RANCANG BANGUN PROTOTIP TRICOPTER : UJI BAHAN, UJI AEROCONTROLLER, DAN UJI PENERBANGAN
MUHAMMAD NUR HIDAYAT
SKRIPSI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:
RANCANG BANGUN PROTOTIP TRICOPTER : UJI BAHAN, UJI AEROCONTROLLER, DAN UJI PENERBANGAN. adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Skripsi ini. Bogor, Februari 2012
MUHAMMAD NUR HIDAYAT C54050942
RINGKASAN MUHAMMAD NUR HIDAYAT. Rancang Bangun Prototip Tricopter : Uji Bahan, Uji Aerocontroller, dan Uji Penerbangan. Dibimbing oleh INDRA JAYA. Penelitian dengan topik rancang bangun prototip tricopter : uji bahan, uji aerocontroller, dan uji penerbangan dilakukan selama 12 bulan di Worksop Akustik dan Instrumentasi Kelautan (AIK), Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan (ITK), Fakultas perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), Institiut Pertanian Bogor (IPB). Penelitian meliputi perancangan, pengujian bahan, pengujian aerocontroller, perhitungan resultan gaya, dan pengujian terbang. Perancangan didasarkan pada beberapa hal, diantaranya perkiraan gaya gesek udara, dimensi komponen, serta titik keseimbangan. Perancangan ini menghasilkan desain tricopter dengan bentuk dasar berupa segitiga sama sisi dengan perpanjangan lengan yang di setiap ujungnya diletakkan motor sebagai penghasil gaya. Pengujian bahan dilakukan sebagai pertimbangan dalam pemilihan bahan yang akan digunakan. Dalam hal ini ada tiga bahan yang diperbandingkan, yaitu alumunium, particle board, dan papan pcb. Hasil pengujian bahan menunjukkan bahwa bahan papan pcb merupakan bahan yang paling efektif digunakan sebagai bahan dasar tricopter, karena memiliki massa paling ringan, yaitu sebesar 0,054 kg, dan ketahanan terhadap gaya yang memadai, yaitu hingga 23,2 N. Pengujian aerocontroller dilakukan untuk melihat pengaruh arah putaran motor terhadap pergerakan tricopter. Arah putaran masing-masing motor menyebabkan perputaran tricopter terhadap sumbu vertikalnya (yaw). Oleh karena itu, arah putaran motor perlu ditentukan agar tricopter menghasilkan pergerakan yaw mendekati netral. Perhitungan resultan gaya diperlukan untuk mengetahui beban yang harus diangkat oleh motor ketika tricopter diterbangkan. Gaya-gaya utama yang berpengaruh terhadap pergerakan tricopter adalah gaya berat tricopter, gaya angkat yang dihasilkan oleh motor, dan gaya gesek udara. Pengujian dilakukan dengan membandingkan gaya berat tricopter dengan kemampuan motor untuk mengangkat beban dan melihat resultan yang mampu dihasilkan. Pengukuran terhadap gaya gesek udara belum dapat dilakukan, sehingga gaya gesek udara tidak dimasukkan dalam perhitungan resultan gaya. Pengujian terbang dilakukan untuk mengetahui kemampuan tricopter untuk mengudara. Berdasarkan hasil perhitungan resultan gaya, seharusnya tricopter mampu mengudara. Namun, ternyata motor tidak dapat menghasilkan putaran secara maksimal, sehingga gaya angkat yang dihasilkan tidak sebanding dengan gaya berat tricopter. Mengatasi hal tersebut, maka dilakukan beberapa pengujian, diantaranya mengurangi gaya berat dengan memisahkan baterai dari badan tricopter, mengganti sumber energi dengan aki, dan mengkombinasikan sumber energi. Namun ternyata percobaan-percobaan yang dilakukan belum dapat menyelesaikan permasalahan tersebut.
© Hak cipta milik Muhammad Nur hidayat, tahun 2012 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya
RANCANG BANGUN PROTOTIP TRICOPTER : UJI BAHAN, UJI AEROCONTROLLER, DAN UJI PENERBANGAN
MUHAMMAD NUR HIDAYAT
SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
SKRIPSI Judul Skripsi
: RANCANG BANGUN PROTOTIP TRICOPTER : UJI BAHAN, UJI AEROCONTROLLER, DAN UJI PENERBANGAN
Nama Mahasiswa : Muhammad Nur Hidayat Nomor Pokok
: C54050942
Departemen
: Ilmu dan Teknologi Kelautan
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M. Sc. NIP. 1961041 198601 1 002
Mengetahui, Ketua Departemen ITK
Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc. NIP. 19580909 1988303 1 003
.
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, hidayah, serta inayah yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Rancang Bangun Prototip Tricopter : Uji bahan, uji aerocontroller, dan uji penerbangan”. Penelitian ini diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M. Sc. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan saran dan kritik dalam penyelesaian penelitian ini, dan kepada Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc. sebagai dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis selama di ITK. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua, ayahanda Ir. H. Mgs M. Akib dan Ibunda Ir. Hj. Yatty Maryati, M.Si., dan adik-kakak tercinta yang selalu memberikan dukungan dan doa. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah menjadi keluarga penulis selama bernaung d IPB, keluarga besar Agria Swara IPB, Warga ITK IPB, MIT, dan teman- teman perkusi eXplorasi. Rasa terima kasih penulis sampaikan kepada teman-teman Nongkrong Bareng ITK 43 yang telah berjuang bersama selama ini, juga kepada semua pihak yang telah mendukung baik moril maupun materil demi terselesaikannya penelitian ini. Segala bentuk kritik, masukan, dan saran sangat penulis harapkan untuk kajian evaluasi dan perbaikan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Februari 2012
Muhammad Nur Hidayat
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ..................................................................................................
i
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
iii
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
v
1. PENDAHULUAN .....................................................................................
1
1.1. Latar belakang ..................................................................................
1
1.2. Tujuan ...............................................................................................
2
1.3. Manfaat Penelitian ............................................................................
2
2. TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................
3
2.1. Penginderaan Jauh ............................................................................
3
2.2. Citra Foto Udara ...............................................................................
4
2.3. Motor Listrik ....................................................................................
5
2.3.1. Motor DC....................................................................................
5
2.3.1.1. Brushed DC Motor .............................................................
5
2.3.1.2. Brushless DC Motor ..........................................................
10
2.3.2. Motor Stepper .............................................................................
14
2.3.2.1. Motor Variable Reluctance ................................................
15
2.3.2.2. Unipolar Motor ..................................................................
16
2.3.3. Motor Servo ...............................................................................
17
2.4. Massa dan Densitas ..........................................................................
17
2.5. Gaya dan Akselerasi .........................................................................
18
2.6. Ketahanan Bahan ..............................................................................
21
3. METODE PENELITIAN ........................................................................
23
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian.............................................................
23
3.2. Alat dan Bahan .................................................................................
23
3.3. Desain Kerja .....................................................................................
23
3.4. Sistem Perangkat Elektronik ............................................................
24
3.5. Prosedur Pengujian ...........................................................................
26
3.5.1. Pengujian Bahan .........................................................................
26
i
3.5.2. Pengujian Aerocontroller ...........................................................
27
3.5.3. Perhitungan Resultan Gaya Tricopter.........................................
27
4. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................
29
4.1. Hasil Uji Bahan ................................................................................
30
4.2. Hasil Uji Aerocontroller ...................................................................
31
4.3. Hasil Perhitungan Resultan gaya Tricopter ......................................
31
4.4. Mekanisme Pengendalian Tricopter ..................................................
32
4.5. Hasil Uji Penerbangan Tricopter ......................................................
33
5. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................
35
5.1. Kesimpulan .......................................................................................
35
5.2. Saran .................................................................................................
35
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
36
ii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Visualisasi Tiga Jenis Foto Udara (Santoso, 2001)......................................
4
2. Skema Brushed DC motor dua kutub sederhana (Condit, 2004a)................
6
3. Skema PMDC Motor (Condit, 2004a)..........................................................
8
4. Skema SHWDC Motor (Condit, 2004a) ......................................................
9
5. Skema SWDC Motor (Condit, 2004a) .........................................................
9
6. Skema CWDC Motor (Condit, 2004a) .........................................................
10
7. Skema Back EMF Ttrapezoidal (Yedamale, 2003)......................................
12
8. Skema Back EMF Sinusoidal (Yedamale, 2003) .........................................
12
9. Penampang melintang motor variable reluctant (Condit, 2004b) ...............
16
10. Penampang melintang motor stepper unipolar (Condit, 2004b) ................
17
11. Metode perhitungan resultan gaya dari dua vektor (Watkinson, 2004) .....
21
12. Fase ketahanan bahan menurut hukum Hooke (Watkinson, 2004) ............
22
13. Diagram alir perancangan tricopter ...........................................................
24
14. Sistem Perangkat Elektronik .....................................................................
25
15. Desain Prototip Tricopter ..........................................................................
29
iii
DAFTAR TABEL Halaman 1. Hasil Uji Bahan ...........................................................................................
