LAPORAN PENELITIAN (MANDIRI)
Riap Pertumbuhan Tanaman Rehabilitasi Lahan : Jati (Tectona grandis L) dan Karet (Hevea brasiliensis) di Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan
Oleh:
Hj. DINA NAEMAH, S.HUT, MP
FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU 2012
2
RINGKASAN ” Riap Pertumbuhan Tanaman Rehabilitasi Lahan : Jati (Tectona grandis L) dan Karet (Hevea brasiliensis) di Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan” Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memprediksi riap jenis tanaman jati dan karet. Manfaat dari penelitian ini diharapkan riap tahunan dapat diketahui menjadi bahan masukan untuk menentukan kebijakan pengelolaan jenis tanaman tersebut selanjutnya. Pengambilan sampel di lapangan dilakukan dengan cara purposif sampling yang ditempatkan secara sistematik (systematic sampling) di objek penelitian, yaitu masing-masing tanaman karet dan jati. Petak ukur yang dibuat masing-masing seluas 0,02 ha berbentuk lingkaran dengan (radius = 7,8 m) pada areal tanam seluas 25 ha. Penempatan petak ukur dilakukan secara sistematis pada setiap jarak 20 meter dengan jumlah sesuai dengan intensitas sampling yang dilaksanakan: 1%. Tanaman jati memiliki rata-rata diameter 10,00 cm; tinggi 15,31 m; LBDs 0,0095 m2; riap diameter sebesar 260,111 cm/thn; riap tinggi sebesar 395,5 m/thn; riap diameter sebesar 10,404 cm/thn/ha; dan riap tinggi sebesar 15,82 m/thn/ha. Tanaman karet memiliki rata-rata diameter 11,521 cm; tinggi 15,096 m; LBDs 0,0120 m2; riap diameter sebesar 299,5488 cm/thn; riap tinggi sebesar 392,5 cm/thn; riap diameter sebesar 11,9819 cm/thn/ha; dan riap tinggi sebesar 15,7 m/thn/ha. Persentase tumbuh tanaman jati sebesar 87,2%; dan tanaman karet sebesar 92,9% dan termasuk dalam kriteria yang baik dan sangat baik.
3
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Peran hutan bagi kehidupan sangatlah penting, mengingat begitu pentingnya peran hutan bagi lingkungan hidup maka keberadaan hutan harus mendapat perhatian yang sungguh-sungguh. Hal tersebut dikarenakan pertumbuhan penduduk terus menerus meningkat sehingga perlu diimbangi dengan adanya peningkatan intensifikasi pengelolaan hutan produksi. Hutan mempunyai manfaat yang diberikan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk menjaga stabilitas dan kelangsungan hidup manusia. Degradasi hutan dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, seperti terjadinya banjir, kekeringan, tanah longsor dan sebagainya. Untuk menanggulangi kerusakan hutan dan lahan tersebut dilakukan upaya pemulihan dan peningkatan kemampuan fungsi hutan, khususnya dikawasan hutan lindung, hutan produksi dan hutan konservasi dengan melibatkan para pihak secara terpadu. Kegiatan reboisasi/rehabilitasi dilakukan melalui tanam-menanam dengan menggunakan jenis tanaman yang sesuai dengan status fungsi hutan, lahan, hal ini diharapkan dapat dirancang dan dilaksanakan dengan memperhatikan aspek teknis, aspek sosial dan aspek budaya. Daya adaptasi bibit terhadap lingkungan baru dapat distimulasi melalui perlakuan silvikultur.
