Resensi Buku (4) Judul : Beyond the Monitor Model: Comments on Current Theory and Practice in Second Language Acquisition Penyunting : Barash, Ronald M. & James, C. Vaughn Tahun : 1994 Penerbit : Heinle & Heinle Publishers Halaman : 290 ISBN : 0-8384-3967-5
FENOMENA KRASHEN Ketika buku Krashen Principles and Practice in Second Language Acquisition diterbitkan tahun 1982, Krahnke (1983) menyambutnya dengan sebuah resensi, yang antara lain menyatakan bahwa buku ini merupakan sebuah karya monumental dalam pengajaran bahasa kedua. Ia memujinya sebagai karya yang bobotnya sepadan dengan karya Charles Fries moyang dari audiolingualisme yang diterbitkan pada tahun 1945: Teaching and Learning English as a Foreign Language. Buku Krashen tersebut lahir dari pergulatan penulisnya yang sangat intensif dengan teori linguistik dan juga, terutama, dengan hasil-hasil penelitian mengenai pemerolehan bahasa kedua. Buku ini hanyalah salah satu dari sekian banyak karya Krashen (berupa sejumlah buku dan berbagai artikel), yang semuanya menegaskan dan mengukuhkan teorinya yang lazim dikenal sebagai Teori Monitor. Setelah runtuhnya Metode Audiolingual, layak dinyatakan bahwa Teori Monitor merupakan teori pemerolehan bahasa kedua yang paling terkenal, meskipun penerapannya tidak seluas yang pertama. Maka tidak berlebihan bila hal ini disebut oleh Brumfit (dalam buku yang diresensi ini) sebagai fenomena Krashen . Beyond the Monitor Model, yang disunting oleh Barash dan James, adalah kumpulan dari enambelas artikel yang ditulis sejak pertengahan tahun 1980-an. Seluruh artikel ini merupakan tanggapan para penulisnya terhadap Teori Monitor. Barash dan James mengelompokkan keenambelas artikel ini ke dalam empat sub-judul: Theoretical Bases (5 artikel), Some Hypotheses Examined (3 artikel), From Theory to Practice (6 artikel), dan The Panacea Fallacy (2 artikel). Prakata buku ini ditulis oleh kedua penyunting, Barash dan James, sedangkan pendahuluannya oleh Sheila Shannon. Dalam prakata dinyatakan, penerbitan artikel-artikel tersebut menjadi sebuah buku dimaksudkan untuk: pertama, menilai dampak teori Krashen terhadap pengajaran bahasa; kedua, mempertanyakan keabsahan hipotesis-hipotesis dalam teori Krashen; dan ketiga, menilai kelayakan serta kegunaan teori Monitor yang, menurut penciptanya, didasarkan pada prinsip-prinsip linguistik dan psikolinguistik yang universal. Barash dan James mengatakan bahwa buku ini tidak bermaksud menghantam Krashen, meskipun kenyataannya beberapa artikel melakukan hal itu. Pendahuluan oleh Shannon menjelaskan dengan singkat kelima hipotesis dalam Teori Monitor: hipotesis pemerolehan versus pembelajaran bahasa (the acquisitionlearning hypothesis), hipotesis urutan alamiah (the natural order hypothesis), hipotesis monitor (the monitor hypothesis), hipotesis masukan (the input hypothesis), dan hipotesis penyaringan afektif (the affective filter hypothesis). Secara ringkas, kerja Teori Monitor adalah sebagai berikut. Pemerolehan bahasa berbeda secara esensial dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa akan menghasilkan pengetahuan eksplisit (eksplicit knowledge), yang hanya berguna sebagai monitor atau penyunting bagi penampilan
