PERSPEKTIF
jusuf sutanto
Revolusi Hijau II dan Gandum Tropis Tidak hanya Indonesia, bahkan hampir semua negara suatu kali nanti akan menghadapi krisis pangan. Memang jumlah orang kelaparan dari tahun ke tahun berkurang. Namun lingkungan hidup yang kini menderita kerusakan parah dikuatirkan akan menjadi salah satu faktor yang menurunkan produktivitas pertanian. Inilah yang menjadi fokus pembicaraan kami dengan Jusuf Sutanto. Silakan mengikuti. MANAGERS SCOPE: Mengingat besarnya impor pangan, bagaimana perspektif ketahanan pangan Indonesia ditinjau dari kebudayaan lokal dan ketergantungan pada luar negeri? JUSUF SUTANTO: Memang pangan adalah masalah yang sangat penting karena a hungry man is an angry man. Karena itu dalam aksara kanji/hanyu “harmoni” digambar dengan menggabungkan antara “tanaman bijibijian/grain” dengan ”mulut”. Artinya kalau ada cukup pangan untuk semua mulut, baru terjadi harmoni. Selain itu kata kerja “makan” adalah gabungan antara kosa kata “orang” dan “baik”. Makan harus baik bagi manusia, bukan sebaliknya. Makan dan obat adalah dua sisi dari mata uang. Bila ditambah dengan “berontak”, artinya berubah menjadi “nasi”. Kalau tidak ada nasi, orang baik (buah dari pendidikan etika dan agama) bisa berontak.
Jokowi berhasil menyelesaikan relokasi pedagang kaki lima secara damai dimulai dengan mengajak makan-makan dulu sebelum berunding. Dalam hubungan internasional hal ini juga terjadi: pangan sudah menjadi semacam konvergensi lintas budaya dan bagian diplomasi budaya. Perkenalan dan persahabatan antarbangsa memang bisa dimulai dengan urusan memanjakan lidah.
MS: Bagaimana dengan sumber pangan? JS: Memang sebaiknya ketahanan pangan yang benar adalah “eat what we grow, grow what
Jusuf Sutanto
THE Jusuf Sutanto CENTER Dosen Fak Psi Univ Pancasila dan Associate Researcher Lembaga Penelitian Psikologi Fak Psikologi Universitas Indonesia - Koordinator Kelompok Studi Social dan Cultural Neuroscience Masyarakat Neurosains Indonesia E-mail:
[email protected] Website: http://www.jusufsutanto.com
oktober 2013
21
we eat”. Kita makan apa yang kita tanam sehingga tidak tergantung dari luar. Kalau pangan suatu bangsa sudah sedemikian tergantung pada impor, maka bila terjadi sesuatu dalam hubungan antara negara, perubahan cuaca, bencana alam, nilai tukar dan sebagainya bisa membahayakan eksistensi negara tersebut. Dalam globalisasi, hidup suatu negara sudah sedemikian kait mengait dengan dunia sehingga ketidakstabilan di suatu negara akan memberikan dampak pada negara lain dan pada gilirannya ke seluruh dunia. Karena itu Ketahanan pangan (food security) menjadi masalah dunia dan harus diatasi bersama-sama. PBB telah membuat program Millennium Development Goals untuk mengatasi masalah kekurangan pangan.
