-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
RERAMUAN UPACARA BALIAN ADAT DAYAK BENUAQ TEREFLEKSI MELALUI PUISI “LETUPAN BAMBU, TAMBUR UPACARA” KARYA KORRIE LAYUN RAMPAN Siti Arnisyah Pascasarjana Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Sebelas Maret
[email protected]
Abstrak Artikel ini bertujuan untuk menyandingkan karya sastra (puisi) dan budaya (upacara adat suku Dayak Benuaq) dengan mengkaji hubungan intertekstual antara puisi “Letupan Bambu Tambur Upacara” dan upacara Balian. Penelitian diharapkan menghasilkan sebuah simpulan tentang karakteristik masyarakat Dayak. Reramuan berkaitan dengan perlengkapan yang dibutuhkan pada upacara adat. Setiap upacara adat tentu memiliki perlengkapan yang bertujuan untuk menghasilkan nilai kesakralan dalam upacara. Balian merupakan salah satu upacara adat suku Dayak yang diadakan untuk menyembuhkan penyakit dalam. Upacara Balian merupakan warisan budaya nenek moyang dalam masyarakat Dayak, khususnya Dayak Benuaq yang masih bertahan dan dilestarikan hingga saat ini. Pelestarian kebudayaan merupakan sebuah sistem yang besar, mempunyai berbagai macam komponen yang berhubungan dengan subsistem kehidupan di masyarakat. Kebudayaan merupakan cikal bakal dari masyarakat. Kata kunci: Dayak, Balian, budaya, puisi
Pendahuluan Di Indonesia terdapat tiga ratus lebih kelompok suku bangsa yang sifat hidupnya cukup berbeda dari kelompok lain. Masyarakat Indonesia menganut bermacam-macam agama dan sejumlah besar kepercayaan tradisional terdapat di daerah yang terpencil. Kepercayaankepercayaan tradisional sering diakulturasikan dengan animisme (Syuroh, 2011). Adat dan masyarakat merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan di bumi ini. Setiap masyarakat memiliki adat atau kebiasaan masing-masing, terdapat sebuah istilah yang menyebutkan bahwa adat itu menunjukkan karakteristik seseorang dan sekaligus menggambarkan daerah tempat tinggalnya. Pelestarian kebudayaan merupakan sebuah sistem yang besar, mempunyai berbagai macam komponen yang berhubungan dengan subsistem kehidupan di masyarakat. Kebudayaan merupakan cikal bakal dari masyarakat. Budaya dibuat oleh masyarakat, tidak ada masyarakat tanpa budaya, yang berarti hampir semua tindakan manusia adalah kebudayaan. (Mukhtaromi, 2010). 1. Suku Dayak Dayak adalah salah satu kelompok besar penduduk asal atau sering disebut “penduduk asli” pulau Kalimantan. Mereka tersebar di berbagai wilayah pulau terbesar di Indonesia itu. Hudson (dalam Melalatoa, 1995: 231) menyatakan bahwa penamaan kelompok ini mungkin kurang tepat, terutama jika dipanggil dari sudut pengertian tentang makna kosakata Dayak sehingga dirasakan mengandung pengertian kasar, udik, dusun, dan bodoh. Dalam bahasa Kendayan kata daya’ berarti hulu, sedangkan menurut Tjilik Riwut (dalam Melalatoa, 1995: 231) menyatakan bahwa kata Dayak berarti “darat” atau “daratan” di mana yang dimaksudnya adalah pedalaman. Dari beberapa pengertian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa Dayak merupakan salah satu suku di Indonesia yang hidup atau mendiami daerah pedalaman Kalimantan. Pedalaman di sini maksudnya adalah masyarakat yang tinggal dan hidup di daerah sekitar pinggiran sungai dengan mata pencaharian bergantung dengan alam. 597
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
2. Dayak Benuaq Menurut Melalatoa (1995: 153), Benuaq adalah salah satu kelompok besar Dayak yang mendiami pulau Kalimantan. Kelompok Dayak Benuaq, yang selanjutnya disebut orang Benuaq berdiam di daerah Kabupaten Kutai, Provinsi Kalimantan Timur. Menurut sejarah lisan, orang Benuaq berasal dari daerah Kalimantan Tengah, di suatu tempat yang berbatasan dengan Serawak. Di sana kelompok mereka itu dulunya bernama “luangan”. Karena kon lik dan tekanan dari orang Dayak Iban, akhirnya mereka pindah ke Kalimantan Timur dan berdiam di suatu tempat yang bernama Bombay atau Benuaqkn kemudian kata terakhir ini berubah menjadi nama kelompok mereka yang disebut Benuaq. Menurut Mallinckrodt (dalam Christian Gonner, 2000: 5) Benuaq adalah sub kelompok dari Dayak Luangan yang berasal dari Barito. Bahasa Dayak Benuaq tersebut satu rumpun dengan Dayak Ngaju, Ot Danum, dan suku Manyan. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa Dayak Benuaq merupakan kepingan dari Dayak Lawangan. Sementara Dayak Lawangan itu sendiri merupakan sub kelompok dari Dayak Ngaju yang mendiami pedalaman Kalimantan Tengah. Karena mendapat tekanan dan kon lik dari Dayak Iban, akhirnya Dayak Benuaq berimigran ke wilayah Kalimantan Timur tepatnya di daerah Kutai. 3. Upacara Balian Balian merupakan salah satu upacara adat suku Dayak yang digunakan untuk menyembuhkan penyakit dalam. Ritual ini masih digunakan masyarakat Dayak yang hidup terisolasi dari perkotaan. Hal demikian yang menyebabkan pengobatan balian menjadi pengobatan alternatif yang kerap digunakan masyarakat Dayak. Setiap provinsi di Kalimantan memiliki variasi ritual Balian yang berbeda-beda namun pada dasarnya memiliki tujuan yang sama. Mengingat bahwa suku Dayak merupakan suku yang termasuk ke dalam golongan yang terisolasi, sehingga Balian merupakan alternatif lain yang digunakan untuk menyembuhkan segala penyakit. Selain itu, Upacara adat Balian merupakan kegiatan yang menjadi tradisi menggambarkan aturan-aturan dari nenek moyang suku Dayak. Maksud dari dilaksanakannya upacara tersebut adalah dalam rangka meminta kepada Yang Kuasa agar desa (kampung) dari komunitas suku Dayak terhindar dari segala hal yang tidak diinginkan. Kepercayaan dari nenek moyang suku Dayak itulah kemudian yang memperkuat Balian sebagai suatu kegiatan ceremonial untuk menyembuhkan segala macam penyakit. 4. Puisi sebagai Genre Sastra Sebagai sebuah genre, puisi berbeda dari novel, drama, atau cerita pendek. Perbedaannya terdapat pada kepadatan komposisi dengan konvensi yang ketat, sehingga puisi tidak memberi ruang gerak yang longgar kepada penyair dalam berkreasi secara jelas (Siswantoro, 2010: 23). Menurut Parrine (dalam Siswantoro, 2010: 23) puisi dapat dide inisikan sebagai sejenis bahasa yang menyatakan lebih banyak dan lebih intensif daripada apa yang dikatakan oleh bahasa harian. Berdasarkan de inisi di atas, secara tidak langsung menyatakan bahwa puisi sebagai bentuk sastra dapat menggunakan bahasa sebagai media pengungkapannya. Pembahasan Analisis Reramuan Upacara Adat Balian Cermin Karakteristik Masyarakat Dayak Ritual Balian ini digunakan masyarakat Dayak yang hidup terisolasi dari perkotaan. Tidak hanya itu, Balian digunakan untuk menghilangkan kesialan-kesialan yang terdapat di suatu perkampungan suku Dayak. Berdasarkan kepercayaan suku Dayak Benuaq yang tergambar dalam puisi “Letupan Bambu Tambur Upacara”, Benuaq menganut sistem animisme dan
598
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
dinamisme yang percaya akan roh-roh halus dan menyembah benda mati. Penyembuhan itu dapat dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya yaitu dengan tari-tarian. Letupan bambu, tambur upacara Menyala di air Kaki-kaki telanjang Giring-giring Malam menari Bulan Kutipan bait puisi di atas mengandung makna konotatif. Maka dari itu, persepsi penulis terhadap kutipan puisi di atas yakni bahwa masyarakat suku Dayak sedang bersuka cita, hal itu tergambar pada kata Giring-giring. Giring-giring atau bahasa masyarakat Kalimantan adalah gangerang yakni bambu yang berisikan biji piding sehingga ketika di goyang, bambu yang berisi biji tersebut menghasilkan alunan musik yang sangat menarik. Kaki-kaki penari tanpa beralaskan sandal mengikuti irama alunan musik tersebut dan bergerak maju mundur sambil menghentakkan tongkat bambu di tangan sebelah kanan dan menggoyangkan bambu yang berisi biji piding bersama-sama dengan tepat antara hentakan kaki dan tongkat. Suka cita tersebut dapat berupa kesehatan, kesuburan tanaman, acara perjamuan, dan lain sebagainya. Hal itu dilakukan untuk mengucapkan rasa syukur kepada sang dewa atau roh-roh yang dipercaya oleh masyarakat Dayak. Ungkapan demikian kemudian terus berkembang hingga tari giring-giring merupakan aset kebudayaan Dayak yang berupa tarian daerah dan digunakan