30
2. Hasil Uji Aerocontoller ...............................................................................
31
iv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Spesifikasi Brushless Motor .........................................................................
39
2. Spesifikasi Electronic Speed Controller (ESC) ............................................
40
3. RC Transmitter FMS 2.4 GHz 4 CH ...........................................................
41
v
1. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Menurut data yang
diumumkan oleh PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia yaitu sepanjang 54.716 km. Garis pantai yang sedemikian panjang, memungkinkan Indonesia memiliki berbagai macam karakteristik pantai. Masingmasing karakter pantai tersebut memiliki karakteristik vegetasi yang bermacammacam pula. Sebagai bentuk konservasi terhadap keanekaragaman karakteristik vegetasi khususnya di daerah pantai, diperlukan pemantauan secara menyeluruh terhadap vegetasi tersebut. Pemantauan tersebut bertujuan terutama untuk menginventarisasi populasi vegetasi, sehingga dengan demikian dapat diketahui kondisi dan potensi vegetasi di pantai tersebut. Selain itu, pemantauan vegetasi dapat mendukung usaha pelestarian keanekaragaman vegetasi di daerah tersebut. Metode inventarisasi vegetasi yang umum digunakan saat ini adalah dengan pengukuran langsung, salah satunya dengan metode jalur berpetak, dimana pengukuran vegetasi dilakukan dengan sampling pada luasan tertentu untuk setiap kelas umur vegetasi (Ningsih, 2008). Metode lain yang bisa dilakukan adalah dengan pengukuran tak langsung dengan menggunakan pendekatan citra. Pengukuran tak langsung ini dilakukan dengan menghitung luasan vegetasi yang terekam oleh citra pada skala tertentu (Sugarwana, 2008) . Menurut Sugarwana (2008), metode pengukuran dengan pendekatan citra memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan pengukuran secara langsung, salah satunya metode ini lebih menghemat tenaga dan biaya. Pemantauan vegetasi pantai dengan metode pendekatan citra, dibutuhkan citra baik dari satelit ataupun dari foto udara. Citra foto udara dapat diperoleh dengan penggunaan wahana yang dapat mengambil foto dari ketinggian tertentu. Beberapa wahana yang biasa dipakai untuk mengambil foto udara diantaranya, pesawat terbang, helikopter, maupun balon udara. Ketiga wahana tersebut menghabiskan biaya operasional yang cukup tinggi. Hal ini seringkali
1
2
menjadi faktor pembatas dalam produksi citra foto udara. Alternatif wahana foto udara dengan biaya operasional yang rendah perlu diciptakan. Maka dari itu, timbul gagasan untuk menciptakan tricopter. Tricopter dapat menjadi alternatif wahana foto udara berbiaya rendah dengan resolusi yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan pengguna. Pembuatan tricopter mencakup beberapa tahapan yang dimulai dari pembuatan prototip. Prototip tersebut kemudian harus melewati rangkaian pengujian, diantaranya uji bahan, uji aerocontroller, dan uji penerbangan. Pengujian-pengujian tersebut dilakukan untuk mendapatkan data sebagai bahan pertimbangan untuk pembuatan tricopter sebagai pengembangan dari prototip yang telah dibuat sebelumnya. 1.2.
Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah merancang dan
membangun sebuah prototip tricopter dan melakukan pengujian pada prototip tersebut yang meliputi : uji bahan, uji aerocontroller, dan uji penerbangan. Hasil pengujian tersebut diharapkan dapat digunakan untuk pembuatan tricopter yang pada aplikasinya dapat digunakan untuk pemantauan vegetasi pantai dan sumberdaya pesisir.
1.3.
Manfaat Penelitian Tricopter didesain secara sederhana, namun ke depannya dapat dikembangkan
secara luas untuk mendapatkan citra/foto udara dari suatu objek di permukaan bumi. Citra tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi objek melalui metode telemetri atau penginderaan jauh.
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Penginderaan Jauh Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi
tentang obyek, daerah atau gejala dengan jalan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah atau gejala yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1979 dalam Johston, 1998). Penginderaan jauh dilakukan dengan menggunakan alat, atau dalam hal ini disebut sensor. Sensor tersebut dipasang pada wahana berupa pesawat terbang, satelit, dan sebagainya. Obyek yang diindera berupa obyek di permukaan bumi, dirgantara, maupun antariksa. Penginderaannya sendiri dilakukan dari jarak jauh, tanpa adanya kontak langsung antara sensor dengan obyek yang diindera. Menurut Lindgren (1985), penginderaan jauh didefinisikan sebagai berbagai teknik yang dikembangkan untuk memperoleh dan menganalisis informasi tentang bumi. Informasi tersebut khususnya dalam bentuk radiasi elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan dari permukaan bumi. Berbeda dengan Lillesand dan Kefer yang memandang penginderaan jauh sebagai ilmu dan seni, Lindgren memandangnya sebagai teknik, yaitu teknik perolehan dan analisis informasi tentang bumi. Definisi oleh Lindgren, juga disebutkan bahwa dalam penginderaan jauh, diperlukan radiasi elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan oleh permukaan bumi. Radiasi elektromagnetik tesebut akan berinteraksi dengan obyek di permukaan bumi. Tiap obyek akan memiliki karakteristik tersendiri dalam interaksinya terhadap gelombang elektromagnetik. Hasil interaksi tersebut yang akan direkam oleh sensor, sehingga karakteristiknya dapat dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang objek tersebut. Hasil rekaman ini disebut data penginderaan jauh. Data tersebut harus diterjemahkan menjadi informasi tentang obyek yang diindera. Proses penerjemahan data menjadi informasi disebut analisis atau interpretasi data.
3
4
2.2.
Citra Foto Udara Citra merupakan gambaran rekaman suatu obyek yang dibuahkan dengan cara
optik, elektro-optik, optik mekanik, atau elektronik (Simonett et al., 2008). Citra terbagi menjadi citra non-foto dan citra foto. Citra non-foto adalah gambar yang dicetak dari hasil perekaman dengan bantuan alat seperti satelit dengan hasil perekaman secara parsial. Citra foto adalah gambar yang dicetak dari hasil pemotretan dengan kamera dengan perekaman secara fotografi, contohnya foto udara. Citra foto didapatkan dengan cara memotret menggunakan sebuah wahana, biasanya berupa balon udara, pesawat udara, pesawat tanpa awak, dan sebagainya. Citra foto udara dapat diperoleh dengan menggunakan tiga jenis pemotretan, yaitu pemotretan udara secara tegak (vertical), pemotretan udara secara condong (oblique), dan pemotretan udara sangat condong (high oblique) (Paine, 1979). Pemotretan udara secara tegak dilakukan dengan memosisikan kamera sehingga sumbu optis kamera tegak lurus dengan gaya berat bumi. Pemotretan udara condong dilakukan dengan memosisikan kamera sehingga sumbu optis kamera membentuk sudut tertentu dengan gaya berat bumi. Pemotretan udara sangat condong dilakukan dengan memosisikan kamera sehingga sumbu optis kamera membentuk sudut yang sangat besar dengan gaya berat bumi, hingga pada hasil foto udara terdapat garis horizon (Santoso, 2001). Secara umum ketiga jenis pemotretan foto udara dapat diilustrasikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Visualisasi Tiga Jenis Foto Udara (Santoso, 2001)
5
2.3.