Perlakuan-perlakuan ini dapat berupa pemupukan,
pengaturan jarak tanam pemberian hormon perangsang pertumbuhan dan pemeliharaan yang intensif serta pemilihan bibit unggul. Perlakuan ini diharapkan membuat
bibit
dengan
pertumbuhan yang baik.
pertumbuhan
yang
optimal
untuk
menghasilkan
Pemanfaatan pupuk untuk meningkatkan respon
4
pertumbuhan tanaman telah terbukti secara empirik dan laboratoris. Salah satu dari pupuk dasar yang sering sekali dipergunakan adalah urea. Urea dipilih karena pupuk ini banyak terdapat di pasar bebas dan disubsidi oleh pemerintah. Sistem
silvikultur
adalah
rangkaian
kegiatan
berencana
mengenai
pengelolaan hutan yang meliputi penebangan, peremajaan dan pemeliharaan tegakan hutan guna menjamin kelestarian produksi kayu atau hasil hutan lainnya (Dirjen PH, 1996). Menurut Keputusan Menteri Kehutanan No. 150/Kpts-II/2003: sistem silvikultur adalah sistem budidaya hutan atau teknik bercocok tanam hutan yang dimulai dari pemilihan bibit, pembuatan tanaman sampai pada pemanenan atau
penebangannya.
(http://www.dephut.go.id/INFORMASI/skep/skmenhut/150_03.htm) Soemitro (1992) dalam manual kehutanan menyatakan bahwa biasanya dibedakan antara pengertian pertumbuhan dengan riap (increment), tetapi di dalam percakapan sehari-hari sering kali keduanya dianggap sinonim. Biasanya riap dipakai untuk menyatakan pertambahan volume atau tegakan per satuan waktu tertentu. Riap juga sering digunakan untuk menyatakan pertumbuhan nilai tegakan, pertambahan diameter atau tinggi pohon setiap tahun. Riap pohon berbeda-beda untuk jenis pohon yang berbeda. Untuk itu dapat dipahami bahwa riap pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor tempat tumbuh seperti kesuburan tanah, iklim dan ketersediaan air. Salah satu ukuran keberhasilan tersebut adalah persentase (%) tumbuh tanaman sebagai dasar untuk menetapkan kegiatan pemeliharaan lanjutan.
5
II. TINJAUAN PUSATAKA
A. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan suatu proses yang kompleks pada setiap bagian tanaman yang berhubungan satu sama lain. Pada Umumnya pertumbuhan tanaman dapat dilihat dari tambah tumbuh dari parameter ukur tinggi pohon dan diameter batang dalam batasan satuan waktu. Soekotjo (1976), menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman disebabkan oleh faktor genetik yang bersifat tetap dan faktor lingkungan yang selalu berubah-ubah. Faktor pertama biasanya disebut faktor dalam (internal), sedangkan faktor kedua disebut faktor luar (eksternal). Kedua faktor pertumbuhan ini secara bersama-sama sangat efektif mempengaruhi kehidupan suatu masyarakat tumbuhan. Lebih lanjut Soekotjo (1976), mengatakan bahwa faktor tempat tumbuh dibagi menjadi empat golongan yakni: 1. Faktor klimatis, yaitu faktor yang berhubungan erat dengan keadaan atmosfir (iklim, curah hujan dan kelembaban), termasuk semua faktor yang ada hubungannya dengan atmosfir yang mempengaruhi kehidupan suatu tanaman 2. Faktor edafis, yaitu faktor yang berhubungan dengan keadaan tanah 3. Faktor fisiografis, yaitu keadaan yang menentukan bentuk dan struktur permukaan bumi 4. Faktor botanis, yaitu faktor yang berhubungan dengan pengaruh faktor genetis. Dwidjoseputro (1990), faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan pertumbuhan pada tingkat semai adalah :
6
1. Cahaya : energi yang diperlukan oleh tumbuhan untuk mengadakan fotositesis hanya 0,5 % - 2 % saja dari jumlah energi sinar yang tersedia, tergantung pada kualitas (panjang gelombang), intensitas dan waktu penyinaran 2. Air : banyaknya air yang dipakai untuk pertumbuhan relatif kecil, biasanya kurang dari 5 % dari jumlah total air yang diserap.
Fungsi air untuk
pertumbuhan tanaman antara lain sebagai bahan pembangun, pelarut, pengisi, dan bahan transpirasi. 3. Nutrisi : suplai nutrisi mineral sangat penting bagi pertumbuhan tanaman yang sempurna.
