggunakan saturation model (Tabel 7) maka dapat diketahui bahwa jumlah penduduk Kecamatan Bogor Tengah diproyeksikan mengalami peningkatan jumlah penduduk pada tahun 2030 hingga berjumlah 115.449 jiwa. 350000 300000 250000 200000 150000 100000 50000 0
Tahun
Gambar 18. Grafik data BPS dan hasil proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kecamatan Bogor Barat
47
Dari tahun 1995 jumlah penduduk Kecamatan Bogor Barat mengalami pertumbuhan yang meningkat dengan stabil hingga tahun 2008. Berdasarkan hasil analisis pendugaan pertumbuhan penduduk dengan menggunakan saturation model (Tabel 7) maka dapat diketahui bahwa Kecamatan Bogor Barat memiliki penduduk sebanyak 26% dari seluruh prediksi jumlah penduduk Kota Bogor pada tahun 2030, yaitu 371.615 jiwa. 300000 250000 200000 150000 100000 50000 0
Tahun
Gambar 19. Grafik data BPS dan hasil proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kecamatan Tanah Sareal Pertumbuhan jumlah penduduk Kecamatan Tanah Sareal
mengalami
pertumbuhan yang cukup besar dari tahun 1998-1999 dan kembali turun pada 1999-2000 kemudian terus meningkat dengan stabil hingga tahun 2008. Berdasarkan
hasil
analisis
pendugaan
pertumbuhan
penduduk
dengan
menggunakan saturation model (Tabel 7) maka dapat diketahui bahwa Kecamatan Tanah Sareal memiliki penduduk sebanyak 20% dari seluruh prediksi jumlah penduduk Kota Bogor pada tahun 2030, yaitu 282.620 jiwa.
48
300000 250000 200000 150000 100000 50000 0
Tahun
Gambar 20. Grafik data BPS dan hasil proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kota Bogor Pertumbuhan jumlah penduduk Kota Bogor
mengalami pertumbuhan
yang cukup besar pada tahun 1998-1999 dan kembali turun pada 1999-2000 kemudian terus meningkat dengan stabil hingga tahun 2008. Berdasarkan hasil analisis pendugaan pertumbuhan penduduk dengan menggunakan saturation model (Tabel 7) maka dapat diketahui bahwa Kota Bogor memiliki jumlah penduduk sebanyak 1.428.488 jiwa pada tahun 2030. Masing-masing kecamatan memiliki persentase jumlah penduduk yang berbeda-beda sesuai dengan pertumbuhan masing-masing kecamatan, persentase tersebut disajikan pada Gambar 11.
49
Tanah Sareal 282.620 20%
Bogor Selatan 269.070 19%
Bogor Timur 151.362 10% Bogor Barat 371.615 26% Bogor Tengah 115.449 8%
Gambar 21.
Bogor Utara 238.372 17%
Grafik Proyeksi Presentasi Jumlah Penduduk Kota Bogor per Kecamatan di Tahun 2030
350000 300000 250000 Bogor timur 200000 150000
Bogor selatan Bogor Utara Bogor Tengah
100000
Bogor Barat Tanah Sareal
50000 0
Gambar 22. Grafik Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kota Bogor per Kecamatan aaaaaaaaaaadi Tahun 2030
50
5.2.