berbahasa yang dilakukan oleh si pembelajar secara hati-hati. Pengetahuan eksplisit ini sulit berubah menjadi pengetahuan implisit (implicit knowledge), yang dihasilkan oleh proses pemerolehan bahasa. Bagaimana pemerolehan bahasa terjadi? Ia terjadi karena adanya masukan yang dipahami oleh pembelajar. Masukan ini diproses oleh alat pemerolehan bahasa (language acquisition device, LAD) yang pada hakikatnya bekerja menurut desain biologis. Desain ini dicerminkan oleh adanya urutan alamiah dalam pemerolehan bahasa. Jelasnya, bila ada struktur A, B, C, D, E, maka kemungkinannya struktur A akan diperoleh (acquired) lebih dulu daripada struktur C atau D. Urutan ini lazimnya disebut urutan perkembangan pemerolehan bahasa. Apa implikasi dari teori ini bagi pengajaran bahasa? Pemerolehan bahasa hendaknya lebih diperhatikan daripada pembelajaran bahasa. Yang terakhir ini lazimnya ditafsirkan sebagai pengajaran gramatika, yang menerangkan aturan-aturan bahasa dan kemudian diikuti oleh latihan-latihan yang bersifat komunikatif. Menurut Krashen, model pengajaran seperti ini tidak efektif. Lalu apa yang harus dilakukan oleh guru? Peran utama guru bahasa kedua adalah menciptakan suasana kelas yang kaya dengan masukan yang dipahami oleh para pembelajar, terutama melalui kegiatan komunikatif yang bermakna. Dari suasana semacam inilah proses pemerolehan bahasa akan terjadi. Maka tidak mengherankan bahwa dalam praktek pengajaran, Krashen memilih Pendekatan Alamiah (Natural Approach). Pertanyaan kita sekarang: Benarkah proses pemerolehan bahasa kedua sepenuhnya mengikuti prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh Teori Monitor tersebut? Sebagian besar dari penulis artikel dalam Beyond the Monitor Model ini kurang atau tidak menyetujui apa yang dikemukakan oleh Krashen. Ada beberapa penulis yang berbicara dengan keras dan bernada pedas. Misalnya, Peter af Trampe, yang menuding bahwa Teori Monitor adalah simplistik dan tidak ilmiah. Menurut af Trampe, teori ini menyederhanakan proses pemerolehan bahasa dengan dikotomi pemerolehan versus pembelajaran bahasa, yang perbedaan antara keduanya sulit dibuktikan secara empirik. Karena pembuktian empirik tidak mungkin, maka teori ini tidak layak disebut ilmiah. Dan lagi, teori ini hanya berbicara mengenai pemerolehan sintaksis, tapi mengabaikan pemerolehan fonologi dan leksikon. Penulis lain yang juga bernada keras adalah Kevin Gregg. Ia mengatakan bahwa keabsahan Teori Monitor sangat diragukan, karena teori ini tidak menjelaskan proses pemerolehan bahasa yang berlangsung dalam alat pemerolehan bahasa (LAD). Dengan kata lain, Krashen mengadopsi begitu saja istilah LAD yang semula digunakan oleh Chomsky (1965), tetapi tidak menerangkan lebih lanjut bagaimana sesungguhnya LAD ini bekerja. Selain bernada keras, artikel Gregg juga penuh dengan jargon linguistik dan berbicara bolak-balik mengenai proses pemerolehan bahasa pertama dan kedua. Pembaca yang tidak menguasai jargon mutakhir dari Linguistik Generatif akan mengalami kesulitan membaca artikel ini. Ada juga artikel lain yang berjudul besar tetapi isinya agak dangkal, misalnya The Quest for a Universal Theory , oleh Janice Yalden. Dalam pengamatan Yalden, Teori Monitor hanya didasarkan pada prinsip-prinsip linguistik dan psikolinguistik ala Amerika Serikat, yang sangat mentalistik dan individualistik. Teori ini mengabaikan pemikiran kebahasaan ala Eropa, yang memandang bahasa lebih sebagai realitas sosial dan dengan demikian menekankan pentingnya bahasa sebagai alat komunikasi. (Seperti kita ketahui, metode komunikatif mula-mula dikembangkan di Eropa berdasarkan teori sosiolinguistik Dell Hymes dan teori sosio-semantik Halliday.) Oleh karena itu, wajarlah bila Teori Monitor sibuk mengamati apa yang terjadi dalam kepala si pembelajar tetapi mengabaikan koteks sosio-kultural yang mempengaruhi proses pemerolehan bahasa. Maka