Menurut kebutuhannya dapat diklasifikasikan atas elemen yang
dibutuhkan dalam jumlah banyak (unsur hara makro) yaitu C, H, O, N, P, K, S, Mg, dan Ca, sedangkan yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit (unsur hara mikro) yaitu Fe, B, Cu, Zn, Mo, Mn, dan Cl 4. Temperatur : mempengaruhi pertumbuhan karena efeknya terhadap semua kegiatan metabolisme seperti translokasi, respirasi, pembangunan protoplasma baru dan bahan dinding sel.
B. Jati (Tectona grandis L) Sifat-sifat kayu jati antara lain adalah Berat Jenis (BJ) 0,62-0,82; Kelas Awet II; Kelas Kuat II; gubal berwarna putih kelabu setebal 5 cm; teras berwarna coklat-kuning atau coklat abu-abu; muka kayu agak mengkilat dan licin; tekstur agak kasar dengan serat yang lurus atau berpadu termasuk kayu dengan kekerasan sedang; daya kembang susut kecil; mudah sekali dikerjakan (Samingan, 1982). 1. Nama dan Sifat Botanis Taksonomi
Tectona
grandis
L
sebagai
(Http://dephut.go.id/INFORMASI/RRL/IFSP/Tectona_grandis.pdf) :
berikut
7
Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermathophyta
Kelas
: Dicotyledone
Ordo
: Laminales
Famili
: Verbenaceae
Genus
: Tectona
Spesies
: Tectona grandis Jati termasuk jenis tanaman yang mengugurkan daun pada pergantian
musim. Sumber benih jati dapat diambil dari areal produksi benih, pohon plus, clonal seed orchad dan clone bank. Pohon jati ini termasuk famili varbenaceae, sebutan lain untuk kayu ini adalah kuli dewa (Jawa), dodolai, jate, jatus, dan kiate. Kayu Jati memiliki kayu teras coklat muda dan warna kayu gubalnya putih atau kelabu kekuningan.
Daun berukuran lebar dan sedikit berbulu. Tinggi pohon
dapat mencapai 45 m dengan batang bebas cabang 15-20 m, dan diameter mencapai 50-220 cm. Bentuk batang umumnya bulat dan lurus, kulit batang tipis dan beralur, batang pohon jati yang sudah masak tebang apabila dipotong secara melintang maka akan dilihat alur-alur artistik dalam kayunya yang kita kenal dengan lingkaran tahun (Martawijaya et al. (1981)). 2. Hama dan Penyakit Hama dan penyakit yang sering menyerang pada tumbuhan jati berupa hama rayap atau inger-inger (Neotermes tectonae Damm). Inger-inger tergolong serangga kecil yang hidup dibawah tanah dan menyerang bagian akar yang luka, kemudian naik kebatang dan akhirnya membentuk lubang pada batang yang berbentuk lingkaran. Inger-inger akan membuat sarang yang menyebabkan pembengkakan
8
pada batang pohon. akibat dari serangan itu akan menurunkan kualitas pohon jati. Pohon jati juga dapat diserang oleh bubuk jati (Xyleborus destruens Bldf.) yang menyerang batang hingga berlubang-lubang dan ulat (Pyrausta macharalis)pada bagian daunnya dan dapat mengakibatkan daun pohon jati terlihat berwarna coklat kusam dan berlubang-lubang atau rusak (Martawijaya et al. 1981). 3. Kegunaan Kayu jati merupakan kayu yang paling banyak dipakai untuk berbagai keperluan, misalnya untuk bahan mebel, konstruksi berupa tiang, balok, gelegar, rangka atap, kusen pintu dan jendela. Kayu jati dapat juga dipakai untuk tong, pipa dan lain-lain. Dalam industri kimia serta mempunyai daya tahan terhadap berbagai bahan kimia. Selain itu, kayu jati juga dapat digunakan sebagai obat kolera dan kejang usus (Martawijaya et al. 1981).