Proyeksi Kebutuhan RTH Kota Bogor Per Kecamatan Kota Bogor Berdasarkan Jumlah Penduduk di Tahun 2030 Dengan diketahuinya proyeksi jumlah penduduk Kota Bogor per
kecamatan, maka dapat pula dihitung kebutuhan RTH Kota dan per Kecamatan sesuai dengan standar kebutuhan RTH per orang pada Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 05/PRT/M/2008, yaitu 2,53 m2/orang. Tabel 8. Proyeksi Kebutuhan RTH Kota Bogor dan per Kecamatan sesuai jumlah penduduk kota di tahun 2030
Bogor Selatan
(jiwa) 269.070
(m ) 466.748,59
Bogor Timur
151.362
245.157,49
38,29
0,32
Bogor Utara
238.372
436.672,67
60,31
0,51
Bogor Tengah
115.449
267.907,43
29,21
0,25
Bogor Barat
371.615
529.683,37
94,02
0,79
Tanah Sareal
282.620
456.528,93
71,50
0,60
1.428.488
2.402.698,48
361,41
3,04
Jumlah
Kebutuhan RTH/kecamatan
Persen Luas RTH Terhadap Luas Kota Bogor
Kebutuhan RTH/ kecamatan (ha) 68,07
Kecamatan
Jumlah Penduduk
2
(%) 0,57
Sesuai dengan banyaknya jumlah penduduk, maka besar kecilnya kebutuhan RTH per kecamatan pun bergantung besar kecilnya jumlah penduduk. Pada Tabel 7, Kecamatan Bogor Barat memiliki angka kebutuhan RTH yang paling tinggi, yaitu 94,02 ha, luas ini merupakan 0,79% dari seluruh luas Kota Bogor. Kemudian Kecamatan Bogor Selatan dengan kebutuhan RTH seluas 0,57% dari luas Kota Bogor, yaitu 68,07 ha. Kecamatan Tanah Sareal membutuhkan RTH seluas 0,6% dari seluruh luas Kota Bogor, yaitu 71,50 ha. Kecamatan Bogor Utara membutuhkan RTH seluas 60,31 ha yang setara dengan 0,51% dari keseluruhan luas Kota Bogor. Kecamatan Bogor Tengah dengan luas wilayah paling sempit memiliki kebutuhan RTH seluas 0,25% dari luas keseluruhan Kota Bogor, atau setara dengan 29,21 ha. Kecamatan Bogor Timur memiliki luas kebutuhan RTH 0,32% dari luas Kota Bogor, yaitu seluas 38,21 ha.
51
Jumlah Kebutuhan RTH Kota Bogor seluas 361,4 ha apabila dibandingkan dengan luas Kota bogor, hanya membutuhkan 3,04% dari seluruh luas Kota Bogor. Jumlah ini masih di bawah standarisasi luas RTH yang harus dipenuhi oleh kawasan perkotaan sesuai dengan Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 05/PRT/M/2008 yaitu 30% dari total luas wilayah. Hasil dari metode ini masih memiliki kekurangan karena sumber data sekunder yang digunakan tidak terdapat jumlah penduduk yang hanya pulang-pergi tanpa tinggal di Kota Bogor. Seperti pada akhir minggu, jumlah individu meningkat akibat jumlah wisatawan domestik maupun asing yang berlibur maupun yang hanya berekreasi. Sehingga hasil dari proyeksi ini diduga masih di bawah dari angka yang sesungguhnya dibutuhkan. 5.3.
Proyeksi Kebutuhan RTH Kota Bogor Per Kecamatan Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Kota Salah satu fungsi RTH perkotaan adalah fungsi ekologis salah satunya
adalah memproduksi oksigen. Struktur batang, cabang, ranting, dan daun tetumbuhan dapat mereduksi bising, debu, dan view yang mengganggu Melalui proses-proses fisiologis, tumbuhan melakukan evapotranspirasi dan fotosintesis. Proses ini dapat menetralisir karbondioksida (CO2), memproduksi oksigen (O2), dan meningkatkan kadar uap air yang mendinginkan udara di sekitarnya pada siang hari. Untuk menghitung kebutuhan RTH sesuai kebutuhan oksigen kota, dibutuhkan data jumlah ternak dan kebutuhan oksigen ternak untuk masingmasing jenis ternak, data jumlah kendaraan dan kebutuhan bahan bakar serta jenis kendaraan, data jumlah industri dan kebutuhan oksigen masing-masing skala industrinya, serta jumlah penduduk dan kebutuhan oksigen masing-masing individu, dibutuhkan juga konstanta berat kering tanaman. Dari data tersebut dapat di prediksi pula proyeksi kebutuhan RTH pada titik tahun yang diinginkan dengan menggunakan perhitungan kebutuhan RTH sesuai Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 05/PRT/M/2008. 52
Tabel 9. Proyeksi Kebutuhan RTH menurut kebutuhan oksigen Kota Bogor dan per Kecamatan di tahun 2030
Kendaraan
Ternak
Industri
Penduduk
Jumlah
Berat Kering Tanaman (g/m2)
1 gram Berat Kering Tanaman (g/hari)
Kebutuhan RTH (m2)
Kebutuhan RTH (ha)
a
b
C
D
a+b+c+d
e
F
(a+b+c+d)/e.f
(a+b+c+d)/e.f
Bogor Selatan
95189789
17752,38
25374,12
269070
95501985
54
0,9375
1886458.97
188.65
Bogor Timur
47594894,5
8,076,007
25027,95
151362
47779360
54
0,9375
943789.83
94.38
Bogor Utara
85670810,1
31947,36
45050,31
238372
85986180
54
0,9375
1698492.45
169.85
Bogor Tengah
52354383,95
5,730,477
27530,75
115449
52503094
54
0,9375
1037098.16
103.71
Bogor Barat
104708767,9
42800,32
55061,49
371615
105178245
54
0,9375
2077594.96
207.76
Tanah Sareal
90430299,55
56178,43
47553,11
282620
90816651
54
0,9375
1793909.16
179.39
Jumlah
475948945
162485
225598
1428488
477765516
54
0,9375
9437343.53
943.73
Kecamatan
Dari hasil pengolahan data perhitungan yang disajikan pada Tabel 9, luas proyeksi kebutuhan RTH kebutuhan oksigen, Kecamatan Bogor Barat seluas 207,76 ha, Kecamatan Bogor Selatan membutuhkan RTH seluas 188,65 ha. Kecamatan Tanah Sareal seluas 179,39 ha.