Yalden menyimpulkan, Teori Monitor yang sangat individualistik ini tidak berhak menyatakan diri sebagai teori yang universal. Di awal artikelnya Yalden mengatakan, What I want to provide in this contribution is more a meditation than a response (hlm. 255). Agak mengherankan mengapa ia menggunakan kata meditation , dan bukannya reflection . Padahal yang terakhir inilah mestinya yang lebih cocok. Teori Krashen bukanlah ajaran agama atau filsafat, tapi teori keilmuan yang kebenarannya perlu dipertanyakan dan direnungkan secara intelektual, bukannya secara spiritual. Meskipun ia menyatkan bahwa tulisannya lebih bersifat meditatif, ternyata artikel ini kurang memiliki kedalaman dengan kata lain, agak dangkal. Resensi ini sengaja lebih dulu mengulas artikel-artikel yang menggebrak dan menikam, tapi agak kurang bobot dan kurang tajam. Selebihnya, di antara artikel-artikel yang kualitasnya lumayan saja, terdapat tulisan-tulisan yang menyajikan argumentasi dengan tenang, jernih, namun mampu menukik tajam ke inti persoalan yang dibicarakan. Di antaranya adalah tulisan tiga suhu dalam dunia pengajaran bahasa kedua: Wilga Rivers, Rod Ellis, dan Christopher Brumfit. Rivers, dengan pengetahuan dan pengalamannya yang luas dan mendalam, mempersoalkan pemisahan antara pembelajaran dan pemerolehan bahasa. Pernyataan adanya dinding pemisah antara kedua proses ini sulit diterima. Proses mental adalah proses yang pelik dan rumit. Lagi pula, berbagai penelitian menunjukkan bahwa dampak pengajaran tatabahasa secara formal meningkatkan proses, hasil akhir, dan kecepatan (rate) pemerolehan bahasa, meskipun tidak mempengaruhi urutan (sequence) pemerolehan (lihat, misalnya, Larsen-Freeman dan Long 1991). Maka Rivers berpendapat bahwa pembelajaran dan pemerolehan bukanlah dua proses mental yang terpisah, melainkan ujung dari sebuah kontinuum. Keduanya merupakan proses yang saling melengkapi. Hipotesis masukan juga sulit dipertahankan sebagai satu-satunya prinsip yang menjelaskan terjadinya pemerolehan bahasa. Anak-anak Kanada, yang bahasa pertamanya bahasa Inggris, banyak yang masuk sekolah program celupan (immersion program), yang mengajarkan semua mata pelajaran dalam bahasa Perancis. Namun setelah tiga atau empat tahun, pemerolehan bahasa Perancis mereka tidak pernah sempurna, terutama pada aspek morfosintaksis. Artinya, tanpa penjelasan secara formal dan eksplisit, unsur-unsur tersebut tidak nampak pada si pembelajar. Contoh lain adalah bahasa kedua yang diperoleh dari jalanan oleh orang-orang yang tinggal di negeri asing. Bahasa mereka pada umumnya tetap pada tingkat bahasa pasar dan akhirnya sering membatu (fossilized). Kesimpulannya, masukan yang terpahami saja, tanpa penjelasan formal, hasilnya kurang memuaskan. Rivers menawarkan pendekatan alternatif, yaitu Pendekatan Interaktif (Interactive Approach). Pendekatan ini mengakui bahwa pembelajar bahasa berada dalam posisi sentral, namun tetap menekankan pentingnya pengajaran yang bersifat komunikatif, interaktif, dan kooperatif. Rod Ellis mempertanyakan keabsahan urutan alamiah. Persoalaanya adalah hipotesis urutan alamiah melihat proses pemerolehan bahasa sebagai sebuah proses yang linier dan monolitik. Padahal berbagai penelitian menunjukkan kenyataan yang sebaliknya: keragaman (variability) pada umumnya lebih dominan daripada keseragaman. Meskipun ada keragaman individual (berdasarkan umur, motivasi, tingkat kecerdasan, dsb.), Ellis lebih mengutamakan keragaman yang bersifal sosial atau interaksional. Keragaman ini pada umumnya bersifat sistematik, dan dapat dibedakan menjadi tiga macam. Pertama, keragaman yang dipengaruhi oleh perhatian pembelajar terhadap ragam bahasa yang ia gunakan; kedua, keragaman yang dipengaruhi oleh berbagai unsur yang ada
