RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR…………TAHUN………… TENTANG BENDERA, BAHASA, LAMBANG NEGARA, DAN LAGU KEBANGSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan Indonesia merupakan sarana pemersatu, identitas, dan eksistensi bangsa yang menjadi simbol kedaulatan dan kehormatan negara sebagaimana diamanatkan dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. bahwa Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan Indonesia merupakan manifestasi kebudayaan yang berakar pada sejarah perjuangan bangsa, kesatuan dalam keragaman budaya, dan kesamaan dalam mewujudkan cita-cita nusantara sebagai bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia; c. bahwa pengaturan tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan belum diatur di dalam bentuk undangundang; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai mana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk UndangUndang tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan; Mengingat: Pasal 20, Pasal 21, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 36A, Pasal 36B, dan Pasal 36C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESI A MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG BENDERA, BAHASA, LAMBANG NEGARA, DAN LAGU KEBANGSAAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia selanjutnya disebut Bendera Negara adalah Sang Merah Putih. 2. Bahasa Negara Kesatuan Republik Indonesia selanjutnya disebut Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi nasional yang digunakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 3. Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia selanjutnya disebut Lambang Negara adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. 4. Lagu Kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia selanjutnya disebut Lagu Kebangsaan adalah Indonesia Raya. 5. Panji adalah bendera yang dibuat untuk menunjukan kedudukan dan kebesaran suatu jabatan atau organisasi. 6. Bahasa Daerah adalah bahasa yang secara turun-temurun telah digunakan oleh Warga Negara Indonesia di daerah-daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 7. Bahasa Asing adalah bahasa selain Bahasa Indonesia dan bahasa daerah. 8. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 9. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
BAB II ASAS DAN TUJUAN Bagian Kesatu Asas Pasal 2 Pengaturan Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan sebagai simbol identitas dan eksistensi bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan berdasarkan asas: a. persatuan; b. kedaulatan; c. kehormatan; d. kebangsaan; e. kenusant araan; f. bhinneka tunggal Ika; g. ketertiban dan kepastian hukum; dan h. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. Bagian Kedua Tujuan Pasal 3 Pengaturan Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 bertujuan untuk:
2
a. memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. menegakkan kehormatan yang menunjukkan kedaulatan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan c. menciptakan adanya ketertiban, kepastian, dan standarisasi penggunaan Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan.
BAB III BENDERA NEGARA Bagian Kesatu Umum Pasal 4 (1) Bendera Negara Sang Merah Putih berbentuk segi-empat panjang dengan ukuran lebar dua-pertiga dari panjang serta bagian atas berwarna merah dan bagian bawah berwarna putih yang kedua bagiannya sama lebar. (2) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dari kain yang tidak luntur. (3) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan ketentuan ukuran: a. 200x300 cm untuk penggunaan di lapangan istana kepresidenan; b. 120x180 cm untuk penggunaan di lapangan umum; c. 100x150 cm untuk penggunaan di ruangan; d. 36x54 cm untuk penggunaan di mobil presiden dan wakil presiden; e. 30x45 cm untuk penggunaan di mobil pejabat negara; f. 20x30 cm untuk penggunaan di kendaraan umum; g. 100x150 cm untuk penggunaan di kapal; h. 100x150 cm untuk penggunaan di kereta api; i. 30x45 cm untuk penggunaan di pesawat udara; dan j. 10x15 cm untuk penggunaan di meja. (4) Untuk keperluan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bendera Negara dapat dibuat dari bahan dan ukuran yang berbeda dengan perbandingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (5) Bahan dan ukuran Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dibuat sesuai dengan ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1). Pasal 5 (1) Bendera Negara yang dikibarkan pada Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta disebut Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih. (2) Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih disimpan dan dipelihara di Monumen Nasional Jakarta. Bagian Kedua Penggunaan Bendera Negara
3
Pasal 6 Penggunaan Bendera Negara dapat berupa pengibaran atau pemasangan. Pasal 7 (1) Pengibaran atau pemasangan Bendera Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan antara saat matahari terbit dan sebelum matahari terbenam. (2) Dalam keadaan tertentu pengibaran atau pemasangan Bendera Negara dapat dilakukan pada malam hari. (3) Bendera Negara wajib dikibarkan atau dipasang pada setiap peringatan Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus oleh Warga Negara Indonesia di rumah, gedung atau kantor, sekolah, serta transportasi umum dan pribadi di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. (4) Dalam rangka pengibaran atau pemasangan Bendera Negara di rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemerintah daerah memberikan Bendera Negara kepada Warga Negara Indonesia yang tidak mampu. (5) Selain pengibaran atau pemasangan pada setiap tanggal 17 Agustus sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bendera Negara dikibarkan atau dipasang pada waktu peringatan hari-hari besar nasional atau peristiwa lain. Pasal 8 (1) Pengibaran atau pemasangan Bendera Negara pada peristiwa lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5) secara nasional diatur oleh Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya berkaitan dengan kesekretariatan negara. (2) Pengibaran atau pemasangan Bendera Negara pada peristiwa lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5) di daerah, diatur oleh Gubernur, Bupati, dan/atau Walikota setempat. Pasal 9 (1)
Bendera Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) wajib dikibarkan atau dipasang setiap hari di: a. Istana Presiden dan Wakil Presiden; b. Gedung atau kantor lembaga negara; c. Gedung atau kantor lembaga atau instansi pemerintah; d. Gedung atau kantor lembaga pemerintah non-departemen; e. Gedung atau kantor lembaga pemerintah daerah; f. Gedung atau kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; g. Gedung atau kantor perwakilan Negara Republik Indonesia di luar negeri; h. Gedung atau halaman sekolah negeri dan swasta; i. gedung atau kantor pemerintah dan swasta; j. makam pahlawan nasional; k. Rumah jabatan Presiden dan Wakil Presiden; l. Rumah jabatan pimpinan lembaga negara; m. Rumah jabatan Menteri; n. Rumah jabatan pimpinan lembaga pemerintah non-departemen; o. Rumah jabatan Gubernur, Bupati, Walikota, dan Camat; p. Pos perbatasan dan pulau-pulau terluar di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; 4
(2)
(3)
(4)
q. Lingkungan Tentara Nasional Indonesia; dan/atau r. Gedung atau kantor atau rumah jabatan lain. Penggunaan Bendera Negara di gedung atau kantor perwakilan Negara Republik Indonesia di luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g dilakukan menurut undang-undang ini. Dalam hal Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g digunakan di luar kantor perwakilan Negara Republik Indonesia dilakukan sesuai dengan peraturan penggunaan bendera asing yang berlaku di negara yang bersangkutan. Penggunaan Bendera Negara di lingkungan Tentara Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf q diatur tersendiri oleh Panglima Tentara Nasional Indonesia dengan berpedoman pada undangundang ini.