MS: Bagaimana ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian mengatasi hal ini? JS: Teori Malthus (1798), mengatakan dunia akan selalu mengalami kekurangan pangan karena pertumbuhan penduduk menurut deret ukur sedangkan pertumbuhan pangan menurut deret hitung. Hal ini dicoba diatasi dengan Revolusi Hijau, hasil penelitian pertanian antara 1940-1960 untuk mengatasi kekurangan pangan di seluruh dunia. Negara maju dengan bangga mengatakan bahwa masa depan pangan tidak ada masalah. Memang terbukti misalnya di India, dari kekurangan pangan, setelah dibantu oleh N. Borlaug yang mendapat hadiah Nobel 1970, bisa meningkatkan produksi gandum berlipat kali dari 15 juta menjadi saat ini 86 juta ton/tahun Tapi dia juga sudah mengingatkan bahwa masa depan pangan dunia akan beralih ke negara tropis, karena kandungan air dalam tanah semakin kurang sehingga salinitas air tinggi membuat kesuburan menurun dan iklim semakin panas di negara subtro22
oktober 2013
pis. Perusahaan benih tingkat dunia juga menemui kenyataan bahwa demikian beragamnya kondisi setempat sehingga tidak ada satu benih pun yang bisa cocok untuk seluruh dunia seperti yang mereka harapkan. Semuanya harus mengikutsertakan kondisi setempat. Menyeragamkan hanya akan merusak biodiversity sedangkan di dalam kehidupan antarbangsa ironinya kita memperjuangkan pluralisme. Fisikawan Albert Einstein juga sudah memperingatkan bahwa vegetarian adalah pangan masa depan karena ternak membutuhkan sedemikian banyak rumput dan minum air selama bertahun-tahun sampai hewan tersebut bisa dipotong. Padahal padi dan gandum siap dipanen hanya setelah 4 bulan. Saya kira akan muncul The Green Revolution jilid 2.
MS: Kalau begitu apakah berarti padi dan gandum akan menjadi sumber karbohidrat utama masa depan? JS: Dulu penduduk India di bagian utara makan gandum dan di selatan makan beras. Kini sudah terjadi interfusing dan mereka sudah terbiasa makan keduanya. Bahkan yang disebut pangan sudah diperluas menjadi food basket termasuk susu, telor, jagung dan sebagainya. Sedangkan di China, semenjak ribuan tahun saat pemerintahan Raja Yao (2357-2257 SM) sudah menjadikan 5 jenis grain sebagai sumber makanan. Sedangkan kita di Indonesia malah melakukan berasisasi dan Fakultas Pertanian sama dengan Fakultas Padi. Meski dunia sudah berubah, Indonesia masih menganggap gandum sebagai tanaman subtropis yang tidak cocok untuk daerah tropis. Daripada debat tanpa ada barang yang diperdebatkan, pada 2000 ada yang mencoba
Fisikawan Albert Einstein juga sudah memperingatkan bahwa vegetarian adalah pangan masa depan karena ternak membutuhkan sedemikian banyak rumput dan minum air selama bertahun-tahun sampai hewan tersebut bisa dipotong. Padahal padi dan gandum siap dipanen hanya setelah 4 bulan. Saya kira akan muncul The Green Revolution jilid 2.
Kalau kita impor beras, yang kita makan biji beras setelah menjadi nasi. Sedangkan gandum harus digiling dulu menjadi tepung, baru dibuat aneka makanan. Dalam perjalanan panjang sampai ke mulut, tepung gandum memberi penghidupan pada demikian banyak orang dan mengajak rekanan seperti gula, telor, mentega, daging, coklat dan sebagainya. Nilai ekonomisnya tidak seberapa dibandingkan ingredient lain karena ‘Jalan Gandum’ (The Tao of Wheat) adalah menghidupi, bukan mendominasi.
membuat terobosan dan menanamnya: kalau gagal hentikan, kalau berhasil dan menjanjikan lanjutkan. Benih gandum varietas DWR162 didatangkan dari India dan setelah dilepas oleh Kementerian Pertanian menjadi “Dewata”, kini tersebar kemana-mana.