pada diri lawan bicara; dan ketiga, keragaman yang dipengaruhi oleh tuntutan pragmatik dalam penggunaan bahasa. Menurut Ellis, Krashen memang mencoba menjelaskan adanya keragaman bahasantara. (interlanguage) Tapi penjelasan Krashen sepenuhnya mengacu pada keragaman yang dipengaruhi oleh pasang-surutnya suasana mental si pembelajar. Artinya, keragaman ala Krashen sepenuhnya bersifat individualistik, dan ia tetap mengabaikan keragaman yang bersifat sosial. Kenapa Krashen bertahan pada pandangan yang monolitik ini? Menurut Ellis, jika ia melepaskan hipotesis urutan alamiah ini, seluruh teorinya akan rontok. Karena hipotesis ini merupakan salah satu pilar utama dari Teori Monitor. Christopher Brumfit, pakar Teori Pengajaran Komunikatif, menyimak Teori Monitor dengan kacamata priyayi Eropa. Tulisannya bukan saja mencerminkan pandangan yang humanistik dan kecenderungan sosio-pragmatik, tetapi juga memperhatikan pentingnya sopan-santun ilmiah. Ia tidak suka ketika Krashen, dalam sebuah pertemuan ilmiah di Georgetown tahun 1983, mengatakan bahwa eklektisisme (metode gado-gado ) merupakan intellectual obscenity . Mungkin saja itu komentar sambil-lalu atau tak sengaja. Tapi menuduh eklektisisme sebagai kecabulan ilmiah merupakan kesalahan yang fatal, karena tuduhan itu merupakan dangkalnya pemahaman si penuduh terhadap pengajaran sebagai profesi, bahkan juga sempitnya pengertian dia terhadap makna kehidupan. Living is always eclectic , kata Brumfit, teaching is always eclectic, and language teaching is and always will be eclectic (hlm. 265). Observasi kegiatan kelas sehari-hari menunjukkan benarnya pernyataan Brumfit ini. Ketika guru mengajar, ia tidak lagi mengingat-ingat apa yang digariskan oleh sebuah metode, tapi ia lebih memusatkan perhatiannya pada bagaimana agar pengajaran saat ini dapat berlangsung dengan baik dan efektif. Long (1991) menyatakan banyaknya kegitan tumpang-tindih dari para guru yang mengatakan bahwa mereka menggunakan metode yang berbeda-beda. Brumfit juga tertarik mengamati Krashen sebagai intelektual dan sekaligus sebagai pribadi: he is a scholar of great industry [...], he writes clearly [...], he has been willing to work among and with teachers [..., and] he is intellectually ambitious (hlm. 264). Dengan kata lain, Krashen is an unusual phenomenon (hlm. 263). Kritik Brumfit terhadap Krashen lebih didasarkan pada kenyataan praktis bahwa pengajaran sebagai profesi merupakan kegiatan sosial. Oleh karena itu, teori dan penelitian bahasa kedua harus dibedakan dengan pengajaran bahasa kedua. Teori dan penelitian bermaksud memahami proses belajar, sedangkan pengajaran bermaksud membantu terlaksananya belajar yang efektif. Bila keduanya dicampur, maka akan terjadi kerancuan. Dan lagi, profesi pengajaran bukanlah sebuah mesin yang bisa dioperasikan dari luar, tetapi organisme sosial yang digerakkan oleh dorongan dan motivasi dari dalam. Brumfit mengingatkan, Krashen akan gagal jika ia berusaha menggerakkan profesi pengajaran dengan mesin-teorinya dari luar. Teori Monitor tampil dengan kehebatannya yang tersembunyi. Bila kita perhatikan dengan saksama, kelima hipotesis Teori Monitor tersebut merupakan prinsip-prinsip psikolinguitik yang bersifat mentalistik dan individulaistik. Apa artinya? Ada dua penafsiran yang dapat kita berikan. Pertama, Teori Monitor mencerminkan pergeseran paradigma dalam pengertian Thomas Kuhn (1970). Yakni, pergeseran dari pengajaran bahasa asing yang bersifat struktural-behavioristik ke arah pemerolehan bahasa kedua yang
