PARTISIPASI MASYARAKAT DAN STAKEHOLDER DALAM PENYELENGGARAAN PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY(CSR) DAN DAMPAKNYA TERHADAP KOMUNITAS PERDESAAN (Kasus: Anggota Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) Kartini, Desa Cihamerang, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat)
Oleh Isma Rosyida I34070075
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PARTISIPASI MASYARAKAT DAN STAKEHOLDER DALAM PENYELENGGARAAN PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY(CSR) DAN DAMPAKNYA TERHADAP KOMUNITAS PERDESAAN (Kasus: Anggota Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) Kartini, Desa Cihamerang, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat)
Oleh Isma Rosyida I34070075
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ABSTRACT Empowerment is road to participation and participation determine social and economical community development program’s impacts. Generally, this research aims to identifiy the correlation between participation level of society and stakeholders in holding Corporate Social Responsibility program of Geothermal Corporation through Micro Finance Board and its impact to the society’s social and economical condition. This research was concerned to see the implementation of Community Based Micro Finance Program in Kabandungan District by holding LKMS Kartini. The subjects of this research were the society of Cihamerang Village, including its local government and local community, also corporate staffs. Methodes which are implied in this reseach consist of quantitative and qualitative study. Sample taken as many as fourty-five respondents who represent Cihamerang Village community, with the informant as many as nine persons. Results of this research shows that every stakeholders have different type and degree of participation. The higher micro finance board member’s participation level in every steps of program implementation, the higher social and economical impacts will be got. Keywords: Corporate Social Responsibility (CSR), Community Development, Society and Stakeholder Participation Level, Social and Economical Impacts
RINGKASAN ISMA ROSYIDA, Partisipasi Masyarakat dan Stakeholder dalam Penyelenggaraan Program Corporate Social Responsibility (CSR) dan Dampaknya terhadap Komunitas Perdesaan. Studi Kasus Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) Kartini Perusahaan Geothermal di Desa Cihamerang, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat (Di bawah bimbingan FREDIAN TONNY) Penyelenggaraan LKMS Kartini ini merupakan wujud dari pelaksanaan program community development Perusahaan Geothermal sebagai bagian dari corporate social responsibility (CSR) implementation. Bagaimana membentuk dan membina hubungan sinergis diantara stakeholder-stakeholder tersebut, hal ini merupakan salah satu tolak ukur dalam menilai keberhasilan dalam penyelenggaraan program CSR. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dan stakeholder terkait, dalam penyelenggaraan program pemberdayaan ekonomi lokal melalui pembentukan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) Kartini untuk mendukung keberadaan dan perkembangan usaha kecil menengah di tingkat masyarakat lokal, serta hubungannya terhadap dampak sosial ekonomi yang akan diperoleh masyarakat. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah (1) menganalisis tingkat partisipasi stakeholder (masyarakat, pemerintah, swasta), (2) menganalisis hubungan antara tingkat partisipasi anggota kelompok simpan terhadap dampak sosial penyelenggaraan program, (3) menganalisis hubungan antara tingkat partisipasi anggota kelompok simpan pinjam terhadap dampak ekonomi penyelenggaraan program. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif yang didukung dengan pendekatan kualitatif dengan metode survai dan triangulasi, sedangkan strategi kualitatif yang digunakan adalah studi kasus. Pemilihan studi kasus didasarkan atas pertimbangan bahwasannya studi kasus merupakan strategi penelitian yang memiliki sifat multi metode (wawancara, pengamatan, dan analisis dokumen) (Sitorus, 1998). Proses triangulasi terdiri dari pengamatan berperan serta, wawancara mendalam, dan penelusuran dokumen. Penelitian dilakukan di Desa Cihamerang. Penjajagan lokasi penelitian dilakukan pada bulan Juni hingga Agustus tahun 2010, sedangkan penelitian dimulai pada bulan Oktober hingga akhir November 2010. Subjek tineliti terdiri dari informan dan responden. Pemilihan informan dilakukan secara purposive dengan teknik snowball (teknik bola salju). Informan kunci yang dipilih adalah pihak Perusahaan Geothermal yang menangani bidang CSR, Departemen PGPA (Policy, Government, and Public Affair), dalam hal ini Community Engagement. Selain itu, tokoh masyarakat beserta masyarakat Desa Cihamerang, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi yang mendapat
manfaat dari program Community Engagement. Pemerintah setempat, yakni pemerintah Desa Cihamerang dan pemerintah Kecamatan Kabandungan juga menjadi informan kunci dalam penelitian ini. Jumlah responden yang diambil dalam penelitian ini berjumlah 45 orang yang terdiri dari anggota kelompok simpan pinjam sebanyak tiga orang dan non-anggota kelompok simpan pinjam sebanyak 15 orang, sedangkan jumlah informan sebanyak 12. Responden dipilih menggunakan teknik purposif dari populasi 75 orang masyarakat Desa Cihamerang yang tergolong anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini dan 54 orang anggota kelompok simpan pinjam sebagai sampling frame yang diambil dari dua dusun, yakni Pameungpeuk dan Pasir Haur. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari subjek tineliti yang terdiri dari informan dan responden melalui wawancara mendalam dan pengamatan. Data sekunder didapatkan dari dokumen-dokumen perusahaan terkait profil perusahaan, Annual Report Community Engagement Perusahaan Geothermal, dokumen LKMS Kartini. Sedangkan wawancara responden dilakukan dengan instrumen kuesioner kemudian dilakukan pengolahan data. Pengolahan data kuantitatif diolah dengan proses editing, coding, scoring, entry, cleaning, dan analisis data dengan menggunakan Microsoft Excel dan SPSS 15 for Windows untuk mengukur hubungan variabel dengan alfa 10 persen. Setelah itu, dilakukan analisis lebih detail dengan tabel frekuensi. Pengolahan data kualitatif dengan teknik dan analisis data yang dilakukan yakni reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Secara umum, keterlibatan stakeholder dalam penyelenggaraan LKMS Kartini berbeda satu sama lain, yang dipengaruhi salah satunya oleh derajat kepentingan. Pada pelaksanaannya, penyelenggaraan program ini didominasi oleh peran dan fungsi Perusahaan Geothermal sebagai pennyelenggara utama program pemberdayaan ekonomi lokal, sekaligus sebagai donatur dalam penyelenggaraan program. Dominasi peran swasta dalam mengambil keputusan dan memegang kendali penyelenggaraan program, berpengaruh terhadap bagaimana implementasi program di lapangan yang selanjutnya berhubungan dengan sejauhmana keterlibatan masing-masing stakeholder, khususnya anggota kelompok simpan pinjam berhubungan terhadap dampak sosial ekonomi penyelenggaraan program. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat partisipasi anggota kelompok simpan pinjam dalam penyelenggaraan program pemberdayaan ekonomi lokal dan stakeholder berhubungan dengan dampak sosial dan ekonomi masyarakat sehingga jika partisipasi anggota kelompok simpan pinjam dalam penyelenggaraan program tinggi, maka dampak sosial dan ekonomi juga akan tinggi. Sejauhmana dampak sosial ekonomi diperoleh anggota kelompok simpan pinjam juga ditentukan oleh partisipasi dari stakeholder lain yang terkait. Jika dilihat dari klasifikasi kategori sosial yang ada, masyarakat dengan kategori sosial farm/buruh memiliki tingkat partisipasi yang paling rendah diantara kategori
sosial yang lain. Keikutsertaan anggota kelompok simpan pinjam kategori sosial tersebut sejalan dengan kondisi taraf hidup masyarakat karena data menunjukkan bahwasanya tidak ada nilai peningkatan taraf hidup setelah mengikuti kegiatan simpan pinjam. Meskipun demikian, tingkat partisipasi anggota kelompok simpan pinjam dengan kategori sosial farm/buruh memiliki hubungan positif terhadap tingkat pendapatan, tingkat tabungan, dan kekuatan modal sosial. Untuk kategori non-farm/pengusaha, dan farm/pengusaha tingkat partisipasi kategori masyarakat tersebut tergolong sedang, namun data menunjukkan bahwa keterlibatan anggota kelompok simpan pinjam pada kategori sosial tersebut tidak diikuti oleh peningkatan pada tingkat pendapatan, tingkat tabungan serta kekuatan modal sosial, kecuali untuk variabel taraf hidup, karena data menunjukkan bahwa terdapat peningkatan taraf hidup pada masyarakat kategori non-farm/pengusaha. Tingkat pendapatan dan tabungan berkorelasi dengan tingkat pengeluaran. Sejauhmana sebuah rumah tangga dapat menyeimbangkan anatara pendapatan yang diperoleh dengan pengeluaran yang harus keluar, serta menyisihkan sebagian pendapatan untuk tabungan, memiliki implikasi terhadap taraf hidup rumah tangga tersebut. Terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan saran, yaitu: (1) Sebaiknya Perusahaan Geothermal melakukan pendekatan partisipatif terhadap masyarakat dan pemerintah, begitu pun pemerintah dan masyarakat terhadap Perusahaan Geothermal sehingga tercipta hubungan yang lebih harmonis, saling mempercayai satu sama lain dan dapat membangun kerjasama yang baik, (2) LKMS Kartini sebaiknya mulai diarahkan untuk mengubah orientasi kegiatan yang hanya berfokus pada tingkat pengembalian dalam pembiayaan LKMS, melainkan orientasi perlu diarahkan pada sejauhmana pencapaian perguliran dana masing rumah tangga dalam pemanfaatan modal usaha, (3) Kebijakan pemerintah lokal dapat disinergikan dengan keberadaan perusahaan, sehingga penyelenggaraan program yang berkaitan dengan pengembangan masyarakat tidak tumpang tindih dan secara penuh melibatkan stakeholder terkait.
PARTISIPASI MASYARAKAT DAN STAKEHOLDER DALAM PENYELENGGARAAN PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DAN DAMPAKNYA TERHADAP KOMUNITAS PERDESAAN (Kasus: Anggota Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) Kartini, Desa Cihamerang, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat)
Oleh Isma Rosyida I34070075
Skripsi Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
Judul Studi
Nama Mahasiswa Nomor Siswa Mayor
:Partisipasi Masyarakat dan Stakeholder dalam Penyelenggaraan Program Corporate Social Responsibility (CSR) dan Dampaknya Terhadap Komunitas Perdesaan (Kasus: Anggota Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) Kartini, Desa Cihamerang, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat) : Isma Rosyida : I34070075 : Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS NIP. 19580214 198503 1004
Mengetahui, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Ketua
Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1003
Tanggal Kelulusan : ____________
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA
SKRIPSI YANG
BERJUDUL “PARTISIPASI MASYARAKAT DAN STAKEHOLDER DALAM PENYELENGGARAAN PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
(CSR)
DAN
DAMPAKNYA
TERHADAP
KOMUNITAS PERDESAAN” BELUM PERNAH DIAJUKAN DAN DITULIS PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI MERUPAKAN
HASIL
KARYA
SAYA
SENDIRI
DAN
TIDAK
MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK/LEMBAGA LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Febuari 2011
Isma Rosyida I34070075
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Isma Rosyida yang dilahirkan di Temanggung pada tanggal 7 November 1989. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, berasal dari pasangan Ismail dan Sri Ambarwati. Penulis memiliki dua adik lakilaki yang bernama Irfan Afifi dan Muhammad Irfan Alfian. Dalam perjalanan hidupnya penulis telah beberapa kali berpindah tempat hingga saat ini menetap di Cepu, Jawa Tengah. Penulis menamatkan pendidikannya di TK Putra IV Magelang tahun 1995, SD Negeri Magelang 6 tahun 2001, SLTP Negeri 1 Magelang tahun 2004, dan SMA Negeri 2 Semarang tahun 2007. Setelah itu pada Juli 2007 diterima di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti pendidikan formal, penulis pernah mengikuti berbagai macam organisasi, kepanitiaan, seminar, kursus bahasa asing dan berbagai perlombaan baik di tingkat sekolah dan perguruan tinggi. Adapun kursus bahasa asing yang penulis pernah ikuti yakni kursus bahasa inggris di English First dan BBC. Selain itu penulis juga pernah mengikuti kursus bahasa Jerman di Unit Bahasa IPB. Semasa sekolah penulis aktif menjadi pengurus Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) selama dua tahun periode kepengurusan. Dalam ranah kegiatan perlombaan di tingkat sekolah, penulis beberapa kali memperoleh kejuaraan dalam berbagai perlomaan Speech Contest dan English Debate, yakni juara kedua “Loyola Debate Championship” tingkat Jawa Tengah, juara tiga “English Speech Contest Dies Natalis Politekes Negeri Semarang”, juara dua “English Debate Championship Universitas Diponegoro Semarang”, juara dua “English Speech Contest Universitas 17 Agustus Semarang”, juara satu “English Speech Contest Universitas Sultan Agung Semarang”, Finalis “National Scientific Paper Competition Universitas Brawijaya Malang “dan beberapa kejuaraan lain. Selama masa kuliah, beberapa kegiatan yang pernah diikuti oleh penulis yakni IAAS (International Association of Student in Agriculture and Related Sciences) LC-IPB sebagai bendahara kemudian pada dua periode kepengurusan berikutnya bergabung bersama Divisi Eksternal dan Divisi Pengembangan Ilmu dan
Teknologi,
IDC
(IPB
Debating
Community),
HIMASIERA
(Himpunan
Mahasiswa Peminat Ilmu-ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat) sebagai manajer divisi Public Relation kemudian pada kepengurusan berikutnya berada pada divisi Research and Development (RND). Penulis juga memperoleh kepercayaan untuk menjadi Asisten Dosen mata kuliah Komunikasi Bisnis, Pengantar Ilmu Kependudukan, dan Perubahan Sosial. Dalam perjalanan studinya, penulis pernah dua kali memperoleh kesempatan untuk mempresentasikan makalah di kancah Internasional, yakni pertama pada International Indonesian Students Conference “TOWARDS BETTER INDONESIAN FUTURE” International Islamic University Malaysia, dengan judul makalah “Global Warming and Staple Food Security in Indonesia’s Economic, Politic, and Social” pada tahun 2008, kedua pada acara International Symposium Go Organic di Bangkok, Thailand, pada tahun 2009 dengan judul makalah “Peasant Empowerment through Social Capital Reinforcement Road to Sustainable Agriculture Development”. Masih dalam cakupan kegiatan pada level Internasional, penulis juga pernah menjadi Master of Ceremony dalam kegiatan IPB International Student Conference pada tahun 2008, dan IPB International Schoolarship Expo pada tahun 2009, serta International Jatropha Conference pada tahun 2008 sebagai pemandu acara. Dalam kegiatan kepanitian kegiatan, penulis juga aktif bergabung sebagai panitia, baik dalam cakupan kegiatan di tingkat Departemen, Fakultas, Universitas, maupun di luar Universitas.
KATA PENGANTAR Segala Puji dan Syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, kasih sayang, karunia, ridho, dan kenikmatan kepada penulis dalam penyelesaian penulisan skripsi yang berjudul “Partisipasi Masyarakat dan Stakeholder dalam Penyelenggaraan Program Corporate Social Responsibility (CSR) dan Dampaknya terhadap Komunitas Perdesaan” (Desa Cihamerang, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat) di bawah Bimbingan Ir. Fredian Tonny, MS. Penulisan skripsi ini merupakan syarat kelulusan mata kuliah KPM 499. Skripsi ini merupakan suatu karya ilmiah yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar
sarjana
pada
Departemen
Sains
Komunikasi
dan
Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Intitut Pertanian Bogor. Melalui skripsi ini, penulis mencoba untuk mengetahui bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dan stakeholder dalam penyelenggaraan program Corporate Social Responsibility (CSR) melalui pembentukan LKMS Kartini dan dampaknya terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen Pembimbing, serta pihak-pihak yang membantu Penulis, baik langsung maupun tidak langsung dalam pelaksanaan penulisan skripsi. Demikian skripsi ini penulis sampaikan semoga bermanfaat.
Bogor, Febuari 2011
Penulis
PRAKATA
Puji dan Syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga skripsi dengan judul “Partisipasi Masyarakat dan Stakeholder dalam Penyelenggaraan Program Corporate Social Responsibility (CSR) dan Dampaknya terhadap Komunitas Perdesaan (Desa Cihamerang, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat)” ini berhasil diselesaikan. Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah memperoleh bantuan, dorongan, semangat, dan dukungan dari beberapa pihak, baik secara langsung atau secara tidak langsung sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik, karena tanpa bantuan dan dukungan dari mereka, penulisan studi pustaka ini tidak akan terselesaikan. 1. Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS, atas kesabarannya membimbing, berdiskusi, dan memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi. 2. Dra. Winati Wigna, MDS dan Martua Sihaloho, S.P. M.Si. sebagai dosen penguji dalam ujian skripsi yang telah memberikan masukan dan kritikan kepada penulis agar skripsi ini dapat disusun sebagaimana mestinya dan mengikuti kaidah-kaidah yang berlaku. 3. Ir. Nuraini W. Prasodjo, MS selaku dosen penguji petik yang telah meluangkan waktunya untuk melakukan pengkoreksian tata penulisan dan sistematika skripsi yang disusun oleh penulis. 4. Keluarga tersayang, Ayah, Mama, dan dua adik laki-laki tercinta Irfan Afifi dan Irfan Alfian yang tiada henti memberikan kasih sayang, doa, dukungan, serta semangat kepada penulis. 5. Sriyo Ado Arta Tampubolon, yang telah memberi warna berbeda dalam hidup penulis, mengajarkan penulis arti hidup sebenarnya, dan juga memberi dukungan serta dorongan yang tak henti-hentinya kepada penulis untuk segera menyelesaikan penulisan skripsi ini. 6. Ibu Ratri Virianita, selaku pembimbing akademik selama penulis menjadi mahasiswa Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, serta secara berkelanjutan memantau perjalanan studi penulis.
7. Ibu Yatri Indah Kusumastuti, Koordinator Dosen Komunikasi Bisnis. Terima Kasih atas kasih sayangnya dalam memberikan kepercayaan kepada penulis untuk menjadi asisten dosen selama 1,5 tahun. 8. Bapak Sofyan Sjaf, Koordinator Asisten Dosen Perubahan Sosial dan Ibu Yatri Indah Kusumastuti, Koordinator Dosen Mata Kuliah Komunikasi Bisnis yang telah senantiasa memberikan semangat dan inspirasi untuk lebih realistis dalam menghadapi kehidupan. 9. Bapak Rizal Razak yang telah mendorong penulis untuk segera menyelesaikan skripsi dan menerima keluh kesan penulis terkait dengan penulisan skripsi serta menjadi teman diskusi ketika penulis menemui permasalahan mengenai penelitian 10. Sahabat-sahabatku tercinta, untuk Hardiayanti Dharma Pertiwi, Geidy Tiara Ariendi, dan Merry Purnamasarie yang selalu memberikan semangat serta dukungan dalam setiap kesulitan yang penulis rasakan dalam studi. Terima kasih atas kebersamaan yang begitu indah. 11. Rekan seperjuangan bimbingan, Nyimas Nadya Izana, atas semangat yang tak henti diberikan kepada penulis, peluh, tangis, dan tawa tercurahkan bersama dalam proses penelitian hingga penulisan skripsi. 12. Teman-teman Kelompok PEPP dan KMLB yang senantiasa memberikan dukungan dan izin ketika penulis harus meninggalkan tugas karena turun lapang, serta selalu menghibur penulis ketika penulis sedih dan putus asa. 13. Teman-teman seperjuangan program akselerasi, Umi, Yunita, Bio, Friska, Aci, Lele, Nendy, Dewi, Geidy, Maya, Amanda, Marika, Nyimas, Thresa, Dina, Syifa, dan Navalinesia. Terima kasih atas semangat kebersamaanya. 14. Teman-teman HIMASIERA angakatan 2007-2008, 2008-2009, dan 20092010, terima kasih atas kebersamaan yang indah 15. Teman-teman asisten beserta teman-teman dan adik-adik praktikan mata kuliah Komunikasi Bisnis, Pengantar Ilmu Kependudukan, dan Perubahan Sosial dan seluruh keluarga KPM 44 atas perhatian, kasih sayang dan kebersamaannya sampai saat ini. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk semua pihak dan membanggakan bagi
keluarga,
agama,
teman-teman,
dan
negara.
xiv
DAFTAR ISI DAFTAR ISI................................................................................. DAFTAR TABEL....................................................................... DAFTAR GAMBAR................................................................... DAFTAR LAMPIRAN................................................................
xiv xvi xvii xix
BAB I PENDAHULUAN..........................................................
1 1 3
1.1. 1.2. 1.3. 1.4.
Latar Belakang......................................................................... Perumusan Masalah................................................................. Tujuan Penelitian..................................................................... Kegunaan Penelitian................................................................
BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL............................... 2.1. Tinjauan Pustaka......................................................................... 2.1.1. Corporate Social Responsibility.................................... 2.1.2. Corporate Social Responsibility dan Community Development.................................................................. 2.1.3. Konsep Partisipasi.......................................................... 2.1.4. Konsep Modal Sosial..................................................... 2.1.5. Konsep Dampak Program CSR..................................... 2.2. Kerangka Pemikiran................................................................... 2.3. Hipotesis Penelitian.................................................................... 2.4. Definisi Konseptual.................................................................... 2.5. Definisi Operasional...................................................................
BAB III METODE PENELITIAN........................................... 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian...................................................... 3.2. Pendekatan Penelitian................................................................. 3.3. Teknik Pemilihan Informan dan Responden.............................. 3.4. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data................................. 3.5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data........................................
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI................................
5 6 6 6 14 17 22 24 28 30 30 32 38 38 39 39 41 43 45 45 45 45 46 47 49 51 53
4.1. Profil Kecamatan Kabandungan................................................ 4.2. Profil Desa Cihamerang............................................................. 4.2.1. Keadaan Wilayah.......................................................... 4.2.2. Kondisi Geografi........................................................... 4.2.3. Kondisi Demografi........................................................ 4.2.4. Potensi Wilayah............................................................. 4.3. Perusahaan Geothermal Indonesia............................................. 4.4. Perusahaan Geothermal di Wilayah Salak................................. 4.4.1. Kebijakan Perusahaan Geothermal mengenai Corporate Social Responsibility(CSR)........................... 54
xv
4.4.2. Departemen Policy, Government, and Public Affair.... 4.5. Lembaga Keuangan Mikro Syariah Mandiri (LKMS) Kartini... 4.5.1. Visi dan Misi LKMS Kartini......................................... 4.5.2. Struktur Kepengurusan LKMS Kartini.......................... 4.6. Ikhtisar........................................................................................
55 56 56 57 58
BAB V TINGKAT PARTISIPASI DAN DAMPAK SOSIAL EKONOMI...................................................
60
5.1. Penggolongan Anggota Kelompok Simpan Pinjam dan NonAnggota Kelompok Simpan Pinjam LKMS Kartini................. 5.2. Tingkat Partisipasi..................................................................... 5.2.1. Tingkat Partisipasi Anggota Kelompok Simpan Pinjam LKMS Kartini Menurut Konsep Uphoff.......................................................................... 5.2.2. Tingkat Partisipasi Anggota Kelompok Simpan Pinjam LKMS Kartini Menurut Konsep Arnstein......................................................................... 5.2.3. Tingkat Partisipasi Stakeholder 5.3. Dampak Ekonomi Penyelenggaraan Program............................ 5.4. Dampak Sosial Penyelenggaraan Program................................. 5.5. Ikhtisar........................................................................................
BAB VI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PARTISIPASI DENGAN DAMPAK SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PERDESAAN.......... 6.1. Hubungan Antara Tingkat Partisipasi dengan Dampak Sosial.. 6.1.1. Analisis Uji Hipotesis Penelitian................................... 6.1.2. Analisis Hubungan antara Tingkat Partisipasi Masyarakat dan Dampak Sosial..................................... 6.2. Hubungan antara Tingkat Partisipasi dengan Dampak Ekonomi..................................................................................... 6.2.1. Analisis Uji Hipotesis Penelitian................................... 6.2.2. Analisis Hubungan antara Tingkat Partisipasi dan Dampak Ekonomi................................ 6.3. Ikhtisar........................................................................................
BAB VII ANALISIS DAN SINTESIS PARTISIPASI STAKEHOLDER DALAM PENYELENGGARAAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DAN DAMPAKNYA TERHADAP KOMUNITAS PERDESAAN........... BAB VIII PENUTUP................................................................ 8.1. Kesimpulan............................................................................... 8.2. Saran.........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................... LAMPIRAN..................................................................................
60 62
62
66 69 73 79 80
84 84 84 86 89 89 91 96
98 111 111 112 113 115
xvi
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6 Tabel 7 Tabel 8 Tabel 9
Tabel 10
Tabel 11
Tabel 12
Tabel 13 Tabel 14 Tabel 15 Tabel 16 Tabel 17 Tabel 18
Halaman Tingkat Partisipasi Masyarakat menurut Tangga Partisipasi Arstein............................................................................................ 19 Kategori Sosial Masyarakat Pemanfaat Program........................... 32 Jarak dan Waktu Tempuh Desa Cihamerang ke Pusat Pemerintahan Tahun 2010.............................................................. 46 Luas Wilayah Desa Cihamerang Menurut Penggunaannya Tahun 2010................................................................................................ 46 Jumlah Penduduk Desa Cihamerang Menurut Tingkat Pendidikan pada Tahun 2010......................................................... 48 Mata Pencaharian Pokok Penduduk Desa Cihamerang Tahun 2010................................................................................................ 49 Jumlah Kepemilikan Lahan Pertanian Tanaman Pangan Rumah Tangga di Desa Cihamerang Tahun 2010...................................... 50 Jumlah Luas Lahan Kehutanan Menurut Status Kepemilikan Lahan di Desa Cihamerang Tahun 2010........................................ 50 Tingkat Partisipasi dan Kekuatan Modal Sosial Anggota Kelompok Simpan Pinjam LKMS Kartini Menurut Konsep Uphoff............................................................................... 64 Tingkat Partisipasi dan Taraf Hidup Anggota Kelompok Simpan Pinjam LKMS Kartini Menurut Konsep Uphoff............................................................................................. 64 Tingkat Partisipasi dan Kekuatan Modal Sosial Anggota Kelompok Simpan Pinjam LKMS Kartini Menurut Konsep Arnstein.......................................................................................... 67 Tingkat Partisipasi dan Taraf Hidup Anggota Kelompok Simpan Pinjam LKMS Kartini Menurut Konsep Arnstein.......................................................................................... 67 Keterlibatan Stakeholder-stakeholder dalam Penyelenggaraan Program.......................................................................................... 70 Skor Rata-rata Taraf Hidup Menurut Kategori Sosial.................... 74 Skor Rata-rata Pendapatan (Rp/Bulan) Menurut Kategori Sosial.. 74 Skor Rata-rata Tingkat Pengeluaran Menurut Kategori Sosial....... 75 Skor Rata-rata Tingkat Tabungan Menurut Kategori Sosial.......... 77 Skor Rata-rata Kekuatan Modal Sosial Menurut Kategori Sosial.. 80
xvii
DAFTAR GAMBAR Nomor Gambar 1 Gambar 2
Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6 Gambar 7 Gambar 8 Gambar 9
Gambar 10
Gambar 11 Gambar 12 Gambar 13 Gambar 14 Gambar 15 Gambar 16
Gambar 17
Gambar 18
Gambar 19
Halaman Berbagai Pemangku Kepentingan dalam Perusahaan............... 13 Bagan Alir Kerangka Pemikiran Partisipasi Masyarakat dan Stakeholder dalam Penyelenggaraan Program CSR dan Dampaknya terhadap Komunitas Perdesaan............................. 29 Struktur Organisasi LKMS Kartini........................................... 58 Jumlah Persentase Responden Anggota Kelompok Simpan Pinjam Menurut Kategori Sosial.............................................. 61 Jumlah Persentase Responden Non-Anggota Kelompok Simpan Pinjam LKMS Kartini Menurut Kategori Sosial......... 62 Persentase Tingkat Partisipasi Anggota Kelompok Simpan Pinjam LKMS Kartini Menurut Kategori Sosial...................... 63 Persentase Klasifikasi Tingkat Partisipasi Anggota Kelompok Simpan Pinjam LKMS Kartini................................................. 65 Persentase Tipe Partisipasi Anggota Kelompok Simpan Pinjam Menurut Tangga Partisipasi Arnstein.......................... 68 Rumah sederhana milik salah seorang anggota kelompok simpan pinjam yang mendayagunakan modal pinjaman untuk membuka warung..................................................................... 78 Rumah salah seorang anggota kelompok simpan pinjam yang pada dasarnya tergolong sebagai masyarakat dengan tingkat kesejahteraan yang cukup baik................................................ 78 Transaksi antara petugas outreach LKMS Kartini dan seorang ibu anggota LKMS Kartini....................................................... 96 Roadmap Program Community Based Micro Finance LKMS Kartini....................................................................................... 100 Papan nama yang terpasang di depan kantor LKMS Kartini di Kecamatan Kabandungan........................................................ 101 Skema Alur Hubungan antara Stakeholder dalam Penyelenggaraan LKMS Kartini.............................................. 102 Matriks Keterlibatan Stakeholder dalam Penyelenggaraan LKMS Kartini.......................................................................... 103 Pertemuan pihak perusahaan, pemerintah desa dan kecamatan, manajer LKMS Kartini, perwakilan BAPEDA Kabupaten Sukabumi dalam sebuah event lokakarya pelatihan...................................................... ............................ 104 Ibu Eka, salah seorang anggota kelompok simpan pinjam di Desa Cihamerang yang sedang melayani konsumen di warung es buah miliknya, hasil jerih payah dari pinjaman LKMS Kartini........................................................................... 107 Salah satu bentuk sosialisasi perusahaan dengan masyarakat adalah dengan menyelenggarakan pelatihan yang melibatkan ibu-ibu anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini.... 109 Kegiatan kumpul mingguan ibu-ibu anggota kelompok 110 simpan pinjam di Kampung Pasir Haur, Desa Cihamerang...
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran
1 2 3 4 5
Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9 Lampiran 10
Halaman Panduan Pertanyaan Wawancara Mendalam........................ 115 Matriks Alokasi Waktu Penelitian......................................... 122 Sketsa Desa Cihamerang....................................................... 123 Hasil Uji Statistik Pada Variabel-variabel Penelitian.......... 124 Daftar Anggota Kelompok Simpan Pinjam LKMS Kartini di Desa Cihamerang.............................................................. 127 Daftar Responden Penelitian................................................ 129 Data Kependudukan Desa Cihamerang Tahun 2010........... 130 Matriks Pengumpulan Data, Pengolahan Data, dan Analisis 131 Data........................................................................................ Kuesioner Penelitian.............................................................. 138 Tabel Tingkat Partisipasi dan Dampak Sosial Ekonomi Anggota Kelompok Simpan Pinjam 159
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Perusahaan
sebagai
sebuah
sistem,
dalam
keberlanjutan
dan
keseimbangannya tidak dapat berdiri sendiri. Keberadaan perusahaan dalam lingkungan masyarakat membawa pengaruh bagi kehidupan sosial, ekonomi, serta budaya.
Perusahaan
memiliki
potensi
mengembangkan
wilayah
karena
beroperasinya perusahaan di suatu wilayah masyarakat dapat mengundang aktivitas-aktivitas masyarakat lokal. Seperti halnya, penyerapan tenaga kerja lokal oleh perusahaan, termasuk fenomena menjamurnya masyarakat lokal yang membuka usaha baru untuk pemenuhan kebutuhan karyawan dan juga seluruh pihak yang berkaitan dengan adanya aktivitas perusahaan. Dalam perjalanannya, aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan bersinggungan, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan masyarakat dan lingkungan. Oleh karena itu, perusahaan perlu mengingat dan memperhatikan aspek sosial budaya. Salah satunya adalah dengan membina hubungan baik yang bersifat reciprocal (timbal balik) dengan stakeholder-stakeholder lain, baik pemerintah, swasta, maupun dari berbagai tingkatan elemen masyarakat. Hubungan baik ini dapat dibentuk dari adanya interaksi antar stakeholder dalam kaitannya dengan penyelenggaraan program CSR (Corporate Social Responsibility). CSR (Corporate Social Responsibility) merupakan konsep moral dan etos berciri umum sehingga pada tataran praktisnya harus diwujudkan ke dalam program-program konkrit. Menurut Draft International Standar ISO 26000 dalam Jalal (2010), tanggung jawab sosial meliputi Tata Kelola Organisasi, HAM (Hak Azasi Manusia), Praktik Ketenagakerjaan, Lingkungan, Praktik Operasi yang Adil, Isu Konsumen, Pelibatan, dan Pengembangan Masyarakat. Eleanor Chambers dan kawan-kawan pada tahun 2003 melakukan penelitian atas praktik tanggung jawab sosial korporat di tujuh negara Asia, mengklasifikasikan CSR ke dalam tiga aspek yaitu, keterlibatan dalam komunitas, pembuatan produk yang bisa dipertanggungjawabkan secara sosial, dan employee relations (Wibisono, 2007). Menurut Chambers dalam Wibisono (2007), yang termasuk dalam
2
keterlibatan komunitas itu diantaranya adalah pengembangan masyarakat (Community Development), dimana salah satu prinsip dalam konsep community development adalah partisipasi. Partisipasi dalam pengembangan komunitas harus menciptakan keterlibatan aktif semua stakeholder, baik pemerintah, masyarakat, maupun perusahaan.
Partisipasi seluruh stakeholder diwujudkan melalui
keterlibatan baik berupa materi, maupun non-materi dalam penyelenggaraan program CSR (Corporate Social Responsibility) dari proses perencanaan, implementasi, hingga monitoring evaluasi, dan pelaporan. Mengacu pada sejauhmana keberadaan perusahaan membawa pengaruh bagi kehidupan masyarakat sekitar, berjalannya roda kehidupan masyarakat dengan segala bentuk perubahan sosial dan lingkungan yang dapat diterima dan diatur oleh pranata sosial yang ada menjadi indikator penting. Meskipun demikian, pengaruh keberadaan perusahaan belum tentu membawa angin positif bagi masyarakat. Oleh karena itu, bagaimana penyelenggaraan program CSR mengintegrasikan partisipasi seluruh stakeholder dan berpengaruh terhadap kondisi sosial dan ekonomi komunitas yang salah satunyamencakup modal sosial dan taraf hidup. Perusahaan Geothermal di Gunung Salak merupakan perusahaan yang mendayagunakan energi panas bumi terbesar di dunia. Panas bumi adalah sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan digunakan sebagai pembangkit listrik melalui pemanfaatan daya alami uap bumi. Sebagai bukti profesionalisme dan tanggung jawab sosial perusahaan, Perusahaan Geothermal menyelenggarakan program CSR (Corporate Social Responsibility) yang mencakup tiga area kritis, yakni kebutuhan dasar, pendidikan dan pelatihan, serta pengembangan usaha kecil mikro. CSR yang diselenggarakan oleh
Perusahaan Geothermal merupakan
bagian dari strategic plan perusahaan, yang mana fokus pelaksanaannya berorientasi pada penciptaan pertumbuhan ekonomi melalui capacity building dan investasi masyarakat. Perusahaan Geothermal bermitra dengan komunitas setempat melalui berbagai macam cara untuk memberikan kontribusi bermakna bagi pengembangan sosial, ekonomi, dan upaya investasi dalam bentuk programprogram yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan sosial dan ekonomi di komunitas lapangan operasionalnya. Desa Cihamerang merupakan salah satu desa yang bersinggungan langsung dengan wilayah operasi perusahaan karena
3
lokasinya yang terletak di dalam lingkup Kecamatan Kabandungan. Radyati (2008) dalam Sepriani (2010) menyebutkan bahwa pembangunan ekonomi masyarakat lokal sebagai bagian dari kegiatan CSR merupakan bagian dari proses pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dengan tujuan kahir berkelanjutan (sustainability). Masyarakat dalam konteks penelitian ini mengacu pada komunitas lokal yang tinggal di wilayah Desa Cihamerang. 1Komunitas perdesaan dipahami sebagai kesatuan institusi dalam suatu wilayah, terikat oleh kesatuan ekologis, berinetraksi satu dengan yang lainnya. Penting
untuk
melihat
sejauhmana
implementasi
dari
program
pengembangan masyarakat (Community Development) dalam kaitannya dengan partisipasi seluruh stakeholder yang pada akhirnya membawa dampak bagi komunitas perdesaan. Pada dasarnya keberhasilan suatu program CSR, salah satunya berkaitan dengan bagaimana program CSR tersebut dapat berpengaruh secara signifikan dan pada akhirnya membawa dampak positif terhadap kehidupan komunitas disekitar wilayah perusahaan. Oleh karena itu, hal yang akan menjadi pertanyaan secara garis besar dari penjelasan diatas yakni Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dan stakeholder dalam penyelenggaraan program CSR dengan dampak sosial ekonomi komunitas perdesaan ?
1.2. Perumusan Masalah Perusahaan dalam kegiatan operasinya bersinggungan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan masyarakat dan lingkungan. Berbagai hal melatarbelakangi perspektif dan paradigma yang dianut, termasuk bagaimana masing-masing perusahaan memiliki pola pelaksanaan tanggung jawab sosialnya. Keseluruhannya dilaksanakan berdasarkan kebijakan perusahaan yang terkait. Mengacu pada konsep Triple Bottom Line yakni Sosial (People), Lingkungan (Planet), dan Ekonomi (Profit) yang diperkenalkan oleh John Elkington pada tahun 1997 melalui bukunya “Cannibals with Forks, The Triple Bottom Line of Twentieth Century Business”, keterkaitan antara tujuan perusahaan dengan keberadaan masyarakat dan lingkungan penting untuk diperhatikan. Konsep 1
Komunitas menurut Wilbur J. Peak dalam Rahman (2009) bukan sekedar sekumpulan orang/unit sosial yang tinggal di lokasi yang sama tetapi juga menunjukkan terjadinya interaksi di antaranya
4
tersebut juga menyangkut peran dan fungsi dari stakeholder sebagai bagian dari elemen people dalam konsep triple bottom line. Stakeholder dalam peran dan fungsinya mendukung penyelenggaraan program CSR, dapat dilihat dari sejauhmana keterlibatannya dalam setiap tahapan penyelenggaraan program. Oleh karena itu, dapat dirumuskan bahwa: Bagaimana
tingkat partisipasi
stakeholder (pemerintah, masyarakat, swasta) dalam penyelenggaraan program CSR ? Terdapat berbagai stakeholder yang terlibat dalam implementasi program CSR (Corporate Social Responsibility) dengan derajat keterlibatan yang masingmasing berbeda satu sama lain, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat. Menyiasati kehadiran perusahaan dalam kerjasama kemitraan yang sejajar untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, bukanlah sesuatu yang mustahil. Kemitraan yang saling menguntungkan merupakan sebuah strategi yang lebih baik untuk membentuk hubungan yang harmonis. Selanjutnya adalah terkait dengan
penerapan
setiap
tahapan
penyelenggaraan
program
yang
mengintegrasikan partisipasi seluruh stakeholder, yakni berhubungan dengan sejauhmana pencapaian penyelenggaraan program CSR. Untuk mengetahui sejauhmana komitmen perusahaan yang diwujudkan melalui implementasi program CSR, salah satunya dapat dilihat melalui penyelenggaraan program Community Development (Pengembangan Masyarakat). Penting halnya melihat pengaruh implementasi program tersebut terhadap komunitas lokal, khususnya bagi anggota kelompok simpan pinjam sebagai salah satu subjek pelaksana program, hingga sejauh mana implementasi tersebut dapat membawa dampak baik positif, maupun negatif
bagi komunitas pedesaan. Kedua aspek tersebut
mengkonstruksi pertanyaan utama dalam penelitian ini yaitu Bagaimana hubungan antara tingkat partisipasi anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini dalam penyelenggaraan program CSR dengan dampak sosial komunitas perdesaan dan bagaimana hubungan antara tingkat partisipasi anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini dalam penyelenggaraan program CSR dengan dampak ekonomi komunitas perdesaan?
1.3. Tujuan Penelitian
5
Tujuan utama penelitian ini yaitu untuk menganalisis tingkat partisipasi stakeholder dalam penyelenggaraan program CSR dan hubungannya dengan dampak sosial ekonomi. Adapun tujuan utama tersebut dapat dijawab melalui tujuan-tujuan khusus penelitian, yakni : 1. Menganalisis tingkat partisipasi stakeholder (pemerintah, masyarakat, , swasta) dalam penyelenggaraan program CSR. 2. Menganalisis hubungan antara tingkat partisipasi anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini dalam penyelenggaraan program CSR dengan dampak sosial komunitas perdesaan. 3. Menganalisis hubungan antara tingkat partisipasi anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini dalam penyelenggaraan program CSR dengan dampak ekonomi komunitas perdesaan.
1.4. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi para pihak yang berminat maupun yang terkait dengan masalah CSR, khususnya kepada: 1. Peneliti yang ingin mengkaji lebih jauh mengenai CSR dalam kaitannya dengan analisis dampak implementasi program CSR, termasuk bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian lanjutan dan pengembangan dengan penelitian terkait yang sudah ada sebelumnya. 2. Kalangan akademisi, dapat menambah literatur dalam melakukan kajian mengenai CSR. 3. Kalangan non akademisi, pemerintah, maupun swasta dapat bermanfaat sebagai sebuah bahan pertimbangan dalam penerapan CSR yang berbasiskan pengembangan masyarakat.