Pasal 10 (1) Bendera Negara wajib dikibarkan atau dipasang pada: a. kereta api yang digunakan Presiden atau Wakil Presiden; b. kapal milik Pemerintah atau kapal yang terdaftar di Indonesia pada waktu berlabuh dan berlayar; atau c. pesawat terbang milik Pemerintah atau pesawat terbang yang terdaftar di Indonesia. (2) Penggunaan Bendera Negara di kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditempatkan di sebelah kanan kabin masinis. (3) Penggunaan Bendera Negara di kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditempatkan di tengah anjungan kapal. (4) Penggunaan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditempatkan di sebelah kiri ekor pesawat terbang. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c diatur dengan Peraturan Presiden. Pasal 11 (1) Bendera Negara dapat dikibarkan atau dipasang pada: a. kendaraan atau mobil dinas; b. pertemuan formal pemerintah dan/atau organisasi; c. perayaan agama atau adat; d. pertandingan olahraga; dan/atau e. perayaan atau peristiwa lain. (2) Bendera Negara digunakan pada kendaraan atau mobil dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a oleh Presiden, Wakil Presiden, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Ketua Dewan Perwakilan Daerah, Ketua Mahkamah Agung, Ketua Mahkamah Konstitusi, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, Menteri atau pejabat setingkat menteri, Gubernur Bank Indonesia, mantan Presiden, dan mantan Wakil Presiden sebagai tanda kedudukan. (3) Bendera Negara sebagai tanda kedudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipasang pada bagian depan mobil di tengah-tengah.
5
(4) Dalam hal pejabat tinggi pemerintah negara asing menggunakan mobil yang disediakan Pemerintah, Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipasang pada sisi kanan depan mobil dan bendera negara asing dipasang pada sisi sebelah kiri depan mobil. Pasal 12 (1)
Bendera Negara dapat digunakan sebagai: a. tanda perdamaian; b. tanda berkabung; dan/atau c. penutup peti atau usungan jenazah. (2) Bendera Negara sebagai tanda perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan apabila terjadi konflik horizontal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. (3) Dalam hal Bendera Negara sebagai tanda perdamaian dikibarkan atau dipasang pada saat terjadi konflik horizontal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setiap pihak yang bertikai wajib menghentikan pertikaian. (4) Bendera Negara digunakan sebagai tanda berkabung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b apabila Presiden atau Wakil Presiden, pimpinan atau anggota lembaga negara, Menteri atau pejabat setingkat Menteri, Gubernur, Bupati, Walikota, dan/atau pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah meninggal dunia. (5) Bendera Negara sebagai tanda berkabung sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dikibarkan atau dipasang setengah tiang. (6) Apabila Presiden atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meninggal dunia, pengibaran atau pemasangan Bendera Negara setengah tiang dilakukan selama tiga hari di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. (7) Apabila pimpinan lembaga negara dan Menteri atau pejabat setingkat menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meninggal dunia, pengibaran atau pemasangan Bendera Negara setengah tiang dilakukan selama dua hari terbatas pada gedung atau kantor pejabat negara yang bersangkutan. (8) Apabila anggota lembaga negara, Gubernur, Bupati, Walikota, dan/atau pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meninggal dunia, pengibaran atau pemasangan Bendera Negara setengah tiang dilakukan selama satu hari, terbatas pada gedung atau kantor pejabat yang bersangkutan. (9) Dalam hal pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meninggal dunia di luar negeri, pengibaran atau pemasangan Bendera Negara setengah tiang dilaksanakan sejak tanggal kedatangan jenazah di Indonesia. (10) Pengibaran atau pemasangan Bendera Negara setengah tiang sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 6, ayat 7, dan ayat 8. (11) Dalam hal pengibaran atau pemasangan Bendera Negara setengah tiang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersamaan dengan penyelenggaraan peringatan hari-hari besar nasional, Bendera Negara dikibarkan atau dipasang secara penuh. (12) Penggunaan Bendera Negara sebagai Penutup peti atau usungan jenazah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat dipasang pada Presiden atau Wakil Presiden, mantan Presiden atau mantan Wakil Presiden, anggota lembaga negara, Menteri atau pejabat setingkat menteri, Gubernur, Bupati, Walikota, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, kepala perwakilan diplomatik, anggota Kepolisian Republik Indonesia yang 6
meninggal dalam tugas, dan/atau Warga Negara Indonesia yang berjasa bagi bangsa dan negara. (13) Bendera Negara sebagai penutup peti atau usungan jenazah sebagaimana dimaksud pada ayat (12) dipasang lurus memanjang peti atau usungan jenazah, bagian yang berwarna merah di atas sebelah kiri badan jenazah. (14) Bendera Negara sebagai penutup peti atau usungan jenazah sebagaimana dimaksud pada ayat (13) setelah digunakan, diberikan kepada pihak keluarga. Bagian Ketiga Tata Cara Penggunaan Bendera Negara Pasal 13 (1) Bendera Negara dikibarkan atau dipasang pada tiang yang besar dan tinggi seimbang dengan ukuran Bendera Negara. (2) Bendera Negara yang dipasang pada tali, diikatkan bagian pinggir dalam Bendera Negara. (3) Bendera Negara yang dipasang pada dinding, dipasang membujur rata di dinding. Pasal 14 (1) Pada saat Bendera Negara dinaikkan atau diturunkan pada tiang, dilakukan secara perlahan-lahan, khidmat, dan tidak menyentuh tanah. (2) Bendera Negara yang dikibarkan setengah tiang, dinaikkan hingga ke ujung tiang, dihentikan sebentar dan diturunkan tepat setengah tiang. (3) Dalam hal Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hendak diturunkan, dinaikkan hingga ke ujung tiang, dihentikan sebentar dan diturunkan. Pasal 15 (1) Pada waktu penaikan atau penurunan Bendera Negara, semua orang yang hadir memberi hormat dengan berdiri tegak dan khidmat sambil menghadapkan muka pada Bendera Negara sampai penaikan atau penurunan Bendera Negara selesai. (2) Pada waktu penaikan atau penurunan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diiringi Lagu Kebangsaan Indonesia Raya. Pasal 16 (1) Dalam hal Bendera Negara dikibarkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Bendera Negara ditempatkan di halaman depan, di tengah-tengah atau di sebelah kanan gedung atau kantor, rumah, sekolah, dan makam pahlawan nasional. (2) Dalam pertemuan atau rapat yang menggunakan Bendera Negara, pemasangan dilakukan: a. apabila dipasang pada dinding, Bendera Negara ditempatkan merata pada dinding di atas sebelah belakang pimpinan rapat; b. apabila dipasang pada tiang, Bendera Negara ditempatkan di sebelah kanan pimpinan rapat atau mimbar. 7
Pasal 17 (1) Dalam hal Bendera Negara dikibarkan atau dipasang bersama dengan bendera negara asing, ukuran panjang, lebar, tinggi, dan besar bendera sama. (2) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikibarkan atau dipasang sebagai berikut: a. apabila ada satu bendera asing, Bendera Negara ditempatkan di sebelah kanan; b. apabila ada bendera dari beberapa negara asing, semua bendera ditempatkan pada satu baris, dengan ketentuan: 1) apabila jumlah semua bendera ganjil, Bendera Negara ditempatkan tepat di tengah; atau 2) apabila jumlah semua bendera genap, Bendera Negara ditempatkan di tengah sebelah kanan; (3) Penempatan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b dalam acara-acara internasional yang dihadiri oleh kepala negara, wakil kepala negara, dan kepala pemerintahan dapat dilakukan menurut kebiasaan internasional. (4) Penempatan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) berlaku untuk Bendera Negara yang dibawa bersama-sama dengan bendera negara asing dalam pawai atau defile. Pasal 18 Dalam hal penandatanganan perjanjian internasional antara pejabat negara Republik Indonesia dengan pejabat negara asing, Bendera Negara ditempatkan dengan ketentuan: a. apabila di belakang meja pimpinan dipasang dua bendera negara pada dua tiang, Bendera Negara ditempatkan di sebelah kanan dan bendera negara asing ditempatkan di sebelah kiri. b. bendera meja dapat diletakkan di atas meja dengan sistem bersilang atau paralel. Pasal 19 Dalam hal Bendera Negara dan bendera negara asing dipasang pada tiang yang bersilang, Bendera Negara ditempatkan di sebelah kanan dan tiangnya ditempatkan di depan tiang bendera asing. Pasal 20 Dalam hal Bendera Negara dipasang bersama dengan bendera negara asing dalam bentuk bendera meja pada konperensi internasional, Bendera Negara ditempatkan di depan tempat duduk wakil negara Republik Indonesia. Pasal 21 Dalam hal Bendera Negara dipasang bersama dengan Panji Presiden dan/atau Panji Wakil Presiden, Bendera Negara ditempatkan dengan ketentuan: a. apabila ada sebuah panji, Bendera Negara dipasang disebelah kanan; b. apabila ada dua buah panji, Bendera Negara ditempatkan di tengah; 8