Motor Listrik Motor listrik merupakan alat yang dapat mengubah energi listrik menjadi
energi mekanik. Motor listrik memiliki fungsi berkebalikan dengan generator dan dinamo yang merubah energi mekanik menjadi energi listrik. Prinsip kerja motor listrik memanfaatkan tenaga magnet, yang disebut elektromagnet. Tenaga listrik akan memanipulasi kutub magnet sehingga akan menyebabkan pergerakan pada motor karena adanya gaya tarik dan tolak-menolak antar kutub magnet. Motor listrik terbagi menjadi 3 jenis, yaitu motor DC, motor stepper, dan motor servo. 2.3.1. Motor DC Motor DC merupakan jenis motor yang digunakan pada aplikasi yang membutuhkan kecepatan tinggi dan torsi yang cukup besar (Solichin, 2009). Kecepatan putar motor dihitung dari jumlah putaran yang dapat dilakukan oleh motor dalam satu menit. Satuan kecepatan putar tersebut disebut dengan RPM (Rotation Per Minute). Pengukuran torsi motor didasarkan pada kemampuan sebuah tuas sepanjang 1cm untuk menggerakkan beban sebaran x kg. Semakin lambat putaran akibat adanya penambahan gear, maka torsi motor akan semakin besar. Motor DC terbagi menjadi beberapa jenis, diantaranya ada yang bertipe brushed atau memiliki kuas dan yang bertipe brushless atau yang tidak memiliki kuas. Kedua tipe motor DC ini memiliki beberapa perbedaan yang cukup signifikan dalam hal penggunaan maupun torsi yang dihasilkannya. 2.3.1.1. Brushed DC Motor Brushed DC (BDC) motor merupakan tipe motor DC yang memiliki kuas karbon yang berfungsi dalam pengaturan kommutasinya. Motor ini memiliki satu atau lebih pasangan kutub magnet yang berfungsi untuk menghasilkan medan magnetik yang menghasilkan putaran motor. Skema BDC motor dua kutub sederhana ditunjukkan pada Gambar 2.
6
Gambar 2. Skema Brushed DC motor dua kutub sederhana (Condit, 2004a) Semua motor BDC terdiri atas komponen dasar yang sama, yaitu stator, rotor atau armature, brushes, dan kommutator. a. Stator Stator merupakan komponen yang menghasilkan medan magnet stasioner yang mengelilingi motor. Medan magnet ini dihasilkan baik oleh magnet permanen maupun oleh lilitan elektromagnetik. Masing-masing tipe BDC motor dibedakan dari konstruksi stator ataupun hubungan antara lilitan elektromagnetik dengan sumber daya (Condit, 2004a). b. Rotor Rotor, disebut juga dengan armature, merupakan komponen yang terbentuk oleh satu atau lebih lilitan. Lilitan-lilitan tersebut akan menghasilkan medan magnet ketika dialiri listrik. Kutub magnet rotor akan tertarik oleh kutub berlawanan yang dihasilkan oleh stator. Hal inilah yang menyebabkan rotor bergerak. Ketika motor berputar lilitan pada rotor akan teraliri listrik secara konstan pada urutan tertentu, sehingga kutub magnet yang dihasilkan oleh rotor tidak melampaui kutub magnet yang dihasilkan oleh stator. Pertukaran medan magnet pada lilitan rotor disebut dengan kommutasi (Condit, 2004a).
7
c. Brushes dan Kommutator Tidak seperti jenis motor elektrik lainnya (seperti Brushless DC dan Induction AC), BDC motor tidak memerlukan controller untuk menukar arus pada lilitan motor. Bahkan kommutasi pada lilitan BDC dilakukan secara mekanis oleh sebuah lengan tembaga tersegmentasi yang disebut sebagai kommutator. Kommutator ini berada pada as BDC motor. Ketika motor berputar, brushes, atau kuas yang berbahan karbon, akan meluncur pada kommutator tersebut dan bersentuhan dengan bagian-bagian kommutator. Kommutator tersebut terhubung dengan lilitan rotor yang berbeda, sehingga medan magnet dinamik terbentuk di dalam motor ketika tegangan digunakan pada brush tersebut (Condit, 2004a). BDC motor dibedakan berdasarkan konstruksi stator dan hubungan antara lilitan elektromagnetik dengan sumber dayanya. Kedua hal tersebut akan mempengaruhi proses pembentukan magnet stasioner pada stator. Berikut tipe-tipe BDC motor (Condit, 2004a): a. Permanent Magnet DC Motor Permanent Magnet DC Motor (PMDC motor) merupakan jenis BDC motor yang paling banyak ditemukan di dunia. Motor ini menggunakan magnet permanen untuk menghasilkan medan stator. PMDC motor sering digunakan dalam aplikasi yang melibatkan tenaga yang kecil karena penggunaan magnet permanen sangat beresiko menyebabkan rusaknya stator. Kekurangan PMDC motor adalah hilangnya sifat magnetik dari magnet yang digunakan seiring dengan waktu. Beberapa PMDC motor menggunakan lilitan yang khusus dibuat untuk mencegah kehilangan sifat magnetik ini.
8
Gambar 3 menunjukkan skema penggunaan magnet permanen pada motor DC. Pada jenis motor ini, magnet permanen digunakan untuk mennghasilkan medan magnet statis, atau sebagai stator.
Gambar 3. Skema PMDC Motor (Condit, 2004a). b. Shunt-Wound DC Motor Shunt-Wound DC Motor (SHWDC motor) merupakan motor yang memiliki gulungan penghasil medan magnet yang tersusun secara parallel terhadap rotornya. Arus pada medan gulungan dan rotor tidak bergantung satu sama lain, sehingga motor ini memiliki keunggulan dalam pengendalian kecepatan. SHWDC motor merupakan tipikal motor yang digunakan dalam aplikasi yang membutuhkan tenaga besar. Sifat magnet pada motor ini tidak akan hilang, sehingga secara umum, motor ini memilki kekuatan lebih besar daripada PMDC motor. Gambar 4 menunjukkan skema penggunaan elektromagnet pada SHWDC motor. Pada SHWDC motor, elektromagnet yang digunakan untuk menghasilkan medan magnet statis tersusun secara parallel terhadap rotor yang menghasilkan medan magnet dinamis.
9
Gambar 4. Skema SHWDC motor (Condit, 2004a) c. Series-Wound DC Motor Berbeda dengan SHWDC motor, Series-Wound DC Motor (SWDC motor) memiliki gulungan penghasil medan magnet yang tersusun secara seri terhadap rotor (Gambar 5.). Idealnya, motor ini cocok pada penggunaan yang membutuhkan torsi tinggi. Hal ini dikarenakan arus listrik yang mengalir pada stator dan rotor akan meningkat seiring dengan pengisian dayanya. Kekurangan SWDC motor adalah tidak adanya kontrol kecepatan yang presisi seperti yang dimiliki oleh PMDC motor dan SHWDC motor.
Gambar 5. Skema SWDC motor (Condit, 2004a)
10
d. Compound-Wound DC Motor Compound-Wound DC Motor (CWDC motor) merupakan kombinasi dari SWDC motor dan SHWDC motor. Motor ini memiliki gulungan penghasil medan magnet yang tersusun secara seri dan parallel terhadap rotornya. Kombinasi gulungan ini menghasilkan kinerja motor yang memiliki torsi lebih tinggi dari SHWDC motor, namun memiliki kontrol kecepatan yang lebih baik dibandingkan dengan SWDC motor (Gambar 6.).
Gambar 6. Skema CWDC Motor (Condit, 2004a) 2.3.1.2. Brushless DC Motor Brushless DC (BLDC) motor merupakan tipe motor yang sedang populer saat ini. Penggunaan BDC motor sangat luas, diantaranya digunakan dalam bidang otomotif, dirgantara, antariksa, dan sebagainya. Sesuai dengan namanya, BLDC motor tidak menggunakan kuas karbon seperti yang digunakan oleh BDC motor. Menurut Yedamale (2003), BLDC motor memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan BDC motor dan motor induksi, diantaranya adalah: -
Kecepatan yang lebih baik bila dibandingkan dengan karakteristik torsi.
-
Respon dinamik yang tinggi.
-
Efisiensi yang lebih tinggi.
-
Masa operasi yang lebih panjang.
-
Tingkat kebisingan yang lebih rendah ketika dioperasikan.