bersifat internal-mentalistik. (Bandingkan kelima hipotesis Krashen dengan the five slogans of the day 1 yang dipopulerkan oleh William Moulton pada tahun 1960-an.) Kedua, Teori Monitor jelas sekali mencerminkan tesis utama linguistik Chomsky, yang nota bene juga mentalistik dan individualistik. Tetapi Krashen bukan sekedar memungut apa yang dikatakan Chomsky; ia adalah seorang penafsir yang brilian. Chomsky berurusan dengan kompetensi bahasa pertama yang telah mapan,2 sebaliknya Krashen mencoba menunjukkan dengan gamblang bagaimana proses pembentukan kompetensi bahasa kedua berlangsung. Akhirnya, makna terbesar dari fenomena Krashen memang bukan dalam menawarkan sebuah teori yang tanpa cacat, melainkan meminjam kata-kata Barasch dan James dalam membangunkan kembali minat para guru bahasa yang tertidur, yang berpuas diri dan menyangka bahwa para pakar linguistik adalah semacam makhluk dari planet lain yang bahasanya tidak bisa dipahami, sementara mereka cukup berpuas diri dengan kegiatan mengajar yang telah menjadi rutin. Dalam akhir kata pendahuluannya Shannon menulis, Krashen s ideas continue to spark interest. For the scholar, Krashen has provided an abundant source for research questions and theoretical positions. He has made us reconsider our own assumptions. For the teacher, Krashen has led a movement that has great possibilities for making teaching and learning positive experiences. Beyond the Monitor Model adalah upaya ilmiah kolektif untuk meninjau ulang Teori Krashen secara kritis, yang layak dan perlu dibaca oleh para peneliti, pengajar, dan peminat bahasa kedua. DAFTAR PUSTAKA Brumfit, C. J. dan Johnson, K. 1979. The communicative apporach to language teaching. Oxford: Oxford Univeristy Press. Dulay, H., Burt, M. & Krashen, S. 1982. Language two. Oxford: Oxford University Press. Krahnke, K. J. 1983. "Review of Krashen's book,"(1982), Princples and Practice in Second Language Acquisition. TESOL Quarterly, 17 (4): 300-305. Krashen, S. D. 1981. Second language acquisition and second language learning. Oxford: Pergamon Press. Krashen, S. D. 1982. Principles and practice in second language acquisition. Oxford: Pergamon Press. Kuhn, T. S. 1970. The structure of scientific revolution. Chicago: The University of Chicago Press. Larsen-Freeman, D. & Long, M. H. 1991. An introduction to second language acquisition research. London/New York: Longman.
1 The five slogans of the day of the day are: (1) Language is speech, not writing. (2) A language is a set of habits. (3) Teach the language, not about the language. (4) A language is what native speakers say, not what someone thinks they ought to say. (5) Languages are different. 2 Pernyataan ini merujuk pada linguistic competence (Chomsky 1965), yang merupakan padanan dari L1 adult grammar. Sejak dasawarsa 1980an, teori Chomsky berubah: tujuan Linguistik Generatif bukan lagi menguak linguistic competence, tetapi mendeskripsikan dan menjelaskan hakekat Universal Grammar (UG). Pencantuman LAD (language acquisition device) dalam teori Krashen merujuk pada LAD dalam teori generatif klasik, bukan pada UG dalam teori generatif mutakhir.