Kecamatan Bogor Utara
membutuhkan RTH seluas 169,85 ha. Kecamatan Bogor Tengah membutuhkan 103,71 ha dan Kecamatan Bogor Timur membutuhkan RTH seluas 94,38 ha. Tabel 10. Proporsi RTH Sesuai Kebutuhan Oksigen Tiap Kecamatan Terhadap Luas Kecamatan Kecamatan
Kebutuhan RTH/kecamatan
Luas Wilayah
Kebutuhan RTH/kecamatan
(ha)
(ha)
(%)
188,65
3.081
6,12
Bogor Timur
94,38
1.015
9,30
Bogor Utara
169,85
1.772
9,59
Bogor Tengah
103,71
813
12,76
Bogor Barat
207,76
3.285
6,32
Tanah Sareal
179,39
1.884
9,52
Kota Bogor
943,73
11.85
7,96
Bogor Selatan
Masing-masing persentase luas kebutuhan RTH sesuai kebutuhan oksigen dapat dilihat dari Tabel 10. Total proyeksi kebutuhan luas RTH sesuai dengan kebutuhan oksigen, kota Bogor membutuhkan RTH seluas 943,73 ha, atau setara dengan 7,96% dari seluruh luas wilayah Kota Bogor. Konstanta yang digunakan 53
dalam perhitungan merupakan konstanta berat kering tanaman untuk tanaman dalam hutan kota, sehingga yang menjadi arahan RTH adalah RTH sebagai hutan kota. Hasil dari metode ini masih memiliki kekurangan karena sumber data sekunder yang ada tidak sesuai 100% dengan data di lapang, data sekunder untuk jumlah kendaraan di Kota Bogor, tidak dapat dihitung jumlah pasti kendaraan selain plat nomer Kota Bogor, kendaraan yang hanya melewati Kota Bogor, namun tidak berdomisili di Kota Bogor pun tidak ada datanya. Sehingga angka perhitungan RTH sesuai kebutuhan oksigen Kota Bogor ini diperkirakan masih lebih rendah dari angka kebutuhan seharusnya. 5.2.
Arahan dan Pola Penyebaran Proyeksi Kebutuhan RTH Kota Bogor Per Kecamatan Kota Bogor Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Kota dan Jumlah Penduduk di Tahun 2030 Pembuatan peta pola penyebaran arahan RTH mengunakan jumlah luasan
RTH dari perhitungan kebutuhan RTH sesuai jumlah penduduk dan kebutuhan oksigen Kota Bogor. Arahan pola sebaran RTH adalah penentuan daerah mana yang tidak boleh dibangun, bukan menentukan daerah mana yang boleh dibangun. Arahan sebaran RTH berdasarkan kebutuhan penduduk ditampilkan pada Gambar 24 dan berdasarkan kebutuhan oksigen pada Gambar 23. Kebutuhan RTH berdasarkan jumlah penduduk di Kota Bogor paling besar distribusinya adalah Kecamatan Bogor Barat yaitu seluas 94,02 ha karena Kecamatan Bogor Barat memiliki jumlah penduduk paling banyak dibandingkan kecamatan lainnya. Sebaran RTH di kecamatan ini merata di setiap desanya karena pemukiman cenderung tersebar merata walaupun sedikit lebih padat di bagian timur kecamatan. Kondisi eksisting yang digunakan sebagai arahan RTH merupakan areal dengan penggunaan lahan sebagai tanah kosong. Arahan sebaran RTH berdasarkan kebutuhan oksigen Kecamatan Bogor Barat, memiliki sebaran yang merata di setiap desanya, sama seperti sebaran RTH berdasarkan jumlah penduduknya. Distribusi sebaran RTH berdasarkan kebutuhan penduduk Kecamatan Bogor Timur, hampir merata di setiap desanya namun cenderung lebih banyak di bagian selatan kecamatan. Kondisi eksisting yang digunakan sebagai arahan RTH merupakan areal dengan penggunaan lahan sebagai tanah kosong, sebagai 54