untuk memeriahkan pembukaan acara-acara besar oleh pemerintah daerah Kalimantan. Bulan di langit-langit Lou Seribu ancak Lilin Pisang dan ubi Balai-balai permandian Daun lenjuang Getang Tarian malam Mengupas malam Kata lou dalam kutipan bait puisi di atas bermakna rumah panjang adat Dayak Benuaq. Penyair menggunakan kata lou dikarenakan kehidupan penyair adalah berasal dari Kutai Barat yang menggunakan bahasa Dayak Benuaq. Sebenarnya, secara umum rumah adat Dayak ini di kenal dengan rumah Betang. Jenis lou dan Rumah betang sebenarnya sama, hanya perbedaan dalam penggunaan bahasanya saja. Upacara balian dalam puisi Letupan Bambu, Tambur Upacara” karya Korrie Layun Rampan dilakukan pada malam hari. Hal itu dikarenakan masyarakat Dayak menganut sistem kepercayaan terhadap benda mati yakni percaya akan kekuatan bulan saat berlangsungnya upacara tersebut. Reramuan upacara Balian tergambar dalam kutipan puisi di atas seperti lilin, pisang dan ubi, daun lenjuang, dan getang. Kata ancak berasal dari bahasa Dayak yang berarti tempat untuk menyiapkan reramuan upacara berbentuk seperti nampan. Kehadiran ancak menjadi suatu kewajiban dalam upacara karena berisikan reramuan upacara untuk dipersembahkan kepada Hatala (Tuhan). Yang sakit bawa ke sini Yang muntah dan mandul Yang pekung dan lepra 599
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
Bawa ke sini Yang kehilangan … Seribu satu penyakit badan dan jiwa!” Tambur mengeras Dalam malam keras, Segala penyakit pergi Encok, koreng gatal Lumpuh dan penyakit mata Jantung demam kura Pergi semua Ke hutan-hutan tak bertuan! Sepuluh penari Sepuluh mangkuk lilin Menari dalam gelap Segala macam reramuan upacara Balian digunakan sebagai persembahan kepada sang Hatala sebagai syarat untuk kesembuhan berbagai penyakit. Masyarakat Dayak Benuaq percaya bahwa penyakit yang datang adalah akibat kesialan dan hukuman bagi seseorang yang melanggar aturan-aturan yang sudah di tetapkan oleh adat Dayak. Salah satu contoh pelanggaran aturan tersebut dapat tergambar pada kehidupan sehari-hari masyarakat Dayak bahwa ketika masyarakat Dayak bertamu, apabila di sodorkan kopi, maka tamu tersebut wajib mencicipi kopi barang setetes. Meskipun sang tamu tidak menyukai kopi paling tidak tamu tersebut menjilat telapak tangannya bolak-balik sambil mengucap puse-puse mare. Hal itu dikarenakan apabila tamu tersebut tidak mencicipinya (mamuse) maka akan mendapat mala petaka. Karakteristik masyarakat Dayak yang tergambar dalam puisi Korrie Layun Rampan membuktikan bahwa masyarakat Dayak sangat berpegang teguh pada kepercayaannya sehingga dari kepercayaan tersebut menghasilkan suatu kekuatan. Balian merupakan upacara yang diyakini oleh masyarakat Dayak yang memiliki kekuatan untuk menyembuhkan segala macam penyakit. Sehingga meskipun tanpa pengobatan medis, masyarakat Dayak menggunakan pengobatan alternatif yakni dengan Balian. Berdasarkan upacara adat yakni Balian yang dilaksanakan oleh masyarakat Dayak, hal-hal yang dapat dire leksikan dari upacara tersebut yakni harapan akan kesembuhan, terhindar dari berbagai macam kesialan, dan terlindungi dari berbagai macam halangan dan rintangan. Beras kuning Terbang ke udara Beras putih-hitam Terbang ke udara Sukma pulang ke sukma Seperti halnya prosesi upacara adat, setiap daerah tidak luput dari beras yang ditabur ke udara. Warna beras tersebut sesuai dengan daerah masing-masing serta memiliki fungsi dan tujuan masing-masing. Dayak Benuaq menggunakan beras berwarna putih dan kuning. Hal itu digunakan sebagai syarat atau alat untuk mengusir dan memanggil jiwa (nyawa). Dalam upacara Balian, beras merupakan komponen yang wajib selain komponen yang lainnya seperti lilin, pisang, ubi, daun lenjungan, dan getang. Semua komponen tersebut menjadi syarat dalam upacara Balian. Terdapat beberapa komponen lain yang berbentuk makanan dan kayu-kayuan, hal itu digunakan untuk dipersembahkan kepada roh leluhur. Dalam puisi “Letupan Bambu, Tambur Upacara” tergambarkan jenis-jenis makanan dan kayu-kayuan yang dipersembahkan dalam upacara Balian.