6
BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL
2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Corporate Social Responsibility 2.1.1.1. Definisi dan Konsep Corporate Social Responsibility Konsep CSR (Corporate Social Responsibility) memiliki beberapa definisi yang dikemukakan oleh banyak ahli. Definisi CSR berasal dari konsep dan pemikiran yang dicetuskan oleh John Elkington (1997) dalam bukunya yang berjudul “Cannibals with Forks, The Triple Bottom Line of Twentieth Century Business”, dimana dalam buku tersebut Elkington mengemukakan konsep “3P” (profit, people, dan planet) yang menerangkan bahwa dalam menjalankan operasional perusahaan, selain mengejar profit/keuntungan ekonomis sebuah korporasi harus dapat memberikan kontribusi positif bagi people (masyarakat) dan berperan aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet) (Wibisono, 2007). ISO 26000 mengenai Guidance on Social Responsibility juga memberikan definisi CSR. Menurut ISO 26000 dalam Suharto (2008), CSR adalah tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak-dampak dari keputusan-keputusan dan kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat, mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan, sejalan dengan hukum yang ditetapkan dan norma-norma perilaku internasional, serta terintegrasi dengan organisasi secara menyeluruh. Dahlsrud (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “How Corporate Social Responsibilty is Defined: an Analysis of 37 Definitions”, menggunakan lima dimensi CSR sebagai acuan, yakni dimensi lingkungan (the environmental dimension), dimensi sosial (the social dimension), dimensi ekonomi (the economic
dimension),
dimensi
pemangku
kepentingan
(the
stakeholder
dimension), dan dimensi kesukarelaan (the voluntariness dimension). Menurut Samuel dan Saarf dalam Rahman (2009), ada tiga perspektif terkait dengan CSR: 1. Kapital reputasi Memandang penting reputasi untuk memperoleh dan mempertahankan pasar. CSR dipandang sebagai strategi bisnis yang bertujuan untuk
7
meminimalkan risiko dan memaksimalkan keuntungan dengan menjaga kepercayaan stakeholder. 2. Ekososial Memandang stabilitas dan keberlanjutan sosial dan lingkungan sebagai strategi untuk menjaga keberlanjutan bisnis korporat. 3. Hak-hak pihak lain Memandang konsumen, pekerja, komunitas yang terpengaruh bisnisnya dan pemegang saham, memiliki hak untuk mengetahui tentang korporat dan bisnisnya.
2.1.1.2. Penyelenggaraan Program CSR Tanggung jawab perusahaan merupakan sebuah konsep yang berkaitan dengan bagaimana perusahaan bertanggung jawab terhadap kegiatan dan kebiasaan yang berkelanjutan dalam segala sesuatunya yang berhubungan dengan perusahaan, baik aspek finansial, lingkungan, dan sosial (Lakin & Scheubel, 2010). Menurut Wibisono (2007) cara perusahaan memandang CSR atau alasan perusahaan menerapkan CSR dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori, yakni: 1. Sekedar basa-basi dan keterpaksaan, artinya CSR hanya dipraktikkan lebih karena faktor eksternal (external driven). 2. Sebagai upaya untuk memenuhi kewajiban (compliance), dimana CSR diimplementasikan karena memang ada regulasi, hukum, dan aturan yang memaksakannya. 3. Bukan lagi sekedar compliance tapi beyond compliance alias compliance plus, yakni CSR diimplementasikan karena memang ada dorongan yang tulus dari dalam (internal driven). Implementasi CSR itu merupakan langkah-langkah pilihan sendiri sebagai kebijakan perusahaan, bukan karena dipaksa oleh aturan tekanan dari masyarakat. Menurut Rahman (2009), terdapat dua alasan yang mendasari korporat melakukan kegiatan CSR, yakni alasan moral (moral argument) dan alasan ekonomi (economic argument). Alasan ekonomi lebih menekankan pada bagaimana korporat mampu memperkuat citra dan kredibilitas brand/produknya
8
melalui aktivitas CSR, sedangkan alasan moral lebih didasarkan bahwa CSR memang benar bermula dari inisiatif korporat untuk dapat menjalin relasi yang saling menguntungkan dengan stakeholders. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, terdapat empat pengkategorian tanggung jawab sosial perusahaan menurut Archie Carrol dalam Rahman (2009), yakni: 1. Tanggung jawab Ekonomi (Economic Respoinsibilities) Terminologi tanggung jawab ekonomi dan tanggung jawab sosial terasa dekat jika dikaitkan dengan mekanisme pricing korporat. Pricing sebagai aktivitas ekonomi, akan bersinergi dengan tanggung jawab sosial jika didasari pada itikad untuk memberikan harga yang memihak kepada konsumen. Hal tersebut merupakan salah satu langkah yang dapat ditempuh guna mensinkronkan fungsi ekonomi dengan aktivitas tanggung jawab sosial. 2. Tanggung jawab Hukum (Legal Responsibilities) Tanggung jawab hukum oleh korporat merupakan modifikasi sejumlah nilai dan etika yang dicanangkan korporat terhadap seluruh pembuat dan pemilik hukum yang terkait. Sudah seharusnya korporat menjalankan kepatuhan terhadap hukum dan norma yang berlaku. 3. Tanggung jawab Etis (Ethical Responsibilities) Tanggung jawab etis berimplikasi pada kewajiban korporat untuk menyesuaikan segala aktivitasnya sesuai dengan norma sosial dan etika yang berlaku meskipun tidak diselenggarakan secara formal. Tanggung jawab etis ini bertujuan untuk memenuhi standar, norma, dan pengharapan dari stakeholders terhadap korporat. 4. Tanggung jawab Filantropis (Phylantropic Responsibilities) Tanggung jawab filantropis ini seyogyanya dimaknai secara bijak oleh korporat, tidak hanya memberikan sejumlah fasilitas dan sokongan dana, korporat juga disarankan untuk dapat memupuk kemandirian komunitasnya. Tanggung jawab ini didasari itikad korporat untuk berkontribusi pada perbaikan komunitas secara mikro maupun makro sosial.
9
Archie Carrol dalam Rahman (2009) berpandangan bahwasanya apabila keempat unsur tanggung jawab di atas teraplikasikan secara menyeluruh maka akan terselenggara sebuah Total CSR. Gagasan Prince of Wales International Business Forum dalam Wibisono (2007) mengenai lingkup penerapan CSR mengusung lima pilar yakni: 1. Building human capital Berkaitan dengan internal perusahaan untuk menciptakan SDM yang handal, di sisi lain perusahaan juga dituntut melakukan pemberdayaan masyarakat. 2. Strengtening economies Perusahaan harus memberdayakan ekonomi masyarakat sekitarnya, agar terjadi pemerataan kesejahteraan. 3. Assesing social chesion Upaya menjaga keharmonisan dengan masyarakat sekitar, agar tidak menimbulkan konflik. 4. Encourging good governance Perusahaan dalam menjalankan bisnisnya mengacu pada Good Corporate Governance (GCG). Telaah lebih lanjut atas berbagai literatur menunjukkan bahwa ada empat skema yang biasa dipergunakan untuk menjalankan tanggung jawab sosial perusahaan, yaitu (1) kontribusi pada program pengembangan masyarakat, (2) pendanaan kegiatan sesuai dengan kerangka legal, (3) partisipasi masyarakat dalam bisnis, dan (4) tanggapan atas tekanan kelompok kepentingan2. Wibisono (2007) mengemukakan perusahaan-perusahaan yang telah berhasil dalam menerapkan CSR menggunakan tahapan implementasi CSR sebagai berikut: 1. Tahap Perencanaan Tahap ini terdiri dari tiga langkah utama, yaitu Awareness Building, CSR Assesment, dan CSR Manual Building. Awareness Building merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran perusahaan mengenai arti penting CSR dan komitmen manajemen, upaya ini dapat 2
Jalal.2010.Masukan bagi Program PROPER Kementrian Lingkungan Hidup. Jakarta: Laboratorium Sosiologi Universitas Indonesia
10
dilakukan melalui seminar, lokakarya, dan lain-lain. CSR Assesment merupakan upaya untuk memetakan kondisi perusahaan dan mengidentifikasi aspek-aspek yang perlu mendapatkan prioritas perhatian dan langkah-langkah yang tepat untuk membangun struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan CSR secara efektif. Pada tahap membangun, CSR manual, dilakukan melalui benchmarking, menggali dari referensi atau meminta bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan. Pedoman ini diharapkan mampu memberikan kejelasan dan keseragaman pola pikir dan pola tindak seluruh elemen perusahaan guna tercapainya pelaksanaan program yang terpadu, efektif, dan efisien. 2. Tahap Pelaksanaan Pada tahap ini terdapat beberapa poin yang harus diperhatikan seperti pengorganisasian sumber daya, penyusunan untuk menempatkan orang sesuai dengan jenis tugas, pengarahan, pengawasan, pelaksanaan, pekerjaan sesuai dengan rencana, serta penilaian untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan. 3. Tahap Pemantauan dan Evaluasi Tahap ini perlu dilakukan secara konsisten dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauhmana efektivitas penerapan CSR sehingga membantu perusahaan untuk memetakan kembali kondisi dan situasi serta capaian perusahaan dalam implementasi CSR sehingga dapat mengupayakan perbaikan-perbaikan yang perlu berdasarkan rekomendasi. 4. Tahap Pelaporan Pelaporan perlu dilakukan untuk membangun sistem informasi, baik untuk keperluan proses pengambilan keputusan maupun keperluan keterbukaan informasi material dan relevan mengenai perusahaan.
2.1.1.3. Peran dan Fungsi Stakeholder dalam CSR Kebermulaan pengakuan terhadap keberadaan dan pengaruh pemangku kepentingan dapat dilacak sejak 1960-an (Sukada, 2007). Dalam bukunya tersebut, Sonny Sukada (2007) memaparkan bahwa Stamford Research Institute
11
pertama kali menggunakan terminologi perspektif pemangku kepentingan (stakeholder perspective) yang dibangun berdasarkan teori-teori Charles Darwin dan Adam Smith, serta perubahan lingkungan di era itu dimana terdapat orangorang dan organisasi di samping pemegang saham yang terkena pengaruh operasi perusahaan. Konsepnya kemudian dipopulerkan oleh Freeman (1984) dalam Sukada (2007), yang membicarakan masalah pemangku kepentingan secara lebih komprehensif. Menurut Freeman (1984) dalam Sukada (2007), pemangku kepentingan diartikan sebagai mereka yang memiliki kepentingan dan keputusan tersendiri, baik sebagai individu maupun wakil kelompok. Pengertian ini mencakup mereka yang mempengaruhi atau yang terkena pengaruh dari satu organisasi. Stakeholders, yang jamak diterjemahkan dengan pemangku kepentingan adalah pihak atau kelompok yang berkepentingan, baik langsung maupun tidak langsung terhadap eksistensi atau aktivitas perusahaan, dan karenanya kelompokkelompok tersebut mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh perusahaan (Saidi, 2004). Menurut Wibisono (2007), apapun definisinya, yang jelas antara stakeholders dengan perusahaan terjadi hubungan yang saling mempengaruhi, sehingga perubahan pada salah satu pihak akan memicu dan mendorong terjadinya perubahan pada pihak yang lainnya. Salah satu aspek penting yang mendukung keberhasilan implementasi program CSR adalah sinergitas yang positif antara seluruh stakeholders terkait, yakni dalam hal ini Soemanto (2007) mengkategorikannya ke dalam empat kelompok, diantaranya adalah pemerintah (government), sektor privat (private sector), lembaga swadaya masyarakat (LSM)/ Non-Governmental Organizations (NGOs), dan masyarakat (Community). Renald Kasali (2005) dalam Wibisono (2007) membagi stakeholders menjadi berikut: 1. Stakeholder internal dan stakeholder eksternal Stakeholder internal adalah stakeholder yang berada di dalam lingkungan organisasi, misalnya karyawan, manajer, dan pemegang saham (shareholder). Stakeholder eksternal adalah stakeholder yang berada di luar lingkungan konsumen organisasi seperti penyalur atau pemasok, konsumen atau pelanggan, masyarakat, pemerintah, pers,
12
kelompok sosial masyarakat, responsible investor, licensing partner dan lain-lain. 2. Stakeholder primer, stakeholder sekunder dan stakeholder marjinal Tidak semua elemen dalam stakeholder perlu diperhatikan. Perusahaan perlu menyusun skala prioritas. Stakeholder yang paling penting disebut stakeholder primer, stakeholder yang kurang penting disebut stakeholder sekunder, dan yang bisa diabaikan disebut stakeholder marjinal. 3. Stakeholder tradisional dan stakeholder masa depan Karyawan dan konsumen dapat disebut stakeholder tradisional, karena saat ini sudah berhubungan dengan organisasi. Sedangkan stakeholder masa depan adalah stakeholder pada masa depan yang akan datang diperkirakan dapat memberikan pengaruhnya pada organisasi seperti mahasiswa, peneliti dan konsumen potensial. 4. Proponents, opponents, dan uncommitted Diantara stakeholder, ada kelompok yang memihak organisasi (proponents), menentang organisasi (opponents), dan ada yang tak peduli atau abai (uncommitted). 5. Silent majority dan vocal majority Dilihat dari aktivitas stakeholder dalam melakukan komplain atau mendukung perusahaan, tentu ada yang menyatakan penentangan atau dukungannya secara vokal (aktif) namun adapula yang menyatakan secara silent (pasif). Menurut Soemanto (2007) dalam bukunya yang berjudul “Sustainable Corporation: Implikasi Hubungan Harmonis Perusahaan dan Masyarakat”, dalam implementasi CSR pemerintah dapat melakukan peran dalam empat ranah, yakni menyediakan data dan informasi, memberi dukungan infrastruktur publik, melakukan sosialisasi program, dan menginisiasi kebijakan insentif fiskal. Stakeholder kedua adalah sektor privat atau dalam hal ini adalah perusahaan yang dapat memposisikan diri sebagai pihak yang harus merencanakan CSR secara matang, mengeluarkan anggaran untuk investasi sosial, mensosialisasikan, dan membuka ruang sehingga tercipta integrasi CSR dengan kebijakan pemerintah
13
dan masyarakat. Stakeholder yang terakhir adalah masyarakat. “Putting last people at the first” merupakan istilah yang tepat untuk memposisikan masyarakat dalam kegiatan CSR. Ide mengelola hubungan dengan
pemangku kepentingan adalah hal
mendasar bagi kebanyakan perusahaan, bahkan ide ini mewakili substansi dari bagaimana sebuah perusahaan dibangun dan dikelola, serta menjadi penting berkaitan dengan manajemen strategis secara khusus (Sukada, 2007). Tambahnya, pandangan ini meyakini perusahaan tidak dapat dikatakan eksis tanpa adanya hubungan dengan pemangku kepentingan. Jalinan hubungan itu juga pada hakekatnya adalah sesuatu yang normatif akibat kepentingan antara satu sama lain. Investor/ Creditor Political Groups
Suppliers
The Environment
Goverments
FIRM Trade Association
Costumers
Employees
Communities
Gambar 1. Berbagai Pemangku Kepentingan dalam Perusahaan (Thompson dan Driver,2005 dalam Sukada, 2007) Menurut Sukada (2007), pelibatan pemangku kepentingan ditentukan berdasarkan derajat relevansinya dengan keberadaan serta program yang akan diselenggarakan. Sukada (2007) menambahkan, semakin relevan pemangku kepentingan dengan kegiatan maupun aktivitas pengembangan masyarakat perusahaan, maka pelibatannya menjadi keharusan. Derajat relevansi pemangku kepentingan telah menjadi perdebatan panjang di literatur CSR. Mitchell et al
14
dalam Sukada (2007) mengungkapkan bahwa derajat relevansi pemangku kepentingan terhadap aktivitas perusahaan ditimbang dengan tiga hal, yaitu kekuasaan, legitimasi, dan urgensi.
2.1.2. Corporate Social Responsibility dan Community Development 2.1.2.1. Konsep Community Development Community Development dalam perspektif internasional merupakan salah satu kekuatan sosial yang signifikan dalam proses perubahan yang direncanakan, dipromosikan sebagai pengembangan dunia, dan sebagai bagian dalam proses pembangunan bangsa, serta sebagai standar dalam
pembangunan masyarakat
miskin (Budimanta dkk, 2008). Budimanta dkk (2008) menambahkan bahwa konsep dasar dari community development adalah kebutuhan manusia, komuniti, partisipasi, dan pengembangan. Sejalan dengan hal tersebut, Nasdian (2006) memaparkan bahwasannya pengembangan masyarakat (community development) adalah konsep dasar yang menggarisbawahi sejumlah istilah yang telah digunakan sejak lama, seperti community resource development, rural areas development, community economic development, rural revitalization, dan community based development. Suatu metode atau pendekatan pembangunan yang menekankan adanya partisipasi dan keterlibatan langsung penduduk dalam proses pembangunan, dimana semua usaha swadaya masyarakat
disinergikan
dengan usaha-usaha
pemerintah setempat dengan stakeholders lainnya untuk meningkatkan taraf hidup dengan sebesar mungkin ketergantungan pada inisiatif penduduk sendiri, serta pelayanan teknis, sehingga proses pembangunan
berjalan efektif
(Nasdian,
2006). Sebagaimana asal katanya, pengembangan masyarakat terdiri dari dua konsep, yaitu “pengembangan” dan “masyarakat”, secara singkat pengembangan dan pembangunan merupakan usaha bersama dan terencana untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia (Suharto, 2005). Blackburn (1989) dalam Nasdian (2006) juga menggambarkan hal serupa, dimana community development menggambarkan makna yang penting dari dua konsep: community, bermakna kualitas hubungan sosial, dan development, perubahan ke arah kemajuan yang terencana dan bersifat gradual.
15
Dengan keberadaan suatu perusahaan di suatu daerah, akan dapat mendorong
bermunculannya
kegiatan-kegiatan
sosial
ekonomi
komuniti
sekitarnya, seperti adanya perusahaan-perusahaan jasa penunjang kehidupan perusahaan yang besar. Kondisi tersebut membentuk adanya pola hubungan baru diantara komunitas pendatang dan komunitas lokal atau dalam hal ini masyarakat sekitar. Untuk meningkatkan peran serta anggota masyarakat dalam kegiatan perusahaan diperlukan suatu cara untuk meningkatkan daya saing dan kemandirian masyarakat, salah satunya adalah melalui community development.
2.1.2.2. Hubungan antara CSR dan Community Development CSR merupakan salah satu upaya perusahaan untuk menciptakan keberlangsungan usaha dalam menciptakan dan memelihara keseimbangan antara mencetak keuntungan, fungsi-fungsi sosial, dan pemeliharaan lingkungan hidup (triple bottom line) seperti halnya konsep yang disampaikan oleh John Elkington yang terdiri
dari
Profit
(Keuntungan),
People
(Masyarakat
Pemangku
Kepentingan), Planet (Lingkungan). Hal ini terkait dengan keberlanjutan usaha, dimana penting halnya bagi perusahaan untuk melihat bagaimana pengaruh dimensi sosial dan lingkungan pada setiap akitivitas bisnis. Pada dasarnya, dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan merupakan tiga aspek yang saling berkaitan. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu adanya sinerji diantara seluruh stakeholder yang terkait melalui kemitraan antara perusahaan, pemerintah, komunitas (Kemitraan Tripartit). Implementasi CSR merupakan salah satu upaya membangun konsep pembangunan berkelanjutan yang mensyaratkan hubungan sinergis serta harmonis antar stakeholder, dalam hal ini adalah pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat (Ambadar, 2008). Tanggung jawab sosial dapat diwujudkan melalui pengembangan potensi kedermawanan perusahaan. Kedermawanan perusahaan sesungguhnya adalah kedermawanan sosial dalam kerangka kesadaran dan komitmen perusahaan untuk melaksanakan tanggung jawab sosialnya (Saidi, 2003). Menurut Steiner (1994) dalam Nursahid (2006), terdapat sejumlah alasan mengapa perusahaan memiliki program-program filantropik atau kedermawanan sosial, yaitu pertama, untuk mempraktikkan konsep “good corporate citizenship”; kedua, untuk meningkatkan
16
kualitas lingkungan hidup; dan ketiga, untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia terdidik. Nursahid (2006) memaparkan bahwasanya kedermawanan sosial biasanya didasari dua motif sekaligus, yakni: motivasi untuk menyenangkan atau membahagiakan orang lain (altruisme) pada satu sisi, dan pada saat yang bersamaan terjadi pula bias kepentingan perusahaan di sisi lain. Dewasa ini, praktik filantropi sangat berkembang dan modern dengan cirinya yang berkelanjutan (sustain) dan mampu mengekalkan diri. Selain pengembangan kerangka hukum, transformasi juga menjadi upaya penting lain dalam melihat praktik kedermawanan sosial perusahaan. Hal ini didasari bahwa sebagian besar donasi perusahaan-menurut hasil survei PIRAC, merupakan donasi berbentuk hibah sosial, sementara masih sedikit yang berupa hibah pembangunan. Nursahid (2006) menyatakan bahwa transformasi terhadap orientasi sumbangan ini perlu dilakukan karena hibah sosial umumnya adalah hibah yang diperuntukkan guna pemenuhan keperluan sesaat dan sifatnya konsumtif. Oleh karena itu, perlu didorong kegiatan kedermawanan dari aktivitas yang bersifat sedekah menuju pada pengembangan dan akhirnya pemberdayaan dengan ruang lingkup yang sesuai. Menurut
Budimanta
(2008),
ruang
lingkup
program-program
pengembangan masyarakat (community development) dapat dibagi berdasarkan tiga kategori yang secara keseluruhan akan bergerak secara bersama-sama yang terdiri dari: 1.
Community
Relation;
yaitu
kegiatan-kegiatan
yang
menyangkut
pengembangan kesepahaman melalui komunikasi dan informasi kepada para pihak yang terkait. Dalam kategori ini, program cenderung mengarah pada bentuk-bentuk kedermawanan (charity) perusahaan. Dari hubungan ini, dapat dirancang pengembangan hubungan yang lebih mendalam dan terkait dengan bagaimana mengetahui kebutuhan-kebutuhan dan masalah-masalah yang ada di komunitas lokal sehingga perusahaan dapat menerapkan program selanjutnya. 2.
Community Services; merupakan pelayanan perusahaan untuk memenuhi kepentingan komunitas ataupun kepentingan umum. Dalam kategori ini, program-program dilakukan dengan adanya pembangunan secara fisik,
17
seperti sektor kesehatan, keagamaan, pendidikan, transportasi dan sebagainya yang berupa puskesmas, sekolah, rumah ibadah, jalan raya, dan sumber air minum. Inti dari kategori ini adalah kebutuhan yang ada di komunitas dan pemecahan tentang masalah yang ada di komunitas, dilakukan oleh komunitas sendiri dan perusahaan hanya sebagai fasilitator dari pemecahan masalah yang ada di komunitas. Kebutuhan-kebutuhan yang ada di komunitas dianalisis oleh para community development officer. 3.
Community Empowering; merupakan program-program yang berkaitan dengan pemberian akses yang lebih luas kepada komunitas untuk menunjang kemandiriannya,
misalnya
pembentukan koperasi.
Pada
dasarnya, kategori ini melalui tahapan-tahapan lain seperti melakukan community relation pada awalnya, yang kemudian berkembang pada community service dengan segala metodologi panggilan data dan kemudian diperdalam melalui ketersediaaan pranata sosial yang sudah lahir dan muncul di komunitas melalui program kategori ini. Community Development (Pengembangan Masyarakat) sebagai salah satu dari tujuh isu CSR merupakan sarana aktualisasi CSR yang paling baik jika dibandingkan dengan implementasi yang hanya berupa charity, philantrophy, atau dimensi-dimensi CSR yang lain, karena dalam pelaksanaan pengembangan masyarakat terdapat prinsip-prinsip kolaborasi kepentingan bersama antara perusahaan dengan komunitas, adanya partisipasi, produktivitas, keberlanjutan, dan mampu meningkatkan perasaan solidaritas.
2.1.3. Konsep Partisipasi Menurut Nasdian (2006), pemberdayaan merupakan jalan atau sarana menuju partisipasi. Sebelum mencapai tahap tersebut, tentu saja dibutuhkan upaya-upaya pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan memiliki dua elemen pokok, yakni kemandirian dan partisipasi (Nasdian, 2006_). Nasdian (2006) mendefinisikan partisipasi sebagai proses aktif, inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif. Titik tolak dari partisipasi adalah memutuskan,
18
bertindak, kemudian mereka merefleksikan tindakan tersebut sebagai subjek yang sadar. Nasdian (2006) juga memaparkan bahwasanya partisipasi dalam pengembangan komunitas harus menciptakan peranserta yang maksimal dengan tujuan agar semua orang dalam masyarakat tersebut dapat dilibatkan secara aktif pada proses dan kegiatan masyarakat. Cohen dan Uphoff (1979) membagi partisipasi ke beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut: 1. Tahap pengambilan keputusan, yang diwujudkan dengan keikutsertaan masyarakat dalam rapat-rapat. Tahap pengambilan keputusan yang dimaksud disini yaitu pada perencanaan dan pelaksanaan suatu program. 2. Tahap pelaksanaan yang merupakan tahap terpenting dalam pembangunan, sebab inti dari pembangunan adalah pelaksanaanya. Wujud nyata partisipasi pada tahap ini digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, bentuk sumbangan materi, dan bentuk tindakan sebagai anggota proyek. 3. Tahap evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini merupakan umpan balik yang dapat memberi masukan demi perbaikan pelaksanaan proyek selanjutnya. 4. Tahap menikmati hasil, yang dapat dijadikan indikator keberhasilan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek. Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subjek pembangunan, maka semakin besar manfaat proyek dirasakan, berarti proyek tersebut berhasil mengenai sasaran. Keseluruhan tingkatan partisipasi di atas merupakan kesatuan integratif dari kegiatan pengembangan perdesaan, meskipun sebuah siklus konsisten dari kegiatan partisipatoris mungkin dinilai belum biasa. Partisipasi masyarakat menggambarkan bagaimana terjadinya pembagian ulang kekuasaan yang adil (redistribution of power) antara penyedia kegiatan dan kelompok penerima kegiatan. Partisipasi masyarakat tersebut bertingkat, sesuai dengan gradasi, derajat wewenang dan tanggung jawab yang dapat dilihat dalam proses pengambilan keputusan. Gradasi peserta dapat digambarkan dalam Tabel 1
19
sebagai sebuah tangga dengan delapan tingkatan yang menunjukkan peningkatan partisipasi tersebut (Arnstein 1986 dalam Wicaksono 2010):
Tabel 1. Tingkat Partisipasi Masyarakat menurut Tangga Partisipasi Arnstein No. 1. 2. 3. 4.
5. 6. 7. 8.
Tangga/Tingkatan Partisipasi
Hakekat Kesertaan
Tingkatan Pembagian Kekuasaan
Manipulasi (Manipulation)
Permainan oleh pemerintah Tidak ada partisipasi Sekedar agar Terapi (Therapy) masyarakat tidak marah/sosialisasi Pemberitahuan Sekedar pemberitahuan (Informing) searah/sosialisasi Masyarakat didengar, Konsultasi Tokenism/sekedar tapi tidak selalu dipakai (Consultation) justifikasi agar sarannya mengiyakan Saran Masyarakat Penentraman diterima tapi tidak (Placation) selalu dilaksanakan Kemitraan Timbal balik (Partnership) dinegosiasikan Pendelegasian Masyarakat diberi Tingkat kekuasaan ada Kekuasaan (Delegated kekuasaan (sebagian di masyarakat Power) atau seluruh program) Kontrol Masyarakat Sepenuhnya dikuasai (Citizen Control) oleh masyarakat Sumber: Arnstein (1969:217) dalam Wicaksono (2010) Arnstein (1969) menyatakan bahwa partisipasi masyarakat identik dengan
kekuasaan masyarakat (citizen partisipation is citizen power). Partisipasi masyarakat bertingkat sesuai dengan gradasi kekuasaan yang dapat dilihat dalam proses pengambilan keputusan. Arnstein menggunakan metafora tangga partisipasi di mana tiap anak tangga mewakili strategi partisipasi yang berbeda yang didasarkan pada pola distribusi kekuasaan dan peran dominan stakeholder. 1. Manipulatif, yakni partisipasi yang tidak perlu menuntut respon partisipan untuk terlibat banyak. Pengelola program akan meminta anggota komunitas yaitu orang yang berpengaruh untuk mengumpulkan tanda tangan warga sebagai wujud kesediaan dan dukungan warga terhadap program. Pada tangga partisipasi ini relatif tidak ada komunikasi apalagi dialog.
20
2. Terapi (therapy), yakni partisipasi yang melibatkan anggota komunitas lokal untuk memberikan jawaban atas pertanyaan yang diberikan tetapi jawaban anggota komunitas tidak memberikan pengaruh terhadap kebijakan, merupakan kegiatan dengar pendapat tetapi tetap sama sekali tidak dapat mempengaruhi program yang sedang berjalan. Pada level ini telah ada komunikasi namun bersifat terbatas. Inisiatif datang dari penyelenggara program dan hanya satu arah. Tangga ketiga, keempat dan kelima dikategorikan sebagai derajat tokenisme dimana peran serta masyarakat diberikan kesempatan untuk berpendapat dan didengar pendapatnya, tapi mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa pandangan mereka akan dipertimbangkan oleh pemegang keputusan. Peran serta pada jenjang ini memiliki kemungkinan yang sangat kecil untuk menghasilkan perubahan dalam masyarakat. 3. Pemberitahuan (informing) adalah kegiatan yang dilakukan oleh instansi penyelenggara program sekedar melakukan pemberitahuan searah atau sosialisasi ke komunitas sasaran program. Pada jenjang ini komunikasi sudah mulai banyak terjadi tapi masih bersifat satu arah dan tidak ada sarana timbal balik. Informasi telah diberikan kepada masyarakat tetapi masyarakat tidak diberikan kesempatan melakukan tanggapan balik (feed back). 4. Konsultasi (consultation), anggota komunitas diberikan pendampingan dan konsultasi dari semua pihak (stakeholder terkait program) sehingga pandangan-pandangan diberitahukan dan tetap dilibatkan dalam penentuan keputusan. Model ini memberikan kesempatan dan hak kepada wakil dari penduduk lokal untuk menyampaikan pendangannya terhadap wilayahnya (sistem perwakilan). Komunikasi telah bersifat dua arah, tapi masih bersifat partisipasi yang ritual. Sudah ada penjaringan aspirasi, telah ada aturan pengajuan usulan, telah ada harapan bahwa aspirasi masyarakat akan didengarkan, tapi belum ada jaminan apakah aspirasi tersebut akan dilaksanakan ataupun perubahan akan terjadi. 5. Penenangan (placation),
komunikasi telah berjalan baik dan sudah ada
negosiasi antara masyarakat dan penyelenggara program. Masyarakat
21
dipersilahkan untuk memberikan saran atau merencanakan usulan kegiatan. Namun penyelenggara program tetap menahan kewenangan untuk menilai kelayakan dan keberadaan usulan tersebut. Pada tahap ini pula diperkenalkan adanya suatu bentuk partisipasi dengan materi, artinya masyarakat diberi insentif untuk kepentingan perusahaan atau pemerintah, ataupun instansi terkait. Seringkali hanya beberapa tokoh di komunitas yang mendapat insentif, sehingga tidak mewakilkan komunitas secara keseluruhan. Hal ini dilakukan agar warga yang telah mendapat insentif segan untuk menentang program. Tiga tangga teratas dikategorikan sebagai bentuk yang sesungguhnya dari partisipasi dimana masyarakat memiliki pengaruh dalam proses pengambilan keputusan. 6. Kerjasama (partnership) atau partisipasi fungsional di mana semua pihak baik (masyarakat maupun stakeholder lainya), mewujudkan keputusan bersama. Suatu bentuk partisipasi yang melibatkan tokoh komunitas dan atau ditambah lagi oleh warga komunitas , “duduk berdampingan” dengan penyelenggara dan stakeholder program bersama-sama merancang sebuah program yang akan diterapkan pada komunitas. 7. Pendelegasian wewenang (delegated power), suatu bentuk partisipasi yang aktif di mana anggota komunitas melakukan perencanaan, implementasi, dan monitoring. Anggota komunitas diberikan kekuasaan untuk melaksanakan sebuah program dengan cara ikut memberikan proposal bagi pelaksanaan program bahkan pengutamaan pembuatan proposal oleh komunitas yang bersangkutan dengan program itu sendiri. 8. Pengawasan oleh komunitas (citizen control), dalam bentuk ini sudah terbentuk independensi dari monitoring oleh komunitas lokal. Dalam tangga partisipasi ini, masyarakat sepenuhnya mengelola berbagai kegiatan untuk kepentingannya sendiri, yang disepakati bersama, dan tanpa campur tangan pihak penyelenggaran program.
22
2.1.4. Konsep Modal Sosial Modal sosial adalah suatu keadaan yang membuat masyarakat atau sekelompok orang bergerak untuk mencapai tujuan bersama (Djohan, 2007). Lyda Judson Hanifan dalam Djohan (2007) menguraikan peranan modal sosial secara lebih rinci dengan melibatkan kelompok dan hubungan timbal balik antar anggota masyarakat. Nilai-nilai yang mendasarinya adalah kebajikan bersama (social virtue), simpati dan empati (altruism), serta kerekatan hubungan antar-individu dalam suatu kelompok (social cohesivity). Modal sosial yaitu perekat internal yang membuat aktivitas di dalam suatu komunitas tetap berlangsung secara fungsional. Modal sosial berada dalam struktur hubungan antar pihak yang berinteraksi walaupun dapat diteliti pada individu maupun kolektif (Serageldin, 2000). Menurut Colleta dan Cullen (2000) dalam Nasdian (2006), modal sosial didefinisikan sebagai “suatu sistem yang mengacu kepada atau hasil dari organisasi sosial dan ekonomi, seperti pandangan umum (world- view), kepercayaan (trust), pertukaran timbal balik (reciprocity), pertukaran ekonomi dan informasi (informational and economic exchange), kelompok-kelompok formal dan informal (formal and informal groups), serta asosiasi-asosiasi yang melengkapi modal-modal lainnya (fisik, manusiawi, budaya) sehingga memudahkan terjadinya tindakan kolektif, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Modal
sosial
adalah
seperangkat
nilai-nilai,
norma-norma,
dan
kepercayaan yang memungkinkan sekelompok warga dapat bekerjasama secara efektif dan terkoordinasi untuk mencapai tujuan-tujuannnya (Putman,1993 dalam Suwartika, 2003). Sedangkan modal sosial menurut Coleman (1988) dalam Suwartika (2003) adalah keseluruhan yang terdiri dari sejumlah aspek struktur sosial dan semua itu berfungsi memperlancar tindakan-tindakan individual tertentu di dalam suatu struktur pencerminan dari struktur kepercayaan sosial dimana tersedia jaminan-jaminan dan harapan-harapan atas suatu tindakan sosial. Coleman (2000) dalam Suwartika (2003) manganggap kelangsungan setiap transaksi sosial ditentukan oleh adanya dan terjaganya amanah dari pihak-pihak yang terlibat, sehingga hubungan transaksi antar manusia, baik yang bersifat
23
ekonomis maupun non-ekonomis, hanya mungkin bisa berkelanjutan apabila ada kepercayaan antara pihak-pihak yang melakukan interaksi. Uphoff (2000) dalam Suwartika (2003) membagi komponen modal sosial ke dalam dua kategori, yaitu pertama, kategori struktural yang dihubungkan dengan berbagai bentuk asosiasi sosial dan kedua, kategori kognitif dihubungkan dengan proses–proses mental dan ide-ide yang berbasis pada ideologi dan budaya. Komponen-komponen modal sosial (Uphoff, 2000 dalam Suwartika, 2003) tersebut diantaranya: 1.
Hubungan sosial (jaringan); merupakan pola-pola hubungan pertukaran dan kerjasama yang melibatkan materi dan non materi. Hubungan ini memfasilitasi tindakan kolektif yang saling menguntungkan dan berbasis pada kebutuhan. Komponen ini termasuk pada kategori struktural.
2.
Norma; kesepakatan-kesepakatan tentang aturan yang diyakini dan disetujui bersama.
3.
Kepercayaan; komponen ini menunjukkan norma tentang hubungan timbal balik, nilai-nilai untuk menjadi seseorang yang layak dipercaya. Pada bentuk ini juga dikembangkan keyakinan bahwa anggota lain akan memiliki keinginan untuk bertindak sama. Komponen ini termasuk dalam kategori kognitif.
4.
Solidaritas; terdapat norma-norma untuk menolong orang lain, bersamasama, menutupi biaya bersama untuk keuntungan kelompok. Sikap-sikap kepatuhan dan kesetiaan terhadap kelompok dan keyakinan bahwa anggota lain akan melaksanakannya. Komponen ini termasuk dalam kategori struktural
5.
Kerjasama; terdapat norma-norma untuk bekerjasama bukan bekerja sendiri. Sikap-sikap kooperatif, keinginan untuk membaktikan diri, akomodatif, menerima tugas dan penugasan untuk kemaslahatan bersama, keyakinan bahwa kerjasama akan menguntungkan. Komponen ini termasuk dalam kategori kognitif.
Menurut Djohan (2007), modal sosial yang ideal adalah modal sosial yang tumbuh di masyarakat. Modal sosial yang dimiliki seyogianya memiliki muatan
24
nilai-nilai yang merupakan kombinasi antara nilai-nilai universal yang berbasis humanisme dan nilai-nilai pencapaian (achievement values) dengan nilai-nilai lokal. Modal sosial yang berbasis pada ideologi pancasila merupakan bentuk modal sosial yang perlu dikembangkan bersama-sama guna membangun masyarakat Indonesia yang partisipatif, kokoh, terus bergerak, kreatif, kompak, dan yang menghormati manusia lain. Modal sosial memiliki unsur-unsur penopang, diantaranya adalah sebagai berikut: (1) Social participation. Social participation berarti partisipasi sosial anggota masyarakat. Pada masyarakat tradisional, hal ini melekat dalam perayaan kelahiran, perkawinan, kematian, (2) Reciprocity atau timbal balik, yaitu saling membantu dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan orang lain dan kepentingan diri sendiri. Dengan demikian hubungan yang terjadi menyangkut hak dan tanggung jawab, (3) Trust atau kepercayaan, (4) Acceptance and diversity atau penerimaan atas keberagaman, yaitu adanya toleransi yang memperhatikan sikap dan tindak-tanduk serta perilaku yang saling hormatmenghormati, saling pengertian, dan apresiasi di antara lingkungan, (5) Norma dan nilai, Norma dan nilai merupakan value system yang akan berkembang menjadi suatu budaya, (6) Sense of efficacy atau perasaan berharga, yaitu timbulnya rasa percaya diri dengan memberikan penghargaan kepada setiap orang, dan (7) Cooperation and proactivity atau kerjasama dan proaktif. Dalam kaitannya dengan modal sosial, kerjasama harus terus bergerak serta dituntut kreatif dan aktif (Djohan, 2007).
2.1.5. Konsep Dampak Program CSR Jalal (2010) mengemukakan bahwasanya praktik-praktik bisnis yang dilakukan oleh banyak perusahaan di Indonesia dalam berhubungan dengan masyarakat yang tinggal di sekitarnya belum dapat dibilang memadai, tampaknya kesimpulan itu tidak akan ditolak. Pertanyaan penting berkaitan dengan kondisi itu adalah bagaimana cara untuk mengetahui bahwa sebuah program pengembangan masyarakat oleh perusahaan telah dapat dianggap memadai. Jawaban tersebut sebenarnnya ada pada fungsi indikator keberhasilan. Indikator keberhasilan akan menjadi sangat penting manakala perusahaan hendak
25
mengetahui kinerja program pengembangan masyarakatnya, atau hendak menyusun rencana strategik yang menginginkan tingkat kinerja tertentu. Menurut Jalal
(2010),
kepentingan
mempertanggungjawabkan
utama
perusahaan
investasi
sosial
tentu
yang
saja
telah
adalah
untuk
dikeluarkannya.
Pengeluaran untuk program pengembangan masyarakat hendak dinyatakan sebagai investasi, maka perusahaan harus diyakinkan bahwa setiap rupiah yang dikeluarkannya sesungguhnya memang menguntungkan perusahaan. Meskipun demikian, seiring berjalannya waktu, paradigma perusahaan terus berubah dan cara pandang perusahaan terhadap orientasi pelaksanaan community development itu sendiri pun terus berkembang. Min-Dong Paul Lee (2008) melakukan studi khusus terkait bagaimana jejak dan perkembangan mengenai teori tanggung jawab sosial perusahaan diulas secara detail dalam jurnalnya yang berjudul “A Review of the Theories of Corporate Social Responsibility: Its Evolutionary Path and the Road Ahead”. Studi ini ditujukan untuk menunjukkan jejak evolusioner konseptual dari teoriteori tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dan untuk melihat refleksi implikasinya
terhadap
pembangunan.