11
-
Rentang kecepatan yang lebih luas. BLDC motor memiliki rasio antara torsi yang dihasilkan dengan
ukuran motor yang lebih besar dibandingkan motor lainnya. Hal ini menyebabkan BLDC motor lebih efektif digunakan ketika ruang gerak dan berat komponen menjadi faktor pembatas. BLDC motor merupakan tipe motor syncronous, yang berarti medan magnet yang dihasilkan oleh stator dan medan magnet yang dihasilkan oleh rotor berotasi pada frekuensi yang sama. BLDC motor memiliki antisipasi terhadap selip, sehingga mengurangi kemungkinan selip yang sering terjadi pada motor induksi. Konfigurasi BLDC motor terbagi menjadi tiga jenis, yaitu konfiguratsi satu-fase, dua-fase, dan tiga-fase. Dari ketiga konstruksi ini, BLDC motor yang memiliki konfigurasi tiga-fase merupakan jenis yang paling populer dan paling luas penggunaannya. BLDC motor memiliki beberapa komponen utama seperti pada BDC motor, diantaranya (Yedamale, 2003): a. Stator Stator pada BLDC motor terdiri atas laminasi besi yang memiliki lilitan dan diletakkan pada slot yang memotong keliling bagian dalam motor secara axial. Secara umum, stator pada BLDC motor menyerupai stator pada motor induksi, namun lilitan-lilitannya didistribusikan dengan cara yang berbeda. Hampir semua BLDC motor memiliki tiga lilitan stator yang terhubung dalam bentuk asteriks atau bintang. Masing-masing lilitan tersebut terbentuk oleh sejumlah gulungan atau coil. Setiap lilitan tersebut didistribusikan melewati lingkaran stator untuk menghasilkan kutub-kutub dengan jumlah yang sama. Berdasarkan jenis lilitannya, terdapat dua jenis BLDC motor yaitu trapezoidal dan sinusoidal. Perbedaan ini ditunjukkan dengan Back Electromotive Force (Back EMF) yang berbeda. Motor
12
trapezoidal menghasilkan back EMF dalam bentuk trapezoid (Gambar 7) sedangkan motor sinusoidal menghasilkan back EMF yang berbentuk sinus (Gambar 8).
Gambar 7. Skema Back EMF Trapezoidal (Yedamale, 2003).
Gambar 8. Skema Back EMF Sinusiodal (Yedamale, 2003). b. Rotor Rotor pada BLDC motor terbuat dari magnet permanen yang dapat terdiri atas dua hingga delapan pasang kutub utara (U) dan selatan (S). Bahan yang dipergunakan untuk membentuk medan magnet dapat berupa Ferrite Magnets dan logam campuran. Ferrite magnets merupakan bahan yang biasa digunakan untuk membuat magnet permanen. Bahan ini lebih murah dibandingkan dengan logam
13
campuran, namun memiliki kekurangan pada densitas flux yang dihasilkan dibandingkan dengan volumenya. Logam campuran saat ini lebih banyak digunakan untuk membentuk medan magnet. Material ini menghasilkan densitas magnetik yang lebih tinggi per volumenya sehingga memungkinkan untuk membuat motor dengan ukuran yang lebih kecil untuk menghasilkan torsi yang sama. Beberapa bahan pembentuk logam campuran tersebut diantaranya Neodymium (Nd), Samarium Cobalt (SmCo) dan campuran Nd, Ferrite, dan Boron (NdFeB). c. Hall Effect Sensor Pertukaran fase pada BLDC motor berbeda dengan BDC motor yang dikendalikan secara mekanis. Pada BLDC motor pertukaran fase dikendalikan secara elektronik. Pertukaran fase ini dilakukan dengan memberikan aliran energi pada lilitan stator secara berurutan. Dengan demikian, mengetahui posisi rotor menjadi hal sangat penting dalam pengendalian motor ini. Posisi rotor dapat diketahui dengan menggunakan hall efect sensor. Umumnya, BLDC motor memiliki tiga hall effect sensor yang tertanam pada ujung-ujung stator yang statis. Ketika sebuah konduktor yang mengandung arus elektrik disimpan dalam sebuah medan magnet, medan magnet tersebut akan menghasilkan gaya melintang untuk menggerakkan pembawa muatan yang digunakan untuk mendorong ke satu sisi konduktor. Penumpukan muatan pada satu sisi konduktor tersebut akan menyeimbangkan pengaruh magnetik dan menghasilkan voltase yang dapat dihitung di antara dua sisi konduktor. Kehadiran voltase secara melintang ini kemudian disebut hall effect setelah E. H. Hall menemukannya pada 1879 (Yedamale, 2003). Ketika kutub magnetik motor melintasi hall effect sensor, kutub tersebut akan memberikan sinyal high atau low. Sinyal tersebut akan mengindikasikan kutub tersebut merupakan kutub U atau S.
14
Berdasarkan kombinasi ketiga hall effect sensor tersebut, urutan pertukaran fase yang tepat dapat diketahui. Menurut Brown (2002), setiap urutan komutasi memiliki satu lilitan yang dialiri energi positif (arus masuk ke dalam lilitan), lilitan kedua negatif (arus keluar dari lilitan) dan yang ketiga dalam kondisi tidak diberikan aliran. Torsi dihasilkan oleh interaksi antara medan magnet yang dihasilkan oleh gulungan stator dan magnet permanen. Idealnya, puncak torsi dihasilkan ketika kedua medan magnet tersebut terletak pada posisi 90o satu sama lain. Medan magnet yang dihasilkan oleh lilitan harus senantiasa berganti posisi untuk membuat motor tetap berputar. 2.3.2. Motor Stepper Motor stepper menempati relung yang unik dalam dunia pengendalian motor.Motor ini umumnya digunakan pada aplikasi pengukuran dan pengendalian. Beberapa contoh aplikasi motor setepper adalah pada ink jet printer dan pompa volumetrik. Beberapa karakteristik umum motor stepper: 1.
Brushless- Motor stepper merupakan jenis motor brushless.
2.
Load Independent- Motor stepper akan berputar dengan kecepatan yang sudah ditentukan, berapapun beban yang diberikan selama beban tersebut tidak melebihi torsi motor tersebut.
3.
Open Loop Positioning- Pergerakan motor stepper merupakan perhitungan kenaikan atau steps. Selama motor bergerak sesuai dengan torsinya, posisi poros motor dapat selalu diketahui tanpa perlu adanya mekanisme umpan balik.
4.
Holding Torque- Motor stepper dapat menahan porosnya untuk tetap statis.
5.
Excellent Response- untuk start-up, stopping, dan reverse.
Motor stepper memiliki torsi yang kecil, namun memiliki keunggulan dalam hal tingkat presisi dalam setiap gerakannya (Solichin, 2009). Kecepatan gerak motor
15
ini dinyatakan dalam satuan step per second atau banyaknya step gerakan yang dilakukan setiap detiknya. Terdapat tiga jenis motor stepper: variable reluctance, permanent magnet, dan hybrid. Motor dengan magnet permanen memiliki rotor bermedan magnet, sedangkan variable reluctance memiliki rotor bergerigi yang terbuat dari besi yang lembut. Motor hybrid memiliki kombinasi aspek dari kedua jenis motor sebelumnya. Stator, bagian statis dr motor stepper, merupakan tempat bertumpunya kumparan. Pengaturan kumparan ini merupakan faktor utama yang menunjukkan perbedaan tipe motor stepper dari sudut pandang elektrikal. Dari perspektif elektrikal dan sistem kontrol, motor variable reluctant memiliki sifat-sifat yang jauh dibandingkan jenis motor lain. Motor jenis magnet permanen dan hybrid dapat menggunakan kumparan unipolar, bipolar atau bifiliar. 2.3.2.1. Motor Variable Reluctance Motor variable reluctant memiliki tiga atau lima kumparan yang terhubung dengan satu terminal (Gambar 9). Rotor pada motor ini memiliki empat gigi dan statornya memiliki enam kutub, dengan setiap kumparan membungkus kutub yang berlawanan. Gigi rotor (tanda X) tertarik ke kumparan 1 ketika dialiri energi. Hal ini disebabkan oleh jalur flux magnetik yang dibangkitkan di sekitar coil dan rotor. Rotor akan mengalami torsi dan menggerakkan rotor seiring dengan teralirinya coil, meminimalisir jalur flux. Motor akan bergerak searah jarum jam ketika kumparan 1 mati dan kumparan 2 dialiri energi. Perputaran searah jarum jam secara kontinu didapatkan dengan urutan pengaliran energi pada kumparan di stator.
16
Gambar 9. Penampang melintang motor variable reluctant (Condit, 2004b).
2.3.2.2. Unipolar Motor Motor unipolar memiliki dua kumparan, masing masing dengan sebuah ujung. Ujung kumparan tersebut bisa dikeluarkan dari motor sebagai dua kabel terpisah (Gambar 10), atau terhubung secara internal menjadi satu kabel. Berapapun jumlah kabelnya, motor unipolar digerakkan dengan cara yang sama. Kabel center tap terhubung dengan power supply dan pada ujung coil- nya dihubungkan dengan ground. Motor stepper unipolar, seperti layaknya motor permanen dan hybrid lainnya, dioperasikan dengan cara yang berbeda dengan motor variable reluctant. Motor ini tidak dioperasikan dengan meminimalisir panjang jalur flux antara kutub stator, yang mana menyebabkan arah aliran arus yang melewati kumparan stator menjadi tidak relevan, motor ini dioperasikan dengan menarik kutub utara dan selatan magnet permanen rotor ke kutub stator. Dengan demikian, pada motor ini, arah arus yang melewati kumparan stator ditentukan oleh rotor mana yang tertarik ke kutub stator. Arah arus pada motor unipolar tidak bergantung dengan bagian kumparan mana yang dialiri energi.Secara fisik, masing-masing bagian kumparan terhubung secara palalel satu sama lain. Oleh karena itu, satu kumparan berlaku sebagai kutub utara ataupun selatan, tergantung bagian mana yang dialiri energi.