c. Bendera Negara dibuat lebih besar dan dipasang lebih tinggi dari panji; dan d. Bendera Negara tidak dipasang bersilang dengan panji. Pasal 22 (1) Dalam hal Bendera Negara dipasang bersama dengan bendera atau panji organisasi, Bendera Negara ditempatkan dengan ketentuan: a. apabila ada sebuah bendera atau panji organisasi, Bendera Negara dipasang di sebelah kanan; b. apabila ada dua atau lebih bendera atau panji organisasi dipasang dalam satu baris, Bendera Negara ditempatkan di depan baris bendera atau panji organisasi di posisi tengah; c. apabila Bendera Negara dibawa dengan tiang bersama dengan bendera atau panji organisasi dalam pawai atau defile, Bendera Negara dibawa di depan rombongan; dan d. Bendera Negara tidak dipasang bersilang dengan bendera atau panji organisasi. (2) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat lebih besar dan dipasang lebih tinggi dari bendera atau panji organisasi. Pasal 23 (1) Bendera Negara yang dipasang berderet pada tali sebagai hiasan, ukurannya dibuat sama besar dan disusun dengan urutan warna merahputih. (2) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipasang berselingan dengan bendera organisasi atau bendera lain. Pasal 24 Bendera Negara yang digunakan sebagai lencana, dipasang pada pakaian di dada sebelah kiri.
9
Bagian Keempat Larangan Pasal 25 Setiap orang dilarang: a. merusak, merobek, menodai, dan membakar Bendera Negara; b. memakai Bendera Negara untuk reklame atau iklan perdagangan; c. mengibarkan atau memasang Bendera Negara yang robek, luntur, kusut, dan kusam; d. memanggul tiang yang dipasang Bendera Negara yang dibawa atau dipegang pada waktu pawai dan upacara; e. menaikkan atau menurunkan Bendera Negara untuk memberikan penghormatan terhadap seseorang atau apapun kecuali penggunaan Bendera Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12; f. menurunkan Bendera Negara ke dalam liang kubur; g. mencetak, menyulam, menuliskan huruf, angka, gambar atau tanda lain, dan meletakkan lencana atau benda apapun pada Bendera Negara; dan/atau h. memakai Bendera Negara untuk langit-langit, atap, pembungkus barang, dan tutup barang yang dapat menurunkan penghormatan terhadap Bendera Negara.
BAB IV BAHASA INDONESIA Bagian Kesatu Umum Pasal 26 (1) Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional dan bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia. (2) Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai identitas nasional, sarana pemersatu, sarana komunikasi antar daerah dan antar budaya daerah. (3) Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa pengantar resmi di lembaga pendidikan, bahasa resmi di dalam komunikasi tingkat nasional, bahasa resmi untuk pengembangan kebudayaan nasional, sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta bahasa media massa. Bagian Kedua Penggunaan Bahasa Indonesia Pasal 27 Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam: a. penyusunan peraturan perundang-undangan; b. dokumen resmi negara; 10
c. pidato kenegaraan Presiden atau Wakil Presiden yang disampaikan di dalam dan luar negeri; d. pengantar dalam pendidikan nasional; e. pelayanan administrasi publik di badan-badan pemerintahan pusat dan daerah; f. penulisan naskah nota kesepahaman atau perjanjian antara lembaga negara atau lembaga swasta atau badan usaha atau perseorangan dengan pihak asing; g. forum yang bersifat nasional; h. komunikasi resmi di lingkungan kerja pemerintah dan swasta; i. laporan kegiatan dan keuangan agen, perusahaan, dan yayasan yang terdaftar di Indonesia untuk pemerintah; j. penulisan dan publikasi karya ilmiah di Indonesia; k. nama daerah atau pulau di Indonesia; l. nama bangunan atau gedung, nama jalan, nama apartemen atau pemukiman, nama perkantoran, nama komplek perdagangan, merek dagang, nama perusahaan Indonesia, nama lembaga pendidikan, dan sejenisnya; m. informasi tentang produk barang dan jasa produksi dalam negeri atau luar negeri yang beredar di pasar Indonesia; n. rambu umum, penunjuk jalan, fasilitas umum, spanduk, dan alat informasi lain yang merupakan pelayanan umum; o. penyiaran melalui radio, stasiun televisi, jaringan kabel, dan penyiaran audiovisuil lainnya; dan p. informasi media cetak. Pasal 28 (1) Bahasa pengantar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf d dapat menggunakan bahasa asing untuk tujuan yang mendukung kemampuan berbahasa asing peserta didik. (2) Penggunaan Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf d tidak berlaku untuk sekolah asing atau sekolah khusus yang mendidik warga negara asing. (3) Penulisan naskah nota kesepahaman atau perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf f ditandatangani para pihak dan mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan naskah yang menggunakan bahasa asing. (4) Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf g dapat digunakan dalam forum yang bersifat internasional. (5) Selain Bahasa Indonesia, komunikasi di lingkungan kerja sebagai mana dimaksud dalam Pasal 27 huruf h dapat menggunakan bahasa asing untuk keperluan tertentu. (6) Apabila pegawai di lingkungan kerja lembaga pemerintah dan swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf h belum mampu berbahasa Indonesia, wajib diikutsertakan dalam pelatihan kemampuan berbahasa Indonesia. (7) Penulisan dan publikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf j untuk tujuan dan bidang kajian khusus dapat menggunakan bahasa asing, bahasa daerah, dan bahasa masyarakat sehari-hari. (8) Nama daerah atau pulau di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf k hanya memiliki 1 (satu) nama resmi dan dapat menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing berdasarkan sejarah atau budaya dan adat istiadat. 11
(9) Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf m dapat disertai dengan bahasa asing. (10) Penggunaan Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf n untuk kegiatan keagamaan, adat-istiadat, dan/atau kesenian serta tempat umum dapat disertai bahasa asing dan bahasa daerah. (11) Penyiaran melalui televisi, jaringan kabel, dan penyiaran audio-visuil lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf o dapat menggunakan bahasa asing atau bahasa daerah untuk program khusus pelajaran bahasa, program berita bahasa asing atau daerah, program siaran langsung yang berbahasa asing atau daerah, atau siaran dimana sasaran pendengar khusus orang asing atau daerah. (12) Volume program berita dan program siaran langsung bahasa asing sebagaimana dimaksud pada ayat (11) diatur sesuai dengan peraturan perundang-undang. (13) Penyiaran melalui radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf o dapat menggunakan bahasa asing atau daerah untuk program tertentu. (14) Informasi media cetak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf p dapat menggunakan bahasa asing atau bahasa daerah untuk tujuan khusus atau sasaran pembaca khusus orang asing atau daerah. Bagian Ketiga Pengembangan dan Pelindungan Bahasa Indonesia Pasal 29 Pengembangan Bahasa Indonesia dapat memanfaatkan unsur bahasa daerah dan bahasa asing. Pasal 30 (1) Pelindungan Bahasa Indonesia dilakukan melalui pendidikan, penelitian, pengembangan, pembinaan, dan kodifikasi. (2) Kodifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa penyusunan tata bahasa, tata aksara, kamus, ensiklopedia, glosarium, rekaman tuturan, atau bentuk lain yang sejenis.