C. Karet (Hevea brasiliensis)
Sifat-sifat kayu karet antara lain adalah agak lunak dan mempunyai bau amis. Menurut klasifikasi lembaga penelitian hasil hutan, kayu karet ini termasuk kelas II - III, dan berat jenis antara 0,55 - 0,70, mudah dikerjakan terutama dibelah, dapat digergaji tanpa menimbulkan kesulitan dan mudah diserut sampai licin, tetapi mempunyai
kecenderungan
pecah
bila
dipaku
(http://www.scribd.com/mobile/documents/19349432). 1. Nama dan Sifat Botanis Taksonomi karet (Hevea brasilliensis) menurut Tim penulis Penebar Swadaya (1994) sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
9
Divisio
: Spermathophyta
Kelas
: Dicotyledone
Ordo
: Euphorbiales
Famili
: Euphorbiales
Genus
: Hevea
Species
: Hevea brasiliensis
Sejarah karet di Indonesia pernah mencapai puncaknya pada periode sebelum perang dunia ke II hingga tahun 1956. Pada masa itu Indonesia menjadi negara penghasil karet alam terbesar di dunia.
Sejak tahun 1957 kedudukan
Indonesia sebagai produsen karet nomor satu digeser oleh Malaysia dan Thailand. Walaupun demikian, bagi perekonomian Indonesia karet tetap memberi sumbangan yang besar dan masukan yang tidak sedikit. Steenis (1992) menyatakan karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 m. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di atas.
Batang
tanaman ini menghasilkan getah yang dikenal dengan nama lateks. Daun karet berwarna hijau, apabila akan rontok, warna berubah menjadi kuning atau merah. Biasanya tanaman karet mengalami kerontokan daun pada setiap musim kemarau.
Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai
anak daun. Panjang tangkai anak daun antara 3 – 10 cm dan pada ujungnya terdapat kelenjar. Biasanya ada 3 anak daun yang terdapat pada sehelai daun karet. Anak daun berbentuk elips memanjang dengan ujung meruncing. gundul tidak tajam.
Tepinya rata dan
10
Bunga karet terdiri dari bunga jantan dan bunga betina yang terdapat malai yang jarang. Pangkal tenda bunga berbentuk lonceng. Pada ujungnya terdapat lima tajuk yang sempit. Panjang tandan bunga 4-8 mm. Bunga betina berambut vilt, ukurannya lebih besar dari yang jantan dan mengandung bakal buah yang beruang tiga. Kepala putik yang akan dibuahi dalam posisi duduk juga berjumlah tiga buah. Bunga jantan mempunyai sepuluh benang sari yang menjadi tiang. Kepala sari terbagi dua karangan, tersusun satu lebih tinggi dari yang lain. Paling ujung adalah suatu bakal yang tidak tumbuh sempurna. Buah karet memiliki pembagian ruang yang lebih jelas terbentuk setengah bola. Jumlah ruang biasanya 3-6 ruang. Garis tengah buah 3-5 cm. Bila buah sudah masak, maka akan pecah sendirinya. Pemecahan biji ini berhubungan dengan pengembangbiakan tanaman karet secara alami. Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah, jadi jumlahnya bisa 3-6 biji sesuai dengan jumlah ruangnya. Warnanya coklat kehitaman dengan bercak-bercak berpola yang khas. 2. Hama dan Penyakit Gangguan hama dan penyakit mengakibatkan kerusakan dan kemunduran produksi karet.