Restropeksi
menunjukkan
bahwa
perkembangan tren telah menjadi sebuah rasionalisasi progresif dari konsep dengan sebuah fokus tertentu dalam ikatan lebih kuat terhadap tujuan finansial perusahaan. Rasionalisasi mencakup dua termin besar konseptualisasi CSR. Pertama adalah pada level analisis, dimana peneliti-peniliti harus berpindah dari diskusi pada tataran pengaruh makro sosial menjadi analisis level organisasional dari pengaruh CSR terhadap keuntungan (profit). Kedua, pada tataran orientasi teoritis, para peneliti telah berpindah dari argumen normatif eksplisit dan argumen yang berorientasi etika menjadi normative implicit dan studi manajerial berorientasi performa/kiprah. Dalam melihat sejauhmana konseptualisasi tersebut terus berkembang sejalan dengan pengimplementasian program-program CSR oleh perusahaan/korporasi, aspek dampak (impact) penting untuk dikaji sebagai bagian dari evaluasi implementasi program. Telah banyak upaya dilakukan oleh berbagai pihak di dunia untuk menstimulasi pelibatan aktif masyarakat, bagaimana membangun kemitraan baik untuk mengatur hubungan dengan masyarakat dan lingkungan. Jurnal Reporting
26
on Community Impacts: A survey conducted by the Global Reporting Initiative, menambahkan bahwa peningkatan terjadi ketika upaya tersebut disusun secara strategis dan dikaitkan dengan kerangka internasional seperti halnya Millenium Development Goals (MDGs) (Dragicevic, 2008). Pada waktu yang sama, pertumbuhan atau peningkatan yang terjadi memperkuat pemahaman mengenai dampak dari kegiatan bisnis terhadap masyarakat dan lingkungan. Ada peningkatan
kepentingan
dari
stakeholders
kepada
perusahaan
untuk
mengklarifikasi dan mendemonstrasikan dampaknya. Bagaimanapun juga, berdasarkan sebuah penelitian terkait dampak dari CSR pada perusahaan besar agar mampu melihat dampak secara umum, kasus bisnis, sikap bisnis, kesadaran dan praktik seharusnya juga mengetahui secara baik kebiasaan stakeholder, tetapi upaya untuk mengklarifikasi dampak pada hubungan terhadap manusia. Oleh karena itu, saat ini makin maraknya tren terhadap kepentingan yang lebih dari sebuah perusahaan dan stakeholder nya untuk mengukur hasil dan memahami bagaimana CSR dapat memberikan nilai baik bagi perusahaan maupun bagi komunitas. GRI
(Global
Reporting
Initiative)
sebagai
sebuah
jaringan
multistakeholder yang mendukung pembangunan kesepakatan untuk membentuk dan secara berkelanjutan meningkatkan keberlanjutan kerangka kerja pelaporan. Dimana, GRI berinisiatif untuk melakukan penelitian berkaitan dengan pencapaian pemahaman yang lebih baik mengenai praktik tertentu dalam pelaporan, jenis informasi, pola (mencakup sektor dan lokasi geografis) sejalan dengan panduan dari GRI. University of Hongkong bersama GRI dan CSR Asia mengadakan
penelitian
untuk
memahami
pelaporan
mengenai
dampak
perusahaan. Dragicevic (2008) memaparkan bahwa dalam survei yang dilakukan oleh Global Reporting Initiative terdapat lima pertanyaan fundamental terkait pengukuran terhadap aspek dampak, yakni apakah terdapat aspek-aspek tertentu dari CSR seperti dampak secara mudah dapat diukur. Ini adalah asumsi yang dibuat secara luas dan sejalan penelitian Blowfield yang berpandangan bahwa “CSR Reports overall are better at covering environmental issues than social ones, and are only beginning to pay attention to companies” (Dragicevic, 2008). Pengukuran dampak dari perusahaan kepada komunitas bukan merupakan tugas
27
yang sederhana. Selama beberapa dekade, praktisi pengembangan masyarakat telah mencoba melakukan berbagai cara untuk melihat dampak terhadap masyarakat dan lingkungan dengan menggunakan pendekatan tertentu. Dragicevic (2008) memaparkan bahwa penelitian ini dapat digunakan untuk melihat dampak perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan, terdapat lima pertanyaan besar yang dapat diangkat. Pertama, bagaimana dampak perusahaan pada
komunitas setempat?
Pertanyaan
ini
ditujukan untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih baik terhadap praktik pelaporan partisipasi masyarakat dan dampak sesuai dengan pendekatan yang digunakan, jenis informasi, pola (baik sektor maupun lokasi geografis). Sejumlah 72 laporan berkelanjutan secara acak dipilih untuk analisis ini dan laporan yang terpilih harus merefleksikan keanekaragaman sektor untuk melihat dampak komunitas secara relatif berdasarkan substansinya. Kedua, bagaimana pendekatan perusahaan dalam pelaporan terhadap kinerja masyarakat? Dari pertanyaan tersebut, hasil penelitian menunjukkan bahwa “sixty-three percent of the reports, followed by philantrophy and charitable giving, community services, and employee volunteering, total community ebih baik expenditure dan community engagement and dialogue”. Selain itu, “sixty-nine percent of the companies choose to group community related topics under a distinct section in the report”. Ketiga, informasi apa yang tersedia dalam konteks pelaporan? Perusahaan biasanya berfokus pada pelaporan kinerja mereka dan dalam kaitannya dengan inisiatif komunitas untuk menuju perubahan dan lingkungan sebagai sebuah hasil dari aktivitas mereka. Oleh Karena itu, sulit untuk menggambarkan bagaimana dampak komunitas berdasarkan informasi pada laporan seperti halnya indikator kuantitatif yang lebih sedikit digunakan untuk melaporkan dampak komunitas. Keempat, bagaimana pola dari sektor dan lokasi geografi yang ada? Hasilnya adalah terdapat perbedaan dalam pola pelaporan antar sektor, seperti halnya pada Community Engagement and Dialogue yang muncul sebagai topik penting dalam sektor pertambangan dimana 90% dari sektor perusahaan melaporkan isu ini. Kelima, bagaimana pendekatan dan informasi ini berkaitan dengan panduan GRI dan pada kenyataannya sebagian besar laporan secara relatif lemah untuk memenuhi persyaratan seperti halnya yang tertulis pada pendekatan manajemen GRI terkait
28
dengan isu komunitas, kurangnya kapasitas dalam melaporkan dampak komunitas, dan kurangnya panduan atau petunjuk bagaimana menulis laporan. Secara jelas terlihat bahwa, perusahaan sangat sulit untuk melaporkan sejauhmana dampak aktifitasnya terhadap
lingkungan dan juga masyarakat. Diperlukan
pengukuran yang lebih sistematis dan juga bagaimana menyikapi perbedaan akan strategi investasi komunitas oleh masing-masing perusahaan.
2.2. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran penelitian ini mengacu pada tingkat keterlibatan atau partisipasi stakeholder dalam penyelenggaraan program Corporate Social Responsibility (CSR), yakni program pemberdayaan ekonomi lokal melalui pembentukan LKMS Kartini. Bagaimana membentuk dan membina hubungan sinergis diantara stakeholder-stakeholder tersebut, hal ini merupakan salah satu tolak ukur dalam menilai keberhasilan dalam penyelenggaraan LKMS Kartini, yang mana salah satu kegiatannya adalah kelompok simpan pinjam. Oleh karena itu, stakeholder yang terdiri dari pemerintah (government), perusahaan (private), dan masyarakat (society)
memiliki peran dalam keseluruhan tahapan
penyelenggaraan program tersebut. Para stakeholder tersebut terkategori berdasarkan keberadaan dan tingkat kepetingannya sesuai dengan konsep pemangku kepentingan menurut Rhenald Khasali (2005) dalam Wibisono (2007), yakni pemerintah dan masyarakat sebagai stakeholder eksternal dan pihak swasta sebagai stakeholder internal Tahapan penyelenggaraan program terdiri dari empat tahapan Sejauhmana
keterlibatan
para
stakeholders
dalam
tahapan
penyelenggaraan program tersebut digambarkan melalui tingkat partisipasi masing-masing stakeholder. Tingkat partisipasi menurut Cohen dan Uphoff (1979) terdiri dari empat kategori, yakni tingkat pengambilan keputusan (perencanaan), tingkat pelaksanaan, tingkat evaluasi, dan tingkat pemanfaatan hasil, namun pada penelitian ini hanya digunakan tingkatan pertama, kedua, dan ketiga. Dampak sosial terkait dengan bagaimana kekuatan modal sosial yang terbangun dalam masyarakat. Modal sosial dalam hal ini, sesuai dengan konsep modal sosial menurut Uphoff (2000) dalam Suwartika (2003) diukur dari tingkat
29
kepercayaan, kekuatan jaringan, dan kekuatan kerjasama. Sedangkan dampak ekonomi dilihat dari tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, tingkat tabungan, dan juga taraf hidup masyarakat
MASYARAKAT (COMMUNITY)
PEMERINTAH (GOVERNMENT)
PENYELENGGARAAN PROGRAM CSR PERUSAHAAN GEOTHERMAL Perencanaan (Awareness Building, CSR Assesment, CSR Manual) Implementasi (Sosialisasi, pelaksanaan, internalisasi) Evaluasi Pelaporan
Kondisi Sosial (Modal Sosial ) Tingkat Kepercayaan (Trust) Kekuatan Kerjasama (Cooperation) Kekuatan Jejaring (Network)
PERUSAHAAN (PRIVATE)
Kondisi Ekonomi (Taraf Hidup) Luas lantai bangunan tempat tinggal Jenis lantai bangunan tempat tinggal Jenis dinding bangunan tempat tinggal Fasilitas tempat buang air besar Sumber penerangan rumah tangga Sumber air minum Bahan bakar untuk memasak Pemilikan alat transportasi Tingkat pendapatan Tingkat pengeluaran Tingkat investasi
Gambar 2. Bagan Alir Kerangka Pemikiran Partisipasi Masyarakat dan Stakeholder dalam Penyelenggaraan Program CSR dan Dampaknya terhadap Komunitas Perdesaan.
30
Partisipasi stakeholder diidentifikasi secara kualitatif dengan menggali informasi dari pihak terkait, yakni pemerintah lokal, Perusahaan Geothermal, mitra perusahaan, maupun tokoh masyarakat. Identifikasi masing-masing stakeholder dilakukan dengan menganalisis sejauhmana keterlibatan dan keaktifan stakeholder
dalam penyelenggaraan program hingga kemudian
dikategorikan berdasarkan tingkatan partisipasi yang mengacu pada konsep Uphoff. Variabel tingkat partisipasi dihubungan dengan variabel dampak sosial dan dampak ekonomi melalui uji korelasi rank spearman. Hal tersebut dilakukan untuk menguji apakah terdapat hubungan antara kedua variabel tersebut. Analisis menggunakan konsep partisipasi Uphoff kemudian dibandingkan dengan analisis dengan konsep partisipasi Arnstein, untuk melihat kesesuaian pengujian statistik. 2.3. Hipotesis Penelitian 1. Semakin tinggi partisipasi anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini dalam penyelenggaraan program CSR, maka semakin kuat modal sosial komunitas perdesaan 2. Semakin tinggi tingkat partisipasi anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini dalam penyelenggaraan program CSR, maka semakin tinggi taraf hidup komunitas perdesaan.
2.4. Definisi Konseptual 1. Perusahaan Geothermal merupakan sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang pertambangan gas bumi yang kemudian dipergunakan sebagai pembangkit tenaga listrik, terletak di Gunung Salak, Jawa Barat. 2. Penyelenggaraan Program Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan bentuk pelaksanaan yang dilakukan oleh suatu perusahaan, mencakup daya tanggap perusahaan dalam menghadapi permasalahan kebutuhan masyarakat yang diperlukan dalam implementasi program CSR, konsistensi program, evaluasi & pemantauan program 3. Community Engagement merupakan komitmen kepedulian Perusahaan Goethermal dalam mendukung peningkatan kualitas hidup masyarakat. 4. Community Based Micro Finance (CBMF) adalah program Community Engagement
yang
bersifat
bantuan
terprogram
dengan
konsep
31
pengembangan masyarakat. Tujuan akhir program Community Based Micro Finance (CBMF) adalah mewujudkan kemandirian (self help) dan keberlanjutan (sustainability) masyarakat Kecamatan Kabandungan pada umumnya, dan masyarakat Desa Cihamerang pada khsusunya. 5. Komunitas merupakan sekelompok manusia yang mendiami wilayah tertentu dimana anggotanya saling berinteraksi memiki pembagian peran dan status yang jelas, mempunyai kemampuan untuk memberikan pengaturan terhadap anggota-anggotanya. Komunitas dibatasi secara ekologis oleh wilayah desa dan kecamatan. 6. Masyarakat didefinisikan sebagai sebuah entitas yang bersifat heterogen dimana, sekumpulan orang tinggal bersama di suatu wilayah, diikat oleh aturan yang berlaku di wilayah tersebut, dimana dalam hal ini adalah masyarakat Desa Cihamerang. 7. Stakeholders adalah individu maupun kelompok yang terlibat dalam penyelenggaraan Program CSR. Dalam hal ini terdiri dari masyarakat (baik pengurus koperasi maupun anggota koperasi), pemerintah (baik pemerintah desa, kecamatan, maupun dinas koperasi), dan swasta (perusahaan geothermal beserta mitra perusahaan). 8. Anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini didefinisikan sebagai masyarakat Desa Cihamerang yang tergolong sebagai anggota dari kegiatan simpan pinjam yang diselenggarakan oleh LKMS Kartini. 9. Kategori
Sosial
Masyarakat
adalah
pengelompokan
masyarakat
berdasarkan matapencaharian yang digeluti pada skala rumah tangga. Kategori mata pencaharian dibagi ke dalam dua kelompok yakni mata pencaharian dari sektor pertanian (farm sector) dan sektor non-pertanian (non farm). Selanjutnya dari kedua kategori tersebut, masing-masing digolongkan kembali ke dalam dua sub kategori yakni kategori pengusaha dan kategori buruh.
32
Tabel 2. Kategori Sosial Masyarakat Pemanfaat Program Sektor Posisi PENGUSAHA
BURUH
FARM
NON-FARM
KELOMPOK
KELOMPOK
1
2
KELOMPOK
KELOMPOK
3
4
2.5. Definisi Operasional 1. Tingkatan partisipasi adalah keikutsertaan anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini dalam semua tahapan kegiatan sesuai dengan gradasi derajat wewenang dan tanggung jawab yang dapat dilihat dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan. a. Partisipasi pada Tahap Perencanaan Keterlibatan anggota LKMS Kartini dalam merumuskan, merancang penyelenggaraan LKMS Kartini, baik bersifat teknis maupun nonteknis,
menyangkut
aspek,
kehadiran,
keikutsertaan
dalam
pengambilan keputusan dan keaktifan anggota selama proses perencanaan kegiatan. b. Partisipasi pada Tahap Pelaksanaan Keterlibatan anggota LKMS Kartini dalam tahapan pelaksanaan kegiatan simpan pinjam LKMS Kartini yang menyangkut aspek kehadiran, keikutsertaan dalam pengambilan keputusan, serta keaktifan anggota selama proses kegiatan. c. Partisipasi pada Tahap Evaluasi Keterlibatan anggota LKMS Kartini dalam mengevaluasi kelebihan kekurangan dari pelaksanaan kegiatan simpan pinjam oleh LKMS Kartini, meliputi keikutsertaan anggota dalam memberikan saran dan kritik.
33
d. Partisipasi pada Tahap Pelaporan Keterlibatan anggota LKMS Kartini dalam menyusun laporan kegiatan simpan pinjam LKMS Kartini. Untuk melihat tingkat partisipasi stakeholder, maka nilai setiap indikator (baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pelaporan) akan dihitung skor dari setiap pertanyaan, dengan kategori: 1. Tingkat Partisipasi sangat rendah (tidak pernah/TP), diberi skor 1 2. Tingkat Partisipasi rendah (jarang/JR), diberi skor 2 3. Tingkat Partisipasi sedang (kadang-kadang/KD), diberi skor 3 4. Tingkat Partisipasi tinggi (sering/SR), diberi skor 4 5. Tingkat Partisipasi sangat tinggi (selalu/SL), diberi skor 5 2. Dampak implementasi CSR bagi komunitas Perubahan yang dirasakan dan diperoleh komunitas setelah terlibat dalam implementasi program CSR: a. Dampak sosial: Perubahan yang dirasakan oleh anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini setelah terlibat dalam penyelenggaraan program pada variabel kepercayaan (trust), variabel kerjasama (cooperation), dan variabel jejaring (networking). -
Tingkat Kepercayaan (trust) Perasaan tanpa saling curiga, cenderung saling ingin memajukan diantara anggota kelompok dan stakeholder lain. Pengukuran tingkat kepercayaan didasarkan pada kepercayaan antara anggota kelompok LKMS Kartini, maupun antara anggota LKMS Kartini dengan stakeholder lain, dengan kategori: 1. Tingkat kepercayaan sangat rendah (TP), diberi skor 1 2. Tingkat kepercayaan rendah (JR), diberi skor 2 3. Tingkat kepercayaan sedang (KD), diberi skor 3 4. Tingkat kepercayaan tinggi (SR), diberi skor 4 5. Tingkat kepercayaan sangat tinggi (SL), diberi skor 5
-
Kekuatan kerjasama Kerjasama didefinisikan sebagai sebuah kondisi dimana di dalam komunitas terdapat norma-norma untuk bekerjasama, bukan
34
bekerja
sendiri.
Sikap-sikap
kooperatif,
keinginan
untuk
membaktikan diri, akomodatif, menerima tugas dan penugasan untuk kemaslahatan bersama, keyakinan bahwa kerjasama akan menguntungkan, yakni antara anggota kelompok simpan pinjam dengan anggota yang lain, termasuk stakeholder lain seperti pemerintah lokal dan pihak perusahaan geothermal. 1. Kekuatan kerjasama sangat rendah (TP), diberi skor 1 2. Kekuatan kerjasama rendah (JR), diberi skor 2 3. Kekuatan kerjasama sedang (KD), diberi skor 3 4. Kekuatan kerjasama tinggi (SR), diberi skor 4 5. Kekuatan kerjasama sangat tinggi (SL), diberi skor 5 -
Kekuatan jejaring Interaksi dan relasi individu anggota kelompok simpan pinjam dengan anggota kelompok lain maupun stakeholder lain, seperti pemerintah lokal dan perusahaan geothermal. Pengukurannya didasarkan pada solidaritas dan kerjasama yang terbentuk sebagai hasil dari interaksi sosial tersebut. 1. Kekuatan jejaring sangat rendah (TP), diberi skor 1 2. Kekuatan jejaring rendah (JR), diberi skor 2 3. Kekuatan jejaring sedang (KD), diberi skor 3 4. Kekuatan jejaring tinggi (SR), diberi skor 4 5. Kekuatan jejaring sangat tinggi (SL), diberi skor 5
b. Dampak Ekonomi: Perubahan yang dirasakan dan diperoleh oleh anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini setelah terlibat dalam implementasi program CSR dengan mengacu pada variabel-variabel kemiskinan menurut BPS (2005) dalam Rahman (2009) dan indikator BPS dalam SUSENAS (2003) yakni -
Jenis lantai bangunan terluas tempat tinggal: merupakan jenis lantai bangunan terluas yang menjadi tempat tinggal rumah tangga responden dan dikategorikan: 1. Tanah, diberi skor 1 2. Bambu, diberi skor 2
35
3. Kayu murah, diberi skor 3 4. Kayu mahal, diberi skor 4 5. Keramik, diberi skor 5 -
Jenis dinding terluas: merupakan jenis dinding bangunan terluas yang menjadi tempat tinggal rumah tangga responden dan dikategorikan: 1. Rumbia, diberi skor 1 2. Bambu, diberi skor 2 3. Kayu kualitas rendah, diberi skor 3 4. Tembok bata, diberi skor 4 5. Tembok beton, diberi skor 5
-
Fasilitas tempat buang air besar/WC: merupakan jenis fasilitas yang dimiliki rumah tangga responden yang digunakan untuk aktivitas buang air besar dan dikategorikan: 1. WC umum, diberi skor 1 2. WC bersama tanah/semen, diberi skor 2 3. WC bersama keramik, diberi skor 3 4. WC pribadi tanah/semen, diberi skor 3 5. WC pribadi keramik, diberi skor 5
-
Sumber
penerangan:
merupakan
sumber
penerangan
yang
digunakan oleh rumah tangga responden dalam bangunan tempat tinggalnya dan dikategorikan: 1. Obor, diberi skor 1 2. Senter/petromak, diberi skor 2 3. Listrik non-PLN, diberi skor 3 4. Listrik PLN(bersama tetangga), diberi skor 4 5. Listrik PLN, diberi skor 5 -
Sumber air minum: merupakan sumber air yang digunakan untuk konsumsi minum maupun masak oleh rumah tangga responden dan dikategorikan: 1. Air sungai, air hujan, mata air, diberi skor 1 2. Sumur, Ledeng eceran diberi skor 2
36
3. Ledeng meteran, diberi skor 3 4. Sumur bor/pompa terlindung, skor 4 5. Air minum dalam kemasan/ isi ulang, skor 5 -
Bahan bakar untuk memasak: merupakan jenis bahan bakar yang digunakan oleh rumah tangga responden untuk aktivitas memasak dan dikategorikan: 1. Kayu bakar, diberi skor 1 2. Minyak tanah, diberi skor 2 3. Kayu Bakar dan Gas, diberi skor 3 4. Gas, diberi skor 4 5. Listrik, diberi skor 5
-
Kepemilikan alat transportasi utama: merupakan jenis alat transportasi utama yang dimiliki oleh rumah tangga responden dan dikategorikan: 1. Gerobak, diberi skor 1 2. Sepeda, becak, diberi skor 2 3. Becak motor, Sepeda motor, diberi skor 3 4. Mobil untuk angkutan umum, diberi skor 4 5. Mobil untuk pribadi, diberi skor 3
-
Tingkat Pendapatan: Rata-rata hasil kerja berupa uang yang diperoleh tiap individu per bulan. Tingkat pendapatan diukur berdasarkan rataan pendapatan rumah tangga responden dan dikategorikan berdasarkan rata-rata tingkat pendapatan keseluruhan responden menjadi: 1. Sangat Rendah, diberi skor 1 2. Rendah, diberi skor 2 3. Sedang, diberi skor 3 4. Tinggi, diberi skor 4 5. Sangat Tinggi, diberi skor 5
-
Tingkat Pengeluaran: Rata-rata konsumsi/pengeluaran untuk pemenuhan kebutuhan pangan, pendidikan dan kesehatan (nonpangan).
Pengukuran tingkat
pengeluaran didasarkan pada
37
pengeluaran rumah tangga responden untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan pendidikan dan jasa (non-pangan) dan kemudian dikategorikan menurut rata-rata tingkat pengeluaran keseluruhan responden menjadi: 1. Sangat Rendah, diberi skor 1 2. Rendah, diberi skor 2 3. Sedang, diberi skor 3 4. Tinggi, diberi skor 4 5. Sangat Tinggi, diberi 5 -
Tabungan adalah Jumlah pendapatan yang disimpan dalam bentuk uang. Dalam hal ini tingkat investasi diukur dengan jumlah pendapatan yang dialokasikan untuk investasi dalam bentuk uang. Tingkat tabungan dikategorikan berdasarkan nilai rata-rata dari keseluruhan tingkat tabungan responden menjadi: 1. Sangat Rendah, diberi skor 1 2. Rendah, diberi skor 2 3. Sedang, diberi 3 4. Tinggi, diberi 4 5. Sangat Tinggi, diberi skor 5
38
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian
dilakukan di Desa Cihamerang, Kecamatan Kabandungan,
Kabupaten Sukabumi, sebagai salah satu penerima dan partisipan dalam Program Corporate Social Responsibility atau dalam hal ini disebut sebagai program Community Engagement. Sebelum menentukan lokasi penelitian, peneliti melakukan observasi dan telaah dokumen melalui kepustakaan media cetak dan internet.
Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive).
Berdasarkan informasi yang didapat, Perusahaan Geothermal adalah perusahaan yang bergerak di bidang pemanfaatan sumberdaya alam, yakni dalam bentuk panas bumi untuk diolah menjadi bentuk tenaga listrik, serta dalam perjalannya telah menerapkan CSR sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan, sehingga relevan untuk mengkaji dampak implementasi program CSR terhadap masyarakat sekitar wilayah perusahaan. Program Community Based Micro Finance melalui pembentukan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) Kartini menjadi fokus dalam penelitian ini. Penyelenggaraan LKMS Kartini mencakup seluruh desa di Kecamatan Kabandungan, namun dalam penelitian ini hanya difokuskan ke Desa Cihamerang saja. Hal tersebut dikarenakan Desa Cihamerang memiliki jumlah tertinggi masyarakat yang menjadi anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini. Di samping itu, anggota kelompok simpan pinjam di Desa Cihamerang tergolong aktif dan beberapa kelompok telah memperoleh pinjaman lebih dari satu putaran. Oleh karena itu, penelitian ini difokuskan untuk melihat sejauhmana partisipasi anggota kelompok simpan pinjam, berikut stakeholder terkait lain dalam penyelenggaraan program, dan hubungannya dengan dampak sosial ekonomi yang diperoleh oleh anggota tersebut. Penjajagan lokasi penelitian dilakukan pada bulan Juni hingga Agustus tahun 2010 yang terintegrasi dengan kegiatan KKP (Kuliah Kerja Profesi), sedangkan penelitian dimulai pada bulan Oktober dan berakhir pada bulan November akhir di tahun 2010.
39
3.2. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang dipilih dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif yang didukung oleh pendekatan kualitatif. Untuk penelitian kuantitatif digunakan metode survei. Kuesioner digunakan sebagai instrumen untuk mengumpulkan informasi dari responden. Umumnya, pengertian survei dibatasi pada penelitian yang datanya dikumpulkan dari sampel atas populasi untuk mewakili seluruh populasi (Singarimbun, 2006). Metode survei ini digunakan untuk mendapatkan data terkait dengan hubungan antara tingkat partisipasi anggota kelompok LKMS Kartini dengan aspek dampak sosial masyarakat pemanfaat program CSR atau dalam hal ini anggota LKMS Kartini dan juga melihat hubungan antara aspek tingkat partisipasi anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini dengan dampak ekonomi setelah implementasi program CSR. Pendekatan kualitatif dipilih karena mampu memberikan pemahaman yang mendalam serta rinci terkait tentang suatu peristiwa atau gejala sosial strategi dan yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Pemilihan studi kasus didasarkan atas pertimbangan bahwasannya studi kasus merupakan strategi penelitian yang memiliki sifat multi metode (wawancara, pengamatan, dan analisis dokumen) (Sitorus, 1998). Metode studi kasus pada penelitian kualitatif adalah
bersifat
explanatory
research
untuk
mengetahui
bagaimana
penyelenggaraan program CSR oleh Perusahaan Geothermal dalam setiap tahapan , baik perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pelaporan melibatkan berbagai stakeholder terkait dan juga menggali infomasi dampak penyelenggaraan program CSR tersebut terhadap kondisi sosial ekonomi anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini.
3.3. Teknik Pemilihan Informan dan Responden Terdapat dua subjek dalam penelitian ini, yaitu informan dan responden. Informan adalah pihak yang memberikan keterangan tentang diri sendiri, keluarga, pihak lain dan lingkungannya. Pemilihan informan dilakukan secara purposive dengan teknik snowball (teknik bola salju). Informan kunci yang dipilih adalah pihak Perusahaan Geothermal yang menangani bidang CSR, Departemen PGPA (Policy, Government, and Public Affair), dalam hal ini Community
40
Engagement. Selain itu, tokoh masyarakat berserta masyarakat Desa Cihamerang, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi yang mendapat manfaat dari program Community Engagement. Pemerintah setempat, yakni pemerintah Desa Cihamerang dan pemerintah Kecamatan Kabandungan juga menjadi informan kunci dalam penelitian ini. Untuk melengkapi data yang didapatkan dari informan kunci, diperlukan data dari informan-informan lainnya yang kemudian akan didiskusikan bersama informan kunci. Pemilihan pemerintah sebagai salah satu informan kunci didasarkan atas pertimbangan bahwasannya pemerintah, dalam hal ini pemerintah setempat adalah pembuat kebijakan dan memiliki andil serta tanggung jawab terhadap segala sesuatu kegiatan yang diadakan. Tokoh masyarakat dalam hal ini dilibatkan sebagai informan kunci sebagai pihak yang berpotensi untuk memberikan informasi terkait populasi yang memiliki karakteristik sesuai dengan konteks penelitian. Populasi atau universe didefinisikan sebagai jumlah keseluruhan unit analisa yang ciri-cirinya akan diduga (Singarimbun, 2006). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh rumah tangga masyarakat Desa Cihamerang yang menjadi anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini, yakni dalam hal ini berjumlah 75 orang. Dari keseluruhan populasi, dibentuklah kerangka sampling yang berjumlah 54 orang dengan meliputi anggota kelompok simpan pinjam di dua dusun/kampung, yakni dusun/kampung Pasir Haur dan Pameungpeuk. Pemilihan kedua dusun tersebut didasarkan pada kriteria, dimana kelompok di dua dusun tersebut tergolong aktif mengadakan kumpulan setiap minggunya dan juga frekuensi putaran pinjaman modal yang sudah minimal dua kali dilakukan. Responden didefinisikan sebagai pihak yang memberi keterangan tentang diri dan kegiatan yang dilaksanakannya. Pemilihan responden dilakukan dengan teknik purposif atau purposive sampling. Singarimbun (2006) menyampaikan bahwasanya sampel dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu, sedangkan pertimbangan yang diambil itu berdasarkan tujuan penelitian dan kerangka sampel. Cara pengambilan sampel seperti ini ialah kita memilih subgrup dari populasi sedemikian rupa sehingga sampel yang dipilih mempunyai sifat yang sesuai dengan sifat-sifat populasi. Pengambilan sampel dari kerangka sampling dilakukan secara puposif, mengingat penelitian ini diarahkan untuk
41
melihat dampak penyelenggaraan program sehingga responden yang dipilih merupakan anggota kelompok simpan pinjam yang sudah mengikuti dua kali putaran pinjaman modal. Selain itu, faktor frekuensi penyelenggaran kumpulan juga menjadi pertimbangan dalam pemilihan responden. Jumlah responden yang diambil dalam penelitian ini berjumlah 45 orang, yang terdiri dari 30 responden dari rumah tangga anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini dan 15 responden pembanding dari rumah tangga non-anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini. Responden sebanyak 30 orang dari kategori rumah tangga anggota kelompok simpan pinjam diambil dari kerangka sampling yang berjumlah 54 orang dengan pertimbangan bahwasanya tidak semua anggota kelompok simpan pinjam dalam kerangka sampling dapat berkomunikasi dengan baik dan dapat diwawancarai untuk diambil datanya. Jumlah informan yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 12 orang yang terdiri dari perwakilan pihak PGPA (Policy, Government, and Public Affair). Penentuan jumlah responden yang diambil didasarkan pada pernyataan Singarimbun (2006) bahwasanya bilamana analisa yang dipakai adalah teknik korelasi, maka sampel yang diambil minimal 30 kasus. Penjelasan mengenai teknik korelasi akan dipaparkan pada sub bab selanjutnya. Unit analisis dalam penelitian ini adalah rumah tangga anggota kelompok LKMS Kartini, meskipun dalam hal ini keterlibatan dalam kelompok simpan pinjam diperankan oleh Ibu. Pemilihan unit analisis dengan cakupan rumah tangga didasarkan pada pertimbangan tujuan penelitian, dimana untuk melihat bagaimana dampak terhadap taraf hidup dan modal sosial tidak dapat diukur dalam cakupan skala individu. 3.4. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data Data primer dan data sekunder merupakan dua jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini. Data primer merupakan data yang didapatkan dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan terhadap informan dan juga penyebaran kuesioner kepada responden, di samping itu data primer juga diperoleh peneliti selama di lapangan melalui observasi, sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh dari dokumen-dokumen tertulis baik yang berupa tulisan ilmiah ataupun dokumen resmi tentang instansi terkait. Teknik pengumpulan data yang
42
digunakan untuk penelitian kuantitatif adalah dengan penyebaran instrumen pengumpulan data, yakni kuesioner. Metode triangulasi merupakan metode yang dipilih untuk pengumpulan data kualitatif agar diperoleh kombinasi yang akurat berupa wawancara mendalam, pengamatan berperanserta dan penelusuran dokumen. Untuk menghindari adanya distorsi pesan, maka setelah melakukan wawancara mendalam dengan informan, peneliti menulis kembali hasil wawancara dalam bentuk catatan harian. Catatan harian atau catatan lapangan adalah isntrumen utama yang melekat pada metode-metode pengumpulan data kualitatif (Sitorus, 1998). Hasilnya dapat digunakan untuk menjelaskan gejala sosial yang berkaitan dengan penyelenggaraan program CSR. Pengumpulan data yang dilakukan peneliti juga disesuaikan dengan kebutuhan data dan metode pengumpulannya. 1. Wawancara Mendalam Teknik wawancara mendalam dilakukan untuk mendapatkan data primer dan deskriptif yang dilakukan terhadap informan. Informan ditentukan melalui teknik bola salju (snowball). Pemilihan informan pada awalnya dilakukan secara sengaja (purposive) dengan mendatangi staff CSR Perusahaan Geothermal untuk membantu penulis dalam mengumpulkan data di lapangan, maka penulis membuat panduan pertanyaan yang digunakan sebagai pedoman dalam pengumpulan data. Selain itu, pihak pengurus koperasi, tokoh masyarakat, serta beberapa responden yang memiliki informasi lebih terkait dengan fokus penelitian menjadi informan pada proses penelitian ini. 2. Pengamatan Berperanserta dan Observasi Pengamatan berperanserta bersifat participant as observer dimana peneliti hadir sebagai pengamat dinamika subjek penelitian. Hal ini dilakukan agar peneliti dapat melihat dan mengamati kejadian, dan proses sosial yang terjadi di sekitar informan, maka peneliti juga ikut mengobservasi jalannya kegiatan harian yang dilaksanakan di kantor LKMS Kartini, juga mengamati jalannya kegiatan kumpulan mingguan yang dilaksanakan di dusun terkait, yakni Pasir Haur dan Pameungpeuk. Data sekunder diperoleh dengan melakukan kajian pustaka dan menganalisis terhadap
43
berbagai literatur, yaitu skripsi, buku, jurnal, makalah, internet yang terkait dengan pelaksanaan program CSR Perusahaan Geothermal baik itu dokumen pribadi ataupun dokumen resmi, termasuk juga dokumen LKMS Kartini. Selain itu, analisis data sekunder juga diperlukan terhadap dokumen yang diperoleh di lokasi penelitian, seperti monografi, peta lokasi, dan statistik. 3.5.Teknik Pengolahan dan Analisis Data Teknik analisis data yang dilakukan adalah analisis data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif baik primer maupun sekunder yang telah didapatkan akan diolah dan dianalisis secara kualitatif. Analisis data primer dan sekunder diolah menggunakan tiga tahapan kegiatan analisis data dan dilakukan secara bersamaan, yaitu reduksi, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Sitorus, 1998). 1.
Mereduksi data, bertujuan untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, mengeliminasi data-data yang tidak diperlukan dan mengorganisir data sedemikian sehingga didapatkan kesimpulan.
2.
Data yang telah direduksi akan disajikan dalam bentuk deskriptif maupun matriks yang menggambarkan proses dari Community Engagement
melalui
pemberdayaan
ekonomi
lokal
dengan
membentuk koperasi yang sedang dilakukan perusahaan, masyarakat, serta stakeholder terkait sehingga diharapkan dapat menjawab perumusan masalah yang telah ditetapkan. 3.
Kesimpulan, menarik simpulan melalui verifikasi dilakukan sebelum peneliti menarik kesimpulan akhir, dimana proses menyimpulkan tentang penelitian ini dilakukan bersama dengan para informan yang merupakan subjek dalam penelitian ini yang telah menyumbangkan data dan informasi terhadap penelitian.
Analisis data kuantitatif yang mengukur dampak implementasi program terhadap masyarakat akibat adanya program CSR, dilakukan melalui hasil penyebaran kuesioner kepada responden. Data yang diperoleh diolah dengan proses editing, coding, scoring, entry, cleaning, dan analisis data dengan menggunakan program microsoft excel dan SPSS 15.0 for Windows. Untuk
44
mengetahui hubungan antara tingkat partisipasi anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini dan aspek dampak sosial penyelenggaraan program, serta hubungan antara keterlibatan dengan aspek dampak ekonomi dari implementasi program CSR digunakan uji korelasi rank spearman. Uji statistik ini dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan antara tingkat partisipasi anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini dalam setiap tahapan penyelenggaraan program, baik perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, maupun pelaporan dengan dampak sosial dan ekonomi anggota. Disamping itu, melihat perbandingan antara masyarakat pemanfaat program dan masyarakat yang bukan pemanfaat program untuk mengetahui dampak dari implementasi program bagi masyarakat digunakan tabel frekuensi untuk melihat persentase.
45
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1. Profil Kecamatan Kabandungan Kecamatan Kabandungan merupakan kecamatan yang terletak di bagian utara Pelabuhan Ratu yang merupakan Ibukota Kabupaten Sukabumi, dengan keadaan yang sebagian besar merupakan daerah pegunungan dengan suhu mencapai 18-25 0C. Luas wilayah Kecamatan Kabandungan adalah 13.992,3 Ha, terdiri dari enam buah desa diantaranya Desa Kabandungan, Desa Tugubandung, Desa Cipeuteuy, Desa Cihamerang, Desa Mekarjaya, dan Desa Cianaga. Kecamatan Kabandungan berada di sekitar kaki gunung Salak dan dikelilingi oleh Gunung Halimun yang mempunyai ketinggian antara 600-900 meter di bawah permukaan laut dengan kelembaban kurang lebih 80 persen dan curah hujan 3.300-3.500 MM/Tahun.
4.2. Profil Desa Cihamerang 4.2.1. Keadaan Wilayah Desa Cihamerang merupakan salah satu dari enam desa yang ada di Kecamatan Kabandungan. Bagian utara Desa Cihamerang berbatasan langsung dengan Desa Cipeuteuy, dan di sebelah timur berbatasan dengan Sungai Citarik. Batas sebelah selatan dan timur Desa Cihamerang adalah wilayah hutan, baik milik perhutani maupun Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Orbitasi di wilayah Desa Cihamerang disajikan pada Tabel 3 dibawah. Pada tabel tersebut kita bisa melihat bahwa lokasi desa ini dinilai relatif jauh dari Ibukota Kecamatan Kabandungan. Jumlah kendaraan umum yang tersedia menuju ibukota kecamatan sangat terbatas, lagi dengan kondisi jalan yang rusak berat sehingga akses informasi dan sarana dari kecamatan dan kabupaten cenderung terhambat. Berikut adalah tabel yang menggambarkan bagaimana orbitasi yang mempengaruhi jarak dan waktu temput dari Desa Cihamerang menuju pusat pemerintahan terkait:
46
Tabel 3. Jarak dan Waktu Tempuh Desa Cihamerang ke Pusat Pemerintahan Tahun 2010 NO
Tujuan (dari Desa Cihamerang)
Jarak (Km)
Waktu Tempuh (Jam) Kendaraan Jalan Kaki Bermotor 0.25 1
1
Ibukota Kecamatan
7
2
Ibukota Kabupaten/Kota
60
2
-
3
Ibukota Provinsi
150
7
-
Sumber: Data Sekunder Profil Desa Cihamerang Tahun 2010
Luas wilayah Desa Cihamerang adalah 2383.4 Ha yang terbagi berdasarkan penggunaannya menjadi:
Tabel 4. Luas Wilayah Desa Cihamerang Menurut Penggunaannya Tahun 2010 NO
Jenis Penggunaan
Luas (Ha)
1
Pemukiman
1964
2
Persawahan
-
3
Perkebunan
-
4
Kuburan
5
Pekarangan
6
Taman
7
Perkantoran
0.50
8
Prasarana umum lainnya
20.10
9
Total luas
2383.4
4.60 394.20 -
Sumber: Data Sekunder Profil Desa Cihamerang Tahun 2010
Pada tabel di atas, kita bisa melihat bahwasannya sebagian besar luas wilayah desa Cihamerang ditinjau dari aspek penggunaannya adalah untuk pemukiman masyarakat. Fenomena migrasi bukan menjadi penghambat bagi pertambahan masyarakat di desa ini. 4.2.2. Kondisi Geografi Wilayah Desa Cihamerang memiliki bentuk topografi berbukit-bukit dan pegunungan yang membentang di gunung Salak dengan warna tanah merah dan
47
derajat kesuburan lempungan. Ketinggian wilayah Desa Cihamerang mencapai 700-850 meter di bawah permukaan laut. Iklim Desa Cihamerang tergolong iklim basah, dimana hal tersebut dapat dilihat dari curah hujan rata-rata, yaitu 200 mm dan jumlah bulan hujan selama delapan bulan. Letaknya yang secara geografis berada di kawasan pegunungan membuat suhu harian di desa ini mencapai 20 0C. Kondisi iklim demikian sangat cocok dengan corak hidup dan mata pencaharian masyarakat yang bertumpu pada sektor pertanian, khususnya pertanian tanaman pangan. Seiring dengan fenomena semakin meningkatnya pemanasan global terutama di wilayah pegunungan, seringkali hujan turun tidak menentu di wilayah Desa Cihamerang.
4.2.3. Kondisi Demografi Jumlah masyarakat desa ini mencapai 6.715 jiwa yang terbagi ke dalam 1761 kepala keluarga (KK) dengan proporsi seimbang antara jumlah masyarakat perempuan dan laki-laki, yaitu sebanyak 3369 jiwa untuk laki-laki dan 3346 jiwa untuk perempuan. Banyaknya masyarakat yang menikah pada usia muda, membuat tingkat pertumbuhan penduduk di Desa Cihamerang cenderung relatif tinggi. Program Keluarga Berencana (KB) sudah digalakkan sejak berpuluh tahun silam, namun pandangan membatasi jumlah anak masih dinilai cukup tabu di wilayah ini. Dapat dilihat dari data kemasyarakatan, bahwa sebagian besar masyarakat yang sekolah hanya mampu mencapai tahap Sekolah Dasar (SD), kemudian kurang dari sepertujuhnya melanjutkan ke Sekolah Menegah Pertama (SMP), dan yang akhirnya melanjutkan ke SMA hanya setengah dari masyarakat yang melanjutkan pendidikan ke tingkat SMP, sedangkan sisanya tidak mengenyam pendidikan sama sekali. Kondisi tersebut juga disebabkan oleh keterbatasan sarana pendidikan yang ada di desa ini, dimana hanya ada empat Sekolah Dasar di wilayah Desa Cihamerang, dan untuk melanjutkan ke jenjang SMP atau SMA mereka harus menuju ibukota Kecamatan Kabandungan.