17
Gambar 10. Penampang melintang Motor Stepper Unipolar (Condit, 2004b). 2.3.3. Motor Servo Motor servo merupakan motor DC kecil yang diberi sistem gear dan potensiometer sehingga dapat menempatkan servo pada posisi yang dikehendaki. Penentuan posisi motor servo dapat diatur dengan memberikan masukan pulsa digital dengan lebar tertentu melalui pin kontrol untuk membuat motor ini berputar searah jarum jam, berlawanan jarum jam, maupun kembali ke posisi tengah. Motor servo memiliki kecepatan putar yang rendah, tetapi memiliki kekuatan yang besar (Solichin, 2009). Motor servo yang umum digunakan memiliki tiga jalur masukan, yaitu jalur masukan tegangan positif (umumnya 5 volt DC), jalur ground, dan jalur sinyal digital. Ketiga jalur masukan ini biayasanya ditandai dengan kode warna. Kode warna yang digunakan bervariasi mengikuti standar pabrik yang membuat motor tersebut. Tidak seperti motor DC pada umumnya yang akan mengubah arah putar ketika jalur masukan tegangan positif ditukar dengan jalur ground, pada motor servo penukaran jalur akan menyebabkan kerusakan motor. Oleh sebab itu, hal utama yang harus diketahui dalam pengoperasian motor servo adalah mengetahui jalur masukan motor servo tersebut. Secara umum terdapat 2 jenis motor servo, yaitu motor servo standard dan continous. Motor servo standard dapat berputar hingga 180° sedangkan motor servo continous dapat berputar hingga 360°.
18
2.4.
Massa dan Densitas Jumlah zat dalam sebuah benda dijelaskan sebagai massa benda tersebut,
diukur dalam satuan pounds (lbs) atau kilogram (Kg) (Watkinson, 2004). Jumlah zat pada sebuah benda padat tidak dapat berubah-ubah, sehingga dengan demikian massa benda tersebut akan sama kapanpun dan bagaimanapun benda tersebut bergerak. Massa sebuah benda terdistribusi pada seluruh dimensi benda tersebut, karena setiap bagian memiliki massa. Untuk alasan tertentu, massa sebuah benda dapat digantikan dengan massa tungga yang diletakkan di pusat massa. (Watkinson, 2004). Penggunaan istilah massa dalam kehidupan sehari-hari seringkali tertukar dengan istilah berat, padahal terdapat berbedaan mendasar antara massa dan berat. Berat sebuah benda merupakan gaya benda tersebut berdasarkan pendorongnya, dalam hal ini umumnya pendorong tersebut merupakan gravitasi (Watkinson, 2004). Di luar angkasa, benda tidak memiliki pendorong, sehingga tidak memiliki berat, lain halnya dengan benda di permukaan bumi yang memiliki medan gravitasi yang menarik benda-benda ke bawah. Perhitungan berat sebuah benda setara dengan massa benda tersebut dikalikan dengan gaya gravitasi yang bekerta di tempat benda tersebut berada. Umumnya, gaya gravitasi yang digunakan adalah sebesar 9.81 N. Densitas sebuah benda merupakan substansi massa benda per satuan volume. Densitas diukur dengan menggunakan satuan kg/ m3. Pengukuran densitas, relatif dalam satuan internasional didasarkan pada asumsi bahwa air memiliki densitas sebesar satu kg/ m3.
2.5.
Gaya dan Akselerasi Besaran gaya dalam satuan internasional (SI) diberikan satuan Newton (N)
yang didefinisikan sebagai gaya yang dapat menyebabkan sebuah benda dengan massa satu kilogram berakselerasi dengan kecepatan satu meter per detik (Watkinson, 2004). Perhitungan gaya yang bekerja pada sebuah benda dilakukan dengan mengalikan antara massa benda dengan percepatan yang terjadi pada benda tersebut.
19
Secara umum, perhitungan gaya dapat dirumuskan sebagai berikut (Watkinson, 2004): F = m x a ………………………………………… (1) di mana, F = Gaya yang bekerja pada sebuah benda (N) m = Massa benda (kg) a = Percepatan (m/s2) Istilah kecepatan memiliki dua perspektif berbeda dalam menentukan perhitungannya, yaitu sebagai speed dan velocity. Kecepatan dapat didefinisikan sebagai rata-rata waktu yang dibutuhkan sebuah objek untuk menempuh jarak tertentu tanpa memperhitungkan arahnya. Kecepatan dengan definisi tersebut disebut sebagai speed, sedangkan velocity merupakan rata-rata jarak yang ditempuh oleh sebuah objek pada arah yang spesifik (Watkinson, 2004). Percepatan merupakan rata-rata perubahan velocity. Percepatan merupakan besaran vektor karena turut memperhatikan arah pergerakan benda. Percepatan yang diberikan pada sebuah benda dapat menyebabkan perubahan kecepatan benda pada arah yang sama atau dapat menyebabkan perubahan arah benda pada kecepatan yang sama (Watkinson, 2004). Gaya merupakan kuantitas vector, oleh karena itu jika sebuah benda mendapatkan dua gaya yang sama besar dengan arah yang berlawanan, maka benda tersebut akan mengalami fase ekuilibrium, yaitu resultan gaya dan akselerasi benda tersebut bernilai nol. Benda pada fase ekuilbrium tersebut akan tetap diam walaupun terdapat gaya yang bekerja pada benda tersebut. Resultan gaya merupakan perhitungan gaya tunggal yang memberikan efek yang sama dengan berbagai gaya yang bekerja pada sebuah benda (Watkinson, 2004). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa resultan gaya merupakan gaya yang menyimpulkan efek yang terjadi ketika berbagai gaya diberikan pada sebuah benda pada saat yang sama.
20
Gaya, sebagai besaran vektor digambarkan sebagai sebuah anak panah dengan panjang anak panah menggambarkan besarnya gaya dan arah anak panah menggambarkan arah gaya tersebut. Resultan dari beberapa gaya dapat ditentukan dengan menggambarkan gaya dalam bentuk vektor sebagai anak panah, kemudian membuat parallelogram dari vektor-vektor tersebut dengan cara menggambarkan garis bantu yang arahnya sama dengan masing-masing vektor pada ujung vektor yang lain. Ketika parallelogram dari vektor tersebut terbentuk, maka diagonal dari parallelogram merupakan penggambaran resultan dari gaya gaya tersebut. Gambar 11 menunjukkan metode perhitungan resultan gaya dengan menggambarkan vektor gaya sebagai anak panah. Pada bagian (a), vektor AR merupakan resultan dari gaya AC dan AB. Besarnya AR ditentukan dengan lebih dulu menggambar garis bantu CD yang sejajar dengan gaya AB dan garis BE yang sejajar dengan gaya AC. Titik perpotongan dari kedua garis bantu, yaitu titik R, dan titik pusat kedua gaya, yaitu titik A, membentuk diagonal dari parallelogram ABRC yang menggambarkan resultan dari kedua gaya sebagai vektor AR. Fase ekuilibrium dari sebuah benda dapat diwujudkan dengan memberikan gaya dengan besar yang sama dengan resultan gaya yang bekerja pada benda tersebut, namun dengan arah yang berlawanan (Watkinson, 2004). Gambar 11 (b) menunjukkan gaya AB dan AC yang bekerja pada sebuah benda dengan resultan AR. Apabila benda tersebut kemudian diberikan gaya AE yang besarnya sama namun arahnya berlawanan dengan AR, maka benda tersebut akan mengalami fase ekuilibrium, di mana gaya dan akselerasi benda tersebut akan bernilai nol sehingga benda akan diam.
21
Gambar 11. Metode perhitungan resultan dari dua vektor (Watkinson, 2004). Perhitungan komponen gaya dapat dilakukan dengan metode yang berkebalikan dari penentuan resultan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menggambarkan garis vertikal dan horizontal pada ujung-ujung vektor (Watkinson, 2004). Perpotongan dari garis-garis tersebut akan membentuk komponen vertikal dan horizontal dari gaya tersebut Gambar 11 (c) 2.6.