Intensitas gangguan penyakit umumnya lebih tinggi daripada
gangguan hama. Jenis insekta yang sering menimbulkan kerusakan adalah rayap. Rayap merusak tanaman karet terutama bila tanaman tersebut terdapat bagian kayu yang terbuka, rayap dapat juga merusak perakaran dengan cara membuat lorong – lorong atau gerowong di luar dan di dalam kulit batang. Kerusakan disebabkan oleh hama siput terdapat pada tanaman yang masih muda. Hama lainnya yang mengganggu karet seperti kumbang, belalang, kutu daun, tikus dan tupai. Sedangkan penyakit yang menyerang tanaman karet jauh
11
lebih banyak jenisnya dan menyebabkan kerusakan yang berat. Penyakit-penyakit tersebut dapat digolongkan sebagai penyakit akar, batang, atau bidang sadap cabang dan daun buah. Secara umum penyakit pada karet adalah jenis cendawan atau jamur akar kuning.(Virgiantini, 2000). 3. Kegunaan Tim penulis Penebar Swadaya (1994) menyatakan bahwa meskipun karet alam sekarang ini jumlah produksi dan konsumsinya jauh di bawah karet sintetis (karet buatan pabrik), tetapi sesungguhnya karet alam belum dapat digantikan karet sintetis. Karet alam banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam usaha industri antara lain aneka ban kendaraan sampai ban pesawat terbang. Sepatu atau sandal, alat-alat olahraga, pipa karet, kabel, isolator, dan bahan-bahan pembungkus logam. Selain dapat diambil lateksnya, karet alam juga memiliki manfaat lain. Hasil sampingan yang memberikan keuntungan adalah kayu atau batang pohon karet. Masa produksi tanaman karet biasanya berkurang setelah berumur 25 tahun dan perlu diremajakan. Tanaman tua yang ditebang tersebut dapat dimanfaatkan kayunya, misalnya dalam industri mebel dan kayu lapis.
D. Kesuburan Tanah Kesuburan Tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menghasilkan produk tanaman yang diinginkan, pada lingkungan tempat tanah itu berada. Produk tanaman berupa: buah, biji, daun, bunga, umbi, getah, eksudat, akar, batang, biomassa, naungan, penampilan dsb.
12
Tanah memiliki kesuburan yang berbeda-beda tergantung sejumlah faktor pembentuk tanah yang merajai di lokasi tersebut, yaitu: Bahan induk, Iklim, Relief, Organisme, atau Waktu. Tanah merupakan fokus utama dalam pembahasan ilmu kesuburan tanah, sedangkan kinerja tanaman merupakan indikator utama mutu kesuburan tanah. (http://id.wikipedia.org/wiki/kesuburan_tanah) Unsur-unsur logam di dalam tanah berasal dari pelarutan mineral-mineral. Unsur logam Zn dan Cu sebagai unsur hara mikro esensial dan Pb dan Cd sebagai unsur hara mikro non-esensial di dalam tanah memiliki sifat-kimia yang sama. Tingginya kadar Zn, Cu, Pb, dan Cd dalam tanah, selain sifat tanah yang asam dapat juga terjadi akibat penambahan dari luar seperti penggunaan limbah yang mengandung unsur logam yang tinggi, khusus unsur Cd peningkatannya dapat diakibatkan oleh pupuk kandang dan pupuk batuan fosfat. Tanah yang mengandung unsur mikro yang berlebihan bagi