contohnya adalah tanah kosong yang sejajar dengan Jalan Tol Jagorawi yang menjadi batas wilayah Kecamatan Bogor Timur. Arahan sebaran RTH berdasarkan kebutuhan oksigen Kecamatan Bogor Timur, memiliki sebaran yang kurang merata di setiap desanya, sebarannya lebih banyak di bagian selatan kecamatan. Kondisi eksisting yang digunakan sebagai arahan RTH merupakan areal dengan penggunaan lahan sebagai tanah kosong, pepohonan, semak dan ladang. Sebaran RTH berdasarkan kebutuhan penduduk Kecamatan Tanah Sareal, terdistribusi hampir merata di setiap desanya namun cenderung lebih banyak di bagian utara dan barat kecamatan. Kondisi eksisting yang digunakan sebagai arahan RTH merupakan areal dengan penggunaan lahan sebagai tanah kosong. Arahan sebaran RTH berdasarkan kebutuhan oksigen Kecamatan Tanah Sareal, memiliki sebaran yang merata di setiap desanya. Kondisi eksisting yang digunakan sebagai arahan RTH merupakan areal dengan penggunaan lahan sebagai tanah kosong, semak dan pepohonan. Distribusi sebaran RTH berdasarkan kebutuhan penduduk Kecamatan Bogor Utara, hampir merata di setiap desanya karena pemukiman cenderung tersebar merata. Kondisi eksisting yang digunakan sebagai arahan RTH merupakan areal dengan penggunaan lahan sebagai tanah kosong dan semak. Arahan sebaran RTH berdasarkan kebutuhan oksigen Kecamatan Bogor Utara, memiliki sebaran yang merata di setiap desanya, sama seperti sebaran RTH berdasarkan jumlah penduduknya. Kondisi eksisting yang digunakan sebagai arahan RTH merupakan areal dengan penggunaan lahan sebagai tanah kosong, semak dan pepohonan.
55
0 0 0 8 0 7
0 0 0 6 0 7
0 0 0 4 0 7
0 0 0 2 0 7
0 0 0 0 0 7
0 0 0 8 9 6
0 0 0 6 9 6
0 0 0 4 9 6
0 0 0 2 9 6
0 0 0 0 9 6
0 0 0 8 8 6
0 0 0 0 8 2 9
0 0 0 0 8 2 9
N E
0 0 0 8 7 2 9
0 0 0 8 7 2 9
W S
0 0 0 6 7 2 9
0 0 0 6 7 2 9
0 0 0 4 7 2 9
0 0 0 4 7 2 9
0 0 0 2 7 2 9
0 0 0 2 7 2 9
0
900
0 0 0 0 7 2 9
0 0 0 0 7 2 9
900
1800 Meters
Skala 1 : 45.000 0 0 0 8 6 2 9
0 0 0 8 6 2 9
0 0 0 6 6 2 9
0 0 0 6 6 2 9
jalan Kolektor Sekunder Jalan Kolektor Primer Jalan Arteri Sekunder Jalan Arteri Primer Non RTH Arahan RTH
0 0 0 4 6 2 9
0 0 0 4 6 2 9
Sumber Peta Land Use/Land Cover Kota Bogor Tahun 2007
0 0 0 2 6 2 9
0 0 0 2 6 2 9 0 0 0 8 0 7
0 0 0 6 0 7
0 0 0 4 0 7
0 0 0 2 0 7
0 0 0 0 0 7
0 0 0 8 9 6
0 0 0 6 9 6
0 0 0 4 9 6
0 0 0 2 9 6
0 0 0 0 9 6
0 0 0 8 8 6
Gambar 23. Peta Arahan Sebaran Proyeksi RTH Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Kota Bogor 2030
56
692000
694000
696000
698000
700000
702000
704000
706000
708000
W
696000
698000
700000
702000
704000
706000
708000
E S
9270000 9268000 9266000 9264000 9262000
9262000 9264000 9266000 9268000 9270000 9272000 9274000 9276000 9278000 9280000
690000
N
1000 0 1000 Meters Skala 1 : 130.000
Jalan Kolektor Sekunder Jalan Kolektor Primer Jalan Arteri Sekunder Jalan Arteri Primer Arahan RTH Non RTH Sumber : Peta Land Use/Land Cover Kota Bogor Tahun 2007
688000
690000
692000
694000
9280000 9278000 9276000 9274000 9272000
688000
Gambar 24. Peta Arahan Sebaran Proyeksi RTH Sesuai Penduduk Kota Bogor 2030
57