BAB V LAMBANG NEGARA Bagian Kesatu Umum Pasal 31 Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Garuda Pancasila yang kepalanya menoleh lurus ke sebelah kanan dengan perisai berupa jantung yang digantung dan rantai pada leher Garuda, serta semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. Pasal 32 12
(1) Garuda dengan perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 memiliki paruh, sayap, ekor, dan cakar yang mewujudkan lambang tenaga pembangunan. (2) Garuda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki sayap yang berbulu 17 dan ekor yang berbulu 8. Pasal 33 (1) Di tengah-tengah perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 terdapat sebuah garis hitam tebal yang melukiskan katulistiwa. (2) Pada perisai terdapat lima buah ruang yang mewujudkan dasar Pancasila sebagai berikut: a dasar Ketuhanan Yang Maha Esa terlukis dengan nur cahaya di ruang tengah perisai berbentuk bintang yang bersudut lima; b dasar Kerakyatan dilukiskan kepala banteng di ruang sebelah kanan atas perisai sebagai lambang tenaga rakyat; c dasar Kebangsaan dilukiskan dengan pohon beringin di ruang sebelah kiri atas perisai sebagai lambang tempat berlindung; d dasar Peri Kemanusiaan dilukiskan dengan tali rantai bermata bulatan dan persegi di ruang sebelah kiri bawah perisai; dan e dasar Keadilan Sosial dilukiskan dengan kapas dan padi di ruang sebelah kanan bawah perisai sebagai lambang kemakmuran. Pasal 34 Lambang Negara menggunakan warna pokok yang terdiri atas: a. warna merah di ruang sebelah kanan atas dan kiri bawah perisai; b. warna putih di ruang sebelah kiri atas dan kanan bawah perisai; c. warna kuning emas untuk seluruh burung Garuda; d. warna hitam di tengah-tengah perisai yang berbentuk jantung; dan e. warna alam untuk seluruh gambar lambang. Pasal 35 Bentuk, warna, dan perbandingan ukuran Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, dan Pasal 34 terlampir dalam Undang-Undang ini. Bagian Kedua Penggunaan Lambang Negara Pasal 36 Lambang Negara wajib digunakan di: a. dalam gedung atau kantor; b. luar gedung atau kantor; c. lembaran negara, tambahan lembaran negara, berita negara, dan tambahan berita negara; d. paspor, surat ijazah negara, dan dokumen resmi yang diterbitkan pemerintah; e. uang logam dan uang kertas; atau f. materai.
13
Pasal 37 Lambang Negara dapat digunakan: a. di rumah Warga Negara Indonesia; b. sebagai cap atau kop surat jabatan; c. sebagai cap dinas untuk kantor; d. pada kertas bermaterai; e. pada surat dan lencana gelar pahlawan, tanda jasa dan tanda kehormatan; f. sebagai lencana oleh pejabat pemerintah dan warga-negara Indonesia yang sedang mengemban tugas negara di luar negeri; g. di buku-buku dan majalah-majalah yang diterbitkan oleh Pemerintah; h. di buku kumpulan undang-undang yang diterbitkan oleh Pemerintah dan/atau swasta; dan/atau i. pada penyelenggaraan peristiwa resmi. Pasal 38 (1) Penggunaan Lambang Negara di dalam gedung atau kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf a dipasang pada: a. istana Presiden dan Wakil Presiden; b. gedung atau kantor lembaga-lembaga negara; c. gedung atau kantor lembaga pemerintah departemen; d. gedung atau kantor lembaga pemerintah non-departemen; e. gedung atau kantor Gubernur, Bupati, Walikota, dan Camat; dan/atau f. gedung atau kantor lain. (2) Penggunaan Lambang Negara di luar gedung atau kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf b pada: a. istana Presiden dan Wakil Presiden; b. rumah jabatan Presiden dan Wakil Presiden; c. gedung atau kantor dan rumah jabatan kepala perwakilan Negara Republik Indonesia di luar negeri; dan/atau d. rumah jabatan Gubernur, Bupati, Walikota, dan Camat. (3) Penggunaan Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf a dan huruf b diletakkan pada tempat tertentu. (4) Penggunaan Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf c diletakkan di bagian tengah atas halaman pertama dokumen. (5) Penggunaan Lambang Negara sebagaimana dimaksud Pasal 36 huruf d diletakkan di bagian tengah halaman dokumen. Pasal 39 (1) Penggunaan Lambang Negara sebagai cap atau kop surat jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf b digunakan oleh: a. Presiden atau Wakil Presiden; b. anggota lembaga negara; c. Menteri atau pejabat setingkat Menteri; d. pejabat lembaga pemerintah non-departemen; e. Gubernur, Bupati atau Walikota; f. anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; dan g. notaris. (2) Penggunaan Lambang Negara sebagai cap dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf c digunakan untuk kantor: a. Presiden atau Wakil Presiden; b. lembaga negara; 14
c. Menteri atau pejabat setingkat Menteri; d. pejabat lembaga pemerintah non-departemen; e. Gubernur, Bupati atau Walikota; f. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; dan g. notaris. (3) Penggunaan Lambang Negara sebagai lencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf f dipasang pada pakaian di dada sebelah kiri. (4) Penggunaan Lambang Negara pada penyelenggaraan peristiwa resmi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf i dipasang pada gapura dan bangunan-bangunan lain yang pantas.