Ketahanan Bahan Ketahanan bahan menggambarkan kemampuan bahan untuk menahan tekanan
yang ditingkatkan secara berkala. Pada umumnya, hampir semua material ketika diberikan tekanan secara berkala akan mengalami beberapa fase yang mengikuti hukum Hooke (Watkinson, 2004). Fase-fase tersebut diantaranya fase elastis, fase
22
plastis, dan breaking point, di mana bahan akan mulai patah. Fase tersebut ditunjukkan pada Gambar 12.
Gambar 12. Fase ketahanan bahan menurut hukum Hooke (Watkinson, 2004). Gambar 12 menunjukkan fase yang akan terjadi ketika sebuah bahan diberikan tekanan secara berkala. Tekanan pada bahan yang diberikan disebut dengan stress, sedangkan konstanta proporsionalitas fase disebut dengan strain. Ketika sebuah bahan menerima tekanan, pada mulanya bahan akan mengalami fase elastis. Pada fase ini, bahan dapat mengalami perubahan bentuk sebagai efek dari tekanan yang diberikan. Namun setelah tekanan dihilangkan, bahan akan mengembalikan dimensinya ke keadaan semula. Ketika tekanan yang diberikan ditingkatkan, bahan akan memasuki fase plastis, di mana perubahan dimensi yang terjadi tidak dapat dikembalikan walaupun tekanan sudah dihilangkan. Fase ini akan berujung pada breaking point, di mana bahan akan mulai patah. Bahan yang memiliki densitas tinggi, umumnya memiliki tingkat ketahanan yang tinggi. Namun, tingginya densitas akan sebanding dengan besarnya massa bahan dan dengan demikian, maka berat bahan juga akan semakin besar.
3. METODE PENELITIAN 3.1.
Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2011 sampai dengan Desember
2011. Kegiatan penelitian ini terdiri dari dua bagian, yaitu pembuatan alat dan uji coba alat. Pembuatan dan uji coba alat dilakukan di Workshop Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 3.2.
Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan untuk membuat tricopter ini adalah motor DC
brushless (Revox C2814-1050) (Lampiran 1), electronic speed controller (ESC) Hobbywing Pentium 30A (Lampiran 2), radio controller (transmitter-receiver) (Lampiran 3), baterai Li-Po 3 cell (3600 mAH, 11.1 V), accumulator (7000 mAH, 13 V), pipa alumunium, pelat alumunium, papan PCB, Particle Board, bor, gerinda listrik, gergaji, pisau cutter, kikir, obeng, solder, penggaris, dan amplas. 3.3.
Desain Kerja Pembuatan alat dilakukan dalam beberapa tahapan yang diperlihatkan pada
Gambar 13. Pembuatan alat dimulai dari persiapan, perumusan dan kemudian perancangan metode. Selanjutnya, dilakukan perancangan dan elektronik, lalu kemudian dilakukan rancang bangun alat yang terdiri dari perancangan bentuk dan perancangan elektronik. Setelah itu, dilakukan integrasi alat yang dilanjutkan dengan uji coba alat. Setelah itu dilakukan penyesuaian terhadap alat sesuai dengan hasil uji coba yang telah dilakukan sebelumnya.
23
24
Gambar 13. Diagram alir perancangan tricopter 3.4.
Sistem Perangkat Elektronik Perangkat Elektronik pada Tricopter terdiri atas Motor DC Brushless, ESC,
Baterai Li Po, dan RC Transmitter-Receiver. Skema rangkaian ditunjukkan pada Gambar 14.
25
RC Transmitter
RC Receiver
Motor DC Brushless
ESC
Motor DC Brushless
ESC
Motor DC Brushless
Baterai Li-Po
ESC
Gambar 14. Sistem Perangkat Elektronik
Sitem Perangkat elektronik merupakan bagian yang menentukan sistem pengendali pergerakan tricopter. Pergerakan tricopter dikendalikan dengan cara mengatur gaya dorong sehingga resultan gaya yang bekerja pada tricopter menyebabkan tricopter bergerak ke arah yang diinginkan. Perangkat elektronik yang berperan dalam menghasilkan gaya dorong Tricopter adalah Motor DC Brushless. Gaya dorong dihasilkan dari putaran motor. Besarnya gaya dorong sebanding dengan kecepatan putar motor tersebut. Semakin cepat putaran motor, maka gaya dorong yang dihasilkan akan semakin besar. Kecepatan putar motor dipengaruhi oleh masukan sinyal PWM (Pulse Width Modullation). Sinyal PWM tersebut dihasilkan oleh ESC. Untuk menghasilkan sinyal PWM, ESC membutuhkan energy yang didapatkan dari baterai Li-Po. Perintah yang berkaitan dengan pengendalian dilakukan dengan menggunakan RC transmitter. RC transmitter berfungsi untuk memberikan sinyal perintah kepada RC receiver sesuai dengan rentang throttle pada transmitter. Sinyal perintah tersebut
26
akan diteruskan oleh receiver ke ESC untuk kemudian menghasilkan sinyal PWM yang lebarnya sebanding dengan rentang throttle tersebut. 3.5.
Prosedur Pengujian Beberapa pengujian perlu dilakukan dalam proses pembuatan tricopter,
diantaranya pengujian bahan, dan pengujian sistem kendali. Pengujian ini dilakukan untuk menyesuaikan alat terhadap beberapa faktor yang membatasi kinerja alat tersebut. 3.5.1. Pengujian bahan Pengujian bahan dilakukan sebagai pertimbangan dalam pemilihan bahan yang paling efektif untuk dipergunakan dalam pembuatan tricopter. Pengujian diawali dengan membuat badan tricopter dengan tiga bahan dasar, yaitu pelat alumunium, particle board, dan papan PCB. Setelah itu, dilakukan pengukuran massa bahan dan perhitungan gaya berat yang dihasilkan oleh bahan. Massa bahan mempengaruhi besarnya gaya berat bahan. Semakin ringan bahan yang digunakan, maka gaya berat yang dihasilkan akan semakin kecil, sehingga beban yang perlu diangkat oleh motor akan semakin berkurang. Uji ketahanan bahan perlu dilakukan untuk mengetahui seberapa besar gaya yang mampu diterima oleh bahan tanpa mengubah bentuk bahan tersebut. Pengujian ini dilakukan dengan memberikan gaya yang besarnya ditingkatkan secara bertahap pada bahan yang diamati hingga bahan tersebut mulai berubah bentuk. Perubahan bentuk tersebut ditentukan berdasarkan hukum Hooke di mana bahan memasuki fase elastis sebelum memasuki fase plastis. Pemahaman tentang ketahanan bahan memberikan gambaran kemampuan bahan untuk menahan gaya yang dihasilkan oleh motor. Adapun bahan yang ideal untuk digunakan adalah bahan yang memiliki massa yang
27
ringan, namun memiliki ketahanan yang cukup untuk menahan gaya yang dihasilkan oleh tricopter. 3.5.2. Pengujian Aerocontroller Pengujian Aerocontroller dilakukan untuk mengetahui pengaruh gaya yang dihasilkan tricopter . Untuk melakukan pengujian ini, dilakukan penomoran pada ketiga motor. Motor 1 menggunakan propeller dengan arah bilah yang berbeda dengan motor 2 dan motor 3. Metode pengujian dilakukan dengan menggantung tricopter pada seutas tali dengan keadaan setimbang kemudian mengamati pergerakan tricopter ketika masing-masing motor dinyalakan serta arah gaya yang dihasilkan motor. Pergerakan tricopter yang diamati adalah pergerakan yaw atau pergerakan secara horizontal. Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh arah putaran motor terhadap pergerakan tricopter secara horizontal. Arah gaya diketahui dengan mengamati arah angin yang sebabkan oleh putaran motor. Untuk dapat terbang, dibutuhkan arah gaya ke bawah sehingga dapat mengangkat tricopter ke atas. Dengan mengetahui arah gaya pada setiap arah putaran motor, maka arah putaran masing-masing motor dapat ditentukan. 3.5.3. Perhitungan Resultan Gaya Tricopter Perhitungan resultan gaya dilakukan untuk mengetahui keseluruhan beban yang harus diangkat tricopter dan membandingkan besar beban tersebut dengan kemampuan ketiga motor untuk mengangkat beban. Keseluruhan beban tricopter dapat diketahui dengan melakukan pengukuran massa keseluruhan tricopter dan kemudian melakukan perhitungan untuk mengonversinya menjadi gaya berat. Menurut Watkinson (2004), perhitungan gaya berat dapat dilakukan dengan menggunakan rumus :
28
di mana :
=
.