Sebaran RTH berdasarkan kebutuhan penduduk Kecamatan Bogor Selatan, cenderung terdistribusi lebih bayak di bagian selatan kecamatan. Kondisi eksisting yang digunakan sebagai arahan RTH merupakan areal dengan penggunaan lahan sebagai tanah kosong. Arahan sebaran RTH berdasarkan kebutuhan oksigen Kecamatan Bogor Selatan, memiliki sebaran yang sama dengan RTH kebutuhan penduduk, yaitu kurang merata di setiap desanya, sebarannya lebih banyak di bagian selatan kecamatan. Kondisi eksisting yang digunakan sebagai arahan RTH merupakan areal dengan penggunaan lahan sebagai tanah kosong, sebagai contohnya adalah tanah kosong di TPU Gunung Gadung, yang merupakan kawasan pemakaman yang luas. Distribusi sebaran RTH berdasarkan kebutuhan penduduk Kecamatan Bogor Tengah, terpusat pada tengah kecamatan yaitu kawasan Kebun Raya Bogor dan Istana Presiden. Sama halnya dengan arahan sebaran RTH berdasarkan kebutuhan oksigen Kecamatan Bogor Tengah, memiliki sebaran yang terpusat pada tengah kecamatan. Kondisi eksisting yang digunakan sebagai arahan RTH merupakan areal dengan penggunaan lahan hingga pemukiman, untuk mengatasi hal ini dapat digunakan alternatif penanaman tanaman (pohon) yang memiliki produksi oksigen tinggi hingga mampu memenuhi kebutuhan oksigen kecamatan, maupun dengan penanaman pada lahan sempit, seperti taman vertikal maupun taman pada atap bangunan.
58
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan Dari hasil penelitian ini dapat diperoleh model pertumbuhan peduduk
Kota Bogor per kecamatan periode tahun 2010-2030, model yang terbaik untuk digunakan adalah saturation model, karena memiliki nilai R2 yang paling tinggi. Jumlah penduduk Kota Bogor diproyeksikan berjumlah 1.428.488 jiwa. Kecamatan Bogor Selatan 269.070 jiwa, Kecamatan Bogor Timur 151.362 jiwa, Kecamatan Bogor Utara 238.372 jiwa, Kecamatan Bogor Tengah 115.449 jiwa, Kecamatan Bogor Barat 371.615 jiwa, Kecamatan Tanah Sareal 282.620 jiwa. Proyeksi luas kebutuhan RTH tahun 2030 untuk seluruh kecamatan di Kota Bogor berdasarkan jumlah penduduk adalah Kecamatan Bogor Barat 94,02 ha, Kecamatan Bogor Selatan 68,07 ha. Kecamatan Tanah Sareal 71,50 ha. Kecamatan Bogor Utara 60,31 ha. Kecamatan Bogor Tengah 29,21 ha. Kecamatan Bogor Timur 38,21 ha, dan jumlah kebutuhan RTH Kota Bogor seluas 361,41 ha. Proyeksi luas kebutuhan RTH tahun 2030 untuk seluruh kecamatan di Kota Bogor berdasarkan kebutuhan oksigen (O2) adalah Kecamatan Bogor Barat seluas 207,76 ha, Kecamatan Bogor Selatan membutuhkan RTH seluas 188,65 ha. Kecamatan Tanah Sareal seluas 179,39 ha. Kecamatan Bogor Utara membutuhkan RTH seluas 169,85 ha. Kecamatan Bogor Tengah membutuhkan 103,71 ha dan Kecamatan Bogor Timur membutuhkan RTH seluas 94,38 ha. Total proyeksi kebutuhan luas RTH sesuai dengan kebutuhan oksigen, Kota Bogor membutuhkan RTH seluas 943,73 ha Penelitian ini telah menghasilkan peta arahan dan pola sebaran RTH di tiap kecamatan di Kota Bogor diprioritaskan pada penggunaan lahan tanah kosong, semak dan pepohonan. Distribusi paling besar adalah Kecamatan Bogor Barat dan distribusi terendah di Kecamatan Bogor Tengah.