48
Tabel 5. Jumlah Penduduk Desa Cihamerang Menurut Tingkat Pendidikan pada Tahun 2010 No
Tingkat Pendidikan
1 2 3
Usia 3-6 tahun belum masuk TK Usia 3-6 tahun sudah masuk TK Usia 7-18 tahun tidak pernah sekolah Usia 7-18 tahun sedang sekolah Usia 18-56 tahun tidak pernah sekolah Usia 18-56 tahun pernah SD tidak tamat Tamat SD/sederajat Jumlah usia 12-56 tahun tidak tamat SLTP/sederajat Jumlah usia 12-56 tahun tidak tamat SLTA/sederajat Tamat SMP/sederajat Tamat SLTA/sederajat D-1 D-2 D-3 S1 S2 S3 SLB A SLB B SLB C Jumlah (orang) Total (orang)
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Laki-laki (orang) -
Perempuan (orang) -
-
-
-
-
-
-
-
-
79
85
11
9
6
3
96
94 190
Sumber: Data Sekunder Profil Desa Cihamerang Tahun 2010
Akses menuju tempat belajar yang cukup jauh menjadi salah satu penyebab rendahnya tingkat pendidikan di Desa ini. Dengan pertimbangan biaya transportasi tinggi yang harus dikeluarkan, masyarakat lebih memilih tidak mengarahkan anaknya untuk melanjutkan sekolah dan sebagian besar justru mengarahkan anaknya untuk bekerja atau pun menikah. Fenomena tersebut berkembang seiring dengan majunya zaman dan peradaban.
49
Tabel 6. Mata Pencaharian Pokok Penduduk Desa Cihamerang Tahun 2010 No
Jenis Pekerjaan
Laki-laki (orang)
Perempuan (orang)
1
Petani (tambak)
810
-
2
Buruh tani (tambak)
810
-
3
Pegawai Negeri Sipil (PNS)
6
3
4
Pedagang keliling
10
15
5
Nelayan
-
-
6
Bidan swasta/mantra
-
-
7
Pensiunan PNS/TNI/POLRI
8
1
8
Montir
2
-
9
Pembantu rumah tangga
-
50
10
Karyawan perusahaan swasta
-
-
11
Pengusaha Besar
5
-
12
Jumlah (orang)
1551
69
Sumber: Data Sekunder Profil Desa Cihamerang Tahun 2010
Sebagian besar masyarakat bekerja di sektor pertanian, baik sebagai petani maupun hanya sebagai buruh tani, kemudian sebagian kecil masyarakat menggantungkan hidupnya dengan bekerja sebagai pedagang keliling, pengerajin, PNS, pembantu rumah tangga, dll. Dapat dilihat dari tabel di atas bahwasannya jumlah masyarakat perempuan yang bekerja sangat sedikit bila dibandingkan dengan masyarakat laki-laki. Budaya masyarakat yang memberikan anggapan bahwa pekerjaan domestik yang dilakukan masyarakat perempuan bukan sebagai sebuah bentuk pekerjaan melatarbelakangi hal tersebut. Proporsi terbesar dari jumlah masyarakat yang bekerja, seperti apa yang telah diulas di atas adalah sebagai petani.
4.2.4. Potensi Wilayah Bila ditinjau dari segi potensi sumber daya alam (SDA), desa Cihamerang memiliki keanekaragaman SDA yang berpotensi untuk dikembangkan. Dapat dilihat bahwasannya proporsi terluas dari wilayah desa ini berupa lahan sawah yang pada umumnya dimanfaatkan masyarakat sebagai sumber nafkah. Oleh
50
karena itu, sebagian besar masyarakat Desa Cihamerang bermatapencaharian sebagai petani, khususnya petani tanaman pangan. Hal tersebut didukung oleh data mengenai kepemilikan lahan pertanian tanaman pangan:
Tabel 7. Jumlah Kepemilikan Lahan Pertanian Tanaman Pangan Rumah Tangga di Desa Cihamerang Tahun 2010
NO
Kategori Kepemilikan Lahan Pertanian Tanaman Pangan oleh Rumah Tangga
1 2 3 4 5 6
Tidak memiliki Memiliki kurang 1 ha Memiliki 1.0-5.0 ha Memiliki 5.0-10 ha Memiliki ˃ 10 ha Jumlah total keluarga petani
Jumlah Kepemilikan Lahan Pertanian Tanaman Pangan Rumah Tangga (RTP/Rumah Tangga Petani) 178 RTP 214 RTP 457 RTP 34 RTP 883 RTP
Presentase Kepemilikan Lahan
3,9 % 51,8 % 24,2 % 20,1 % 100%
Sumber: Data Sekunder Profil Desa Cihamerang Tahun 2010
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa meskipun sebagian besar masyarakat bermatapencaharian sebagai petani, namun kepemilikan petani cenderung terbatas. Sejumlah 178 rumah tangga petani tidak memiliki lahan pertanian, sedangkan proporsi kepemilikan lahan tersebar adalah pada tingkatan petani dengan kepemilikan lahan 1.0-5.0 Ha. Berkembangnya pertumbuhan penduduk diiringi dengan peningkatan angka konversi lahan di wilayah ini membuat berkembangnya alih fungsi lahan menjadi pemukiman. Selain itu, kepemilikan tanah absantee juga banyak ditemui di wilayah ini.
Tabel 8 . Jumlah Luas Lahan Kehutanan Menurut Status Kepemilikan Lahan di Desa Cihamerang Tahun 2010 NO 1 2 3 4
Jenis Kepemilikan Lahan Kehutanan Di Desa Cihamerang Milik Negara Milik Adat/Ulayat Perhutani/Instansi Sektoral Milik Masyarakat Perorangan Total
Jumlah Luas Lahan
Sumber: Data Sekunder Profil Desa Cihamerang Tahun 2010
2687.5 Ha 879.12 Ha 3516.62 Ha
51
Gambaran tersebut menjadikan fenomena bagaimana ketimpangan kepemilikan lahan pertanian terjadi di tengah ketergantungan masyarakat terhadap sektor pertanian sebagai sumber pendapatan bagi pemenuhan kebutuhan hidup. Tidak jauh berbeda dengan kondisi lahan persawahan dan lahan kehutanan di desa ini sebagian besar didominasi kepemilikannya bukan oleh negara. Komoditas tanaman unggulan di desa ini adalah padi, namun komoditas lain yang juga dikembangkan adalah jagung, ubi kayu, ubi jalar, tomat, mentimun, buncis, terong, cabai, dan sawi. Selain itu terdapat beberapa tanaman perkebunan seperti kopi dan cengkeh yang dikembangkan di desa ini. Untuk sektor peternakan, ayam kampung merupakan komoditas peternakan unggulan. Kemudian dikembangkan dalam skala peternakan lokal sebagai sumber pendapatan bagi sebagian masyarakat, sedangkan jenis ternak lain seperti kerbau, bebek, kambing, kelinci hanya menjadi hewan ternak peliharaan yang belum dikomersilkan. Sektor perikanan atau dalam hal ini budidaya air tawar belum menjadi sektor unggulan bagi masyarakat Desa Cihamerang. Menurut data profil desa tahun 2010, hanya 2 Ha lahan yang digunakan sebagai sarana budidaya air tawar dengan penghasilan 5 ton per tahun.
4.3. Perusahaan Geothermal Indonesia Perusahaan Geothermal ini merupakan perusahaan penghasil energi panas bumi terbesar di dunia. Panas bumi adalah Sumber Daya Alam (SDA) yang dapat diperbaharui dan digunakan sebagai pembangkit listrik melalui pemanfaatan daya alami uap bumi. Saat ini, operasi perusahaan panas bumi memiliki kapasitas untuk memproduksi 1.273 megawatt energi panas bumi. Jumlah energi ini cukup untuk memenuhi kebutuhan 16 juta jiwa di negara Indonesia dan negara Filipina. Pada tahun 2006, Perusahaan Geothermal mengembangkan strategi perusahaan dengan mengarahkan investasi pada teknologi energi terbarukan dan menempati posisiposisi strategis atas berbagai sumber energi yang penting. Dengan menanamkan investasi pada teknologi-teknologi energi alternatif dan terbarukan, perusahaan geothermal mendukung pengembangan dan diversifikasi persediaan energi dunia. Di Indonesia, Perusahaan Geothermal telah menginvestasikan dana lebih dari 1
52
miliar dolar Amerika untuk mengembangkan operasi energi terbarukan yang berasal dari panas bumi. Berbekal pengalaman lebih dari 40 tahun, Perusahaan Geothermal menjadi pengelola sumber daya panas bumi terbesar di dunia. Perusahaan mengoperasikan proyek-proyek panas bumi di Indonesia (Salak dan Darajat) dan Filipina (Tiwi dan Mak-Ban) dengan total kapasitas 1.273 megawatt energi bersih, andal dan dapat dipertahankan kelangsungannya. Di samping lapangan-lapangan tersebut, perusahaan geothermal mengoperasikan fasilitas kogenerasi berbahan bakar gas sebesar 300 megawatt di Duri Utara. Fasilitas ini menyediakan uap dan listrik untuk lapangan raksasa Duri di Indonesia. Kogenerasi adalah suatu proses yang hemat bahan bakar dan ramah lingkungan. Limbah panas dari proses pembangkitan listrik digunakan untuk menciptakan uap yang fungsinya memperlancar aliran minyak saat disuntikkan ke dalam reservoir. Proyek panas bumi Perusahaan Geothermal di Indonesia, yaitu Salak dan Darajat membangkitkan 636 megawatt energi panas bumi. Angka ini mewakili lebih dari setengah jumlah produksi panas bumi Indonesia. Operasi panas bumi di Salak dan Darajat saat ini menghasilkan energi terbarukan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan listrik delapan juta jiwa di Indonesia. Operasi panas bumi Salak dan Darajat adalah bukti komitmen perusahaan terhadap energi terbarukan. Lokasi kedua proyek ini berada di antara jajaran gunung berapi yang memukau di Jawa Barat, Indonesia. Perusahaan geothermal ini merupakan pembangkit listrik tenaga panas bumi yang dibangun untuk menambah kemampuan PLN melayani beban masyarakat di wilayah Jawa Bagian Barat, dimana konsumsi pemakaian listrikmya terus mengalami peningkatan. Menurut data, 60 persen dari total beban terpasang sistem Jawa-Bali berada di Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten. Sementara pemakaian bahan bakar untuk pembangkit listrik dengan energi panas bumi/geothermal masih sangat sedikit. Perusahaan memiliki kebijakan kesehatan kerja, lingkungan hidup dan keselamatan kerja, serta kebijakan sosial untuk menjadi pedoman dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Sebagai salah satu operator pengelola penghasil listrik tenaga panas bumi di Indonesia,
53
perusahaan menyadari adanya tantangan-tantangan besar yang harus dihadapi dalam mencapai tujuan tersebut. Salah satu komitmen Perusahaan Geothermal adalah untuk selalu melakukan perbaikan terhadap kinerja pembangunan berkelanjutan. Artinya setiap tahun perlu mengevaluasi berbagai program pengembangan sosial yang telah dijalankan agar selalu berupaya menemukan cara kerja yang lebih baik. Perusahaan geothermal dalam perencanaan program-programnya juga melibatkan pemerintah pusat, PERTAMINA, PLN, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Kabupaten Sukabumi, Pemerintah Kabupaten Bogor, serta masyarakat setempat. Pihak-pihak tersebut memiliki andil dalam memastikan agar dapat mencapai masa depan berkelanjutan yang memberikan manfaat bagi semua (Company Profile, 2009).
4.4. Perusahaan Geothermal di Wilayah Salak Perusahaan geothermal di wilayah Salak merupakan bagian dari Perusahaan Geothermal Indonesia, yang beroperasi di Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor. Perusahaan ini mulai melakukan operasi panasbumi di kawasan area Gunung Salak, Kabupaten Bogor dan Kabupaten Sukabumi sejak tahun 1982. Kontrak Operasi Bersama (KOB) atau Join Operation Contract (JOC) Perusahaan Geothermal-PERTAMINA mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Gunung Salak, dimana PLTP Gunung Salak dinyatakan resmi beroperasi oleh pemerintah pada tanggal 15 Desember 1994. PLTP Gunung salak masuk ke dalam proyek strategis negara untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat. (Company Profile, 2009). Perusahaan Geothermal mengelola energi panasbumi menjadi energi listrik. Energy Geothermal (energi panas bumi) adalah energi yang dihasilkan oleh tekanan panas bumi. Energi yang berasal dari kerak bumi ini dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik. Energi panas bumi ini telah terbukti sebagai salah satu bentuk dari energi terbarukan, bersih dan ramah lingkungan. Hingga kini tercatat perusahaan dapat menghasilkan daya listrik dari panasbumi sebesar 377 MW, yang dinilai setara memenuhi kebutuhan listrik untuk lebih dari delapan juta masyarakat.
54
4.4.1. Kebijakan Perusahaan Geothermal Mengenai Corporate Social Responsibility (CSR) Perusahaan Geothermal memiliki komitmen untuk membangun dan membuka hubungan positif dengan masyarakat setempat, khususnya masyarakat yang berada paling dekat dengan wilayah operasi. Kebijakan sosial telah diterapkan termasuk komitmen untuk menyediakan peluang di bidang pengembangan sosial, pendidikan, ekonomi, pelatihan, dan memperkerjakan warga setempat di sekitar perusahaan. Selain itu, perusahaan juga berupaya untuk belajar lebih banyak tentang masyarakat setempat, sejarah dan keberadaan mereka yang telah mengalami perubahan dalam upaya membina hubungan yang lebih konstruktif dan membentuk tatanan yang lebih baik bagi upaya pemberdayaan masyarakat setempat. Perusahaan sangat menghormati adat masyarakat setempat dan budayanya, serta mencoba berdialog mengenai isu-isu yang menyangkut kepentingan bersama. Corporate Social Responsibility (CSR) Perusahaan Geothermal lebih disebut sebagai Community Engagement (CE) karena konsep CE lebih bersifat luas dengan memadu padankan konsep-konsep yang terdapat pada pemberdayaan masyarakat dan kolaborasi dengan pihak lain, serta tidak hanya sekedar memberdayakan masyarakat saja tetapi melihat keberlangsungan dan keterlibatan aktif berbagai pihak dalam menjalankan prosesnya. CE yang dilakukan perusahaan berdasar pada tiga aspek yaitu; pendidikan, kesehatan, komunikasi. Ketiga aspek tersebut berfokus pada tiga kecamatan sekitar wilayah kerja yaitu; Kalapanunggal, Kabandungan dan Pamijahan (Annual Report Perusahaan Geothermal, 2007). Tiga area (fokus) program Community Engagement jangka panjang meliputi program pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat (microfinance institution, small medium enterprise), juga ditambah dengan program lingkungan, pembangunan serta perbaikan fasilitas umum (infrastruktur) dan donasi (Annual Report Community Engagement Perusahaan Geothermal, 2008).
55
4.4.2. Departemen Policy, Government, and Public Affair (PGPA) Peran secara keseluruhan dari Departemen PGPA adalah meningkatkan citra dan reputasi Perusahaan Geothermal di Indonesia dengan secara efektif membentuk dan membedakan perusahaan dalam sektor energi. Perusahaan Geothermal melaksanakan tanggung jawab perusahaan melalui sistem manajemen yang memiliki keunggulan operasional sebagai bagian dari komitmen untuk beroperasi secara bertanggung jawab dan etis. Departemen PGPA inilah yang bertanggung jawab dalam program Corporate Social Responsibility yang dilakukan oleh Perusahaan Geothermal, diantaranya program Community Based Micro Finance (CBMF) melalui Koperasi Kartini di Kabandungan. Tujuan kerja dari Departemen PGPA adalah membangun image dan reputasi perusahaan, memiliki hubungan saling pengertian, suara yang sama, dan penerimaan dari stakeholder. Perusahaan Geothermal mendukung pencapaian tujuan perusahaan dengan memfasilitasi dan melakukan komunikasi dua arah antara perusahaan dan karyawan
pemangku
kepentingan,
hal
ini
dikarenakan
seiring
dengan
meningkatnya persaingan dalam bisnis energi. Sedangkan visi dari Departemen PGPA sendiri adalah menjadi organisasi yang paling dikagumi, memberikan layanan berkualitas tertinggi yang menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi perusahaan , dan posisi sebagai Partner of Choice di Indonesia dan Filipina. Misinya adalah untuk meningkatkan dukungan untuk tujuan bisnis perusahaan dengan cara berkomunikasi, menarik dan mempengaruhi stakeholder internal dan eksternal sebagai kunci sehingga memungkinkan perusahaan untuk menjadi mitra pilihan dalam bisnis energi. Beberapa kegiatan Departemen PGPA adalah mewakili perusahaan dengan satu suara, pemantauan dan analisa isu-isu berkembang, mempertahankan hubungan dengan media, melibatkan masyarakat sekitar dan pemangku kepentingan lainnya. Departemen PGPA dibagi ke dalam empat tim atau divisi yaitu tim Community Affairs tim Governement Relations, tim External Relations, dan tim Communication and Community Engagement Planning dimana program Community Based Micro Finance (CBMF) ini dilaksanakan oleh tim Community Engagement Planning dan Communication.
56
4.5. Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) Kartini Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) Kartini merupakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang dibentuk sebagai salah satu aktualisasi penyelenggaraan Corporate Social Responsibility (CSR) oleh Perusahaan Geothermal dalam hal pengembangan ekonomi masyarakat di tingkat lokal. Inisiasi penyelenggaraan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) Kartini ini diawali dari diselenggarakannya kegiatan pelatihan operasional Lembaga Keuangan Mikro (LKM) pada tanggal 12-14 Agustus 2008. Kegiatan ini merupakan
bagian
dari
rangkaian
program
community
development`
(Pengembangan Masyarakat) Perusahaan Geothermal sebagai wujud dari program Corporate Social Responsibility (CSR) yang dalam hal ini disebut sebagai program Community Engagement. LKMS Kartini ini diresmikan secara langsung oleh Bupati Sukabumi pada tanggal 12 Agustus 2009 di Desa Kabandungan, Kecamatan Kabandungan dengan disaksikan oleh masyarakat setempat, perwakilan PNM, perwakilan Kecamatan dan perwakilan Perusahaan Geothermal. PT. Permodalan Nasional Madani (persero) tengah menjadi mitra Perusahaan Geothermal dalam memfasilitasi dan mendampingi masyarakat untuk memiliki kemauan dan kemampuan mengelola Lembaga Keuangan Mikro (LKM) ini. Lembaga ini berbadan hukum Koperasi no. 22/BH/XIII.15/V/2009
pada
tanggal 22 Mei 2009. Kegiatan usaha Kartini bergerak dalam bidang Jasa Keuangan Syariah yang diperkenalkan kepada masyarakat dengan nama Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS). Kantor operasional saat ini beralamat di Jl. Babakan Jayanegara Gunung Salak RT 08/04, Desa Kabandungan, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
4.5.1. Visi dan Misi LKMS Kartini Visi dari Lembaga Keuangan Syariah Kartini adalah menjadi Lembaga Keuangan Syariah yang terbaik dan terdepan secara regional dalam membangun kekuatan ekonomi umat yang dapat meningkatkan kesejahteraan bersama secara adil dan merata sesuai dengan prinsip-prinsip syariah serta menjadi mitra dan memberi solusi yang bermakna bagi kaum dhuafa, pengusaha mikro dan kecil
57
secara berkelanjutan dengan berlandaskan pada prinsip-prinsip fathonah, amanah, shiddiq dan tabligh. Sedangkan misinya adalah meningkatkan akses permodalan bagi
masyarakat
kecil
baik
finansial
maupun
nonfinansial,
membantu
menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan produktivitas masyarakat kecil demi kesejahteraan dan keadilan ekonomi, membantu mencari dan menciptakan pasar yang dapat menyerap hasil produksi masyarakat, menjadi Lembaga Keuangan Syariah yang tumbuh secara berkelanjutan seiring dengan pertumbuhan usaha nasabahnya, melaksanakan pendidikan dan pelatihan ekonomi syariah dalam rangka mendukung penguatan ekonomi syariah dalam praktik, baik melalui institusi keuangan maupun kegiatan bisnis dan usaha riil. Koperasi Kartini saat ini memiliki produk Tabungan dan produk pembiaya an sebagai berikut : 1. Produk Tabungan a. Kartini Ummat : simpanan biasa anggota/non anggota dengan men dapatkan bagi hasil dari Koperasi setiap bulan sesuai dengan pen- dapatan yang diperoleh lembaga. b. Simpanan SAHARA: tabungan titipan yang dibagikan pada saat menjelang hari raya. c. Simpanan Pendidikan: tabungan untuk kepentingan pendidikan d. Simpanan Pelajar: tabungan titipan pelajar oleh para guru. e. Simpanan Qurban: tabungan persiapan hari raya Idul Qurban. 2. Produk Pembiayaan a. Murabahah (Jual-Beli) b. Mudharabah (Bagi-Hasil) c. Ijarah (Sewa) d. Rahn (Gadai)
4.5.2. Struktur Kepengurusan LKMS Kartini Rapat pembentukan LKMS Kartini diselenggarakan pada pertengahan tahun 2008 dengan kerjasama antara Perusahaan Geothermal dan PNM sebagai penyelenggara. Setelah itu kedua pihak melakukan sosialisasi kepada masyarakat yang berminat dalam pendirian LKMS ini. Selanjutnya terbentuklah kelompok pendiri yang ditargetkan dapat mengumpulkan modal awal dari masyarakat untuk
58
proses awal pendirian koperasi. Dalam perjalannya, LKMS Kartini dikelola oleh masyarakat yang memiliki inisiasi awal dengan dibantu oleh beberapa staff yang direkrut langsung dari masyarakat, mewakili masing-masing desa yang memiliki keanggotaan di LKMS Kartini. Berikut adalah gambar yang mendeskripsikan struktur kepengurusan di LKMS Kartini: MANAJER LILI SUCIATI
BAGIAN PELAYANAN - SENDY NURAENI - FENI BAUTI F
BAGIAN MARKETING
PENGAWAS: WIWIN WINARTO IWAN RUSTANDI YAYANG MAULANA
- ASEP SAEPULOH - LILIS MARYANI - ELSYA SILVIASARI
Gambar 3. Struktur Organisasi LKMS Kartini (Company Profile, 2009)
4.6. Ikhtisar Desa
Cihamerang
merupakan
bagian
dari
wilayah
Kecamatan
Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, dimana pada kecamatan tersebut beroperasi salah satu unit bisnis Perusahaan Geothermal terbesar di dunia. Beroperasinya perusahaan tersebut di wilayah Kecamatan Kabandungan mempengaruhi struktur sosial ekonomi setempat. Salah satu bentuk komitmen perusahaan untuk hidup berdampingan dengan masyarakat adalah dengan penyelenggaraan Corporate Social Responsibility atau Perusahaan Geothermal yang kerap menyebutnya dengan Community Engagement. Penyelenggaraan Community Engagement difokuskan pada tiga ranah utama, dimana salah satunya adalah pemberdayaan ekonomi lokal yang dalam hal ini dilakukan melalui pembentukan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) Kartini. PT Permodalan Nasional Madani (Persero) tengah menjadi mitra Perusahaan Geothermal dalam memfasilitasi dan mendampingi masyarakat untuk memiliki kemauan dan kemampuan mengelola Lembaga Keuangan Mikro (LKM) ini.
59
LKMS Kartini mendorong peningkatkan akses permodalan bagi masyarakat kecil baik finansial maupun non-finansial, membantu menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan produktivitas masyarakat kecil demi kesejahteraan dan keadilan ekonomi, membantu mencari dan menciptakan pasar yang dapat menyerap hasil produksi masyarakat. Salah satu desa dengan anggota kelompok ibu-ibu simpan pinjam terbanyak adalah Desa Cihamerang. Desa Cihamerang memiliki karakteristik wilayah yang khas, yakni secara topografis kondisi wilayahnya berbukit-bukit dan pegunungan yang membentang di gunung Salak dengan tanah yang berwarna merah. Kondisi iklim di Desa Cihamerang sangat cocok dengan corak hidup dan mata pencaharian masyarakat yang bertumpu pada sektor pertanian, khususnya pertanian tanaman pangan. Dari keseluruhan jumlah masyarakat sebesar 6715 jiwa, sebagian besar masyarakat bekerja di sektor pertanian, baik sebagai petani maupun hanya sebagai buruh tani, kemudian sebagian kecil masyarakat menggantungkan hidupnya dengan bekerja sebagai pedagang keliling, pengerajin, PNS, pembantu rumah tangga, dll. Meskipun sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani, namun kepemilikan petani cenderung terbatas. Komoditas tanaman unggulan di desa ini adalah padi dan komoditas lain yang juga dikembangkan adalah jagung, ubi kayu, ubi jalar, tomat, mentimun, buncis, terong, cabai, dan sawi. Kultur masyarakat Desa Cihamerang masih tergolong tradisional khususnya bagi masyarakat-masyarakat desa yang menetap di wilayah yang berbatasan langsung dengan hutan. Sedangkan untuk masyarakat Desa Cihamerang secara umum, kultur tradisional telah meluntur seiring perkembangan zaman. Penetrasi dan introduksi teknologi modern berjalan dengan cepat. Hal tersebut yang melatarbelakangi pergeseran kultur masyarakat setempat. Meskipun demikian, hampir seluruh masyarakat Desa Cihamerang memeluk kepercayaan yang sama, yakni agama Islam. Oleh karena itu, aturan-aturan dalam agama seringkali dipahami sebagai pedoman dalam berinteraksi di lingkungan masyarakat.
60
BAB V TINGKAT PARTISIPASI DAN DAMPAK SOSIAL EKONOMI
5.1. Penggolongan Anggota Kelompok Simpan Pinjam dan Non-Anggota Kelompok Simpan Pinjam LKMS Kartini Komunitas perdesaan dalam konteks penelitian ini tidak hanya dipahami sebagai sekumpulan orang, namun juga sebagai sekumpulan institusi yang dibatasi oleh kesatuan ekologis tertentu dan masing-masing institusi sama-sama memiliki kepentingan di wilayah tersebut. Dalam hal ini, di wilayah Kecamatan Kabandungan terdapat sekumpulan institusi yang terdiri dari masyarakat dari masing-masing desa, salah satunya Desa Cihamerang,dan juga pihak swasta atau dalam hal ini Perusahaan Geothermal beserta vendor-vendornya yang melakukan operasi perusahaan di wilayah tersebut. Masyarakat secara umum masih terbagi kembali menjadi masyarakat yang memiliki fungsi pemerintahan lokal, maupun masyarakat umum yang masing-masing memiliki keragaman aktivitas dan latar belakang. Penggolongan masyarakat pemanfaat program dalam kegiatan CSR adalah masyarakat yang menjadi anggota dan terlibat dalam kegiatan kelompok simpan pinjam LKMS (Lembaga Keuangan Mikro Syariah) Kartini, sedangkan masyarakat yang tidak menjadi anggota dan tidak terlibat dalam kegiatan kelompok simpan pinjam LKMS Kartini merupakan masyarakat non-pemanfaat program. Anggota kelompok LKMS Kartini kemudian dikategorikan kembali ke dalam kategori-kategori sosial berdasarkan mata pencahariannya, dengan pertimbangan mata pencaharian merupakan salah satu faktor penting dalam melihat bagaimana kondisi sosial ekonomin anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini. Desa Cihamerang merupakan salah satu desa yang tergolong memiliki keragaman mata pencaharian masyarakat, meskipun pada kenyataannya mayoritas masyarakat di Desa Cihamerang masih bertumpu pada sektor pertanian. Pembagian kategori sosial terbagi ke dalam empat kelompok, yakni kategori sosial 1 adalah anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini yang bekerja pada sektor pertanian (farm) dengan kepemilikan usaha pribadi (sebagai pengusaha), kategori sosial 2 adalah anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini yang bekerja pada sektor non-pertanian (non-farm) dengan kepemilikan
61
usaha pribadi (sebagai pengusaha), kategori sosial 3 adalah anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini yang bekerja pada sektor pertanian (farm) dengan kepemilikan usaha oleh orang lain (sebagai buruh), dan kategori sosial 4 merupakan anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini yang bekerja pada sektor non-pertanian (non-farm) dengan kepemilikan usaha oleh orang lain (sebagai buruh). Keempat kategori sosial atau penggolongan tersebut digunakan untuk mengkategorikan seluruh responden dalam penelitian ini, baik responden dari anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini maupun dari non-anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini. Berikut adalah pie chart jumlah persentase responden anggota kelompok simpan pinjam sesuai kategori sosial:syarakat Pemanfaat Program
BURUH(NON FARM) 10 34%
PENGUSAHA(FA RM) 9 30% PENGUSAHA(FARM) PENGUSAHA(NON FARM) BURUH(FARM) BURUH(NON FARM)
BURUH(FARM) 7 23%
PENGUSAHA(N ON FARM) 4 13%
Gambar 4. Jumlah Persentase Responden Anggota Kelompok Simpan Pinjam Menurut Kategori Sosial Sedangkan untuk jumlah persentase responden non-anggota kelompok simpan pinjam menurut kategori sosial ditunjukkan melalui gambar berikut:
62
r 6. Persentase Kategori Sosial Masyarakat Non-Pemanfaat Pro
Buruh(NonFarm) 6 40%
Pengusaha(Far m) 3 20%
Pengusaha (Non-Farm) 1 7% Pengusaha(Farm) Pengusaha (Non-Farm) Buruh(Farm) Buruh(Non-Farm)
Buruh(Farm) 5 33%
Gambar 5. Jumlah Persentase Responden Non-Anggota Kelompok Simpan Pinjam LKMS Kartini Menurut Kategori Sosial Berdasarkan pie chart
pada Gambar 5, dapat dianalisis bahwasanya,
jumlah tertinggi anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini dari 30 Responden adalah masyarakat dengan golongan kategori sosial non-farm/buruh yakni sebesar 34 persen, sedangkan jumlah terendahnya adalah anggota kelompok simpan pinjam dengan kategori non-farm/pengusaha yakni sejumlah 13 persen. Untuk kategori sosial farm/pengusaha dan farm/buruh berada pada rataan tengah yakni sejumlah 30 persen dan 23 persen. Sebagai pembanding adalah kategori sosial dari non-anggota kelompok simpan pinjam, dimana jumlah tertinggi dan terendah dari total 15 orang respoden non-anggota adalah dari kategori sosial nonfarm/buruh dan kategori non-farm/pengusaha, sedangkan untuk kategori sosial farm/buruh dan farm/buruh masih tetap berada pada rataan tengah.
5.2. Tingkat Partisipasi 5.2.1. Tingkat Partisipasi Anggota Kelompok Simpan Pinjam LKMS Kartini Menurut Konsep Uphoff Tingkat partisipasi anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini dalam
penyelenggaraan
program
pemberdayaan
ekonomi
lokal
melalui
pembentukan Lembaga Keuangan Mikro Syariah Kartini di Kecamatan Kabandungan, khususnya Desa Cihamerang, didasarkan pada tahapan partisipasi
63
menurut Uphoff (1979). Pada
praktek penyelenggaraan program, terdapat
berbagai jenjang partisipasi dari anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini, dimana seluruh jenjang ini ditentukan oleh seberapa jauh masyarakat berpartisipasi/terlibat pada seluruh tahapan proses penyelenggaraan. Pengukuran tingkat partisipasi dilakukan berdasarkan keterlibatan anggota kelompok simpan pinjam terhadap kegiatan dalam tahapan penyelenggaraan program yang dilaksanakan, baik pada tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap evaluasi, maupun tahap pelaporan. Pada setiap tahapan penyelenggaraan, dilihat sejauhmana keterlibatan anggota kelompok simpan pinjam,termasuk frekuensi kehadiran, tingkat keaktifan, tingkat pemahaman, dan juga keterlibatan dalam pengambilan keputusan. Keempat kategori responden dalam penelitian memiliki tingkatan partisipasi yang berbeda-beda. Hal tersebut dapat dilihat dari pie chart berikut: 7. Persenta se Tingkat Partisipasi Masyarakat Per Kategori Sosial dalam Program
NonFarm/Buruh, 17 , 27%
Farm/Pengusah a, 15, 24% Farm/Pengusaha
Farm/Buruh, 14 , 23%
Non-Farm/Pengusaha Farm/Buruh Non-Farm/Buruh NonFarm/Pengusah a, 16, 26%
Gambar 6. Persentase Tingkat Partisipasi Anggota Kelompok Simpan Pinjam LKMS Kartini dalam Program Menurut Kategori Sosial Berdasarkan pie chart di atas, dapat dilihat bahwasanya dari 30 orang responden penelitian,
kategori sosial 4 yaitu kategori sosial non-farm/buruh memiliki
keterlibatan paling tinggi, sedangkan kategori sosial 3 yaitu kategori sosial farm/buruh memiliki keterlibatan yang paling rendah dalam partisipasi terhadap program dari keseluruhan 30 responden. Keempat kategori sosial tersebut memiliki senjang nilai yang masing-masing tidak terlalu jauh. Berikut adalah
64
tabel yang menggambarkan skor tingkat partisipasi dan skor kekuatan modal sosial 30 orang responden dari anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini:
Tabel 9. Tingkat Partisipasi dan Kekuatan Modal Sosial Anggota Kelompok Simpan Pinjam LKMS Kartini Menurut Konsep Uphoff
NO
Kategori Tingkat Partisipasi Anggota Kelompok Simpan Pinjam
Jumlah Anggota Kelompok Simpan Pinjam
Skor Rata-Rata Kekuatan Modal Sosial Anggota Kelompok Simpan Pinjam Skor Total RataSkor Rata-rata Skor Rata-rata rata Kekuatan Kekuatan Kekuatan Modal Sosial Jejaring Kerjasama Anggota Anggota Anggota Kelompok Smpan Kelompok Kelompok Pinjam
Persentase Jumlah Anggota Kelompok Simpan Pinjam
Skor Rata-Rata Tingkat Kepercayaan Anggota Kelompok
1
Tinggi
1
3%
4,6
4,1
4,4
4,4
2
Sedang
18
60%
4,1
3,4
3,4
3,6
3
Rendah
11
37%
4
3,3
3,3
3,5
Sedangkan untuk tingkat partisipasi dan taraf hidup digambarkan melalui tabel di bawah ini : Tabel 10. Tingkat Partisipasi dan Taraf Hidup Anggota Kelompok Simpan Pinjam LKMS Kartini Menurut Konsep Uphoff
NO
Kategori Tingkat Partisipasi Anggota Kelompok Simpan Pinjam
Jumlah Anggota Kelompok Simpan Pinjam
Persentase Jumlah Anggota Kelompok Simpan Pinjam
Rata-Rata Taraf Hidup Anggota Kelompok Simpan Pinjam Skor RataRata-rata Rata Taraf Rata-rata Tingkat Total Rata-rata Tingkat Hidup Pengeluaran Tingkat Tabungan Pendapatan Anggota Anggota Anggota Anggota Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Simpan Simpan Pinjam Simpan Pinjam Simpan Pinjam Pinjam
1
Tinggi
1
3,33%
4,6
9000000
1500000
600000
2
Sedang
18
60%
4,2
1865000
1008000
310800
3
Rendah
11
36,67%
4
1573600
1063600
45500
Tabel 9 dan Tabel 10 menunjukkan adanya gradasi tingkat partisipasi dalam penyelenggaraan program dari keseluruhan responden yang merupakan anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini. Tingkat partisipasi responden dalam penyelenggaraan program terklasifikasi berdasarkan kategori tinggi, rendah, dan sedang yang mengacu pada konsep partisipasi menurut Uphoff (1979), yang mana partisipasi
diukur
menurut
tahapan
penyelenggaraan
kegiatan,
meliputi
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan sebagai tambahan adalah tahapan pelaporan. Begitu pula dengan skor modal sosial dari masing-masing indikator dalam variabel kekuatan modal sosial dan taraf hidup. Secara umum, tingkatan partisipasi dari 30 responden yang terbagi menjadi tiga kategori, searah juga
65
dengan tingkatan skor modal sosial dan taraf hidup responden. Itu artinya peningkatan partisipasi anggota kelompok simpan pinjam diiringi peningkatan kekuatan modal sosial dan taraf hidup anggota. Namun, dapat dilihat bahwasanya aspek tingkat pengeluaran tidak secara penuh berhubungan dengan sejauhmana tingkat partisipasi anggota kelompok simpan pinjam Dapat dilihat adanya gradasi yang beracak terhadap tingkatan partisipasi. Berikut adalah pie chart yang menggambarkan persentase anggota kelompok simpan pinjam dari 30 orang responden berdasarkan tingkatannya: Tingkat Partisipasi Rendah 11 37%
Tingkat Partisipasi Tinggi 1 3% Tingkat Partisipasi Tinggi Tingkat Partisipasi Sedang Tingkat Partisipasi Rendah Tingkat Partisipasi Sedang 18 60%
Gambar 7. Persentase Klasifikasi Tingkat Partisipasi Anggota Kelompok Simpan Pinjam LKMS Kartini Gambar 7 memaparkan persentase klasifikasi tingkat partisipasi anggota berdasarkan derajat tinggi, rendah, maupun sedang. Pengklasifikasian tersebut didasarkan pada skor yang diperoleh dari hasil kuesioner dan hasil menunjukkan bahwasanya sebagian besar anggota berada pada level tingkat partisipasi sedang, yakni sejumlah 17 responden dari 30 responden anggota kelompok. Sedangkan untuk Tingkat partisipasi rendah berjumlah 12 responden dari 30 responden dan dengan jumlah terkecil adalah anggota dengan tingkat partisipasi tertinggi yang hanya berjumlah satu orang. Meskipun tingkat partisipasi anggota kelompok LKMS Kartini di Desa Cihamerang bergradasi, namun kecenderungannya partisipasi anggota LKMS belum dapat dikategorikan memiliki tingkatan yang tinggi karena jumlah tertinggi masih berada pada tingkat sedang dan rendah.
66
5.2.2. Tingkat Partisipasi Anggota Kelompok Simpan Pinjam LKMS Kartini Menurut Konsep Arnstein Partisipasi diartikan tidak hanya sebatas keterlibatan dalam wujud raga maupun keikutsertaan seseorang atau komunitas dalam suatu kegiatan atau program tertentu. Paul (1987) dalam Nasdian (2006) mengutarakan bahwa pastisipasi berkenaan dengan sebuah proses aktif dimana penerima keuntungan mempengaruhi arah dan pelaksanaan proyek pembangunan ketimbang hanya menerima hasil keuntungan proyek. Lebih jauh lagi, partisipasi mengarah pada pembangunan kesadaran kritis melalui proses aktif seseorang atau komunitas, sehingga dengan sendirinya kemudian dapat mengerti arti dari keterlibatannya tersebut. Diperlukan pengetahuan untuk mencapai kesadaran kritis dalam proses partisipasi tentang apa yang akan dilakukan dalam suatu cakupan kegiatan atau program. Sub-bab sebelumnya telah membahas mengenai tingkat partisipasi anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini yang tergradasi dalam beberapa tingkatan mengacu pada konsep partisipasi menurut Uphoff (1979). Sejalan dengan bahasan tersebut, Arnstein (1969) menyebutkan bahwasanya partisipasi masyarakat bertingkat sesuai dengan gradasi derajat wewenang dan tanggung jawab. Arnstein (1969) dalam Wicaksono (2010) menjelaskan bahwa terdapat apa yang ia sebut sebagai “ladder of citizen participation” atau tangga partisipasi masyarakat yang menggambarkan
berbagai tingkatan kesertaan yang dapat
diidentifikasikan mulai dari tanpa partisipasi sampai pelimpahan kekuasaan. Pengelola tradisional selalu enggan untuk melewati tingkat tanpa partisipasi dan tokenism, dengan keyakinan bahwa masyarakat biasanya apatis, membuang-buang waktu, pengelola mempunyai tanggung jawab untuk melakukannya berdasar kaidah-kaidah ilmiah, serta lembaga-lembaga masyarakat mempunyai tugas berdasarkan hukum yang tidak dapat dilimpahkan ke pihak lain, Sebaliknya, masyarakat semakin meningkat kesadarannya dengan mengharapkan partisipasi yang lebih bermanfaat, yang dalam keyakinan mereka termasuk pula pelimpahan sebagian kekuasaan. Berikut adalah tabel yang menggambarkan tingkat partisipasi anggota kelompok simpan pinjam dan juga kekuatan modal sosial dari anggota tersebut:
67
Tabel 11. Tingkat Partisipasi dan Kekuatan Modal Sosial Anggota Kelompok Simpan Pinjam LKMS Kartini Menurut Konsep Arnstein
NO
1 2 3
Kategori Tingkat Partisipasi Anggota Kelompok Simpan Pinjam Tipe Penentraman Tipe Konsultasi Tipe Pemberitahuan
Jumlah Anggota Kelompok Simpan Pinjam
Persentase Jumlah Anggota Kelompok Simpan Pinjam
4
Skor Rata-Rata Kekuatan Modal Sosial Anggota Kelompok Simpan Pinjam Skor Rata-Rata Tingkat Kepercayaan Anggota Kelompok Simpan Pinjam
Skor Rata-rata Kekuatan Jejaring Anggota Kelompok Simpan Pinjam
Skor Rata-rata Kekuatan Kerjasama Anggota Kelompok Simpan Pinjam
Skor Total Ratarata Kekuatan Modal Sosial Anggota Kelompok Simpan Pinjam
13%
4,4
3,3
3,7
3,8
13
43%
4
3,5
3,2
3,6
13
44%
4
3,3
3,4
3,5
Data mengenai tingkat partisipasi dan kondisi anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini dipaparkan melalui tabel berikut: Tabel 12. Tingkat Partisipasi dan Taraf Hidup Anggota Kelompok Simpan Pinjam LKMS Kartini Menurut Konsep Arnstein Rata-Rata Taraf Hidup Anggota Kelompok Simpan Pinjam
NO
1 2 3
Kategori Tingkat Partisipasi Anggota Kelompok Simpan Pinjam Tipe Penentraman Tipe Konsultasi Tipe Pemberitahuan
Jumlah Anggota Kelompok Simpan Pinjam
Persentase Anggota Kelompok Simpan Pinjam
4
Skor Rata-Rata Taraf Hidup Anggota Kelompok Simpan Pinjam
Rata-rata Tingkat Pendapatan Anggota Kelompok Simpan PInjam
Rata-rata Tingkat Pengeluaran Anggota Kelompok Simpan Pinjam
Total Rata-rata Tingkat Tabungan Anggota Kelompok Simpan Pinjam
13%
4,4
5180000
1225000
1460000
13
43%
4
1705800
1004100
23750
13
44%
4
1335000
1028500
40700
Sebagai pembanding dalam mengidentifikasi tingkat partisipasi anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini, dilakukan identifikasi dan analisis mengenai tingkat partisipasi anggota dengan konsep Arnstein (1969), yang manatingkatan partisipasi terbagi menjadi delapan tipe tahapan berdasarkan hubungan kekuasaan diantara stakeholder. Kedelapan tipe tingkatan tersebut adalah tipe manipulasi, tipe terapi, tipe pemberitahuan, tipe konsultasi, tipe penentraman, tipe kemitraan, tipe pendelegasian kekuasaan, tipe kontrol masyarakat.