pertumbuhan tanaman dapat dikendalikan dengan menstabilkan ion-ion logam dalam larutan tanah yaitu dengan cara pengapuran, penggenangan dan pemberian bahan organik. Penanaman pupuk hijau secara periodik untuk mengurangi aktivitas ion-ion logam lebih efektif, karena pupuk hijau ini bersifat ganda yaitu selain meningkatkan bahan organik tanah, juga menghasilkan asam-asam organik yang membentuk kompleks organik yang dapat mengadsorpsi atau menjerat kation-kation logam. (Lahuddin, 2007)
13
IV. METODE PENELITIAN
A. Objek dan Peralatan Penelitian
Objek penelitian ini adalah tanaman karet dan jati pada tingkat pertumbuhan tiang. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah: 1. Hagameter, digunakan untuk mengukur tinggi pohon; 2. Meteran, digunakan untuk mengukur diameter pohon; 3. Tali Plastik dan patok, digunakan untuk memberi batas pengukuran pada petak yang dibuat diareal yang akan diteliti; 4. Kompas, digunakan untuk menentukan azimuth (sudut arah); 5. Tallysheet, digunakan untuk mencatat data hasil penelitian di lapangan; 6. Kalkulator, digunakan untuk perhitungan data; 7. Alat tulis menulis, dan komputer, digunakan untuk analisis data dan penyusunan laporan. B. Prosedur Kerja 1) Pengukuran tinggi total. 2) Pengukuran diameter. 3) Perhitungan riap tahunan rata-rata (MAI) dilakukan baik untuk riap diameter, riap tinggi. Perhitungan riap diameter tahunan (MAI/ Mean Annual Increment) menurut Marsono (1987) menyebutkan bahwa riap rata-rata tahunan (MAI) menggunakan rumus sebagai berikut:
14
Hasil persentase tumbuh tanaman
menurut Sindusuwarsono (1981) dalam
yulistiono (2005), kemudian dikategorikan sebagai : 1. 91 – 100 %
= sangat baik
2. 76 – 90 %
= baik
3. 55 – 75 %
= sedang
4. < 55 %
= kurang ( tidak berhasil )
15
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Hasil pengamataman dilapangan dapat dijabarkan sebagai berikut : Tabel 4. Diameter rata-rata, tinggi total, LBDs rata-rata, per hektar, per tahun tanaman jati dan karet di areal kegiatan GN-RHL. No.
1. 2.
Nama Jenis
Jati Karet
Diameter rata-rata (cm)
Tinggi Total ratarata (m)
LBDs rata-rata
10,0043
15,3096
0,00952
11,5211
15,0961
0,01204
Riap diameter (cm/thn)
Riap tinggi (cm/thn)
260,1114
395,5
299,5488
392,5
Riap diameter (cm/thn/ha)
Riap tinggi (m/thn/ha)
10,4045
15,82
11,9819
15,7
(m2)
Untuk data pertumbuhan diameter, tinggi, LBDs, riap diameter dan riap tinggi per batang dapat direkapitulasikan sebagai berikut : Tabel 5. Data hasil perhitungan per batang. No.
Nama tanaman
Keliling (cm)
Diameter (cm)
Tinggi (m)
LBDs (m2)
1.
Jati
39
12,4204
16
0,01212
Riap diameter (cm/thn) 2,07006
2.
Karet
43
13,6943
17
0,01473
2,28237
Riap tinggi (m/thn)
2,8333
2,6666
Persentase tumbuh tanaman jati dan karet merupakan perbandingan antara jumlah tanaman yang hidup dengan jumlah seluruh tanaman yang seharusnya hidup dikalikan dengan 100%.
16
Tabel 6. Persentase tumbuh tanaman jati dan karet di areal kegiatan GN-RHL No.