…………………………………………………(2)
W = Gaya Berat (N) m = Massa benda (Kg) g = Gravitasi (9,8 m/s2) Gaya Berat yang dihasilkan dibandingkan dengan kemampuan maksimal motor untuk mengangkat beban. Kemampuan motor tersebut diketahui dari datasheet motor.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini adalah sebuah prototip Tricopter dengan bentuk dasar berupa segitiga sama sisi dengan panjang sisi 20 cm. Pada tiap-tiap sudut segitiga tersebut terdapat perpanjangan berupa lengan sepanjang 20 cm sebagai tempat diletakannya motor dc (Gambar 15).
(a)
(b) Gambar 15. Desain Prototip Tricopter : (a) tampak atas dan (b) tampak samping.
29
30
4.1. Hasil Uji Bahan Untuk pengujian bahan, dilakukan perbandingan terhadap tiga bahan, yaitu pelat alumunium dengan ketebalan 6 mm, particle board dengan ketebalan 6 mm, dan papan PCB dengan ketebalan 1mm. Hasil perhitungan berat bahan menunjukkan bahwa bahan alumunium memiliki gaya berat paling tinggi yaitu sebesar 2,8665 N (Tabel 1). Particle board memiliki gaya berat sebesar 0,8526 N, sedangkan papan PCB memiliki gaya berat paling rendah yaitu sebesar 0,5292 N. Hasil uji ketahanan bahan menunjukkan bahwa bahan Alumunium memiliki ketahanan paling tinggi terhadap gaya yang diberikan yaitu hingga lebih besar dari 31,1640 N. Hasil uji ketahanan ini tidak dapat memberikan kisaran beban maksimal yang dapat ditahan oleh bahan tersebut karena pelat alumunium tidak menunjukkan perubahan bentuk setelah diberikan beban maksimal, yaitu sebesar 31,1640 N. Particle Board hanya mampu menahan beban sebesar 17,3852 N, sedangkan bahan papan PCB mampu menahan beban sebesar 23,2064 N. Tabel 1. Hasil Uji Bahan Massa Berat Bahan (Kg) (N) Alumunium 6 mm
0,2925 2,8665
Particle Board 6 mm 0,0870 0,8526 Papan PCB 1 mm
0,0540 0,5292
Ketahanan (N) > 31,1640 17,3852 23,2064
Bahan yang paling ideal digunakan dalam pembuatan tricopter adalah bahan yang ringan, namun memiliki ketahanan terhadap beban yang tinggi. Berdasarkan hasil pengukuran berat dan ketahanan bahan, dapat disimpulkan bahwa bahan yang paling efektif adalah papan PCB. Hal ini ditunjukkan oleh kemampuan bahan tersebut untuk menahan beban sebesar 23,2064 N, dan berat bahan yang digunakan hanya sebesar 0,5292 N.
31
4.2. Hasil Uji Aerocontroller Hasil uji aerocontroller ditunjukkan pada Tabel 2: No
Tabel 2. Hasil Uji Aerocontroller Arah Putaran Arah Gaya Dorong
Arah Pergerakan
Motor
Propeller
Yang Dihasilkan
GelengTricopter
1
Clockwise
Atas
Counter Clockwise
1
Counter Clockwise
Bawah
Clockwise
2
Clockwise
Bawah
Counter Clockwise
2
Counter Clockwise
Atas
Clockwise
3
Clockwise
Bawah
Counter Clockwise
3
Counter Clockwise
Atas
Clockwise
Tricopter membutuhkan gaya dorong yang dihasilkan motor ke arah bawah atau melawan gaya gravitasi dengan arah pergerakan geleng yang netral untuk dapat melakukan penerbangan yang stabil. Maka dari itu, arah putaran propeller pada setiap motor harus disesuaikan dengan gaya dorong yang dihasilkan, sehingga didapatkan hasil yaitu motor 1 diputar berlawanan arah jarum jam, motor 2 diputar searah jarum jam, dan motor 3 searah jarum jam. Pergerakan angguk yang netral dapat dihasilkan dengan menyesuaikan kecepatan putar motor 3 sehingga pergerakan yaw berlawan arah jarum jam yang dihasilkan setara dengan resultan pergerakan yaw yang dihasilkan oleh motor 1 dan 2. 4.3. Hasil Perhitungan Resultan Gaya Tricopter Gaya-gaya utama yang bekerja pada tricopter antara lain gaya berat tricopter, gaya yang dihasilkan oleh motor, dan gaya gesek udara. Dari ketiga gaya tersebut, besar gaya yang dapat dihitung hanya gaya berat tricopter dan gaya yang dihasilkan motor. Karena besar gaya gesek udara tidak dapat diketahui dan pengaruh yang diberikan oleh gaya tersebut tidak besar, maka diasumsikan gaya tersebut bernilai 0.
32
Berdasarkan datasheet motor, diketahui bahwa beban maksimal yang dapat diangkat oleh motor adalah sebesar 0,8 kg. Dengan data tersebut maka gaya maksimal yang dapat dihasilkan oleh motor dapat dihitung, yakni sebesar 7,8400 N dengan asumsi gaya gravitasi sebesar 9,8 kg m/s2. Dengan demikian, maka resultan gaya angkat tricopter yang dihasilkan oleh motor adalah sebesar 23,5200 N. Massa tricopter, berdasarkan hasil pengukuran, adalah sebesar 0,8720 kg. Dengan demikian maka gaya berat tricopter dapat diketahui yaitu sebesar 8,5456 N, sehingga gaya angkat maksimal yang dapat dihasilkan oleh tricopter adalah sebesar 14,9744 N. 4.4. Mekanisme Pengendalian Tricopter Pergerakan tricopter sangat dipengaruhi oleh arah dan besarnya gaya yang dihasilkan oleh motor. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa dasar pengendalian tricopter adalah pengendalian kecepatan putaran masing-masing motor. Pengendalian tricopter dilakukan dengan menggunakan pemancar Radio Controller (RC) 4 channel dengan frekuensi 2,4 GHz. Pemancar RC berfungsi memberikan perintah untuk mengendalikan besarnya sinyal Pulse Width Modulation (PWM) yang dihasilkan dibutuhkan oleh motor untuk melakukan perputaran. Perintah yang dikirimkan pemancar RC diterima oleh penerima RC dan kemudian diteruskan ke Electronic Speed Controller (ESC) yang kemudian akan membangkitkan sinyal PWM tersebut. Dari keempat channel yang dimiliki oleh RC, hanya channel 2 dan channel 3 yang digunakan untuk pengendalian tricopter. Untuk memudahkan pengendalian, motor 1 dan motor 2 dihubungkan secara parallel pada bagian masukan sinyal dan GND dari penerima RC ke ESC dan dimasukkan ke channel 2, sedangkan motor 3 dihubungkan secara langsung ke channel 3. Pemrograman pada masing-masing ESC telah sebelumnya dilakukan, terutama untuk menentukan rentang throttle stick. Baterai Li Po dengan tegangan 11,1 V dan arus 3600 mAh. digunakan sebagai sumber energi tricopter. Baterai Li Po tersebut dihubungkan secara parallel kepada ketiga ESC. Energi listrik yang diberikan oleh baterai Li Po digunakan oleh ESC
33
untuk membangkitkan sinyal PWM yang dibutuhkan oleh motor. Selain itu, sebagian energi listrik digunakan juga untuk mengaktifkan penerima RC. 4.5. Hasil Uji Penerbangan Tricopter Uji penerbangan tricopter dilakukan di tempat terbuka untuk menghindari benturan yang dapat terjadi ketika tricopter kehilangan kendali. Pada saat dilakukan uji penerbangan, tricopter belum dapat mengudara dengan baik. Hal ini disebabkan kecepatan putaran motor 1 dan 2, yang dihubungkan secara parallel, tidak dapat dimaksimalkan, sehingga tidak dapat menghasilkan gaya yang dibutuhkan untuk membuat tricopter mengudara. Kecepatan putaran kedua motor tersebut tidak dapat menyamai kecepatan putaran motor 3. Hal ini menyebabkan gaya yang dihasilkan ketiga motor tidak mampu mengimbangi berat tricopter sehingga tricopter tidak dapat mengudara. Beberapa percobaan telah dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Percobaan pertama yang dilakukan adalah mengurangi massa tricopter. Pengurangan massa tricopter dilakukan dengan memisahkan baterai Li Po, yang merupakan komponen yang memiliki massa paling besar, dari badan tricopter. Karena baterai Li Po dipisahkan dari badan tricopter, maka harus dilakukan perlakuan berupa pemanjangan kabel dari baterai Li Po ke ESC. Namun, pemanjangan kabel tersebut justru menimbulkan masalah baru, yaitu arus yang dikeluarkan oleh baterai menjadi berkurang karena adanya hambatan yang ditambahkan oleh kabel yang dipanjangkan tersebut. Hal ini menyebabkan kecepatan putaran motor jadi lebih rendah, sehingga tidak mampu menghasilkan gaya yang cukup untuk menerbangkan tricopter. Percobaan selanjutnya dilakukan dengan mengganti sumber energi yang sebelumnya dihasilkan oleh baterai Li po yang memiliki arus 3600 mAh menjadi dari Aki yang memiliki arus sebesar 7000 mAh. Namun ternyata penambahan arus tersebut belum sebanding dengan penambahan hambatan yang dihasilkan oleh perpanjangan kabel. Percobaan selanjutnya dilakukan dengan cara memberikan perbedaan sumber energi yang diterima oleh motor 1 dan 2 dengan sumber energy yang diterima oleh
34
motor 3. Motor 1 dan 2 diberikan energi yang berasal dari Aki dengan arus sebesar 7000 mAh, sedangkan motor 3 diberikan energi yang berasal dari baterai Li Po dengan arus sebesar 3600 mAh. Percobaan ini dilakukan karena arus yang diterima oleh ESC yang diparallel akan terbagi, sehingga masing-masing ESC akan menerima arus sebesar 3500 mAh. Namun, perlakuan tersebut ternyata tidak menghasilkan perbedaan yang signifikan. Gaya yang dihasilkan motor masih tidak mampu untuk menerbangkan tricopter. Keempat uji coba yang telah dilakukan membuahkan hasil yang belum maksimal. Namun, hal ini akan terus diupayakan hingga tricopter mampu mengudara dengan baik sehingga dapat diaplikasikan dalam pengamatan objek di permukaan bumi.