68
Tabel 11 dan Tabel 12 menggambarkan skor dan tingkatan partisipasi anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini mengacu pada konsep partisipasi menurut Arnstein (1969), dimana dalam penelitian ini didapatkan pengkategorian partisipasi anggota ke dalam tiga tingkatan pada hubungan kekuasaan tokenism, yakni berkisar diantara tipe pemberitahuan, tipe konsultasi, dan tipe penentraman. Gradasi tingkat partisipasi anggota kelompok, dalam hal ini diwakili oleh 30 responden, berkaitan dengan kondisi kekuatan modal sosial dan taraf hidup anggota kelompok. Secara umum, tingkatan partisipasi anggota kelompok simpan pinjam yang dikategorikan menurut konsep Arnstein (1969) sejalan dengan tingkatan kekuatan modal sosial dan taraf hidup anggota kelompok simpan pinjam. Berikut adalah gambar pie chart mengenai persentase tingkat partisipasi anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini berdasarkan tipe-tipe partisipasi Arnstein (1969): Tipe Penentraman 4 13% Tipe Pemberitahuan 13 44%
Tipe Pemberitahuan Tipe Konsultasi Tipe Penentraman
Tipe Konsultasi 13 43%
Gambar 8. Persentase Tipe Partisipasi Anggota Kelompok Simpan Pinjam Menurut Tangga Partisipasi Arnstein Gambar di atas menjelaskan mengenai persentase tingkat partisipasi anggota berdasarkan tingkatan partisipasi Arnstein (1969), yang mana dapat dilihat bahwasanya sebagian besar anggota kelompok simpan pinjam tergolong berpartisipasi pada tipe pemberitahuan dan kosultasi. Itu artinya, dalam penyelenggaraan program CSR tersebut, anggota kelompok simpan pinjam masih
69
berposisi sebagai objek dari program pemberdayaan. Anggota kelompok simpan pinjam belum sepenuhnya memiliki kekebasan untuk menyampaikan saran dan aspirasi, terlebih dalam pengambilan keputusan. Saran dan pendapat cenderung dapat disampaikan, namun belum tentu dipenuh dan dilaksanakan. Di samping itu, pada hubungan kekuasaan tokenism ini, anggota kelompok simpan pinjam masin berada di bawah kontrol dari pihak yang powerfull. 5.2.3. Tingkat Partisipasi Stakeholder (Masyarakat, Pemerintah, Swasta) Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) Kartini merupakan LKM yang mendapatkan dari Perusahaan Geothermal untuk melakukan pengembangan ekonomi masyarakat di tingkat lokal, yakni melalui program Community Based Micro Finance (CBMF). Penyelenggaraan LKMS Kartini ini merupakan wujud dari pelaksanaan program community development Perusahaan Geothermal sebagai bagian dari corporate social responsibility implementation. Community Development (Pengembangan Masyarakat) sebagai salah satu dari tujuh isu CSR merupakan sarana aktualisasi CSR yang paling baik jika dibandingkan dengan implementasi yang hanya berupa charity, philantrophy, atau dimensi-dimensi CSR yang lain, karena dalam pelaksanaan community development
terdapat
prinsip-prinsip kolaborasi kepentingan bersama antara perusahaan dengan komunitas, adanya partisipasi, produktivitas, keberlanjutan, dan mampu meningkatkan perasaan solidaritas. Pemberdayaan memiliki dua elemen pokok, yakni kemandirian dan partisipasi. Partisipasi adalah proses aktif, inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif. Menurut Nasdian (2006), pemberdayaan merupakan jalan atau sarana menuju partisipasi. Sebelum mencapai tahap tersebut, tentu saja dibutuhkan upaya-upaya pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat tidak akan berhasil tanpa partisipasi dari seluruh pemangku kepentingan yang terlibat. Dalam penyelenggaraan LKMS Kartini tersebut, melibatkan berbagai pihak (stakeholder), yakni pemerintah desa dan kecamatan, dinas koperasi, mitra perusahaan, dan masyarakat. Stakeholders, yang jamak diterjemahkan dengan pemangku kepentingan adalah pihak atau kelompok yang berkepentingan, baik
70
langsung maupun tidak langsung terhadap eksistensi atau aktivitas perusahaan, dan karenanya kelompok-kelompok tersebut mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh perusahaan (Saidi, 2004). Terkait dengan bagaimana dan sejauhmana keterlibatan stakeholder-stakeholder dalam penyelenggaran LKMS Kartini dapat dilihat melalui tabel berikut: Tabel 13. Keterlibatan Stakeholder-stakeholder dalam Penyelenggaraan Program Tahapan Penyelenggaraan Tahap Perencanaan
Tahap Pelaksanaan
Tahap Evaluasi
Tahap Pelaporan
Stakeholder yang Terlibat dalam Masing-masing Tahapan Penyelenggaraannya beserta Bentuk Keterlibatannya Pengurus Koperasi: Ide untuk menyelenggarakan program pemberdayaan ekonomi yang berkelanjutan (sustainable) Perusahaan dan Mitra: Menyusun perencanaan keseluruhan baik yang bersifat teknis maupun non-teknis Pemerintah Desa/Kecamatan: Pemberian informasi dan perekruitan pengurus koperasi Dinas Koperasi: melakukan audit kelayakan awal dan juga mengeluarkan izin pendirian koperasi untuk LKMS Kartini Pengurus Koperasi dan Anggota Kelompok: Baik sebagai anggota maupun pengurus, pengurus dalam hal ini terlibat dalam kegiatan langsung koperasi serta mengikuti pelatihan-pelatihan untuk menguatkan kapasitas, sedangkan anggota dalam hal ini mengikuti program simpan pinjam yang setiap minggu diselenggarakan pertemuan mingguan. Mitra Perusahaan: melakukan pendampingan terhadap seluruh aktivitas koperasi, meliputi ,misalnya Accounting, Standart Operation Procedure(SOP), Madani Micro Banking System (MMS), dll. Perusahaan: Hanya sekedar mengontrol kegiatan koperasi, tanpa terlibat langsung di dalamnya Pemerintah Desa/Kecamatan: memiliki fungsi perizinan, namun dalam pelaksanaannya, tidak terlibat langsung Anggota tidak terlibat langsung, dalam hal ini hanya pengurus koperasi yang terlibat dalam tahap evaluasi kegiatan koperasi. Mitra Perusahaan: bersama-sama pengurus koperasi mengevaluasi sejauhmana pencapaian koperasi dalam hal kenaikan pembiayaan, penambahan anggota, pembiayaan macet, peningkatan pendapatan, kinerja pelaksana Pemerintah Desa/Kecamatan: hanya sebatas mengetahui, namun tidak dilibatkan dalam evaluasi (dianggap terlalu rumit, hanya berorientasi pada uang) Perusahaan: menerima hasil evaluasi dari mitra, kemudian bersama-sama dengan mitra, membahas permasalahan tersebut sekaligus mencari solusi yang tepat Masyarakat: Dalam hal ini hanya pengurus koperasi saja yang terlibat untuk membuat pelaporan Mitra Perusahaan: menerima pelaporan dari pengurus koperasi Perusahaan: menerima pelaporan dari mitra perusahaan sebagai pertimbangan untuk langkah selanjutnya Pemerintah Desa/Kecamatan: tidak dilibatkan sama sekali dalam tahap pelaporan
71
Tabel diatas menjelaskan sejauhmana keterlibatan/partisipasi stakeholderstakeholder pada setiap tahap penyelenggaraan program. Dalam hal ini, dapat dianalisis bahwa tidak semua stakeholder berpartisipasi pada setiap tahapan penyelenggaraan program. Menurut Sukada (2007), Pelibatan pemangku kepentingan ditentukan berdasarkan derajat relevansinya dengan keberadaan serta program yang akan diselenggarakan. Sukada (2007) menambahkan bahwa semakin relevan pemangku kepentingan dengan kegiatan maupun aktivitas pengembangan masyarakat perusahaan, maka pelibatannya menjadi keharusan. Hal tersebut menjadi salah satu faktor penentu sukses atau tidaknya penyelenggaraan program LKMS Kartini. Spektrum keterlibatan pemangku kepentingan didasari tidak hanya oleh faktor kepentingan, melainkan faktor kemampuan dan juga sikap mental berpengaruh di dalamnya. Masing-masing stakeholder memiliki kecenderungan keterlibatannya sesuai dengan kepentingan mereka. Derajat keterlibatan dapat dinilai dari beberapa aspek, yakni intensitas partisipasi stakeholder pada setiap tahapan penyelenggaraan, pengaruh peran dan fungsi stakeholder, serta kemampuan dan akses dalam pengambilan keputusan. Perusahaan Geothermal dan Mitra Perusahaan (PNM), kedua stakeholder tersebut terlibat pada setiap tahapan penyelenggaraan program. Dalam hal ini, perusahaan geothermal adalah pihak yang pertama kali memfasilitasi ide dari masyarakat yang saat ini menjadi pengurus koperasi untuk membentuk sebuah lembaga keuangan mikro sebagai pendukung dari keberadaan usaha-usaha kecil menengah di tingkat masyarakat lokal, sedangkan mitra perusahaan dalam hal ini berpartisipasi sebagai fasilitator yang mendampingi koperasi pada setiap tahapan penyelenggaraan program. Bentuk partisipasi kedua pihak tersebut memang cenderung berbeda, perusahaan geothermal lebih berperan dalam bidang manajerial program, sedangkan mitra perusahaan lebih ke hal-hal teknis pada seluruh tahapan penyelenggaraan. Tipe kemitraan dalam tingkatan partisipasi kedua pemangku kepentingan tersebut menggambarkan bagaimana tingkatan kekuasaan yang mereka miliki. Kedua belah pihak stakeholder memiliki kerjasama yang saling menguntungkan satu sama lain, tapi keduanya memiliki kontrol melalui keterlibatannya tersebut. Masyarakat dalam hal ini yang berposisi sebagai pengurus koperasi juga memiliki tipe partisipasi kemitraan. Ide pendirian
72
koperasi ini berasal dari kategori masyarakat tersebut, namun dalam perencanaan program, para pengurus koperasi ini tidak dilibatkan dalam perancangan program. Para pengurus tersebut, mengikuti tahapan yang telah dipersiapkan oleh para konseptor, baik dari Perusahaan Geothermal maupun mitra perusahaan. Jadi secara umum, ketiga stakeholder tersebut berpartisipasi pada keseluruhan tahapan penyelenggaraan sesuai dengan konsep partisipasi menurut Uphoff (1979), meskipun dengan jenis keterlibatan yang berbeda-beda. Pengurus Koperasi cenderung berpartisipasi penuh pada tahapan pelaksanaan hingga pelaporan, sedangkan pada tahap perencanaan tidak memegang kendali untuk merancang perihal teknis dan non-teknis program, sedangkan untuk Perusahaan Geothermal dan mitra terlibat dalam setiap tahapan. Anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini dan Dinas Koperasi merupakan dua pihak stakeholder yang memiliki tipe partisipasi dalam hubungan kekuasaan yang bersifat tokenism. Tipe partisipasi stakeholder-stakeholder tersebut berada pada tingkatan pemberitahuan, konsultasi, hingga penentraman, dimana seluruh stakeholder terkait diberikan pendampingan dan konsultasi oleh semua pihak (pemerintah dan perusahaan) sehingga pandangan-pandangan diperhitungkan dan tetap dilibatkan dalam menentukan keputusan. Dinas Koperasi dalam hal ini memiliki wewenang untuk melakukan audit pada kelayakan LKMS Kartini untuk selanjutnya diberi izin pendirian koperasi sehingga harus mengimplementasikan kaidah-kaidah pada Badan Hukum Koperasi. Oleh karena itu, jika dikaitkan dengan konsep partisipasi menurut Uphoff (1979), Dinas Koperasi hanya terlibat pada tingkat perencanaan saja. Masyarakat yang tergolong sebagai anggota koperasi maupun anggota kelompok cenderung hanya terlibat pada tahapan pelaksanaan. Sebagian besar masyarakat memiliki intensitas keterlibatan yang tinggi, khususnya pada pertemuan/kumpulan mingguan kelompok. Beberapa anggota kelompok simpan pinjam memiliki kemampuan dalam menyampaikan pendapat dan mengambil keputusan, namun yang menjadi masalah adalah akses mereka cenderung terbatas. Anggota kelompok berposisi lebih kepada penerima program yang selanjutnya diarahkan untuk bisa mengembangkan usaha pribadi secara mandiri, bukan ditekankan pada partisipasi dalam penyelenggaraan LKMS.
73
Stakeholder yang terakhir adalah pemerintah Desa Cihamerang dan pemerintah Kecamatan Kabandungan. Pemerintah lokal dalam hal ini hanya terlibat pada evaluasi, itu pun dengan derajat keterlibatan yang sangat rendah. Kedua stakeholder tersebut memiliki posisi dan derajat keterlibatan yang sama dengan tipe partisipasi terapi, dimana pada tingkatan tersebut stakeholder tidak terlibat secara langsung dalam program ini. Dapat dilihat dari tabel di atas, pihak pemerintah desa dan kecamatan hanya berposisi sebagai pemberi izin bagi penyelenggaraan program ini karena dalam pelaksanaannya staff LKMS Kartini harus secara intensif terjun langsung ke lapangan, sehingga memerlukan dukungan dari pihak aparat desa maupun kecamatan dalam hal pendekatan kepada masyarakat calon anggota kelompok simpan pinjam. Selebihnya, aparat desa dan kecamatan hanya dilibatkan ketika ada event-event
tertentu sebagai tamu
undangan, serta memberikan saran dari perkembangan LKMS Kartini, namun dalam hal ini mereka tidak terlibat dalam penyelenggaraan baik pada tahapan perencanaan, pelaksanaan, bahkan pelaporan.
5.3. Dampak Ekonomi Penyelenggaraan Program Perubahan yang dirasakan dan diperoleh oleh anggota kelompok simpan pinjam setelah terlibat dalam implementasi program CSR dengan mengacu pada variabel-variabel kemiskinan menurut BPS (2005) dalam Rahman (2009) dan indikator BPS dalam SUSENAS (2003).
Adapun variabel-variabel yang
digunakan untuk mengukur dampak ekonomi yang digunakan, diantaranya adalah variabel tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, tingkat tabungan, dan tingkat taraf hidup yang mencakup jenis lantai bangunan terluas tempat tinggal, jenis dinding rumah terluas, fasilitas tempat buang air besar/wc, sumber penerangan, sumber air minum, bahan bakar untuk memasak, dan alat transportasi yang dimiliki. Data mengenai dampak ekonomi penyelenggaraan program diperoleh dengan mencari selisih atau delta dari pendapatan anggota kelompok simpan pinjam dan non-anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini pada setiap kategori sosial. Variabel pertama yang dilihat untuk mengukur dampak ekonomi adalah taraf hidup rumah tangga anggota kelompok simpan pinjam. Berikut adalah tabel yang menunjukkan bagaimana dampak penyelenggaraan program
74
pemberdayaan ekonomi lokal terhadap taraf hidup rumah tangga anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini:
Tabel 14. Skor Rata-rata Taraf Hidup Menurut Kategori Sosial
No
Kategori Sosial
1 2 3 4
Farm/Pengusaha Non-Farm/Pengusaha Farm/Buruh Non-Farm/Buruh
Skor Rata-rata Taraf Hidup Menurut Kategori Sosial Anggota Non-Anggota Kelompok Kelompok Simpan Simpan Pinjam Pinjam (A) (B) 21 22 20.2 18 15 16.4 20.9 18
A-B
-1 2.2 -1,4 2.9
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, dapat diketahui bahwa tidak semua kategori sosial dari sejumlah 30 orang responden penelitian memperoleh dampak taraf hidup positif. Kategori sosial non-farm/pengusaha dan non-farm/buruh memiliki dampak positif dalam taraf hidup, sedangkan dampak taraf hidup negatif dapat dilihat pada kategori sosial farm/pengusaha dan farm/buruh. Itu artinya, penyelenggaraan kegiatan pemberdayaan ekonomi melalui pembiayaan kelompok simpan pinjam belum tentu mementukan peningkatan taraf hidup anggota kelompok simpan pinjam.Untuk variabel tingkat pendapatan anggota kelompok simpan pinjam dapat dilihat melalui tabel berikut:
Tabel 15. Skor Rata-rata Pendapatan (Rp/Bulan) Menurut Kategori Sosial
No
Kategori Sosial
1 2 3 4
Farm/Pengusaha Non-Farm/Pengusaha Farm/Buruh Non-Farm/Buruh
Skor Rata-rata Pendapatan (Rp/Bulan) Menurut Kategori Sosial Anggota Non-Anggota Kelompok Kelompok Simpan Simpan Pinjam Pinjam (A) (B) 2170000 5108300 2990000 3450000 793300 420000 1594000 1181700
A-B
-2938300 -460000 373300 412300
75
Sejalan dengan data mengenai dampak ekonomi pada taraf hidup anggota kelompok simpan pinjam, Tabel 14 menunjukkan bahwasanya tidak semua kategori sosial dari 30 orang responden memperoleh dampak positif dalam tingkat pendapatan terhadap penyelenggaraan LKMS Kartini, dapat dilihat bahwa keterlibatan dalam program ini tidak memberikan dampak bagi pendapatan anggota kelompok dari kategori sosial farm/pengusaha dan non-farm/pengusaha, sedangkan anggota kelompok dari kategori sosial farm/buruh dan non-farm/buruh memperoleh dampak bagi pendapatannya. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai delta yang positif pada pendapatan. Itu artinya keterlibatannya dalam penyelenggaraan program ini dimungkinkan membawa dampak bagi perolehan pendapatan rumah tangga per bulan. Melihat aspek dampak pada tingkat pendapatan, perlu disesuaikan juga dengan bagaimana tingkat pengeluaran rumah tangga anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini. Berikut adalah tabel yang menggambarkan bagaimana dampak terhadap tingkat pengeluaran rumah tangga anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini:
Tabel 16. Skor Rata-rata Tingkat Pengeluaran Menurut Kategori Sosial
No
1 2 3 4
Kategori Sosial
Farm/Pengusaha Non-Farm/Pengusaha Farm/Buruh Non-Farm/Buruh
Skor Rata-rata Pengeluaran (Rp/Bulan) Menurut Kategori Sosial Anggota Non-Anggota Kelompok Kelompok Simpan Simpan Pinjam Pinjam (A) (B) 844000 416700 1220000 450000 641700 410000 975000 633300
A-B
427300 770000 231700 341700
Data pada tabel menunjukkan bahwa semua kategori sosial dari 30 responden yang merupakan anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartimi memiliki delta yang positif. Aspek tingkat pendapatan memiliki keterkaitan yang erat dengan aspek tingkat pengeluaran. Sebuah rumah tangga dengan tingkat pendapatan yang tinggi namun pengeluaran juga tinggi, bahkan defisit, tidak lebih baik dibandingan
76
rumah tangga dengan tingkat pendapatan yang rendah namun pengeluaran juga rendah. Dalam hal ini dapat diamati bahwasanya kategori anggota kelompok simpan pinjam yang berlatarbelakang pengusaha baik dari sektor farm maupun non-farm memiliki kecenderungan sama-sama tidak memperoleh dampak positif dalam hal tingkat pendapatan oleh penyelenggaraan program ini. Sejalan dengan data tersebut, pada kenyataannya penyelenggaraan program ini menunjukkan delta yang positif dalam aspek tingkat pengeluaran pada kedua kategori sosial tersebut. Berbeda halnya dengan kategori sosial farm/buruh dan non-farm/buruh, dimana kedua kategori sosial tersebut sama-sama memperoleh dampak peningkatan pendapatan oleh penyelenggaraan program tersebut. Meskipun demikian, peningkatan pendapatan oleh kategori sosial ini, memiliki kecenderungan diiringi pula oleh peningkatan pengeluaran. Peningkatan pengeluaran dimungkinkan terjadi karena beberapa hal, yakni faktor internal seperti pengeluaran pribadi dalam rumah tangga yang meningkat, pengeluaran untuk usaha baru atau juga pengembangan usaha yang lama, dan juga faktor eksternal seperti kebutuhan dari luar yang mendadak. Aspek tingkat pendapatan dan tingkat pengeluaran, memiliki keterkaitan dengan aspek tabungan/saving. Sejauhmana anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini dapat mengatur keuangan rumah tangga mereka, dan berpikir progressive dengan menyisakan sebagian pendapatan untuk tujuan masa depan. Sebuah rumah tangga, meskipun memiliki tingkat pengeluaran yang besar namun diimbangi tabungan yang juga besar,akan memiliki prospek yang lebih baik dibandingkan dengan yang berpengeluaran sedikit namun tidak menabung. Begitu pun juga dengan rumah tangga yang memiliki pendapatan yang kecil namun secara rutin menabung, akan memiliki perencanaan keuangan untuk masa depan yang lebih baik dibandingkan dengan sebuah rumah tangga yang memiliki pendapatan besar namun tidak mengalokasikan sebagian pendapatannya secara rutin untuk ditabung. Berikut adalah tabel yang menunjukkan bagaimana dampak penyelenggaraan program terhadap tingkat tabungan rumah tangga anggota kelompok simpan pinjam menurut kategori sosial:
77
Tabel 17. Skor Rata-rata Tingkat Tabungan Menurut Kategori Sosial
No
Kategori Sosial
1 2 3 4
Farm/Pengusaha Non-Farm/Pengusaha Farm/Buruh Non-Farm/Buruh
Skor Rata-rata Tabungan (Rp/Bulan) Menurut Kategori Sosial Anggota Non-Anggota Kelompok Kelompok Simpan Pinjam Simpan Pinjam (A) (B) 606700 10000 146000 0 6700 5000 46500 73300
Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa
A-B
596700 146000 1700 -26800
dari 30 orang responden yang
merupakan anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini dengan kategori sosial Farm/Pengusaha, Non-Farm/Pengusaha, Farm/Buruh memiliki nilai delta yang positif pada variabel tingkat tabungan. Itu artinya anggota kelompok pada ketiga kategori sosial tersebut memiliki kemampuan untuk menyisihkan sebagian uangnya dengan cara ditabung dibandingkan non-anggota kelompok pada kategori sosial tersebut. Sedangkan untuk data kategori sosial Non-Farm/Buruh menunjukkan nilai delta yang negatif, dimana itu artinya anggota kelompok kategori tersebut memiliki rata-rata tingkat tabungan yang lebih rendah dibanding non-anggota kelompok pada kategori tersebut. Jika dikaitkan dengan penjelasan aspek dampak ekonomi pada tingkat pendapatan dan juga tingkat pengeluaran di atas, dapat dilihat bahwasanya kategori sosial non-farm/pengusaha dan farm/pengusaha, meskipun keduanya memiliki nilai delta negatif pada peningkatan pendapatan, namun dalam dilihat dari data pada tingkat tabungan, kedua kategori sosial tersebut sama-sama memiliki nilai delta positif. Itu artinya, meskipun tidak terjadi peningkatan pendapatan oleh penyelenggaraan program ini, dari aspek tabungan kategori sosial tersebut mengalami peningkatan. Secara umum, keterlibatan anggota kelompok simpan pinjam pada penyelenggaraan program pemberdayaan ekonomi lokal melalui kegiatan simpan pinjam LKMS Kartini memberi dampak pada tingkat ekonomi anggotanya tapi tidak pada seluruh aspek dan tidak pada seluruh kategori sosial.
78
Gambar 9. Rumah sederhana milik salah seorang anggota kelompok simpan pinjam yang mendayagunakan modal pinjaman untuk membuka warung Tidak seluruh anggota kelompok simpan pinjam merupakan rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan rendah karena pada kenyataannya terdapat beberapa masyarakat pemanfaat program yang pada dasarnya tergolong mampu namun sengaja mengikuti program karena alasan tertentu. Hal tersebut dapat dibuktikan salah satunya dengan gambar di bawah ini:
Gambar 10. Rumah salah seorang anggota kelompok simpan pinjam yang pada dasarnya tergolong sebagai masyarakat dengan tingkat kesejahteraan yang cukup baik Sejauh ini, orientasi pemberian pinjaman oleh LKMS Kartini kepada anggota kelompok simpan pinjam masih terbatas pada tingkat pengembalian anggota pada pembiayan yang dilakukan, belum menyentuh level pemanfaatan modal sebagai
79
bentuk pengembangan usaha pada skala mikro. Aspek tersebut terkait dengan sejauhmana dampak, terutama dampak ekonomi, dari adanya penyelenggaraan program pemberdayaan ekonomi lokal melalui penyelenggaraan LKMS Kartini.
5.4. Dampak Sosial Penyelenggaraan Program Dampak sosial didefinisikan sebagai perubahan yang dirasakan oleh anggota kelompok simpan pinjam setelah terlibat dalam penyelenggaraan program pada variabel kepercayaan (trust), variabel kerjasama (cooperation), dan variabel jejaring (networking). Dampak sosial dalam hal ini dapat dilihat dengan menghitung senjang/delta dari skor total variabel-variabel dalam modal sosial. Tingkat kepercayaan didefinisikan sebagai perasaan tanpa saling curiga, cenderung saling ingin memajukan diantara anggota masyarakat. Pengukuran tingkat kepercayaan didasarkan pada kepercayaan antara masyarakat, baik anggota kelompok simpan pinjam maupun non-anggota kelompok simpan pinjam. Variabel kedua pada dampak pengukuran adalah kekuatan kerjasama yang didefinisikan sebagai sebuah kondisi dimana di dalam masyarakat terdapat normanorma untuk bekerjasama, bukan bekerja sendiri. Sikap-sikap kooperatif, keinginan untuk membaktikan diri, akomodatif, menerima tugas dan penugasan untuk kemaslahatan bersama, keyakinan bahwa kerjasama akan menguntungkan, yakni antar masyarakat baik anggota kelompok simpan pinjam maupun nonanggota kelompok simpan pinjam. Variabel ketiga adalah kekuatan jaringan yang didefinisikan sebagai interaksi dan relasi individu masyarakat dengan individu lain dalam masyarakat maupun pihak eksternal. Pengukurannya didasarkan pada kekuatan solidaritas dan kerjasama yang terbentuk sebagai hasil dari interaksi sosial tersebut. Berikut adalah tabel yang menggambarkan perbandingan variabel-variabel modal sosial antara anggota kelompok simpan pinjam dan non-anggota kelompok simpan pinjam menurut kategori sosial:
80
Tabel 18. Skor Rata-rata Kekuatan Modal Sosial Menurut Kategori Sosial
No
1 2 3 4
Kategori Sosial
Farm/Pengusaha Non-Farm/Pengusaha Farm/Buruh Non-Farm/Buruh
Skor Rata-rata Modal Sosial Menurut Kategori Sosial Anggota Non-Anggota Kelompok Kelompok Simpan Pinjam Simpan Pinjam (A) (B) 48.51 48.33 49.6 57 47.44 44.73 50.63 41.94
A-B
0.18 -6,4 2.71 8.69
Penyelenggaraan kegiatan kelompok simpan pinjam oleh LKMS Kartini memberi dampak pada modal sosial anggota kelompok simpan pinjam ketika selisih nilai antara anggota kelompok simpan pinjam dan non-anggota kelompok simpan pinjam bernilai positif. Namun pada kenyataannya tidak semua kategori sosial anggota kelompok memiliki nilai positif untuk selisih nilai modal sosial. Data pada tabel di atas menunjukkan bahwasanya dari 30 responden penelitian, anggota kelompok simpan pinjam kategori Non-Farm/Pengusaha memiliki nilai selisih negatif, dimana itu artinya penyelenggaraan program pemberdayaan ekonomi lokal melalui kelompok simpan pinjam tidak memberi dampak positif pada kekuatan modal sosial pada kategori sosial tersebut. Namun, untuk tiga kategori sosial lain, yakni Farm/Pengusaha, Farm/Buruh, Non-Farm/Buruh memiliki nilai selisih positif. Itu artinya dalam penyelenggaraan program dimungkinkan memberikan dampak positif pada kekuatan modal sosial anggota kelompok simpan pinjam.
5.5. Ikhtisar Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) Kartini merupakan LKM yang mendapatkan dari Perusahaan Geothermal untuk melakukan pengembangan ekonomi masyarakat di tingkat lokal, yakni melalui program Community Based Micro Finance (CBMF). Program pemberdayaan melalui pembentukan koperasi ini membangun akses masyarakat terhadap pinjaman modal untuk mendirikan usaha skala kecil maupun mengembangkan usaha yang sudah ada. Community Development (Pengembangan Masyarakat) sebagai salah satu dari tujuh isu CSR
81
merupakan sarana aktualisasi CSR yang paling baik jika dibandingkan dengan implementasi yang hanya berupa charity, philantrophy, atau dimensi-dimensi CSR yang lain, karena dalam pelaksanaan community development terdapat prinsip-prinsip kolaborasi kepentingan bersama antara perusahaan dengan komunitas, adanya partisipasi, produktivitas, keberlanjutan, dan mampu meningkatkan perasaan solidaritas. Keberhasilan suatu program pemberdayaan salah satunya ditentukan oleh sejauhmana stakeholder, yang dalam hal ini terdiri dari masyarakat (baik pengurus koperasi maupun anggota kelompok simpan pinjam), pemerintah (mencakup pemerintah desa, kecamatan, dan dinas koperasi), swasta (mencakup perusahaan geothermal dan mitra perusahaan) berpartisipasi dalam penyelenggaraan program. Tingkat Partisipasi anggota kelompok simpan pinjam bergradasi dari berbagai tingkatan. Dikaitkan dengan konsep partisipasi menurut Uphoff (1979), tingkat partisipasi 30 responden yang merupakan anggota kelompok simpan pinjam digolongkan menjadi tiga tingkatan yang mencakup tingkat partisipasi tinggi, sedang, dan rendah. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa sebagian besar anggota kelompok memiliki tingkat partisipasi pada level rendah dan sedang. Begitu pula ketika dibandingan dengan analisis menggunakan konsep Arnstein (1969), dimana hasil pengolahan data menunjukkan bahwa anggota kelompok simpan pinjam sebagian besar memiliki tipe partisipasi pemberitahuan dan konsultasi, yakni pada hubungan kekuasaan tokenism. Partisipasi stakeholder secara keseluruhan yang dalam hal ini mencakup masyarakat, pemerintah, dan swasta masih didominasi oleh pihak swasta. Berdasarkan hasil penelitian yang dianalisis menggunakan tingkatan partisipasi menurut Uphoff (1979) yang terdiri dari empat tahapan partisipasi tertinggi berada pada level swasta atau dalam hal ini Perusahaan Geothermal dan Mitranya, dimana kedua stakeholder tersebut terlibat pada setiap tahapan penyelenggaraan. Pihak pengurus LKMS Kartini juga tergolong memiliki tingkatan yang cukup tinggi, mengingat keterlibatan pihak tersebut secara penuh pada tahap pelaksanaan, evaluasi, dan pelaporan. Anggota kelompok, dalam hal ini hanya bersifat menerima program dan berpartisipasi pada tahap pelaksanaan, meskipun sebagian anggota kelompok mampu mencapai tahap evaluasi dengan derajat
82
keterlibatan yang masih tergolong rendah. Stakeholder yang terakhir merupakan pemangku kepentingan dari sisi pemerintah lokal, dimana pemerintah desa dan kecamatan dalam hal ini hanya berpartisipasi pada tahapan evaluasi dengan derajat keterlibatan yang sangat rendah, begitu pula dengan dinas koperasi yang terlibat hanya sebatas pada pemberian izin pembentukan koperasi di tahap perencanaan. Sebagai pembanding, dilakukan tingkatan partisipasi menurut Arnstein (1986) dalam Wicaksono (2010) atau ladder of citizen participation, dapat diketahui bahwasanya secara umum tingkat partisipasi anggota kelompok berada pada tingkat pemberitahuan (informing), tingkat konsultasi (consultation) hingga tahapan penentraman (placation), dimana dalam hal ini anggota kelompok simpan pinjam hanya diarahkan untuk menerima informasi melalui sosialisasi dan jikalau ada saran, masyarakat hanya sekedar didengar atau diterima, namun tidak untuk dilaksanakan. Perusahaan Geothermal beserta mitranya dan pengurus koperasi memiliki tipe partisipasi yang tergolong dalam tipe kemitraan dimana kedua belah pihak stakeholder memiliki kerjasama yang saling menguntungkan satu sama lain, tapi keduanya memiliki kontrol melalui keterlibatannya tersebut. Dinas Koperasi dalam hal ini memiliki wewenang untuk melakukan audit kelayakan pada LKMS Kartini untuk selanjutnya diberi izin pendirian koperasi sehingga harus mengimplementasikan kaidah-kaidah pada Badan Hukum Koperasi. Tingkatan partisipasi Dinas Koperasi ini tergolong dalam tipe pemberitahuan (informing). Stakeholder yang terakhir adalah pemerintah Desa Cihamerang dan pemerintah Kecamatan. Kedua stakeholder tersebut memiliki posisi dan derajat keterlibatan yang sama dengan tipe partisipasi terapi, dimana pada tingkatan tersebut stakeholder tidak terlibat secara langsung dalam program ini. Perubahan yang dirasakan dan diperoleh oleh anggota kelompok simpan pinjam setelah terlibat dalam implementasi program CSR dengan mengacu pada variabel-variabel kemiskinan menurut BPS (2005) dalam Rahman (2009) dan indikator BPS dalam SUSENAS (2003).
Adapun variabel-variabel yang
digunakan untuk mengukur dampak ekonomi yang digunakan diantaranya variabel tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, tingkat tabungan, dan tingkat taraf hidup yang mencakup jenis lantai bangunan terluas tempat tinggal, jenis
83
dinding rumah terluas, fasilitas tempat buang air besar/wc, sumber penerangan, sumber air minum, bahan bakar untuk memasak, dan alat transportasi yang dimiliki. Data mengenai dampak ekonomi penyelenggaraan program diperoleh dengan mencari selisih atau delta dari pendapatan rumah tangga antara anggota kelompok simpan pinjam dan non-anggota kelompok simpan pinjam pada setiap kategori sosial. Dampak sosial didefinisikan sebagai perubahan yang dirasakan oleh anggota kelompok setelah terlibat dalam penyelenggaraan program pada variabel kepercayaan (trust), variabel kerjasama (cooperation), dan variabel jejaring (networking). Dampak sosial, dalam hal ini dapat dilihat dengan menghitung senjang/delta dari skor total variabel-variabel dalam modal sosial. Tingkat kepercayaan didefinisikan sebagai perasaan tanpa saling curiga, cenderung saling ingin memajukan diantara anggota masyarakat.Secara umum, keterlibatan masyarakat pada penyelenggaraan program pemberdayaan ekonomi lokal melalui kegiatan simpan pinjam LKMS Kartini memberi dampak pada tingkat ekonomi anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini.
84
BAB VI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PARTISIPASI DENGAN DAMPAK SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PERDESAAN
6.1. Hubungan Antara Tingkat Partisipasi dengan Dampak Sosial 6.1.1. Analisis Uji Hipotesis Penelitian Hipotesis pertama dalam penelitian ini adalah semakin tinggi partisipasi anggota kelompok simpan pinjam dalam penyelenggaraan program CSR maka semakin kuat modal sosial komunitas perdesaan. Berdasarkan hipotesis tersebut, terdapat dua variabel yang akan diukur, yakni variabel tingkat partisipasi, yang dalam hal ini terbagi dalam tingkat partisipasi anggota kelompok simpan pinjam pada tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, maupun pelaporan, dan variabel kekuatan modal sosial, mencakup tingkat kepercayaan, kekuatan kerjasama, serta kekuatan jaringan. Melalui perhitungan statistika dengan uji korelasi rank spearman dan menggunakan alat bantu SPSS v .15.0, didapatkan angka korelasi antara variabel tingkat partisipasi (tahap perencanaan) dan variabel kekuatan modal sosial adalah sebesar 0.849. Karena
p-value (Sig.(2-tailed)) > alpha
(0.1=10 persen) maka terima Ho, artinya tidak ada korelasi antara variabel tingkat partisipasi (tahap perencanaan) dan variabel kekuatan modal sosial. Hubungan antara kedua variabel tersebut tidak berhubungan secara signifikan sehingga semakin tinggi tingkat partisipasi anggota kelompok simpan pinjam pada tahap perencanaan tidak berhubungan pada peningkatan kekuatan modal sosial kelompok simpan pinjam. Uji kedua dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel tingkat partisipasi (tahap pelaksanaan) dan variabel kekuatan modal sosial. Berdasarkan hasil perhitungan dan pengujian, didapatkan angka korelasi antara variabel tingkat partisipasi (tahap pelaksanaan) dan variabel kekuatan modal sosial adalah sebesar 0.017. Karena p-value (Sig.(2-tailed)) < alpha (0.1=10 persen) maka tolak Ho, artinya ada korelasi antara variable tingkat partisipasi (tahap pelaksanaan) dan variabel kekuatan modal sosial. Terdapat hubungan antara kedua variabel tersebut, sehingga semakin tingggi tingkat partisipasi anggota kelompok simpan pinjam maka semakin tinggi kekuatan modal sosial anggota kelompok simpan pinjam.
85
Uji ketiga dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel tingkat partisipasi (tahap evaluasi) dan variabel kekuatan modal sosial. Berdasarkan hasil perhitungan dan pengujian, didapatkan angka korelasi antara variabel tingkat partisipasi (tahap evaluasi) dan variabel kekuatan modal sosial adalah sebesar 0.088. Karena p-value (Sig.(2-tailed)) > alpha (0.1=10 persen) maka tolak Ho, artinya ada korelasi antara variabel tingkat partisipasi (tahap evaluasi) dan variabel kekuatan modal sosial. Hubungan antara kedua variabel tersebut bernilai signifikan sehingga semakin tinggi tingkat partisipasi anggota kelompok simpan pinjam pada tahap perencanaan berpengaruh pada peningkatan kekuatan modal sosial anggota kelompok simpan pinjam, begitu pun sebaliknya. Sedangkan untuk penghitungan variabel tingkat partisipasi pada tahap pelaporan dan kekuatan modal sosial, nilai korelasi tidak keluar karena pada tahap pelaporan nilainya sama (1), jadi walaupun kekuatan modal sosial naik turun, dapat diperkiraan tidak ada hubungannya dengan tahap pelaporan. Selanjutnya adalah uji untuk mengukur hubungan antara tingkat partisipasi pada keseluruhan tahapan penyelenggaraan program dan kekuatan modal sosial. Berdasarkan hasil perhitungan dan pengujian hipotesis di atas, didapatkan angka korelasi antara variabel tingkat partisipasi (tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap evaluasi, dan tahap pelaporan) dan variabel kekuatan modal sosial adalah sebesar 0.079. Karena p-value (Sig.(2-tailed)) > alpha (0.1=10 persen) maka tolak Ho, artinya ada korelasi antara variabel tingkat partisipasi pada seluruh tahapan dan variabel kekuatan modal sosial. Sebagai pembanding, dilakukan uji statistik terhadap variabel tingkat partisipasi menggunakan kerangka konsep Arnstein (1969) terhadap kekuatan modal sosial anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini untuk melihat korelasi diantara kedua variabel tersebut. Hasil uji statistik menunjukkan angka korelasi sebesar 0.031. Karena p-value (Sig.(2tailed)) > alpha (0.1=10 persen) maka tolak Ho, artinya ada korelasi antara variabel tingkat partisipasi pada seluruh tahapan dan variabel kekuatan modal sosial. Kedua uji statistik dengan dua kerangka konsep yang berbeda menunjukkan hasil yang sama, dimana semakin tinggi partisipasi anggota kelompok simpan pinjam dalam penyelenggaraan program CSR maka semakin kuat modal sosial yang terbentuk.