59
6.2
Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menghitung kebutuhan RTH perkecamatan di Kota Bogor dengan fungsi kebutuhan air kota dan penetralisir karbondioksida, serta berdasarkan kemampuan/sesesuaian lahan. 2. Diperlukannya penelitian mengenai alternatif pemenuh kebutuhan RTH selain dari pengunaan lahan sebagai RTH selain hutan kota. 3. Hasil penelitian dapat dipertimbangkan pemerintah Kota Bogor sebagai
salah satu acuan menentukan arahan Ruang Terbuka Hijau.
60
DAFTAR PUSTAKA Arso, Tri. 2005. Ruang Terbuka dalam Perancangan Kota. Jurnal Jurusan Arsitektur. Universitas Diponegoro. Semarang. [Anonim] Pertumbuhan Penduduk. http://www.e-dukasi.net/mol/mo_full.php (20 Maret 2010 ; 19.30) [BAPPEDA] Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Bogor. 2008. Laporan Akhir Masterplan Ruang Terbuka Hijau Kota Bogor Tahun Anggaran 2008. Pemerintah Kota Bogor. --------------, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Bogor. 2008. Data Dasar Masterplan Ruang Terbuka Hijau Kota Bogor 2007. Pemerintah Kota Bogor. --------------, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Bogor. 2009. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor 2009-2028. Pemerintah Kota Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik. 1996. Kota Bogor Dalam Angka 1995. -------, Badan Pusat Statistik. 1997. Kota Bogor Dalam Angka 1996. -------, Badan Pusat Statistik. 1998. Kota Bogor Dalam Angka 1997. -------, Badan Pusat Statistik. 1999. Kota Bogor Dalam Angka 1998. -------, Badan Pusat Statistik. 2000. Kota Bogor Dalam Angka 1999. -------, Badan Pusat Statistik. 2001. Kota Bogor Dalam Angka 2000. -------, Badan Pusat Statistik. 2002. Kota Bogor Dalam Angka 2001. -------, Badan Pusat Statistik. 2003. Kota Bogor Dalam Angka 2002. -------, Badan Pusat Statistik. 2004. Kota Bogor Dalam Angka 2003. -------, Badan Pusat Statistik. 2005. Kota Bogor Dalam Angka 2004. -------, Badan Pusat Statistik. 2006. Kota Bogor Dalam Angka 2005. -------, Badan Pusat Statistik. 2007. Kota Bogor Dalam Angka 2006. -------, Badan Pusat Statistik. 2008. Kota Bogor Dalam Angka 2007. -------, Badan Pusat Statistik. 2009. Kota Bogor Dalam Angka 2008. Budiman,
A. 2010. Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk MeningkatkanKualitas Ekosistem Kota Bogor dengan Menggunakan Metode GIS. Skripsi. Jurusan Arsitektur Lanskap. Fakultas Pertanian IPB. Bogor. 111 hal.
61
[DPU] Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum. 2006. Ruang Terbuka Hijau, sebagai Unsur Utama Tata Ruang Kota. Jakarta. Dwiyanto, A. 2009. Kuantitas dan Kualitas Ruang Terbuka Hijau ( RTH )di permukiman Kota. Jurnal Nasional Arsitektur. Universitas Diponegoro. Semarang. Prayoga,
INT. 2009. Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau iogavoice.blogspot.com (10 Maret 2010 ; 18.30)
Pada
Kota.
Panuju DR, Rustiadi E. 2008. Penuntun Praktikum Perencanaan Pengembangan Wilayah. Departemen Ilmu tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Prahasta, E. 2004. Sistem Informasi Geografis : Tutorial ArcView. CV. Informatika. Bandung. 456 hal.
Rusli, S. 1983. Kepadatan Penduduk dan Peledakannya. Jakarta: Balai Pustaka. Rusli, S. 1995. Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta: LP3ES. Wijayanti, M. 2003. Pengembangan Ruang Terbuka Hijau di Purwokerto. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. 63 hlm. Wisesa, SPC. 1988. Studi Pengembangan Hutan Kota di Wilayah Kotamadya Bogor. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. 107 hlm.
62