MS: Bagaimana langkah selanjutnya bagi ketahanan pangan Indonesia? JS: Ada yang lupa dengan impor gandum, kita juga memperkenalkan budaya makan tepung ke masyarakat. Kalau kita impor beras, yang kita makan biji beras setelah menjadi nasi. Sedangkan gandum harus digiling dulu menjadi tepung, baru dibuat aneka makanan. Dalam perjalanan panjang sampai ke mulut, tepung gandum memberi penghidupan pada demikian banyak orang dan mengajak rekanan seperti gula, telor, mentega, daging, coklat dan sebagainya. Nilai ekonomisnya tidak seberapa dibandingkan ingredient lain karena ‘Jalan Gandum’ (The Tao of Wheat) adalah menghidupi, bukan mendominasi. Aspek budaya makan tepung ini yang mau dikembangkan dengan upaya menanam gandum di Indonesia. Utamanya untuk penganekaragaman pangan di daerah tempat tumbuh. Karena bisa dicampur dengan berbagai tepung lain, maka bisa menjadi lokomotif berkembangnya tepung yang tumbuh di daerah tersebut seperti jagung, singkong, ketela, pisang, kacang dan sebagainya sehingga antara nilai ekonomis, kelezatan dan gizi bisa dicari titik temunya.
MS: Bagaimana pengembangannya? JS: Benih gandum yang didatangkan dari India adalah buah dari ilmuwan India “menggiring” varietas gandum yang berasal dari negeri
subtropis lalu ditanam di Punjab yang dikenal sebagai wheat bowl of India ke Selatan sampai ke Karnataka, letaknya mendekati khatulistiwa. Cocok untuk iklim kering dan dingin. Kalau kena hujan akan mati. Karena itu ditanam di akhir musim hujan untuk dipanen di musim kemarau. Sebelum dipanen pun sudah memberikan manfaat untuk memotong siklus hama sayuran dan kentang sehingga penggunaan pestisida bisa jauh berkurang. Setelah tanaman asalnya ditanam kembali, hasil panennya memang jauh meningkat. Di India ada kebun tebu yang secara periodik minta kepada universitas pertanian diganti ditanami gandum sebagai cara termurah untuk memutus siklus hama. Sekamnya bisa untuk media mengembangkan jamur dan hijauannya untuk pakan ternak bernilai gizi tinggi.
MS: Bagaimana kemungkinan untuk dijual ke pabrik tepung terigu terdekat? JS: Selama ini memang itu dianggap sebagai jalan pintas terpendek untuk mengembangkan gandum di Indonesia, karena jumlah pabrik tepung terigu semakin bertambah dan tersebar dimana-mana. Ternyata masalah tidak sesederhana seperti itu. Panen gandum berbeda dengan padi yang masih berbentuk gabah sehingga terlindungi atau jagung oktober 2013
23
yang bisa diasapi di para-para dapur. Pada gandum, kita langsung memperoleh biji ‘telanjang’ sehingga untuk penyimpanannya perlu segera supaya aman dari jamur dan sebagainya. Konsekuensinya adalah harus cepat dipanen dan untuk itu tidak bisa lain kecuali dengan mekanisasi, namun terkendala tanah yang berbukit di dataran tinggi. Panen secara manual dengan sabit tidak akan bisa diharapkan untuk areal yang luas. Karena itu memang jalan satu-satunya menjadi pangan lokal.
MS: Bagaimana caranya supaya bisa terlaksana dalam waktu cepat? JS: Memang membangun selera dan citra adalah kuncinya. Kalau dibangun citra sebagai makanan murah seperti bulgur, maka susah masuk di kalangan menengah ke atas, sedangkan mereka diharapkan
bisa menjadi trendsetter. Padahal bubur gandum mempunyai potensi pasar yang besar untuk menanggulangi diabetes. Dalam acara TV pernah diungkapkan bahwa jumlah klaim asuransi kesehatan untuk pasien cuci darah semakin meningkat dan usia penderitanya semakin muda. Ini sudah bisa dicegah saat mengatur diet. Gandum termasuk jenis makanan dengan nilai glikemic index rendah karena jauh lebih lambat diserap ke dalam darah dibandingkan nasi. Orang Indonesia mengonsumsi beras paling besar di dunia yaitu 135 g/ kapita/tahun. Selain itu untuk memproduksi 1 kilogram beras diperlukan 5 ton air. Di Jawa Tengah dan Timur, ada kebiasaan setiap minum teh harus manis sehingga konsumsi gula sangat besar. Teh pahit, dianggap tidak menghormati tamu. Karena itu Kementerian Pertanian harus bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan memerangi diabetes.