600
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
Ancak piring upacara Tambur leluhur Lemang ketupat tumpi Dibagi baki Panggang ayam panggang babi Salawat api Yang merecik di dapur dupa Akar wangi Yang menutup serapah upacara Balian mulut waktu, “Pulang semua pulang Yang tinggal punggawa Penjaga badan jiwa!” Malam mengucapkan tanah “Hari! Hari!” Dalam puisi di atas, jenis makanan untuk dipersembahkan kepada leluhur berupa lemang ketupat tumpi. Lemang adalah makanan yang terbuat dari beras ketan sedangkan tumpi adalah jenis makanan yang terbuat dari tepung beras. Masyarakat Dayak memercayai bahwa lemang disimbolkan sebagai makanan yang sakral. Seperti halnya kopi yang sudah dijelaskan dalam analisis sebelumnya. Seperti halnya upacara-upacara adat yang dilakukan oleh setiap suku, kehadiran dupa tidaklah luput. Selain itu, kehadiran ancak (nampan) juga sama, di masyarakat Jawa nampan hadir beserta isinya, meskipun untuk masalah isi antar suku memiliki perbedaan dan tergantung dengan apa yang diharapkan pada persembahan itu. Setelah selesai melaksanakan upacara Balian dan reramuan sudah dipersembahkan kepada sang Hatala, masyarakat Dayak percaya bahwa, kesialan yang ditimpa telah pergi, penyakit yang diderita telah sembuh, tinggallah keberuntungan bagi masyarakat Dayak karena Hatala (Tuhan) telah menjaga sukma setiap insan masyarakat Dayak. Penutup Analisis puisi “Letupan Bambu, Tambur Upacara” karya Korrie Layun Rampan menggambarkan karakteristik masyarakat Dayak Benuaq dalam melaksanakan upacara Balian. Karakteristik masyarakat Dayak yang tergambar dalam puisi Korrie Layun Rampan membuktikan bahwa masyarakat Dayak sangat berpegang teguh pada kepercayaannya sehingga dari kepercayaan tersebut menghasilkan suatu kekuatan. Reramuan yang digunakan dalam upacara Balian meliputi ancak, ubi, pisang, lemang, tumpi, daun lenjungan, getang, dan lain sebagainya. Sampai saat ini Balian masih dipercaya oleh masyarakat Dayak sebagai pengobatan alternatif dari berbagai jenis penyakit, selain pengobatan medis yang disediakan oleh pemerintah. Dalam analisis ini tergambar bahwa mitosmitos masih berkembang dan sangat kental di daerah masyarakat Dayak Benuaq. Berdasarkan analisis puisi “Letupan Bambu, Tambur Upacara”, terdapat hal-hal yang dapat dire leksikan dari upacara tersebut, yakni selain upacara Balian merupakan warisan dari nenek moyang orang Dayak, juga sebagai keberuntungan masyarakat Dayak agar terhindar dari berbagai macam kesialan, penyakit, mala petaka, dan lain sebagainya.
601
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
Daftar Pustaka Ayu, Mukhtaromi, dkk. 2010 Sinergi Pemerintah Daerah dan Lembaga Adat dalam Melaksanakan Pelestarian Kebudayaan. Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol 1, No.2, hal. 31-39. Gonner, Christian. 2000. Resource Management in a Dayak Benuaq Village: Strategies, Dynamics and Prospects A Case Study from East Kalimantan, Indonesia. Germany: Deutsche Gesellschaft fur Technische Zusammenarbeit (GTZ) GmbH Postfach 5180. Mat Syuroh. 2011. Tahun 2011, Sosial dan Kebudayaan Kelompok Minoritas di Indonesia (Studi Kasus Kelompok “Batin Sembilan” di provinsi Jambi). Volume 24, Nomor 1 Hal: 17-23 Melalatoa, M. Junus. 1995. Ensiklopedi Suku Bangsa Di Indonesia Jilid A-K. Depertemen pendidikan dan kebudayan. _________________. 1995. Ensiklopedi Suku Bangsa Di Indonesia Jilid L-Z. Depertemen Pendidikan dan Kebudayaa. Redaksi Ensiklopedi Indonesia. 1990. Ensiklopedi Indonesia Seri Geogra i. Jakarta: Intermasa. Rampan, Korrie Layun. 2007. Upacara Bulan. Jakarta: Bukupop. Siswantoro. 2010. Metode Penelitian Sastra: analisis struktur puisi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
602