Bagian Ketiga Tata Cara Penggunaan Lambang Negara Pasal 40 (1) Dalam hal Lambang Negara ditempatkan bersama-sama dengan Bendera Negara, gambar Presiden dan atau gambar Wakil Presiden, penggunaannya dengan ketentuan: a. Lambang Negara ditempatkan lebih tinggi dan di sebelah kiri Bendera Negara; dan b. gambar resmi Presiden dan/atau gambar Wakil Presiden ditempatkan sejajar dan dipasang lebih rendah dari Lambang Negara. (2) Dalam hal Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dipasang di dinding, ditempatkan di tengah dari Lambang Negara dan dipasang lebih tinggi dari gambar resmi Presiden dan/atau gambar Wakil Presiden. Pasal 41 (1) Ukuran Lambang Negara disesuaikan dengan kepantasan ruangan dan tempat. (2) Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf a dan huruf b dibuat dari bahan yang kuat. Bagian Keempat Larangan Pasal 42 Setiap orang dilarang: a. menaruh huruf, kalimat, angka, gambar atau tanda-tanda lain pada Lambang Negara; b. menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35; 15
c.
membuat lambang perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang Negara; d. menggunakan Lambang Negara untuk tujuan perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan; dan/atau e. menggunakan Lambang Negara sebagai cap dagang, reklame perdagangan atau alat propaganda politik.
BAB VI LAGU KEBANGSAAN Bagian Kesatu Umum Pasal 43 (1) Lagu Kebangsaan adalah Indonesia Raya yang digubah oleh Wage Rudolf Supratman. (2) Lagu Kebangsaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampir dalam Undang-Undang ini. Bagian Kedua Penggunaan Lagu Kebangsaan Pasal 44 (1) Lagu Kebangsaan wajib diperdengarkan dan/atau dinyanyikan: a. untuk menghormati Presiden atau Wakil Presiden; b. untuk menghormati Bendera Negara pada waktu pengibaran atau penurunan Bendera Negara yang diadakan dalam upacara; c. dalam acara resmi yang diselenggarakan oleh pemerintah; d. dalam acara pembukaan sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia; e. dalam pembukaan persidangan di pengadilan; dan/atau f. untuk menghormati kepala negara asing. (2) Lagu Kebangsaan dapat diperdengarkan dan/atau dinyanyikan: a. sebagai pernyataan perasaan nasional; b. dalam rangkaian program pendidikan dan pengajaran; c. dalam acara resmi lainnya yang diselenggarakan oleh organisasi, partai politik, dan kelompok masyarakat lain; dan/atau d. dalam acara atau kegiatan olah raga internasional. Bagian Ketiga Tata Cara Penggunaan Lagu Kebangsaan Pasal 45 (1) Lagu Kebangsaan dapat dinyanyikan dengan diiringi atau tanpa diiringi alat musik. (2) Lagu Kebangsaan yang diiringi alat musik, dinyanyikan lengkap satu kali, satu strofe dengan dua kali ulangan. 16
(3) Lagu Kebangsaan yang tidak diiringi alat musik, dinyanyikan lengkap satu bait, bait pertama dengan dua kali ulangan. Pasal 46 Apabila Lagu Kebangsaan dinyanyikan lengkap tiga bait, sesudah bait pertama dan bait kedua dinyanyikan ulangan satu kali, sesudah bait terakhir dinyanyikan ulangan satu kali, dan sesudah bait terakhir dinyanyikan ulangan dua kali. Pasal 47 Setiap orang yang hadir pada saat Lagu Kebangsaan diperdengarkan dan/atau dinyanyikan, wajib berdiri tegak dengan sikap hormat. Pasal 48 (1) Dalam hal Presiden atau Wakil Presiden Republik Indonesia menerima kunjungan Kepala Negara atau Kepala Pemerintahan negara lain, lagu kebangsaan negara lain diperdengarkan lebih dahulu, selanjutnya Lagu Kebangsaan Indonesia Raya. (2) Dalam hal Presiden Republik Indonesia menerima duta besar negara lain dalam upacara penyerahan surat kepercayaan, lagu kebangsaan negara lain diperdengarkan pada saat duta besar negara lain tiba, dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya diperdengarkan pada saat duta besar negara lain akan meninggalkan istana. Pasal 49 Dalam pertemuan yang bersifat umum yang diadakan oleh warga negara asing, lagu kebangsaan negara asing tersebut dapat diperdengarkan dan/atau dinyanyikan setelah mendapat izin dari kepala daerah setempat. Bagian Keempat Larangan Pasal 50 Setiap orang dilarang memperdengarkan, menyanyikan, mempergunakan, atau mengubah Lagu Kebangsaan dengan nada, irama, iringan, kata-kata, dan gubahan lain, atau untuk iklan, reklame, dan kegiatan komersial lainnya.
BAB VII HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA Pasal 51 Warga Negara Indonesia berhak dan wajib memelihara, menjaga, dan mempergunakan Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, dan 17
Lagu Kebangsaan untuk kehormatan dan kedaulatan bangsa dan negara sesuai dengan Undang-Undang ini.
BAB VIII KETENTUAN PIDANA Pasal 52 Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3), Pasal 25 huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g,dan huruf h, Pasal 27 huruf e, huruf i, huruf l, huruf n, huruf o, dan huruf p, Pasal 28 ayat (6), dan Pasal 42 huruf a dan huruf b, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 1.000.000,(satu juta rupiah). Pasal 53 Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a dan huruf b, Pasal 27 huruf f, huruf k dan huruf m, Pasal 42 huruf c, huruf d, dan huruf e, dan Pasal 50, diancam dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 4 (empat) tahun, serta denda paling sedikit Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp. 50.000.000, - (lima puluh juta rupiah).
BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 54 Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan pada saat Undang-Undang ini diundangkan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 55 Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini dibuat paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal diundangkannya Undang-Undang ini. Pasal 56
18
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan UndangUndang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal ………… PRESIDEN REPUBLIK INDONESI A, ttd
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal ………….. MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA ttd
ANDI MATALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN .... NOMOR......
19
RANCANGAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR .............. TAHUN .......... TENTANG BENDERA, BAHASA, LAMBANG NEGARA, DAN LAGU KEBANGSAAN I.