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian bahan, uji aerocontroller, perhitungan resultan gaya, dan uji penerbangan tricopter. Uji bahan menunjukkan bahwa bahan yang paling efektif digunakan untuk pembuatan tricopter adalah papan pcb yang memiliki massa paling ringan yaitu sebesar 0,0540 kg dengan kemampuan untuk menahan beban hingga 23,2064 N. Uji aerocontroller memberikan gambaran efek yang dihasilkan oleh arah putaran motor, sehingga arah putaran ketiga motor dapat ditentukan. Perhitungan resultan gaya dilakukan untuk mengetahui gaya angkat maksimal yang dapat diangkat oleh ketiga motor setelah dikurangi dengan beban keseluruhan tricopter itu sendiri. Perhitungan ini menghasilkan gaya angkat maksimal yang dapat dilakukan oleh tricopter adalah sebesar 14,9744 N. Alat ini belum dapat memaksimalkan perputaran motor, sehingga gaya yang dihasilkan oleh motor belum dapat mengimbangi gaya berat tricopter. Hal ini menyebabkan tricopter belum dapat mengudara dengan baik. 5.2 Saran Disarankan untuk menggunakan motor dengan kemampuan untuk mengangkat beban yang lebih besar agar tricopter dapat mengudara.
35
DAFTAR PUSTAKA Brown, W. 2002. Brushless DC Motor Control Made Easy. Microchip Technology Inc. Chandler, Arizona. Condit, R. 2004a. Brushed DC Motor Fundamentals. Microchip Technology Inc. Chandler, Arizona. Condit, R. 2004b. Stepping Motor Fundamentals. Microchip Technology Inc. Chandler, Arizona. Johnston, C. A.1998. Geographic Information systems in ecology. Backwell Science. Dallas. Lindgren, D. T. 1985. Land Use Planning and Remote Sensing. M. Nijoff Publishers. Boston. Ningsih, S.S. 2008. Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian dari upaya Pengelolaan wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang. Tesis.Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.Sekolah Pascasarjana. Universitas Sumatera Utara. Medan Paine, D.P.1979. An Introduction to Aerial Photography for Natural Resource Managers. Oregon State university Bookstores, Inc. Corvallis. Santoso, B. 2001. Pengantar Fotogrametri. Departemen Teknik Geodesi. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Simonett, D.S. dan Joseph L. 2008. Remote Sensing of Environtment. University of California. Berkeley. Solichin, A. 2009. Rancang Bangun Lengan Robot (Robotic Arm) dengan Pengendalian Secara Manual. Skripsi.Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan.Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sugarwana, N. 2008. Analisis Perubahan Hutan Mangrove Menggunakan Data Penginderaan Jauh di Pantai Bahagia, Muara Gembong, Bekasi. Jurnal Penginderaan Jauh Vol 5. Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh. Lempbaga Penerbangan dan Antariksa (LAPAN). Jakarta.
36
37
Watkinson, J. 2004. The Art of The Helicopter. Elsevier’s Science and Technology. Oxford, UK. Yedamale, P. 2003. Brushless DC (BLDC) Motor Fundamentals. Microchip Technology Inc. Chandler, Arizona.
LAMPIRAN
39
Lampiran 1. Spesifikasi Brushless Motor
Revox 2814-1050 Brushless Motor Specifications: KV(RPM/V): 1900 Power Max.: 150W Lipo Battery: 2-3 Cells Max Permissible Current (A/V): 27A Running Current: <20A Weight: 45g Shaft Diameter(mm): 3.175mm Max pull: 800g Propeller: 7x5 - 10x5.5 Sumber : www.aerofly-hobbies.com
40
Lampiran 2. Spesifikasi Electronic Speed Controller (ESC)
Hobby Wing Pentium 30A Brushless ESC Pentium 30A are products in the Pentium Series. PENTIUM series has the full range os ESC’c from 6A to 100A. Specifications: Output: Continuous 30A, Burst 40A up to 10 Secs. Input Voltage: 2-4 cells lithium battery or 5-12 cells NiCd/NIMh battery. BEC: 2A / 5V (Linear mode). Max Speed: 210,000rpm for 2 Poles BLM, 70,000rpm for 6 poles BLM, 35,000rpm for 12 poles BLM. Size: 45mm (L) * 24mm (W) * 11mm (H). Weight: 25g. Features: Safety Arming Feature: Regardless the throttle stick position, the motor will not spin after battery connected. Throttle Calibration: Throttle range can be configured to provide best throttle linearity, fully compatible with all market available transmitters. Programmable Items: Brake Setting: brake enabled / brake disabled. Battery Type: Li-xx(Li-ion or LiPo) / Ni-xx(NiMh or NiCd). Low Voltage Protection Mode(Cutoff Mode): Gradually reduce the output power / Cutoff the output power. Low Voltage Cutoff Protection Threshold (Cutoff Threshold): low / medium / high. Start Mode: normal / soft / very soft. Timing: low / medium / high. Reset: reset all the programmable items to their default settings. Full Protection Features: Low voltage cutoff protection / Over-heat protection / Throttle signal lost protection. Sumber: www.aerofly-hobbies.com
41
Lampiran 3. RC Transmitter FMS 2.4 GHz 4 CH
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan tanggal 11 Juli 1988 di Jakarta, dari Ayah Ir. H. Mgs. M. Akib dan Ibu Ir. Hj. Yatty Maryaty, M.Si. Penulis adalah anak kedua dari lima bersaudara. Tahun 2002 - 2005 penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Nasional I Pondok Gede, Bekasi. Pada tahun 2005 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Pada tahun 2006 penulis ditempatkan di Departemen Silvikultur Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2007, penulis memutuskan untuk mengalihkan studinya ke Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor, pada tahun 2007 - 2008 penulis menjadi asisten mata kuliah Oseanografi Umum, dan Dasar - dasar Instrumentasi Kelautan. Pada tahun 2008, penulis menjadi asisten mata kuliah Instrumentasi Kelautan. Penulis juga aktif di HIMITEKA (Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan) sebagai kepala divisi Pengembangan Sumberdaya Manusia (PSDM). Selain itu, penulis juga aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yaitu Paduan Suara Mahasiswa (PSM) IPB AgriaSwara dan sempat menjabat sebagai presidium pada kepengurusan tahun 2009. Penulis menyelesaikan studi di Institut Pertanian Bogor dengan menyelesaikan penelitian yang berjudul “Rancang Bangun Prototip Tricopter : Uji Bahan, Uji Aerocontroller, dan Uji Penerbangan”.