86
6.1.2. Analisis Hubungan antara Tingkat Partisipasi Masyarakat dan Dampak Sosial Modal sosial dipahami sebagai perekat internal yang membuat aktivitas di dalam suatu komunitas tetap berlangsung secara fungsional. Modal sosial berada dalam struktur hubungan antar pihak yang berinteraksi walaupun dapat diteliti pada individu maupun kolektif (Serageldin, 2000). Dalam hal ini, diduga keterlibatan anggota kelompok simpan pinjam dalam penyelenggaraan LKMS Kartini berhubungan dengan sejauhmana anggota kelompok simpan pinjam berinteraksi satu sama lain dengan nilai-nilai yang mendasarinya, yakni kebajikan bersama (social virtue), simpati dan empati (altruism), serta kerekatan hubungan antar-individu dalam suatu kelompok (social cohesivity). Jika dikaitkan dengan data mengenai tingkat partisipasi anggota kelompok simpan pinjam pada sub-bab sebelumnya, dapat dianalisis bahwasanya dari 30 orang responden yang merupakan anggotan kelompok simpan pinjam LKMS kurang atau bahkan tidak terlibat pada tahapan perencanaan dan evaluasi penyelenggaraan program. Dugaan tersebut diperkuat dengan apa yang dipaparkan oleh Staff PGPA, Bapak Dali Sadli, sebagai perwakilan dari Perusahaan Geothermal, yakni:
“Perusahaan Geothermal memiliki keterlibatan mempersiapkan pembentukan koperasi tersebut, baik bersifat dukungan langsung berupa dana untuk pembangunan fisik maupun dana untuk penyelenggaraan pelatihan, sedangkan perencanaan teknis dilakukan secara keseluruhan oleh mitra perusahaan, yaitu PNM. Permodalan Nasional Madani(PNM) merupakan mitra Perusahaan Geothermal dalam penyelenggaraaan koperasi ini, dimana PNM melakukan pendampingan terhadap koperasi hingga awal pendirian hingga akan berakhir akhir tahun 2010 ini.”(Bapak Dali Sadli). Apa yang disampaikan oleh Bapak Dali Sadli, diperkuat oleh penjelasan yang disampaikan Ibu Lili Suciati, Manajer LKMS Kartini:
“Evaluasi program, dilakukan setiap bulan karena dalam perjalannya koperasi selalu dikontrol oleh mitra perusahaan. Sejauh pembiayaan kelompok dinilai sangat lancar, meskipun evaluasi kegiatan hanya dilakukan oleh pengurus dan evaluasi keseluruhan pada Rapat Akhir Tahun baru akan direncanakan untuk diselenggarakan, jadi sejauh ini memang masyarakat anggota
87
koperasi belum dilibatkan dalam mengevaluasi secara langsung, melainkan saran dan pandangan masyarakat ditampung melalui outreach staff yang terjun ke lapangan.”(Ibu Lili Suciati) Oleh karena itu, tingkat keterlibatannya dinilai rendah dan tidak berkorelasi, sehingga kurang dapat memunculkan aspek-aspek yang dapat memperkuat modal sosial masyarakat. Itu artinya, belum tentu dengan keterlibatan mereka dalam program pemberdayaan ekonomi lokal tersebut mempengaruhi sejauhmana tingkat kepercayaan, kekuatan kerjasama, dan kekuatan jejaring dalam sistem sosial masyarakat. Untuk tahapan pelaporan, nilai korelasi tidak keluar karena pada tahap pelaporan nilainya sama. Hal tersebut sejalan dengan data yang dipaparkan pada seluruh responden tidak berpartisipasi sama sekali pada tahapan ini. Hal tersebut diperkuat dengan apa yang disampaikan oleh Ibu Lili Suciati, Manajer LKMS Kartini, yang menyampaikan pandangannya terkait keterlibatan anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini:
“Pelaporan dalam hal ini dilakukan oleh pihak koperasi yang kemudian disampaikan ke mitra perusahaan, dan dari mitra perusahaan disampaikan kepada perusahaan. Sejauh ini masyarakat peserta kelompok simpan pinjam memang belum dilibatkan pada tahapan pelaporan.” (Ibu Lili Suciati) Sejauh ini, kapasitas anggota koperasi belum mampu untuk terlibat dalam pembuatan pelaporan secara sistematis, apalagi sebagian besar anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini merupakan ibu-ibu yang berangkat dari latar belakang pendidikan yang cenderung rendah. Tapi, untuk keberlanjutannya masyarakat anggota kelompok simpan pinjam akan dipersiapkan untuk dapat mengevaluasi kegiatan simpan pinjam secara mandiri, sekaligus dapat menyusun pelaporan pembiayaan tingkat kelompok secara terpadu. Berdasarkan uji korelasi antara variabel tingkat partisipasi pada setiap tahapan
penyelenggaraan
program
dengan
dampak
sosial
menunjukkan
bahwasanya hanya tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan dan evaluasi saja yang menunjukkan hubungan signifikan sehingga dalam hal ini keterlibatan anggota kelompok simpan pinjam pada pelaksanaan program mempengaruhi
88
kekuatan modal sosial mereka. Sedangkan pada tahap perencanaan dan pelaporan, kedua variabel tersebut tidak berkorelasi, sehingga itu artinya, partisipasi anggota kelompok pada tahapan tersebut tidak berpengaruh pada kekuatan modal sosial. Ketika variabel tingkat partisipasi secara keseluruhan diuji hubungannya terhadap dampak sosial, baik dengan kerangka Uphoff maupun dengan kerangka Arnstein, diperoleh angka hubungan yang signifikan, itu artinya partisipasi anggota kelompok dalam penyelenggaraan program, baik pada tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap evaluasi, dan tahap pelaporan, berhubungan dengan kekuatan modal sosial anggota kelompok simpan pinjam. Bagaimana tingkat kepercayaan, kekuatan jejaring, serta kekuatan kerjasama antara masyarakat dengan masyarakat lain, maupun masyarakat terhadap pemerintah desa, dan masyarakat terhadap perusahaan geothermal sudah terbentuk sebelum program pemberdayaan ekonomi lokal ini diselenggarakan. Seiring dengan berjalannya waktu, hingga terbentuknya LKMS Kartini yang memfasilitasi
terbentuknya
kelompok-kelompk
simpan
pinjam
dengan
mengutamakan kebersamaan kelompok, dapat meningkatkan kepercayaan diantara masyarakat terhadap para stakeholder. Adanya kumpulan mingguan dan sistem tanggung renteng yang berlaku dalam kelompok memberi peluang bagi mereka untuk lebih merekatkan satu dengan lainnya. Meskipun demikian, sejauhmana keterlibatan masyarakat dapat membawa dampak bagi kekuatan modal sosial mereka, juga ditentukan oleh individu masing-masing. Hal tersebut diperkuat dengan apa yang disampaikan oleh staff lapangan dari LKMS Kartini yang bertanggung jawab untuk mengkoordinir kelompok ibu-ibu di Desa Cihamerang, Teh Echa:
“Pada kenyataannya tidak semua anggota kelompok mau berkumpul setiap minggunya untuk sekedar bertemu dan beramah taman sekaligus membayar cicilan Bahkan beberapa anggota tidak pernah mengikuti kumpulan mingguan dan selalu menitipkan cicilan pinjaman dengan teman-temannya. Selain itu, terkadang kebiasaan buruk salah satu anggota justru merenggangkan hubungan antar anggota, karena meskipun berlaku sistem tanggung renteng, kebiasaan terlambat membayar cicilan atau bahkan tidak membayar sama sekali menimbulkan pertentangan-pertentangan batin diantara anggota kelompok terkait”.(Teh Echa)
89
Fakta tersebut, menggambarkan bahwa perlu adanya penguatan modal sosial diantara anggota kelompok simpan pinjam agar senantiasa terbentuk hubungan yang harmonis diantara anggota. Paling tidak, dengan adanya pertemuan yang rutin memberikan dampak pada tingkat kepercayaan diantara anggota kelompok, melalui adanya sistem pembiayaan kelompok yang mengharuskan salah satu anggota menjadi ketua kelompok yang selanjutnya mengkoordinir teman-teman sekelompoknya. Selain itu, melalui kumpulan-kumpulan mingguan, jejaring diantara anggota dapat berkembang, bahkan untuk kegiatan-kegiatan anggota kelompok yang harus dilaksanakan secara kolektif, anggota dapat menguatkan modal kerjasama diantara mereka.
6.2. Hubungan Antara Tingkat Partisipasi dengan Dampak Ekonomi 6.2.1. Analisis Uji Hipotesis Penelitian Hipotesis kedua dalam penelitian ini adalah semakin tinggi partisipasi anggota kelompok simpan pinjam dalam penyelenggaraan program CSR, maka semakin kuat taraf hidup komunitas perdesaan. Berdasarkan hipotesis tersebut, terdapat dua variabel yang akan diukur, yakni variabel tingkat partisipasi, yang dalam hal ini tingkat partisipasi anggota kelompok simpan pinjam dan variabel taraf hidup, mencakup komposit, tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, dan tingkat tabungan. Melalui perhitungan statistika dengan uji korelasi rank spearman dan menggunakan alat bantu SPSS v .15.0, didapatkan angka korelasi antara variabel tingkat partisipasi (tahap perencanaan) dan variabel dampak ekonomi (mencakup tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, tingkat tabungan, dan taraf hidup) adalah sebesar 0.468. Karena p-value (Sig.(2-tailed)) > alpha (0.1=10 persen) maka terima Ho, artinya tidak ada korelasi antara variabel ingkat Partisipasi (Tahap Perencanaan) dan Dampak Ekonomi. Hubungan antara kedua variabel tersebut tidak signifikan sehingga itu artinya semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan tidak berhubungan pada peningkatan tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, tingkat tabungan serta taraf hidup anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini. Uji kedua dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan dan dampak ekonomi atau taraf hidup.
90
Berdasarkan hasil perhitungan dan pengujian hipotesis yang tertera pada tabel diatas, didapatkan angka korelasi antara variabel tingkat partisipasi (tahap pelaksanaan) dan variabel dampak ekonomi (mencakup tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, tingkat tabungan, dan taraf hidup) adalah sebesar 0.215. Karena p-value (Sig.(2-tailed)) > alpha (0.1=10 persen) maka terima Ho, artinya tidak ada korelasi antara variabel tingkat partisipasi (tahap perencanaan) dan dampak ekonomi. Hubungan antara kedua variabel tersebut bernilai negatif sehingga semakin tinggi tingkat partisipasi anggota kelompok simpan pinjam pada tahap pelaksanaan tidak berpengaruh pada peningkatan tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, tingkat tabungan serta taraf hidup anggota kelompok simpan pinjam. Uji ketiga dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel tingkat partisipasi pada tahap evaluasi dan dampak ekonomi atau taraf hidup. Berdasarkan hasil perhitungan dan pengujian, didapatkan angka korelasi antara variabel tingkat partisipasi (tahap evaluasi) dan variabel dampak ekonomi (mencakup tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, tingkat tabungan, dan taraf hidup) adalah sebesar 0.245. Karena p-value (Sig.(2-tailed)) > alpha (0.1=10 persen) maka terima
Ho, artinya tidak ada korelasi antara variabel tingkat
partisipasi (tahap evaluasi) dan dampak ekonomi. Hubungan antara kedua variabel tersebut tidak signifikan, sehingga semakin tinggi tingkat partisipasi anggota kelompok simpan pinjam pada tahap evaluasi, tidak behubungan dengan peningkatan tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, tingkat tabungan serta taraf hidup anggota kelompok simpan pinjam. Uji keempat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel tingkat partisipasi pada tahap pelaporan dan dampak ekonomi atau taraf hidup. Berdasarkan hasil perhitungan dan pengujian, nilai korelasi tidak keluar karena pada tahap pelaporan nilainya sama (1), jadi diperkirakan, keterlibatan anggota kelompok simpan pinjam dalam penyelenggaraan program pada tahap pelaporan tidak memiliki korelasi terhadap kondisi ekonomi anggota kelompok simpan pinjam, meliputi tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, tingkat tabungan, dan taraf hidup. Uji terakhir dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel tingkat partisipasi pada seluruh tahapan penyelenggaraan program dan dampak
91
ekonomi. Berdasarkan hasil perhitungan dan pengujian hipotesis yang tertera di atas, didapatkan angka korelasi antara variabel tingkat partisipasi (tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap evaluasi, dan tahap pelaporan) dan variabel dampak ekonomi adalah sebesar 0.058. Karena p-value (Sig.(2-tailed)) > alpha (0.1=10 persen) maka tolak
Ho, artinya ada korelasi antara variabel tingkat
partisipasi (tahap evaluasi) dan variabel dampak ekonomi. Sebagai pembanding, dilakukan uji statistik untuk melihat korelasi antara variabel tingkat partisipasi dengan kerangka konsep arnstein dan variabel taraf hidup. Berdasarkan hasil perhitungan dan pengujian hipotesis yang tertera di atas, didapatkan angka korelasi sebesar 0.006, yang mana berarti terdapat hubungan yang signifikan diantara dua variabel tersebut. Uji statistik yang dilakukan dengan kerangka konsep Uphoff maupun Arnstein menunjukkan bahwa kedua variabel berkorelasi dengan signifikan. Jadi semakin tinggi partisipasi anggota kelompok simpan pinjam dalam penyelenggaraan program CSR maka semakin kuat taraf hidup komunitas perdesaan.
6.2.2. Analisis Hubungan antara Tingkat Partisipasi dan Dampak Ekonomi Masyarakat Desa Cihamerang merupakan kategori masyarakat yang menjadikan sektor pertanian sebagai ujung tombak kehidupan. Kehidupan masyarakat pertanian identik dengan kemiskinan dan keterbelakangan. Hal tersebut diperkuat oleh informasi dari Bapak Ujur Juheri sebagai tokoh masyarakat:
“Kondisi ekonomi masyarakat wilayah Desa Cihamerang tergolong rendah atau dalam arti lain banyak masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar masyarakat bekerja di sektor pertanian, yang pada kenyataanya tingkat kepemilikan akan lahan cukup sedikit, bahkan faktor cuaca dan hama yang tidak menentu sering mengakibatkan gagal panen. Di samping itu, distribusi hasil pertanian yang bergantung pada keberadaan tengkulak membuat harga jual produk hasil pertanian menjadi relatif rendah, akibatnya pendapatan masyarakat pun menjadi tidak menentu.” (Bapak Ujur Juheri) Mengacu pada informasi di atas, dapat dilihat bahwasanya kehidupan masyarakat Cihamerang sebagian besar berada di bawah garis kemiskinan. Hal tersebut
92
diperkuat dengan informasi dari Kepala Desa Cihamerang, yakni Bapak Deden Sumitra bahwa dari keseluruhan jumlah penduduk yakni 6715 orang, jumlah keluarga miskin mencapai 924 kepala keluarga. Dengan keikutsertaan anggota kelompok simpan pinjam dalam penyelenggaraan LKMS Kartini, mereka berharap dapat memperoleh peningkatan pendapatan dan taraf hidup. Hal tersebut diperkuat oleh informasi dari Bapak Dudung Abdullah, Kasie PMD Kecamatan Kabandungan:
“Penyelenggaraan program pemberdayaan ekonomi lokal oleh Perusahaan Geothermal melalui pembentukkan LKMS Kartini telah berjalan kurang lebih satu setengah tahun, dimana dalam hal ini adanya lembaga keuangan dalam bentuk koperasi tersebut sedikit banyak telah menjawab kebutuhan masyarakat kecamatan kabandungan, khususnya masyarakat desa Cihamerang akan kebutuhan bantuan modal untuk pengembangan usaha di tingkat rumah tangga.”(Bapak Dudung Abdullah) Informasi di atas menggambarkan bahwa penyelenggaraan program pemberdayaan ekonomi lokal melalui kelompok simpan pinjam LKMS Kartini sesuai dengan kebutuhan masyarakat, khususnya anggota kelompok simpan pinjam. Namun dalam cakupan seperti apa kebutuhan masyarakat tersebut dapat dipenuhi melalui keikutsertaan anggota kelompok simpan pinjam dalam program ini, penting untuk melihat sejauhmana anggota kelompok simpan pinjam berpartisipasi pada setiap tahapan penyelenggaran program. Berdasarkan pembahasan pada beberapa sub-bab di atas, tingkat partisipasi anggota kelompok simpan pinjam di Desa Cihamerang tergolong masih cukup rendah, karena pada tahapan perencanaan dan pelaporan, anggota kelompok simpan pinjam sama sekali tidak terlibat. Untuk tahapan pelaporan, nilai korelasi tidak keluar karena pada tahap pelaporan nilainya sama. Diperkirakan seluruh responden tidak berpartisipasi sama sekali pada tahapan ini. Sedangkan untuk tahapan evaluasi, hanya sedikit dari masyarakat yang terlibat dalam proses melihat sejauhmana pencapaian kegiatan simpan pinjam dengan tujuan kegiatan. Pada tahap pelaksanaan hampir semua masyarakat terlibat aktif, baik melalui intensitas kehadiran dalam kumpulan mingguan, keikutsertaan sebagai ketua kelompok, maupun kehadiran dalam kegiatan-kegiatan pelatihan.
93
Hipotesis kedua dari penelitian ini menyebutkan bahwa semakin tinggi tingkat partisipasi anggota kelompok simpan pinjam, maka semakin tinggi dampak ekonomi yang diperoleh. Dampak ekonomi dipahami sebagai bentuk perubahan yang dirasakan dan diperoleh oleh anggota kelompok simpan pinjam setelah terlibat dalam implementasi program CSR. Perubahan tersebut dilihat dari beberapa aspek, yakni tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, tingkat tabungan, dan tingkat taraf hidup yang mencakup jenis lantai bangunan terluas tempat tinggal, jenis dinding rumah terluas, fasilitas tempat buang air besar/wc, sumber penerangan, sumber air minum, bahan bakar untuk memasak, dan alat transportasi yang dimiliki. Keseluruhan aspek tersebut dinilai cukup untuk menjelaskan sejauhmana taraf hidup kehidupan ekonomi anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini. Hasil pengolahan data mengenai hubungan antara tingkat partisipasi dengan dampak ekonomi, baik dengan kerangka konsep Uphoff (1979) maupun konsep Arnstein (1969) menunjukkan bahwasanya tingkat partisipasi anggota kelompok simpan pinjam memiliki hubungan korelasi yang signifikan terhadap dampak ekonomi. Itu artinya bahwa semakin tinggi tingkat partisipasi anggota kelompok simpan pinjam, maka semakin tinggi pula dampak ekonomi yang akan diperoleh oleh anggota kelompok simpan pinjam. Meskipun demikian, hasil pengolahan data juga menunjukkan bahwasanya hubungan antara tingkat partisipasi pada setiap tahapan, yakni tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pelaporan, masing-masing tidak memiliki korelasi positif dengan dampak ekonomi. Itu artinya, dalam melihat hubungan antara tingkat partisipasi dengan dampak ekonomi tidak dapat dipisahkan secara parsial tiap-tiap tahapan penyelenggaraan program. Suatu program akan memiliki dampak yang lebih nyata,
ketika
setiap
stakeholder
berpartisipasi
pada
setiap
tahapan
penyelenggaraan. Pinjaman modal yang diberikan oleh LKMS Kartini diarahkan untuk mendorong ibu-ibu membukan usaha baru maupun mengembangkan usaha yang sudah ada, meskipun pada kenyataannya, beberapa ibu anggota kelompok memanfaatkan uang tersebut untuk kebutuhan pribadi. Hak tersebut sesuai dengan informasi yang disampaikan oleh Ibu Lili Suciati, Manajer LKMS Kartini:
94
“Perkembangan kemajuan koperasi dinilai sangat pesat hingga menurut Ibu Suci adanya LKMS Kartini banyak muncul pengusaha-pengusaha kecil, misalnya saja bermuculan ibu-ibu yang berjualan. Meskipun demikian, banyak juga anggota kelompok simpan yang ternyata memanfaatkan modal pinjaman untuk penggunaan yang tidak produktif.”(Ibu Suci) Terkait dengan sejauhmana pinjaman modal memberi kontribusi terhadap kesejahteraan anggota kelompok simpan pinjam, jumlah pinjaman dari LKMS Kartini dinilai relatif kecil dan kurang berpengaruh pada kebutuhan modal, khususnya bagi anggota kelompok simpan pinjam yang memanfaatkan bantuan modal untuk usaha dalam bidang pertanian maupun peternakan. Hal tersebut sejalan dengan informasi yang disampaikan oleh Bapak Ujur Juheri, Tokoh Masyarakat setempat, yakni jumlah pinjaman yang relatif sedikit menurut Bapak Ujur membawa dampak pada tidak terlalu signifikannya pengaruh keberadaan pinjaman koperasi bagi masyarakat.
“Misalnya saja, bagi masyarakat yang bermatapencaharian sebagai petani, modal yang harus disediakan untuk sekali musim tanam, mencapai belasan juta, namun pinjaman koperasi hanya berjumlah 500 ribu. Bahkan celetuk Bapak Ujur, “Aduh neng, untuk beli pupuk aja tidak cukup, apalagi untuk memenuhi keseluruhannya”. (Bapak Ujur) Apa yang disampaikan oleh Bapak Ujur Juheri sejalan dengan informasi yang disampaikan oleh Bapak Deden Sumitra, Kepala Desa Cihamerang:
“Menurut Saya, sedikit banyak program ini dapat membantu kebutuhan masyarakat, meskipun belum sepenuhnya karena jumlah pinjaman yang dinilai sangat sedikit, sehingga belum dapat memenuhi seluruhnya kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini, Bapak Kepala Desa mengharapkan agar LKMS Kartini dapat menyentuh seluruh bagian dari masyarakat Desa Cihamerang, sehingga bergeraknya bank-bank keliling dapat dihentikan secara perlahan serta semua masyarkat dapat meningkatkan kondisi perekonomiannya secara bertahap.” (Bapak Deden Sumitra) Meskipun demikian, Bapak Ujur mengakui bahwa koperasi ini paling tidak sedikit membantu masyarakat, khususnya anggota kelompok simpan pinjam dalam hal
95
permodalan, sesuai dengan informasi yang disampaikan Bapak Dudung di atas. Terlebih Desa Cihamerang tergolong desa yang terletak di wilayah pedalaman, sehingga akses terhadap pinjaman modal pengembangan usaha ke luar cenderung sulit. Sejalan dengan hal tersebut, Ibu Lili Suciati menambahkan bahwa:
“Jika dilihat dari jumlah anggota simpan pinjam yang terus bertambah dari waktu ke waktu , LKMS Kartini sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat secara umum khususnya Desa Cihamerang.”(Ibu Lili Suciati) Keikutsertaan anggota kelompok secara aktif dalam kegiatan simpan pinjam dapat tergolong berdampak positif apabila pada praktik nyatanya, anggota kelompok simpan pinjam secara penuh memanfaatkan pinjaman modal untuk membuka usaha atau pengembangan usaha yang sudah ada sehingga hasil dari kegiatan produktifnya tersebut dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan aset usaha sembari membayar cicilan pinjaman kepada LKMS Kartini. Kehadiran anggota kelompok simpan pinjam dalam pertemuan mingguan dinilai sangat penting, karena hal tersebut mempengaruhi peningkatan pinjaman dari LKMS Kartini
untuk putaran selanjutnya, misalnya saja pada putaran
pertama, jumlah pinjaman sebanyak Rp 500.000,00. Karena pada setiap kumpulan mingguan ibu-ibu aktif hadir dan membayar cicilan dengan baik, maka untuk putara selanjutnya, pinjaman akan ditingkatkan menjadi Rp 1.000.000,00. Begitu pula dengan dengan putaran berikutnya, akan meningkat sejalan dengan partisipasi ibu-ibu kelompok dalam kegiatan tersebut. Partisipasi aktif tidak saja ditunjukkan pada pelaksanaan kegiatan, pada tahap perencanaan, evaluasi, dan pelaporan anggota kelompok simpan pinjam juga sudah seharusnya turut terlibat aktif, sehingga apa yang menjadi kelemahan dan kelebihan program dapat diidentifikasi secama mandiri oleh anggota kelompok simpan pinjam. Kelemahan program dapat diperbaiki agar program menjadi lebih baik, dan kelebihan program dapat selalu ditingkatkan untuk menjadi keunggulan. Jadi, partisipasi aktif anggota kelompok simpan pinjam dalam penyelenggaraan program sangat penting untuk keberhasilan program dan pencapaian masyarakat.
96
Gambar 11. Transaksi antara petugas outreach LKMS Kartini dan seorang ibu anggota LKMS Kartini 6.3. Ikhtisar Modal sosial dipahami sebagai perekat internal yang membuat aktivitas di dalam suatu komunitas tetap berlangsung secara fungsional. Modal sosial berada dalam struktur hubungan antar pihak yang berinteraksi walaupun dapat diteliti pada individu maupun kolektif (Serageldin, 2000). Dalam hal ini, diduga keterlibatan
anggota
kelompok
simpan
pinjam
LKMS
Kartini
dalam
penyelenggaraan LKMS Kartini berpengaruh pada sejauhmana anggota kelompok berinteraksi satu sama lain. Berdasarkan uji korelasi antara variabel tingkat partisipasi pada setiap tahapan dengan dampak sosial menunjukkan bahwasanya hanya tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan dan evaluasi saja yang menunjukkan hubungan positif sehingga dalam hal ini keterlibatan anggota kelompok simpan pinjam pada pelaksanaan program mempengaruhi kekuatan modal sosial mereka. Sedangkan pada tahap perencanaan, evaluasi, dan pelaporan, kedua variabel tersebut tidak berkorelasi, sehingga itu artinya partisipasi masyarakat pada tahapan tersebut tidak berhubungan dengan kekuatan modal sosial. Ketika variabel tingkat partisipasi , baik dengan kerangka konsep Uphoff (1979) maupun Arnstein (1969), secara keseluruhan diuji hubungannya terhadap dampak sosial, diperoleh angka hubungan positif, itu artinya, partisipasi anggota kelompok dalam penyelenggaraan program, baik pada tahap perencanaan, tahap
97
pelaksanaan, tahap evaluasi, dan tahap pelaporan, mempengaruhi kekuatan modal sosial dalam kategori anggota kelompok simpan pinjam tersebut. Hipotesis kedua dari penelitian ini menyebutkan bahwa semakin tinggi tingkat partisipasi anggota kelompok simpan pinjam, maka semakin tinggi dampak ekonomi yang diperoleh oleh masyarakat. Dampak ekonomi dipahami sebagai bentuk perubahan yang dirasakan dan diperoleh oleh anggota kelompok simpan pinjam setelah terlibat dalam implementasi program CSR dimana perubahan tersebut dilihat dari beberapa aspek, yakni tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, tingkat tabungan, dan tingkat taraf hidup yang mencakup jenis lantai bangunan terluas tempat tinggal, jenis dinding rumah terluas, fasilitas tempat buang air besar/wc, sumber penerangan, sumber air minum, bahan bakar untuk memasak, dan alat transportasi yang dimiliki. Hasil pengolahan data mengenai hubungan antara tingkat partisipasi dengan dampak ekonomi menunjukkan bahwasanya tingkat partisipasi anggota kelompok simpan pinjam memiliki hubungan korelasi yang signifikan terhadap dampak ekonomi. Itu artinya, bahwa semakin tinggi tingkat partisipasi anggota kelompok simpan pinjam, maka semakin tinggi pula dampak ekonomi yang akan diperoleh oleh anggota kelompok simpan pinjam. Hasil pengolahan data juga menunjukkan bahwasanya hubungan antara tingkat partisipasi pada setiap tahapan, yakni tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pelaporan, masingmasing tidak memiliki korelasi positif dengan dampak ekonomi. Itu artinya, dalam melihat hubungan antara tingkat partisipasi dengan dampak ekonomi tidak dapat dipisahkan secara parsial tiap-tiap tahapan penyelenggaraan program. Suatu program akan memiliki dampak yang lebih nyata, ketika anggota kelompok simpan pinjam berpartisipasi pada setiap tahapan penyelenggaraan. Begitu juga dalam melihat keterhubungan antara tingkat partisipasi dengan dampak ekonomi, tidak
dipisahkan
secara
parsial
berdasarkan
masing-masing
tahapan.
Penyelenggaraan program pemberdayaan akan membawa dampak positif baik bagi kekuatan modal sosial maupun taraf hidup masyarakat apabila masyarakat berpartisipasi pada setiap tahapan penyelenggaraan program.
98
BAB VII ANALISIS DAN SINTESIS PARTISIPASI MASYARAKAT STAKEHOLDER DALAM PENYELENGGARAAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DAN DAMPAKNYA TERHADAP KOMUNITAS PERDESAAN
Keberadaan perusahaan dalam lingkungan masyarakat memberikan pengaruh bagi kehidupan sosial, ekonomi, serta budaya, khususnya di sekitar wilayah operasi perusahaan. Aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan bersinggungan, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan masyarakat dan lingkungan. Dalam menjalankan operasional perusahaan, selain mengejar profit (keuntungan ekonomis) sebuah korporasi harus dapat memberikan kontribusi positif bagi people (masyarakat) dan berperan aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet) (Wibisono, 2007). Hal tersebut berangkat dari konsep dan pemikiran yang dicetuskan oleh John Elkington (1997) dalam bukunya yang berjudul “Cannibals with Forks, The Triple Bottom Line of Twentieth
Century
Business”,
dimana
dalam
buku
tersebut
Elkington
mengemukakan konsep “3P” (profit, people, dan planet). Wujud pencapaian keseimbangan tersebut dapat diperoleh melalui penyelenggaraan tanggung jawab sosial perusahaan. Tanggung jawab perusahaan atau Corporate Social Responsibility merupakan sebuah konsep yang berkaitan dengan bagaimana perusahaan bertanggung jawab terhadap kegiatannya dan kebiasaan yang berkelanjutan dalam segala sesuatunya yang berhubungan dengan perusahaan, baik aspek finansial, lingkungan, dan sosial (Lakin dan Scheubel, 2010). Hal ini sejalan dengan konsep dari Rahman (2009) dimana terdapat dua alasan yang mendasari korporat melakukan kegiatan CSR, yakni alasan moral (moral argument) dan alasan ekonomi (economic argument). Alasan ekonomi lebih menekankan pada bagaimana korporat mampu memperkuat citra dan kredibilitas brand/produknya melalui aktivitas CSR, sedangkan alasan moral lebih didasarkan bahwa CSR memang benar bermula dari inisiatif korporat untuk dapat menjalin relasi yang saling menguntungkan dengan stakeholders. Dalam hal ini, baik alasan moral
99
maupun alasan ekonomi menjadi landasan bagi cara pandang Perusahaan Geothermal. Gagasan Prince of Wales International Business Forum dalam Wibisono (2007) mengenai lingkup penerapan CSR mengusung lima pilar Community Based Micro Finance (CBMF) merupakan suatu bentuk program pemberdayaan yang berfokus pada ranah pengembangan ekonomi lokal berbasis masyarakat melalui pembentukan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) untuk mendukung keberadaan Usaha Kecil Menengah (UKM) yang ada dalam masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan salah satu dari lima pilar berdasarkan gagasan Prince of Wales International Business Forum dalam Wibisono (2007) mengenai lingkup penerapan CSR, yakni strengthening economics atau perusahaan harus memberdayakan ekonomi sekitar agar terjadi pemerataan kesejahteraan. CBMF tersebut merupakan program yang digagas oleh Perusahaan Geothermal berdasarkan hasil pengkajian kebutuhan masyarakat sebagai salah satu upaya penyelenggaraan Corporate Social Responsibility yang disebut Community Engagement Perusahaan Geothermal. LKMS Kartini memiliki visi untuk menjadi Lembaga Keuangan Syariah yang terbaik dan terdepan secara regional dalam membangun kekuatan ekonomi umat yang dapat meningkatkan kesejahteraan bersama secara adil dan merata sesuai dengan prinsip-prinsip syariah serta menjadi mitra dan memberi solusi yang bermakna bagi kaum dhuafa, pengusaha mikro dan kecil secara berkelanjutan dengan berlandaskan pada prinsip-prinsip fathonah, amanah, shiddiq dan tabligh. Misi LKMS Kartini adalah meningkatkan akses permodalan bagi masyarakat kecil baik finansial maupun nonfinansial, membantu menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan produktivitas masyarakat kecil demi kesejahteraan dan keadilan ekonomi, membantu mencari dan menciptakan pasar yang dapat menyerap hasil produksi masyarakat, menjadi Lembaga Keuangan Syariah yang tumbuh secara berkelanjutan seiring dengan pertumbuhan usaha nasabahnya, melaksanakan pendidikan dan pelatihan ekonomi syariah dalam rangka mendukung penguatan ekonomi syariah dalam praktik, baik melalui institusi keuangan maupun kegiatan bisnis dan usaha riil. Kegiatan CSR Perusahaan Geothermal memiliki empat pilar utama yaitu basic human need (kebutuhan dasar manusia), education and training (pelatihan
100
dan pendidikan), small and medium enterprise development (pengembangan kegiatan usaha kecil dan menengah) dan environmental awareness (kepedulian lingkungan). Program Community Based Micro Finance (CBMF) melalui LKMS Kartini ini sesuai dengan salah satu pilar tersebut yaitu pengembangan ekonomi. Dan tahapan pelaksanaannya juga sesuai dengan prosedur yang terdapat di perusahaan yaitu tahap pertama adalah Identify and Assess Opportunity, tahap kedua Generate and Select Alternatives, tahap ketiga adalah Develop Preferred Alternative, tahap keempat adalah Execute dan tahap kelima yaitu Operate & Evaluate dan sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh perusahaan. Dalam pelaksanaan community development terdapat prinsip-prinsip kolaborasi kepentingan bersama antara perusahaan dengan komunitas, adanya partisipasi, produktivitas, keberlanjutan, dan mampu meningkatkan perasaan solidaritas.
Prinsip-prinsip
tersebut
senantiasa
diaktualisasikan
melalui
penyelenggaraan program ini.Kerjasama yang sinerjis antar stakeholder dalam penyelenggaraan program Community Based Micro Finance (CBMF) melalui Koperasi Kartini yang dapat didukung oleh perencanaan sistematis yang akan diimplementasikan melalui roadmap dibawah ini:
2008
2009
2 0 10
2011
Mile
Sosialisasi
Pendirian CBMF
Memperluas Jangkauan
Pengembangan Berkelanjutan
stone
dan training • Implementasi sistem • Persiapan operasional
• Pengembangan Produk • Mencari sumber dana
•
•
Aktivitas
• •
Target hasil
• •
Pertemuan warga masyarakat Pelatihan dasar Program memasyara kat Inisiatif dari masyarakat
•
Pembukaan kantor Penyediaan jasa keuangan ke masyarakat.
•
Pengenalan jasa kredit berkelompok Peningkatan sumber dana eksternal
• •
• •
Pengelolaan Portfolio Kegiatan sosial
Profitabilitas dari portfolio Mitra dalam program CE
Sumber: Data Internal CGS (2010) dalam Dewi(2010)
Sumber: Data Perusahaan Geothermal dalam Dewi (2010)
Gambar 12. Roadmap Program Community Based Micro Finance LKMS Kartini
101
Penyelenggaraan LKMS Kartini melibatnya berbagai stakeholder atau pemangku kepentingan, baik dari pihak pemerintah, swasta, maupun masyarakat. Keseluruhan stakeholder memiliki peran dan fungsi masing-masing dengan membawa kepentingan masing-masing.
Gambar 13. Papan nama yang terpasang di depan Kantor LKMS Kartini di Kecamatan Kabandungan Bagaimana mensinergikan peran dan fungsi stakeholder agar seluruh kepentingan dapat terakomodasi. Menurut Sukada (2007), Pelibatan pemangku kepentingan ditentukan berdasarkan derajat relevansinya dengan keberadaan serta program yang akan diselenggarakan. Sukada (2007) menambahkan, semakin relevan pemangku kepentingan dengan kegiatan maupun aktivitas pengembangan masyarakat perusahaan, maka pelibatannya menjadi keharusan. Dalam hal ini, pihak swasta yang terlibat adalah Perusahaan Geothermal sebagai pihak penyelenggara program CBMF sebagai wujud dari pelaksanaan Corporate Social Responsibility. Perusahaan Geothermal tidak berjalan sendiri, melainkan menggandeng mitra yakni Permodalan Nasional Madani, sebuah perusahaan BUMN yang bergerak di bidang konsultan ekonomi. Antara Perusahaan Geothermal dengan mitranya membentuk kesepakatan kerjasama dan kemitraan dalam pelaksanaan program ini. Masyarakat juga terlibat dalam penyelenggaraan LKMS Kartini, baik yang tergolong sebagai pengurus LKMS Kartini, maupun sebagai anggota LKMS Kartini (anggota kelompok ibu-ibu simpan pinjam). Pemerintah Desa dan
102
Kecamatan juga memiliki keterlibatan dalam penyelenggaraan LKMS Kartini beserta Dinas Koperasi sebagai representasi dari pemerintah. Berikut adalah skema yang menjelaskan bagaimana hubungan antar stakeholder dalam penyelenggaraan program pemberdayaan ekonomi lokal melalui pembentukan LKMS Kartini:
Perusahaan Geothermal
Implementing partner
Mitra Perusahaan
Masyarakat (LKMS Kartini) Pemerintah Desa dan Kecamatan
Dinas Koperasi
Keterangan: : Berhubungan tidak langsung :Berhubungan langsung Sumber: Wawancara dan Olahan Data Penelitian Gambar 14. Skema Alur Hubungan antara Stakeholder dalam Penyelenggaraan LKMS Kartini Skema di atas menjelaskan bagaimana keterkaitan antar stakeholder yang terlibat dalam penyelenggaraan LKMS Kartini. Hubungan dengan garis panah lurus menjelaskan bahwa terdapat hubungan langsung antara kedua stakeholder, sedangkan hubungan dengan garis lurus putus-putus menjelaskan bahwa hubungan antara kedua stakeholder tersebut tidak secara langsung. Hubungan antar stakeholder dalam penyelenggaraan LKMS Kartini terkait dengan sejauhmana masing-masing stakeholder terlibat atau berpartisipasi dalam setiap tahapan penyelenggaraan program, baik pada tahapan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pelaporan. Partisipasi masyarakat menggambarkan bagaimana terjadinya pembagian ulang kekuasaan yang adil (redistribution of
103
power) antara penyedia kegiatan dan kelompok penerima kegiatan. Partisipasi masyarakat tersebut bertingkat, sesuai dengan gradasi, derajat wewenang dan tanggung jawab yang dapat dilihat dalam proses pengambilan keputusan (Arnstein 1986 dalam Wicaksono 2010). Aspek-aspek dalam derajat keterlibatan/partisipasi menentukan tipe partisipasi stakeholder yang dianalisis menggunakan konsep Tangga Partisipasi Arnstein. Di bawah ini adalah matriks keterlibatan/partisipasi Stakeholder pada setiap tahapan berikut tipe partisipasi yang dianalisis menggunakan Tangga Partisipasi Arnstein: Tahap Perencanaan
Tahap Pelaksanaan
Tahap Evaluasi
Tahap Pelaporan
Terlibat (Rendah)
Terlibat (Tinggi)
Terlibat (Tinggi)
Terlibat (Tinggi)
Tidak Terlibat
Terlibat (Sedang)
Terlibat (Rendah)
Tidak terlibat
Pemerintah Desa dan Kecamatan Perusahaan Geothermal
Tidak Terlibat
Tidak Terlibat
Terlibat (Rendah)
Tidak Terlibat
Terlibat (Tinggi)
Terlibat (Rendah)
Terlibat (Sedang)
Terlibat (Sedang)
Tipe Pemberitahuan Tipe Konsultasi Tipe Penentraman (Tokenism) Tipe Terapi (Tanpa Partisipasi) Tipe Kemitraan (Partnership)
Mitra Perusahaan (PNM) Dinas Koperasi
Terlibat (Tinggi)
Terlibat (Tinggi)
Terlibat (Tinggi)
Terlibat (Tinggi)
Tipe Kemitraan (Partnership)
Terlibat
Tidak
(Rendah)
Terlibat
Tidak Terlibat
Tidak Terlibat
Tipe Pemberitahuan
Masyarakat (Pengurus Koperasi) Masyarakat (Anggota Koperasi)
Tipe Partisipasi Menurut Tangga Partisipasi Arstein Tipe Penentraman (Tokenism)
(Tokenism)
Gambar 15. Matriks Keterlibatan Stakeholder dalam Penyelenggaraan LKMS Kartini Masing-masing stakeholder memiliki derajat partisipasi yang berbeda-beda dalam penyelenggaraan LKMS Kartini. Tingkat partisipasi tertinggi terletak pada perusahaan geothermal, mitra perusahaan, dan pengurus koperasi, tingkat partisipasi sedang terletak pada anggota kelompok simpan pinjam, dan tingkat partisipasi rendah terdapat pada pemerintah desa dan kecamatan, serta Dinas Koperasi. Banyak faktor yang berpengaruh terhadap sejauhmana tingkat
104
partisipasi masyarakat, khususnya anggota kelompok simpan pinjam terhadap penyelenggaraan program.