UMUM Bendera Negara Sang Merah Putih, Bahasa Indonesia, Lambang Negara Garuda Pancasila, dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya merupakan simbol identitas nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keempat simbol tersebut menjadi pencerminan kedaulatan negara, baik di dalam tata pergaulan dengan negara lain maupun sebagai independensi dan eksistensi sebuah negara yang merdeka, mandiri dan berdaulat penuh. Dengan begitu, Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan bukan hanya sekedar sebagai pengakuan atas Indonesia sebagai bangsa dan negara, melainkan menjadi simbol atau lambang negara yang dihormati dan dibanggakan Warga Negara Indonesia. Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan merupakan simpul yang menyatukan berbagai heterogenitas etnis, keragaman agama dan budaya, keragaman bahasa daerah, perbedaan lokalitas kedaerahan, perbedaan letak geografis, sekaligus stratifikasi demografi yang berbeda. Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan menjadi pilar kekuatan yang sanggup menghimpun serpihan sejarah nusantara yang heterogen ke dalam bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) mengatur berbagai hal yang menyangkut Bendera, Bahasa, Lambang Negara dan Lagu Kebangsaan . Pada Bab XV Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, Pasal 35 disebutkan bahwa Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih. Kemudian Pasal 36 menyebutkan bahwa Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia. Selanjutnya Pasal 36A menyebutkan bahwa Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, dan dalam Pasal 36B diatur tentang Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya. Keempat Pasal tersebut merupakan pengakuan sekaligus penegasan negara dalam hal penentuan secara resmi pengunaan simbol dan identitas bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selanjutnya, sebagai negara yang berkedaulatan dengan berdasarkan pada hukum, seluruh bentuk simbol kedaulatan negara dan identitas nasional harus diatur dan dilaksanakan berdasarkan undang-undang. Oleh karena itu sesuai amanat Pasal 36C UUD 1945 bahwa Ketentuan lebih lanjut mengenai Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan diatur dengan undang-undang. Namun faktanya Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan yang merupakan simbol dan identitas nasional bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, hingga kini belum diatur dalam 20
suatu Undang-Undang. Selama ini Bendera Negara, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan Indonesia hanya diatur dengan Peraturan Pemerintah yang masih merupakan produk hukum berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar Sementara. Sementara pengaturan mengenai Bahasa Indonesia dimasukkan dalam Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah mengenai pendidikan tinggi. Peraturan Perundang-Undangan yang mengatur Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan , adalah: 1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur tentang kejahatan (tindak pidana) atau penggunaan Bendera Sang Merah Putih; penodaan terhadap bendera negara sahabat; penodaan terhadap Bendera Sang Merah Putih dan Lambang Negara Garuda Pancasila; serta pemakaian Bendera Sang Merah Putih oleh orang yang tidak memiliki hak menggunakan seperti terdapat dalam Pasal 52 a; Pasal 142 a; Pasal 154 a; dan Pasal 473. 2. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 550), Undang-undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 dari Republik Indonesia Dahulu tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah Untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 550), Undang-undang Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 302, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2361), Undang-undang Nomor 14 PRPS Tahun 1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 80), Undang-undang Nomor 19 PNPS Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 81), Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3390) jo. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 4301); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1958 tentang Bendera Kebangsaan Republik Indonesia (Lembaran Negara 1958 No.68); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1958 tentang Penggunaan Bendera Kebangsaan Asing (Lembaran Negara tahun 1958 No. 69); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 1958 tentang Panji dan Bendera Jabatan; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 66 tahun 1951 tentang Lambang Negara; 7. Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1958 tentang Penggunaan Lambang Negara; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 1958 tentang Lagu Kebangsaan Indonesia Raya; 9. Peraturan Pemerintah Nomor 62 tahun 1990 tentang Ketentuan Keprotokolan Mengenai Tata Tempat, Tata Upacara, dan Tata Penghormatan; dan 10. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1990 tentang Pendidikan Tinggi. Pengaturan mengenai Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan dalam bentuk undang-undang sebagaimana diperintahkan UUD 1945 perlu segera direalisasikan untuk mengatasi 21
berbagai permasalahan terkait dengan penggunaan Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan sebagai simbol identitas bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selama ini masih menggunakan peraturan perundang-undangan produk UndangUndang Dasar Sementara. Undang-Undang baru ini menjamin adanya kepastian hukum, keselarasan, keserasian, standarisasi, dan ketertiban dalam penggunaan Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Huruf a Yang dimaksud dengan “asas persatuan” adalah bahwa penggunaan Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan sebagai sarana pemersatu bangsa dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Huruf b Yang dimaksud dengan “asas kedaulatan” adalah bahwa penggunaan Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan merupakan simbol yang menunjukkan kedaulatan negara. Huruf c Yang dimaksud dengan “asas kehormatan” adalah bahwa penggunaan Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan sebagai identitas yang menunjukkan harga diri, dan kebesaran bangsa dan negara. Huruf d Yang dimaksud dengan "asas kebangsaan" adalah bahwa penggunaan Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan harus mencerminkan sifat patriotisme, kepahlawanan, dan nasionalisme yang tinggi untuk tetap setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Huruf e Yang dimaksud dengan "asas kenusantaraan" adalah bahwa penggunaan Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan mencerminkan kepentingan seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Huruf f Yang dimaksud dengan "asas bhinneka tunggal ika" adalah bahwa penggunaan Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah dan budaya dalam kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Huruf g 22
Yang dimaksud dengan "asas ketertiban dan kepastian hukum" adalah bahwa penggunaan Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan ditujukan untuk mewujudkan ketertiban dan kepastian hukum dalam penggunaannya. Huruf h Yang dimaksud dengan "asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan" adalah bahwa penggunaan Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan dalam hal pengadaan, penetapan, dan penggunaannya. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “warna merah” adalah merah dengan jernih atau secara digital, merah dengan model warna RGB dan kode merah 255 hijau 0 biru 0. Yang dimaksud dengan “warna putih” adalah putih tanpa gradasi warna atau secara digital, putih dengan model warna RGB dan kode merah 255 hijau 255 biru 255. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud “bahan dan ukuran yang berbeda” adalah bahwa bendera dapat dibuat dari bahan seperti kain, kertas, plastik, atau aluminium, serta dapat memiliki berbagai ukuran dengan perbandingan lebar dua-pertiga dari panjang. Ayat (5) Cukup jelas Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Yang dimaksud dengan “pengibaran” adalah penaikan dan penurunan bendera dengan seutas tali yang terikat pada tiang. Pasal 7 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “antara saat matahari terbit dan sebelum matahari terbenam” adalah waktu antara pukul 06.00 hingga 18.00. Ayat (2) 23
Yang dimaksud dalam “keadaan tertentu” adalah kondisi dimana pengibaran Bendera Negara dilakukan untuk mengobarkan semangat patriotisme, nasionalisme, semangat membela tanah air, kondisi darurat perang, perlombaan olah raga, renungan suci, serta untuk menandakan bahwa bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia sangat bersuka cita atau dalam keadaan sangat berduka cita. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia” adalah termasuk wilayah yurisdiksi di kedutaan besar atau perwakilan Negara Republik Indonesia di luar negeri dan kapal milik pemerintah atau Warga Negara Indonesia yang sedang berlayar atau berlabuh di luar negeri.
Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Yang dimaksud dengan “hari-hari besar nasional di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia” adalah: a. tanggal 2 Mei, hari Pendidikan Nasional; b. tanggal 20 Mei, hari Kebangkitan Nasional; c. tanggal 17 Agustus, hari ulang tahun Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia; d. tanggal 1 Oktober, hari Kesaktian Pancasila; e. tanggal 28 Oktober, hari Sumpah Pemuda; f. tanggal 10 November, hari Pahlawan; dan g. tanggal 22 Desember, hari Ibu. Yang dimaksud dengan “peristiwa lain” adalah peristiwa besar atau kejadian luar biasa yang dialami oleh bangsa Indonesia, misalnya kunjungan Presiden atau Wakil Presiden Republik Indonesia ke daerah dan pada perayaan dirgahayu daerah. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan “lembaga negara” adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang. Huruf c Cukup jelas. Huruf d 24
Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup jelas. Huruf l Cukup jelas. Huruf m Cukup jelas. Huruf n Cukup jelas. Huruf o Cukup jelas. Huruf p Cukup jelas. Huruf q Cukup jelas Huruf r Yang dimaksud dengan “gedung atau kantor atau rumah jabatan lain” adalah gedung atau kantor atau rumah jabatan yang diatur dengan Keputusan Presiden. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) 25
Cukup jelas Pasal 10 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud “penggunaan Bendera Negara pada kapal” adalah sebagai tanda kehormatan untuk menyatakan kebangsaan dan identitas kapal tersebut. Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Pasal 11 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Yang dimaksud dengan “perayaan lain” adalah pengibaran atau pemasangan bendera sebagai tanda pernyataan nasionalisme dan kegembiraan umum. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 12 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) 26
Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Pengibaran Bendera di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah dilakukan di seluruh halaman/rumah Warga Negara Indonesia, kantor/gedung pemerintah maupun swasta, sekolah dan seluruh wilayah yurisdiksi Indonesia di luar negeri Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Ayat (9) Cukup jelas. Ayat (10) Cukup jelas. Ayat (11) Cukup jelas. Ayat (12) Cukup jelas. Ayat (13) Cukup jelas. Ayat (14) Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas.
27
Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Bendera Negara hanya dipasang bersilang dengan bendera negara lain, karena kedua bendera negara itu sederajat, sedangkan Bendera Negara tidak disilangkan dengan panji karena tidak sederajat. Pasal 22 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas.
Huruf b Yang dimaksud dengan “baris” adalah deratan bendera yang sejajar dalam satu garis Huruf c Bendera Negara yang dibawa di depan rombongan pawai atau defile dimaksudkan untuk menghormati Bendera Negara. Huruf d Bendera Negara tidak disilangkan dengan panji organisasi karena kedudukan antara Bendera Negara dan panji organisasi tidak sederajat. Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24 28
Cukup jelas Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas Pasal 27 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Yang dimaksud “bersifat nasional” adalah corak kegiatan di manapun yang dihadiri oleh perwakilan lebih dari satu daerah dan memiliki topik, tema, atau substansi yang berdampak nasional Huruf h Yang dimaksud dengan “lingkungan kerja swasta” adalah mencakup perusahaan yang berbadan hukum Indonesia dan perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup jelas. Huruf l Cukup jelas. Huruf m Cukup jelas. Huruf n 29
Cukup jelas. Huruf o Cukup jelas. Huruf p Cukup jelas. Pasal 28 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Bahasa asing yang digunakan dalam perjanjian adalah bahasa resmi negara yang mengadakan perjanjian internasional atau bahasa Inggris sesuai kesepakatan. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Yang dimaksud dengan “tujuan khusus” adalah tujuan untuk membuktikan kemahiran berbahasa selain Bahasa Indonesia. Yang dimaksud dengan “bidang kajian khusus” adalah kajian bahasa dan sastra selain bahasa dan sastra Indonesia. Yang dimaksud dengan “bahasa masyarakat sehari-hari” adalah bahasa pasaran, bahasa prokem, bahasa gaul, dan/atau bahasa yang biasa dipergunakan oleh masyarakat dalam aktifitasnya seharihari. Ayat (8) Cukup jelas. Ayat (9) Cukup jelas. Ayat (10) Cukup jelas. Ayat (11) Cukup jelas.
30
Ayat (12) Cukup jelas. Ayat (13) Cukup jelas. Ayat (14) Cukup jelas. Pasal 29 Yang dimaksud dengan “pengembangan bahasa” adalah melakukan upaya memodernkan korpus bahasa melalui pemerkayaan kosakata, pemantapan dan pembakuan sistem bahasa secara umum serta mengupayakan penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa perhubungan luas antarbangsa. Pasal 30 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “pembinaan” adalah meningkatkan mutu pemakaian bahasa melalui penyelenggaraan pembelajaran bahasa di semua jenjang pendidikan dan pemasyarakatan bahasa. Peningkatan mutu pemakaian bahasa itu juga dimaksudkan untuk mempertinggi sikap positif masyarakat terhadap Bahasa Indonesia Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 31 Yang dimaksud dengan “Garuda Pancasila” adalah lambang burung garuda yang berasal dari mitologi kuno yang dekat dengan burung elang rajawali. Garuda telah dikenal sejak lama baik dalam arkheologi, kesusasteraan dan mitologi Indonesia. Burung garuda dilukiskan di candi Dieng, Prambanan, Mendut, Sukuh dan Panataran yang terdapat di Jawa Tengah dan Jawa Timur sejak abad 6 sampai abad 16 masehi. Lukisan garuda dapat berupa manusia dengan berparuh burung dan bersayap yang terdapat di candi Dieng; sementara di candi Prambanan, Mendut dan di candi Sukuh, Kedal Jawa Timur bentuknya seperti burung, dengan berparuh panjang berambut raksasa dan bercakar. Lambang garuda pernah dipakai sebagai lencana oleh Prabu Airlangga pada abad kesebelas dengan nama Garudamukha, yang dalam patung belahan dilukiskan Prabu Airlangga sedang mengendarai seekor garuda. Lambang garuda juga digunakan Pergerakan Indonesia Muda (1928) yang memakai panji-panji sayap garuda yang ditengah-tengahnya berdiri sebilah keris di atas tiga goresan garis. Kemudian garuda menjadi lambang Negara Indonesia untuk menggambarkan Indonesia sebagai bangsa yang besar, sekaligus sebagai negara yang kuat di antara negara-negara lain. Yang dimaksud dengan “perisai” adalah perisai atau tameng yang telah dikenal lama dalam kebudayaan dan peradaban asli Indonesia sebagai senjata dalam perjuangan untuk mencapai tujuan dan perlindungan diri. Perisai dimaksudkan bahwa sebagai lambang perjuangan dan perlindungan diri yang artinya tetap dan tidak berubah-ubah. Mata 31