MS: Bagaimana prospeknya setelah terjadi globalisasi? JS: Saya baru bertemu dengan pakar gandum di Australia dan dengan rendah hati menjelaskan tentang tujuan menanam gandum di Indonesia seperti yang tadi saya jelaskan. Yang membuat kaget, justru usaha itu didukung karena memang seperti dikatakan N. Borlaug sumber pangan dunia akan ke negara dengan curah hujan tinggi. Karena itu Australia dan juga Eropa sedang mengembangkan varietas gandum yang cocok untuk daerah di mana hujan lebat high rain fall zone. Tujuan utamanya adalah untuk ketahanan pangan dunia.
Panen Gandum di Tosari, 23 September 2013 bersama Bupati Pasuruan - Irsyad Yusuf
24
oktober 2013
Oleh karena itu pusat penelitian gandum CIMMYT di Mexico, dalam rangka persiapan datangnya era baru ini, telah memindahkan perwakilannya di Thailand ke Indonesia yaitu di Maros, Sulawesi. Itu berarti akan ada dua jenis gandum, untuk musim kemarau dan hujan. Utamanya bukan untuk
menyaingi gandum impor tapi untuk kebutuhan setempat. Mereka menyebutnya village. Negara maju akan konsentrasi pada gandum yang menuntut kualitas seragam untuk industri roti, biskuit, mie instan.
MS: Bagaimana dengan ketahanan pangan Indonesia dalam arti swasembada pangan? JS: Meski di daerah tropis, 70% wilayah Indonesia terdiri atas lautan. Berpenduduk 250 juta, nomer 4 terbesar di dunia, mendekati Amerika Serikat. Luas daratan yang hanya 30% digunakan untuk pertanian (sumber pangan), perkebunan (karet, teh, kopi, kakao, sawit, kopra, hortikultura dan sebagainya), hutan produksi (bahan pulp and paper) serta hutan lindung untuk paru-paru dunia dan sumber air tanah. Dalam kondisi seperti ini, harapan swasembada pangan, apalagi kalau hanya bertumpu pada beras, kurang relevan. Kita harus secepat mungkin merumuskan apa sesungguhnya “food basket” orang Indonesia dan bagaimana mengupayakannya? Berapa persen yang bisa ditanam sendiri dan berapa yang harus diimpor?
MS: The Green Revolution jilid II ini apakah mengemban visi dan misi yang sama dengan sebelumnya?
Shiva Nataraja, Dewa llmu Pengetahuan yang mengatasi kebodohan dan kemiskinan (anak kerdil) dengan diinjak kaki kanan seraya kaki kiri diangkat, simbol dari belajar ilmu pengetahuan, kemudian disebarluaskan oleh empat tangannya ke empat penjuru dunia Bodhisatva Kuanyin, Dewi Welas Asih yang mendengar penderitaan dan terus berusaha menolong umat manusia serta mengajak manusia menjadi bagian 1.000 tangannya. Kekayaan budaya ini harus dimanfaatkan dengan pikiran terbuka karena dunia bukan arena memerebutkan pengaruh tapi membangun kerjasama untuk menyelesaikan masalah yang semakin krusial bagi kemanusiaan karena tidak ada satu golongan pun mempunyai semua sumber yang diperlukan untuk menyelesaikannya sendiri.
BUKU TERBARU JUSUF SUTANTO: TAI CHI UNTUK PERAWAT
JS: Yang perlu diperhatikan adalah dua negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia yaitu India (1,1 miliar) dan China (1,3 miliar). Lokasinya di daerah subtropis. Kalau sampai mengimpor pangan, maka terjadi tsunami ketahanan pangan dunia. Keduanya mempunyai kearifan kuno yang bisa memberi bobot dan inspirasi pada Revolusi Hijau Jilid II, sehingga tidak membanjiri dengan pestisida dan pupuk kimia yang dikeluhkannya selama ini.
oktober 2013
25