Gambar 16. Pertemuan pihak perusahaan, pemerintah desa dan kecamatan, manajer LKMS Kartini, perwakilan BAPEDA Kabupaten Sukabumi dalam sebuah event lokakarya pelatihan Variabel Tingkat Partisipasi diukur berdasarkan intensitas keterlibatan anggota kelompok simpan pinjam berikut sejauhmana peran dan fungsi anggota kelompok simpan pinjam, tingkat pelibatan anggota kelompok simpan pinjam dalam pengambilan keputusan dalam program juga dijadikan dasar dalam menganalisis tingkat partisipasi anggota kelompok simpan pinjam terhadap kegiatan dalam tahapan penyelenggaraan program yang dilaksanakannya, baik pada tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap evaluasi, maupun tahap pelaporan. Dalam penelitian ini, anggota kelompok simpan pinjam dikategorikan berdasarkan tipe mata pencahariannya menjadi empat kategori sosial, yakni farm/pengusaha, non-farm/pengusaha, farm/buruh, dan non-farm/buruh. Analisis frekuensi skor tingkat partisipasi dengan kerangka konsep Uphoff (1979) Menunjukkan bahwasanya kategori sosial 4 yaitu kategori sosial non-farm/buruh memiliki
keterlibatan
paling
tinggi
dalam
penyelenggaraan
program
pemberdayaan ekonomi lokal melalui kegiatan simpan pinjam koperasi, sedangkan kategori sosial 3 yaitu kategori sosial farm/buruh memiliki keterlibatan yang paling rendah dalam partisipasi terhadap program. Kategori sosial 1 dan
105
Kategori sosial 2 cenderung memiliki tingkat partisipasi yang sedang. Masyarakat dari
sektor
mata
pencaharian
non-farm
memiliki
kecenderungan
keterlibatan/partisipasi yang lebih tinggi dibanding masyarakat dari sektor farm. Analisis juga dilakukan dengan kerangka konsep Arnstein (1969) dimana hasil frekuensi dan penghitungan skor menunjukkan bahwasanya sebagian besar anggota kelompok simpan pinjam berpartisipasi hingga tingkat tokenism, atau dalam hal ini hingga tipe pemberitahuan dan konsultasi. Dalam hal ini, anggota kelompok simpan pinjam hanya diarahkan untuk menerima informasi melalui sosialisasi dan jikalau ada saran, hanya sekedar didengar atau diterima, namun tidak untuk dilaksanakan. Oleh karena itu, keterlibatan anggota kelompok simpan pinjam di Desa Cihamerang tergolong rendah menuju sedang dengan tingkat kekuasaan pada level tokenism, yakni berorientasi pada justifikasi masyarakat agar mengiyakan segala sesuatu yang telah dirancang sehingga anggota kelompok simpan pinjam tidak memiliki kontrol untuk mengambil keputusan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dai 30 orang responden, sebagian besar anggota kelompok simpan
pinjam LKMS Kartini bermatapencaharian
utama di sektor pertanian, namun jika dilihat pada cakupan masing-masing kategori sosial, terlihat proporsi jumlah anggota kelompok simpan pinjam berasal dari kategori sosial non-farm/buruh. Terdapat beberapa hal yang dapat diindikasikan oleh hasil pengolahan data tersebut, bahwasanya anggota kelompok dari kategori sosial tersebut memiliki waktu luang yang cenderung lebih banyak dibanding anggota kelompok dari kategori sosial lain. Selain itu, tingkat kebutuhan dan tingkat inisiatif untuk membuka usaha maupun mengembangkan usaha juga mempengaruhi seberapa tinggi minat untuk terlibat dalam program ini. Jumlah pinjaman yang cenderung sedikit menjadi pertimbangan anggota kelompok untuk mengikuti program tersebut, karena khususnya untuk anggota kelompok yang bekerja di sektor pertanian, jumlah tersebut dinilai sangat sedikit dibanding modal bertani yang harus mereka persiapkan. Tidak semua anggota kelompok memiliki kesamaan frekuensi mendapatkan penghasilan, sedangkan cicilan pinjaman harus dibayar setiap minggunya. Mekanisme tersebut juga menjadi pertimbangan anggota kelompok untuk memilih mengikuti program tersebut atau tidak.
106
Sejauhmana
program
pemberdayaan
ekonomi
lokal
melalui
penyelenggaraan LKMS Kartini dapat berimplikasi dan berkontribusi terhadap seluruh stakeholder, khususnya anggota kelompok simpan pinjam, adalah ketika dapat dilihat dampak dari penyelenggaraan program, baik dari sisi ekonomi maupun sosial. Penelitian ini mencoba melihat bagaimana hubungan atau korelasi antara tingkat partisipasi atau tingkat keterlibatan stakeholder, khususnya anggota kelompok simpan pinjam, pada setiap tahapan penyelenggaraan program terhadap dampak sosial dan dampak ekonomi program yang mereka peroleh. Dampak sosial didefinisikan sebagai perubahan yang dirasakan oleh anggota kelompok simpan pinjam setelah terlibat dalam penyelenggaraan program pada variabel kepercayaan (trust), variabel kerjasama (cooperation), dan variabel jejaring (networking). Hasil pengolahan data baik dengan kerangka konsep partisipasi menurut Uphoff (1979), maupun Arnstein (1969), menunjukkan bahwa diperoleh hubungan antara variabel tingkat partisipasi dengan dampak sosial yang signifikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa partisipasi anggota kelompok simpan pinjam secara keseluruhan dalam penyelenggaraan program berhubungan dengan kekuatan modal sosial dalam masyarakat tersebut. Uji korelasi antara variabel tingkat partisipasi pada setiap tahapan dengan dampak sosial menunjukkan bahwasanya tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan dan evaluasi menunjukkan hubungan korelasi sehingga dalam hal ini keterlibatan anggota kelompok simpan pinjam pada pelaksanaan program mempengaruhi kekuatan modal sosial mereka. Pada tahap perencanaan dan pelaporan, kedua variabel tersebut tidak berkorelasi, sehingga itu artinya partisipasi anggota kelompok simpan pinjam pada tahapan tersebut tidak berpengaruh pada kekuatan modal sosial.
Penyelenggaraan LKMS Kartini memberi dampak pada modal sosial
anggota kelompok simpan pinjam ketika selisih nilai antara anggota kelompok simpan pinjam dan non-anggota kelompok simpan pinjam, namun tidak semua kategori sosial anggota kelompok simpan pinjam memperoleh dampak sosial. Hal tersebut dijelaskan melalui hasil penelitian bahwasanya anggota kelompok simpan pinjam kategori non-farm/pengusaha memiliki nilai selisih negatif, dimana itu artinya keterlibatannya dalam penyelenggaraan program pemberdayaan ekonomi lokal melalui kelompok simpan pinjam tidak memberi dampak positif. Namun,
107
untuk tiga kategori sosial lain, yakni farm/pengusaha, farm/buruh, non-farm/buruh memiliki nilai selisih positif. Itu artinya keterlibatan anggota kelompok simpan pinjam pada kategori tersebut dalam penyelenggaraan program dimungkinkan memberikan dampak positif bagi kekuatan modal sosial anggota kelompok simpan pinjam. Sejalan dengan pembuktian terhadap hipotesis pertama, hasil pengolahan data menunjukkan bahwa tingkat partisipasi anggota kelompok simpan pinjam, baik dengan kerangka konsep partisipasi menurut Uphoff (1979) dan Arnstein (1969), memiliki hubungan korelasi yang signifikan terhadap dampak ekonomi. Itu artinya bahwa semakin tinggi tingkat partisipasi anggota kelompok simpan pinjam, maka semakin tinggi pula dampak ekonomi yang akan diperoleh oleh anggota kelompok simpan pinjam.
Gambar 17. Ibu Eka, salah seorang anggota kelompok simpan pinjam di Desa Cihamerang yang sedang melayani konsumen di warung es buah miliknya, hasil jerih payah dari pinjaman LKMS Kartini Hasil pengolahan data juga menunjukkan bahwasanya hubungan antara tingkat partisipasi pada setiap tahapan, yakni tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pelaporan, masing-masing tidak memiliki korelasi positif dengan dampak ekonomi. Itu artinya, dalam melihat hubungan antara tingkat partisipasi dengan dampak ekonomi tidak dapat dipisahkan secara parsial tiap-tiap tahapan penyelenggaraan program.
108
Keterlibatan anggota kelompok simpan pinjam dalam penyelenggaraan belum tentu menentukan peningkatan taraf hidup anggota kelompok simpan pinjam pada semua kategori karena hasil penelitian menunjukkan bahwa Kategori sosial non-farm/pengusaha dan non-farm/buruh memiliki dampak positif dalam taraf hidup terhadap penyelenggaraan LKMS Kartini, sedangkan dampak taraf hidup negatif dapat dilihat pada kategori sosial farm/pengusaha dan farm/buruh, tidak semua kategori sosial memperoleh dampak positif dalam tingkat pendapatan terhadap penyelenggaraan LKMS Kartini, dapat dilihat bahwa keterlibatan dalam program ini tidak memberikan dampak bagi pendapatan anggota kelompok simpan pinjam dari kategori sosial
farm/pengusaha dan non-farm/pengusaha,
sedangkan anggota kelompok simpan pinjam dari kategori sosial farm/buruh dan non-farm/buruh memperoleh dampak bagi pendapatan rumah tangganya. Aspek tingkat pendapatan memiliki keterkaitan yang erat dengan aspek tingkat pengeluaran. Sebuah rumah tangga dengan tingkat pendapatan yang tinggi namun pengeluaran juga tinggi, bahkan defisit, tidak lebih baik dibandingkan rumah tangga dengan tingkat pendapatan yang rendah namun pengeluaran juga rendah. Dari keempat kategori sosial, seluruhnya memiliki nilai delta yang positif dalam aspek tingkat pengeluaran. Antara
aspek tingkat pendapatan dan tingkat
pengeluaran, memiliki keterkaitan dengan aspek tabungan/saving. Anggota kelompok simpan pinjam dengan kategori sosial farm/pengusaha, nonfarm/pengusaha, farm/buruh memiliki dampak positif terhadap tingkat tabungan rumah tangga. Keterlibatan anggota kelompok simpan pinjam dalam kelompok simpan pinjam membuat kategori masyarakat tersebut dapat mengatur keuangan rumah tangga mereka, dan berpikir progressive dengan menyisakan sebagian pendapatan untuk tujuan masa depan. Suatu program akan memiliki dampak yang lebih nyata, ketika setiap stakeholder berpartisipasi pada setiap tahapan penyelenggaraan. Partisipasi atau keterlibatan anggota kelompok simpan pinjam dalam penyelenggaraan program pemberdayaan ekonomi lokal melalui kegiatan simpan pinjam LKMS Kartini memberi dampak pada tingkat ekonomi anggota kelompok simpan pinjam.. Kategori sosial non-farm/Buruh memiliki tingkat partisipasi yang paling tinggi diantara kategori sosial yang lain. Hal tersebut ternyata diiringi dengan dampak
109
sosial ekonomi yang diperoleh kategori sosial tersebut, dimana tingkat pastisipasi masyarakat dari kategori sosial non-farm/buruh memberi dampak positif pada taraf hidup, tingkat pendapatan, kekuatan modal sosial.
Gambar 18. Salah satu bentuk sosialisasi perusahaan dengan masyarakat adalah dengan menyelenggarakan pelatihan yang melibatkan ibu-ibu anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini
Kategori sosial anggota kelompok simpan pinjam farm/buruh memiliki tingkat partisipasi yang paling rendah diantara kategori sosial yang lain. Keikutsertaan anggota kelompok simpan pinjam kategori sosial tersebut sejalan dengan kondisi taraf hidup karena tidak ada nilai peningkatan taraf hidup setelah mengikuti kegiatan simpan pinjam. Meskipun demikian, tingkat partisipasi masyarakat dengan kategori sosial tersebut memiliki hubungan terhadap tingkat pendapatan, tingkat tabungan, dan kekuatan modal sosial. Untuk kategori Nonfarm/pengusaha, dan farm/pengusaha, tingkat partisipasi mereka tergolong sedang, namun data menunjukkan bahwa keterlibatan
pada kategori sosial
tersebut tidak diikuti oleh peningkatan tingkat pendapatan, tingkat tabungan serta kekuatan modal sosial, kecuali untuk variabel taraf hidup, karena data menunjukkan bahwa terdapat peningkatan taraf hidup pada kategori Nonfarm/pengusaha. .
110
Gambar 19. Kegiatan kumpul mingguan ibu-ibu anggota kelompok simpan pinjam di Kampung Pasir Haur, Desa Cihamerang
Jika dikaitkan dengan konsep dari Samuel dan Saarf dalam Rahman (2009) mengenai tiga perspektif yang
terkait dengan CSR, penyelenggaraan
program CBMF oleh Perusahaan Geothermal tergolong ekososial, yakni dimana perusahaan memandang stabilitas dan keberlanjutan sosial dan lingkungan sebagai strategi untuk menjaga keberlanjutan bisnis korporat. Dengan memandirikan masyarakat melalui penyelenggaraan program pemberdayaan ekonomi lokal maka masyarakat dapat secara mandiri mengembangkan perekonomiannya di tingkat rumah tangga dan tidak perlu bergantung terus kepada Perusahaan Geothermal.
111
BAB VIII PENUTUP 8.1. Kesimpulan Penyelenggaraan
LKMS
Kartini
merupakan
salah
satu
wujud
penyelenggaraan program CSR Perusahaan Geothermal yang berfokus pada area pemberdayaan ekonomi lokal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat partisipasi anggota kelompok simpan pinjam di Desa Cihamerang dalam penyelenggaraan program pemberdayaan ekonomi lokal berhubungan dengan dampak sosial dan ekonomi masyarakat, sehingga jika partisipasi anggota kelompok simpan pinjam dalam penyelenggaraan program tinggi, maka dampak sosial dan ekonomi juga akan tinggi. Sejauhmana dampak sosial ekonomi diperoleh anggota kelompok simpan pinjam juga ditentukan oleh partisipasi dari stakeholder lain yang terkait. Jika dilihat dari klasifikasi kategori sosial yang ada, masyarakat dengan kategori sosial farm/buruh memiliki tingkat partisipasi yang paling rendah diantara kategori sosial yang lain. Keikutsertaan anggota kelompok simpan pinjam kategori sosial tersebut, sejalan dengan kondisi taraf hidup anggota kelompok simpan pinjam karena tidak ada nilai peningkatan taraf hidup setelah mengikuti kegiatan simpan pinjam. Meskipun demikian, tingkat partisipasi pada kategori sosial tersebut memiliki hubungan terhadap tingkat pendapatan, tingkat tabungan, dan kekuatan modal sosial. Untuk kategori anggota kelompok simpan pinjam non-farm/pengusaha, dan farm/pengusaha tingkat partisipasi mereka tergolong sedang, namun data menunjukkan bahwa keterlibatan masyarakat pada kategori sosial tersebut tidak diikuti oleh peningkatan tingkat pendapatan, tingkat tabungan serta kekuatan modal sosial, kecuali untuk variabel taraf hidup, karena data menunjukkan bahwa terdapat peningkatan taraf hidup pada masyarakat kategori non-farm/pengusaha. Penyelenggaraan program pemberdayaan ekonomi lokal secara langsung dan langsung membawa dampak pada kondisi sosial ekonomi anggota kelompok simpan pinjam pada khususnya. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh sejauhmana anggota kelompok simpan pinjam turut berpartisipasi dalam penyelenggaraannya. Dalam hal ini, tingkat keterlibatan masing-masing stakeholder memiliki tingkatan
112
yang berbeda-beda. Pada pelaksanaannya, penyelenggaraan program ini didominasi oleh peran dan fungsi Perusahaan Geothermal sebagai penyandang dana sekaligus pengambil keputusan pada awal pendirian. Stakeholder
lain
memiliki derajat keterlibatan yang rendah dengan peran dan fungsi yang berbeda. Masyarakat, yang dalam hal ini seharusnya secara aktif terlibat sebagai subjek dalam program, belum sepenuhnya terlibat sebagaimana mestinya. Begitu pun dengan pihak pemerintah lokal yang seharusnya dapat turut berpartisipasi dalam mendukung penyelenggaraan program, sejauh ini tidak terlibat secara langsung. Dominansi
keterlibatan
pihak
swasta
dalam
penyelenggaraan
program
mempengaruhi sejauhmana program pemberdayaan berlangsung. Sejauhmana partisipasi anggota kelompok simpan pinjam berhubungan dengan dampak sosial ekonomi yang diperoleh juga dipengaruhi oleh faktor keterlibatan stakeholder lain.
8.2. Saran Mengacu pada hasil penelitian, maka terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan masukan atau saran, diantaranya: 1. Sebaiknya Perusahaan Geothermal melakukan pendekatan partisipatif terhadap masyarakat dan pemerintah, begitu pun pemerintah dan masyarakat terhadap Perusahaan Geothermal sehingga tercipta hubungan yang lebih harmonis, saling mempercayai satu sama lain dan dapat membangun kerjasama yang baik. 2. LKMS Kartini sebaiknya mulai diarahkan untuk mengubah orientasi kegiatan yang hanya berfokus pada tingkat pengembalian dalam pembiayaan LKMS, melainkan orientasi perlu diarahkan pada sejauhmana pencapaian perguliran dana masing rumah tangga dalam pemanfaatan modal usaha. 3. Kebijakan pemerintah lokal dapat disinergikan dengan keberadaan perusahaan, sehingga penyelenggaraan program yang berkaitan dengan pengembangan masyarakat tidak tumpang tindih dan secara penuh melibatkan stakeholder terkait.
113
DAFTAR PUSTAKA
Ambadar, Jackie. 2008. CSR dalam Praktik di Indonesia. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Anonim, 2008. Annual Report Perusahaan Geothermal. Jakarta: Perusahaan Geothermal. Anonim, 2009. Annual Report Perusahaan Geothermal. Jakarta: Perusahaan Geothermal. Arnstein, Sherry R. 1969. A Ladder Warga Negara Partisipasi. http://lithgowschmidt.dk/sherry-arnstein/ladder-of-citizen-participation.html diakses pada 26 Januari 2011. Dahlsrud, Alexander. How Corporate Social Responsibility is Defined: an Analysis of 37 Definitions. Corporate Social Responsibility and Environmental Management, Volume 15, 2008, hal. 1-13. www.interscience.wiley.com DOI: 10.1002/csr.132. Djohan, Robby. 2007. Lead to togetherness. Fund Asia Eduaction. Jakarta. Dragicevic, Damir dkk. Reporting on Community Impacts: A survey conducted by the Global Reporting Initiative.Global Reporting Initiative, 2008. Garriga, Elisabeth dan Domenec Mele.Corporate Social Responsibility Theories : Mapping the Territory.Journal of Business Ethics, Volume 53, 2004, hal. 51-57. Netherlands:Kuwer Academic Publishers. Kriyantono, Rahmat. 2009. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Prenada Media Group Lakin, Nick dan Veronica Scheubel.Corporate Community Involvement: The Definitive Guide to Maximizing Your Business Societal Engagement. Greenleaf Publishing, 2010. Lee, Min-Dong Paul. A Review of the Theories of Corporate Social Responsibility:Its Evolutionary Path and the Road Ahead. International Journal of Management Reviews Doi : 10.1111/j.1468-2370.2007.00226.xx, 2008. Nasdian, Fredian Tonny. 2006. Pengembangan Masyarakat (Community Development). Bogor: Institut Pertanian Bogor. Nursahid, Fajar. 2006. Tanggung jawab sosial BUMN: Analisis Terhadap Model Kedermawanan Sosial Krakatau Steel, PT Pertamina dan PT Telekomunikasi Indonesia. Depok: Piramedia. Rahman, Arief. Implementasi Corporate Social Responsibility sebagai Kenggulan Kompetitif Perusahaan. Jurnal Sinergi (Kajian Bisnis dan Manajemen), Volume 6, No. 2, 2004, hal. 37-46.
114
Rahman, Reza. 2009. Corporate Social Responsibility: KenyataanYogyakarta: Media Pressindo
Antara
Teori
dan
Rudito, Bambang dan Arif Budimanta. 2003.Metode dan Teknik Pengelolaan Community Development. Jakarta: ICSD. Pemerintah Desa Cihamerang. 2010. “Profil Kabandungan. Kabupaten Sukabumi.
Desa
Cihamerang”.
Kecamatan
Saidi, Zaim dkk. 2003. Sumbangan Sosial Perusahaan :Profil dan Pola Distribusinya di Indonesia Survei 226 Perusahaan di 10 Kota. Jakarta Selatan: Piramedia. Sepriani, Arma. 2010. Hubungan Antara Persepsi Stakeholder Perusahaan Mengenai Corporate Social Responsibility (CSR) Dan Keberhasilan Program CSR. Studi Pustaka. Tidak Diterbitkan. Program Studi Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Seralgedin, Ismail. 1996b. Sustainability as Opportunity and the Problem of Capital. Journal of World Affairs Vol. 3 No. 2.
Social
Singarimbun, Masri. 1995. Metode Penelitian Survai. Jakarta: PT Pustaka LP3ES Indonesia Sitorus, Felix. 1998. Penelitian Kualitatif “Suatu Perkenalan”. Kelompok Dokumentasi Ilmu-ilmu sosial untuk laboratorium Sosiologi, Antropologi dan Kependudukan Jurusan Ilmu sosial dan Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian IPB. Soemanto, Bakdi dkk. 2007.Sustainable Corporate : Implikasi Hubungan Harmonis Perusahaan dan Masyarakat.Gresik: PT Semen Gresik (Persero). Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarakat “Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial”. Bandung :PT Refika Aditama. Sukada, Sonny dkk. 2007.Membumikan Bisnis Berkelanjutan. Jakarta: Indonesia Business Links. Uphoff, NT.,Cohen, JM., dan Goldsmith, AA. Rural Development Committee: Feasibility and Application of Rural Development Participation: A. State-of-the-Arth Paper. New York: Cornell University. Wibisono, Yusuf. 2007. Membedah Konsep dan Aplikasi CSR (Corporate Social Responsibility). Gresik: Fascho Publishing. Wicaksono, Mohammad Arya. 2010. Analisis Tingkat Partisipasi Warga Dalam Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Studi Kasus: PT Isuzu Astra Motor Indonesia Assy Plant Pondok Ungu). Skripsi. Tidak Diterbitkan. Program Studi Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
115
Lampiran 1. Panduan Pertanyaan Wawancara Mendalam PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM Partisipasi Masyarakat dan Stakeholder dalam Penyelenggaraan Program Corporate Social Responsibility dan Dampaknya terhadap Komunitas Perdesaan Tujuan
: Menggali informasi terkait dengan kebijakan dan penyelenggaraan program CSR Perusahaan Geothermal
Informan
: Tokoh Masyarakat
Hari/tanggal wawancara
:
Lokasi wawancara
:
Nama dan umur informan
:
Jabatan
:
Pertanyaan Penelitian 1. Apakah Bapak/Ibu mengetahui mengenai program yang dilakukan oleh Perusahaan Geothermal Salak terkait dengan tanggung jawab sosial perusahaan/CSR? Dari mana dan apa saja? 2. Apakah Bapak/Ibu turut aktif berperan serta dalam kegiatan CSR yang diselenggarakan Perusahaan Geothermal? 3. Mengapa Bapak/Ibu tertarik untuk berperan serta? 4. Siapa saja menurut Bapak/Ibu yang terkait dengan kegiatan ini selama pelaksanaannya? 5. Bagaimana menurut anda mengenai kegiatan CSR Perusahaan Geothermal, khususnya pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui penyelenggaraan LKMS Kartini? 6. Sejauh ini apakah manfaat yang anda rasakan dari kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui penyelenggaraan LKMS Kartini? 7. Berupa apa saja manfaat yang anda rasakan tersebut? 8. Apakah hingga saat ini kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui penyelenggaraan LKMS Kartini? 9. Menurut Bapak/Ibu apakah program CSR tersebut sudah sesuai dengan kebutuhan penerima program? 10. Apakah harapan Bapak/Ibu bagi kegiatan pemberdayaan ekonomi melalui LKMS kartini?
116
PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM Partisipasi Masyarakat dan Stakeholder dalam Penyelenggaraan Program Corporate Social Responsibility dan Dampaknya terhadap Komunitas Perdesaan Tujuan
: Menggali informasi terkait dengan kebijakan dan penyelenggaraan program Perusahaan Geothermal
Informan
: Pengurus LKMS Kartini
Hari/tanggal wawancara
:
Lokasi wawancara
:
Nama dan umur informan
:
Jabatan
:
Pertanyaan Penelitian 1. Apa yang menjadi motivasi anda untuk ikut bergabung dalam kegiatan CSR Perusahaan Geothermal khususnya ini LKMS Kartini? 2. Bagaimana cara anda pada mulanya mengetahui akan keberadaan kegiatan CSR ini? 3. Bagaimana anda turut serta dalam kegiatan ini?Inisiatif sendiri, diajak, karena memiliki pengalaman, atau lainnya? 4. Sejak kapan anda bergabung? 5. Adakah persiapan khusus yang dilakukan baik dari pihak perusahaan dan diri anda dalam merencanakan kegiatan LKMS Kartini? 6. Bagaimana menurut anda mengenai kegiatan LKMS Kartini sejak anda bergabung? 7. Sejauh ini bagaimana pengaruh yang telah didapatkan dari LKMS Kartini bagi masyarakat tempat anda? 8. Berapa banyak masyarakat yang ikut turut berpartisipasi aktif dalam kegiatan ini? 9. Bagaimana kontribusi dan dan dukungan pemerintah setempat terhadap kegiatan ini? 10. Adakah kendala yang dirasakan selama menjalankan program LKMS Kartini ini? 11. Apakah harapan anda dari kegiatan ini?
117
PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM Partisipasi Masyarakat dan Stakeholder dalam Penyelenggaraan Program Corporate Social Responsibility oleh dan Dampaknya terhadap Komunitas Perdesaan Tujuan
:Memahami kebijakan dan penyelenggaraan program CSR Perusahaan Geothermal
Informan
: Staf Departemen CSR Perusahaan Geothermal
Hari/tanggal wawancara
:
Lokasi wawancara
:
Nama dan umur informan
:
Jabatan
:
Pertanyaan Penelitian: I. Pertanyaan Umum 1. Bagaimana sejarah dan latar belakang perusahaan memulai menyelenggarakan CSR? 2. Sejak kapan CSR mulai diselenggarakan? 3. Bagaimana pandangan perusahaan terhadap CSR? 4. Bagaimana kebijakan perusahaan mengenai CSR? 5. Siapa yang merumuskan kebijakan tersebut? 6. Apakah definisi CSR menurut Perusahaan Geothermal? 7. Apakah visi dan misi CSR Perusahaan Geothermal ? 8. Apakah tujuan dan sasaran utama pelaksanaan CSR oleh Perusahaan Geothermal? 9. Bagaimana posisi struktural CSR dalam perusahaan? Apa nama bagian yang membawahi penyelenggaraan CSR? Berapa jumlah orang yang berada di bawah divisi/bagian tersebut? 10. Berasal dari mana dana untuk melaksanakan CSR? Berapa persen dana yang dialokasikan untuk penyelenggaraan program CSR? Apakah setiap tahunnya sama atau tidak? 11. Bagaimana mekanisme persetujuan dilaksanakannya CSR oleh perusahaan? 12. Bagaimana mekanisme survey dalam pelaksanaan CSR untuk suatu tempat dan sasaran? Berapa lama? Dibantu oleh siapa? 13. Bagaimana cara pandang perusahaan terhadap CSR dan Comdev? 14. Bagaimana strategi pemberdayaan masyarakat yang dilakukan dalam menjalankan CSR?
118
15. Cara apa saja yang biasa digunakan dalam mencari mencari kebutuhan masyarakat? Kendala apa yang dialami saat hendak melaksanakan CSR di suatu tempat? 16. Apakah program yang dijalankan telah sesuai dengan tujuan perusahaan sebelumnya? 17. Sektor apa saja yang menjadi prioritas atau sering dilakukan perusahaan dalam menjalankan CSR? Mengapa? 18. Apakah ada pihak yang membantu/bermitra dalam pelaksanaan CSR? Siapa dan mengapa? 19. Apakah masyarakat dilibatkan dalam tahapan-tahapan pelaksanaan CSR? Sampai sejauh mana? Mengapa? 20. Bagaimana mekanisme monitoring dan evaluasi program CSR yang pernah dilaksanakan? Apakah hasil evaluasi dijadikan masukan untuk program berikutnya? 21. Apakah program tersebut masih berjalan sampai saat ini? 22. Apa saja dampak yang dirasakan perusahaan setelah menjalankan CSR? Apakah ukuran keberhasilan perusahaan dalam menjalankan CSR? Mengapa? 23. Bagaimana seharusnya bentuk CSR yang dilaksanakan suatu perusahaan? II. Pertanyaan Khusus 1. Apa yang menjadi dasar motivasi untuk pelaksanaaan program CSR khususnya kegiatan LKMS Kartini (Lembaga Keuangan Mikro Syariah Kartini)? 2. Mengapa kegiatan LKMS Kartini (Lembaga Keuangan Mikro Syariah Kartini) yang dipilih sebagai salah satu bentuk CSR? 3. Siapakah yang menginisiasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui pembentukan LKMS Kartini (Lembaga Keuangan Mikro Syariah Kartini)? 4. Bagaimana tahapan perencanaan dalam pembuatan kegiatan ini? 5. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk merancang program pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui pembentukan LKMS Kartini (Lembaga Keuangan Mikro Syariah Kartini)? 6. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk merancang pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui pembentukan LKMS Kartini (Lembaga Keuangan Mikro Syariah Kartini)? 7. Apa yang menjadi media sosialisasi pada pelaksanaan CSR oleh perusahaan? 8. Siapa sajakah stakeholder yang terkait dalam program pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui pembentukan LKMS Kartini (Lembaga Keuangan Mikro Syariah Kartini)? 9. Mengapa mereka terlibat dalam penyelenggaraan program pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui pembentukan LKMS Kartini (Lembaga Keuangan Mikro Syariah Kartini)? 10. Bagaimana cara menjalin kerjasama dengan para stakeholder dalam program pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui pembentukan LKMS Kartini (Lembaga Keuangan Mikro Syariah Kartini)? 11. Sejauhmana kontribusi para stakeholder tersebut?
119
12. Bagaimana mekanisme proyek penyelenggaraan program pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui pembentukan LKMS Kartini (Lembaga Keuangan Mikro Syariah Kartini)? 13. Bagaimana perekruitan para pengurus dalam LKMS Kartini (Lembaga Keuangan Mikro Syariah Kartini)? 14. Mengapa pengurus tersebut yang dipilih dalam LKMS Kartini (Lembaga Keuangan Mikro Syariah Kartini)? 15. Apakah ada persiapan khusus bagi para pengurus dalam LKMS Kartini (Lembaga Keuangan Mikro Syariah Kartini)? 16. Bagaimana perizinan yang dilakukan perusahaan untuk menyelenggarakan LKMS Kartini (Lembaga Keuangan Mikro Syariah Kartini)? 17. Sejauhmana pemerintah setempat memberi dukungan bagi penyelenggaraan LKMS Kartini (Lembaga Keuangan Mikro Syariah Kartini)? 18. Berupa apa saja dukungan tersebut? 19. Bagaimana model atau bentuk penyaluran dalam penyelenggaraan LKMS Kartini (Lembaga Keuangan Mikro Syariah Kartini)? 20. Sudah berapa lama program ini diselenggarakan? 21. Ada atau tidakkah batasan waktu tertentu yang digunakan bagi program LKMS Kartini (Lembaga Keuangan Mikro Syariah Kartini)? 22. Bagaimana tingkat antusias dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan ini menurut perusahaan? 23. Adakah data-data yang dapat menunjang hal tersebut? 24. Apa yang menjadi kriteria dan indikator perusahaan dalam penyelenggaraan CSR, khususnya LKMS Kartini? 25. Bagaimana penyelenggaraan evaluasi kegiatan LKMS Kartini? 26. Melibatkan siapa saja evaluasi tersebut? 27. Bagaimana mekanisme pelaporan kegiatan pemberdayaan ekonomi LKMS Kartini? 28. Apakah pelaporan kegiatan tersebut dilaksanakan dengan melibatkan stakeholder-stakehoilder lain seperti masyarakat atau pemerintah? 29. Apakah ada kendala yang dihadapi pada saat penyelenggaraannya tersebut? 30. Apakah harapan perusahaan terhadap kegiatan CSR terutama LKMS Kartini?
120
PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM Partisipasi Stakeholder dan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Program Corporate Social Responsibility (CSR) dan Dampaknya terhadap Komunitas Perdesaan Tujuan
: Menggali informasi terkait dengan kebijakan dan penyelenggaraan program Perusahaan Geothermal
Informan
: Staf Kantor Kecamatan/Kelurahan
Hari/tanggal wawancara
:
Lokasi wawancara
:
Nama dan umur informan
:
Jabatan
:
Pertanyaan Penelitian: 1. Bagaimana dan kapan desa/keluarahan/Kecamatan ini berdiri? Mengapa bernama Cihamerang? 2. Bagaimana kondisi geografis dan demografi kelurahan/Kecamatan ini? 3. Bagaimana karakteristik masyarakat daerah ini? (SARA, pendidikan, pekerjaan, budaya) 4. Apakah bapak/ibu mengenal Perusahaan Geothermal? Siapa yang bapak/ibu kenal dari Perusahaan Geothermal dan jabatannya apa? 5. Kapan Perusahaan Geothermal datang ke daerah ini? Siapa yang menghadap? 6. Apakah Perusahaan Geothermal mensosialisasikan perihal rencana pelaksanaan program CSR? Berapa lama dilakukan sosialisasi tersebut? 7. Bagaimana cara Perusahaan Geothermal melakukan survey kebutuhan warga? Apa metode yang digunakan? 8. Apakah pejabat kecamatan/kelurahan dilibatkan dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan CSR Perusahaan? Jika tidak, mengapa? 9. Apakah masyarakat dilibatkan dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan CSR Perusahaan Geothermal? Jika tidak, mengapa? 10. Apakah kebutuhan utama yang diperlukan warga saat itu dan saat ini? 11. Program apa saja yang dilakukan oleh Perusahaan Geothermal? 12. Apakah program yang dijalankan Perusahaan Geothermal? Siapa saja sasarannya? 13. Apakah program yang dijalankan Perusahaan Geothermal bermanfaat bagi masyarakat? 14. Sejauhmana pihak keluarah/kecamatan dilibatkan dalam implementasi program? 15. Apakah yang masyarakat rasakan setelah dijalankan program CSR Perusahaan Geothermal?
121
16. Adakah kendala saat pelaksanaan program CSR Perusahaan Geothermal? Apa saja? dan mengapa hal tersebut bisa terjadi? 17. Apakah pihak kelurahan/kecamatan dilibatkan saat evaluasi program? 18. Apakah pelaporan kegiatan dilakukan secara bersama-sama? 19. Apakah harapan bapak/ibu terhadap Perusahaan Geothermal?
122
Lampiran 2. Matriks Alokasi Waktu Penelitian
No
Kegiatan
I 1. 2. 3. 4. II 1. 2. III 1. 2. 3. IV 1. 2. 3.
Proposal dan Kolokium Penyusunan Draft Konsultasi Proposal Orientasi Lapangan Kolokium Studi Lapangan Pengumpulan Data Analisis Data Penulisan Laporan Analisis Lanjutan Penyusunan Draft Konsultasi Draft Ujian Skripsi Uji Petik Ujian Perbaikan Skripsi
Juni 2010 1
2
3
4
JuliOktoberJanuari Agustus Desember 2011 2010 2010 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
KKP
Febr uari 2011 1 2
123
Lampiran 3. Sketsa Desa Cihamerang
124
Lampiran 4. Hasil Uji Statistik Pada Variabel-variabel Penelitian Signifikansi Korelasi Tingkat Partisipasi (Tahap Perencanaan) dan Kekuatan Modal Sosial Correlations
Spearman's rho
Modal Sosial
Tk.PartisipasiThp_Perencanaan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Modal Sosial 1,000 . 30 ,036 ,849 . 30
Tk.PartisipasiThp_Perencanaan ,036 ,849 30 1,000 30
Signifikansi Korelasi Tingkat Partisipasi (Tahap Pelaksanaan) dan Kekuatan Modal Sosial Correlations
Spearman's rho
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Tk.Partisipasi Correlation Coefficient Thp_Pelaksanaan Sig. (2-tailed) N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Modal Sosial 1,000
Modal Sosial
Tk.PartisipasiThp_Pelaksanaan * ,432 ,017 30 1,000
. 30 * ,432 ,017 . 30
30
Signifikansi Korelasi Tingkat Partisipasi (Tahap Evaluasi) dan Kekuatan Modal Sosial Correlations
Spearman's rho
Modal Sosial
Tk.Partisipasi Thp_Evaluasi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Modal Sosial 1,000 . 30 ,317 ,088 . 30
Tk.PartisipasiThp_Evaluasi ,317 ,088 30 1,000 30
Tabel 4. Signifikansi Korelasi Tingkat Partisipasi (Tahap Pelaporan) dan Kekuatan Modal Sosial Correlations
Modal Sosial
Tk.Partisipasi Thp_Pelaporan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Modal Sosial 1,000 . 30 . . 30
Tk.PartisipasiThp_Pelaporan . . 30 . . 30
125
Signifikansi Korelasi Tingkat Partisipasi dan Kekuatan Modal Sosial Menurut Uphoff Correlations
Spearman's rho
Modal Sosial
Tingkat_Partisipasi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Modal Sosial 1,000 . 30 ,325 ,079 30
Tingkat_Partisi pasi ,325 ,079 30 1,000 . 30
Signifikansi Korelasi Tingkat Partisipasi (Tahap Perencanaan) dan Dampak Ekonomi Correlations Tk.PartisipasiThp_Perencana an Spearman's rho
Tk.PartisipasiThp_Perencanaan
Correlation Coefficient
1.000
.138
.
.468
Sig. (2-tailed) N Dampak Ekonomi
Dampak Ekonomi
30
30
Correlation Coefficient
.138
1.000
Sig. (2-tailed)
.468 30
. 30
N
Signifikansi Korelasi Tingkat Partisipasi (Tahap Pelaksanaan) dan Dampak Ekonomi Correlations Tk.PartisipasiThp_Pelaksan aan
Dampak Ekonomi Spearman's rho
Dampak Ekonomi
Correlation Coefficient
1.000
.233
.
.215
30
30
.233
1.000
.215 30
. 30
Sig. (2-tailed) N Tk.PartisipasiThp_Pelaksanaan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Signifikansi Korelasi Tingkat Partisipasi (Tahap Evaluasi) dan Dampak Ekonomi Correlations Dampak Ekonomi Spearman's rho
Dampak Ekonomi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Tk.PartisipasiThp_Evaluasi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Tk.Partisipasi Thp_Evaluasi
1.000
.219
.
.245
30
30
.219
1.000
.245
.
30
30
126
Signifikansi Korelasi Tingkat Partisipasi (Tahap Pelaporan) dan Dampak Ekonomi Correlations Dampak Ekonomi Spearman's rho
Dampak Ekonomi
Correlation Coefficient
1.000
Sig. (2-tailed) N Tk.PartisipasiThp_Pelaporan
Tk.PartisipasiThp_Pelaporan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
.
.
.
30
30
.
.
.
.
30
30
Signifikansi Korelasi Tingkat Partisipasi dan Dampak Ekonomi Menurut Konsep Uphoff Correlations Dampak Ekonomi Spearman's rho
Dampak Ekonomi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Tingkat_Partisipasi
Tingkat_Partisip asi
1.000
.349
.
.058
30
30
Correlation Coefficient
.349
1.000
Sig. (2-tailed)
.058
.
30
30
N
Signifikansi Korelasi Tingkat Partisipasi dan Dampak Sosial Menurut Konsep Arnstein Correlations TINGKATPARTI SIPASI MODALSOSIAL Spearman's rho
TINGKATPARTISIPASI
Correlation Coefficient
.395
Sig. (2-tailed) N MODALSOSIAL
*
1.000 .
.031
30
30
*
1.000
Correlation Coefficient
.395
Sig. (2-tailed)
.031
.
30
30
N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Signifikansi Korelasi Tingkat Partisipasi dan Dampak Ekonomi Menurut Arnstein Correlations TINGKATPARTI DAMPAKEKON SIPASI OMI Spearman's rho
TINGKATPARTISIPASI
Correlation Coefficient
1.000
Sig. (2-tailed) N DAMPAKEKONOMI
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
**
.494
.
.006
30
30
**
1.000
.494
.006
.