bulatan dalam rantai untuk menunjukkan bagian perempuan dan digambar berjumlah 9, mata persegi yang digambar berjumlah 8 menunjukkan bagian laki-laki, rantai yang bermata 17 itu sambung menyambung tidak putus-putusnya, sesuai dengan manusia yang bersifat turun-temurun, serta kedua tumbuhan kapas dan padi sesuai dengan hymne yang menempatkan pakaian (sandang) dan makanan (pangan) sebagai simbol tujuan kemakmuran dan kesejahteraan. Yang dimaksud dengan “semboyan Bhinneka Tunggal Ika” adalah pepatah lama yang pernah dipakai oleh pujangga ternama Mpu Tantular. Bhinneka merupakan gabungan dua kata: bhinna dan ika yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Sementara Tunggal Ika diartikan sebagai di antara pusparagam adalah kesatuan. Pepatah dan semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, walaupun ke luar tetap memperlihatkan perbedaan dan keragaman. Pasal 32 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “sayap garuda berbulu 17” adalah untuk melukiskan tanggal 17 dan ekor garuda berbulu 8 yang melukiskan bulan 8 atau Agustus. Simbolitas angka 17 dan 8 digunakan sebagai penanda proklamasi kemerdekaan Indonesia yang ditetapkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Pasal 33 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “garis hitam yang melukiskan khatulistiwa (aequator)” adalah untuk menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan satu-satunya negara asli yang merdeka dan berdaulat yang berada di permukaan bumi berhawapanas yang melewati Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian (Papua). Garis tengah katulistiwa ditujukan untuk menimbulkan perasaan, bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sajalah satusatunya negara asli yang merdeka dan berdaulat yang terletak di katulistiwa di permukaan bumi. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 34 Huruf a Yang dimaksud dengan “warna merah dan putih” adalah warna asli yang menunjukkan identitas Indonesia yang telah lama ada dalam mitologi, kesusasteraan dan sejarah nusantara. Warna merah putih telah lama digunakan kerajaan Sriwijaya, Majapahit, dan Mataram seperti bukti ukiran pada dinding candi Borobudur (yang dibangun pada abad ke-9) yang menggambarkan tiga orang hulubalang yang membawa umbul-umbul berwarna gelap dan terang, kemudian di candi Mendut didapati ukiran bunga tunjung mabang (merah) dan 32
tunjung maputeh (putih), serta dalam kesusasteraan didapati cerita pahlawan Inu Kertapati yang digambarkan sebagai cahaya matahari, merah, dan putri Tjandera Kirana dilambangkan sebagai sinar rembulan, putih. Persatuan dwi warna dilambangkan oleh hubungan cinta tak terpisahkan antara Inu Kertapati dan Tjandera Kirana yaitu antara warna merah dan putih Merah. Dalam kehidupan masyarakat Indonesia warna merah mirip dengan warna gula jawa atau gula aren dan warna putih mirip dengan warna nasi. Sedangkan secara filosofis merah melambangkan tubuh manusia, sedangkan putih melambangkan jiwa manusia. Merah berarti berani dan putih berarti suci. Keduanya saling melengkapi dan menyempurnakan untuk Indonesia. Gradasi warna merah secara digital adalah dengan model warna RGB dan kode merah 255 hijau 0 biru 0. Sementara warna putih adalah putih tanpa gradasi warna atau secara digital, putih dengan model warna RGB dan kode merah 255 hijau 255 biru 255. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan “warna kuning emas” adalah warna yang melukiskan kemegahan emas yang dimaksudkan untuk menggambarkan kebesaran bangsa atau keluhuran Negara. Warna kuning emas adalah warna kuning keemasan secara digital dengan gradasi warna model RGB dan kode merah 255 hijau 255 biru 0. Huruf d Yang dimaksud dengan “warna hitam” adalah warna asal yang menggambarkan siklus dan jalinan kehidupan umat manusia dari awal mula penciptaan hingga akhir kehidupan. Warna hitam secara digital dengan gradasi warna model RGB dan kode merah 0 hijau 0 biru 0. Huruf e Yang dimaksud dengan “warna alam” adalah warna-warna yang meniru warna yang melekat pada diri benda-benda dan makhluk hidup yang ada di alam. Warna-warna itu menggambarkan semangat dan dinamika kehidupan di alam semesta ini. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan “Lambang Negara ditempatkan lebih tinggi dan di sebelah kiri Bendera Negara” adalah bila Bendera Negara dipasang di tiang maka Bendera Negara ditempatkan di sebelah kiri di bawah Lambang Negara.
33
Huruf b Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 38 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “penggunaan Lambang Negara di dalam gedung atau kantor” adalah untuk menunjukkan kewibawaan negara yang penggunaan nya dibatasi hanya pada kantor dinas. Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Yang dimaksud dengan “gedung atau kantor lain” adalah gedung sekolah, kantor perusahaan swasta, organisasi dan lembagalembaga. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “penggunaan Lambang Negara di luar gedung atau kantor” adalah penggunaan Lambang Negara sebagai lambang keistimewaan yang penggunaannya ditempatkan di muka sebelah luar pada rumah jabatan yang disediakan khusus untuk penjabat negara. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “tempat tertentu” adalah tempat yang pantas, menarik perhatian orang, mudah dilihat dan tampak baik bagi pandangan mata semua orang yang datang dan berada di gedung atau kantor tersebut. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas. 34
Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “ukuran yang disesuaikan dengan kepantasan ruangan dan tempat” adalah bahwa ukuran Lambang Negara harus dibuat dengan mengacu perbandingan ukuran yang terdapat di dalam lampiran Undang-Undang ini, tetapi disesuaikan besar ukurannya dengan kepantasan besar ruangan dan tempat. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “Lambang Negara dibuat dari bahan yang kuat” adalah bahwa Lambang Negara harus dibuat dari bahan cor semen, metal, campuran besi atau campuran bahan lain yang liat dan kuat, sehingga bentuk Lambang Negara terlihat kokoh dan kuat, dapat digunakan untuk waktu yang lama, tidak mudah patah, hancur ataupun tidak cepat rusak. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Cukup jelas. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Yang dimaksud dengan “Lagu Kebangsaan dinyanyikan lengkap tiga bait” adalah sesudah bait pertama dan bait kedua dinyanyikan ulangan atau reffrain satu kali; kemudian sesudah bait terakhir, dinyanyikan ulangan satu kali; dan sesudah bait terakhir dinyanyikan ulangan dua kali. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49 Yang dimaksud dengan “pertemuan yang bersifat umum” adalah pertemuan yang diadakan oleh warga negara asing di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, baik pertemuan yang bersifat resmi maupun tidak resmi atau informal.
35
Yang dimaksud dengan “kepala daerah setempat” adalah Gubernur, Bupati, Walikota, atau Camat yang berwenang atas wilayah di tempat acara tersebut diadakan. Pasal 50 Yang dimaksud dengan “dilarang memperdengarkan atau menyanyikan Lagu Kebangsaan dengan nada-nada, irama, iringan, kata-kata dan gubahan-gubahan lain” adalah agar Lagu Kebangsaan tidak dinyanyikan secara sembarangan dan keluar dari derajat dan kedudukannya sebagai Lagu Kebangsaan. Sedangkan yang dimaksud dilarang memperdengarkan, menyanyikan dan menggunakan Lagu Kebangsaan untuk bahan dan alat reklame dan/atau kegiatan komersial dalam bentuk apapun adalah agar Lagu Kebangsaan tidak digunakan untuk meraih keuntungan komersial tertentu yang melecehkan kedudukan Lagu Kebangsaan tersebut. Pasal 51 Cukup jelas. Pasal 52 Cukup jelas. Pasal 53 Cukup jelas. Pasal 54 Cukup jelas. Pasal 55 Cukup jelas. Pasal 56 Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR .......
36