Nama Jenis
1
Jati
2
Karet
Jumlah jenis Yang Yang ditanam hidup 156 136 156
144
Yang mati 20
Persentase tumbuh tanaman 87,17
12
92,30
Data tersebut menunjukkan rata-rata persentase tumbuh tanaman jati sebesar 87,17%; dan rata-rata persentase tumbuh tanaman karet sebesar 92,30%. artinya jati dan karet termasuk dalam kriteria yang baik dan sangat baik jika dikategorikan menurut Sindusuwarsono (1981) dalam Yulistiono (2005). VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat dikemukakan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebagai berikut : 1. Tanaman jati memiliki rata-rata diameter 10,0043 cm; tinggi 15,3096 m; LBDs 0,0095 m2; riap diameter 260,1114 cm/thn dan riap tinggi 395,5 m/thn; riap diameter 10,4045 cm/thn/ha; riap tinggi 15,82 m/thn/ha 2. Tanaman karet memiliki rata-rata diameter 11,5211 cm; tinggi 15,0961 m; LBDs 0,0120 m2; riap diameter 299.5488 cm/thn dan riap tinggi 392,5 m/thn; riap diameter 11,9819 cm/thn/ha; riap tinggi 15,7 m/thn/ha 3. Persentase tumbuh tanaman jati sebesar 87,17%; dan tanaman karet sebesar 92,30% dan termasuk dalam kriteria yang sangat baik
17
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, A. 2002. Ilmu Tanah Hutan. Diktat Bahan Kuliah Ilmu Tanah Hutan. Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru. Tidak dipublikasikan. Badan Statistik Kehutanan Indonesia. 2001. Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. HTML Document, http://www.goggle.com. Akses Internet 3 Januari 2011. Departemen Kehutanan. 2002. Informasi Singkat Benih Tectona grandis. Linn. f. http://dephut.go.id/INFORMASI/RRL/IFSP/Tectona_grandis.pdf. Departemen Kehutanan. 2003. Keputusan Menteri Kehutanan No. 150/KptsII/2003. hhtp.dephut.go.id/INFORMASI/skep/skmenhut/150_03.htm. Departemen Kehutanan. 2004. Petunjuk Pelaksanaan Penilaian dan Bangunan Konsevasi Tanah Serta Petunjuk Pelaksanaan Pelaporan GN-RHL, Jakarta. Dinas Kehutanan Prop. Kalimantan Selatan. 2009. Laporan Kegiatan RHL di Kalimantan Selatan, Banjarbaru. Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan [Dirjen PH]. 1996. SK Dirjen PH No.24/Kpts-Set/96 tentang Perubahan butir 1 huruf c no.4.c lampiran keputusan direktorat jendral pengusahaan hutan nomor 564/kpts/IvBPHH/1989 tentang Pedoman Tebang Pilih Tanam Indonesia. Hal 161-163 Dwijoseputro, D. 1990. Pengantar Fisiologi Pohon. PT. Gramedia, Jakarta. Martawijaya, et al. 1981. Atlas kayu Indonesia. Jilid I. badan Litbang Kehutanan Indonesia, Bogor. Prakosa, M. 2004. Pedoman Pembuatan Tanaman Rehabilitasi Hutan Mangrove Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Adobe Acrobat Document, http://www.goggle.com. Akses Internet 15 September 2009. Purdimianto, A. 1997. Pengaruh Pemberian Pupuk Majemuk Lengkap Subur in Pada Komposisi Media Ampas Tebu Terhadap Pertumbuhan Bibit Mahoni (Swietenia macrophylla King). Skripsi Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru. Tidak dipublikasikan. Rancangan teknis. 2004. Rancangan Teknis Pembuatan Tanaman Hutan Rakyat Desa Rantau Bujur. Dinas Kehutanan Kabupaten Banjar. Martapura. Tidak dipublikasikan.
18
Rukmanah. 1989. Respon Pertumbuhan Anakan Jati (Tectona grandis) Terhadap Pemberian Hormon IAA di Shade House Fakultas Kehutanan. Skripsi Fakultas Kehutanan, Banjarbaru. Tidak dipublikasikan. Samingan T. 1982. Dendrologi. PT. Gramedia, Jakarta. Soekotjo, W. 1976. Siwika. Proyek Peningkatan/Pengembangan Perguruan Tinggi. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Soemitro, A, et al. 1992. Manual Kehutanan. Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Jakarta. Steenis. 1992. Flora untuk Sekolah di Indonesia. Pradnya Paramita. Jakarta. Suratmo, F.G. 1982. Ilmu Perlindungan Hutan (Forest Protection). Proyek Mutu Perguruan Tinggi Institut Pertanian. Bogor. Tim Penulis PS (Penebar swadaya). 1994. Karet, Strategi Pemasaran Tahun 2000, Budidaya dan Pengolahan. Penebar Swadaya. Jakarta. Virgiantini, Eka. 2000. Analisis Biaya dan Pendapatan pada Persemaian karet PTPN XIII Danau Salak I Kecamatan Mataram kabupaten Banjar. Skripsi Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru. Tidak dipublikasikan.