30
30
127
Lampiran 5. Daftar Anggota Kelompok Simpan Pinjam LKMS Kartini di Desa Cihamerang Lokasi: Desa Cihamerang, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi Waktu: Periode 2009-2010
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Nama Anggota Kelompok Simpan Pinjam Tita Cicih Juju Julaeha Susi Susilawati Yeni Artisah Rumnati Uun Pipih Setianingsih Ipon Yayat Yeni Nunung Sarnah Rumnasih Rohayati Iim Ayum Nemi Yeni Eli Marsih Murti Enas Marsih Ati Adah Ida Erum Uun Ipah Ion Eem Nurpitriyana Yoyoh Iis.B Iyon
Jenis Usaha Anggota Kelompok Simpan Pinjam (Ibu) Dagang Dagang Dagang Keliling Dagang Dagang Dagang Dagang Dagang Keliling Dagang Dagang Dagang Dagang Dagang Dagang Dagang Keliling Dagang Dagang Dagang Dagang Dagang Dagang Dagang Tani Dagang Dagang Dagang Ternak Ternak Tani Tani Tani Tani Tani Tani Tani Dagang + Tani
Alamat Rumah Anggota Kelompok Simpan Pinjam LKMS Kartini RT.02/02 Pajagan RT.02/01 Pajagan RT.02/01 Pajagan RT.05/02 Pajagan RT.05/02 Pajagan RT.02/02 Pajagan RT.06/02 Pajagan RT.06/02 Pajagan RT.02/01 Pajagan RT.07/03 Pasir Haur RT.04/02 Pajagan RT.04/02 Pajagan RT.04/02 Pajagan RT.04/02 Pajagan RT.04/02 Pajagan RT.02/03 Pasir Haur RT.06/03 Pasir Makam RT.02/03 Pasir Haur RT.02/03 Pasir Haur RT.01/03 Pasir Haur RT.03/03 Pasir Haur RT.02/03 Pasir Haur RT.02/03 Pasir Haur RT.03/03 Pasir Haur RT.02/03 Pasir Haur RT.02/03 Pasir Haur RT.02/03 Pasir Haur RT.02/03 Pasir Haur RT.02/03 Pasir Haur RT.02/03 Pasir Haur RT.07/03 Pameungpeuk RT.02/01 Pameungpeuk RT.03/01 Pameungpeuk RT.03/01 Pameungpeuk RT.03/01 Pameungpeuk RT.03/01 Pameungpeuk
128
37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75
Jumriah Yuyu Wahyunie Eneng Nining (Lili) Yayat maryati Hami Juarsih Ihat Iis.A Nani Acih Yayah Mawar Suarti Diyah Nina Marlina Ala Ikah Sulastri Rita Arsih Eka Susanti Emis Nining Sukarmi Ocah Erna Ipah.B Kokom komalasari Otih Yayah.B Lilis Neng Iceu Iin Surtinah Dede Sri D Eka Rani Budiarti Ulang Isah Karsih bin Awit Nining
Dagang Tani Dagang Dagang Warung Dagang Tani Tani Tani Tani Tani Tani Warung Tani Dagang (Pulsa) Tani Tani Dagang Dagang Dagang Warung Tani Dagang Tani Warung Tani Tani Dagang Dagang Dagang Dagang Tani Tani Dagang Dagang Dagang Dagang Dagang Tani
RT.03/01 Pameungpeuk RT.03/01 Cibeureum RT.03/01 Pameungpeuk RT.02/01 Pameungpeuk RT.07/01 Pameungpeuk RT.07/01 Pameungpeuk RT.07/02 Pameungpeuk RT.07/01 Pameungpeuk RT.07/01 Pameungpeuk RT.03/01 Pameungpeuk RT.03/01 Pameungpeuk RT.03/01 Pameungpeuk RT.02/01 Pameungpeuk RT.07/01 Pameungpeuk RT.01/01 Pameungpeuk RT.07/01 Pameungpeuk RT.18/03 Kebon Genep RT.02/01 Pameungpeuk RT.02/03 Pasir Haur RT.023/01 Pameungpeuk RT.02/03 Pasir Haur RT.02/01 Pameungpeuk RT.02/01 Pameungpeuk RT.03/01 Pameungpeuk RT.02/01 Pamengpeuk RT.07/01 Pamengpeuk RT.02/01 Pamengpeuk RT.07/01 Pamengpeuk RT.03/01 Pamengpeuk RT.02/01 Pamengpeuk RT.03/01 Pamengpeuk RT.06/02 Pajagan RT.06/02 Pajagan RT.02/01 Pamengpeuk RT.02/01 Pamengpeuk RT.05/01 Pamengpeuk RT.02/03 Pamengpeuk RT.03/01 Pasir haur RT.01/01 Pamengpeuk
129
Lampiran 6. Daftar Responden Penelitian Masyarakat Pemanfaat Program NO Nama Responden 1 Yayat Maryati 2 Nemi Suwardani 3 Ida Royani 4 Adah Zubaidah 5 Julaeni 6 Rum 7 Atik 8 Ayum 9 Sukarmi 10 Ipah 11 Iis 12 Yayah Hamiyah 13 Otih 14 Ocah 15 Iis Sumiyati 16 Rita 17 Eka Susanti 18 Iis 19 Yayah 20 Ihat 21 Erna Sulastri 22 Ala 23 Ion 24 Neng Iis Karlina 25 Acih 26 Nining 27 Siti Masyitoh 28 Rina 29 Dede S. Damayanti 30 Nani Masyarakat Non-Pemanfaat Program 1 Ana 2 Ida Royani 3 Sayi 4 Iyen 5 Eka Susanti 6 Cucun 7 Omay 8 Mamah 9 Diana 10 Mimin 11 Ela 12 Dede 13 Asih 14 Suryati 15 Neneng
Alamat Responden Pameungpeuk Pasir Haur Pasir Haur Pasir Haur Pasir Haur Pasir Haur Pasir Haur Pasir Haur Pameungpeuk Pameungpeuk Pameungpeuk Pameungpeuk Pameungpeuk Pameungpeuk Pameungpeuk Pameungpeuk Pameungpeuk Pameungpeuk Pameungpeuk Pameungpeuk Pameungpeuk Pameungpeuk Pameungpeuk Pameungpeuk Pameungpeuk Pamengpeuk Pameungpeuk Pamengpeuk Pamengpeuk Pamengpeuk Pasir Haur Pasir Haur Pasir Haur Pameungpeuk Pameungpeuk Pameungpeuk Pameungpeuk Pameungpeuk Pameungpeuk Pameungpeuk Pameungpeuk Pameungpeuk Pameungpeuk Pameungpeuk Pameungpeuk
130
Lampiran 7. Data Kependudukan Desa Cihamerang Tahun 2010
131
Lampiran 8. Matriks Pengumpulan Data, Pengolahan Data, dan Analisis Data No
Tujuan
Variabel
1
Profil Perusahaan 1. Bidang usaha di Geothermal perusahaan 2. Lokasi perusahaan
2
Profil Lembaga Keuangan Mikro Syariah(LKMS) Kartini
3
Mengetahui 1. Landasan atau Gambaran umum pedoman CSR yang perusahaan dilaksanakan 2. Program CSR
1. Lokasi LKMS Kartini 2. Kegiatan yang dilakukan
Data yang dibutuhkan
Sumber Data
Metode Pengumpulan data
Metode Pengolahan Analisis Data 1. Pengumpulan data 2. Reduksi data 3. Penyajian data
1. Sejarah berdirinya Perusahaan Geothermal 2. Bidang usaha Perusahaan Geothermal 3. Visi Misi Perusahaan Geothermal 4. Lokasi Perusahaan Geothermal 1. Sejarah berdirinya LKMS Kartini 2. Struktur Organisasi 3. Pihak-pihak yang terlibat dalam pembentukan LKMS kartini
1. Data sekunder: 1. Studi literatur data didapat dari 2. Pengamatan Annual Report 3. Wawancara Perusahaan dan merujuk pada Thesis 2. Data Primer: Staff PGPA Perusahaan Geothermal
1. Studi literatur 2. Pengamatan 3. Wawancara
1. Pengumpulan data 2. Reduksi data 3. Penyajian data
1. Struktur Organisasi 2. Landasan atau pilar Perusahaan Geothermal
1. Studi literatur 2. Pengamatan 3. Wawancara
1. Pengumpulan data 2. Reduksi data 3. Penyajian data
1. Data sekunder: data didapat dari LKMS Kartini 2. Data primer: data dari manajer LKMS Kartini dan outreach staff LKMS Kartini 1. Data sekunder: data dari website Perusahaan Geothermal
132
Perusahaan Geothermal
Perusahaan Geothermal
4
Mengetahui 1. Charity motivasi 2. Philantrophy pelaksanaan CSR 3. Corporate Perusahaan Citizenship Geothermal
Dorongan Policy, Government, and Public Affair dalam Melaksanakan program tanggung jawab sosial perusahaan
5
Mengetahui cara pandang Perusahaan Geothermal terhadap Community Development
Persepsi Perusahaan Geothermal terhadap Community Development
Pendefinisian Community Development oleh Perusahaan Geothermal
6
Mengetahui Mekanisme Penyelenggaraan Program Community Based Micro Finance(CBMF)
Tahapan penyelenggaraan program
Tahap Perencanaan, Tahap Pelaksanaan, Tahap Evaluasi, Tahap Pelaporan
2. Data primer: manajer dan staff PGPA Perusahaan Geothermal 1. Data sekunder: data dari Annual Report CSR Perusahaan 2. Data Primer: Manajer dan staff PGPA Perusahaan Geothermal 1. Data sekunder: Annual Report CSR Perusahaan Geothermal 2. Data primer: Manajer dan staff PGPA Perusahaan Geothermal 1. Data sekunder: Annual Report CSR Perusahaan Geothermal, Company’s profile LKMS Kartini 2. Data primer: Manajer dan staff
1. Studi Literatur 2. Wawancara 3. Pengamatan
1. Pengumpulan data 2. Reduksi data 3. Penyajian data
1. Studi literatur 2. Wawancara 3. Pengamatan
1. Data 2. Reduksi data 3. Penyajian data
1. Studi literatur 2. Wawancara 3. Pengamatan
1. Data 2. Reduksi data 3. Penyajian data
133
7
8
PGPA Perusahaan Geothermal, Manajer LKMS Kartini Mengetahui 1. Internal dan Pihak-pihak yang 1. Data sekunder: stakeholderEksternal terlibat dalam Annual Reports stakeholder yang 2. Primer, Sekunder, penyelenggaraan CSR CSR Perusahaan terkait dengan Marjinal Perusahaan Geothermal, Penyelenggaraan 3. Tradisional dan Geothermal Company’s profile LKMS Kartini Masa Depan khususnya LKMS LKMS Kartini 4. Proponent, Kartini 2. Data primer: Opponents, Manajer dan staff Uncommitted PGPA Perusahaan Geothermal, Manajer LKMS Kartini Menjelaskan 1. Keterlibatan Tingkat partisipasi Data primer: Tingkat Masyarakat dan melalui peran serta menggunakan Partisipasi stakeholder terkait masyarakat dan instrumen kuesioner Masyarakat dan 2. Peran serta stakeholder terkait bagi masyarakat Stakeholder Masyarakat dan dalam setiap tahapan pemanfaat program, stakeholder terkait penyelenggaraan dan melalui program wawancara pemberdayaan mendalam kepada ekonomi lokal stakeholder terkait melalui pembentukan kelompok simpan pinjam LKMS Kartini
1. Studi Literatur 2. Wawancara 3. Pengamatan
1. Data 2. Reduksi data 3. Penyajian data
Wawancara dan Kuesioner
1. Pengumpulan data 2. Pengkodean data 3. Pengukuran dan penghitungan dengan Tabel Frekuensi 4. Pengukuran dan penghitungan dengan Tabel Silang 5. Uji korelasi Rank
134
9
Menganalisa dampak yang dirasakan masyarakat oleh penyelenggaraan program
1. Dampak Ekonomi 2. Dampak Sosial
1. Dampak ekonomi didefinisikan sebagai perubahan yang dirasakan dan diperoleh oleh masyarakat setelah terlibat dalam penyelenggaraan program CSR, mengacu pada indikator-indikator taraf hidup, pendapatan, pengeluaran, dan tabungan 2. Dampak sosial didefinisikasn sebagai Perubahan yang dirasakan oleh komunitas pemanfaat setelah terlibat dalam penyelenggaraan program pada kekuatan modal sosial
Data primer: menggunakan instrumen kuesioner bagi masyarakat pemanfaat program, dan melalui wawancara mendalam kepada stakeholder terkait
Wawancara dan Kuesioner
Spearman 6. Analisis data 1. Pengumpulan data 2. Pengkodean data 3. Pengukuran dan penghitungan dengan Tabel Frekuensi 4. Pengukuran dan penghitungan dengan Tabel Silang 5. Uji korelasi Rank Spearman 6. Analisis data
135
Lampiran 9. Kuesioner Penelitian Nama Responden Tanggal Survei
Nama Enumerator Tanda Tangan
Partisipasi Stakeholder dalam Penyelenggaraan Program CSR dan Dampaknya terhadap Komunitas Perdesaan KUESIONER “Masyarakat Penerima Program”
PETUNJUK PENGISIAN -
Isilah titik-titik pada kolom isian responden sesuai dengan identitas pribadi atau keadaan anda yang sebenarnya.(Untuk bagian A, B, C) Lingkari salah satu pilihan jawaban yang sesuai atau menurut anda paling sesuai dengan keadaan anda sebenarnya ! (Untuk bagian A dan E) Beri tanda checklist (√) pernyataan sesuai dengan pilihan anda yang menunjukan keadaan yang sebenarnya BUKAN harapan anda ! (Untuk bagian D dan F) Tanyakan pada enumerator jika ada pertanyaan yang tidak dimengerti
A. Karakteristik Responden 1.
Umur
:……………………………… tahun
2.
Jenis Kelamin
: (1) laki-laki
(2) perempuan
136
3.
Pekerjaan
:…………………………………………………………………….....
4.
Jenis Usaha
: (1) baru (setelah program)
5.
Lamanya usaha
6.
Kepemilikan usaha : (1) pribadi sebutkan………………………………………….
: (1) > 5 tahun
(2) lama (sebelum adanya program)
(2) 1 tahun – 5 tahun
(3) < 5 tahun (2)
orang
lain,
B. Karakteristik Rumahtangga No
Jumlah Keluarga
(1)
(2)
Nama Sex Umur Status Pekerjaan Tingkat Anggota Perkawinan pendidikan Utama Tambahan Rumahtangga dan lama sekolah (3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
137
Ket. sex : 1: laki-laki 2: perempuan
Ket. status perkawinan : 1: kawin hidup
2: tidak kawin
3. cerai mati
4. cerai
C. Pendapatan Bersih (Net Cash Income) Menurut Jenis Pekerjaan (Rp) ART
Jenis Pekerjaan
Hari Rp/hr
1. Suami
a. b. c.
2. Istri
a. b. c.
Minggu Hr/mg
Rp/mg
Mg/bln
Bulan* Rp/bln
Bln/thn
138
3. Anak
a. b. c.
4. ART lain
a. b. c.
5. Usaha Keluarga
a. b. c.
TOTAL Total Pengeluaran Rumah Tangga per bulan:
Total Investasi Rumah Tangga per bulan:
Keterangan* : dekati dari musim jika menurut musim dan dibagi lamanya bulan
139
Keterangan: SL : Selalu SR : Sering KD : Kadang-kadang JR : Jarang TP
: Tidak Pernah
D. Tingkat Partisipasi dalam Program Perencanaan No 1
Pernyataan
2
Saya mengetahui bahwasanya pemberdayaan ekonomi lokal merupakan salah satu fokus kegiatan CSR CGS Saya mengetahui keberadaan LKMS Kartini
3
LKMS Kartini dibentuk atas kebutuhan masyarakat
4
Saya ikut mengidentifikasi kebutuhan masyarakat
5 6
Saya memberikan masukan/pendapat dalam identifikasi kebutuhan masyarakat Saya mendapatkan akses terhadap proses pengambilan keputusan
7
Saya terlibat dalam pengambilan keputusan
SL
SR
KD
JR
TP
140
8
Saya merasa mampu terlibat dalam proses pengambilan keputusan
9
Pendekatan yang dilakukan oleh perusahaan terkoordinasi dengan baik
10
Hambatan yang mungkin muncul dalam proses pembentukan program telah diidentifikasi sebelumnya
11
Langkah-langkah telah dirumuskan untuk mengatasi kemungkinan hambatan dalam proses pembentukan program
12
Saya terlibat dalam menentukan aturan yang ada dalam program
13
Perusahaan tidak melakukan intervensi dalam pengambilan keputusan
14
Saya ikut terlibat dalam memutuskan alokasi dana untuk program
15
Pemerintah ikut dilibatkan dalam perencanaan program
Pelaksanaan No
Pernyataan
16
Saya mendapatkan akses terhadap proses pengambilan keputusan
17
Saya terlibat dalam pengambilan keputusan
18
Saya merasa mampu terlibat dalam proses pengambilan keputusan
SL
SR
KD
JR
TP
141
19
Saya merasakan manfaat program
20
Perusahaan tidak melakukan interfensi dalam kegiatan LKMS Kartini
21
Penyampaian informasi yang ada dalam LKMS Kartini berjalan efektif
22
Dana LKMS Kartini sepenuhnya berasal dari perusahaan
23
Masyarakat memiliki kontrol terhadap kegiatan LKMS Kartini
24
Saya memiliki peran dalam setiap kegiatan LKMS Kartini
25
Kegiatan LKMS Kartini yang sedang berjalan terkoordinasi dengan baik
Evaluasi No
Pernyataan
26
Saya dapat mengevaluasi kegiatan kelompok simpan pinjam LKMS Kartini Saya dapat mengevaluasi kegiatan LKMS Kartini
27 28 29
Saya dilibatkan dalam mengevaluasi kegiatan kelompok simpan pinjam LKMS Kartini Saya dilibatkan dalam mengevaluasi kegiatan LKMS Kartini
SL
SR
KD
JR
TP
142
30
Saya ikut serta dalam proses evaluasi kegiatan LKMS Kartini bersama pihak perusahaan
31
Saya memberikan masukan terhadap kegiatan kelompok simpan pinjam LKMS Kartini
32
Saya memberikan masukan terhadap kegiatan LKMS Kartini
Pelaporan 33
Saya ikut dalam membuat laporan tertulis tentang kegiatan
34
Perusahaan melakukan laporan berkala kepada masyarakat mengenai kegiatan LKMS kepada masyarakat
35
Saya ikut membuat laporan secara lisan tentang kegiatan
36
Saya mendapatkan kesempatan untuk membuat evaluasi mengenai kegiatan LKMS Kartini
Dampak Program E. Dampak Ekonomi NO Indikator 1
Luas lantai hunian
Nilai a. < 8m2 per orang b. = 8m2 per orang c. > 8m2 per orang
143
2
Jenis lantai bangunan terluas
3.
Jenis dinding bangunan terluas
4.
Fasilitas tempat besar/WC
5.
Sumber penerangan
6.
Sumber air minum
7.
Bahan bakar untuk memasak
buang
air
a. b. c. d. e. a. b. c. d. e. a. b. c. d. e. a. b. c. d. e. a. b. c. d. e. a. b. c.
Tanah Bambu kayu murah Kayu mahal Keramik Rumbia Bambu Kayu kualitas rendah Tembok bata tembok beton WC umum WC bersama tanah/semen WC bersama keramik WC pribadi tanah/semen WC pribadi keramik Obor/senter Petromak Listrik non-PLN Listrik PLN bersama Listrik PLN pribadi mata air, air sungai, air hujan Ledeng eceran, sumur, Ledeng meteran sumur bor/pompa terlindung Air minum dalam kemasan/ isi ulang Kayu bakar Minyak tanah Gas dan kayu bakar
144
8.
Alat transportasi yang dimiliki
d. e. a. b. c. d. e.
Gas Listrik Sepeda becak, gerobak Sepeda motor, becak motor Mobil angkutan umum Mobil pribadi
Keterangan: SL : Selalu SR : Sering KD : Kadang-kadang JR : Jarang TP : Tidak Pernah
F. Modal Sosial Tingkat Kepercayaan No
Pernyataan
1
Saya menaruh kepercayaan kepada pihak perusahaan
2
Saya menaruh kepercayaan kepada masyarakat sekitar Desa Cihamerang
3
Saya menaruh kepercayaan kepada sesama anggota kelompok LKMS Kartini
SL
SR
KD
JR
TP
145
4
Saya merasa nyaman bergabung dalam kelompok simpan pinjam LKMS Kartini
5
Saya selalu berhati-hati jika berurusan dengan perusahaan
6
Kebanyakan orang-orang di kelompok simpan pinjam LKMS Kartini jujur
7
Keberadaan LKMS memberikan keuntungan bagi saya
8
Reputasi perusahaan baik dimata saya
9
Reputasi pemerintah desa baik di mata saya
10
Saya bersedia melakukan mediasi jika berselisih dengan perusahaan
11
Saya hadir dalam kegiatan kumpulan mingguan kelompok LKMS Kartini
12
Saya bersedia meluangkan waktu jika diundang dalam pertemuan oleh LKMS Kartini
13
Saya merasa keberadaan saya dibutuhkan dalam kelompok simpan pinjam LKMS Kartini
14
Saya membantu teman sekelompok simpan pinjam jika mendapat kesulitan/musibah
146
15
Saya percaya terhadap kinerja pemerintah dalam mendukung kegiatan masyarakat
Kekuatan Jaringan No
Pernyataan
16
Saya mengenal sebagian besar orang-orang di perusahaan
17
Saya mengenal sebagian besar masyarakat sekitar di Desa Cihamerang
18
Saya mengenal anggota kelompok LKMS Kartini Desa Cihamerang
19
Saya melakukan semua kegiatan dalam kelompok simpan pinjam secara sukarela
20
Saya telah melakukan banyak hal untuk kemajuan kelompok simpan pinjam LKMS
21
Saya merasa bagian dari kelompok LKMS Kartini
22
Saya berhubungan baik dengan orang-orang di perusahaan
23
Saya sering berinteraksi dengan pihak perusahaan
24
Saya tidak ragu meminta bantuan kepada perusahaan jika mengalami kendala
SL
SR
KD
JR
TP
147
25
Saya menghadiri setiap kegiatan LKMS Kartini dalam 1 tahun terakhir
26
Pihak perusahaan ikut terlibat dalam memajukan LKMS Kartini
27
Jika perusahaan memerlukan bantuan saya maka saya akan menyanggupinya
28
Jika perusahaan memerlukan bantuan saya maka saya akan menyanggupinya
29
Saya mengenal sebagian besar pihak pemerintahan desa
30
Saya berhubungan baik dengan pihak pemerintahan desa
Kekuatan Kerjasama No
Pernyataan
31
Saya dilibatkan dalam setiap program LKMS Kartini
32
Penyusunan program LKMS dilakukan secara bersama-sama
33
Pendapat setiap orang selalu dihargai dalam rapat
34
Kerjasama antara masyarakat dan perusahaan baik
35
Kerjasama antar anggota kelompok simpan pinjam baik
SL
SR
KD
JR
TP
148
36
Kerjasama antara anggota dengan pengurus LKMS Kartini baik
37
Kerjasama antara anggota dengan pemerintahan desa baik
38
Saya mengetahui bahwa perusahaan kegiatan LKM
39
Saya mengetahui bahwa perusahaan menymbangkan pikiran dalam kegiatan LKM
40
Keputusan dalam setiap rapat//kumpulan dilakukan secara bersamasama
41
Setiap pemecahan masalah dalam kelompok simpan pinjm dilakukan secara kolektif
42
Pada setiap keglompok simpan pinjam ada pembagian tugas yang adil
43
Setiap orang dalam kelompok memiliki tanggung jawab yang sama
44
Saya merasa diuntungkan dengan adanya LKMS Kartini
45
Saya senang bekerja secara kolektif/berkelompok
menyumbangkan dana dalam
149
Nama Responden Tanggal Survei
Nama Enumerator Tanda Tangan
Partisipasi Stakeholder dalam Penyelenggaraan Program CSR dan Dampaknya terhadap Komunitas Perdesaan KUESIONER “Masyarakat Penerima Program” PETUNJUK PENGISIAN -
Isilah titik-titik pada kolom isian responden sesuai dengan identitas pribadi atau keadaan anda yang sebenarnya.(Untuk bagian A, B, C) Lingkari salah satu pilihan jawaban yang sesuai atau menurut anda paling sesuai dengan keadaan anda sebenarnya ! (Untuk bagian A dan E) Beri tanda checklist (√) pernyataan sesuai dengan pilihan anda yang menunjukan keadaan yang sebenarnya BUKAN harapan anda ! (Untuk bagian D dan F) Tanyakan pada enumerator jika ada pertanyaan yang tidak dimengerti
A. Karakteristik Responden 1.
Umur
:……………………………… tahun
2.
Jenis Kelamin
: (1) laki-laki
3.
Pekerjaan
:…………………………..................................................................
4.
Jenis Usaha
: (1) baru (setelah program)
(2) perempuan
(2) lama (sebelum adanya program)
150
5.
Lamanya usaha
: (1) > 5 tahun
(2) 1 tahun – 5 tahun
6.
Kepemilikan usaha : (1) pribadi sebutkan………………………………………….
(3) < 5 tahun (2)
orang
lain,
B. Karakteristik Rumahtangga No
Jumlah Keluarga
(1)
(2)
Nama Sex Umur Status Pekerjaan Tingkat Anggota Perkawinan pendidikan Utama Tambahan dan lama Rumahtangga sekolah (3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
151
Ket. sex : 1: laki-laki 2: perempuan
Ket. status perkawinan : 1: kawin hidup
2: tidak kawin
3. cerai mati
4. cerai
C. Pendapatan Bersih (Net Cash Income) Menurut Jenis Pekerjaan (Rp) ART
Jenis Pekerjaan
Hari Rp/hr
1. Suami
a. b. c.
2. Istri
a. b. c.
3. Anak
a. b.
Minggu Hr/mg
Rp/mg
Mg/bln
Bulan* Rp/bln
Bln/thn
152
c. 4. ART lain
a. b. c.
5. Usaha Keluarga
a. b. c.
TOTAL Total Pengeluaran Rumah Tangga per bulan:
Total Investasi Rumah Tangga per bulan:
Keterangan* : dekati dari musim jika menurut musim dan dibagi lamanya bulan Dampak Program E. Dampak Ekonomi NO Indikator
Nilai
153
1
Luas lantai hunian
2
Jenis lantai bangunan terluas
3.
Jenis dinding bangunan terluas
4.
Fasilitas tempat besar/WC
5.
Sumber penerangan
6.
Sumber air minum
buang
air
d. e. f. a. b. c. d. e. a. b. c. d. e. a. b. c. d. e. a. b. c. d. e. a. b. c. d. e.
< 8m2 per orang = 8m2 per orang > 8m2 per orang Tanah Bambu Kayu murah Kayu mahal Keramik Rumbia Bambu Kayu kualitas rendah Tembok bata Tembok beton WC umum WC bersama tanah/semen WC bersama keramik WC pribadi tanah/semen WC pribadi keramik Obor/senter Petromak Listrik non-PLN Listrik PLN bersama Listrik PLN pribadi Mata air, air sungai, air hujan Ledeng eceran, sumur, Ledeng meteran Sumur bor/pompa terlindung Air minum dalam kemasan/ isi ulang
154
7.
Bahan bakar untuk memasak
8.
Alat transportasi yang dimiliki
a. b. c. d. e. a. b. c. d. e.
Kayu bakar Minyak tanah Kayu bakar dan Gas Gas Listrik Sepeda, gerobak Becak, Sepeda motor, becak motor Mobil untuk angkutan umum Mobil pribadi
Keterangan: SL : Selalu SR : Sering KD : Kadang-kadang JR : Jarang TP : Tidak Pernah
F. Modal Sosial Tingkat Kepercayaan No
Pernyataan
1
Saya menaruh kepercayaan kepada pihak perusahaan
2
Saya menaruh kepercayaan kepada masyarakat sekitar Desa Cihamerang
SL
SR
KD
JR
TP
155
3
Saya menaruh kepercayaan kepada pemerintah desa
4
Saya selalu berhati-hati jika berurusan dengan perusahaan
5
Kebanyakan orang-orang di Desa Cihamerang jujur
6
Reputasi perusahaan baik dimata saya
7
Reputasi pemerintah desa baik di mata saya
8
Saya bersedia melakukan mediasi jika berselisih dengan perusahaan
9
Saya senang berkumpul dengan tetangga jika ada waktu luang
10
Saya bersedia meluangkan waktu jika diundang dalam pertemuan oleh LKMS Kartini
11
Saya merasa keberadaan saya dibutuhkan dalam masyarakat desa
12
Saya membantu teman sekelompok simpan pinjam jika mendapat kesulitan/musibah
13
Saya dipercaya oleh masyarakat untuk memegang sebuah jabatan tertentu di kegiatan/organisasi kemasyarakatan
Kekuatan Jaringan No
Pernyataan
SL
SR
KD
JR
TP
156
14
Saya mengenal sebagian besar orang-orang di perusahaan
15
Saya mengenal sebagian besar masyarakat sekitar di Desa Cihamerang
16
Saya mengenal sebagian besar pihak pemerintahan desa
17
Saya berhubungan baik dengan pihak pemerintahan desa
18
Saya mengikuti kegiatan kemasyarakatan
19
Saya mengikuti kegiatan kemasyarakatan dengan sukarela
20
Saya telah melakukan banyak hal untuk kemajuan masyarakat
21
Saya merasa bagian dari masyarakat Desa Cihamerang
22
Saya berhubungan baik dengan orang-orang di perusahaan
23
Saya sering berinteraksi dengan pihak perusahaan
24
Saya tidak ragu meminta bantuan kepada perusahaan jika mengalami kendala
25
Jika perusahaan memerlukan bantuan saya maka saya akan menyanggupinya
26
Jika pemerintah desa memerlukan bantuan saya maka saya akan menyanggupinya
157
27
Saya mengenal sebagian besar pihak pemerintahan desa
Kekuatan Kerjasama No
Pernyataan
28
Saya dilibatkan dalam setiap kegiatan kemasyarakatan
29
Saya aktif mengikuti perkumpulan/rapat kegiatan kemasyarakatan
30
Pendapat setiap orang selalu dihargai dalam rapat
31
Kerjasama antara masyarakat dan perusahaan baik
32
Kerjasama antar masyarakat baik
33
Kerjasama antara anggota dengan pemerintahan desa baik
34
Saya mengetahui bahwa perusahaan memiliki program CSR
35
Saya mengetahui bahwa pemerintahan desa memiliki program pemberdayaan
36
Keputusan dalam setiap rapat//kumpulan dilakukan secara bersama
37
Setiap pemecahan masalah dalam masyarakan diselesaikan bersama
38
Saya senang bekerja secara kolektif/berkelompok
SL
SR
KD
JR
TP
158
39
Saya selalu bisa bekerja kelompok dengan baik
40
Saya tidak berkonflik dengan tetangga/masyarakat sekitar di Desa Cihamerang
159
Lampiran 10. Data Tabel Silang Tingkat Partisipasi dan Dampak Sosial Ekonomi Anggota Kelompok Simpan Pinjam LKMS Kartini Tingkat Partisipasi dan Dampak Sosial Menurut Konsep Uphoff
NO
Tingkat Partisipasi Anggota Kelompok Rank Rata-rata Kategori Skor Tingkat Tingkat Partisipasi Partisipasi
Skor Kekuatan Modal Sosial Anggota Kelompok Simpan Pinjam Skor Rata-rata Tingkat Kepercayaan
Skor Rata-rata Kekuatan Jejaring
Skor Rata-rata Kekuatan Kerjasama
Skor Total Kekuatan Modal Sosial
Skor Total Rata-rata Kekuatan Modal Sosial
1
3
Tinggi
4,6
4,1
4,4
13,2
4,4
2
2
Sedang
4,2
3,6
3,1
10,9
3,6
3
2
Sedang
4,1
3,1
3,9
11,1
3,7
4
2
Sedang
4,8
3,6
3,9
12,3
4,1
5
2
Sedang
4,3
2,7
3,4
10,4
3,5
6
2
Sedang
4,7
3,1
2,9
10,7
3,6
7
2
Sedang
4,1
3,9
3,2
11,1
3,7
8
2
Sedang
4,1
3,2
3,0
10,3
3,4
9
2
Sedang
3,8
3,3
3,4
10,5
3,5
10
2
Sedang
4,3
3,5
3,6
11,4
3,8
11
2
Sedang
4,2
3,6
3,2
11,0
3,7
12
2
Sedang
3,6
3,1
3,4
10,2
3,4
13
2
Sedang
4,5
3,8
3,7
12,0
4,0
14
2
Sedang
3,5
3,6
3,1
10,2
3,4
15
2
Sedang
3,7
3,2
3,3
10,2
3,4
16
2
Sedang
4,1
4,0
3,7
11,8
3,9
17
2
Sedang
3,9
3,1
3,4
10,4
3,5
160
18
2
Sedang
4,1
4,3
2,9
11,3
3,8
19
2
Sedang
4,1
3,1
3,3
10,6
3,5
20
1
Rendah
4,0
3,5
3,6
11,1
3,7
21
1
Rendah
4,1
3,2
3,8
11,1
3,7
22
1
Rendah
3,8
3,9
3,1
10,9
3,6
23
1
Rendah
4,5
4,1
3,6
12,2
4,1
24
1
Rendah
3,3
3,1
3,1
9,5
3,2
25
1
Rendah
4,2
3,6
3,4
11,2
3,7
26
1
Rendah
3,9
2,9
2,6
9,5
3,2
27
1
Rendah
4,0
3,6
3,6
11,2
3,7
28
1
Rendah
4,4
3,1
3,4
10,8
3,6
29
1
Rendah
3,9
3,3
3,4
10,6
3,5
30
1
Rendah
4,3
2,5
2,9
9,7
3,2
161
Tingkat Partisipasi dan Dampak Ekonomi Menurut Konsep Uphoff Taraf Hidup Anggota Kelompok Simpan Pinjam NO
Tingkat Partisipasi Anggota Kelompok Simpan Pinjam Skor Tingkat Partisipasi
Kategori Tingkat Partisipasi
Skor Taraf Hidup
Tingkat Pendapatan (Rp/Bulan)
Tingkat Pengeluaran (Rp/Bulan)
Tingkat Tabungan (Rp/Bulan)
1
3
Tinggi
4,6
9000000
1500000
600000
2
2
Sedang
4,2
2800000
2750000
50000
3
2
Sedang
4,1
10000000
2000000
5000000
4
2
Sedang
4,8
1700000
1600000
40000
5
2
Sedang
4,3
820000
600000
200000
6
2
Sedang
4,7
900000
800000
40000
7
2
Sedang
4,1
2500000
2000000
50000
8
2
Sedang
4,1
1950000
900000
20000
9
2
Sedang
3,8
1150000
1000000
0
10
2
Sedang
4,3
2700000
1000000
0
11
2
Sedang
4,2
100000
100000
0
12
2
Sedang
3,6
530000
300000
0
13
2
Sedang
4,5
1000000
450000
15000
14
2
Sedang
3,5
870000
800000
0
15
2
Sedang
3,7
750000
750000
0
16
2
Sedang
4,1
2300000
900000
0
17
2
Sedang
3,9
700000
600000
80000
18
2
Sedang
4,1
2000000
1000000
40000
19
2
Sedang
4,1
800000
600000
60000
20
1
Rendah
4,0
1000000
700000
300000
21
1
Rendah
4,1
900000
300000
40000
162
22
1
Rendah
3,8
5300000
2500000
100000
23
1
Rendah
4,5
150000
100000
0
24
1
Rendah
3,3
4500000
4500000
0
25
1
Rendah
4,2
1350000
750000
0
26
1
Rendah
3,9
500000
450000
20000
27
1
Rendah
4,0
610000
450000
0
28
1
Rendah
4,4
800000
450000
0
29
1
Rendah
3,9
1200000
750000
0
30
1
Rendah
4,3
1000000
750000
40000
163
Tingkat Partisipasi dan Dampak Sosial Menurut Konsep Arnstein
NO
Kategori Sosial Anggota Kelompok
Tingkat Partisipasi Anggota Kelompok Simpan Pinjam Skor Tingkat Kategori Partisipasi Partisipasi
Skor Rata-rata Modal Sosial Anggota Kelompok Simpan Pinjam LKMS Kartini Skor Rata-rata TingkatKepercayaan
Skor Rata-rata Kekuatan Jejaring
Skor Rata-rata Kekuatan Kerjasama
Total Skor Rata-rata
1
Farm/Pengusaha
5
Tipe Penentraman
4,1
3,1
3,9
3,7
2
Non-Farm/Pengusaha
4
Tipe Penentraman
4,7
3,1
2,9
3,6
3
Non-Farm/Buruh
5
Tipe Penentraman
4,6
4,1
4,4
4,4
4
Non-Farm/Buruh
4
Tipe Penentraman
4,3
2,7
3,4
3,5
5
Farm/Pengusaha
2
Tipe Konsultasi
3,9
2,9
2,6
3,2
6
Farm/Pengusaha
2
Tipe Konsultasi
4,1
4,0
3,7
3,9
7
Farm/Pengusaha
3
Tipe Konsultasi
4,1
4,3
2,9
3,8
8
Non-Farm/Pengusaha
3
Tipe Konsultasi
4,2
3,6
3,1
3,6
9
Non-Farm/Pengusaha
3
Tipe Konsultasi
4,2
3,6
3,4
3,7
10
Farm/Buruh
3
Tipe Konsultasi
3,7
3,2
3,3
3,4
11
Non-Farm/Buruh
2
Tipe Konsultasi
3,8
3,9
3,1
3,6
12
Non-Farm/Buruh
3
Tipe Konsultasi
4,3
3,5
3,6
3,8
13
Non-Farm/Buruh
3
Tipe Konsultasi
4,2
3,6
3,2
3,7
14
Non-Farm/Buruh
2
Tipe Konsultasi
4,5
3,8
3,7
4,0
15
Non-Farm/Buruh
3
Tipe Konsultasi
3,5
3,6
3,1
3,4
16
Non-Farm/Buruh
2
Tipe Konsultasi
4,1
3,1
3,3
3,5
17
Farm/Pengusaha
3
Tipe Pemberitahuan
4,5
4,1
3,6
4,1
18
Farm/Pengusaha
1
Tipe Pemberitahuan
4,0
3,5
3,6
3,7
19
Farm/Pengusaha
1
Tipe Pemberitahuan
4,1
3,2
3,0
3,4
20
Farm/Pengusaha
1
Tipe Pemberitahuan
3,6
3,1
3,4
3,4
164
21
Farm/Pengusaha
1
Tipe Pemberitahuan
3,9
3,3
3,4
3,5
22
Non-Farm Pengusaha
1
Tipe Pemberitahuan
3,9
3,1
3,4
3,5
23
Farm/Buruh
1
Tipe Pemberitahuan
4,1
3,2
3,8
3,7
24
Farm/Buruh
1
Tipe Pemberitahuan
3,3
3,1
3,1
3,2
25
Farm/Buruh
1
Tipe Pemberitahuan
3,8
3,3
3,4
3,5
26
Farm/Buruh
1
Tipe Pemberitahuan
4,0
3,6
3,6
3,7
27
Farm/Buruh
1
Tipe Pemberitahuan
4,4
3,1
3,4
3,6
28
Non-Farm/Buruh
1
Tipe Pemberitahuan
4,3
2,5
2,9
3,2
29
Non-Farm/Buruh
1
Tipe Pemberitahuan
4,8
3,6
3,9
4,1
30
Non-Farm/Buruh
1
Tipe Pemberitahuan
4,1
3,9
3,2
3,7
165
NO
Kategori Sosial Anggota Kelompok Simpan Pinjam
Tingkat Partisipasi Anggota Kelompok Simpan Pinjam Skor Tingkat Partisipasi Kategori Partisipasi
Taraf Hidup Anggota Kelompok Simpan Pinjam LKMS Kartini
Skor Rata-rata Taraf Hidup
Rata-rata Tingkat Pendapatan (Rp/Bulan) 10000000
Rata-ratan Tingkat Pengeluaran (Rp/Bulan) 2000000
Rata-rata Tingkat Tabungan (Rp/Bulan)
1
Farm/Pengusaha
3
Tipe Penentraman
4,1
5000000
2
Non-Farm/Pengusaha
3
Tipe Penentraman
4,7
900000
800000
40000
3
Non-Farm/Buruh
3
Tipe Penentraman
4,6
9000000
1500000
600000
4
Non-Farm/Buruh
3
Tipe Penentraman
4,3
820000
600000
200000
5
Farm/Pengusaha
2
Tipe Konsultasi
3,9
500000
450000
20000
6
Farm/Pengusaha
2
Tipe Konsultasi
4,1
2300000
900000
0
7
Farm/Pengusaha
2
Tipe Konsultasi
4,1
2000000
1000000
40000
8
Non-Farm/Pengusaha
2
Tipe Konsultasi
4,2
2800000
2750000
50000
9
Non-Farm/Pengusaha
2
Tipe Konsultasi
4,2
1350000
750000
0
10
Farm/Buruh
2
Tipe Konsultasi
3,7
750000
750000
0
11
Non-Farm/Buruh
2
Tipe Konsultasi
3,8
5300000
2500000
100000
12
Non-Farm/Buruh
2
Tipe Konsultasi
4,3
2700000
1000000
0
13
Non-Farm/Buruh
2
Tipe Konsultasi
4,2
100000
100000
0
14
Non-Farm/Buruh
2
Tipe Konsultasi
4,5
1000000
450000
15000
15
Non-Farm/Buruh
2
Tipe Konsultasi
3,5
870000
800000
0
16
Non-Farm/Buruh
2
Tipe Konsultasi
4,1
800000
600000
60000
17
Farm/Pengusaha
1
Tipe Pemberitahuan
4,0
1000000
700000
300000
18
Farm/Pengusaha
1
Tipe Pemberitahuan
4,1
1950000
900000
20000
19
Farm/Pengusaha
1
Tipe Pemberitahuan
3,6
530000
300000
0
20
Farm/Pengusaha
1
Tipe Pemberitahuan
3,9
1200000
750000
0
21
Farm/Pengusaha
1
Tipe Pemberitahuan
3,9
700000
600000
80000
166
22
Non-Farm Pengusaha
1
Tipe Pemberitahuan
4,1
900000
300000
40000
23
Farm/Buruh
1
Tipe Pemberitahuan
3,3
4500000
4500000
0
24
Farm/Buruh
1
Tipe Pemberitahuan
3,8
1150000
1000000
0
25
Farm/Buruh
1
Tipe Pemberitahuan
4,0
610000
450000
0
26
Farm/Buruh
1
Tipe Pemberitahuan
4,4
800000
450000
0
27
Farm/Buruh
1
Tipe Pemberitahuan
4,3
1000000
750000
40000
28
Non-Farm/Buruh
1
Tipe Pemberitahuan
4,8
1700000
1600000
40000
29
Non-Farm/Buruh
1
Tipe Pemberitahuan
4,5
150000
100000
0
30
Non-Farm/Buruh
1
Tipe Pemberitahuan
4,1
2500000
2000000
50000